PENGABDIAN MASYARAKAT
DEPARTEMEN ORTODONTI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
i
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul : Pemeriksaan dan pendataan Maloklusi di SD
Inpres Karuwisi 2
2. Nama Mitra Program : Dinas Pendidikan Kota Makassar
3. Tim
a. Ketua : drg. Baharuddin M Ranggang, Sp. Ort
b. NIP :19691231 200501 1 014
c. Pangkat/Golongan : Penata muda Tk.I/ III b
d. Program Studi : Kedokteran gigi
e. Bidang keahlian : Ortodonsia
f. Alamat institusi : Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea
g. Telepon/E-mail : 08124218606/baharfkguh@gmail.com
4. Anggota Tim : Selistiani, S.KG
Risnanda Thamrin, S.KG
5. Lokasi Kegiatan/Mitra
a. Wilayah Mitra : Sekolah Dasar
b. Kabupaten/ kota/provinsi : Makassar/ Sulawesi Selatan
6. Luaran yang dihasilakan : Peningkatan pengetahuan kesehatan gigi di
bidang maloklusi
7. Jangka waktu pelaksanaan : 1 minggu
Makassar, 26 November 2017
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Kepala Departemen Ortodonsi
Universitas Hasanuddin
Dr. drg. Bahruddin Thalib M.Kes, Sp. Pros Dr. drg. Eka Erwansyah, M.kes, Sp. Ort
NIP. 19640814 199103 1 002 NIP. 19701228 200012 1 001
Menyetujui,
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M)
Universitas Hasanuddin
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
iii
5.1 Simpulan ................................................................................................. 26
LAMPIRAN ........................................................................................................... 29
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Kehidupan manusia, gigi dan mulut merupakan investasi bagi kesehatan sepanjang
hidup. Gigi berperan pada proses pengunyahan, berbicara dan penampilan. Berbagai
penyakit maupun kelainan gigi dan mulut dapat memengaruhi berbagai fungsi rongga
mulut. Salah satunya adalah kelainan susunan gigi atau disebut maloklusi. Maloklusi
adalah suatu bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima
sebagai bentuk normal. Oklusi dikatakan normal jika susunan gigi dalam lengkung
teratur baik serta terdapat hubungan yang harmonis antara gigi atas dan gigi bawah.
Maloklusi sebenarnya bukan suatu penyakit tetapi bila tidak dirawat dapat
Berdasarkan laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013,
3
sebanyak 14 provinsi mengalami masalah gigi dan mulut yaitu 25,9%. Prevalensi
maloklusi di Indonesia masih sangat tinggi sekitar 80% dari jumlah penduduk, dan
merupakan salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang cukup besar, hal ini
ditambah dengan tingkat kesadaran perawatan gigi yang masih rendah dan kebiasaan
buruk seperti mengisap ibu jari atau benda-benda lain, karena jumlah dan keparahan
ditangani.
1
Penelitian di spesialisasi Ortodonti FKG-UI (1999) di Jakarta yang melaporkan dari
270 sampel pada anak usia 12-14 tahun diperoleh gigi berjejal (crowded) sebesar
44,9%, gigi renggang (diastema) 16,7%, gigi mendongos (protrusi) 6,3%, tumpang
gigit dalam (deep bite) 6,3%, gigitan silang (scissor bite) 12,3%, dan gigitan terbuka
(open bite) 13,2%. Survei dari Pelayanan Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat
(1960) melaporkan dari 8.000 sampel, 40% anak-anak yang berumur 6-11 tahun dan
85% remaja yang berumur 12-17 tahun mempunyai masalah gigi berjejal. 23,4%.5
Selain itu, Al-Balkhi dan Al-Zahrani (1994) melaporkan dari 614 pasien Saudi Arabia
ditemukan kasus gigi berjejal sebesar 49,5% pada regio anterior Al-Emran dkk (1990)
melaporkan penelitian pada anak sekolah laki-laki di Saudi Arabia yang berumur
sekitar 13-14 tahun mempunyai masalah gigi berjejal anterior sebesar 42,8%, pada
rahang atas sebesar 19,4% dan rahang bawah sebesar 23,4%.5 Selain itu, Al-Balkhi
dan Al-Zahrani (1994) melaporkan dari 614 pasien Saudi Arabia ditemukan kasus gigi
Maloklusi dapat didefinisikan sebagai suatu ketidak sesuaian dari hubungan gigi
atau hubungan rahang yang menyimpang dari normal. Derajat keparahan maloklusi
Maloklusi dapat terjadi dalam arah sagital, transversal, vertical, dapat diidentifikasi
berdasarkan hubungan rahang yaitu hubungan rahang bawah terhadap rahang atas.
