Anda di halaman 1dari 26

ILMU TADWIN (KODIFIKASI) HADITS

Presentator:
Siti Novi Navisah
Ostrada Pahlawan
Sejarah Penulisan Hadits
Secara bahasa kitabatul hadits berarti
menulis hadits Rasulullah. Yang dimaksud
dengan kitabatul hadits di sini adalah upaya Penulisan adalah suatu media terpenting
penulisan hadits Rasulullah Saw dengan tu- bagi pemeliharaan ilmu pengetahuan dan
juan untuk dijadikan sebagai referensi yang penyebarannya kepada masyarakat luas.
akan diedarkan pada masyarakat umum. Tidak terkecuali ini telah menajdi suatu me-
Secara umum dari berbagai literatur bahwa dia dalam upaya pemeliharaan hadits,
upaya tersebut di masa itu sekedar untuk meskipun dalam hal ini terdapat sejumlah
menghimpun hadits ke dalam lembaran- riwayat yang berbeda dan pandangan yang
lembaran saja. Karenanya tidak menggu- beraneka ragam. Berkenaan dengan
nakan sistematis tertentu. Dan penyusunan penulisan hadits telah lahir sejumlah kitab,
hadits secara sistematis ini mencapai pun- baik di zaman dahulu maupun di zaman be-
caknya pada abad ketiga Hijriyah. Kemu- lakangan.
dian abad ini dikenal sebagai abad pem-
bukuan hadits.
Penulisan Hadits di masa Rasulullah SAW

Shubhi Shalih menulis, “Pada masa-masa


awal turunnya wahyu, Rasul Saw melarang
penulisan hadits karena khawatir keteran- Pasca wafatnya Rasulullah Saw, sebagian
gan dan tafsiran beliau bercampur dengan sahabat beliau tidak setuju dengan penuki-
Al-Qur’an. Oleh sebab itu, beliau berkata lan dan penulisan hadits sehingga menye-
kepada para sahabatnya, ‘Janganlah kalian babkan para perawi hadits tidak bisa
tulis dariku selain Al-Qur’an, hendaknya ia menukil dan membukukan hadits-hadits
menghapus tulisan itu’. Namun, setelah se- yang telah mereka kumpulkan di zaman
bagian besar ayat Al-Qur’an turun, para Nabi Saw. Bahkan Sebagian hadits yang
hafidz wahyu telah menghafal ayat-ayat Al- telah ditulis pada masa hidup beliau, se-
Qur’an dan kekhawatiran bercampurnya muanya dilenyapkan atau dibakar
ayat dengan hadits telah sirna, beliau justru
memerintah kaum muslim untuk menulis
hadits seraya berkata, ‘Simpanlah ilmu den-
gan menulisnya!’
Penulisan Hadits di masa Rasulullah SAW
Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dari Abu Hurairah ra, katanya, “Tidak seorang pun dari sa -
habat Nabi yang lebih banyak dariku dalam meriwayatkan hadits, kecuali Abdullah bin ‘Amr. Dahu -
lunya ia menulis sedangkan aku tidak”. Riwayat lain dalam Sunan Abi Dawud, dari al-Musnad dan
Abdullah bin Amr, beliau berkata, “Saya telah menulis segala yang aku dengar dari Rasulullah Saw
untuk aku hafalkan. Maka orang-orang Quraisy melarangku dengan berkata: ‘Apakah kamu
menulis segala sesuatu sedangkan Rasulullah Saw itu adalah manusia yang kadang-kadang
berkata dalam keadaan marah dan kadang-kadang dalam keadaan ramah’. Maka aku pun
menghentikan penulisan itu, dan mengadukannya kepada Rasulullah Saw. Sambil menunjuk mu -
lutnya, beliau berkata:

‫ب َف َوالَّ ِذي َن ْف ِسي بِيَ ِد ِه َما خَي ُْر ُج ِمْنهُ ِإالَّ َح ٌّق‬
ْ ُ‫ا ْكت‬
“Tulislah, demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidak keluar darinya kecuali yang hak”.

