Anda di halaman 1dari 36

GAMBARAN RASA TAKUT ANAK PADA PENCABUTAN

GIGI

Karya tulis ilmiah


DiajukanSebagai Salah satuSyaratUntukMenyelesaikanJenjangPendidikan
Diploma III UntukMemperolehAhliMadyaKeperawatan Gigi
JurusanKeperawatan Gigi PoltekkesKemenkes Aceh

SALAMI

P07125117034

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES ACEH
JUSUSAN KEPERAWATAN GIGI
TAHUN 2020
LEMBAR PERSETUJUAN

karya tulis ilmiah

GAMBARAN RASA TAKUT ANAK PADA PENCABUTAN GIGI

karya tulis ilmiah ini telah disetujui untuk diseminarkan dihadapan tim
penguji jursan keperawatan gigi politeknik kesehatan kemenkes aceh

Aceh Besar 02 juni 2020

Pembimbing

Sisca Mardelita S.SIT, M. kes


Nip.198203242006042001

i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya tulis ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber
baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

NAMA : SALAMI

NIM : P07125117034

TANGGAL : 02 juni 2020

Yang menyatakan,

SALAMI

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Penulisan KTI ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Ahli Madia Kesehatan Gigi pada program studi DIPLOMA-III
jurusan keperawatan gigi Poltekkes Kemenkes Aceh. Dalam penyusunan karya
tulis ilmiah ini, penulis mendapat banyak bantuan, masukan, bimbingan, dan
dukungan dari berbagai pihak.Untuk itu Pada kesempatan kali ini saya
mengucapakan terimakasih kepada:
1. Bapak H. Ampera Miko, DN.Com. MM selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Aceh
2. Bapak Nurdin S.SiT,M.Dsc sebagai Ketua jurusan Keperawatan gigi
3. Bapak Amiruddin,S.SiT, M.Kes selaku Ketua prodi D-III Keperawatan gigi
4. Ibu Sisca Mardelita S.Si.T, M.Kes. Selaku pembimbing KTI. Terima kasih
yang sebesar-besarnya penulis hanturkan atas waktu yang telah diluangkan
untuk membimbing, memberi saran, motivasi, perhatian serta diskusi – diskusi
yang dilakukan dengan penulis selama penyusunan KTI ini. Terselesaikannnya
penyusunan KTI ini tidak terlepas dari kebaikan, kemurahan hati dan dukungan
yang diberikan oleh beliau.
5. Ibu drg. Cut Aja Nuraskin M.Pd selaku penguji I yang telah memberikan
bimbingan dan meluangkan waktu serta dorongan sehingga terselesaikannya
Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Bapak Herry Imran S.KM.M.Pd selaku penguji II yang telah memberikan
bimbingan dan meluangkan waktu serta dorongan sehingga terselesaikannya
Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Keluarga dan Orang tua saya Bapak Yusri Adam dan Ibu Nur Habibi yang
senantiasa mencurahkan beribu Doa, dengan segenap dukungan baik itu
berupa material maupun moral; dan
8. Seluruh Sahabat saya yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan
Tugas akhir ini.

iii
Akhir kata, saya berharap tuhan yang maha esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tugas akhir ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.

Aceh Besar 02 juni 2020

SALAMI

iv
POLTEKKES KEMENKES ACEH
KARYA TULIS ILMIAH

SALAMI
P07125117034

GAMBARAN RASA TAKUT ANAK PADA PENCABUTAN GIGI

ABSTRAK

Rasa takut anak terhadap pencabutan gigi merupakan masalah bagi dokter
gigi sehingga akan menimbulkan rasa enggan pasien berobat kedokter gigi.
Banyak dijumpai anak-anak yang mengalami rasa takut dan mempunyai pepsepsi
yang tidak realistik, hal ini disebabkan pada anak proses sosialisasi, pendidikan.
persepsi dan komunikasi masih kurang bila di bandingkan dengan orang dewasa.
Ketakutan dental dapat menimbulkan masalah yang signifikan dalam manajemen
pasien, dengan paien merasa takut lebih mungkin untuk menghindari atau
menunda pengobatan dan lebih mungkin untuk membatalkan janji untuk
perawatan. Tujuan Penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran rasa takut
anak pada pencabutan gigi bedasarkan review beberapa referensi.
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ilmiah
ini adalah penelitian deskriptif dengan rancangan studi literatur dengan mencari
teori yang relevan dengan kasus atau permasalahan yang ditentukan.
Hasil peneltian dan review dari beberapa referensi rasa takut yang paling
sering terjadi yaitu rasa takut pada saat di suntik karena tidak terbiasa dengan
sensasi sakit saat ditusuk sesuatu yang tajam.
Dapat disimpulkan bahwa rasa takut yang sering terjadi sama anak yaitu
rasa takut (objektif) atau rasa takut pada rasa sakit, takut ketika melihat darah, rasa
takut melihat dokter gigi dan rasa takut pada alat suntik. Disarankan kepada
perawat dan dokter gigi agar selalu menerapkan komunikasi terapeutik terhadap
pasien, termasuk dalam penanganan rasa takut pada pasien pencabutan gigi.

DAFTAR ISI

v
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN...............................................................................iii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iv
ABSTRAK............................................................................................................v
DAFTAR ISI.........................................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar belakang...................................................................................................1
B. Manfaat Penelitian............................................................................................5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................6


A. Rasa Takut…....................................................................................................6
1. Definisi dan pengertian rasa takut……........................................……….....6
2. Faktor-faktor penyebab rasa takut anak terhadap pencabutan gigi.............10
3. Peran Orang Tua Dalam Ketakutan Anak.................................…………. 12
B. Pencabutan Gigi.................................................................................................13
1. Definisi Pencabutan Gigi...............................................................................13
2. Indikasi Pencabutan Gigi...............................................................................14
3. Kontra indikasi pencabutan gigi....................................................................15
4. Indikasi Pencabutan Gigi Dicidui..................................................................16

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................17


A. Rancangan penelitian.................................................................................17
B. Pelaksanaan penelitian...............................................................................17

BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................18

vi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................23
a. Kesimpulan................................................................................................23
b. Saran ..........................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kesehatan pada umumnya merupakan hak asasi manusia dan salah satu

unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa

indonesia sebagaimana dimaksud dalam pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia tahun 1945. Setiap kegiatan dalam upaya untuk

memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-

tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip non diskriminatif, partisipatif, dan

berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta

peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional.

