Anda di halaman 1dari 86

HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK, KEJADIAN

KARIES GIGI DAN STATUS GIZI PADA SISWA KELAS 1 DAN 2


SD NEGERI SUKAGALIH 7 KOTA BANDUNG

KARYA TULIS ILMIAH


diajukan untuk melengkapi persyaratan menyelesaikan
pendidikan Program Diploma III Kesehatan Bidang Gizi

Oleh:
Diah Anggraeni
NIM. P17331112012

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG


JURUSAN GIZI PROGRAM STUDI DIPLOMA III
2015
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah dengan judul ”Hubungan Konsumsi


Makanan Kariogenik, Kejadian Karies Gigi Dan Status Gizi
Pada Siswa Kelas 1 Dan 2 SD Negeri Sukagalih 7 Kota
Bandung” ini telah disidangkan pada tanggal 25 Juni 2015.

Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Tahun 2015

Ketua Penguji Tanda Tangan

Budi Setiyono,DCN.M.P. …………….....

Anggota Penguji

1. Dr. Ir. Aryani Sudja, MKM ………………..

2. Dadang Rosmana DCN.M.Kes ……………....

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG


KETUA JURUSAN GIZI

Holil M.Par’i, SKM, M.Kes


NIP. 195605131981021001
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah dengan judul ”Hubungan


Konsumsi Makanan Kariogenik, Kejadian Karies Gigi Dan
Status Gizi Pada Siswa Kelas 1 Dan 2 SD Negeri Sukagalih
7 Kota Bandung” ini telah disidangkan pada tanggal 25 Juni
2015.

Menyetujui
Pembimbing Materi

Budi Setiyono,DCN.M.P.H.
NIP. 196210211987031002
ABSTRAK

Diah Anggraeni.2015.Hubungan Konsumsi Makanan Kariogenik,


Kejadian Karies Gigi Dan Status Gizi Pada Siswa Kelas 1 Dan 2 SD
Negeri Sukagalih 7 Kota Bandung.Karya Tulis Ilmiah.Program
Diploma III Gizi. Jurusan Gizi. Politeknik Kesehatan Kemenkes
Bandung.

Status gizi merupakan ekspresi dari keseimbangan zat gizi dengan


kebutuhan tubuh, yang diwujudkan dalam bentuk variabel tertentu.
Kejadian karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan
kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi, meluas ke arah pulpa.
Makanan kariogenik adalah makanan manis yang dapat menyebabkan
terjadinya karies gigi karena sifatnya yang lengket dan mudah hancur di
dalam mulut. Ketika gigi sudah terkena karies, kemudian karies gigi
sudah mencapai dentin, gigi akan merasakan sakit dan hal tersebut yang
mengakibatkan asupan makan akan berkurang, kemudian status gizi
akan terganggu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan
Konsumsi Makanan Kariogenik, Kejadian Karies Gigi Dan Status Gizi
Pada Siswa Kelas 1 Dan 2 SD Negeri Sukagalih 7 Kota Bandung.
Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Februari 2015 dengan jumlah sampel 73 orang dari
total populasi 89 orang yang merupakan siswa kelas 1 dan 2. Sampel
diambil dengan metode Proportional Stratified Random Sampling.
Penelitian ini menggunakan tiga variabel, yaitu konsumsi makanan
kariogenik , kejadian karies gigi, dan status gizi. Data konsumsi makanan
kariogenik diperoleh dari wawancara menggunakan FFQ (Food
Frequency Questionair) kepada responden dengan didampingi ibu
responden. Data kejadian karies gigi diperoleh dari pemeriksaan
kesehatan gigi secara langsung oleh perawat gigi kepada responden.
Kemudian status gizi diperoleh dari pengukuran antropometri, meliputi
pengukuran berat badan menggunakan timbangan digital dengan
ketelitian 0,1 kg. Untuk mengetahui hubungan konsumsi makanan
kariogenik, kejadian karies gigi dan status gizi dilakukan dengan uji Chi
Square. Hasil uji statistik menunjukan ada hubungan yang bermakna
antara konsumsi makanan kariogenik dengan kejadian karies gigi
(p=0,000) dan terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian karies
gigi dengan status gizi (p=0,001). Disarankan untuk siswa diberikan
penyuluhan tentang makanan kariogenik dan dampak dari seringnya
mengkonsumsi makanan kariogenik terhadap status gizi.

Kata Kunci : Konsumsi Makanan Kariogenik, Karies Gigi, Status Gizi


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izin
dan ridho-NYA penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang
Berjudul “Hubungan Konsumsi Makanan Kariogenik, Kejadian Karies
Gigi Dan Status Gizi Pada Siswa Kelas 1 Dan 2 SD Negeri Sukagalih 7
Kota Bandung ”.
Dalam penulisan Karya Ilmiah ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak, untuk kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Holil M. Par’i, SKM.,M.Kes, selaku ketua jurusan Gizi
Politeknik Kesehatan Kemenkes bandung
2. Bapak Budi Setiyono, DCN,M.P.H selaku pembimbing materi yang
telah mengarahkan dalam penyusunan proposal Karya Tulis Ilmiah
ini.
3. Ibu Siti Utami, SKM,M.Kes selaku pembimbing akademik yang
telah membimbing dari awal masa perkuliahan.
4. Kedua orang tua penulis ,kakak dan adik yang selalu mendoakan,
mendukung, juga memberikan semangat baik secara moril maupun
materil.
5. Sahabat-sahabat penulis Evi, Cindy, Ani , teman-teman kosan,
teman-teman 3A juga angkatan 24 yang telah memberikan
bantuan.
Penulis menyadari dalam penulisan karya tulis ilmiah ini
masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis
menerima kritik dan saran. Penulis berharap karya tulis ilmiah ini
dapat bermanfaat untuk penulis khususnya dan pembaca
umumnya.

Bandung, Juni 2015


Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL .........................................................................................v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ vii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ............................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian............................................................ 4
1.1.2. Tujuan Umum .......................................................... 4
1.1.2 Tujuan Khusus ......................................................... 4
1.4. Ruang Lingkup ............................................................... 5
1.5. Manfaat Penelitian......................................................... 5
1.6. Keterbatasan Penelitian ................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 7


2.1. Status Gizi ...................................................................... 7
2.1.1. Pengertian Status Gizi ............................................. 7
2.1.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi ....... 7
2.1.3. Penilaian Status Gizi ................................................ 9
2.1.4. Status Gizi Anak Sekolah ....................................... 15

2.2. Makanan Kariogenik.................................................... 16


2.2.1. Pengertian Makanan Kariogenik ............................ 16
2.2.2. Peran Manakan Kariogenik Dalam Pembentukan
Karies Gigi.............................................................. 21

2.3. Karies Gigi..................................................................... 22


2.3.1. Struktur Elemen Gigi ............................................. 22
2.3.2. Definisi Karies Gigi ................................................ 23

ii
2.3.3. Etiologi .................................................................. 23
2.3.4. Faktor Yang Mempengaruhi Karies Gigi ................ 25
2.3.5. Proses Terjadinya Karies Gigi ................................ 27
2.3.6. Bentuk – Bentuk Karies Gigi .................................. 28
2.4. Survei Konsumsi Makanan .......................................... 30
2.4.1. Metode Frekuensi makanan ................................... 31

2.5. Hubungan Konsumsi Makanan Kariodenik Dengan


Tingkat Kedalamam Karies Gigi .................................. 32
2.6. Hubungan Tingkat Kedalaman Karies Gigi Dengan
Status Gizi .................................................................... 33

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI


OPERASIONAL .......................................................................... 35
3.1. Kerangka Konsep ........................................................ 35
3.2. Hipotesis ..................................................................... 36
3.3. Definisi Oprasional ...................................................... 36
3.3.1. Konsumsi Makanan Kariogenik .............................. 36
3.3.2. Tingkat Kedalaman Karies Gigi.............................. 37
3.3.3. Status Gizi.............................................................. 38

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 39


4.1. Waktu Dan Tempat Penelitian ..............................................39
4.2. Desain Penelitian ................................................................ 39
4.3. Populasi Dan Sampel Penelitian ....................................... 39
4.4. Jenis Dan Cara Pengumpulan Data ............................. 41
4.4.1. Data Primer Penelitian ........................................... 41
4.4.2. Data Sekunder Penelitian....................................... 41
4.5. Pengolahan Dan Analisis Data ..................................... 42
4.5.1. Pengolahan Data ................................................... 42
4.5.2. Analisa Data ........................................................... 43

iii
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................... 45
5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.................................. 45
5.2. Karakteristik Sampel ..................................................... 45
5.2.1. Usia Sampel .................................................................. 46
5.2.2. Jenis Kelamin ......................................................... 47
5.2.3. Kelas ...................................................................... 48
5.3. Data Konsumsi Makanan Kariogenik ........................... 48
5.4. Karies Gigi..................................................................... 52
5.5. Status Gizi ..................................................................... 53
5.6. Hubungan Konsumsi Makanan Kariogenik Dengan
Kejadian Karies Gigi ..................................................... 55
5.7. Hubungan Kejadian Karies Gigi dengan Status Gizi ..... 59

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 62


6.1. Simpulan ................................................................................ 62
6.2. Saran ............................................................................ 62
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 63
LAMPIRAN .............................................................................................. 67

iv
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
2.1. LEVEL KARIOGENITAS BERMACAM JENIS GULA ......................
17 19
2.2. JENIS MAKANAN BERDASARKAN POTENSI
MENYEBABKAN KARIES ...............................................................
19 20
5.1. DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN
USIA ................................................................................................
21 19
5.2. DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL MENURUT JENIS
KELAMIN.........................................................................................
46 46
5.3. DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL MENURUT
KELAS .............................................................................................
47 47
5.4. DISTRIBUSI FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN
KARIOGENIK .................................................................................. 47
48
5.5. DISTRIBUSI FREKUENSI BERDASARKAN JENIS
MAKANAN YANG BERSIFAT KARIOGENIK ..................................
50 48
5.6. DISTRIBUSI FREKUENSI KEJADIAN KARIES GIGI ...................... 49
52
5.7. DISTRIBUSI FREKUENSI STATUS GIZI ........................................ 52
54
5.8. DISTRIBUSI FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN
KARIOGENIK DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI ......................... 54
55
5.9. DISTRIBUSI FREKUENSI KEJADIAN KARIES GIGI
DENGAN STATUS GIZI .................................................................. 57
59

v
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
2.3 STRUKTUR ELEMEN GIGI .......................................................... 23
3.1 KERANGKA KONSEP .................................................................. 35

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 HASIL UJI STATISTIK .............................................. 67


2 LEMBAR PERSETUJUAN ........................................ 75
3 PEMERIKSAAN KARIES GIGI ................................. 76
4 FORMULIR FREKUENSI MAKANAN ....................... 77
5 RENCANA KEGIATAN ............................................ 79
6 RENCANA ANGGARAN ........................................... 80
7 DATA UMUM SAMPEL ............................................ 81

vii
viii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Gizi merupakan komponen penting yang diperlukan tubuh untuk


pertumbuhan dan perkembangan. Oleh karena itu tubuh memerlukan gizi yang
memadai, mulai dari kecukupan energi, protein, lemak , karbohidrat dan suplai
semua zat gizi essensial yang menjadi basis pertumbuhan. Seorang anak
dikatakan bergizi baik, dapat terlihat dari status gizi anak tersebut. Anak akan
berstatus gizi baik, jika memperoleh zat-zat gizi sesuai dengan kebutuhan dan
digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik dan
perkembangan otak yang optimal (Almatsier, 2004).
Seorang anak, jika mengalami gangguan pada status gizi , hal tersebut
tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatannya, tetapi berpengaruh juga
terhadap kemampuan berfikir dan konsentrasi anak dalam belajar, yang pada
akhirnya prestasi di sekolah akan menurun. Dalam hal ini dapat di katakan
bahwa status gizi seorang anak akan mempengaruhi kualitas sumber daya
manusia di masa mendatang (Siagian, 2008).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, pevalensi status gizi
kurus anak sekolah dasar usia 5-12 tahun menurut (IMT/U) adalah sebesar
11,2 % (Balitbangkes,2013). Besarnya masalah gizi kurus merupakan masalah
kesehatan masyarakat (public health problem), jika prevalensi kurus > 5%,
kemudian masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila
prevalensi kurus antara 10,1% - 15,0% (Balitbangkes,2007).

Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari


ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi (nutritional
imbalance), yaitu asupan yang melebihi keluaran atau sebaliknya, disamping
kesalahan dalam memilih bahan makanan (Arisman,2008).
Adanya masalah gizi pada anak, tidak hanya karena kurangnya asupan
zat gizi, tetapi terdapat faktor lain yang secara langsung menyebabkan

1
2

terjadinya masalah gizi yaitu penyakit infeksi. Karies gigi merupakan salah satu
penyakit infeksi yang berhubungan dengan masalah kesehatan gigi dan mulut
yang melibatkan bakteri Streptococcus mutant. (Tarigan,2012).
Berdasarkan data hasil RISKESDAS (2013), prevalensi kejadian karies
di Indonesia untuk kelompok umur 5-9 tahun sebesar 28,9%. Jumlah tersebut
mengalami kenaikan, dimana sebelumnya pada RISKESDAS (2007),
prevalensinya sebesar 21,6 %. Sementara itu, di Jawa Barat prevalensi karies
gigi pada tahun 2013 sebesar 28,0 % jumlah tersebut kembali mengalami
kenaikan dari hasil RISKESDAS sebelumnya pada tahun 2007 tercatat bahwa
prevalensi karies gigi berjumlah 25,3% (Balitbangkes,2013).
Periode karies yang paling tinggi terjadi pada anak usia 4 – 8 tahun
karena mengalami transisi pergantian gigi susu ke gigi permanen (Behrman
dan Vaughan, 1996). Li dan Wang (2002), menyatakan bahwa anak yang
mempuyai karies pada gigi sulung (gigi susu) mempunyai kecenderungan tiga
kali lebih besar untuk terjadinya karies gigi pada gigi tetap. Pengalaman karies
gigi sebelumnya merupakan suatu indikator yang kuat untuk menentukan
terjadinya karies gigi dimasa yang akan datang (Li dan Wang, 2002).
Faktor yang paling mempengaruhi terjadinya karies gigi antara lain gigi
yang rentan, adanya substrat dan adanya bakteri kariogenik. Bakteri kariogenik
merupakan bakteri yang memetabolisir hidratarang menjadi sumber energi,
sehingga dapat tumbuh dan melekat secara baik pada gigi. Sukrosa
merupakan hidratarang yang paling penting sebagai substrat pada bakteri
kariogenik. Oleh karena itu, sukrosa merupakan gula yang paling kariogenik
dan disebut juga makanan yang termasuk jenis makanan kariogenik ( Beck,
2011).
Makanan kariogenik merupakan makanan yang memicu terjadinya
karies gigi. Kariogenitas pada suatu makanan tergantung pada bentuk
makanan, tipe hidratarang, dan kekerapan makanan. Bentuk makanan yang
lengket seperti coklat dan permen akan melekat pada permukaan gigi
kemudian akan terjadi proses demineralisasi gigi yang menyebabkan karies
gigi (Beck, 2011).Hal tersebut di buktikan dengan penelitian Meishi (2011).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
3

tingkat konsumsi makanan kariogenik dengan karies gigi pada anak SD


Muhammadyah 08 Medan (Meishi, 2011).
Gigi yang terdemineralisasi selanjutnyan akan mulai mengalami
kerusakan jaringan gigi atau karies gigi. Tingkat kedalaman karies gigi
menentukan seberapa meluasnya karies mengenai struktur gigi, jika karies
sudah meluas ke lapisan dentin maka akan timbul rasa nyeri (Tarigan, 2011).
Keluhan rasa sakit yang dirasakan, akan mempengaruhi nafsu makan anak,
selanjutnya asupan makan anak akan menurun dan hal tersebut akan
berdampak pada penurunan berat badan, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi status gizi anak (Siagian, 2008).
Hasil penelitian yang dilakukan Kusumawati (2010) menjelaskan
bahwa terdapat hubungan antara karies gigi dengan status gizi siswa sekolah
dasar kelas dua. Menurut penelitian Kusumawati (2010), sebagian besar
responden menjelaskan, ketika mengalami rasa sakit pada gigi maka mereka
akan memilih makanan dalam bentuk lunak bahkan beberapa anak ada yang
mengalami penurunan nafsu makan (Kusumawati, 2010).
Hasil penelitian di Kota Bandung menyatakan prevalensi karies gigi
pada anak SD kelas dua sebesar 94,71% (Ririn,2009). Hal tersebut mendasari
penulis memilih tempat penelitian di Kota Bandung, tepatnya di SDN Sukagalih
7 yang terletak di Komplek Aspol (Sukagalih).
Berdasarkan uraian di atas maka dari itu penulis tertarik untuk
mengetahui apakah ada hubungan antara konsumsi makanan kariogenik,
kejadian karies gigi dengan status gizi anak pada siswa sekolah dasar Negeri
Sukagalih 7 kelas 1 dan 2 Kota Bandung pada tahun 2015.

