Anda di halaman 1dari 38

HALAMAN PENGESAHAN

KARYA TULIS ILMIAH


(KAJIAN LITERATUR)
PENGARUH KONSUMSI JENIS MAKANAN POTENSI KARIOGENIK DAN
FREKUENSI MENGGOSOK GIGI DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI
SULUNG PADA ANAK USIA 4-6 TAHUN
Dipersiapkan dan disusun oleh:
NURHIDAYAH
NIM. 20173123048
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal, Juni 2020
Susunan Dewan Penguji
Ketua

Rita Herlina, S.Si.T, M.Pd


NIP. 196910061991032003

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

drg. Pawarti, M.KM drg. Hj. Sri Rezki, M.Sc


NIP. 196306261989012001 NIP. 197007022000122003

Karya Tulis ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
AHLI MADYA KEPERAWATAN GIGI di Jurusan Keperawatan Gigi
Politeknik Kesehatan Kemenkes Pontianak
Pontianak, Juni 2020
Ketua Jurusan Keperawatan Gigi

Halimah, S.Si.T, MDSc


NIP. 196908031991032001

i
PENGARUH KONSUMSI JENIS MAKANAN POTENSI KARIOGENIK DAN
FREKUENSI MENGGOSOK GIGI DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI
SULUNG PADA ANAK USIA 4-6 TAHUN

Nurhidayah

vii + 33 halaman

ABSTRAK

Menurut WHO tahun 2016, kesehatan mulut sebagai “suatu keadaan


dimana terbebas dari keadaan mulut yang kronis dan nyeri wajah, kanker mulut
dan tenggorokan, infeksi oral dan luka, penyakit periodontal (gusi), kerusakan
gigi, kehilangan gigi, dan penyakit dan gangguan lain yang membatasi kapasitas
individu dalam menggigit, mengunyah, tersenyum, berbicara, dan kesejahteraan
psikososial. Karies gigi merupakan suatu penyakit mengenai jaringan keras gigi,
yaitu email, dentin dan sementum, berupa daerah yang membusuk pada gigi,
terjadi akibat proses secara bertahap melarutkan mineral permukaan gigi dan
terus berkembang kebagian dalam gigi. Karies gigi yang banyak dialami oleh
anak usia 4-6 tahun disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kegemaran
mengkonsumsi makanan kariogenik dan kebiasaan mereka yang kurang tepat
dalam menggosok gigi. Tujuan penelitian untuk mengetahui Pengaruh konsumsi
jenis makanan potensi kariogenik dan frekuensi menggosok gigi dengan kejadian
karies gigi sulung pada anak usia 4-6 tahun.
Penelitian ini adalah studi literatur dengan menggunakan referensi dan
data yang berasal dari textbook, journal, artikel ilmiah dan literature review yang
berisikan tentang konsep yang diteliti.
Kesimpulan yaitu antara jenis makanan potensi kariogenik dan frekuensi
menggosok gigi pengaruh yang lebih besar adalah jenis makanan potensi
kariogenik dibandingkan dengan frekuensi menggosok gigi dalam kejadian karies
gigi. Dan juga terdapat pengaruh lain yaitu pengetahuan orang tua dengan
kejadian karies gigi sulung pada anak usia 4-6 tahun.

Daftar Bacaan : 42 (2010 - 2020)


Kata Kunci : Karies gigi sulung, makanan kariogenik, menggosok gigi.

ii
BIODATA PENULIS

Nama : Nurhidayah
Tempat, Tanggal Lahir : Pontianak, 15 Oktober 1999
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jalan Tanjung Harapan gg.h.sulaiman No.9
Nama Orang Tua
1. Ayah : Yusuf, A.Md
2. Ibu : Jamilah Ismail
Jenjang Pendidikan
1. SD : SD Negeri 06 Pontianak Timur
2. SMP : SMP Negeri 1 Pontianak
3. SMA : SMA Negeri 7 Pontianak

iii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala, atas berkat rahmat
dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan program studi
Diploma III jurusan keperawatan gigi, poltekkes kemenkes Pontianak dengan
judul “Pengaruh konsumsi jenis makanan potensi kariogenik dan frekuensi
menggosok gigi dengan kejadian karies gigi sulung pada anak usia 4-6 tahun.”.

Dalam menyelesaikan penelitian ini, penulis banyak mengalami kesulitan


baik dalam literatur maupun penyusunannya, namun berkat Allah yang Maha Esa
dan bantuan pembimbing sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan.
Untuk itu, penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada;

1. Ibu drg. Pawarti, MKM selaku pembimbing pertama yang telah memberikan
saran dan bimbingan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
2. Ibu drg. Sri Rezki, MSc selaku pembimbing kedua yang telah memberikan
saran dan bimbingan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
3. Ibu Halimah, S.Si.T, MDSc selaku ketua Jurusan keperawatan gigi poltekkes
kemenkes Pontianak.
4. Seluruh dosen dan staff Jurusan keperawatan gigi poltekkes kemenkes
Pontianak.
5. Kedua orang tuaku tercinta atas do’a, dukungan, dorongan, nasehat, kasih
sayang dan bantuan moral maupun materi selama penulis mengikuti
program pendidikan D-III keperawatan gigi poltekkes kemenkes Pontianak.
6. Rekan-rekan mahasiswa D-III Jurusan keperawatan gigi poltekkes
kemenkes Pontianak khususnya angkatan 2017.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ilmiah ini tidak lepas
dari kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan segala
kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca kepada penulis
kedepannya.

iv
Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis berharap kedepannya
karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain yang
membutuhkannya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahhi Wabarakatuh.

Pontianak, Juni 2020

v
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................i

ABSTRAK............................................................................................................. ii

BIODATA PENULIS.............................................................................................iii

KATA PENGANTAR............................................................................................iv

DAFTAR ISI......................................................................................................... vi

BAB I.................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................1

B. Tujuan Penelitian.......................................................................................4

BAB II................................................................................................................... 5

ISI......................................................................................................................... 5

A. Gigi sulung.................................................................................................5

1. Pengertian gigi sulung............................................................................5

2. Struktur jaringan keras............................................................................5

3. Fungsi Gigi Sulung.................................................................................5

B. Karies gigi..................................................................................................6

1. Pengertian karies gigi.............................................................................6

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi karies gigi.........................................6

3. Proses terjadinya karies.......................................................................10

C. Karies gigi sulung.................................................................................10


vi
D. Makanan kariogenik.............................................................................11

1. Pengertian makanan kariogenik...........................................................11

2. Sifat makanan kariogenik.....................................................................12

3. Jenis Makanan kariogenik....................................................................12

E. Menggosok gigi........................................................................................13

1. Pengertian menggosok gigi..................................................................13

2. Frekuensi Meggosok Gigi.....................................................................13

BAB III................................................................................................................15

PEMBAHASAN...................................................................................................15

A. Pengaruh jenis makanan potensi kariogenik............................................15

B. Pengaruh frekuensi menggosok gigi dengan kejadian karies gigi............20

C. Faktor yang lebih berpengaruh dengan kejadian karies gigi.................22

BAB IV................................................................................................................24

KESIMPULAN.....................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan mulut merupakan indikator utama kesehatan secara