Hadits-hadits sejenis yang membuktikan adanya penulisan sejak zaman Nabi Saw sangat banyak
jumlahnya, dan apabila dikumpulkan akan mencapai derajat mutawatir. Namun secara lahiriah ia
bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Ahmad dari Abu Said Al-Khudri
bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Janganlah kamu tulis sesuatu dariku selain Al-Qur’an. Barang
siapa telah menulis sesuatu dariku selain Al-Qur’an hendaklah ia menghapusnya”.
Penulisan hadits di masa Rasulullah Saw telah mencakup sejumlah besar hadits yang apabila dikumpulkan akan
menjadi sebuah kitab yang cukup tebal. Di antara tulisan hadits pada waktu itu adalah sebagai berikut:

a. Al-Shahifah al-Shadiqah yang ditulis oleh Abdullah bin Amr bin Ash.
b. Shahifah Ali bin Abi Thalib
c. Shahifah Sa’ad bin Ubadah
d. Surat-surat Rasulullah Saw.

Di antara surat-surat itu adalah:


1. Kitab zakat dan niat yang dikirimkan kepada Abu Bakar Shiddiq
2. Surat beliau kepada Amr bin Hazm.
3. Surat beliau kepada Wail bin Hujut.
4. Surat-surat beliau kepada para raja dan pembesar negara-negara tetangga serta para pemimpin bangsa Arab.
Surat itu berisi seruan untuk masuk Islam.
5. Piagam-piagam perjanjian beliau dengan orang-orang kafir, seperti Perjanjian Hudaibiyah, Perjanjian Tabuk, dan
Piagam Madinah yang mengatur kehidupan bersama antara umat Islam dan orang Yahudi serta umat lainnya
yang berdekatan.
6. Surat-surat yang beliau perintahkan agar dikirim kepada beberapa orang sahabat berkenaan dengan berbagai
instruksi dan informasi, seperti naskah khutbah beliau yang dikirimkan kepada Abu Syah al-Yamani
Penulisan Hadits di masa 3 Khilafah
Penukilan dan penulisan hadits di masa Abu Bakar

Dari Adz-Dzahabi, setelah menyebutkan sanad, ia menukil ucapan Aisyah, “Ayahku telah
mengumpulkan sekitar lima hadits dari Rasulullah Saw dalam sebuah kitab. Pada suatu
malam aku menyaksikannya tidak bisa tenang, sebentar (tidur) pada satu sisi lalu berpin-
dah ke sisi lainnya secara berulang-ulang. Hal ini membuatku khawatir, kepadanya ku
berkata, ‘Apakah engkau sakit atau ada berita buruk yang sampai padamu, sehingga en-
gkau kalut seperti ini?’ (Ia tidak berkata apa-apa), namun Ketika masuk waktu subuh, ia
berkata, ‘Wahai putriku, bawalah kemari hadits-hadits yang ada padamu!’ Aku pun segera
menyerahkan hadits-hadits itu padanya. Lalu ia meminta api dan membakar semua ha-
dits itu. Aku bertanya, ‘Mengapa hadits-hadits ini engkau bakar?’ Ia menjawab, ‘Aku takut
bila nanti aku mati, tulisan-tulisan ini akan tetap ada, sementara di antara hadits-hadits
tersebut ada yang tidak asli karena aku menukilnya berdasarkan kepercayaan pada
seseorang. Padahal hadits yang sebenarnya tidak seperti yang ia riwayatkan”.
Penulisan Hadits di masa 3 Khilafah
Larangan penukilan dan penulisan hadits di masa Umar

Dibandingkan dengan Abu Bakar, Umar telah menunjukkan sikap


yang lebih keras dalam masalah penukilan dan penulisan hadits.
Setelah menyebutkan sanad, Adz-Dzahabi menulis: “Umar telah
memenjarakan tiga orang sahabat di Madinah, yaitu Ibn Mas’ud,
Abu Darda dan Abu Mas’ud Anshari kemudian berkata kepada
mereka, ‘Kalian terlalu banyak menukil dan meriwayatkan hadits
dari Nabi Saw’. Mereka tetap dipenjara hingga Utsman membe-
baskan mereka. Dalm hal ini, Ibn Kasir menulis: “Masalah tentang
Umar ini sangatlah masyhur”. Di tempat lain Ibn Kasir berucap,
“Umar sering berkata, ‘Kurangilah penukilan hadits kecuali dalam
hukum-hukum amaliah”.
Penulisan Hadits di masa 3 Khilafah
Utsman dan penukilan serta penulisan hadits