1.2 Rumusan masalah


Masalah yang penulis ambil dalam penelitian ini adalah, apakah ada
hubungan konsumsi makanan kariogenik, kejadian karies gigi dan status gizi
pada siswa kelas 1 dan 2 SD Negeri Sukagalih 7 Kota Bandung tahun 2015?
4

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan umum


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan
konsumsi makanan kariogenik, kejadian karies gigi dan status gizi pada siswa
kelas 1 dan 2 SD Negeri Sukagalih 7 Kota Bandung tahun 2015.

1.3.2 Tujuan khusus


a. Mengetahui konsumsi makanan kariogenik pada siswa kelas 1 dan 2 SD
Negeri Sukagalih 7 Kota Bandung.
b. Mengetahui kejadian karies gigi pada siswa kelas 1 dan 2 SD Negeri
Sukagalih 7 Kota Bandung.
c. Mengetahui status gizi siswa kelas 1 dan 2 SD Negeri Sukagalih 7 Kota
Bandung
d. Menganalisis hubungan antara konsumsi makanan kariogenik, dengan
kejadian karies gigi pada siswa kelas 1 dan 2 SD Negeri Sukagalih 7 Kota
Bandung.
e. Menganalisis hubungan antara kejadian karies gigi dengan status gizi anak
pada siswa kelas 1 dan 2 SD Negeri Sukagalih 7 Kota Bandung

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian mengenai hubungan mengetahui hubungan konsumsi


makanan kariogenik, kejadian karies gigi dan status gizi pada siswa kelas 1
dan 2 SD Negeri Sukagalih 7 Kota Bandung tahun 2015. Penelitian ini
dilakukan terhadap ibu siswa & anak siswa sekolah dasar kelas 1 dan 2 yang
bersekolah di SD Negeri Sukagalih 7 Kota Bandung , penelitian tersebut akan
dilakukan pada bulan Februari 2015. Penelitian meliputi wawancara ibu siswa
tentang konsumsi makanan kariogenik, pemeriksaan karies gigi dan
pengukuran antropometri terhadap anak siswa sekolah dasar kelas 1 dan 2 SD
Negeri Sukagalih 7 Kota Bandung.
5

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi peneliti


Hasil penelitian diharapkan dapat menambah ilmu dan wawasan di
bidang kesehatan pada umumnya, dan di bidang gizi pada khusus nya
mengenai, konsumsi makanan kariogenik, kejadian karies gigi dan status gizi
pada anak sekolah dasar.

1.5.2 Bagi institusi jurusan gizi Bandung


Hasil penelitian diharapkan bisa menjadi sumber informasi tambahan
dan melengkapi kepustakaan Institusi Jurusan Gizi mengenai konsumsi
makanan kariogenik, kejadian karies gigi dan status gizi anak sekolah dasar
kelas 1 dan 2 yang bersekolah di SD Negeri Sukagalih 7 Kota Bandung.

1.5.3 Bagi lingkungan sekolah dasar tempat penelitian


Bagi pihak sekolah dapat mengetahui informasi tentang konsumsi
makanan kariogenik pada siswa, kemudian kejadian karies gigi, dan status
gizi yang terjadi siswa, selain hal tersebut, pihak sekolah dapat melakukan
upaya preventif terhadap penyakit karies gigi serta status gizi siswa sekolah
dasar kelas 1 dan 2 yang bersekolah di SD Negeri Sukagalih 7 Kota
Bandung.

1.6 Keterbatasan penelitian

Dalam penelitian terdapat beberapa faktor yang dapat membatasi


pelaksanaan penelitian. Berikut faktor yang menjadi keterbatasan pelaksanaan
penelitian, yaitu:
a. Dalam melakukan wawancara kepada sampel bisa terjadi bias,
karena bisa jadi sampel tidak mengingat seluruh nya tentang
makanan berkariogenik yang dimakan, hal tersebut dapat diatasi
dengan menanyakan kembali kepada ibu sampel mengenai
konsumsi makanan kariogenik yang anaknya makan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi
2.1.1 Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat interaksi antara asupan
energi dan protein serta zat-zat gizi esensial lainnya dengan keadaan
kesehatan tubuh. Status gizi merupakan ekspresi dari keseimbangan zat gizi
dengan kebutuhan tubuh, yang diwujudkan dalam bentuk variabel tertentu.
Ketidakseimbangan (kelebihan atau kekurangan) antara zat gizi dengan
kebutuhan tubuh akan menyebabkan kelainan patologi bagi tubuh manusia.
Keadaan demikian disebut malnutrition (gizi salah atau kelainan gizi). Secara
umum, bentuk kelainan gizi digolongkan menjadi 2 yaitu overnutrition
(kelebihan gizi) dan under nutrition (kekurangan gizi). Overnutrition adalah
suatu keadaan tubuh akibat mengkonsumsi zat-zat gizi tertentu melebihi
kebutuhan tubuh dalam waktu yang relative lama. Undernutrition adalah
keadaan tubuh yang disebabkan oleh asupan zat gizi sehari-hari yang kurang
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh (Gibson, 2005).

2.1.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi


Faktor yang menyebabkan kurang gizi telah diperkenalkan UNICEF dan
telah digunakan secara internasional, yang meliputi beberapa tahapan
penyebab timbulnya kurang gizi pada anak, baik penyebab langsung, tidak
langsung, dan pokok masalah.
Pertama, penyebab langsung yaitu makanan dan penyakit infeksi yang
mungkin diderita. Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang
kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup
baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi
kurang. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan
tubuhnya (imunitas) dapat melemah, sehingga mudah terserang penyakit
infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah terkena gizi kurang
(Soekirman, 2000).

6
7

Kedua, penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga,


pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan
Sedangkan penyebab mendasar atau akar masalah gizi di atas adalah
terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam, yang
mempengaruhi ketidak-seimbangan antara asupan makanan dan adanya
penyakit infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita
(Soekirman, 2000).
Penyakit infeksi yang menyerang anak menurut Waryono (2011),
merupakan menyebabkan gizi anak menjadi memburuk. Memburuknya
keadaan gizi anak akibat infeksi diantaranya sebagai berikut:
a. Turunnya nafsu makan anak akibat rasa tidak nyaman yang dialami
sehingga masukan gizi berkurang. Padahal anak justru memerlukan zat gizi
yang lebih banyak, terutama untuk menggantikan jaringan yang rusak
karena bibit penyakit.
b. Penyakit infeksi sering diikuti dengan diare dan muntah yang menyebabkan
penderita kehilangan cairan dan zat gizi seperti berbagai mineral dan
sebagainya.
c. Naiknya metabolisme basal akibat demam menyebabkan termobiliasinya
cadangan energi dalam tubuh. Penghancuran jaringan tubuh oleh bibit
penyakit juga akan semakin banyak dan untuk menggantinya diperlukan
masukan protein yang lebih banyak (Waryono 2011).
Gangguan gizi, disebabkan oleh faktor primer dan sekunder. Faktor
primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan
atau kualitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang
baiknya distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang
salah, dan sebagainya. Faktor sekunder meliputi semua factor yang
menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makan
dikonsumsi. Misalnya faktor-faktor yang menyebabkan terganggunya
pencernaan seperti gigi geligi yang tidak baik, kelainan struktur saluran cerna
dan kekurangan enzim (Almatsir, 2004).
8

2.1.3 Penilaian status gizi


Penilaian status gizi dapat dilakukan melalui empat cara (Supariasa, 2012),
yaitu :
1. Secara Klinis
Penilaian Status Gizi secara klinis sangat penting sebagai langkah pertama
untuk mengetahui keadaan gizi penduduk. Karena hasil penilaian dapat
memberikan gambaran masalah gizi yang nyata. Hal ini dapat dilihat pada
jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral.
2. Secara Biokimia
Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan specimen yang
diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan
tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan
juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Salah satu ukuran yang
sangat sederhana dan sering digunakan adalah pemeriksaan haemoglobin
sebagai indeks dari anemia.
3. Secara Biofisik
Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat
perubahan struktur dari jaringan. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat
tanda dan gejala kurnag gizi. Pemeriksaan dengan memperhatikan rambut,
mata, lidah, tegangan otot dan bagian tubuh lainnya.
4. Secara antropometri
Secara umum, antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Penilaian
secara antropometri adalah suatu pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk
melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.

2.1.3.1 Parameter Antropometri

Parameter yang digunakan untuk penilaian status gizi yang digunakan


dalam aplikasi pemantauan status gizi dan tumbuh kembang anak ada tiga:
umur, berat badan dan tinggi badan (Arsad, 2006).
9

- Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi,
kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang
salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat,
menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.
Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderungan untuk
memilih angka yang mudah seperti 1 tahun, 1,5 tahun dan 2 tahun. Oleh
sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat.
Ketentuannya adalah 1 tahunadalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi
perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari
tidak diperhitungkan. Contoh : umur 2 bulan 29 hari dihitung sebagai umur
2 bulan.

- Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan
gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat
peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi
maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan
dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan
penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran
dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan
kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu
pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang
dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu
ke waktu.

- Panjang Badan / Tinggi Badan


Ukuran Panjang Badan (PB) digunakan untuk anak umur 0 sampai 24
bulan yang diukur telentang. Bila anak umur 0 sampai 24 bulan diukur
berdiri, maka hasil pengukurannya dikoreksi dengan menambahkan 0,7
cm. Ukuran Tinggi Badan (TB) digunakan untuk anak di atas 24 bulan
yang diukur berdiri. Bila anak umur di atas 24 bulan diukur telentang, maka
10

hasil pengukurannya dikoreksi dengan mengurangkan 0,7 cm. (ketentuan


umum penggunaan standar antropometri WHO 2005) Panjang Badan /
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari
keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk
melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan
berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita.

2.3.1.2 Indeks Antropometri


Indikator di bawah ini digunakan untuk penilaian status gizi dan memantau
pertumbuhan serta perkembangan anak:

A. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)


Indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara
pengukuran status gizi. Berat badan menurut umum tidak sensitif untuk
mengetahui apakah seseorang mengalami kekurangan gizi masa lalu atau
masa kini. Berat badan menurut umur merefleksikan status gizi masa lalu
maupun masa kini (Anggraeni, 2012).
a. Kelebihan Indeks BB/U
 Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakan umum.
 Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis.
 Berat badan dapat berfluktuasi.
 Sangat sensitif terhadap perubahan – perubahan kecil
 Dapat mendeteksi kegemukan (over weight)

b. Kelemahan Indeks BB/U


 Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat
edema atau asites
 Di daerah pedesaan yang masih terpencil dan tradisional, umur sering sulit
ditaksir secara tepat karena pencatatan umur yang belum baik.
 Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia
lima tahun.
11

 Sering terjadi pada saat pengukuran, seperti pengaruh pakaian gerakan


pada anak saat di lakukan penimbangan.

(Supariasa, 2012)
B. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu. Beaton dan bengoa
menyatakan bahwa indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi
masa lampau juga lebih erat kaitannya dengan staus sosial ekonomi
(Anggraeni, 2012)

C. Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

BB/TB, mewakili berat badan secara proposional dengan pertumbuhan


yang dicapai dalam panjang atau tinggi. Indeks ini sangat berguna dalam
situasi dimana umur anak tidak diketahui, misalnya dalam situasi
pengungsi. Indeks berat badan menurut tinggi badan, membantu
mengidentifikasi anak-anak dengan berat badan rendah yang biasanya
disebabkan oleh sakit atau kekurangan makanan yang menyebabkan
penurunan berat badan. Indeks ini juga membantu mengidentifikasi anak-
anak yang mungkin berisiko menjadi kelebihan berat badan atau obesitas.
Kurus dan sangat kurus adalah status gizi yang didasarkan pada indeks
Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) yang merupakan padanan
istilah wasted (kurus) dan severely wasted (sangat kurus) (Kepmenkes RI,
2010).
D. IMT Anak (IMT/U)
The World Health Organization (WHO) pada tahun 1997, The National
Institute of Health (NIH) pada tahun 1998 dan The Expert Committee on
Clinical Guidelines for Overweight in Adolescent Preventive Services
.Merekomendasikan Indeks Massa Tubuh sebagai baku pengukuran berat
badan pada anak dan remaja di atas usia 2 tahun. IMT merupakan petunjuk
untuk menentukan berat badan berdasarkan Indeks Quatelet (berat badan
dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam (Supariasa,2012).
E. Nilai Z ( Z Score)
12

Z-score Z-Score merupakan indeks antropometri yang digunakan


secara internasional untuk menentukan status gizi dan pertumbuhan, yang
diekspresikan sebagai satuan standar deviasi (SD) populasi rujukan. Untuk
pengukuran z-score pada populasi yang distribusinya normal.
Bentuk rumusnya sebagai berikut (WHO, 2006):

Keterangan :
Z ind = Nilai skor simpang baku y adalah Nilai individual subyek.
M = Referensi nilai median yang memperkirakan rata-rata populasi.
L = Daya yang dibutuhkan untuk mengubah data dalam rangka untuk
menghilangkan kemiringan (yaitu untuk menormalkan data).
S = Koefisien variasi (atau ekuivalen).
Y = Hasil Pengukuran (BB, TB, atau IMT)

Perhitungan akhir Z -score seorang anak adalah sebagai berikut :

1. Z-score = Zind jika Zind ≥-3 dan Zind ≤ 3


2. Z-score = 3+((y –SD3pos)/SD23pos) jika zind > 3
3. Z-score = -3+((y –SD3neg)/SD23neg) jika zind < - 3

SD3pos dihitung dengan rumus sebagai berikut:


SD3pos = M[1+L*S*3]1/L
SD3neg dihitung dengan rumus sebagai berikut:
SD3neg = M[+L*S*(-3)]1/L
SD23pos dihitung dengan rumus sebagai berikut:
SD23pos = M[1+L*S*3]1/L - M[1+L*S*2]1/L
SD23neg dihitung dengan rumus sebagai berikut:
SD23neg = M[1+L*S*(-2)]1/L - M[1+L*S*(-3)]1/L
13

