Anda di halaman 1dari 16

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu
1. Deborah (1994) yang berjudul Prevention of Child Sexual Abuse
dalam jurnal The Future of Children Vol 4, No 2, Sexual Abuse of
Children.
Hasil dari penelitian ini adalah upaya untuk mencegah pelecehan
seksual anak telah mengambil jalan yang berbeda dari upaya untuk
mencegah kekerasan fisik anak-anak. Saat ini, pencegahan pelecehan
seksual anak hampir sama dengan instruksi berbasis kelompok untuk
anak-anak mengenai keselamatan pribadi, dan tampaknya sebagian
besar sekolah dan banyak program setelah sekolah menyediakan
beberapa bentuk pendidikan pencegahan pelecehan seksual berbasis
kelompok. Banyak evaluasi telah menilai dampak dari upaya ini. Salah
satu fokusnya adalah upaya pada perubahan perilaku, program
keselamatan anak semakin memanfaatkan bermain peran dan
pemodelan peserta.

Manfaat utama dari program pendidikan keselamatan pribadi


mungkin adalah peningkatan tingkat pengungkapan oleh anak-anak
dari pelecehan di masa lalu atau sekarang. Bidang utama yang menjadi
perhatian mungkin adalah potensi program pendidikan keselamatan
untuk menimbulkan rasa takut dan kecemasan pada anak-anak.
Penelitian tentang dampak negatif terbatas, dan hasilnya beragam.
Penulis menyimpulkan bahwa program pencegahan secara keseluruhan
memiliki dampak yang menguntungkan, yang paling kuat untuk anak-
anak berusia 7 hingga 12 tahun. Karakteristik program yang
menjanjikan dirangkum.

Dalam jurnal ini diakhiri dengan saran untuk memperluas upaya


pencegahan untuk memasukkan pendidikan publik dan orang tua,
pelatihan keterampilan hidup untuk orang dewasa muda, kelompok

7
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dukungan untuk anak-anak dan orang dewasa yang rentan, dan


intervensi untuk mengidentifikasi korban dan pelaku.

2. David Finkelhor (2009) yang berjudul The Prevention of Childhood


Sexual Abuse. Vol 19, no 2.
Dalam jurnal menjelaskan bahwa David Finkelhor memeriksa
inisiatif untuk mencegah pelecehan seksual anak, yang berfokus pada
dua strategi utama yaitu manajemen pelaku dan program pendidikan
berbasis sekolah. Inisiatif manajemen pelaku utama baru-baru ini
termasuk mendaftarkan pelanggar seks. Memberi tahu komunitas
tentang kehadiran mereka, melakukan pemeriksaan latar belakang
pekerjaan, mengendalikan di mana pelaku dapat hidup, dan
menjatuhkan hukuman penjara yang lebih lama. Meskipun inisiatif ini
memenangkan persetujuan dari pembuat kebijakan dan publik, sedikit
bukti yang ada bahwa mereka efektif dalam mencegah pelecehan
seksual. Selain itu, prakarsa-prakarsa ini, memperingatkan Finkelhor,
didasarkan pada karakterisasi yang terlalu stereotip terhadap pelaku
seksual sebagai pedofil, orang-orang asing licik yang memangsa anak-
anak di depan umum dan lingkungan yang mudah diakses lainnya dan
yang berisiko tinggi untuk kembali tersinggung setelah tertangkap.
Pada kenyataannya, populasi jauh lebih beragam. Kebanyakan pelaku
kekerasan seksual bukanlah orang asing atau pedofil; banyak (sekitar
sepertiganya) sendiri adalah remaja. Banyak yang memiliki risiko yang
relatif rendah untuk menyerang kembali setelah tertangkap.

Finkelhor menjelaskan bahwa program pendidikan berbasis


sekolah mengajar anak-anak mengenai keterampilan seperti bagaimana
mengidentifikasi situasi berbahaya, menolak pendekatan pelaku,
memutuskan interaksi, dan memanggil bantuan. Finkelhor mendorong
penelitian dan pengembangan lebih lanjut dari pendekatan ini,
khususnya upaya untuk mengintegrasikannya ke dalam kurikulum
promosi kesehatan dan keselamatan yang komprehensif.

