Anda di halaman 1dari 10

Etika Profesi pada Kasus Todung Mulya Lubis

A. Kronologis kasus
Pada 2002, Todung merupakan anggota Tim Bantuan Hukum
(TBH)

Pemerintah

Penyehatan

Indonesia

Perbankan

cq

Nasional

menteri
(BPPN)

keuangan
melakukan

cq
legal

Badan
audit

terhadap Salim Group yang juga pemilik Sugar Group Companies


(SGC).
Setlah SGC dijual, pada 2006 pemilik baru (Gunawan Yusuf)
ternyata beperkara melawan keluarga Salim dan Pemerintah Indonesia
di Pengadilan Negeri Kotabumi dan Gunung Sugih, Lampung. Dalam
perkara itu, Todung bertindak sebagai kuasa hukum keluarga Salim.
Atas hal ini, majelis menilai Todung berbenturan dengan keluarga
Salim. Bertolak dari fakta-fakta tersebut, menjadi jelas bahwa Teradu I
sebenarnya masih terkait dengan kepentingan Sugar Group Companies
yang dulunya termasuk perusahaan Salim Group, ujar Jack.
Laporan Todung ke Peradi diajukan Hotman Paris Hutapea yang
juga pengacara senior pada Maret lalu. Dalam laporannya, Hotman
yang banyak membela kalangan selebriti itu menuduh Todung menjadi
kuasa hukum dua pihak yang saling berseberangan. Selain personal,
firma Lubis, Santosa, and Maulana juga diperkarakan Hotman. Namun,
aduan itu ditepis majelis. Perseteruan Hotman dengan Todung sudah
berlangsung

panjang.

Hotman

adalah

lawan

Todung

dalam

persidangan di Pengadilan Negeri Gunung Sugih, Lampung Tengah, dan


PN Kota Bumi, Lampung Utara. Meski dalam dokumen TBH dinyatakan
bahwa keluarga Salim atau Salim Group melanggar MSAA, dalam
persidangan teradu I justru menyatakan bahwa keluarga Salim/Salim
Group tidak melanggar MSAA, lanjut pengacara paro baya itu.
Jadi dapat disimpulkan posisi Todung dalam perkara Salim versus
Sugar Group Companies milik Gunawan Yusuf berihwal dari jual-beli
aset yang dikelola BPPN.

Yang

Semula,

pada

2002,

Todung

menjadi

kuasa

hukum

pemerintah untuk melakukan audit terhadap keluarga Salim di


antaranya perusahaan Sugar Group Company. Belakangan, pada tahun
2006, yang bersangkutan menjadi kuasa hukum keluarga Salim dalam
perkara buntut penjualan aset itu.
B. Kualifikasi pelanggaran kode etik profesi
Melihat kronologis dari alur cerita yang telah di paparkan diatas
secara singkat dapat disimpulkan termasuk dalam pelanggarang dalam
kasus profesi advokad, advokad adalah orang yang berprofesi
memberi jasa hukum, baik didalam maupun di luar pengadilan yang
memenuhi syarat menurut undang-undang . Dr. Todung Mulya lubis,
SH,LL.M. sebenarnya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai
advokad harus pemberi jasa hukum harus bertindak jujur, adil, dan
bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan; suatu hal yang
telah dilakukan oleh Todung merupakan pelanggaran dalam kode etik
advokat, dalam pasal 6 UU No 18 tahun 2003 menjelaskan :
Advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan :
a)

Mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya;

b)

Berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau
rekan seprofesinya;

c)

bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan


pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum,
peraturan perundang- undangan, atau pengadilan;

d)

Berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan,


atau harkat dan martabat profesinya;

e)

Melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan


dan atau perbuatan tercela;

f)

Melanggar sumpah/janji Advokat dan/atau kode etik profesi


Advokat.