2.1.3.3 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Antropometri


Dalam penelitian status gizi, khususnya untuk keperluan klasifikasi
diperlukan ukuran baku (reference). Pada tahun 2009, Standar Antropometri
WHO 2007 diperkenalkan oleh WHO sebagai standar antopometri untuk anak
dan remaja di dunia .
Klasifikasi status gizi anak dan remaja menurut WHO 2007 adalah
sebagai berikut :
Indeks BB/U :
a. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 2 SD
b. Kurang : ≥ -3 SD s/d < -2 SD
c. Sangat Kurang : < -3

Indeks TB/U :
a. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 2 SD
b. Pendek : ≥ -3 SD s/d < -2 SD
c. Sangat pendek : < -3 SD

Indeks IMT/U :
a. Sangat gemuk : > 3 SD
b. Gemuk : > 2 SD s/d ≤ 3 SD
c. Normal : ≥ -2 SD s/d ≤ 2 SD
d. Kurus : ≥ -3 SD s/d < -2 SD
e. Sangat kurus : < -3 SD

2.3.2 Status Gizi Anak Sekolah


Pada anak-anak usia sekolah (6-12 tahun) laju dan kecepatan
pertumbuhan relatif tetap, akan tetapi mengalami perkembangan yang luar
biasa secara kognitif, emosional dan sosial. Kehidupan anak pada periode ini
merupakan persiapan bagi kebutuhan-kebutuhan fisik dan emosional yang
timbul akibat dorongan pertumbuhan remaja (Badriah, 2011).
Anak sekolah dasar, memiliki fisik lebih kuat, mempunyai sifat individual,
serta aktif dan tidak bergantung dengan orang tua. Biasanya pertumbuhan
14

anak putri lebih cepat dari pada putra. Kebutuhan gizi anak sebagian besar
digunakan untuk aktivitas pembentukan dan pemeliharaan jaringan.
Karakteristik anak sekolah meliputi :
1. Pertumbuhan tidak secepat bayi.
2. Gigi merupakan gigi susu yang tidak permanen (tanggal).
3. Lebih aktif memilih makanan yang disukai.
4. Kebutuhan energi tinggi karena aktivitas meningkat.
5. Pertumbuhan lambat.
6. Pertumbuhan meningkat lagi pada masa pra remaja (Badriah,2011)
Gizi yang adekuat memegang peranan yang penting selama usia
sekolah untuk menjamin anak-anak tersebut mencapai potensi pertumbuhan,
perkembangan dan kesehatan yang penuh atau optimal . Beberapa masalah
gizi yang masih terjadi pada masa ini adalah anemia defisiensi besi, kurang gizi
(undernutrition) dan karies gigi. Pada masa ini, BB sering menjadi masalah,
memicu terjadinya peningkatan prevalensi obesitas dan munculnya gangguan
makan (malnutrisi). Gizi yang adekuat, terutama sarapan yang cukup
berhubungan dengan peningkatan kinerja akademik di sekolah dan
menurunkan frekuensi ketidakhadiran siswa (Badriah, 2011).
Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi, walau tidak dengan
kecepatan pertumbuhan sehebat yang terjadi sebelumnya pada masa bayi
atau pada masa remaja nantinya. Rata-rata pertumbuhan tiap tahun seorang
anak pada usia sekolah berkisar 3-3,5 kg untuk BB dan sekitar 6 cm untuk TB.
Anak – anak pada periode usia ini tetap mempunyai dorongan pertumbuhan
yang bertepatan dengan periode peningkatan nafsu makan. Selama periode
pertumbuhan yang lebih lambat, masukan dan nafsu makan seorang anak juga
aka berkurang (Badriah, 2011).

2.4 Makanan kariogenik


2.2.2 Pengertian makanan kariogenik
Makanan kariogenik adalah makanan manis yang dapat menyebabkan
terjadinya karies gigi. Sifat makanan kariogenik adalah banyak mengandung
15

karbohidrat, lengket dan mudah hancur di dalam mulut, kariogenitas suatu


makanan tergantung dari :
1. Bentuk fisik

Bentuk fisik makanan yang lunak, lengket dan manis yang mudah menempel
pada permukaaan gigi dan sela-sela gigi yang jika dibiarkan akan
menghasilkan asam yang lebih banyak pula sehingga mempertinggi resiko
terkena karies gigi. Selain itu karbohidrat dalam bentuk tepung yang mudah
hancur di dalam mulut juga harus dihindari, misalnya kue-kue, roti, es krim,
susu, permen dan lain-lain, (Suwelo 1992). Semakin banyak anak terpapar
oleh karbohidrat akan beresiko terjadinya karies gigi atau kerusakan gigi.
Makanan “sticky” yang berisi Karbohidrat seperti kismis dan permen karet,
merupakan penyebab karies yang kuat (Badriah, 2011).
Selain sifat fisik, level kariogenitas makanan berkarbohidrat juga turut
berperan penting dalam terjadinya karies. Level kariogenitas suatu jenis
karbohidrat tidak sama dengan karbohidrat yang lain. Karbohidrat sederhana
yang kadang – kadang disebut juga sebagai karbohidrat difermentasi, adalah
lebih kariogenik dibandingkan karbohidrat yang lebih kompleks. Hal ini karena
karbohidrat yang sederhana adalah lebih mudah difermentasi oleh plak dental
dibandingkan karbohidrat kompleks yang harus diurai terlebih dahulu menjadi
bentuk yang lebih ringkas sebelum dapat difermentasi oleh bakteri di dalam
plak (Elizabeth,dkk, 2004)
Berdasarkan level kariogenitasnya, gula dapat dibagi atas beberapa
kelompok.
16

Tabel 2.1. Level kariogenitas bermacam jenis gula


Tipe gula Level kariogenitas
Sukrosa Tinggi
Laktosa Sedang
Glukosa Sedang
Maltosa Sedang
Fruktosa Sedang
Sorbitol Rendah
Mannitol Rendah
Xylitol Rendah
Amilum (Pati) Rendah
(Elizabeth,dkk, 2004)
Sorbitol adalah suatu poliol (alkohol gula), bahan pemanis yang
ditemukan dalam berbagai produk makanan. Kemanisan sorbitol sekitar 60%
dari kemanisan sukrosa (gula tebu) dengan ukuran kalori sekitar sepertiganya.
Rasanya lembut di mulut dengan rasa manis yang menyenangkan dan dingin.
Sorbitol bersifat non-kariogenik) dan dapat berguna bagi orang-orang penderita
diabetes (kencing manis) (BSN,2009).
Manitol adalah pemanis sintetis berbentuk kristal berwarna putih, tidak
berbau, larut dalam air, sangat sukar larut di dalam alkohol dan tidak larut
hampir dalam semua pelarut organik. Manitol berasa manis dengan tingkat
kemanisan relatif sebesar 0,5 sampai dengan 0,7 kali tingkat kemanisan
sukrosa. Manitol dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, dan
tidak menyebabkan peningkatan kadar glukosa dan insulin dalam darah bagi
penderita diabetes (BSN,2009).
Silitol adalah pemanis sintetis berupa senyawa yang berbentuk bubuk
kristal berwarna putih, tidak berbau, dan berasa manis. Silitol memiliki tingkat
kemanisan relatif sama dengan tingkat kemanisan sukrosa. Silitol termasuk
dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak
menyebabkan karies gigi, menurunkan akumulasi plak pada gigi, dan
merangsang aliran ludah dalam pembersihan dan pencegahan kerusakan gigi
(BSN,2009).
17

Berdasarkan potensi penyebab karies, makanan dapat dibedakan


makanan yang berpotensi tinggi, sedang, rendah, tidak berpotensi
menyebabkan karies dan makanan yang mampu menghambat karies.
Tabel 2.2 Jenis makanan berdasarkan potensi menyebabkan karies
Potensi Jenis makanan
Buah kering, permen, coklat,
Tinggi kue, biskuit,donat,kismis

Jus buah, sirup buah,buah


Sedang
kalengan , minuman ringan, roti

Sayur, buah dan susu,


Rendah
yoghurt,kacang
Tidak berpotensi Daging, ikan, lemak dan minyak
Mampu Keju, permen mengandung gula
menghambat sintetis jenis xylitol

(Peterson, 2012)
Sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti di Eastman Dental Center
(EDC), New York membagikan beberapa jenis makanan berdasarkan tingkat
kariogenitasnya (Tabel 3).

2. Jenis Hidratarang
Hidratarang yang kompleka (pati) mempunyai molekul yang besar.
Molekul yang besar tidak bisa berdifusi kedalam dental plaque sehingga di
dalam lapisan tersebut tidak dimetabolisir oleh bakteri. Sebaliknya, molekul
hidratarang yang lebih kecil, seperti sukrosa, glukosa dan fruktosa dapat
berdifusi secara bebas ( Beck, 2011).
Sukrosa dalam makanan merupakan penyebab utama karies gigi. Jenis
hidratarang ini paling sering dimakan dan dimetabolisir dengan cepat untuk
menghasilkan zat – zat asam. Makanan manis dan penambahan gula kedalam
18

minuman, seperti air teh atau kopi, bukan merupakan satu – satunya sumber
sukrosa dalam diet seseorang. Sukrosa terdapat dalam banyak makanan hasil
industri. Hasil pengamatan epidemiologi membuktikan adanya hubungan
antara konsumsi gula yang tinggi dan insidensi karies gigi yang meningkat
pada banyak negara (Beck,2011).
3. Frekuensi konsumsi
Mengonsumsi makanan kariogenik dengan frekuensi yang lebih sering
akan meningkatkan kemungkinan terjadinya karies dibandingkan dengan
mengonsumsi dalam jumlah banyak tetapi dengan frekuensi yang lebih jarang
(Arisman, 2010).
Makanan manis atau makanan kariogenik bertahan 20- 30 menit tidak
berbahanya. Akan tetapi apabila lebih dari 20 menit makanan tersebut akan
bersifat asam dan gigi akan mengalami kerusakan lebih cepat karena keadaan
ini. Setelah memakan makanan kariogenik pH plak akan menurun dengan
cepat yang dapat menghancurkan email . pH ini akan bertahan dalam waktu 30
sampai 60 menit sebelum mencapai pH normal. Sebaiknya dalam sehari
kebiasaan mengemil dibatasi 4 kali/ hari untuk total makanan kariogenik dan 3
kali/minggu agar gigi mempunyai waktu untuk menetralisir asam yang ada
dalam mulut (Ramadhan, 2010).
Frekuensi santapan camilan menentukan besaran kemungkinan bakteri
menyantap karbohidrat. Produksi asam ialah akibat keterpajanan terhadap
karbohidrat dan tidak begitu bergantung pada jumlah gula atau pun makanan
kariogenik yang dikonsumsi, berarti bahwa betapa pun besar jumlah
karbohidrat yang di santap, tidak begitu bersifat kariogenik jika dibandingkan
dengan konsumsi zat serupa dengan frekuensi yang tinggi sepanjang hari
(Arisman, 2010). Beberapa hasil penelitian menganjurkan supaya makanan
dan minuman yang bersifat kariogenik jangan dikonsumsi sepanjang hari tetapi
sebaiknya dikonsumsi pada tiga waktu makan utama, hal ini dapat mengurangi
resiko karies (Houwink, 1993).
19

4. Cara mengonsumsi
Berhubungan dengan cara mengonsumsi makanan yang dapat
menyebabkan karies gigi dan juga berhubungan dengan oral clearance time,
yaitu waktu yang dibutuhkan oleh seseorang untuk mengeliminasi makanan
dari mulut, dan mengurangi konsentrasi karbohidrat sampai pada titik terang.
Seseorang yang mengulum makanan lebih lama didalam mulutnya mempunyai
resiko karies lebih tinggi dari pada orang yang mengulum makanan / oral
clearance time pendek (Tarigan, 2014).

2.2.3 Peran makanan kariogenik dalam pembentukan karies gigi


Dibutuhkan waktu minimun tertentu bagi plak dan karbohidrat yang
menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan
demineralisasi email. Karbohidrat ini menyediakan substrat untuk pembuatan
asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstra sel. Walaupun demikian,
tidak semua karbohidrat sama derajat kariogaeniknya (Kidd,dkk,2012)
Karbohidrat yang kompleks misalnya relatif tidak berbahaya karena tidak
dicerna secara sempurna di dalam mulut, sedangkan karbohidrat dengan berat
molekul yang rendah seperti gula akan segera meresap kedalam plak dan
dimetaboliesme dengan cepat oleh bakteri. Dengan demikian, makanan dan
minuman yang mengandung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat
sampai pada level yang menyebabkan demineralisasi email (Kidd,dkk,2012).
Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk kembali ke
pH normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30 – 60 menit. Oleh karena itu,
konsumsi gula sering dan berulang – ulang akan tetap menahan pH plak
dibawah normal dan akan menyebabkan demineralisasi email (Kidd,dkk,2012).
Sintesa polisakarida ekstra sel dari sukrosa lebih cepat ketimbang
glukosa, fruktosa, dan laktosa. Oleh karena itu sukrosa merupakan gula yang
paling kariogenik, walaupun gula lainnya tetap berbahaya dan karena sukrosa
merupakan gula yang paling banyak dikonsumsi, maka sukrosa merupakan
penyebab karies yang utama (Kidd,dkk,2012).
20

2.3 Karies Gigi


2.3.2 Struktur Elemen Gigi
Gigi terdiri dari dua jaringan yaitu jaringan keras di luar mencakup email
dan dentin serta jaringan lunak didalamnya yaitu pulpa. Email merupakan
jaringan keras pelindung gigi yang menutupi seluruh permukaan gigi. Jaringan
yang berwarna putih ini merupakan jaringan yang paling keras di dalam tubuh,
bahkan lebih keras dibanding tulang. Email tidak mempunyai kemampuan
untuk tumbuh kembali, jadi sekali rusak maka email tidak akan bisa kembali
seperti semula (Ramadhan, 2010).
Dentin merupakan lekukan utama dalam ujung gigi yang menyerupai
tulang, berwarna kuning dan lebih lunak dibandingkan email, dentin memiliki
kemampuan untuk tumbuh. Pertumbuhan dentin tidak mengarah ke luar
permukaan gigi, melainkan ke arah pulpa, sehingga gigi tidak akan bertambah
besar dengan pertumbuhan dentin ini (Ramadhan, 2010).
Pulpa merupakan jaringan lunak yang di dalamnya terdapat jaringan
ikat, limfe, saraf dan pembuluh darah. Limfe, saraf dan pembuluh darah masuk
ke dalam gigi melalui suatu lubang kecil yang berada di ujung akar gigi yang
disebut foramen apikal. Pembuluh darah berperan dalam memberikan nutrisi
kepada gigi sehingga gigi tampak kuat dan sehat, sedangkan saraf berperan
dalam menghantarkan rangsang dari luar gigi ke otak sehingga kerusakan gigi
dapat diketahui(Ramadhan, 2010).
Gambar 2.3 Struktur Elemen Gigi

Bagian lain yaitu ada juga yang dinamakan mahkota yaitu bagian yang
menonjol dari rahang, akar yaitu bagian yang tertanam dalam rahang serta
sementum yaitu lapisan yang keras di sekeliling akar (Budiyono, 2011)
21

2.3.3 Definisi Karies gigi


Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan
jaringan, dimulai dari permukaan gigi (ceruk, fisura, dan daerah inter proksimal)
meluas ke arah pulpa (Taringan,2012). Karies gigi atau pembusukan gigi
merupakan suatu kerusakan yang destruktif progresif yang mengenai jaringan-
jaringan gigi yang mengalami perkapuran. Karies gigi ini merupakan masalah
mulut utama pada anak – anak. Jika tidak segera dicegah, akhirnya karies
tersebut mengakibatkan penghancuran menyeluruh dari geligi
(Behrman,dkk,1996).
Karies disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu
karbohidrat yang diragikan. Tandanya adalah adanya demnineralisasi jaringan
keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya,
terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksi nya ke
jaringan peripeks yang dapat menyebabkan nyeri (Kidd, dkk, 2012).