(Depkes R.I, 2009)

Kesehatan gigi dan mulut merupakan hal terpenting bagi kehidupan manusia

dan merupakan bagian dari kesehatan secara umum yang perlu diperhatikan oleh

masyarakat (Jose, dkk., 2009). Setiap orang tua menginginkan anaknya dapat

tumbuh dan berkembang secara optimal, hal ini dapat dicapai jika tubuh mereka

sehat (Malik, 2008).

Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas,2018) menunjukkan

presentase masalah gigi dan mulut sebesar 57,6%. Hasil ini meningkat dari hasil

riskesdas tahun 2013 dengan presentase sebesar 25,9% . laporan jenis penyakit

dan kelainan gigi tahun 2018 disetiap kota menunjukkan kategori gangguan

perkembangan dan erupsi berada diposisi kedua sebanyak 8897 laporan.


2

Puskesmas andalas memiliki laporan terbanyak sebesar 806 buah dengan kasus

persistensi gigi menjadi permasalahan utama pada kategori ini.

Gigi sulung adalah gigi yang muncul pada masa periode anak-anak, dimulai

dari anak berumur 8 bulan hingga anak berumur 12 tahun. Namun pada kondisi

tertentu pada orang dewasapun bisa ditemukan adanya gigi sulung yang menetap

dan kondisi ini disebut dengan persistensi.Oleh karena itu anak perlu mendapat

perhatian khusus, terutama pada awal dimulainya pertumbuhan gigi permanen

menggantikan gigi susu, umumnya anak akan cenderung takut menghadapi

pengalaman pertamanya mencabut gigi susu (Rosdiana Dkk, 2016).

Pencabutan gigi atau yang dalam ilmu kedokteran gigi biasa disebut

ekstraksi gigi adalah suatu prosdur dental mengeluarkan gigi dari soket.

Pencabutan gigi dikatakan ideal jika dalam pelaksanaanya tidak disertai rasa sakit,

trauma yang terjadi pada jaringan gigi seminimal mungkin, luka pencabutan dapat

sembuh secara normal dan tidak menimbulkan permasalahan pasca pencabutan

(Balaji,2009).

Rasa takut anak terhadap pencabutan gigi merupakan masalah bagi dokter

gigi sehingga akan menimbulkan rasa enggan pasien berobat kedokter gigi.

Banyak dijumpai anak-anak yang mengalami rasa takut dan mempunyai pesepsi

yang tidak realistik, hal ini disebabkan pada anak proses sosialisasi, pendidikan.

persepsi dan komunikasi masih kurang bila di bandingkan dengan orang dewasa

(Budiman,2005).

Rasa takut dental adalah faktor paling utama menyebabkan masalah

kunjungan orang-orang untuk memeriksa kesehatan gigi dan mulut mereka pada
3

dokter gigi (Kirova, 2011). Ketakutan dental dapat menimbulkan masalah yang

signifikan dalam manajemen pasien, dengan paien merasa takut lebih mungkin

untuk menghindari atau menunda pengobatan dan lebih mungkin untuk

membatalkan janji untuk perawatan (Armfield, 2010).

Rasa takut dalam bidang pencabutan gigi anak merupakan salah satu sikap

emosional yang paling sering ditemukan dan merupakan salah satu komponen dari

tidak koperatifnya anak terhadap perawatan gigi.Sehingga dapat menghalangi

keberhasilan perawatan gigi anak.Ketakutan terhadap perawatan gigi dinyatakan

dengan adanya penolakan terhadap perawatan. Baik penolakan secara total

terhadaap dokter gigi yang bersangkutan ataupun menolak beberapa jenis

prosedur perawatan gigi yang dilakukan (Notoadmodjo,2011). Rasa takut

mengakibatkan persepsi yang seharusnya tidak nyeri menjadi nyeri, setiap pasien

dapat menunjukkan reaksi yang berbeda-beda dengan ransangan yang sama

(Hamud dan walsh, 2009).

Berdasarkan penelitian Nurfadillla (2018) Presentase peling tinggi penyebab

rasa takut anak yaitu karena ada teman yang mengatakan bahwa mencabut gigi

rasanya sakit yaitu sebanyak 81,3%. Dan berdasarkan penelitian Misrawati

(2019), 73,3% anak takut terhadap rasa sakit dalam pencabutan gigi.

Salah satu aspek terpenting dalam mengatur tingkah laku anak dalam

perawatan gigi adalah dengan mengontrol rasa takut anak, karena pengalaman

yang tidak menyenangkan akan berdampak terhadap perawatan gigi terutama

pencabutan gigi dimasa yang akan datang. Penundaan terhadap perawatan dapat
4

mengakibatkan bertambah parahnya tingkat kesehatan mulut dan menambah pula

rasa takut pada pasien anak untuk berkunjung kedokter gigi. (Nicolas E, 2010).

Menurut (Ahmadi, dkk 2009) rasa takut anak dapat diklasifikasikan

menjadi 2 kategori, yaitu rasa takut objektif dan subjektif, rasa takut yang objektif

dapat terjadi karena anak tersebut memiliki pengalaman yang tidak

menyenangkan pada saat kunjungan kedokter anak atau kedokter gigi itu sendiri.

Rasa takut subjektif dapat terjadi karena anak tersebut memiliki perasaan dan

sikap terhada sesuatu yang menimbulkan rasa takut.

Masalah kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu masalah yang

sangat mengganggu aktifitas kesehatan. Masalah dalam pencabutan gigi yang

sering timbul terutama pada pasien anak, merupakan suatu tantangan yang tidak

berakhir bagi petugas kesehatan, khususnya kesehatan gigi. Banyak anak merasa

takut jika harus berkunjung kedokter gigi karena alat-alat yang berada di dalam

tempat praktek mengakibatkan rasa nyeri, sehingga memengaruhi kunjungan rutin

pasien anak untuk ke dokter gigi. Ketakutan dalam praktek dokter gigi

merupakan halangan yang sering memengaruhi perilaku pasien dalam perawatan

gigi, terutama prosedur pencabutan gigi merupakan penyebab kecemasan dental

paling tinggi yang ditakutkan pada anak-anak (Budiman,2005).

