Anda di halaman 1dari 22

SEJARAH KODIFIKASI HADITS NABI

AHLAN WA SAHLAN
AinuI Yaqin

!0ndahuIuan

Al-Hadits merupakan sumber hukum utama sesudah al-QurCan. Keberadaan al-Hadits merupakan
realitas nyata dari ajaran slam yang terkandung dalam al-Quran. Hal ini karena tugas Rasul adalah
sebagai pembawa risalah dan sekaligus menjelaskan apa yang terkandung dalam risalah yakni al-Quran.
Sedangkan al-Hadits, hakikatnya tak lain adalah penjelasan dan praktek dari ajaran al-Quran itu sendiri.

Kendati demikian, keberadaan al-Hadits dalam proses kodifikasinya sangat berbeda dengan al-Quran
yang sejak awal mendapat perhatian secara khusus baik dari Rasulullah saw maupun para sahabat
berkaitan dengan penulisannya. Bahkan al-Qur'an telah secara resmi dikodifikasikan sejak masa khalifah
Abu Bakar al-Shiddiq yang dilanjutkan dengan Utsman bin Affan yang merupakan waktu yang relatif
dekat dengan masa Rasulullah.

Sementara itu, perhatian terhadap al-Hadits tidaklah demikian. Upaya kodifikasi al-Hadits secara resmi
baru dilakukan pada masa pemerintahan Umar bin Abd. al-Aziz khalifah Bani Umayyah yang memerintah
tahun 99-101 Hijriyah, waktu yang relatif jauh dari masa Rasulullah saw. Kenyataan ini telah memicu
berbagai spekulasi berkaitan dengan otentisitas al-Hadits.

Beberapa penulis dari kalangan orientalis menjadikan hal ini sebagai sasaran tembak untuk membangun
teorinya yang mengarah pada peraguan terhadap otentisitas al-Hadits. Goldziher misalnya, dalam
karyanya Muhammedanische Studien telah memastikan diri untuk mengingkari adanya pemeliharaan al-
Hadits pada masa sahabat sampai awal abad kedua hijriyah. Beberapa penulis muslim seperti halnya
Ahmad Amin, juga sma'il Ad'ham sebagaimana dikutip Mustafa al-Siba'i telah membuat kesimpulan
serupa berkaitan dengan otentisitas al-Hadits ini.

Tulisan ini selanjutnya akan membahas berkaitan dengan proses kodifikasi al-Hadits. Sebuah pertanyaan
yang diajukan, benarkah bahwa otentisitas al-Hadits patut diragukan mengingat kodifikasi al-Hadits baru
dilakukan pada akhir abad pertama hijriyah? Untuk menjawab pertanyaan ini dalam tulisan ini akan
disinggung tentang keberadaan al-Hadits sebelum masa kodifikasi khususnya berkaitan dengan adanya
penulisan al-Hadits sebelum kodifikasi resmi. Selain itu disingung pula pembahasan tentang adanya
larangan penulisan al-Hadits. Tentang Penulisan al-Hadits yang merupakan ucapan, perbuatan, dan
persetujuan serta gambaran sifat-sifat Rasulullah saw baik sifat khalqiyah atau khuluqiyah adalah suatu
yang melekat pada diri Nabi. Keberadaannya selalu menyertai di setiap event yang dialami oleh
Rasulullah saw. Setiap event dari episode kehidupan Rasul saw adalah al-Hadits.

Dari sinilah kebanyakan para peneliti Muslim berkesimpulan bahwa menuliskan al-Hadits secara lengkap
tentu sulit, karena sama artinya dengan menuliskan setiap peristiwa dan keadaan yang menyertai
Rasulullah. Para sahabat yang hidup menyertai Rasulullah bisa jadi merasa tidak perlu mencatat setiap
peristiwa yang mereka alami bersama Rasulullah saw. Apa yang mereka alami akan terekam secara
otomatis dalam ingatan mereka tanpa harus dicatat, karena mereka terlibat dalam berbagai peristiwa
tersebut. Selain itu tradisi menghafal ketika itu merupakan tradisi yang sangat melekat kuat sehingga
banyak kejadian-kejadian lebih banyak terekam dalam bentuk hafalan.

Demikian pula Rasulullah saw secara khusus juga memberikan anjuran untuk menghafalkan al-Hadits
serta menyampaikannya pada orang lain sebagaimana sabdanya; CoSemoga Allah memperindah
wajah orang yang mendengar perkataan dariku lalu menghafalkannya serta menyampaikannya (pada
orang lain)C, Mungkin saja orang yang membawa informasi itu menyampaikan kepada orang yang
lebih faqih darinya, bisa jadi pula orang yang membawa informasi itu bukan orang yang faqih.? (Sunan
Abi Dawud Juz : hal 321)

Di luar adanya rekaman hadits dalam bentuk hafalan yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah saw,
tidak menutup kemungkinan ada beberapa peristiwa yang berhubungan dengan Rasulullah, yang dirasa
perlu dicatat, terekam pula dalam bentuk catatan sahabat. Tentang adanya pencatatan ini mam Bukhari
telah meriwayatkan dari Abu Hurairah sebagai berikut: Coari Abu Hurairah ra beliau berkata; tidak ada
seorang dari sahabat Nabi yang lebih banyak meriwayatkan hadits dariku selain Abdullah bin Amr bin
Ash, karena sesungguhnya dia mencatat hadits sedangkan aku tidakC. Shahih Bukhari Juz (Kitabul
lm): hal. 32. hadits tersebut diriwayatkan juga oleh al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi Juz V,: hal. 39) Tentang
penulisan al-Hadits oleh Abdullah bin Amr ini, diriwayatkan bahwa beliau menulis al-Hadits dengan
sepengetahuan Rasulullah saw, bahkan Rasulullah saw memerintahkannya sebagimana riwayat dari
bnu Amr berikut: Coari Abdullah bin Amr beliau berkata: ?Saya menulis setiap yang saya dengar dari
Rasulullah saw untuk saya hafalkan, maka orang-orang Quraiys mencegahku dengan berkata; ?apakah
kamu menulis segala sesuatu yang kamu dengar dari Rasulullah saw ? Sedangkan Rasulullah saw
adalah manusia yang kadang-kadang berbicara dalam keadaan marah dan kadang-kadang dalam
keadaan ramah?, maka akupun menghentikan penulisan itu, dan mengadukannya pada Rasululah saw,
maka sambil menunjuk mulutnya beliau bersabda, ?Tulislah! emi at yang jiwaku ada di tangan-Nya,
tidak keluar darinya (maksudnya lisan Rasulullah) kecuali yang hak Co (Sunan Abi Dawud Juz , hal.
318, Musnad Ahmad Juz , hal. 162)

Catatan Hadits dari Abdullah bin Amr inilah yang beliau namai dengan al-Shahifah al-Shadiqah. Beliau
sangat menghargai tulisan ini sebagaimana pernyataannya: CoTidak ada yang lebih menyenangkanku
dalam kehidupan ini kecuali al-shadiqah dan al-wahth, adapun al-Shadiqah adalah shahifah yang aku
tulis dari Rasulullah sawC.(Sunan al-Darimi Juz , hal. 127)

Selain al-Shahifah al-Shadiqah, ditemukan beberapa riwayat tentang adanya shahifah-shahifah yang
ditulis oleh sahabat ketika Rasulullah masih hidup antara lain Shahifah Ali bin Abi Thalib, sebagaimana
diriwayatkan oleh Al-Bukhari pada Kitabul lm bab Kitabat al-lm, demikian juga shahifah SaCad bin
Ubaddah. Sekitar Larangan Penulisan al-Hadits Sebagaimana telah disebutkan, adanya kegiatan
penulisan al-Hadits telah berlangsung semenjak Rasulullah saw masih hidup. Bahkan ada riwayat yang
menunjukkan bahwa Abdullah bin Amr menulis al-Hadits atas restu dari Rasulullah sendiri.

Selain itu ada juga riwayat yang menunjukkan bahwa Rasulullah memerintahkan menulis al-Hadits untuk
Abu Sah sebagimana sabdanya: CoBersabda Rasulullah saw, Cotulislah (khutbahku) untuk Abu Syah
Co (Shahih Bukhari Juz 1, hal 31)

Di luar hal ini ada riwayat yang menunjukkan pula bahwa Rasulullah saw melarang penulisan al-Hadits
sebagaimana hadits dari Abu SaCid al Khudri CoDari Abu SaCid Al-Khudri, sesungguhnya
Rasulullah saw bersabda, Coanganlah kalian semua menulis dariku, barang siapa menulis dariku
selain al-Quran maka hendaklah menghapusnyaC (Shahih Muslim Juz , hal 710, Musnad Ahmad Juz
, hal 12 dan 21)

Adanya larangan penulisan al-Hadits ini secara lahir kontradiksi dengan fakta penulisan al-Hadits dan
perintah penulisan al-Hadits. Dalam menyikapi kontradiksi tersebut para ulama berbeda pendapat. Dalam
hal ini setidaknya terdapat tiga pendapat antara lain; (a) Hadits pelarangan telah di-nasakh dengan hadits
perintah, hal ini didasarkan atas fakta bahwa hadits perintah khususnya hadits Abu Syah disampaikan
setelah Fathu al-Makkah, (b) larangan bersifat umum, sedangkan perintah bersifat khusus, yaitu berlaku
bagi para sahabat yang kompeten menulis, hal ini karena kebanyakan sahabat adalah ummi atau kurang
mampu menulis sehingga dikhawatirkan terjadi kesalahan penulisan, (c) pendapat ketiga menyatakan
bahwa larangan bersifat khusus yaitu menulis al-Hadits bersama dengan al-Quran, karena hal ini dapat
menimbulkan kerancuan.

Berkaitan dengan ketiga pendapat tersebut menarik disimak pendapat dua orang pakar Hadits
kontemporer yaitu Dr. Nuruddin tr dan Prof. Dr. Muhammad Musthafa Azami. Menurut Dr. Nurudin tr,
pendapat yang menyatakan bahwa hadits tentang pelarangan telah mansukh dengan hadits perintah
tidak dapat menyelesaikan persoalan. Karena seandainya larangan penulisan al-Hadits telah di-nasakh
dengan hadits perintah niscaya tidak ada lagi sahabat yang enggan menulis al-Hadits sesudah wafat
Rasulullah saw.

Bagi para pencari hadits, hal ini akan menjadi argumen mereka menghadapi para sahabat yang enggan
menulis al-Hadits, sebab para pencari hadits ini sangat besar keinginannya untuk membukukan hadits.
Karena itu, jalan penyelesaiannya adalah bahwa penulisan al-Hadits pada dasarnya tidak dilarang.
Adanya larangan penulisan al-Hadits tidak lain karena adanya illat khusus. Ketika illat itu tidak ada, maka
otomatis pelarangan tidak berlaku. Illat yang dimaksud adalah adanya kekhawatiran berpalingnya umat
dari al-Quran karena merasa cukup dengan apa yang mereka tulis.

