Anda di halaman 1dari 68

APLIKASI SENAM YOGA TERHADAP GANGGUAN PERFUSI JARINGAN

SEREBRAL PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS CIANJUR KOTA TAHUN 2020

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Riset Keperawatan

Di susun oleh :

Siti Dona Isnaeni

34403518115

2C

AKADEMI KEPERAWATAN

PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR

Jln pasir gede No.19 telp (0263) 267206 fax. 270953


2020

i
LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL PENELITIAN

Judul : Aplikasi Senam Yoga Terhadap Gangguan Perfusi Jaringan


Pada Lansia Dengan Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Cianjur Kota Tahun 2020.

Nama : Siti Dona Isnaeni

NIM : 34403518115

Cianjur, Juli 2020

Menyetujui Menyetujui
Pembimbing Pembimbing

(________________) (________________)
NIP NIP

Mengetahui
Ketua Program Studi D3 Keperawatan
Akper Pemkab Cianjur

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehinggaa penulis dapat menyelesaikan
Proposal Penelitian ini yang berjudul “APLIKASI SENAM YOGA TERHADAP
GANGGUAN PERFUSI JARINGAN PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIANJUR KOTA TAHUN 2020”

Proposal Penelitian ini di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas individu
Riset Keperawatan. Dengan segala keterbatasan, Proposal Penelitian ini dapat
penulis selesaikan walaupun masih banyak kekurangannya, maka dari itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di
masa yang akan datang demi mencapai sasaran dan tujuan yang diharapkan.

Cianjur, Juli 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii

KATA PENGANTAR...........................................................................................iii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................3
C. Tujuan Penelitian......................................................................................3
1. Tujuan Umum....................................................................................3
2. Tujuan Khusus...................................................................................3
D. Manfaat Penelitian....................................................................................4
1. Manfaat Teoritis.................................................................................4
2. Manfaat Praktis..................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit.......................................................................................6
1. Hipertensi...........................................................................................6
a. Pengertian Hipertensi.................................................................6
b. Etiologi.......................................................................................6
c. Patofisiologi................................................................................7
d. Tanda dan Gejala........................................................................9
e. Penanganan...............................................................................10
f. Komplikasi................................................................................11
g. Pemeriksaan penunjang............................................................12
2. Gangguan Perfusi Jaringan..............................................................12
a. Definisi Gangguan Perfusi Jaringan Serebral...........................12
b. Batasan Karakteristik................................................................13
c. Faktor yang Berhubungan........................................................13

iv
B. Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi...............................................13
1. Pengkajian........................................................................................13
2. Diagnosa Keperawatan.....................................................................18
3. Intervensi Keperawatan....................................................................19
4. Implementasi....................................................................................23
5. Evaluasi............................................................................................23
C. Konsep Senam Yoga...............................................................................24
1. Definisi Senam Yoga.......................................................................24
2. Manfaatt Senam Yoga......................................................................25
3. Langkah-langkah Senam Yoga........................................................26
D. Konsep Lansia........................................................................................30
1. Pengertian Lansia.............................................................................30
2. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia............................30
3. Penyakit Yang Sering Di Jumpai Pada Lansia.................................33
BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian....................................................................................34
B. Subjek Penelitian....................................................................................35
C. Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................36
D. Setting Penelitian....................................................................................36
E. Metode Pengumpulan Data.....................................................................36
F. Metode Uji Keabsahan Data...................................................................38
G. Metode Analisa Data..............................................................................39
H. Etika Penelitian.......................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................44

JURNAL UTAMA : PENGARUH SENAM YOGA TERHADAP


PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI KELURAHAN JAWA
WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNG PAKU KTA SOLOK TAHNUN
2017 45

JURNAL TAMBAHAN : PENGARUH SENAM YOGA TERHADAP


PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA YANG MENGALAMI
HIPERTENSI DI KABUPATEN SIDOARJO..................................................54

v
vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka harapan hidup merupakan salah satu indikator atau penilaian derajat
kesehatan suatu negara dan digunakan sebagai acuan dalam perencanaan
program kesehatan. (Pujiastuti,2013).
Seiring dengan pertambahan usia terjadinya perubahan-perubahan secara
fisiologis pada lansia yang disertai dengan munculnya berbagai masalah
kesehatan yang menyebabkan tingginya penyakit degeneratif, penyakit ini
membawa konsekuensi terhadap perubahan dan gangguan pada sistem
kardiovaskuler antara lain penyakit hipertensi ( Darmojo,2009).
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah diatas normal, jika
hipertensi ini terjadi secara terus menerus menyebabkab meningkatnya resiko
terhadap stroke, serangan jantung, gagal jantung, dan gagal ginjal kronik.
(Puspitorini, 2009).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) angaka kejadian hipertensi di
dunia cukup tinggi yaitu 10% dari populasi dunia. Data Hypertansion Pleague
Brochure 2009 menyebutkan bahwa hipertensi di derita lebih dari 1,5 miliar jiwa
di seluruh dunia dan garam yang berlebihan adalah faktor utama dalam
meningkatkan tekanan darah.
Penyakit hipertensi salah satu penyakit paling mematikan di dunia, sebanyak
1 miliyar orang di dunia atau 1 dari 4 orang dewasa menderita penyakit
hipertensi dan diperkirakan jumlah penderita hipertensi akan meningkat menjadi
1,6 milyar menjelang tahun 2025 (Pudiastuti, 2013).
Berdasarkan Riskesda, 2010 (dalam Triyanto,2014) prevelensi hipertensi di
Indonesia mencapai 31,7% dari populasi populasi usia 18 tahun keatas,
sedangkan di Sumatera Barat tahun 2013 pada umur ≥ 18 tahun sebesar 22,6%.
Di Kota Cianjur Jumlah Penderita hipertensi di 4 puskesmas yang ada dikota
Cianjur, puskesmas Cianjur Kota yang paling banyak lansia yang menderita
hipertensi untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table dibawah ini:

1
Tabel. 1
Distribusi Frekuensi Lansia yang Hipertensi di Wilayaah Kerja
Puskesmas Cianjur Kota dari Bulan Januari – Maret 2020

No. Nama Kelurahan Jumlah Lansia


Hipertensi
1. Kampung Joglo 65
2. Warung jambe 46
3. Sayang 39
Total 150
Sumber :Data pencatatan kegiatan usia lanjut di Puskesmas Cianjur Kota 2020
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa lansia yang terbanyak menderita
hipertensi adalah dikelurahan Kampung Joglo yaitu sebesar 65 lansia.Penyakit
hipertensi jika tidak segera diatasi dapat berakibat fatal terhadap penderitanya,
maka perlu dilakukan penatalaksanaan penyakit hipertensi, baik secara terapi
farmakologi maupun secara non farmakologi. Dalam terapi farmakologi
beberapa obat golongan beta-blocker dapat menimbulkan efek samping
(Puspitarini, 2009). Sejauh penggunan obat farmakologi memberikan efek
samping perlu di upayakan penatalaksanaan secara non farmakologi seperti
mengatur pola hidup sehat dan merubah gaya hidup serta senam aerobic dan
yoga.
Senam yoga merupakan olah raga yang berfungsi untuk penyelarasan pikiran,
jiwa dan fisik seseorang. Senam yoga adalah sebuah aktifitas dimana seseorang
memusatkan seluruh pikiran untuk mengontrol panca indra dan tubuh secara
keseluruhan. Senam yoga bias juga menyeimbangkan tubuh dan fikiran (Johan
Devina, 2011).
Senam yoga merupakan intervensi holistic yang menggabungkan postur
tubuh (asanas), teknik pernapasan (pramayamus) dan meditasi (S. Sasmita Andri.
2007).
Intervensi senam yoga umumnya efektif dalam mengurangi berat badan,
tekanan darah dan kadar glukosa dan kolesterol tinggi serta fikiran dan relaksasi
fisik dan emosional. Senam yoga juga menstimulasi pengeluaran hormone
endorphin, hormone ini dihasilkan tubuh saat relaks/tenang yang berfungsi
sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak yang melahirkan rasa nyaman

2
dan meningkatkan kadar endorphin dalam tubuh untuk mengurangi tekanan
darah tinggi. ( Endang Triyanto, 2014).
Senam yoga terbukti dapat meningkatkan kadarb-edorphine dalam darah.
Ketika seseorang melakukan senam maka b-edorphine akan keluar dan ditangkap
oleh reseptor didalam hipotalamus dan system limbic yang berfungsi untuk
mengatur emosi. Peningkatkan b-edorphine terbukti berhubungan erat dengan
penurunan rasa nyeri, peningkatan daya ngat, kemampuan seksual, tekanan darah
dan pernapasan ( Sindhu dalam ending Triyanto, 2014).
Menurut penelitian putu (2009) ternyata senam yoga teratur selama 30-45
menit dan dilakukan 3-4 kali seminggu terbukti lebih efektif menurunkan
tekanan darah ( tekanan darah sistolik turun 4-8 mmhg).
Berdasarkan uraian diatas, maka perlunya terapi untuk membantu lansia
dalam mengatasi masalah kesehatannya dengan melakukan pengobatan atau
terapi non farmakologi. Untuk itu penulis tertarik meneliti “Aplikasi Senam
Yoga Terhadap Gangguan Perfusi Jaringan Serebral Pada Lansia Dengan
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Cianjur Kota Tahun 2020”.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Aplikasi Senam Yoga Terhadap Gangguan Perfusi Jaringan
Serebral Pada Lansia Dengan Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Cianjur
Kota Tahun 2020?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Aplikasi Senam Yoga Terhadap Gangguan Perfusi
Jaringan Serebral Pada Lansia Dengan Hipertensi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Cianjur Kota Tahun 2020.

2. Tujuan khusus
a. Untuk melaksanakan pengkajian keperawatan pada klien yang
mengalami Hipertensi. Di Wilayah Kerja Puskesmas Cianjur Kota.

3
b. Untuk menatapkan diangnosa keperawatan pada klien yang mengalami
Hipertensi. Di Wilayah Kerja Puskesmas Cianjur Kota.
c. Untuk menyusun rencana keperawatan pada klien yang mengalami
Hipertensi. Di Wilayah Kerja Puskesmas Cianjur Kota.
d. Untuk melaksanakan implementasi keperwatan pada klien yang
mengalami Hipertensi. Di Wilayah Kerja Puskesmas Cianjur Kota .
e. Untuk melakukan evaluasi tindakan pada klien yang mengalami
Hipertensi. Di Wilayah Kerja Puskesmas Cianjur Kota.
f. Untuk Menganalisis aplikasi tindakan Senam Yoga dalam menurunkan
tekanan darah pada penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Cianjur Kota.

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan dapat dijadikan bahan tambahan untuk
referensi dibidang keperawatan dan dapat mengembangkan terapi non
farmakologi khususnya Senam Yoga pada penderita Hipertensi sebagai terapi
selain pemberian obat anti hipertensi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Diharapkan dapat mengembangan wawasan peneliti dan
mengembangan ilmu pengetahuan serta memperkuat konsep tentang
bagaimana aplikasi tekanan darah pada lansia dengan hipertensi setelah
dilakukan senam yoga.
b. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan informasi bagi para
perawat dan dapat dijadikan terapi tambahan non farmakologi mengenai
Senam Yoga khususnya dalam menurunkan tekanan darah pada penderita
Hipertensi.
c. Bagi Institusi Pendidikan

4
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan referensi dan tambahan
ilmu tentang terapi Senam Yoga dalam menurunkan tekanan darah pada
penderita Hipertensi.
d. Bagi Pasien/Keluarga
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan
pengetahuan tentang Hipertensi serta mengendalikannya secara tepat, dan
menggurangi dampak dari terapi farmakologi. Diharapkan pasien dan
keluarga data menggunakan tehnik ini dan dapat mempraktikan tindakan
dalam mengatasi peningkatan tekanan darah dengan cara Senam Yoga.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Penyakit
1. Konsep Hipertensi
a. Pengertian Hipertensi
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah diatas
normal, jika hipertensi ini terjadi secara terus menerus menyebabkab
meningkatnya resiko terhadap stroke, serangan jantung, gagal jantung, dan
gagal ginjal kronik. (Puspitorini, 2009).
Hipertensi secara umum dapat di definisikan sebagai tekanan sistolik
lebih dari 140mmHg dab tekanan diastolik lebih dari 90mmHg. Tekanan
darah manusia secara alami berfluktuasi sepanjang hari. Tekanan darah tinggi
menjadi masalah hanya bisa tekanan darah tersebut persisten. Tekanan darah
tersebut membuat sistem sirkulasi dan organ yang mendapat suplai darah
( termasuk jantung dan otak ) menjadi tegang. ( Palmer, 2005 )
Pada pemeriksaan tekanan darah akan di dapat dua angka. Angka
yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi ( sistolik ), angka
yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksi ( diastolik ). Tekanan
darah kurang dari 120/80mmHg didefinisikan sebagai “normal”. Pada
tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik.
Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas,
diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu.
Jadi, dapat di simpulkan bahwa hipertensi merupakan keadaan
tekanan darah yang sama atau melebihi 140mmHg sistolik dan/sama atau
melebihi 90mmHg diastolik.

b. Eliologi
Berdasarkan penyebab hipertensi terbagi menjadi dua golongan
menurut Corwin (2009), Irianto (2014), Padila (2013), Price dan Wilson
(2006), Syamsudin (2011), Udjianti (2010) :
1) Hipertensi esensial atau hipertensi primer

