Anda di halaman 1dari 10

JAWABAN UJIAN KOMPREHENSIF

PROGAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM (SPI)


FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA (FUAH)

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora


Sebagai syarat untuk melakukan sidang skripsi

Oleh

ZAGHLUL FITRIAN
NIM. 1717503042

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. SAIFUDIN ZUHRI
PURWOKERTO
2021
1. Periodesasi Sejarah Islam Menurut Harun Nasution

Periodisasi sejarah merupakan pembagian sejarah menurut tema

atau peristiwa yang terjadi. Hal ini berguna supaya pembaca bisa memahami

setiap peristiwa atau ciri pokok dalam setiap masa. Dalam peradaban Islam,

periodisasi ditentukan sesuai tema pokok dan periode waktu yang mewakili

zamannya.

Harun Nasution membagi periode Sejarah Islam menjadi tiga

periode, yaitu Masa Klasik, Pertengahan, dan Modern.

a. Masa Klasik

Periode ini adalah masa awal Islam mulai ada dan perkembangannya

di fase pertama. Dimulai dengan latar belakang masyarakat Arab pada

650-an M, kemudia dakwah oleh Nabi Muhammad S.A.W, dilanjutkan

oleh Khulafaurrosyidin, Dinasti Umayyah hingga sampai pada masa

runtuhnya Dinasti Abbasiyah pada 1258 M.

Pada masa ini merupakan awal yang cemerlang, dimana

perkembangan Islam dari suatu pandangan hidup agama kemudian

meluas menjadi suatu peradaban yang kokoh. Ciri dari periode ini

adalah berpadunya antara peradaban Islam dengan pola-pola institusi

imperium timur tengah, pola ekonomi dan monoteistik yang sudah ada

sebelumnya (Lapidus, 1999: ix).

Periode klasik sendiri terbagi lagi menjadi beberapa fase besar,

Pertama, fase ekspansi, integrasi dan pusat kemajuan (650-1000 M).

Daerah Islam yang semula hanya berkisar antaa Madina dan Mekah
kemudian meluas hngga mencapai Andalusia dan Afrika. Kedua, fase

Disintregasi (1000-1258 M). Di masa ini persatuan umat islam dalam

bidang politik sudah mulai pecah, ditambah dengan serangan Mongol di

Baghdad pada 1258 M yang membuat otoritas politik mulai menurun

(Nasution, 2013: 5).

b. Masa Pertengahan

Masa Pertengahan dimulai setelah kota Baghdad diserang oleh

Mongol pada 1258 M. Diawali dengan berdirinya kerajaan-kerajaan

kecil dari pecahan Abbasiyah. Namun ciri khas dari masa pertengahan

adalah berdirinya 3 kerajaan besar, yaitu Dinasti Utsmaniah atau

Ottoman yang berhaluan Sunni, Dinasti Safawi yang bermadzhab Syiah,

dan Dinasti Mughal dengan madzhab Syiah. Masa pertengahan berakhir

dengan dimulainya ekspansi Barat ke penjuru dunia dan dapat

meonopoli perdagangan. Hingga abad 19, tiga kerajaan besar tersebut

secara politik tidak memiliki kekuatan yang besar, bahkan Syafawi dan

Mughal sudah lebih dahulu rntuh. Dinasti Utsmani baru runtuh pada

abad 20.

c. Masa Modern

Periode modern merupakan masa dimana berlangsungnya

modernisasi dan transformasi masyarakat muslim. Peradaban Islam

yang semula besar sudah tidak lagi memiliki kebesarannya, bahkan

mengalami kemunduran. Kemunduran ini diawali oleh campur tangan

Eropa dalam ekonomi dan perpolitikan daerah Islam.


2. Fungsionalisme Kebudayaan

Fungsionalisme merupakan metodologi untuk mengeksplorasi saling

ketergantungan. Teori fungsionalisme menekankan pada keteraturan bahwa

masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian

atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan.

Apabila perubahan terjadi dalam suatu bagian akan mempengaruhi bagian

lainnya. Dengan kata lain, masyarakat akan selalu dalam keadan berubah

secara berangsur-angsur tetapi tetap memelihara keseimbangan.

Adapun konsep dalam teori fungsionalisme, yaitu:

1. Fungsi, berupa elemen yang berfungsi dalam sebuah sistem.

2. Disfungsi, berupa elemen yang tidak memiliki fungsi pada sebuah sistem

3. Fungsi Manifest (tampak) berupa konsekuensi nyata yang memberikan

sumbangan pada penyesuaian atau adaptasi sistem yang dikehendaki dan

disadari oleh partisipan sistem tersebut.

4. Fungsi Laten (terselubung), fungsi ini tidak berbeda jauh dari fungsi

manifes. Hanya saja pada fungsi laten tidak disadari dan tidak

dikehendaki oleh partisipannya.

5. Keseimbangan (Equilibreum), berupa gabungan dari beberapa

keseluruhan.