Maloklusi dapat menyebabkan tampilanwajah yang buruk, resiko karies dan penyakit
2
dari orang tua dan faktor lingkungan seperti kebiasaan buruk. Biasanya kedua faktor
ukuran, bentuk dan jumlah gigi yangtumbuh tidak sesuai dengan lengkung
masalah dengan gigi geliginya.Gigi berjejaldan maloklusi banyak terjadi pada usia 10-
Kebanyakan anak juga memiliki kebiasaan buruk seperti menghisap ibu jari,
terkadang menjadi tidak sesuai sehinggadapat terjadi keadaan gigi berjejal, gigitan
karies.Maloklusi yang sudah tampak pada periode gigibercampur bila tidak dilakukan
perawatan sejak diniakan berakibat semakin parah pada periode gigitetapnya. Sebagai
diInggris, anak pada usia 9-11 tahun adalah usia tepatuntuk dilakukan perawatan
interseptif. Usia 9 sampai11 merupakan waktu gigi kaninus dan premolarkedua erupsi,
3
yang dilaporkan banyak menyebabkan masalah pada ketidakteraturan gigi geligi
menentukan maloklusi?
SD Inpres Karuwisi 2?
1.3 Tujuan
maloklusi.
SD Inpres Karuwisi 2.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Maloklusi
Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal, hal ini dapat
terjadi karena ketidaksesuaian antara lengkung gigi dan lengkung rahang. Keadaan ini
terjadi baik pada rahang atas maupun rahang bawah. Gambaran klinisnya berupa
terhadap kesehatan juga akan menimbulkan gangguan terhadap keserasian dan estetika
muka.4 Maloklusi tidak dapat diberantas, jadi akan senantiasa ada, karena penyebab
kelainan tersebut tidak hanya karena faktor lingkungan, tetapi juga faktor keturunan
yang tidak dapat dihindari. Namun demikian maloklusi dapat dicegah agar tidak
bertambah parah.5
Lama perawatan pada satu maloklusi tidaklah sama dengan lama perawatan pada
maloklusi jenis yang lain. Ada banyak faktor yang mempengaruhi lama perawatan
ortodontik, diantaranya: usia pasien, tipe maloklusi, ada atau tidaknya ekstraksi,
penggunaan perangkat yang digunakan cekat atau lepasan, keparahan maloklusi awal,
kooperatif pasien, dll. Beberapa hal tersebut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
Menurut Moyers yang dikutip oleh Suminy, maloklusi dapat disebabkan oleh
5
1. Faktor keturunan, seperti sistem neuromuskuler, tulang, gigi dan bagian lain di
2. Gangguan pertumbuhan.
3. Trauma, yaitu trauma sebelum lahir dan trauma saat dilahirkan serta trauma
setelah dilahirkan.
5. Kebiasaan buruk seperti menghisap jari yang dapat menyebabkan insisivus rahang
6. Penyakit yang terdiri dari penyakit sistemik, kelainan endokrin, penyakit lokal
(gangguan saluran pernapasan, penyakit gusi, jaringan penyangga gigi, tumor, dan
gigi berlubang).
7. Malnutrisi.
Untuk mengenali sebuah maloklusi, seorang dokter gigi harus mengetahui oklusi
ideal dan oklusi normal. Ada enam kunci oklusi normal pada gigi dewasa menurut
1) Hubungan molar: Cusp mesiobukal dari gigi molar pertama rahang atas beroklusi
dengan groove antara cusp mesiobukal dengan bagian tengah bukal dari molar
pertama rahang bawah. Cusp distobukal dari molar pertama rahang atas berkontak
6
3) Inklinasi mahkota: Inklinasi mengarah pada inklinasi labiolingual atau bukolingual
b. Gigi posterior rahang atas berinklinasi ke arah lingual, inklinasi caninus hingga
premolar hamper sama. Mahkota molar rahang atas berinklinasi sedikit lebih ke
Berdasarkan laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional pada tahun
2013, sebanyak 14 provinsi mengalami masalah gigi dan mulut yaitu 25,9%. Prevalensi
maloklusi di Indonesia masih sangat tinggi sekitar 80% dari jumlah penduduk, dan
salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang cukup besar. Penelitian yang
dilakukan oleh Rosani pada pasien di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas
mengalami maloklusi. Karena jumlah dan keparahan maloklusi akan terus meningkat,
Klasifikasi Maloklusi
7
Klasifikasi maloklusi adalah deskripsi penyimpangan dentofasial menurut karakteristik
umum atau normal. Bergantung pada bagian mana dari unit mulut dan rahang yang
bersalah, maloklusi secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga jenis:
b. Hubungan yang tidak harmonis dari lengkung gigi atau segmen dentoalveolar.