6
Merupakan 90 % dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi
esensial yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang tidak
diketahui penyebabnya ( Idiopatik ). Beberapa factor diduga berkaitan
dengan berkembangnya hipertensi esensial seperti berikut ini:
a) Genetic : Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan
hipertensi, beresiko tinggi untuk mendapatka penyakit ini. Faktor
genetic ini tidak dapat dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga
yang memiliki tekanan darah tinggi.
b) Jenis kelamin dan usia : Laki – laki berusia 35-50 tahun dan wanita
menopause beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia
bertambah maka tekanan darah meningkat factor ini dapat
dikendalikan serta jenis kelamin laki – laki lebih tinggi dari pada
perempuan.
c) Diet : Konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung
berhubungan dengan berkembangnya hipertensi.
d) Berat badan : Faktor ini dapat dikendalikan dimana bias menjaga
berat badan dalam keadaan normal atau ideal, Obesitas ( >25 % diatas
BB ideal ) dikaitkan dengan berkembangnya peningkatan tekanan
darah atau hipertensi.
e) Gaya hidup : merokok dan mengkonsumsi alcohol dapat
meningkatkan tekanan darah, apabila terus – menerus dikonsumsi.
2) Hipertensi sekunder
Merupakan 10 % dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi
sekunder, yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah karena
suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau
gangguan tiroid, hipertensi endokrin, hipertensi renal, kelainan saraf pusat
yang dapat mengakibatkan hipertensi dari penyakit tersebut karena
hipertensi sekunder yang terkait dengan ginjal disebut hipertensi ginjal (
renal hypertension).

c. Patofisiologi

7
Hipertensi esensial melibatkan interaksi yang sangat rumit antara
factor genetic dan lingkungan yang dihubungkan oleh pejamu mediator
neurohormonal. Secara umum hipertensi disebabkan oleh peningkatan
ketahanan tahanan periper dan atau peningkatan volume darah. Gen yang
berpengaruh pada hipertensi periper (faktorherediter diperkirakan meliputi
30%-40% hipertensi primer) meliputi preceptor angiotensin II, gen
angiotensin dan renin, gen sitentase oksida, nitrat endothelial: gen protein
respestor kinase.
Gen reseptor adrenergic: gen kalsium transport dan natrium
hidrogenantiporter( mempengruhi sensitivitas garam ) dan gen yang
berhubungan dengan resistensi insulin, obesitas, hyperlipidemia dan
hipertensi sebagai kelompok bawaan .
Teori kerkini mengenai hipertensi primer meliputi peningkatan
aktivitas system sraf simpatis (SNS) yaitu terjadi respon malataptiv terhadap
stimulasi syaraf simpatis dan perubahan gen pada reseptor ditambah kadar
katekolamin serum yang menetap, peningkatan aktivitas system renin-
angiotensin-aldosteron (RAA), secara langsung menyebabkan pasokonsriksi,
tetpai juga meningkatkan aktivitas SNS dan menurunkan kadar prostaglandin
vasodilator dan oksida nitrat, memediasi remodelling arteri ( perubahan
structural pada dinding pembuluh darah ), memediasi kerusakan organ akhir
pada jantung (hipertrofi), pembuluh darah, dan ginjal . defek pada transport
garam dan air menyebabkan gangguan aktivitas ptide natriuretrik otak.
Peptide , natriuretic atrial, adrenomedulin urodilatin, dan endotelin dan
berhubungan dengan asupan diet kalsium, magnesium, dan kalium yang
rendah. Interaksi komplek yang melibatkan resistensi insulin dan fungsi
endotel, hipertensi sering terjadi pada penderita diabetes, dan resistensi
insulin ditemukan pada banyak pasien hipertensi yang tidak memiliki tiabetes
klinis. Esistensi insulin berhubungan dengan penurunan pelepasan
endothelial oksida nitrat dan vasodilator lain srta mempengaruhi pungsi
ginjal. Resistensi insulin dan kadar insulin yang tinggi meningkatkan
aktivitas SNS dan RAA. Beberapa teori tersebut menerangkan mengenai
peningkatan tahanan periver akibat peningkatan pasokontriktor (SNSRAA)

8
atau pengurangan pasibilator (ANF, andrenomedulin ,urodilatin, oksida
nitrat) dan kemungkinan memediasi perubahan dalam apa yang disebut
hubungan tekanan natriut yang menyatakan bahwa individu penderita
hipertensi mengalami ekresi netrium ginjal yang lebih rendah bila ada
peningkatan darah .
Pemahaman mengenai patofisiologi mendukung intervensi terkini
yang diterapkan dalam penalaksanaan dalam hipertensi, seperti pembatasan
caiaran, penurunan berat badan, dan pengotrolan diabetes, penghambata
SNS, penghabat RAA, fasobilator nonfesifik, diuretic, dan obat obtan
ekprerimental baru yang mengatur ANF dan endotelin.

d. Tanda dan Gejala


Pada sebagian penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala:
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan di
percaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya
tidak ).
Gejala yang di maksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung,
pusing, wajah kemerahan dan kelelahan:yang bisa saja terjadi baik pada
penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang
normal. Jika hipertensinya berat atau ,menahan dan tidak diobati, bisa timbul
gejala berikut:
1) Sakit kepala
2) Kelelahan
3) Mual
4) Muntah
5) Sesak nafas
6) Gelisah
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada
otak, mata,jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembekakan otak. Keadaan ini disebut
ensefalopatoi hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.

9
Manifestasi klinis klinis hipertensi secara umum dibedakan menjadi
(rokhaeni 2001):
1) Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesipik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa, hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak teratur,
2) Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan
gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis.

Manisfasi klinis hipertensi pada lansia secara umum adalah : sakit


kepala, perdarahan hidung, vertigo, mual muntah, perubahan penglihatan,
kesemutan pada kaki dan tangan, sesak nafas, kejang atau koma, nyeri dada
(smelzer,2001)

Penyakit tekanan darah tinggi merupakan kelainan “sepanjang umur”


tetapi penderitanya dapat hidup secara normal seperti lanyaknya orang sehat
asalkan mampu mengendalikan tekanan darahnya dengan baik dilain pihak
orang yang masih muda dan sehat harus selalu memantau tekanan darahnya,
minimal setahun sekali. Apalagi bagi mereka yang mempenyai paktor paktor
pencetus hipertensi seperti kelebihan berat badan, penderita kencin manis,
penderita penyakit jantung, riwayat keluarga yang menderita tekanan darah
tinggi , ibu hamil minum pil kontra sepsi, perokok dan orang yang pernah
dinyatakan tekanan darahnya sedikit tinggi. Hl ini dilakukan karena bila
hipertensi diketahui lebih dini, pengendaliannya dapat segera dilalukan.

e. Penanganan
Penangana hipertensi antara lain pencegahan pada sasaran individu
yang memiliki tekanan darah tinggi, riwayat keluarga hipertensi dan satu
atau lebih gaya hidup yang terkait dengan usia yang meningkatkan tekanan
darah seperti obesitan asupan tinggi natrium, inaktivitas fisik dan asupan

10
alkohol yang berlebihan, keputusan terapi untuk pasien hipertensi
berdasarkan pada derajat peningkatan tekanan, keberadaan kerusakan organ
sasaran, dan keberadaan penyakit kardiovaskular klinis atau faktor resiko lain
: modivikasi gaya hidup, meliputi penurunan berat badan, olahraga, diet
rendah garam, tingkatkan asupan kalium, kalsium, dan magnesium, kurangi
asupan alkohol, dan berhenti merokok ( Brashers,2008 ).

f. Komplikasi
Stroke dapat timbul akibat perdarahan kenanan tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan
tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah
ke daerah-daerah yang di perdarahi berkurang. Arteri-arteri otak yang
mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma (corwin,2000).
Infark miokard dapat terjdi apabila arteri koroner yang arterosklorosis
tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut.
Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung
yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat
meninmbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi
ventrikel sehingga terjadi disritma, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko
pembentukan bekuan (corwin,2000)
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomelorus, rusaknya glomelorus,
mengakibatkan darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal,nefron
akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan
rusaknya membran glomelorus, protein akan keluar melalui urin sehingga
tekanan hipertensi koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang
sering di jumpai pada hipertensi kronik. (corwin,2000).

11
Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah
yang kembalinya ke jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul
di paru, kaki dan jaringan lainn sering disebut edema. Cairan di dalam paru-
paru menyebabkan sesak nafas, timbunan cairan di tungkai menyebabkan
kaki bengkak atau edema (amir,2002).

g. Pemeriksaan Penunjang
Dibawah ini beberapa pemeriksaan penunjang bagi pasien hipertensi
antara lain :
1) Laboratorium
a) Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim ginjal.
b) Kreatinin serum dan BUN meningkat pada hipertensi karena
parenkim ginjal dengan gagal ginjal akut.
c) Darah perifer lengkap.
d) Kimia darah ( kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa ).
2) EKG
a) Hipertrofi ventrikel kiri.
b) Iskemia atau infark miokard.
c) Peninggian gelombang P.
d) Gangguan konduksi.
3) Foto Rontgen
a) Bentuk dan besar jantung Noothing dari iga pada koarktasi aorta.
b) Pembendungan, lebarnya paru.
c) Hipertrofi parenkim ginjal.
d) Hipertrofi vaskuler ginjal.
(Aspiani,R.Y, 2010).

2. Konsep Gangguan Perfusi Jaringan


a. Definisi Gangguan Perfusi Jaringan Serebral
Menurut Kusuma (2012), gangguan perfusi jaringan serebral merupakan
adanya penurunan sirkulasi jaringan otak, akibat situasi O2 di dalam otak dan
nilai Gaslow Coma Scala menurun, Ketidakefektifan perfusi apabila tidak di

12
tangani dengan segera akan meningkatkan tekanan intrakranial. Sehingga
penanganan utama pada pasien ini adalah meningkatkan status O2 dan
memposisikan pasien 15 - 30°.
b. Batasan karakteristik
Batasan karakteristik pada klien dengan masalah gangguan perfusi
jaringan serebral antara lain peningkatan tekanan darah sistolik secara tiba –
tiba sangat berbahaya oleh karenanya dapat melewati blood brainbarrier
terjadi edema serebral dengan pemberian obat kepada klien ada beberapa
macam, tetapi yang sering dilakukan yaitu pemberian obat melalui intravena
yang umunya dilakukan di ruang perawatan di rumah sakit.
Terapi intravena merupakan cara yang digunakan untuk memberikan
cairan pada pasien yang tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau
syok. Terapi intravena bertujuan mencegah gangguan cairan dan elektrolit
(Potter dan Perry, 2006).
c. Faktor yang Berhubungan
Faktor yang berhubungan atau hal-hal yang dapat mengakibatkan
timbulnya
masalah gangguan perfusi jaringan serebral antara lain : penurunan
sirkulasi jaringan otak, akibat oksigen di dalam otak menurun. Keadaan ini
mengakibatkan disorientasi pada pasien hipertensi. (Kusuma,2012).

B. Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi


1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebeneran data
sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan
memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu
sebagaimana yang telah ditentukan dalam standa praktik keperawatan dari
ANA (American Nurses Association 2017).

13
Pengkajian Hipertensi meliputi identitas klien, nama, umur, jenis kelamin,
status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan,
alamat dan nomer registrasi. Identitas penanggung riwayat sekarang. Keluhan
utama pada awalnya sering kali tidak dirasakan dan tidak disadari oleh
penderita, gejala klasik hipertensi adalah rasa pusing berdenyut, sakit kepala
suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan setelah
beberapa jam), penglihatan kabur, disamping itu kadang-kadang ada keluhan
lemah, kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton dan biasanya
keluhan yang menyertai biasanya frekuensi jantung meningkat, perubahan
irama jantung. Riwayat penyakit dahulu yaitu adanya riwayat hipertensi,
aterosklerosis penyakit jantung coroner/katup dan penyakit serebrosvaskuler,
gangguan ginjal, ada riwayat merokok (Nurarif, 2016).
Pengkajian perawatan pada lansia merupakan proses komplek dan
menantang yang harus mempertimbangkan kebutuhan lansia melalui
pengkajian-pengkajian untuk menjamin pendekatan lansia spesifik antara
lain:
a. Identitas klien
1) Identitas klien
Berusu tentang nama, tempat tanggal lahir (umur), jenis
kelamin,status perkawinan, agama , pendidikan terakhir,
suku/bangsa, alamat dan diagnose medis.
2) Identitas penanggung jawab
Berisi tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat dan hubungan
dengan klien.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Apa yang dirasakan oleh pasien. Biasanya, penderita dengan
penyakit hipertensi akan merasakan nyeri kepala
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan pasien, seberapa sering keluhan itu muncul dengan skala,
kapan keluhan itu muncul dan keluhan akan semakin terasa ketika
sedang melakukan apa dan berkurang saat pasien sedang apa.

14
3) Riwayat kesehatan Dahulu
Berhubungan dengan penyakit yang sekarang diderita oleh pasien
apakah dahulu pernah mempunyai penyakit hipertensi.
4) Riwayat keluarga
Untuk mengetahui ada/tidak penyakit keturunan dari keluarga
pasien yang berhubungan dengan penyakit yang diderita atau
penyakit keturunan yang menjadi pencetus penyakit yang dideritas
sekarang.
5) Riwayat spiritual
Hubungan pasien dengan keyakinan yang dianutnya dan
bagaimana pasien menjalani ibadah sebelun dan ketika sedang
sakit serta kegiatan agama yang ingin dilakukan.
6) Pola kebiasaan sehari-hari
Berisi tentang nutrisi, eliminasi, personal hygiene, istirahat dan
tidur, aktifitas dan latihan, kebiasaan yang mempengaruhi
kesehatan dan kebiasaan mengisi waktu luang.
7) Pola kegiatan sehari-hari
Merupakan jadwal harian pasien dari mulai bangun tidur hingga
pasien tertidur kembali.
c. Pengkajian fisik (observasi, inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)
1) Keadaan umum pasien, tekanan darah (diatas 120/80),respirasi,
nadi, suhu, kesadaran umum, penampilan umun, klien tampak
sehat/sakit berat, berat badan dan tinggi badan.
2) Pengkajian Head To Toe meliputi kepala, mata , telinga, mulut,
dada, abdomen, kulit, dan ektermitas atas dan bawah.
a) Kulit :kulit pucat atau merah, keringat berlebih
b) Kepala :adanya lesi, hiper pigmentasi, edema,
distribusi rambut kulit, terdapat nyeri kepala, tengkuk terasa
berat, pusing.
c) Mata :Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena
adanya kerusakan pada otak, mata, jantung, dan ginjal, mata
berkunang-kunang.