keseluruhan, kesejahteraan dan kualitas hidup. Berdasarkan data dari Global
Burden of Disease Study tahun 2016, memperkirakan bahwa penyakit mulut
mempengaruhi setidaknya 3,58 miliar orang di seluruh dunia, dengan karies gigi
(kerusakan gigi) pada gigi permanen menjadi kondisi yang paling umum.
Sementara Prevalensi masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 sebanyak 57,6%
orang Indonesia memiliki masalah gigi dan mulut dan hanya 10,2% yang
mendapat penanganan medis. Provinsi yang memiliki masalah kesehatan gigi
paling besar yaitu Sulawesi Tengah 75,3% dan hanya 8,2% yang mendapat
pelayanan dari tenaga medis gigi. Sementara di Kalimantan Barat ditemukan
sekitar 60% masyarakat Kalimantan Barat memiliki masalah gigi dan mulut.
Berdasarkan data yang didapat Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat melalui
hasil wawancara dengan sampel sebanyak 3.439 di wilayah Kota Pontianak
ditemukan 39,52% sampel yang mengalami gigi rusak atau berlubang.
Menurut WHO tahun 2016, kesehatan mulut sebagai “suatu keadaan
dimana terbebas dari keadaan mulut yang kronis dan nyeri wajah, kanker mulut
dan tenggorokan, infeksi oral dan luka, penyakit periodontal (gusi), kerusakan
gigi, kehilangan gigi, dan penyakit dan gangguan lain yang membatasi kapasitas
individu dalam menggigit, mengunyah, tersenyum, berbicara, dan kesejahteraan
psikososial. Secara global, diperkirakan 2,4 miliar orang menderita karies gigi
permanen dan 486 juta anak menderita karies gigi sulung.
Karies gigi merupakan suatu penyakit mengenai jaringan keras gigi,
yaitu email, dentin dan sementum, berupa daerah yang membusuk pada gigi,
terjadi akibat proses secara bertahap melarutkan mineral permukaan gigi dan
terus berkembang kebagian dalam gigi. Proses ini terjadi karena aktivitas jasad
renik dalam karbohidrat yang dapat diragikan. Proses ini ditandai dengan
dimineralisasi jaringan keras dan diikuti kerusakan zat organiknya, sehingga
dapat terjadi invasi bakteri lebih jauh ke bagian dalam gigi, yaitu lapisan dentin
serta dapat mencapai pulpa (Kumala, 2006 dalam Widayati, 2014)

1
Karies gigi terjadi disebabkan oleh sejumlah faktor (multiple factor) yang
saling mempengaruhi yang terdiri dari tiga faktor utama yaitu host (gigi dan
saliva), mikroorganisme (plak), substrat (karbohidrat) dan faktor tambahan yaitu
waktu. Keempat faktor tersebut digambarkan sebagai lingkaran, apabila keempat
faktor tersebut saling tumpang tindih maka akan terjadi karies gigi. Selain itu,
faktor predisposisi lain yang turut berkontribusi terhadap keparahan karies antara
lain pengalaman karies, sosial ekonomi, usia, jenis kelamin, geografis, dan
perilaku terhadap kesehatan gigi (Sondang dan Hamada, 2008 dalam Gayatri,
2017).
Karies gigi yang banyak dialami oleh anak usia 4-6 tahun disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya kegemaran mengkonsumsi makanan
kariogenik. Makanan kariogenik adalah makanan yang dapat menyebabkan
terjadinya karies gigi. Sifat makanan kariogenik adalah banyak mengandung
karbohidrat, lengket dan mudah hancur di dalam mulut. Karbohidrat dalam
makanan yang sifatnya paling dapat merusak gigi adalah jenis sukrosa. Proses
karies selain ditentukan oleh jenis karbohidrat juga tergantung pada frekuensi
dan bentuk fisik karbohidrat tersebut (W et al., 2010).
Pada umumnya hampir semua anak menyukai jajanan yang rasanya
manis dan tinggi kandungan sukrosanya. Jenis makanan ini merupakan
karbohidrat yang sangat kariogenik dan berpotensi mengakibatkan karies. Karies
pada anak merupakan penyebab yang paling sering terjadi. Pemicunya adalah
kombinasi faktor jenis makanan anak (misalnya permen, coklat, es krim, donat),
lamanya sisa makanan di mulut,dan cara membersihkan mulut (Jamil, 2011).
Faktor lain penyebab karies gigi pada anak usia 4-6 tahun ialah
kebiasaan mereka yang kurang tepat dalam menggosok gigi (Jajak Lawalangy,
2006 dalam maulidta et al., 2017). Pada anak usia tersebut biasanya sudah bisa
menggosok gigi sendiri tetapi orang tua masih harus tetap terlibat untuk
membimbing dan mengawasi anaknya agar mereka teratur menggosok gigi dua
kali sehari dan dengan cara yang benar. Menggosok gigi dan mulut sebagai
bentuk perilaku yang akan mempengaruhi baik buruknya kebersihan gigi dan
mulut, dimana akan mempengaruhi juga angka karies dan penyakit penyangga
gigi. Frekuensi menggosok gigi juga mempengaruhi kebersihan menggosok gigi
mulut anak-anak (Edwina A.M,Kidd dan Sally Joyston-Bechal, 2010 dalam
Qoyyimah & Aliffia, 2019).

2
Orang tua harus mengetahui cara merawat gigi anaknya dan harus
mengajari anaknya cara merawat gigi yang baik. Masih banyak orang tua yang
berasumsi bahwa gigi susu hanya sementara dan akan diganti oleh geligi tetap,
sehingga para orang tua sering beranggapan bahwa kerusakan pada gigi susu
yang disebabkan oleh oral higiene yang kurang baik bukan merupakan suatu
masalah, padahal pada usia 4-6 tahun, gigi sulung sudah lengkap semua bahkan
pada usia tersebut gigi tetap biasanya telah tumbuh tetapi pada usia tersebut
anak sangat rawan untuk terserang karies (Piwitaning, 2013 dalam
Cahyaningrum, 2017).
pada umumnya kebiasaan anak dalam menggosok gigi hanyalah
bertujuan untuk menyegarkan mulut saja, bukan karena mengerti bahwa hal
tersebut baik untuk kesehatan gigi, sehingga anak cendrung menggosok gigi
semaunya sendiri. Besarnya peran orang tua sangat diperlukan dalam menjaga
kesehatan gigi anaknya agar tercapai kesehatan gigi yang optimal (Agustin,
2015).
TK Islam Bina 45 terletak di jalan Tanjung Raya II, kecamatan Pontianak
Timur. TK Islam Bina 45 terbagi atas 6 kelas dengan jumlah murid sebanyak 125
orang, dengan jumlah tenaga pengajar sebanyak 15 orang. Terdapat kantin yang
menjual makanan (seperti snack, permen, coklat, gorengan, dll) dan juga
beberapa pedagang kaki lima yang menjual makanan (seperti pentol, roti bakar,
pempek, siomay, dll) yang jumpai di TK tersebut. Pedagang makanan jajanan di
sekolah tersebut menjual hampir semua jenis makanan yang bersifat kariogenik
dan banyak anak memiliki kebiasaan mengkonsumsi jajanan tersebut pada saat
jam istirahat dan jam pulang sekolah, namun belum diketahui tentang bagaimana
kebiasaan yang dilakukan sebagai tindakan preventif dalam pencegahan
terjadinya masalah tersebut, karena di TK ini belum pernah dilakukan penelitian
yang berkaitan dengan masalah jajanan di sekolah dan kebiasaan menggosok
gigi atau yang serupa.
Berdasarkan dari latar belakang diatas, penulis tertarik untuk meneliti
suatu permasalahan yaitu “Pengaruh Konsumsi Jenis Makanan Potensi
Kariogenik Dan Frekuensi Menggosok Gigi Dengan Kejadian Karies Gigi Sulung
Pada Anak Usia 4-6 Tahun”.

3
B. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui Pengaruh konsumsi jenis makanan potensi kariogenik


dan frekuensi menggosok gigi dengan kejadian karies gigi sulung pada anak usia
4-6 tahun.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gigi sulung

1. Pengertian gigi sulung


Gigi merupakan salah satu organ yang berfungsi sebagai pengunyahan
yang terdapat pada rahang atas dan rahang bawah. Gigi susu adalah gigi yang
tumbuh pertama kali di dalam rongga mulut dan suatu saat akan tanggal. Gigi
susu berjumlah 20 buah serta ukurannya lebih kecil dibandingkan gigi permanen,
bentuknya lebih tipis, lebih rentan terhadap karies gigi, dan berwarna lebih putih
(Paramita, 2000 dalam Aprilliya, 2019)

2. Struktur jaringan keras


Menurut Paramita, 2000 dalam (Aprilliya, 2019) mengatakan bahwa
secara garis besar struktur gigi susu dibagi menjadi dua bagian sebagai berikut:

a. Struktur jaringan keras

Bagian ini terletak di rongga mulut yang dikenal dengan mahkota gigi. Pada
mahkota gigi terdapat bagian yang menonjol disebut puncak gigi. Mahkota dan
puncak gigi dilapisi oleh suatu lapisan yang disebut email gigi, di bagian
bawahnya terdapat lapisan berwarna putih yang disebut dentin gigi.

b. Struktur jaringan lunak

Menurut Paramita (2000), struktur jaringan lunak berfungsi untuk menyongkong


gigi. Jaringan lunak yang menyongkong gigi disebut gusi, bagian bawahnya
terdapat rongga tempat melekatnya gigi yang disebut tulang gigi. Bagian gigi
yang melekat pada tulang gigi disebut akar gigi, serta bagian dalam gigi

terdapat rongga yaitu pulpa gigi dan di dalam pula terdapat serabut saraf serta
pembuluh darah.