Ketiga jenis maloklusi ini dapat muncul secara individual pada pasien atau dalam
kombinasi yang melibatkan satu sama lain, tergantung pada di mana kesalahan terletak
pada lengkung gigi individu atau segmen dentoalveolar atau struktur rangka yang
mendasari.
Klasifikasi maloklusi Angle didasarkan pada hubungan anteroposterior dari gigi pada
tahun 1898. Dia menggunakan numerik Roman I, II, III untuk menentukan kelas utama,
sedangkan numerik Arab 1, 2 untuk menjelaskan divisi dari tiap klasifikasi. Deviasi
8
2. Maloklusi Angle Kelas II
Seperti dengan ciri khas hubungan molar kelas II, insisivus rahang atas hampir
9
Angle kelas II diklasifikasikan sebagai berikut, berdasarkan subdivisi, yaitu maloklusi
Angle Kelas II subdivisi. Jika hubungan molar kelas II hanya muncul pada satu
Lengkung gigi rahang bawah dalam hubungan mesial dengan lengkung rahang atas
dengan puncak cusp mesiobuccal molar pertama beroklusi dalam ruang interdental
antara aspek distal dari puncak cusp distal pertama molar rahang bawah dan aspek
Jenis maloklusi ini bukan jenis maloklusi kelas III yang sesungguhnya melainkan
hanya mirip dengan kelas III. Pada jenis ini, rahang bawah bergeser ke anterior di fossa
glenoid karena kontak premature dari gigi atau penyebab lain saat rahang berada pada
oklusi sentrik. Angle kelas III diklasifikasikan berdasarkan subdivisi, yaitu maloklusi
10
Gambar 5. Maloklusi Kelas III Klasifikasi Angle
Sumber: Marya CM. A textbook of public health dentistry. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers; 2011, p. 147
Ada beberapa klasifikasi maloklusi lainnya yang dijelaskan menurut Dewey dan
Angle. Dewey memodifikasi klasifikasi Angle kelas I dan kelas III pada tahun 1915
B. Modifikasi Dewey
1) Tipe 1: Angle kelas I dengan crowded pada gigi anterior rahang atas.
Gambar 6 A-C. Klasifikasi Dewey kelas I tipe 1 – crowded pada segmen anterior
11
Sumber: Phulari BS. Orthodontics principles and practice. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers; 2011, p. 105
2) Tipe 2: Angle kelas I dengan gigi insisivus rahang atas mengalami labioversi
(proclined).
3) Tipe 3: Angle kelas I dengan gigi insisivus rahang atas mengalami linguoversi dari
4) Tipe 4: Molar dan/atau premolar mengalami bucco atau linguoversi, tapi gigi
insisivus dan kaninus berada pada garis normal (gigitan silang posterior).
12
Gambar 9 A-C. Klasifikasi Dewey kelas I tipe 4 – gigitan silang posterior
Sumber: Phulari BS. Orthodontics principles and practice. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers; 2011, p. 105
5) Tipe 5: Molar mengalami mesioversi karena kehilangan secara dini dari gigi yang
berada di sebelah mesialnya (tanggal dini pada gigi molar decidui atau premolar kedua)
Gambar 10. Klasifikasi Dewey kelas I tipe 5 – mesial drifting dari gigi molar
Sumber: Phulari BS. Orthodontics principles and practice. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers; 2011, p. 106
i. Tipe 1: lengkung individu bila dilihat secara individual berada dalam keselarasan
yang normal, namun pada saat beroklusi, gigi anterior berada pada posisi edge to
edge.
ii. Tipe 2: Gigi insisivus rahang bawah mengalami crowded dan linguan dari insisivus
maksila.
iii. Tipe 3: Lengkung rahang atas kurang maju, terjadi gigitan silang dengan insisivus
13
C. Klasifikasi Bennette
1. Kelas I: Lokasi abnormal dari satu atau lebih gigi yang disebabkan karena faktor
lokal.
