Anda di halaman 1dari 6

PERAN ORANGTUA DALAM KOMUNIKASI TERHADAP

PENCEGAHAN BULLYING ANAK DENGAN TEMAN SEBAYA

Elyona Rizky Zahrani1), Nabila Zahra Ramadhani2), Siti Mariam3), Siti Rifa
Ayu Winanda4), Syifa Rahma Hidayat5)
1,2,3,4,5
Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Bandung
Jl. Tamansari No. 1, Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40116

Abstract
Every element of life, including families, involves communication. Bullying
happens when people engage with one another. Bullying is not a new
phenomenon, particularly in households. Bullying is characterized as persistent
threats, coercion, and violence, both verbal and physical, directed at siblings or
younger children by older children. This is the study's defining feature. It takes
family communication to prevent bullying. Scholars perceive this phenomena as a
distinct issue that requires more investigation. Researchers wish to investigate
"Family Communication in Preventing Bullying Behavior for Children" in light of
that occurrence. The findings demonstrate the following benefits of family
communication in preventing bullying behavior in children: (1) Bullying must be
prevented through the pursuit of effective family communication processes, such
as respect, empathy, and sound parenting; and (2) Ineffective parenting is the root
cause of bullying when it comes to family communication.

Keywords: Communication, Family, Preventing, Bullying, Children

PENDAHULUAN
Dalam lapisan terkecil kehidupan sosial, komunikasi keluarga terjadi saat
anggota keluarga berbicara satu sama lain. Setiap orang akan memulai dengan
berbicara dengan anggota keluarganya. Setiap anggota keluarga berinteraksi satu
sama lain, yang kadang-kadang menyebabkan perilaku bullying. Terutama dalam
keluarga, bukanlah hal baru lagi jika dilakukan oleh kakak dan adik atau orang
dewasa kepada anak-anak dalam keluarga, cenderung dibiarkan.
Bullying sendiri didefinisikan sebagai ancaman, pemaksaan, dan kekerasan
fisik dan verbal yang dilakukan berulang kali dalam upaya mempertahankan
dominasi atau kontrolnya atas orang lain. Ketika kakak atau orang dewasa
mengolok-olok anak kecil, orang tua mungkin menganggapnya tidak penting. Jika
konflik saudara terjadi sesekali, itu masih wajar. Tapi orang tua harus
memperhatikan jika permainan keluarga selalu berakhir dengan salah satu anak
menangis atau jika anak itu "dikucilkan" oleh saudara kandungnya. Perilaku
seperti itu pasti akan memicu bullying anak.
Bullying dapat muncul saat masih kecil atau usia dini. Anak-anak berusia
tiga tahun dapat melakukan pelecehan dan sekaligus melakukannya. Karena
berbagai alasan, guru PAUD seringkali mengabaikan bullying. Banyak guru
PAUD percaya bahwa anak-anak terlalu naif dan tidak suci untuk melakukan
bullying. Mereka juga dianggap tidak mampu melakukan tindakan yang dapat
melukai atau mengganggu anak lain. Para guru tidak tahu bahwa bullying terjadi
karena kurangnya pengawasan atau bahkan terjadi ketika orang dewasa tidak
melihatnya. Guru PAUD mungkin tidak menyadari bahwa perilaku awal atau pre-
bullying dapat berubah menjadi pelecehan (Ahmed & Braithwaite, 2006).
Jika bullying pada usia dini dipandang sebelah mata atau tidak dihentikan,
anak-anak yang melakukannya akan terus melakukannya sampai mereka tumbuh
remaja, dan anak-anak yang menjadi korbannya akan terus menderita. Jika ini
dibiarkan berlanjut, pola-pola bullying dan dampak yang diderita oleh korbannya
akan terbawa sampai masa remaja dan bahkan sampai masa dewasa, yang
menunjukkan hubungan antara remaja yang tidak menyenangkan dengan unsur
penghinaan, yang mengarah pada kekerasan dalam rumah tangga atau bahkan
tindakan kriminal (Bollmer, Harris, & Milich, 2006).
Kehidupan masa usia sekolah dasar adalah tahap perkembangan sebelum
memasuki dunia pendidikan formal. Pada usia ini, anak-anak mengalami
pergeseran dari mengenal satu orang dan lingkungan ke lingkungan yang lebih
kompleks, yaitu sekolah (Diam Fitri, 2018). Ada sejumlah masalah umum yang
terjadi di lingkungan sekolah. Salah satu masalah yang terjadi pada anak di
sekolah adalah pelecehan. Setiap aspek dalam diri seorang anak dapat terkena
dampak bullying, baik fisik maupun psikologis. Pelatihan keterampilan
komunikasi dapat membantu menangani kasus bullying, menurut Wisnu Sri
Hertinjung (2013).