8
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Roselina Diyan Palupi (2016) yang berjudul Peran Yayasan Kakak


Dan Stakeholders Dalam Pencegahan Dan Penanggulangan
Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Kota Surakarta.
Dalam penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui (1) faktor-
faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak di Kota
Surakarta, (2) dampak kekerasan seksual terhadap anak di Kota
Surakarta, (3) Peran Yayasan KAKAK dan stakeholders dalam
pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual terhadap anak di
Kota Surakarta. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah 1)
Bentuk kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Kota
Surakarta, antara lain perkosaan atau persetubuhan, pencabulan, dan
perdagangan anak. Untuk pelaku kekerasan seksual terhadap anak
didominasi oleh orang terdekat korban atau orang yang sudah dikenal
oleh korban. Sedangkan korban didominasi anak-anak usia 7–18 tahun.
2) Faktor penyebab kekerasan seksual terhadap anak di Kota Surakarta,
faktor internal diantaranya faktor keluarga dan kurangnya pengetahuan
anak tentang pendidikan seks usia dini. Sedangkan dari faktor
eksternal anatara lain faktor ekonomi, faktor lingkungan atau
pergaulan, dan faktor media. (3) Dampak korban kekerasan seksual
terhadap anak, dampak jangka pendek dapat dilihat dari segi fisik,
psikologis, sosial, dan hukum. Sedangkan dampak jangka panjang,
terjadi perubahan perilaku seksual pada korban. (4) Peran Yayasan
KAKAK dan stakeholders dalam pencegahan dan penanggulangan
kekerasan seksual terhadap anak di Kota Surakarta dilakukan secara
preventif, represif, dan rehabilitasi. Tindakan yang dilakukan Yayasan
KAKAK dan stakeholders merupakan tindakan sosial, dan
digolongkan menjadi tindakan murni dan tindakan setengah murni.

4. Noviana, Ivo. 2015. Kekerasan Seksual terhadap Anak: Dampak dan


Penanganannya. Sosio Informa. Kementerian Sosial Republik
Indonesia: Jakarta. Vol. 01, No. 1.
Penelitian ini dilatarbelakangi karena semakin banyaknya kasus
kekerasan seksual pada anak dapat menjadi sebuah fenomena

9
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tersendiri di dalam masyarakat. Anak-anak sangat rentan untuk


menjadi korban kekerasan seksual dikarenakan tingkat ketergantungan
yang masih tinggi. Adapun beberapa faktor penyebab terjadi kekerasan
seksual dan dampak yang dirasakan oleh korban kekerasan seksual
pada anak baik secara fisik, psikis dan sosial. Trauma pada anak
yang menjadi korban akan berlaku seumur hidup dan hal ini harus
menjadi perhatian masyarakat sekitar. Kekerasan seksual pada
anak dapat terjadi dimana saja dan oleh siapa saja, baik anggota
keluarga, pihak sekolah, maupun orang sekitar rumah. Anak-anak
harus dimulai sejak dini mendapat perbekalan berupa pengetahuan
kekerasan seksual pada anak untuk menjadi bekal untuk anak agar
dapat mencegah kasus kekerasan seksual.

5. Penelitian dari Endah Sasmito Hening Stephanie dan Sofia Retnowati


dalam jurnal yang berjudul Dinamika Resiliensi pada Keluarga dari
Anak Korban Kekerasan Seksual (Studi Kasus di Provinsi Jambi).
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa dinamika resiliensi pada
kedua keluarga memiliki persamaan dan perbedaan. Peristiwa
kekerasan seksual merupakan kondisi penuh risiko yang akan
memunculkan berbagai dampak negatif bagi anak dan keluarga.
Resiliensi keluarga terbangun melalui sebuah proses adaptasi yang
merupakan interaksi antara faktor –faktor risiko dengan faktor-
faktor protektif. Banyaknya faktor protektif yang berperan dalam
meminimalisir faktor risiko yang ada akan membawa subjek pada
pemahaman kembali akan makna kejadian kekerasan seksual
(reframing). Pada akhirnya, resiliensi terwujud dengan kondisi
keluarga yang dapat mencapai hasil positif dan ditandai dengan
karakteristik individu dan keluarga yang resilien.

