Anda di halaman 1dari 49

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA TERHADAP PERILAKU

MENYIKAT GIGI PADA ANAK TUNAGRAHITA DI SLB


NEGERI 1 KOTA JAMBI

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

NADYA RYANI PUTRI


NIM : PO71251180029

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI
PROGRAM STUDI TERAPI GIGI PROGRAM SARJANA
TERAPAN
2022
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Proposal Penelitian ini telah disetujui, diperiksa dan siap dipertahankan dihadapan
Tim Penguji Proposal Program Studi Terapi Gigi Program Sarjana Terapan
Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Kemenkes Jambi

Jambi, April 2022


Tim Pembimbing Proposal

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

drg. Rina Kurnianti, M.Pd Hj. Rusmiati, SSiT, M.Pd


NIP.196804022002122001 NIP. 197302011992032001

Mengetahui,
Ketua Program Studi Terapi Gigi Program Sarjana Terapan
Poltekkes Kemenkes Jambi

Hj. Rusmiati, SSiT, M.Pd


NIP. 197302011992032001

ii
PERSETUJUAN PENGUJI

Proposal Penelitian ini telah disetujui, diperiksa dan siap dipertahankan dihadapan
Tim Penguji Proposal Program Studi Terapi Gigi Program Sarjana Terapan
Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Kemenkes Jambi

Jambi, April 2022


Tim Penguji Proposal

Penguji I Penguji II

Rosmawati, SSiT, M.PH Hj. Linda Marlia, S.Pd, M.Kes


NIP.196312211986032003 NIP.195812271977112001

Penguji III

Junaidi, S.Pd, MDSc


NIP.196809061989031002

Mengetahui,
Ketua Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Kemenkes Jambi

Junaidi, S.Pd, MDSc


NIP.196809061989031002

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Proposal penelitian yang

berjudul “Hubungan Peran Orang Tua Terhadap Perilaku Menyikat Gigi

Pada Anak Tunagrahita di SLB Negeri 1 Kota Jambi” dapat diselesaikan.

Proposal penelitian ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan

studi literatur di Program Studi Terapi Gigi Program Sarjana Terapan Jurusan

Kesehatan Gigi Poltekkes Kemenkes Jambi.

Proposal penelitian ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan berbagai

pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Junaidi, S.Pd, MDSc, selaku ketua Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes

Kemenkes Jambi dan penguji dalam proposal ini.

2. Ibu Hj. Rusmiati, SSiT, M.Pd, selaku ketua Program Studi Terapi Gigi

Program Sarjana Terapan Poltekkes Kemenkes Jambi dan selaku pembimbing

pendamping dalam penulisan proposal ini serta pembimbing akademik.

3. Ibu drg. Rina Kurnianti, M.Pd selaku pembimbing utama dalam penulisan

proposal ini.

4. Bapak dan ibu tenaga pendidik dan kependidikan Jurusan Kesehatan Gigi

Poltekkes Kemenkes Jambi.

5. Kedua orang tua dan saudaraku yang telah memberikan nasihat, doa, serta

dukungan moril maupun materil untuk penulis dalam menuntut ilmu, sehingga

penyusunan proposal penelitian ini dapat terselesaikan.

iv
6. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Terapi Gigi Program Sarjana Terapan

Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Kemenkes Jambi angkatan 2018 yang telah

memberikan dukungan dan bantuan tenaganya dalam penyelesaian proposal

penelitian ini.

Proposal penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan oleh sebab itu,

diharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan.

Jambi, April 2022

Penulis

v
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii
DAFTAR BAGAN ......................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Peran Orang Tua ........................................................................ 6
B. Perilaku ...................................................................................... 12
C. Perilaku Anak Menyikat Gigi ................................................... 19
D. Tunagrahita ................................................................................ 25
E. Kerangka Teori .......................................................................... 30

BAB III METODE PENELITIAN


A. Kerangka Konsep ..................................................................... 31
B. Variabel dan Definisi Operasional ............................................ 31
C. Hipotesis .................................................................................... 32
D. Desain Penelitian ....................................................................... 32
E. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 32
F. Populasi dan Sampel ................................................................. 33
G. Instrumen Penelitian .................................................................. 33
H. Hasil Uji-Kuesioner ................................................................... 34
I. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 34
J. Teknik Pengolahan Data............................................................ 36
K. Teknik Analisis Data ................................................................. 37

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Sikat gigi dan pasta gigi............................................................ 21

Gambar 2.2 Menyikat gigi bagian depan dengan gerakan melingkar........... 21

Gambar 2.3 Menyikat gigi bagian pengunyahan dengan gerakan maju

mundur ..................................................................................... 21

Gambar 2.4 Menyikat gigi bagian dalam dengan gerakan mencongkel....... 22

vii
DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 2.1 Kerangka Teori ......................................................................... 30

Bagan 3.1 Kerangka Konsep...................................................................... 31

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemeliharaan kesehatan merupakan hal yang penting untuk menjaga

keberlangsungan hidup seseorang, tidak terlepas orang dewasa, manula, atau

anak-anak. Pola hidup sehat sudah menjadi kebutuhan pada setiap individu.

Hal tersebut harus diterapkan sedini mungkin kepada setiap individu sehingga

setiap individu paham dan terbiasa dengan pola hidup sehat. Kesehatan gigi

dan mulut merupakan salah satu bagian dari pola hidup sehat (Gustabella, et

al. 2017).

Data Riset Kesehatan Dasar (2018) menyebutkan bahwa angka

permasalahan gigi dan mulut di Indonesia mencapai 28% atau mengalami

peningkatan 2,1% dari Riskedas tahun 2013 sebanyak 25,9%. Proporsi

masalah gigi dan mulut sebesar 57,6% dan yang mendapatkan pelayanan dari

tenaga medis gigi sebesar 10,2%. Adapun proporsi perilaku menyikat gigi

dengan benar sebesar 2,8% (Kemenkes RI, 2018).

Anak berkebutuhan khusus merupakan bagian dari anak Indonesia

yang perlu mendapatkan perhatian dan perlindungan oleh pemerintah,

masyarakat, dan keluarga. Upaya perlindungan bagi anak disabilitas sama

halnya dengan anak lainnya, yaitu upaya pemenuhan kebutuhan dasar anak

agar mereka dapat hidup, tumbuh dan berkembang secara optimal, serta

berpartisipasi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki (Suryani dan Riniasih,

1
2

2009).

American Assocoation on Mental Retardation (AAMR) cit Effendi

(2011) menyatakan tunagrahita adalah kelainan yang meliputi fungsi

intelektual umum dibawah rata-rata dan memiliki IQ 84 kebawah yang

muncul sebelum usia 16 tahun dan memiliki hambatan dalam perilaku adiptif.

Menurut World Health Organitation (WHO), anak yang mengalami retardasi

mental di Indonesia sekitar 5-9% yaitu sekitar 7-11 juta dari seluruh

penduduk Indonesia, tetapi data tepatnya belum ada. Anak tunagrahita dibagi

menjadi 3 kelompok, yaitu tunagrahita ringan, sedang dan berat.