2. Kelas II: Formasi abnormal dari sebagian atau seluruh baik lengkung rahang yang
3. Kelas III: Hubungan abnormal antara lengkung rahang atas dan lengkung rahang
bawah dan/atau antara kedua lengkung dan kontur fasial, disebabkan oleh
maloklusi adalah studi tentang penyebab maloklusi. Maloklusi dapat terjadi karena
beberapa faktor. Pada umumnya maloklusi disebabkan oleh faktor genetik dan / atau faktor
eksperimen pada manusia tidak mungkin dilakukan. Beberapa ortodontis meyakini bahwa
faktor genetik adalah yang paling utama sehinggat melakukan tindakan preventif tidak
mungkin dilakukan.
Keturunan atau genetik telah lama dikemukakan sebagai penyebab maloklusi. Faktor
keturunan atau genetik adalah sifat genetik yang diturunkan dari orang tuanya atau
kelainan dentofacial telah menjadi subyek dari banyak penelitian. Sebagai contoh
adalah ciri-ciri khusus suatu ras atau bangsa misalnya bentuk kepala atau profil muka
14
sangat dipengaruhi oleh ras atau suku induk dari individu tersebut yang diturunkan dari
kedua orang tuanya. Bangsa yang merupakan prcampuran dari bermacam-macam ras
2. Kelainan bawaan
misalnya sumbing atau cleft: bibir sumbing atau cleft lip, celah langit-langit (cleft
palate).
b. Tortikolis: adanya kelainan dari otot-otot daerah leher sehingga tidak dapat
protrusi.
tidak normal.
e. Sifilis: akibat penyakit sifilis yang diderita orang tua akan menyebabkan terjadinya
15
Gangguan keseimbangan endokrin misalanya gangguan parathyroid, adanya
hipothiroid akan menyebabkan kritinisme dan resorpsi yang tidak normal sehingga
4. Trauma
- Hipoplasia mandibular: dapat disebabkan oleh intrauterine tekanan atau trauma saat
melahirkan.
- Asimetri: Sebuah lutut atau kaki bisa menekan terhadap wajah dalam sedemikian
pembangunan mandibular.
Lebih banyak terjadi pada rahang atas, kedudukan dekat midline (garis mediana)
sebelah palatival gigi seri rahang atas disebut mesiodens. Bentuknya biasanya konus
kadang-kadang bersatu (fused) dengan gigi pertama kanan atau kiri, jumlahnya pada
tidak tumbuh (terpendam atau impected) sehingga menghalangi tumbuhnya gigi tetap
didekatnya atau terjadi kesalahan letak (malposisi). Oleh karena itu pada penderita
yang mengalami kelambatan atau kelainan tumbuh dari gigi seri rahang atas perlu
dilakukan Ro photo.
b) Agenesi
16
Agenesi dapat terjadi bilateral atau unilateral atau kadang-kadang unilateral dengan
partial agenesi pada sisi yang lain. Lebih banyak terjadi dari pada gigi supernumerari.
Dapat terjadi pada rahang atas maupun rahang bawah tetapi lebih sering pada rahang
bawah. Urutan kemungkinan terjadi kekurangan gigi adalah sebagai berikut: Gigi seri
II rahang atas (I2), Gigi geraham kecil II rahang bawah (P2), Gigi geraham III rahang
atas dan rahang bawah, Gigi geraham kecil II (P2) rahang bawah, pada kelainan jumlah
gigi kadang diikuti dengan adanya kelainan bentuk atau ukuran gigi. Misalnya bentuk
Salah satu penyebab utama terjadinya malposisi adalah gigi sendiri yaitu ukuran gigi
tidak sesuai dengan ukuran rahang, ukuran gigi lebih lebar atau sempit dibandingkan
Kelainan bentuk gigi yang banyak dijumpai adalah adanya peg shaped teeth (bentuk
pasak) atau gigi bersatu (fused). Juga perubahan bentuk gigi akibat proses atrisi (karena
fungsi) besar pengaruhnya terhadap terjadinya maloklusi, terutama pada gigi sulung
(desidui).
