Anda di halaman 1dari 50

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA Ny.S P1A0 POSTPARTUM 3


HARI DENGAN BENDUNGAN ASI DI PMB Ny. YUNI
DESA SUKATARIS KEC. KARANGTENGAH
KABUPATEN CIANJUR

Nama : Yuni Cahyani


NPM : 19.20.01.00042

PROGAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN PROGRAM


PROFESI DEPARTEMEN KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA Ny.S P1A0 POSTPARTUM 3 HARI


DENGAN BENDUNGAN ASI DI PMB Ny. YUNI
DESA SUKATARIS KEC. KARANGTENGAH
KABUPATEN CIANJUR

Oleh:

NAMA : Yuni Cahyani


NPM : 19.20.01.00042

Telah dilakukan pembimbingan dan dinyatakan layak untuk dipresentasikan


di hadapan tim penguji.

Tanggal,........................2021

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab Stase

(Fanni Hanifa, S.ST., M.Keb)

NIDN : 0307039201
LEMBAR PENGESAHAN

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA Ny.S P1A0 POSTPARTUM 3 HARI


DENGAN BENDUNGAN ASI DI PMB Ny. YUNI
DESA SUKATARIS KEC. KARANGTENGAH
KABUPATEN CIANJUR

Oleh:

NAMA : Yuni Cahyani


NPM : 19.20.01.00042

Telah dipresentasikan pada tanggal … bulan … tahun … di hadapan tim


penguji Program Studi Pendidikan Profesi Bidan Program Profesi Departemen
Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju.

Tanggal,.............................2021

Menyetujui,
…………………………. …………………..

Agus Santi Br. G., S.ST, M.Kes. Fanni Hanifa, S.ST, M.Keb
NIDN NIDN

Mengesahkan,
Dosen Penanggung Jawab Stase

Shinta Mona Lisca, SST., MKM


NIDN
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, karena atas kasih sayang dan kuasa-Nya

penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Asuhan Kebidanan

Pada Ny. S P1A0 Postpartum 3 Hari Dengan Bendungan ASI Di PMB Ny. Yuni

Desa Sukataris Kecamatan Karangtengah Kabupaten Cianjur Tahun 2021” tepat

pada waktunya.

Dalam penyusunan laporan ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak, oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-

tingginya kepada :

1. Drs. H. Jacub Chatib, selaku Ketua Yayasan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Indonesia Maju.

2. Dr.dr H. M. Hafizurrachman, MPH., selaku Pembina Yayasan Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju Jakarta.

3. Astrid Novita, SKM., MKM, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Indonesia Maju Jakarta.

4. Susaldi, S.ST., M.Biomed selaku Wakil Ketua I Bid. Akademik & Inovasi

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju

5. Dr. Rindu, SKM., M.Kes selaku Wakil Ketua II Bid. Sumber Daya &

Keuangan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju

6. Nur Rizky Ramadhani, SKM., M.Epid selaku Wakil Ketua III Bid.

Kemahasiswaan & Alumni Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju

7. Hidayani, Am.Keb., SKM., MKM., selaku Kepala Departemen Kebidanan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju.

iv
8. Retno Sugesti, S.ST., M.Kes, selaku Koordinator Program Studi Kebidanan

Program Sarjana Terapan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju

9. Ernita Prima Noviyani, S.ST, M.Kes selaku penguji yang telah memberikan

masukan, arahan dan bimbingannya.

10. Gina Farida Hidayat, S.Tr.Keb selaku CI lapangan yang telah memberikan

masukan, arahan dan bimbingannya.

11. Shinta Mona Lisca, S.ST., MKM, selaku dosen pembimbing kelompok yang

senantiasa mendampingi penulis dan tim, serta berkenan untuk memberikan

pengarahan serta dukungan dalam membimbing penyusunan laporan ini

12. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan

Departemen Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju yang

telah memberikan ilmu pengetahuan, mengarahkan dan pembimbing penulis

selama mengikuti proses pendidikan

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini jauh dari kesempurnaan,

untuk itu penulis mengharapkan kritikan dan saran untuk perbaikan ke depannya.

Jakarta, Juni 2021

Penulis

v
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ iii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iv
DAFTAR ISI................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
..............................................................................................
1.2 Tujuan....................................................................................... 4
..............................................................................................
1.3 Manfaat..................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 6


2.1 Masa Nifas................................................................................ 6
2.1.1 Pengertian ........................................................................ 6
2.1.2 Tujuan Asuhan Masa Nifas.............................................. 6
2.1.3 Program dan Kebijakan Teknis ....................................... 7

2.1.4 Tahapan Masa Nifas ........................................................ 8


2.1.5 Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas ........................... 8
2.1.6 Perubahan Adaptasi Psikologis Pada Masa Nifas ........... 12
2.1.7 Kebutuhan Dasar Ibu Nifas ............................................. 13
2.1.8 Tanda Bahaya Masa Nifas .............................................. 16
2.2 Bendungan ASI......................................................................... 17
2.2.1 Pengertian ........................................................................ 17
2.2.2 Etiologi ............................................................................ 17
2.2.3 Patofisiologi..................................................................... 18
2.2.4 Penatalaksanaan Bendungan ASI..................................... 19
2.3 Jurnal Terkait Bendungan ASI ................................................. 23

BAB III TINJAUAN KASUS


3.1 Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Kunjungan-1.............................. 25
3.2 Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Kunjungan-2.............................. 31

BAB IV IDENTIFIKASI DAN PEMBAHASAN MASALAH .................. 36

BAB V PENUTUP
A. Simpulan...................................................................................... 40

vi
B. Saran............................................................................................ 41
.....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Frekuensi Kunjungan Masa Nifas.................................................... 7


Tabel 2.2 Involusi Uteri ................................................................................... 9

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Cara Perawatan Payudara............................................................. 23

viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah persalinan
selesai sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa nifas, organ reproduksi
secara perlahan akan mengalami perubahan seperti keadaan sebelum hamil.
Perubahan organ reproduksi ini disebut involusi. Menyusui merupakan suatu
cara yang tidak ada duanya dalam memberikan makanan yang ideal bagi
pertumbuhan dan perkembangan bayi yang sehat. Selain itu, mempunyai
pengaruh biologis serta kejiwaan yang unik terhadap kesehatan ibu dan bayi.
Zat-zat anti infeksi yang terkandung dalam ASI membantu melindungi bayi
terhadap penyakit. (Maritalia, 2014) (1)
Akan tetapi, menyusui tidak selamanya dapat berjalan dengan normal,
tidak sedikit ibu-ibu mengeluh seperti adanya pembengkakan payudara akibat
penumpukan ASI, karena pengeluaran ASI tidak lancar atau pengisapan oleh
bayi . Pembengkakan ini akan mengakibatkan rasa nyeri pada ibu bahkan
tidak jarang ibu merasa demam, oleh karena itu para ibu dianjurkan untuk
melakukan perawatan payudara agar tidak terjadi komplikasi seperti
bendungan ASI. Kejadian bendungan ASI yang disebabkan oleh pengeluaran
air susu yang tidak lancar, karena bayi tidak cukup sering menyusu pada ibu
nya. Gangguan ini dapat menjadi lebih parah apabila ibu jarang menyusukan
bayinya, akibatnya bayi tidak mendapatkan ASI secara eksklusif dan apabila
tidak segera di tangani maka akan menyebabkan bendungan ASI pada
Payudara. Bendungan ASI dapat terjadi karena penyempitan duktus laktoferi
atau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena
kelainan pada puting susu sehingga terjadinya pembengkakan pada payudara
karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan
ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan. (Heryani, 2012)(2)
Pada tahun 2014 di Amerika Serikat persentase perempuan menyusui
yang mengalami bendungan ASI rata-rata sebanyak 8242 (87,05%) dari
12.765 ibu nifas, pada tahun 2015 ibu yang mengalami bendungan ASI

