Anda di halaman 1dari 16

TUGAS INDIVIDU

PEMICU 4
BLOK 16
SISTEM RUJUKAN

Disusun Oleh :
Clara Natasya Manurung
200600088 (B)
Kelompok 9

Penyusun :
Nevi Yanti, drg., M.Kes,Sp.KG(K)
Dewi Kartika, drg.,MDSc
Nurdiana, drg.,Sp.PM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Fraktur gigi anterior pada sebagian besar disebabkan karena trauma atau kecelakaan, dapat
terjadi baik pada anak maupun dewasa muda. Bila mahkota mengalami fraktur kemungkinan
pulpa dapat sembuh (reversibel) atau hidup terus tetapi disertai peradangan (ireversibel),
dapat segera mati atau dapat mengalami degenerasi progresif. Gigi yang paling sering terkena
trauma adalah insisivus sentralis rahang atas (RA).

Secara historis, ada berbagai sistem klasifikasi diagnostik yang dianjurkan untuk menentukan
penyakit endodontik. Tujuan utama menegakkan diagnosis pulpa dan periapikal yang tepat
adalah untuk menentukan perawatan klinis apa yang diperlukan. Misalnya, jika penilaian
yang salah dibuat, maka manajemen yang tidak tepat dapat terjadi. Ini dapat mencakup
melakukan perawatan endodontik ketika tidak diperlukan atau tidak memberikan perawatan
atau beberapa terapi lain ketika perawatan saluran akar benar-benar diindikasikan.

1.2 DESKRIPSI TOPIK

Seorang wanita berusia 25 tahun datang ke RSGM dengan keluhan gigi depan atas kanan
patah dan berwarna abu kehitaman sehingga mengganggu penampilan. Hasil anamnesis,
sebelas tahun yang lalu, gigi tersebut pernah sakit karena jatuh dari sepeda motor, namun
sekarang gigi tersebut sudah tidak sakit lagi dan lama-kelamaan berubah menjadi abu
kehitaman. Hasil pemeriksaan ekstra oral normal. Hasil pemeriksaan klinis gigi 11, tes
vitalitas (-), palpasi dan perkusi (-), mobiliti (-). Pasien pernah datang ke dokter gigi untuk
melakukan penambalan pada gigi 46 dan 47. Terdapat karies pada gigi 16, 14, 24, 25, 26, 34,
35, 37, 38, 44, 45, dan radiks pada gigi 36. Pada rahang atas dan bawah ditemukan plak dan
kalkulus. Skor OHIS : 2,4. Pemeriksaan saliva hidrasi (unstimulated) : 30 detik, laju alir
saliva (stimulated) : 0,9 ml/ menit, viskositas saliva (unstimulated) : jernih. Hasil foto klinis
dan periapikal seperti pada gambar di bawah ini.
1.3 PERTANYAAN
1. Jelaskan kualitas foto pada radiografi periapikal diatas! (RKG)
2. Jelaskan interpretasi radiologis kasus di atas ! (RKG)
3. Jelaskan etiopatofisiologi terjadinya kelainan pada gigi 11! ((Konservasi)
4. Jelaskan diagnosis pulpa dan diagnosis periapikal gigi 11! (Konservasi)
5. Jelaskan perawatan non invasif dan invasif yang saudara anjurkan untuk pasien
tersebut! (Konservasi)
6. Jelaskan prosedur perawatan saluran akar pada kasus gigi 11! (Konservasi)
7. Jelaskan prosedur yang saudara lakukan untuk melanjutkan perawatan diskolorasi gigi
11, karena perawatan kasus ini bukan kompetensi dokter gigi umum! (Sistim
rujukan/IPM)
8. Jelaskan prognosis perawatan pada gigi 11 ! (Konservasi)
1.4 LEARNING ISSUE
1. Kualitas dan interpretasi radiografi endodonti
2. Penyakit pulpa dan periapikal
3. Diagnosis, rencana perawatan non invasive dan invasif
4. Restorasi pasca endodonti
5. Diskolorasi
6. Sistim rujukan
BAB II
PEMBAHASAN
1. Jelaskan kualitas foto pada radiografi periapikal diatas! (RKG)