Dari latar belakang masalah diatas, maka peneliti sangat tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Rasa Takut Anak Pada

Pencabutan Gigi”
5

B. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Sebagai proses pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan dalam

melakukan kajian ilmiah dibidang keperawatan gigi serta syarat untuk

menyelesaikan studi.

2. Bagi akademik

Digunakan sebagai bahan referensi atau dijadikan sebagai kajian

pustaka bagi mahasiswa/i pogram study D-III keperawatan gigi Poltekkes

Kemenkes Aceh.

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui gambaran Rasa Takut Anak Pada Pencabutan Gigi

bedasarkan review beberapa referensi.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Rasa Takut

1. Definisi dan pengertian rasa takut

Rasa takut adalah emosi pertama yang diperoleh bayi setelah lahir.Rasa

takut merupakan suatu mekanisme protektif untuk melindungi seseorang dari

pengrusakan diri. Definisi lain menyebutkan takut merupakan suatu luapan emosi

individu terhadap adanya perasaan bahaya atau ancaman yang merupakan

gabungan dari beberapa faktor antara lain, perilaku yang tidak menyenangkan

seperti ancaman yang menakutkan yang terjadi (Walgianto,2004).

Rasa takut (fear) adalah respon emosional terhadap ancaman atau

bahaya.Hal tersebut terdiri dari perubahan fisiologis, perasaan dari dalam diri,

suatu tindakan perikalu luar.Rasa takut dapat menyababkan berbagai perubahan

fisiologis (Nolen-hoeksema S, 2009).

Rasa takut dan cemas terhadap perawatan gigi (Dental Fear and Anxiety,

DFA) merupakan masalah besar bagi sebagian individu, terutama anak dan remaja

dengan DFA dapat mempengaruhi hasil perawatan, menciptakan stres kerja pada

dokter gigi dan stafnya, serta tidak jarang menjadi penyebab perselisihan antara

dokter gigi dengan pasien atau orang tua mereka. Anak akan mencoba segala cara

untuk menghindari atau menunda pengobatan, sehingga kesehatan rongga mulut

tidak terjaga. Selain dampaknya terhadap perawatan gigi , DFA juga dapat

menyebabkan ganguan tidur, mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan memiliki

dampak negatif pada seseorang fungsi psikososial. DFA diperoleh dimasa kanak-

6
7

kanak dapat bertahan hingga dewasa dan merupakan predikator signifikan untuk

menghindari kunjungan kedokter gigi pada usia dewasa. Hal tersebut merupakan

tahap penting untuk mencegah DFA sehingga kesehatan mulut anak dapat tercapai

secara optimal (Gao X, 2006).

Rasa takut atau rasa cemas (anxiety) adalah salah satu yang paling umum

dari emosi manusia. Hal ini termasuk kesadaran fisik dan mental terhadap ketidak

berdayaan adanya ancaman yang akan datang perasaan bahaya yang berasal dari

dalam, hasil penilaian kognitif dan sebuah keraguan yang tidak dapat terpecahkan

tentang sifat ancaman, cara terbaik untuk menguranginya, dan kapasitas subjektif

seseorang untuk secara efektif memanfaatkan sarana tersebut. Bagaimana

seseorang menilai situasi tersebut tergantung pada dua faktor yaitu faktor yang

berasal dari dalam objek stimulus atau peristiwa itu sendiri dan faktor Variabel

interpersonal. Kedua faktor ini dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu

individu,kepribadian, dan kemampuan untuk menghadapi kejadian yang

menyebabkan rasa tersebut. Ketakutan dibedakan dari kecemasan atas dasar

kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi objek eksternal yang mengancam

dan untuk mengenali adanya perilaku yang akan mengurangi atau memperbaiki

bahaya yang dirasakan. Rasa takut atau cemas juga dapat dipertimbangkan

sebagai keadaan emosional dimana seseorang merasa tidak nyaman, gelisah, atau

takut. Seseorang biasanya akan mengalami kecemasan bila menghadapi peristiwa

yang mereka tidak dapat mengendalikan atau memprediksi, atau tentang peristiwa

atau situasi yang mereka dapat mempertimbangkan mengancam dan berbahaya.


8

Ada perasaan ketentraman, dan kecemasan yang parah dapat bertahan dan

akhirnya bahkan mengarah pada ketidakberdayaan (WeinerAA, 2011).

Rasa takut dalam bidang perawatan gigi anak merupakan salah satu sikap

emosional yang paling sering ditemukan dan merupakan salah satu komponen dari

tidak kooperatifnya anak terhadap perawatan gigi, sehingga dapat menghilangi

keberhasilan perawatan gigi anak.Ketakutan terhadap perawatan gigi dinyatakan

dengan adanya penolakan terhadap perawatan gigi. Baik penolakan secara total

tehadap dokter gigi yang bersangkutan ataupun menolak beberapa jenis prosedur

perawatan gigi yang dilakukan (Budiyanti, dkk 2004).

Menurut (Budiman, 2005) rasa takut pada anak dapat di klasifikasi

menjadi dua kategori, yaitu:

a. Rasa takut objektif

Rasa takut objektif merupakan respon dari stimulus yang dirasakan,

dilihat,didengar, dicium dan merupakan hal atau keadaan yang tidak enak atau

tidak menyenangkan. Rasa takut objektif ditimbulkan oleh ransangan lansung

yang diterima orang perasa dan secara umum bukan bersumber dari orang lain.

Rasa takut objektif dapat terjadi karena anak tersbeut memiliki pengalaman

yang tidak menyenangkan pada saat kunjungan kedokter anak atau ke dokter

gigi itu sendiri.Rasa takut ini juga dapat disebabkan karena adanya ransangan

fisik secara lansung.Rasa takut ini merupakan bentuk dari ransangan yang

pernah dirasakannya, dilihatnya, di dengarnya maupun diciumi baunya yang

tidak menyenangkan.
9

Misalnya seorang anak yang takut dengan dokter gigi dan perawatnya yang

berbaju putih karena dulu dia pernah diinfus dan disuntik oleh dokter anak

yang berbaju putih, atau seorang anak yang takut dengan bau obat dan bau

rumah sakit, karena ia pernah mengalami perawatan di rumah sakit dengan bau

seperti itu.Hal ini meupakan suatu tanggung jawab dokter gigi untuk merubah

ketakutan tersebut dengan meningkatkan kepercayaan dari anak dan

memperlakukannya dengan penuh kasih sayang.

b. Rasa takut subjektif

Rasa takut subjektif merupakan rasa takut yang dapat didapat dari orang lain

dan anak tersebut tidak mengalaminya sendiri. Anak kecil sangat mudah

dipengaruhi, sehingga anak kecil yang tidak berpengalaman ketika mendengar

pengalaman yang tidak menyenangkan yang diceritakan oleh orang tua mereka,

dengan segera akan menimbulkan rasa takut pada dirinya.