15
d) Hidung :simetris atau tidak, adanya inflamasi,apakah
adanya nyeri tekan, apakah ada polip
e) Telinga :biasanya telinga tersenggung, terdapat
serumen atau tidak
f) Mulut :bentuk kelainan mulut, kebersihan mulut,
kelembaban, pembengkakan, lesi, tekstur warna, plak dan
kebersihan gigi
g) Dada/Thorax :kesimetrisan, frekuensi, irama pernafasan,
adanya nyeri tekan, peradangan, edema, mengetahui batas paru,
mendengarkan bunyi paru
h) Abdomen : bentuk, mendengarkan bunyi peristaltik usus,
mengetahui reson nyeri tekan pada organ dalam abdomen, perut
sering mual
i) Genetalia : adanya lesi, infeksi atau tidak, dan kebersihan
genetalia.
j) Ektremitas : mengetahui kekuatan otot dan gangguan
gangguan pada daerah tertentu.
3) Pengkajian berdasarkan pola
a) Aktivitas / Istirahat
Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup
monoton.
Tanda : Frekensi jantung meningkat, perubahan irama
jantung, takipnea.
b) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
coroner / katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
Tanda : Kenaikan TD, nadi denyutan jelas dari karotis,
jugularis, radialis, takikardi, murmur stenosis valvular,
distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin
( vasokontriksi
perifer ) pengisian kapiler mungkin lambat / tertunda.
c) Integritas Ego

16
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor
stress multiple ( hubungan, keuangan, yang berkaitan
dengan
pekerjaan ).
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan
kontinue perhatian, tangisan meledak, otot muka tegang,
pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
d) Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau ( seperti obstruksi
atau riwayat penyakit ginjal pada masa yang lalu ).
e) Makanan / Cairan
Gejala : Makanan yang disukai yang mencangkup makanan
tinggi garam, lemak serta kolestrol, mual, muntah dan
perubahan berat badan akhir – akhir ini (meningkat / turun),
riwayat penggunaan diuretic.
Tanda : Berat badan normal atau obesitas, adanya
edema, glikosuria.
f) Neurosensori
Gejala : Keluhan pening / pusing.
 Berdenyut, sakit kepala suboksipital ( terjadi saat bangun
dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam ).
 Episode kebas atau kelemahan pada satu sisi tubuh.
 Gangguan penglihatan ( diplopia, penglihatan kabur ).
Tanda : Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola
/ isi bicara, efek, proses pikir, penurunan kekuatan
genggaman tangan.
g) Nyeri / Ketidaknyamanan
Gejala : Angiana ( penyakit arteri coroner / keterlibatan
jantung), sakit kepala.
h) Pernafasan

17
Gejala : Dyspnea yang berkaitan dari aktivitas / kerja,
takipnea, ortopnea, dyspnea, batuk dengan / tanpa
pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda : Distress pernafasan / pengunaan otot aksesori
pernafasan bunyi nafas tambahan (krakties / mengi), sianosis.
i) Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi / cara berjalan, hipotensi
postural.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon
manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi actual / potensial) dari
individu atau kelompok, teman perawat secara legal mengidentifikasi dan
perawat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan
atau untuk mengurangi, atau mencegah perubahan (Rohman dan Walid,
2012).
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan resiko tinggi terhadap
peningkatan vasokontriksi.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
c. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
d. Nutrisi berhubungan dengan lebih dari kebutuhan tubuh.
e. Kurang pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi berhubungan
dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan
diri.

3. Intervensi Keperawatan
a. Terapi yoga untuk menurunkan penurunan curah jantung berhubungan
dengan resiko tinggi terhadap peningkatan vasokontriksi.
Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokontriksi, tidak
terjadi iskemia miokard.

18
Kriteria hasil : Berpatisipasi dalam aktivitas yang menurunkan
tekanan darah / beban kerja jantung, mempertahankan tekanan darah
dalam rentang individu yang dapat diterima, dan memperlihatkan irama
dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal pasien.
Intervensi :
1) Pantau TD, ukur pada kedua tangan untuk evaluasi awal, gunakan
ukuran manset yang tepat dan teknik yang akurat.
Rasional :
Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih
lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah vascular.
Hipertensi berat diklasifikasikan pada orang dewasa sebagai
peningkatan tekanan diastolic sampai 130; hasil pengukuran
diastolic diatas 130 dipertimbangkan sebagai peningkatan
pertama, kemudian maligna. Hipertensi sistolik juga merupakan
factor resiko yang ditentukan untuk penyakit serebrovaskular dan
penyakit iskemi jantung bila tekanan diastolic 90-115.
2) Catat keberadaan, kualitas denyut sentral dan perifer.
Rasional :
Denyut karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin
teramati / terpalpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun,
mencerminkan efek dari vasokontriksi ( peningkatan SVR ) dan
kongesti vena.
3) Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas.
Rasional :
S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena
adanya hipertrofi atrium ( peningkatan volume tekanan atrium ).
Perkembangan S3 menunjukan hipertrofi ventrikel dan kerusakan
fungsi. Adanya krakles, mengi dapat mengindikasikan kongesti
paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik.
4) Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian
kapiler.
Rasional :

19
Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian
kapiler lambat mungkin berkaitan dengan vasokontriksi atau
mencerminkan dekompensasi / penurunan curah jantung.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan : Tidak terjadi intoleransi aktivitas setelah dilakukan
keperawatan selama 3x24 jam.
Kriteria Hasil :
1) Tidak terjadi peningkatan tekanan darah, nadi dan pernafasan.
2) Mampu melakukan ADL secara mandiri.
3) TTV dalam batas normal.
4) Mampu berpindah tanpa dengan atau bantuan alat.
5) Sirkulasi status baik.
Intervensi :
1) Kaji respons pasien terhadap aktivitas.
Rasional :
Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respons
fisiologi terhadap stress aktivitas dan, bila ada merupakan
indicator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat
aktivitas.
2) Berikan dorongan untuk aktivitas / perawatan diri bertahap jika
dapat di toleransi.
Rasional :
Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja
jantung tiba – tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas
kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakkukan
aktivitas.
c. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat.
Kriteria Hasil : Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala
dan tampak nyaman.
Intervensi :

20
1) Mempertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional :
Meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi.
2) Memberikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan
sakit kepala, misalnya kompre dingin pada dahi, pijat punggung
dan leher tenang, redupkan lampu kamar, teknik relaksasi
( panduan imajinasi, distraksi ) dan aktivitas waktu senggang.
Rasional :
Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan
yang memperlambat / memblok respons simpatis efektif dalam
menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
3) Hilangkan / minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat
meningkatkan sakit kepala misalnya, mengejan saat BAB, batuk
panjang, membungkuk.
Rasional :
Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan
sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
4) Bantu pasien dalam ambulansi sesuai kebutuhan
Rasional :
Pusing dan penglihatan kabur sering berhubungan dengan
sakit kepala pasien juga dapat mengalami fase episode
hipotensi postural.
d. Nutrisi berhubungan dengan lebih dari kebutuhan tubuh.
Kriteria Hasil : Menunjukan perubahan pola makan ( misalnya
pilihan makanan, kuantitas, dan sebagainya ), mempertahankan berat
badan yang diinginkan dengan pemeliharaan kesehatan optimal dan
melakukan program olahraga yang tepat secara individual.
Intervensi :
1) Kaji pemahaman pasien tentang berhubungan langsung
antara hipertensi dan kegemukan.
Rasional :

21
Kegemukan adalah resiko tambahan pada tekanan darah tinggi
karena disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan
curah jantung berkaitan dengan peningkatan masa tubuh.
2) Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan
batasi masukan lemak, garam dan guka sesuai indikasi.
Rasional :
Kesalahan kebiasaan makanan panjang terjadinya
atreosklerosis dan kegemukan, yang merupakan predisposisi
untuk hipertensi dan komplikasinya misalnya, stroke, penyakit
ginjal, gagal jantung. Kelebihan masukan garam
memperbanyak volume cairan intravaskuler dan dapat
merusak ginjal, yang lebih memperburuk hipertensi.
3) Tetapkan keinginan pasien menurunkan berat badan.
Rasional :
Motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal.
Individu harus berkeinginan untuk menurunkan berat badan.
Bila tidak maka program sama sekali tidak berhasil.
4) Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.
Rasional :
Mengidentifikasi kekuatan / kelemahan dalam program diit
teraktir. Membantu dalam menentukan kebutuhan individu
untuk penyesuaian / penyuluhan.
e. Kurang pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi berhubungan
dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan diri.
Tujuan : Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi.
Ktiteria Hasil :
1) Pasien memahami proses penyakit dan penatalaksanaan.
2) Mampu mengidentifikasi efek samping obat komplikasi.
3) Mampu mempertahankan tekanan darah dalam rentang
normal.
Intervensi :

22
1) Diskusikan definisi batasan tekanan darah normal, jelaskan
apa itu hipertensi dan efek terhadap jantung, pembuluh darah,
serta otak.
Rasional :
Memberikan dasar untuk pemahaman tentang peningkatan TD
dan mengklarifikasi istilah medis yang sering digunakan.
Pemahaman bahwa TD tinggi dapat terjadi tanpa gejala adalah
ini untuk memungkinkan pasien melanjutkan pengobatan
meskipun ketika merasa sehat.
2) Hindari mengatakan tekanan darah normal.
Rasional :
Karena pengobatan untuk hipertensi adalah sepanjang
kehidupan, maka dengan penyampaian ide “ terkontrol” akan
membantu pasien untuk memahami kebutuhan untuk
melanjutkan pengobatan / medikasi.

4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan


oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan (Mura, 2012).

Penulis melakukan tindakan keperawatan sesuai proses asuhan


keperawatan keluarga dan intervensi yang telah ditetapkan karena untuk
mencapai tujuan umum dan khusus yang telah ditentukan penulis yaitu
mengkaji nyeri yang bertujuan untuk menentukan intervensi dan mengetahui
efek terapi (Ardiansyah, 2012).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan


perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi

23
dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya tujuan dari
kriteri hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya,
klien akan masuk kedalam silkus tersebut mulai dari pengkajian ulang
(Asmadi, 2008 as cited in aziz,2017 p.25-26).

Untuk menentukan masalah teratsi, teratasi sebagian, tidak teratasi


atau muncul masalah baru adalah dengan cara membandingkan antara
SOAP dengan tujuan, kriteria hasil yang telah ditetapkan. Format evaluasi
menggunakan :
S : Subjective adalah informasi yang berupa ungkapan yang didapat dari
klien setelah tindakan diperaiki
O : Objective adalah informasi yang didapatkan dari hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah dilakukan
tindakan
A : Analisa adalah membandingkan antara informasi subjective dan
objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah teratasi, masalah belum teratasi, masalah
tidak teratasi, masalah teratasi sebagian atau muncul masalah baru.
P : Planing adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa, baik rencana itu diteruskan, dimodifikasi,
dibatalkan ada masalah baru, selesai (Tujuan tercapai).

Dibawah ini adalah evaluasi yang muncul sesuai dengan diagnose


sebelumnya :
a. Resiko penurunan jantung tidak terjadi.
b. Intoleransi aktivitas dapat teratasi.
c. Nyeri berkurang bahkan hilang.
d. Klien dapat mengontrol pemasukan / intake nutrisi.
e. Klien paham mengenai kondisi penyakitnya

C. Konsep Senam Yoga


1. Definisi Senam Yoga

24
Senam yoga adalah sebuah aktivitas dimana seseorang memusatkan
seluruh pikiran untuk mengontrol panca inderanya dan tubuhnya secara
keseluruhan yang berarti mengendalikan, mengatur, dan berkonsentrasi, yang
berfungsi menyelaraskan tubuh, jiwa dan pikiran kita, selain itu senam yoga
dapat melancarkan aliran oksigen didalam tubuh sehingga tubuh pun menjadi
lebih sehat. (Viklund, 2010 dalam Andreanne, 2012).
Senam yoga merupakan olah raga yang berfungsi untuk penyelarasan
pikiran, jiwa dan fisik seseorang. Senam yoga adalah sebuah aktifitas dimana
seseorang memusatkan seluruh pikiran untuk mengontrol panca indra dan
tubuh secara keseluruhan. Senam yoga bias juga menyeimbangkan tubuh dan
fikiran (Johan Devina, 2011).
Senam yoga merupakan intervensi holistic yang menggabungkan
postur tubuh (asanas), teknik pernapasan (pramayamus) dan meditasi (S.
Sasmita Andri. 2007).

2. Manfaat Terapi Yoga


a. Meningkatkan Kemampuan Pernafasan ( Respirasi ).
Latihan pernafasan merupakan salah satu bentuk latihan utama dalam
yoga. Latihan mengatur pernafasan dapat meningkatkan fungsi paru –
paru.
b. Melancarkan Peredaran Darah.
Latihan yoga dapat membantu melancarkan peredaran darah sehingga
turut berperan mengendalikan tekanan darah dan mengendalikan detak
jantung.
c. Meningkatkan Kelenturan Tubuh.
Banyak gerakan dalam latihan yoga yang dapat meningkatkan kelenturan
gerakan tubuh karena melatih pergerakan otot dan ligamen (jaringan
penghubung otot dan tulang).
d. Meningkatkan kekuatan otot dan tulang.
Beberapa jenis latihan yoga menggunakan gerakan otot yang memiliki
efek seperti latihan beban sehingga melatih kekuatan otot dan menjaga
kepadatan tulang.