Untuk memperkuat argumen ini Nurudin tr mengutip pernyataan Umar bin Al-Khaththab sebagai mana
diriwayatkan oleh Urwah bin Zubair: Kata Umar: CoSesungguhnya saya pernah berkeinginan untuk
menuliskan sunnah-sunnah Rasulullah saw, tetapi aku ingat bahwa kaum sebelum kamu menulis
beberapa kitab lalu mereka menyibukkan diri dengan kitab-kitab itu dan meninggalkan kitab Allah. Demi
Allah saya tidak akan mencampuradukkan kitab Allah dengan sesuatu apapun buat selama-lamanya"

Sedangkan Prof. Muhammad Musthafa Azami berpendapat bahwa larangan penulisan al-Hadits berlaku
untuk penulisan hadits bersama al-Quran dalam satu naskah. Hal ini karena dikhawatirkan akan terjadi
percampuran antara Hadits dengan al-Quran. Ada dua argumen yang disampaikan Azami, pertama
bahwa Nabi mengimlakkan sendiri haditsnya. ni berarti penulisan al-Hadits pada dasarnya tidak dilarang.
Kedua, adanya penulisan al-Hadits yang dilakukan oleh banyak sahabat yang telah direstui oleh
Rasulullah saw. Berdasarkan dua alasan tersebut secara umum penulisan Hadits tidak dilarang, adanya
pelarangan bersifat khusus yaitu menulis Hadits bersama al-Quran.

!74808 K4difika8i aI-Hadit8

Proses kodifikasi hadits atau tadwiin al-Hadits yang dimaksudkan adalah proses pembukuan hadits
secara resmi yang dilakukan atas instruksi Khalifah, dalam hal ini adalah Khalifah Umar bin Abd al-Aziz
(memerintah tahun 99-101 H). Beliau merasakan adanya kebutuhan yang sangat mendesak untuk
memelihara perbendaraan sunnah. Untuk itulah beliau mengeluarkan surat perintah ke seluruh wilayah
kekuasaannya agar setiap orang yang hafal Hadits menuliskan dan membukukannya supaya tidak ada
Hadits yang akan hilang pada masa sesudahnya.

Abu NaCim menuliskan dalam bukunya Tarikh sbahan bahwa Khalifa Umar bin Abd al-Aziz
mengirimkan pesan Coperhatikan hadits Nabi dan KumpulkanC. Al-Bukhari meriwayatkan bahwa
Umar bin Abd al-Aziz mengirim surat kepada Abu Bakar bin Muhammad bin Hazm sebagai berikut:
CoPerhatikanlah apa yang ada pada hadits-hadits Rasulullah saw, dan tulislah, karena aku khawatir
akan terhapusnya ilmu sejalan dengan hilangnya ulama, dan janganlah engkau terima selain hadits Nabi
sawC. (Shahih al-Bukhari, Juz . hal 29)

Khalifah menginstruksikan kepada Abu Bakar bin Muhammad bin Hazm (w. 117 H) untuk mengumpulkan
hadits-hadits yang ada pada CAmrah binti Abd al-Rahman bin SaCd bin Zaharah al- Anshariyah (21-
98 H) dan al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr al-Shiddiq

Pengumpulan al-Hadits khususnya di Madinah ini belum sempat dilakukan secara lengkap oleh Abu
Bakar bin Muhammad bin Hazm dan akhirnya usaha ini diteruskan oleh mam Muhammad bin Muslim bin
Syihab al-Zuhri (w. 124) yang terkenal dengan sebutan bnu Syihab al-Zuhri. Beliaulah sarjana Hadits
yang paling menonjol di jamannya. Atas dasar ini Umar bin Abd al-Aziz pun memerintahkan kepada anak
buahnya untuk menemui beliau. Dari sini jelaslah bahwa Tadwin al-Hadits bukanlah semata-mata taktib
al-Hadits (penulisan al-Hadits).

Tadwin al-Hadits atau kodifikasi al-Hadits merupakan kegiatan pengumpulan al-Hadits dan penulisannya
secara besar-besaran yang disponsori oleh pemerintah (khalifah). Sedangkan kegiatan penulisan al-
Hadits sendiri secara tidak resmi telah berlangsung sejak masa Rasulullah saw masih hidup dan berlanjut
terus hingga masa kodifikasi. Atas dasar ini tuduhan para orientalis dan beberapa penulis muslim
kontemporer bahwa al-Hadits sebagai sumber hukum tidak otentik karena baru ditulis satu abad setelah
Rasulullah wafat adalah tidak tepat. Tuduhan ini menurut M M. Azami lebih disebabkan karena
kurangnya ketelitian dalam melacak sumber-sumber yang berkaitan dengan kegiatan penulisan Hadits.

Bahkan beberapa orientalis seperti gnaz Goldziher dan Joseph Schacht telah sengaja melakukan
kecerobohan dalam hal ini untuk menciptakan keraguan terhadap otentisitas al-Hadits. Tetapi amat
disayangkan banyak penulis kontemporer termasuk dari kalangan Muslim telah menjadikan karya gnaz
Goldziher dan Joseph Schacht sebagai rujukannya. Sungguh aneh karya gnaz Goldziher dan Joseph
Schacht telah ditelan mentah-mentah oleh kelompok liberal slam untuk menghantam karya-karya ulama
terdahulu tentang hadits.

Dalam bukunya CStudies In Early Hadith LiteratureC yang diterjemahkan oleh Ali Musthafa Yaqub
dengan judul CoHadis Nabawi dan Sejarah KodifikasinyaC, M M. Azami telah mengurakian secara
rinci dalam bab tersendiri tentang kegiatan penulisan al-Hadits mulai dari masa Rasulullah saw hingga
pertengahan abad ke dua Hijriyah. Tampak sekali dari penelitian Azami, bahwa telah terjadi transfer
informasi atas riwayat Hadits dari generasi ke generasi mulai dari masa sahabat hingga masa tabiCin
kecil dan tabiCttabiCin tidak saja dalam bentuk lisan tetapi juga dalam bentuk tulisan. Misalnya
saja catatan dari Abdullah bin Amr bin Ash yang terkenal dengan al-Shahifah al Shadiqah telah
ditransferkan kepada muridnya Abu Subrah. Shahifah tersebut juga sampai ke tangan cucunya
SyuCaib bin Muhammad bin Abdullah bin Amr. Dari tangan SyuCaib ini berlanjut ke tangan putra
dari SyuCaib bin Muhammad atau cicit dari Abdullah bin Amr yaitu Amr bin SyuCaib.

Pada masa tadwin ini penulisan hadits belum tersistimatika sebagimana kitab-kitab Hadits yang ada saat
ini tetapi sekadar dihimpun dalam bentuk kitab-kitab jamiC dan mushannaf. Demikian juga belum
terklasifikasikannya Hadits atas dasar shahih dan tidaknya. Barulah pada periode sesudahnya muncul
kitab Hadits yang disusun berdasarkan bab-bab tertentu, juga kitab hadits yang memuat hanya hadits-
hadits shahih saja. Pada periode terakhir ini pengembangan ilmu jarh wa taCdil telah semakin mantap
dengan tampilnya Muhammad bin smaCil al-Bukhari.

K08impuIan

Proses kodifikasi al-Hadits adalah proses pembukuan al-Hadits secara resmi yang dikoordinasi oleh
pemerintah dalam hal ini adalah Khalifah, bukan semata-mata kegiatan penulisan al-Hadits, karena
kegiatan penulisan al-Hadits secara berkesinambungan telah dimulai sejak Rasulullah saw masih.
Berangkat dari realitas ini adanya tuduhan bahwa al-Hadits sebagai sumber yurisprudensi diragukan
otentisitasnya atau tidak otentik merupakan tuduhan yang tidak beralasan karena tidak sesuai dengan
fakta yang sebenarnya. Tentang adanya larangan penulisan Hadits hal ini patut dimaknai larangan
secara khusus yaitu menuliskan al-Hadits bersama al-Quran dalam satu tempat sehingga dikhawatirkan
menimbulkan kerancuan, atau menyibukkan diri dalam penulisan al-Hadits sehingga mengesampingkan
al-Quran.



DAFTAR KE!&STAKAAN

Abu Dawud, al-mam, Sunan Abi Dawud, Maktabah Dahlan, ndonesia, tt

Azami, Muhammad Musthafa., Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya (terjemahan Ali Mustafa Yaqub),
Pustaka Firdaus, Jakarta, 1994

Al-Bukhari, al-mam, Shahih Bukhari, Dar al-Fikr, Bairut, tt

Al-Darimi, Abu Muhammad, Sunan al-Darimi, Dar al-Kitab al-Arabiy, 1987

Departemen Agama R, Al-Quran dan Terjemahnya, Penerbit Al-Hidayah, Surabaya, 1998

bnu Hanbal, al-mam Ahmad, Musnad Ahmad, Dar al-Fikr, Bairut, tt

tr, Nuruddin, Manhaj al-Naqd fi Ulum al-Hadits (tejemahan Endang Sutari dan Mujio), Penerbit PT
Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994

Khaeruman, Badri, Otentisitas Hadis, Studi Kritis atas Kajian Hadis Kontemporer, Penerbit PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2004

Muslim, al-mam, Shahih Muslim, Dar al-Fikr, Bairut, tt.

al-Siba'i, Musthafa, al-Sunnah wa Makanatuha fi al-Tasyri' al-slam (terjemahan Nurcholis Madjid),
Pustaka Firdaus, Jakarta, 1993

al-Tirmidzi, al-mam, Sunan al-Tirmidzi Juz V, Dar al-Fikr, Bairut, tt.