3. Fungsi Gigi Sulung


Fungsi gigi sulung didalam rongga mulut antara lain sebagai organ
pengunyahan, menjaga estetik, fungsi bicara, penyedia ruang untuk gigi
permanen dan sebagai penuntun gigi permanen yang akan erupsi. Secara

5
langsung gigi sulung turut berperan merangsang pertumbuhan dan
perkembangan rahang (Suarniti, 2014).

C. Karies gigi

1. Pengertian karies gigi


Karies gigi adalah penyakit jaringan keras gigi yaitu pada email, dentin dan
sementum. Terjadi demineralisasi jaringan keras gigi yang dibarengi dengan
kerusakan bahan organiknya, sehingga terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa
serta penyebaran infeksinya sampai ke jaringan periapeks yang akhirnya
menimbulkan nyeri (Hidayat, 2016 dalam Maryani, 2019).
Karies gigi atau gigi berlubang adalah suatu penyakit pada jaringan keras gigi
yang ditandai oleh rusaknya email dan dentin disebabkan oleh aktivitas
metabolisme bakteri dalamplakyang menyebabkan terjadinya demineralisasi
akibat interaksi antar produk-produk mikroorganisme, ludah dan bagian-bagian
yang berasal dari makanan dan email (Ramayanti & Purnakarya, 2013).
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi karies gigi
Menurut Newburn dalam Suwelo (1992) dalam (LARASSWATI & AYU, 2018),
ada tiga faktor utama yaitu: mikroorganisme, gigi dan saliva, serta substrat dan
waktu sebagai faktor tambahan
a. Mikroorganisme
Peran bakteri dalam menyebabkan terjadinya karies sangatlah tinggi. Bakteri
yang sangat dominan dalam karies gigi adalah Streptococcus mutans. Bakteri ini
sangat keriogenik karena mampu membuat asam dari karbohidrat yang dapat
diragikan, akibatnya bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada gigi serta saling
melekat satu sama lain. Streptococcus mutans berperan dalam proses awal
karies yang lebih dulu merusak lapisan luar email, selanjtnya Lactobacillus
acidophilus mengambil alih peranan pada karies yang lebih merusak gigi.
Mikroorganisme menempel di gigi bersama plak. Plak akan tumbuh bila ada
karbohidrat, sedangkan karies akan terjadi bila ada plak dan karbohidrat.
b. Gigi dan saliva
Plak yang mengandung bakteri merupakan awal bagi terbentuknya gigi
berlubang. Kawasan gigi yang memudahkan perlekatan yang memungkinkan
terkena gigi berlubang adalah:

6
1) Pits dan fissure pada permukaan oclusal molar dan premolar, pit buccal molar
dan pit palatal incisivus.
2) Permukaan halus di daerah aproximal sedikit di bawah titik kontak
3) Email pada tepian di daerah leher gigi
4) Permukaan akar yang terbuka
5) Tepi tumpatan terutama yang kurang rata
6) Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan
Saliva berfungsi sebagai pelicin, buffer (kemampuan saliva mempertahankan
pH konstan), pembersih, anti pelarut, dan anti bakteri. Saliva juga merupakan
pertahanan pertama terhadap karies dan juga memegang peranan penting lain
yaitu dalam proses terbentuknya plak gigi, selain itu saliva juga merupakan
media yang baik untuk kehidupan mikroorganisme tertentu yang berhubungan
dengan karies.
c. Substrat
Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dikonsumsi
sehari-hari yang menempel di permukaan gigi. Substrat ini berpengaruh terhadap
gigi berlubang secara lokal di dalam mulut. Makanan pokok manusia adalah
karbohidrat, lemak, dan protein. Karbohidrat yang terkandung dalam beberapa
jenis makanan yang mengandung gula dan menurunkan pH plak dengan cepat
sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi email. Plak akan
tetap bersifat asam selama beberapa waktu, dan untuk kembali ke pH normal
sekitar (±7), dibutuhkan waktu selama 30-60 menit. Menahan pH plak dibawah
normal akan menyebabkan Karies (demineralisasi oleh bakteri) Gigi
(email/dentin) Plak Substra t (gula) demineralisasi email. Sukrosa merupakan
gula yang paling banyak dikonsumsi, maka merupakan penyebab gigi berlubang
yang utama.
d. Waktu
Waktu merupakan kecepatan terbentuknya gigi berlubang serta lama dan
frekuensinya substrat menempel di permukaan gigi. Gigi berlubang merupakan
penyakit kronis, kerusakan berjalan dalam periode bulan atau tahun.

Faktor – faktor yang mempercepat karies gigi sulung (Fauzi, 2016) :


1) Susunan gigi Sulung
Gigi-gigi berjejal dan saling tumpang tindih akan mendukung
timbulnya penyakit karies karena daerah tersebut sulit

7
dibersihkan. Susunan gigi molar sulung rapat sedangkan gigi
insisivus sulung renggang. Dari berbagai penelitian disimpulkan
bahwa anak dengan susunan gigi berjejal lebih banyak menderita
penyakit karies dari pada yang mempunyai susunan gigi baik.
1) Morfologi gigi sulung
Variasi morfologi gigi juga mempengaruhi resistensi gigi
terhadap penyakit karies. Morfologi gigi sulung dapat ditinjau dari
2 permukaan :
a) Permukaan oklusal
Permukaan oklusal gigi molar sulung mempunyai bonjol
yang relatif tinggi sehingga lekukan menunjukkan gambaran
curam dan relatif dalam. Bentuk morfologi gigi sulung tidak
banyak bervariasi kecuali gigi molar sulung pertama atas
dalam bentuk dan ukurannya. Lekukan gigi sulung yang
lebih dalam akan memudahkan terjadinya penyakit karies.
a) Permukaan halus
Kontak antar gigi tetap adalah kontak titik tetapi kontak
antar gigi sulung merupakan kontak bidang. Bentuk
permukaan proksimal gigi sulung agak datar. Keadaan ini
akan menyulitka pembersihannya. Sehingga penyakit karies
gigi dapat terjadi.
2) Plak
Plak terbentuk dari campuran antara bahan–bahan air ludah
seperti mucin, sisa–sisa sel jaringan mulut, leukosit, limposit
dengan sisa–sisa makanan serta bakteri. Plak ini mula–mula
berbentuk agar cair yang lama kelamaan menjadi kelat, tempat
bertumbuhnya di mana bakteri.
3) Saliva
Saliva merupakan pertahanan pertama terhadap penyaki
karies. Selain itu fungsi saliva juga sebagai pelicin, pelindung,
buffer , pembersih, anti pelarut dan anti bakteri. Namun demikian
saliva juga memegang peranan penting lain yaitu dalam proses
terbentuknya plak gigi, saliva juga merupakan media yang baik
untuk kehidupan mikroorganisme tertentu yang berhubungan
dengan penyakit karies gigi.