METODE PENELITIAN
Peneliti menggunakan metodologi kualitatif yang dipadukan dengan
pendekatan studi kasus dalam penelitiannya mengenai komunikasi orang tua-anak
dalam menghindari perilaku bullying. Mulyana menjelaskan bahwa "studi kasus
adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang
individu, suatu kelompok, atau organisasi (komunitas), suatu program, atau suatu
situasi sosial" (Mulyana, 2005, h. 1). Analisis ekstensif terhadap data yang
tersedia tentang topik yang menarik adalah tujuan dari penelitian studi kasus.
Dalam hal ini, data dapat dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi,
tinjauan dokumen survei, dan metode lain yang menghasilkan informasi yang
cukup untuk menggambarkan sebuah kasus secara lengkap.
Studi kasus dibagi ke dalam kategori single-case dan multiple-case oleh
Robet K. Yin. "Single-case digunakan ketika kasus yang diteliti bersifat ekstrim
atau unik, memenuhi semua persyaratan untuk menguji teori yang ada, memiliki
kesempatan untuk mengamati dan menganalisis fenomena yang belum pernah
diselidiki secara ilmiah, sedangkan multiple-case memungkinkan perbandingan di
antara beberapa kasus" (Yin, 2002). Untuk mendapatkan informasi rinci dan
pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana komunikasi orang tua dapat
menghentikan perilaku bullying pada anak-anak, peneliti menggunakan single-
case study design dalam penelitiannya.
Wawancara mendalam, studi dokumentasi, dan observasi merupakan teknik
yang digunakan dalam penelitian ini untuk memperoleh data. Observasi yang
dilakukan untuk penelitian ini adalah observasi non-partisipan. Observasi non-
partisipan digunakan untuk melakukan pengamatan terhadap objek penelitian,
yaitu yang berhubungan dengan komunikasi orangtua dalam pencegahan perilaku
bullying bagi anak. Komunikasi orangtua dapat membantu mencegah anak dari
tindak kekerasan atau bullying. Peneliti menggunakan wawancara mendalam
dengan individu narasumber (ahli materi pelajaran) untuk belajar tentang
perspektif, pengalaman, aktivitas, sentimen, dan informasi lainnya. Tujuan dari
wawancara ini adalah untuk mempelajari lebih lanjut tentang peran yang
dimainkan komunikasi orangtua dalam melindungi anak-anak dari perilaku
bullying. Penggunaan metode ini sangat penting untuk penelitian kualitatif,
terutama untuk mendukung upaya pengumpulan data yang andal dan sumber data
yang sesuai. sumber data yang sesuai. Menurut Bungin (2007), pendekatan
dokumenter merupakan sarana untuk melacak fakta sejarah. Secara khusus,
dokumentasi dalam penelitian ini diperlukan untuk memperkuat kerangka teoritis
dan menyempurnakan analisis. Penelitian terkait studi membina komunikasi
orangtua dapat melindungi anak-anak dari intimidasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Komunikasi Orangtua dalam Pencegahan Perilaku Bullying Bagi Anak
Tujuan orang tua sebagai pendidik adalah untuk menyiapkan anak menjadi
individu moral, agama, dan sosial. Menurut Mahmud (2013), karena sifat dasar
anak adalah meniru, orang tua harus memberikan contoh yang baik kepada
anaknya. Orang tua juga bertanggung jawab untuk melindungi anak-anak mereka
dari hal-hal seperti kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perilaku yang tidak
baik (Dinas Sosial, 2023).
Menurut penelitian kepustakaan terdahulu, peran orangtua dalam mencegah
kekerasan adalah sebagai berikut :
1. Peran orangtua sebagai pembimbing dalam pencegahan bullying pada
anak
Jamaluddin menyatakan bahwa figure orang tua menenrukan kualitas
hidup seorang anak karena orang tua merupakan lingkungan sosial awal
yang dikenal anak. Dalam peran mereka sebagai pembimbing, peran
orang tua adalah mengajarkan sikap, nilai, dan keterampilan anak
mereka. Para orangtua harus membantu anaknya menjalankan peran
psikososialnya dengan memberikan dukungan emosional, arahan, dan
pemahaman nilai-nilai penting dalam kehidupan. Mereka juga harus
mengajarkan anak-anak mereka norma, etika, dan tanggung jawab.
2. Peran orangtua sebagai pendidik dalam pencegahan bullying pada anak
Dalam hal pendidikan, orangtua dapat memengaruhi bagaimana
mencegah dan menangani bullying anak. Sebagai orang tua, orang tua
memberikan pendidikan formal dan informal kepada anak, memberikan
contoh yang baik dan arahan dalam kehidupan sehari-hari, dan sebagai