1
sebanyak 7198 (66,87%) dari 10.764 ibu nifas dan pada tahun 2016 terdapat
ibu yang mengalami bendungan ASI sebanyak 6543 (66,34%) dari 9.862 ibu
nifas.(WHO, 2017) (3) Menurut data Association of Southeast Asian Nations
(ASEAN) pada tahun 2014 disimpulkan bahwa presentase cakupan kasus
bendungan ASI pada ibu nifas di 10 negara yaitu Indonesia, Thailand,
Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar
dan Kamboja tercatat 107.654 ibu nifas, pada tahun 2015 terdapat ibu nifas
yang mengalami bendungan ASI sebanyak 95.698 (66,87%) ibu nifas, serta
pada tahun 2016 ibu yang mengalami bendungan ASI sebanyak 76.543
(71,10%) dengan angka tertinggi terjadi di Indonesia (37, 12 %).(Depkes RI,
2017)(4)
Menurut Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2015
menyebutkan bahwa terdapat ibu nifas yang mengalami Bendungan ASI
sebanyak 77.231 atau (37, 12 %) ibu nifas. (Depkes R, 2012). (5)
Menurut
penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI pada tahun
2018 kejadian bendungan ASI di Indonesia terbanyak terjadi pada ibu-ibu
bekerja sebanyak 16% dari ibu menyusui (Kemenkes, 2019).(6) Survei Sosial
Ekonomi Daerah (Suseda) Provinsi Jawa Barat tahun 2009 kejadian
bendungan ASI pada ibu menyusui di Jawa Barat yaitu, 1-3% (1-3 kejadian
dari 100 ibu menyusui) terjadi diperkotaan dan 2-13% (2-13 kejadian dari
100 ibu menyususi) terjadi di pedesaan. Sedangkan pada tahun 2016 hampir
52% ibu menyusui mengalami kejadian bendungan ASI (Dinkes Jawa Barat,
2016).(7) Angka Kejadian Bendungan ASI di Kabupaten Cianjur pada masa
nifas sebanyak 7.375 (17.44%) dari 42.272 ibu nifas. (Dinkes Cianjur, 2019)
(8)
Berdasarkan data yang didapat di PMB Bidan Yuni dari bulan April-Mei
2021 didapatkan 25 ibu nifas. Dari 25 orang tersebut sebanyak 5 orang
(20%) mengalami bendungan ASI. (PMB Yuni, 2021)(9)
Penyebab terjadi bendungan ASI karena beberapa faktor diantaranya
yaitu teknik yang salah dalam menyusui, putting susu tenggelam, bayi tidak
dapat menghisap puting dan areola, ibu yang tidak menyusukan bayinya
sesering mungkin atau bayi yang tidak aktif menghisap. Diantara beberapa

6
penyebab faktor penyebab diatas jika tidak segera ditangani akan berakibat ke
mastitis. Pelekatan yang benar merupakan salah satu kunci keberhasilan bayi
menyusu pada payudara ibu. Bila payudara lecet, bisa jadi pertanda pelekatan
bayi saat menyusu tidak baik. Umumnya ibu akan memperbaiki posisi
pelekatan dengan melepaskan mulut bayi saat menyusu dan memnempelkan
kembali. Bendungan ASI juga dapat terjadi dikarenakan faktor frekuensi
pemberian ASI yang tida teratur. Novalita (2019) dalam penelitiannya
mengatakan bahwa faktor frekuensi, kondisi putting, perlekatan menyusui,
posisi menyusui dan perawatan payudara ASI mempunyai hubungan dengan
terjadinya bendungan ASI pada ibu nifas. (Novalita, 2019) (10)
Dampak bendungan ASI yaitu statis pada pembuluh darah limfe akan
mengakibatkan tekanan intraduktal yang mempengaruhi berbagai segmen
pada payudara, sehingga tekanan seluruh payudara meningkat, akibatnya
payudara sering terasa penuh, tegang, dan nyeri walaupun tidak disertai
dengan demam. Terlihat kadang payudara lebih lebar sehingga sukar dihisap
oleh bayi. Akibatnya bayi akan kurang minum atau dehidrasi yang
menyebabkan kulit atau bibir kering, jarang buang air kecil, mata cekung,
nafas cepat, lesu dan mengantuk. Bendungan ASI yang tidak disusukan
secara adekuat akhirnya terjadi mastitis (Manuaba, 2010)(11)
Upaya dalam mengantisipasi terjadinya bendungan ASI dengan
perawatan payudara dan menyusukan segera setelah persalinan karena apabila
tidak disusukan dengan baik atau tidak dikosongkan dengan sempurna maka
akan terjadi bendungan ASI. (Dewi, dkk, 2013) (12) Dalam hal ini tentunya
bidan memiliki peranan yang penting dalam pemberian asuhan postpartum.
Adapun peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas yaitu mendorong
ibu untuk menyusui bayinya secara on demand selama kurang lebih dua tahun
agar meningkatkan rasa nyaman serta tali kasih dan mencegah terjadinya
bendungan asi yang bisa menimbulkan bahaya bagi ibu.(Marni, 2011)(13)
Bidan harus melakukan asuhan sedini mungkin sebagai wujud deteksi dini
terhadap komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi. Oleh sebab itu penulis
tertarik mengambil studi kasus Kebidanan dengan judul “Asuhan Kebidanan

7
Pada Ny.S P1A0 Postpartum 3 Hari Dengan Bendungan ASI Di PMB Ny.
Yuni Desa Sukataris Kec. Karangtengah Kabupaten Cianjur Tahun 2021.”

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa memperoleh pengalaman nyata dan
mampu melaksanakan asuhan kebidanan masa nifas pada Ny. S P 1A0
Postpartum 3 Hari Dengan Bendungan ASI di PMB Ny. Yuni Desa
Sukataris Kecamatan Karangtengah Kabupaten Cianjur Tahun 2021.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengumpulkan data subjektif melalui
anamnesa pada Ny. S P1A0 Postpartum 3 Hari Dengan Bendungan
ASI di PMB Ny. Yuni Desa Sukataris Kecamatan Karangtengah
Kabupaten Cianjur Tahun 2021.
b. Mampu mengumpulkan data objektif melalui pemeriksaan fisik dan
penunjang pada Ny. S P1A0 Postpartum 3 Hari Dengan Bendungan
ASI di PMB Ny. Yuni Desa Sukataris Kecamatan Karangtengah
Kabupaten Cianjur Tahun 2021.
c. Mahasiswa mampu menegakkan analisis data berdasarkan data
subjektif dan objektif pada Ny. S P1A0 Postpartum 3 Hari Dengan
Bendungan ASI di PMB Ny. Yuni Desa Sukataris Kecamatan
Karangtengah Kabupaten Cianjur Tahun 2021.
d. Mahasiswa mampu melakukan perencanaan, penatalaksanaan serta
evaluasi kasus pada Ny. S P1A0 Postpartum 3 Hari Dengan
Bendungan ASI di PMB Ny. Yuni Desa Sukataris Kecamatan
Karangtengah Kabupaten Cianjur Tahun 2021.

8
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Memperluas dan memperkaya pengetahuan, pengalaman serta
keterampilan dalam melaksanakan asuhan kebidanan, menyusun dan
melakukan studi kasusyang menerapkan teori-teori secara utuh dan
menyeluruh.
1.3.2 Manfaat Praktis
a. Klien
Klien mendapatkan asuhan yang terencana, aman dan
nyaman serta terencana selama berlangsungnya asuhan kebidanan
b. Institusi Pendidikan
Laporan studi kasus ini dapat memberikan informasi bagi
pembaca, memperluas pengetahuan dan menunjang proses
pembelajaran sebagai referensi untuk pengembangan dan
kemajuan studi kasus selanjutnya
c. PMB
Sebagai acuan untuk senantiasa meningkatkan dan menjaga
kualitas mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan.

