b. Paralelling Technique
1. Film diletakkan pada bagian palatinal atau lingual gigi yang akan difoto
2. Film diletakkan sejajar dengan long axis gigi dengan memakai ‘Film Holder’
3. Sinar sentral diarahkan tegak lurus terhadap axis gigi dan film
4. Teknik ini menghasilkan gambar yang lebih baik daripada teknik bisecting
angle.
2. Bitewing Radiography
Sering disebut “Proximal Radiografi”
Tekniknya:
1. Film diletakkan dengan pegangan khusus dan pasien diatur sedimikian rupa
(posisi dataran oklusal dengan lantai)
2. Film diletakkan pada bagian lingual dan palatinal pada gigi yang akan
difoto
3. Penderita diinstruksikan untuk menggigit ringan pegangan sayap-sayap film
4. Sinar sentral diarahkan tegak lurus terhadap film
5. Hasilnya akan nampak gigi RA dan RB dalam keadaan hampir oklusi
(mahkota kelihatan seluruhnya dan bagian akar hanya kelihatan sebagian)
2) Occlusal Radiography
a) Maxillary Occlusal Radiography
b) Standar Maxillary Occlusal Radiography
1. Film diletakkan diantara gigi RA dan RB mulai dari gigi anterior ke gigi
posterior.
2. Pasien diinstruksikan untuk menggigit ringan film.
3. Tube sinar x diletakkan di tengah-tengah hidung dengan arah sinar sentral
membentuk sudut 65 o -70o dengan film.
4. Hasilnya terlihat gigi anterior dan palatum durum, untuk gigi posterior yang
nampak hanya mahkotanya.
5. Tekniknya dilakukan demikian untuk menghindari tumpukan gambar dari
tulang frontal. Sedangkan titik masuk sinar pada bagian tengah hidung berguna
untuk melihat gigi posterior dan adanya kelainan pada palatum. Gigi impaksi
dapat dilihat lebih ke bukal atau palatal.
c) Oblique Posterior Occlusal Radiography
1. Film diletakkan antara gigi RA dan RB mulai dari gigi anterior ke gigi
posterior
2. Pasien diinstruksikan untuk menggigit ringan film (untuk menahan film)
3. Tube sinar X diletakkan pada daerah gigi yang akan difoto
4. Arah sinar sentral membentuk sudut 60o terhadap film
5. Hasilnya terlihat gigi posterior (mahkota akar) dan palatum, untuk gigi
anterior yang tampak jelas hanya insisalnya
6. Teknik ini digunakan untuk memperlihatkan struktur dan beberapa keadaan
patologis yang berasal dari daerah maxilla, akar gigi molar (akar palatinal),
akar yang terletak dalam gingival
Penjelasan:
1. Email : terjadi radioopak yang sangat jelas diantara semua struktur gigi
2. Dentin : tampak gambaran radiooapak namun tidak lebih jelas dibandingkan enamel
serta sementum
3. Ruang pulpa dan saluran akar : tampak gambaran radiolusen
4. Sementum : tampak gambaran radioopak mirip dengan enamel namun ukuran
sementum tipis
5. Lig pariodental : tampak gambaran radiolusen berserat yang mengelilingi gig
6. Lamina dura : tampak gambaran garis radiooapk sepanjang akar gigi yang
mengelilingi lig pariodental
7. Tulang alveolar : tampak gambaran radiolusen yang menggambarkan sum tulang yang
terpisah oleh tulang trabekular yang tmpak radioopak seperti menyerupei sarang lebah
(Sumber:
6. Abses periapikal
Abses periodontal
Umumnya, pasien hadir dengan penyakit periodontal dengan eksaserbasi akut terlokalisir,
biasanya berasal dari poket dalam jaringan lunak. Penegakan diagnosis abses periodontal
dilakukan secara klinis bila terlihat tanda inflamasi akut dan terjadi infeksi dan tidak melalui
radiografi, karena secara radiografi perubahan tulang di bawahnya mungkin tidak dapat
dibedakan dengan bentuk kerusakan tulang periodontal. Selain itu, secara radiografi dapat
dilihat ada area kehilangan tulang yang berhubungan dengan perio-endo lesion, dan terlihat
secara klinis ada abses periodontal.