Kualitas radiograf ditentukan dari dalam beberapa protokol penilaian yang terbagi
menjadi beberapa faktor, sebagai berikut :

1) Lengkap (Coverege of the Anatomic Region of Interest), merupakan istilah untuk


menggambarkan keberadaan sebuah radiograf, dimana didalamnya terdapat informasi
yang lengkap dari objek yang akan dilihat, seluruh anatomi yang dibutuhkan untuk
dibaca terdapat secara utuh di dalam sebuah radiograf. Pada kasus, posisi objek dari
korona ke apikal tercakup baik dalam radiograf.
2) Kontras. Kontras adalah tingkat perbedaan kepadatan antara dua area pada radiograf.
Kontras antara berbagai bagian gambar merupakan salah satu kriteria penilaian
kualitas dalam suatu gambaran, dimana semakin besar kontrasnya maka semakin
banyak fitur yang terlihat. Pada kasus, kontras film terlalu tinggi.
3) Densitas, merujuk pada derajat atau gradasi kehitaman dari radiograf. Hal tersebut
bergantung pada jumlah paparan radiasi yang mencapai daerah tertentu pada film.
Daerah yang sedikit atau tidak sama sekali terkena paparan foton sinar-x akan
tergambar abu-abu atau translusen pada radiograf. Pada kasus, densitas kurang baik,
terlihat lebih mengarah ke radiopak sehingga daerah radiolusen (udara/jaringan) tidak
terlalu kelihatan.
4) Ketajaman atau sharpness, merujuk pada kemampuan sinar-X untuk memproduksi
garis batas terluar yang jelas. Pada kasus, ketajaman baik.
5) Detail, merupakan kemampuan radiograf untuk menampilkan perbedaan dari setiap
bagian anatomi. Hasil sebuah radiograf yang mampu memperlihatkan struktur yang
kecil dari organ yang difoto. Pada kasus, detail kurang baik.
6) Distorsi, gambar yang tidak terdistorsi akan memiliki ukuran yang sama dari objek
asli pada radiografi. Dan sebaliknya, gambar yang terdistorsi tidak memiliki ukuran
dan bentuk yang sama dari objek asli pada radiograf karena ketidaksamaan
pembesaran dari daerah yang berbeda pada objek yang sama. Hal yang memengaruhi
distorsi adalah penempatan dan kesejajaran film atau angulasi sinar-X yang tidak
sesuai. Pada kasus, terjadi distorsi minimal.
7) Resolusi, suatu ukuran dari kemampuan untuk membeda-bedakan objek satu dengan
lainnya. Pada kasus, resolusi baik.
8) Brightness, kemampuan radiograf untuk meningkatkan kecerahan, biasanya
berhubungan dengan prosesing, timer dan Kvp eksposur. Kecerahan dapat dianggap
setara dengan tingkat menghitamnya gambar yang direkam film. Menambah
kecerahan mengurangi tingkat kehitaman dan membuat gambar lebih terang. Pada
kasus, brightness baik.

Dengan demikian, dapat disimpulkan :

 Pada kasus, posisi objek dari korona ke apikal tercakup baik dalam radiograf.
 Pada kasus, kontras film terlalu tinggi.
 Pada kasus, densitas kurang baik.
 Pada kasus, detail kurang baik.
 Pada kasus, ketajaman baik.
 Pada kasus, terjadi distorsi minimal.
 Pada kasus, resolusi baik.
 Pada kasus, brightness baik.

Dengan demikian, hasil radiograf masih dapat diinterpretasikan.