25
Intervensi senam yoga umumnya efektif dalam mengurangi berat badan,
tekanan darah dan kadar glukosa dan kolesterol tinggi serta fikiran dan relaksasi
fisik dan emosional. Senam yoga juga menstimulasi pengeluaran hormone
endorphin, hormone ini dihasilkan tubuh saat relaks/tenang yang berfungsi
sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak yang melahirkan rasa nyaman
dan meningkatkan kadar endorphin dalam tubuh untuk mengurangi tekanan
darah tinggi. ( Endang Triyanto, 2014).

Senam yoga terbukti dapat meningkatkan kadarb-edorphine dalam darah.


Ketika seseorang melakukan senam maka b-edorphine akan keluar dan ditangkap
oleh reseptor didalam hipotalamus dan system limbic yang berfungsi untuk
mengatur emosi. Peningkatkan b-edorphine terbukti berhubungan erat dengan
penurunan rasa nyeri, peningkatan daya ngat, kemampuan seksual, tekanan darah
dan pernapasan ( Sindhu dalam ending Triyanto, 2014).

Menurut penelitian putu (2009) ternyata senam yoga teratur selama 30-45
menit dan dilakukan 3-4 kali seminggu terbukti lebih efektif menurunkan
tekanan darah ( tekanan darah sistolik turun 4-8 mmhg).

3. Langkah-langkah Senam Yoga

Standart Operasional Prosedur Senam Yoga


Pengertian Senam yoga merupakan intervensi holistik yang
menggabungkan postur tubuh (asanas), teknik pernafasan
(pranayamas) dan meditasi (Kirschner, 2002). Gerakan-gerakan
yoga juga dapat memperlancar sirkulasi darah. Selain hal itu
yoga juga meningkatkan kekebalan tubuh (Shindu, 2006).
Tujuan 1. Membantu menurunkan tekanan darah.
2. Membantu melancarkan sirkulasi darah
Indikasi Dilakukan pada kondisi-kondisi seperti lansia yang mengalami :

1. Hipertensi Derajat 1
Kontra Yoga dihindari bila:
Indikasi
1. Lansia yang mengalami cacat fisik
2. Lansia yang dalam pengobatan
3. Lansia yang mengalami osteoporosis

26
Petugas Perawat
Alat – alat 1. Matras
bantu
Prosedur Persiapan pasien dan Lingkungan
1. Pasien dan keluarga diberikan penjelasan tentang
tindakan yang akan dilakukan
2. Menyiapkan masing masing matras yang disediakan
Persiapan perawat

1. Perawat menyiapkan diri


2. Atur posisi
3. Gerakan pertama pernafasan oase : berdiri
seimbang tangan diturunkan kemudian jari jari di jalin
secara longgar didepan badan, hirup napas sambil
mengangkat kedua tangan hingga ke depan mulut lalu
buang nafas dengan mengembalikan telapak tangan ke atas,
lalu angkat lengan ke atas sampai terasa pereganggan.
Ambil nafas lagi lalu turunkan tangan ke depan mulut,
balikkn tangan dan buang nafas. Lakukan gerakan 6 – 12
kali.
4. Gerakan kedua bidalasan (cat stretch) : Buang
napas, tarik otot perut (tak usah kuat-kuat) sambil
melengkungkan punggung ke atas. Rasakan peregangan
sepanjang tulang belakang, leher  dan pundak. Napas
lambat seiring gerakan. Dapat dilakukan sampai 2-3 set,
masing-masing terdiri dari 8 kali. Selingi istirahat  di antara
setiap set, yaitu duduk nyaman, boleh bersila atau
menyelonjorkan kaki.
Gerakan Bidalasana

27
5. Gerakan ke tiga janu sirsana : Buang napas,
bungkuk badan ke depan dan tangan menjangkau kaki
kanan. Ketika membungkuk, perut dibiarkan relaks, otot
jangan ditarik masuk. Masing-masing sisi 4 kali. Pada
hitungan ke-4, tetaplah pada pose membungkuk selama
kira-kira 3 tarikan dan hembusan napas dan rasakan perut
yang mengembang sesuai napas.
Gerakan Janu Sirsana

6. Gerakan ke empat Lying Twist : Caranya


dengan berbaring. Tekuk lutut kanan di atas perut.
Kemudian bawa ke lantai sebelah kiri badan. Diam dan
nikmatilah pose ini sesukanya. Gerakan ini dapat dilakukan
selama 1-2 menit. Biarkan napas berlangsung wajar,
rasakan dada kanan menjadi lega dan lapang. Lalu kerjakan
pada sisi lainnya.
Gerakan Lying Twist

28
7. Gerakan ke lima Nadi Shodan : Langkah-
langkahnya duduk sila di lantai atau bisa juga duduk di
kursi yang mantap, dengan telapak kaki menapak
lantai. Tutup lubang hidung kanan dengan ibu jari tangan
kanan, dan bernapas melalui lubang hidung sebelah kiri.
Lalu tutup hidung kiri dengan jari telunjuk, buka lubang
hidung sebelah kanan, dan keluarkan napas. Begitu
seterusnya secara bergantian. Mata terpejam. Bernapaslah
secara lambat, lembut, rata dan tak bersuara. Diamlah
sejenak antara napas masuk dan keluar, begitu juga antara
napas keluar dan masuk. Kerjakan hal ini 5 putaran.
Gerakan Nadi Shodan

Evaluasi Evaluasi secara umum :

a. Setelah dilakukan terapi pasien catat setiap keluhan masing


masing lansia
b. Menayakan gerakan yang belum di mengerti lansia
Dokumentas 1. Mencatat hasil terapi senam yoga
i 2. Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur.

29
3. Mencatat respon klien sebelum, selama dan sesudah
pelaksanaan prosedur.
Sikap 1. Sistematis.
2. Berkomunikasi.
3. Mandiri.
4. Teliti.
5. Menjaga privasi.
6. Sopan.
Daftar Kirschner. 2002. Yoga Untuk Kesehatan & Kekuatan. Bandung:
Pustaka CV. Pionir Jaya.
Shindu, Pujiastuti. 2013. Yoga Untuk Hidup Sehat. Bandung:PT
Mizan Pustaka

D. Konsep Lansia
1. Pengertian Lansia
Lansia adalah tahap akhir dalam proses kehidupan yang terjadi
banyak penurunan dan perubahan fisik, psikologis, sosial yang saling
nerhubungan satu sama lain, sehingga berpotensi ,menimbulkan masalah
kesehatan fisik maupun jiwa pada lansia. Lansia mengalami penurunan
biologis secara keseluruhan, dari penurunan tulang, massa otot yang
menyebabkan lansia mengalami penurunan keseimbangan yang beresiko
untuk terjadinya jatuh pada lansia ( Susilo, 2017).

2. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


Semakin bertambahnya umur manusia terjadi proses penuaan secara
degenerative yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri
manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan sosial
dan sexsual. Perubahan fisik yang terjadi pada lansia diantaranya :
a. Sistem Indra

30
Perubahan sistem penglihatan pada lansia erat kaitannya dengan
presbiopi. Lensa kehilangan elastisitas dan kaku. Otot penyangga lensa
lemah, ketajaman penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh atau
dekat berkurang, penggunaan kacamata dan sistem penerangan yang baik
dapat digunakanan.
Sistem pendengaran, presbiakusis (gangguan pada pendengaran)
oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga
dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara
yang tidak jelas, suara dimengerti kata-kata 50% terjadi pada usia diatas
60 tahun.
Sistem Integumen, pada usia lanjut mengalami atropi, kendur,
tidak elastis kering dan berkerut, kulit akan kekurangan cairan sehingga
terjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabka atropi
glandulasebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat
pada kulit dikenal dengan Liver spot. Perubahan kulit lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain angina dan matahari,
terutama dinar Ultraviolet.
b. Sistem Muskulokeletal
1) jaringan penghubung (Kolagen dan Elastin). Kolangen sebagai
pendukung antara pada kulit, tendon, tulang, kartilago, dan jaringan
pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.
Perubahan pada kolagen tersebut marupakan akibat turunnya
fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak seperti nyeri,
menurunkan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan
bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan dan hambatan
dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Upaya fisioterapi untuk
mengurangi dampak tersebut adalah memberikan latihan untuk
menjaga mobiltas.
2) Kartilago, jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami
granulasi dan akhirnya permukaan sendiri menjadi rata, kemudian
kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang
menjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada

31
persendia rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering terjadi
pada sendi besar penumpu berat badan perubahan itu sendi mangalami
peradangan , kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak, dan terganggunya
aktivitas sehari-hari.
3) Tulang : berkurannya kepadatan tulang setelah diobservasi adalah
bagian dari penuaan fisiologis Tra-berkula longitudinal menjadi tipis
dan trabekula transversal terabsorbsi kembali. Dampak berkurangnya
kepadatan akan mengakibatkan osteoporosis lebih lanjut
mengakibatkan nyeri, deformitas, dan fraktur
4) Otot : perubahan struktur otot pada penuaan sangat berfariasi,
penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan
pengubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.
Dampak perubahan morfologis pada otot adalah penurunan kekuatan,
penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan penurunan
kemampuan fungsional otot.
5) Sendi : pada lansia, jaringan ikat terikat sekitar sendi tendon, ligament
dan fasia mengalami penurunan elastisitas. Ligament, dan jaringan
periarkular mengalai penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadinya
degenerasi erosi dan klarifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi
kehilangan fleksibiltasnya sehingga terjadi penurunan luas dan gerak
sendi.
c. Sistem Kardiovaskuler dan Respirasi
1) Sistem kardiovaskuler
Masa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan
kemampuan peregangan jantung karena berubahan pada jaringan ikat
dan penumpukan lipofusin dan klasifiksi SA nude danjaringan
konduksi berubah menjad jaringan ikat.
2) Sistem Respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru
kapasitas total paru tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah
untuk mengkompensasi kenaikan ruang rugi paru , udara yang
mengalir ke paru berkurang.

32
d. Pencernaan dan Metabolisme
Pada lambung rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun), asam
lambung menurun, waktu mengosongkan menurun. Paristaltik lemah dan
biasanya timbul kontipasi. Fungsi absobsi melemah (daya absobsi
terganggu). Pada lansia kecenderungan terjadinya efek samping overdosis,
dan reaksi yang merugikan dari obat, oleh karena itu, meski tidak seperti
biasa nya dosis obat yang diberikan kepada lansia lebih kecil daripada
dewasa.
e. Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi
yang mengalami kemunduran contohnya laju filtrasi, eksresi, dan
reabsorbsi oleh ginjal.
f. Sistem saraf
Lansia mengalami pengalami penurunan koordinasi dan kemampuan
dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan perunana
presepsi sensori dan respon motoric pada susunan saraf pusatdan
penurunan reseptor proprioseftif.
g. Sistem Reproduksi
Perubahan sistem refroduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary
dan uterus. Terjadi atrofi payudara, pada laki-laki testis mesih dapat
memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara
berangsur-angsur.

3. Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia


Dikemukakan adanya empat penyakit yang sangat erat hubungannya
dengan proses menua menurut (Azizah, Lilik Ma’rifatul, 2011) yakni :
a) Gangguan sirkulasi darah, seperti : Hipertensi, kelainan pembuluh darah,
gangguan pembuluh darah diotak (coroner), dan ginjal
b) Gangguan metabolisme hormonal, seperti : diabetes militus,
klimakterium, dan ketidakseimbangan tiroid
c) Gangguan pada persendian, seperti : osteoarthritis, ataupun penyakit
kolagen lainnya

33
d) Berbagai macam neoplasma.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencana dan
pelaksana penelitian, dalam arti sempit desain penelitian adalah pengumpulan
data dan analisa data. (Moh. Nazir, 1988 p.99). Sedangkan menurut (Moleong,
2014 p.71) desain adalah pedoman atau prosedur serta teknik dalam perencanaan
penelitian yang betujuan untuk membangun strategi yang berguna untuk
membangun strategi yang menghasilkan model penelitian.
Penelitian ini akan digunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus.
Adapun yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain sebagainya.
Secara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa

34
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah (Haris, 2014:9).
Metode studi kasus adalah sebuah metode penelitian yang secara khusus
menyelidiki fenomena kontemporer yang terdapat dalam konteks kehidupan
nyata, yang dilaksanakan ketika batasan-batasan antara fenomena dan
konteksnya belum jelas, dengan menggunakan berbagai sumber data. Dalam
kaitannya dengan waktu dan tempat, secara khusus (Yin, 2003, 2009)
Sedangkan studi kasus atau penelitian kasus (case study) adalah penelitian
tentang status subjek penelitian yang berkenan dengan suatu fase spesifik atau
khas dari keseluruhan personalitas. Subjek penelitian dapat saja individu,
kelompok, lembaga, maupun masyarakat. Tujuan studi kasus adalah untuk
memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta
karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang
kemudian dari sifat-sifat khas diatas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum
(Moh. Nazir, 2009 p.57). Rancangan studi kasus ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran secara jelas bagaimana tekanan darah sebelum dan
sesudah dilakukan implementasi latihan Senam Yoga terhadap tekanan darah
pada lansia dengan hipertensi.