9
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Masa Nifas


2.2.1 Pengertian
Masa nifas dalam (puerperium) adalah masa setelah persalinan
selesai sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa nifas, organ
reproduksi secara perlahan akan mengalami perubahan seperti keadaan
sebelum hamil. Perubahan organ reproduksi ini disebut involusi.
(Maritalia, 2014)(1) Masa nifas atau masa puerperium atau masa
postpartum adalah mulai setelah partus selesai, dan berakhir setelah
kira-kira 6 minggu. Akan tetapi, seluruh otot genitalia baru pulih
kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan.(Astutik,
2015)(14) Masa nifas (puerperium) adalah masa dimulai setelah
kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-
kira 6 minggu. (Roitu, 2013)(15)
2.2.2 Tujuan Asuhan Masa Nifas
Selama bidan memberikan asuhan sebaiknya bidan mengetahui apa
tujuan dari pemberian asuhan pada ibu masa nifas, tujuan diberikannya
asuhan pada ibu selama masa nifas antara lain untuk:
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologis
dimana dalamasuhan pada masa ini peranan keluarga sangat
penting, dengan pemberian nutrisi, dukungan psikologi maka
kesehatan ibu dan bayi selalu terjaga
b. Melaksanakan skrining yang komprehensif (menyeluruh) dimana
bidan harus melakukan manajemen asuhan kebidanan pada ibu
masa nifas secara sistematis yaitu mulai pengkajian data subyektif,
obyektif, maupun penunjang.
c. Setelah bidan melaksanakan pengkajian data maka bidan harus
menganilisa data tersebut sehingga tujuan asuhan masa nifas ini

10
7

d. dapat mendeteksi masalah yang terjadi pada ibu dan bayi.


e. Mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayinya, yakni setelah masalah ditemukan maka bidan dapat
langsung masuk kelangkah berikutnya sehingga tujuan diatas dapat
dilaksanakan.
f. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan
diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi
kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan
masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60%
kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50%
kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama.(Rukiyah dan
Yeyeh, 2014)(16)

2.2.3 Program dan Kebijakan Teknis (12)


Tabel 2.1 Frekuensi Kunjungan Masa Nifas
Kunjungan Waktu Tujuan
1 6-8 jam setelah a.Mencegah perdarahan masa nifas karena
persalinan atonia uteri
b.Mendeteksi dan merawat penyebab lain
perdarahan; jika perdarahan berlanjut
c. Memberikan konseling pada ibu atau salah
satu anggota keluarga bagaimana mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri
d.Pemberian ASI awal
e.Melakukan hubungan antara ibu dan bayi
baru lahir
f. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara
mencegah hipotermia
g.Jika petugas kesehatan menolong persalinan,
ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru
lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran,
atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan
stabil.
2 6 hari setelah a.Memastikan involusi uterus berjalan dengan
persalinan normal : uterus berkontraksi, fundus di bawah
umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal,
tidak ada bau
b.Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi,
8

atau perdarahan abnormal


c. Memastikan ibu mendapatkan cukup
makanan, cairan, dan istirahat
d.Memberikan konseling pada ibu mengenai
asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi
tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari
3 2 minggu setelah a.Sama seperti di atas (6 hari setelah
persalinan persalinan)
4 6 minggu setelah a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-
persalinan penyulit yang ia atau bayi alami
b.Memberikan konseling untuk KB secara dini
(Sumber : Dewi dan Sunarsih, 2013)
2.2.4 Tahapan Masa Nifas
Menurut Maryunani (2015) Masa nifas dibagi dalam 3 periode, yaitu :
a. Puerperium dini (Periode Immediate Postpartum)
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Masa
segera setelah plasenta lahir sampai kepulihan dimana ibu sudah
diperbolehkan mobilisasi jalan. Masa pulih/kepulihan dimana ibu
telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
b.Puerperium intermedial (Periode Early Postpartum 24 jam-1
minggu)
Masa kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8
minggu. Peran bidan pada masa ini bidan memastiakn involusi uteri
dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berabau
busuk, tidak demam, ibu cukup mendapakan makanan dan cairan
serta ibu dapat menyusui bayinya dengan baik.
c. Remote puerperium (Periode Late Postpartum, 1 minggu-5
minggu)
Adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi.Masa ini bisa berlangsung 3 bulan bahkan lebih.(17)
2.2.5 Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas
a. Involusi uterus
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses
dimana uterus akan kembali ke kondisi pada saat sebelum hamil
9

dengan berat sekitar 30 gram. Proses ini dimulai segera setelah


plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Tabel 2.3 Involusi Uteri
Involusi TFU Berat Uterus
Bayi Setinggi pusat, 2 jari dibawah 1.000 gr
lahir pusat
1 minggu Pertengahan pusat simfisis 750 gr
2 minggu Tidak teraba di atas simfisis 500 gr
6 minggu Normal 50 gr
8 minggu Normal seperti sebelum hamil 30 gr
Sumber : Kemenkes, 2016
b. Lochea
Lochea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas.
Lochea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik
dari dalam uterus. Pemeriksaan lochea meliputi perubahan warna
dan bau karena lochea memiliki ciri khas seperti bau amis, atau
khas dan adanya bau busuk menandakan adanya infeksi. Jumlah
total pengeluaran seluruh periode lochea rata-rata diperkirakan
sekitar 240- 270 ml. Lochea terbagi 4 tahapan:
1) Lochea rubra (kruenta)
Timbulnya pada 1-2 hari postpartum terdiri dari darah segar
bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa- sisa
verniks kaseosa, lanugo dan mekoneum.
2) Lochea sanguilenta
Timbulnya pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 7 postpartum,
karakteristik lochea sanguilenta berupa darah bercampur lendir.
3) Lochea serosa
Merupakan cairan berwarna agak kuning, timbulnya setelah 1
minggu postpartum.
4) Lochea alba
Timbul setelah lebih dari 2 minggu postpartum dan hanya
merupakan cairan putih. Normalnya lochea agak berbau manis,
kecuali bila terjadi infeksi pada jalan lahir, baunya akan berubah
10

menjadi berbau busuk. Bila lochea berbau busuk segera


ditangani agar ibu tidak mengalami infeksi lanjut atau sepsis
c. Vulva
Vulva juga mengalami penekanan serta peregangan yang
sangat besar selama proses melahirkan bayi. Beberapa hari pertama
sesudah proses melahirkan vulva tetap berada dalam keadaan
kendur. Setelah 3 minggu vulva akan kembali kepada keadaan tidak
hamil dan labia menjadi lebih menonjol.
d. Payudara
Setelah proses persalinan selesai, pengaruh hormon estrogen dan
progesteron terhadap hipofisis mulai menghilang. Hipofisis mulai
mensekresi hormon kembali yang salah satu diantaranya adalah
lactogenic hormone atau hormon prolaktin.Pada proses laktasi
terdapat dua refleks yang berperan yaitu refleks prolaktin dan refleks
aliran yang timbul akibat perangsangan putting susu dikarenakan
isapan bayi.
e. Tanda – tanda vital
Merupakan tanda-tanda penting pada tubuh yang dapat
berubah bila tubuh mengalami gangguan atau masalah, tanda-tanda
vital biasanya saling mempengaruhi satu sama lain. Artinya, bila
suhu tubuh menigkat, maka dan dan pernafasan juga akan
meningkat dan sebaliknya.
f. Hormon
Pada wanita menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat
sampai sekitar 6 minggu setelah melahirkan. Kadar prolaktin dalam
darah ibu dipengaruhi oleh frekwensi menyusui, lama setiap kali
menyusui dan nutrisi yang dikonsumsi ibu selama menyusui.
Hormon prolaktin ini akan menekan sekresi Folikel Stimulating
Hormon (FSH) sehingga mencegah terjadinya ovlasi. Oleh karena
itu memberikan ASI pada bayi dapat menjadi alternative metode
KB yang dikenal dengan MAL (Metode Amenorhe Laktasi).
11

g. Perubahan sistem pencernaan


Nilai Lemak: total asam lemak bebas kembali normal pada
hari ke-2 post partum. Kolesterol dan trglyserida kembali normal
setelah 6- 8 minggu post partum. Glukosa darah: stabilisasi terjadi
selama 1 minggu post partum.
h. Perubahan sistem perkemihan
Bisa trauma akibat kehamilan dan persalinan (mukosa
menjadi oedema dan hiperemik). Anastesi epidural dapat
meningkatkan rasa penuh pada kandung kemih, dan nyeri perineum
terasa lebih lama. Dengan mobilisasi dini bisa mengurangi hal
diatas sering kali dengan adanya residu terjadi overdistensi. Pada
miksi sering meninggalkan residu, akibatnya sering ISK (Infeksi
Saluran Kemih). Protein urin bisa terdapat pada 50% wanita post
partum pada hari ke-1 sampai ke-2 post partum.
i. Perubahan sistem musculoskeletal
Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang
begitu lama, tetapi biasanya pulih dalam 6 minggu.
j. Perubahan sistem endokrin
Selama periode post partum terjadi perubahan hormon yang
besar. Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan
cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam s/d hari ke-7. Ada
beberapa wanita yang secara spontan mengalami menstruasi.
k. Perubahan sistem kardiovaskuler
Segera setelah bayi lahir, kerja jantung mengalami
peningkatan 80% lebih tinggi daripada sebelum persalinan karena
autotransfusi dari uteroplacenter. Resistensi pembuluh perifer
meningkat karena hilangnya proses uteroplacenter. Kembali
normal setelah 3 minggu.