Referensi :

 Ramadhan AZ, Sitam S, Azhari A, Epsilawati L. Gambaran kualitas dan mutu


radiograf. Jurnal Radiologi Dentomaksilofasial Indonesia (JRDI) 2020; 3(3): 43-8.
 Whaites E, Drage N. Essentials of dental radiography and radiology. 5th ed.
ELSEVIER. 2013: 209-14.
2. Jelaskan interpretasi radiologis kasus di atas ! (RKG)
Interpretasi roentgenogram gigi 11:

Mahkota Terdapat gambaran radiolusen pada distoproksimal


dengan kedalam mencapai dentin
Akar Jumlah akar satu, saluran akar satu, akar lurus
Lamina dura Mesial : 1/3 servikal, 1/3 media, 1/3 apikal terputus-putus
Distal : dalam batas normal
Membran periodontal Mesial : 1/3 servikal dan 1/3 media, 1/3 apikal melebar
Distal : dalam batas normal
Furkasi Tidak ada kelainan
Crest alveolar Mesial dan distal : mengalami resorpsi, terjadi kerusakan,
berbentuk vertikal
Periapikal Dalam batas normal
Kesan Kelainan mahkota, lamina dura, membran periodontal,
dan crest alveolar
Suspek radiodiagnosis Karies dentin
Referensi :
 Supriyadi. Pedoman Interpretasi Radiografi Lesi-Lesi Di Rongga Mulut.
Stomatognatic (J.K.G Unej) 2021; 9(3): 134-9.
3. Jelaskan etiopatofisiologi terjadinya kelainan pada gigi 11! ((Konservasi)

Penyakit pulpa disebabkan oleh bakteri, trauma, panas, dan kimia. Pada gigi 11, nekrosis
pulpa disebabkan oleh trauma karena pasien pernah jatuh dari sepeda motor sebelas tahun
yang lalu. Injuri traumatik pada kasus disertai dengan fraktur mahkota.

Adanya trauma pada gigi dapat menyebabkan nekrosis pulpa dalam waktu yang segera,
yaitu beberapa minggu. Prosesnya ialah terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa
yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Trauma pada gigi dapat menyebabkan
obstruksi pembuluh darah utama pada apeks dan selanjutnya mengakibatkan terjadinya
dilatasi pembuluh darah kapiler pada pulpa. Dilatasi kapiler pulpa ini diikuti dengan
degenerasi kapiler dan terjadi edema pulpa, karena kekurangan sirkulasi kolateral pada
pulpa, maka dapat terjadi ischemia infark sebagian atau total pada pulpa dan
menyebabkan respon pulpa terhadap inflamasi rendah. Hal ini memungkinkan bakteri
untuk penetrasi sampai ke pembuluh darah kecil pada apeks. Semua proses tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya nekrosis pulpa.

Nekrosis pulpa dapat menyebabkan perubahan warna pada gigi karena pembuluh darah
dalam kapiler dalam ruang pulpa rusak, sehingga terjadi hemolisis sel darah merah hingga
melepaskan sel besi (Fe). Fe kemudian bersenyawa dengan hidrogen sulfida yang
dihasilkan bakteri membentuk Black Ferric Sulphide yang berwarna hitam dan
berpenetrasi ke dalam tubulus dentinalis, terperangkap dalam tanduk pulpa sehingga
memberi warna abu-abu pada gigi yang nekrosis.

Referensi :

 Apriyono DK. Kedaruratan endodonsia. STOMATOGNATIC-Jurnal Kedokteran


Gigi 2015; 7(1): 45-50.
 Kartinawanti AT, Asy'ari AK. Penyakit pulpa dan perawatan saluran akar satu kali
kunjungan. JIKG (Jurnal Ilmu Kedokteran Gigi) 2021; 4(2): 64-72.
 M, Uce Ayuandyka. Prevalensi diskolorisasi gigi pada anak prasekolah di Kota
Makassar. Makassar: Universitas Hasanuddin. 2016: 22-23.
4. Jelaskan diagnosis pulpa dan diagnosis periapikal gigi 11! (Konservasi)

Diagnosis :

Anamnesis : Gigi depan atas kanan patah dan berwarna abu kehitaman sehingga
mengganggu penampilan. sebelas tahun yang lalu, gigi tersebut pernah sakit karena jatuh
dari sepeda motor, namun sekarang gigi tersebut sudah tidak sakit lagi dan lama-
kelamaan berubah menjadi abu kehitaman.