Ibn Saad dan Ibn Asakir meriwayatkan dari Mahmud bin


Labid, bahwa ia berkata, “Aku pernah mendengar Utsman
mengumumkan di atas mimbar: ‘Siapapun tidak diizinkan un-
tuk meriwayatkan hadits kecuali yang sudah didengar di za-
man Abu Bakar dan Umar’. Kemudian ia berkata, ‘Tidak ada
sesuatu yang mencegahku untuk menukil hadits Nabi Saw
bahwa beliau berkata, ‘Siapa saja yang menisbahkan sebuah
ucapan padaku yang aku tidak pernah mengatakannya,
maka tempatnya adalah neraka’.
Pada tahun 99 H, Umar bin Abdul Aziz men-
duduki kursi khilafah. Dalam masa kepemimp-
inannya yang relatif singkat, ia telah
mengambil kebijakan-kebijakan yang berbeda
Umar bin Abdul Aziz dengan para khalifah sebelumnya dan mem-
berikan banyak sumbangsih kepada
masyarakat Islam. Di antara tindakan Umar
dan bin Abdul Aziz adalah keluarnya surat perintah
dalam rangka penulisan hadits dan sunnah
Penulisan Resmi Hadits Rasul Saw. Dalam hal ini, ia menulis kepada
gubernurnya di Madinah yang Bernama Abu
Bakar bin Muhammad bin Umar bin Hazm An-
shari: “Perhatikan, apa saja tentang hadits
dan sunnah Rasul Saw, maka tulislah! Karena
aku sangat khawatir, ilmu hadits akan sirna
dan para ulama muhadditsun akan pergi
meninggalkan dunia.
PARA PENULIS (KUTTAB) HADITS
Dalam kitab Fath al-Bari, Ibnu Hajar Asqalani menyatakan, “Orang pertama yang melakukan penulisan hadits den-
gan perintah Umar bin Abdul Aziz adalah Ibnu Syahab Zuhri atau Ibnu Hazm Anshari, lalu ia menambahkan: “Akan
tetapi pendapat ini tertolak dengan beberapa alasan sebagai berikut:

01 02 Tidak ditemukan bukti


03 Kitab-kitab sejarah, tidak
Masa khilafah Umar bin
Abdul Aziz tidak lebih sejarah, Ibnu Hazm menyebutnya sebagai penulis
dari 2 tahun 5 bulan, ia melaksanakan perintah hadits pertama, sebaliknya
wafat pada tahun 101 H, yang diberikan oleh justru orang-orang lain yang
sementara tidak dike- Umar bin Abdul Azis. populer sebagai penulis hadits
tahui dengan pasti ka- pertama, di antara mereka
pan waktu keluarnya dapat disebut: Ibnu Juraij di
surat perintah penulisan Makkah, Ibnu Ishaq atau Malik
hadits, apakah di awal di Madinah, Rabi’ bin Shabih
khilafah, atau pertenga- atau Said bi Abi Urubah atau
han atau bahkan di Hamad bin Abi Salamah di
akhir. Bashrah,…”
Kodifikasi berasal dari kata codification. Dalam bahasa Arab
dikenal dengan at-tadwin yang berarti mengumpulkan dan
SEJARAH DAN
menyusun.
PERKEMBANGAN
Sedangkan menurut istilah, kodifikasi adalah penulisan dan
pembukuan hadits Nabi secara resmi yang berdasar pada perintah
KODIFIKASI
khalifah dengan melibatkan beberapa personil yang ahli di bidang
hadits, bukan di lakukan secara individual ataupun demi
HADITS
kepentingan sendiri.

Jadi, kodifikasi hadits adalah penulisan, penghimpunan, dan


pembukuan hadits Nabi Muhammad SAW yang dilakukan atas
perintah resmi dari khalifah Umar ibn Abd al-Aziz, (khalifah
kedelapan dari Bani Umayyah) yang kemudian kebijakannya
ditindaklanjuti oleh para ulama di berbagai daerah sampai pada
masa hadits terbukukan dalam kitab hadits.

