Oleh :
Nabila Aliya (20200210100167)
Andri Triyanto (20200210100009)
Iqleema Nurjanah (2020010100033)
Muhamad Juanito Satrio (20200210100102)
Muhammad Imam Dawami (20200210100182)
KELAS A
JURUSAN ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2021
i
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Perubahan UU PT karena UU Cipta Kerja.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada Mata Hukum Dagang. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang undang-undang PT apa
saja yang berubah karena disahkannya undang-undang cipta kerja bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
JUDUL ………………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR ………………………………………... ii
DAFTAR ISI …………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN
A…Latar Belakang Masalah ………….……………….. 1
B…Rumusan Masalah ...……………………………….. 2
C…Tujuan Penulisan ….……………………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN
A…Pengertian Thaharah, Wudhu dan Tayamum ….
3
B…Landasan Hukum Thaharah, Wudhu dan Tayamum 5
C…Pembagian Thaharah, Wudhu dan Tayamum……
8
BAB III PENUTUP
A…Kesimpulan …………………………………………
11
B…Saran …………………………………………………
11
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………... 12
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Bersuci merupakan hal yang sangat erat kaitannya dan tidak dapat dipisahkan
dengan ibadah. Shalat dan haji misalnya, tanpa bersuci orang yang hadats tidak
dapat menunaikan ibadah tersebut.
Banyak orang mungkin tidak tahu bahwa sesungguhnya bersuci memiliki tata
cara atau aturan yang harus dipenuhi. Kalau tidak dipenuhi, tidak akan sah
bersucinya dan secara otomatis ibadah yang dikerjakan juga tidak sah. Terkadang
ada problema ketika orang itu tidak menemukan air, maka Islam mempermudahkan
orang tersebut untuk melakukan tayamum sebagai ganti dari mandi, yang mana alat
bersucinya dengan mengunakan debu.
Tetapi bagaimana jika ada orang yang tidak menemukan kedua alat bersuci?
Lalu bagaimana orang tersebut bersuci? Tidak hanya orang yang tidak menemukan
kedua alat bersuci, yang dalam istilah fiqihnya disebut dengan faaqiduth thohuuroini.
Bagaimana tata cara bersuci yang benar bagi orang sakit, misal kakinya diperban
atau pasien rawat inap di rumah sakit yang biasanya tidak boleh terkena air?
Pertanyaan-pertanyaan di atas mungkin sering kita jumpai di kalangan
masyarakat, dan bukan tidak mungkin kita pun akan mengalaminya. Tanpa adanya
kajian khusus tentang hal-hal di atas bukan tidak mungkin kita sebagai mahasiswa
Universitas Muhammadiyah tidak dapat menyelesaikan kasus-kasus tersebut.
Berawal dari deskripsi di atas ditambah dengan tugas makalah ini, saya
mencoba menguraikan hal-hal di atas, walau pun tidak dapat dikatakan menyeluruh.
Minimal dengan adanya makalah ini, kita mengetahui gambaran status hukum
kasus-kasus tersebut, semoga tergerak untuk melaksanakan studi yang mendalam
tentang hukum peribadatan Islam ini atau menarik hal positif lain yang nanti akan
berguna di kehidupan kita nanti. Aamiin.
1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari thaharah, wudhu’ dan tayamum.
2. Untuk mengetahui landasan hukum mengenai thaharah, wudhu’ dan tayamum.
3. Untuk mengetahui pembagian mengenai thaharah, wudhu’ dan tayamum.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2. Bersuci diartikan dengan bersuci dengan air. Bersuci dengan air ada dua
macam, yaitu bersuci dari hadats kecil dan hadats besar. Bila bersuci
diartikan dengan suci dari hadats kecil dan hadats besar maka yang
dimaksud dengan iman adalah shalat. Jadi bersuci itu separuh dari shalat.