B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian merupakan sumber data yang dimintai informasinya sesuai
dengan masalah penelitian. Adapun yang dimaksud sumber data dalam penelitian
adalah subjek darimana data diperoleh (Baharudin, 2012 : hal 14).
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah pasien lansia dengan
Hipertensi. Teknik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling yakni suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di
antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam
penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang
telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2016 p.174).
Kriteria yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah lansia dengan
penyakit Hipertensi. Dalam penelitian ini partisipan yang akan dilibatkan adalah
dua orang klien dengan diagnosis yang sama. Adapun yang menjadi alasan

35
partisipan yang dilibatkan dua orang klien karena peneliti mempertimbangkan
keterlibatan waktu, tenaga dan biaya.

1. Kriteria Inkulsi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. Pertimbangan ilmiah harus
menjadi pedoman saat menentukan kriteria inklusi. (Nursalam, 2016 p.172).
Yang termasuk dalam kriteria inklusi dalam peneltian ini diantaranya :
a. Lansia yang berobat di Wilayah kerja Puskesmas Cianjur Kota.
b. Lansia yang bersedia menjadi Partisipan.
c. Lansia yang usia nya lebih dari 60 tahun keatas
d. Lansia yang tanpa indikasi dan komplikasi.
2. Kriteria Eklusi
Kriteria eklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab, antara lain
terdapat keadaan atau penyakit yang mengganggu pengukuran maupun
interpretasi hasil, terdapat keadaan yang mengganggu kemampuan
pelaksanaan, hambatan etis, subjek menolak berpartisipasi (Nursalam, 2016
p.173). Yang termasuk dalam kriteria eklusi dalam penelitian ini
diantaranya:
a. Lansia yang tidak berobat di Wilayah Kerja Puskesmas Cianjur Kota.
b. Lansia yang tidak bersedia menjadi partisipan.

C. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Cianjur Kota.
Proposal penelitian ini dimulai dengan pengajuan judul pada bulan Maret tahun
2020 kemudian dilanjutkan dengan menyusun proposal secara berkala dari mulai
bab I sampai bab III dan penyerahan laporan penelitian dilakukan pada akhir
April 2020.

D. Setting Penelitian

36
Setting penelitian dapat dinyatakan sebagai situasi sosial penelitian yang
ingin diketahui apa yang terjadi di dalamnya. Pada objek penelitian ini, peneliti
dapat mengamati secara mendalam aktivitas (activity) orang-orang (actors) yang
ada pada tempat (place) tertentu (Sugiyono, 2017 p. 215).
Setting penelitian ini akan dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Cianjur
Kota.

E. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti antara lain :

1. Metode Wawancara
Metode wawancara merupakan percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu pewawancara yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas
pertanyaan tersebut. Dalam penelitian kualitatif, wawancara menjadi metode
pengumpulan data yang utama. Sebagai besar data diperoleh melalui
wawncara (Haris, 2014:118).
Dalam metode ini peneliti akan melakukan anamnesis dengan fokus
pertanyaan : pengkajian identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga, dan lain-lain.
2. Metode Observasi
Metode observasi merupakan suatu kegiatan mencari data yang dapat
digunakan untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis. Penelitian ini
menggunakan metode pengumpulan data observasi, yang meninjau langsung
keadaan responden. Dalam proses penelitian menggunakan metode observasi
partisipatif ini dilakukan ditempat tinggal responden dengan melakukan
observasi tanda-tanda vital, pemeriksaan head to toe dan pola makan
responden, dimana peneliti melihat keadaan umum dan peningkatan berat
badan. Metode ini dilakukan bersamaan dengan metode wawancara (Haris,
2014:131).
Dalam penelitian ini, Peneliti juga akan menggunakan metode
pengumpulan data observasi, yang meninjau langsung keadaan responden.

37
Dalam hal ini peneliti dapat mengetahui kondisi tempat tinggal, status
kesehatan, dan keadaan psikologis responden.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan cara pengumpulan data penelitian melalui
dokumen (data sekunder) seperti data statistic, status pemeriksaan pasien,
rekam medic, laporan, dan lain-lain (Hidayat, 2017:85).
Peneliti akan menggunakan pengumpulan data dengan metode studi
dokumen karena dokumen memberi informasi tentang situasi yang tidak
dapat diperoleh langsung melalui observasi langsung atau wawancara.
Sejumlah besar data yang tersimpan dalam bahan yang berbentuk
dokumentasi.
Peneliti akan melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan
berdasarkan pada lima pokok asuhan keperawatan yaitu, pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
keperawatan, dan evaluasi keperawatan, dan melihat status klien yang
sebelumnya sudah meminta izin pada kepala Puskesmas.
4. Studi pustaka
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari buku-
buku referensi, laporan-laporan, majalah-majalah, jurnal-jurnal dan media
lainnya yang berkaitan dengan obyek penelitian. Metode penulisan yang
digunakan dalam karya tulis ilmiah ini adalah studi pustaka, yakni pencarian
sumber dan opini pakar tentang suatu hal yang berkaitan dengan tujuan
penelitian (Djiwandono, 2015:27).
Dalam penelitian ini akan menggunakan metode pengumpulan data
melalui wawancara, observasi, dokumentasi, dan studi pustaka. Peneliti
melakukan awal penelitian dengan mengobservasi atau perkenalan dengan
partisipan kemudian peneliti merancang daftar pertanyaan agar wawancara
dapat berjalan dengan baik. Melalui wawancara mendalam kepada partisipan
dapat memebrikan jawaban sesui dengan kondisi yang dirasakan, selain dari
hasil wawancara penulis mendapatkan data melalui dokumen atau status
pemeriksaan pada pasien yang bersangkutan.

38
F. Metode Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data/informasi yang
diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data dengan validitas tinggi.
Disamping integritas peneliti (karena peneliti menjadi instrument utama) maka
uji keabsahan data dapat menggunakan triangulasi sumber/metode. Methological
triangulation, yaitu penggunaan multimetode untuk mempelajari topic
tunggal/kasus tunggal. Multimetode yang dimaksudkan misalnya
menggabungkan antara metode kualitatif dengan kuantitatif dalam kasus tunggal.
Hal ini sering disebut juga dengan metode gabungan (Haris, 2014:204).
Keabsahan hasil penelitian merupakan kredibilitas hasil riset dan kekuatan
ilmiah yang digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dibahas dengan
strategi yang disusun untuk meningkatkan validitas dan reabilitas. Untuk itu
digunakan :
1. Memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan.
2. Sumber informasi menggunakan triangulasi sumber utama yakni pasien,
perawat, dan keluarga partisipan yang berhubungan dengan masalah
hipertensi dikalangan lansia.
Menurut (Maleong, 2010 p.330), triangulasi sebagai gabungan atau
kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji fenomena yang saling
terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda.
Pengujian keabsahan data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan:
a. Triangulasi metode
Akan dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data
dengan cara yang berbeda. Dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan
metode wawancara, observasi dan survey. Triangulasi tahap ini dilakukan
jika data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau informan penelitian
diragukan kebenarannya (pasien, perawat, keluarga).
b. Triangulasi sumber data
Menggali kebenaran informal tertentu melalui berbagai metode dan
sumber perolehan data. Misalnya selain wawancara dan observasi, peneliti
bisa menggunakan observasi terlibat, catatan resmi, catatan atau tulisan

39
pribadi, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan
gambar atau foto.
c. Pengecekan anggota
Akan dilakukan dengan cara menunjukkan data atau informan,
termasuk interpretasi peneliti, yang telah disusun dalam format catatan
lapangan. Catatan lapangan tersebut dikonfirmasi langsung dengan informan
untuk mendapatkan komentar dan melengkapi informan yang lain yang
dianggap perlu. Komentar dan tambahan informasi tersebut dilakukan
terhadap informan yang diperkirakan oleh peneliti.
d. Diskusi teman sejawat
Akan dilakukan terhadap orang menurut peneliti memiliki
pengetahuan dan keahlian yang relevan, agar data dan informasi yang telah
dikumpulkan dapat didiskusikan dan dibahas untuk menyempurnakan data
penelitian.

G. Metode Analisa Data


Metode analisis, dalam penelitian kualitatif, penulisan deskriptif sebagaimana
yang dikemukakan oleh Moleong (2009) mengikuti prosedur sebagai berikut:
1. Analisis deskriptif dengan mengembangkan kategori-kategori yang relevan
dengan tujuan
2. Penafsiran atas hasil analisis deskriptif dengan berpedoman dengan teori
yang sesuai
3. Mengacu pada pendapat tersebut, maka dalam penelitian ini data yang
terkumpul diolah dan diinterpretasikan secara kualitatif dengan maksud
menjawab masalah penelitian. Data tersebut ditafsirkan menjadi kategori-
kategori yang berarti menjadi bagian dari teori atau mendukung teori yang
diformulasikan secara deskriptif.

ANALISIS PICOT
Format PICOT adalah suatu pendekatan yang sangat membantu dalam
meringkas pertanyaan penelitian yang mengungkap efek dari terapy (Andrea &
Jason, 2012 p.341).

40
P : Problem/pasien (seperti apa karakteristik pasien atau poin-poin
pentingnya saja, hal-hal yang berhubungan atau relevan). Pada
penelitian ini, klien yang akan diteliti pasien Lansia dengan
Hipertensi
I : Intervension (berisikan hal berhubungan dengan intervensi yang
diberikan pada pasien). Aplikasi tindakan yang akan dilakukan
adalah Senam Yoga pada Lansia dengan Hipertensi.
C : Comparison (perbandingan intervensi/hal yang dapat menjadi
alternatif intervensi yang digunakan/perbandingan tindakan yang
lain/korelasi hubungan dari intervensi). Membandingkan tekanan
darah sebelum dan sesudah melakukan senam yoga. Menurut
peneliti Putu (2009) ternyata senam yoga teratur selama 30-45
menit dan dilakukan 3-4 kali seminggu terbukti lebih efektif
menurunkan tekanan darah (tekanan darah sistolik turun 4-8
mmhg). Dalam jurnal “Aplikasi Senam Yoga Terhadap Penurunan
Tekanan Darah Pada Lansia” (Kurniati Maya Sari, WD, Netty
Herawati 2018).
O : Outcome (hasil/harapan yang kita inginkan dari intervensi yang
diberikan). Hasil yang diharapakan Tekanan Darah menurun atau
berada pada rentang normal.
T : Time & Teori (waktu). Dalam jurnal ini tidak ditunjukkan kapan
penelitian dilakukan. Dan teori menurut Kurniati Maya Sari, WD,
Netty Herawati pada tahun 2018 pada jurnal “Pengaruh Senam
Yoga Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia”. Hasilnya
Senam Yoga berpengaruh pada penurunan Tekanan Darah pada
pasien hipertensi. (Kurniati MS, WD dan Netty H 2018).

H. Etik Penelitian
Etik penelitian mencakup perilaku peneliti atau perlakuan peneliti terhadap
suyek penalitian serta sesuatau yang dihasilkan oleh peneliti bagi masyarakat
(Notoatmojo,2010). Etik dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting
dalam pelaksanaan sebuah penelitian mengingat penelitian keperawatan akan

41
berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etik penelitian harus
diperhatikan karena manusia mempunyai hak asasi dalam kegiatan penelitian.
Sebelum melakukan penelitian peneliti mengajukan surat permohonan izin
untuk dapat melakukan penelitian di Puskesmas Cianjur Kota. Secara umum
prinsip etik penelitian ada tiga yaitu : informed consent, anonymity,
confidentiality serta ditambah dengan beneficience dan non malefiecience.
Setelah ada persetujuan barulah penelitian ini dilakukan dengan menekankan
pada masalah kesehatan.
Pada penelitian ini dicantumkan etika yang menjadi dasar penyusunan studi
kasus yang terdiri dari :
1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan
memberikan lembar persetujuan untuk menjadikan responden. Tujuan
informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka subjek
harus menandatangani lembar persetujuan. Jika partisipan tidak bersedia,
maka peneliti harus menghormati hak pasien. Beberapa informasi yang
harus ada dalam informed consent tersebut antara lain : partisipasi pasien,
tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen,
prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat,
kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain (Hidayat,
2011).
Dalam penelitian ini peneliti akan memberikan lembar persetujuan
kepada partisipan yang akan diteliti, peneliti menjelaskan maksud dari
penelitian serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengumpulan data. Jika responden bersedia, maka harus menandatangani
surat persetujuan penelitian, jika responden menolak untuk diteliti maka
peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.
2. Anonimity (Tanpa Nama)

42
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek peneliti dengan cara tidak memberikan
atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan atau harus penelitian yang
akan disajikan (Hidayat, 2011).
Pada penelitian ini, untuk menjaga kerahasiaan identitas klien, serta
menjaga privasi yang dimiliki klien, peneliti tidak mencantumkan nama
dan lembar pengumpulan data, cukup dengan menggunakan inisial dan
telah disepakati oleh klien.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2011)
Pada penelitian ini, peneliti akan menerapkan etik kerahasiaan ini
dengan tidak menyebarluaskan dokumentasi asuhan keperawatan maupun
dokumentasi berbentuk bukti penelitian diluar kepentingan penelitian.
4. Benefisience (Manfaat Penelitian)
Masalah ini merupakan masalah etik dengan melakukan sesuatu yang
baik, kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan,
penghapusan kesalahan dan peningkatan kebaikan oleh dari dan orang
lain (Hidayat, 2011)
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan tindakan senam yoga
pada lansia dengan manfaat untuk klien yaitu menurunkan tekanan darah
dan manfaat untuk peneliti sendiri yaitu menambah pengetahuan dan
pengalaman.
5. Malefisience (Ketidaknyamanan)
Masalah ini merupakan masalah etik dengan tidak menimbulkan
bahaya atau cedera secara fisik atau psikologis (Hidayat, 2011).
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan tindakan menurunkan
tekanan darah dengan melakukan senam yoga, tidak menggunakan alat

43
berbahaya yang dapat menimbulkan cedera bagi klien. Peneliti juga akan
meminta bimbingan dari pihak puskesmas agar tidak menimbulkan
ketidaknyamanan atau kerugian pada klien.