8
4) Mikroorganisme
Mikroorganisme di dalam mulut yang berhubungan dengan
penyakit karies antara lain bermacam Streptococcus,
Lactobacillus, Actinomices. Mikroorganisme ini menempel di gigi
bersama dengan plak atau debris. Plak gigi adalah media lunak
non mineral yang menempel erat di gigi.
5) Waktu .
Kecepatan kerusakan gigi akan jelas terlihat dengan timbulnya
penyakit karies menyeluruh dalam waktu singkat. Selain itu
keadaan yang dapat menyebabkan substrat lama berada dalam
mulut ialah kebiasaan anak menahan makanan didalam mulut
dimana makanan tidak cepat-cepat ditelan.
6) Makanan
Makanan sangat berpengaruh terhadap gigi dan mulut, antra lain :
a. Isi makanan yang menghasilkan energy.misalnya: Karbohidrat,
Protein, Lemak, Vitamin serta mineral–mineral. Unsur–unsur
tersebut diatas berpengaruh pada masa pra-erupsi serta pasca
erupsi gigi geligi.
b. Fungsi mekanis dari makanan yang dimakan. Makan–makanan
yang bersifat membersihkan ini adalah: apel, jambu air,
bengkuang dan lain sebagainya. Sebaliknya makanan – makanan
yang lunak dan melekat pada gigi dapat merusak gigi seperti:
bonbon, cokelat, biscuit dan lain sebagainya.
7) Kebiasaan menggosok gigi
Kebiasaan gosok gigi juga dapat mempengaruhi berat ringannya
penyakit karies. Seseorang yang mempunyai kebiasaan
mengosok gigi cenderung terjadi penyakit karies dibandingkan
yang tidak.
8) Unsur Kimia
Unsur–unsur kimia juga mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
karies gigi. Unsur kimia yang paling berpengaruh persentase
terjadinya karies gigi adalah Fluor.

9
5. Proses terjadinya karies
Proses terjadinya karies gigi di mulai dengan adanya plak di permukaan
gigi, sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada
waktu tertentu yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH
mulut menjadi kritis (5,5) yang akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut
menjadi karies gigi (Suryawati, 2010 dalam WAHYUNI, 2019).
Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa dapat
diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam sehingga pH plak akan
menurun sampai dibawah lima dalam tempo satu sampai tiga menit. Penurunan
pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan menyebabkan demineralisasi
permukaan gigi yang rentan dan proses karies pun dimulai.

D. Karies gigi sulung

Baik gigi sulung maupun gigi permanen, mempunyai resiko terkena


karies, namun proses kerusakan gigi sulung lebih cepat menyebar, meluas dan
lebih parah dari gigi permanen. Hal tersebut terjadi karena : perbedaan struktur
email gigi dimana gigi sulung mempunyai struktur email yang kurang padat dan
lebih tipis, morfologi lebih tidak beraturan, dan kontak antara gigi merupakan
kontak bidang pada gigi sulung (Susi et al., 2012).
Dengan adanya karies gigi pada gigi sulung yang dibiarkan tanpa
perawatan penambalan dapat mengakibatkan migrasi atau miringnya gigi
tetangganya sehingga tempat yang disediakan untuk gigi tetap penggantinya
dapat terganggu. Pada pertumbuhan gigi tetap, benihnya akan meresorbsi akar
gigi sulung yang akan digantikan, dengan tumbuhnya gigi tetap kearah oklusal
membuat aktif osteoclast untuk meresorbsi akar gigi sulung dan juga osteoclast
didalam pulpa (Suarniti, 2014).

Indeks Karies Gigi Sulung (def-t)

d : decayed = Gigi yang mengalami karies dan indikasi tambalan.

e : extraxted = Gigi dengan lesi karies yang tidak dapat lagi dirawat atau indikasi

pencabutan.

f : filling = Gigi sudah ditambal karena karies.

10
t : tooth = Satuan gigi sulung

serta kode berikut;

O = Gigi sehat / white spot

X = Gigi tidak ada

E. Makanan kariogenik

1. Pengertian makanan kariogenik


Makanan kariogenik adalah makanan yang mengandung fermentasi
karbohidrat sehingga menyebabkan penurunan pH plak menjadi 5,5 atau kurang
dan menstimulasi terjadinya proses karies.Karbohidrat yang dapat
difermentasikan adalah karbohidrat yang dapat dihidrolisis oleh enzim amilase
pada saliva sebagai tahap awal dari penguraian karbohidrat dan kemudian
difermentasikan oleh bakteri. Karbohidrat merupakan bahan yang paling
berhubungan dengan karies gigi. Karbohidrat adalah bahan yang sangat
kariogenik. Gula yang terolah seperti glukosa dan terutama sekali sukrosa sangat
efektif menimbulkan karies karena akan menyebabkan turunnya pH saliva secara
drastis dan akan memudahkan terjadinya demineralisasi (Ramayanti &
Purnakarya, 2013).

Makanan manis atau kariogenik bertahan 20-30 menit tidak berbahaya.


Akan tetapi apabila lebih dari 20 menit makanan tersebut akan bersifat asam dan
gigi akan mengalami kerusakan lebih cepat karena keadaan ini. Setelah
memakan makanan kariogenik pH plak akan menurun dengan cepat yang dapat
menghancurkan email. pH ini akan bertahan dalam waktu 30-60 menit sebelum
mencapai pH normal. Sebaiknya dalam sehari kebiasaan mengemil dibatasi 4
kali atau hari untuk total makanan kariogenik dan 3 kali atau minggu agar gigi
mempunyai waktu untuk menetralisir asam yang ada dalam mulut (Ramadhan,
2010) dalam (SUPARYATI, 2019).

2. Sifat makanan kariogenik


Kariogenitas suatu makanan menurut Aman, 2017 dalam (SUPARYATI,
2019) tergantung dari :

a. Bentuk fisik, yaitu karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan yang bersifat
lengket serta mudah hancur di dalam mulut lebih memudahkan timbulnya karies

11
dibanding bentuk fisik lain, karbohidrat seperti ini misalnya kue-kue, roti, es krim,
susu, permen dan lain-lain.

b. Jenis, karbohidrat yang berhubungan dengan proses karies adalah


polisakarida, disakarida, monosakarida dan sukrosa terutama mempunyai
kemampuan yang lebih efisien terhadap pertumbuhan mikroorganisme
asidogenik dibanding karbohidrat lain.

c. Frekuensi konsumsi, yaitu keseringan seseorang dalam ngemil makanan


manis dan lengket akan mengakibatkan saliva dalam rongga mulut tetap dalam
suasana asam akibatnya gigi akan semakin rentan terhadap karies.

3. Jenis Makanan kariogenik


Menurut Riani (2005) dalam (Sembiring, 2018) karbohidrat yang
berhubungan dengan penyakit karies adalah polisakarida, sukrosa, disakarida,
dan monosakarida. Dari jenis karbohidrat tersebut yang paling banyak
menyebabkan karies adalah sukrosa. Sukrosa mempunyai kemampuan yang
lebih efisien terhadap pertumbuhan mikroorganisme asidogenik. Sukrosa juga di
metabolisme dengan cepat untuk menghasilkan zat-zat asam.

Berdasarkan potensi menyebabkan karies, makanan dapat dibedakan atas,


makanan berpotensi tinggi, sedang, rendah, tidak berpotensi menyebabkan
karies dan makanan yang mampu menghambat karies.

Jenis makanan berdasarkan potensi menyebabkan karies (Jamil, 2011) :

a. Makanan berpotensi tinggi, seperti : Buah kering, permen, coklat, kek,


kue, biscuit (crackers) dan kerupuk (chips).
b. Makanan berpotensi sedang, seperti : Jus buah, sirup buah, manisan,
buah kalengan, minuman ringan dan roti.
c. Makanan berpotensi rendah, seperti : Sayur, buah dan susu.
d. Makanan tidak berpotensi, seperti : Daging, ikan, lemak dan minyak.
e. Makanan yang mampu menghambat karies, seperti : Keju, xylitol dan
kacang.