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa pada abad pertama


hijriah, yakni masa Nabi, masa al-khulafa’ al-rasyidin hingga
berakhirnya abad pertama hijriah, tradisi penulisan serta
penyebaran hadits masih bergantung pada hafalan para sahabat
dan tulisan-tulisan pribadi mereka. Barulah ketika pemerintahan
sampai pada Umar ibn Abdul Aziz, tergerak hatinya untuk
membukukan hadits. Umar ibn Abdul Aziz memerintahkan secara
resmi kepada para gubernur untuk membukukan hadits.
Faktor-faktor yang melatarbelakangi kebijakan
Umar ibn Abdul Aziz untuk membukukan hadits
secara resmi
tidak ada lagi penghalang untuk menuliskan dan mem-
bukukan Hadits, yaitu kekhawatiran bercampurnya ha-
1 dits dengan Alquran karena Alquran pada waktu itu
telah dibukukan dan disebarluaskan.

munculnya kekhawatiran akan lenyapnya hadits karena


2 banyaknya para sahabat yang meninggal dunia akibat
usia lanjut atau seringnya terjadi peperangan.

semakin maraknya kegiatan pemalsuan hadits yang


3 dilatarbelakangi oleh perpecahan politik dan perbe-
daan mazhab di kalangan umat Islam.

semakin luasnya daerah kekuasaan Islam disertai


dengan semakin banyaknya permasalahan yang di-
hadapi oleh umat Islam, maka hal tersebut menuntut
4 mereka untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk dari
hadits Nabi SAW, selain petunjuk Alquran sendiri.
• Khalifah Umar ibn Abdul Aziz menginstruksikan kepada qadhi-nya di Madinah yang bernama Abu Bakar ibn Hazm yang
berprofesi menjadi guru, kemudian Ma’mar, al-Lais, al-Auza’i, Malik ibn Annas, Ibn Ishaq dan Ibn Dzi’bin supaya mem -
bukukan hadits yang terdapat pada penghafal wanita yang terkenal, sekaligus seorang ahli fiqih yang merupakan murid
Aisyah ra, yaitu Amrah bint Rahman ibn Saad Zurarah ibn Ades.
• Kitab hadits yang ditulis Ibn Hazm merupakan kitab hadits pertama yang ditulis berdasarkan perintah kepala negara, na -
mun kitab tersebut tidak mencakup secara keseluruhan peredaran hadits yang ada di Madinah. Adapun yang membukukan
hadits yang ada di Madinah secara keseluruhan adalah Muhammad ibn Muslim ibn Shihab al-Zuhri, seorang ulama terkenal
di masanya.
• Setelah generasi Shihab al-Zuhri dan Abu Bakar ibn Hazm berakhir, muncul generasi selanjutnya yang kemudian melan -
jutkan upaya pembukuan. Para ulama yang melanjutkan kegiatan pembukuan antara lain, :
 Di Mekah muncul Abu Muhammad Abd al-Malik ibn Abd al-Aziz ibn Zuraij al-Bashri (80-150 H),
 Di Madinah muncul Muhammad ibn Ishaq (151 H) dan Malik ibn Annas (93-179 H),
 Di Basrah muncul Sa’id ibn Abi ‘Arubah (156 H), Rabi’ ibn Shabi’ (160 H), dan Hammad ibn Salamah (167 H),
 Di Kufah muncul Sufyan al-Tsauri (97-161 H),
 Di Syam muncul ‘Abdurrahman Ibnu ‘Amr al-Auza’i (88-157 H),
 Di Yaman muncul Khalid ibn Jamil al-‘Abdi dan Ma’mar ibn Rasyid (95-153 H),
 Di Khurasan muncul Abdullah Ibn al-Mubarak (118-181 H),
 Di Wasith muncul Hasyim ibn Basyir (104-183 H),
 Di Rei muncul Jarir ibn Abd al-Hamid (110-188 H), dan
 Di Mesir muncul Abdullah ibn Wahhab (125-197 H).
Kitab-kitab hadits yang telah dibukukan dan dikumpulkan
pada abad ke dua yang masih dijumpai sampai sekarang
dan banyak di rujuk oleh para ulama:

Al-Muwattha’, karangan Imam Malik ibn Anas (95-179 H),


1 disusun atas permintaan Khalifah Abu Ja’far al Manshur.

Musnad Asy Syafi’i, karya Imam Syafi’i, yaitu berupa


2 kumpulan Hadits yang terdapat dalam kitab Al-Umm.

