Dosen Pembina:
Moch Zaenal Hakim, Ph.D
Oleh:
Joko Purwanto 17.04.395
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-
Nya karena telah diberikan kemudahan dan kesehatan sehingga saya bisa menyelesaikan tugas
Karya Ilmiah mata kuliah Pekerjaan Sosial Koreksional judul “Analisis Penerapan Diversi
Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana”
Karya Ilmiah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Pekerjaan Sosial Koreksional di
program studi Pekerja Sosial Sarjana Terapan Diploma IV pada Sekolah Tinggi Kesejahteraan
Sosial (STKS) Bandung. Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Bapak Moch Zaenal Hakim Ph.D selaku dosen mata kuliah Pekerja Sosial Koreksional
Saya menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, dan pepatah mengatakan “Tak ada
gading yang tak retak”, oleh karenanya saya memohon maaf apabila terdapat banyak kekurangan
dalam Karya Ilmiah ini.
Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kepada seluruh
pembaca yang bersedia memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam rangka
penyempuraan Karya Ilmiah ini selanjutnya, kami membuka tangan selebar-lebarnya untuk
apresiasi tersebut dengan hati yang terbuka dan ucapan terima kasih.
Penyusun
i|Page
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............…..........................................................................4
C. Manfaat Penelitian...............….........................................................................5
A. Kerangka Konseptual.........................................................................................6
B. Kerangka Teoritik……...…................................................................................8
A. Metode Pendekatan............................................................................................15
B. Spesifikasi Penelitian.........................................................................................15
C. Jenis Data...........................................................................................................16
D. Metode Pengumpulan Data................................................................................17
E. Metode Analisis Data.........................................................................................17
A. Kesimpulan........................................................................................................28
B. Saran..................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................30
ii | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1|Page
of the Child; (2) 1966 International Covenant on Civil and Rights of the
Child; (3) 1966 International Covenant on Economic, Social & Cultural
Right; (4) 1989 UN Convention on the Rights of the Child.
Konvensi Hak-Hak Anak adalah instrumen hukum dan HAM yang
paling komprehensif untuk mempromosikan dan melindungi hak-hak
anak.4 Indonesia adalah salah satu negara yang telah meratifikasi
Konvensi Hak-Hak Anak (KHA) pada Tahun 1990 yang telah disetujui oleh
Majelis Umum PBB pada 20 November 1989. Konvensi Hak Anak
(Convention on the Rights of the Child) yang diratifikasi oleh pemerintah
Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 1990, kemudian
dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 20014 tentang
Perlindungan Anak. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak yang kesemuanya mengemukakan
prinsip-prinsip umum perlindungan anak, yaitu non diskriminasi
kepentingan terbaik bagi anak,kelangsungan hidup yang menghargai dan
tumbuh berkembang. Hadirnya perangkat peraturan tersebut telah
merumuskan perlindungan terhadap hak-hak anak namun dalam
kenyataannya masih belum mendapatkan perlakuan yang sangat
bermanfaat untuk kepentingan yang terbaik untuk kepentingan anak.
Dalam Pasal 1 angka 2 Undang- Undang RI Nomor 35
Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dirumuskan bahwa
“Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin anak dan
hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi“. Anak termasuk
kelompok yang rentan terhadap terjadinya suatu tindak pidana yang
berhadapan dengan hukum, baik sebagai pelaku tindak pidana, maupun
sebagai korban tindak pidana serta anak yang menjadi saksi tindak pidana,
2|Page
sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 angka 2, 3, 4 dan 5 Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Anak memiiki hak secara spesifik berbeda dengan hak-hak
orang dewasa, halini disebabkan bahwa anak sangat rentan mengalami
kekerasan, perlakuan salah dan eksploitasi. Berbagai kasus tindak pidana
yang melibatkan anak harus berhadapan dengan hukum merupakan
masalah actual dan faktual sebagai gejala sosial dan criminal yang telah
menimbulkan kehawatiran dikalangan orang tua pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya serta penegak hukum.
B. Rumusan Masalah
4|Page
sistem peradilan pidana.
C. Manfaat Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan dan tujuan penelitian sebagaimana
tersebut di atas, maka dapat dikemukakan bahwa manfaat penelitian
penulisan hukum dalam karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
5|Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Konseptual
Sistem Peradilan Pidana dapat digambarakan sebagai suatu sistem
yang bertujuan untuk menanggulangi kejahatan, salah satu usaha masyarakat
untuk mengendalikan terjadinya kejahatan agar berada dalam batas-batas
toleransi yang diterimanya . Sistem ini dianggap berhasil apabila sebagian
besar dari laporan dan keluhan masyarakat bahwa mereka telah menjadi
korban dari suatu kejahatan, dapat diselesaikan dengan diajukannya pelaku ke
muka sidang pengadilan dan menerima pidana.