9. Premature loss
Fungsi gigi sulung (desidui) adalah: pengunyahan, bicara, estetis. Juga yang terutama
adalah menyediakan ruang untuk gigi tetap, membantu mempertahankan tinggi oklusal
17
resopsi. Akibat premature los fungsi tersebut akan terganggu atau hilang sehingga
Dapat disebabkan karena adanya gigi supernumerary, sisa akar gigi sulung atau karena
jaringan mucosa yang terlalu kuat atau keras sehingga perlu dilakukan eksisi. Kadang-
kadang hilang terlalu awal (premature loss) gigi sulung akan mempercepat erupsinya
gigi tetap penggantinya, tetapi dapat pula menyebabkan terjadinya penulangan yang
berlebihan sehingga perlu pembukaan pada waktu gigipermanen akan erupsi, sehingga
Merupakan akibat lebih lanjut dari gangguan lain. Misalnya adanya pola herediter dari
gigi berjejal yang parah akibat tidak seimbangnya lebar dan panjang lengkung rahang
dengan elemen gigi yaitu adanya: persistensi atau retensi, Supernumerary, pengerasan
18
Perawatan ortodonti adalah salah satu jenis perawatan yang dilakukan di bidang
menyenangkan secara estetika yaitu dengan menghilangkan susunan gigi yang berjejal,
hubungan antar insisal serta menciptakan hubungan oklusi yang baik. Perawatan
Pada usia gigi geligi bercampur, perawatan orthodontik yang paling sering
adalah dilakukan pada maloklusi yang baru atau sedang dalam proses terjadi dengan
Beda antara ortodonti preventif dengan ortodonti interseptif adalah pada waktu
yang akan menyebabkan terjadinya suatu maloklusi sedang ortodonti Interseptif adalah
suatu tindakan yang harus segera dilakukan karena terdapat suatu gejala atau proses
terjadi maloklusi walau dalam tingkatan yang ringan sehingga maloklusi dapat
19
e. Latihan otot (myofunctional therapic)
Pendidikan kesehatan gigi adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menyampaikan
harapan mereka dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan gigi yang lebih
perilaku mereka.
atau penyuluhan. Dilihat dari segi usia rentannya anak yang terkena penyakit, maka
kesehatan gigi dan mulut yaitu anak usia sekolah dasar. Oleh karena usia sekolah dasar
yaitu usia 6-12 tahun merupakan usia transisi atau pergantian gigi desidui dengan gigi
permanen (masa gigi bercampur). Di samping itu, anak usia sekolah dasar masih
kurang dapat menjaga kebersihan gigi dan mulutnya. Menurut Wahyuningrum, upaya
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut serta pembinaan kesehatan gigi pada anak usia
sekolahdasar perlu mendapat perhatian khusus sebab pada usia ini anak sedang
ceramah dan demonstrasi. Metode Ceramah adalah salah satu cara pendidikan
kesehatan yang didalamnya kita menerangkan atau menjelaskan sesuatu secara lisan
20
disertai dengan tanya jawab, diskusi dengan sekelompok pendengar serta dibantu
dengan beberapa alat peraga yang dianggap perlu. Metode Demonstrasi adalah suatu
cara penyajian pengertian atau ide yang dipersiapkan dengan teliti untuk
menggunakan suatu prosedur. Alat bantu adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik
21
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
Bentuk kegiatan adalah bakti sosial dimana kegiatan terdiri atas penyuluhan,
Kegiatan dilaksanakan pada hari Sabtu Tanggal 18 November 2017 pukul 08.00
hingga pukul 12.00 WITA dengan jumlah siswa keseluruhan adalah 36 orang.