Rasa takut yang subjektif dapat terjadi karena anak tersebut memiliki perasaan

dan sikap terhadap sesuatu yang menimbulkan rasa takut. Hal seperti ini biasa

di dapat dari pengalaman, bisikan dan informasi yang kurang menyenangkan

tentang hal tertentu dari orang lan, dan dengan imajinasi yang ada pada anak

maka akan menyebabkan anak memiliki rasa takut yang hebat terhadap hal

yang tidak dikenalnya. Rasa takut ini dapat dihilangkan bila anak tersebut

dapat merasakanya sendiri, dan membutikan bahwa tidak ada bahaya atau

ancaman yang perlu ditakuti.Misalnya: seorang anak yang sering ditakuti

ibunya jika ia nakal akan dibawa kedokter gigi biar dicabut giginya, atau

seorang anak yang sangat senang makan cokelat ditakut-takuti oleh kakaknya
10

kalau giginya akan berulat dan berlubang akibat cokelat yang dimakan dan

terpaksa harus dicabut oleh dokter gigi. Situasi ini akan menimbulkan rasa

takut dalam diri anak sehingga sulit untuk diatasi.

2. faktor-faktor penyebab rasa takut anak terhadap pencabutan gigi

a. Takut pada dokter gigi

Rasa takut yang disebabkan oleh dokter gigi itu sendiri yang mirip dengan

dokter umum, atau petugas kesehatan lainnya yang berbaju putih misalnya

pada kelompok anak-anak. Kelompok anak-anak adalah usia yang paling

banyak takut ke dokter gigi. Kunjungan kedokter gigi atau perawat gigi

dalam pogram puskesmas kesekolah dasar bisa jadi yang menakutkan bagi

mereka, hampir sama dengan program suntik masal atau vaksinasi yang

kerap kali dilakukan oleh petugas puskesmas. Profesi dokter gigi dimata

anak-anak mungkin dipersepsikan seorang yang dingin, tidak berperasaan,

sadis, garang, atau kejam.

b. Takut pada rasa sakit atau nyeri setelah pencabutan

Rasa nyeri pasca pencabutan gigi mungkin saja dialami dan rasa sakit ini

yang mungkin menjadi faktor penyebab ketakutan terjadi, belum lagi

proses pencabutan gigi menggunakan tang, dan ambang rasa sakit pada

setiap proses orang berbeda-beda. Untuk menghindari rasa sakit ini anak

mungkin akan menunda melakukan kunjungan kedokter gigi ataupun

perawat gigi (Nurfadilla,2018).

c. Takut pada suara atau aroma ruang praktek


11

Banyak juga ditemui orang yang takut kedokter gigi karena faktor suara

atau aroma ruangan prakter pada umumnya mereka memiliki pengalaman

buruk sebelum dengan dokter gigi. Aroma obat diruang praktek juga

menjadi sumber ketakutan, karena aroma itu selalu dihubungkan dengan

ruang praktek yang berwarna serba putih, alat-alat operasi, atau alat-alat

lainnya yang pada akhirnya setelah keluar dari ruang praktek maka orang

akan mengeluh atau mengerang sambil memegang giginya, sungguh

ilustrasi yang sangat menyiksa.

d. Takut pada jarum suntik

Tidak sedikit orang yang tidak mau kedokter gigi hanya takut dengan

jarum suntik. Apalagi anak-anak sangat takut pada jarum suntik. Persepsi

yang muncul adalah rasa sakit yang begitu hebat setelah disuntik dengan

jarum yang ukuranya besar. Bahkan mereka menyatakan apa tidak ada

cara lain selain disuntik. Itu merupakan kalimat pertanyaan yang sang

sering muncul.
12

3. Peran Orang Tua Dalam Ketakutan Anak

Rasa takut yang dialami oleh anak dalam perawatan gigi tidak terlepas dari

peranan orang tua. Hal-hal yang dilakukan orang tua tanpa disadari (Soeparmin,

dkk.2006).

a. orang tua sering membawa anaknya kedokter gigi ketika mendekati waktu

tidurnya,anak akan menjadi tidak kooperatif dan mudah marah karena sudah

mendekati waktu tidurnya.

b. orang tua sering membawa anaknya ketika gigi telah sakit. Sehingga selama

perjalanan anak akan semakin takut dan cemas menuju dokter gigi.

c. beberapa orang tua membawa anaknya kedokter gigi sebagai bentuk hukuman

sehingga anak kan berfikir negatif mengenai dokter gigi.

d. orang tua saling berperan untuk mencegah anak mendengar cerita yang

menakutkan tentang perawatan gigi sehingga anak akan merasa takut saat

kunjungan kedokter gigi.


13

B. Pencabutan Gigi

1. Definisi Pencabutan Gigi

Percabutan gigi adalah suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan

tang, bedah, elevator, atau pendekatan transveolar pencabutan gigi pertama kali

dilakukan hanya dengan menggunakan tang. Oleh karena itu timbulnya berbagai

macam masalah dalam prosedur pencabutan gigi yang menyebabkan gigi tersebut

sulit untuk dicabut bila hanya menggunakan tang saja, maka kemudian dilakukan

pembedahan. Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan sebuah gigi atau akar

gigi yang utuh tanpa menimbulkan rasa sakit dengan trauma sekecil mungkin

pada jaringan penyangga sehingga bekas pencabutan akan sembuh secara normal

dan tidak menimbulkan problem prostetik pasca bedah (Pedlar,dkk 2005).