Dalam sistem peradilan pidana didalamnya lembaga-lembaga yang
bekerja sama dalam sistem ini adalah kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan
lembaga pemasyarakatan. Dalam system ini terdapat sub sistem yaitu Polisi
sebagai penyidik, Jaksa sebagai penuntut umum, Hakim sebagai pemutus dan
Lembaga pemasyarakatan yang kesemuanya harus bekerja sama secara erat.
Ali Said Menteri Kehakiman Indonesia sebagaimana di kutip oleh
Mardjono Reksodiputro, mengemukakan bahwa “Kita tidak akan dapat
mengharapkan sistem yang bekerja dengan baik itu, apabila tidak ada
keterpaduan dalam kegiatan unsur-unsur tersebut serta dalam kebhinekaan
fungsi masing-masing unsur sistem, maka penghayatan yang sama tentang
tujuan sistem peradilan pidana inilah yang akan membuktikan keterpaduan
dari berbagai unsur tersebut”.
Dalam sistem peradilan pidana merupakan sistem yang berorientasi
pada tujuan bersama, menurut Mardjono Reksodiputro cakupan dalam sistem
peradilan pidana ini meliputi:
a) Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan
b) Menyelesaikan kejahatan yang terjadi, sehingga masyarakat puas bahwa
6|Page
keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah telah dipidana.
c) Berusaha agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi
lagi perbuatannya.
Demikian juga halnya dalam penanganan perkara diversi terhadap
anak yang berhadapan dengan hukum, dalam prakteknya terkait erat dengan
sistem yang didalamnya terdiri dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan
lembaga eksekusi (lembaga pemasyarakatan). Penegakan hukum tersebut
terkait erat dengan kebijakan criminal (criminal policy) atau politik kriminal
yang merupakan “suatu usaha rasional untuk menanggulangi kejahatan”.
Kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya
merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social
defence) dan upaya Untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (social
welfare). Dapat dikatakan bahwa tujuan akhir dari politik kriminal (criminal
policy) adalah “perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat”.
Dalam penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum,
diperlukan adanya suatu kebijakan yang lebih baik dalam upaya melahirkan
suatu ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan
landasan yuridis bagi para penegak hukum untuk menyelesaikan perkara anak
yang berhadapan dengan hukum dengan mendasarkan pada ide Restorative
Justice, yang berkembang belakangan ini.
Maksud dan tujuan penerapan restorative justice diantaranya adalah
untuk menghindari stigmatisasi buruk terhadap anak yang terlanjur berkonflik
dengan hukum, sehingga diperlukan adanya suatu sarana non penal (non
pemidanaan) sebagai alternatif
penyelesaian perkara pidana di luar sarana penal.
Pemikiran mengenai ide Restorative Justice ini muncul sehubungan
dengan diperlukannya upaya alternatif penyelesaian masalah ABH, selain
melalui Peradilan Anak. Hal ini sejalan dengan prinsip yg dianut Convention
7|Page
on the rights of the child (CRC) dan juga sebagaimana telah diatur dalam UU
Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya menyangkut
prinsip kepentingan terbaik bagi anak atau dalam bahasa asingnya dikenal
dengan istilah “The Best Interest of The Child” sehingga adanya upaya-upaya
hukum seperti: penangkapan, penahanan, pemidanaan anak harus dilakukan
sebagai upaya terakhir (the last resort)” apabila upaya me-restore keadaan
tidak dapat diwujudkan oleh para pihak.
B. Kerangka Teoritik
a) Diversi
Secara konseptual, Diversi adalah suatu mekanisme yang
memungkinkan anak dialihkan dari proses peradilan menuju proses
pelayanan sosial. Dengan demikian, Diversi juga bermakna suatu upaya
untuk mengalihkan anak dari proses yustisial menuju proses non-yustisial.
Upaya untuk mengalihkan proses peradilan (pidana) anak menuju proses
non-peradilan didasarkan atas pertimbangan, bahwa keterlibatan anak
dalam proses peradilan pada dasarnya telah melahirkan stigmatisasi.
Berdasarkan pendapat Anderson, metode Diversi yang dibentuk secara
Internasional meliputi:
1. Pembebasan bersyarat (conditional discharge), dimana tuntutan tindak
pidana dicabut apabila tersangka mentaati persyaratan-persyaratan
tertentu seperti pembayaran jumlah tertentu, memberikan pelayanan
sosial kepada masyarakat, atau memberikan ganti rugi kepada korban;
2. Penyederhanaan prosedur (simplified procedures), melalui
perundingan untuk mempercepat proses, tidak memperumit
terdakwa dengan cara yang lebih baik, atau prosedur yang lebih
cepat, seperti penawaran tuntutan atau penghukuman;
3. Deskriminalisasi (decriminalization), tindak pidana tertentu yang
8|Page
seringkali terjadi, kemudian dipindahkan dari jangkauan arena
(yurisdiksi) peradilan pidana.