12
F. Menggosok gigi

1. Pengertian menggosok gigi


Menggosok gigi adalah membersihkan gigi dan sisa makanan, bakteri,
dan plak. Dalam membersihkan, harus memperhatikan pelaksanaan waktu yang
tepat dalam membersihkan gigi, penggunaan alat yang tepat untuk membersihan
gigi, dan cara yang tepat dalam membersihkan gigi. Oleh karena itu, kebiasaan
menggosok gigi merupakan tingkah laku manusia dalam membersihkan gigi dari
sisa makanan yang dilakukan secara terus menerus (Aliffia, 2018).
Menggosok gigi dan mulut sebagai bentuk perilaku akan mempengaruhi
baik buruknya kebersihan gigi dan mulut, dimana akan mempengaruhi juga
angka karies dan penyakit penyangga gigi. Frekuensi menggosok gigi juga
mempengaruhi kebersihan mengosok gigi mulut anak-anak (Aliffia, 2018)

2. Frekuensi Meggosok Gigi


Frekuensi menggosok gigi yang dianjurkan yaitu 2 kali sehari setelah
sarapan dan sebelum tidur. Menggosok gigi dengan teliti setidaknya dua kali
sehari (setelah makan dan sebelum tidur) adalah dasar program hygiene mulut
yang efektif. Kebiasaan merawat gigi dengan menggosok gigi minimal dua kali
sehari pada waktu yang tepat pada pagi hari setelah sarapan pagi dan malam
hari sebelum tidur dapat mencegah terjadinya karies gigi (Aliffia, 2018).
Menjaga kebersihan rongga mulut harus dimulai pada pagi hari, baik
sebelum maupun setelah sarapan. Menyikat gigi sebelum sarapan akan
mengurangi potensi erosi mekanis pada permukaan gigi yang telah
demieralisasi. Dilanjutkan dengan menjaga kebersihan rongga mulut yang
dilakukan pada malam hari sebelum tidur. Ketika tidur, alira saliva akan
berkurang, karena sehingga efek buffer akan berkurang karena itu semua plak
harus dibersihkan dan diikuti dengan pemberian obat-obat pencegahan seperti
fluoride dan klorheksidin (Aliffia, 2018).

13
BAB III
PEMBAHASAN

Tabel 1. Hasil Review Literatur Penelitian Makanan Kariogenik Dan Frekuensi


Menggosok Gigi dengan Kejadian Karies Gigi

Judul Metode Hasil


No Author Signifikasi
Jurnal Penelitian Penelitian
1. Febri Hubungan Observasional P < 0,05 Diperoleh nilai
Endra Budi Konsumsi deskriptif, signifikansi (p)
Setyawan, Makanan observasional sebesar 0.000 yang
Pertiwi Kariogenik dengan studi berarti ada
Febriana Dan cross sectional hubungan antara
Chandraw Kebiasaan konsumsi makanan
ati, Natalia Menggosok kariogenik dan
Mulyadi, Gigi Dengan kebiasaan
Timbulnya menggosok gigi
Karies Gigi dengan timbulnya
Pada Anak penyakit karies gigi,
Usia 4-6 hal tersebut
Tahun disebabkan karena
(p) dapat dikatakan
bermakna jika
(p)<0.05. Sehingga
dapat diambil
kesimpulan, bahwa
antara konsumsi
makanan kariogenik
dan kebiasaan
menggosok gigi,
konsumsi makanan
kariogenik
mempunyai
hubungan yang lebih
kuat di bandingkan
kebiasaan
menggosok gigi
dalam menimbulkan
penyakit karies gigi.
2. Safira Hubungan Deskriptif P < 0,05 Kebiasaan
Diyanti Kebiasaan analitik dengan menggosok gigi
Elbees, Menggosok pendekatan yang buruk dapat
Chandra Gigi dan cross sectional menyebabkan
Tri Frekuensi sectional kerusakan pada
Wahyudi, Konsumsi struktur gigi. Hasil
2018 Makanan penelitian statistik
Kariogenik diperoleh nilai p
dengan value sebesar 0,005
Karies Gigi < 0,05 yang dapat
Pada Anak disimpulkan bahwa

14
Usia Di Sdn ada hubungan yang
Pancoran bermakna antara
Mas 2 kebiasaan
menggosok gigi
dengan karies gigi.
Dan diperoleh nilai P
value sebesar 0,000
< 0,05 sehingga
dapat disimpulkan
bahwa ada
hubungan yang
bermakna antara
frekuensi konsumsi
makanan kariogenik
dengan karies gigi.
3. Prakoso Hubungan penelitian P < 0,05 Hasil uji Chi-Square
Harry antara kuantitatif diketahui bahwa ada
Maulana, kebiasaan dengan hubungan antara
2016 konsumsi metode survey kebiasaan konsumsi
makanan yang makanan kariogenik
kariogenik menggunakan dengan kejadian
dan pendekatan karies gigi pada
menggosok Cross anak (nilai p=
gigi pada Sectional 0,019), tidak ada
anak serta hubungan antara
pengetahuan kebiasaan
ibu dengan menggosok gigi
kejadian dengan terjadinya
karies gigi di karies gigi pada
PAUD anak (nilai p= 0,792)
Taman Ceria dan tidak ada
Surakarta hubungan antara
pengetahuan ibu
dengan kejadian
karies gigi pada
anak (nilai p=
0,222).
4. Ns. Hubungan penelitian P < 0,05 Diperoleh hasil yang
Maulidta K antara kuantitatif non signifikan (p=0,035)
W, Ns. kebiasaan eksperimental yang berarti p
Wahyunin menggosok dengan value< 0,05, maka
gsih, Sri gigi dan rancangan dapat disimpulkan
Hastuti, konsumsi studi korelasi Ho ditolak yang
2010 makanan artinya ada
jajanan hubungan yang
kariogenik signifikan kebiasaan
dengan menggosok gigi
kejadian dengan kejadian
karies gigi karies gigi pada
pada anak anak.
usia Dan diperoleh hasil

15
prasekolah di yang signifikan
Taman (p=0,007) yang
Kanak-Kanak berarti p value <
Pondok 0,05, maka dapat
Beringin disimpulkan ada
Semarang hubungan yang
signifikan konsumsi
makanan jajanan
kariogenik dengan
kejadian karies gigi
pada anak.
5. Selviana Faktor-faktor korelasi p > 0,05 Hasil uji chi square
Maulida, yang deskriptif dan menunjukkan
Gayuh berhubungan teknik terdapat hubungan
Siska L, dengan pengumpulan yang signifikan
Anisa kejadian data dengan antara tingkat sosial
Oktiawati, karies gigi pendekatan ekonomi keluarga,
2016 pada anak di cross sectional tingkat pendidikan
TK Aisyiyah ibu, tingkat konsumsi
Bustanul makanan kariogenik
Atfal Desa dan kebiasaan
Lebaksiu Lor menyikat gigi
dengan kejadian
karies gigi pada
anak.
6. Lelly Hubungan Penelitian non p < 0,05 Berdasarkan uji
Andayasar Konsumsi intervensi korelasi Pearson
i, Anorital, Makanan dengan desain menunjukkan bahwa
2016 Kariogenik potong lintang nilai signifikan 0,000
dengan yang berarti terdapat
Status hubungan yang
Kesehatan bermakna antara
Gigi Anak mengkonsumsi
Taman makanan kariogenik
Kanak-Kanak dengan status
di Provinsi kesehatan gigi (def-
Banten dan t). Hal ini
Daerah menunjukkan
Istimewa semakin seringnya
Jogjakarta mengkonsumsi
Tahun 2014 makanan yang
kariogenik maka def-
tnya semakin
bertambah (semakin
buruk).
7. Jazzalina Hubungan Penelitian p > 0,05 Hasil penelitian
Aiza Jamil, antara analitik menunjukkan bahwa
2011 kebiasaan observasional deft rata-rata lebih
mengkonsum secara cross tinggi pada
si jajanan sectional responden yang
dengan sangat sering