Otentisitas Hadis dalam Pandangan Orientalis: Teori Sistem Isnd, Evolusi
Historisitas Hadis, dan Problem Validitas Hadis
ubllshed !uly 12 2011 lslamlc 1houghL1 CommenL

Pendahuluan

Studi seputar relasi antara Islam dan orientalisme termasuk studi prestisius. Hampir setiap bidang
Islamic studies berkaitan dengan orientalisme, baik itu taIsir, hadis, Iikih, IilsaIat, suIisme
maupun sejarah. Masing-masing bidang studi tidak luput dari sentuhan kajian para orientalis,
bahkan mereka berhasil menghasilkan karya-karya bermutu yang tidak dapat dilakukan oleh
sebagian umat Islam. Lebih dari itu, sebagian sarjana Muslim kadang menggunakan karya-karya
mereka sebagai bahan reIerensi dalam penelitian mereka.
Sebagai bukti, dalam bidang hadis, mereka meracik sebuah kamus besar guna melacak
keberadaan sebuah hadis berdasarkan teks utama dari hadis tersebut dalam enam buku koleksi
hadis kanonik, Sunan al-Da~rimi~, Muwat}t}a` Ma~lik, dan Musnad Ah}mad ibn Hanbal
dengan judul Concordance Et Indices De La Tradition Musulmane (al-Mu`jam al-MuIahras li
AlIz} al-Hadth al-Nabaw) dalam tujuh jilid tebal. Kamus hadis ini adalah karya sekelompok
orientalis yang dipublikasikan oleh A. J. Wensinck dan J. P. Mensing. Selain kamus ini, A. J.
Wensinck meracik kamus hadis yang lebih kecil darinya yang berjudul MiIta~h Kunu~z al-
Sunnah.
Dua karya monumental ini sekaligus bukti bahwa tidak semua karya para orientalis jelek, bahkan
sebaliknya. Memang sebagian karya mereka tidak luput dari motivasi sentimen keagamaan yang
berujung pada kesalahan, baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Hanya saja, dari masa ke
masa kajian sebagian orientalis mengalami pergeseran paradigma dari subyektivisme yang
dipacu oleh sentimen keagamaan menuju obyektivisme yang dimotori oleh keterbukaan dan
kejujuran intelektual.
Dalam makalah ini, Iokus kajian penulis adalah studi hadis yang dilakukan sebagian orientalis
lintas generasi. Idealnya, kajian ini mencakup studi hadis semua orientalis, tetapi karena alasan
tertentu penulis hanya akan menitiberatkan pada studi hadis garapan sebagian orientalis tentang
teori sistem isnd, evolusi historisitas hadis, dan problem validitas hadis.
Secara metodologis, pembatasan kajian pada sebagian orientalis ini masih bisa dipertanyakan,
karena tidak akan menghasilkan pemahaman utuh terhadap sikap dan pandangan mereka
terhadap hadis, terutama tentang tentang teori sistem isnd, evolusi historisitas hadis, dan
problem validitas hadis. Tetapi sependek penelitian penulis, ide-ide sebagian orientalis cukup
merepresentasikan hasil studi hadis orientalis lainnya dan cukup menggemparkan jagad
pemikiran Islam modern-kontemporer. Selain alasan ini, reIerensi signiIikan yang ada hanya
seputar studi hadis mereka sangat terbatas.
Di antara orientalis yang karyanya, sedikit atau banyak, berkaitan dengan studi hadis adalah
Alois Sprenger (1813-1893), Sir William Muir (1819-1905), Ignaz Goldziher (1850-1921),
David Samuel Margoliouth, P. Henri Lammens (1862-1937), Snouck Hurgronje (1857-1936),
Leone Caetani (1869-1926), JoseI Horovitz (1873-1931), Gregor Schoeler, Patrcia Crone, AlIred
Guillaume (1888- ), James Robson (1890- ), Joseph Schacht (1902-1969), G. Weil, R. P. A.
Dozy, Michael A. Cook, Norman Calder, David S. Powers, M. J. Kister, Daniel W. Brown, L. T.
Librande, Nabia Abbot, RaIael Talmon, Brannon Wheeler, Noel J. Coulson, Charles J. Adams,
Herbert Berg, G. Lecomte, R. Sellheim, R. Marston Speight, John Wansbrough, Burton, Hinds,
Hawting, Uri Rubin, J. Fck, H. A. R. Gibb, W. M. Watt, Nabia Abbot, G. H. A. Juynboll, dan
Harald Motzki.
Dengan mencermati ide-ide utama mereka, penulis berkesimpulan bahwa mereka seakan-akan
terlibat dalam jaringan intelektual yang sangat erat; saling mewarisi ide, mengembangkan,
merevisi, bahkan mengkritik dan menolaknya habis-habisan. Sayangnya, sebagian sarjana
Muslim kontemporer terpengaruh oleh ide-ide mereka, seperti Mah}mu~d Abu~ Rayyah
pengarang dua buku kontroversial Ad}wa~` ala~ al-Sunnah al-Muh}ammadiyyah aw DiIa~` an
al-Hadi~th dan Shaykh al-Mud}i~rah: Abu~ Hurayrah, Ah}mad Ami~n pengarang trilogi buku
Fajr al-Isla~m, Duh}a~ al-Isla~m, dan Yawm al-Isla~m, dan Kassim Ahmad pengarang
I`a~dah Taqyi~m al-Hadi~th: al-Awdah ila~ al-Qur`a~n.
Karya para orientalis dan sebagian sarjana Muslim kontemporer tersebut disanggah oleh
sebagian sarjana Muslim seperti Muh}ammad Must}aIa~ al-A`z}ami~~ dalam Dira~sa~t Ii~ al-
Hadi~th al-Nabawi~ wa Ta~ri~kh Tadwi~nih, Fuat M. Sezgin dalam Geschichte der
Arabischen SchriIttummms, Must}aIa~ al-Siba~`i~ dalam al-Sunnah wa Maka~natuha~ Ii~ al-
Tashri~`, Muh}ammad Ajja~j al-Khat}i~b dalam Abu~ Hurayrah: Ra~wiyah al-Isla~m, Abd
al-Rah}ma~n ibn Yah}ya~ al-Mu`alimi~ al-Yama~ni~ dalam al-Anwa~r al-Ka~shiIah li ma~
Ii~ Kita~b Ad}wa~` ala~ al-Sunnah min al-Zalal wa al-Tad}li~l wa al-Muja~zaIah,
Muh}ammad Muh}ammad Abu~ Shuhbah DiIa~` an al-Sunnah wa Radd Shubah al-
Mustashriqi~n wa al-Kutta~b al-Mu`as}iri~n, dan Nu~r al-Di~n Itr dalam Manhaj al-Naqd Ii~
Ulu~m al-Hadi~th.
Pembahasan
A. Teori Sistem Isnd
Terlepas dari perdebatan para sarjana Muslim baik klasik maupun kontemporer tentang
persamaan atau perbedaan antara isna~d dan sanad, posisi isna~d dan sanad sangat urgen dalam
Islam. Urgensinya terletak pada tradisi keilmuan utama Islam, seperti taIsir, hadis, Iikih, teologi,
dan sejarah. Para sarjana Muslim klasik menyajikan materi dalam buku-buku mereka dengan
cara mencantumkan riwayat dan pendapat dengan menisbatkan ke empunya, terutama dalam
bidang hadis.
Berkaitan dengan relasi antara isna~d dan hadis, bila mayoritas sarjana Muslim Sunni sepanjang
sejarah meyakini permulaan sistem isna~d bersamaan dengan proses periwayatan hadis, maka
sebagian orientalis tidak demikian. Mereka masih saja mempersoalkan permulaan dan validitas
sistem isna~d, sebuah sistem periwayatan hadis handal khas Islam, yang menurut Ibn al-
Muba~rak merupakan bagian dari Islam. Bahkan mereka berbeda pendapat secara tajam.
Sebelum membahas perbedaan pendapat para orientalis tentang teori sistem isna~d, hasil
penelitian Muh}ammad Hamzah perlu diungkap terlebih dahulu. Menurutnya, banyak peneliti
berpendapat bahwa isna~d bermula setelah terjadinya 'Iitnah berdasarkan pada perkataan Ibn
Si~ri~n: 'Mereka tidak biasa bertanya tentang isna~d. Ketika terjadi Iitnah mereka berkata,
'Berilah nama orang-orang kalian! Bila Ahli Sunnah, maka hadis mereka diterima dan bila ahli
bid`ah, maka hadis mereka tidak diterima. Hanya saja menentukan sejarah permulaan isna~d
dengan kejadian Iitnah ini menyisakan permasalahan: Iitnah apakah yang dimaksud oleh Ibn
Si~ri~n?
Sebagaimana dinukil oleh Muh}ammad Hamzah, Joseph Schacht (1902-1969), orientalis
Jerman, dalam The Origins oI Muhammadan Jurisprudence berpendapat bahwa Iitnah yang
dimaksud oleh Ibn Si~ri~n adalah Iitnah pembunuhan al-Wali~d ibn Yazi~d ibn Abd al-Malik
ibn Marwa~n (w. 126 H) berdasarkan pada persamaan penggunaan kata 'Iitnah antara
perkataan Ibn Si~ri~n dan apa yang disebutkan al-Tabari~ dalam Ta~ri~kh-nya, bahwa dalam
kejadian-kejadian pada tahun 126 H perkara Bani Marwa~n kacau-balau dan terjadilah Iitnah.
Hipotesis ini menyeretnya untuk menjadikan perkataan Ibn Si~ri~n sebagai bahan karena ia
waIat pada tahun 110 H, yaitu sebelum terjadinya Iitnah.
Berbeda dengan Schacht, James Robson (1890- ) mengajukan interpretasi lain mengenai Iitnah
tersebut. Menurutnya, Iitnah itu adalah Iitnah Abd Alla~h ibn al-Zubayr pada tahun 72 H ketika
ia memproklamasikan dirinya sebagai khaliIah. Orientalis ini mendasarkan pendapatnya pada
perkataan Iitnah yang dilontarkan oleh Ma~lik ibn Anas atas gerakan Ibn al-Zubayr. Berdasarkan
itu, isna~d muncul setengah abad lebih awal dari penentuan Schacht karena ini sesuai dengan
umur Ibn Si~ri~n. Ia juga mengilustrasikan kepada kita kemungkinan menerima keterlibatan dan
pengetahuan Ibn Si~ri~n tentang apa yang terjadi pada saat itu.
Pada gilirannya, sebagaimana akan terlihat dalam pembahasan berikutnya, interpretasi Iitnah
Schacht dan Robson memengaruhi pandangan mereka tentang teori permulaan penggunaan
isna~d, evolusi historitas hadis, dan problem validitas hadis. Bila mereka berdua mendasarkan
teori permulaan isna~d-nya pada penentuan penanggalan Iitnah di kalangan umat Islam, maka
Sprenger, Caetani, dan Horovitz mendasarkan teori kemunculan isna~d pada tulisan-tulisan
Urwah, sosok yang dianggap sebagai penghimpun hadis pertama.
Alois Sprenger (1813-1893), orientalis Jerman generasi pertama yang mula-mula skeptis
terhadap orisinalitas hadis, sependapat dengan Leone Caetani (1869-1926), orientalis Italia.
Dengan nada skeptis, sebagaimana dinukil oleh Muh}ammad Baha~` al-Di~n, Sprenger
mengemukakan argumentasinya bahwa tulisan-tulisan Urwah kepada Abd al-Ma~lik tidak
disertai dengan sanad-sanad. Oleh sebab itu, apa pun yang dinisbatkan kepada Urwah berupa
penggunaan sanad-sanad pasti muncul relatiI lebih akhir.
Sementara itu Caetani, sebagaimana menurut Muh}ammad Must}aIa~ al-A`z}ami, meyakini
bahwa penggunaan isna~d untuk hadis-hadis Nabi belum dikenal pada masa Abd al-Ma~lik (80
H) atau lebih dari enam puluh tahun paska Nabi saw. waIat, karena Urwah (w. 94 H),
penghimpun hadis pertama, tidak menggunakan isna~d dan tidak menyebutkan reIerensi
pembicaraannya selain al-Qur`an sebagaimana tampak dengan jelas dalam penukilan-penukilan
al-Tabari~ darinya. Oleh sebab itu, bisa dikatakan bahwa penggunaan sanad-sanad bagi hadis
dimulai antara Urwah dan Ibn Ish}a~q (151 H), sehingga sebagian besar sanad yang ada dalam
buku-buku sunnah pastilah kreasi para sarjana hadis pada abad kedua hijriah, bahkan begitu juga
pada abad ketiga.
Di pihak berseberangan, JoseI Horovitz (1873-1931), orientalis Jerman, membantah keras
pendapat Sprenger dan Caetani. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pihak yang menaIikan
penggunaan Urwah terhadap isna~d tidaklah mengkaji tulisan-tulisan dan sanad-sanadnya
dengan sempurna. Ia sampai pada kesimpulan bahwa penggunaan isna~d untuk hadis bermula
sejak sepertiga yang ketiga dari abad pertama hijriah. Menurut Muh}ammad Baha~` al-Di~n,
Horovitz menuangkan kritik ini dalam bukunya Alter and Ursprung des Isnad Der Islam VIII
pada tahun 1918. Akram al-Umri~ menyebutkan dua pendapat Horovitz. Pertama, Robson
menarik kesimpulan bahwa Horovitz sependapat dengan Caetani yang berpendapat bahwa sanad
belum ada sebelum tahun 74 H. Kedua, isna~d pada masa sebelum al-Zuhri~ merupakan
kebiasaan, bukan sesuatu yang telah paten.
Jauh berbeda dengan tiga orientalis di atas, Ignaz Goldziher (1850-1921) melangkah lebih
ekstrem. Menurut orientalis Hungaria ini, sebagaimana dinukil oleh Ali Masrur, isna~d adalah
hasil dari perkembangan pemikiran generasi Islam awal. Pendapat ini sama dengan pendapat
Joseph Schacht. Orientalis spesialis hadis-hadis Iikih ini, sebagaimana dikutip oleh Muh}ammad
Baha~` al-Di~n, berpendapat bahwa isna~d diketahui secara luas berawal dari bentuk sederhana
dan mencapai kesempurnaannya pada paruh kedua abad ketiga hijriah. Banyak isna~d yang tidak
mendapatkan perhatian dan kelompok apa pun yang ingin menisbatkan pendapat-pendapatnya
kepada orang-orang terdahulu (al-mutaqaddimu~n), maka mereka memilih Iigur-Iigur itu lalu
meletakkannya ke dalam isna~d.
Masih menurut Schacht, sebagaimana dikutip oleh Ali Masrur, isna~d memiliki kecenderungan