Pencabutan trans-alveolar Pada beberapa kasus terutama pada gigi

impaksi, pencabutan dengan metode intra-alveolar sering kali mengalami

kegagalan sehingga perlu dilakukan pencabutan dengan metode trans-

alveolar.Metode pencabutan ini dilakukan dengan terlebih dahulu mengambil

sebagian tulang penyangga gigi.Metode ini juga sering disebut metode terbuka

atau metode bedah yang digunakan pada kasus-kasus:

a) Gigi tidak dapat dicabut dengan menggunakan metode intra alveolar

b) Gigi yang mengalami hipersementosis atau ankilosis

c) Gigi yang mengalami germinasi atau dilaserasi

d) Sisa akar yang tidak dapat dipegang dengan tang atau dikeluarkan dengan

bein, terutama sisa akar yang berhubungan dengan sinus maxillaris.


14

Pencabutan intra-alveolar adalah pencabutan gigi atau akar gigi dengan

menggunakan tang atau bein atau dengan kedua alat tersebut. Metode ini sering

juga disebut forceps extraction dan merupakan metode yang biasa dilakukan pada

sebagian besar kasus pencabutan gigi.Dalam metode ini instrumen yang

digunakan yaitu tang atau bein ditekan masuk ke dalam ligamen periodontal

diantara akar gigi dengan dinding tulang alveolar. Bila akar telah terpegang kuat

oleh tang, dilakukan gerakan kearah buko-lingual atau buko-palatal dengan

maksud menggerakkan gigi dari soketnya.Gerakan rotasi kemudian dilakukan

setelah dirasakan gigi agak goyang. Tekanan dan gerakan yang dilakukan haruslah

merata dan terkontrol sehingga fraktur gigi dapat dihindari (Pedlar,dkk 2005).

2. Indikasi Pencabutan Gigi

Indikasi dilakukan pencabutan gigi adalah gigi supernumerary, gigi

impaksi, gigi yang diduga sebagai fokal inpeksi, gigi yang mengalami nekrosis

periapikal dan tidak dapat dilakukan terapi endodontik, gigi yang terlibat kista dan

tumor, gigi yang terlibat dalam fraktur rahang, dan gigi sulung yang persisten.

Selain itu tindakan ekstraksi juga dapat dilakukan pada gigi yang sehat dengan

tujuan memperbaiki maloklusi untuk alasan estetik, dan juga untuk kepentingan

perawatan orthodontikdan prosthodentik (Pedlar,dkk 2005).

a. gigiyang rusak akibat perluasan lubang atau karien gigi. Karies yang luas

dapat menyebabkan peradangan pulpa, menjalar kearah daerah periapikal.

Sehingga timbul berbagai bentuk peradangan yang melibatkan struktur

jaringan yang lebih dalam.

b. Gigi yang terlibat penyakit periodontal


15

c. Persistensi gigi decudui atau gigi sulung yang tanggal, sedangkan gigi

permanen telah tumbuh.

d. Gigi geraham belakang pertama (M1) atau geraham belakang dua (M2)

yang rusak, untuk mencegah geraham belakang ketiga (M3) impaksi.

e. Gigi rahang atas yang menyebabkan peradangan pada sinus maksilaris gigi

yang terlibat fraktur atau osteonielytis.

f. Gigi yang terlibat tumor, baik jinak maupun ganas dicabut bersamaan pada

saat dilakukan pengambilan tumor karena kalau tidak dicabut sering terjadi

kekambuhan.

g. Gigi sehat untuk memperbaiki oklusi atau estetika (perawatan orthodontik

atau pemasangan kawat gigi).

h. Gigi sebagai fokal inpeksi pada kasus-kasus inpeksi.

3. Kontra indikasi pencabutan gigi

a. Faktor Lokasi

a) Kontra indikasi pencabutan gigi yang bersifat setempat umumnya

menyangkut suatu infeksi atau jaringan disekitar gigi misalnya gigi dengan

kondisi abses yang menulitkan anastesi.

b) Sinusitis (infeksi sinus) terjadi jika membran mukosa saluran pernafasan

atas (hidung, kerongkongan, sinus) mengalami pembengkakan-

pembengkakan tersebut menyumbat saluran sinus bermuara kerongga

hidung. Akibatnya cairan mucus tidak dapat keluar secara normal.

Menumpuknya mucus pada sinus menjadi faktor yang mendorong


16

terjadinya infeksi sinus. Pencabutan gigi terutama gigi premolar dan molar

sebaiknya ditunda sampai sinusnya teratasi.

c) Gigi yang masih dapat dirawat atau dipertahannkan dengan perawatan

konservasi, endodontic dan sebagainya.

b. Faktor Sistemik

pasien dengan kontra indikasi sistemik memerlukan pertimbangan

khusus dilakukan pencabutan gigi faktor-faktor ini meliputi pasien-pasien

yang memiliki riwayat penyakit khusus. Dengan kondisi riwayat penyakit

tersebut pencabutan gigi bisa dilakukan dengan persyarakatan bahwa pasien

sudah dalam pengawasan ahli dan penyakit yang menyertai bisa dikontrol

dengan baik, hal tersebut penting untuk menghindari terjadi komplikasi

sebelum pencabutan, saat pencabutan maupun setelah pencabutan gigi.

4. Indikasi Pencabutan Gigi Dicidui

a. Mobility

b. Gigi dengan karies yang parah

c. Gigi yang sudah waktunya tanggal

d. Gigi dicidui yang persistensi

e. Gigi dicidui yang impacted, menghalangi erupsi gigi

f. Gigi dengan ulkus decubitus

g. Supernumerary teeth
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penyusunan karya tulis

ilmiah ini adalah penelitian deskriptif dengan rancangan studi literatur.

B. Pelaksanaan penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan cara studi kepustakaan yang dilakukan

dengan menelaah teori-teori, laporan-laporan penelitian serta jurnal yang

berkaitan dengan permasalahan terutama teori tentang gambaran rasa takut anak

pada pencabutan gigi.

17
BAB IV

PEMBAHASAN

Rasa takut dalam bidang perawatan gigi anak merupakan salah satu sikap

emosional yang paling sering ditemukan dan merupakan salah satu komponen dari

tidak kooperatifnya anak terhadap perawatan gigi, sehingga dapat menghalangi

keberhasilan perawatan gigi anak. Ketakutan terhadap perawatan gigi dinyatakan

dengan adanya penolakan terhadap perawatan gigi. Baik penolakan secara total

tehadap dokter gigi yang bersangkutan ataupun menolak beberapa jenis prosedur

perawatan gigi yang dilakukan (Budiyanti, dkk 2004).