Teori Fungsionalisme ini sangat berkaitan dengan budaya atau

tradisi di sekitar kita. Contohnya adalah kegiatan tradisi Suran di Desa

Sirkandi, Purwareja Klampok, Banjarnegara. Tradisi ini merupakan warisan

nenek moyang yang sudah sangat lama ada di desa Sirkandi. Dilakukan
pada bulan sura atau bulan muharram di kalender hijriyah dengan tanggal

yang tidak pasti, sesuai perintah dari desa, karena biasanya pemerintah desa

yang mengkoordinator semua warga di Desa Sirkandi. Jika tanggal sudah

ditentukan, warga berbondong-bondong secara kolektif membuat tumpeng

dengan segala macam isinya, lalu bekumpul di Perempatan jalan atau di

kuburan. Setelah ada sambutan dan didoakan, lalu dilanjut dengan makan-

makan bersama.

Jika diterapkan pada teori fungsionalisme, kegiatan ini sangat

relevan sekali karena memiliki hampir semua nilai fungsionalisme. Dalam

nilai fungsi sendiri kita bisa lihat dari elemen-elemen yang memiliki fungsi,

seperti tumpeng yang memiliki manfaat baik secara filosofis maupun secara

fisik, yakni untuk dimakan dan berbagi terhadap sesama.

Sedangkan dalam fungsi manifes, kegiatan ini memiliki tujuan

supaya keseimbangan alam disini tetap terjaga, dijauhkan dari segala

marabahaya, dan semoga keberkahan bumi selalu ada di desa sirkandi.

Dengan tidak melakukan tradisi ini masyarakat sirkandi percaya akan

datang macam-macam marabahaya dan segala bentuk pencarian rezeki di

desa Sirkandi akan mendapatkan kesusahan.

Dalam fungsi laten sendiri, masyarakat tidak tahu menahu jika

tradisi ini sudah mulai banyak ditinggalkan di beberapa daerah. Namun

kegiatan tersebut tetap terjaga kelestariannya di Desa Sirkandi. Sehingga

secara tidak langsung, fungsi laten disini adalah sebagai bentuk tradisi

warisan budaya yang terus dilestarikan. Dengan berjalannya seluruh

rangkaian acara dalam tradisi ini, maka masyarakat di desa Sikandi secara
langsung dapat merasa aman. Perasaan tersebut juga bisa dikatakan sebagai

keseimbangan.

3. Jaringan Islam Asia Tenggara dan Timur Tengah

Asia Tenggara merupakan bagian dari peradaban Islam yang

wilayahnya meliputi jazirah Indocina, kepulauan Filiphina dan Indonesia.

Penyebaran Islam di Asia Tenggara ta dapat dipisahkan dari hubungan

dagang antara Timur Tengah dengan Asia Tenggara. Pada abad 7 dan 8

ketika Kerajaan Sriwijaya berkuasa, jalur selat Malaka sudah ramai oleh

para pedagang muslim. Namun perkembangan pada abad 7 dan 8 tidak

berjalan mulus. Baru sekitar abad 13, setelah Abbasiyah dikalahkan

Mongol, banyak pedagang yang singgah dan menetap di Asia Tenggara.

Golongan pembawa islam yang datang ke Asia Tenggara juga

menimbulkan berbagai pendapat. Ada pendapat yang mengatakan bahwa

Islam dibawa dari Arab langsung, ada juga yang berpendapat dari Gujarat

India, dan Persia. Hal ini dibuktikan dengan pengaruh Syiah yang lebih

kental di Asia Tenggara.

Hubungan antara Timur tengah dan Asia tenggara tidak semata

mengenai perdagangan, melainkan juga mengenai hubungan diplomatik. I’

Tsing ketika datang ke Palembang pada 671 M bahwa Sriwijaya menjalin

hubungan dengan Khalifah Mu’awiyah bin Abu Sufyan (661 M) dan

Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) (Siti, 2018: 322). Jalinan ini

mengindikasikan bahwa sekitar abad 7 dan 8 M sudah ada hubungan antara

Asia Tenggara dengan Timur Tengah.


Penyebaran Islam di Asia Tenggara juga melalui beberapa media

selain Perdagangan, yaitu perkawinan, tasawuf, pendidikan (pesantren),

kesenian, politik, seni dan kebudayaan. Terdapat beberapa peninggalan

yang menjadi bukti penyebaran Islam di Asia Tenggara, diantaranya adalah

munculnya komunitas atau kampung Arab di pesisir pantai, berkemangnya

aliran tasawuf, dan munculnya tradisi pesantren atau lembaga pendidikan

yang khas, serta peninggalan daam bentuk tembang, serat, kidung, dan seni

pertunjukkan.

4. Metodologi Penelitian Sejarah

Dalsm penelitian sejarah, metodologi diperlukan guna menghasilkan

produk sejarah yang ilmiah. Ada beberapa tahapan dalam melakukan

penelitian sejarah, Louise Gatschalk membagi tahapan sejarah menjadi

empat sebagai berikut;

1. Heuristik

Tahap pertama dalam penelitian sejarah adalah pencarian sumber.