untuk berkembang ke belakang. Isna~d berawal dari bentuk yang sederhana, lalu diperbaiki
sedemikian rupa dengan cara mengaitkan doktrin-doktrin aliran Iikih klasik kepada tokoh yang
lebih awal, seperti sahabat dan akhirnya kepada Nabi. Dengan kata lain, isna~d merupakan
rekayasa sebagai hasil dari pertentangan antara aliran Iikih klasik dan ahli hadis. Pendapat
terakhir Schacht ini dikenal dengan nama projecting back theory.
Pendapat senada diutarakan oleh Noel J. Coulson. Sebagaimana dikutip oleh Muh}ammad
Baha~` al-Di~n, ia berpendapat bahwa demi mengukuhkan madhhab dalam mengikuti apa yang
sudah ditetapkan dari hukum-hukum al-Qur`an, ahli hadis mulai menisbatkan banyak kaidah dan
hukum secara salah kepada Rasulullah saw. Mereka menciptakannya dalam bentuk cerita-cerita
dan inIormasi-inIormasi tentang apa yang dikatakan dan dilakukan Muhammad dalam
kesempatan-kesempatan tertentu. Itu adalah akibat kepercayaan kokoh mereka bahwa Nabi saw.
akan memutuskan secara tegas dengan hukum-hukum yang dinisbatkan kepadanya ketika ia
menghadapi persoalan-persoalan yang terjadi.
Jika dibandingkan dengan pendapat Goldziher, Schacht, dan Coulson, maka pendapat Robson
lebih lunak. Menurut orientalis Inggris ini, sebagaimana dikutip oleh Ali MustaIa Yaqub, pada
pertengahan abad pertama hijriah mungkin sudah ada suatu metode semacam sanad. Sebab pada
pada masa itu sejumlah sahabat sudah waIat, sedangkan orang-orang yang tidak pernah bertemu
dengan Nabi saw. mulai meriwayatkan hadis-hadisnya. Dengan sendirinya mereka akan ditanya
oleh orang-orang yang mendengarnya, dari siapa mereka mendapatkan hadis-hadis itu. Hanya
saja metode sanad secara detail tentulah berkembang sedikit demi sedikit setelah itu.
Setelah itu Robson menarik kesimpulan, sebagaimana dinukil oleh Muh}ammad Must}aIa~ al-
A`z}ami~, dengan berkata sebagai berikut:
Sesungguhnya kita tahu bahwa Ibn Ish}a~q pada paruh kedua dari abad kedua hijriah
memberikan inIormasi-inIormasinya tanpa sanad. Sebagian besar yang tersisa darinya tanpa
sanad utuh dan para pendahulunya pasti lebih sedikit memperhatikan sanad-sanad dibanding
dirinya. Tetapi tidak tepat kita berkata, 'Sesungguhnya isna~d berasal dari masa al-Zuhri~ dan
tidak diketahui pada masa Urwah, sementara sistem isna~d yang mencapai kesempurnaannya
memakan waktu lama dan berkembang dengan lambat. Sebagian orang mungkin bisa menerima
bahwa sebagian sanad bermula sejak dulu sebagaimana yang diklaim orang.
Masih berkaitan dengan posisi Ibn Ish}a~q dalam persoalan permulaan isna~d, W. Montgomery
Watt, orientalis Inggris, berpendapat bahwa sanad bermula dari bentuk tidak sempurna. Ia
berargumentasi dengan apa yang terdapat dalam buku Ibn Ish}a~q pada paruh pertama dari abad
kedua hijriah dan dengan al-Wa~qidi~, seorang juru tulis Ibn Sa`ad yang kira-kira dua puluh
tahun lebih muda darinya, yang berusaha menyebutkan silsilah para periwayat (ruwa~t) dengan
sempurna. Orang yang memaksakan diri menyebutkan silsilah para periwayat dengan sempurna
adalah al-Sha~Ii`i~, orang yang sezaman dengan al-Wa~qidi. Sehingga bila penyebutan sanad
yang sempurna sudah tersebar luas, maka para sarjana hadis terdorong untuk menisbatkan sanad
kepada orang-orang yang sezaman dengan Muh}ammad saw., sehingga ketika mereka
menisbatkan kepada para periwayat, maka penisbatan mereka akan menjadi benar karena mereka
mengetahui dari mana para pendahulu mereka mendapatkan inIormasi-inIormasinya.
Pendapat yang bertolak belakang dengan para orientalis di atas dikemukakan oleh Nabia Abbot.
Sebagaimana dikutip oleh Ali Masrur, ia menyatakan bahwa praktik penulisan hadis sudah
berlangsung 'sejak awal dan 'berkesinambungan. Kata 'sejak awal di sini mengandung arti
bahwa para sahabat Nabi saw. sendiri telah menyimpan catatan-catatan hadis, sementara kata
'berkesinambungan berarti bahwa sebagian besar hadis memang diriwayatkan secara tertulis,
selain tentunya juga dengan lisan, hingga akhirnya hadis-hadis itu dihimpun dalam berbagai
koleksi kanonik.
. Evolusi Historisitas Hadis
Teori sistem isna~d sangat erat kaitannya dengan evolusi historisitas hadis, karena isna~d tidak
bisa dipisahkan dari hadis. Oleh sebab itu, bila seorang peneliti berangkat dari asumsi salah
tentang teori isna~d, maka pada gilirannya ia akan memengaruhi pandangannya tentang evolusi
historisitas hadis; apakah kemunculan isna~d bersamaan dengan kemunculan hadis atau ia
muncul jauh sesudah hadis itu disabdakan oleh Nabi saw. dan apakah hadis-hadis dalam buku-
buku koleksi hadis itu benar-benar berasal dari Nabi saw. atau tidak. Ini juga masuk pada
persoalan otentisitas dan validitas hadis.
Dalam hal ini, pendapat Goldziher dalam Muhamedanische Studien perlu dikemukakan. Sebab,
menurut Muh}ammad Must}aIa~ al-A`z}ami~, buku ini ibarat kitab suci pegangan para peneliti
di dunia orientalisme. Dalam buku ini Goldziher mencatat, sebagaimana dinukil oleh Ali Masrur,
bahwa Ienomena hadis berasal dari zaman Islam yang paling awal. Akan tetapi, karena
kandungan hadis yang terus membengkak pada era selanjutnya dan dalam setiap generasi
Muslim materi hadis berjalan paralel dengan doktrin-doktrin Iikih dan teologi yang seringkali
saling bertentangan, maka dapat disimpulkan bahwa sangat sulit untuk menentukan hadis-hadis
orisinal yang berasal dari Nabi. Sebagian besar materi hadis dalam koleksi kitab hadis
merupakan hasil perkembangan keagamaan, historis, dan sosial Islam selama dua abad pertama,
atau reIleksi dari kecenderungan-kecenderungan yang tampak pada masyarakat Muslim selama
masa-masa tersebut.
Pendapat dengan substansi hampir senada, tetapi dengan rangkaian kata berbeda dicetuskan oleh
Schacht melalui projecting back theory gagasannya. Teori yang juga dikenal dengan nama
backward-projection theory atau naz}ariyyah al-qadhaI al-khalIi~ li al-asad ini termasuk teori
penting dalam kajian hadis orientalis yang sedikit atau banyak memengaruhi pemikiran dua
sarjana Muslim kontemporer, A. A. Fyzee dan Fazlur Rahman. Schacht menegaskan bahwa
hukum Islam belum eksis pada masa al-Sha`bi~ (w. 110 H). Oleh sebab itu, bila ditemukan
hadis-hadis yang berkaitan dengan hukum, maka hadis-hadis itu adalah buatan orang-orang yang
hidup sesudah al-Sha`bi~. Hukum Islam baru dikenal sejak pengangkatan para hakim agama
(qa~d}i~) yang baru dilakukan pada masa Dinasti Umayyah. Keputusan-keputusan yang
diberikan pada qa~d}i~ ini memerlukan legitimasi dari orang-orang yang memiliki otoritas lebih
tinggi. Oleh karena itu, mereka tidak menisbatkan keputusan-keputusan itu kepada dirinya
sendiri, melainkan menyandarkannya kepada tokoh-tokoh sebelumnya demi memperoleh
legitimasi lebih kuat, yang semakin lama semakin jauh ke belakang hingga kepada Nabi
Muhammad saw.
Bila merujuk pada teori ini, maka klaim kesejarahan hadis yang diyakini umat Islam tidak
berguna lagi. Sebab teori ini secara tidak langsung menaIikan kemunculan hadis pada masa
Rasulullah saw., tetapi muncul jauh sesudah beliau waIat di tangan para qa~d}i~ yang dibubuhi
sanad serta diproyeksikan pada generasi-generasi sebelumnya. Dengan kata lain, hadis tidak
otentik berasal dari Nabi, tetapi hanya kreasi orang-orang setelahnya.
Tidak jauh dari pendapat Schacht, salah seorang orientalis yang banyak dipengaruhi oleh tulisan-
tulisan Goldziher dan Schacht dan memusatkan perhatiannya pada kajian hadis selama puluhan
tahun, G. H. A. Juynboll, mengatakan bahwa pada paruh pertama dari abad pertama hijriah hadis
Nabi tidak mendapatkan perlakuan seperti generasi-generasi Muslim belakangan. Ia
berargumentasi dengan inIormasi dari buku-buku koleksi hadis empat khaliIah: Abu~ Bakar,
Umar, Uthma~n, dan Ali~. Khusus khaliIah pertama, jarang sekali ia menemukan dalam
karangan-karangan terdahulu seperti T}abaqa~t karya Ibn Sa`ad hadis-hadis dari lisan khaliIah
ini. Ma~lik tidak meriwayatkannya dalam al-Muwat}t}a`-nya kecuali empat puluh empat hadis.
Satu di antaranya hadis musnad kepada Nabi dengan isna~d tidak terputus. Dalam Musnad al-
Taya~lisi~ ia menemukan sembilan hadis milik Abu~ Bakar. Tujuh di antaranya tentang al-
targhi~b dan al-tarhi~b. Sedangkan Musnad Ah}mad ibn Hanbal ia menemukan sembilan puluh
tujuh dengan pengulangan, sisanya tentang bermacam-macam tema, dan enam hadis yang tidak
berkaitan dengan hukum-hukum haram-halal. Berkaitan dengan Sah}i~h} al-Bukha~ri~, ia
menemukan lima hadis yang diriwayatkan oleh Abu~ Bakar. Juyboll lalu menarik kesimpulan
melalu perbandingan koleksi hadis yang beragam dalam sejarah kodiIikasinya bahwa tidak
mungkin memasukkan Abu~ Bakar dalam daItar para periwayat atau periwayat terbanyak dan
bahwa hadis-hadis tidak berperan penting sepanjang kekhaliIahannya.
Pendapat Juynboll menarik sehingga perlu dieksplorasi lebih jauh. Kalau kita merujuk pada
koleksi hadis tiga khaliIah pertama selain Abu~ Bakar al-Siddi~q (w. 13 H) dalam buku-buku
hadis kanonik, maka kita mendapatkan data serupa yaitu mereka bertiga tidak termasuk para
periwayat hadis dengan koleksi hadis terbanyak seperti Abu~ Hurayrah (w. 59 H), Ad secara
ketat, sebagaimana tersurat dalam perkataan Ibn Si~ri~n di atas. Secara tidak langsung, itu juga
membuktikan bahwa proses transmisi hadis sebelum terjadinya Iitnah berlangsung dengan
longgar dan tidak mendapatkan perhatian ekstra dibanding periode-periode belakangan.
Pendapat Harald Motzki selaras dengan tesis tersebut. Menurutnya, sebagaimana dinukil oleh
Wael Hallaq dalam The Origins and Evolution oI Islamic Law, tampak jelas bahwa hadis tidak
berperan dalam bentuk-bentuk pemikiran Iikih yang berkembang pada awal-awal
kemunculannya. Penggunaan rasio terus berkembang sejak periode pertama hingga pertengahan
abad kedua hijriah/abad kedelapan masehi. Hasil studi statistik salah seorang peneliti
menunjukkan bahwa sepertiga dari riwayat-riwayat al-Zuhri~ berisi penalaran rasio, sementara
sepertiga terakhir hanya mengandung pendapat-pendapat yang dinisbatkan kepada para
pendahulu. Hasil studi statistik itu juga menunjukkan bahwa Qata~dah berpegang pada rasio
sebanyak 62 dalam riwayat-riwayatnya yang sangat menunjukkan bahwa 84 dari bagian
yang tersisa atau 32 dari keseluruhan riwayat berisi penalaran rasio para pendahulu.
Selain pendapat Goldziher, Schacht, Juynboll, dan Motzki tentang persoalan evolusi historisitas
hadis di atas, Muh}ammad Must}aIa~ al-A`z}ami menyebut pendapat sebagian orientalis bahwa
hadis-hadis Nabi ada dengan bentuk sederhana pada akhir abad pertama hijriah dan kemudian
berkembang, sedangkan sebagian lagi berpendapat bahwa ia muncul pada abad kedua hijriah dan
menjadi sempurna pada abad ketiga hijriah. Sayangnya, al-A`z}ami tidak menyebut nama
mereka sehingga tidak bisa dilacak dan dieksplorasi lebih jauh.
. Problem Validitas Hadis
Bila teori sistem isna~d sangat erat kaitannya dengan evolusi historisitas hadis, maka dua hal itu
juga sangat memengaruhi problem validitas hadis. Sebab sistem isna~d adalah sistem untuk
mengukur tingkat akurasi periwayatan hadis, sehingga hadis itu bisa dinilai valid atau tidak.
Dengan kata lain, validitas hadis sangat bergantung pada penilaian terhadap akurasi penerapan
sistem isna~d .
Sementara itu, pengkajian terhadap evolusi historisitas hadis sangat membantu pelacakan
otentisitas dan validitas sebuah hadis. Dengan kata lain, apakah keadaan sebuah hadis bisa
dibuktikan dengan adanya catatan historis atau tidak. Oleh sebab itu, hasil kajian yang salah