2.3.4 Etiologi
Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang dan dapat timbul pada satu
permukaan gigi atau lebih, serta dapat meluas ke bagian yang lebih dalam dari
gigi, misalnya dari email ke dentin atau ke pulpa. Karies dikarenakan berbagai
sebab, diantaranya adalah karbohidrat, mikroorganisme dan air ludah,
permukaan dan bentuk gigi (Tarigan,2011).
Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa,
dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam sehingga pH olak
akan menurun sampai dibawah 5 dalam tempo 1 - 3 menit. Penurunan pH
yang berulang - ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan
demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses kariespun dimulai.
Paduan keempat faktor penyebab terjadinya karies yang terdiri dari
mikroorganisme, substrat, gigi yang rentan, dan waktu, digambarkan sebagai
empat lingkaran yang bersitumoang. Karies baru bisa terjadi hanya kalau faktor
tersebut ada (Kidd,dkk, 2012).
22

 Plak
Plak gigi merupakan lengeketan yang berisi bakteri beserta produk-
produknya, yang terbentuk pada semua permukaan gigi. Akumulasi bakteri ini
tidak terjadi secara kebetulan pada semua permukaan gigi. Akumulasi bakteri
ini terbentuk melalui serangkaian tahapan. Jika email yang bersih terpapar di
rongga mulut maka akan ditutupi oleh lapisan organik yang amorf yang disebut
pelikel. Pelikel ini terdiriatas glikoprotein yang diendakapkan dari saliva dan
terbentuk segera seletah penyikatan gigi. Sifatnya sangat lengket dan mampu
membantu melekatkan bakteri - bakteri tertentu pada permukaan gigi
(Kidd,dkk, 2012).
 Peran Bakteri
Bakteri-bakteri yang mula – mula menghuni pelikel ini terutama yang
berbentuk kokus. yang paling banyak adalah streptoccus. Organisme tersebut
tumbuh, berkembang biak dan mengeluarkan gel ekstra sel yang lengket dan
akan menjerat berbagai bentuk bakteri lain. Dalam beberapa hari plak ini akan
bertambah tebal dan terdiri dari berbagai macam mikroorganisme.
Streptococcus mutans dan laktobacillus merupakan kuman yang
kariogenik karena mampu segera membuat asam dari karbohidrat yang dapat
diragikan. Kuman - kuman tersebut dapat tumbuh subur dalam suasana asam
dan dapat menempel pada permukaan gigi karena kemampuannya membuat
polisakharida ekstra sel yang sangat lengket dari karbohidrat makanan.
Polisakharida ini, yang terutama terdiri dari polimer glukosa, menyebabkan
matriks plak gigi mempunyai konsistensi seperti gelatin. Akibatnya bakteri -
bakteri terbantu untuk melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain.
Dalam mulut pasien yang caries active, jumlah stretococcus muntans dan
laktobacillus lebih banyak ketimbang dalam mulut orang yang bebas karies.
Penelitian memoerlihatkan bahwa S.Mutans dapat dipindahkan dari ibu ke
bayinya, mungkin dengan kontak oral. Oleh karena itu karies harus dianggap
sebagai suatu penyakit yang dapat ditularkan dan dipindahkan (Kidd,dkk,
2012).
23

2.3.5 Faktor Yang Mempengaruhi Karies Gigi


Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya karies gigi. Dibawah ini
merupakan beberapa hal yang dapat mempegaruhi terjadinya karies gigi.
a. Keturunan
Dari suatu penelitian terhadap 12 pasang orang tua dengan keadaan gigi
yang baik, terlhat bahwa anak – anak dari 11 pasang oranh tua memiliki
kaedaan gigi yang cukup baik. Disamping itu, dari 46 pasang orang tua dengan
persentase karies yang tinggi, hanya satu pasang yang memiliki anak dengan
gigi yang baik, 5 pasang dengan persentase karies yang sedang, selebihnya
40 pasang lagi dengan persentase karies yang tinggi. Akan tetapi, dengan
teknik pencegahan karies yang demikian maju pada akhir – akhir ini,sebetulnya
faktor keturunan dalam terjadinya karies tersebut telah dapat dikurangi
(Tarigan, 2014).
b. Ras.
Pengaruh ras terhadap terjadinya karies gigi amat sulit ditentukan. Namun
keadaan tulang rahang suatu ras bangsa mungkin berhubungan dengan
persentasekaries yang semakin meningkat atau menurun. Misalnya, pada ras
tertentu denga rahang yang sempit sehingga gigi – geligi pada rang
seringtumbuh tidakterartur. Dengan keadaan gigi yang tidak teratur ini akan
mempersukar pembersihan gigi, dan ini akan memeprtinggi persentase karies
pada ras tersebut (Tarigan, 2014)
c. Umur
Karies merupakan suatu penyakit utama pada anak – anak dan remaja.
Jika kebersihan mulut dan susunan makanan tidak menguntungkan, maka
periode – periode karies yang paling tinggi adalah usia 4 - 8 tahun pada gigi
susu dan usia 12 – 18 tahun pada geligi dewasa (Behrman dan Vaughan,
1996).
d. Makanan
Makanan sangat berpengaruh terhadap gigi dan mulut, pengaruh ini
dibagi menjadi dua
24

1. Isi dari makanan yang menghasilkan energi. Misalnya karbohidrat, protein,


lemak, vitamin serta mineral – mineral. Unsur - unsur tersebut
berpengaruh pada masa pra – erupsi serta pasca – erupsi dari gigi geligi.
2. Fungsi mekanis dari makanan yang dimakan
Makanan yang bersifat mempbersihkan gigi seperti makanan penggosok
alami, akan mengurangi kerusakan gigi. Makanan yang bersifat
membersihkan gigi ini adalah apel, jambu air, bengkuang, dan lain
sebagainya. Sebaliknya makanan – makanan yang bersifat kariogenik,
lunak dan melekat pada gigi amat merusak gigi seperti permen, coklat
biskuit, dan lain sebagainya (Tarigan, 2014).
e. Kebersihan Mulut
Kurangnya kebersihan mulut (berkumur – kumur serta menyikat gigi
terutama sesuadah makan) memungkinkan terjadinya penimbunan plak dan
sisa – sisa makanan yang merupakan tempat mikroorganisme salah satu
penyebab karies gigi (Behrman dan vaughan, 1996). Cara yang dapat
digunakan untuk mengontrol plak tersebut adalah dengan menyikat gigi
(Suwelo 1992). Hasil penelitian menurut Evron (2003 dalam Romadhona
2009), menyatakan bahwa prevalensi karies gigi pada anak yang memiliki
sikap dan perilaku positif terhadap kebiasaan yang baik untuk menyikat gigi
sebesar 9%.
25

2.3.6 Proses Terjadinya Karies Gigi

Steptococcus mutans + sukrosa + gigi yang rentan

Streptococcus mjutans memetabolisir sukrosa


sehingga menghasilkan asam laktat

Asam Laktat menurunkan pH hingga dibawah 5,5

Kalsium meninggalkan email gigi

Struktur enamel mengalami kerusakan

Asam laktat mengenai lapisan dentin dan semen

Kalsium meningalkan lapisan dentin dan semen

Lapisan dentin dan semen mengalami kerusakan

Bakteri memasuki pulsa dentis

Akar gigi mengalami infeksi dan terbentuk abses

(Beck, 2011)

2.3.7 Bentuk-bentuk karies gigi


Tarigan (2014) mengelompokkan karies gigi berdasarkan cara
meluasnya, stadium (kedalamannya), lokalisasi dan berdasarkan banyaknya
permukaan gigi yang terkena karies.
1. Berdasarkan Cara Meluasnya
Berdasarkan cara meluasnya karies gigi, karies terbagi sebagai berikut:
a. Penetrierende Karies
Karies yang meluas dari email ke dentin dalam bentuk kerucut.
Perluasannya secara penetrasi, yaitu merembes ke arah dalam.
26

b. Unterminirende Karies
Karies yang meluas dari email ke dentin dengan jalan meluas ke arah
samping, sehingga menyebabkan bentuk seperti periuk.

2. Berdasarkan Stadium (Kedalamannya)


Berdasarkan stadium (kedalamannya) karies gigi, karies terbagi sebagai
berikut:
1) Karies Superficialis (KME)
Ciri-ciri karies superficialis adalah karies baru mengenai enamel saja,
sedang dentin belum terkena.
2) Karies Media (KMD)
Ciri-ciri karies superficialis adalah karies sudah mengenai dentin, tetapi
belum melebihi setengah dentin.
3) Karies Profunda (KMP)& (KMA)
Ciri-ciri karies superficialis adalah karies sudah mengenai lebih dari
setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa. Karies
profunda dapat dibagi lagi atas :
a. Karies profunda stadium I
Karies telah melewati setengah dentin, biasanya radang pulpa belum
dijumpai.
b. Karies profunda stadium II
Masih dijumpasi lapisan tipis yang membatasi karies dengan pulpa dan
telah terjadi radang pulpa.
c. Karies profunda stadium III
Pulpa telah terbuka, dijumpai bermacam-macam radang pulpa.
3. Berdasarkan Lokalisasi Karies
Berdasarkan lokalisasi, karies terbagi sebagai berikut:
a. Klas I
Karies yang terdapat pada bagian oklusal (pits dan fissure) dari gigi
premolar dan molar (gigi posterior). Dapat juga terdapat pada gigi anterior
di foramen caecum.
27

b. Klas II
Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi-gigi molar atau
premolar, yang umumnya meluas sampai kebagian oklusal.
c. Klas III
Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi-gigi depan, tetapi
belum mencapai margo incisalis (belum mencapai 1/3 incisial dari gigi).
d. Klas IV
Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi-gigi depan, dan
sudah mencapai margo incisalis (telah mencapai 1/3 incisial dari gigi).
e. Klas V
Karies yang terdapat pada bagian 1/3 leher dari gigi-gigi depan maupun
gigi belakang pada permukaan labial lingual, palatal ataupun bukal dari
gigi.
f. Klas VI
Karies yang terdapat pada bagian incisal edge dan cusp oklusal pada gigi
belakang yang disebabkan oleh keausan pada gigi yang terjadi selain dari
pengunyahan normal (abrasi), keadaan physiologis pada pengunyahan
(atrisi) dan keausan gigi yang disebabkan oleh proses kimia (erosi).

4. Berdasarkan Banyaknya Permukaan gigi yang Terkena Karies


Berdasarkan banyaknya permukaan gigi yang terkena karies, karies
terbagi sebagai berikut:
a. Simpel karies
Karies yang dijumpai pada satu permukaan saja. Misalnya labial, bukal,
lingual, mesial, distal, oklusal.
b. Kompleks Karies
Karies yang sudah luas dan mengenai lebih dari satu bidang permukaan
gigi. Misalnya : mesio incisal, disto incisal, mesio oklusal.

2.4 Survei Konsumsi makanan


Berdasarkan jenis data yang diperoleh, pengukuran konsumsi makanan
terdiri ari dua jenis data konsumsi, yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif.
28

 Metode kualitatif
Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makanan,
frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi
tentang kebiasaan makan (food habit) serta cara – cara memperoleh makanan
tersebut. Metode – metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif
antara lain :
a. Metode Frekuensi makanan (food frequency)
b. Metode dietary history
c. Metode pendaftara makanan (food list)

 Metode kuantitatif
Metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk menegtahui jumlah makanan
yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan
menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang
diperlukn seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi
Mentah – Masak (DKMM), dan Daftar penyerapan minyak.
Metode – metode untuk pengukuran konsumsi secara kuantitatif antara lain :

a. Metode Recall 24 jam


b. Perkiraan Makanan (estimated food records)
c. Penimbangan makanan (food weighing)
d. Metode food account
e. Metode inventaris (inventory method)
f. Pencatatan (household foof record)

 Metode Kualitatif dan Kuantitatif


Beberapa metode pengukuran bahkan dapat menghasilkan data yang
bersifat kualitatif maupun kuantitaif. Metode tersebut antara lain :
a. Metode recall 24 jam
b. Metode riwayat makan (dietary history)
29

2.4.1 Metode Frekuensi makanan


Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang
frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama
periode tertentu, seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Selain itu dengan
metode frekuensi makanan dapat memperoleh gambaran pola konsumsi bahan
makanan secra kualitatif, tapi karena periode pengamatannya lebih lama dan
dapat membedakan individu berdasarkan rangking tingkat konsumsi zat gizi,
maka cara ini paling sering digunakan dalam penelitian epidemiologi gizi,
Kuesioner frekuensi Makanan memuat tentang daftar bahan makanan
atau makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada perioden
tertentu. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah
yang dikonsumsi dalam frekuensi yangcukup sering oleh responden
(Supariasa, 2012)

2.5 Hubungan Konsumsi Makanan Kariogenik Dengan Kejadian Karies


Gigi
Penyebab kurang gizi, penyebab langsung penyakit infeksi, anak yang
terserang infeksi akan berdampak pada asupan makannya yang nantinya akan
mempengaruhi status gizi. Kemudian faktor - faktor lain yang memperburuk
status gizi anak yaitu kebiasaan makan dan jajan anak yang tidak baik akan
berdampak pada kesehatan salah satunya kesehatan gigi dan mulut (Waryono,
2011).
Anak cenderung suka dengan makanan yang manis - manis seperti
coklat, permen, sirup manis, es, biskuit dll. Jika sering mengkonsumsi frekuensi
makan yang manis - manis, anak akan beresiko terjadi karies gigi atau
kerusakan gigi. Sukrosa dalam makanan merupakan penyebab utama karies
gigi karenasintesa polisakarida ekstra sel dari sukrosa lebih cepat ketimbang
glukosa, fruktosa, dan laktosa. Oleh karena itu sukrosa merupakan gula yang
paling kariogenik (Kidd, dkk, 2012).
Karbohidrat dengan berat molekul yang rendah seperti gula akan segera
meresap kedalam plak dan di metabolisme dengan cepat oleh bakteri. Dengan
demikian, makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan
30

pH plak dengan cepat sampai pada level yang menyebabkan demineralisasi


email (Kidd, dkk, 2012).
Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk kembali ke
pH normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu, konsumsi
gula sering dan berulang – ulang akan tetap menahan pH plak dibawah normal
dan akan menyebabkan karies gigi (Kidd, dkk, 2012).
Bentuk fisik makanan yang lunak, lengket dan manis yang mudah
menempel pada permukaaan gigi dan sela-sela gigi yang jika dibiarkan akan
menghasilkan asam yang lebih banyak pula sehingga gigi akan
terdemineralisasi dan kemudian mempertinggi resiko terkena karies gigi (Beck,
2012)
Mengonsumsi makanan kariogenik dengan frekuensi yang lebih sering
akan meningkatkan kemungkinan terjadinya karies dibandingkan dengan
mengonsumsi dalam jumlah banyak tetapi dengan frekuensi yang lebih jarang
(Arisman, 2002).Produksi asam ialah akibat keterpajanan terhadap karbohidrat
dan tidak begitu bergantung pada jumlah gula atau pun makanan kariogenik
yang dikonsumsi, berarti bahwa betapa pun besar jumlah karbohidrat yang di
santap, tidak begitu bersifat kariogenik jika dibandingkan dengan konsumsi zat
serupa dengan frekuensi yang tinggi sepanjang hari (Arisman, 2010).
Bukti tentang adanya hubungan antara pola makan dengan karies telah
banyak dicatat baik sebelum maupun sesudah peningkatan ketersediaan gula
sebagai contoh adalah penduduk di pulau terpencil di Atlantik Selatan. Pada
tahun tiga puluhan kondisi gigi mereka sangat baik sekali, pada saat itu
makanan mereka hanya terdiri dari daging, ikan, kentang dan sayuran lainnya.
Sejak tahun 1940 terjadi peningkatan makanan impor bergula diikuti dengan
kenaikan serupa pada keadaan kariesnya (Kidd, dkk, 2012).