Pemeriksaan intraoral : Pemeriksaan klinis gigi 11, tes vitalitas (-), palpasi dan perkusi
(-), mobiliti (-). Gigi 46 dan 47 sudah pernah dilakukan penambalan. Gigi 16, 14, 24, 25,
26, 34, 35, 37, 38, 44, 45 mengalami karies, dan radiks pada gigi 36. Pada rahang atas dan
bawah ditemukan plak dan kalkulus. Skor OHIS : 2,4. Pemeriksaan saliva hidrasi
(unstimulated) : 30 detik, laju alir saliva (stimulated) : 0,9 ml/ menit, viskositas saliva
(unstimulated) : jernih.

Pemeriksaan ekstra oral : Normal

Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan radiografis intraoral periapikal

Dengan demikian, diagnosis pulpa gigi 11 adalah nekrosis pulpa dan dignosis periapikal
gigi 11 adalah jaringan apikal normal.

Nekrosis pulpa adalah kategori diagnostik klinis yang menunjukkan kematian pulpa gigi,
yang memerlukan perawatan saluran akar. Nekrosis pulpa adalah keadaan dimana pulpa
sudah mati, aliran pembuluh darah sudah tidak ada, dan syaraf pulpa sudah tidak
berfungsi kembali. Pulpa tidak responsif terhadap pengujian pulpa dan tidak
menunjukkan gejala. Seringkali, perubahan warna pada gigi merupakan indikasi pertama
bahwa pulpa telah mati, gigi mungkin memiliki perubahan warna keabu-abuan atau
kecoklatan dan mungkin tidak memiliki kecemerlangan dan kilau seperti biasanya.

Secara klinis, gejala dari nekrosis pulpa antara lain adalah tanpa gejala/ asimptomatis,
pada pemeriksaan visual didapatkan kavitas yang sudah melibatkan pulpa dan disertai
perubahan warna gigi, pada pemeriksaan objektif didapatkan perkusi (-), palpasi (-),
vitalitas (-), pada pemeriksaan histologis didapatkan pulpa yang nekrotik. Secara
radiografi, umumnya menunjukkan kavitas atau pengisian yang besar, saluran akar yang
terbuka, dan penebalan ligamen periodontal. Secara radiografis, jika pulpa yang nekrosis
belum sepenuhnya terinfeksi, jaringan periapikalnya akan terlihat normal atau bisa juga
ditemui kasus dengan area radiolusen di daerah periapikal. Gejala lainnya, beberapa gigi
tidak memiliki rongga atau tambalan dan pulpa telah mati akibat trauma. Beberapa pasien
memiliki riwayat nyeri hebat yang berlangsung dari beberapa menit hingga beberapa jam,
diikuti dengan penghentian nyeri secara tiba-tiba. Atau, pasien tidak menyadari bahwa
pulpa telah mati secara perlahan dan diam-diam, tanpa menimbulkan gejala.

Jaringan apikal normal tidak sensitif terhadap pengujian perkusi atau palpasi dan secara
radiografis, lamina dura yang mengelilingi akar masih utuh dan ruang ligamen
periodontal seragam.

Referensi :