terhadap salah satu dari tiga hal tersebut sangat memengaruhi hasil kajian yang lain.
Contoh terbaik untuk tesis tersebut adalah dua argumentasi dari empat argumentasi Goldziher
dalam meragukan kesahihan hadis Nabi saw. Pertama, koleksi hadis belakangan tidak
menyebutkan sumber tertulisnya dan memakai istilah-istilah isna~d yang lebih
mengimplikasikan periwayatan lisan daripada periwayatan tertulis. Kedua, perkembangan hadis
secara massal sebagaimana terdapat dalam koleksi hadis belakangan tidak termuat dalam koleksi
hadis yang lebih awal. Dua argumentasi itu sangat berkaitan dengan tiga aspek sekaligus.
Argumentasi pertama mengandung tiga kemungkinan yang saling berkaitan satu sama lain.
Pertama, aspek isna~d yang menurutnya menggunakan istilah-istilah periwayatan dengan lisan,
bukan periwayatan tertulis. Secara tidak langsung, ia berpendapat bahwa periwayatan tertulis
lebih kuat daripada periwayatan lisan. Kedua, aspek historisitas hadis yang menurutnya koleksi
hadis belakangan tidak menyebutkan sumber tertulisnya. Sumber tertulis merupakan sumber
historis yang cukup memadai untuk dipercaya sebagai salah satu dukomen yang bernilai tinggi.
Ketiga, aspek validitas hadis yang bisa ditangkap secara tersirat bahwa ketika sebuah hadis tidak
memiliki sumber tertulis atau direkam sejarah serta lebih banyak dilakukan secara lisan, maka
validitas hadis itu sangat diragukan.
Argumentasi kedua juga mengandung tiga hal yang saling berkaitan satu sama lain. Pertama,
aspek isna~d yang dapat ditangkap secara tersirat bahwa ada semacam keterputusan dan
pelebaran sanad antara koleksi hadis yang lebih awal dengan koleksi hadis belakangan. Dua hal
itu menyebabkan perbedaan jumlah koleksi hadis yang seharusnya sama antar generasi. Kedua,
aspek historisitas hadis yang dapat ditangkap secara tersirat bahwa sejarah pembukuan hadis
tidak berjalan secara linear, tetapi berjalan membengkak. Ini terbukti dengan adanya perluasan
materi atau koleksi hadis yang semakin hari semakin banyak. Ketiga, aspek validitas hadis yang
dapat ditangkap secara tersirat bahwa pembengkakan jumlah hadis dari generasi ke generasi
menimbulkan asumsi bahwa hadis tersebut bukan berasal dari Nabi saw., tetapi berasal dari
generasi-generasi setelahnya.
Menurut Muh}ammad Abd al-Razza~q Aswad dalam disertasinya Al-Ittija~ha~t al-
Mu`a~s}irah Ii~ Dira~sah al-Sunnah al-Nabawiyyah Ii~ Mis}r wa Bila~d al-Sha~m, Goldziher
termasuk dalam lingkaran orientalis seperti Caetani, Guston White, dan Wensinck yang
berpendapat bahwa para sarjana hadis Muslim hanya mengkritik sanad hadis, tidak mengkritik
matan-nya.
Menurut Goldziher, sebagaimana diringkas oleh Muh}ammad Hamzah, umat Islam hanya
Iokus pada kritik sanad tanpa kritik matan. Itu berasal dari peran dari kesaksian atas kehidupan
religi umat Islam, sehingga tingkat kesahihan hadis ditentukan oleh derajat keadilan para
periwayatnya. Meskipun dengan metode ini umat Islam berhasil mengetahui banyak hal dan
memisahkan banyak hadis yang silsilah isna~d-nya terdiri dari para periwayat mudallis, tetapi itu
tidak cukup guna mendeteksi hadis-hadis palsu. Sebab para pemalsu dan para mudallis berhasil
mengedarkan banyak hal dengan merangkai sanad-sanad imajinatiI untuk hal-hal yang hendak
mereka edarkan. Pada saat yang sama, para mudallis mendasarkan periwayatan hadis-hadis aneh
mereka pada para periwayat terkenal. Silsilah sanad-sanad imajinatiI banyak memengaruhi para
audiens yang cenderung mempercayai apa yang diriwayatkan dari mereka.
Selanjutnya, ia menarik kesimpulan bahwa langkah-langkah yang diterapkan dalam penyelidikan
dan penyaringan isna~d-isna~d kurang memadai dan gagal menyaring hadis-hadis dari
penambahan-penambahan yang tampak dengan jelas, karena kritik hadis dalam pandangan umat
Islam sejak awal lebih didominasi oleh aspek eksternal. Oleh sebab itu, obyek kritiknya hanya
pada aspek eksternal saja. Kesahihan matan lebih terikat pada kritik silsilah isna~d. Jika sanad
hadis lolos dari kaidah-kaidah kritik aspek eksternal, maka matan-nya juga akan sahih meskipun
bertentangan dengan realita atau berisi hal-hal kontradiktiI.
Bila Goldziher hanya meragukan validitas hadis, maka Schacht melangkah lebih jauh lagi
darinya. Orientalis yang mengklaim dirinya sebagai penerus Goldziher ini menyatakan bahwa
tidak ada satu pun hadis yang sahih, terutama hadis-hadis Iikih. Ia melampaui Goldziher dengan
mengganti sikap skeptisnya menjadi sikap penuh keyakinan dalam menolak kesahihan hadis.
Dalam meragukan dan menolak validitas hadis, sebagai sarjana dengan reputasi baik tentu saja
mereka menggunakan perangkat keilmuan dengan usaha bertahun-tahun sehingga sampai pada
kesimpulan tersebut. Sebagai orientalis kenamaan, Goldziher meneliti beragam disiplin keilmuan
Islam, termasuk hadis. Begitu juga Schacht melalui kajian mendalam terhadap al-Muwat}t}a`
karya Ma~lik ibn Anas dan al-Risa~lah karya Muh}ammad ibn Idri~s al-Sha~Ii`i~. Usaha
mereka berdua kemudian dilanjutkan oleh orientalis-orientalis lain, seperti G. H. A. Juynboll dan
Harald Motzki, baik itu berupa kritik, pengembangan dari penemuan sebelumnya, bahkan
penemuan-penemuan baru.
Juynboll, misalnya, berusaha sunguh-sungguh mengembangkan teori common link gagasan
Schacht dalam meneliti otentisitas dan validitas hadis. Menurut Ali Masrur, ia menggunakannya
untuk menyelidiki asal-usul dan sejarah awal periwayatan hadis selama dua puluh tahun terakhir
ini. Teori ini berpijak pada asumsi dasar bahwa semakin banyak jalur periwayatan yang bertemu
pada seorang periwayat, baik yang menuju kepadanya atau yang meninggalkannya, semakin
besar pula seorang periwayat dan jalur periwayatannya memiliki klaim kesejarahan.
Ia menawarkan teori ini sebagai ganti dari metode kritik hadis konvensional. Jika metode kritik
hadis konvensional berpijak pada kualitas periwayat, maka metode common link tidak hanya
menekankan kualitas periwayat saja, tetapi juga kuwantitasnya. Menurutnya, kritik hadis
konvensional memiliki beberapa kelemahan yang cukup mendasar dan tidak mampu
memberikan kepastian mengenai sejarah periwayatan hadis.
Sementara itu, menurut Ali Masrur, dalam upayanya memperbaiki metode analisis isna~d
Juyboll, Motzki mengajukan suatu metode yang disebut dengan metode analasis isna~d-cum-
matn. Metode ini bertujuan untuk menelusuri sejarah periwayatan hadis dengan cara
membandingkan varian-varian yang terdapat dalam berbagai kompilasi yang berbeda-beda.
Tentu saja metode ini tidak hanya menggunakan isna~d, tetapi juga matan hadis. Dalam
mengamati varian-varian hadis yang dilengkapi dengan isna~d, metode ini berangkat dari asumsi
dasar bahwa sebagian berbagai varian dari sebuah hadis, setidak-tidaknya sebagiannya,
merupakan akibat dari proses periwayatan dan juga bahwa isna~d dari varian-varian itu,
sekurang-kurangnya sebagiannya, mereIleksikan jalur-jalur periwayatan yang sebenarnya.
Data-data di atas menunjukkan adanya jaringan intelektual yang kuat antara Goldziher, Schacht,
Juynboll, dan Harald Motzki, terutama pengaruh pemikiran-pemikiran hadis Goldziher terhadap
Schacht dan Joynboll. Ini terbukti salah satunya dengan keterkaitan ide dan kajian mereka di
samping pengakuan mereka sendiri. Bahkan menurut Fuat Sezgin, sebagaimana dinukil oleh
Nu~r al-Di~n Itr, para peneliti menganggap pencapaian-pencapaian Goldziher dalam hal ini
secara umum bersiIat pasti. Oleh karena itu, dalam proses penelitian terhadap perkara-perkara
utama dan rincian-rinciannya mereka mencukupkan diri pada pencapaian-pencapaian Goldziher.
Lebih dari itu, dalam mengkaji seluk-beluk hadis, para orientalis memiliki istilah-istilah teknis
tertentu yang sama atau berbeda sama sekali dengan istilah-istilah teknis kreasi para sarjana
Muslim, seperti kritik internal, kritik eksternal, common link, common link cum partial common
link, real common link, seeming (artiIicial) common link, inverted common link, inverted partial
common link, partial common link, diving strand, single strand, argument e silentio, Iabricator,
source critical method, spider, geometric progression, isna~d-cum-matn, dan terminus ante
quem. ||
Penutup
Sekelumit Iakta dalam pembahasan makalah ini membuktikan bahwa pandangan para orientalis
tentang hadis bermacam-macam, termasuk pandangan mereka mengenai teori sistem isna~d,
evolusi historisitas hadis, dan problem validitas hadis. Oleh karena itu, menggeneralisasi mereka
dalam satu kategori saja tidak dapat dibenarkan. Lebih dari itu, sebagian orang menganggap
negatiI seluruh usaha mereka. Padahal Iaktanya tidak demikian. Justeru sebagian usaha mereka
sangat berarti bagi kemajuan kajian Islam.
Salah satu nilai positiI kajian keislaman mereka terutama hadis adalah bisa memacu gairah
kajian umat Islam sendiri terhadap agama warisan intelektual para pendahulu mereka. Tidak bisa
dibayangkan bila kajian keislaman tidak mendapatkan sentuhan dari para orientalis akan sepesat
seperti sekarang. Sebagai bentuk kajian ilmiah dengan beragam kepentingan, baik sentimen
keagamaan, ekonomi, politik maupun murni pengembangan kajian ketimuran, usaha mereka
tetap harus tidak dipandang sebelah mata. Sebab nilai positiI tidak selalu atau harus berasal dari
umat Islam, sedangkan nilai negatiI dari non-Muslim.
Menyadari hal itu, usaha mereka tetap harus diterima dengan kepala dingin seraya menyelidiki,
mengkritik, bahkan dikembang sedemikian rupa agar spirit mengkaji Islam terutama hadis tetap
menyala di tengah-tengah umat Islam. Bila itu dilakukan, setidaknya mereka akan menyadari
bahwa Islam serta kekayaan warisan intelektual para sarjana Muslim merupakan dua hal yang
sangat berarti, sehingga mereka sebagai para pewaris sah tidak rela bila yang berhasil
mengembangkan apalagi yang menghancurkannya adalah orang lain di luar komunitas mereka.
Dalam makalah ini, penulis membuktikan bahwa mereka mengkaji hadis dengan serius, bahkan
rela menghabiskan puluhan tahun dari sisa hidupnya sehingga menghasilkan beberapa karya dan
penemuan yang tidak bisa dilakukan oleh umat Islam. Sebagai peneliti outsiders, tentu saja
metode dan hasil kajian mereka tidak harus sama dengan metode dan hasil kajian umat Islam.
Oleh sebab itu, kelebihan dan kekurangan tetap menghiasi metode dan hasil kajian mereka,
sebagaimana juga berlaku terhadap metode dan hasil kajian umat Islam sebagai peneliti insiders.
||
Daftar Pustaka
Aswad, Muh}ammad Abd al-Razza~q. Al-Ittija~ha~t al-Mu`a~s}irah Ii~ Dira~sah al-Sunnah
al-Nabawiyyah Ii~ Mis}r wa Bila~d al-Sha~m. Damaskus: Da~r al-Kalim al-Tayyib, 2008.
Al-A`z}ami~, Muh}ammad Must}aIa~. Dira~sa~t Ii~ al-Hadi~th al-Nabawi~ wa Ta~ri~kh
Tadwi~nih. Beirut: al-Maktab al-Isla~mi~, 1992.
Baha~` al-Di~n, Muh}ammad. Al-Mustashriqu~n wa al-Hadi~th al-Nabawi~. Kuala Lumpur:
Fajar Ulung SDN. BHD., 1999.
Hallaq, Wael. Nash`ah al-Fiqh al-Isla~mi~ wa Tat}awwuruh. Beirut: Da~r al-Mada~r Isla~mi~,
2007.
Hamzah, Muh}ammad. Al-Hadi~th al-Nabawi~ wa Maka~natuha~ Ii~ al-Fikr al-Isla~mi~ al-
Hadi~th. Beirut: al-Markaz al-Thaqa~Ii~ al-Arabi~, 2005.
Itr, Nu~r al-Di~n. Manhaj al-Naqd Ii~ Ulu~m al-Hadi~th. Damaskus: Da~r al-Fikr, 2008.
Masrur, Ali. Teori Common link G. H. A. Juynboll: Melacak Akar Kesejarahan Hadits Nabi.
Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2007.
Yaqub, Ali MustaIa. Kritik Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008.

