2.6 Hubungan Kejadian Karies Gigi Dengan Status Gizi Anak


Gizi yang diperoleh seorang anak melalui konsumsi makanan setiap hari
berperan besar untuk kehidupan anak. Untuk dapat memenuhi kebutuhan gizi
yang baik dan cukup. Jika anak telah mengalami malnutrisi, hal tersebut akan
mempengaruhi kualitas sumber daya dimasa mendatang, anak akan
31

mengalami gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan otak nya


(kecerdasan) selain itu produktifitas anak akan menurun, daya tahan tubuh
akan menurun sehingga akan timbulnya berbagai penyakit lain yg semakin
memperburuk keadaan anak (Siagian, 2008).
Karies gigi memiliki dampak yang luas, yaitu gangguan pada kualitas
hidup antara lain keterbatasan fungsi gigi (sulit mengunyah, makan
menyangkut, nafas bau, pencernaan terganggu), disabilitas fisik (menghindari
makanan tertentu), keluhan rasa sakit setiap kali mengunyah makanan, ngilu,
sakit kepala, sakit rahang (Situmorang, 2005).
Defisiensi gizi sering dihubungkan dengan infeksi. Karies gigi adalah
penyakit inveksi mulut akibat metabolisme asam organik yanag di produksi
oleh mikroorganisme mulut secara berangsur-angsur mendemineralisasikanl
gigi. Inveksi bisa berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa cara
salah satunya menyebabkan hilangnya nafsu makan .Selain itu kerusakan gigi
atau ketidaksempurnaan gigi yaitu tanggal atau berlubang akan menyulitkan
anak mengunyah atau menggit makanan ( Santoso,2004).
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep


Status gizi anak dipengaruhi oleh penyebab langsung dan tidak
langsung. Penyebab langsung antara lain dari asupan makan dan penyakit
infeksi, salah satu penyakit infeksi yang banyak di derita oleh anak adalah
karies gigi. Penyebab terjadinya karies gigi pada siswa sekolah dasar, salah
satunya adalah konsumsi makanan kariogenik. Makanan kariogenik adalah
makan atau minuman manis yang dapat menyebabkan karies gigi. Anak yang
sering mengkonsumsi makanan kariogenik, gigi nya akan cepat
terdemineralisasi oleh asam laktat. Asam laktat diperoleh dari hasil bakteri
streptococcus mutans yang memetabolisir sukrosa ,selanjutnya gigi yang telah
terdemineralisasi itu akan menyebabkan karies gigi dan akan menimbulkan
rasa nyeri pada gigi. Kemudian karena hal tersebut asupan makan anak akan
terganggu sehingga mempengaruhi status gizi anak.

GAMBAR 3.1
KERANGKA KONSEP HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI
MAKANAN KARIOGENIK, KEJADIAN KARIES GIGI DAN STATUS
GIZI PADA ANAK SEKOLAH DASAR.
:

Konsumsi Kejadian Status Gizi


makanan karies gigi
kariogenik

Keterangan:
Variable Independen : Konsumsi makanan kariogenik
Variable Antara : Kejadian karies gigi
Variable Dependen : Status Gizi

32
33

3.2 Hipotesis
3.2.1 Konsumsi makanan kariogenik yang sering berhubungan dengan
kejadian karies gigi pada siswa kelas 1 dan 2 SD Negeri Sukagalih 7.
3.2.2 Kejadian karies gigi berhubungan dengan status gizi kurang pada siswa
kelas 1 dan 2 SD Negeri Sukagalih 7 .

3.3 Definisi Operasional


3.3.1 Konsumsi Makanan Kariogenik
Pengukuran frekuensi makanan kariogenik yang dikonsumsi anak dalam
sehari dengan jangka waktu sebulan terakhir, dengan menanyakan langsung
sampel yang didampingi ibu sampel. Jenis makanan dan minuman kariogenik
yang diukur merupakan makanan atau jajanan yang sering dikonsumsi anak-
anak sekolah dasar.

Alat ukur : Form FFQ (Food Frequency Questionair)


Cara ukur : Wawancara
Hasil ukur :

Sering : jika konsumsi makanan kariogenik > 4


kali sehari

Jarang : jika konsumsi makanan kariogenik ≤ 4 kali


sehari

Skala : Ordinal
3.3.2 Kejadian Karies Gigi

Penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan jaringan, dimulai


dari permukaan gigi hingga meluas ke arah pulpa dan akar. Kejadian karies
gigi yang dialami, merupakan karies yang menimbulkan rasa sakit pada bagian
gigi, dimana karies gigi tersebut tingkat kedalamannya mulai mencapai dentin
hingga akar.
34

Alat ukur :
Sonde (Terbuat dari stainless stail berfungsi untuk melihat
keadaan gigi bagian dalam) dan Penusuk (Alat seperti sendok
yang datar).

Cara ukur :
Pemeriksaan tingkat kedalaman karies gigi oleh perawat gigi
Hasil ukur :
Ada karies, jika gigi terdapat karies dan tingkat kedalamannya
sudah mencapai dentin (KMD), atau mencapai pulpa (KMP),
dan atau mencapai akar (KMA).

Tidak ada karies, jika gigi tidak terdapat karies dan jika
terdapat karies, atau tingkat kedalamannya baru mencapai
email (KME).

Skala : Nominal

3.3.3 Status Gizi


Status gizi diperoleh berdasarkan hasil pengukuran berat badan, yang
kemudian dihitung nilai Z-score BB/U menggunakan software WHO Anthro
plus.
Alat : Timbangan injak digital dengan ketelitian 0,1 Kg
Cara Ukur :
Penilaian status gizi dengan pengukuran berat badan kemudian
menghitung Nilai Z-Score BB/U
Hasil Ukur :
Baik, jika nila z-score BB/U ≥ -2 SD s/d ≤ +2 SD
Kurang, jika nilai z-score BB/U < -2 SD s/d ≥ -3 SD

Skala : Ordinal
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Sukagalih 7 Kota
Bandung kelas 1 dan 2, yang beralamat di Komplek Asrama Polisil
(Sukagalih), Sukajadi Bandung dan penelitian sudah di laksanakan pada
bulan Februari 2015.

4.2 Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional yaitu
pelaksanaan pengukuran dan pengambilan data di lakukan secara
bersamaan terdiri atas variable konsumsi makanan kariogenik, kejadian
karies gigi dan status gizi.

4.3 Populasi Dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 1 dan 2 Sekolah Dasar
Negeri Sukagalih 7 yang beralamat di, Komplek Aspol (Sukagalih), Sukajadi
Kota Bandung.
Sampel pada penelitian ini adalah siswa kelas 1 dan 2 dengan kriteria
sebagai berikut:
1. Siswa bersedia menjadi reponden
2. Siswa hadir ke sekolah dengan didampingi oleh orangtua pada saat
penelitian dilaksanakan

Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung menggunakan


rumus yaitu.

35
36

Keterangan:
N : Besar Populasi kelas 1 dan 2 (89 orang)
n : Besar sampel
d : Tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0,05)
(Notoatmodjo, 2010)

Berdasarkan rumus di atas diperoleh jumlah keseluruhan sampel


sebanyak 73 orang. Cara pengambilan sampel diambil alih dengan
menggunakan Proportional Stratified Random Sampling, yaitu dengan cara:
a. Sampel yang telah di tentukan yaitu 73 orang akan di bagi secara
proporsional dalam empat kelas sesuai dengan rumus

b. Dari rumus yang telah di tentukan didapatkan hasil sampel sebanyak 73


orang dengan masing-masing jumlah siswa sebanyak:

Kelas 1 A (23 orang) =18,8651 = 19 orang


Kelas 1 B (23 orang) =18,8651 = 19 orang
Kelas 2 A (22orang) =18,04494 = 18 orang
Kelas 2 B (21 orang) =17,2247 = 17 orang
c. Setelah di dapatkan jumlah sampel pada tiap kelas. Kemudian dipilih
sampel secara acak sederhana.
4.4 Jenis Dan Cara Pengumpulan Data
4.4.1 Data Primer
a. Data umum orang tua / ibu sampel yang terdiri atas nama ibu, alamat,
nama anak, dan kelas, dikumpulkan dengan wawancara kepada ibu.
b. Data Konsumsi makanan kariogenik diperoleh melalui wawancara
menggunakan form food frekuensi yang ditanyakan kepada sampel
dengan didampingi orang tua sampel.
c. Data kejadian karies gigi diperoleh dengan melakukan pemeriksaan
langsung tingkat kedalaman karies gigi menggunakan sonde dan kaca
mulut yang dilakukan oleh perawat gigi.
37

d. Data status gizi diperoleh dengan melakukan pengukuran antopometri


secara langsung yang meliputi barat badan. Pengukuran berat badan
dilakukan dengan menggunakan timbangan digital dengan tingkat
ketellitian 0,1 kg. Status gizi ditentukan dengan menghitung nilai z-score
berdasarkan indeks BB/U menggunakan software wHO anthro plus,
memakai baku rujukan WHO – 2007.

4.4.2 Data Sekunder


a. Data umum siswa meliputi nama,umur, jenis kelamin, tempat/tanggal lahir,
dan kelas yang diperoleh melalui buku absen / register siswa.
b. Gambaran Unit Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) di SDN Sukagalih 7 Kota
Bandung.

4.5 Pengolahan dan Analisis Data


4.5.1 Pengolahan data

Semua data yang telah di kumpulkan diolah melalui proses entry dan
mengedit data menggunakan software SPSS.
Data konsumsi makanan kariogenik didapat setelah wawancara kepada
siswa mengenai konsumsi makanan kariogenik menggunakan form FFQ
dengan didampingin oleh orang tua siswa, kemudian dikategorikan menjadi
sering bila sering, jika konsumsi makanan kariogenik > 4 kali sehari dan tidak
sering, jika konsumsi makanan kariogenik ≤ 4 kali sehari.

Data tingkat kedalaman karies gigi didapat setelah pemeriksaan gigi


oleh perawat gigi, dikatergorikan menjadi tidak karies, jika gigi tidak terdapat
karies dan jika terdapat karies, tingkat kedalamannya baru mencapai email
(KME), kemudian ada karies, jika gigi terdapat karies dan tingkat
kedalamannya sudah mencapai dentin (KMD), atau mencapai pulpa (KMP),
dan atau mencapai akar (KMA).
Data status gizi diperoleh berdasarkan hasil pengukuran berat badan,
yang kemudian dihitung nilai Z-score BB/U menggunakan software WHO
Anthro plus, memakai baku rujukan WHO– 2007, dikategorikan Normal, jika
38

nila z-score BB/U ≥ -2 SD s/d ≤ +2 SD , dan kurang, jika nilai z-score BB/U < -
2 SD s/d ≥ -3 SD.

4.5.2 Analisis Data


a. Analisis Univariat
1. Identitas sampel yang meliputi, usia, jenis kelamin, dan kelas
disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan dianalisis secara
deskriptif.
2. Data konsumsi makanan kariogenik,data kejadian karies gigi gigi,
data status gizi pada siswa sekolah dasar di sajikan dalam tabel
distribusi frekuensi dan dianalisis secara deskriptif.
b. Analisis Bivariat
Untuk menganalisa dua variable antara dependen dan variable
independen, di buat tabel silang hubungan antara dua variable dan di lakukan
uji Chi-Square yaitu:
a. Tabel hubungan antara konsumsi makanan kariogenik dengan kejadian
karies gigi.
b. Tabel hubungan antara kejadian kariogenik dengan status gizi.

Rumus Chi-Square yang digunakan adalah:


X2 = ∑ (Oij – Eij)2
Eij
Keterangan :
Oij = Jumlah observasi pada kasus-kasus yang di kategorikan dalam baris
ke-1 dalam kolom ke-j
Eij = Jumlah kasus yang di harapkan yang dikategorikan dalam baris ke -1
dalam kolom ke-j
39

Untuk menarik kesimpulan, nilai p dibandingkan dengan α 0,05 dengan derajat


kepercayaan 95 %
Ho ditolak apabila p ≤ α (0,05)
 Ada hubungan antara konsumsi makanan kariogenik yang sering
dengan kejadian karies gigi
 Ada hubungan antara kejadian karies gigi dengan status gizi kurang

Ho diterima apabila p > α (0,05)


 Tidak ada hubungan antara konsumsi makanan kariogenik yang sering
dengan kejadian karies gigi
 Tidak ada hubungan antara kejadian karies gigi dengan status gizi
kurang
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Sekolah Dasar Negeri Sukagalih 7 merupakan salah satu sekolah yang
berada di Kota Bandung. Sekolah Dasar Negeri Sukagalih 7 terletak di Jl.
Sukagalih Komplek Asrama Polisi, Sukajadi, Kota Bandung. Sekolah ini berdiri
semenjak tahun 1979 dengan luas tanah 3.156,78m2 dan luas bangunan
2.389,67m2 dengan status bangunan milik pemerintah. Sekolah Dasar Negeri
Sukagalih 7 memiliki siswa sebanyak 318 siswa, setiap tingkatan terdiri dari
dua kelas yaitu kelas A dan Kelas B.
SD Negeri Sukagalih 7 merupakan SD binaan Keperawataan Gigi
Poltekkes Kemenkes Bandung, di dalam SD tersebut terdapat Unit Kesehatan
Gigi Sekolah yang secara berkala semua siswa di periksa kesehatan giginya.
Lingkungan SD Negeri Sukagalih 7 jauh dari polusi karena terletak di dalam
komplek atau perumahan, jajanan yang ada disana berasal dari kantin di dalam
sekolah dan juga berasal dari pedagang di luar sekolah. Pedagang atau
penjual makanan yang ada cukup banyak, ada berbagai macam jajanan yang
dijual disana mulai dari minuman, makanan ringan, makanan berat, es,
minuman manis atau sirop, dan lain lain.
5.2 Karakteristik Sampel
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 73 sampel yang
terdiri dari kelas 1 dan kelas 2. Sampel diambil secara Proportional Stratified
Random Sampling.
Data usia, jenis kelamin sampel dan kelas dapat dilihat pada tabel
distribusi dan frekuensi di bawah ini:

5.2.1 Usia Sampel


Secara umum anak sekolah dasar merupakan anak-anak yang
berusia 6 sampai 12 tahun. Anak sekolah dasar kelas 1 dan 2 berumur bekisar
antara 6 sampai 9 tahun.
Distribusi sampel berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

40
41

TABEL 5.1
DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN USIA
KELAS 1 DAN 2 SDN SUKAGALIH 7 KOTA BANDUNG
TAHUN 2015
Usia n %
6 10 13,7
7 43 58,9
8 17 23,3
9 3 4,1
Total 73 100,0

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa dari 73 sampel, 10 orang (13,7