Mukhtaliful Hadits, Karya Imam Syafi’i lainnya yang


mengandung pembahasan tentang cara-cara menerima
3 Hadits sebagai hujjah dan cara-cara melihat hadits-ha-
dits yang kontradiktif satu sama lain.

Ash Shirat an Nabawiyyah, oleh ibnu Ishaq. Berisi ten-


4 tang perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW dan
peperangan-peperangan yang terjadi pada zaman Nabi.
Di antara ciri kitab-kitab Hadits yang ditulis pada abad ke-2 H Ciri dan sistem
ini adalah:
a. Pada umumnya kitab-kitab Hadits pada abad ini hanya
pembukuan Hadits
menghimpun Hadits-Hadits Rasul SAW serta fatwa-fatwa pada abad ke-2
Sahabat dan Tabi'in. Hal ini sejalan dengan instruksi
Khalifah 'Umar ibn 'Abd al-Aziz yang berbunyi: Hijriah
.‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلّ َم‬ ِ‫الرسو‬
‫ل‬ َّ ‫ث‬ ‫ي‬‫د‬ِ ‫اَل َت ْقبـل ِإالَّ ح‬
َ ُْ َ ْ َ َْ
Janganlah kamu terima selain dari Hadits Nabi SAW.
b. Himpunan Hadits pada masa ini masih bercampurbaur
antara berbagai topik yang ada, seperti yang menyangkut
bidang Tafsir, Sirah, Hukum, dan sebagainya, dan belum
dihimpun berdasarkan topik-topik tertentu.
c. Di dalam kitab-kitab Hadits pada periode ini belum dijumpai
pemisahan antara Hadits-Hadits yang berkualitas Shahih,
Hasan, dan Dha'if.
Pada periode ini para Ulama Hadits memusatkan perhatian mereka pada
pemeliharaan keberadaan dan terutama kemurnian Hadits-Hadits Nabi
Hadits pada Abad Ke-3
SAW, sebagai antisipasi terhadap kegiatan pemalsuan Hadits yang Hijriah (Masa
semakin marak.
Metode yang dilakukan oleh para Ulama Hadits dalam rangka memelihara Pemurnian dan
kemurnian Hadits Nabi SAW adalah:
a. Perlawatan ke daerah-daerah
Penyempurnaan)
Dalam rangka menghimpun Hadits-hadits yang belum terjangkau pada
masa sebelumnya, maka pada abad ke-3 H para Ulama Hadits
melakukan perlawatan mengunjungi para perawi Hadits yang jauh dari
pusat kota.
b. Pengklasifikasian Hadits kepada: Marfu', Mawquf, dan Maqthu'
Pada permulaan abad ke-3 H telah dilakukan pengelompokan Hadits
kepada: (i) Marfu', yaitu Hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW, (ii)
Mawquf, yang disandarkan kepada Sahabat, dan (iii) Maqthu', yang
disandarkan kepada Tabi'in. Dengan cara ini Hadits Hadits Nabi SAW
terpelihara dari percampuran dengan fatwa-fatwa Sahabat dan Tabi'in.
c. Penyeleksian kualitas Hadits dan pengklasifikasiannya kepada: Shahih,
Hasan, dan Dha'if
Penyeleksian kualitas Hadits dan pengklasifikasiannya kepada Shahih
dan Dha'if dimulai pada pertengahan abad ke-3 H yang dipelopari oleh
Ishaq ibn Rahawaih. Kegiatan ini diikuti oleh Bukhari, Muslim, Abu
Dawud, Tirmida, Nasai, Ibn Majah, dan lain-lain. Pada awalnya Hadits
dikelompokkan kepada Shahih dan Dha'if saja, namun setelah Imam
Tirmidzi, Hadits dikelompokkan menjadi Shahih, Hasan, dan Dha'if.
Ada tiga bentuk penyusunan Hadits pada periode ini, yaitu:
a. Kitab Shahih. Kitab ini hanya menghimpun Hadits-hadits Shahih, Bentuk Penyusunan
sedangkan yang tidak Shahih tak dimasukkan ke dalamnya. Bentuk
penyusunannya adalah berbentuk mushannaf, yaitu penyajian Kitab Hadits pada Abad
berdasarkan bab-bab masalah tertentu sebagaimana metode kitab-kitab Ke-3 Hijriah
Fiqh. Hadits-Hadits yang dihimpun adalah menyangkut masalah Figh,
Aqidah, Akhlak, Sejarah, dan Tafsir. Contoh Kitab Shahih adalah: Shahih
Bukhari dan Shahih Muslim.
b. Kitab Sunan. Di dalam kitab ini selain dijumpai Hadits-hadits Shahih,
juga didapati Hadits yang berkualitas Dha'if dengan syarat tidak terlalu
lemah dan tidak munkar. Terhadap Hadits yang Dha'if, umumnya
dijelaskan sebab kedha'ifannya. Bentuk penyusunannya berbentuk
mushannaf, dan Hadits-haditsnya terbatas pada masalah Fiqh (hukum).
Contoh-contohnya adalah: Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi,
Sunan An-Nasa'i, Sunan Ibn Majah, dan Sunan Ad-Darimi,
c. Kitab Musnad. Di dalam kitab ini, Hadits-hadits disusun berdasarkan
nama perawi pertama. Urutan nama perawi pertama ada yang
berdasarkan urutan kabilah, seperti mendahulukan Bani Hasyim dari
yang lainnya, ada yang berdasarkan nama Sahabat menurut urutan
waktu memeluk Islam, dan ada yang menurut urutan lainnya, seperti
urutan huruf hijaiyah (abjad), atau lainnya. Pada umumnya di dalam
kitab jenis ini tidak dijelaskan kualitas Hadits-haditsnya. Contoh kitab
Musnad adalah: Musnad Ahmad ibn Hanbal, Musnad Abu al-Qasim al-
Baghawi, dan Musnad Utsman ibn Abi Syaibah.
Kegiatan Periwayatan Hadits pada Periode Ini Hadits pada Abad Ke-4
Sampal Ke-7 Hijriah (Masa
Periode ini dimulai pada masa Khalifah Al-Muqtadir sampai Khalifah Al-
Mu'tashim. Hadits-hadits yang dihimpun pada periode ini tidaklah sebanyak
Pemeliharaan, Penertiban,
yang dihimpun pada periode-periode sebelumnya. Penambahan, dan
Kitab-kitab Hadits yang dihimpun pada periode ini adalah: Penghimpunan)
1) As-Shahih oleh Ibnu Khuzaimah (313 H),
2) Al-Anwa' wa al-Taqsim oleh Ibn Hibban (354 H),
3) Al-Musnad oleh Abu Awanah (316 H),
4) Al-Muntaqa oleh Ibn Jarud,
5) Al-Mukhtarah oleh Muhammad ibn Abd al-Wahid al Maqdisi.