MEMBELA HADITS, MENEPIS URIENTALIS {Membantab Spekulasi dan
Tuduban Kalangan Urientalis Terbadap Utentisitas Hadits]
10022009
Oleh: Kusnady Ar-Razi
alah saLu gugaLan yang dllonLarkan oleh kalangan orlenLalls keLlka menggugaL oLenLlslLas hadlLs
adalah pernyaLaan LenLang keLladaan daLa hlsLorls dan bukLl LercaLaL (Jocomeototy evlJeoce% yang
dapaL memasLlkan oLenLlslLas hadlLs Pal lnl (menuruL mereka% dlsebabkan Lldak adanya klLabklLab aLau
caLaLancaLaLan hadlLs darl para sahabaL 8A uan menuruL mereka hadlLshadlLs yang ada baru dlcaLaL
pada abad kedua dan keLlga hl[rlah ecara lmpllslL mereka hendak mengaLakan bahwa hadlLs yang ada
sekarang Lldak asll darl Muhammad aw dan Lldak leblh hanyalah karangan para ulama dan generasl
seLelah 8asul aw dan para ahabaL 8A 8enarkah demlklan?
CrlenLallsme adalah Lradlsl ka[lan kelslaman yang berkembang dl 8araL
1
uryamsuddln Arlf
mengaLakan
2
gugaLan orlenLalls Lerhadap hadlLs bermula pada perLengahan abad ke19 M LaLkala
hamplr seluruh baglan uunla lslam Lelah masuk dalam cengkraman kolonlallsme bangsabangsa Lropa
Adalah Alols prenger yang perLama kall mempersoalkan sLaLus hadlLs dalam lslam ualam
pendahuluan bukunya mengenal rlwayaL hldup dan a[aran nabl Muhammad AW mlslonarls asal
!erman yang pernah Llnggal lama dl lndla lnl mengklalm bahwa hadlLs merupakan kumpulan anekdoL
(cerlLacerlLa bohong Lapl menarlk%"
ecara umum ka[lan yang dllakukan oleh kalangan orlenLalls memang memlllkl kecenderungan
dan moLlf yang berbeda Ada yang bernlaL mencarl" kebenaran dan Lldak sedlklL [uga yang mencarl
kelemahan lslam !lka sebaglan orlenLalls yang sungguhsungguh mencarl kebenaran darl lslam
melakukan ka[lan dengan llmlah dan obyekLlf maka sebaglan lagl yang mencarl kelemahan lslam [usLru
ka[lan mereka sama sekall Lldak obyekLlf (subyekLlf% dan penuh rasa curlga Maka hasll ka[lan LersebuL
pun dlgunakan unLuk menyerang lslam salah saLunya dengan menggugaL oLenLlslLas hadlLs dengan
mengaLakan bahwa hadlLs adalah rekayasa para ulama abad kedua hl[rlah
1uduhan semacam lnl muncul darl beberapa Lokoh orlenLalls salah saLunya adalah !oseph
caLhc dalam bukunya 1be Otlqlos of MobommoJoo IotlsptoJeoce ka[lannya dlawall dengan menellLl
proses kemunculan Pukum lslam ula berpendapaL bahwa Pukum lslam baru berwu[ud pada masa
seLelah alya'bl (w 110 P% hal lnl berarLl hadlLshadlLs yang berkenaan dengan hukum lslam adalah
buaLan orangorang seLelah alya'bl karena la beranggapan bahwa hukum lslam baru dlkenal pada
masa pengangkaLan para poJl Maka keslmpulan yang dldapaL darl hasll ka[lannya LersebuL bahwa
kepuLusankepuLusan yang dlambll para poJl lLu memerlukan leglLlmasl darl orang yang memlllkl
oLorlLas leblh Llnggl sehlngga mereka menlsbahkannya kepada orangorang sebelum mereka sampal
pada LoLohLokoh generasl Labl'ln para ahabaL dan berakhlr pada nabl Muhammad aw lnllah
rekonsLruksl sanad menuruL chaLc
3