%) berusia 6 tahun, 43 orang (58,9%) berusia 7 tahun, 17 orang (23,3) berusia
8 tahun, dan 3 orang ( 4,1%) berusia 9 tahun.
Menurut Tarigan periode gigi campuran pada saat anak usia 4 sampai
dengan 8 tahun merupakan periode yang paling rentan terjadinya karies gigi,
dan gigi yang paling rentan sering terkena karies gigi yaitu gigi gerham, karies
pada gigi geraham menurut tingkat kedalamanya terdiri dari karies mencapai
emai (KME), Karies mencapai dentin (KMD), karies mencapai pulpa (KMP),
dan yang paling terdalam yaitu karies mencapai akar (KMA) (Tarigan,2014).
Pada hasil penelitian terlihat umur yang paling banyak terkena karis yaitu pada
umur 7 tahun Dari 43 sampel yang berusia 7 tahun terdapat 26 sampel terkena
karies.
5.2.2 Jenis Kelamin
Data mengenai karakterisktik sampel menurut jenis kelamin siswa
Sekolah Dasar Negeri Sukagalih 7, Kota Bandung kelas 1 dan 2 disajikan
dalam tabel distribusi frekuensi:
42

TABEL 5.2
DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL MENURUT JENIS KELAMIN
SISWA KELAS 1 DAN 2 DI SEKOLAH DASAR NEGERI SUKAGALIH 7
KOTA BANDUNG TAHUN 2015
Kategori n %
Laki-laki 43 58,9
Perempuan 30 41,1
Total 73 100

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi, sampel menurut jenis kelamin di


Sekolah Dasar Negeri Sukagalih 7 kelas 1 dan 2 Kota Bandung pada tahun
2015, terdapat 43 anak (58,9 %) berjenis kelamin laki-laki, dan terdapat 30
anak (41,1 %) berjenis kelamin perempuan.
Pada penelitian ini walaupun jumlah sampel terbanya pada jenis kelamin
laki-laki tetapi jumlah sampel yang terpapar karies gigi yaitu pada sampel
berjenis kelamin perempuan.Menurut pengamatan yang dilakukan oleh
Milhanh-Turkeheim pada gigi terlihat bahwa persentasi karies gigi pada wanita
lebih tinggi dibandingkan dengan pria karena erupsi gigi pada anak perempuan
lebih cepat dari pada anak laki-laki sehingga gigi anak perempuan lebih lama
dalam mulut dan akan cepat terpapar oleh faktor resiko terjadinya karies gigi
(Nurchasanah,2006).
5.2.3 Kelas
Kelas yang digunakan dalam penelitian masing masing tingkatan terdiri
dari 2 kelas yaitu kelas A dan kelas B. Data menurut karakteristik sampel
berdasarkan kelas siswa Sekolah Dasar Negeri Sukagaih 7 Kota Bandung
disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.
5.3 Data Konsumsi Makanan Kariogenik
Konsumsi makanan kariogenik adalah konsumsi makanan yang banyak
mengandung gula dan dapat menyebabkan kerusakan pada gigi atau karies
(Tamrin dkk, 2014). Makanan kariogenik yang di amati terdiri dari berbagai
macam jajanan yang biasanya sering di konsumsi oleh siswa. Jenis makanan
kariogenik yang sering dikonsumsi tersebut biasanya makan makanan yang
43

manis dan lengket serta yang berwarna menarik seperti minuman serbuk atau
sirop, jelly, biskuit krim, biskuit tanpa krim, permen lunak dan permen keras.
TABEL 5.4
DISTRIBUSI FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DI
SEKOLAH DASAR NEGERI SUKAGALIH 7 KELAS 1 DAN 2 KOTA
BANDUNG TAHUN 2015
Kategori N %
Sering 38 52,1
Tidak Sering 35 47,9
Total 73 100

Pada tabel 5.4 diketahui bahwa dari 73 responden terdapat 38 orang


(52,1%) yang frekuensi makan makanan kariogeniknya dikategorikan sering,
kemudian terdapat 35 orang (47,9%) dikategorikan tidak sering. Dari hasil
penelitian terlihat frekuensi konusmsi makanan kariogenik siswa dalam sehari
paling sedikit mengkonsumsi 1 kali, dan paling banyak siswa mengkonusmsi
makanan kariogenik dalam sehari sebanyak 35 kali, rata-rata dari seluruh
siswa frekuensi konsumsi makanan kariogenik dalam sehari sebanyak 7 kali.
Hal tersebut senada dengan penelitian Toruan (2011), di dalam penelitian
tersebut dikatakan bahwa pada siswa yang menjadi responden lebih banyak
anak yang sering mengkonsumsi makanan kariogenik. Ini karena anak – anak
senang dengan makanan yang manis-manis, dan makanan kariogenik tersebut
identik dengan makanan yang manis-manis (Kawuryan,2008).
Makanan kariogenik yang dikonsumsi per jenis makanan di
akumulasikan dalam sehari, jadi walaupun setiap anak memakan makanan
kariogenik 1 kali dalam sehari, namun anak tersebut mengkonsumsi makanan
kariogenik jenis lainnya lebih dari 4 kali dalam sehari, anak tersebut akan tetap
dianggap masuk dalam kategori sering. Seringnya anak dalam mengkonsumsi
makanan yang mengandung kariogenik dianggap lebih berperan penting dalam
menimbulkan proses karies, dibandingkan dengan konsentrasi dan banyaknya
makanan kariogenik dalam sekali makan.
44

TABEL 5.5.
DISTRIBUSI FREKUENSI BERDASARKAN JENIS MAKANAN
YANG BERSIFAT KARIOGENIK DI SEKOLAH DASAR NEGERI
SUKAGALIH 7 KELAS 1 DAN 2 KOTA BANDUNG
TAHUN 2015

Frekuensi

Hari Jumlah
Jenis Makan Kariogenik
3 4 ≥5
1 kali 2 kali
kali kali kali
n % n % N % n % n % n %
1 9, 2 30,
Permen lunak 14 7 3 4 1 1 1 1
0 6 2 2
1 9, 2 39,
Permen Keras 23 7 4 6 0 0 1 1
7 6 9 8
5,
Gulali 4 0 0 0 0 1 1 0 0 5 6,9
5
4, 1 21,
Coklat Krim 9 12 3 2 3 2 3 0 0
1 6 8
6, 1 19,
Coklat Batang 9 12 5 0 0 0 0 0 0
8 4 1
1 1 3 45,
Jelly 23 14 4 6 2 3 0 0
7 0 3 2
9, 4, 1 16,
Es Krim Lapis Coklat 7 3 2 3 0 0 0 0
6 1 2 4
1 5, 1 20,
Es Krim 14 4 1 1 0 0 0 0
0 5 5 6
1 5, 1 20,
Es potong 15 4 0 0 0 0 0 0
1 5 5 6
5,
Es serut 4 0 0 0 0 0 0 0 0 4 5,5
5
1 1 3 43,
Biskuit tanpa krim 21 18 2 3 1 1 1 1
5 3 2 8
1 1 3 42,
Biskuit Krim 18 15 6 8 1 1 0 0
3 1 1 5
9, 9, 1 21,
Biskuit Lapis Coklat 7 7 2 3 0 0 0 0
6 6 6 9
1, 1 13,
Es Campur 8 11 1 0 0 0 0 1 1
4 0 8
2 2 5 76,
Minuman Serbuk / Sirop 33 36 4 6 2 3 0 0
4 6 6 7
4, 1,
Aromanis 3 1 0 0 1 1 0 0 5 6,9
1 4
45

Berdasarkan Tabel 5.5 didapatkan bahwa konsumsi minuman serbuk


merupakan jenis makanan kariogenik yang paling banyak di konsumsi oleh
siswa yaitu sebanyak 56 orang ( 76,7 %), kemudian makanan yang banyak di
konsumsi oleh siswa selanjutnya adalah jelly sebanyak 33 orang ( 45,2%),
biskuit tanpa krim 32 orang (43,8%), biskuit krim 31 orang (42,5 %), permen
keras 29 orang (39,8 %) permen lunak yaitu 22 orang ( 30,2 %) .
Minuman serbuk atau sirop sangat rentan terhadap karies, dimana gula
yang digunakan merupakan glukosa. Gula jenis tersebut merupakan media
terbaik bagi bakteri Streptococcus mutant untuk berkembang biak yang lambat
laun akan menyebabkan karies pada gigi. Sama hal nya dengan jelly dan
permen keras yang banyak mengandung gula (sukrosa). Selain itu biskuit juga
merupakan makanan yang rentan terhadap karies gigi karena makanan
tersebut berifat lengket di gigi. Makanan semakin bersifat kariogenik jika
makanan tersebut lengket atau keras, karena lebih lama tinggal dalam mulut
(Wong, 2008).
Sukrosa merupakan disakarida yang mempunyai peran penting dalam
pengolahan makanan, Sukrosa terdiri dari dua molekul monosakarida yaitu
glukosa dan fruktosa. Industri makanan biasa menggunakan sukrosa dalam
bentuk kristal halus atau kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan
dalam bentuk cairan sukrosa (sirup) (Anshar,2012).
Permen Keras, Minuman seduh, maupun jelly, merupakan makanan dan
minuman yang banyak digemari siswa SD karena selain rasanya yang manis,
juga warna nya yang menarik dan mencolok sehingga anak-anak lebih tertarik
untuk mengkonsumsinya.
46

5.4 Karies Gigi


Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan
kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (ceruk, fisura, dan daerah inter
proksimal) meluas ke arah pulpa (Taringan,2012).
TABEL 5.6
DISTRIBUSI FREKUENSI KEJADIAN KARIES GIGI DI SEKOLAH
DASAR NEGERI SUKAGALIH 7 KELAS 1 DAN 2 KOTA BANDUNG TAHUN
2015
Kategori N %
Karies 42 57,5
Tidak Karies 31 42,5
Total 73 100

Berdasarkan Tabel 5.6 terdapat 42 orang (57,5 %) mengalami karies


gigi, dan sebanyak 31 orang (42,5 %), tidak mengalami karies gigi. Pada
penelitian ini kategori tidak karies, terdiri dari siswa dengan karies gigi dan
siswa dengan karies mencapai email. Karies mencapai email diasumsikan
termasuk ke dalam kategori tidak karies karena pada karies mencapai email
belum terdapat rasa nyeri yang akan mengganggu asupan makan siswa.
Kemudian pada 42 siswa yang mengalami karies gigiterdapat 9 siswa (21,43%)
mengalami karies mencapai dentin, 17 siswa (40,48%) mengalami karies
mencapai pulpa , 16 siswa ( 38,09%) mengalami karies mencapai akar. Dari ke
42 siswa yang mengalami karies, siswa tersebut sudah mengalami rasa sakit di
bagian gigi yang terkena karies, sehingga akan mengganggu asupan makan
anak (Junaidi,2004).
Kebersihan gigi yang tidak baik mempunyai resiko yang tinggi terhadap
terjadinya karies dan sebaliknya. Makanan yang mudah melekat pada
permukaan gigi dapat mempercepat terjadinya karies dan perkembangan
karies sangat dipengaruhi oleh sisa makanan yang tertinggal di dalam mulut
dalam waktu yang lama. Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mudah
melekat dan manis tidak dapat dihindari maka dengan menjaga kebersihan gigi
47

dan mulut yang intensif dan ekstrim dapat membantu mencegah kerusakan gigi
karena karies (Alhamda,2011).
Salah satu faktor yang berhubungan langsung dengan proses terjadinya
karies adalah kebersihan gigi dan mulut. Kebersihan mulut menduduki urutan
pertama sebagai penyebab timbulnya karies. Kidd dan Bechal berpendapat
bahwa gigi yang bersih, yaitu gigi yang bebas dari plak dan terbebas dari
karies. Plak memegang peranan penting sebagai penyebab utama karies.
Usaha yang paling penting untuk mencegah atau mengurangi pembentukan
plak adalah penyikatan gigi. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya
kebersihan gigi dan mulut pada anak sekolah adalah perilaku menyikat gigi
yang masih belum baik (Alhamda,2011).
Pada penelitian kali ini terdapat siswa yang tidak mengalami karies gigi .
Hal tersebut bukan hanya karena siswa sedikit mengkonsumsi makanan
kariogenik saja tetapi bisa jadi karena siswa tersebut sudah baik dalam
perilaku menyikat gigi nya.

5.5 Status Gizi


Penilaian status gizi dilakukan dengan menggunakan pengukuran
antropometri. Indikator antropometri yang digunakan untuk mengukur status
gizi anak adalah berat badan menurut umur (BB/U) karena indikator berat
badan menurut umur merupakan indikator yang sensitif terhadap perubahan
asupan makan.
TABEL 5.7
DISTRIBUSI FREKUENSI STATUS GIZI DI SEKOLAH DASAR
NEGERI SUKAGALIH 7 KELAS 1 DAN 2 KOTA BANDUNG
TAHUN 2015
Kategori N %
Gizi Kurang 27 37,0
Gizi Baik 46 63,0
Total 73 100
48

Berdasarkan Tabel 5.7 terlihat bahwa terdapat 27 orang (37,0%)


memiliki status gizi kurang dan terdapat 46 orang (63,0 %) memiliki status gizi
yang baik. Status Gizi merupakan gambaran seseorang untuk mengetahui
apakah gizi orang tersebut sudah tercukupi atau belum. Terdapat banyak faktor
yang mempengaruhi status gizi seseorang salah satunya yang merupakan
faktor langsung yang mempengaruhi status gizi adalah asupan makan, dan
penyakit infeksi salah satunya ada karies gigi.
Pada penelitian ini dari 27 siswa yang memiliki status gizi kurang,
terdapat 1 siswa (3,7%) tidak terkena karies, 3 siswa (11,1%) memiliki karies
mencapai email, 4 siswa (14,81%) memiliki karies mencapai dentin, 8 siswa
(29,62%) memiliki karies mencapai pulpa dan 11 orang (40,74%) mempunyai
karies mencapai akar. Dari data tersebut terlihat kebanyakan siswa yang
terkena karies dengan rasa sakit di gigi nya yaitu karies yang mencapai
dentin,pulpa,dan akar, memiliki status gizi yang kurang. Hal ini karena rasa
sakit yang dirasa akan mengurangi asupan makan siswa, disebabkan
terganggunya fungsi pengunyahan (mastikasi) (Damanik,2009).