Setelah lahirnya karya-karya di atas, maka kegiatan para Ulama berikutnya


pada umumnya adalah merujuk kepada karya-karya yang telah ada dengan
bentuk kegiatan seperti mempelajari, menghafal, memeriksa, dan
menyelidiki sanad-sanad-nya. Juga menyusun kitab-kitab baru dengan
tujuan memelihara, menertibkan, dan menghimpun semua sanad dan
matan yang saling berhubungan serta yang telah termuat secara terpisah
dalam kitab-kitab yang telah ada tersebut.
Bentuk Penyusunan Kitab Hadits pada Periode Ini
Para Ulama Hadits periode ini memperkenalkan sistem baru dalam penyusunan Hadits, yaitu:

a. Kitab Athraf. Di dalam kitab ini penyusunnya hanya menyebutkan sebagian dari matan Hadits tertentu, kemudian
menjelaskan seluruh sanad dari matan itu, baik sanad yang berasal dari kitab Hadits yang dikutip matannya ataupun
dari kitab-kitab lainnya. Contoh dari kitab jenis ini adalah:
1. Athraf as-Shahihaini, oleh Ibrahim al-Dimasyqi (w. 400 H).
2. Athraf as-Shahihaini, oleh Abu Muhammad Khalaf ibn Muhammad al-Wasithi (w. 401 H),
3. Athraf as-Sunan al-Arba'ah, oleh Ibn Asakir al Dimasyqi (w. 571 H),
4. Athraf al-Kutub as-Sittah, oleh Muhammad ibn Thahir al-Maqdisi (507 H).