B. Definisi Konsep
1. Strategi
Menurut Robert M. Grant: 1999 (dalam skripsi Ahmad Anhari
tahun 2012) ”Strategi merupakan suatu faktor penentu keberhasilan

10
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dalam hampir semua bidang yang digeluti manusia. Dalam konflik


militer, olahraga, bisnis dan juga dalam kesuksesan karir individu.
Strategi yang jitu dapat memberikan keberhasilan dalam kelemahan
yang kita miliki”. Strategi yang berhasil menurut Robert M. Grant
(1999: 26), memiliki empat unsur utama, yaitu:

1. Strategi tersebut ditunjukan untuk mencapai tujuan yang jelas


dan dalam rangka waktu yang panjang.
2. Strategi didasarkan pada pemahaman yang mendalam terhadap
lingkungan eksternal.
3. Strategi didasarkan pada pemahaman yang mendalam
mengenai kemampuan internal organisasi maupun individu.
4. Strategi dilaksanakan dengan resolusi, koordinasi, serta
pemanfaatan yang efektif terhadap kemampuan dan komitmen
dari semua anggota organisasi.

Faktor-faktor yang menunjang tercapainya suatu tujuan dalam


sebuah strategi menurut Robert M. Grant: 1999 (dalam skripsi Ahmad
Anhari tahun 2012) adalah, “1) Tujuan yang sederhana, konsisten dan
berjangka panjang; 2) Penilaian yang baik mengenai sumber daya
jangka panjang; 3) Pelaksanaan yang efektif”.

Dalam Internasional Journal of Management Reviews, ’’Strategy


has beed defined as situated, socially accomplished activity, while
strategizing comprises those action, interactions and negotiations of
multiple actors and the situated practices that, they draw upon in
accomplishing that activity”. (Paula Jarzabkowski & Andreas Paul
Spee, 2007. www.interscience.wiley.com)

Dalam jurnal diatas dijelaskan bahwa, “Strategi di definisikan


sebagai pelaksana aktivitas sosial, sementara pengorganisasian terdiri
dari tindakan- tindakan, interaksi-interaksi dan negosiasi-negosiasi
dari banyak pelaku dan dalam prakteknya digambarkan dalam
menyelesaikan aktivitas tersebut”.

11
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Jadi dapat disimpulkan bahwa strategi adalah suatu rencana yang


dibuat untuk mencapai suatu tujuan yang ditetapkan agar sesuai
dengan keinginan.

2. Pencegahan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) pencegahan
adalah sebuah proses, cara, tindakan mencegah atau menahan agar
sesuatu tidak terjadi. Dapat dikatakan suatu upaya yang dilakukan
sebelum terjadinya pelanggaran. Upaya pencegahan kejahatan
merupakan upaya awal dalam menanggulangi kejahatan. Upaya dalam
menanggulangi kejahatan dapat diambil beberapa langkah meliputi
langkah penindakan (represif) disamping langkah pencegahan
(preventif). (pandangan umum dalam http://www.suduthukum.com)

Preventif secara etimologi berasal dari bahasa latin pravenire


yang artinya datang sebelum/antisipasi/mencegah untuk tidak terjadi
sesuatu. Dalam pengertian yang luas preventif diartikan sebagai upaya
secara sengaja dilakukan untuk mencegah terjadinyan gangguan,
kerusakan, atau kerugian bagi seseorang. Dengan demikian upaya
preventif adalah tindakan yang dilakukan sebelum sesuatu terjadi. Hal
tersebut dilakukan karena sesuatu tersebut merupakan hal yang dapat
merusak ataupun merugikan.