14 | P a g e
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metodologi Penelitian
a) Metode Pendekatan
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan
menggambarkan penerapan Sistem Peradilan Pidana Anak berdasarkan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 dan peraturan perundang-
undangan lain khususnya yang terkait dengan anak yang berhadapan
dan berkonflik dengan hukum atau anak sebagai pelaku tindak pidana.
Tipe penelitian ini adalah hukum normatif. Penelitian hukum normatif
dimaksud untuk mengkaji serta menelaah norma-norma hukum dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 serta peraturan perundang-
undangan lain yang ada kaitannya.
Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum kepustakaan,
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data
sekunder.
Dengan adanya data sekunder tersebut, maka peneliti tidak perlu
mengadakan penelitian sendiri dan secara langsung terhadap faktor-faktor
yang menjadi latar belakang penelitiannya sendiri.
b) Spesifikasi Penelitian
15 | P a g e
Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
analitis. Penelitian deskriptif, adalah penelitian dengan melukiskan suatu
keadaan atau peristiwa. Dikatakan sebagai penelitian deskriptif, karena
penelitian ini adalah penelitian yang memberikan gambaran berkaitan
dengan penerapan diversi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum
dan faktor-faktor atau dampak lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk
menggambarkan bagaimana implementasi penerapan diversi terhadap
anak yang berhadapan dengan hukum.
c) Jenis Data
Data sekunder yang disajikan dalam penulisan ini diperoleh melalui 2
(dua) bahan hukum, baik berupa bahan hukum primer maupun bahan
hukum sekunder. Bahan hukum primer, yaitu bahan yang mengikat32
terdiri dari: a) Undang-undang, yaitu: UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak; UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok-pokok Kekuasan Kehakiman;
UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan lain-lain b) Keputusan
Presiden, yaitu Keppres Nomor 36 Tahun 1990 tentang Konvensi Hak
Anak, sedangkan bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang
16 | P a g e
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang terdiri dari:
a) Buku- buku yang membahas tentang delikuensi anak dan restorative
justice serta b) Artikel-artikel dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan
masalah penerapan diversi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.
Dalam hal ini peneliti mengambil beberapa pendapat atau teori dari
para ahli hukum pidana yang menyangkut penerapan diversi terhadap
anak yang berhadapan dengan hukum.
17 | P a g e
BAB IV
HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN
27 | P a g e
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penerapan diversi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum
dalam system peradilan anak merupakan implementasi sistem dalam
restorative jusctice untuk memberikan keadilan dan perlindungan hukum
kepada anak yang dengan hukum tanpa berkonflik mengabaikan
pertanggungjawaban pidana anak. Diversi bukanlah sebuah upaya damai
antara anak yang berkonflik dengan hukum dengan korban atau
keluarganya akan tetapi sebuah bentuk pemidanaan terhadap anak yang
berkonflik dengan hukum dengan cara nonformal. Pelaksanaan diversi
bahwa pelaksanaan diversi dalam restorative justice pada Sistem Peradilan
Pidana Anak adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses
peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana yang adil dengan
penekanan pada pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan yang
28 | P a g e
bersifat pembalasan. Selain itu diversi merupakan bentuk pemidanaan
yang beraspek pendidikan terhadap anak.
B. Saran
Adapun saran dalam penelitian ini adalah:
1. Kepada aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas baik
penyidikan, penuntutan, pemeriksaan dan penentuan putusan
perkara pada sidang pengadilan hendaknya mengutamakan
pelaksanaan diversi sebagai salah satu alternatif dari pelaksanaan
pidana penjara
2. Kepada pihak-pihak terkait (Penegak Hukum, KPAI, dll). Perlu
dilakukan sosialisasi secara masif mengenai diversi kepada
masyarakat.
3. Kepada pemerintah, perlunya menyediakan sarana dan prasarana
diversi dalam rangka memberikan jaminan perlindungan kepada
anak.
4. Kepada orang tua sebaiknya dapat memahami terhadap system
penyelesaian perkara terhadap anak yang berhadapan dengan
hukum.
29 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
30 | P a g e
Anonim, KasusAnak BerhadapanHukum Kian Banyak, Ini Kata Mendikbud
http://www. solopos.com/2016/01/25/perlindungan-anak-kasus-anak-berhadapan-
hukum-kian-banyak-ini-kata-mendikbud-684467 diakses pada 6 Juni 2020.
Priamsari, Rr. Putri A., “Mencari Hukum Yang Berkeadilan Bagi Anak Melalui
Diversi”, Jurnal Law Reform, Vol.14, No.2, 2018.
Marlina, 2010, Pengantar Konsep Diversi dan Restorative Justice dalam Hukum
Pidana, Medan: USU Press.
http://www.bappenas.go.id/berita-dan-siaran-pers/indonesia-akan-berlakukan-uu-no-
11-tahun-2012-tentang-sistem-peradilan-pidana-anak/, diakses pada 6 Juni 2020
32 | P a g e