44
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2002.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC

Johan Devina, 2011. Pengaruh Senam Yoga Terhadap Penurunan Tekanan Darah
Padalansia Yang Mengalami Hipertensi Di WilayahKerja Puskesmas Air
Dingin Padang Tahun 2011.Skripsi Fakultas Keperawatan Universitas
Andalas.
Manungtung, Alfeus. 2018. Terapi perilaku kognitif pada pasien hipertensi.
Malang : wineka media.
Notoadmodjo, Soekidjo, 2010 Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta Rineka
Sasmita Andri. 2007 Pengaruh Latihan Hatha Yoga Selama 12 Minggu Terhadap
Tekanan Darah Diastol Dan Sistol Wanita Berusia 50 Tahun Keatas .Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.
TriyantoEndang. 2014. Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi. Graha
Ilmu Yogyakarta.

45
MENARA Ilmu Vol. XII, No. 3 April 2018

PENGARUH SENAM YOGA TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH


PADA LANSIA DI KELURAN KAMPUNG JAWA WILAYAH KERJA
PUSKESMAS TANJUNG PAKU KTA SOLOK TAHUN 2017
Kurniati Maya Sari, WD1) Netty Herawati1)
1
Akademi Keperawatan YPTK Solok
Email: kurniatimayasarinia@gmail.com

Abstract

The purpose of the study was to identify the influence of yoga gymnastics on the decrease of blood
pressure in elderly with hypertension in Kampung Jawa sub-district in Tanjung Paku public Health
Center service Area of Solok City in 2016. This research type is quasi experiment with research
design One group pretest post test design with sample number 13 people with technique of
purposive sampling. The results showed that the average systolic blood pressure before classical
music therapy was 153.08 mmHg and after classical music therapy there was a decrease in systolic
blood pressure where the mean systolic blood pressure was 142.31 mmHg with p-value = 0.000
(<0, 05). This number indicates that there is a significant effect between systolic blood pressure
before and after yoga gymnastic therapy. It is expected that elderly patients with hypertension
know the benefits and apply yoga exercises that can smooth blood flow, It is expected to facilitate
nursing care in people with high blood pressure using yoga practice as a complomenter treatment.
Keywords: gymnastic yoga, elderly, hypertension, blood pressure

PENDAHULUAN
Angka harapan hidup merupakan salah satu indikator atau penilaian derajat kesehatan suatu negara
dan digunakan sebagai acuan dalam perencanaan program kesehatan. (Pujiastuti,2013). Seiring
dengan pertambahan usia terjadinya perubahanperubahan secara fisiologis pada lansia yang disertai
dengan munculnya berbagai masalah kesehatan yang menyebabkan tingginya penyakit degeneratif,
penyakit ini membawa konsekuensi terhadap perubahan dan gangguan pada sistem kardiovaskuler
antara lain penyakit hipertensi ( Darmojo,2009).
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah diatas normal, jika hipertensi ini terjadi
secara terus menerus menyebabkab meningkatnya resiko terhadap stroke, serangan jantung, gagal
jantung, dan gagal ginjal kronik.( Puspitorini, 2009). Penyakit hipertensi salah satu penyakit paling
mematikan di dunia, sebanyak 1 miliyar orang di dunia atau 1 dari 4 orang dewasa menderita
penyakit hipertensi dan diperkirakan jumlah penderita hipertensi akan meningkat menjadi 1,6
milyar menjelang tahun 2025 (Pudiastuti, 2013).
Berdasarkan Riskesda, 2010 (dalam Triyanto,2014) prevelensi hipertensi di Indonesia mencapai
31,7% dari populasi populasi usia 18 tahun keatas, sedangkan di Sumatera Barat tahun 2013 pada
umur ≥ 18 tahun sebesar 22,6%. Di Kota Solok Jumlah Penderita hipertensi di 4 puskesmas yang
ada dikota Solok, puskesmas Tanjung Paku yang paling banyak lansia yang menderita hipertensi
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table dibawah ini:

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 45


E-ISSN 2528-7613
MENARA Ilmu Vol. XII, No. 3 April 2018

Tabel. 1
Distribusi Frekuensi Lansia yang Hipertensi di Wilayaah Kerja
Puskesmas Tanjung Paku dari Bulan Januari – Maret 2016

No. Nama Kelurahan Jumlah Lansia


Hipertensi
1. Kampung jawa 68
2. PPA 51
3. Tanjung Paku 47
4. Koto Panjang 41
Total 207
Sumber :Data pencatatan kegiatan usia lanjut di Puskesmas Tanjung Paku 2016
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa lansia yang terbanyak menderita hipertensi adalah
dikelurahan Kampung Jawa yaitu sebesar 68 lansia.Penyakit hipertensi jika tidak segera diatasi
dapat berakibat fatal terhadap penderitanya, maka perlu dilakukan penatalaksanaan penyakit
hipertensi, baik secara terapi farmakologi maupun secara non farmakologi. Dalam terapi
farmakologi beberapa obat golongan beta-blocker dapat menimbulkan efek samping (Puspitarini,
2009). Sejauh penggunan obat farmakologi memberikan efek samping perlu di upayakan
penatalaksanaan secara non farmakologi seperti mengatur pola hidup sehat dan merubah gaya
hidup serta senam aerobic dan yoga.
Senam yoga merupakan olah raga yang berfungsi untuk penyelarasan pikiran, jiwa dan fisik
seseorang. Senam yoga adalah sebuah aktifitas dimana seseorang memusatkan seluruh pikiran
untuk mengontrol panca indra dan tubuh secara keseluruhan. Senam yoga bias juga
menyeimbangkan tubuh dan fikiran (Johan Devina, 2011). Senam yoga merupakan intervensi
holistic yang menggabungkan postur tubuh (asanas), teknik pernapasan (pramayamus) dan meditasi
(S. Sasmita Andri. 2007). Intervensi senam yoga umumnya efektif dalam mengurangi berat badan,
tekanan darah dan kadar glukosa dan kolesterol tinggi serta fikiran dan relaksasi fisik dan
emosional. Senam yoga juga menstimulasi pengeluaran hormone endorphin, hormone ini
dihasilkan tubuh saat relaks/tenang yang berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi
otak yang melahirkan rasa nyaman dan meningkatkan kadar endorphin dalam tubuh untuk
mengurangi tekanan darah tinggi. ( Endang Triyanto, 2014)
Senam yoga terbukti dapat meningkatkan kadarb-edorphine dalam darah. Ketika seseorang
melakukan senam maka b-edorphine akan keluar dan ditangkap oleh reseptor didalam hipotalamus
dan system limbic yang berfungsi untuk mengatur emosi. Peningkatkan b-edorphine terbukti
berhubungan erat dengan penurunan rasa nyeri, peningkatan daya ngat, kemampuan seksual,
tekanan darah dan pernapasan ( Sindhu dalam ending Triyanto, 2014). Menurut penelitian putu
(2009) ternyata senam yoga teratur selama 30-45 menit dan dilakukan 3-4 kali seminggu terbukti
lebih efektif menurunkan tekanan darah ( tekanan darah sistolik turun 4-8 mmhg).
Berdasarkan uraian diatas, maka perlunya terapi untuk membantu lansia dalam mengatasi masalah
kesehatannya dengan melakukan pengobatan atau terapi non farmakologi.Untuk itu penulis tertarik
meneliti “pengaruh seman yoga terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok tahun 2016.

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 45


E-ISSN 2528-7613
MENARA Ilmu Vol. XII, No. 3 April 2018

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, menggunakan desain quasi eksperiment
dengan rancangan penelitian One group pretest post tests design .Penelitian ini merupakan
eksperimental dengan rancangan yang digunakan adalah one group pretest posttest design.
Rancangan ini juga tidak ada kelompok pembanding (kontrol), tetapi paling tidak sudah dilakukan
observasi pertama (pretest) yang memungkinkan menguji perubahan – perubahan yang terjadi
setelah adanya eksperimen ( program ) (Notoadmojo,2012:57).
Penelitian dilakukan di Kelurahan Kampung Jawa di Wilayah Puskesmas Tanjung Paku
2017. Populasi dalam penelitian ini adalah lansia dengan hipertensi di Kelurahan Kampung Jawa
wilayah kerja Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok. peneliti menggunakan teknik purposive
sampling yaitu pengambilan sampel didasarkan pada sesuatu pertimbangan tertentu yang dibuat
oleh peneliti sendiri berdasarkan sifat atau ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
Suatu pertimbangan yang dilakukan oleh peneliti dalam memilih responden adalah dengan kriteria
tertentu berdasarkan masalah yang ada dengan jumlah sampel 13 orang lansia. Variabel
Independent pada penelitian ini yaitu Terapi senam yoga dan variabel Dependent yaitu tekanan
darah. Analisa data yang dilakukan dengan analisa univariat dan bivariat.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian tentang pengaruh terapi senam yoga terhadap penurunan tekanan darah pada lansia
dengan hipertensi di Kelurahan Kampung Jawa Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku Kota
Solok

Tabel 2
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Variabel Frekuensi %

1. Jenis Kelamin
a. Laki-Laki 3 23,1
b. Perempuan 10 76,9
2. Pendidikan
a. Tidak sekolah 2 15,4
b. SD 5 38,4
c. SMP 4 30,8
d. SMA 2 15,4
JUMLAH 13 100%

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah lansia berjenis kelamin Perempuan 10
orang (76,9%), sedangkan laki-laki 3 orang (23,1%). Karakteristik responden berdasarkan
tingkat pendidikan menunjukkan bahwa lansia yang terbanyak adalah SD sebanyak 5
orang (38,4%), sedangkan SMA dan SD merupakan jumlah paling sedikit yaitu
masingmasing 1 orang (15,4%).

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 45


E-ISSN 2528-7613
MENARA Ilmu Vol. XII, No. 3 April 2018

Tabel 3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tekanan Darah Sistolik
Sebelum Dilakukan Terapi Senam Yoga

No Responden Tekanan Darah Sistole Sebelum


Intervensi
1 170
2 150
3 180
4 140
5 150
6 140
7 150
8 140
9 160
10 150
11 160
12 140
13 160
Nilai Maks 179
Nilai Min 140
Median 150,00
Mean 153,08
SD 12.506

Berdasarkan tabel 2 diketahui rata-rata tekanan darah sistolik sebelum terapi senam yoga
adalah 153,08 mmHg dengan standar deviasi 12.506 dan nilai median 150,00 Tekanan darah
sistolik terendah sebelum intervensi adalah 140 dan tekanan darah sistolik tertinggi 179.

Tabel 4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tekanan Darah Sistolik
Setelah Dilakukan Terapi Senam Yoga

No Responden Tekanan Darah Sistol setelah Intervensi


1 160
2 130
3 170
4 140
5 140
6 130
7 140
8 130
9 150
10 130
11 150
12 130
13 150
Nilai Maks 169
Nilai Min 130

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 45


E-ISSN 2528-7613
MENARA Ilmu Vol. XII, No. 3 April 2018

Median 140,00
Mean 142,31
SD 13,009

Berdasarkan tabel diatas diketahui rata-rata tekanan darah sistolik setelah terapi sanam yoga
menjadi 142,31 mmHg dengan standar deviasi 13,009 dan nilai median 140,00. Tekanan
darah sistolik terendah setelah intervensi adalah 130 dan tekanan darah sistolik tertinggi 169.

Tabel 5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tekanan Darah Sistolik
Sebelum Dan Setelah Dilakukan Terapi Senam Yoga

No Tekanan Darah Sistole Tekanan Darah Sistole Selisih


Responden Sebelum Intervensi setelah Intervensi
1 170 160 10
2 150 130 10
3 180 170 10
4 140 140
5 150 140 10
6 140 130 10
7 150 140 10
8 140 130 10
9 160 150 10
10 150 130 10
11 160 150 10
12 140 130 10
13 160 150 10
Nilai Maks 179 169 10
Nilai Min 140 130
Median 150,00 140,00
Mean 153,08 142,31
SD 12.506 13,009

Berdasarkan Tabel 5 diketahui rata-rata tekanan darah sistolik sebelum terapi senam yoga
adalah 153,08 mmHg dengan standar deviasi 12,506 dan nilai median 150,00. Setelah terapi
senam yoga terjadi penurunan tekanan darah sistolik dimana rata-rata tekanan darah sistolik
menjadi 142,31 mmHg dengan standar deviasi 13,009 dan nilai median 140,00. Tekanan
darah sistolik terendah sebelum intervensi adalah 140 dan tekanan darah sistolik tertinggi 179
sedangkan tekanan darah sistolik terendah setelah intervensi adalah 130 dan tekanan darah
sistolik tertinggi 169.

Tabel 6 Uji
Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 45


E-ISSN 2528-7613
MENARA Ilmu Vol. XII, No. 3 April 2018

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

sistolepre .213 13 .111 .885 13 .082


sistolepost .213 13 .111 .862 13 .051
a. Lilliefors Significance Correction

Dari Table 5 menunjukkan bahwa hasil uji normalitas yang diperoleh, semuanya lebih
besar dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. Berdasarkan hasil uji normalitas data tersebut, diketahui data
berdistribusi normal sehingga analisis data yang digunakan adalah uji Paired T-test.