Menurut data Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2007, terdapat 8,3

juta jiwa anak dengan disabilitas dari total populasi anak di Indonesia

(82.840.600 jiwa anak), atau sekitar 10%. Berdasarkan Pendataan Program

Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011, terdapat 130.572 anak penyandang

disabilitas dari keluarga miskin, yang salah satunya yaitu retardasi mental

sebanyak 30.460 anak (Mujaddid, 2014).

Tunagrahita adalah suatu kondisi anak yang kecerdasannya jauh di

bawah rata-rata dan di tandai oleh keterbatasan intelegensi dan

ketidakcakapan dalam komunikasi sosial (Atmaja, 2017). Perbedaan

keterbatasan yang mereka miliki, mempengaruhi perilaku dalam menjaga

kebersihan gigi dan mulut. Anak tunagrahita mengalami hambatan dalam

belajar dan perkembangan baik permanen maupun temporer yang disebabkan

oleh faktor lingkungan, faktor dalam diri anak sendiri, atau kombinasi dari

faktor keduanya (Julia, Yani, & Budirahardjo, 2018)


3

Perkembangan dan kemandirian pada anak dapat dipengaruhi oleh

orang tua. Orang tua yang memiliki anak tunagrahita berperan dalam melatih

dan mendidik anak dalam proses perkembangan anak. Apabila orang tua

berperan maka anak akan mengerti dan mengamati kemudian anak dapat

meniru apa yang dilakukan atau diajarkan oleh orang tua mereka (Istikanah,

2012). Orang tua harus mengetahui dan mengajari anaknya cara merawat gigi

yang baik dan benar. Contohnya orang tua selalu mengajarkan anak tentang

waktu yang tepat dan cara yang baik untuk menyikat gigi serta selalu

mengingatkan agar setelah mengkonsumsi makanan manis sebaiknya segera

berkumur dengan air (Worang, et al. 2014).

Anak tunagrahita memiliki kesehatan mulut dan oral hygiene yang

jelek dibandingkan dengan anak normal (Triyanto dan Permatasari, 2016).

Masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling sering untuk penderita

tunagrahita adalah penyakit jaringan gusi (periodontal), gigi berlubang dan

gigi tidak beraturan (malokluksi). Kelainan ini juga ditambah dengan

kesulitan anak untuk dapat menjaga kesehatan gigi mulutnya secara mandiri

dan kurang aktifnya otot mulut untuk mendapatkan pembersihan alamiah gigi

yang baik (Maulani dkk, 2005).

Berdasarkan survey awal yang peneliti lakukan pada tanggal 10

Februari 2022 yaitu melakukan wawancara kepada 5 orang tua mengenai

keseharian mereka dalam membimbing anaknya untuk menyikat gigi dan

kepada 5 siswa/siswi tunagrahita kelas 4 di SLB Negeri 1 Kota Jambi

mengenai perilaku menyikat gigi, diperoleh 4 dari 5 orang tua tersebut masih
4

kurang baik dalam membimbing anaknya untuk menyikat gigi. Sedangkan

semua siswa/siswi tunagrahita masih kurang tepat dalam berperilaku

menyikat gigi dan melihat sekilas kondisi di dalam rongga mulut bahwa

adanya karies gigi. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang

hubungan peran orang tua terhadap perilaku menyikat gigi pada anak

tunagrahita di SLB Negeri 1 Kota Jambi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang

akan diteliti adalah apakah ada hubungan antara peran orang tua terhadap

perilaku menyikat gigi pada anak tunagrahita di SLB Negeri 1 Kota Jambi?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara peran

orang tua terhadap perilaku menyikat gigi pada anak tunagrahita di SLB

Negeri 1 Kota Jambi.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui peran orang tua terhadap perilaku menyikat gigi pada

anak tunagrahita di SLB Negeri 1 Kota Jambi.

b. Mengetahui perilaku menyikat gigi pada anak tunagrahita di SLB

Negeri 1 Kota Jambi.

c. Menganalisa hubungan peran orang tua terhadap perilaku menyikat

gigi pada anak tunagrahita di SLB Negeri 1 Kota Jambi.


5

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi ilmiah

sebagai bahan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian

khususnya tentang ilmu kesehatan gigi dan mulut yang berkaitan dengan

peran orang tua terhadap perilaku menyikat gigi pada anak tunagrahita.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

referensi maupun bahan bacaan di perpustakaan Politeknik

Kesehatan Kemenkes Jambi Jurusan Kesehatan Gigi serta dapat

dijadikan bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

b. Bagi SLB Negeri 1 Kota Jambi

Memberikan pengetahuan dan informasi tentang cara menyikat gigi

yang baik dan benar pada anak tunagrahita.

c. Bagi Orang Tua dan Anak

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan

menambah wawasan kepada orang tua dalam membimbing menyikat

gigi yang baik dan benar pada anak tunagrahita

d. Bagi Peneliti

Sebagai penerapan ilmu yang telah didapat dalam program studi

terapi gigi yang berkaitan dengan status kebersihan gigi dan mulut

anak tunagrahita.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Peran Orang Tua


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “Peran berarti perangkat

tingkah atau karakter yang diharapkan atau dimiliki oleh orang yang

berkedudukan dalam masyarakat”. Peranan adalah suatu tindakan yang di

lakukan oleh seseorang dalam peristiwa. Sedangkan menurut Harmoko

(2012) peran adalah bentuk dari perilaku yang di harapkan seseorang. Dari

beberapa pendapat dapat di simpulkan bahwa peran merupakan mengubah

interpersonal yang diharapkan dari seseorang.

Bailon dan Maglaya (2008) dalam Fatimah (2015) mendefinisikan

bahwa orang tua adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah

tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka

saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing

dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.

Perkembangan seorang anak dipengaruhi oleh peranan lingkungan dan

peran orang tua. Agar proses tumbuh kembang anak berjalan optimal, maka

perlu diterapkan pola asuh, asih, asah dalam setiap aktivitas merawat dan

mengasuhnya (Yuriastin, 2009). Menurut Winarsih (2012) dalam Eddy, FNE

dan Mutiara, E (2015) dijelaskan bahwa peran orang tua terdiri dari :

1. Peran sebagai pengasuh

Orang tua berperan mengasuh anak sesuai dengan perilaku

6
7

kesehatan seperti mengajarkan anak pada perilaku hidup bersih dan sehat,

menyikat gigi, cuci tangan sebelum dan sesudah makan serta memberikan

petunjuk makanan yang sehat.

2. Peran sebagai pendidik

Orang tua harus mampu memberikan pendidikan yang salah satunya

adalah pendidikan kesehatan agar dapat mandiri dan bertanggung jawab

terhadap masalah kesehatan. Contohnya seperti mendidik anak untuk

menyikat gigi, mencuci tangan sebelum dan setelah makan, mendidik anak

untuk memakan makanan yang sehat dan mengurangi makanan yang

manis, dan sebagainya.

3. Pendorong

Peran orang tua sebagai pendorong adalah memberikan dukungan,

motivasi, dan pujian pada anak agar anak semangat dan terus merawat

kesehatannya sesuai dengan didikan orang tua. Pendorong dapat

merangkul dan membuat seseorang merasa bahwa pemikiran dirinya

penting dan bernilai untuk didengar. Pendorong harus memberi dukungan

pada anak yang akan mendapat tindakan keperawatan selama anak dirawat

dirumah sakit.