Upaya preventif atau pencegahan biasanya dilakukan kepada pihak


yang belum atau rentan terhadap suatu masalah, menurut Yunita
(dalam HF Noris.2015) definisi dari pencegahan adalah berbagai
pendekatan, prosedur dan metode yang dibuat untuk meningkatkan
kompetensi interpersonal seseorang dan fungsinya sebagai individu,
pasangan, dan sebagai orang tua.

Menurut Yunita dalam (dalam HF Noris.2015), sebagian besar


program preventif yang efektif memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Fokus terhadap pemahaman mengenai resiko dan masalah dari


perilaku yang ingin dicegah dalam kelompok sasaran

12
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Desain untuk merubah “life trajectory” dari kelompok sasaran,


dengan menyediakan pilihan dan kesempatan dalam jangka
panjang yang sebelumnya tidak tersedia
c. Kesempatan untuk mempelajari keterampilan hidup baru yang
dapat membantu partisipan untuk menghadapi stress dengan lebih
efektif dengan dukungan sosial yang ada
d. Fokus dalam menguatkan dukungan dasar dari keluarga, komunitas
atau lingkungan sekolah
e. Koleksi dari penelitian yang memiliki kualitas yang baik menjadi
bukti dalam keefektivitasan dokumen.

Selain itu dalam Jurnal Rabiah Al Adawiah tahun 2015 yang


berjudul Upaya Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak mengartikan
pencegahan sebagai upaya untuk menghalangi, merintangi atau
menahan terjadinya dan berkembangnya atau timbulnya kembali
masalah sosial. Berangkat dari definisi tersebut, maka fungsi
pencegahan kekerasan terhadap anak, antara lain:

1. Mencegah timbulnya masalah-masalah kekerasan pada anak.


Pencegahan ini dapat dilakukan melalui kegiatan diseminasi
undang-undang perlindungan anak dan hak-hak anak, juga
diseminasi tentang dampak kekerasan yang dialami anak-anak
terhadap kesehatan dan pembentukan kepribadiannya.
2. Mencegah berkembang atau meluasnya permasalahan kekerasan
terhadap anak dalam kehidupan masyarakat. Kegiatan yang
dilakukan hendaknya mengarah pada permasalahan kesejahteraan
sosial yang telah ada agar tidak meluas. Contoh kegiatan ini antara
lain; larangan tentang melakukan tindak kekerasan terhadap anak
melalui peraturan- peraturan/undang-undang seperti UUPA,
diseminasi UUPA melalui media elektronik, media cetak, dan
bimbingan serta penyuluhan.
3. Mencegah timbulnya atau kambuhnya kembali permasalahan
kekerasan terhadap anak. Oleh karena itu perlu ada pembinaan

13
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

lanjut dan pemantauan yang berkesinambungan, misalnya: home


visit, pembinaan, dan bimbingan penyuluhan yang rutin.

3. Kekerasan Seksual Anak


Kekerasan berasal dari bahasa Latin violentus yang berasal dari
kata “vi” atau “vis” berarti kekuasaan atau berkuasa. Menurut WHO
(dalam Bagong, 2013), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik
dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri,
perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang
kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian
psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.

Menurut Barker (dalam Huraerah, 2007) mendefinisikan kekerasan


pada anak merupakan tindakan melukai berulang-ulang secara fisik
dan emosional terhadap anak yang ketergantungan, melalui desakan
hasrat, hukuman badan yang tak terkendali, degradasi dan cemoohan
permanen atau kekerasan seksual. Kekerasan pada anak ditandai
dengan perlakuan-perlakuan yang tidak terkendali baik secara fisik,
verbal, emosional, dan seksual.