l. Perubahan sistem hematologi


12

Jumlah kehilangan darah normal dalam persalinan adalah:


1) Persalinan pervaginam: 300-400 ml
2) Persalinan section secaria: 1000 ml
3) Histerektomi secaria: 1500 ml
Total volume darah kembali normal dalam waktu 3 minggu
post partum. Jumlah sel darah putih akan meningkat terutama pada
kondisi persalinan lama berkisar 25000-30000. Semua ini
dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi dari ibu.
(Saleha, 2013) (18)
2.2.6 Perubahan Adaptasi Psikologis Pada Masa Nifas
Proses adaptasi psikologi menurut (Walyani, 2015) yaitu :
a. Fase Taking In
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang
berlangsung dari hari pertama samapi hari kedua setelah
melahirkan. Pada saat itu, focus perhatian ibu terutama pada dirinya
sendiri. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat untuk mencegah
gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat
ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya. Komunikasi
yang baik sangat diperlukan pada fase ini.
b. Fase Taking Hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan.
Pada fase taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan
dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi, selain itu
perasaannya sangat sensitive sehingga mudah tersinggung jika
komunikasinya kurang hati-hati. Pada saat ini ibu memerlukan
dukungan karena saat ini merupkan kesempatan yang baik untuk
menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya
sehingga tumbuh rasa percaya diri.
c. Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan
peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu
13

sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya.


Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.
Dukungan suami dan keluarga dapat membantu merawat bayi.
Kebutuhan akan istirahat masih dibutuhkan ibu untuk menjaga
kondisi fisiknya.
(Walyani, 2015) (19)
2.2.7 Kebutuhan Dasar Ibu Nifas
a. Nutrisi dan cairan
Kualitas dan jumlah makanan yang di konsumsi akan sangat
mempengaruhi produksi ASI. Ibu menyusui harus mendapatkan
tambahan zat makanan sebesar 800 kkal yang di gunakan untuk
memproduksi ASI dan untuk aktivitas ibu sendiri.
Ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi
sebagai berikut :
1) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari.
2) Makanan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein,
mineral, dan vitamin yang cukup.
3) Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari.
4) Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat besi, setidaknya
selama 40 hari pascapersalinan.
5) Minum kapsul vitamin A 200.000 unit agar dapat
memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI
b. Ambulasi
Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijaksanaan
untuk selekkas mungkin membimbing pasien keluar dari tempat
tidurnya dan membimbingnya untuk berjalan. Sekarang tidak perlu
lagi menahan ibu postpartum terlentang ditempat tidurnya selama 7-
14 hari setelah melahirkan. Ibu postpartum sudah diperbolehkan
bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam postpartum. Keuntungan
early ambulation adalah sebagai berikut :
1) Ibu merasa lebih sehat dan kuat.
14

2) Faal usus dan kandung kemih lebih baik.


3) Memungkinkan bidan untuk memberikan bimbingan kepada ibu
mengenai cara merawat bayinya.
4) Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia (sosial ekonomis).
Early ambulation tentu tidak dibenarkan pada ibu
postpartum dengan penyulit, misalnya anemia, penyakit jantung,
penyakit paru- paru, demam atau keadaan lain yang masih
membutuhkan istirahat.
c. Eliminasi
1) Buang air kecil
Ibu diminta untuk buang air kecil (miksi) 6 jam
postpartum. Jika dalam 8 jam postprtum belum dapat berkemih
atau sekali berkemih belum melebihi 100 cc, maka dilakukan
kateterisasi. Akan tetapi, kalau ternyata kandung kemih penuh,
tidak perlu menunggu 8 jam untuk kateterisasi. Sebab-sebab
terjadinya kesulitan berkemih (retensio urin) pada ibu
postpartum.
a) Berkurangnya tekanan intraabdominal.
b) Otot-otot perut masih lemah.
c) Edema dan uretra.
d) Dinding kandung kemih kurang sensitif.
2) Buang air besar
Ibu postpartum diharapkan dapat buang air besar
(defekasi) setelah hari kedua postpartum. Jika hari ketiga belum
juga BAB, maka perlu diberi obat pencahar per oral atau per
rektal. Jika setelah pemberian obat pencahar masih belum bisa
BAB, maka dilakukan klisma (huknah).
d. Istirahat dan tidur
1) Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan
yang berlebihan.
2) Sarankan ibu untuk kembali pada kegiatan-kegiatan rumah
15

tangga secara perlahan-lahan, serta untuk tidur siang atau


beristirahatselagi bayi tidur.
3) Kurang istirahat akan memengaruhi ibu dalam beberpa hal :
a) Mengurangi jumlah ASI.
b) Memperlambat proses involusi uterus dan
memperbanyak perdarahan.
c) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk
merawat bayi dan dirinya sendiri.
e. Aktivitas seksual
Aktivitas seksual yang dapat dilakukan oleh ibu masa nifas
harus memenuhi syarat berikut :
1) Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu
darah merah berhenti dan ibu dapat memasukan satu-satu dua
jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri, maka ibu aman untuk
memulai melakukan hubungan suami istri kapan saja ibu siap.
2) Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan
suami istri sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah 40
hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan ini
bergantung pada pasangan yang bersangkutan.
f. Latihan dan senam nifas
Cara untuk mengembalikan bentuk tubuh menjadi indah dan
langsing seperti semula adalah dengan melakukan latihan dan
senam nifas. Beri penjelasan pada ibu tentang beberapa hal berikut
ini :
1) Diskusikan pentingnya otot-otot perut dan panggul agar
kembali normal, karena hal ini akan membuat ibu merasa lebih
kuat dan ini juga menjadikan otot perutnya menjadi kuat,
sehingga mengurangi rasa sakit pada punggung.
2) Jelaskan bahwa latihan tertentu beberapa menit setiap hari
sangat membantu.
3) Dengan tidur terlentang dan lengan disamping, tarik otot perut
16

selagi menarik nafas, tahan nafas dalam, angkat dagu ke dada,


tahan mulai hitungan 1 sampai 5. Rileks dan ulangi sebanyak
10 kali.
4) Untuk memperkuat tonus otot jalan lahir dan dasar panggul
lakukanlah latihan keagel.
5) Berdiri dengan tungkai dirapatkan. Kencangkan otot bokong
dan pinggul, tahan sampai 5 hitungan. Relaksasi otot dan
ulangi latihan sebanyak 5 kali.
6) Mulai mengerjakan 5 kali latihan untuk setiap gerakan. Setiap
minggu naikkan jumlah latihan 5 kali lebih banyak. Pada
minggu ke 6 setelah persalinan ibu harus mengerjakan setiap
gerakan sebanyak 30 kali
(Saleha, 2013)(18)
2.2.8 Tanda Bahaya Masa Nifas
Menurut (Walyani, 2015), tanda-tanda bahaya dari nifas tersebut yaitu :
a. Perdarahan hebat atau peningkatan perdarahan secara tiba-tiba.
b. Pengeluaran cairan vaginal dengan bau busuk.
c. Rasa nyeri di perut bagian bawah atau punggung.
d. Sakit kepala yang terus-menerus, nyeri epigastrum, atau
masalah penglihat.
e. Pembengkakan pada wajah dan tangan.
f. Demam, muntah, rasa sakit sewaktu buang air seni, atau merasa
tidak enak badan.
g. Payudara yang memerah, panas, dan/atau sakit.
h. Kehilangan selera makan untuk waktu yang berkepanjangan.
i. Rasa sakit, warna merah, pembengkakan pada kaki.
j. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengurus diri sendiri
atau bayi.
k. Merasa sangat letih, atau bernafas terengah-engah.
(Walyani, 2015)(19)
2.2 Bendungan ASI
17