Shalat dikatakan sebagai iman karena merupakan pokok amalan iman.[5]
2. Pengertian Wudhu
Wudhu menurut bahasa berarti “baik” dan “bersih”. Sedangkan menurut istilah,
wudhu adalah membasuh muka, kedua tangan sampai siku, mengusap sebagian
kepala, dan membasuh kaki yang sebelumnya didahului dengan niat serta dilakukan
dengan tertib.[6]
Wudhu adalah membasuh bagian tertentu yang boleh ditetapkan dari anggota
badan dengan air sebagai persiapan bagi seorang Muslim untuk menghadap Allah
SWT (mendirikan shalat)[7] dan suatu syarat untuk sahnya shalat yang dikerjakan
sebelum seseorang mengerjakan shalat.[8]
4
lebih dari sekali, waktu bertayamum tidak harus menunggu masuknya waktu shalat,
serta hal-hal lain sebagaimana wudhu.
Pernyataan ini berbeda dengan jumhur, yakni kedudukan tayamum
menghilangkan hadats. Maka bila telah masuk waktu shalat orang yang hadats tidak
menemukan air atau karena sebab lain yang memperbolehkan seseorang
bertayamum ia dapat menunaikan shalat walau dalam keadaan hadats dengan
bertayamum karena darurat, sebagaimana kasus mustahadhoh (orang perempuan
yang istihadho).
Ulama telah sepakat bahwa tayamum menjadi pengganti dari thaharah kecil
(berhadats kecil), tetapi mereka berbeda pendapat mengenai tentang tayamum
sebagai pengganti thaharah besar (hadats besar).[10]
Jadi tayamum adalah suatu rukhshah/keringanan bagi orang yang tidak
diperkenankan menggunakan air karena sakit atau kesulitan untuk mendapatkan air.
[11]
5
Dalil tentang thaharah 3, yaitu:
a) Firman Allah dalam surat Al-Baqarah: 222
هللا ُيحِبُّ ال َّتوَّ ِابي َْن َو ُيحِبُّ ْال ُم َت َطه ِِّري َْن
َ َّإِن
Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan
orang-orang yang menyucikan diri”.[12]
b) Hadits Nabi SAW yang berbunyi:
) ( رواه المسلم.صالَة ًِب َغي ِْر َطه ُْورً ا
َ ُ الَ َي ْق َب ُل هللا
Artinya: “Allah tidak menerima shalat seseorang yang tidak dalam keadaan
suci”. (HR. Muslim)
c) Ijma’
6
3. Landasan Tayamum
Dalil disyariatkannya tayamum ada 3, yaitu:
c) Ijma’
Ijma’ ulama membolehkan tayamum, tetapi khusus bagi orang sakit dan Musafir
yang ktiadaan air. Namun mereka berselisih dalam persoalan, yaitu:
7
membolehkan tayamum bagi orang yang bukan berada dalam perjalanan dan tidak
sakit.[15]
b) Thaharah Hukmi
Sedangkan thaharah secara hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari hadats,
baik hadats kecil maupun hadats besar (kondisi janabah). Thaharah secara hukmi
tidak terlihat kotornya secara fisik. Bahkan boleh jadi secara fisik tidak ada kotoran
pada diri kita. Namun tidak adanya kotoran yang menempel pada diri kita, belum
tentu dipandang bersih secara hukum. Bersih secara hukum adalah kesucian secara
ritual.
Seorang yang tertidur batal wudhu’nya, boleh jadi secara fisik tidak ada kotoran
yang menimpanya. Namun dia wajib berthaharah ulang dengan cara berwudhu’ bila
ingin melakukan ibadah ritual tertentu seperti shalat, thawaf dan lainnya. Demikian
pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah mencuci maninya dengan
8
bersih, lalu mengganti bajunya dengan yang baru, dia tetap belum dikatakan suci
dari hadats besar hingga selesai dari mandi janabah.