Undang-Undang No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan


Kekerasan Dalam Rumah Tangga membedakan kekerasan sebagai
berikut:
1. Kekerasan Fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit,
jatuh sakit, atau luka berat.
2. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat
pada seseorang.
3. Kekerasan seksual adalah pemaksaan hubungan seksual yang
dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah
tangga tersebut; dan (b) pemaksaan hubungan seksual terhadap
salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain
untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

14
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sementara itu, WHO (dalam Suradi, 2013). membedakan


kekerasan anak sebagai berikut:
a. Kekerasan Fisik adalah tindakan yang menyebabkan rasa sakit
atau potensi menyebabkan sakit yang dilakukan oleh orang lain,
dapat terjadi sekali atau berulang kali. Kekerasan fisik misalnya;
dipukul, ditendang. dijewer/ dicubit.
b. Kekerasan seksual adalah keterlibatan anak dalam kegiatan seksual
yang tidak dipahaminya. Kekerasan seksual dapat berupa
perlakuan tidak senonoh dari orang lain, kegiatan yang menjurus
pada pornografi, perkataan-perkataan porno, dan melibatkan anak
dalam bisnis prostitusi.
c. Kekerasan emosional adalah segala sesuatu yang dapat
menyebabkan terhambatnya perkembangan emosional anak. Hal
ini dapat berupa kata-kata yang mengancam/ menakut-nakuti anak.
d. Kegiatan pengabaian dan penelantaran adalah ketidakpedulian
orang tua atau orang yang bertanggung jawab atas anak pada
kebutuhan mereka, seperti pengabaian kesehatan anak, pendidikan
anak, terlalu mengekang anak dan sebagainya.
e. Kekerasan ekonomi (eksploitasi komersial) adalah penyalahgunaan
tenaga anak untuk bekerja dan kegiatan lainnya demi keuntungan
orang tuanya atau orang lain. Seperti menyuruh anak bekerja
secara seharian dan menjuruskan anak pada pekerjaan-pekerjaan
yang seharusnya belum dijalaninya

Suzanne Sgroi dalam Handbook of Clinical Intervention in Sexual


Abuse (1985) mengartikan kekerasan seksual anak sebagai suatu
tindakan seksual yang dikenakan pada seorang anak (berumur 0- 18
tahun) yang tidak memiliki emosi, kematangan, dan perkembangan
kognitif. Sama halnya dengan Bagong Suyanto yang mendefinisikan
kekerasan seksual anak yakni segala tindakan yang muncul dalam
bentuk paksaan atau mengancam untuk melakukan hubungan seksual,
melakukan penyiksaan atau bertindak sadis serta meninggalkan orang

15
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

termasuk mereka yang tergolong masih berusia anak-anak setelah


melakukan hubungan seksual.

Kekerasan seksual terhadap anak adalah apabila seseorang


menggunakan anak untuk mendapatkan kenikmatan atau kepuasan
seksual. Tidak terbatas pada hubungan seks saja, tetapi juga tindakan-
tindakan yang mengarah kepada aktivitas seksual terhadap anak-anak,
seperti: menyentuh tubuh anak secara seksual, baik si anak memakai
pakaian atau tidak; segala bentuk penetrasi seks, termasuk penetrasi ke
mulut anak menggunakan benda atau anggota tubuh; membuat atau
memaksa anak terlibat dalam aktivitas seksual; secara sengaja
melakukan aktivitas seksual di hadapan anak, atau tidak melindungi
dan mencegah anak menyaksikan aktivitas seksual yang dilakukan
orang lain; membuat, mendistribusikan dan menampilkan gambar atau
film yang mengandung adegan anak-anak dalam pose atau tindakan
tidak senonoh; serta memperlihatkan kepada anak, gambar, foto atau
film yang menampilkan aktivitas seksual (dikutip dari
http://www.parenting.co.id).