4. Pengawas

Orang tua harus mengawasi tingkah laku anak untuk mencegah

terjadinya sakit, seperti mengawasi anak saat makan, menyikat gigi,

pemberian susu, dan lain-lain.

5. Konselor
8

Orang tua tidak hanya mengatur mengkritik atau membuat

keputusan namun orang tua bersikap terbuka dan dapat di percaya dalam

mengatasi masalah sikap terbuka yang dimaksud adalah memberikan

informasi tentang penyakit dan tindakan yang akan di terima anak.

Beberapa metode yang dapat dilakukan orang tua kepada anak,

yaitu : (Ulfah, 2005 dalam Prasasti, 2016).

a. Pendidikan melalui pembiasaan

Dengan dilakukan setiap hari anak-anak mengalami proses

internalisasi, pembiasaan, dan akhirnya menjadikan bagian dari

hidupnya.

b. Pendidikan dengan keteladanan

Anak-anak selalu meniru apa yang dilakukan orang disekitarnya.

Metode keteladanan memerlukan sosok pribadi yang secara visual

dapat dilihat, diamati, dirasakan sendiri oleh anak, sehingga mereka

ingin menirunya.

c. Pendidikan melalui nasihat dan dialog

Orang tua diharapkan mampu menjelaskan, memberikan pemahaman

yang sesuai dengan tingkat berpikir mereka.

d. Pendidikan melalui pemberian penghargaan atau hukuman

Metode ini secara tidak langsung juga menanamkan etika perlunya

menghargai orang lain.

Mulai tumbuhnya gigi merupakan proses penting dari pertumbuhan

seorang anak. Peran orang tua sangat berpengaruh dalam merawat dan

memelihara kesehatan gigi anak secara teratur seperti menyikat gigi,


9

memperhatikan pola makan dan melakukan pemeriksaan secara rutin ke

klinik gigi (Suherman, 2000 dalam Prasasti, 2016). Beberapa teknik

pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang dapat dilaksanakan dan

merupakan peran dari orang tua adalah :

1. Membersihkan gigi

Yang paling penting dalam mencegah gigi berlubang adalah

dengan menghilangkan penyebab utamanya yaitu plak. Setelah

dibersihkan, plak akan muncul kembali karena bakteri di dalam mulut

kita tidak akan bisa hilang 100%. Sehabis makan makanan yang manis,

anak dibiasakan berkumur dengan air putih, selain itu rutinitas menyikat

gigi sangat diperlukan untuk mengendalikan pembentukan plak yang ada

di dalam mulut (Rahmadan, 2010).

Sebaiknya memilih dan menggunakan sikat gigi yang berkualitas.

Kualitas sikat gigi yang tidak baik akan menyebabkan sakit atau goresan

pada gusi dan gigi ini akan terasa beberapa bulan berlalu ketika kita

menemukan bercak darah pada gigi. Ciri-ciri sikat gigi yang baik yaitu

pilih bulu sikat yang halus sehingga tidak merusak email dan gusi. Pilih

kepala sikat yang ramping atau bersudut, sehingga mempermudah

pencapaian sikat gigi bagian belakang yang sulit terjangkau (Pratiwi,

2009).

Biasakan anak-anak menyikat giginya secara teratur sejak dini,

terutama sehabis makan dan sebelum tidur malam. Menyikat gigi setalah

makan bertujuan mengangkat makanan di sela-sela gusi dan gigi.


10

Sedangkan menyikat gigi sebelum tidur berguna untuk menahan

perkembangan bakteri di dalam mulut karena dalam keadaan tidur tidak

diproduksi ludah yang berfungsi membersihkan gigi dan mulut secara

alami (Hidayat dan Tandiari, 2016).

2. Diet sehat anak

Anak-anak membutuhkan gigi yang sehat untuk mengunyah

makanan mereka, berbicara dan memiliki senyum yang indah. Keluarga

adalah faktor utama yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan anak.

Orang tua dan saudara yang lebih tua merupakan model bagi anak yang

lebih muda terhadap kebiasaan makannya. Kebiasaan makan, makanan

favorit dan makanan yang tidak disukai anak sejak usia dini akan terbawa

sampai dewasa dan sulit dihilangkan. Diet yang baik sangat penting bagi

pertumbuhan dan perkembangan anak. Hampir semua makanan,

termasuk susu memiliki beberapa jenis gula yang dapat menyebabkan

kerusakan gigi (Menurut American Dental Asosiation dalam prasasti

2016).

Menurut American Dental Asosiation dalam prasasti (2016),

Berikut hal-hal yang dapat dilakukan dalam melakukan diet sehat untuk

anak:

a. Buah-buahan dan sayur-sayuran. Gabungan ini harus setengah dari

apa yang anak makan setiap hari.

b. Hindari mengisi botol dengan cairan seperti air gula, jus atau

minuman ringan.
11

c. Jaga makanan manis dalam jumlah minimum, khususnya permen

yang lengket atau permen kunyah dan buah kering (kismis).

d. Hindari makan kudapan yang manis dengan sering.

3. Melakukan pemeriksaan ke dokter gigi

Orang tua adalah pemegang kendali utama tanggung jawab atas

proses pembentukan karakter anak. Peran orang tua sangat penting untuk

memberikan pemahaman kepada anak sebagai bekal utama sebelum

berinteraksi dengan lingkungan sosial dan untuk perkembangan mereka.

Pemahaman tentang perilaku untuk menjaga kesehatan juga merupakan

salah satu hal yang penting dalam kehidupan anak-anak. Bukan hanya

kesehatan umum akan tetapi kesehatan gigi juga penting disampaikan

dan dicontohkan pada anak-anak, mengingat orang tua adalah orang

terdekat yang memberi pengaruh besar terhadap anak-anak (Fatimah,

2016).

Friedman (2008) dalam Fatimah (2016) menjelaskan bahwa orang

tua memiliki beberapa jenis bentuk dukungan yang mempengaruhi peran

orang tua dalam menjaga kesehatan gigi anak yaitu:

a. Dukungan informasional bantuan/dukungan yang diberikan oleh

orang tua dalam pemberian informasi (usulan, saran, nasehat) kepada

anak mengenai pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.

b. Dukungan penilaian bantuan/dukungan yang diberikan oleh anggota

orang tua dalam memberikan penghargaan, apresiasi, atau balasan

atas apa yang dilakukan oleh anak yang berkaitan dengan


12

pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.

c. Dukungan instrumental bantuan/dukungan yang diberikan oleh

orang tua dalam memberikan atau menyediakan benda konkrit untuk

pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak.

d. Dukungan emosional bantuan/dukungan yang diberikan oleh orang

tua dalam memberikan perhatian serta menciptakan kondisi dimana

anak merasa nyaman dalam upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan

mulut.

B. Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas

organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku manusia pada

hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara,

menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari

uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia)

adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati

langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,

2012)

1. Bentuk perilaku menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2012)

perilaku dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Perilaku tertutup (Covert Behavior) respon seseorang terhadap

stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respons atau reaksi

terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi


13

pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang

menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas

oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (Overt Behavior) respon seseorang terhadap

stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap

stimulus tersebut sudah jelas dalam tindakan atau pratik yang dengan

mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

2. Faktor yang mempengaruhi perilaku menurut Green (1980) dalam

Notoatmodjo (2012) ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku, yaitu:

a. Faktor Predisposisi

Faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang antara lain

sikap, pengetahuan, keyakinan, kepercayaan nilai-nilai tradisi,

persepsi berkenaan dengan motivasi seseorang untuk bertindak.

b. Faktor Pemungkin

Faktor pemungkin mencakup berbagai ketrampilan dan sumber daya

yang dibutuhkan untuk melakukan perilaku kesehatan. Sumber daya

itu meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, personalian, klinik atau

sumber daya yang hampir sama.

c. Faktor Penguat/Pendorong

Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan

memperoleh dukungan atau tidak.

3. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan (health behavior) adalah suatu respons


14

seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan

dengan sakit dan penyakit, pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman

serta lingkungan (Notoatmodjo, 2012).

Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2012) diklasifikasikan

menjadi tiga kelompok antara lain :

a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintanance)

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau

menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan

bilamana sakit.

b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan

kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health

seeking behavior)

Adalah perilaku yang menyangkut upaya atau tindakan seseorang

pada saat menderita penyakit atau kecelakaan. Tindakan atau

perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai

mencari pengobatan ke luar negeri.

c. Perilaku kesehatan lingkungan

Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik

maupun sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut

tidak mempengaruhi kesehatannya.

Perilaku Sehat dan Perilaku Sakit Menurut Becker (1979) dalam

Notoatmodjo (2012) yang dimaksud dengan perilaku sakit dan perilaku

sehat sebagai berikut:


15

a. Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya

atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan

kesehatannya atau pola/gaya hidup sehat.

b. Perilaku sakit adalah respon seseorang terhadap sakit dan penyakit,

persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang : penyebab dan

gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya.

Notoatmodjo (2012) menyebutkan bahwa perilaku merupakan

totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil

bersama atau resultant antara berbagai faktor, baik faktor internal

maupun eksternal. Dengan perkataan lain perilaku manusia sangatlah

kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Blom

(1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu

ke dalam tiga domain, sesuai dengan tujuan pendidikan. Blom

menyebutkan ranah atau kawasan yakni kognitif (cognitive), afektif

(affective), psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori

blom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan

yakni :

a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Pengetahuan atau ranah kogtitif merupakan domain yang sangat

penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavioral).

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyain


16

enam tingkatan (Notoatmodjo, 2012).

1) Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan

tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang

spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang

telah diterima.

2) Memahami (comprehension) diartikan sebagai suatu

kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang

diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar.

3) Aplikasi (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

kondisi real (sebenarnya).

4) Analisis (analysis) merupakan kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi

masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada

hakikatnya satu sama lain.

5) Sintesis (synthesis) merujuk kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis

adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada.

6) Evaluasi (evaluation) merupakan suatu kemampuan untuk


17

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

objek.

b. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup

dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan

kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan

atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu

perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan

reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan

kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu

sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Sikap mempunyai tiga

komponen pokok (Notoatmodjo, 2012).

1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Menurut Notoatmodjo (2012), ketiga komponen tersebut

secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).

Seperti halnya dengan pengetahuan sikap terdiri dari beberapa

tingkatan.

1) Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2) Merespons (responding), memberikan jawaban apabila ditanya,


18

mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

3) Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan

atau mendiskusikan suatu masalah

4) Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas

segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko.

c. Praktik atau Tindakan (Practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan

(overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan

nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang

memungkinkan, antara lain fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga

diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya

suami atau istri, orang tua atau mertua, dan lain-lain. Praktik

mempunyai beberapa tingkatan (Notoatmodjo, 2012).

1) Respons terpimpin (guided response), dapat melakukan sesuatu

sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.

2) Mekanisme (mecanism), apabila seseorang telah dapat

melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu

itu sudah merupakan kebiasaan.

3) Adopsi (adoption) adalah suatu praktik atau tindakan yang

sudah berkembang dengan baik. Tindakan tersebut sudah

dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan

tersebut.
19

C. Perilaku Anak Menyikat Gigi

Gigi permanen yang tumbuh pada usia sekolah menyebabkan

kebersihan gigi dan mulut menjadi perhatian yang penting karena gigi

permanen ini menjadi gigi utama selama hidup anak kelak dan kesehatan gigi

dan mulut yang kurang terjaga maka akan menyebabkan karies gigi. Wong,

Hockenberry dan Wilson mengatakan bahwa pada usia ini walaupun

kemampuan motorik halus dan kasar sudah mengalami kemajuan tetapi anak

belum mampu menyikat gigi dengan baik dalam mencapai kebersihan gigi

mereka (Maysaroh, 2013).

Perilaku menyikat gigi meliputi rutin sikat gigi, frekuensi menyikat

gigi, waktu menyikat gigi, teknik menyikat gigi dan jenis pasta gigi (Haq,

Susilaningrum, Akbar, 2012).

1. Pengertian Menyikat Gigi

Menurut Potter dan Perry (2005), menyikat gigi adalah

membersihkan gigi dari sisa-sisa makanan, bakteri, dan plak. Dalam

membersihkan gigi, harus memperhatikan pelaksanaan waktu yang tepat

dalam membersihkan gigi, penggunaan alat yang tepat untuk

membersihkan gigi, dan cara yang tepat untuk membersihkan gigi. Oleh

karena itu, kebiasaan menyikat gigi merupakan tingkah laku manusia

dalam membersihkan gigi dari sisa-sisa makanan yang dilakukan secara

terus menerus.

2. Tujuan Menyikat Gigi

Menyikat gigi setelah makan bertujuan mengangkat sisa sisa


20

makanan yang menempel di permukaan ataupun di sela-sela dan gusi.

Sedangkan menyikat gigi sebelum tidur, berguna untuk menahan

perkembangbiakan bakteri dalam mulut, karena dalam keadaan tidur

tidak di produksi ludah yang berfungsi membersihkan gigi dan mulut

secara alami ( Hidayat dan Tandiari, 2016).

3. Waktu Menyikat Gigi menurut Sariningsih (2012)

Waktu yang terbaik untuk menyikat gigi adalah setelah makan dan

sebelum tidur. Menyikat gigi setelah makan bertujuan mengangkat sisa-

sisa makanan yang menempel di permukaan ataupun di sela-sela gigi dan

gusi. Sedangkan menyikat gigi sebelum tidur berguna untuk menahan

perkembangbiakan bakteri dalam mulut karena dalam keadaan tidur tidak

diproduksi ludah yang berfungsi membersihkan gigi dan mulut secara

alami.

4. Cara menyikat gigi yang benar menurut Sariningsih (2012)

a. Setiap orang harus mempunyai sikat gigi sendiri supaya tidak tertular

penyakit.

b. Sikat gigi anak untuk anak-anak, sikat gigi dewasa untuk orang

dewasa.

c. Menyikat gigi setelah sarapan pagi dan malam sebelum tidur.

