Anda di halaman 1dari 8

Ujian Tengah Semester

Nama : Gian Gunawan


NPM : 181000365
Kelas : F
Matkul : Hukum Pidana Dalam Yurisprudensi
Dosen : SYNTHIANA RACHMIE, S.H., M.H

Universitas Pasundan Bandung


Fakultas Hukum
2021
1. Bagaimana menurut pendapat anda, analisis perkembangan pidana yurisprudensi dikaitkan
dengan perkembangan sistem hukum yang berlaku di Indonesia!

Indonesia sendiri menganut sistem hukum eropa continental dan ada campuran dari sistem
anglo saxon, yang dimana putusan hakim bisa menjadi sumber hukum jika perkara tersebut
belum diatur dalam undang-undang maka yang digunakan adalah yurisprudensi atau
putusan hakim terdahulu untuk mengisi kekosongan hukum tersebut agar selalu menjamin
kepastian hukum.

Lahirnya Yurisprudensi karena adanya peraturan peraturan UU yang tidak jelas atau masih
kabur, sehingga menyulitkan hakim dalam membuat keputusan mengenai suatu perkara.
Hakim dalam hal ini membuat suatu hukum baru dengan mempelajari putusan hakim yang
terdahulu untuk mengatasi perkara yang sedang dihadapi. Jadi, putusan dari hakim
terdahulu ini yang disebut dengan yurisprudensi.

Yurisprudensi diciptakan berdasarkan UU No. 48 Tahun 2009 Mengenai Kekuasaan


Kehakiman, UU ini menyatakan : pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa
perkara, mengadili perkara dan memutuskan perkara yang diajukan dengan alasan hukum
tidak ada atau kurang jelas (kabur), melainkan wajib memeriksa serta mengadilinya. Hakim
diwajibkan untuk menggali, mengikuti dan memahami keadilan dan nilai-nilai hukum yang
tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat.

Terdapat beberapa macam yurisprudensi, macam macam yurisprudensi tersebut sebagai


berikut.

1. Yurisprudensi Tetap

Pengertian Yurisprudensi Tetap adalah suatu putusan dari hakim yang terjadi oleh karena
rangkaian putusan yang sama dan dijadikan sebagai dasar bagi pengadilan untuk
memutuskan suatu perkara.

2. Yurisprudensi Tidak Tetap


Pengertian Yurisprudensi Tidak Tetap ialah suatu putusan dari hakim terdahulu yang tidak
dijadikan sebagai dasar bagi pengadilan.

3. Yurisprudensi Semi Yuridis

Pengertian Yurisprudensi Semi Yuridis yaitu semua penetapan pengadilan yang didasarkan
pada permohonan seseorang yang berlaku khusus hanya pada pemohon. Contohnya :
Penetapan status anak.

4. Yurisprudensi Administratif

Pengertian Administratif adalah SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) yang berlaku
hanya secara administratif dan mengikat intern di dalam lingkup pengadilan.

Dari yurisprudensi ini lah akan mendorong perkembangan sistem hukum Indonesia

2. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009


TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara
Hukum Republik Indonesia.
Penapsiran: kekuasan negara yang merdeka disini menjelaskan kekuasaan kehakiman yang
mempunyai integritas secara konstitusional, karena suatu negara harus mempunyai hukum
yang kuat agar diakui oleh negara lain. Yang dimana tetap harus sesuai dengan Pancasila
dan undang-undang dasar 1945
Pasal 3
(1) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga
kemandirian peradilan.
(2) Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan
kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(3) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penapsiran : seorang hakim harus mempunyai integritas tidak boleh ada
interpensi/pengaruh dari pihak luar yang akan mempengaruhi putusan hakim nanti demi
kelancaran proses peradilan yang adil,jujur,merdeka yang sesuai dengan undang undang.
Pasal 4
(1) Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
(2) Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan
rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Penapsiran: suatu badan pengadilan tidak boleh membeda-bedakan orang dalam hal
melaksanakan proses pengadilan, jadi tidak boleh mengedepankan atau mengebelakangkan
suatu perkara tergantung dengan orangnya atau pun perkaranya, jadi harus mengikuti proses
sesuai dengan prosedur menurut undang-undang Demi terciptanya keadilan .
Pasal 10
(1) Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara
yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib
untuk memeriksa dan mengadilinya.
Penapsiran: seorang hakim tidak boleh menolak suatu perkara yang diajukan dengan
alasan karena suatu perkara tidak diatur dalam undang-undang, karena ini akan menjadi
sumber hukum yang akan menjadi yurisprudensi/pedoman bagi hakim yang lain dalam
memutus suatu perkara yang sama, dan putusan tersebut mungkin akan menjadi dasar
pembentukan pasal dalam undang-undang suatu tindak pidana baru.
Pasal 7
Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan, kecuali atas perintah tertulis dari kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang.
Penapsiran: seseorang tidak bisa ditangkap,ditahan,digeledah,disita, kecuali ada surat
tugas yang dikeluarkan oleh suatu lembaga negra yang sah dan mengikuti cara yang telah
diatur sesuai undang-undang.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG


PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985
TENTANG MAHKAMAH AGUNG
Pasal 1
Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Penapsiran : MA merupakan lembaga paling tinggi dalam sistem peradilan dan salah satu
lembaga kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945, yang menjadi
tingkat kasasi dalam suatu tingkat peradilan.
Pasal 4
1.Susunan Mahkamah Agung terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan seorang
sekretaris.
2.Pimpinan dan hakim anggota Mahkamah Agung adalah hakim agung.
3.Jumlah hakim agung paling banyak 60 (enam puluh) orang.
Penapsiran: pasal diatas menjelaskan salah satu sususnan kekuasaan kekahkiman yang ada
di mahkamah agung.
Pasal 6A
Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela, adil, profesional, dan
berpengalaman di bidang hukum.
Penapsiran: Seorang hakim harus mempunyai integritas dan mempunyai kepribadian yang
baik dan berpengalaman dalam bidang hukum. Agar putusan yang telah dikeluarkan
mempunyai sifat keadilan dan berkualitas.
Pasal 6B
(1) Calon hakim agung berasal dari hakim karier.
(2) Selain calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon hakim agung juga
berasal dari nonkarier.
Penapsiran: seorang hakim agung pada perubahan undang-undang ini boleh dari luar karir
seorang hakim, akan tetapi harus sejalan dengan karir di dalam bidang hukum.
Pasal 7
Untuk dapat diangkat menjadi hakim agung, calon hakim agung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6B harus memenuhi syarat:
a. hakim karier:
1. warga negara Indonesia;
2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
3. berijazah magister di bidang hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang
mempunyai keahlian di bidang hukum;
4. berusia sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun;
5. mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban;
6. berpengalaman paling sedikit 20 (dua puluh) tahun menjadi hakim, termasuk paling
sedikit 3 (tiga) tahun menjadi hakim tinggi; dan
7. tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat melakukan pelanggaran
kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim.
b. nonkarier:
1. memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1, angka 2, angka 4, dan
angka 5; 2. berpengalaman dalam profesi hukum dan/atau akademisi hukum paling sedikit
20 (dua puluh) tahun;
3. berijazah doktor dan magister di bidang hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana
lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum; dan
4. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Penapsiran: calon Hakim agung harus memenuhi syarat diatas, agar Mahkamah Agung
mempunyai seorang hakim yang berengalaman,ber integritas, dan dipercayai oleh
masyarakat dalam menangani suatu perkara dan mengawasi seluruh badan pengadilan
dibawahnya agar terciptanya sistem hukum yang mengutamakan kedadilan.
3. Jelaskan peranan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial (sebutkan dasar hukumnya) dalam
pengawasan terhadap badan peradilan dibawahnya mengenai proses kekuasaan kehakiman dan
perilaku hakim dan dikaitkan dengan kompetensi hakim!
Pengawasan oleh Mahkamah Agung
Fungsi pengawasan (toeziende functie) diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU Kekuasaan Kehakiman”) dan UU MA. Tujuan pengawasan
adalah agar peradilan dilaksanakan dengan saksama dan sewajarnya dengan berpandangan pada
asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.[1]

Adapun objek pengawasan Mahkamah Agung adalah:[2]


a. masalah teknis peradilan menyangkut penyelenggaraan atau jalannya peradilan;
b. perbuatan dan tingkah laku hakim serta pejabat kepaniteraan dalam menjalankan tugas
mereka; dan
c. administrasi peradilan.

Dalam Pasal 39 UU Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa:


(1) Pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan
di bawah Mahkamah Agung dalam menyelenggarakan kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung;
(2) Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan tertinggi terhadap pelaksanaan tugas
administrasi dan keuangan;
(3) Pengawasan internal atas tingkah laku hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(4) Pengawasan dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.

Pengawasan oleh Komisi Yudisial


Selanjutnya Pasal 40 UU Kekuasaan Kehakiman menyebutkan apa yang harus dilakukan Komisi
Yudisial dalam rangka pengawasan hakim:
(1) Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
perilaku hakim dilakukan pengawasan eksternal oleh Komisi Yudisial.
(2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial
mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim berdasarkan Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (“UU 18/2011”) disebutkan bahwa Komisi Yudisial
mempunyai tugas dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
perilaku hakim, yakni:[5]
a. Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim;
b. Menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran KEPPH;
c. Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran
KEPPH;
d. Memutuskan benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran KEPPH; dan
e. Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perorangan, kelompok orang,
atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.

Dari penjelasan tersebut di atas, kita bisa melihat bahwa Mahkamah Agung adalah menjalankan
fungsi pengawasan internal, sedangkan Komisi Yudisial menjalankan fungsi pengawasan
eksternal.

pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 UU 3/2009 tersebut dimaksudkan untuk


mewujudkan era peradilan yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dengan melahirkan hakim-
hakim yang berkualitas, jujur, adil, cakap, dan kemerdekaan hakim dalam menjalankan tugasnya
nanti agar tidak adanya interpensi dari luar atau pihak lain.
Dan ketika hal-hal diatas terwujud maka hakim akan mengeluarkan putusan/yurisprudensi yang
berkualitas.

Anda mungkin juga menyukai