16
pengalaman mengkonsumsi
karies pada jajanan berpotensi
gigi susu tinggi menyebabkan
anak usia 4-6 karies dibandingkan
tahun di TK dengan responden
Medan yang
mengkonsumsinya
dengan frekuensi
sering, kadang-
kadang dan hampir
tidak pernah/tidak
pernah dan secara
statistik terdapat
perbedaan
bermakna (p=0,000).
8. Shandy Perbedaan Jenis p < 0,05 Terdapat perbedaan
Hidayat, pH saliva penelitian yang yang bermakna
Rosihan menggosok digunakan antara pH saliva
Adhani, I gigi sebelum adalah menggosok gigi
Wayan dan sesudah eksperimental sebelum dan
Arya, 2014 mengkonsum semu (quasi sesudah
si makanan experimental). mengkonsumsi
manis dan makanan manis dan
lengket lengket pada menit
pengukuran ke-5, 15 dan 30
menggunaka yang diukur
n pH meter menggunkan pH
pada Anak meter pada anak
usia 10-12
tahun di SDN
Melayu 2
Banjarmasin
9. Anna Hubungan Jenis p < 0,05 Sebagian besar
Uswatun frekuensi penelitian anak yang teratur
Qoyyimah, menggosok deskriptif menggosok gigi dan
Cut gigi dengan analitik dengan tidak mengalami
Exshaldar kejadian pendekatan karies gigi sebanyak
a Aliffia, karies gigi cross sectional (13,8%) dan
2019 pada siswa di sebagian besar anak
TKIT Mutiara yang tidak teratur
Hati Klaten menggosok gigi
yang mengalami
karies gigi sebanyak
(97,1%). Terdapat
hubungan antara
frekuensi
menggosok gigi
dengan kejadian
karies gigi.
10. Asmaul Peranan Survey p < 0,05 Hasil analisis dari uji
Husna, Orang Tua explanatory korelasi peran orang

17
2016 dan Perilaku research tua dengan perilaku
Anak dalam dengan anak dalam
Menyikat Gigi pendekatan menyikat gigi, diper-
dengan Cross oleh r = 0,580
Kejadian sectional dengan α /
Karies Anak probabilitas 0,000,
karena α < 0,05
artinya ada
hubungan antara
peranan orang tua
dengan perilaku
anak dalam
menyikat gigi.
Sedangkan peran
orang tua dengan
kejadian karies
diperoleh r = -0,501,
probabilitas 0,002,
karena α < 0,05
artinya ada
hubungan antara
peranan orang tua
dengan kejadian
karies gigi. Dan
perilaku anak dalam
menyikat gigi
dengan kejadian
karies diperoleh r =
-0,530, probabilitas
0,001, karena α <
0,05 artinya ada
hubungan antara
perilaku anak dalam
menyikat gigi
dengan kejadian
karies gigi.

A. Pengaruh jenis makanan potensi kariogenik

Makanan kariogenik merupakan makanan yang sangat digemari anak-

anak karena mengandung gula dan karbohidrat. Banyak dijumpai jenis-jenis

makanan kariogenik yang bersifat manis, lunak, dan mudah melekat pada gigi

seperti permen, coklat, es krim, biskuit, dll. Selain rasanya yang manis dan enak,

18
harganya relatif murah, mudah didapat, dan dijual dalam aneka bentuk serta

warna makanan bervariasi dan disukai anak-anak (Mendur et al., 2017).

Konsumsi makanan kariogenik mempengaruhi terjadinya karies dalam hal

bentuk fisik, jenis, dan frekuensi mengonsumsi makanan. Makanan kariogenik

merupakan makanan manis yang mengandung gula dan sukrosa, yang dapat

menyebabkan terjadinya penyakit karies gigi atau gigi berlubang. Sukrosa

mempunyai kemampuan yang lebih efisien terhadap pertumbuhan

mikroorganisme dan dimetabolisme dengan cepat untuk menghasilkan zat-zat

asam. Makanan yang menempel pada permukaan gigi jika dibiarkan akan

menghasilkan zat asam lebih banyak, sehingga mempertinggi risiko terkena

karies gigi (Kartikasari & Nuryanto, 2014).

Karies gigi merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

demineralisasi email dan dentin yang erat hubungannya dengan konsumsi

makanan yang kariogenik (Suratri et al., 2017), hal ini sejalan dengan penelitian

(Prakoso, 2016), (Setyawan et al., 2018), (W et al., 2010), (Maulida et al., 2014)

dan (Andayasari & Anorital, 2016) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan

anatara kebiasaan konsumsi makanan kariogenik dengan kejadian karies gigi

pada anak.

19
Terdapat empat faktor utama yang berperan dalam proses terjadinya

karies, yaitu host, mikroorganisme, substrat, dan waktu. Faktor-faktor tersebut

bekerja bersama dan saling mendukung satu sama lain. Faktor subtrat dan waktu

biasanya sangat ditentukan oleh kebiasaan, seperti kebiasaan kebanyakan anak

yang sering mengonsumsi makanan yang kariogenik dan tidak menyikat gigi

dengan baik atau berkumur-kumur setelah makan. Kebiasaan ini menyebabkan

sisa makanan yang masih menempel pada permukaan gigi terutama jenis

sukrosa akan difermentasikan oleh mikroorganisme menjadi asam sehingga

terjadi demineralisasi email dan mempercepat proses perkembangan karies

(Sribintari, 2016).

Mekanisme terjadinya karies diawali oleh adanya bakteri penyebab karies

yang terpapar oleh gula atau karbohidrat yang kariogenik (Febrian, 2014).

Terjadinya karies gigi akibat peran dari bakteri penyebab karies yang terdapat

pada golongan Streptokokus mulut yang secara kolektif disebut Streptokokus

mutans (Suratri et al., 2017). Bakteri plak akan memfermentasikan karbohidrat

(misalnya sukrosa) dan menghasilkan asam, sehingga menyebabkan pH plak

akan turun dalam waktu 1–3 menit sampai pH 4,5–5,0. Kemudian pH akan

20
kembali normal pada pH sekitar 7 dalam waktu 30–60 menit, dan jika penurunan

pH plak ini terjadi secara terus menerus maka akan menyebabkan demineralisasi

pada permukaan gigi. Hal ini sejalan dengan penelitian (Hidayat et al., 2014)

yang menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara menggosok gigi

sebelum mengkonsumsi makanan manis dan lengket dan menggosok gigi

sesudah mengkonsumsi makanan manis dan lengket. Rata-rata pH saliva

menggosok gigi sebelum mengkonsumsi makanan manis dan lengket lebih tinggi

(basa) daripada rata-rata pH saliva menggosok gigi sesudah mengkonsumsi

makanan manis dan lengket.

Kondisi asam seperti ini sangat disukai oleh Sterptococcus mutans dan

Lactobacillus sp, yang merupakan mikroorganisme penyebab utama dalam

proses terjadinya karies. Streptococcus mutans berperan dalam permulaan

(initition) terjadinya karies gigi, sedangkan Lactobacillus sp, berperan pada

proses perkembangan dan kelanjutan karies (Agung & Nurlitasari, 2017). Tanda

pertama proses ini adalah bercak putih yang disebut juga sebagai white spot.

Demineralisasi berlanjut akan menyebabkan rusak dan hancur email gigi

sehingga kemudian membentuk lobang gigi di permukaan email gigi (Febrian,

2014).

Derajat keasaman (pH) saliva merupakan bagian yang penting dalam

meningkatkan integritas gigi karena dapat meningkatkan terjadinya

remineralisasi, dimana penurunan pH saliva dapat menyebabkan demineralisasi

gigi (Suratri et al., 2017). Salah satu fungsi saliva adalah berperan sebagai buffer

yang membantu menetralkan pH saliva sesudah makan, sehingga apabila

volume tinggi, maka akan terjadi keseimbangan pH saliva dan mengurangi

terjadinya demineralisasi (A’yun et al., 2016).

21
Makanan manis dengan konsistensi lengket sulit dibersihkan dari

permukaan gigi dan merupakan karbohidrat yang mudah difermentasikan bakteri

yang dapat melarutkan struktur gigi dan memicu terjadinya karies. Walaupun

cairan saliva merupakan pembersih alamiah rongga mulut, namun perlekatan

makanan lengket dan manis sulit dibersihkan terutama pada fisur atau celah gigi.

Pola makan anak-anak yang mempunyai kecenderungan untuk memakan

makanan kariogenik, serta kurangnya kesadaran dan kedisiplinan dalam

pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut menyebabkan status kebersihan gigi

dan mulut anak buruk sehingga prevalensi kariesnya tinggi (Sribintari, 2016).