Sumber sejarah sangat beragam bentuk dan jenisnya. Sumber menurut

bahannya dibagi menjadi dua, sumber tertulis dan tidak tertulis. Sumber

tertulis seperti pada dokumen atau arsip/manuskrip. Sedangkan arsip tak

tertulis seperti Sumber Lisan dan artefak. Kuntowijoyo membagi

sumber dalam penyampaiannya menjadi dua, yaitu sumber Primer dan

Sekunder. Sumber Primer dalam penelitian sejarah merupakan sumber

yang didapat oleh saksi mata atau orang pertama yang menyaksikan

langsung suatu peristiwa dan dokumen yang ditulis bersamaan dengan


peristiwa terjadi. Selanjutnya, sumber sekunder adalah sumber yang

didapat dari saksi tak langsung atau orang kedua. Sumber sekunder

biasanya meliputi berita dalam koran, majalah, dan buku.

2. Verifikasi

Setelah semua sumber terkumpul, tahap selanjutnya adalah Verifiksi

atau kritik sumber. Ada dua kritik sumber, Pertama, yaitu kritik ekstern

(Autentisitas) atau kritik keaslian sumber. Keaslian sumber dapat dilihat

dari fisik sumber, seperti apabila data berbentuk dokumen arsip maka

yang harus diteliti adalah jenis kertas, tulisan, tahun terbit, siapa yang

menerbitkan, dan apakah sumber itu merupakan sumber asli atau

salinan. Kedua, kritik intern yaitu kritik kepercayaan/kesahihan sumber

atau tingkat kredebilitas. Kritik intern ini meliputi isi dari sumber baik

itu sumber tertulis atau tidak tertulis. Kritik ini meliputi keobjektifan

sumber dalam memberikan data fakta sejarah.

3. Interpretasi

Dalam penelitian sejarah, interpretasi biasa diartikan sebagai analisis

sejarah. Sumber-sumber yang telah terverifikasi diuraikan masing-

masing fakta sejarahya. Dalam proses interpretasi , seorang peneliti

harus berusaha mencapai pengertian faktor-faktor yang menyebabkan

suatu peristiwa terjadi. Metode interpretasi sejarah pada umumnya

sering diarahkan kepada pandangan ahli filsafat, sehingga

memungkinkan sejarawan dalam menyelesaikan masalah historis.

4. Historiografi
Historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil

penelitian sejarah yang telah dilakukan. Historiografi harus berisi

pemaparan yang jelas dari fase awal hingga kesimpulan sebab dalam

historiografi dapat dilihat bagaimana prosedur kepenulisannya serta

sumber-sumber yamg mendukungnya, apakah penelitian tersebut sesuai

prosedur ilmiah atau tidak.

5. Faktor Pergerakan Nasional Di Indonesia

Ada beberapa faktor yang menjadi pemicu pergerakan nasional,

dimulai sejak awal abad 20 yaitu sejak dimulai politik etis sebagai bentuk

balas budi Kerajaan Belanda terhadap rakyat hindia belanda. Beberapa

faktor kebangkitan nasional dibagi menjadi dua pengaruh, yakni faktor

internal dan eksternal.

a. Faktor internal

1. Terjadi banyak pemberontakan yang terjadi untuk menentang

pemerintahan belanda di Hindia Belanda.

2. Faktor agama sebagai spirit perjuangan.

3. Pendidikan eropa yang mengajarkan bentuk-bentuk paham liberal

hingga komunis.

b. Faktor eksternal

1. Di akhir abad 19, banyak jurnalis belanda yang mulai memprotes

kebijakan pemerintahan di Hindia Belanda. Salah satunya adalah

Multatuli dalam novelnya “Max Havelaar”. Juga dalam beberapa

artikel yang mengkritik pemerintahan dalam majalah “De

Locomotif”.
2. Desakan dari beberapa negara eropa lain yang sudah melonggarkan

kebijakannya di tanah jajahan seperti Inggris. Desakan ini juga

dilakukan oleh palangmerah internsional yang melihat jika

eksploitasi yang dilakukan oleh belanda sudah melanggar hak-hak

manusia (HAM).

3. Kebijakan dari Politik Etis atau politik balas budi. Ada tiga yang

menjadi pokok politik etis yaitu Irigasi, Imigrasi, dan edukasi.

Kegiatan yang paling memiliki pengaruh adalah pendidikan bagi

Pribumi. Seperti munculnya tokoh-tokkoh pergerakan nasional.

Seperti Mohammad Hatta, Dr. Soepomo, Moh. Yamin, dan lain-lain.

4. Kebijakan dalam kebebasan membentuk organisasi pribumi.

Kebebasan ini dimanfaatkan oleh rakyat pribumi dalam

mengumpulkan massa dengan satu tujuan sama. Beberapa

organisasi pribumi paling awal adalah Sarekat Priyayi yang bubar,

dan berdiri lagi sarekat dagang islam, yang memfokuskan pada

persaingan dagang kain batik dengan pedagang cina. Adapun pada

1912 juga berdiri Muhammadiyah yang menyatukan orang-orang

islam dengan tujuan pembaharuan Islam. Sebelum itu berdiri dari

juga sarekat islam yang merupakan perkembangan dari sarekat

dagang islam. Adapun organisasi politik seperti Indische Partij,

namun tidak berjalan lama karena ditentang oleh pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai