Anda di halaman 1dari 76

LAPORAN STASE 1

PRAKTIK ASUHAN KEBIDANAN PADA MASA


KEHAMILAN, PERSALINAN, NIFAS, DAN BBL

NAMA : DIAN NOVIANTI


NPM : 19200200005

PROGAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN PROGRAM PROFESI


DEPARTEMEN KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN STASE 1
PRAKTIK ASUHAN KEBIDANAN PADA MASA KEHAMILAN,
PERSALINAN, NIFAS, DAN BBL

Pada Tanggal 18 Juni 2021:


Mengetahui :

Dosen Penanggung Jawab Stase

Fajar Kumaladewi Soedjarwo,S.ST,M.Keb


428118601

ii
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN STASE 1
PRAKTIK ASUHAN KEBIDANAN PADA MASA KEHAMILAN,
PERSALINAN, NIFAS, DAN BBL

Tanggal 18 Juni 2021

KBK Dosen Komunitas dan Ilmu Teknologi KBK Dosen Pencegahan dan Deteksi Dini

Agus Santi Br. G., S.ST, M.Kes. Fanni Hanifa, S.ST, M.Keb
NIDN. 0317088406 NIDN. 0307039201
Menyetujui,

Mengesahkan,

Dosen Penanggung Jawab Stase

Fajar Kumaladewi Soedjarwo,S.ST,M.Keb


428118601

iii
DAFTAR ISI
JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.............................................................. 1
B. TUJUAN................................................................................... 9
1. Tujuan Umum....................................................................... 9
2. Tujuan Khusus...................................................................... 9
C. MANFAAT............................................................................... 9

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Definisi kasus COVID-19......................................................... 10
3. 1 Pada Kehamilan............................................................... 13
3.1.1 Terapi Medis dan Suportif Ibu hamil .................. 13
3.1.2 Terapi Suportif Oksigen Selama kehamilan........ 14
3.1.3 Profilaksis Tromboemboli Vena.......................... 14
3.1.4 Deksametason...................................................... 14
3.1.5 Terapi Anti Viral.................................................. 14
3.1.6 Antibiotik............................................................. 14
3.1.7 Imunomodulator (Plasma Konvalense)............... 14
Lampiran ......................................................................... 14
3.2 Pada Persalinan................................................................... 15
Lampiran 2....................................................................... 21
B. Sectio Caesarea......................................................................... 22
C. Induksi Persalinan..................................................................... 29
D. Tinjauan Indikasi Induksi Dalam Persalinan ........................... 34
E. Masa Nifas ............................................................................... 36
F. Nyeri Luka Operasi Secsio Caesarea........................................ 50

iv
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Data Subyektif........................................................................... 58
B. Objektif..................................................................................... 60
C. Analisis Data ............................................................................ 61
D. Penatalaksanaan :...................................................................... 61

BAB IV PEMBAHASAN............................................................................ 63

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................... 66
B. Saran.......................................................................................... 66
1. Bagi Mahasiswa................................................................... 66
2. Bagi Rumah Sakit................................................................. 66
3. Bagi Masyarakat................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 68

Lampiran Foto.................................................................................................. 70

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut, sectio caesarea juga
dapat didefinisikan sebagai suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari
dalam rahim (Mochtar, 2011). Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan
kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan
kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dan waktu kurang lebih 6
minggu (Walyani & Purwoastuti, 2015).
Menurut World Health Organization (WHO) angka persalinan dengan
sectio caesarea di sebuah negara adalah sekitar 5-15% per 1.000 kelahiran di
dunia. Peningkatan persalinan dengan sectio caesarea di seluruh negara terjadi
semenjak tahun 2007-2008 yaitu 110.000 per kelahiran diseluruh Asia. Standar
sectio caesarea di rumah sakit pemerintah kira-kira 11% sementara rumah sakit
swasta bisa lebih dari 30% (WHO, 2015).
Data dan Informasi dari Kemenkes RI, 2017 estimasi jumlah ibu
bersalin/nifas menurut Provinsi Tahun 2017 sebanyak 5. 082.537 ibu. Di
Indonesia angka kejadian sectio caesarea mengalami peningkatan, pada tahun
2000 jumlah ibu bersalin dengan sectio caesarea 47,22%, tahun 2001
sebesar45,19%, tahun 2002 sebesar 47,13%, tahun 2003 sebesar 46,87%, tahun
2004 sebesar 53,2%, tahun 2005 sebesar 51,59%, tahun 2006 sebesar 53,68%,
dan tahun 2007 belum terdapat yang signifikan, tahun 2009 sebesar sekitar
22,8% (Karundeng, 2014).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 menunjukkan
angka persalinan Ibu di Indonesia mencapai 79,3% (RISKESDAS, 2018).
Penelitian yang dilakukan oleh Suryati (2012) bahwa angka persalinan sectio
caesarea di Indonesia sudah melewati batas maksimal standar WHO sebesar
15-15%.

1
Pada pasien secsio caesare, setelah tindakan operatif akan mengalami
nyeri akut pada luka bekas operasi. Nyeri akut merupakan pengalaman
sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2016).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lapian, Kairupan, & Mamahit
pada tahun 2018 mengenai pengaruh tingkat nyeri sebelum dan sesudah
pemberian teknik relaksasi napas dalam 30 pasien ibu dengan post secsio
caesarea di Instalasi Rawat Inap D Bawah RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado. Sebelum diberikan teknik relaksasi napas dalam menunjukkan bahwa
skala nyeri pasien post operasi SC, yang terbanyak yakni pada skala nyeri 6
(nyeri sedang). Kemudian sesudah diberikan teknik relaksasi napas dalam
terjadi perubahan skala nyeri. Skala nyeri ibu post operasi SC yang terbanyak
yakni pada skala nyeri 3 (nyeri ringan). Hasil tersebut menunjukkan bahwa
masing-masing tingkat skala nyeri mengalami penurunan dari sebelum
dilakukan teknik relaksasi napas dalam sampai setelah dilakukan teknik
relaksasi napas dalam. Dengan demikian, ada pengaruh teknik relaksasi napas
dalam terhadap tingkat nyeri pada pasien post operasi sectio caesarea (Lapian,
Kairupan, & Mamahit, 2018).
Dampak dari dilakukan operasi Caesarea tidak hanya berdampak pada
angka kesakitan ibu tetapi juga merugikan janin. Dampak operasi Caesarea
pada ibu dapat meliputi infeksi, perdarahan yang meningkat, pembentukan
gumpalan darah, komplikasi pasca operasi, waktu pemulihan pasca persalinan
yang lebih lama (Mundy, 2004). Dampaknya pada bayi misalnya saja terjadi
waktu operasi yang terlalu lama. Akibatnya, anestesi yang semula hanya
ditujukan buat si ibu, bisa mempengaruhi janin. Sehingga bayi yang dilahirkan
tidak langsung menangis. Kelambatan menangis ini bisa menyebabkan
kelainan hemodinamika. Begitu juga saat pengeluaran air ketuban di saluran
napas, pada persalinan normal karena bayi melewati jalan lahir yang sempit
sehingga sisa cairan terperas keluar, tidak demikian halnya pada persalinan

2
Caesarea. Kondisi - kondisi tersebut tentu akan berpengaruh pada skor apgar,
yaitu penilaian terhadap kemampuan adaptasi bayi dengan lingkungan barunya
(http://dheeachtkeyz.blogspot.com, 2016).
Informasi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan adanya
kasus kluster pneumonia dengan etiologi yang tidak jelas di Kota Wuhan,
Propinsi Hubei, China pada tanggal 31 Desember 2019. Kasus ini terus
berkembang hingga akhirnya diketahui bahwa penyebab kluster ini adalah
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) (Zhong
et al., 2020). Pada tanggal 30 Januari 2020, WHO menetapkan Covid-19
sebagai Public Health Emergency Of International Concern
(PHEIC)/Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia
(KKMD).
Pemerintah Indonesia menetapkan bencana non alam penyebaran
Covid-19 sebagai bencana nasional. Indonesia merupakan salah satu negara
yang terjangkit pandemi Covid-19 dengan angka kejadian terkonfirmasi
Covid-19 (kasus baru) yang bertambah secara fluktuatif (Purnamasari, 2020).
Update data penderita Covid-19 sampai dengan tanggal 13 februari 2021 dari
223 negara di dunia dilaporkan angka kematian akibat Covid-19 2.368.571
jiwa, sedangkan di Indonesia dilaporkan 32.936 jiwa meninggal dari
1.210.703 penderita yang terkonfirmasi positif (Satgas Covid-19 Pusat,
2020). Propinsi Bali menempati posisi ke-7 untuk data kasus terbanyak di
Indonesia per tanggal 13 Februari 2021 denganjumlah orang meninggal 801
jiwa dari 30.286 kasus yang terkonfirmasi positif, sembuh 26.553 kasus, dan
dalam perawatan 2.932 orang. Kota Denpasar menempati posisi pertama
jumlah kasus terkonfirmasi 2 903 kasus, dalam perawatan 922 orang, sembuh
7944 orang dan meninggal 168 jiwa (Satgas Covid-19 Bali, 2020).
Menurut data Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
(POGI) Jakarta, 13,7% perempuan hamil lebih mudah terinfeksi Covid-19.
Ibu hamil dijadikan kelompok rentan berisiko terinfeksi Covid-19 disebabkan
perubahan fisiologis pada masa kehamilan (Liang, 2020). Perubahan
fisiologis dan imunologis yang terjadi sebagai komponen normal kehamilan

3
dapat memiliki efek sistemik yang meningkatkan risiko komplikasi obstetrik,
infeksi pernapasan pada ibu hamil, penurunan kapasitas paru dan sistem
kardiovaskular. Hal ini dapat mendorong terjadinya gagal napas pada ibu
hamil (Khan et al, 2020). Dari beberapa kasus Covid-19 dipercaya bahwa
efek samping pada janin berupa persalinan preterm juga dilaporkan pada ibu
hamil dengan infeksi Covid19. Akan tetapi informasi ini sangat terbatas dan
belum jelas apakah komplikasi ini mempunyai hubungan dengan infeksi pada
ibu. Dalam dua laporan yang menguraikan 18 kehamilan dengan Covid-19,
semua terinfeksi pada trimester ketiga dan didapatkan temuan klinis pada ibu
hamil mirip dengan orang dewasa yang tidak hamil (POGI, 2020). Sejumlah
studi terbaru menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil dengan infeksi
virus Covid-19 hanya mempunyai gejala yang ringan. Salah satu riset tentang
hal ini dilakukan oleh Priority Study dari University of CaliforniaSan
Francisco. Penelitian ini melibatkan sekitar 30 wanita hamil di Cina yang
terpapar Covid-19.
Hasilnya menunjukkan gejala yang relatif ringan, bahwa semua
wanita selamat, mereka tampaknya tidak cenderung memiliki penyakit parah,
dan tidak ada bukti penularan kepada bayi 3 selama kehamilan. Penelitian
lainnya pada Maret 2020 mengemukakan bahwa tidak ada bukti konkret yang
menunjukkan bahwa wanita hamil lebih rentan terhadap Covid-19
(Febryansyah, 2020). Meski sebagian besar data multisenter menyebutkan
bahwa sebagian besar kasus Covid-19 pada ibu hamil adalah pada derajat
ringan dan sedang. Kasus Ibu hamil yang dilaporkan pada tahun 2021 dengan
kriteria suspek, probable dan bahkan terkonfirmasi Covid-19 mengalami
peningkatan. Tercatat di Kabupaten Banyumas (April 2020) terdapat 2 ibu
hamil (usia 26 dan 31 tahun) meninggal dunia yang merupakan kelompok
Pasien Dalam Pengawasan (PDP) (Arthati, 2020). Kota Denpasar yang
menempati posisi pertama dalam jumlah kasus terbanyak Covid-19 di
Propinsi Bali, selama tahun 2020 dilaporkan bahwa Puskesmas II Denpasar
Utara adalah yang terbanyak melakukan pemeriksaan PCR pada ibu hamil
maupun bersalin. Sebanyak 10 ibu hamil dilakukan pemeriksaan PCR dan

4
didapatkan dengan hasil positif 7 orang, sedangkan dari 12 orang ibu bersalin
yang dilakukan pemeriksaan PCR didapatkan 8 orang dengan positif Covid-
19 (Dinkes, 2020).
Strategi pengendalian yang diterapkan di Indonesia melibatkan
semua pihak baik dari pemerintah sendiri maupun dari masyarakat. Upaya
yang dilakukan oleh pemerintah adalah 3T (test, treat dan trace), masyarakat
dengan pelaksanaan protokol kesehatan dan pemberian vaksinasi untuk
pembentukan kekebalan kelompok atau herd immunity (Kemenkes, 2021).
Namun wanita hamil termasuk salah satu kelompok yang tidak diberikan
vaksinasi Covid-19, bahkan sampai dengan surat edaran yang terakhir
dikeluarkan oleh Kemenkes pada tanggal 11 Februari 2021, tidak
memasukkan ibu hamil ke dalam target 4 sasaran penerima vaksinasi Covid-
19. Oleh sebab itu, hal-hal yang dapat dilakukan saat ini adalah
mengoptimalkan pada upaya pencegahan Covid-19 pada ibu hamil, untuk
mencegah terjadinya mortalitas dan morbiditas pada ibu dan bayi.
Praktik Mandiri Bidan (PMB) sebagai fasilitas pelayanan kesehatan
yang salah satu tugas dan wewenangnya adalah memberikan pelayanan
kesehatan pada ibu hamil (UU Kebidanan, 2019), sebagian besar pemeriksaan
kehamilan dilakukan oleh Bidan (82,4%) dan bertempat di PMB (41%)
(Riskesdas, 2018). Selama pandemi Covid-19 dan menghadapi era new
normal, pelayanan kesehatan harus tetap berjalan secara optimal, aman bagi
pasien dan bidan dengan berbagai penyesuaian berdasarkan panduan Covid-
19 atau protokol kesehatan. Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (PP IBI)
mengeluarkan rekomendasi pada PMB di masa pandemi Covid-19 dan new
normal yaitu: membuat papan pengumuman/banner tentang protokol
pencegahan Covid-19 di PMB, menyediakan tempat cuci tangan
menggunakan sabun dengan air mengalir dan pengukur suhu untuk semua
pengunjung, memastikan semua peralatan dan perlengkapan sudah di
desinfeksi, semua pelayanan dilakukan dengan membuat janji melalui
telepon/chat WhatsApp, melakukan pengkajian komprehensif sesuai standar,
termasuk informasi kewaspadaan penularan Covid-19, menggunakan Alat

5
Pelindung Diri (APD) sesuai kebutuhan dengan cara menggunakan dan
melepas yang benar, melakukan kolaborasi dan merujuk pasien ke rumah
sakit apabila tidak siap dengan APD sesuai kebutuhan, melakukan skrining
faktor risiko termasuk risiko Covid-19 serta segera merujuk 5 ke
Puskesmas/RS sesuai standar dan terencana, pelayanan ibu hamil, bersalin,
nifas, BBL, Balita, KB dan Kespro sesuai standar mengacu pada Kemenkes,
POGI, IDAI dan IBI, melakukan konsultasi, KIE dan konseling secara online
meliputi pemantauan, konseling KB, ASI eksklusif, PHBS dan penerapan
buku KIA.
Standar pelayanan ANC yang semula 4 kali pada masa pandemi
ditambah menjadi 6 kali. Upaya yang dilakukan oleh PMB melalui
rekomendasi PP IBI tersebut tidak secara langsung merubah perilaku ibu
hamil di masa pandemi Covid-19. Pengalaman yang pernah peneliti alami
selama tahun 2020, ada 2 ibu hamil dengan swab polymerase chain reaction
(PCR) positif yang datang dalam pembukaan lengkap sehingga pertolongan
persalinan dilakukan di PMB dengan menggunakan standar APD level 3.
Studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 ibu hamil yang melakukan
pemeriksaan kehamilan di PMB didapatkan 5 orang yang tidak mencuci
tangan sebelum masuk ke ruang periksa maupun setelah selesai melakukan
pemeriksaan, 6 orang hanya menggunakan masker kain satu lapis, 3 orang
yang baru tiba satu minggu yang lalu dari luar kota dengan alasan ingin
bersalin dan bertemu dengan suami yang ada di Bali. Peneliti juga menjumpai
ada 3 ibu hamil yang akan bersalin tidak menggunakan masker dengan alasan
terburu-buru serta 2 ibu hamil yang tidak pernah sama sekali memeriksakan
kehamilannya dengan alasan ketakutan keluar rumah selama masa pandemi
Covid-19.
Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Minggu sendiri, sebagai
pengambilan sampling data mulai menerima pasien covid kebidanan sejak
bulan juni 2020 sampai dengan sekarang. Jumlah pasien hamil yang masuk ke
RSUD Pasar Minggu sendiri sebanyak 406 Pasien, dimana sekitar 278
melahirkan dengan secsio caesarea dimana sekitar 68% pasien dengan

6
indikasi kebidanan yang disertai covid 19 dilakukan persalinan dengan Secsio
Caesarea. Sekitar 12% persalinan normal, dan 20% perawatan konservatif
dikebidanan.
Induksi persalinan yaitu suatu tindakan yang dilakukan terhadap ibu
hamil yang belum dalam persalinan untuk merangsang terjadinya persalinan.
Induksi persalinan terjadi antara 10% sampai 20% dari seluruh persalinan
dengan indikasi ibu maupun bayinya. Induksi persalinan banyak yang
mengalami kegagalan atau berakhir dengan tindakan persalinan perabdominal
oleh karena beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu antara lain:
presentasi janin, kedudukan terendah janin atau penurunan presentasi janin,
paritas ibu dibandingkan dengan primigravida induksi persalinan pada
multigravida akan lebih berhasil karena serviks sudah terbuka, umur ibu juga
3 dapat mempengaruhi keberhasilan induksi persalinan,spasing atau usia anak
terkahir dan kondisi serviks yang belum matang. Faktor yang bisa diinisiasi
agar induksi persalinan dapat berhasil adalah matangnya serviks. Penilaian
kematangan serviks dengan menggunakan Bishop Score. Hasil penilaian akan
berpengaruh pada keberhasilan induksi persalinan. Hasil Bishop Score kurang
dari 5 risiko terjadi induksi gagal.
Sebelum dilakukan tindakan induksi ada prosedur standar yang harus
dilakukan yaitu pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks.
Kematangan serviks ini dibagi menjadi dua golongan yaitu serviks yang
matang dan tidak matang. Sekitar setengah dari wanita yang mengalami
kehamilan postterm didapati serviks yang belum matang sehingga perlu
dilakukan tindakan pematangan serviks. Teknik pematangan serviks dapat
berupa farmakologi atau non farmakologi. Metode induksi yang mekanis atau
nonfarmakologi adalah pemberian induksi foley kateter (atau disebut juga
balon kateter) dan pemberian laminaria. Namun di Indonesia yang lazim
digunakan adalah foley kateter. Pemasangan foley kateter diletakkan pada
ostium serviks interna. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pemasangan
foley kateter ini dapat menghasilkan peningkatan yang cepat pada Bishop
Score. Pematangan serviks dengan cara adanya tekanan mekanis foley

7
tersebut pada serviks menyebabkan selaput ketuban dari segmen bawah rahim
(SBR) terlepas. Manipulasi ini meningkatkan pembentukan prostaglandin.
Foley kateter ini menyebabkan aktivasi desidua untuk menghasilkan senyawa
prostaglandin yang bertugas menginisiasi persalinan. Kelebihan dari induksi
foley kateter adalah cepat dalam memperbaiki Bishop Score, semakin besar
volume yang diberikan pada foley kateter semakin lebih efektif. Kombinasi
dengan oksitosin akan lebih baik efeknya.
Kekurangan dari metode mekanis ini adalah waktu induksi-persalinan
menjadi lebih lama dibanding induksi farmakologi. 5 Komplikasi yang
mungkin terjadi pada persalinan dengan induksi adalah hiperstimulasi uterus,
induksi gagal, prolaps tali pusat, dan ruptur uteri. Hiperstimulasi uterus dapat
ditandai dengan takisistol atau hipertonus yang dapat berakibat pada
perubahan frekuensi denyut jantung janin. Induksi gagal diartikan sebagai
kegagalan timbulnya persalinan dalam satu siklus terapi, solusi pada kasus
kegagalan induksi adalah dengan meneruskan induksi atau melakukan
persalinan Sectio Caesarea (SC). Prolaps tali pusat dapat dicegah dengan
pemeriksaan bagian terbawah janin saat periksa dalam dan menghindari
amniotomi saat kepala bayi masih tinggi. Kejadian ruptur uteri pada induksi
persalinan merupakan hal yang perlu diperhatikan terutama pada ibu dengan
riwayat SC sebelumnya. Oksitosin intravena merupakan lanjutan dari induksi
foley kateter dan misoprostol.
Kejadian postterm yang berakibat pada kematian ibu dan kematian
bayi yang meningkat sampai dengan 40% pada kehamilan postterm. Hasil
studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di RSUD Wonosari pada tahun
2016 total persalinan sebanyak 1740 persalinan dengan 78,56% adalah pasien
rujukan termasuk rujukan atas indikasi pasien postterm sebesar 25% atau
sebanyak 386 pasien. Data jumlah persalinan dengan induksi sebanyak 568
atau 40,9% dari jumlah total persalinan pervaginam. Indikasi induksi antara
lain postterm 68%, KPD 17%, IUFD 4%, PEB dan Hipertensi Dalam
Kehamilan (HDK)11%. Dengan angka induksi gagal sebanyak 88 pasien atau
sebanyak 22 %. Berdasarkan data tersebut untuk melihat pengaruh metode

8
induksi farmakologi dan non farmakologi maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang pengaruh jenis induksi persalinan terhadap
keberhasilan persalinan pada ibu hamil postterm di RSUD Wonosari dan
RSUD Wates tahun 2017. (PENGARUH JENIS INDUKSI PERSALINAN
TERHADAP KEBERHASILAN PERSALINAN PERVAGINAM PADA
IBU HAMIL POSTTERM DI RSUD WONOSARI TAHUN 2017)

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Kegiatan Praktik Klinik Kebidanan State 1 ini bertujuan untuk
mengimplemantasikan asuhan kebidanan dengan nyeri luka operasi pada
pasien post secsio caesarea.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk melakukan pengkajian data subjektif
b. Untuk melakukan pengkajian data objektif
c. Untuk melakukan analisis data
d. Untuk melalukan penatalaksanaan sesuai kebutuhan klien berdasarkan
evidence based midwifery

C. MANFAAT
1. Bagi Mahasiswa
Seminar kasus ini merupakan sarana bagi peneliti untuk mengaplikasikan
pengetahuan maupun pengalaman yang telah diperoleh selama mengikuti
pendidikan dan merupakan sarana untuk meningkatkan kemampuan dalam
mengetahui nyeri pada pasien post secsio caesarea.
2. Bagi Rumah Sakit
Seminar kasus ini dapat menjadi masukan dalam memberikan pelayanan
pada asuhan kebidanan pada pasien dengan post operasi secsio caesarea
3. Bagi Masyarakat
Hasil seminar kasus ini dapat memberikan informasi atau wawasan dalam
mengetahui nyeri pada pasien post operasi secsio caesarea

9
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi kasus COVID-19


Kasus Suspek, Kasus Probable, Kasus Konfirmasi, Kontak Erat,
Pelaku Perjalanan, Discarded, Selesai Isolasi, dan Kematian. Untuk Kasus
Suspek, Kasus Probable, Kasus Konfirmasi, Kontak Erat, istilah yang
digunakan pada pedoman sebelumnya adalah Orang Dalam Pemantauan
(ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), Orang Tanpa Gejala (OTG).
 Kasus Suspek Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut:
a. Seseorang yang memenuhi salah satu kriteria klinis DAN salah satu
kriteria
epidemiologis:
Kriteria Klinis:
 Demam akut (≥ 380C)/riwayat demam* dan batuk; ATAU Terdapat
3 atau lebih gejala/tanda akut berikut: demam/riwayat demam*,batuk,
kelelahan (fatigue), sakit kepala, myalgia, nyeri tenggorokan, coryza/
pilek/ hidung tersumbat*, sesak nafas, anoreksia/mual/muntah*,
diare,penurunan kesadaran.
Kriteria Epidemiologis:
1. Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
tinggal atau bekerja di tempat berisiko tinggi penularan ATAU
2. Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
tinggal atau bepergian di negara/wilayah Indonesia yang
melaporkan transmisi local
3. Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala bekerja di fasilitas
pelayanan kesehatan, baik melakukan pelayanan medis, dan non-
medis, serta petugas yang melaksanakan kegiatan investigasi,
pemantauan kasus dan kontak; ATAU 4 Pedoman Tatalaksana
COVID-19

10
4. Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
kontak dengan kasus konfirmasi/probable COVID-19.
a. Seseorang dengan ISPA Berat;
b. Seseorang dengan gejala akut anosmia (hilangnya kemampuan
indra penciuman) atau ageusia (hilangnya kemampuan indra
perasa) dengan tidak ada penyebab lain yang dapat
diidentifikasi
 Kasus Probable Kasus suspek yang meninggal dengan gambaran klinis
yang meyakinkan COVID-19; DAN memiliki salah satu kriteria sebagai
berikut:
a. Tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium RT-PCR; ATAU
b. Hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR satu kali negatif dan tidak
dilakukan pemeriksaan laboratorium RT-PCR yang kedua
 Kasus Konfirmasi adalah seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus
COVID-19 yang dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR.
Kasus konfirmasi dibagi menjadi 2:
a. Kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik)
b. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik)
Etiologi Penyebab COVID-19 adalah virus yang tergolong dalam
family coronavirus. Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal
positif, berkapsul dan tidak bersegmen. Terdapat 4 struktur protein
utama pada Coronavirus yaitu: protein N (nukleokapsid), glikoprotein
M (membran), glikoprotein spike S (spike), protein E (selubung).
Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae.
Coronavirus ini dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau
manusia. Terdapat 4 genus yaitu alphacoronavirus, betacoronavirus,
gammacoronavirus, dan deltacoronavirus. Sebelum adanya COVID-19,
ada 6 jenis coronavirus yang dapat menginfeksi manusia, yaitu HCoV-
229E (alphacoronavirus), HCoV-OC43 (betacoronavirus), HCoVNL63
(alphacoronavirus) HCoV-HKU1 (betacoronavirus), SARS-CoV
(betacoronavirus), dan MERS-CoV (betacoronavirus). Coronavirus

11
yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus betacorona
virus, umumnya berbentuk bundar dengan beberapa pleomorfik, dan
berdiameter 60-140 nm. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa
virus ini masuk dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang
menyebabkan wabah SARS pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus.
Atas dasar ini, International Committee on Taxonomy of Viruses
(ICTV) memberikan nama penyebab COVID-19 sebagai SARS-CoV-2.
Belum dipastikan berapa lama virus penyebab COVID-19 bertahan di
atas permukaan, tetapi perilaku virus ini menyerupai jenis-jenis
coronavirus lainnya. Lamanya coronavirus bertahan mungkin
dipengaruhi kondisi-kondisi yang berbeda (seperti jenis permukaan,
suhu atau kelembapan lingkungan). Penelitian (Doremalen et al, 2020)
menunjukkan bahwa SARSCoV-2 dapat bertahan selama 72 jam pada
permukaan plastik dan stainless steel, kurang dari 4 jam pada tembaga
dan kurang dari 24 jam pada kardus. Seperti virus corona lain,
SARSCOV-2 sensitif terhadap sinar ultraviolet dan panas. Efektif dapat
dinonaktifkan dengan pelarut lemak (lipid solvents) seperti eter, etanol
75%, ethanol, disinfektan yang mengandung klorin, asam peroksiasetat,
dan khloroform (kecuali khlorheksidin).Bagaimana infeksi COVID-19
pada kehamilan masih terbatas, karena data dan penelitian masih terus
dilakukan, virus masuk melalui sel host melalui beberapa tahapan
proses diantaranya:
1. Attachment : SARS-CoV-2 - S protein yang berikatan dengan ACE-
2 reseptor yang terdapat di saluran napas bagian bawah,
2. Penetrasi,
3. Biosintesis,
4. Maturasi dan
5. Terakhir akan merelease virus baru, di awal tubuh akan timbul
respon imun: salah satunya adalah innate immunity atau imunitas
didapat terutama : yang berasal dari salauran napas paling luar yaitu
epithelial yang akan merangsang pengeluaran Macrophage dan

12
Dendritic Cells kemudian muncul T cell response yang akan
mengaktifkan CD4 T cell  Activate B  virus spesifik Antibodi
Cells CD8  membunuh virus; tetapi apabila tidak berhasil makan
akan menyebabkan pengeluaran sitokin Pro-inflammatory
diantaranya adalah IL-6, IL-10, GCSF, Chemokines, TNF-alpha
yang dapat menyebabkan kerusakan berat pada paru paru, kenaikan
D-Dimer, penurunan fibrinogen, thrombosis, emboli paru dan
kegagalan multi organ.
Pada kondisi yang berat akan menyebabkan sitokin storm (badai
sitokin), hubungan dengan 14 fisiologi kehamilan bahwa pada awal
kehamilan pada kondisi trimester awal, ibu hamil dalam kondisi pro-
inflamasi banyak ditemukan sitokin tipe 1 (implantasi) masuk pada
trimester ke-2 kondisi akan cenderungan anti-inflamatory invoirement
(sitokin tipe 2) pada akhir kehamilan akan kembali dalam keadaaan
pro-inflamasi (sitokin tipe-1). Apakah wanita hamil menjadi rentan
pada awal kehamilan dan akhir kehamilan masih terus dalam penelitian.

3. 1 Pada Kehamilan
3.1.1 Terapi Medis dan Suportif Ibu hamil
Dengan penyakit ringan namun mempunyai komorbiditas (misalnya,
hipertensi yang tidak terkontrol atau diabetes gestasional atau
pregestasional, penyakit ginjal kronis, penyakit kardiopulmoner kronis,
keadaan imunosupresif) atau penyakit sedang sampai kritis harus
dirawat di rumah sakit.
Pasien rawat inap yang hamil dengan penyakit berat, yang mendapat
terapi oksigen disertai komorbiditas, atau dalam kondisi kritis harus
dirawat oleh tim multi disiplin di rumah sakit rujukan tingkat lanjut tipe
B atau A dengan layanan obstetri dan unit perawatan intensif orang
dewasa (ICU). Status COVID-19 saja tidak selalu menjadi alasan untuk
memindahkan wanita hamil yang tidak kritis dengan dugaan atau
konfirmasi COVID-19.

13
Klasifikasi keparahan penyakit menurut US National Institutes of
Health, adalah sebagai berikut:
 Ringan – setiap tanda dan gejala (misalnya, demam, batuk, sakit
tenggorokan, malaise, sakit kepala, nyeri otot) tanpa sesak napas,
dyspnea, atau foto thoraks abnormal.
 Sedang – adanya bukti gangguan saluran napas bawah dengan
penilaian klinis atau pencitraan dan saturasi oksigen (SpO2) > 93 %
pada suhu kamar.
 Berat – frekuensi pernapasan > 30 kali per menit, SpO2 ≤ 93 persen
pada suhu kamar, rasio PaO2/FiO2 < 300, atau infiltrasi paru > 50
%.
 Penyakit kritis – kegagalan pernafasan, syok sepsis, dan/atau beberapa
disfungsi organ. Definisi lain dari keparahan (misalnya, berat =
saturasi oksigen periferal ibu [SpO2] ≤ 94 persen pada suhu,
memerlukan oksigen tambahan, ventilasi mekanis, atau oksigenasi
membran ekstrorporeal).
3.1.2 Terapi Suportif Oksigen Selama kehamilan
Saturasi oksigen perifer ibu (SpO2) harus dijaga pada ≥95 persen, yang
melebihi kebutuhan pengiriman oksigen ibu, untuk kebutuhan janin.
Jika SpO2 turun di bawah 95 persen, analisis gas darah arteri (AGD)
diperlukan untuk mengukur tekanan parsial oksigen (PaO2): Maternal
PaO2 > 70 mmHg diperlukan untuk mempertahankan gradien difusi
oksigen dari ibu ke sisi janin dari plasenta.
3.1.3 Profilaksis Tromboemboli Vena
3.1.4 Deksametason
3.1.5 Terapi Anti Viral
3.1.6 Antibiotik
3.1.7 Imunomodulator (Plasma Konvalense)

14
Lampiran

3.2 Pada Persalinan


Rekomendasi Persalinan
1. Saat masuk rumah sakit penilaian ibu dan janin harus dilakukan secara
lengkap meliputi: tingkat beratnya gejala COVID-19 dan tanda vital ibu
(pemeriksaan suhu, pernapasan dan saturasi oksigen, apabila tersedia).
Pemeriksaan dan pemantauan ibu hamil saat persalinan dilakukan sesuai
dengan standar nasional (partograph), dan dilakukan pemeriksaan CTG
saat masuk (tes admisi) dan apabila ada indikasi pemeriksaan CTG
kontinyu bisa dilakukan.

15
2. Jika ibu hamil terkonfirmasi COVID-19 dengan gejala klinik
(simptomatik) dirawat di ruang isolasi, dilakukan penanganan tim multi-
disiplin yang terkait, meliputi dokter paru/penyakit dalam, dokter
kandungan, anestesi, bidan, dokter neonatologis dan perawat neonatal.
3. Pengamatan dan penilaian kondisi ibu harus dilanjutkan sesuai praktik
standar, dengan penambahan pengawasan saturasi oksigen yang bertujuan
untuk menjaga saturasi oksigen. Pemberian terapi oksigen sesuai kondisi
dengan target saturasi di atas 94%.
4. Upaya harus dilakukan untuk meminimalkan jumlah anggota staf yang
memasuki ruangan dan unit harus mengembangkan kebijakan lokal yang
membatasi personil yang ikut dalam perawatan. Hanya satu orang
(pasangan/anggota keluarga) yang dapat menemani pasien. Orang yang
menemani harus diinformasikan mengenai risiko penularan dan mereka
harus memakai APD yang sesuai saat menemani pasien. Idealnya
penunggu pasien juga harus dilakukan skrining risiko Covid-19.
5. Dengan mempertimbangkan kejadian penurunan kondisi janin pada
beberapa laporan kasus, pada ibu yang dengan gejala (simtomatik), apabila
sarana memungkinkan dilakukan pemantauan janin secara kontinyu
selama persalinan (continous CTG/NST).
6. Untuk wanita yang telah dinyatakan sembuh dari COVID-19 dan yang
telah menyelesaikan isolasi diri sesuai dengan pedoman kesehatan
masyarakat, penanganan dan perawatan selama persalinan dilakukan
sesuai standar di fasilitas kesehatan yang sesuai dengan tingkat risiko
kehamilannya.
7. Untuk wanita yang telah sembuh tetapi sebelumnya dirawat dengan kondisi
berat atau kritis, persalinan harus dilakukan di rumah sakit.
8. Panduan pemeriksaan penunjang (rapid test) pada ibu bersalin sesuai
dengan yang telah dijelaskan pada Bab 3 (Skrining dan Diagnosis).
9. Metode persalinan. Sampai saat ini belum ada bukti kuat bahwa salah satu
metode persalinan memiliki luaran yang lebih baik dari yang lain. Metode
persalinan sebaiknya ditetapkan berdasarkan penilaian secara individual

16
(kasus per kasus), dilakukan konseling keluarga dengan
mempertimbangkan indikasi obstetri dan keinginan keluarga, terkecuali
ibu hamil dengan gejala gangguan respirasi yang memerlukan persalinan
segera (seksio sesaria). Indikasi dilakukan induksi persalinan dan seksio
sesaria dilakukan apabila ada indikasi medis atau obstetri sesuai kondisi
ibu dan janin. Infeksi COVID-19 sendiri bukan indikasi dilakukan seksio
sesaria. Pemilihan metode persalinan juga harus mempertimbangkan
ketersediaan sumber daya, fasilitas di rumah sakit (termasuk ketersediaan
kamar operasi bertekanan negatif), tata ruang perawatan rumah sakit,
ketersediaan APD, kemampuan laksana, sumber daya manusia, dan risiko
paparan terhadap tenaga medis dan pasien lain. Pengambilan keputusan di
lapangan dilakukan dengan berbagai pertimbangan di atas oleh DPJP yang
merawat pasien.
10. Persiapan tempat dan sarana persalinan pada pasien COVID-19 :
 Semua persalinan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang
memenuhi standar pelayanan.
 Rujukan terencana harus dilakukan untuk ibu hamil dengan status
suspek, kontak erat, dan terkonfirmasi Covid 19.
 Persalinan dilakukan di tempat yang memenuhi persyaratan dan telah
dipersiapkan dengan baik.
 FKTP memberikan layanan persalinan tanpa penyulit kehamilan/
persalinan ATAU tidak ada tanda bahaya/ kegawat daruratan.
 Jika didapatkan ibu bersalin dengan kasus suspek Covid-19, maka rujuk
ke RS rujukan COVID-19 atau RS rujukan maternal tergantung
beratnya penyakit dan kelengkapan fasilitas di RS tersebut.
 Pada ibu hamil dengan status kontak erat tanpa penyulit obstetri
persalinan dapat dilakukan di FKTP dengan terlebih dahulu melakukan
skrining Covid-19 sesuai protokol.
 Penolong persalinan di FKTP menggunakan APD untuk perlindungan
kontak dan droplet sesuai Petunjuk Teknis Alat Pelindung Diri (APD)
Dalam menghadapi Wabah Covid-19

17
 Pertolongan persalinan pada kasus suspek atau positif Covid-19
menggunakan APD untuk perlindungan terhadap aerosol (Bab 8).
 Jika kondisi sangat tidak memungkinan untuk merujuk kasus COVID-
19 atau hasil skrining positif, maka pertolongan persalinan dilakukan
dengan menggunakan APD untuk perlindungan terhadap aerosol untuk
mengurangi risiko paparan terhadap tim penolong persalinan.
 Penggunaan delivery chamber belum ada bukti dapat mencegah
transmisi Covid 19.
 Bahan habis pakai dikelola sebagai sampah medis yang harus
dimusnahkan dengan insinerator.
 Alat medis yang telah dipergunakan serta tempat bersalin dilakukan
disinfeksi dengan menggunakan larutan chlorine 0,5%.
 Pastikan ventilasi ruang bersalin yang memungkinkan sirkulasi udara
dengan baik dan terkena sinar matahari.
11. Pada ibu dengan masalah gangguan respirasi disertai dengan gejala
kelelahan dan bukti hipoksia, diskusikan untuk melakukan persalinan
segera (emergency). Persalinan dapat berupa SC maupun tindakan operatif
pervaginam sesuai indikasi dan kontraindikasi.
12. Pada ibu dengan suspek COVID-19 atau ibu dengan kontak erat, apabila
ada indikasi induksi persalinan, dilakukan evaluasi urgency-nya untuk
melakukan tindakan dibandingkan dengan risiko terjadinya transmisi
kepada orang lain, tenaga kesehatan dan bayi setelah lahir. Apabila
memungkinkan sebaiknya persalinan ditunda sampai prosedur isolasi
sudah terlewati (misalnya dalam kasus preterm). Bila menunda dianggap
tidak aman, induksi persalinan dilakukan sesuai protokol persalinan ibu
hamil dengan suspek atau konfirmasi COVID-19.
13. Bila ada indikasi operasi terencana pada ibu hamil dengan suspek atau
konfirmasi COVID19, dilakukan evaluasi urgency-nya, dan apabila
memungkinkan untuk ditunda (misalnya dalam kasus preterm) untuk
mengurangi risiko penularan sampai infeksi terkonfirmasi atau keadaan
akut sudah teratasi. Apabila operasi tidak dapat ditunda maka operasi

18
dilakukan sesuai protokol persalinan sesar pada ibu hamil dengan suspek
atau konfirmasi COVID-19
14. Seksio sesaria.
 Persiapan operasi terencana dilakukan sesuai standar
 Seksio sesaria dilakukan apabila ada indikasi obstetrik atau indikasi
lainnya
 Tidak ada bukti spinal analgesia maupun anestesia merupakan kontra
indikasi pada ibu dengan infeksi COVID-19
 Anestesi umum apabila memungkinkan sebaiknya dihindari karena
risiko penularan kepada tenaga medis dan petugas tinggi
 Perawatan pasca operasi dilakukan sesuai standar
15. Apabila ibu dalam persalinan terjadi perburukan gejala, dipertimbangkan
keadaan secara individual untuk segera dilahirkan sesuai indikasi
obstetri atau dilakukan seksio sesaria darurat apabila hal ini dinilai
dapat memperbaiki usaha resusitasi ibu.
16. Persalinan operatif pervaginam. Pada ibu dengan persalinan kala II
dipertimbangkan tindakan operatif pervaginam untuk mempercepat kala
II pada ibu dengan gejala kelelahan ibu atau ada tanda hipoksia.
17. Ruang operasi kebidanan :
 Operasi elektif pada pasien COVID-19 harus dijadwalkan terakhir
 Operasi darurat pada pasien suspek atau konfirmasi COVID-19
sebaiknya dilakukan di ruang operasi kedua atau ruang operasi
khusus, sehingga memungkinkan dilakukan sterilisasi penuh kamar
operasi pasca tindakan.
 Pasca operasi ruang operasi harus dilakukan pembersihan penuh
sesuai standar.
 Jumlah petugas di kamar operasi harus seminimal mungkin dan
menggunakan alat perlindungan diri sesuai standar
18. Petugas layanan kesehatan di ruang persalinan harus mematuhi Standar
Contact dan Droplet Precautions termasuk menggunakan APD yang
sesuai dengan panduan PPI (ada di bab 8).

19
19. Antibiotik intrapartum harus diberikan sesuai protokol.
20. Pemberian cairan selama persalinan. Adanya hubungan antara COVID-
19 dengan sindrom gangguan pernapasan akut, keseimbangan cairan ibu
hamil dengan gejala sedang sampai berat COVID-19 harus dimonitor
secara ketat. Hal ini bertujuan untuk mencapai keseimbangan cairan
netral dalam persalinan dan meminimalkan cairan IV sedapat mungkin.
21. Plasenta harus dilakukan penanganan sesuai praktik normal. Jika
diperlukan histologi, jaringan harus diserahkan ke laboratorium dan
laboratorium harus diberitahu bahwa sampel berasal dari pasien suspek
atau terkonfirmasi COVID
22. Tim neonatal harus diberitahu tentang rencana untuk melahirkan bayi dari
ibu yang terkena COVID-19 jauh sebelumnya.

Lampiran 2

20
21
B. Sectio Caesarea
1. Pengertian Sectio Caesarea adalah pelahiran janin melalui insisi yang
dibuat pada dinding abdomen dan uterus. (Reeder, Martin, & Griffin,
2011).
Sectio Caesarea adalah kelahiran janin melalui insisi pada dinding
abdomen
( laparatomi ) dan dinding uterus ( histerektomi ). (Cunningham & dkk,
2012).
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Sectio Caesarea adalah
suatu proses persalinan buatan untuk mengeluarkan janin dari rahim ibu
dengan melakukan insisi pada dinding abdomen dan uterus.
2. Indikasi Indikasi persalinan Sectio Caesarea yang dibenarkan terjadi
secara tunggal
atau secara kombinasi, merupakan suatu hal yang sifatnya relatif daripada
mutlak, dan dapat diklasifikasikan dibawah ini :
a. Ibu dan janin Distosia (kemajuan persalinan yang abnormal) adalah
indikasi paling umum kedua (30%), yang pada umumnya ditunjukkan
sebagai suatu “kegagalan kemajuan” dalam persalinan.
Hal ini mungkin berhubungan dengan ketidaksesuaian antara ukuran
panggul dengan ukuran kepala janin (disproporsi sefalopelvik),
kegagalan induksi, atau aksi kontraksi uterus yang abnormal. CPD
Pada panggul ukuran normal, apapun jenisnya, yaitu panggul ginekoid,
anthropoid, android, dan platipelloid. Kelahiran pervaginam janin
dengan berat badan normal tidak akan mengalami gangguan. Panggul
sempit absolut adalah ukuran konjungata vera kurang dari 10 cm dan
diameter transversa kurang dari 12 cm. Oleh karena panggul sempit,
kemungkinan kepala tertahan di pintu atas panggul lebih besar, maka
dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami tekanan kepala. Hal ini
dapat mengakibatkan inersia uteri serta lambatnya pembukaan serviks
(Prawirohardjo, 2018 edisi 3).

22
b. Ibu Penyakit ibu yang berat, seperti penyakit jantung berat, diabetes
mellitus,
PEB atau eklamsia, kanker serviks, atau infeksi berat (yaitu virus
herpes simpleks tipe II atau herpes genitalis dalam fase aktif atau
dalam 2 minggu lesi aktif).
Penyakit tersebut membutuhkan persalinan Sectio Caesarea karena
beberapa alasan : untuk mempercepat pelahiran dalam suatu kondisi
yang kritis, karena klien dan dan janinnya tidak mampu menoleransi
persalinan, atau janin akan terpajan risiko bahaya yang meningkat saat
melalui jalan lahir.
c. Janin Gawat janin, seperti janin dengan kasus prolaps tali pusat,
insufiensi
uteroplasenta berat, malpresentasi seperti letak melintang, janin dengan
presentasi dahi, kehamilan ganda dengan bagian terendah janin kembar
adalah pada posisi melintang bokong.
d. Plasenta previa Pemisahan plasenta sebelum waktunya (solusio).
Indikasi
kontroversial meliputi tidak diketahuinya jaringan parut sebelumnya,
presentasi bokong, kehamilan lewat bulan, dan makromsomia janin
(dengan perkiraan berat badan janin > 4.500 gram (Reeder, Martin, &
Griffin, 2011).
3. Klasifikasi
a. Sectio caesarea transperitonealis
1) Sectio caesarea klasik yaitu pembedahan dilakukan dengan sayatan
memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm.
Keuntungan tindakan ini yaitu mengeluarkan janin lebih cepat,
tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik dan
sayatan bisa diperpanjang proksimal dan distal. Kerugiannya yaitu
infeksi mudah menyebar secara intra abdominal dan lebih sering
terjadi ruptur uteri spontan pada persalinan selanjutnya.

23
2) Sectio caesarea profunda disebut juga low cervical yaitu sayatan
pada segmen bawah rahim. Keuntungannya yaitu penjahitan luka
lebih mudah, kemungkinan rupture uteri spontan lebih kecil
dibandingkan dengan Sectio Caesarea dengan cara klasik,
sedangkan kelemahannya yaitu perdarahan yang banyak dan
keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi.
b. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Sectio caesarea ekstraperitonealis, yaitu Sectio Caesarea berulang pada
seorang pasien yang pernah melakukan Sectio Caesarea sebelumnya.
Biasanya dilakukan di atas bekas luka yang lama. Tindakan ini
dilakukan dengan insisi dinding dan fasia abdomen sementara
peritoneum dipotong ke arah kepala untuk memaparkan segmen bawah
uterus sehingga uterus dapat dibuka secara ekstraperitoneum. Pada saat
ini pembedahan ini tidak banyak dilakukan lagi untuk mengurangi
bahaya infeksi puerperal.
4. Komplikasi
a. Infeksi peurperal Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu
selama beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti
peritonitis, sepsis dsb.
b. Perdarahan Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan
jika cabang - cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi komplikasi lain seperti luka kandung kemih, embolisme
paru.
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya
parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptur uteri. (Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012)

5. Penatalaksanaan
a. Perawatan pre operasi Sectio Caesarea
1) Persiapan kamar operasi
a) Kamar operasi sudah di bersihkan dan siap untuk dipakai.

24
b) Peralatan dan obat –obatan telah siap semua termasuk kain
operasi.
2) Persiapan pasien
a) Pasien telah dijelaskan tentang prosedur operasi
b) Informed concent telah ditanda tangani oleh pihak keluarga
pasien
c) Perawat memberi support kepada pasien
d) Daerah yang akan di insisi telah dibersihkan (rambut pubis
dicukur dan sekitar abdomen telah dibersihkan dengan
antiseptik)
e) Pemeriksaan tanda tanda vital dan pengkajian untuk
mengetahui penyakit yang pernah di derita oleh pasien
f) Pemeriksaan laboratorium (darah, urine)
g) Pemeriksaan USG
h) Pasien puasa selama 6 jam sebelum dilakukan operasi

6. Resiko Bedah Secsio Caesarea


Resiko atau efek samping melahirkan secsio caesarea mencakup :
a. Masalah yang muncul akibat bius yang digunakan dalam
pembedahan dan obat-obatan penghilang nyeri sesudah bedah
sectiocaesarea
b. Peningkatan insidensi infeksi dan kebutuhan akan antibiotic
c. Perdarahan yang lebih berat dan peningkatan resiko perdarahan
yang dapat menimbulkan anemia atau memerlukan transfuse darah
d. Rawat inap yang lebih lama, yang meningkatkan biaya persalinan
e. Nyeri pascabedah yang berlangsung berminggu-minggu atau
berbulan-bulan dan membuat sulit merawat diri sendiri, merawat
bayi, ataupun saudara lainnya.
f. Resiko timbulnya masalah dari jaringan parut atau perlekatan
didalam perut

25
g. Kemungkinan cederanya organ-organ lain ( usus besar atau
kandung kemih ) dan resiko pembentukan bekuan darah dikaki dan
daerah panggul
h. Peningkatan resiko masalah pernapasan dan temperature untuk
bayi baru lahir
i. Tingkat kurang subur yang lebih tinggi disbanding pada wanita
dengan melahirkan lewat vagina
j. Peningkatan resiko plasenta previa atau plasenta yang tertahan
pada kehamilan berikutnya

6. Asuhan Pada Ibu Post Seksio Sesaria (SC)


Setelah pasca operasi, ada hal-hal yang perlu diperhatikan karena
pada tahap ini ibu sangat rentang terhadap infeksi akibat perlukaan karena
persalinan. Dengan memberikan asuhan dan pemantauan khusus pada ibu
pasca operasi maka kemungkinan terjadinya infeksi pada klien lebih
rendah.
a. Pemberian cairan intravena. Kebutuhan cairan intravena, termasuk
darah selama dan setelah seksio sangat bervariasi.cairan yang
diberikan secara intravena terdiri dari larutan Ringer Laktat atau
larutan sejenis dan Dekstrosa 5% dalam air. Biasanya diberikan dalam
1-2 liter cairan yang mengandung elektrolit seimbang selama dan
segera setelah operasi.
b. Ruang pemulihan. Di ruang pemulihan, jumlah perdarahan dari vagina
harus dipantau dengan ketat, dan fundus harus sering diperiksa dengan
palpasi, dengan palpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap
berkontraksi kuat. Balutan tebal dengan banyak plester dapat
mengganggu palpasi dan pemijatan fundus serta menimbulkan rasa
tidak nyaman kemudiaan saat plester, dan mungkin kulit diangkat. Ibu
didorong untuk bernapas dalam dan batuk. 44 Setelah ibu sadar penuh,
perdarahan minimal, tekanan darah memuaskan, dan aliran urine
paling tidak 30 ml per jam, pasien dapat dipulangkan ke kamarnya.

26
c. Pemberian analgesik (Anti nyeri). Untuk ibu dengan ukuran tubuh
rata-rata, diberikan meperidin 75 mg, atau morfin 10 mg secara
intramuskulus sampai sesering tiap 3 jam untuk menghilangkan rasa
nyaman. Jika bertubuh kecil, mungkin diperlukan meperidin 50 mg
atau jika besar, 100 mg. Suatu antiemetik (misalnya prometazin 25
mg) biasanya diberikan betsama narkotik. Metode pemberian analgetik
lainya misalnya pemberian narkotik epidural pasca partum atau
analgesik yang dikontrol oleh pasien sedang dievaluasi dengan hasil
awal yang menjajikan.
d. Tanda Vital. Tekanan darah, nadi, jumlah urin, dan fundus uteri
diperiksa paling tidak setiap jam selama 4 jam. Setiap kelainan
dilaporkan. Setelah itu, selama 24 jam pertama, hal-hal diatas
bersamaan dengan suhu, diperiksa setiap 4 jam.
e. Terapi Cairan Dan Makanan. Secara umum, 3 liter cairan, termasuk
Ringer Laktat seyogianya adekuat untuk pembedahan dan 24 jam
pertama sesudahnya. Namun, jika pengeluarna urine kurang dari 30 ml
per jam, pasien harus segera dievaluasi kembali. Penyebab oligouria
dapat beragam mulai dari pengeluaran darah yang tidak diketahui
sampai efek antidiuretik infus oksitosin. Jika tidak terjadi manipulasi
intra-abdomen yang ekstensi atau sepsis, ibu yang seyogiyanya mampu
menerima cairan per oral sehari setelah pembedahan. 45 Jika tidak
mampu, cairan intravena dilanjutkan atau diulang. Pada hari kedua
setalah pembedahan , sebagian besar ibu dapat menerima makan biasa.
f. Kandung Kemih Dan Usus. Kateter umunya dapat dilepas dari
kandung kemih 12 jam setelah operasi atau, yang lebih menyenangkan,
pagi hari setelah operasi. Kemampuan ibu mengosongkan kandung
kemihnya sebelum terjadi peregangan yang berlebihan harus dipantau
seperti pada persalinan pervaginam. Bising usus biasanya tidak
terdengar pada hari pertama pembedahan, samar-samar pada hari
kedua, dan aktif pada hari ketiga. Pada hari kedua dan ketiga pasca
operasi, dapat timbul nyeri gas akibat gerakan usus yang tidak

27
terkoordinasi. Supositoria rektum biasanya dapat memicu defekasi,
jika tidak ibu harus diberi anema.
g. Ambulasi. Umumnya, sehari setelah pembedahan, pasien harus turun
sebentar dari tempat tidur dengan bantuan paling tidak dua kali. Lama
waktu ambulasi Post Seksio Sesarea (SC) dengan general anastesi dan
regional anastesi cenderung sama. Selisih rata-rata lama waktu
ambulasi dini hanya 2 jam 40 menit (Umi Solikhah, 2011).
h. Pemeriksaan Laboratorium. Hematokrit secara rutin diukur pada pagi
hari setelah pembedahan. Hemotokrit diperiksa lebih dini jika terjadi
pengeluaran darah berlebihan atau terjadi oliguria atau tanda-tanda
yang lain yang mengisyaratkan hipovolemia. Jika hematokrit menurun
secara signifikan dari kadar praoperasi, pemeriksaan diulang, dan
dilakukan penelitian untuk menentukan penyebab penurunan tersebut.
jika hematokrit yang rendah itu tetap stabil, ibu yang bersangkutan
tersebut dapat pulang tanpa kesulitan. Jika kecil kemungkinanya 46
terjadi pengeluarn darah lebih kanjut, terapi besi untuk memperbaiki
gangguan hematologik lebih dianjurkan dari pada transfusi.
i. Perawatan Payudara. Menyusui dapat dimulai sehari setelah
pembedahan. Jika ibu yang bersangkutan memilih untuk tidak
menyusui karena ada hal lain, maka pemakaian penyangga payudara
yang tidak menekan biasanya dapat mengurangi rasa tidak nyaman.
j. Pemulangan Dari Rumah Sakit. Ibu dapat dipulangkan dengan aman
pada hari keempat atau kelima pasca persalinan, kecuali jika terjadi
penyulit selama Masa Nifas. Aktifitas ibu selama minggu berikutnya
harus dibatasi pada perawatan diri dan bayinya dengan bantuan.
Evaluasi pasca salin perta sebaliknya dilakukan tinga minggu setelah
persalinan, bukan 6 minggu seperti cara tradisional.
k. Pemberian Antimikroba Profilaksis. Suatu Penelitian mengevaluasi
intervensi terapi pada kelompok perempuan nulipara beresiko tinggi
yang menjalani seksio sesarea akibat disproporsi sefalopelvik. Karena
frekuensi infeksi panggul adalah 85%, menganggap bahwa pemberian

28
antimikroba adalah pengobatan dan bukan profilaksis. Mereka
mengamati bahwa pemberian penisil ditambah gentamisin atau
sefamandol saja segera setelah tali pusat dijepit dan diikuti dua
pemebrian dosis dan obat yang sama dengan interval 6 jam
menyebabkan penurunan drastis morbiditas akibat infeksi. Saat ini
peneliti hanya memberikan dosis tunggal yaitu antimikroba spektrum
luas, misalnya sefalosporin atau penisil spektrum luas. Regimen ini
terbukti sama efektif, dan pemilihan anti mikroba harus
mempertimbangka 47 beberapa hal, yaitu: alergi pasien, ketersediaan
obat, biaya dan kebiasaan dokter memakai obat yang bersangkutan
(Norman,dkk 2011).
Setelah memberikan Asuhan pada Ibu Post Seesarea (SC) maka
tentunya bidan dapat menolong ibu dengan baik mengingat kembali
pengalaman bedah sesar dengan menimbulkan rasa puas tersendiri dan
keberhasilan pencapaian asuhan kebidanan yang diberikan sesuai
dengan kebutuhan setiap ibu, dapat membuat perbedaan dalam
mengalami dan mengingat peristiwa penting ini (Baston Helen dan
Hall Jenifer 2011:166).

C. Induksi Persalinan
1. Pengertian Induksi Persalinan Induksi persalinan adalah upaya untuk
melahirkan janin menjelang aterm, dalam keadaan belum terdapat tanda-
tanda persalinan atau belum inpartu, dengan kemungkinan janin dapat
hidup diluar kandungan (umur diatas 28 minggu). Dengan induksi
persalinan bayi sudah dapat hidup diluar kandungan, sebagai upaya untuk
menyelamatkan janin dari pengaruh buruk apabila janin masih dalam
kandungan (Manuaba, 2010). Induksi partus adalah suatu upaya agar
persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah kehamilan cukup
bulan dengan jalan merangsang timbulnya his (Mochtar, 2012).

29
2. Tujuan Induksi Persalinan
a. Mengantisipasi hasil yang berlainan sehubungan dengan kelanjutan
kehamilan
b. Untuk menimbulkan aktifitas uterus yang cukup untuk perubahan
serviks dan penurunan janin tanpa menyebabkan hiperstimulasi uterus
atau komplikasi janin
c. Agar terjadi pengalaman melahirkan yang alami dan seaman mungkin
dan memaksimalkan kepuasan ibu (Manuaba, 2010).

3. Indikasi Persalinan Indikasi dari induksi persalinan yaitu kehamilan lewat


waktu, ketuban pecah dini, kematian janin, inersia uiteri, kehamilan 21
dengan hipertensi dan kehamilan dengan diabetes mellitus (Hanifa, 2010).
1) Indikasi dari ibu yaitu kehamilan dengan hipertensi, kehamilan dengan
diabetes mellitus, ketuban pecah dini.
2) Indikasi dari janin yaitu kehamilan lewat waktu, plasenta previa,
solusio plasenta, kematian intra uteri, kematian berulang dalam rahim,
pertumbuhan janin terhambat (Nugorho, 2012).

4. Kontra Indikasi Induksi Persalinan


a. Terdapat distosia persalinan
1) Panggul sempit atau disproporsi sefalopelvik
2) Kelainan posisi kepala janin
3) Terdapat kelainan letak janin dalam rahim
4) Perkiraan bahwa berat janin > 4000 gram
b. Terdapat kedudukan ganda
1) Tangan bersama kepala
2) Kaki bersama kepala
3) Tali pusat menumbung terkemuka
c. Terdapat overdistensi rahim
1) Kehamilan ganda
2) Kehamilan dengan hidramnion

30
3) Terdapat bekas operasi pada otot rahim
4) Bekas seksio sesaria
5) Bekas operasi mioma uteri
d. Pada grandemultipara atau kehamilan > 5 kali
e. Terdapat tanda atau gejala intrauterine fetal distress (Manuaba, 2010).

5. Metode Induksi Induksi partus dapat dilakukan dengan berbagai cara,


yaitu :
a. Cara kimiawi Yaitu dengan cara memberikan obat-obatan yang
merangsang timbulnya his.
1) Oksitosin drip Kemasan yang dipakai adalah pitosin, sintosinon.
Pemberiannya dapat secara suntikkan intramuskular, intravena,
infus tetes dan secara bukal. Yang paling baik dan aman adalah
pemberian infus tetes (drip) karena dapat di atur dan di awasi efek
kerjanya. Cara :
a) Kandung kemih dan rektum terlebih dahulu dikosongkan.
b) Masukkan 5 satuan oksitosin ke dalam 500 cc Dektor 5% atau
NaCl 0,9% dan diberikan per infus dengan kecepatan pertama
10 tetes per menit.
c) Kecepatan dapat dinaikkan 5 tetes setiap 15 menit sampai tetes
maksimal 4- 60 tetes per menit.
d) Oksitosin drip akan lebih berhasil jika nilai pelvis di atas 5 dan
dilakukan amniotomi (Mochtar, 2012).
2) Pemberian larutan hipertonik intraamnion Cara ini biasanya
dilakukan pada kehamilan di atas 16 minggu dimana rahim sudah
cukup besar. Secara amniosentesis ke dalam kantong amnion yaitu
di masukkan 23 larutan garam hipertonik atau larutan gula
hipertonik (larutan garam 20% atau larutan glukosa 50%) sebagai
iritasi pada amnion, dengan harapan akan terjadi his. Sebelumnya
dengan semprit cairan amnion dikeluarkan dahulu, sebagai
gantinya dimasukkan cairan hipertonik. Sebaiknya diberikan

31
oksitosin drips yaitu 10-20 satuan oksitosin dalam 500 cc larutan
dekstrosa 5% dengan tetesan 15 sampai 25 tetes per menit.
Penderita diobservasi baik-baik.
3) Pemberian prostaglandin Prostaglandin dapat merangsang otot-otot
polos termasuk juga otot-otot rahim, prostaglandin yang spesifik
untuk merangsang otot rahim ialah PGE2 dan PGF2 alpha. Untuk
induksi persalinan prostaglandin dapat diberikan secara intravena,
oral, vaginal, rektal dan intra amnion. Pengaruh sampingan dari
pemberian prostaglandin ialah mual, muntah, diare (Hanifah,
2007).

b. Cara mekanis
1) Melepaskan selaput ketuban (stripping of the membrane) Dengan
jari yang dapat masuk kedalam kanalis servikalis selaput ketuban
yang melekat dilepaskan dari dinding uterus sekitar ostium uteri
internum. Cara ini akan lebih berhasil bila serviks sudah terbuka
dan kepala sudah turun. Dianggap bahwa dengan bersamaan
turunnya kepala dan lepasnya selaput ketuban, selaput ini akan
lebih menonjol sehingga akan menekan pleksus Frankenhauser
yang akan merangsang timbulnya his dan terbukanya serviks.

2) Memecahkan ketuban (amniotomi) Hendaknya ketuban baru


dipecahkan kalau memenuhi syarat sebagai berikut :
a) Serviks sudah matang atau skor pelvis di atas 5,
b) Pembukaan kira-kira 4-5 cm,
c) Kepala sudah memasuki pintu atas panggul. Biasanya setelah
1-2 jam pemecahan ketuban diharapkan his akan timbul dan
menjadi lebih kuat. Adapun cara amniotomi adalah: lakukan
dulu stripping selaput ketuban, lalu pecahkan ketuban dengan
memakai setengah kocher atau alat khusus pemecah ketuban.
Kepala janin disorong masuk pintu atas panggul.

32
3) Dilatasi serviks uteri Dilatasi serviks uteri dapat dikerjakan dengan
memakai gagang laminaria dan dilatator (busi) Hegar. Pada
beberapa kasus diperlukan pembukaan kanalis servikalis yang
lebih besar (misalnya pada primigravida) untuk mengeluarkan hasil
konsepsi. Cara :
a) Tahap pertama pasang gagang laminaria: Masukkan 2-3 gagang
laminaria ke dalam kanalis servikalis dengan ujung atas masuk
dalam cavum uteri dan ujung bawah dalam vagina, lalu
masukkan tampon kasa dalam vagina. Sifat alat ini adalah
hidroskopis-menarik air menjadi gembung perlahan-lahan
sehingga membuka kanalis servikalis. Gagang ini sebaiknya di
pasang dari jam 6 atau 7 malam hari dan setelah 12 jam, jadi
pada besok pagi hari jam 6 atau 7 laminaria dikeluarkan.
b) Tahap kedua bila pembukaan belum cukup besar, dapat
dilakukan dilatasi dengan busi Hegar sampai pembukaan yang
dikehendaki tercapai.
c) Tahap selanjutnya adalah melakukan pengeluaran isi kavum
uteri dengan cunam abortus atau dengan alat kuret. Bahaya
yang mungkin mengancam adalah infeksi dan perdarahan.
Karena itu bekerjalah asepsis. Kalau rahim agak besar berikan
terlebih dahulu uterus tonika untuk mencegah perdarahan.

c. Cara kombinasi kimiawi dan mekanis Adalah memakai cara kombinasi


antara cara kimiawi diikuti dengan cara mekanis, misalnya amniotomi
dengan pemberian oksitosin drip atau pemecahan ketuban dengan
pemberian prostaglandin per oral dan sebagainya. Pada umumnya, cara
kombinasi memiliki angka keberhasilan yang lebih tinggi. Kalau
induksi partus gagal, sedangkan ketuban sudah pecah dan pembukaan
serviks tidak memenuhi syarat untuk pertolongan operatif per
vaginam, satu- satunya jalan adalah mengakhiri kehamilan dengan
seksio sesarea.

33
6. Komplikasi
a. Terhadap ibu
1) Kegagalan induksi
2) Kelelahan ibu dan krisis emosional
3) Inersia uteri dan partus lama
4) Tetania uteri (tamultous labor) yang dapat menyebabkan solusio
plasenta, ruptur uteri dan laserasi jalan lahir lainnya,
5) Infeksi intrauterin.
b. Terhadap janin
1) Trauma pada janin oleh tindakan,
2) Prolapsus tali pusat,
3) Infeksi intrapartal pada janin (Mochtar, 2012).

D. Tinjauan Indikasi Induksi Dalam Persalinan


1. Inersia uteri
a. Pengertian Inersia uteri adalah his tidak normal dalam kekuatan/
sifatnya menyebabkan rintangan pada jalan lahir, dan tidak dapat
diatasi sehingga menyebabkan persalinan macet. Inersia uteri dapat
menyebabkan persalinan akan berlangsung lama dengan akibat
terhadap ibu dan janin yaitu infeksi, kehabisan tenaga dan dehidrasi.
Inersia uteri dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Inersia uteri primer Bila sejak awal kekuatannya sudah lemah dan
persalinan berlangsung lama dan terjadi pada kala I fase aktif.
2) Inersia uteri sekunder
a) Timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu yang lama
dan terjadi pada kala I fase aktif
b) His pernah cukup kuat tetapi kemudian melemah
c) Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada pembukaan
d) Pada bagian terendah terdapat kaput, dan mungkin ketuban
telah pecah

34
e) Dewasa ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung sedemikian
lama sehin dapat menimbulkan kelelahan otot uterus, maka
inersia uteri sekunder ini jarang ditemukan.Kecuali pada wanita
yang tidak diberi pengawasan baik pada saat persalinan.

b. Etiologi
1) Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida, khususnya
primigravida tua
2) Inersia uteri sering dijumpai pada multigravida
3) Faktor herediter
4) Faktor emosi dan ketakutan
5) Salah pimpinan persalinan
6) Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen
bawah uterus, seperti pada kelainan letak janin atau pada
disproporsi sefalopelvik
7) Kelainan uterus, seperti uterus bikornis unikolis
8) Salah pemberian obat-obatan, oksitosin dan obat penenang
9) Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atau
hidramnion
10) Kehamilan postmatur.

c. Penanganan
1) Periksa keadaan serviks, presentase dan posisi janin, turunnya
bagian terbawah janin keadaan janin
2) Bila kepala sudah masuk PAP, anjurkan pasien untuk jalan-jalan
3) Buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan
dikerjakan misalnya pada letak kepala :
a) Berikan oksitosin drip 5-10 satuan dalam 500cc Dektrose 5%,
dimulai dengan 12 tetes per menit. Tujuan pemberian oksitosin
adalah supaya serviks dapat membuka.

35
b) Pemberian oksitosin tidak usah terus menerus. Bila tidak
memperkuat his setelah pemberian oksitosin beberapa lama
hentikan dulu dan anjurkan ibu untuk istirahat. Pada malam
hari berikan obat penenang misalnya valium 10 mg dan
esoknya diulang lagi pemberian oksitosin drip.
c) Bila inersia uteri diserati disproporsi sefalopelvis maka
sebaiknya seksio sesaria
d) Bila semula his kuat tetapi kemudian terjadi inersia uteri
sekunder, ibu lemah, dan partus telah berlangsung lebih dari 24
jam pada primi dan 18 jam pada multi tidak ada diselesaikan
sesuai dengan hasil pemeriksaan dan indikasi obstetric lainnya
(ekstraksi vakum, forcep, dan seksio sesaria) (Taufan, 2010).

E. Masa Nifas
1. Beberapa Pengertian Masa Nifas Menurut Para ahli, yaitu :
a. Masa Nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi,
plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan organ
kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu
(Saleha, 2013).
b. Masa nifas disebut juga masa post partum atau purperium adalah
dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil, Masa nifas berlangsung selama
kira-kira 6 minggu ( Sunarsih, 2011).
c. Masa nifas atau puerperium adalah masa setelah persalinan selesai
sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa nifas, organ reproduksi
secara perlahan akan mengalami perubahan seperti keadaan sebelum
hamil. Perubahan organ reproduksi ini disebut involusi (Dewi Maritalia
2012).

36
2. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Asuhan masa nifas haruslah diperlukan dalam periode ini karena
merupakan masa kritis bagi ibu maupun bagi bayinya. Diperkiraka 60%
kematian ibu diakibatkan oleh perdarahan yang terjadi setelah persalinan
dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. selama bidan
memberikan asuhan sebaiknya 11 bidan mengetahui apa tujuan dari
pemberian asuhan paada masa nifas, adapun tujuan dari pemberian asuhan
masa nifas antara lain:
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis
dimana dalam asuhan pada masa nifas ini peranan keluarga sangat
penting, dengan pemberian nutrisi, dukungan psikologis maka
kesehatan ibu dab bayi selalu terjaga.
b. Melaksanakan skrinning yang komprehensif (menyeluruh) dimana
bidan harus memberikan manajemen asuhan kebidanan pada ibu masa
nifas secara sistematis yaitu mulai penkajian data subjektif, objektif
maupun penunjang.
c. Setelah bidan melaksanakan pengkajian data maka bidan harus
menganalisis data tersebut sehingga tujuan asuhan masa nifas ini dapat
mendeteksi masalah yang dapat terjadi pada ibu dan bayi.
d. Mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayinya. Yakni setelah masalah ditemukan maka bidan dapat langsung
masuk kelangkah berikutnya sehingga tujuan diatas dapat dilakukan
(Aiyeyeh Rukiyah 2011).
3. Periode Masa Nifas
a. Puerperium Dini. Suatu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan
untuk berdiri dan berjalan.
b. Puerperium intermedial. Suatu masa dimana kepulihan dari organ-
organ reproduksi selama kurang lebih enam minggu.
c. Remote puerperium. Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
kembali dalam keadaan sempurna terutama bila ibu selama hamil atau
waktu persalinan mengalami komplikasi (Reni Heryani 2012). 12

37
4. Adaptasi fisiologi pada Masa Nifas
a. Perubahan uterus
Segera setelah lahirnya plasenta, pada uterus yang berkontraksi posisi
fundus uteri berada kurang lebih pertengahan antara umbilikus dan
simfisis, atau sedikit lebih tinggi. Dalam keadaan normal,uterus
mencapai ukuran besar pada masa sebelum hamil sampai dengan
kurang dari 4 minggu, berat uterus setelah kelahiran kurang lebih 1 kg
sebagai akibat involusi. Satu minggu setelah melahirkan beratnya
menjadi kurang lebih 500 gram , pada akhir minggu kedua setelah
persalinan menjadi kurang lebi 300 gram, setelah itu menjadi 100 gram
atau kurang.
Tabel 1.1 Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi
Involusi TFU Berat
Bayi Lahir Setinggi Pusat, 2 jbpst 1.000 gr
1 minggu Pertengahan pusat simfisis 750 gr
2 minggu Tidak teraba diatas 500 gr
simfisis
6 minggu Normal 50 gr
8 minggu Normal tapi sebelum 30 gr
hamil
Keterangan:
jbpst = jari bawah pusat
TFU = Tinggi Fundus Uteri ( Saleha, 2013).
Namum pada keadaan yang abnormal tinggi fundus mengalami
perlambatan akibat adanya luka insisi pada posisi Seksio Sesarea
(SC) timbul rasa nyeri akibat luka insisi sehingga involusi lebih
lambat.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses involusi uteri
diantaranya:
1) Gizi. Faktor gizi dapat memperlambat penurunan TFU karena
pada ibu nifas Post Seksio Sesarea (SC) tidak boleh langsung
makan dan harus diet makanan terlebih dahulu. Jadi bila gizi
ibu Post Partum kurang, maka proses pertunbuhan serta

38
pemeliharaan jaringan terutama untuk mengganti sel-sel yang
rusak akibat persalinan mengalami gangguan sehingga
pengembalian alat-alat kandungan atau involusio uteri menjadi
lebih lambat dan rentan terkena infeksi.
Gizi yang adekuat akan mempercepat pemulihan kesehatan ibu
pasca persalinan dan pengembalian kekuatan otot-ototnya
menjadi lebih cepat serta akan mengakibatkan kualitas maupun
kuantitas Air Susu Ibu atau ASI. Disamping itu juga ibu pasca
persalinan akan lebih mampu menghadapi serangan-serangan
kuman sehingga tidak terjadi infeksi dalam nifas (Fitriana dan
Lilis Dwi, 2012).
2) Mobilisasi.
Mobilisasi dini adalah aktifitas segera yang dilakukan setelah
beberapa jam dengan beranjak dari tempat tidur pada ibu
dengan pasca persalinan.
Hasil penelitian bahwa sebagian besar (60,6%) Ibu Nifas Post
Seksio Sesarea (SC) mengalami keterlambatan penurunan TFU
Hal ini disebabkan oleh ibu Post Seksio Sesarea (SC) kurang
melakukan mobilisasi dini karena rasa nyeri yang timbul akibat
pada luka jahitan pada abdomen (Fitriana dan Lilis Dwi, 2012).
Mobilisasi dini (early mobilization) bermanfaat untuk:
a) Melancarkan pengeluaran lokia, mengurang infeksi
puerperium.
b) Ibu merasa lebihsehat dan kuat.
c) Mempercepat involusi alat kandungan.
d) Fungsi usus, sirkulasi, paru-paru dan perkemihan lebih
baik.
e) Menigkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga
mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisi metabolisme.
f) Memungkinkan untuk mengajarkan perawatan bayi pada
ibu.

39
g) Mencegah thrombosis pada pembuluh tungkai (Elisabeth
Siwi Walyani, dkk. 2015, Hal 113).
3) Usia
Usia reproduksi yang optimal bagi seorang wanita adalah umur
antara 20 - 35 tahun, dibawah dan diatas usia tersebut akan
meningkatkan resiko kehamilan dan persalinan. Usia mudah
dibawah 20 tahun karena perkembangan organorgan reproduksi
yang belum optimal dimana sistim dalam tubuh terutama organ
reproduksi masih dalam proses pematangan (Fitriana dan Lilis
Dwi, 2012).
Pada usia yang lebih tu diatas 35 tahun telah terjadi
kemunduran fungsi fisiologi maupun reproduksi secara umum,
penurunan daya ingat membuat informasi yang disampaikan
oleh bidan tidak terserap dengan baik sehingga memungkin kan
terjadi komplikasi yang tidak di inginkan pada pasca
persalinan.
4) Pekerjaan.
Pekerjaan juga mempengaruhi proses penurunan Tinggi Fundus
Uteri dikarenakan pekerjaan akan mempengaruhi tingkat
pendapatan sehingga akan mempengaruhi kebutuhan
keseharianya (Fitriana dan Lilis Dwi, 2012)
5) Pendidikan. Tinggi rendahnya pendidikan akan mempengaruhi
pengetahuan dan cara memahami yang di jelaskan oleh bidan.

b. Lokia
Lokia adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan
vagina selama masa nifas (Saleha, 2013). Berikut ini adalah
beberapa jenis Lokia yang terdapat pada wanita pada Masa Nifas,
yaitu:
1) Lokia rubra (cruenta)

40
berwarna merah karena berisi darah segar dan sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua, verniks caseosa, lanugo, dan
mekonium selama 2 hari pasca persalinan.inilah lokia yang
akan keluar selama tiga hari post partum.
2) Lokia sanguilenta
berwarna merah kuning berisi darah dan lendir yang keluar
pada hari ke-3 sampai ke-7 pasca persalinan.
3) Lokia serosa
lokia berikutnya. Dimulai dengan versi yang lebih pucat dari
lokia rubra. Lokia ini berbentuk serum dan berwarna merah
jambu kemudian menjadi kunimg. Cairan tidak berdarah lagi
pada hari ke-7 sampai hari ke-14 pasca persalinan. Lokia alba
mengandung cairan serum, jaringan desidua, leukosit, dan
eritrosit.
4) Lokia alba
lokia yang terakhir yang dimulai dari hari ke-14 kemudian
makin lama makin sedikit hingga sama sekali berhenti sampai
satu atau dua minggu berikutnya. Bentuknya seperti cairan
putih berbentuk krim serta terdiri atas leukosit dan sel-sel
desidua (Saleha, 2013 ).
c. Serviks Segera setelah persalinan bentuk serviks persalinan bentuk
serviks akan menganga seperti corong berwarna merah kehitaman,
setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk ke rongga rahim,
setelah 2 jam dapat di lalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya
dapat dilalui 1 jari (Dewi Martalia, 2012).
d. Bekas implantasi plasenta Proses involusi tempat melekatnya
plasenta mempunyai kepentingan klinis yang besar, karena bila
proses ini terganggu dapat terjadi perdarahan nifas (Fitriana dan
Lilis Dwi, 2012).
e. Rasa sakit (after pains) Mules-mules sesudah partus akibat
kontraksi uterus kadang-kadang akan sangat mengganggu selama

41
2-3 hari Post partum. Perasaan mules ini lebih terasa bila wanita
tersebut sedang menyusui. Perasaan sakit itupun timbul bila masih
terdapat sisa-sisa selaput ketuban, sisa-sisa plasenta atau gumpalan
darah didalam kavum uteri (Fitriana dan Lilis Dwi, 2012).
f. Laktasi Selama sembilan bulan kehamilan, jaringan payudara
tumbuh dan menyiapkan fungsinya untuk menyediakan makanan
bagi bayi baru lahir. Setelah 17 melahirkan, ketika hormon yang
dihasilkan plasenta tidak adalagi untuk menghambatnya kelenjar
pituitari akan mengeluarkan prolaktin (hormon laktogenik).
Sampai hari ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada
payudara mulai bisa dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi
bengkak terisi darah, sehingga timbul rasa hangat, bengkak dan
rasa sakit. Sel-sel acini yang menghasilkan ASI juga mulai
berfungsi ketika bayi mengisap puting refleks saraf merangsang
lobus posterior pituitari untuk mengekresi hormon oksitosin.
Oksitosin merangsang refleks let dow (mengalirkan) sehingga
menyebabkan ejeksi ASI melalui sinus laktiferus payudara ke
duktus yang terdapat pada puting. Ketika ASI dialirkan karena
isapan bayi atau dengan dipompa sel-sel acini terangsang untuk
menghasilkan ASI lebih banyak. Refleks ini dapat berlanjut sampai
waktu yang cukup lama (Saleha, 2013:58).
g. Perubahan sistem pencernaan Pada ibu yang melahirkan dengan
cara operasi Seksio Sesarea (SC) biasanya membutuhkan waktu
sekitar 1-3 hari agar fungsi saluran cerna dan nafsu makan dapat
kembali normal. Dibandingkan ibu yang melahirkan secara spontan
biasanya lebih cepat lapar karena telah mengeluarkan energi yang
begitu banyak pada proses persalinan (Dewi Maritalia, 2012).
h. Perubahan Sistem urinaria Pada awal Post partum kandung kemih
mengalami oedema, kongesti dan hipotonik, hal ini disebabkan
karena adanya overdistensi pada saat kala II persalinan dan
pengeluaran urin yang tertahan selama proses persalinan. Maka hal

42
ini biasanya 18 di perlukan kateterisasi pada ibu karena kondisin
organ reproduksi ibu belum berfungsi secara optimal pasca operasi.
Pada tahap ini perlunya bidan harus memantau kelancaran aliran
urine yang keluar, untuk menjaga kelancaran aliran urine yang
keluar harus diperhatikan hal sebagai berikut:
1. Pipa jangan sampai tertekuk
2. Kantong penampungan harus dikosongkan secara teratur ke
wadah penampungan urine yang terpisah bagi tiap-tiap pasien.
Saluran urin dari kantong penanampungan tidak boleh
menyentuh wadah panampungan
3. Kateter yang kurang lancar/tersumbat harus dirigasi dengan
teknik No.5, bila perlu diganti dengan yang baru
4. Kantong penampungan harus selalu terletak lebih rendah dari
kandung kemih (Hasbih Ibrahim, 2011 hal:26).
i. Sistem Endokrin Selama kehamilandan persalinan terdapat
perubahan pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon
yang berperan dalam proses tersebut, diantaranya :
1. Oksitosin. Oksitosin disekresi dari kelenjar otak bagian
belakang. Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin
berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan
kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat
merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut
dapat membantu uterus kembali ke bentuk semula.
2. Prolaktin Menurunya kadar estrogen menimbulkan
terangsangnya kelenjar pituitari bagian belakang untuk
mengeluarkan prolaktin, hormon ini berperang dalam
pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu.
3. Estrogen dan Progestron. Selama hamil volume darah
meningkat walaupun mekanismenya secara penuh belum
dimengerti. Diperkirakan bahwa tingkat estrogen yang tinggi
memperbesar hormon antidiuretik yang meningkatkan volume

43
darah. Di samping itu, progestron memengaruhi otot halus yang
mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh daraah.
Hal ini sangat memengaruhi saluran kemih, ginjal, usus,
dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva, serta vagina
(Saleha, 2013).
j. Perubahan Tanda-tanda Vital Tanda-tanda Vital yang sering
digunakan sebagai indikator bagi tibuh yang mengalami gangguan
atau masalah kesehatan adalah nadi, pernafasan, suhu, dan tekanan
darah.
1) Suhu Badan .
Setelah proses persalinan, suhu tubuh dapat meningkat sekkitar
0,5˚Celcius dari keadaan normal ( 36˚–37,5˚Celcius), namun
tidak lebih dari 38˚ Celcius. Hal ini disebabkan karena
meningkatnya metabolisme tubuh pada saat proses persalinan.
2) Nadi.
Denyut Nadi normal berkisar antara 60–80 kali per menitpada
saat proses persalinan denyut nadi akan mengalami
peningkatan. Namun pada masa nifas denyut nadi akan kembali
normal.
3) Tekanan darah.
Tekanan darah normal untuk systole berkisar antara 110-140
mmHg dan untuk diastole antara 60-80 mmHg. Namun
setelelah persalinan, tekanan darah dapat sedikit rendah
dibandingkan pada saat hamil karena terjadinya perdarahan
pada saat proses persalinan.
4) Pernafasan.
Frekuensi pernafasan normal berkisa antara 18-24 kali
permenit. Setelah persalinan , frekuensi pernafasan akan
kembali normal. Keadaan pernafasan biasanya berhubungan
dengan suhu dan denyut nadi.

44
k. Perubahan Sistem Kardiovaskuler Kardiak autput meningkat
selama persalinan dan berlangsung sampai kala III ketika volume
darah uterus dikeluarkan. Penurunan terjadi pada beberapa hari
pertama postpartum dan akan kembali normal pada akhir minggu
ke 3 postpartum.
Perubahan Sistem Hematologi Pada minggu-minggu terakhir
kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-faktor
pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post partum, kadar
fibrinogen dan plasma akan sedikitmenurun tetapi darah lebih
mengental dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan
faktor pembekuan darah (Reni Heryani, 2012).
i. Perubahan Sistem Musculoskeletal
Ligament, fasia dan diagfragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut
dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang
dan dan menjadi retrofleksi, karena ligament rotundum menjadi
kendor. Stabilitas secara sempurna terjadi pada 6-8 21 minggu
setelah persalinan. Sebagai akibat setelah putusnya serat-serat
elastik kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat besarnya
uterus pada saat hamil, dinding abdomen masih lunak dan lendur
untuk sementara waktu. Pemulihan dibantu dengan latihan
(Wulandari, dkk, 2011: 97-108).
5. Proses Adaptasi Psikologis Pada Masa Nifas
Perubahan psikologi sebenarnya sudah terjadi pada saat kehamilan.
Menjelang persalinan, perasaan senang dan cemas bercampur
menjadi satu. Perasaan senang timbul karena akan berubah peran
menjadi seorang ibu daan segera bertemu dengan bayi yang telah
lama dinanti-nantikan. Timbulnya perasaan cemas karena khawatir
terhadap calon bayi yang akan dilahirkanya, apakah bayi akan
dilahirkan dengan sempurna atau tidak.

45
Hal ini dipengaruhi oleh polah asuh dalam keluarga dimana wanita
tersebut dibesarkan, lingkungan, adat istiadat setempat, suku,
bangsa, pendidikan serta pengalaman yang didapat (Dewi
Maritalia, 2012).
a. Adaptasi psikologis ibu dalam Masa nifas
Pada primipara, menjadi orang tua merupakan pengalaman ters
endiri dan dapat menimbulkan stress apabila tidak ditangani
dengan segera. Perubahan peran dari wanita biasa menjadi
seorang ibu memerlukan adaptasi sehingga ibu dapat melakukan
peranya dengan baik.
Fase-fase yang akan dialami oleh ibu pada masa Nifas antara
lain adalah sebagai berikut :
1) Fase Taking in. Merupakan fase ketergantungan yang
berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah
melahirkan. Ibu terfokus pada dirinya sendiri sehingga
cenderung pasif terhadap lingkunganya. Pada fase ini,
kebutuhan istirahat, asupan nutrisi dan komunikasi yang
baik harus dapat terpenuhi. Bila kebutuhan tersebut tidak
terpenuhi, ibu dapat mengalami gangguan psikologi
berupa : kekecewaan pada bayinya, ketidaknyamanan
sebagai akibat perubahan fisik yang dialami, rasa bersalah
karena belum bisa menyusui bayinya dan kritikan suami
atau keluarga tentang perawatan bayinya. 2
2) Fase Taking Hold. Merupakan fase yang berlangsung
antara 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu merasa khawatir
akan ketidak mampuan dan rasa tanggung jawab dalam
perawatan bayinya daan ibu sensitif dan lebih mudah
tersinggung. Sebagai bidan disini harus memberikan asuhan
penuh terhadap kebutuhan ibu tentang cara perawatan bayi,
cara menyusui yang baik dan benar, cara perawatan bekas

46
luka sesar, mobilisasi, senam nifas, nutrisi, istirahat,
kebersihan diri dan lain-lain.
3) Fase Letting Go. Fase ini merupakan fase menerima
tanggung jawab akan peran barunya sebagai seorang ibu.
Fase ini berlamgsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah
mulai dapat menyesuaikan diri dengan ketergantungan
bayinya dan siap menjadi pelindung bagi bayinya.

b. Postpartum blues atau Baby blues Ada kalanya ibu memgalami


perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya. Keadaan ini
disebut dengan Baby blues, yang disebabkan oleh perubahan
perasaan yang dialami ibu saat hamil, sehingga sulit menerima
kehadiran bayinya. Perubahan perasaan ini merupakan respon
alami terhadap rasa lelah yang dirasakan (Reni Heryani,
2012:50-51).
Hal yang dapat dilakukan seorang bidan, yaitu:
1) Menciptakan ikatan antara bayi dan ibu sedini mungkin.
2) Memberikan penjelasan yang diberikan pada ibu, suami dan
keluarga bahwa hal ini merupakan suatu hal yang umum dan
akan hilang sendiri dalam dua minggu setelah melahirkan.
3) Simpati, memberikan bantuan dalam merawat bayidan
dorongan pada ibu agar tumbuh rasa percaya diri.
4) Memberikan bantuan dalam merawat bayi.
5) Menganjurkan agar beristirahat yang cukup dan makan
makanan yang bergizi (Reni Heryani, 2012).

c. Kemurungan Masa Nifas KemurunganMasa Nifas disebabkan


perubahan dalam tubuh selama kehamilan, persalinan dan nifas.
Kemurungan dalam masa nifas merupakan hal yang umum,
perasaan perasaan demikian akan hilang dalam dua minggu
setelah melahirkan Tanda dan gejala kemurungan masa nifas

47
antaralain: emosional, cemas, hilang semangat, mudahn marah,
sedih tanpa sebab, sering menangis. Penatalaksanaan: bicarakan
apa yang dialami ibu, temani ibu, berikan kesempatan ibu untuk
bertanya, berikan dorongan ibu untuk merawat bayinya, biarkan
ibu bersama dengan bayinya, gunakan obat bila perlu (Reni
Heryani, 2012).

6. Kebutuhan Dasar Ibu Pada Masa Nifas Dalam Masa Nifas, alat-alat
reproduksi khususnya pasca operasi belum bisa berangsur pulih di
bandingkan dengan ibu nifas yang melahirkan normal. Untuk
membantu proses penyembuhan maka di perlukan beberapa kebutuhan
dasar ibu pada Masa Nifas, yaitu diantaranya:
a. Kebutuhan Nutrisi. Nutrisi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh
untuk keperluan metabolismenya. Kebutuhan gizi pada Masa nifas
terutama bila menyusui akan meningkat sekitar 25%, karenaberguna
untuk proses kesembuhan karena sehabis melahirkan dan untuk
memproduksi air susu yang cukup untuk menyehatkan bayi semua
itu akan meningkatkan tiga kali dari kebutuhan bias (Walyani, dkk.,
2015:103). Ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan
gizi sebagai berikut:
1) Mengkonsumsi tambahann 500 kalori tiap hari.
2) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein,
mineral.
3) Minum sedkitnya 3 liter air setiap hari
4) Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi, setidaknya
selama 40 hari pasca persalinan.
5) Minum kapsul vitamin A 200.000 unit agar dapat memberikan
vitamin A kepada bayinya melai ASI (Saleha, 2013).

b. Cairan

48
Konsumsi cairan sebanyak 8 gelas per hari. Minum sedikitnya 3
liter tiap hari. Kebutuhan akan cairan diperoleh dari air outih, sari
buah, susu dan sup (Reni Heryani, 2012). Kegunaan cairan bagi
tubuh menyangkut beberapa fungsi berikut:
1) Fungsi system perkemihan.
2) Keseimbangan dan keselarasan berbagai proses did lam tubuh.
3) Sistem Urinarius (Walyani, dkk, 2015:108-110).

c. Mobilisasi dini (early mobilization)


Pada pasien Post Seksio Sesarea (SC) biasanya mulai ambulasi 24-
36 jam sesudah melahirkan, jika pasien menjalani analgesia epidural
pemulihan sensibilitas yang total harus dibuktikan dahulu sebelum
ambulasi dimulai.
Adapun manfaat mobilisasi dini pada ibu Post Seksio Sesarea (SC),
yaitu:
a) Ibu merasa lebih sehat dan kuat dengan ambulasi dini dengan
bergerak, otot-otot dan panggul akan kembali normal sehingga
otot perutnya menjadi kuat kambali dan dapat mengurangi rasa
sakit. Dengan demikian ibu merasa sehat dan membantu
memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan serta
membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti
semula.
b) Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli dengan
mobilisasi sirkulasi darah norma/lancar sehingga resiko
terjadinya trombosis dan tromboemboli dapat dihindari. Tahap-
tahap mobilisasi dini pada pasien Post Seksio Sesarea (SC),
yaitu:
1. Pada hari pertama dapat dilakukan miring ke kanan dan ke
kiri yang dimulai sejak 6-10 jam setelah ibu sadar. Latihan
pernapas dapat dilukan ibu sambil tidur terlentang sedini
mungkin setelah sadar.

49
2. Hari kedua, ibu dapat duduk dan dianjurkan untuk bernapas
dalam- dalam lalu menghembuskannya disertai batuk-
batuk kecil yang gunanya untuk melonggarkan pernapasan
dan sekaligus menumbuhkan kepercayaan pada diri ibu
bahwa ia mulai pulih kemudian posisi tidur terlentang
diubah menjadi setengah duduk.
3. Selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari ibu yang
sudah melahirkan dianjurkan belajar duduk selama
sehari, belajar berjalan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai 5 hari setelah operasi.

F. Nyeri Luka Operasi Secsio Caesarea


1. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul terkait akibat adanya kerusakan jaringan
actual maupun potensial, atau digambarkan kondisi terjadinya
kerusakan sedemikian rupa ( International Association Study of
Pain ) : awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga
berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi
( Nanda,2013)
International Association for thr Study of Pain (IASP) mendefinisikan
nyeri sebagai suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang
tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau
potensial atau yang dirasakan dalan kejadian-kejadian dimana terjadi
kerusakan.
2. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri umumnya dibagi 2, yaitu nyeri akut dan nyeri kronis :
1. Nyeri akut
Merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat
menghilang, tidak melebihi 6 bulan, dan ditandai adanya
peningkatan tegangan otot
2. Nyeri kronis

50
Merupakan nyeri yang timbuk secara perlahan-lahan biasanya
berlangsung dalam waktu yang cukp lama, yaitu lebih dari 6 bulan.
Yang termaqsuk dalam katagori nyeri kronis adalah nyeri terminal,
sindrom nyeri kronis dan psikomatik.
Perbedaan nyeri akut dan kronis :
a. Nyeri akut
1. Pengalam : suatu kejadian
2. Sumber : sebab eksternal atau penyakit dari dalam
3. Seragam : mendadak
4. Waktu sampai 6 bulan
5. Pernyataan nyeri : daerah nyeri tidak diketahui dengan pasti
6. Gejala-gejala klinis : pola respom yang khas dengan gejala
yang lebih jelas
7. Pola : terbatas
8. Perjalanan : biasanya berkurang setelah beberapa saat
b. Nyeri kronis
1. Pengalaman : suatu situasi, status eksistensi
2. Sumber : tidak diketahui atau pengobatan yang terlalu lama
3. Seragam : bisa mendadak, berkembang dan terselubung
4. Waktu lebih dari 6 bulan sampai bertahun-tahun
5. Pernyataan nyeri : daerah nyeri sulit dibedakan sehingga
sulit dievaluasi
6. Gejala-gejala klinis : pola respons yang bervariasi sedikit
gejala-gejala ( adaptasi )
7. Pola : berlangsung tersu dapat bervariasi
8. Perjalanan : penderitaan meningkat setelah beberapa saat
selain klasifikasi nyeri diatas, terdapat jenis nyeri yang
sepesifik, diantaranya nyeri somatis, nyeri versial, nyeri
menjalar, (referensi pain), nyeri psikogenik, nyeri phantom
dari ektermitas, nyeri neirologis, dan lain-lain. Nyeri
somatic dan nyeri versdial ini umumnya bersumber dari

51
kulit dan jaringan bawah kulit (supervisial) pada otot dan
tulang.
c. Klasifikasi pengalaman nyeri
Fase nyeri pasien adalah antisipatori, sensasi, atau akibat
( aftermath). Dengan mengetahui fase nyeri dapat memahami
gejala yang pasien alami dan jenis terapi yang memiliki
kemungkinan paling besar untuk mengatasi nyeri.
1. Fase Antisepatori (terjadi sebelum nyeri diterima)
Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang
nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran
perawat dapat memberikan informasi pada pasien.
2. Fase sensasi ( terjadi saat nyeri terasa)
Pasien bereaksi terhadap nyeri dengan cara yang berbeda-
beda. Toleransi terhadap nyeri merupakan titik yaitu
terdapat suatu ketidakinginan untuk menerima nyeri dengan
tingkat keparahan yang lebih tinggi dan durasi yang lebih
lama. Toleransi bergantung pada sikap, motivasi, dan nilai
yang diyakini seseorang. Pasien dengan tingkat toleransi
tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan
(potter dan pery, 2012)
3. Fase akibat (terjadinya ketika nyeri berkurang dan
berhenti)
Pada fase ini pasien masih membutuhkan control dari
perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga
dimungkinkan pasien mengalami gejala sisa. Perawat
berperan dalam membantu memperoleh control diri untuk
meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri
berulang.
d. Pengukuran Skala Nyeri
Intensitas nyeri adalah laporan mandiri tentang nyeri. Perawat
bisa mendapatkan laporan mandiri ini dengan meminta klien

52
untuk mengukur nyeri pada skala yang harus mereka
bayangkan atau menunjukkan skala yang ada pada klien.
Individu yang mengalami nyeri mungkin mendapatkan
kesulitan untuk berkonsentrasi pada tugas mental dan merasa
kesulitan untuk berespons terhadap skala yang harus mereka
bayangkan. Di beberapa rumah sakit sangat menguntungkan
jika disediakan salinan skala intensitas nyeri di tempat yang
dapat dilihat dengan jelas oleh tiap klien, biasanya ditempelkan
di dinding sebelah tempat tidur (Black & Hawks, 2014).
Intensitas nyeri merupakan suatu gambaran untuk
mendeskripsikan seberapa parah nyeri yang dirasakan oleh
klien, pengukuran nyeri sangat subyektif dan bersifat individual
sehingga intensitas nyeri yang dirasakan akan berbeda dengan
individu lainnya (Tamsuri, 2007 dalam (Wiarto, 2017).
Penilaian dan pengukuran derajat nyeri sangatlah penting
dalam proses diagnosis penyebab nyeri, sehingga dapat
dilakukan tindakan selanjutnya yang tepat meliputi tindakan
farmakologi dan tindakan non 16 farmakologi. Berdasarkan
uraian diatas peneliti ingin menggunakan metode pengukuran
skala nyeri meliputi Numeric Rating Scale (NRS) dan Wong
Baker FACES Pain Rating Scale, masing-masing dari
kelebihan serta kekurangan skala pengukuran nyeri tersebut
meliputi: Ukuran Intensitas Nyeri
1) Numeric Rating Scale (NRS)
Numeric Rating Scale (NRS) ini didasari pada skala angka
1-10 untuk menggambarkan kualitas nyeri yang dirasakan
pasien. NRS diklaim lebih mudah dipahami, lebih sensitif
terhadap jenis kelamin, etnis, hingga dosis. NRS juga lebih
efektif untuk mendeteksi penyebab nyeri akut ketimbang
VAS dan VRS. Namun, kekurangannya adalah keterbatasan
pilihan kata untuk menggambarkan rasa nyeri, tidak

53
memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri dengan
lebih teliti dan dianggap terdapat jarak yang sama antar
kata yang menggambarkan efek analgesik.

Menurut Skala nyeri dikategorikan sebagai berikut:


1. 0 : tidak ada keluhan nyeri, tidak nyeri.
2. 1-3 : mulai terasa dan dapat ditahan, nyeri ringan.
3. 4-6 : rasa nyeri yang menganggu dan memerlukan usaha
untuk menahan, nyeri sedang.
4. 7-10 : rasa nyeri sangat menganggu dan tidak dapat ditahan,
meringis, menjerit bahkan teriak, nyeri berat.
2) Verbal Rating Scale (VRS)
Skala ini memakai dua ujung yang sama seperti VAS atau
skala reda nyeri. Skala verbal menggunakan kata-kata dan
bukan garis atau 17 angka untuk menggambarkan tingkat
nyeri. Skala yang digunakan dapat berupa tidak ada nyeri,
sedang, parah. Hilang/redanya nyeri dapat dinyatakan sebagai
sama sekali tidak hilang, sedikit berkurang, cukup berkurang,
baik/nyeri hilang sama sekali. Kekurangan skala ini

54
membatasi pilihan kata klien sehingga skala ini tidak dapat
membedakan berbagai tipe nyeri.

2) Visual Analog Scale (VAS)


Visual Analog Scale (VAS) adalah skala linear yang
menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang
mungkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili
sebagai garis sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda
pada tiap sentimeter ( Gambar 2.3). Tanda pada kedua
ujung garis ini dapat berupa angka atau pernyataan
deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri,
sedangkan ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah
yang mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau
horizontal. VAS juga dapat diadaptasi menjadi skala
hilangnya atau reda rasa nyeri. Digunakan pada klien anak
>8 tahun dan dewasa. Manfaat utama VAS adalah
penggunaan sangat mudah dan sederhana. Namun, untuk
periode pasca bedah, VAS tidak banyak bermanfaat karena
VAS memerlukan koordinasi visual dan motorik serta
kemampuan konsentrasi.

55
3) Wong Baker FACES Pain Rating Scale
Skala nyeri ini tergolong mudah untuk dilakukan karena
hanya dengan melihat ekspresi wajah pasien pada saat
bertatap muka tanpa kita menanyakan keluhannya. Skala
Nyeri ini adalah skala kesakitan yang dikembangkan oleh
Donna Wong dan Connie Baker. Skala ini menunjukkan
serangkaian wajah mulai dari wajah gembira pada 0,
“Tidak ada sakit hati” sampai wajah menangis di skala 10
yang menggambarkan “Sakit terburuk”. Pasien harus
memilih wajah yang paling menggambarkan bagaimana
perasaan mereka. Penilaian skala nyeri ini dianjurkan untuk
usia 3 tahun ke atas. Tidak semua klien dapat memahami
atau menghubungkan skala intensitas nyeri dalam bentuk
angka. Klien ini mencakup anak-anak yang tidak mampu
mengkomunikasikan ketidaknyamanan secara verbal, klien
lansia dengan gangguan kognisi atau komunikasi, dan
orang yang tidak bisa berbahasa inggris, sehingga untuk
klien jenis ini menggunakan skala peringkat Wong Baker
FACES Pain Rating Scale. Skala wajah mencantumkan
skala angka dalam setiap ekspresi nyeri sehingga intensitas
nyeri dapat di dokumentasikan oleh perawat.

56
Metode Penilaian Nyeri OPQRST

Deskripsi Contoh pertanyaan


Tentukan kapan terjadinya ketidaknyamanan yang membuat
pasien
O Onset mulai mencari bantuan
Tanyakan apa yang memperburuk nyeri atau
ketidaknyamanan. Apakah posisi?
Provocatio Apakah memburuk dengan menarik napas dalam atau
n palpasi pada dada?
P (provokasi) Apakah nyeri menetap.
Quality Tanyakan bagaimana jenis nyerinya.
Q (kualitas) Biarkan pasien menjelaskan dengan bahasanya sendiri.
Radiation Apakah nyeri berjalan (menjalar) ke bagian tubuh yang lain?
R (radiasi) Di mana?
Gunakan perangkan penilaian nyeri (sesuai untuk pasien)
untuk
pengukuran keparahan nyeri yang konsisten.
Gunakan skala nyeri yang sama untuk menilai kembali
Severity keparahan nyeri
S (keparahan) dan apakah nyeri berkurang atau memburuk.
Time Berapa lama nyeri berlangsung, dan apakah hilang timbul
T (waktu) atau terus menerus.

57
BAB III
TINJAUAN KASUS

No. Registrasi : 274072


Tanggal Pengkajian : 23 April 2021
Waktu Pengkajian : 14.00 Wib
Tempat Pengkajian : Ruang Melati Lantai 7
Pengkaji : Dian Novianti,S.Tr.Keb
A. DATA SUBYEKTIF
BIODATA
Nama : Ny. Kustirah Nama Suami : Tn. Ahzan
Aditya Gama
Umur : 35 Tahun Umur : 35 Tahun
Suku/kebangsaan : Jawa Suku/kebangsaan : Jawa
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SLTP Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Karyawan
Swasta
Alamat rumah : Jl. Jati Padang RT 006 RW 003 , Kel.Jati Padang, Pasar
Minggu,
Jakarta Selatan
Telp : 0857-8199-4299

1. Keluhan Utama : Mules- mules 1 hari sebelum masuk rumah sakit


2. Riwayat Persalinan
a. Tempat melahirkan : RSUD Pasar Minggu
b. Ditolong oleh : Dokter Obgyn
c. Jenis persalinan : Secsio Caesarea
d. Lama persalinan
- Dipimpin Meneran : ………… jam ……………. menit
- Kala I : ………… jam ……………. menit
- Kala II : ………… jam ……………. menit

58
- Kala III : ………… jam ……………. menit
e. Ketuban pecah pukul : ………… jam ……………. menit
f. Amniotomi : Ya / Tidak
g. Banyak air ketuban : 500 cc
h. Komplikasi dalam persalinan : Ada / tidak, Jelaskan jika ada …………..
i. Plasenta
- Lahir spontan : Ya/ Tidak
- Dilahirkan dengan indikasi : Ya / Tidak, Jelaskan jika ada SC
- Lengkap, ukuran : 48 cm Berat : 400 gr
- Kelainan : Tidak ada
- Panjang tali pusat : 55 cm
- Kelainan : Tidak ada
- Sisa plasenta : ada / tidak
j. Perineum
- Utuh : Ya / tidak
- Robekan : Ya /tidak, jika Ya tingkat ……………..
- Episiotomi : Ya / tidak
- Anastesi : Ya / tidak
- Jahitan dengan : Tidak ada jahitan perineum
k. Perdarahan
- Kala I : ……. ml
- Kala II : …… ml
- Kala III : …… ml
- Kala IV : …… ml
- Selama operasi : 300 ml
l. Tindakan lain : tidak ada
m. Bayi
- Lahir pukul : 15.05 Wib
- BB : 3100 gr
- PB : 48 cm
- Nilai Apgar : 9/10
- Cacat bawaan : Ya / tidak

59
- Masa gestasi : 38 mg
n. Komplikasi
- Kala I : Gagal Induksi
- Kala II : …………
o. Air ketuban banyaknya : 500 cc Warna : Jernih

Pengkajian Nyeri
P : Pasien mengatakan nyeri luka jahitan post operasi SC mulai terasa
Q : nyeri terasa seperti disayat
R : nyeri tidak menjalar
S : skala nyeri 3 dari 10
T : nyeri hilang timbul
B. OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum : Baik
b. Keadaan emosional : Stabil
c. Tanda – tanda vital :
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 78 x/i
- Suhu tubuh : 36,7 oC
- Pernapasan : 20 x/i
2. Pemeriksaan Fisik
a. Payudara
- Pengeluaran : Kolostrum
- Puting susu : Menonjol
- Benjolan : Tidak ada
- Konsistensi : sedikit mengeras
b. Uterus
- TFU : 2 jari dibawah pusat
- Konsistensi uterus : Globuler
- Kontraksi uterus : Baik
- Posisi uterus :
c. Pengeluaran lochea

60
- Warna : Rubra
- Bau : Khas
- Jumlah : 30 cc
- Konsistensi : Cair
d. Perineum : Utuh
e. Kandung kemih : Kosong
f. Ekstremitas
- Oedema : Tidak ada
- Kemerahan : Tidak ada
- Tanda Homan : Tidak ada
3. Pemeriksaan Penunjang
- HB : 11,9 gr%
- Protein urin : Negatif
- Glukosa urin : Negatif
- Golongan darah : A / (+)
C. ANALISIS DATA
P3A1 Post SC NH 2 dengan sc a/i Gagal Induksi
Confirme Case Covid 19
Masalah dan kebutuhan :
Nyeri Luka operasi
Edukasi mengatasi nyeri
D. PENATALAKSANAAN :
1. Melakukan senyum, sapa,sopan dan santun kepada pasien dan keluarga
pasien
- sudah dilakukan
2. Petugas menggunakan APD sesuai standar Level 3
- Sudah dilakukan
3. Petugas melakukan anamnesa, termasuk Riwayat terinfeksinya covid 19
- Sudah dilakukan
4. Melakukan Informe Consent
- Sudah dilakukan
5. Melakukan pemeriksaan had to toe

61
- Sudah dilakukan
6. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien dan menghubungi suami
pasien melalui telepon dikarenakan ibu berada diruangan isolasi
- Sudah dilakukan
7. Menjelaskan kepada ibu tanda-tanda bahaya nifas, salah satunya adalah
kontraksi yang baik. Rahim terasa lembek, keluar darah sangat banyak,
pusing dan lemes
- Sudah dilakukan
8. Menjelaskan kepada ibu tentang pentingnya mobilisasi setelah operasi,
untuk mengurangi rasa nyeri dirasakan,
- Sudah dilakukan
9. Mengajarkan ibu Teknik relaksasi untuk mengatasi nyeri, dan bila ada
menggunakan aroma terapi sebagai salah satu komplementer di kebidanan
- Sudah dilakukan
10. Menganjurkan kepada ibu untuk tetap menjaga vagina hygiene agar tidak
terjadi infeksi
- Sudah dilakukan
11. Mengajarkan kepada ibu cara memompa asi, karena ibu dan bayi tidak
rawat gabung dikarenakan ibu terinfeksi virus covid 19.
- Sudah dilakukan
12. Menjelaskan kepada ibu cara penyimpanan asi selama ibu tidak rawat
gabung dengan bayi
- Sudah dilakukan
13. Melakukan pendokumentasian semua Tindakan yang telah dilakukan
- Sudah dilakukan

Jakarta, 23 April 2021

62
Pengkaji,

(Dian Novianti,S.Tr.Keb)
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan kasus yang ditemukan pada Ny. K P2A1 post SC hari ke 2,


dimana sebelumnya telah dilakukan pengkajian yang terdiri dari data subjektif dan
objektif. Pasien G3P1A1 Hamil 39 Minggu dengan Janin Tunggal Hidup
Intrauterin pada PK I Laten SC atas indikasi Gagal Induksi + Terkonfirmasi Covid
19. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada kesenjangan antara teori dan
praktik dilapangan. Berdasarkan kasus yang diperoleh di ruangan melati lantai 7
pada tanggal 23 april 2021 pukul 14.00 wib. Didapatkan pada data subjektif, ibu
masih merasakan nyeri luka operasi, untuk mobilisasi sudah.
Pada pasien ini dirasakan nyeri luka operasi yang terjadi setelah dilakukan
Tindakan operasi. Untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien tersebut, disarankan
sejak post sc lebih dari 12 jam untuk melakukan mobilisasi untuk mengurangi
nyeri, pada kesempatan ini jurnal yang telah didapatkan berdasarkan jurnal dari
Des Metasari, Berlian Kando Sianipar tentang “Pengaruh Mobilisasi Dini
Terhadap Nyeri Post Operasi Sectio Cessarea di Rumah Sakit Bengkulu 2018”
yang mempunyai kesimpulan mobilsasi dini sangat efektif bagi ibu untuk
menurunkan intensitas nyeri post operasi, semakin sering ibu melakukan
mobilisasi dini maka ibu akan semakin merasakan pengurangan nyeri luka
operasinya, hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
mobilisasi dini terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post operasi
section casarea. Pada kasus ini, tidak terdapat kesenjangan antara teori dan
kejadian dilapangan.
Pada kesempatan ini juga, nyeri luka operasi dapat diatasi dengan keadaan
psikologis ibu yang baik, salah satunya dengan menjaarkan ibu dengan Teknik

63
relaksasi dan juga berdzikir untuk pasien yang muslim. Pada hal ini pasien juga
telah didukung ataupun dilakukan edukasi untuk banyak melakukan dzikir dan
relaksasi pada saat keadaan nyeri luka operasi datang. Jurnal kedua berdasarkan
Tiara Viviyani, Dwi Wulandari, Elsi Rahmadani FIKES UNIVED BENGKULU
dengan berjudul “ Pengaruh Dzikir Terhadap Skala Nyeri pada Ibu Post Partum
Sectio Caesarea di RSUD DR.M.Yunus Bengkulu Tahun 2019” dapat
disimpulkan bahwa pengaruh penurunan nyeri sebelum dan setelah dilakukan
dzikir pada ibu post partum section caesarea,secara fisiologis, dzikir kan
menghasilkan beberapa efek medis dan psikologis yaitu akan membuat seimbang
kadar serotonin dan nerepineprin didalam tubuh. Hal tersebut merupakan morfin
alami yang bekerja didalam otak yang dapat membuat hati dan pikiran tenang
setelah berdzikir. Dalam ini tidak ada kesenjangan antara jurnal dan praktik
dilapangan. Dimana pasiennya pun juga merasakan efek dari berdzikir ini.
Pada jurnal ketiga berdasarkan Unnes Journal of Public Health yang
berjudul “ Efektitivitas Aromaterapi Bitter Orange Terhadap Nyeri Post Partum
Sectio Caesarea 2016” bahwa penggunaan aromaterapi secara inhalasi dapat
merangsang pengeluaran edorpin efektif menurunkan nyeri ibu post partum
dengan p value 0,000 ≤ a 0,05. Peneliti menunjukkan ada pengaruh signifikan
pada terapi yang menggunakan aromaterapi berupa bitter orange terhadap nyeri
ibu post partum SC. Pasien yang diberikan terapi menggunakan aromaterapi bitter
orange merangsang tubuh untuk melepaskan senyawa endorphin sehingga
merangsang otot-otot pada bagian tubuh. Tubuh menjadi rileks, yang merupakan
pereda nyeri dengan seolah-olah seperti beristirahat beberapa jam. Penerapan
aromaterapi untuk mengurangi rasa nyeri post partum sc dapat diterapkan melalui
Teknik kneading serta berpengaruh positif terhadap penurunan nyeri ibu post
partum sc. Pada hal tersebut, belum dapat ditemukan adanya kesenjangan antara
teori dan praktik dilapangan, dikarenakan belum terlaksananya mengurangi nyeri
dengan menggunakan aromaterapi tersebut.
Berdasarkan Jurnal Ilmiah Haifa Wahyu1 , Henni Febriawati2 , Liza Fitri Lina3 ,
Fatsiwi Nunik Andari4 , dan RestuWulandari pada tahun 2019 yang berjudul tentang
“Pengaruh Terapi Kompres Hangat dengan Aroma Lavender Terhadap Instensitas Nyeri

64
Pada Pasien Post Sectio Caesarea di RS. DETASEMEN KESEHATAN TENTARA
(DKT) BENGKULU” dapat disimpulkan bahwa dengan uji bivariat intensitas nyeri
pasien post SC sebelum dilakukan kompres hangat dengan aroma lavender yaitu
15 orang (100%) responden mengalami nyeri sedang dengan rentang skala 4-6.
Sedangkan intensitas nyeri pasien post SC sesudah dilakukan kompres hangat
dengan aroma lavender yaitu 12 orang (80,0%) responden mengalami nyeri ringan
dengan rentang skala 1-3, dan 3 orang (20,0%) responden dengan intensitas nyeri
sedang dengan rentang skala 4-6. Hasil analisis bivariat menunjukan ada pengaruh
terapi kompres hangat dengan aroma lavender terhadap penurunan intensitas nyeri
pada pasien post SC di RS. DKT Bengkulu dengan nilai p-value 0,01.
Pada hal tersebut, belum dapat ditemukan adanya kesenjangan antara
jurnal dan praktik dilapangan, dikarenakan nyeri dengan menggunakan kompres
aromaterapi lavender dapat kami coba pada pasien post partum. Hal ini sangat
bermanfaat karena kandungan dari lavender sendiri ketika dilakukan
pengompresan dapat tercium oleh pasien tersebut. Saat aroma terapi dihisap, zat
aktif yang terdapat di dalamnya akan merangsang hipotalamus (kelenjar hipofise)
untuk mengeluarkan hormon endorpin. Endorpin diketahui sebagai zat yang
menimbulkan rasa tenang, relaks, dan bahagia. Di samping itu, zat aktif berupa
linaool dan linalyl acetate yang terdapat dalam lavender berefek sebagai analgetik.
Berdasarkan jurnal ilmiah kebidanan Anis satus syarifah,Mamik Ratnawati
tentang “Tingkat Nyeri Luka Operasi dengan Mobilisasi Dini Pada Ibu Post SC di
Pavilyun Melati RSUD Jombang,2019” dengan kesimpulan hasil penelitian
didapatkan Sebagian besar responden dengan nyeri sedang mempunyai
mobilisasai dini. Sebagian besar (52,9%) responden memiliki tingkat nyeri sedang
sebanyak 18 orang. Mobilisasi dini pada ibu post section caesarea hamper
setengah responden memiliki katagori cukup. Terhadap hubungan dengan
inteprestasi sedang antara tingkat nyeri luka operasi dengan mobilisasi dini pada
ibu post section caesarea. Pada jurnal ini sangat bisa diterapkan di rumah sakit,
dan hampir semua pasien yang melakukan mobilisasi dini sangat berhubungan
untuk mengurangi nyeri luka operasi post sc.

65
Pada Jurnal 1,2 dan 5 hal tersebut dapat dilaksanakan di RSUD Pasar
Minggu dan dapat diterapkan, namun pada Jurnal 3 dan 4 belum mampu kami
terapkan di RSUD Pasar Minggu di karenakan keterbatasan petugas, serta sedang
pada masa pandemic ini. Dimana di RSUD Pasar Minggu mempunyai
keterbatasan dalam melakukan Tindakan komplementer di ruangan nifas.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil asuhan kebidanan yang diberikan pada Ny. K P3A1 Post SC
hari kedua dimana ini merupakan Tindakan section caesarea pertama bagi Ny.
K dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Setelah dilakukan pengkajian data baik data subjektif dan objektif yang
berguna untuk melakukan evaluasi terhadap pasien ini, diperoleh bahwa
nyeri luka operasi sangat dirasakan oleh pasien tersebut pada 24 jam awal
setelah dilakukan operasi
2. Nyeri luka operasi secstio caesarea dapat berkurang dan sangat dirasakan
manfaatnya oleh pasien, setelah melakukan mobilisasi dengan baik,
berdzikir untuk memberi ketenangan psikologis pasien. Dimana pasien
yang sedang berada diruangan isolasi covid juga.
3. Manfaat aromaterapi yang ingin dilakukan oleh bidan belum mampu
terlaksana dilakukan pada pasien tersebut, dimana terdapat efektifitas
aromaterapi untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien post sectio caesarea

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan asuhan kebidanan telah
ada, dan selalu menerapkan teori-teori yang telah didapatkan dan
disesuaikan dengan kondisi lapangan. Sehingga tetap tercermin citra bidan
yang professional

66
2. Bagi Rumah Sakit
Dapat memberi dukungan terhadap bidan di rumah sakit khususnya di
RSUD Pasar Minggu, untuk terus meningkatkan dan menerapkan
beberapa jurnal yang memang sangat bermanfaat bagi ibu-ibu post partum
normal maupun sc. Yang salah satunya menerapkan dengan mengurangi
nyeri terhadap aromaterapi.
3. Bagi Masyarakat
Masyarakat terutama para ibu-ibu hamil yang nantinya akan melahirkan
secara section caesareadapat mengetahui efektivitas apalagi selain dari
mobilisasi untuk mengurangi nyeri pada luka operasi.

67
68
DAFTAR PUSTAKA

Coronavirus (covid-19) infection in pregnancy, RCOG, 2020

Coronavirus disease 2019 (COVID-19) : Pregnancy Issue, 2020

Des Metasari , Berlian Kando Sianipar,2018. Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol 10,
Bengkulu

DWIS Sholihah.2019: Konsep Sectio Caesrea: http://eprints.poltekkesjogja.ac.id

Gugus Tugas percepatan penanganan Covid-19. Protokol Petunjuk Praktis


Layanan Kesehatan Ibu Dan Bayi Baru Lahir Selama Pandemi Covid-19
Nomor: B-4 (05 April 2020)

Haifa Wahyu1 , Henni Febriawati,2019. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah,


Bengkulu

Henderson, C. 2012. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

H.Hardiana,. 2016. Manajemen Asuhan Kebidanan Ibu Post Seksio


Caesarea :http://repositori.uin. alauddin.ac.id

http://eprints.undip.ac.id/44795/3/Irma_Amalia_22010110120005_BAB2KTI.pdf

Jackson, M. dan Jackson L. Seri Panduan Praktik Keperawatan Klinis.


ERLANGGA: Jakarta

Kemenkes. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


Hk.01.07/Menkes/413/2020 Tentang Pedoman Pencegahan Dan
Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). 13 Juli 2020

Mochtar, R. 2012. Sinopsis Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Moore, H. 2013. Essensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates.

Manuaba, Ida Ayu C, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan KB.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Nugroho, T. 2010. Kasus Emergency Kebidanan (Untuk Kebidanan dan


Keperawatan). Yogyakarta : Nuha Medika

Panduan klinis tata laksanan covid-19 pada anak. IDAI, 2020

69
Poon, L. C. et al. (2020) ‘Global interim guidance on coronavirus disease 2019
(COVID-19) during pregnancy and puerperium from FIGO and allied
partners : Information for healthcare professionals’, (March), pp. 273–286.
doi: 10.1002/ijgo.13156.

RANZCOG. Coronavirus Disease (COVID-19) in Pregnancy A guide for


resourcelimited environments Updated 27 March 2020

RCOG. Coronavirus (Covid-19). in Pregnancy Version 10.1: Published Friday 19


June 2020

Sarwono. 2017. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka


SarwonoPrawirohardjo.

Sri Utami,2016. Unnes Journal of Public Health,Jambi

TIARA VIVIYANI, DWI WULANDARI, ELSI RAHMADANI,2019.


JNPH,Bengkulu

Winjosastro.2011. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP.SP

70
Lampiran Foto

71

Anda mungkin juga menyukai