Anda di halaman 1dari 4

PENGARUH TERAPI SOSIODRAMA TERHADAP PERILAKU BULLYING PADA

SISWA SD NEGERI 1 PAMIJEN

Abstract

Perilaku bulying sudah lama terjadi namun tetap saja masih belum menemui titik
terang untuk mengatasinya. Bulying seakan-akan masih saja dipandang sebelah mata, masih
banyak yang belum menyadari bahaya perilaku bulying baik bagi pelaku maupun bagi
korban. Pelaku bulying sendiri bisa anak-anak, remaja maupun dewasa. Bagi anak-anak
perilaku bulying berdampak negatif pada kondisi fisik dan kondisi psikis anak. Perilaku
bulying dapat terjadi di rumah, sekolah dan lingkungan bermain anak.
Perilaku bulying tidak hanya dilakukan oleh anak-nak yang telah menempuh
pendidikan saja namun anak prasekolahpun kadang menjadi pelaku bulying. Hal ini
bermula dari mereka hanya melihat, mendengar bahkan menjadi korban bulying dari kakak,
saudara dan teman- teman yang lebih tua dari mereka. Minimnya pengetahuan orang tua
juga kadang berakibat buruk bagi anak-anak, karena ketidaktahuan orang tua tentang
perilaku anak-anak mereka.
Menurut Olweus (1993) mengatakan bahwa Bullying adalah perilaku negatif yang
mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak nyaman/terluka dan biasanya terjadi
berulang- ulang “ repeated during successive encounters”.Seseorang dianggap sebagai
korban bullying apabila dihadapkan pada tindakan negatif dari seseorang atau
lebih,dilakukan berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu.Selain itu Bullying
melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang,sehingga korban berada pada
kondisi yang tidak berdaya untuk mempertahankan secara efektif untuk melawan tindakan
negatif. Menurut Coloroso (2006) bullying akan selalu melibatkan adanya
ketidakseimbangan kekuatan,niat untuk mencederai,ancaman agresi lebih lanjut dan teror.

Para ahli menyatakan bahwa school bullying merupakan bentuk agresivitas


antarsiswa yang memiliki dampak paling negatif bagi korbannya.Hal ini disebabkan adanya
ketidakseimbangan kekuasaan di mana pelaku yang berasal dari kalangan siswa/siswi yang
merasa lebih senior melakukan tindakan tertentu kepada korban yaitu siswa-siswi yang lebih
yunior dan merasa tidak berdaya karenatidak dapat melakukan perlawanan.
Dari hasil penelitian, diperoleh penemuan bahwa terdapat konsistensi perbedaan
gender pada perilaku agresivsitas, terutama school bullying. Pada siswa usia 9-11
tahun, anak lakilaki menunjukkan peningkatan agresivitas dan dominasi dibandingkan
siswi-siswi pada usia yang sama (Offord, Boyle & Racine, 1991 dalam Bee, 1994).
Perilaku-perilaku yang termasuk dalam bullying adalah:
1. Bentuk fisik, seperti memukul, mencubit, menampar, dan memalak (meminta dengan
paksa yang bukan miliknya.
2. Bentuk verbal, seperti memaki, menggosip, atau mengejek.
3. Bentuk psikologis, seperti mengintimidasi, mengecilkan, dan diskriminasi.

Perilaku bullying dikelompokkan ke dalam 5 kategori:

1. Kontak fisik langsung (memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang,


mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan
merusak barang-barang yang dimiliki orang lain).
2. Kontak verbal langsung (mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu,
memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put-downs),
mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip).
3. Perilaku non-verbal langsung (melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan
ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya diertai oleh
bullying fisik atau verbal).
4. Perilaku non-verbal tidak langsung (mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan
sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat
kaleng).
5. Pelecehan seksual (kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal).

Siswa/siswi yang menjadi korban bullying adalah siswa/siswi yang biasanya


cenderung pasif, gampang terintimidasi, atau mereka yang memiliki sedikit teman,
memiliki kesulitan untuk mempertahankan diri dan korban bisa juga lebih kecil dan
lebih muda.
Terdapat beberapa cara untuk mengatasi perilaku bulying antara lain terapi
sosiodrama. Sosiodrama merupakan dramatisasai dar persoalan – persoalan yang dapat
timbul dalam pergaulan dengan orang lain,tingkat konflik- konflik yang dialami dalam
pergaulan sosial. (Wingkel,2004 :470). Pada terapi sosiodrama ini siswa-siswi diberikan
beberapa peran yang sesuia dengan konflik-konflik yang ada dalam pergaulan mereka
seperti pemalakan, mengejek siswa-siswi yang dianggap lemah, memukul dan melempar.
Terapi Sosiodrama merupakan salah satu tehnik dalam bimbingan kelompok yaitu role
playing atau tehnik bermain peran. Teori dasar role playing (bersifat sandiwara, sosiologis /
sesuai normas, tiruan, imajinatif (pemahaman diri) pertama kali dicetuskan oleh JL Moreno
tahun 1920an s/d 1930an. Individu mempelajari peranan-peranan berbeda sejak lahir karena
orang dilahirkan dengan kemampuan untuk bereaksi terhadap stimulus-stimulus dari luar
dirinya secara spontan dan pada dasarnya menurut terknik role playing ini mengemukakan
bahwa manusia itu spontan dan kreatif.

Permasalahan
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :” Bagaimana pengaruh terapi
sosiodrama untuk mengatasi perilaku bulying pada anak?”.

Metode
Partisipan Penelitian. Partisipan penelitian dalam penelitian ini dipilih sesuai dengan
karakteristik penelitian. Karakteristik partisipan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah
siswa dan siswi yang menjadi pelaku bullying dan siswa yang pernah menjadi korban
bullying yang sedang menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD).
Instrumen Penelitian. Peralatan dan perlengkapan yang digunakan selama penelitian adalah
alat perekam untuk merekam kegiatan pada siswa yang dikenakan terapi sosiodrama sesuai
dengan skenario yang telah dibuat, pulpen dan kertas untuk mencatat respon dan kejadian
siswa-siswi sebelum dikenakan terapi sosiodrama.

Prosedur Penelitian. Peneliti melakukan penelitian pada salah satu Sekolah Dasar( SD)
yang berlokasi di Sokaraja. Untuk memperoleh ijin baik dari pelaku bullying maupun
korban bullying, peneliti dibantu oleh guru dan orang tua pelaku. Sebelum terapi dilakukan,
peneliti melakukan rapport dengan partisipan sambil mengamati perilaku bullying yang
muncul dari partisipan. Rapport dilakukan agar dapat membawa partisipan dalam suasana
yang menyenangkan dan aman, sehingga partisipan tidak malu dan bersedia memainkan
peran dalam sosiodrama yang akan dilaksanakan.
Peneliti menggunakan metode observasi. Observasi diakukan agar dapat
mengamati dan mengawasi perilaku para pemeran dalam sosiodrama yang dilakukan oleh
peneliti.

Anda mungkin juga menyukai