 Kartinawanti AT, Asy'ari AK. Penyakit pulpa dan perawatan saluran akar satu kali
kunjungan. JIKG (Jurnal Ilmu Kedokteran Gigi) 2021; 4(2): 64-72.
 Gopikrishna V. Grossman’s endodontic practice. 14th ed. New Delhi: Wolters
Kluwer. 2021: 69.
 AAE. Endodontic Diagnosis. ENDODONTICS: Colleagues for Excellence Fall.
2013: 3.
5. Jelaskan perawatan non invasif dan invasif yang saudara anjurkan untuk pasien
tersebut! (Konservasi)
a. Perawatan non invasif
 DHE (Dental Health Education)
Pendidikan kesehatan gigi merupakan metode untuk memotivasi pasien agar
membersihkan mulut mereka dengan efektif. Pendekatan ini sebaiknya tidak
dianggap sebagai instruksi dokter tetapi lebih merupakan dorongan atau ajakan
agar pasien sadar akan pentingnya menjaga kebersihan mulut. Pendidikan
kesehatan gigi meliputi metode penyikatan gigi, frekuensi dan waktu sikat gigi,
flossing, sikat interdental. Sikat gigi 2x sehari (pagi hari 30-60 menit setelah
sarapan dan malam hari sebelum tidur). Menyikat gigi sebelum ataupun setelah
sarapan sama efektifnya karena tujuannya adalah menghilangkan plak gigi, bukan
debris makanan.
 Topikal Aplikasi Flour
Flour digunakan untuk membantu remineralisasi dan menghentikan karies dini
serta mengurangi kerentanan gigi terhadap perkembangan karies.
 Kontrol Diet
Kontrol diet adalah menilai asupan makanan dan minuman selama 3-7 hari,
kemudian dihitung kandungannya. Setelah dihitung asupan makanannya
kemudian diberi penerangan untuk mengurangi atau mengganti makanan yang
kariogenik dengan yang tidak bersifat kariogenik.
 Penggunaan Obat Kumur
Hindari penggunaan obat kumur yang mengandung alcohol, gunakan mouthwash
klorheksidin glukonat 0,12% atau 0,2%, diaplikasikan 30 menit setelah menyikat
gigi.
 Meningkatkan asupan
Minum minimal 2L air (8 gelas) sehari, kurangi konsumsi kafein dan alcohol,
konsumsi makanan dan minuman berbahan dasar susu karena susu bersifat basa
dan mengandung lemak yang dapat melekat pada permukaan gigi sehingga plak
gigi tidak dapat melekat ke gigi.
 Pit dan Fisure Sealant
Diindikasikan untuk pit dan fisur yang dalam dan sempit sehingga sulit untuk
dibersihkan yang rentan karies.
Teknik aplikasi :
1. Aplikasikan asam poliacrylic 10% selama 10 detik tanpa pembersih
2. Preparasi pit dan fisur (bila perlu), cuci kavitas dengan aquades steril,
keringkan, isolasi daerah kerja dengan kapas dan gigitkan bite block pada sisi
antagonis
3. Aplikasikan bahan pit dan fissure sealant (GIC tipe 7 : Fluoride Releasing
GIC), bentuk sesuai anatomi, periksa oklusi dengan kertas karbon dan koreksi
bila perlu (setelah GIC mengeras), oles varnish
4. Pemolesan dilakukan setelah 1x24 jam dalam kondisi basah
a. Perawatan invasif
Perawatan invasif dilakukan ketika lesi karies sudah meluas dan menyebabkan kerusakan
atau kavitas pada bagian gigi. Tujuannya untuk mengeliminasi atau mengontrol faktor
etiologi, mengembalikan kerusakan yang ada dan menciptakan lingkungan oral yang
seimbang sehingga dapat mengembalikan fungsi. Prinsipnya adalaha minimal intervention
preparasi seminimal mungkin, artinya hanya mengambil jaringan karies dan meninggalkan
jaringan terdemineralisasi yang belum terinfeksi karena masih dapat mengalami
remineralisasi. Konsep perawatan gigi dengan intervensi minimum adalah sebagai berikut:
tegakkan diagnosis karies sedini mungkin, klasifikasi kedalaman karies dan
perkembangannya, penilaian risiko karies individual (tinggi, sedang, rendah), reduksi
bakteri kariogenik untuk menghilangkan risiko demineralisasi lebih jauh dan kavitasi dan
menghentikan lesi aktif, remineralisasi lesi dini, intervensi bedah minimum pada lesi
karies, memperbaiki ketimbang mengganti restorasi yang cacat, dan menilai hasil
manajemen penyakit secara berkala. Perawatan invasif yang akan dilakukan pada gigi 11
adalah perawatan saluran akar, intrernal bleaching, dan restorasi resin komposit packable
klas IV; gigi 16, 14, 24, 25, 26, 34, 35, 37, 38, 44, 45 dirawat menggunakan resin
komposit, dan gigi 36 dilakukan ekstraksi dan diganti dengan restorasi mahkota indirek.
Referensi :
 Soeprapto A. Pedoman dan tatalaksana praktik kedokteran gigi. Yogyakarta.
Jembatan Merah. 2017; 4-38.
6. Jelaskan prosedur perawatan saluran akar pada kasus gigi 11! (Konservasi)