Kista periapikal
Kista periapikal merupakan perkembangan inflamasi kista dari sisa-sisa epitel akar
Hertwig’s, sel lainnya dari Malassez. Biasanya terjadi pada orang dewasa (20-50 tahun),
sering pada apical gigi nonvital, terutama gigi insisivus lateral maksila, diameter ukurannya
berkisar 1,5-3cm (jika lebih kecil radiografi sulit membedakan kista dan granuloma),
bentuknya membulat dan monolokular. Outline-nya halus, berbatas tegas, radiodensitas
radiolusen. Kista periapikal dapat berefek pada gigi yang berdekatan (gigi bergeser, jarang
teresorbsi), perluasan bukal, perpindahan antrum.
Kista Dentigerous
Kista dentigerous merupakan kista odontogenik kedua yang paling sering setelah kista
radikular. Kista ini mengelilingi mahkota dari gigi impaksi, disebabkan oleh akumulasi cairan
antara epitel enamel tereduksi dan permukaan enamel, menghasilkan kista dengan mahkota
berada di dalam lumen dan akan di luar. Kista ini biasanya asimptomatik namun membuat
bengkak atau nyeri ketika menjadi besar atau mengalami inflamasi. Kista ini biasanya
berkaitan dengan gigi yang impaksi, paling sering gigi molar tiga tidak erupsi (mandibula
lebih sering dibanding maksila), lalu kaninus maksila, jarang terjadi pada gigi desidui. Secara
radiografi, kista dentigerous tampak sebagai radiolusen unilokuler dengan ukuran bervariasi,
batas sklerotik yang tegas, berhubungan dengan mahkota gigi tidak erupsi. Apabila kista
terinfeksi, batasnya mungkin tidak tegas. Tampakan radiografi dari kista tersebut, meskipun
cukup khas, namun tidak dapat langsung ditegakkan sebagai diagnosa. Perawatan kista
dentigerous ditentukan berdasarkan ukuran lesi. Lesi kecil harus diangkat dengan bedah; kista
yang besar dirawat dengan cara marsupialisasi atau dekompresi. Kemungkinan komplikasi
dari kista dentigerous adalah deformasi tulang secara permanen dari perluasan kerusakan
tulang, kehilangan permanen esensial pertumbuhan gigi atau inervasi dari saraf mandibula.
Kista dentigerous dengan perkembangan panjang, dapat menyebabkan adanya lapisan keratin
dengan memungkinkan terjadi perkembangan ameloblastoma atau epidermoid carcinoma.
Periodontitis
Periodontitis merupakan penyakit periodontal yang terjadi ketika inflamasi superficial pada
jaringan gingival meluas higga tulang alveolar yang berada di bawahnya serta menyebabkan
kehilangan jaringan pengikat. Kerusakan tulang dapat bersifat terlokalisir, mempengaruhi
beberapa area dalam rongga mulut, maupun bersifat general atau keseluruhan. Rata-rata
kecepatan kerusakan tulang biasanya lambat dan berlanjut intermitten atau mungkin cepat.
Penyebab patologis penyakit ini, yaitu: infamasi (biasanya berlanjut dari gingivitis kronis),
destruksi serat ligamentum periodontal, resorpsi tulang alveolar, kehilangan perlekatan epitel,
terjadi formasi poket sekeliling gigi, resesi gingiva. Dari gambaran radiografi, dapat diihat
bahwa periodontitis dapat menyebabkan
- Kehilangan tepi kortikal interdental crest, ujung tulang menjadi irregular atau tumpul
- Pelebaran ruang ligamentum periodontal pada tepi crest
- Kehilangan kondisi normal antara tulang crestal dan lamina dura yang awalnya
membentuk sudut lancip, menjadi bulat dan irregular
- Kehilangan jaringan tulang alveolar terlokalisir maupun general
- Pola kehilangan tulang, horizontal dan/atau vertical, menghasilkan defek kompleks
intra bony
- Kehilangan tulang daerah furkasi dari gigi berakar jamak, ini dapat bervariasi dari
pelebaran furkasi ligamentum periodontal hingga daerah destruksi tulang yang besar.