2.2.1 Pengertian
Bendungan ASI adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada
payudara dalam rangka mempersiapkan diri untuk laktasi. Hal ini bukan
disebabkan overdistensi dari Saluran Sistem laktasi. Bendungan terjadi
akibat bendungan berlebihan pada limfatik dan vena Sebelum laktasi.
ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi. ASI memiliki kandungan
yang baik yang tidak terdapat dalam susu formula. Komposisi ASI
selalu berubah sesuai dengan kebutuhan bayi prematur maupun bayi
yang cukup bulan sehingga bayi yang diberi ASI akan memiliki status
gizi yang lebih baik jika dibandingkan dengan yang diberi susu formula
maupun makanan tambahan lain. ASI memberikan gizi yang paling
baik sesuai dengan kebutuhan bayi, melindungi dari berbagai infeksi,
memberikan hubungan kasih sayang yang mendukung semua aspek
perkembangan bayi, termasuk kesehatan dan kecerdasan bayi. (Saleha,
2013)(19)
Bendungan Air Susu Ibu adalah terjadinya pembengkakan pada
payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga
menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri di sertai kenaikan suhu
badan .(Rukiyah dan Yeyeh)(17) Cara paling aman agar payudara tidak
membengkak adalah dengan menyusukan bayi segera setelah lahir. Jika
payudara masih terasa berat, maka keluarkan ASI dengan cara manual
atau menggunakan pompa. Perlunya perawatan pasca melahirkan
sebelum menyusui agar payudara tidak lembek serta mudah ditangkap
oleh bayi.(Walyahi, 2015)(20)
2.2.2 Etiologi
Payudara bengkak disebabkan karena menyusui yang tidak
kontinyu, sehingga sisa ASI terkumpulan pada daerah duktus.Hal ini
dapat terjadi pada hari ke tiga setelah melahirkan. Selain itu,
penggunaan bra yang ketat serta keadaan puting susu yang tidak
bersih dapat menyebabkan sumbatan pada duktus. (Prawirohardjo,
2016)(13) Bendungan ASI biasanya terjadi pada payudara ibu yang
18

memiliki produksi ASI banyak, jikaa diraba terasa keras dan


terkadang menimbulkan nyeri serta seringkali disertai peningkatan
suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat tanda-tanda kemerahan di
payudara dan demam. (Walyani, 2015)(20)
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan bendungan ASI, yaitu:
a. Pengosongan mammae yang tidak sempurna (dalam masa laktasi,
terjadipeningkatan produksi ASI pada ibu yang produksi ASI-nya
berlebihan. Apabilabayi sudah kenyang dan selesai menyusu
payudara tidak dikosongkan, makamasih terdapat sisa ASI didalam
payudara. Sisa ASI tersebut jika tidakdikeluarkan dapat
menimbulkan bendungan ASI).
b. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (pada masa laktasi, bila ibu
tidakmenyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak
aktif menghisap,maka akan menimbulkan bendungan ASI).
c. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (teknik yang salah
dalam menyusuidapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet
dan menimbulkan rasa nyeripada saay bayi menyusu. Akibatnya,
ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadibendungan ASI).
d. Puting susu terbenam (puting susu terbenam akan menyulitkan
bayi dalammenyusu. Karena bayi tidak dapat menghisap puting
dan areola, bayi tidak maumenyusu dan akibatnya terjadi
bendungan ASI).
e. Puting susu terlalu panajang (puting susu yang panjang
menimbulkan kesulitanpada saat bayi menyusu karena bayi tidak
dapat menghisap areola danmerangsang sinus laktiferus untuk
mengeluarkan ASI. Akibatnya, ASI tertahandan menimbulkan
bendungan ASI) .(Andina, 2018)(21)
2.2.3 Patofisiologi
Payudara yang mengalami pembengkakan tersebut sangat sukar
di susu oleh bayi karena kalang payudara lebih menonjol, puting lebih
datar dan sukar di hisap oleh bayi. Bila keadaan sudah demikian, kulit
19

pada payudara nampak lebih mengkilat, ibu merasa demam dan


payudara ibu terasa nyeri. Oleh karna itu sebelum disusukan pada
bayi, ASI harus diperas dengan tangan/pompa terlebih dahulu agar
payudara lebih lunak, sehingga bayi lebih mudah menyusu. (Rukiyah,
dkk, 2012)(22)
Perlu dibedakan antara payudara bengkak dengan payudara
penuh. Pada payudara bengkak : payudara odem, sakit, puting susu
kencang, kulit mengkilat walau tidak merah, dan ASI tidak keluar
kemudian badan menjadi demam setelah 24 jam. Sedangkan pada
payudara penuh: payudara terasa berat, panas dan keras. Bila ASI
dikeluarkan tidak ada demam.(Prawirohardjo,2013)(13)
2.2.4 Penatalaksanaan Bendungan ASI
Penatalaksanaan Kasus pada ibu nifas dengan bendungan ASI adalah:
a. Cara menyusui yang baik dan benar
Menurut Maryunani (2015), cara menyusui yang baik dan benar
adalah sebagai berikut:
1) Sebelum menyusui, keluarkan sedikit ASI untuk mengolesi
puting ibu agar bayi mencium aromanya dan lebih berselera
menyusu.
2) Susui bayi setiap kali ia menginginkannya dan selama yang ia
mau.
3) Saat menyusui, letakan bayi dalam pangkuan sedemikian rupa
hingga wajah dan tubuhnya menghadap ke payudara ibu.
Posisinya harus lurus searah dari telinga, hidung, dan
badannya. Dagunya menempel di payudara ibu.
4) Duduklah dalam posisi yang nyaman dan tegak, jangan
membungkuk, kalau perlu sangga tubuh bayi dengan bantal.
Ibu yang baru saja menjalani persalinan dengan operasi sesar
tak perlu khawatir karena posisi bayi berada di atas perut.
5) Jika paudara menyusu pada payudra kiri, letakkan kepalanya
di siku lengan kiri ibu. Lengan kiri bayi bebas ke arah
20

payudara. Begitu pula sebalikya.


6) Topanglah payudara dengan meletakan ibu jari tangan ibu
diatas puting dan keempat jari menyangga payudara.
7) Usai menyusui, bayi akan melepaskan isapannya. Kalau tidak
lepaskan puting dengan memasukan jari kelingking ibu ke
mulut bayi melalui sudut mulut atau tekan dagu bayi agar bibir
bawahnya terbuka. Jangan langsung menarik puting terlalu
kuat selagi masih berada didalam mulut bayi karena akan
membuatnya lecet.
8) Bila puting lecet, lakukan kompres dingin di payudara dan
tetaplah menyusui bayi. Usai menyusui, usapkan tetesan ASI
untuk pelumasan dan pelindungan. Jika menggunakan obat
dokter, seka puting dengan air atau waslap basah yang lembut
setiap kali menyusui.(17)
b. Perawatan Payudara
Menurut Wahyuni dan Purwoastuti (2015), perawatan
payudara adalah suatu tindakan untuk merawat payudara
terutama pada masa nifas (masa menyusui) untuk
memperlancar ASI. Perawatan payudara adalah perawatan
payudara setelah melahirkan dan menyusui yang merupakan
suatu cara yang dilakuakan untuk merawat payudara agar air
susu keluar dengan lancar. Perawatan payudara sangat penting
dilakuakan selama hamil sampai masa menyusui.Hal ini
dikarenakan payudara merupakan satu-satu penghasil ASI yang
merupakan makanan pokok bayi yang baru lahir sehingga harus
dilakukan sedini mungkin.
1) Tujuan perawatan payudara
a) Untuk menjaga kebersihan payudara sehingga terhindar
dari infeksi.
b) Untuk mengenyalkan puting susu, supaya tidak mudah
lecet.
21

c) Untuk menonjolkan puting susu yang terbenam.


d) Menjaga bentuk buah dada tetap bagus.
e) Untuk mencegah terjadinya penyumbatan.
f) Untuk memperbanyak produksi ASI.
g) Untuk mengetahui adanya kelainan.
Pelaksanaan perawatan payudara pasca persalinan
dimulai sedini mungkin yaitu 1-2 hari sesudah bayi
dilahirkan.Hal itu dilakukan 2 kali sehari
Langkah-langkah perawatan payudara yaitu:
a) Persiapan Alat
(1) Baby oil secukupnya.
(2) Kapas secukupnya.
(3) Waslap 2 buah.
(4) Handuk bersih 2 buah.
(5) Bengkok.
(6) Dua baskom berisi air (hangat dan dingin).
(7) Bra yang bersih dan terbuat dari katun untuk
menyokong payudara.
b) Persiapan ibu
Cuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir dan
keringkan dengan handuk.
(1) Baju ibu dibuka.
(2) Letakkan handuk diatas pangkuan ibu dan tutuplah
payudara dengan handuk, buka handuk pada daerah
payudara.
c) Pelaksanaan perawatan payudara
(1) Puting susu dikompres dengan menggunakan kapas
minyak selama 3-4 menit, kemudian bersihkan
dengan kapas minyak tadi.
(2) Pengenyalan yaitu puting susu dipegang dengan ibu
jari, dan jari telunjuk diputar kedalam dengan kapas
22

