Anda di halaman 1dari 22

UDG RADIOLOGI

Renya Virga Chikita


1406528541
Penguji :
Prof. Dr. drg. Hanna H. Bachtiar, Sp. RKG (K)
drg. Bramma Kiswanjaya, PhD
GIGI 37
INFORMASI DIAGNOSTIK
• Pasien perempuan usia 60 tahun (kemungkinan metabolisme tidak seimbang) datang dengan keluhan
gigi belakang bawah kiri berlubang besar (Kemungkinan kelainan berasal dari pulpoperiapikal) dan
goyang (kemungkinan sudah terjadi kerusakan tulang). Gigi tersebut berlubang besar dan patah saat
menggigit makanan keras kurang lebih 6 bulan yang lalu. 1 tahun yang lalu pasien merasakan sakit
berdenyut pada gusi pada regio tersebut menjalar hingga ke leher. Sekarang gigi tersebut tidak sakit
(kemungkinan sudah kronis) namun terasa goyang. Pasien memiliki riwayat hipertensi kurang lebih
10 tahun yang lalu, dan penyakit maag sejak 15 tahun yang lalu.
Pemeriksaan Objektif :
• OHIS : 4,2 (Buruk)
• Perkusi : + (kemungkinan terjadi inflamasi akut di periapikal)
• Palpasi : - (Kemungkinan belum terjadi pembengkakan)
• Vitalitas : - (Kemungkinan gigi telah nekrosis)
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
1. Abses apikalis kronis eksaserbasi akut e.c nekrosis pulpa disertai
severe chronic adult marginal localized periodontitis e.c OH buruk
diperberat retensi makanan dan TFO
2. Granuloma terinfeksi e.c nekrosis pulpa disertai severe chronic adult
marginal localized periodontitis e.c OH buruk diperberat oleh retensi
makanan dan TFO
1. JELASKAN ALASAN PEMILIHAN
DIAGNOSIS DAN DIFFERENSIAL
DOAGNOSIS
ALASAN D/ DAN DD/
Alasan D/:
• Abses apikalis kronis eksaserbasi akut: Pada anamnesis diketahui pasien mengeluhkan gigi belakang bawah kiri berlubang besar (kemungkinan kelainan berasal dari
pulpoperiapikal) dan goyang (kemungkinan sudah terjadi kerusakan tulang) serta patah saat menggigit makanan keras kurang lebih 6 bulan yang lalu. Gigi tersebut pernah
terasa sakit berdenyut menjalar hingga ke leher, namun sekarang sudah tidak terasa sakit lagi (kemungkinan sudah terjadi inflamasi kronis). Pada pemeriksaan klinis
ditemukan vitalitas (-) (kemungkinan gigi telah nekrosis), dan perkusi (+) (kemungkinan terjadi inflamasi akut di periapikal), palpasi (- )(kemungkinan belum terjadi
pembengkakan). Pada pemeriksaan radiografis, terlihat gambaran radiolusensi pada 1/3 apical akar distal dengan diameter 2 mm, berbatas diffuse, berbentuk irregular
dengan struktur interna radiolusen berkabut.
• Et causa nekrosis pulpa, karena pada pemeriksaan klinis didapatkan vitalitas gigi (-) kemungkinan gigi sudah nekrosis
• Disertai, karena lesi berasal dari 2 kelainan yang tidak berhubungan dengan tingkat keparahan yang berbeda.
• Severe, karena kerusakan tulang sudah lebih dari ½ panjang akar gigi dan melibatkan furkasi
• Chronic, karena kerusakan periodontal sebanding dengan faktor lokal
• Adult, karena usia pasien 60 tahun
• Marginal, karena kerusakannya terjadi dimulai dari marginal meluas hingga ke apikal
• Localized, karena terlokalisasi pada gigi 37, dan pada kasus ini tidak diperoleh foto radiograf regio lainnya sehingga diasumsikan keterlibatannya < 30% dari seluruh gigi
yang tersisa
• Periodontitis, karena sudah terjadi kerusakan tulang
• Et causa OH buruk, karena pada pemeriksaan klinis diperoleh OH pasien buruk dengan skor OHIS 4,2
• Diperberat retensi makanan, karena tidak ada titik kontak pada mesial dan distal gigi 37
• TFO, karena garis oklusi tidak sebidang
ALASAN D/ DAN DD/
• Alasan DD granuloma terinfeksi dikarenakan :