Menurut Lyness (dalam Noviana, Ivo: 2015) kekerasan seksual


terhadap anak meliputi tindakan menyentuh atau mencium organ
seksual anak, tindakan seksual atau pemerkosaan terhadap anak,
memperlihatkan media/benda porno, menunjukkan alat kelamin pada
anak dan sebagainya. Kekerasan seksual (sexual abuse) merupakan
jenis penganiayaan yang biasanya dibagi dua dalam kategori berdasar
identitas pelaku, yaitu:

a. Familial Abuse
Termasuk familial abuse adalah incest, yaitu kekerasan seksual
dimana antara korban dan pelaku masih dalam hubungan darah,
menjadi bagian dalam keluarga inti. Dalam hal ini termasuk
seseorang yang menjadi pengganti orang tua, misalnya ayah tiri,
atau kekasih, pengasuh atau orang yang dipercaya merawat anak.
Mayer (Tower,2002) menyebutkan kategori incest dalam keluarga

16
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dan mengaitkan dengan kekerasan pada anak, yaitu kategori


pertama, penganiayaan (sexual molestation), hal ini meliputi
interaksi noncoitus, petting, fondling, exhibitionism, dan
voyeurism, semua hal yang berkaitan untuk menstimulasi pelaku
secara seksual. Kategori kedua, perkosaan (sexual assault), berupa
oral atau hubungan dengan alat kelamin, masturbasi, stimulasi oral
pada penis (fellatio), dan stimulasi oral pada klitoris (cunnilingus).
Kategori terakhir yang paling fatal disebut perkosaan secara paksa
(forcible rape), meliputi kontak seksual. Rasa takut, kekerasan,
dan ancaman menjadi sulit bagi korban. Mayer mengatakan bahwa
paling banyak ada dua kategori terakhir yang menimbulkan trauma
terberat bagi anak-anak, namun korban-korban sebelumnya tidak
mengatakan demikian.
b. Extra Familial Abuse
Kekerasan seksual adalah kekerasan yang dilakukan oleh orang
lain di luar keluarga korban. Pada pola pelecehan seksual di luar
keluarga, pelaku biasanya orang dewasa yang dikenal oleh sang
anak dan telah membangun relasi dengan anak tersebut, kemudian
membujuk sang anak ke dalam situasi dimana pelecehan seksual
tersebut dilakukan, sering dengan memberikan imbalan tertentu
yang tidak didapatkan oleh sang anak di rumahnya. Sang anak
biasanya tetap diam karena bila hal tersebut diketahui mereka takut
akan memicu kemarahan dari orang tua mereka. Selain itu,
beberapa orang tua kadang kurang peduli tentang dimana dan
dengan siapa anak-anak mereka menghabiskan waktunya. Anak-
anak yang sering bolos sekolah cenderung rentan untuk mengalami
kejadian ini dan harus diwaspadai.

4. Yayasan Kakak
Yayasan KAKAK merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat yang
fokus utamanya adalah pada perlindungan konsumen yang berdiri pada
tanggal 23 Juli 1997. Lembaga ini berdiri sebagai perwujudan dari
keprihatinan sekelompok orang yang mempunyai kepedulian dan

17
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perhatian besar terhadap permasalahan anak dan konsumen, yaitu


Bapak Agus Pambagio, Ibu Dewi Rahmawati, Ibu Emmy LS, Ibu Ira
Puspadewi, Bapak Irwanto, Bapak Muhammad Yani, Ibu Nafsiah
Mboi, Bapak Sudaryatmo, Ibu Tini Hadad, Bapak Widjanarko ES dan
Bapak Widodo. Sehingga mereka memberi nama KAKAK yang
merupakan singkatan dari Kepedulian Untuk Konsumen Anak.

Permasalahan konsumen anak yang menonjol pada waktu itu


adalah semakin meningkatnya pola hidup konsumtif karena gencarnya
dunia usaha menjadikan anak-anak sebagai sasaran produk mereka.
Sementara itu disisi lain kesadaran dan informasi mereka mengenai
barang dan jasa yang dikonsumsinya masih sangat minim. Di lain
pihak produsen masih seringkali tidak bertanggung jawab atas barang
dan jasa yang diproduksinya dengan melanggar ketentuan-ketentuan,
baik yang telah diatur oleh pemerintah maupun yang menyangkut
keamanan dan keselamatan jiwa si anak. Dan pemerintahpun masih
kurang mengawasi barang-barang dan jasa yang beredar di pasaran.