Rasa takut atau cemas merupakan respon normal yang sering terjadi dan

dapat dialami oleh semua orang ketika menghadapi suatu ancaman dan dapat

dipengaruhi perilaku orang tersebut. Hal ini diperparah dengan adanya trauma

yang pernah dialami sebelumnya sehingga dapat mempengaruhi terhadap

perawatan dimasa depan. Perlunya melakukan pendekatan dan komunikasi yang

baik antara dokter gigi dan pasien untuk mengurangi rasa takut pasien agar tidak

timbulnya suatu masalah pada proses perawatan (Yahya et al 2016).

Rasa takut yang dialami pasien akan membawa dampak negatif bagi

perawatan yang akan dilakukan. Pasien yang memiliki rasa takut cenderung akan

menghindari kunjungan ke dokter gigi secara rutin dan membutuhkan lebih

banyak waktu dalam tindakan perawatan, hal ini akan mempengaruhi tingkat

keparahan dari kondisi gigi dan mulut (dewi candra 2018).

18
19

Anak-anak yang memiliki rasa takut cenderung menarik diri dari

lingkungan sekitar dan sulit beradaptasi. Kecemasan anak dapat berupa tingkah

laku kurang kooperatif terhadap perawatan gigi sehingga anak menolak untuk

dilakukan perawatan gigi, misalnya mendorong instrumen atau peralatan

perawatan gigi agar menjauh darinya, tidak membuka mulut, menangis histeris

dan membantah ( Rosdiana dkk, 2016).

Pada umumnya penyebab rasa takut dalam pencabutan gigi pada anak

timbulnya trauma pada alat yang dilihatnya, yang sepertinya akan membuatnya

merasa sakit. Situasi dan keadaan lingkungan perawatan gigi sangat berpengaruh

timbulnya rasa takut. Rasa takut Pasien anak terhadap perawatan gigi seringkali

terjadi karena anak merasa takut berada di ruang praktek dokter gigi. Faktor lain

yang seringkali menimbulkan rasa takut pada perawatan gigi anak adalah keadaan

lingkungan kamar praktek, seperti bau obat-obatan, peralatan, bunyibur atau

mesin dan pengalaman rasa takit pada perawatan terdahulu sehingga anak akan

takut pada perawatan gigi selanjutnya (Hendrastuti fajriani,2003). Oleh karena itu

ruang praktek dokter gigi sebaiknya dibuat senyaman mungkin sehingga anak

merasa seperti rumahnya sendiri. Jika tempat praktek tidak terbatas hanya untuk

pasien anak-anak, salah satu metode yang efektif diantaranya adalah dengan

pembuatan ruangan tunggu yang di buat sedemikian rupa khusus untuk anak.

Membuat rauang penerimaan yang nyaman dan hangat sehingga anak merasa

tidak asing ketika memasukinya, atau dengan cara seperti memberi reward atau

hadiah sehingga anak dapat meredam rasa takutnya. Oleh karena itu dekorasi
20

ruangan dan komunikasi sangat memegang peranan penting dan erat kaitannya

dengan kondisi psikologis mereka.

Berdasarkan penelitian Misrawati (2019) presentase paling tinggi rasa takut

anak pada pencabutan gigi yaitu rasa takut terhadap timbulnya rasa sakit yang

akan dirasakan pada saat disuntik obat anastesi lokal untuk dilakukan pencabutan

gigi yaitu sebesar 73,3% anak takut terhadap rasa sakit dalam pencabutan gigi.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Turner (2012)

yang menunjukkan bahwa anastesi lokal, yaitu penyuntikan sebelum ektraksi gigi

merupakan tindakan yang paling di takutkan oleh responden.

Hasil penelitian yang dilakukan PranataSari (2019) di SDN 3 Padang

Sambian Kelod, diperoleh 52 (65%) anak yang merasa takut takut dengan rasa

sakit yang akan dirasakan pada saat mencabut gigi. Berdasarkan survei yang

dilakukan Ayub ( 2018 ), hasil survei tersebut menunjukan bahwa 6 dari 10

populasi anak usia sekolah yang memiliki ketakutan terhadap dokter gigi. Dan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Ayub (2018) di rumah sakit gigi dan

mulut halimah dg Makasar yang menunjukkan penyebab rasa takut anak terkait

dengan injeksi yaitu sebanyak 68,9%.

Hasil penelitian di dua sekolah yang dilakukan oleh Abirafdi (2014) yang

menyatakan bahwa yang memiliki frekuensi kecemasan tertinggi adalah pada saat

giginya disuntik di SD inpres tamalanrea II sebesar 77,8% dan SD 6 mentirotiku

kabupaten toraja utara sebesar 72,7%. Dan Penelitian yang dilakukan oleh

Marwansyah (2018) menunjukkan bahwa tindakan ekstraksi gigi merupakan

pencetus pertama kecemasan seseorang. Kecemasan pada ekstraksi gigi sering


21

disebabkan oleh penggunaan benda-benda tajam seperti jarum suntik, bein dan

tang,yang dimasukkan secara berurutan maupun bergantian dalam mulut.

Kecemasan pasien biasanya berasal dari ketakutan terhadap rasa sakit. Adapun

kecemasan dikarenakan mereka ragu terhadap apa yang akan mereka alami dan

ada juga yang bersifat menurun dari keluarga.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Swastini Dkk (2007) Yang

dialakukan untuk mengetahui perawatan yang paling ditakuti oleh anak laki-laki

maupun perenpuan adalah ketika dokter gigi melakukan anastesi dengan

menggunakan jarum suntik, yaitu terlihat presentase anak perempuan 88,3% lebih

tinggi di bandingkan anak laki-laki 85,4%. Menurut Kartono (2002) jenis kelamin

perempuan lebih sensitif dan cepat peka dibandingkan laki-laki yang cenderung

lebih aktif, umumnya perempuan dalam merespon stimulus atau ransangan lebih

kuat dari pada anak laki-laki.

Berdasarkan study yang dilakukan oleh Appukuttan dkk 2016 di india yang

meneliti tentang kecemasan atau rasa takut perawatan gigi yang melibatkan usia,

jenis kelamin, dan pekerjaan responden. Penelitian ini menunjukan bahwa

tindakan dokter gigi yang paling ditakuti responden adalah pengeboran gigi dan

anastesi lokal sebelum pencabutan.