5.6 Hubungan Antara Konsumsi Makanan Kariogenik Dengan Kejadian


Karies Gigi
Berdasarkan data konsumsi makanan kariogenik dan kejadian karies
gigi, yang telah dikumpulkan dari 73 orang sampel dan kemudian dianalisis
dengan uji Chi-Square, maka diperoleh data sebagai berikut:
49

TABEL 5.8
DISTRIBUSI FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DENGAN
KEJADIAN KARIES GIGI DI SEKOLAH DASAR NEGERI SUKAGALIH 7
KELAS 1 DAN 2 KOTA BANDUNG TAHUN 2015
Karies Gigi Total
Konsumsi
Tidak Ada
Makanan Ada Karies n % P
Karies
Kariogenik
n % N % n %
Sering 30 78,9 8 21,1 38 100
Tidak
12 34,3 23 65,7 35 100 0,000
Sering
Total 42 57,5 31 42,5 73 100

Berdasarkan Tabel 5.8 didapat bahwa dari 38 orang yang sering


mengkonsumsi makananan kariogenik terdapat 30 orang (78,9 %) yang
mengalami karies gigi dan 8 orang (21,1 %) yang tidak mengalami karies gigi.
Kemudian dari 35 orang yang tidak sering mengkonsumsi makanan karogenik
terdapat 12 orang (34,3 %) yang mengalami karies dan terdapat 23 orang
(65,7) yang tidak mengalami karies. Berdasarkan hasil uji statistik
menggunakan Chi-square menunjukan ada hubungan antara konsumsi
makanan kariogenik dengan kejadian karies gigi pada siswa kelas 1 dan 2
Sekolah Dasar Negeri Sukagalih 7 (p= 0,000).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kartikasari tahun 2013
bahwa ada hubungan antara konsumsi makanan karieogenik dengan karies
gigi (p=0.009). Pada hasil penelitian tersebut dikatakan bahwa semakin tinggi
anak yang mengkonsumsi makanan kariogenik, maka akan semakin tinggi
indeks karies giginya. Jenis makanan yang sering dikonsumsi dapat
mempengaruhi keparahan karies gigi. Salah satu makanan yang dapat
menyebabkan karies gigi yaitu makanan yang banyak mengandung gula atau
sukrosa. Sukrosa mempunyai kemampuan yang lebih efisien terhadap
pertumbuhan mikroorganisme dan dimetabolisme dengan cepat untuk
menghasilkan zat-zat asam. Makanan yang menempel pada permukaan gigi
50

jika dibiarkan akan menghasilkan zat asam lebih banyak, sehingga


mempertinggi risiko terkena karies gigi (Kartika,2013).
Hal tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Toruan pada
Tahun 2011, diperoleh nilai p=0,000 dengan menggunakan uji chi square
maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara konsumsi
makan makanan kariogenik dengan karies gigi. Pada penelitian tersebut
melihat frekuensi konsumsi makan makanan yang bersifat kariogenik pada
anak SD Muhammadyah 08 Medan , dimana hasil penelitian menunjukkan
anak-anak sering mengonsumsi makanan kariogenik dan mengalami karies
gigi, namun terdapat siswa yang sering mengkonsumsi makanan kariogenik
tetapi tidak memiliki karies gigi hal ini karena dari pemeliharaan kesehatan
giginya ditemukan bahwa siswa tersebut menyikat gigi setiap hari dan
melakukan pemeriksaan gigi setiap 6 bulan sekali. Hal ini menunjukkan bahwa
meskipun frekuensi makan makanan kariogeniknya tinggi, apabila
pemeliharaan kesehatan giginya baik maka tidak akan mengalami karies gigi
(Toruan,2011).

Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan adanya hubungan antara


konsumsi makanan kariogenik dengan kejadian karies gigi. Berdasarkan data
yang didapat, siswa yang mengalami karies gigi, rata-rata mengkonsumsi 11
kali makanan kariogenik dalam sehari. Kemudian dari 38 siswa tersebut yang
sering mengkonsumsi makanan kariogenik, kebanyakan siswa mengalami
karies gigi sudah mencapai pulpa dan akar. Hal tersebut merupakan karies
yang tingkat kedalamanya sudah parah dan akan menimbulkan rasa sakit pada
anak.
Menurut Machfoedz (2005) kebiasaan makan makanan yang bersifat
kariogenik sebenarnya tidak akan menjadi masalah bila sesudah mengonsumsi
makanan tersebut segera dibersihkan paling tidak dengan berkumur-kumur.
Pada penelitian di SD ini, diperoleh bahwa sebagian besar anak-anak tidak
berkumur-kumur dan sikat gigi setelah makan makanan yang bersifat
kariogenik. Hal ini karena waktu memakan makanan kariogenik pada saat anak
berada disekolah atau pada saat jam istirahat dan bukan merupakan jam
51

makan utama. Padahal pada waktu makan utama biasanya air liur yang
dihasilkan cukup banyak dan sehabis makan utama biasanya anak meminum
air putih, sehingga dapat membantu membersihkan gula dan bakteri yang
menempel pada gigi (Ramadhan,2010).
Namun pada anak sekolah, waktu memakan makanan kariogenik yaitu
ketika jam istirahat, anak tersebut tidak sempat menggosok gigi atau berkumur-
kumur dengan air putih. Kemudian makanan yang dapat menyebabkan karies
gigi yaitu makanan yang banyak mengandung gula atau sukrosa, mempunyai
kemampuan yang lebih efisien terhadap pertumbuhan mikroorganisme yaitu
bakteri Streptococcus mutans dan dimetabolisme dengan cepat untuk
menghasilkan zat-zat asam. Maka makanan yang menempel pada permukaan
gigi, akan menghasilkan zat asam lebih banyak, sehingga mempertinggi risiko
terkena karies gigi (Kartikasari,2013)
Jenis makanan kariogenik yang sering dikonsumsi menurut hasil penelitian,
yaitu: Minuman serbuk, jelly, biskuit tanpa krim, biskuit krim, permen keras, dan
permen lunak. Makanan-makanan tersebut bersifat manis dan menarik,
sehingga anak akan menyukainya. Hal ini sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Barus pada tahun 2009, dikatakan bahwa sebagian besar anak
sekolah sangat suka makanan yang manis, lunak, melekat (bersifat kariogenik)
dan makanan yang bentuknya menarik (Barus,2009).
Dari hasil penelitian juga ditemukan siswa yang memiliki frekuensi makan
makanan kariogenik yang sering namun tidak mengalami karies gigi, Hal ini
menunjukkan bahwa meskipun frekuensi makan makanan kariogeniknya tinggi,
apabila pemeliharaan kesehatan giginya baik maka tidak akan mengalami
karies gigi. Selain itu walau sering mengkonsumsi makanan kariogenik tetapi
sering juga mengkonsumsi buah buhaan akan mengurangi terjadinya karies
gigi, seperti yang dikatakan oleh Tarigan bahwa makanan sangat berpengaruh
terhadap gigi dan mulut, makanan yang bersifat membersihkan gigi yang dapat
mengurangi kerusakan gigi seperti apel,pir, jambu air, bengkuang dan lain
sebagainya akan mencegah terjadinya karies gigi (Tarigan,2014).
Kemudian terdapat sampel yang tidak sering mengkonsumsi makanan
kariogenik tetapi mempunyai karies gigi hal tersebut karena terdapat banyak
52

faktor yang mempengaruhi karies gigi, misalnya faktor dari keturunan, anak
yang kedua orang tuanya memiliki karies gigi biasanya bisa terjadi juga pada
anak tersebut (Tarigan,2011). Kemudian selain itu, walaupun anak jarang
memakan makanan kariogenik tetapi sekali makan, makanan yang dimakan
tersebut tertinggal sangat lama di gigi hal ini bisa menimbulkan karies pada
gigi, karena lamanya makanan kariogenik tertinggal pada gigi akan memicu
kerentanan gigi terkena karies.

5.7 Hubungan Kejadian Karies Gigi dengan Status Gizi


Berdasarkan data kejadian karies gigi dan status gizi, yang telah
dikumpulkan dari 73 orang sampel dan kemudian dianalisis dengan uji Chi-
Square, maka diperoleh data sebagai berikut:

TABEL 5.9
DISTRIBUSI FREKUENSI KEJADIAN KARIES GIGI DENGAN STATUS GIZI
DI SEKOLAH DASAR NEGERI SUKAGALIH 7 KELAS 1 DAN 2 KOTA
BANDUNG TAHUN 2015
Status Gizi Total
Kategori
Kurang Baik p
Karies N %
n % N %
Ada Karies 23 54,8 19 45,2 42 100
Tidak Ada
4 12,9 27 87,1 31 100 0,001
Karies
Total 27 37,0 46 63 73 100

Berdasarkan tabel 5.9 didapat bahwa dari 42 orang yang termasuk


kategori karies terdapat 23 (54,8 %) orang yang memiliki status gzi kurang dan
19 orang (45,2 %) yang memiliki status gizi baik. Kemudian dari 31 orang yang
tidak karies terdapat 4 orang (12,9 %) yang memiliki status gizi kurang dan
terdapat 27 orang (87,1) yang memiliki status gizi baik. Berdasarkan hasil uji
statistik menggunakan Chi-square menunjukan ada hubungan antara kejadian
53

karies gigi dengan status gizi pada siswa kelas 1 dan 2 Sekolah Dasar Negeri
Sukagalih 7 (p= 0,001).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya, yaitu pada
penelitian Kartikasari tahun 2013 bahwa ada hubungan antara karies gigi
dengan status gizi pada siswa SD Negeri Kadipaten Bojonegoro (p=0.008).
Berdasarkan dari hasil data penelitian tersebut didapatkan bahwa ada
hubungan antara karies gigi dan status gizi. Hasil penelitian tersebut
menjelaskan bahwa semakin rendah indeks karies gigi pada responden, maka
status gizinya akan semakin baik. Kondisi status kesehatan gigi yang baik atau
karies gigi yang rendah tentunya tidak menyulitkan proses pengunyahan
makanan, karena gigi geligi memegang peranan penting, sehingga asupan zat-
zat gizi berlangsung lebih baik, sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Hal tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati
2010, diperoleh nilai p=0,000 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang antara kejadian karies gigi dengan status gizi siswa kelas 2 SD Negeri 01
Ciangsana. Berdasarkan hasil penelitian tersebut didapatkan sebagian besar
siswa yang bersattus gizi kategori kurus adalah siswa yang memiliki keparahan
karies gigi kategori tinggi . Rendahnya status gizi pada anak yang mengalami
karies gigi pada penelitian tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan anak
dalam mengkonsumsi aneka ragam makanan karena adanya gangguan fungsi
gigi sebagai alat pencernaan. Sebagian besar responden menjelaskan bahwa
ketika meraka mengalami rasa sakit pada gigi, mereka akan memilih makan
makanan dalam bentuk yang lumat , bahkan ada yang sampai mengalami
penurunan nafsu makan (Kusumawati,2010).
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan data status gizi anak yang
kurang, kebanyakan mempunyai karies mencapai dentin, pulpa dan akar,
dimana karies mencapai dentin sebanyak 4 orang (14,81%), karies mencapai
pulpa sebanyak 8 orang (29,62%) dan karies mencapai akar sebanyak 11
orang (40,74%). Hal tersebut dimana menurut penelitian Junaidi tahun 2004
menjelaskan bahwa, jika karies sudah meluas ke lapisan dentin, lalu ke pulpa
lalu hingga ke akar maka akan timbul rasa nyeri (Junaidi,2004). Kemudian
terdapat anak yang memiliiki status gizi kurang tetapi tidak terdapat karies hal
54

tersebut karena terdapat berbagai macam faktor yang mempengaruhi status


gizi seseorang bukan hanya karena terkena karies gigi tetapi mungkin terkena
penyakit inveksi lainnya atau, asupan makan anak tersebut sudah menurun
dari sebelumnya.
Kemudian pada hasil penelitian ini terlihat anak dengan status gizi yang
baik,anak tersebut tidak memiliki karies, yaitu sebanyak 11 orang (23,91%)
dan memiliki karies mencapai email sebanyak 16 orang ( 34,78%). Hal tersebut
menjelaskan bahwa yang menyebabkan terganggunya status gizi seseorang
bukan karena karies gigi nya tetapi karena rasa sakit yang ditimbulkan dari
karies itu sendiri. Pada karies mencapai email, karies belum menimbulkan rasa
sakit pada anak, maka belum menyebabkan gangguan pada asupan makan
dan tidak akan berakibat buruk pada status gizi anak . Walaupun karies
mencapai email belum berdampak apapun pada asupan makan anak dan
status gizi anak, namun jika dibiarkan, karies akan bertambah parah dan
menjalar ke bagian dentin yang akan menimbulkan sakit pada gigi dan akan
menimbulkan gangguan pada fungsi pengunyahan sehingga anak akan
menghindari atau memilih makanan tertentu, yang nantinya asupan makanan
akan berkurang dan akan berpengaruh terhadap status gizi anak tersebut
(Damanik,2009).
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
1. Jumlah Sampel dalam penelitian ini sebanyak 73 orang yang terdiri dari
43 orang laki-laki dan 30 orang perempuan.
2. Sampel merupakan siswa yang berusia 6 – 9 Tahun
3. Sampel merupakan siswa kelas 1 dan 2 SD Negeri Sukagalih 7, Kota
Bandung.
4. Sebanyak 52,1 % siswa memiliki frekuensi konsumsi makanan
kariogenik yang sering dan sebanyak 47,9% siswa memiliki frekuensi
konsumsi makanan kariogenik yang tidak sering.
5. Sebanyak 57,5% siswa menderita karies gigi dan sebanyak 42,5 %
siswa tidak menderita karies gigi.
6. Dari hasil uji statistik, ada hubungan yang bermakna antara konsumsi
makanan kariogenik yang sering dengan kejadian karies gigi (p=0,000)
pada siswa kelas 1 dan 2 SD Negeri Sukagalih 7, Kota Bandung.
7. Dari hasil uji statistik, ada hubungan yang bermakna antara kejadian
karies gigi dengan status gizi kurang (p=0,001) pada siswa kelas 1 dan
2 SD Negeri Sukagalih 7, Kota Bandung.

6.2 Saran
1. Sebaiknya dalam pengumpulan data tentang konsumsi makanan
kariogenik ditanyakan juga tentang waktu makan makanan kariogenik
tersebut.
2. Sebaiknya siswa diberikan penyuluhan tentang apa itu makanan
kariogenik dan dampak dari seringnya mengkonsumsi makanan
kariogenik terhadap status gizi.

55
DAFTAR PUSTAKA

Alhamda,Sukra.2011."Status Kebersihan Gigi dan Mulut dengan Status Karies


Gigi (Kajian pada Murid Kelompok Umur 12 Tahun di Sekolah Dasar
Negeri Kota Bukittinggi)".Padang : Jurusan Keperawatan Gigi, Politeknik
Kesehatan Padang
Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Anggraeni, Adisty Cynthia. 2012. Asuhan Gizi Nutritional Care
Proses.Yogyakarta: Graha Ilmu.s
Anshar, achmad.”Pembuatan Serbuk Kunyit Putih (Kaempferia rotunda L)
Untuk Minuman Herbal”.2012. Makasar:Univertas Hasanudin
Arisman. 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi Edisi 2 .
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Badriah, Dewi Lailatur. 2012. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung: PT
Refika Aditama.
Barus, D. 2008. ”Hubungan Kebiasaan Makan dan Pemeliharaan Kesehatan
Gigi dengan Karies Gigi Pada Anak SD 060935 Jalan Pintu Air II
Simpang Gudang Kota Medan”. Medan: Universitas Sumatera Utara
Beck, Mary E, 2011. Ilmu Gizi Dan Diet Hubungannya Dengan Penyakit-
Penyakit Untuk Perawat Dan Dokter. Yogyakarta: PT Andi Yogyakarta.
Behrman, Ricard E ; Victor C. Vaughan.1992. Nelson Ilmu Kesehatan Anak
Bagian 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Budiyono, S. 2011. Anatomi Tubuh Manusia. Bandung: Laskar Aksara
Damanik, Noverini E. 2009 ”Gambaran Konsumsi Makanan Dan Status
Gizipada Anak Penderita Karies Gigi di SDN 091285 Panei Tongah
Kecamatan Panei Tahun 2009”. Medan: FKM-Universitas Smatra Utara.
Elizabeth JK, Levine RS, Stillman-Lowe CR.2004. A guide to prevention in
dentistry:including prevention and the scientific basis of oral health
education. Michigan: BDJ Books