Pasll ka[lan cahLc LersebuL sebenarnya Lelah dlbanLah oleh Muhammad MusLhafa Azaml
seorang ulama darl lndla MM Azaml Lelah mengkrlLlk kesalahan dan kecerobohan yang dllakukan oleh
caLhc MenuruLnya meLode yang dlpakal oleh caLhc dengan menellLl sanad hadlLs darl klLabklLab flqh
[elas kellru eharusnya caLhc meru[uknya darl sumber uLama yalLu klLabklLab hadlLs sehlngga Lldak
akan menghasllkan keslmpulan yang kellru MenuruL penellLlan yang dllakukan oleh MM Azaml
sebenarnya pemakalan sanad [auh[auh harl Lelah dllakukan oleh masyarakaL Arab secara umum
ArLlnya Lradlsl LersebuL Lelah ada dan dllakukan oleh para ahabaL unLuk merlwayaLkan hadlLs
4

1ampaknya hasll ka[lan caLhc mulal menun[ukkan kelemahannya dengan banyaknya banLahan
darl pakar lslam Adalah ur ugl uharLo dengan anallsanya Lelah menguaLkan banLahan MM Azaml
Lerhadap caLhc 8ellau mengaLakan bahwa Lradlsl perlwayaLan hadlLs dengan lsnad Lelah dlmulal se[ak
para ahabaL menerlma hadlLs darl 8asul aw alah saLu conLoh yang dlkemukakan oleh ur ugl uharLo
adalah hadlLs yang dlrlwayaLkan oleh Abu uawud dalam unannya bahwa 8asul aw Lelah bersabda
eoJoklob otooq yooq moJo membetl solom kepoJo yooq too yooq betjoloo kepoJo yooq JoJok Joo
yooq seJlklt kepoJo yooq booyok" PadlLs lnl dlrlwayaLkan oleh Abu uawud darl Ahmad lbn Panbal darl
'Abd al8azzaq darl Ma'mar darl Pammam lbn Munabblh darl Abu Purayrah ra
3

ualam rangkalan sanad LersebuL yang menarlk adalah bahwa semua rawl LersebuL adalah ahll
hadlLs dan memlllkl klLabklLab hadlLs ebagalmana dlkeLahul bahwa Abu uawud (w 273 P/888 M%
adalah murld darl lmam Ahmad (w 241 P/833 M% dan merlwayaLkan hadlLs darlnya PadlLs dlaLas
LerdapaL dalam unan Abu uawud dalam klLab olAJob baglan 8ob Moo Awlo bl ol5olom Pal demlklan
sudah LenLu Abu uawud selama bela[ar kepada lmam Ahmad sempaL menylmak Musnad mlllk lmam
Ahmad 1ernyaLa keLlka membuka Musnad lmam Ahmad hadlLs LersebuL dlLemukan dl sana Pal
LersebuL dapaL klLa slmpulkan bahwa Musnad lmam Ahmad LuruL berperan men[adl ru[ukan lmam Abu
uawud
6

ur ugl uharLo melan[uLkan anallsanya sampal ranLal lsooJ berlkuLnya MenuruL bellau hal yang
sama [uga Ler[adl pada lmam Ahmad yang berguru pada Abd al8azzaq (w 211 P/826 M% karena lLu
dalam kltob olMosooJ akan klLa Lemukan rlwayaL yang mengandung lsnad dengan lafadz boJJotsooo
'Abd al8azzaq" yang berarLl Abd al8azzaq mengaLakan kepada kaml" ualam kltob olMosoooof mlllk
'Abd al8azzaq [llld 10 halaman 388 nomor hadlLs 19443 akan dlLemukan hadlLs solom dl aLas persls
seperLl yang dlrlwayaLkan oleh lmam Ahmad dalam MosooJnya 1ldak hanya sampal dlslnl hadlLs
LersebuL pun dldapaLkan oleh 'Abd al8azzaq darl Ma'mar lbn 8asyld (w 133 P/770 M% dalam kltob ol
Ioml Ma'mar adalah guru darl 'Abd al8azzaq dan sebaglan hadlLs darl kltob olIoml dlrlwayaLkan oleh
murldnya LersebuL PadlLs solom" LersebuL LernyaLa [uga LerdapaL dalam kltob olIoml !lka dlLelusurl
lagl LernyaLa kltob olIoml banyak berlsl hadlLs yang dlrlwayaLkan oleh Pammam lbn Munabblh (w 131
P/748 M% dalam 5oblfob mlllknya Ma'mar berguru kepada Pammam dan lsl 5oblfob LersebuL sempaL
dlbacakan kepada Ma'mar uan yang menge[uLkan bahwa hadlLs dl aLas Ladl seraLus persen sama dalam
5oblfob LersebuL dengan yang dlrlwayaLkan oleh Ma'mar dalam kltob olIoml kemudlan berlan[uL
kepada Pammam sendlrl bahwa bellau adalah murld darl Abu Purayrah ra (w 39 P/678 M% uan
LernyaLa 5oblfob LersebuL merupakan koleksl hadlLs Pammam yang la Lerlma darl Abu Purayrah ra
7

enulusuran hadlLs melalul ranLal lsnad dl aLas memasLlkan bahwa caLaLan hadlLs darl Abu
Purayrah ra secara Lldak langsung Lelah dlserap oleh Abu uawud dalam 5oooonya melalul [alur dl aLas
ehlngga pendapaL caLhc mengenal rekayasa hadlLs dllakukan oleh ulama abad kedua dan awal keLlga
hl[rlah dengan sendlrlnya LerbanLahkan
enu||san nad|ts d| Masa Sahabat kA

enerasl sahabaL merupakan generasl Lerbalk darl umaL lnl Mereka Lelah dlpu[l oleh Allah dan
8asulnya balk dalam AlCuran maupun Asunnah Mereka adalah generasl yang pallng balk
pemahamannya Lerhadap keduanya (AlCuran maupun Asunnah% MengeLahul dlmana kapan dan
mengenal apa ayaL AlCuran dlLurunkan Apalagl 8asul aw berada dl LengahLengah mereka yang seLlap
saaL men[adl ru[ukan seLlap perkara dan mendengar serLa memperhaLlkan segala sesuaLu yang berasal
darl 8ellau aw 1ak Lerkecuall [uga hadlLs yang merupakan pool (perkaLaan% ofol (perbuaLan% serLa
toptlt (perseLu[uan% 8asul aw Maka segera para ahabaL menghafalkan dan memellharanya dl dalam
dada mereka LaLkala 8asul aw menyampalkannya kepada mereka
Walaupun para sahabaL menerlma hadlLs darl 8asul aw dengan [alan menghafal bukan berarLl
hadlLs yang dlLerlma LersebuL Lldak dlLulls oleh mereka 8anyak rlwayaL yang sampal kepada klLa bahwa
dl anLara beberapa sahabaL ada yang memlllkl caLaLancaLaLan hadlLs alah saLunya adalah Abdullah lbn
'Amr yang memlllkl Al5boblfob ol5boJlpob 5boblfob lnl akhlrnya berplndah Langan kepada cucunya
yalLu 'Amr lbn yu'alb lmam Ahmad merlwayaLkan sebaglan besar lsl sboblfob lnl dalam MosooJnya
8