Tabel 7
Distribusi frekuensi Perbedaan Tekanan Darah Sistolik Sebelum
Dan Setelah Terapi Senam Yoga

Variabel Mean SD SE P Value n

TD Sistole Sebelum 153,08 12,506 3.469


0,000 13

TD Sistole Sesudah 142,31 13,009 3.608

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui rata-rata tekanan darah sistolik sebelum terapi senam
yoga adalah 153,08 mmHg dengan standar deviasi 12,506 Setelah terapi senam yoga terjadi
penurunan tekanan darah sistolik dimana rata-rata tekanan darah sistolik menjadi 142,31 mmHg
dengan standar deviasi 13,009. Dan perbedaan tekanan darah sebelum dan setelah terapi senam
yoga pada lansia hipertensi didapatkan nilai pvalue=0,000 (<0,05). Angka ini menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara tekanan darah sistolik sebelum dan setelah terapi senam
yoga.

PEMBAHASAN
Karakteristik Responden Berdasarkan Tabel 2 memperlihatkan sebagian besar penderita
hipertensi 76,9% adalah kalangan perempuan, dan sebagian kecil adalah kalangan laki-laki sebesar
23,1%.Hasil penelitian ini sesuai dengan teori bahwa tekanan darah tinggi lebih sering terjadi pada
perempuan dibandingnkan dengan laki-laki (Palmer & Williams, 2007). Hasil penelitian
menunjukkan mayoritas Lansia penderita Hipertensi di Keluran Kampung Jawa memiliki
pendidikan SD yaitu 5 orang (38,4%), sedangkan SMA dan SD merupakan jumlah paling sedikit
yaitu masing-masing 1 orang (15,4%).
Perbedaan Perbedaan Rata-rata Tekanan Darah Lansia Hipertensi Sebelum Dan Setelah Terapi
Senam Yoga rata-rata tekanan darah sebelum dan setelah diberikan latihan yoga menunjukkan
bahwa hasil pengukuran tekanan darah sebelum latihan yoga dari 153,08 mmHg. Sedangkan hasil
pengukuran tekanan darah sistolik setelah latihan yoga dapat dilihat bahwa hasil pengukuranya
mengalami penurunan yaitu 142,31 mmHg. Tabel tersebut menggambarkan bahwa tekanan darah

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 45


E-ISSN 2528-7613
MENARA Ilmu Vol. XII, No. 3 April 2018

diastole setelah perlakuan mengalami penurunan dan ada juga yang mengalami peningkatan
tekanan darah diastolik. tetapi setelah latihan yoga diberikan tekanan darahnya mengalami
penurunan
Pengaruh terapi senam yoga terhadap tekanan darah lansia hasil uji menggunakan Paired t-test
yang dilakukan antara tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah perlakuan didapatkan nilai p-
value 0,000 < α (0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima pada
tekanan sistolik atau ada pengaruh latihan yoga terhadap perubahan tekanan darah responden.
Hasil uraian diatas dapat disimpulkan bahwa latihan yoga berpengaruh terhadap penurunan tekanan
darah sistolik penderita hipertensi. Selain itu menurut jurnal yang dikemukakan oleh Hagins.,,et.al
(2013) yang berjudul ” Effectiveness Of Yoga For Hypertension” dengan menggabungkan 3 unsur
dari latihan yoga (postur, meditasi, dan pernafasan) yang melibatkan 18 orang dewasa dengan
hipertensi, dapat menurunkan tekanan darah sitolik 7 mmHg, dan tekanan diastolik 5 mmHg.
Hal ini sesuai dengan jurnal yang dikemukakan oleh Cramer., et al., (2014) dengan judul “ Yoga
For Hypertension” bahwa pemberian yoga yang dilakukan secara rutin dapat berpengaruh secara
signifikan terhadap perubahan tekanan darah pada penderita hipertensi. Dalam penelitian ini
olahraga yang dilakukan yaitu yoga dengan mencakup gerakan duduk dalam postur duduk yoga
untuk berlatih pernafasan (melatih paru-paru dan menenangkan jantung, juga sebagai teknik
pemusatan pikiran), dilanjutkan dengan melakukan asana ringan sebagai pemenasan, dilanjutkan
dengan Savasana (Postur Mayat) dan diakhiri dengan kembali dalam Postur Duduk untuk
mengheningkan pikiran (Meditasi).
Menurut Sindhu (2014), bahwa berlatih yoga setiap hari dapat memperlancar peredaran darah,
karena rasa rileks yang didapat dari yoga membantu kelancaran sirkulasi darah dalam tubuh,
sehingga sangat bermanfaat bagi penderita hipertensi. Yoga ini terbukti dapat meningkatkan kadar
b-endhorpin empat sampai lima kali didalam darah. Ketika seseorang melakukan latihan, maka b-
endorphin akan keluar dan ditangkap oleh reseptor didalam hiphothalamus dan sistem limbik yang
berfungsi untuk mengatur emosi. Peningkatan bendorphin terbukti berhubungan erat dengan
tekanan darah dan pernafasan (Sindhu, 2006).
Penurunan pada tekanan darah disebabkan karena relaksasi pada yoga prinsipnya adalah
memposisikan tubuh dalam kondisi tenang, sehingga akan mengalami relaksasi dan pada akhirnya
akan mengalami kondisi keseimbangan, dengan demikian relaksasi pada yoga berintikan pada
pernafasan yang akan meningkatkan sirkulasi oksegen ke otot-otot, sehingga otot-otot akan
mengendur, tekanan darah akan menurun (Sindhu, 2014).

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dilihat dari perbedaan hasil
pengukuran tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan latihan yoga terhadap perubahan pada
tekanan darah lansia terdapat nilai yang signifikan. Perubahan tekanan darah itu ditandai dengan
adanya penurunan tekanan darah dengan dilakukanya latihan yoga.

UCAPAN TERIMA KASIH


Segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT, atas segala karuniaNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa
terwujudnya penelitian ini tidak terlepas dari adanya kesempatan, dorongan dan dukungan berbagai

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 45


E-ISSN 2528-7613
MENARA Ilmu Vol. XII, No. 3 April 2018

pihak, oleh karena itu perkenankan penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada: Bapak Magzaiben Zainir selaku Ketua Yayasan YPTK Sumbar Padang. Direktorat Riset
dan Pengabdian kepada masyarakat Pendidikan Tinggi (RISTEKDIKTI) yang telah membantu baik
berupa moril dan dukungan.

DAFTAR PUSTAKA
Murugesan R, Govindarajulu N, 2000. Effect Of Selected Yogic Pravtice On Management Of
Hyipertention. Department OfPhisical Education Pondicheri University India.
Shanta kumari N, 2012. Effectof A Yoga Practice on Hypertensive Diabetic Patient Jurnal Of
Advance Internal Medicine.
Santaella Danillo Et all 2014,Yoga Relaxation (savasana) decreases cardiac sympathovagal
balance in hypertensive patients. JournlOf Medical Express California. USA.
S. Sasmita Andri. 2007 Pengaruh Latihan Hatha Yoga Selama 12 Minggu Terhadap Tekanan
Darah Diastol Dan Sistol Wanita Berusia 50 Tahun Keatas .Skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang.
Johan Devina, 2011. Pengaruh Senam Yoga Terhadap Penurunan Tekanan Darah Padalansia
Yang Mengalami Hipertensi Di WilayahKerja Puskesmas Air Dingin Padang Tahun
2011.Skripsi Fakultas Keperawatan Universitas Andalas
Oktavia Devi, 2012.Pengaruh Latihan Yoga Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lanjut
Usia (Lansia) Di Panti Wreda Pengayoman “Pelkris” Dan Panti Wreda Omega Semarang
.
Cramer.H.,Haller.H., Lauche.R., Steckhan.N., Michalsen.A., Dobos.G., 2014., Yoga For
Hypertension., American Journal Of Hypertension., ajh.oxfordjournals.org/content/early/2
014/05/01/ajh.hpu078., Diakses tanggal 17 April 2015.
Hagins., M., States.R., Selfe.T., Innes.K., 2013., Effectiveness Of Yoga For Hypertension.,
Hindawi., www.hidawi.com/journals/ecam/2013 /649836/citations/., Vol.2013., Diakses
tanggal 17 April 2015.
TriyantoEndang. 2014. Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi. Graha Ilmu
Yogyakarta.
Maryam, R Siti, 2008, Mengenal usia lanjut dan perawatannya.Jakarta Rineka Cipta.
Sindhu,. (2014). Panduan Lengkap Yoga: Untuk Hidup Sehat dan Seimbang. Bandung. Penerbit
Qanita.
Fatimah, 2010 Merawat Manusia Usia.Jakarta : EGC
Palmer, A& Williams, B. 2007.Simple Guide Tekanan DarahTinggi. Jakarta. Erlangga.
Notoadmodjo, Soekidjo, 2010 Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta Rineka
Yeti Sisilo 2010 Cara Jitu Mengatasi Hipertensi
Busan 2015 Managemen Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Nugroho, Wahyudi,2012 Keperawatan Gerontik dan Geriatrik.Jakarta: Salemba Medika

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 45


E-ISSN 2528-7613
Prosiding Seminar Nasional Unimus e-ISSN: 2654-3257
(Volume 1, 2018) p-ISSN: 2654-3168

Pemberian Terapi Senam Yoga Terhadap Perubahan Tekanan Darah


Pada Lansia Yang Mengalami Hipertensi Di Kabupaten Sidoarjo

Giving Of Yoga Gymnastic Therapy On Blood Pressure Changes In Elderly That


Experienced Hypertension In Sidoarjo

Erieska Safitri Hendarti 1, Ardiyanti Hidayah 2


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Husada Jombang, Jombang

(azkakafi.ahmadan@gmail.com), (ardiyanti.hidayah@yahoo.com)

Riwayat Artikel: Dikirim

Abstrak
.
Latar Belakang : Lansia merupakan usia yang beresiko tinggi terhadap
penyakitpenyakit degenerative. Salah satu penyakit yang sering dialami oleh
lansia adalah hipertensi yang dapat membuat aliran darah menjadi terganggu.
Salah satu pengobatan nonfarmakologi yang dapat melancarkan aliran oksigen
dalam darah adalah senam yoga. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis
pengaruh senam yoga terhadap perubahan tekanan darah pada lansia yang
mengalami hipertensi di Kabupaten Sidoarjo.
Metode Penelitian : Desain penelitian pra-eksperimen menggunakan
rancangan penelitian pra eksperimen one group pre test post test design,
variabel Independen : senam yoga dan dependent : perubahan tekanan darah
pada lansia yang mengalami hipertensi yang dilakukan pada 04 – 27 Juli 2018
selama 4 minggu dengan frekuensi 1 kali dalam seminggu, lama pemberian
senam yoga 30 menit. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
semua lansia yang mengalami hipertensi di Kabupaten Sidoarjo , diantaranya 50
responden dipilih sesuai criteria inklusi, dengan menggunakan teknik sampling
probability sampling dengan metode simple random sampling. Alat ukur yang
digunakan adalah observasi yang hasilnya dianalisa dengan uji wilcoxon.
Hasil :Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perubahan tekanan
darah setelah dilakukan senam yoga selama 4 minggu yaitu 42 responden (84%)
yang mengalami penurunan dan 8 responden (16%) tetap. Sehingga hasil
penelitian ini menunjukkan ada pengaruh senam yoga terhadap perubahan
tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi di Kabupaten Sidoarjo,
dengan nilai (p value = 0,000) < dari standart significan (α = 0,05).
Kesimpulan : Terdapat perbedaan hasil pengukuran tekanan darah
sebelum dan sesudah diberikan senam yoga terhadap perubahan tekanan darah
pada lansia dengan nilai yang signifikan.
~ 54 ~

http://prosiding.unimus.ac.id
Prosiding
ProsidingSeminar
SeminarNasional
NasionalUnimus
Unimus e-ISSN:
e-ISSN:2654-3257
2654-3257
(V(V
olume
olume1,1,2018)
2018) p-ISSN:
p-ISSN:2654-3168
2654-3168

Kata Kunci : Terapi Senam Yoga, Tekanan Darah, Lansia, Hipertensi

Abstract

Background : Elderly is an age that is at high risk for degenerative


diseases. One of the diseases that is often experienced by the elderly is
hypertension which can make blood flow disrupted. One of the non-
pharmacological treatments that can expedite the flow of oxygen in the blood is
yoga exercises. The purpose of this study was to analyze the effect of yoga
exercises on changes in blood pressure in elderly who experience hypertension
in Sidoarjo Regency.
Method : The design of the pre-experimental study used a pre-
experimental study design one group pre test post test design, independent
variables: yoga and dependent gymnastics: changes in blood pressure in
elderly who experienced hypertension conducted on July 4 to 27 2018 for 4
weeks with a frequency of 1 time a week, 30 minutes of yoga exercise. The
population used in this study were all elderly who had hypertension in Sidoarjo
regency, including 50 respondents selected according to inclusion criteria,
using probability sampling technique with simple random sampling method.
The measuring instrument used is observation which results are analyzed by
Wilcoxon test.
Results : This study showed that there was a change in blood pressure
after yoga exercise for 4 weeks, namely 42 respondents who experienced a
decrease or 84% and 8 respondents with fixed results or 16%. So the results of
this study indicate that there is an influence of yoga exercise on changes in
blood pressure in elderly who experience hypertension in Sidoarjo Regency,
with a value (p value = 0,000) <of the standard significance (α = 0.05).
Conclusion : There are differences in the results of blood pressure
measurements before and after giving yoga exercises to changes in blood
pressure in the elderly with a significant value.