• Granuloma terinfeksi karena berdasarkan pemeriksaan, pasien mengeluhkan gigi belakang


bawah kiri berlubang besar (kemungkinan kelainan berasal dari pulpoperiapikal), vitalitas (-)
(kemungkinan gigi telah nekrosis), perkusi (+) (kemungkinan terjadi inflamasi akut di
periapikal). Pada pemeriksaan radiografis, terlihat lesi radiolusen berkabut di 1/3 apical akar
distal, diameter lesi di 1/3 apikal akar kurang dari 10 mm.
2. BAGAIMANA CARA MEMPRAKIRAKAN TINGGI
TULANG ALVEOLAR PADA BUKAL DAN
PALATAL?
CARA MEMPRAKIRAKAN TINGGI TULANG
ALVEOLAR PADA BUKAL DAN PALATAL

• Dengan cara melihat radiodensitas dari tulang bukal dan palatal, semakin dekat ke film maka
semakin radioopak (yang lebih dekat ke film yaitu tulang palatal, maka tulang palatal terlihat
lebih radioopak dibandingkan tulang bukal)
• Gambar radiograf blurred di bukal (karena apabila palatal gambarannya harus jelas) dan
karena di bukal blurred karena tulang di bukal tipis dan tidak terlihat secara radiograf 2D
(dimensi ke 3)
3. JELASKAN CARA PEMBUATAN RADIOGRAF
POSTERO-ANTERIOR PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR
LENGKUNG ZYGOMA
PEMBUATAN RADIOGRAF POSTERO-ANTERIOR PADA
PASIEN DENGAN FRAKTUR LENGKUNG ZYGOMA
• Gambar 12.9

Teknik dan Posisi


1. Pasien diposisikan menghadap film dengan posisi dahi dan ujung
hidung menyentuh film, dikenal dengan posisi (forehead-nose).
Baseline radiograf nya horizontal dan pada sudut yang tepat terhadap
film sehingga ruang tengkorak tidak terjadi superimposisi
2. Kepala diimobilisasi dalam alat dengan memasukkan plastic ear rods
ke dalam meati auditori eksternal
3. Image receptor diletakan di depan pasien tegak lurus terhadap
midsagittal plane dan sejajar dengan coronal plane, agar garis
canthomeatal membentuk sudut 10° dengan horizontal plane dan • Gambar 12.10
Frankfort plane tegak lurus terhadap image receptor. Garis
canthomeatal tegak lurus terhadap image receptor
4. Tubehead X-ray diposisikan dengan sudut central ray horizontal (0°)
dipusatkan pada occiput (Gambar 12.9). Posisi central beam tegak lurus
terhadap image receptor diarahkan dari posterior ke anterior (oleh
sebab itu disebut proyeksi Postero-anterior), sejajar terhadap
midsagittal plane dipusatkan pada bridge of the nose
5. Hasil yang didapatkan pada gambar 12.10
4. BAGAIMANA MODIFIKASI RADIOGRAF
POSTERO-ANTERIOR LAINNYA, JELASKAN
MODIFIKASI RADIOGRAF
POSTERO-ANTERIOR LAINNYA
• Postero anterior of the jaw (PA Jaw) Teknik dan posisi
• Proyeksi ini menunjukan bagian posterior dari • Posisi pasien sama dengan proyeksi PA skull (posisi
mandibular. Proyeksi ini tidak cocok untuk melihat forehead-nose)
tulang fasial karena superimposisi oleh dasar cranium
dan tulang nasal • Tubehead X-ray juga horizontal(0°), tetapi sinar X terletak
• Indikasi ditengah melewati tulang cervical belakang ke ramus
mandibular (seperti gambar 12.11)
• Fraktur mandibular melibatkan
• 1/3 posterior badan mandibular
• Angulus mandibula
• Ramus mandibula
• low condylar necks
• Lesi seperti kista dan tumor di 1/3 posterior
ramus untuk melihat ekspansi mediolateral
• Mandibular hypoplasia/hyperplasia
• Maxillofacial deformities
5. JELASKAN PRINSIP–PRINSIP
PEMERIKSAAN RADIOGRAFIK
PRINSIP-PRINSIP PEMERIKSAAN
RADIOGRAFIK
1. Justifikasi  Setiap penggunaan radiasi harus berdasarkan prinsip Risk vs Benefit: manfaat yang diterima harus lebih besar
dibanding risiko yang dapat terjadi
2. Optimasi
• Dosis penyinaran harus serendah-rendahnya dengan menggunakan prinsip ALARA ( As Low As Reasonably Achievable),
mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial yang dirancang serta dioperasikan untuk menjamin agar paparan radiasi rendah rendahnya
• Dokter gigi harus mengurangi eksposur terhadap tenaga radiasi, pasien, dan dirinya sendiri
3. Limitasi
• Dosis yang diterima tidak boleh melebihi Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah ditentukan untuk mencegah efek deterministik dan
mengurangi munculnya efek stokastik
• Dental: 2-5 mikro sV
• Panoramik: 9-20 mikro sV
• Masyarakat: 5mSv/thn
• Ibu Hamil: 10mSv selama hamil
• Pekerja: 50mSv/tahun, dimana seumur hidup 10mSv x usia
• Dosis efektif adalah dosis dalam proteksi radiasi untuk mencerminkan resiko terkait dosis radiasi, besarnya adalah jumlah
perkalian dosis ekivalen yang diterima JARINGAN dengan faktor bobot jaringan
6. BAGAIMANA CARA MENGEVALUASI
KUALITAS TULANG RAHANG SECARA
RADIOGRAFIS?
CARA MENGEVALUASI KUALITAS TULANG
RAHANG SECARA RADIOGRAFIS