Makanan manis akan dinetralisir oleh air ludah setelah 20 menit, maka

apabila setiap 20 menit sekali mengkonsumsi makanan manis akan

mengakibatkan gigi lebih cepat rusak. Makanan manis lebih baik dimakan pada

saat jam makan utama, seperti sarapan, makan siang, dan makan malam,

karena pada waktu jam makan utama biasanya air ludah yang dihasilkan cukup

banyak, sehingga dapat membantu membersihkan gula dan bakteri yang

menempel pada gigi (Kartikasari & Nuryanto, 2014).

Mengonsumsi makanan kariogenik setiap hari dalam frekuensi yang

banyak dapat menyebabkan anak-anak rentan terkena masalah gigi berlubang

dari pada mengonsumsi makanan kariogenik setiap hari namun dalam frekuensi

konsumsi yang sedikit (Mendur et al., 2017). Hal ini sejalan dengan penelitian

(Elbees & Wahyudi, 2018) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara frekuensi konsumsi makanan kariogenik dengan karies gigi.

Penelitian (Jamil, 2011) menunjukkan bahwa deft rata-rata lebih tinggi pada

responden yang sangat sering mengkonsumsi jajanan berpotensi tinggi

menyebabkan karies dibandingkan dengan responden yang mengkonsumsinya

22
dengan frekuensi sering, kadang-kadang dan hampir tidak pernah/tidak pernah.

Semakin sering responden mengkonsumsi jajanan kariogenik, maka akan

semakin lama proses demineralisasi tanpa diikuti dengan proses remineralisasi

secara sempurna sehingga terbentuk lesi yang lama-kelamaan akan terbentuk

kavitas atau karies. Penelitian (Andayasari & Anorital, 2016) menunjukkan bahwa

hasil penelitian ditemukan adanya hubungan antara konsumsi makanan

kariogenik dengan kejadian karies gigi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin

sering anak yang mengkonsumsi makanan kariogenik, maka akan semakin tinggi

indeks karies giginya.

G. Pengaruh frekuensi menggosok gigi dengan kejadian karies gigi

Frekuensi menggosok gigi yang dianjurkan yaitu 2 kali sehari, setelah

sarapan dan sebelum tidur dengan menggunakan pasta gigi mengandung

fluoride yang dapat mencegah karies gigi (Aprinta et al., 2018). Hal ini sejalan

dengan penelitian (Qoyyimah & Aliffia, 2019) menunjukkan bahwa frekuensi

menggosok gigi berpengaruh terhadap kejadian karies gigi pada anak. Hal ini

berarti semakin teratur menggosok gigi maka semakin kecil resiko kejadian

karies gigi.

Waktu menggosok gigi yang baik dilakukan adalah pada pagi hari dan

malam hari sebelum tidur. Pada pagi hari, menggosok gigi dilakukan sebelum

makan dan 30 menit sesudah makan. Menggosok gigi sebelum makan bertujuan

untuk mengurangi potensi erosi mekanis pada permukaan gigi yang

terdemineralisasi dan menggosok gigi setelah makan bertujuan untuk

membersihkan sisa makanan pada permukaan gigi dan mencegah pembentukan

plak. Menggosok gigi pada malam hari sebelum tidur bertujuan untuk mencegah

interaksi bakteri dengan sisa makanan yang masih menempel sebagai akibat dari

23
penurunan produksi saliva saat tidur sehingga tidak dapat membersihkan rongga

mulut secara alamiah (Aprinta et al., 2018).

Menggosok gigi setelah mengonsumsi makanan kariogenik dapat

menurunkan risiko karies. Menggosok gigi bertujuan untuk menjaga kebersihan

gigi dan mulut serta mengurangi aktivitas perlekatan sukrosa pada permukaan

gigi sehingga tidak terjadi proses metabolisme antara sukrosa dengan

mikroorganisme penyebab karies gigi (Aprinta et al., 2018). Dianjurkan untuk

menggosok gigi sebelum dan sesudah mengkonsumsi makanan manis dan

lengket. Hal ini dikarenakan menggosok gigi sebelum mengkonsumsi makanan

manis dan lengket dapat mempertahankan pH saliva dalam keadaan normal

(tidak dalam pH kritis) saat kita makan sampai 30 menit sesudah makan

sehingga gigi tidak mengalami demineralisasi. Perlu menggosok gigi sesudah

mengkonsumsi makanan manis dan lengket agar dapat mencegah akumulasi

plak sesudah makan, yang merupakan sumber bahan makanan bagi bakteri

kariogenik (Hidayat et al., 2014).

H. Faktor pendukung lain yang berpengaruh dengan kejadian karies

gigi

Peran orang tua dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut anak dapat

mempengaruhi status kesehatan gigi anak tersebut (Halim, 2011 cit Gayatri,

2017) Anak usia 4-6 tahun masih kurang mengetahui dan mengerti tentang

memelihara kebersihan gigi dan mulut, anak masih sangat bergantung kepada

orang dewasa dalam hal menjaga kebersihan dan kesehatan giginya karena

sebagian besar dari mereka kurang memahami pengetahuan tentang kesehatan

gigi dibanding dengan orang dewasa (Cahyaningrum, 2017). Hal ini sejalan

dengan penelitian (Husna, 2016) yang mengatakan bahwa semakin baik peran

24
orang tua maka semakin rendah kejadian karies, begitu juga dengan perilaku

anak dalam menyikat gigi, semakin baik perilaku anak dalam menyikat gigi maka

akan semakin rendah kejadian karies pada anak anak.

Orang tua cenderung lebih menuruti apa yang diinginkan anak dengan

memberikan makanan yang diinginkan anak terutama makanan yang dapat

menyebabkan karies gigi seperti permen dan coklat. Kebiasaan anak makan

makanan manis tanpa diimbangi peran orang tua yang baik dalam mengajarkan

menyikat gigi pada anaknya akan menyebabkan terjadinya karies gigi (Suciari et

al., 2015).

Pentingnya peranan orang tua dalam membantu memelihara kesehatan

gigi dan mulut untuk mengurangi terjadinya karies dimaksudkan agar anak

mampu dan dapat memelihara kesehatan gigi dan mulutnya dengan baik. Peran

orang tua dan pola asuh, baik itu berupa bimbingan dan pengawasan akan dapat

memotivasi anak.

Motivasi orang tua merupakan faktor yang penting bagi anak dalam

melakukan kegiatan baik di rumah maupun di luar rumah. Orang tua harus selalu

memperhatikan perkembangan anak baik makanan dan kebersihan serta

kesehatan anak. Orang tua memberikan pengaruh yang sangat besar tehadap

perilaku anak, sebab orang tua merupakan figur pertama yang menjadi contoh

bagi anak-anaknya. Hal yang dapat dilakukan antara lain membantu anak dalam

kegiatan menggosok gigi terutama pada anak di bawah usia 10 tahun, karena

anak belum memiliki kemampuan motorik yang baik untuk menggosok gigi

terutama jika dilakukan mandiri. Anak akan dapat menyadari apa gunanya

menggosok gigi itu, jika diberi perangsang atau motivasi. Maka motivasi orang

25
tua memegang peran penting terhadap keberlangsungan kesehatan gigi anak

(Sari et al., 2017).

Ada kecenderungan anak mengabaikan menggosok gigi karena anak

belum merasakan masalah sebelum terkena karies gigi. Anak baru akan merasa

ada masalah dengan giginya saat sudah timbul rasa nyeri akibat karies gigi yang

mengganggu aktivitas anak. Apabila masalah ini tidak ditanggulangi dengan

segera, karies gigi akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan

perkembangan anak (Pajeriaty, 2019).

26
BAB IV

KESIMPULAN

Menggosok gigi merupakan hal yang sangat penting dalam upaya


menjaga kesehatan gigi. Seseorang yang memiliki kebiasaan makan makanan
kariogenik tinggi kemungkinan kecil akan menderita karies gigi jika memiliki
kebiasaan menggosok gigi yang baik dan benar. berdasarkan hasil penelitian
terdapat hubungan antara konsumsi makanan karigoenik dan frekuensi
menggosok gigi yang berpengaruh dengan kejadian karies gigi. Menggosok gigi
setelah mengonsumsi makanan kariogenik dapat menurunkan risiko karies. Dan
juga terdapat faktor pendukung lain yang berpengaruh yaitu peran orang tua
dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut anak dapat mempengaruhi status
kesehatan gigi anak usia 4-6 tahun.