Keywords: Yoga Gymnastics Therapy, Blood Pressure, Elderly, Hypertension

PENDAHULUAN
Lansia merupakan usia yang beresiko tinggi terhadap penyakit-penyakit
degeneratif seperti penyakit Jantung Koroner (PJK), hipertensi, diabetes
mellitus, rematik, dan kanker. Salah satu penyakit yang sering dialami oleh
lansia adalah hipertensi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh
senam yoga terhadap perubahan tekanan darah pada lansia yang mengalami
hipertensi di Kabupaten Sidoarjo. Hipertensi sering disebut sebagai pembunuh
terselubung. Hipertensi tidak memberikan gejala kepada penderita, namun
bukan berarti hal ini tidak berbahaya. Namun hal ini tidak berlaku pada
hipertensi. Hipertensi cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Fakta
yang ada menunjukkan hipertensi lebih banyak menyerang pada: orang usia
~ 55 ~

http://prosiding.unimus.ac.id
dewasa, muda dan awal paruh baya. Perbandingan hipertensi lebih banyak
menyerang laki-laki dari pada perempuan (Santoso, 2010) Hipertensi
merupakan faktor risiko terbesar ketiga yang menyebabkan kematian dini,
hipertensi berakibat terjadinya gagal jantung kongestif serta penyakit
cerebrovasculer. Faktor risiko hipertensi dapat dibedakan menjadi 2 kelompok
yaitu faktor risiko yang tidak diubah, yang terdiri dari faktor umur, jenis
kelamin dan keturunan dan faktor yang dapat diubah yaitu, obesitas, stress
merokok, olah raga, konsumsi alkohol berlebih, konsumsi garam berlebih dan
hiperlipedemia (Depkes RI, 2011). Kebiasaan mengkonsumsi lemak jenuh erat
kaitannya dengan peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi
konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan
dengan kenaikan tekanan darah. (Santosa, 2014).
Tekanan darah tinggi atau hipertensi pada lansia dapat ditanggulangi
dengan dua cara yaitu dengan cara farmakologi dan non farmakologi.
Penatalaksanaan secara farmakologi yaitu dengan menggunakan obat-obatan
kimiawi. Salah satu penanganan secara non farmakologis dalam mengatasi
hipertensi adalah dengan latihan yoga. Latihan yoga juga menstimulasi
pengeluaran hormon Endorphin. Endorphin adalah neuropeptide yang
dihasilkan tubuh pada saat relaks/tenang. Endorphin dihasilkan di otak dan
susunan syaraf tulang belakang. Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat
penenang alami yang diproduksi otak yang menyalurkan rasa nyaman dan
meningkatkan kadar endorphin dalam tubuh untuk mengurangi tekanan darah
tinggi. Olahraga terbukti dapat meningkatkan kadar b-endorphin empat sampai
lima kali di dalam darah. Sehingga, semakin banyak melakukan latihan maka
akan semakin tinggi pula kadar b-endorphin. Ketika seseorang melakukan
latihan, maka b-endorphinakan keluar dan ditangkap oleh reseptor didalam
hiphothalamus dan system limbik yang berfungsi untuk mengatur emosi.
Peningkatan b-endorphin terbukti berhubungan erat dengan penurunan rasa
nyeri, peningkatan daya ingat, memperbaiki nafsu makan, kemampuan seksual,
tekanan darah dan pernafasan (Sindhu, 2011)

METODE
Desain Penelitian nya menggunakan cross sectional. Rancangan penelitian
yang digunakan adalah pra eksperimen one group pre test post test design yang
merupakan rancangan eksperimen dengan cara dilakukan pengukuran tensi
terlebih dahulu sebelum diberikan intervensi kemudian setelah diberi intervensi
dilakukan pengukuran tensi (Hidayat, 2014).

Subjek Pre test Perlakuan Post test


K Observasi X Observasi

Keterangan
K: Subjek (lansia yang hipertensi)

~ 56 ~

http://prosiding.unimus.ac.id
Prosiding Seminar Nasional Unimus e-ISSN: 2654-3257
(Volume 1, 2018) p-ISSN: 2654-3168
X : senam yoga

Populasi, Sampel, dan Sampling


Populasi adalah setiap subjek (misal manusia, pasien) yang memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini populasi yang digunakan
adalah semua lansia yang mengalami hipertensi di Kabupaten Sidoarjo. Sampel
dalam penelitian ini adalah sebagian lansia yang mengalami hipertensi di
Kabupaten Sidoarjo berjumlah 50 responden. Teknik sampling adalah suatu
proses seleksi sampel yang digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada,
teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling.
Analisa Data
Analisis univariate dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian.
Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase
dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). yaitu variabel senam yoga dan
perubahan tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi. Kriteria
hipertensi : Normal < 130, Normal tinggi 130-139 , Ringan 140-159, Sedang
160-179, Berat 180-209, Sangat berat > 210. Sedangkan kriteria perubahan :
Menurun , Tetap , Meningkat
Untuk mengetahui hubungan antara dua variabel apakah signifikansi atau
tidak dengan signifikan atau kebenaran 0,05 dengan menggunakan uji wilcoxon
dengan software SPSS, dimana < = 0,05 maka ada pengaruh senam yoga
terhadap penurunan tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi di
Kabupaten Sidoarjo, sedangkan > = 0,05 tidak pengaruh senam yoga
terhadap penurunan tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi di
Kabupaten Sidoarjo.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1:
Hasil Pemberian Terapi Senam Yoga terhadap perubahan tekanan darah pada
lansia yang mengalami hipertensi di Wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten
Sidoarjo
Wilcoxon Signed Ranks Test
N Mean Sum of
Rank Ranks
Tekanan darah sesudah Negative 24a 14.44 346.50
senam Yoga Ranks
Tekanan darah sebelum
Positive 3b 10.50 31.50
senam Yoga
Ranks
Ties 23c
Total 50
a. Tekanan darah sesudah senam Yoga < Tekanan darah sebelum senam
Yoga
b. Tekanan darah sesudah senam Yoga > Tekanan darah sebelum senam
~ 57 ~

http://prosiding.unimus.ac.id
Yoga
c. Tekanan darah sesudah senam Yoga = Tekanan darah sebelum senam Yoga
Test Statisticsb

Tekanan darah
sesudah senam
Yoga
Z -3.985a
Asymp. Sig. (2- .000
tailed)
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test

~ 58 ~

http://prosiding.unimus.ac.id
N: N:

Grafik 1:
Pemberian Terapi Senam Yoga terhadap perubahan tekanan darah pada lansia yang

mengalami
ipertensi
diWilayah Dinas Kesehatan Kabupaten
h 3 Sidoarjo
3
5
2
0 3
2
5
1 0
0
1
5 1
05 0 6 1 1 1 1 6 6 2 0
0 5
2 1 1
Normal Normal Ringan Sedang Berat Sangat
(<130 ringan (14-159 (16-179 (18-209 Berat
) (13-135 0 ) 0 ) 0 ) (>210
0 ) )
Sebelum Sesudah
Yoga Yoga
Gamba1
Pemberian
r Terapi
: Senam
Yoga

Sumber: Dokumentasi
Pribadi
Pemberian terapi senam yoga terhadap perubahan tekanan darah pada lansia
yang mengalami hipertensi
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa setelah dilakukannya senam yoga
dari 50 responden yang mengalami perubahan yaitu : Penurunan tekanan darah
adalah sejumlah 24 responden (48,0%), dan yang mengalami kenaikan sejumlah 3
responden (6%), sedangkan yang tekanan darahnya tetap dan tidak mengalami
perubahan terdapat 23 responden (46,0%).
Dari hasil uji statistik wilcoxon diperoleh angka signifikan atau nilai
probabilitas (0,000) jauh lebih rendah dari standart signifikan 0,05 atau ( < ),
dikarenakan  < , yang berarti ada pengaruh senam yoga terhadap perubahan
~ 72 ~

http://prosiding.unimus.ac.id
tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi di Wilayah Dinas Kesehatan
Kabupaten Sidoarjo.
N: N:

Penurunan tekanan darah, disebabkan karena responden dalam


penelitian dapat mengikuti instruksi peneliti dengan baik. Sehingga, manfaat pada
latihan yoga dapat menunjukkan hasil yang optimal. Latihan yoga secara teratur
dapat menyeimbangkan system saraf otonom, sehingga tubuh menjadi lebih relaks
dan pengeluaran hormon-hormon yang berperan dalam peningkatan tekanan darah
seperti hormon adrenalin lebih terkontrol. Salah satu cara untuk menurunkan
tekanan darah adalah dengan melakukan aktifitas fisik dapat meningkatkan tekanan
darah. Naiknya tekanan darah tersebut merupakan bagian dari proses untuk
mempersiapkan dan mempertahankan tubuh, karena selama beraktifitas terjadi
peningkatan aliran darah ke otot-otot besar tubuh, tetapi kenaikan tersebut hanya
sebentar dan bersifat sementara.
Ada berbagai macam jenis latihan yoga yang intinya menggabungkan antara
teknik bernapas (pranayama), relaksasi dan meditasi serta latihan peregangan, yoga
dalam penelitian ini adalah jenis yoga dalam dikhususkan untuk menurunkan
tekanan darah pada lansia. Bernapas adalah suatu tindakan yang otomatis tanpa
harus diperintah untuk melakukannya. Tetapi, jika kita bernapas dengan cepat dan
dangkal akan mengurangi jumlah oksigen yang tersedia dan otak akan bereaksi
terhadap hal ini dengan panik. Bagian dari proses adalah peningkatan denyut
jantung dan peningkatan tekanan darah. Dengan mengatur napas menjadi lebih
pelan dan dalam akan membuat peregangan pada otot-otot tubuh. Hal ini
menyebabkan tubuh dan pikiran menjadi lebih relaks, nyaman dan tenang yang
membuat penurunan pada tekanan darah (Menurun Jain, 2011) pranayama (teknik
bernapas) pada yoga berfungsi untuk menenangkan pikiran dan tubuh yang
membuat detak jantung lebih tenang sehingga tekanan darah dan produksi hormon
adrenalin menurun.
Yoga merupakan suatu mekanisme penyatuan dari tubuh, pikiran dan jiwa.
Yoga mengkombinasikan antara teknik bernapas, relaksasi dan meditas serta
latihan peregangan (Jain, 2011). Yoga dianjurkan pada penderita hipertensi, karena
yoga memiliki efek relaksasi yang dapat meningkatkan sirkulasi darah yang lancar,
mengindikasikan kerja jantung yang baik (Ridwan, 2009). Peneitian menemukan
bahwa kombinasi antara yoga, meditas dan pemantauan kondisi tubuh
menggunakan peralatan elektronik telah membuat 25% dari pasien penderita
tekanan darah tinggi berhenti mengkonsumsi obat dan yang 35% mulai
menguranginya (Jain, 2011).

~ 73 ~

http://prosiding.unimus.ac.id
Hasil uraian diatas dapat disimpulkan bahwa latihan yoga berpengaruh terhadap
penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik penderita hipertensi. Hal ini sesuai
dengan jurnal yang dikemukakan oleh Cramer., et al., (2014) dengan judul “ Yoga
For Hypertension” bahwa pemberian yoga yang dilakukan secara rutin, yaitu
selama 8 minggu, dapat berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan tekanan
darah pada penderita hipertensi. Selain itu menurut jurnal yang dikemukakan oleh
Hagins.,,et.al (2013) yang berjudul ” Effectiveness Of Yoga For Hypertension”
dengan menggabungkan 3 unsur dari latihan yoga (postur, meditasi, dan
pernafasan) yang melibatkan 18 orang dewasa dengan hipertensi, dapat
menurunkan tekanan darah sitolik 7 mmHg, dan tekanan diastolik 5 mmHg.

N: N:

KESIMPULAN
Terdapat perbedaan hasil pengukuran tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan senam
yoga terhadap perubahan tekanan darah pada lansia dengan nilai yang signifikan.
Dibuktikan dengan uji statistik wilcoxon diperoleh angka signifikan atau nilai probabilitas
(0,000) jauh lebih rendah dari standart signifikan 0,05 atau ( < )

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 2011. Penyebab hipertensi. http://eprints.ums.ac.id/pdf.
Diakses 19/04/2018.
Bandiyah, 2012. Jumlah penduduk lansia. http://download.portalgaruda.org. Diakses
06/04/2018.
Azizah, 2011. Jumlah penduduk lansia. http://download.portalgaruda.org/article. Diakses
08/05/2018.
Depkes, 2013. Prevelensi hipertensi. http://www.pps.unud.ac.id/thesis.pdf. Diakses
10/05/2018.
Profil Kesehatan Jatim. 2013. Jumlah penderita hipertensi di Jatim.
http://dinkes.jatimprov.go.id/userfile. Diakses 10/05/2018.
Kemenkes RI, 2011. Penanggulangan penyakit kardiovaskuler.
http://download.portalgaruda.org/article.php. Diakses 10/05/2018.
Sindhu, 2011. Latihan Yoga. http://download.portalgaruda.org/article.php. Diakses
11/05/2018.

~ 74 ~

http://prosiding.unimus.ac.id
Ovianasari,Anis.2015.Pengaruh Latihan Senam Yoga Terhadap Tekanan Darah Pada
Lansia Penderita Hipertensi Di Dusun Niten Nogotirto Gamping Sleman
Yogyakarta. digilib.unisayogya. ac.id. Diakses 11/05/2018.
WW Dinata.2015.Menurunkan Tekanan Darah Pada Lansia Melalui Senam Yoga.
https://journal.uny.ac.id. Diakses 11/05/2018
MP Nurwidya.2018.Pengaruh Yoga Terhadap Tekanan Darah Pada Penderita
Hipertensi Di Purwidiningratan. Eprints.ums.ac.id. Diakses 11/05/2018.

~ 75 ~

http://prosiding.unimus.ac.id

Anda mungkin juga menyukai