- Pelebaran dari ruang ligamentum periodontal daerah interdentaal
- Berhubungan dengan faktor lain yang dapat terdeteksi oleh radiografi, seperti: deposit
kalkulus, karies,dll
Granuloma
Fibrous dysplasia
Odontoma dipertimbangkan sebagai lesi tumor jinak dan bukan neoplasma. Umumnya paling
banyak kasus odontoma terjadi pada usia 20 tahun ke atas, dan biasanya dikaitkan dengan
adanya gigi impaksi. Secara radiologi, terlihat sebagai massa radiopak dikelilingi ruang
radiolusen yang tipis. Odontoma kompoun terdiri dari banyak gigi yang terbentuk sempurna
sedangkan odontoma kompleks terlihat seperti jaringan irregular terkalsifikasi. Lesi
ameloblastik fibro-odontoma mirip dengan odontoma namun jarang terjadi.Kasus ini paling
sering terjadi pada remaja pria, termasuk rahang posterior dan dapat memanjang ke ramus.
Jumlah radiolusen dalam struktur internal melampaui komponen odontoma.
Ameloblastoma
Ameloblastoma adalah tumor yang paling sering terjadi pada rahang. Mayoritas
ameloblastoma adalah benign, dengan kurang radi 1% menunjukkan tanda malignant. Letak
ameloblastoma yang paling sering adalah di atas ramus, dan sisi proksimal mandibula (80%).
Berdasarkan pada tampakan radiologi, ameloblastoma dibagi menjadi dua subtype. Jumlah
multikistik ameloblastoma sekitar 85% dari seluruh ameloblastoma dan terjadi pada tiga
hingga tujuh dekade dalam kehidupan. Secara radiografi, bentuknya bulat, seperti kista, area
radiolusen terlihat multilokular. Terdapat tanda yakni kortikal bukolingual memanjang
dengan septa internal osseous, memberi kesan ‘busa sabun’. Gigi berpindah atau resorpsi akar
dapat terjadi. Unikistik ameloblastoma terjadi pada kelompok usia muda dan cenderung tidak
invasive. Bentuknya berbatas tegas, unikistik, lesi radiolusen, sebaiknya mengambil hingga 2
cm dari jaringan normal sekitarnya. Unikistik ameloblastoma dapat dienukleasi dengan risiko
terjadinya rekurensi lebih kecil.
Ameloblastoma Multikistik
Tipe ini menghasilakn suatu gambaran yang khas secara rontgenografi. Ada pembentukan
kista multipel yang biasanya berbentuk silinder dan terpisah satu sama lain oleh trabekula
tulang. Kista yang bulat ini bervariasi ukuran serta jumlahnya.
Walaupun berbagai jenis gambaran radiografidari ameloblastoma memungkinkan, namun
kebanyakan memiliki gambaran yang khas dimana sejumlah loculation dijumpai. Jika
ameloblastoma menempati suatu rongga tunggal atau monokistik, maka diagnosa radiografi
menjadi bertambah sulit karena kemiripannya terhadap kista dentigerous danterhadap kista
residual berbatas epitel pada rahang.
(Sumber:
1. Chapman et al. Periapical Lucency around the tooth: radiologic evaluation and
differential diagnosis. RSNA. 2013. Vol 3(1);E15-32.
2. Altug HA, Ozkan A. Diagnostic imaging in oral and maxillofacial pathology. Intech.
2011. pp. 215-236
3. Whaites E. Essentials of dental radiography and radiology. 3rd Edition.
London:Elsevier. pp. 211-389)