Setelah makan dianjurkan kumur-kumur supaya sisa makanan tidak

tertinggal di sela-sela gigi.

d. Siapkan sikat gigi yang kering dan pasta yang mengandung flour,

banyaknya pasta gigi sebesar biji jagung.


21

Gambar 2.1 (Sikat gigi dan pasta gigi).


Sumber : jih.co.id/cara-menyikat-gigi-yang-benar/

e. Kumur-kumur dengan air sebelum menyikat gigi.

f. Pertama-tama rahang bawah dimajukan ke depan sehingga gigi- gigi

rahang bawah dan gigi-gigi rahang atas merupakan sebuah bidang

datar. Kemudian sikatlah gigi-gigi rahang atas dan gigi-gigi rahang

bawah dengan gerakan melingkar

.
Gambar 2.2 (Menyikat gigi bagian depan dengan gerakan melingkar).
Sumber : jih.co.id/cara-menyikat-gigi-yang-benar/

g. Sikatlah semua dataran pengunyahan gigi atas dan gigi bawah


dengan gerakan maju mundur. Menyikat gigi-gigi sedikitnya 8 kali
gerakan untuk setiap permukaan gigi.

Gambar 2.3 (Menyikat gigi bagian pengunyahan dengan gerakan maju


mundur)
Sumber : jih.co.id/cara-menyikat-gigi-yang-benar/

h. Sikatlah permukaan gigi bagian dalam rahang bawah yang

menghadap lidah dengan gerakan mencongkel.


22

i. Sikatlah permukaan gigi bagian dalam rahang atas yang menghadap

langit-langit dengan gerakan mencongkel.

Gambar 2.4 (Menyikat gigi bagian dalam dengan derakan mencongkel).


Sumber : jih.co.id/cara-menyikat-gigi-yang-benar/

j. Setelah semua permukaan gigi selesai disikat, kumurlah dengan air

hanya satu kali saja agar masih ada sisa fluor yang melekat pada

gigi, sehingga gigi menjadi kuat, tidak rapuh.

k. Bersihkan sikat gigi dengan air yang mengalir dan simpanlah sikat

gigi dengan posisi tegak dan kepala sikat gigi berada di atas,

sehingga sikat gigi mudah kering dan siap untuk dipakai lagi.

5. Sikat gigi menurut Sariningsih (2012)

Sikat gigi adalah alat berbentuk tangkai yang lurus di mana bagian

ujung memiliki bulu sikat, gunanya untuk membersihkan gigi beserta

gusi, terhadap sisa makanan dan plak yang melekat pada gigi. Ada 3

macam bulu sikat gigi yaitu :

a. Soft, bulu halus. baik di gunakan untuk anak yang gusinya kurang

sehat, mudah berdarah pada waktu menyikat gigi.

b. Medium, bulu lebih keras.

c. Hard, bulu lebih keras.

Pemilihan sikat gigi yang baik yaitu pilih sikat gigi dengan bulu

yang lembut, karena fleksibel dan efektif membersihkan lekukan dan


23

daerah yang sulit terjangkau. Pemakaian sikat dengan bulu keras dapat

menyebabkan rasa sakit dan terkikisnya lapisan email terutama pada

perbatasan permukaan gigi yaitu dengan gerakan vertikal. Pilih sikat

dengan kepala sikat yang ramping, karena mudah mencapai daerah gigi

paling belakang.

Sikat gigi sebaiknya di ganti saat kondisi bulu sikat mulai mekar

atau menyebar. Kondisi bulu sikat seperti ini tidak akan dapat menyikat

gigi dengan efektif. Sebaiknya sikat gigi di ganti setelah tiga bulan

pemakaian. Tetapi jika dalam seminggu sikat gigi sudah terlihat tidak

layak pakai, berarti terdapat kesalahan cara anak menyikat gigi yaitu bulu

sikat terlalu kuat menekan gigi.

Satu hal yang perlu di perhatikan, setiap orang agar memiliki sikat

gigi pribadi, jangan di pakai bersama-sama dengan anggota keluarga

lainnya supaya tidak tertular penyakit. Sikat gigi juga perlu di bersihkan

setiap selesai di gunakan dengan cara bulu sikat di gosok dengan jari di

bawah air yang mengalir. Kemudian sikat gigi di letakkan tegak dengan

kepala sikat menghadap ke atas agar bulu sikat gigi mengering. Bila bulu

sikat gigi basah, dapat menimbulkan tumbuhnya jamur atau bakteri yang

mudah berkembang biak.

6. Pasta gigi

Pasta gigi adalah pasta atau gel yang digunakan untuk

meningkatkan kesehatan gigi dengan cara mengangkat plak dan sisa-sisa

makanan. Termasuk menghilangkan bau mulut. Pasta gigi juga dapat


24

membantu menguatkan struktur gigi dengan kandungan fluornya. Busa

yang biasanya terbentuk saat sikat gigi sebaiknya jangan ditelan. Jumlah

pasta gigi yang diletakkan pada sikat gigi tidakperlu sepaniang

permukaan bulu sikat, melainkan seperlunya saja (Pratiwi, 2007).

Pasta gigi yang mengandung fluoride berperan untuk melindungi

gigi dari karies. Penggunaan secara teratur pasta gigi mengandung fluor

dapat menurunkan insiden karies gigi sebesar 15%-30%. Bahkan

flouride dapat memperbaiki kerusakan gigi sampai batas-batas tertentu

dengan cara mengganti mineral-mineral gigi yang hilang akibat erosi dari

asam. Menggunakan pasta gigi tidak perlu terlalu banyak, cukup gunakan

pasta gigi dengan ukuran sebutir kacang tanah (Sariningsih, 2012).

7. Durasi menyikat gigi

Menyikat gigi yang terlalu cepat tidak akan efektif membersihkan

plak. Menyikat gigi yang tepat membutuhkan waktu minimal dua menit

(Saringingsih, 2012).

8. Rutin mengganti sikat gigi

Apabila bulu sikat sudah mekar alias rusak ataupun sikat gigi sudah

berusia tiga bulan, maka sikat gigi tersebut akan kehilangan

kemampuannya untuk membersihkan gigi dengan baik. Gantilah sikat

gigi anda dengan yang baru apabila salah satu diantara dua hal ini terjadi.

Apabila bulu sikat anda sudah rusak sebelum 3 bulan, bisa jadi itu

merupakan tanda kalau anda menyikat gigi terlalu keras. Selain itu,

pergantian sikat gigi juga di perlukan jika anda menderita sakit karena
25

sikat gigi bisa menjadi tempat menempelnya kuman penyakit dan hal ini

berisiko membuat anda menjadi infeksi lagi (Sariningsih, 2012).

D. Tunagrahita

Tunagrahita adalah suatu kondisi anak yang kecerdasannya jauh

dibawah rata-rata dan ditandai dengan keterbatasan intelegensi dan

ketidakcakapan dalam komunikasi sosial. Anak berkebutuhan khusus ini juga

sering dikenal dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan

kecerdasannya. Akibatnya anak berkebutuhan khusus tunagrahita ini sukar

untuk mengikuti pendidikan biasa.