Dalam perjalanannya, Yayasan KAKAK melihat gejala


merebaknya prostitusi anak. Dari hasil pengamatan awal, ternyata
salah satu sebab keterlibatan mereka dalam industri seks ini adalah
karena didorong oleh perilaku konsumtif. Selain itu, anak-anak yang
dilacurkan mempunyai masalah dengan kesehatan reproduksinya, baik
minimnya pengetahuan mengenai kesehatan maupun penyakit menular
seksual yang mereka derita. Sehingga melalui rapat tahunan yang
dilakukan di Jakarta, pada bulan Mei tahun 2002 memutuskan untuk
mengubah nama dengan menghilangkan kepanjangannya, sehingga
nama lembaga menjadi Yayasan KAKAK, dengan dua fokus isu garap
yaitu perlindungan anak sebagai konsumen dan perlindungan anak
korban kekerasan dan eksploitasi seksual. (dikutip dari website resmi
Yayasan Kakak http://www.yayasankakak.org)
.

18
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. Landasan Teori

Teori Strukturasi ( Anthony Giddens )


Dalam penelitian ini peneliti akan mengkaji dengan menggunakan teori
strukturasi dari Anthony Giddens. Teori ini dilihat sebagai terobosan baru
dalam wilayah teori sosial karena menawarkan suatu elaborasi pemikiran
yang diramu secara menarik, dan muncul sebagai solusi untuk menutupi
kekurangan dari teori-teori sosial yang ada. Sebelumnya, Giddens melihat
bahwa ilmu-ilmu sosial dijajah oleh gagasan dualisme agen versus
struktur, dimana agen dan struktur dipahami dalam keadaan terpisah dan
dianggap merepresentasikan sifat-sifat dan kekuatan yang berbeda.

Dapat dipahami bahwa hubungan antara agen dan struktur berupa relasi
dualitas, bukan dualism. Dualitas itu terjadi dalam praktik sosial yang
berulang dan berpola dalam lintasan ruang dan waktu (Giddens,1984 :2).
Dalam pemikiran Giddens, agen dan struktur tidak bisa dipahami dalam
keadaan saling berpisah satu sama lain, namun diibaratkan sebagai dua sisi
dari satu keping uang logam.

Dengan demikian dapat dilihat bahwa teori strukturasi dapat dilihat


sebagai upaya dalam mengintegrasikan agen dan struktur melalui cara
yang tepat, dan dimaksudkan untuk menjelaskan dualitas dan hubungan
dialektika antara agen dan struktur. Walaupun, Giddens mengatakan
bahwa struktur tidak menentukan agen, dan sebaliknya, agen juga tidak
menentukan struktur, namun sesungguhnya baik struktur maupun tidak
akan ada tanpa kehadiran yang lainnya. Oleh karena itu, hubungan antara
keduanya harus dilihat sebagai sejarah, proses dan persoalan dinamis
(Ritzer & Dauglas, 2003).

a. Agen
Giddens menegaskan bahwa suatu masyarakat terdiri atas praktik-
praktik sosial yang diproduksi dan direproduksi melintasi ruang dan
waktu. Maka dari itu, menurutnya penting untuk mendefinisikan
praktik sosial, menggunakan konsep yang tidak memperlakukan agen