Berdasarkan kode etik yang di atur dalam KEAI seharuanya seorang


advokad itu menjalani tugasnya yang telah di tentukan di Undangundang dan juga kode etik yang diatur dalam KEAI, yang seharusnya
menjungjung tinggi demi tegaknya hukum tetapi hal ini sebaliknya
orang yang telah perpengalaman bertahun-tahun di bidang advokad
tetap melakukan pelanggaran kode etik seperti yang telah dilakukan
oleh Todung, Todung mewakili dua klien yang kepentingannya klienklien tersebut berbenturan atas kasus/ hal yang sama dan sebagai
imbalannya todung menerima imbalan honor uang advokat dan
fasilitas kenikmatan dari dua klien yang berbeda kepentingan dan
berlawanan tersebut.
Jadi Todung telah melanggar Undang-undang No. 18 tahun 2008
pasal 6 yang telah dijelaskan diatas dan Kode Etik Advokat Indonesia
KEAI, yang telah sah dan berlaku pada tanggal 23 Mei 2002, pada Pasal
3 huruf (b) KEAI : Advokat dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan
semata-mata

untuk

memperoleh

imbalan

materi

tetapi

lebih

mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan.

C. Putusan atas pelanggaran Kode Etik profesi


Dalam

pelaksanaan

kode

etik

advokat

controling

dan

pengawasan dilakukan oleh lembaga atau badan yang bernama dewan


kehormatan advokad dengan cara dan sanksi atas pelanggaran yang
ditentukan sendiri. tidak satu pasalpun dalam kode etik advokad yang
memberi wewenang kepada badan lain selain dewan kehormatan
untuk menghukum pelanggaran atas pasal-pasal dalam kode etik
advokad.

Dalam KEAI Pasal 9 huruf (b) menerangkan : Pengawasan atas


pelaksanaan Kode Etik Advokat ini dilakukan oleh Dewan Kehormatan.
Melihat dari kronoligis yang ada serta berdasarkan dasar-dasar
hukum yang telah dijelaskan diatas dengan mempertimbangkan pokokpokok perkara yang ada maka Majelis Kehormatan Daerah PERADI DKI
Jakarta memutuskan sebagai berikut :
1)

Menerima pengaduan para Pengadu untuk sebagian;

2)

Menyatakan Todung terbukti melanggar ketentuan Pasal 4 huruf (j)


dan Pasal 3 huruf (b) Kode Etik Advokat Indonesia;

3)

Menghukum Todung dengan pemberhentian tetap dari profesinya


sebagai Advokat terhitung sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap;

4)
5)

Menolak pengaduan Pengadu selebihnya.


Menghukum Todung untuk membayar biaya perkara sebesar
Rp.3,500,000 (tiga juta lima ratus ribu rupiah)
Putusan ini telah dibacakan dan di tetapkan dalam sidang yang
dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Jumat tanggal 16 Mei 2008.

ANALISIS PENULIS PADA KASUS TODUNG MULYA LUBIS

Menurut

pendapat

penulis

berdasarkan

putusan

Majelis

Kehormatan PERADI daerah DKI Jakarta yang telah di lampirkan pada


halaman

sebelumnya.Putusan

tersebut

patut

dijatuhkan

kepada

Todung mulya lubis selaku sebagai advokad profesional dengan kata


lain penulis setuju dengan apa yang telah diputuskan oleh Majelis
Kehormatan Daerah Perhimpunan Advokat Indonesia DKI Jakarta,
dengan alasan dalam Kode Etik Advokat Indonesia KEIA sendiri telah
disebutkan, pengacara merupakan profesi terhormat yang dalam
menjalankan profesinya berada di bawah perlindungan hukum. Mereka
memiliki

kebebasan

yang

didasarkan

kepada

kehormatan

dan

kepribadian advokat yang berpegang teguh kepada kemandirian,


kejujuran, kerahasiaan dan keterbukaan.
Maka dari itu telah jelas Kode Etik menjadi hukum tertinggi
pengacara dalam menjalankan profesi, yang menjamin dan melindungi
namun membebankan kewajiban kepada setiap mereka untuk jujur dan
bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada klien,
pengadilan, negara atau masyarakat dan terutama kepada dirinya
sendiri.
Berhubungan dengan beban yang harus di emban oleh seorang
profesi advokad, kelakuan Todung sudah jelas telah melanggar UU
advokad dan pada khususnya dalam pasal 3 huruf (b) pasal 4 huru (j)
yang telah dijelaskan diatas yang hal itu sangat mencoreng nama baik
profesi advokad yang harus menjungjung tinggi kepentingan demi
kepentingan bersama untuk jujur dan bertanggung jawab serta juga
seorang advokad yang sudah diberi kebebasan penuh berada dibawah
perlindugan hukum.
Meskipun terdapat sebuah pendapat Dari kalangan advokat
muda, Irianto Subiakto berpendapat hukuman terhadap Todung terlalu
berlebihan. Putusan majelis kehormatan tidak nunjukin wisdom-nya,.
Menurut

pemahaman

menegakkan
bersangkutan

kode
agar

Irianto,

etik,

juga

tidak

fungsi

majelis

memberi

mengulangi

kehormatan

pelajaran
kesalahan.