pendidik, orang tua memberikan nilai-nilai, moral, dan pengetahuan
dasar yang akan membentuk kepribadian dan kemampuan anak di masa
depan. Proses pertukaran informasi pasti terjadi antara orang tua dan
anak melalui komunikasi dan interaksi.
3. Peran orangtua sebagai pelindung dalam pencegahan bullying pada anak
Sebagai orang tua, selain mendidik dan mendampingi anaknya, orangtua
juga sudah seharusnya menjadi pelindung bagi anak dari segala bahaya.
Anak akan meniru cara orang tua melindungi mereka, jadi selain
melindungi anak, orangtua juga dapat mengajarkan anak apa itu
melindungi dan dilindungi.
Faktor Penyebab Bullying dalam Komunikasi Orangtua
Faktor-faktor yang menjadi penyebab bullying yaitu termasuk komunikasi
dalam keluarga, pola asuh dalam keluarga, pergaulan teman sebaya, dan pengaruh
media yang membuat anak menjadi korban atau pelaku perundungan (Aswat, et
al, 2022). Tidak diragukan lagi, elemen-elemen ini harus diperhatikan oleh
lingkungan keluarga dan sekolah, karena mereka adalah orang tua dan sekolah
yang dapat mengawasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan kasus perundungan
ini muncul. Selain itu, faktor internal dan eksternal yang ada pada pelaku dan
korban dapat membentuk anak menjadi baik pelaku maupun korban perundungan.
Menurut pendapat (Tobing, J. A. D. E., & Lestari, T., 2021) bahwa jika orang tua
tidak memberikan disiplin yang konsisten kepada anak mereka, mereka
kemungkinan besar akan memberikan penghargaan kepada anak mereka bahkan
jika mereka melakukan hal yang buruk atau menyimpang, atau orang tua yang
melakukan kekerasan dan tidak memberikan perhatian yang cukup kepada anak
mereka, sehingga anak tersebut mencontoh tindakan orang tua mereka pada
temannya.
Faktor lain yang dapat menyebabkan anak berperilaku menyimpang adalah
terlalu banyak menonton televisi atau menggunakan perangkat elektronik, seperti
yang dikatakan oleh (Ayuni, D. (2021) (Ramadhanti, R., & Hidayat, M. T. (2022)
(Wulandari, H., & Ningsih, S. A. (2023) di mana hal tersebut akan menyebabkan
stimulasi kognitif yang lebih rendah pada anak. Selain itu, penggunaan gadget
yang berlebihan dapat menyebabkan kecanduan dan menurunkan empati anak
terhadap orang lain. Pengasuh yang buruk dari orang tua kepada anaknya. Kondisi
antar anggota keluarga dan kualitas interaksi anak dengan keluarga terkait dengan
kecenderungan anak untuk berperilaku agresif. Hubungan anak dengan ayah dan
ibunya serta hubungan ayah dan ibu di lingkungan keluarga mereka adalah
interaksi dan kondisi yang dimaksud. Selain itu, perilaku bullying dapat
berkembang sebagai hasil dari interaksi yang berkelanjutan dengan lingkungan
rumah atau keluarga sebagai tempat dasarnya. Hal ini diperkuat oleh penelitian di
bawah ini, yang menemukan bahwa melihat interaksi keluarga setiap hari dapat
membantu anak-anak belajar agresif.
Masalah perilaku bullying di kalangan anak-anak dan remaja menjadi
semakin memprihatinkan. Kesehatan fisik dan mental anak yang menderita bukan
satu-satunya hal yang terpengaruh; Pelaku dan lingkungan sekitar juga
terpengaruh. Untuk menghentikan anak-anak mereka dari pengganggu, orang tua
memainkan peran penting. Orang tua dapat membantu membangun lingkungan
yang aman dan mengajarkan anak-anak nilai-nilai penting seperti empati, rasa
hormat, dan keberanian dengan secara aktif terlibat dalam kehidupan anak mereka
dan memberi mereka dukungan konstan. Selain itu, terdapat cara lain yang dapat
orangtua lakukan untuk mencegah perilaku bullying :
1. Membangun Komunikasi Terbuka
Mendorong anak untuk menjadi pribadi yang terbuka yaitu dengan
mendengarkan dan mencoba memahami situasi sulit yang sedang anak
alami.
2. Memberikan Pendidikan Anti-Bullying
Memberi tahu anak apa saja dampak negatif dari bulliying dan
konsekuensi yang akan didapat. Membantu anak lebih sadar dan peka
juga terhadap teman di sekitarnya.
3. Menjadi Contoh Perilaku Positif
Mengajarkan anak untuk saling menghormati, berperilaku sopan dan
menyenangkan, tidak membeda bedakan setiap kekurangan atau
kelebihan yang dimiliki orang lain. dengan rasa empati yang anak miliki
dapat membuat anak terhindar dari perilaku bullying.
4. Mengajarkan Keterampilan Social
Orang tua dapat memberitahu dan mengajarkan anak keterampilan
berkomunikasi untuk menyelesaikan konflik dan membangun
rasa percaya diri.

KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian dan kajian teori, dapat disimpulkan bahwa perilaku
bullying dalam lingkup keluarga perlu diakui dan diatasi dengan serius. Untuk
menciptakan lingkungan keluarga yang aman dan mendukung bagi semua
anggota, orang tua dan pendidik harus meningkatkan kesadaran terhadap tanda-
tanda bullying, bahkan pada usia dini. Orang tua memiliki peran yang sangat
penting dalam mencegah anak-anak mereka mengalami pelecehan. Orang tua
dapat memengaruhi perilaku anak dan membuat lingkungan yang aman dengan
komunikasi keluarga, pola asuh yang konsisten, dan faktor internal dan eksternal
yang memengaruhi anak. Pengajaran nilai-nilai seperti menghormati, berperilaku
sopan, dan memiliki empati juga penting dalam mengatasi perilaku bullying.
Selain itu, ada langkah-langkah penting yang dapat diambil, seperti meningkatkan
keterampilan sosial, pendidikan anti-bullying, dan komunikasi terbuka.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, E., & Braithwaite, V. (2006). Forgiveness, reconciliation, and shame:
Three key variables inreducing school bullying. Journal of Social Issues,
62(2), 347-370.
Aini, D. F. N. (2018). Self esteem pada anak usia sekolah dasar untuk
pencegahan kasus bullying. Jurnal Pemikiran Dan Pengembangan Sekolah
Dasar (Jp2sd), 6(1), 36-46.
Aswat, Hijrawatil, Mitra Kasih La Ode Onde, and Beti Ayda. “Eksistensi
Peranan Penguatan Pendidikan Karakter Terhadap Bentuk Perilaku
Bullying Di Lingkungan Sekolah Dasar.” Jurnal Basicedu 6, no. 5 (2022):
9105–17.
Ayuni, Despa. “Pencegahan Bullying Dalam Pendidikan Anak Usia Dini.”
Journal of Education Research 2, no. 3(2021): 93–100.
Bollmer, J. M., Harris, M. J., & Milich, R. (2006). Reactions to bullying and peer
victimization: Narratives, physiological arousal, and personality. Journal of
Research in Personality, 40, 803-828.
Bungin, B. (2007). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
H. Mahmud dkk, pendidikan agama islam dalam keluarga: sebuah panduan
lengkap bagi guru, orangtua dan calon (Jakarta, akademia, 2013) Kementrian
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Arumsari A
Hertinjung, W. S. (2013). Bentuk-bentuk perilaku bullying di sekolah dasar.
Prosiding Seminar Nasional Psikologi UMS.
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/xmlui/handle/11617/3952
Janitra, Preciosa Alnashava, and Ditha Prasanti. "Komunikasi keluarga dalam
pencegahan perilaku bullying bagi anak." Jurnal Ilmu Sosial Mamangan
6.1 (2017): 23-33.
Mulyana, D. (2005). Metodologi Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Ramadhanti, Ramadhanti, and Muhamad Taufik Hidayat. “Strategi Guru Dalam
Mengatasi Perilaku Bullying Siswa Di Sekolah Dasar.” Jurnal Basicedu 6,
no. 3 (2022): 4566–73.
Super Admin. 2023. Peran Orangtua Dalam Mencegah Anak
Terlibat dalam Bullying.
Tobing, Jessica Angeline De Eloisa, and Triana Lestari. “Pengaruh Mental Anak
Terhadap Terjadinya Peristiwa Bullying.” Jurnal Pendidikan Tambusai 5, no.
1 (2021): 1882–89.
Wulandari, Hayani, and Sri Ade Ningsih. “Penguatan Pendidikan Karakter Sejak
Dini Untuk Melawan Aksi Bullying Era Revolusi 5.0.” Innovative: Journal Of
Social Science Research 3, no. 2 (2023): 14773–87.
Yin, R. K. (2002). Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

Anda mungkin juga menyukai