Tahapan perawatan saluran akar satu kali kunjungan adalah sebagai berikut:

1. Melakukan penilaian klinis dan penilaian radiografik untuk menentukan apakah gigi
tersebut dapat direstorasi dan memprediksi kesulitan yang akan ditemui selama
perawatan. Radiografi periapikal yang jelas dan tidak terdistorsi dari gigi yang akan
dirawat sebaiknya selalu dibuat sebelum memulai perawatan.
2. Daerah kerja diisolasi dengan menggunakan rubber dam selama perawatan
berlangsung.
3. Open access kavitas menggunakan Endoaccess bur dan pembukaan atap ruang pulpa
dengan bur diamond.
4. Kamar pulpa dibersihkan dan dilanjutkan dengan ekstirpasi atau pengambilan
jaringan pulpa.
5. Irigasi dengan menggunakan NaOCl 2,5% dan keringkan dengan paper point steril.
6. Penentuan panjang kerja dengan menggunakan foto radiografis dan apex locator.
7. Dilakukan eksplorasi dan negosiasi saluran akar menggunakan K-File #10. K-File
dimasukkan ke dalam saluran akar sepanjang 2/3 panjang kerja.
8. Preparasi saluran akar menggunakan teknik step back. Irigasi dilakukan setiap
pergantian alat dengan larutan NaOCl 2,5 % untuk membersihkan saluran akar dari
debris. Preparasi apikal diawali menggunakan K-file pertama yang dapat masuk ke
dalam saluran akar sesuai dengan panjang kerja (Initial Apical File) sampai dengan k-
file terbesar yang dapat masuk ke dalam saluran akar sesuai dengan panjang kerja
(Master Apical File). Setiap penggantian file yang lebih besar, direkapitulasi
menggunakan file dengan ukuran satu nomor sebelumnya dan setiap pergantian file
dilakukan irigasi menggunakan NaOCl 2,5 % sebanyak 2,5 ml.
9. Tahap kedua adalah preparasi badan saluran akar. File yang dipakai sampai dengan 3
nomor lebih besar dari MAF dengan panjang kerja masingmasing dikurangi 1 mm
setiap pergantian ke nomor yang lebih besar. Setiap pergantian file dilakukan irigasi
menggunakan NaOCl 2,5% sebanyak 2,5 ml kombinasi dengan EDTA 15%. Setelah
preparasi saluran akar selesai dilakukan irigasi dengan larutan khlorheksidin 2%
dengan cara digenangi selama 30 detik. Lalu, keringkan dengan paper point.
10. Pengepasan gutta percha sesuai MAF dan dilanjutkan dengan pengambilan radiograf
11. Pengisian saluran akar menggunakan gutta percha dengan teknik kondensasi lateral.
Sealer (topseal, dentsply) dimasukkan ke dalam saluran akar menggunakan lentulo
yang digerakkan dengan handpiece low speed. Gutta percha utama dioleskan sealer
pada 1/3 apikal dan dimasukkan ke dalam saluran akar. Spreader dimasukkan di
antara gutta percha dan dinding saluran akar, kemudian dilakukan kondensasi kearah
apikal. Ruang yang tersedia begitu spreader diangkat diisi dengan gutta percha
tambahan dengan ukuran lebih kecil, dan dilakukan kondensasi lagi dengan spreader.
Penambahan gutta percha diakhiri sampai spreader tidak dapat masuk lagi ke dalam
saluran akar setengah panjang spreader.
12. Gutta percha dipotong sampai batas orifis menggunakan plugger yang dipanaskan dan
kemudian dipadatkan.
13. Kavitas ditutup dengan semen fosfat dan tumpatan sementara.
14. Kemudian dilakukan pengambilan radiograf untuk melihat hasil pengisian saluran
akar. Radiograf menunjukkan hasil pengisian yang hermetis
15. Instruksikan pasien untuk kontrol satu minggu kemudian untuk dilakukan restorasi
indirect.