Rendahnya kapabilitas mental pada anak tunagrahita akan berpengaruh

terhadap kemampuannya untuk menjalankan fungsi sosialnya. Hendesche

memberikan batasan bahwa anak tunagrahita adalah anak yang tidak cukup

daya pikirnya, tidak dapat hidup dengan kekuatan sendiri ditempat

sederhana dalam masyarakat. Edgar doll berpendapat seorang dikatakan

tunagrahita jika :

1. Secara sosial tidak cakap

2. Secara mental dibawah normal

3. Kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda, dan

4. Kematangannya terhambat (Krik, 1970)

Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki IQ 70 kebawah. Jumlah

penyandang tunagrahita adalah 2,3% atau 1,92% anak usia sekolah

penyandang tunagrahita dengan perbandingan laki-laki 60% dan perempuan

40% atau 3:21. Pada data pokok Sekolah Luar Biasa terlihat kelompok usia
26

sekolah, jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang kelainan adalah

48.100.548 orang, jadi estimasi jumlah penduduk Indonesia yang

menyandang tunagrahita adalah 2%x48.100.548 orang = 962.011 orang.

1. Klasifikasi Anak Tunagrahita

Klasifikasi anak tunagrahita menurut tinjauan profesi docter,

konselor, psikolog dan pedagogic. Seorang dokter dalam mengklasifikasi

anak tunagrahita berdasarkan pada tipe kelainan fisiknya, seperti tipe

mongoloid, microcephalon, cretinism dan lain-lain. Seorang pekerja

sosial dalam mengklasifikasi anak tunagrahita berdasarkan perilaku pada

orang lain sehingga untuk berat ringannya anak tunagrahita dilihat dari

tingkat penyesuainnya, seperti tidak bergantung, semi bergantung atau

sama sekali bergantung pada orang lain. Seorang konselor

mengklasifikasikan anak tunagrahitanya dalam hal ini pada aspek

penguatan keluarga dalam bentuk perhatian serta pengasuhan yang

mampu membuat si anak berkembang secara optimal dengan memilih

sebuah lingkungan yang tepat agar mampu mengoptimalkan kemampuan

anak tunagrahita. Seorang psikolog dalam mengklasifikasikan anak

tunagrahita mengarah kepada aspek indeks mental intelegensinya,

indikasinya dapat dilihat angka hasil tes kecerdasan dan IQ 50-75

kategori debil atau moron. Seorang pedagogic dalam mengklasifikasikan

anak tunagrahita berdasarkan pada penilaian program pendidikan yang

disajikan pada anak (Atmaja, 2017).

Dari penilaian tersebut dapat dikelompokkan menjadi anak


27

tunagrahita mampu didik, anak tunagrahita mampu latih dan anak

tunagrahita mampu rawat :

a. Anak tunagrahita mampu didik IQ 68-52 adalah anak tunagrahita

yang tidak mampu mengikuti program sekolah biasa, tetapi ia

masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui

pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal.

b. Anak tunagrahita mampu latih IQ 51-36 adalah tunagrahita yang

memiliki kecerdasan sedemikian rendahnya sehingga tidak

mungkin untuk mengikuti program yang diperuntukkan bagi anak

tunagrahita mampu didik.

c. Anak tunagrahita mampu rawat (idiot) Anak grahita mampu rawat

adalah tunagrahita yang memiliki kecerdasan yang sangat rendah,

sehingga mereka mampu mengurus diri dan sosialisasi. Mereka

memiliki IQ 0-25 (Efendi, 2006 : 90).

Penilaian lain dari klasifikasi anak tunagrahita yang dalam hal

ini dituturkan oleh Skala Binet dan Skala Weschler. Dalam skala

tersebut dijelaskan bahwa ada tiga hal sebagai berikut :

a. Tunagrahita Ringan

Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil.

Menurut Skala Binet, kelompok ini memiliki IQ antara 68-52,

sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69-

55. Anak tunagrahita masih bisa belajar membaca, menulis dan

berhitung sederhana.
28

b. Tunagrahita Sedang

Tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini

memiliki IQ 51-36 pada Skala Binet dan 54-40 menurut Skala

Weschler (WISC). Anak tunagrahita sedang sangat sulit untuk

belajar secara akademik, seperti belajar secara akademik,

menulis, membaca dan menghitung walaupun mereka bisa

belajar menulis secara sosial. Dalam kehidupan sehari-hari

anak tunagrahita sedang sangat membutuhkan pengawasan

yang terus-menerus agar mampu berkesinambungan akan

kebiasaan-kebiasaan yang akan terus teringat dan mampu

mengerjakan sesuatu yang sering dilakukannya.

c. Tunagrahita Berat

Tunagrahita berat severe ini sering disebut idiot. Karena

IQ pada anak tunagrahita berat ini adalah 32-20 menurut Skala

Binet dan menurut Skala Weschler (WISC) antara 39-52.

Tunagrahita sangat berat profound memiliki IQ di bawah 19-

24. Anak tunagrahita berat memerlukan perawatan secara total,

baik dalam hal berkaitan, mandi atau makan bahkan mereka

memerlukan perlindungan diri / bahaya sepanjang hidupnya.

2. Karakteristik Anak Tunagrahita

Menurut Atmaja (2017) Karakteristik anak cacat mental mild

(ringan) adalah mereka yang termasuk mampu didik, bila dilihat dari segi

pendidikan. Merekapun tidak memperlihatkan kelainan fisik yang


29

mencolok, walaupun perkembangan fisiknya sedikit agak lambat dari

pada anak rata-rata.

Karakteristik anak cacat mental moderate (menengah) adalah

mereka digolongkan sebagai anak mampu latih, dimana mereka dapat

dilatih untuk keterampilan tertentu. Meskipun sering merespons lama

terhadap pendidikan dan pelatihan. Mereka dapat dilatih untuk mengurus

dirinya sendiri serta dilatih untuk kemampuan membaca, menulis

sederhana (Atmaja, 2017).

Karakteristik anak cacat mental severe adalah mereka

memperlihatkan banyak masalah dan kesulitan, meskipun disekolah

khusus, karena itu mereka membutuhkan perlindungan hidup dan

pengawasan yang teliti. Mereka membutuhkan pelayanan dan

pemeliharaan yang terus-menerus. Dengan kata lain mereka tidak

mengurus dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain meskipun tugasnya

sederhana (Atmaja, 2017).

Karakteristik anak cacat mental profound mempunyai problem

yang serius, baik menyangkut kondisi fisik, intelegensi serta program

pendidikan yang tepat bagi mereka. Kelainan fisik lainnya dapat diliat

dari kepala yang lebih besar dan sering bergoyang-goyang. Penyesuaian

diri yang sangat kurang dan bahkan sering meminta bantuan orang lain

karena mereka tidak dapat berdiri sendiri, dan nampaknya membutuhkan

bantuan medis dan intensif (Atmaja, 2017).


30

E. Kerangka Teori

Kerangka teori penelitian adalah kerangka tinjauan teori yang

berkaitan dengan permasalahan yang akan di teliti (Notoatmodjo,2010)

Adapun tiga faktor yang mempengaruhi perilaku menurut Green

(1980) dalam Notoatmodjo (2012) yaitu:

1. Faktor predisposisi (Predisposing Factors) yang meliputi sikap,

pengetahuan, keyakinan, kepercayaan nilai-nilai tradisi, persepsi

berkenaan dengan motivasi seseorang untuk bertindak.