ualam 5oooo Abl uowoJ Joo olMosooJ
9
darl Abdullah lbn 'Amr bellau berkaLa aya Lelah
menulls segala apa yang aku dengar darl 8asulullah aw unLuk aku hapalkan" Maka orangorang
Curalsy melarangku dengan berkaLa apakah kamu menulls segala sesuaLu sedangkan 8asulullah aw
lLu adalah manusla yang kadangkadang dalam keadaan ramah" Maka aku pun menghenLlkan penullsan
lLu dan mengadukannya kepada 8asulullah aw sambll menun[uk muluLnya bellau berkaLa 1ollslob!
ueml uzot yooq jlwoko oJo Jl tooqooNyo tlJok keloot Jotloyo kecooll yooq bok
8lwayaL dl aLas dan rlwayaL lalnnya yang se[enls memberlkan bukLl bahwa penullsan hadlLs Lelah
dllakukan oleh para sahabaL dl saaL 8asulullah aw maslh berada dl LengahLengah mereka kendaLl
demlklan ada se[umlah hadlLs yang secara lahlrlah berLenLangan dengan hadlLs dl aLas ualam rlwayaL
Musllm dan Ahmad darl Abu a'ld Alkhudrl bahwa 8asulullah aw bersabda Iooqoolob komo tolls
sesooto Jotlko selolo AlOotoo 8otooq slopo telob meoolls sesooto Jotlko selolo AlOotoo beoJoklob lo
meoqboposoyo
PadlLs LersebuL dl aLas Lelah dl[adlkan dalll oleh se[umlah kalangan LeruLama orlenLalls sebagal
alaL [usLlflkasl unLuk mendukung pendapaL mereka bahwa hadlLs Lldak dlLulls oleh para sahabaL
dlsebabkan adanya larangan LersebuL 1erhadap konLradlksl lnl para ulama Lelah memberlkan
pandangannya namun para ulama memberlkan pendapaL yang berbeda dalam hal lnl muncul dua
pendapaL yang berbeda endapaL perLama kasus lnl merupakan moosokb olsoooob bl olsoooob ?aknl
semula 8asulullah aw semula melarang penullsan hadlLs namun kemudlan karena sunnah semakln
banyak dan dlkhawaLlrkan akan hllang maka bellau memerlnLahkan unLuk menullskannya endapaL lnl
dlkemukakan oleh lbnu CuLalbah (w 276 P%
10
endapaL yang sama [uga dlkemukakan oleh AlkhaLLhabl
dalam klLabnya Moollm ol5oooo
11
yang mengaLakan bahwa kemungklnan besar larangan penullsan lLu
daLang leblh dahulu kemudlan daLang pembolehannya
endapaL kedua bahwa kasus pelarangan LersebuL dlsebabkan adanya kekhawaLlran
percampuradukkan anLara AlCuran dan hadlLs !adl ada semacam lllot munculnya pelarangan LersebuL
yalLu kekhawaLlran aLau keLakuLan akan Lercampurnya klLab Allah dengan unnah endapaL lnl
dlkemukakan oleh ur nuruddln 'lLr seorang ulama hadlLs dan ahll Lafslr darl unlverslLas uamaskus
endapaL lnl dlsandarkan pada rlwayaL darl 'urwah lbn Zubalr bahwa umar lbn alkhaLLhab berkelnglnan
unLuk menullskan hadlLs dan seLelah dlsampalkan kelnglnan LersebuL kepada para sahabaL maka
sahabaL pun menyeLu[ulnya namun seLelah bellau berslLlkharah bellau mengaLakan esungguhnya
saya pernah berkelnglnan unLuk menullskan sunnahsunnah 8asulullah aw Akan LeLapl aku lngaL
bahwa kaum sebelum kamu menulls beberapa klLab lalu mereka asylk menylbukkan dlrl dengan klLab
klLab lLu dan menlnggalkan klLab Allah ueml Allah saya Lldak akan mencampuradukkan klLab Allah
dengan sesuaLu apa pun buaL selamalamanya"
ernyaLaan 'umar LersebuL secara Legas men[elaskan kepada para sahabaL bahwa slkap LersebuL
dllaLarbelakangl oleh adanya lllot yalLu kekhawaLlran Lercampurnya AlCuran dan hadlLs AlkhaLhlb
dalam klLab 1opylJ olllm
12
mengaLakan hasll penellLlan menun[ukkan bahwa keengganan penullsan
hadlLs pada masa awal Llada laln agar Lldak Ler[adl keserupaan AlCuran dengan yang lalnnya aLau agar
AlCuran dengan yang lalnnya aLau agar AlCuran Lldak dlLlnggalkan karena menekunl selalnnya" Cleh
karena lLu penullsan aLau kodlflkasl hadlLs sudah dllakukan secara lndlvldu oleh para sahabaL
ebagalmana yang dllakukan oleh Abdullah lbn 'Amr yang Lelah dlberlkan lzln oleh 8asulullah aw sebab
bellau Lldak khawaLlr Lerhadap Abdullah lbn 'Amr akan mencampurnya dengan AlCuran dlLambah la
adalah sahabaL yang Lekun dan cakap dalam membuaL caLaLan sehlngga bellau Lldak melarangnya
ahabaL lalnnya yang melakukan penullsan hadlLs adalah Abu Purayrah uan sebaglan
besar lembaran yang berlsl hadlLs LersebuL dlrlwayaLkan oleh Pammam lbn Munabblh
Lembaran lnl memlllkl nllal se[arah sekallgus memenLahkan Luduhan mereka yang meragukan
kodlflkasl hadlLs sebelum abad kedua Pl[rlah sebab Pammam salah seorang ulama kalangan
Labl'ln ber[umpa dengan Abu Puralrah 1ldak dlragukan lagl la menulls langsung darl Abu
Puralrah dl masa hldupnya karena Abu Puralrah wafaL pada Lahun 39 P ArLlnya pencaLaLan
dllakukan sebelum Lahun lnl aLau perLengahan abad perLama Lembaran lnl berhasll sampal
pada klLa secara uLuh persls seperLl rlwayaL dan caLaLan Pammam darl Abu Puralrah
Lembaran lnl perLama kall dlLemukan dan dlLahqlq oleh ur Muhammad Pumaldlllah
elan[uLnya Lahqlq kedua dllakukan oleh ur 8lf'aL lauzl dengan menambahkan beberapa
keLerangan penLlng Lembaran lnl memuaL 138 hadlLs LepaL seperLl keLerangan lbnu Pa[ar
bahwa Pammam mendengar seklLar 140 hadlLs darl Abu Puralrah dengan saLu sanad
13

hat|mah
usaha kalangan orlenLalls yang menyerang agama lnl akan Lerus menemul kebunLuan Pal lnl
karena para ulama dan fuqoha serLa orangorang yang lkhlas Lldak akan pernah berhenLl menylngkap
kebohongankebohongan mereka dengan menampakkan kebenaran lslam erLa mengemballkan dan
meluruskan kemball pemahaman kaum musllmln menylngklrkan racun pemlklran (sekulerlsme
llberallsme plurallsme serLa seluruh derlvaslnya% hlngga umaL lnl blsa membedakan anLara yang baLhll
dan yang haq
Walhasll Lldak ada [alan laln unLuk menyelamaLkan agama lnl selaln mengemballkan pemlklran
kaum musllmln berdasarkan klLabullah dan unnah 8asulnya dan memahaml keduanya sebagalmana
pemahaman para ahabaL 8A dan orangorang yang menglkuLl mereka dengan balk
8eferensl
1
nurul Puda Maarlf MobommoJ Mostofo Azoml Meoepls Otleotolls Membelo oJlts Ma[alah lLAMlA 1hn 1
no3/epLember november 2004 Pal 103
2
ur yamsuddln Arlf Coqotoo 1etboJop oJlts hLLp//ahlulhadlswordpresscom/2008/03/31/gugaLan
Lerhadaphadls/
J
lblJ hal 107
4
lblJ hal 108
3
ur ugl uharLo letoooo 1ollsoo uolom letlwoyotoo oJlts Ma[alah lLAMlA 1hn 1 no2/!unl AgusLus 2004
Pal 74
6
lbld hal 73
7
lbld hal 73 77 ur ugl uharLo mengaLakan berdasarkan penellLlan Muhammad Pamldullah 5oblfob
Pammam lbn Munabblh berlsl 138 poLong hadlLs 8asulullah aw 1ermasuk hadlLs solom LersebuL LerdapaL
dalam 5oblfoh LersebuL nomor 49 MenuruL penellLlan ur ugl uharLo LersebuL 70 hadlLs darl 5oblfob LerdapaL
dalam kltob olMosoooof uan darl 70 hadlLs lnl sebanyak 34 hadlLs LerdapaL dalam kltob olIoml Melalul 'Abd al
8azzaq perlwayaLan 5oblfob Pammam dlsampalkan dan dlLeruskan kepada lmam Ahmad yang Lelah memasukkan
hamplr keseluruhan kandungan 5oblfob Pammam dalam MosooJnya
8
ur nuruddln 'lLr ulom AloJlts (Ler[ urs Mu[lyo% uar alllkr uamaskus Pal 30 elaln 5boblfob Abdullah lbn
'Amr lbn 'Ash ada 5boblfob All blo Abl 1bollb Al8okbotl merlwayaLkan klsah 5boblfob lnl darl rlwayaL Abu !uhalfah
kaLanya Aku berLanya (kepada All% Apakah kamu mempunyal klLab?" la men[awab 1ldak kecuall klLab Allah
llmu yang kudapaLl darl seorang musllm dan apa yang LerdapaL dalam shahlfah lnl" Aku 8erLanya Apa yang
LerdapaL dalam shahlfah lLu?" la men[awab Aql (keLenLuankeLenLuan dlaL% LenLang pembebasan Lawanan
perang dan bahwa seorang Musllm Lldak dapaL dl[aLuhl hukuman maLl karena membunuh seorang kaflr"
9
lbld hal 23 uarl Abo uowoJ 3 218 MosooJ lmom AbmoJ 2 203
10
lbld hal 26 lbnu CuLalbah [uga mengemukakan pendapaL kedua bahwa kebolehan menulls sunnah lLu
dlkhususkan bagl beberapa orang sahabaL seperLl Abdullah bln 'Amr karena la dapaL membaca klLabklLa
Lerdahulu dan dapaL menulls dengan bahasa lryanl dan Arab edangkan sahabaL yang laln adalah orangorang
yang umml Lldak dapaL membaca dan menulls kecuall saLu dua orang yang blla menulls belum dapaL
dlperLanggung[awabkan karena Lldak sesual dengan kaldah penullsan huruf hl[alyah Cleh karena lLu keLlka bellau
mengkhawaLlrkan adanya kesalahan penullsan maka bellau melarangnya maka keLlka bellau yakln bahwa
kekhawaLlran lLu Lldak Ler[adl pada Abdullah bln 'Amr maka bellau menglzlnkannya
11
lbld hal 26
12
lbld hal 27
13
hLLp//ahlulhadlswordpresscom/2008/03/31/gugaLanLerhadaphadlsLs ulkuLlp darl lbnu Pa[ar dalam AL
1ahzlb hlm 67

Anda mungkin juga menyukai