minyak tadi.
(3) Penonjolan puting susu yaitu:
(a)Puting susu cukup di tarik sebanyak 20 kali.
(b)Dirangsang dengan menggunakan ujung waslap
(c)Memakai pompa puting susu.
(4) Pengurutan payudara:
(a) Telapak tangan petugas diberi baby oil kemudian
diratakan.
(b) Sokong payudara kiri dengan tangan kiri,
lakukan gerakan kecil dengan dua atau tiga jari
dengan tangan kanan, mulai dari pangkal
payudara berakhir dengan gerakan spiral pada
daerah puting susu.
(c) Buatlah gerakan memutar sambil menekan dari
pangkal payudara dan berakhir pada puting susu
diseluruh bagian payudara (lakukan gerakan
seperti ini pada payudara kanan).
(d) Kedua telapak tangan diantara kedua payudara,
urutlah dari atas sambil mengangkat kedua
payudara dan lepaskan keduanya perlahan.
Lakukan gerakan ini kurang lebih 30 kali.
(e) Sangga payudara dengan satu tangan, sedangkan
tangan lainnya mengurut payudara dengan sisi
kelingking dari arah pangkal payudara ke arah
puting susu. Lakuakan gerakan ini sekitar 30 kali.
(f) Merangsang payudara dengan air hangat dan
dingin secara bergantian.
(g) Setelah itu usahakan menggunakan BH yang
longgar atau khusus, yang dapat menopang
payudara.
Gambar 2.1 Cara Perawatan Payudara
23

Dampak yang akan ditimbulkan jika bendungan ASI tidak


teratasi yaitu akan terjadi mastitis dan abses payudara. Mastitis
merupakan inflamasi atau infeksi payudara dimana gejalanya
yaitu payudara keras, memerah, dan nyeri, dapat disertai
demam >38º C. S edangkan abses payudara merupakan
komplikasi lanjutan setelah terjadinya mastitis dimana terjadi
penimbunan nanah didalam payudara. (Kemenkes RI, 2013) (21)
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Meihartati (2017)
ibu nifas dengan bendungan ASI yang melakukan perawatan
payudara selama menyusui berdampak baik yaitu tidak
terjadinya bendungan ASI. Hal ini dikarenakan gerakan pada
perawatan payudara akan melancarkan reflek pengeluaran ASI
serta dapat mencegah dan mendeteksi dini kemungkinan adanya
bendungan ASI. (23)

2.3 Jurnal terkait bendungan ASI


Adapun jurnal atau penelitian yang berhubungan dengan laporan studi kasus ini
antara lain :
2.3.1 Yenny Aulya1 dan Yeki Supriaten (2021), Pengaruh Perawatan
Payudara Terhadap Bendungan ASI Pada Ibu Nifas , Hasil Penelitian
mengatakan bahwa ada pengaruh perawatan payudara terhadap
Bendungan ASI. Hasil uji independent Sample Test terhadap
perbedaan rata-rata bendungan ASI pada kelompok yang diberikan
24

perawatan payudara dan tidak diberikan perawatan payudara pada


ibu nifas.
2.3.2 Ria Gustirini (2021), Perawatan Payudara Untuk Mencegah
Bendungan ASI Pada Ibu Postpartum, Hasil Penelitian mengatakan
bahwa responden yang melakukan perawatan payudara lebih sedikit
mengalami bendungan ASI dibandigkan dengan responden yang
tidak melakukan payudara, sehingga terdapat hubungan perawatan
payudara dengan kejadian bendungan ASI pada ibu postpartum.
2.3.3 Novalita Oriza (2019), Faktor Yang Mempengaruhi Bendungan ASI
Pada Ibu Nifas, Hasil penelitian mengatakan adanya hubungan
frekuensi menyusui, kondisi putting, perlekatan menyusui, posisi
menyusui, dan perawatan payudara dengan kejadian bendungan ASI.
2.3.4 Elis Pitria (2018), Hubungan Perawatan Payudara Dengan Kejadian
Bendungan ASI Pada Ibu Post Partum, Hasil penelitian mengatakan
ada hubungan antara perawatan payudara dengan kejadian
bendungan ASI pada ibu postpartum di Ruang Kebidanan di RSUD
Kota Kendari.
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS

No. Registrasi : 0018/05-2021


Tanggal Pengkajian : 29 Mei 2021
Waktu Pengkajian : 07.00 WIB
TempatPengkajian : Rumah Ny. S
Pengkaji : Yuni Cahyani

A. DATA SUBYEKTIF
BIODATA
Nama : Ny. S Nama Suami : Tn. I
Umur : 28 tahun Umur : 34
Suku/kebangsaan : Sunda Suku/kebangsaan : Sunda
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh
Alamat rumah : Jl. Baros Kulon
Telp :-
1. Keluhan Utama : Ibu mengatakan payudara sebelah kanan bengkak
sedikit nyeri apabila ditekan menggunakan tangan
2. Riwayat Persalinan
a. Tempat melahirkan : PMB
b. Ditolong oleh : Bidan
c. Jenis persalinan : Spontan
d. Lama persalinan
- DipimpinMeneran : 23 menit
- Kala I : 3 jam 45 menit
- Kala II : 23 menit
- Kala III : 5 menit
e. Ketuban pecah pukul : 22.00 WIB
f. Amniotomi : Tidak (spontan)
g. Banyak air ketuban : 550 cc
h. Komplikasi dalam persalinan : Tidak ada
i. Plasenta
- Lahir spontan : Ya
- Dilahirkan dengan indikasi : Ya Lengkap, ukuran : Normal
- Kelainan : Tidak ada
- Panjang talipusat : Normal

25
26

- Kelainan : Tidak ada


- Sisa plasenta : Tidak ada
j. Perineum
- Utuh : Ya
- Robekan : Tidak
- Episiotomi : Tidak
- Anastesi :-
- Jahitan dengan :-
k. Perdarahan
- Kala I : 20 ml
- Kala II : 15 ml
- Kala III : 300 ml
- Kala IV : 50 ml
- Selama operasi :-
l. Tindakan lain : Tidak ada
m. Bayi
- Lahir pukul : 22.23 WIB
- BB : 2800 gr
- PB : 49 cm
- Nilai Apgar : 5/9
- Cacatbawaan : Tidak
- Masa gestasi : 38 mg
n. Komplikasi
- Kala I : Tidak ada
- Kala II : Tidak ada
o. Air ketuban banyaknya : Normal Warna : Jernih
keruh

B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum : Baik
b. Keadaan emosional : Stabil

c. Tanda – tanda vital :


- Tekanandarah : 110/70 mmHg
- Nadi : 80 x/i
- Suhu tubuh : 36.6 oC
- Pernapasan : 22 x/i
27

2. PemeriksaanFisik
a. Payudara
- Pengeluaran : Ada ASI
- Puting susu : Tenggelam sebelah kanan
- Benjolan : Bengkak sebelah kanan
- Konsistensi : Cair
- Nyeri tekan : Ada sebelah kanan
b. Uterus
- TFU : Pertengahan pusat-sympisis
- Konsistensi uterus : Bulat dan keras
- Kontraksi uterus : Baik
- Posisi uterus : Normal
c. Pengeluaran lochea
- Warna : Rubra
- Bau : Khas
- Jumlah : Normal
- Konsistensi : Encer dan sedikit menggumpal
d. Perineum : Utuh
e. Kandung kemih : Kosong
f. Ekstremitas
- Oedema : Tidak ada
- Kemerahan : Tidak ada
- Tanda Homan : Tidak ada
3. PemeriksaanPenunjang
- HB : Tidak dilakukan
- Protein urin : Tidak dilakukan
- Glukosa urin : Tidak dilakukan
- Golongan darah : Tidak dilakukan

C. ANALISA
1. Diagnosa : P1A0 Postpartum 3 Hari Dengan Bendungan ASI
2. Diagnosa Potensial : Mastitis
3. Masalah : Putting tenggelam
4. Kebutuhan :
a. Penyuluhan tentang perawatan payudara dan teknik menyusui yang
baik
b. Breasct Care
28

D. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahukan ibu dan keluarga hasil pemeriksaan yang didapatkan
bahwa kondisi umum ibu baik namun ada sedikit masalah dengan
payudara ibu sehingga ibu mengalami bendungan ASI.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan kondisinya saat ini
2. Memberitahu ibu bahwa penyebab bendungan ASI yang ibu rasakan saat
ini disebabkan karena ibu tidak menyusukan bayinya dengan payudara
sebelah kanan sehingga terjadi bendungan ASI. Selain itu faktor
penyebab lain disebabkan karena frekeunsi pemberian ASI, kondisi
putting, perlekatan menyusui, dan posisi menyusui
Evaluasi : Ibu mengerti dengan apa yang disampaikan petugas dan
mengatakan bahwa ibu kesulitan menyusui bayinya
sebelah kanan karena kondisi puttingnya tenggelam jadi
ibu memberikan ASInya hanya di sebelah kiri.
3. Menjelaskan kepada ibu bahwa dampak dari bendungan ASI apabila
dibiarakan akan membuat ibu tidak nyaman karena tegang dan nyeri.
Apabila dibiarkan tentunya bisa menyebabkan peradangan atau mastitis.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan apa yang dijelaskan petugas dan
bersedia dilakukan tindakan untuk menangani
masalahnya
4. Menjelaskan kepada ibu bahwa ibu tidak perlu khawatir dengan kondisi
saat ini, karena hal ini bisa ditangani dengan cara ibu mengosongkan
payudara yang bengkak terlebih dahulu. Kemudian menjelaskan kepada
ibu cara perawatan payudara sehingga rasa nyeri yang ibu rasakan bisa
hilang.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan apa yang disampaikan petugas dan
mau melakukan payudara dibantu oleh petugas
5. Memberitahu ibu terlebih dahulu langkah-langkah perawatan payudara
dan informed consent untuk dilakukannya tindakan perawatan payudara.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan apa yang disampaikan petugas dan
bersedia dilakukan perawatan payudara
6. Menyiapkan alat dan melakukan tindakan payudara dengan
memperhatikan lingkungan dan ruangan agar ibu nyaman.
Evaluasi : Payudara ibu sebelah kanan sudah dikosongkan, dan ibu
merasa nyaman setelah dilakukan perawatan payudara
7. Membereskan alat yang sudah dipakai dan membantu ibu kembali untuk
mengenakan pakaiannya kembali.
Evaluasi : Alat sudah dibereskan dan ibu sudah menggunakan
pakaian
29

8. Menganjurkan ibu untuk menyusukan payudara secara bergiliran


sehingga payudara yang lain tidak bengkak.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan apa yang disampaikan oleh petugas
dan akan berusaha untuk memberikan ASInya secara
bergiliran
9. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayi secara Eklusif yaitu selama 6
bulan dan menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin.
Evaluasi : Ibu akan memberikan ASInya selama 6 bulan
10. Mengingatkan ibu kembali untuk merawat dan menjaga kebersihan vulva
yaitu dengan cara membasuh daerah kemaluan dari arah depan ke belakang
dibilas dengan air dingin dan dikeringkan setiap habis BAB/BAK dan
mengganti pembalut setiap 4 jam sekali.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan apa yang disampaikan petugas dan
sudah melakukan apa yang disarankan petugas selama
masa nifas
11. Memberitahu ibu tentang makanan yang harus dikonsumsi, hal ini
penting untuk pemulihan ibu. Seperti sayuran, ikan, buah-buahan, dan
beritahu ibu agar jangan ada pantangan makanan. Memberikan informasi
kepada ibu bahwa ibu bisa memanfaatkan makanan yang ada di tempat
ibu seperti tahu, tempe, sayur bayam, singkong, ubi ubian, dagiang ayam,
ikan, telor.
Evaluasi : Setiap hari ibu suka mengkonsumsi sayuran yang
berbeda-beda tiap harinya seperti bayam, daun katuk dan
wortel dan ibu juga tidak memantang makanan yang
dikonsumsi.
12. Menjelaskan tanda-tanda bahaya post partum seperti demam tinggi,
perdarahan yang banyak, sakit kepala yang hebat, bendungan pada
ASI/bengkak pada payudara, bila ibu menemukan salah satu tanda dan
gejala yang sudah disebutkan, ibu atau suami harus segera memberitahu
atau menghubungi petugas kesehatan.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan apa yang disampaikan oleh petugas
13. Mengingatkan kembali ibu untuk mengkonsumsi tablet penambah darah
yang sudah diberikan setelah melahirkan. Cara mengkonsumsinya bisa
dengan air putih atau air jeruk, diminum saaat malam hari.
Evaluasi : Ibu setiap hari mengkonsumi tablet penambah darah
setelah makan dengan menggunakan air putih
10. Menjadwalkan untuk pemeriksaan ulang ibu saat hari ke-6.
Evaluasi : Ibu bersedia dilakukan kunjungan ulang oleh bidan
11. Melakukan Pendokumentasian
Evaluasi : Pendokumentasian sudah dilakukan dalam bentuk SOAP
30

Jakarta, 29 Mei 2021


Pengkaji,

(Yuni Cahyani)
31

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS

Kunjungan Ke-2
No. Registrasi : 0018/06-2021
Tanggal Pengkajian : 01 Juni 2021
Waktu Pengkajian : 07.00 WIB
TempatPengkajian : Rumah Ny. S
Pengkaji : Yuni Cahyani

A. DATA SUBYEKTIF
1. Keluhan Utama : Ibu mengatakan payudaranya masih sedikit bengak
tetapi tidak sesakit sebelumnya. Ibu mengatakan
tidak khawatir dengan kondisinya saat ini karena
sudah bisa menangani dengan baik

B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum : Baik
b. Keadaan emosional : Stabil
c. Tanda – tanda vital :
- Tekanandarah : 110/70 mmHg
- Nadi : 80 x/i
- Suhu tubuh : 36.6 oC
- Pernapasan : 22 x/i

2. PemeriksaanFisik
a. Payudara
- Pengeluaran : Ada ASI
- Puting susu : Tenggelam sebelah kanan
- Benjolan : Bengkak sebelah kanan
- Konsistensi : Cair
b. Uterus
- TFU : 3 jari diatas sympisis
- Konsistensi uterus : Bulat dan keras
- Kontraksi uterus : Baik
- Posisi uterus : Normal
c. Pengeluaran lochea
- Warna : Sanguinolenta
- Bau : Khas
32

- Jumlah : Normal
- Konsistensi : Encer dan sedikit menggumpal
d. Perineum : Utuh
e. Kandung kemih : Kosong
f. Ekstremitas
- Oedema : Tidak ada
- Kemerahan : Tidak ada
- Tanda Homan : Tidak ada
3. Pemeriksaan Penunjang
- HB : Tidak dilakukan
- Protein urin : Tidak dilakukan
- Glukosa urin : Tidak dilakukan
- Golongan darah : Tidak dilakukan

C. ANALISA
1. Diagnosa : P1A0 Postpartum 6 Hari Dengan Bendungan ASI
2. Diagnosa Potensial : Mastitis
3. Masalah : Tidak ada
4. Kebutuhan :
a. Penyuluhan kembali terkait Breasct Care

D. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahukan ibu dan keluarga hasil pemeriksaan yang didapatkan
bahwa kondisi umum ibu baik dan kondisi payudara mulai membaik
walaupun masih sedikit bengkak disebabkan karena ibu belum menyusui
bayinya kembali.
Evaluasi : Ibu sudah mengerti dengan kondisinya saat ini dan tidak
khawatir lagi
2. Mengingatkan kembali ibu untuk menyusukan payudara secara bergiliran
sehingga payudara yang lain tidak bengkak dan susukan bayinya sesering
mungkin.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan apa yang disampaikan oleh petugas
dan sudah memberikan ASI nya sesering mungkin
3. Mengingatkan kembali ibu terkait perawatan payudara dan manfaatnya,
kemudian mengingatkan ibu teknik menyusui yang benar yaitu dengan
menyanggah payudara ibu dari pangkal payudara, mengeluarkan ASI dan
sedikit oleskan pada puting susu untuk melembabkan puting agar tidak
lecet, kemudian tempelkan puting susu pada pipi bayi, biarkan bayi
mencari puting dan masukan putting susu ibu kedalam mulut bayi
hingga daerah areola ibu tertutupi mulut bayi. Badan bayi harus
33