Referensi :
 Soeprapto A. Pedoman dan tatalaksana praktik kedokteran gigi. Yogyakarta.
Jembatan Merah. 2017: 5-69.
 Triharsa S, Mulyawati E. Perawatan saluran akar satu kunjungan pada pulpa
nekrosis disertai restorasi mahkota jaket porselin fusi metal dengan pasak fiber
reinforced composit (kasus gigi insisivus sentralis kanan maksila). Majalah
Kedokteran Gigi Indonesia 2013; 20(1): 71-7.
7. Jelaskan prosedur yang saudara lakukan untuk melanjutkan perawatan
diskolorasi gigi 11, karena perawatan kasus ini bukan kompetensi dokter gigi
umum! (Sistim rujukan/IPM)

Perubahan warna pada gigi terutama gigi anterior sangat mempengaruhi estetik dan
penampilan seseorang. Tuntutan estetik inilah yang memotivasi pasien untuk mencari
upaya perbaikan. Perubahan warna pada gigi dapat bersifat ekstrinsik maupun intrinsik,
dapat terjadi pada gigi vital atau non vital. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan berbagai
cara, misalnya pembuatan mahkota, veneer dan bleaching. Prosedur bleaching dapat
dilakukan secara internal pada gigi non vital maupun eksternal untuk gigi vital. Bleaching
internal merupakan metode perawatan perubahan warna pada gigi non vital yang sudah
dilakukan perawatan saluran akar dengan meletakkan bahan oksidator kuat dalam kamar
pulpa. Namun, perawatan ini bukan kompetensi dari dokter gigi umum. Oleh karena itu,
perlu dilakukan rujukan kepada dokter gigi spesialis konservasi untuk menangani
perawatan bleaching internal gigi 11.

Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus penyakit atau
masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam
arti satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya,
maupun secara horisontal dalam arti antar sarana pelayanan kesehatan yang sama.

Prosedur Rujukan

Pasien yang akan dirujuk harus sudah diperiksa dan layak untuk dirujuk. Adapun Kriteria
pasien yang dirujuk adalah apabila memenuhi salah satu dari:

 Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi.


 Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata tidak mampu
diatasi.
 Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi pemeriksaan
harus disertai pasien yang bersangkutan.memerlukan pemeriksaan,
 Apabila telah diobati dan dirawat ternyata pengobatan dan perawatan di sarana
kesehatan yang lebih mampu.

Prosedur standar merujuk pasien

a) Prosedur Klinis
1. Melakukan anamesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medik untuk
menentukan diagnosa utama dan diagnosa banding.
2. Memberikan tindakan pra rujukan sesuai kasus.
3. Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan
b) Prosedur Administratif
1. Dilakukan setelah pasien diberikan tindakan pra-rujukan
2. Membuat catatan rekam medis pasien
3. Memberi informed consent (persetujuan / penolakan rujukan)
4. Membuat surat rujukan pasien rangkap 2 lembar pertama dikirim ke tempat
rujukan bersama pasien yang bersangkutan. Lembar kedua disimpan sebagai
arsip. Mencatat identitas pasien pada buku regist rujukan pasien.
5. Sedapat mungkin menjalin komunikasi dengan tempat rujukan.
6. Pengiriman pasien sebaiknya dilaksanakan setelah diselesaikan administrasi yang
bersangkutan.