Berdasarkan preliminary study di pudkesmas II denpasar barat, di temukan

bebrapa pasien mengalami rasa takut terhadap timbulnya rasa sakit pada tindakan

penyuntikan (anastesi). Hal ini disebabkan oleh rasa sakit yang dirasakan ketika

diakukan anastesi yang disebabkan jarum suntik yang masuk kesebagian mukosa.

Pasien mengungkapkan rasa takut yang dialami dikarenakan pasien telah sadar
22

dan mengetahui efek dari rasa sakit yang akan ditimbulkan. Selain itu, beberapa

pasien mengalami kecemasan karena pengalaman buruk pada masa kecil terhadap

perawatan gigi dan mulut (Adam, M,H 2015)

Penyebab timbulnya rasa takut atau cemas pada anak sebelum dilakukan

ekstraksi gigi yaitu rasa takut subjek terhadap timbulnya rasa sakit yang akan

dirasakan saat dilakukan tindakan ekstraksi gigi. Selain kecemasan anak terhadap

timbulnya rasa sakit saat dan sesudah dilakukan ekstraksi gigi, hal lain penyebab

timbulnya rasa cemas subjek yakni kesalahan perawatan/tindakan yang akan

dilakukan oleh tenaga kesehatan, melihat alat-alat yang digunakan, pengalaman

pribadi yang dialami oleh anak yang menimbulkan rasa trauma dan adanya

penyakit sistemik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gow di Inggris yang

menyatakan bahwa Srasa takut pada ekstraksi gigi dapat terjadi karena beberapa

faktor yaitu rasa takut ketika melihat darah atau luka yang berdarah, pasien takut

kesakitan, pasien yang belajar dari pengalaman anggota keluarga dan teman yang

mengalami hal buruk ketika melakukan ekstraksi gigi, pasien yang trauma karena

pengalaman buruk yang dialami, dan karakter pasien (Vassend dan Olav, 2005).

Berdasarkan kepustakaan dan penelitian yang dilakukan oleh Gow faktor

timbulnya rasa cemas salah satunya adalah trauma karena pengalaman buruk yang

dialami. Banyak hal yang dapat mempengaruhi kecemasan seseorang, tetapi

kemungkinan besar timbulnya kecemasan dental disebabkan karena adanya

pengalaman buruk pasien sewaktu kecil atau pada masa remaja, yang dapat

menjadi penyebab utama rasa takut pada orang dewasa (Natamiharja dan

Manurung, 2007).
23

Berdasarkan penelitian Nurfadillla (2018) yaitu karena ada teman yang

mengatakan bahwa mencabut gigi rasanya sakit yaitu sebanyak 81,3%. Menurut

Soeparmin S, Suarjaya I Kt, Tyas Mp (2016) Timbulnya rasa takut pada anak

merupakan hasil dari tanggapan seseorang anak mengenai perawatan gigi melalui

pengalaman mendengar cerita dari seseoran, karena pengalaman orang tua

ataupunn anggota keluarga lainnya. Dokter gigi perlu memahami rasa takut dan

dampak yang dialami oleh pasien terhadap perawatan gigi dan mulut yang akan

diberikan. Hal ini berpengaruh terhadap prosedur dalam menjalani perawatan gigi

karena pasien menjadi tidak kooperatif. Penanganan untuk mengatasi rasa takut

anak dapat dilakukan melalui pendekatan komunikasi, seperti modelling, tellshow

do dan distraksi.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis berasumsi bahwa rasa takut dapat

terjadi dalam beberapa hal, namun yang paling dominan anak takut pada rasa

sakit ketika mencabut gigi, selanjutnya takut ketika melihat darah, rasa takut

melihat dokter gigi dan rasa takut pada saat disuntik. Hal ini berkaitan dengan rasa

takut objektif yaitu rasa takut yang datang dalam diri anak akibat: dirasakan,

dilihat,didengar, dicium dan hal atau keadaan yang tidak enak atau tidak

menyenangkan yang dialami oleh anak. Oleh karena itu penyebab rasa takut

sukar untuk diperkiraan dengan tepat. Kejadian yang sama belum tentu dirasakan

sama pula oleh setiap orang. Dengan kata lain suatu ransangan atau kejadian

dengan kualitas dan kuantitas yang sama dapat dipresentasikan secara berbeda

antara individu yang satu dengan yang lainnya. Karena mereka keliru dalam

menilai suatu bahaya yang dihubungkan dengan situasi tertentu, atau cenderung
24

menaksir secara berlebihan suatu peristiwa yang membahayakan. Rasa takut juga

dapat terjadi karena penilaian diri yang salah, dimana individu merasa bahwa

dirinya tidak mampu mengatasi apa yang terjadi atau apa yang dapat dilakukan

untuk menolong diri sendiri. Rasa takut yang paling dominan terjadi pada pasien

anak yaitu rasa takut pada saat di suntik karena tidak terbiasa dengan sensasi sakit

saat ditusuk sesuatu yang tajam, padahal ketika anak mencabut gigi sulung belum

tentu disuntik, namun anak sudah memikirkan demikian dan mengalami rasa takut

yang berlebihan. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Misrawati (2019) yaitu presentase paling tinggi rasa takut anak pada pencabutan

gigi yaitu rasa takut terhadap timbulnya rasa sakit yang akan dirasakan pada saat

disuntik obat anastesi lokal untuk dilakukan pencabutan gigi yaitu sebesar 73,3%

anak takut terhadap rasa sakit dalam pencabutan gigi. Dan sejalan dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Swastini Dkk (2007) Yang dialakukan untuk

mengetahui perawatan yang paling ditakuti oleh anak laki-laki maupun perenpuan

adalah ketika dokter gigi melakukan anastesi dengan menggunakan jarum suntik,

yaitu terlihat presentase anak perempuan 88,3% lebih tinggi di bandingkan anak

laki-laki 85,4%.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil review dari beberapa referensi maka dapat disimpulkan bahwa

Rasa takut yang sering terjadi sama anak yaitu rasa takut (objektif) atau rasa takut

pada rasa sakit, takut ketika melihat darah, rasa takut melihat dokter gigi dan rasa

takut pada alat suntik.

B. Saran

1. Diharapkan peran orang tua untuk membiasakan anak melakukan

kunjungan berkala ke dokter gigi sejak dini minimal 6 bulan sekali.

2. Disarankan kepada perawat dan dokter gigi agar selalu menerapkan

komunikasi terapeutik terhadap pasien, termasuk dalam penanganan rasa

takut pada pasien pencabutan gigi.