2. Faktor pemungkin (Enabling Factors) yang terwujud dalam sarana dan

prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.

3. Faktor penguat (Reinforcing Factors) yang terwujud dalam dukungan

yang diberikan oleh keluarga, tokoh masyarakat atau petugas kesehatan.

Berdasarkan teori diatas, maka dapat digambarkan kerangka teori


sebagai berikut :

Faktor predisposisi (Predisposing


factors)
- Sikap - Motivasi
- Pengetahuan
- Keyakinan
- Kepercayaan
Faktor Pemungkin (Enabling Factors)
- Sarana prasarana Perilaku*
- Fasilitas kesehatan
Faktor penguat (Reinforcing Factors)
- Dukungan keluarga*
- Tokoh masyarakat
- Petugas kesehatan

Bagan 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Green (1980) dalam Notoatmodjo, (2012)
Ket * : Variabel yang akan diteliti.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Variabel bebas Variabel terikat


(Variabel Independen) (Variabel Dependen)

Peran orang tua Perilaku menyikat gigi

B. Variabel dan Definisi Operasional

Tabel 3.1
Variabel dan Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Hasil Ukur Skala


Penelitian Operasional Ukur Pengukuran

Variabel Semua aktivitas Kuesioner Menggunakan Ordinal


bebas yaitu orang tua untuk kuesioner yang
peran orang mengajarkan terdiri dari 15
tua menyikat gigi item pertanyaan
anak di kategori
tunagrahita di untuk jawaban
SLB Negeri 1 - Selalu : 2
Kota Jambi. - Kadang-
kadang : 1
- Tidak pernah :
0

31
32

Variabel Perilaku Kuesioner Menggunakan Ordinal


terikat yaitu menyikat gigi kuesioner yang
perilaku adalah suatu terdiri dari 15
menyikat perilaku item pertanyaan
gigi seseorang dalam di kategori
menyikat gigi untuk jawaban
atau “ya” skor 1 dan
membersihkan “tidak” skor 0
gigi dari plak
atau sisa-sisa
makanan

C. Hipotesis

Ha : Ada hubungan peran orang tua terhadap perilaku menyikat gigi pada

anak tunagrahita di SLB Negeri 1 Kota Jambi.

Ho : Tidak ada hubungan peran orang tua terhadap perilaku

menyikat gigi

pada anak tunagrahita di SLB Negeri 1 Kota Jambi.

D. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain korelasional,

yang merupakan penelitian untuk mengetahui hubungan antara dua variabel

atau lebih (Nursalam, 2013). Penelitian ini menggunakan metode

pendekatan cross sectional. Metode pendekatan cross sectional adalah

semua pengukuran variabel dependen dan independen yang akan diteliti

dilakukan pada satu waktu (Nursalam, 2013).

E. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian
33

Tempat penelitian ini dilaksanakan di SLB Negeri 1 kota Jambi.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April 2022.

F. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh orang tua dan Siswa/Siswi tunagrahita SLB Negeri 1 Kota

Jambi dengan jumlah masing-masing 35 responden.

2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Sampel yang digunakan pada

penelitian ini adalah total sampling, yaitu seluruh populasi tersebut

dijadikan sampel penelitian.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel peran orang tua

terhadap dengan perilaku menyikat gigi adalah kuesioner. Kuesioner dalam

penelitian ini terdiri dari jumlah pertanyaan yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden. Alat kuesioner ini terbagi menjadi

tiga bagian yaitu :

1. Kuesioner A
34

Kuesioner ini berisi tentang identitas responden meliputi : umur, jenis

kelamin, pendidikan terakhir dan pekerjaan.

2. Kuesioner B

Kuesioner ini terkait dengan peran orang tua yang terdiri dari 15

pertanyaan dan masing-masing item pertanyaan untuk jawaban yang

diukur dengan skor : Selalu nilainya 2, Kadang-kadang nilainya 1 dan

tidak pernah nilainya 0. Sedangkan kategori peran orang tua yang

kurang baik (0-10), cukup (11-20) , baik (21-30).

3. Kuesioner C

Kuesioner ini terkait dengan perilaku menyikat gigi terdiri dari 15

pertanyaan, dengan masing-masing skor tiap item pertanyaan untuk

jawaban “ya” nilainya 1, dan “tidak” nilainya 0. Sedangkan kategori

perilaku yang kurang baik (0-5), cukup (6-10), baik (11-15).

H. Hasil Uji-Kuesioner

Kuesioner diuji coba dilakukan di SLB Prof. Dr. Sri Soedewi

Masjchun Sofwan SH. Jambi dengan jumlah responden sebanyak 10 anak.

I. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer. Data primer atau data

tangan pertama adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian

dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung

pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari (Azwar, 2011). Data

primer diperoleh dari kuesioner yang diisi langsung oleh orang tua dan anak
35

tunagrahita di SLB Negeri 1 Kota Jambi. Adapun langkah-langkahnya

adalah :

a. Setelah memperoleh surat izin melakukan penelitian, peneliti

mendatangi lokasi penelitian yaitu SLB Negeri 1 Kota Jambi, peneliti

mengadakan pendekatan kepada calon responden.

b. Peneliti memberikan arahan kepada responden agar tetap menerapkan

protokol kesehatan pencegahan Covid-19 yaitu memakai masker,

mencuci tangan, dan menjaga jarak.

c. Peneliti memberikan penjelasan singkat tentang tujuan penelitian,

kemudian memberitahu petunjuk pengisian kuesioner serta informed

consent kepada responden.

d. Peneliti dibantu oleh tim yaitu 2 mahasiswa dan guru disetiap kelas,

membagikan surat permohonan menjadi responden, informed consent,

kuesioner penelitian dan souvenir pada setiap responden.

e. Meminta responden menandatangani pernyataan kesediaan menjadi

responden, lalu membagi kuesioner kepada orang tua (wali murid),

peneliti memberikan penjelasan kepada responden tentang cara

pengisian kuesioner dan diminta untuk memilih jawaban sesuai point

yang ada.

f. Peneliti membagi kuesioner terpimpin kepada anak tunagrahita kelas

1-3, peneliti memberikan bantuan kepada responden tentang cara

pengisian kuesioner dan di minta untuk memilih jawaban sesuai point

yang ada.
36

g. Kuesioner yang telah terisi secara lengkap untuk selanjutnya

diserahkan kepada peneliti.

J. Teknik Pengolahan Data

Dalam penelitian ini akan menggunakan pengolahan data dengan komputer.

Menurut Notoatmodjo (2010), langkah-langkah dalam pengolahan data

dengan komputer adalah sebagai berikut:

1. Editing

Peneliti melakukan pengecekan terhadap kelengkapan data yang telah

diisi oleh responden, diantaranya kelengkapan pengisian lembar

identitas responden dan kelengkapan pengisian lembar kuesioner.

Editing dilakukan di tempat diantaranya data, sehingga apabila

terdapat ketidak sesuaian atau kekurangan pada pengisian data dapat

dilengkapi dengan segera.