Referensi :

 Risky, Sartini. Upaya penataan sistem rujukan kesehatan yang efektif dan
terstruktur di Sulawesi Tenggara. Bandung: Media Sains Indonesia. 2022: 82-95.
 Dianty F, Sukartini E, Armilia M. Bleaching internal untuk merawat perubahan
warna gigi insisivus sentralis kanan atas (Laporan Kasus). Journal of
Dentomaxillofacial Science 2011; 10(2): 101-4.
8. Jelaskan prognosis perawatan pada gigi 11 ! (Konservasi)

Prognosis nekrosis pulpa tergantung dari sisa jaringan keras gigi masih cukup untuk
dilakukan restorasi. Semakin masif struktur gigi yang tersisa, maka semakin buruk pula
prognosis dari perawatan pulpa yang dilakukan. Semakin minimal struktur gigi yang
tersisa, semakin baik prognosis perawatan yang akan diberikan. Dalam kasus ini trauma
menyebabkan patahnya gigi 11 pada bagian distoproksimal yang mencapai dentin, gigi
masih dapat dipertahankan karena masih terdapat struktur gigi yang tersisa masih banyak
dan masih cukup untuk dilakukan restorasi. Dalam hal ini prognosisnya baik.

Prognosis gigi baik jika dilakukan terapi endodontik yang tepat. Pada gigi 11 akan
dilakukan perawatan saluran akar, diikuti dengan perawatan intrakoronal bleaching dan
restorasi resin komposit packable klas IV; dan apabila follow up dapat dilakukan dengan
baik oleh pasien, maka terapi endodontik akan baik dan tepat. Dalam hal ini prognosisnya
baik.

Pada kasus diatas perawatan bleaching yang dilakukan pada pasien memiliki prognosis
yang baik. Hal ini salah satunya disebabkan oleh keadaan gigi pasien yang mengalami
dikolororasi pulpa dan menuurut penelitian proses bleaching gigi pada kasus seperti ini
digolongkan baik.

Prognosis perawatan juga dikatakan baik karena tidak ada mobilitas gigi, tidak dicurigai
adanya kelaianan sistemik dan pasien kooperatif. Pada kasus, dikatakan gigi 11 tidak
mengalami mobilitas, pasien berumur 25 tahun dan datang ke RSGM untuk melakukan
perawatan giginya. Dari segi sikap dapat diartikan pasien termasuk kooperatif terhadap
perawatan, pasien mau dilakukan perawatan. Dalam hal ini prognosisnya baik.

Selain itu, faktor Indeks Oral Higiene Smplified (OHIS) pasien juga memainkan peranan
penting. OHIS menunjukkan kebersihan mulut pasien dan mengungkapkan adanya plak
pada permukaan gigi. Pada kasus, OHIS pasien 2,4 berarti termasuk kategori sedang dan
laju alir saliva (stimulated) 0,9 ml/menit, berarti termasuk kategori lambat. Oleh karena
itu, dapat disimpulkan prognosis kasus di atas adalah baik. Dalam hal ini, jika pasien
diberikan dental health education (DHE) tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan
mulut dan mau melakukannya agar masalah pada giginya dapat teratasi maka
prognosisnya adalah baik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan prognosis kasus di atas
adalah baik.

Referensi :

 Gopikrishna V. Grossman’s endodontic practice. 14th ed. New Delhi: Wolters


Kluwer. 2021: 69.
 Kurnia R, Mona D. Penatalaksanaan nekrosis pulpa disertai lesi periapikal pada
gigi 47. Andalas Dental Journal 2018; 6(2): 93-105.
 Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat: Pencegahan dan
pemeliharaan. Medan: USU Press. 2019: 34-5.
 Kasuma, Nila. Fisiologi dan patologi saliva. Padang: Andalas University Press.
2015: 14.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Trauma yang terjadi pada gigi 11 menyebabkan patahnya pada bagian distoproksimal yang
mencapai dentin. Akibat tidak dilakukan penanganan, akhirnya gigi menjadi non-vital karena
pulpa sudah nekrosis. Gigi yang nekrosis dapat mengalami perubahan warna. Untuk
mengatasinya, diperlukan perawatan saluran akar, internal bleaching, dan dilanjutkan dengan
restorasi resin komposit. Prognosis gigi akan baik apabila perawatan endodonti yang
dilakukan tepat.

Anda mungkin juga menyukai