3. Melakukan tindakan pencabutan gigi yang ideal sehingga anak tidak

merasa sakit ketika mencabut gigi, sehingga anak tidak cemas dan

khawatir terhadap tindakan pencabutan gigi untuk kunjungan selanjutnya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Abirafdi,2014. “gambaran kecemasan anak usia 7-14 tahun terhadap perawatan


gigi murid SD inpres tamalanrea II kota makasar dan murid SDN
Montirotiku kabupaten toraja utara:fakultas kedokteran gigi universitas
hasanuddin”.
Adam,M,H. 2015. “Gambaran kecemasan pada siswa kelas IV,V dan VI sekolah
dasar terhadap perawatan gigi”.jurnal dental research; 4 (6): 200-204.
Ahmadi H.A, Sholeh M, 2009. Psikologi Perkembangan. Jakarta : RinekaCipta.
Appukuttan dn priya, D.2016. Strategies to manage ptients with dental anxiety
and dental phobia: literature review. Clinical, cosmetic and investigational
dentistry” 8.pp. 35-50.
Armfield, J.M 2010. “how do we measure dental fear and what are”. We
measuring anyway. Oral helth and preventive dentistry journal. 8:107-115.
Ayub.2018 “persepsi anak terhadap dokter gigi pada rumah sakit gigi dan mulut
halimah dg sikati dimakasar”.
Balaji, S.M. 2009. “Oral and maxillofacial surgery”. New delhi: elsevier.
Budiman,Arief, 2005. Pengololaan Tingkah Laku Pasien Pada Praktik Dokter
Gigi, Edisi 2. Jakarta: EGC.
Budiyanti EA, Heriyandi YY. 2003. Pengelolaaan anak non koperatif pada
perawatan gigi.Jakarta:EGC.
Depkes R.I, 2009.“Profil kesehatan indonesia”. Jakarta.
Dewi1 candra,Kadek Kartika,Putu Ika Anggaraeni1, Tience Debora Valentina
2016. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan dental pasien usia
dewasa muda sebelum tindakan perawatan gigi di Puskesmas II Denpasar
Barat
Gao X, Hanzah SH, Yiu YCK, mc grath C, KING mn.“Dental fear and anxiety in
children and adolescents”: 2013; 15(2): e29.
Hamud, R., dan Walsh, L. J 2009.“Dental anxiety”: causes somplications and
management approaches. Jurnal minimum in dentistry 2(1) : 67-68
Jose, Benedict S, Al-sowaidi S, Joseph M, Zoubeidi T. 2009. “SerumInterleukin-
13 are Elevated in Mild and Moderate Persistent Asthm”a. The internet
journal of asthma, Allergy and Imunology 2009 volume 4 number 2
Kartono.2002. Psikologi sosial untuk manajemen perusahaan dan industri.
Jakarta: rajawli
Kirova DG. 2011. “Dental anxiety among dental students”. annual proceding
(scientific papaers) 2011;17:137-139.
Laksmiastuti, SR dan wardani, I. 2005.“Psikologi perkembangan anak dalam
kaitannya dengan perawatan gigi”.Majalah kedokterangigi, dental journal
edisi khusus: temu ilmiah nasional IV.
Malik, I. 2008. “Kesehatan Gigi dan Mulut, Bandung” : Universitas Padjajaran.
Jawa barat
Marwansyah.2018. “tingkat kecemasan pada anak dengan metode corah’s dental
anxiety scake di rumah skig gigi dan mulut baiturahmah padang”
Misrawati, 2019. “faktor-faktor yang berhubungan tingkat kecemasan anak
terhadap tindakan pencabutan gigi di puskesmas darul kamal kecamatan
darul kamal kabupaten aceh besar”.
Natamiharja L, Manurung YRL. 2007. “Rasa takut terhadap perawatan gigi”.
Dentika Dental Journal; 12(2): h.200-2 .
Nicholas, E, Bessadeet M, Collado V, Carrasco P, 2010. “Factors sffecting dental
fear in french children aged 5-12 years”. jnt J paediant dent
2010;20(5):366-73
Nolen-hoeksema S, fredrickson BL, loftus GR, wagenaar WA.2009. “Atkinson
and hildegard’sintroduktion to psychology”. 15 ed. Farmington
hill:wadsworth/cengage learning.
Notoadmodjo,S. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan Seni.
RinekaCipta.Jakarta.
Nurfadillah, 2018. “Gambaran penyebab rasa takut anak pada pencabutan gigi di
SDN pertiwi lamgarot kabupaten aceh besar”.
Pedlar J, frame, JW, 2005 oral and maxillofacian surgery.London: churchilliving
stone
Pranatasari 2019. “rasa takut anak terhadap perawatan gigi pada siswa sekolah
dasar negeri 3 padang sabian kelod”
Riskesdas 2018.“Badan pengembangan kesehatan kementerian kesehatan RI
tahun2018”.
Rosdiana T.Simaremare, Manta Rosma, Rizka Yulia.2016.“gamran tingkat
kecemasan anak usia 6-8 tahun terhadap pencabutan gigi di klinik
jurusan keperawatan gigi”.
Setyaningsih,2007. Menjaga Kesehatan Gigi Dan Mulut. Jakarta: CV. Sinar
Cemerlang Abadi
SoeparminS,Suarjaya I, Tyas M, 2006. “Peranan musik dalam mengurangi
kecemasan anak selama perawatan gigi” : availebel
URL:www.unmas.ac.id/.../vol6no1.
Susanto. 2007. Kesehatan Gigi Dan Mulut.Jakarta :Sunda Kelapa Pustaka
Swastini, IGAAP,Tedjasulaksana R,Nahak MM.2007.Gambaran rasa
takutterhadap perawatan gigi pada anaksekolah dasar yang berobat ke
puskesma IV Denpasar Barat. Jurnal interdental: 5-21.
Vassend- Olav. 2005. Anxiety, Pain and Discomfort Associated with Dental
Treatment. Behavior Research and Therapy. 31(7): p.659-666.
walgianto,2004. pengantar psikologi umum. Jakarta : penerbit andi
Weiner AA. 2011. “The fearful dental patien”. 1st ed. Lowa: wiley-
Blackwell;2011. P. 1-311.

Anda mungkin juga menyukai