Pelaksanaan kegiatan dibagi menjadi tiga tahap yaitu: Edukasi, Pemeriksaan dan
siswa tentang pentingnya menjaga kesehatan dini sejak dini menggunakan metode
ceramah yang dibantu dengan menggunakan poster dan alat peraga. Kemudian, pada
sesi kedua dilukan pendataan dan pemeriksaan kondisi gigi geligi. Siswa yang
22
Penyuluhan
Pendataan dan
pemeriksaan
Pencabutan
23
BAB IV
Jumlah siswa yang mengikuti pendataan sebanyak 36 orang terdiri dari 20 siswa
perempuan dan 16 siswa laki-laki. Usia siswa berkisar antara 8-12 tahun (pendataan
dilakukan pada siswa kelas IV hingga kelas VI). Pada pendataan diperoleh maloklusi
Angle kelas I sebanyak 30 orang (83,3%), maloklusi Angle kelas II sebanyak 3 orang
Normal 8 8 - 1 - -
Tipe/ 4 6 - 2 1 -
Divisi I
Tipe/ 1 2 1 - 1 -
Divisi II
Tipe III/ - 1 4 - - 1
Subdivisi
Tipe IV - - - - -
Tipe V - - - - -
24
*Maloklusi Angle Kelas I dibagi menjadi Tipe I, II, III, IV dan V
*Maloklusi Angle Kelas II dibagi menjadi Divi I, Divisi II dan Subdivisi
yang mengalami gigi persistensi. Penentuan persistensi gigi dibagi menjadi 2 yaitu
persistensi A dan B. Persistensi A adalah gigi yang persistensi dan diindikasikan untuk
persistensi yang diindikasi untuk dilakukan konsul ke RSGM Kandea. Dari 76 siswa
- - - 1
Usia 6-12 tahun dari subjek pada penelitian ini merupakan usia dimana periode gigi
yang ada adalah gigi bercampur (mixed dentition} bersamaan dengan periode
pertumbuhan berbeda pada setiap jenis kelamin, perempuan biasanya ditandai dengan
menstruasi diusia 10-12 tahun dan laki-laki di usia lebih dari 12 tahun. Pemeriksaan
dini terhadap maloklusi perlu dilakukan pada masa prepubertal sehingga bila ditemui
keparahan maloklusi dapat menimbulkan masalah emosi dan kepercayaan diri seorang
anak.
25
Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa jenis maloklusi tertinggi yang terjadi adalah
crowded anterior (Maloklusi Angle Kelas I Tipe 1). Salah satu penyebab gigi crowding
pada populasi siswa kemungkinan adalah adanya gigi susu yang mengalami persistensi.
Kemungkinan penyebab lainnya dari prevalensi crowding yang tinggi adalah terjadinya
lesi karies dan ekstraksi gigi molar sulung yang mendukung migrasi dari geraham
yang dilakukan di Brasil ankilosis gigi sulung adalah penyebab paling umum terjadinya
maloklusi tersebut.
Tabel 1 memperlihatkan data bahwa penderita maloklusi pada anak laki-laki sedikit
lebih rendah dibanding dengan anak laki-laki. Perbedaan jenis kelamin dalam beberapa
maloklusi prevalensi ditunjukkan pada tahap gigi geligi yang berbeda. Hal ini dapat
terjadi mengingat bahwa ada perbedaan perkembangan dalam hal waktu erupsi gigi
antara anak laki-laki dan perempuan, serta antara masing-masing anak; beberapa ada
yang 'awal' dan beberapa ada yang 'akhir' selama perkembangan oklusal. Karena
adanya variasi individu yang besar, maka pengelompokan berdasar tahap gigi lebih
tepat dibandingkan dengan usia kronologis. Hal ini kemungkinan bisa menambah
26
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Maloklusi adalah suatu keadaan ketidaksesuaian dari hubungan gigi atau hubungan
rahang yang menyimpang dari normal. Derajat keparahan maloklusi berbeda-beda dari
menyebabkan tampilan wajah yang buruk, risiko karies dan penyakit periodontal,
orang (83,3%), maloklusi Angle kelas II sebanyak 3 orang (8.3%) dan maloklusi Angle
kelas III sebanyak 3 orang (8.3%). Selain itu, prevalensi maloklusi tertinggi adalah
5.2 Saran
Memperhatikan hasil penelitian, perlu dilakukan penyuluhan tentang kesehatan
gigi pada umumnya dan ortodontik khususnya, pencabutan gigi susu yang mengalami
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Susanto C. Need dan demand serta akibat dari maloklusi pada siswa smu Inpres i
5(3): 97-101
3. Staley RN, Reske NT. Essential of orthodontics: Diagnosis and treatment. United
5. Marya CM. A textbook of public health dentistry. New Delhi: Jaypee Brothers
6. Phulari BS. Orthodontics principles and practice. New Delhi: Jaypee Brothers
9. Mc Donald RE, Avery. Dentistry for child and adolescent. 7thed. St Louis: Mosby;
1994.
kesehatan gigi dan mulut pada Pelajar usia 7-8 tahun di 2 sekolah dasar kecamatan
28
Mandiangin koto selayan Kota bukittinggi Melalui permainan edukasi kedokteran
29
ANGGARAN KEGIATAN
Penggandaan
8 Laporan 3 Buah 40.000 120.000
Total 741.000
Total 300.000
30
LAMPIRAN
31
32
33
34
DAFTAR HADIR
DEPARTEMEN ORTHODONTI
35