• Evaluasi kualitas tulang rahang secara radiografis dapat dinilai dari pola dan densitasnya.
• Pola: merupakan susunan trabekula
• Berubah jika ada kondisi sistemik
• Jika hanya 1 sisi saja yang berubah, tidak dapat dikatakan polanya berubah
• Densitas: merupakan kepadatan tulang
7. BAGAIMANA EFEK RADIASI DIRECT DAN
INDIRECT DAN BERIKAN CONTOHNYA
7. EFEK RADIASI DIRECT DAN INDIRECT DAN
CONTOHNYA

Efek direct damage / efek langsung (ada target spesifik)


• Kemungkinan pada kromosom DNA/RNA mendapat direct hit dari x-ray photon yang
memecah ikatan lemah antar asam nukleat. Sehingga bisa terjadi inability to pass
information, abnormal replication, hingga kematian sel
• Efek yang terjadi akibat radiasi dari reaksi ionisasi pada molekul biologis yang menyerap
energy radiasi dan menghasilkan radikal bebas dan sisa electron bebas. Radikal bebas dapat
diasosiasi dan cross linking (mengionisasi langsung DNA)
Contoh: Kerusakan pada sel DNA yang dapat menginduksi kematian sel, mutasi genetik, dan
resiko terjadinya kanker
7. EFEK RADIASI DIRECT DAN INDIRECT DAN
CONTOHNYA

Efek indirect damage / tidak langsung (akibat ionisasi air/molekul lain dalam sel)
• Damage pada sel terjadi karena radikal bebas akibat ionisasi
• Molekul radiasi berikatan dengan ion hydrogen dan hidroksil sehingga stabil dan bebas radikal bebas
(DNA berinteraksi dengan radikal bebas

Contoh: Terbentuknya hidrogen peroksida yang merupakan agen oksidasi dan toksik bagi jaringan
tubuh, sehingga apabila individu dengan kadar oksigen tinggi atau sedang terapi hiperbarik oksigen
maka peroksida akan semakin mudah terbentuk
REFERENSI
• Whaites E. Essential of Dental Radiography and Radiology 5th ed. Churcill Livingstone.
2013.
• White SC., Pharoah MJ. Oral Radiology Principles and Interpretation, 7th ed. Mosby. 2014.

Anda mungkin juga menyukai