b. Kitab Mustakhraj Kitab ini memuat matan Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari atau Muslim, atau keduanya, atau
lainnya. Selanjutnya penyusun kitab ini meriwayatkan matan Hadits tersebut dengan sanadnya sendiri. Contoh kitab ini
adalah:
1. Mustakhraj Shahih Bukhari, oleh Jurjani,
2. Mustakhraj Shahih Muslim, oleh Abu Awanah (316 H)
3. Mustakhraj Bukhari-Muslim, oleh Abu Bakar ibn Abdan al-Sirazi (388 H).
Bentuk Penyusunan Kitab Hadits pada Periode Ini

c. Kitab Mustadrak. Kitab ini menghimpun Hadits-Hadits yang memiliki syarat-syarat Bukhari
dan Muslim atau yang memiliki salah satu syarat dari keduanya. Contoh nya adalah:
1. Al-Mustadrak, oleh Al-Hakim (321-405 H),
2. Al-Ilzamat, oleh Al-Daraquthni (306-385 H).

d. Kitab Jami'. Kitab ini menghimpun Hadits-Hadits yang termuat dalam kitab-kitab yang
telah ada, yaitu seperti: Yang menghimpun Hadits-Hadits Shahih Bukhari dan Muslim:
1. Al-Jami' bayn as-Shahihaini, oleh Ibn al-Furat (Ibn Muhammad/w. 414 H),
2. Al-Jami' Bayn as-Shahihaini, oleh Muhammad ibn Nashr al-Humaidi (488 H),
3. Al-Jami' Bayn as-Shahihaini, oleh Al-Baghawi (516 H).
Keadaan Hadits pada
Periode ini dimulai sejak Kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad
ditaklukkan oleh tentara Tartar (656 H/1258 M), yang kemudian Pertengahan Abad ke-7 Hijriah
Kekhalifahan Abbasiyah tersebut dihidupkan kembali oleh Sampai Sekarang (Masa
Dinasti Mamluk dari Mesir setelah mereka berhasil Pensyarahan, Penghimpunan,
menghancurkan bangsa Mongol tersebut.
Pentakhrijan, dan
Kegiatan periwayatan Hadits pada periode ini lebih banyak
Pembahasan)
dilakukan dengan cara ijazah dan mukatabah, Sedikit sekali dari
Ulama Hadits periode ini yang melakukan periwayatan Hadits
secara hafalan sebagaimana yang dilakukan oleh Ulama
mutaqaddimin. Di antara mereka yang sedikit itu adalah:
1. Al-‘Iraqi (w. 806 H/1404 M). Dia berhasil mendiktekan
Hadits secara hafalan kepada 400 majelis sejak tahun 796
H/1394 M, dan juga menulis beberapa kitab Hadits.
2. Ibn Hajar al-Asqalani (w. 852 H/1448 M), seorang
penghafal Hadits yang tiada tandingannya pada masanya
Dia telah mendiktekan Hadits kepada 1.000 majelis dan
menulis sejumlah kitab yang berkaitan dengan Hadits.
3. As-Sakhawi (w. 902 H/1497 M), murid lbn Hajar, yang telah
mendiktekan Hadits kepada 1.000 majelis dan menulis
sejumlah kitab.
Bentuk Penyusunan Kitab Hadits pada Periode Ini

Pada periode ini, umumnya para Ulama Hadits mempelajari kitab-kitab Hadits yang telah ada, dan
selanjutnya mengembangkannya atau meringkasnya sehingga menghasilkan jenis karya sebagai
berikut:
a. Kitab Syarah. Yaitu, jenis kitab yang memuat uraian dan penjelasan kandungan Hadits dari kitab
tertentu dan hubungannya dengan dalil-dalil lain yang bersumber dari Al-Qur'an, Hadits, ataupun
kaidah-kaidah syara' lainnya. Di antara contohnya adalah:
1. Fath al-Bari, oleh Ibn Hajar al-Asqalani, yaitu syarah kitab Shahih Al-Bukhari,
2. Al-Minhaj, oleh Al-Nawawi, yang mensyarahkan kitab Shahih Muslim,
3. 'Aun al-Ma'bud, oleh Syams al-Haq al-Azhim al Abadi, syarah Sunan Abu Dawud.
b. Kitab Mukhtashar. Yaitu, kitab yang berisi ringkasan dari suatu kitab Hadits, seperti Mukhtashar
Shahih Muslim, oleh Muhammad Fu'ad 'Abd al-Baqi.
c. Kitab Zawa'id. Yaitu, kitab yang menghimpun Hadits-hadits dari kitab-kitab tertentu yang tidak
dimuat oleh kitab tertentu lainnya. Di antara contohnya adalah Zawa'id as-Sunan al-Kubra, oleh Al-
Bushiri, yang memuat Hadits-Hadits riwayat al-Baihaqi yang tidak termuat dalam Al-Kutub as-
Sittah.
Bentuk Penyusunan Kitab Hadits pada Periode Ini