Jadi thaharah secara hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara fisik
memang tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olah dirinya tidak suci
untuk melakukan ritual ibadah. Thaharah secara hukmi dilakukan dengan berwudhu’
atau mandi janabah.[16]
B. Syarat-syarat Wudhu
1. Islam,
2. Mumayiz (dapat mmbdakan mana nilai-nilai yang baik dan buruk atau sudah
berakal),
3. Airnya suci,
4. Tidak ada halangan dari agama seperti haid atau nifas.
9
D. Yang Membatalkan Wudhu’
3. Hilang akal karena mabuk, gila dan pingsan yang disebabkan obat-obatan atau
sakit,
4. Bersentuh kulit laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrimnya dan tanpa
lapis,
A. Syarat-Syarat Tayamum:
10
C. Yang Membatalkan Tayamum:
1. Segala sesuatu yang membatalkan wudhu’,
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari uraian materi di atas yang telah diungkapkan pada halaman
sebelumnya, maka dapat disimpulkan :
1. Bersuci merupakan persyaratan dari beberapa macam ibadah, karena itu bersuci
memperoleh tempat yang utama dalam ajaran Islam. Berbagai aturan dan hukum
ditetapkan oleh syara’ dengan maksud antara lain agar manusia menjadi suci dan
bersih baik lahir maupun batin.
2. Bersuci juga sangat ditekankan dalam Islam, baik dari hadats kecil, hadats besar,
atau najis yang datangnya dari luar tubuh. Islam telah mengatur hal ini dengan
sebaik-baiknya, karena bersuci adalah kegiatan awal yang harus dilakukan sebelum
melakukan ibadah.
3. Cara mensucikan hadats kecil adalah dengan berwudhu atau tayammum jika
memang tidak menemukan air. Sedangkan mensucikan hadats besar adalah
dengan mandi, namun jika seorang yang junub tidak menemukan air, boleh baginya
untuk bertayammum seperti halnya berwudhu.
4. Wudhu adalah membasuh bagian tertentu yang boleh ditetapkan dari anggota
badan dengan air sebagai persiapan bagi seorang Muslim untuk menghadap Allah
SWT (mendirikan shalat) dan suatu syarat untuk sahnya shalat yang dikerjakan
sebelum seseorang mengerjakan shalat.
5. Tayamum adalah mengusapkan debu ke wajah dan kedua tangan dengan niat
untuk mendirikan shalat atau lainnya.
3.2 Saran
11
Pemakalah menyarankan bagi pembaca agar dapat memahami pengertian
thaharah, wudhu dan tayamum, landasan hukum thaharah, wudhu dan
tayamum, serta pembagian thaharah, wudhu dan tayamum. Bagi pembaca dan
mahasiswa lain yang ingin mengetahui dan memahami lebih dalam lagi mengenai
materi ini, maka dapat menjadikan makalah ini sebagai referensi. Pemakalah juga
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
-Departemen Agama RI.2009. Al-Qur’an dan Terjemahannya.
Bandung: Diponegoro.
12
-Ustadz Abu Isa Abdulloh bin Salam. Ringkasan Syarah Arba’in An-
Nawawi - Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh. Staf Pengajar
Ma’had Ihyaus Sunnah. Tasikmalaya.
2. Internet
http://tigalandasanutama.wordpress.com/2011/12/13/bab-thaharah-
bersuci-wudhu-dasar-hukum-dan-keutamaannya/
http://paismpn4skh.wordpress.com/2009/09/30/pengertian-dan-
pembagian-thaharah/
http://vitaguspurnomo.blogspot.com/2012/03/wudhu.html
[6] Hafsah, h. 26.
13
[8] Moh. Rifa’i, h. 63.
[13]http://tigalandasanutama.wordpress.com/2011/12/13/bab-
thaharah-bersuci-wudhu-dasar-hukum-dan keutamaannya/
[16] http://paismpn4skh.wordpress.com/2009/09/30/pengertian-dan-
pembagian-thaharah/
[17] http://vitaguspurnomo.blogspot.com/2012/03/wudhu.html
14