56
57

Hidayanti, L. 2005. Hubungan Karakteristik Keluarga Dan Kebiasaan Konsumsi


Makanan Kariogenik Dengan Keparahan Karies Gigi Anak Sekolah
Dasar (Tesis). Diakses tanggal 14 oktober 2014.
Hidayati, Lilik.2005. Hubungan Karakteristik Keluarga Dan Kebiasaam
Konsumsi Makanan Kariogenik Dengan Keparahan Karies Gigi Anak
Sekolah Dasar. Tesis. Yogyakarta :Program Pascasarjana Gizi
masyarakat. Universitas Dipenogoro.Diakses pada tanggal 4 Agustus
2014.
Houwink, B. dkk. 1993. Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Kartikasari,Y. 2013. “Hubungan Konsumsi Makanan Kariogenik Dengan
Kejadian Karies Gigi Dan Status Gizi Pada Anak Kelas I Dan II SDN
Kadipaten Kabupaten Bojonegoro 2013”. Bojonegoro: Universitas
Dipenogoro
Kidd, EA, Sally J. 2012. Dasar-dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya.
Penterjemah : Sumawinata, Narlan dkk, Jakarta : EGC
Kusumawati, Rina.2010. Hubungan Tingkat Keparahan Karies gigi dengan
status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana
Kabupaten Bogor Tahun 2010. Universitas Islam Syarif Hidayatullah
Jakarta. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2014.
Li Y, Wang W. 2002. Predicting caries in permanent teeth from caries in
primary teeth: an eight-year cohort study. J Dent Res;
Meishi RL. 2011. Hubungan Tingkat Konsumsi Makanan Kariogenik Dengan
Karies Gigi Pada Anak Sekolah Dasar Swasta Muhammadiyah 08
Medan Tahun 2011. Medan : Universitas Sumatra Utara Fakultas
Kesehatan Masyarakat.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Nurchasanah, S.2006. “Hubungan Jenis Kelamin, Tempat Tinggal,
Pengetahuan, Sikap, Perilaku Pencegahan Dan Dukungan Orangtua
Dengan Status Kesehatan Gigi Siswa Sekolah Dasar Di Kabupaten
Sleman”. Tesis .Yogyakarta: FK-UGM.
58

Peterson D. 2012. Decay potential of foods. <www.dentalgentalcare.


com/decay_foods.htm> (diakses pada tanggal 29 Desember 2014).
Ramadhan, AG. 2010. SerbaSerbi Kesehatan Gigi dan Mulut. Jakarta
Riskesdas. Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan
KesehatanDepartemen Kesehatan, Republik Indonesia.
Riskesdas. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengenmbangan kesehatan kementrian kesehatan RI 2010
Riskesdas. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengenmbangan kesehatan kementrian kesehatan RI 2013.
Santoso, Soegeng dan Anne Lies Ranti. 2004. Kesehatan dan gizi. Jalakarta :
PT.Rineka Cipta.
Situmorang, Nurmala.2005. Dampak karies gigi dan penyakit periodontal
terhadap kualitas hidup”. Medan : Universitas Sumatra Utara.
Suhardjo.1990.Pangan,Gizi dan Pertanian.Jakarta:UI Press
Supariasa, ID. 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC
Suwelo, IS. 1992. Karies Gigi pada Anak dengan Pelbagai Faktor Etiologi.
Jakarta: EGC
Tarigan, Rasinta. 2014. Karies Gigi, Edisi 2. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran
EGC.
Ula, Ananda Urotul.2013. Perbedaan Status Gizi Berdasarkan Tingkat
Keparahan Karies Gigi Siswa Tahun 2013 .Tasikmalaya : Universitas
Siliwangi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu
Kesehatan.
Utari A. 2007.Hubungan indeks massa tubuh dengan tingkat kesegaran
jasmani pada anak usia 12-14 tahun. Tesis. Semarang: Program
Pendidikan Dokter Spesialis I Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro
Waryono. 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta :Pustaka Rihama.
Wong, DL. dkk. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC, 2008 Junaidi.
”Hubungan Keparahan Karies Gigi dengan Asupan Zat Gizi dan Status
Gizi Anak SD Kec Lhoknga Kab Aceh Besar”. Yogyakarta:Program
Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Gadjah Mada.
59

Yoanda, Popy. 2014. Hubungan Karies Yang Tidak Dirawat Dengan Indeks
Massa Tubuh Pada Murid Sekolah Dasar Di Perumnas Ii Kecamatan
Medan Denai. Skrips. Universitas Sumatera Utara Medan Fakultas
Kedokteran Gigi.
60

HASIL UJI STATISTIK


A. DATA UNIVARIAT
1. Jenis Kelamin
JENIS KELAMIN

Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid PEREMPUAN 30 41,1 41,1 41,1
LAKI-LAKI 43 58,9 58,9 100,0
Total 73 100,0 100,0

2. Umur Sampel
UMUR

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid 6,0 10 13,7 13,7 13,7
7,0 43 58,9 58,9 72,6
8,0 17 23,3 23,3 95,9
9,0 3 4,1 4,1 100,0
Total 73 100,0 100,0

3. Kelas
KELAS

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 1A 19 26,0 26,0 26,0
1B 19 26,0 26,0 52,1
2A 18 24,7 24,7 76,7
2B 17 23,3 23,3 100,0
Total 73 100,0 100,0

4. Status Gizi
STATUS GIZI

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid KURANG 27 37,0 37,0 37,0
BAIK 46 63,0 63,0 100,0
Total 73 100,0 100,0
61

5. Kategori Karies
KATEGORI KARIES

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid ADA KARIES 42 57,5 57,5 57,5
TIDAK ADA
31 42,5 42,5 100,0
KARIES
Total 73 100,0 100,0

6. Konsumsi Makanan Kariogenik


TOTAL KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK

Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
TIDAK
Valid 35 47,9 47,9 47,9
SERING
SERING 38 52,1 52,1 100,0
Total 73 100,0 100,0

6.1 Permen Lunak


PERMEN LUNAK

Valid
Frequency Percent Cumulative Percent
Percent
Valid 0 51 69,9 69,9 69,9
1 10 13,7 13,7 83,6
2 7 9,6 9,6 93,2
3 3 4,1 4,1 97,3
4 1 1,4 1,4 98,6
5 1 1,4 1,4 100,0
Total 73 100,0 100,0

6.2 Permen Keras


PERMEN KERAS

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 0 44 60,3 60,3 60,3
1 17 23,3 23,3 83,6
2 7 9,6 9,6 93,2
3 4 5,5 5,5 98,6
5 1 1,4 1,4 100,0
Total 73 100,0 100,0
62

6.3 Gulali
GULALI

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 68 93,2 93,2 93,2
1 4 5,5 5,5 98,6
4 1 1,4 1,4 100,0
Total 73 100,0 100,0

6.4 Coklat Krim


COKLAT KRIM

Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid 0 57 78,1 78,1 78,1
1 9 12,3 12,3 90,4
2 3 4,1 4,1 94,5
3 2 2,7 2,7 97,3
4 2 2,7 2,7 100,0
Total 73 100,0 100,0

6.5 Coklat Batang


COKLAT BATANG

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 0 59 80,8 80,8 80,8
1 9 12,3 12,3 93,2
2 5 6,8 6,8 100,0
Total 73 100,0 100,0

6.6 Jelly
JELLY

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 40 54,8 54,8 54,8
1 17 23,3 23,3 78,1
2 10 13,7 13,7 91,8
3 4 5,5 5,5 97,3
4 2 2,7 2,7 100,0
Total 73 100,0 100,0
63

6.7 Es krim lapis Coklat


ES KRIM LAPIS COKLAT

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 61 83,6 83,6 83,6
1 7 9,6 9,6 93,2
2 3 4,1 4,1 97,3
3 2 2,7 2,7 100,0
Total 73 100,0 100,0

6.8 Es krim
ES KRIM
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 0 58 79,5 79,5 79,5
1 10 13,7 13,7 93,2
2 4 5,5 5,5 98,6
3 1 1,4 1,4 100,0
Total 73 100,0 100,0

6.9 Es Potong
ES POTONG

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 0 58 79,5 79,5 79,5
1 11 15,1 15,1 94,5
2 4 5,5 5,5 100,0
Total 73 100,0 100,0

6.10 Es Serut
ES SERUT

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 0 69 94,5 94,5 94,5
1 4 5,5 5,5 100,0
Total 73 100,0 100,0
64

6.11 Biskuit Tanpa Krim


BISKUIT TANPA KRIM

Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid 0 41 56,2 56,2 56,2
1 15 20,5 20,5 76,7
2 13 17,8 17,8 94,5
3 2 2,7 2,7 97,3
4 1 1,4 1,4 98,6
5 1 1,4 1,4 100,0
Total 73 100,0 100,0

6.12 Biskuit Krim


BISKUITKRIM

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 42 57,5 57,5 57,5
1 13 17,8 17,8 75,3
2 11 15,1 15,1 90,4
3 6 8,2 8,2 98,6
4 1 1,4 1,4 100,0
Total 73 100,0 100,0

6.13 Biskuit lapis Coklat


BISKUIT LAPIS COKLAT

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 57 78,1 78,1 78,1
1 7 9,6 9,6 87,7
2 7 9,6 9,6 97,3
3 2 2,7 2,7 100,0
Total 73 100,0 100,0

6.14 Es Campur
ES CAMPUR

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 0 63 86,3 86,3 86,3
1 8 11,0 11,0 97,3
2 1 1,4 1,4 98,6
5 1 1,4 1,4 100,0
Total 73 100,0 100,0
65

6.15 Minuman Seduh


MINUMAN SEDUH

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0 17 23,3 23,3 23,3
1 24 32,9 32,9 56,2
2 26 35,6 35,6 91,8
3 4 5,5 5,5 97,3
4 2 2,7 2,7 100,0
Total 73 100,0 100,0

6.16 Aromanis
AROMANIS

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 0 68 93,2 93,2 93,2
1 3 4,1 4,1 97,3
2 1 1,4 1,4 98,6
4 1 1,4 1,4 100,0
Total 73 100,0 100,0

B. Data Bivariat
1. Hubungan Konsumsi Makanan Kariogenik Dengan Kejadian Karies Gigi

TOTAL MAKANAN KARIOGENIK * KATEGORI KARIES Crosstabulation

KATEGORI KARIES Total


TIDAK
ADA ADA
KARIES KARIES ADA KARIES
TOTAL SERING Count
MAKANAN 30 8 38
KARIOGENIK
% within
TOTAL
78,9% 21,1% 100,0%
MAKANAN
KARIOGENIK
% within
KATEGORI 71,4% 25,8% 52,1%
KARIES
% of Total 41,1% 11,0% 52,1%
TIDAK SERING Count 12 23 35
% within
TOTAL
34,3% 65,7% 100,0%
MAKANAN
KARIOGENIK
% within
KATEGORI 28,6% 74,2% 47,9%
KARIES
% of Total 16,4% 31,5% 47,9%
Total Count 42 31 73
66

% within
TOTAL
57,5% 42,5% 100,0%
MAKANAN
KARIOGENIK
% within
KATEGORI 100,0% 100,0% 100,0%
KARIES
% of Total 57,5% 42,5% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value Df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-
14,874(b) 1 ,000
Square
Continuity
13,102 1 ,000
Correction(a)
Likelihood Ratio 15,418 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
Association 14,670 1 ,000
N of Valid Cases 73
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,86.

2. Hubungan Kejadian Karies Gigi Dengan Status Gizi


KATEGORI KARIES * STATUS GIZI Crosstabulation

STATUS GIZI Total


KURANG BAIK KURANG
KATEGORI ADA
Count 23 19 42
KARIES KARIES
% within KATEGORI
54,8% 45,2% 100,0%
KARIES
% within STATUS
85,2% 41,3% 57,5%
GIZI
% of Total 31,5% 26,0% 57,5%
TIDAK ADA
Count 4 27 31
KARIES
% within KATEGORI
12,9% 87,1% 100,0%
KARIES
% within STATUS
14,8% 58,7% 42,5%
GIZI
% of Total 5,5% 37,0% 42,5%
Total Count 27 46 73
% within KATEGORI
37,0% 63,0% 100,0%
KARIES
% within STATUS
100,0% 100,0% 100,0%
GIZI
% of Total 37,0% 63,0% 100,0%
67

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) (2-sided) sided)
Pearson Chi-
13,409(b) 1 ,000
Square
Continuity
11,673 1 ,001
Correction(a)
Likelihood Ratio 14,512 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
Association 13,225 1 ,000
N of Valid Cases 73
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,47.
68

LAMPIRAN 2
LEMBAR PERSETUJUAN
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Alamat :
No. Tlp :
Pekerjaan :
Nama Siswa :
Kelas :
Sekolah :
Menyatakan *(bersedia/tidak bersedia) menjadi sampel penelitian Karya
Tulis Ilmiah atas nama Diah Anggraeni mahasiswa Politeknik Kesehatan
Kementrian Keseratan RI Bandung Jurusan Gizi dengan judul :
“Hubungan Antara Konsmsi Makanan kariogenik, Kejadian Karies Gigi, dan
Status Gizi Pada Siswa kelas 1 dan 2 Sekolah Dasar Negeri Sukagalih 7 Kota
Bandung”

Bandung,...................2015
Hormat Saya

( )
*Coret yang tidak perlu
69

LAMPIRAN 3
PEMERIKSAAN KARIES GIGI
Kode Sampel :
Tanggal :
Enumerator :
A. Identtas anak
1. Nama :
2. Kelas :
3. Umur :
4. Tempat/tanggal lahir :
B. Hasil Pemeriksaan
1. Keadaan gigi
Karies : 1. Ya
2. Tidak

2. Tingkat Kedalaman Karies : 1. KMD


2. KMP
3. KMA
70

LAMPIRAN 4
FORMULIR TABEL FREKUENSI MAKANAN
No Id : Jenis Kelamin :
Nama Siswa/kelas : Nama Orang Tua :
Tempat Tanggal Lahir : Alamat
:
Usia Anak : No Tlp :

Nama 1X 2X 3X 4X 5≥X
Makanan Sehari Sehari Sehari Sehari Sehari
Permen
Permen
Lunak
Permen
Keras
Gulali

Coklat
Coklat Krim
Coklat
Batang

Jelly

Es Krim
Es Krim
Lapis
Coklat
Es Krim
Es
Mambo/es
potong
Es serut

Biskuit
Biskuit
tampa krim
Biskuit Krim
Biskuit lapis
Coklat

Minuman
Manis
71

Nama 1X 2X 3X 4X 5≥X
Makanan Sehari Sehari Sehari Sehari Sehari
Es Campur
Minuman
Seduh

Aromanis

(Supariasa, 2011 yang telah di modifikasi)

HASIL FORM FFQ


 SERING

 TIDAK SERING

Ket : 1. = Sering
2. = Tidak Sering
72

LAMPIRAN 5
RENCANA KEGIATAN

2014 2015
No. Kegiatan
9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7
1. Persiapan
2. Konsultasi / bimbingan
Penyempurnaan
3. Proposal
4. Sidang Proposal
5. Perbaikan
6. Perizinan
7. Pengumpulan Data
8. Pengolahan Data
9. Pembuatan KTI
10. Sidang KTI
73

LAMPIRAN 6
RENCANA ANGGARAN

No. Kegiatan Uraian Jumlah


Pembuatan proposal Rp 40.000
Foto copy Rp 10.000
1. Persiapan Penelitian
Pengumpulan literatur Rp 50.000
Persiapan sidang Rp 20.000
Perizinan Rp 25.000
Foto copy Rp 50.000
Pelaksanaan
2. Transportasi Rp 20.000
Penelitian
Tenaga Ahli Rp 200.000
Bahan Kontak Rp 400.000
Penyusunan Laporan Rp 40.000
Foto copy Rp 20.000
3. Penyusunan KTI
Penjilidan hard cover Rp 100.000
Persiapan sidang Rp 25.000
Jumlah Rp 1.000.000
74

LAMPIRAN 7
DATA UMUM SAMPEL
Nama Lengkap Anak :
Nama Orang Tua :
Tempat Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin :
Kelas :
Berat Badan : ........ Kg

Anda mungkin juga menyukai