27
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Y. (2015). Hubungan pengetahuan orang tua (Ibu) tentang kesehatan


gigi dengan kebiasaan menggosok gigi pada anak usia prasekolah di TK
Enggang Putih Juanda 9 Samarinda.

Aliffia, C. E. (2018). Hubungan frekuensi menggosok gigi dengan kejadian karies


gigi pada siswa di TKIT B Mutiara Hati Klaten.

Andayasari, L., & Anorital. (2016). Hubungan Konsumsi Makanan Kariogenik


dengan Status Kesehatan Gigi Anak Taman Kanak-Kanak di Provinsi
Banten dan Daerah Istimewa Jogjakarta Tahun 2014. Prosiding Seminar
Nasional Penelitian Dan PKM Kesehatan, 6(1), 40–47.

Aprilliya, D. E. (2019). Gambaran frekuensi konsumsi makanan kariogenik dan


karies gigi susu pada siswa kelas II SDN 11 Padangsambian Denpasar
Barat.

Aprinta, I. K. P., Prasetya, M. A., & Wirawan, I. M. A. (2018). Hubungan


Frekuensi Menyikat Gigi dan Konsumsi Makanan Kariogenik dengan
Kejadian Karies Gigi Molar Pertama Permanen pada Anak Sekolah Dasar
Usia 8-12 Tahun Di Desa Pertima, Karangasem, Bali. Bali Dental Journal,
2(1), 1–8.

Cahyaningrum, A. N. (2017). Hubungan perilaku Ibu terhadap kejadian karies gigi


pada balita di PAUD Putra Sentosa. Departemen Epidemiologi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, 5(April 2017), 142–151.

Elbees, S. D., & Wahyudi, C. T. (2018). Hubungan kebiasaan menggosok gigi


dengan frekuensi konsumsi makanan kariogenik dengan karies gigi pada
anak usia di Sdn Pancoran Mas 2. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan
Indonesia, 8(4), 487–496.

Fauzi, I. (2016). Hubungan Konsumsi Makanan Kariogenik Dan Kebiasaan


Menggosok Gigi Dengan Karies Gigi Pada Anak Sdn 2 Cireundeu Di
Tangerang Selatan. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

28
Gayatri, R. W. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku
Pemeliharaan Kesehatan Gigi Anak Sdn Kauman 2 Malang. Journal of
Health Education, 2(2), 201–210.

Hidayat, S., Adhani, R., & Arya, I. W. (2014). Perbedaan pH saliva menggosok
gigi sebelum dan sesudah mengkonsumsi makanan manis dan lengket
pengukuran menggunakan pH meter pada Anak usia 10-12 tahun di SDN
Melayu 2 Banjarmasin. Jurnal Kedokteran Gigi, II(1), 39–45.

Husna, A. (2016). Peranan Orang Tua dan Perilaku Anak dalam Menyikat Gigi
dengan Kejadian Karies Anak. Jurnal Vokasi Kesehatan, 2(1), 17–23.
https://doi.org/10.30602/JVK.V2I1.49

Jamil, J. A. (2011). Hubungan antara kebiasaan mengkonsumsi jajanan dengan


pengalaman karies pada gigi susu anak usia 4-6 tahun di TK Medan.

LARASSWATI, E., & AYU, I. G. A. (2018). Tingkat pengetahuan tentang cara


memelihara kesehatan gigi dan mulut serta karies gigi pada siswa kelas IV
dan V di SDN 1 Sibanggede, Kecamatan Abiansemal Tahun 2018.
file:///C:/Users/User/Downloads/fvm939e.pdf

Maryani, E. (2019). Hubungan Perilaku Menggosok Gigi Dengan Kejadian Karies


Gigi Pada Anak Kelas 1 Dan 2 Sekolah Dasar Tanggulrejo Kecamatan
Tempuran Kabupaten Magelang.

Maulida, S., L, G. S., & Oktiawati, A. (2014). Faktor-faktor yang berhubungan


dengan kejadian karies gigi pada anak di TK Aisyiyah Bustanul Atfal Desa
Lebaksiu Lor. Jurnal Keperawatan Anak, 2(2), 108–115.
https://doi.org/10.1016/j.sbi.2006.06.008

Mendur, S. C. M., Pangemanan, D. H. C., & Mintjelungan, C. (2017). Gambaran


konsumsi makanan kariogenik pada anak SD GMIM 1 Kawangkoan. E-
GIGI, 5(1), 91–95. https://doi.org/10.35790/eg.5.1.2017.15548

Prakoso, H. M. (2016). Hubungan antara kebiasaan konsumsi makanan


kariogenik dan menggosok gigi pada anak serta pengetahuan ibu dengan
kejadian karies gigi di PAUD Taman Ceria Surakarta.

Qoyyimah, A. U., & Aliffia, C. E. (2019). Hubungan frekuensi menggosok gigi


dengan kejadian karies gigi pada siswa di TKIT Mutiara Hati Klaten. Jurnal

29
Kebidanan, XI(01), 35–43.

Ramayanti, S., & Purnakarya, I. (2013). Peran Makanan terhadap Kejadian


Karies Gigi. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(2), 89–93.
http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/article/view/114/120

Sembiring, M. C. S. (2018). Gambaran pengetahuan anak tentang jenis


makanan kariogenik terhadap terjadinya karies gigi pada siswa/siswi kelas
v-b sd Negeri 068003 kayu manis perumnas Simalingkar medan tuntungan.

Setyawan, F. endra budi, Chandrawati, P. febriana, & Mulyadi, N. (2018).


Hubungan Konsumsi Makanan Kariogenik Dan Kebiasaan Menggosok Gigi
Dengan Timbulnya Karies Gigi Pada Anak Usia 4-6 Tahun. Hang Tuah
Medical Jurnal, 16(1), 37–47.

Sribintari, E. D. (2016). PENGARUH KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DAN


KEBIASAAN MENYIKAT GIGI TERHADAP KEJADIAN KARIES GIGI
MOLAR PERTAMA PERMANEN PADA ANAK USIA 9-11 TAHUN DI SDN
BLIMBING 01 KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO.

Suarniti, L. P. (2014). Pencabutan Dini Gigi Sulung Akibat Caries Gigi Dapat
Menyebabkan Gigi Crowding. Jurnal Kesehatan Gigi, 2(2), 233–238.

SUPARYATI. (2019). Gambaran tingkat pengetahuan tentang makanan


kariogenik pada ibu-ibu PKK Dusun Prigi Desa Sidoharjo Tepus
Gunungkidul. http://eprints.ums.ac.id/35761/6/KTI BAB III fix.pdf

Susi, Bachtiar, H., & Azmi, U. (2012). Hubungan Status Sosial Ekonomi Orang
Tua Dengan Karies Pada Gigi Sulung Anak Umur 4 Dan 5 Tahun. Majalah
Kedokteran Andalas, 36(1), 96.

W, N. M. K., Wahyuningsih, N., & Hastuti, S. (2010). Hubungan antara kebiasaan


menggosok gigi dan konsumsi makanan jajanan kariogenik dengan kejadian
karies gigi pada anak usia prasekolah di Taman Kanak-Kanak Pondok
Beringin Semarang. In Jurnal Ilmu dan Tek. Kesehatan (JITK) (Vol. 1, Issue
1, pp. 1–7).

WAHYUNI, A. (2019). Gambaran karies gigi molar pertama permanen siswa


kelas IV dan V DI SDN 23 Dangin Puri Kaja Denpasar Utara Tahun 2019.

30
Widayati, N. (2014). Faktor yang berhubungan dengan karies gigi pada anak usia
4-6 tahun. Jurnal Berkala Epidemiologi, 2(2), 196.

31

Anda mungkin juga menyukai