19
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

melebihi struktur atau sebaliknya. Yang disebut agen adalah orang-


orang yang terlibat dalam arus kontinu tindakan. Giddens melihat agen
sebagai “perilaku dalam praktik sosial” agen dilihat sebagai individu
perorangan. Jadi dalam penelitian ini posisi agen adalah staff lapangan
di Yayasan Kakak yang menjadi fasilitator pelaksana sebuah program
pencegahan kekerasan seksual anak oleh Yayasan Kakak.
b. Struktur
Salah satu konseptual penting dari teori strukturasi Giddens terletak
pada pemikirannya tentang struktur dan dualitas struktur. Giddens
menyatakan bahwa struktur bukanlah benda, melainkan suatu sketsa
yang hanya tampil dalam dan melalui praktik sosial. Dan struktur
menurut giddens dikonsepsikan sebagai “rules” dan “resources” yang
memungkinkan praktik sosial hadir disetiap ruang dan waktu. Jadi
struktur dalam penelitian ini diposisikan oleh peraturan-peraturan yang
menjadi pedoman pelaksanaan program pencegahan kekerasan seksual
anak di kota Surakarta.
c. Praktik Sosial
Giddens menjelaskan bahwa hubungan antara konsep agen dan
struktur saling tergantung satu sama lain, dan dikombinasikan untuk
menyatakan suatu praktik sosial. Giddens juga melihat adanya
interaksi antara agen dan struktur dalam suatu praktik sosial, yang
kemudian dinyatakan dalam kebiasaan atau rutinitas dan direproduksi
dalam kehidupan soaial, seperti yang diungkapkan dalam Giddens
(1984).
Dengan demikian, praktik sosial dianggap sebagai basis yang
melandasi keberadaan agen dan masyarakat. Untuk terlibat dalam
praktik-praktik sosial, seseorang agen harus mengetahui apa yang ia
kerjakan, meskipun pengetahuan tersebut biasanya tak terucapkan.
Disini terlihat, sebelum terlibat dalam sebuah praktik sosial maka
seseorang diasumsikan telah memiliki pengetahuan praktis mengenai
peraturan yang seharusnya dilakukan dalam kehidupan sosial. Artinya,
praktik sosial yang dilakukan berlandaskan atas pengetahuan tentang

20
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

peraturan yang ada. jadi praktik sosial dalam penelitian ini adalah
bagaimana penerapan suatu program yang dijalankan oleh agen (staff
Yayasan Kakak) dan sebuah program tersebut dapat berjalan sesuai
landasan yang ada dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

D. Kerangka Berfikir

Banyaknya Kasus Kekerasan


Seksual Anak

1. Keluarga
2. Ekonomi
3. Pendidikan Faktor-faktor Penyebab
4. Lingkungan Terjadinya Kekerasan
Sosial Seksual Anak
5. Media Sosial 1. Sosialisasi
2. Kampanye
3. Pembentukan
HEYBRO
Strategi Pencegahan
(Healthy Young
Kekerasan Seksual Anak
Browser)
oleh Yayasan Kakak
4. Pengadaan
Volunteer
5. Pembentukkan
PPT Semanggi

Teori Strukturasi
(Anthony Giddens)

(Bagan II.1 Kerangka Berfikir Penelitian)

Kerangka dalam bagan 1 dapat didefinisikan sebagai berikut:

Banyaknya Kasus kekerasan seksual pada anak menjadi hal yang


sangat memprihatinkan. Seharusnya anak-anak tumbuh dan berkembang di
lingkungan yang baik bagi mereka, tetapi mereka malah menjadi korban
kekerasan, apalagi kekerasan seksual. Banyak faktor-faktor yang menjadi

21
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

penyebab terjadinya kasus kekerasan seksual anak seperti faktor keluarga,


faktor ekonomi, faktor pendidikan, faktor lingkungan sosial, faktor media
sosial. Maka dari itu, pentingnya tindakan pencegahan kekerasan seksual
anak agar kasusnya tidak semakin bertambah setiap tahunnya. Salah satu
Lembaga Swadaya Masyarakat yang fokus dalam isu perlindungan anak
dari kekerasan seksual di Surakarta adalah Yayasan Kakak.

. Menanggapi kasus tersebut Yayasan Kakak sebagai Lembaga


yang peduli terhadap anak-anak melakukan upaya dan strategi pencegahan
kekerasan seksual anak. Hal tersebut diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan
maupun program-program yang berkaitan dengan perlindungan anak.
Strategi pencegahan kekerasan seksual anak yang dilakukan oleh Yayasan
Kakak adalah dengan sosialisasi, kampanye, pembentukan HEYBRO
(Healthy Young Browser), pengadaan volunteer, dan pembentukan PPT
(Pos Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak) Semanggi. Dalam
penelitian ini, peneliti menganalisis menggunakan teori Strukturasi dari
Anthony Giddens).

22

Anda mungkin juga menyukai