2. Skoring

Dilakukan dengan memberi tanda pada masing-masing jawaban

dengan kode berupa angka, sehingga memudahkan proses pemasukan

data di komputer. Peneliti melakukan pemberian skor pada tiap-tiap

item jawaban. Untuk kuesioner A identitas responden. Kuesioner B

tentang peran orang tua yang terdiri dari 15 pertanyaan dan masing-

masing item pertanyaan untuk jawaban yang diukur dengan skor :

Selalu nilainya 2, Kadang-kadang nilainya 1 dan tidak pernah nilainya

0. Sedangkan kuesioner C tentang perilaku menyikat gigi terdiri dari


37

15 pertanyaan, dengan masing-masing skor tiap item pertanyaan untuk

jawaban “ya” nilainya 1, dan “tidak” nilainya 0.

3. Coding

Coding merupakan suatu metode untuk mengkonversikan data yang

dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk

keperluan analisis terhadap pertanyaan dan jawaban yang dianjurkan,

sehingga dalam pengolahan data ini peneliti melakukan pemberian

kode berupa angka untuk selanjutnya dimasukkan pada tabel kerja

untuk mempermudah pembaca. Untuk skor tentang peran orang tua

jika kurang baik (0-10), cukup (11-20) ,dan baik (21-30). Pada

perilaku menyikat gigi jika kurang baik (0-5) , cukup (6-10) , baik (11-

15).

4. Entry Data

Entry data merupakan suatu proses memasukkan data ke dalam

perangkat komputer dengan pengolahan data SPSS.

5. Cleaning

Pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang

sudah di entry apakan ada kesalahan atau tidak saat memasukkan data

di komputer.

6. Tabulating

Setelah entry data kemudian data tersebut dikelompokkan dan

tabulasikan sehingga diperoleh frekuensi dari masing-masing variabel.

K. Teknik Analisis Data


38

1. Analisis Univariat
Analisis Univariat merupakan analisa data yang dilakukan

terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam

analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap

variabel (Sibagariang, 2010).

Analisis Univariat dalam penelitian ini yaitu peran orang tua

terhadap perilaku menyikat gigi pada anak tunagrahita di SLB Negeri

1 Kota Jambi.

2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua

variabel yang diduga ada hubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo,

2010). Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square yaitu untuk

mengetahui ada tidaknya hubungan antara antar variabel. Dalam

melakukan uji statistik Chi Square peneliti menggunakan program

SPSS.
DAFTAR PUSTAKA

Adang, Suherman. (2000). Dasar-Dasar Penjaskes. Jakarta:Departemen


Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III.
American Dental Association. (2016). Learn More About Floss and Interdental
Cleaners[Online]. Terdapat di: http://www.ada.org/en/scienceresearch/ada-
seal-of-acceptance/product-category-information/floss-andother
interdental-cleaners [14 April 2016].
Atmaja, J.R. (2017). Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus.
Bandung; PT Remaja Rosdakarya.

Azwar, Saifuddin. (2011). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bailon, S.G. & Maglaya, A. (1978). Perawatan Kesehatan Keluarga: Suatu


Pendekatan Proses (Terjemahan). Jakarta: Pusdiknakes.

Efendi, Mohammad. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan.


Jakarta: Bumi Aksara.

_________________. (2011). Pengantar Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:


Rosda Karya

Gustabella, M.I., Wardani, R. & Suwargiani, A.A. (2017), Pengetahuan dan


tindakan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pada ibu yang memiliki
anak usia bawah tiga tahun, Jurnal Kedokteran Gigi Universitas
Padjadjaran, vol. 29, no. 1, pp. 30–4.

Haq Izzah Qomarul, Susilaningrum Destri, Akbar M. Sjahid. Faktor-faktor yang


mempengaruhi angka kejadian karies gigi pada anak usia sekolah dasar
7012 tahun di kelurahan kenjeran Surabaya.3-4.

Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. Penerbit : Pustaka Pelajar.


Yogyakarta.

Hidayat, R., & Tandiari, A. (2016). Kesehatan gigi dan mulut. Yogyakarta:
Penerbit Andi.

Istikanah. (2012). Peran Orang Tua Dengan Kemandirian Personal Hygiene


Pada Anak. Jakarta: Universitas Trisakti.

Julia, D. R., Yani, R. W. E., & Budirahardjo, R. (2018). Hubungan jenjang


pendidikan terhadap perilaku menjaga kesehatan gigi dan mulut anak
tunagrahita di SLB Kota Sidoarjo. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, 6(2), 371–
376.
Kemenkes RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI.

Maulani, C. (2005). Kiat Merawat Gigi Anak : Panduan Orang Tua Dalam
Merawat dan Menjaga Kesehatan Gigi Bagi Anak-anaknya, Jakarta: Elex
Media Komputindo.

Mujaddid. (2014). Kesehatan Anak dengan Disabilitas. Buletin Jendela Data dan
Informasi Kesehatan. ISSN: 2088-270X. Di unduh melalui
www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/...pdf. [diakses
17 Maret 2016].

Mutiara, H., & Eddy, F. N. E. (2015). Peranan Ibu dalam Pemeliharaan Kesehatan
Gigi Anak dengan Status Karies Anak Usia Sekolah Dasar. Medical
Journal of Lampung University. Diakses pada 10 Februari 2022. Dari
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1464.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

_____________. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT


Rineka Cipta.

Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan


Praktis : Jakarta : SalembaMedika.

Potter, P.A, Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume2. Alih Bahasa : Renata
Komalasari,dkk. Jakarta: EGC.2005.

Prasasti, I. (2016). Hubungan Peran Orang Tua Dalam Kebersihan Gigi Dan
Mulut Dengan Kejadian Karies Gigi Pada Anak Pra Sekolah Di Taman
Kanak-Kanak (Tk) Pgri Kelurahan Ngesrep Semarang. Skripsi.

Pratiwi, D., (2009). Gigi Sehat dan Cantik, Pertama. ed. Buku Kompas, Jakarta:
6- 10.

Ramadhan. (2010). Serba-serbi Kesehatan Gigi dan Mulut. Jakarta : Bukune.

Sariningsih E. (2012). Gigi Busuk dan Poket Periodontal Sebagai Fokus Infeksi.
Jakarta: Elexmedia Komputindo.

Sibagariang. (2010). Buku Saku Metodologi Penelitian Untuk Mahasiswa


Diploma Kesehatan. Jakarta: CV.Trans Info Media.
Suryani, & Riniasih, W. (2009). Hubungan Disabilitas Anak Di Sekolah Luar
Biasa (SLB) Danyang Purwodadi Dengan Penerimaan Diri Orang Tua.
37(22), 21–26.

Triyanto, T., & Permatasari, D. R. (2017). Pemenuhan Hak Anak Berkebutuhan


Khusus Di Sekolah Inklusi. Sekolah Dasar: Kajian Teori Dan Praktik
Pendidikan, 25(2), 176–186.
https://doi.org/10.17977/um009v25i22016p176

Worang, T.Y., Damajanti, H.C.P., Dinar, A. Wicaksono. (2014). Hubungan


Tingkat Pengetahuan Orang Tua dengan Kebersihan Gigi dan Mulut Anak
di TK Tunas Bhakti Manado. Manado : Jurnal e-GiGi (eG) 2(2): 45-52

Anda mungkin juga menyukai