selain

advokat

yang

Seharusnya,

penghukuman itu diberikan secara bertahap, bukan dengan sekali


sidang langsung mengambil putusan yang berat.
Meskipun seperti kita ketahui,ada tingkatan sanksi terhadap
advokad yang telah melakukan pelanggaran mulai dari teguran lisan,
teguran

tulisan,

pemberhentian

sementara,

dan

yang

terakhir

pemberhentian tetap dari profesinya, Dewan Kehormatan Pusat (DKP)


dalam menetapkan suatu tidak mungkin lepas dari pertimbangan yang

sangat hati-hati dan pula suatu hukuman berat atas pelanggaran kode
etik

pasti

didasarkan

pada

alasan-alasan

yang

kuat.

Dewan

Kehormatan Pusat dalam mempertimbangkan hal ini karena yang


bersangkutan (Todung) pernah dihukum sebelumnya, Dalam putusan
Putusan

Dewan

Kehormatan

Pusat

IKADIN

No.

01/VI/DKP/2004

tertanggal 14 Juni 2004 dengan hukuman peringatan keras. Hal ini


merupakan peringantan bagi Todung untuk memperbaiki sikapnya
untuk tidak mengulangi lagi. Karena sudah ada peringatan keras juga
maka hukuman ini sangat pantas dijatuhkan kepada Todung sekaligus
hal ini merupakan pelajaran bagi para advokad-advokad lainnya.
Putusan tetap putusan, tetapi demi tegakknya hukum dan
keadilan berasama dalam undang-undang juga memberi toleransi
terhadap putusan yang telah ditetapkan Menindak lanjuti pasal Pasal 7
UU No. 18 2003 yang ke (3) Sebelum Advokat dikenai tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada yang bersangkutan
diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri. Dijelaskan
lebih lanjug oleh pasal Pasal 18 ayat (2) KEAI Pengajuan permohonan
banding

beserta

Memori

Banding

yang

sifatnya

wajib,

harus

disampaikan melalui Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dalam waktu


21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal yang bersangkutan menerima
salinan keputusan.
Oleh karena itulah Todung mengajukan banding terhadap putusan
Dewan Kehormatan Peradi yang menilainya telah melanggar kode etik
profesi. Hal ini merupakan langkah terakhir untuk bisa menentukan
nasib Todung dan juga sebagai jalan tengah adanya perselisihan antara
pro dan kontra terhadap putusan yang dijatuhkan kepada Todung.
Tetapi menurut penulis meskipun Todung mengajukan banding apabila
memang telah jelas dan sudah pasti pelanggarang kode etik yang elah
dilakakuan Todung melanggar UU advokad dan KEAI maka banding
tersebut tidak dapat di terima atas dasar alasan yang telah penulis
jelaskan diatas, jadi pemberhentian sebagai profesi advokad terhadap

Dr. Todung Mulya lubis, SH,LL.M tetap harus di jalankan demi


kepentingan hukum.

TUGAS ETIKA PROFESI HUKUM


TENTANG ANALISIS PELANGGARAN
ETIKA PROFESI HUKUM

OLEH :
ANDI MAHADI CESAR
1210112078

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDALAS

TUGAS ETIKA PROFESI HUKUM


TENTANG ANALISIS KASUS PELANGGARAN
ETIKA PROFESI ADVOKAT

Disusun oleh :
Nama

: RANDY ZULFIKAR

Bp

: 1210113011

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDALAS
2015

TUGAS ETIKA PROFESI HUKUM


TENTANG ANALISIS KASUS PELANGGARAN
ETIKA PROFESI ADVOKAT

Disusun oleh
RIO HANDIKA
1210113087

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDALAS
2015

Anda mungkin juga menyukai