d. Kitab Penunjuk (kode indeks) Hadits. Yaitu, kitab yang berisi petunjuk-petunjuk praktis untuk
mempermudah mencari matan Hadits pada kitab-kitab tertentu. Contohnya, Miftah Kunuz al-
Sunnah, oleh A.J. Wensinck, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh M. Fu'ad 'Abd
al-Baqi
e. Kitab Takhrij. Yaitu, kitab yang menjelaskan tempat-tempat pengambilan Hadits-Hadits yang
dimuat dalam kitab tertentu dan menjelaskan kualitasnya. Contohnya adalah, Takhrij Ahadits
al-Ihya', oleh Al-‘Iraqi. Kitab ini mentakhrij Hadits-Hadits yang terdapat di dalam kitab Ihya'
'Ulum al-Din karya Imam Al-Ghazali.
f. Kitab Jami'. Yaitu, kitab yang menghimpun Hadits-Hadits dari beberapa kitab Hadits tertentu,
seperti Al-Lu'lu' wa al-Marjan, karya Muhammad Fu'ad al-Baqi. Kitab ini menghimpun Hadits-
Hadits Bukhari dan Muslim.
g. Kitab yang membahas masalah tertentu, seperti masalah hukum. Contohnya, Bulughul-
Maram min Adillah al-Ahkam oleh Ibn Hajar al-'Asqalani dan Koleksi Hadits-hadits Hukum oleh
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy.
KESIMPULAN
Hadits belum dibukukan pada zaman Rasulullah Saw,
bahkan dilarang. Hadits cukup dihafal oleh para sahabat
karena faktor-faktor tertentu. Pada zaman Khulafaur
Rasyidin pun sama, hadits belum dapat dibukukan, hal itu
dikarenakan sikap kehati-hatian dari para Khulafaur
Rasyidin dan dimaksudkan untuk memelihara al-Qur’an.
Hadits baru ditulis secara resmi dan dikodifikasi pada
masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz pada era Dinasti
Umayyah. Hal ini diketahui dengan keluarnya surat perin-
tah dalam rangka penulisan hadits dan sunnah Rasul Saw.
Dalam hal ini, ia menulis kepada gubernurnya di Madinah
yang Bernama Abu Bakar bin Muhammad bin Umar bin
Hazm Anshari.
No Periode Perkembangan Karakteristik Model Buku
Penulisan
1 Masa Nabi Muhammad Larangan penulisan (Nahyu al-Kitabah) Hadits dihafal di luar
kepala Catatan pribadi bentuk shahifah
SAW
(lembaran)

2 Masa Khulafa’ al-Rasyidin Penyederhanaan periwayatan (Taqlil ar-


Riwayat) Disertai sumpah dan saksi
Catatan pribadi dalam bentuk shahifah
pada masa Khulafa’
(lembaran)
al-Rasyidin

3 Masa Tabi’in Penghimpunan hadits (al Jam’u wa al- Bercampur antara hadits Shahifah, mushannaf, Muwatha’, musnad,
Tadwin) Nabi dan dan jami’
Fatwa sahabat serta aqwal
sahabat

4 Masa Tabi’ Kejayaan kodifikasi hadits (Azha’ Al- Filterisasi dan klasifikasi Musnad, Jami’, dan Sunan
al-tabi’in Ushur Sunnah) (Ashr al-Jami’ wa at-Tashhih)

5 Masa setelah Tabi’ut Tabi’in Penghimpunan dan penertiban secara Bereferensi (Muraja’ah) Mu’jam, Mustadrak, Mustakhraj,
(abad II-seterusnya) sistematik (al-Jam’u wa at-Tartib wa at- pada buku-buku Istikhsar, dan Syarah
Tanzhim) sebelumnya tetapi
lebih sistematik
Thank you
Insert the title of your subtitle Here

Anda mungkin juga menyukai