menghadap ke badan ibu agar bayi tidak sakit badan. Biarkan bayi
menyusu dengan puas.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan apa yang disampaikan oleh petugas
dan sudah melakukan apa yang dianjurkan petugas
4. Menjelaskan kembali tanda-tanda bahaya post partum seperti demam
tinggi, perdarahan yang banyak, sakit kepala yang hebat, bendungan
pada ASI/bengkak pada payudara, bila ibu menemukan salah satu tanda
dan gejala yang sudah disebutkan, ibu atau suami harus segera
memberitahu atau menghubungi petugas kesehatan.
Evaluasi : Ibu mengerti dengan apa yang disampaikan oleh petugas
5. Memberitahu kembali ibu tentang makanan yang harus dikonsumsi, hal
ini penting untuk pemulihan ibu. Seperti sayuran, ikan, buah-buahan, dan
beritahu ibu agar jangan ada pantangan makanan.
Evaluasi : Setiap hari ibu suka mengkonsumsi sayuran yang
berbeda-beda tiap harinya seperti bayam, daun katuk dan
wortel dan ibu juga tidak memantang makanan yang
dikonsumsi.
6. Mengingatkan kembali ibu untuk mengkonsumsi tablet penambah darah
yang sudah diberikan setelah melahirkan.
Evaluasi : Ibu setiap hari mengkonsumi tablet penambah darah
setelah makan dengan menggunakan air putih dikonsumsi
saat malam hari.
7. Menjadwalkan untuk pemeriksaan ulang ibu saat hari ke-14.
Evaluasi : Ibu bersedia dilakukan kunjungan ulang oleh bidan
8. Melakukan Pendokumentasian
Evaluasi : Pendokumentasian sudah dilakukan

Jakarta, 01 Juni 2021


Pengkaji,

(Yuni Cahyani)
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas


Proses manajemen asuhan kebidanan menurut SOAP pada Ny. S
Postpartum 3 Hari dengan bendungan ASI secara terperinci mulai dari
langkah pertama yaitu pengkajian data sampai dengan penatalaksanaan
sebagai langkah terakhir. Pada pembahasan ini penulis akan menjelaskan
tentang kesenjangan-kesenjangan yang terjadi antara praktek dengan teori
yang ada.
Pada bagian pengkajian data, penulis mengkaji identitas pasien
dengan nama Ny. S Postpartum 3 hari. Saat dikaji Ibu mengatakan payudara
sebelah kanan bengkak dan sedikit nyeri apabila ditekan. Kemudian penulis
melakukan pemeriksaan objektif mulai dari tanda-tanda vital dengan TD: 110
Kepala Bentuk Bulat,tidak ada kelainan,: simetris, tidak oedem, tidak ada
kelainan, mata: Letak simetris, sklera putih, konjungtiva merah muda, sklera
tidak ikterik, Telinga : Simetri, daun telinga 70 mmHg, N: 80x/m,
Suhu:36.6oC, Respirasi : 22x/m, terbuka, Payudara : Pengeluaran: Ada,
Puting susu : Tenggelam sebelah kanan, Benjolan : Bengkak sebelah kanan,
Konsistensi : Cair, Nyeri tekan : Ada sebelah kanan, Uterus, TFU:
Pertengahan pusat-sympisis, Konsistensi uterus : Bulat dan keras, Kontraksi
uterus : Baik, Posisi uterus : Normal, Pengeluaran lochea:Warna: Rubra,
Bau: Khas, Jumlah: Normal, Konsistensi: Encer dan sedikit menggumpal,
Perineum : Utuh, Kandung kemih : Kosong, Ekstremitas, Oedema: Tidak ada
Kemerahan: Tidak ada, Tanda Homan: Tidak ada. Hal ini sesuai dengan teori
Bawaulu (2019) data objektif merupakan informasi yang diperoleh melalui
pengamatan, observasi, dan pengukuran atau pemeriksaan fisik dengan
beberapa metode (inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi).
Penulis menuliskan analisa data yaitu P1A0 Postpartum 3 hari dengan
bendungan payudara. Hal ini sesuai dengan (Wildan, 2011)(24) assesment

36
37

merupakan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi dari data subjektif


dan objektif. Karena keadaan pasien yang setiap saat bisa mengalami
perubahan dan akan ditemukan informasi baru dalam data subjektif maupun
objektif maka proses pengkajian data akan sangat dinamis.
Setelah itu penulis melakukan konseling dan penatalaksanaan kasus.
Hal ini sesuai dengan Wildan (2011)(24) Planning adalah membuat rencana
asuhan saat ini dan akan datang untuk mengusahakan tercapainya kondisi
pasien sebaik mungkin atau menjaga dan mempertahankan kesehatan
kesejahteraannya. Penatalaksanaannya yaitu, memberitahukan ibu dan
keluarga hasil pemeriksaan yang didapatkan bahwa kondisi umum ibu baik
namun ada sedikit masalah dengan payudara ibu sehingga ibu mengalami
bendungan ASI, memberitahu ibu bahwa penyebab bendungan ASI yang ibu
rasakan saat ini disebabkan karena ibu tidak menyusukan bayinya dengan
payudara sebelah kanan sehingga terjadi bendungan ASI. Selain itu faktor
penyebab lain disebabkan karena frekeunsi pemberian ASI, kondisi putting,
perlekatan menyusui, dan posisi menyusui, menjelaskan kepada ibu bahwa
dampak dari bendungan ASI apabila dibiarakan akan membuat ibu tidak
nyaman karena tegang dan nyeri. Apabila dibiarkan tentunya bisa
menyebabkan peradangan atau mastitis, menjelaskan kepada ibu bahwa ibu
tidak perlu khawatir dengan kondisi saat ini, karena hal ini bisa ditangani
dengan cara ibu mengosongkan payudara yang bengkak terlebih dahulu.
Kemudian menjelaskan kepada ibu cara perawatan payudara sehingga rasa
nyeri yang ibu rasakan bisa hilang., memberitahu ibu terlebih dahulu langkah-
langkah perawatan payudara dan informed consent untuk dilakukannya
tindakan perawatan payudara, menyiapkan alat dan melakukan tindakan
payudara dengan memperhatikan lingkungan dan ruangan agar ibu nyaman,
membereskan alat yang sudah dipakai dan membantu ibu kembali untuk
mengenakan pakaiannya kembali, menganjurkan ibu untuk menyusukan
payudara secara bergiliran sehingga payudara yang lain tidak bengkak,
menganjurkan ibu untuk menyusui bayi secara Eklusif yaitu selama 6 bulan
dan menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin,
38

mengingatkan ibu kembali untuk merawat dan menjaga kebersihan perineum


dan vulva yaitu dengan cara membasuh daerah kemaluan dari arah depan ke
belakang dibilas dengan air dingin dan dikeringkan setiap habis BAB/BAK
dan mengganti pembalut setiap 4 jam sekali, ibu harus menjaga vagina ibu
tetap kering dan bersih, memberitahu ibu tentang makanan yang harus
dikonsumsi, hal ini penting untuk pemulihan ibu. Seperti sayuran, ikan, buah-
buahan, dan beritahu ibu agar jangan ada pantrangan makanan. Memberikan
informasi kepada ibu bahwa ibu bisa memanfaatkan makanan yang ada di
tempat ibu seperti tahu, tempe, sayur bayam, singkong, ubi ubian, daging
ayam, ikan, telor, memberitahukan dan menjelaskan tanda-tanda bahaya post
partum seperti demam tinggi, perdarahan yang banyak, sakit kepala yang
hebat, bendungan pada ASI/bengkak pada payudara, bila ibu menemukan
salah satu tanda dan gejala yang sudah disebutkan, ibu atau suami harus
segera memberitahu atau menghubungi petugas kesehatan,
mengingatkankembali ibu untuk mengkonsumsi tablet penambah darah yang
sudah diberikan setelah melahirkan, menjadwalkan untuk pemeriksaan ulang
ibu saat hari ke-6, melakukan pendokumentasian.
Menyusui merupakan suatu cara yang tidak ada duanya dalam
memberikan makanan yang ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi
yang sehat. Selain itu, mempunyai pengaruh biologis serta kejiwaan yang
unik terhadap kesehatan ibu dan bayi. Zat-zat anti infeksi yang terkandung
dalam ASI membantu melindungi bayi terhadap penyakit. (Maritalia, 2014) (1)
Akan tetapi, menyusui tidak selamanya dapat berjalan dengan normal,
tidak sedikit ibu-ibu mengeluh seperti adanya pembengkakan payudara akibat
penumpukan ASI, karena pengeluaran ASI tidak lancar atau pengisapan oleh
bayi. Pembengkakan ini akan mengakibatkan rasa nyeri pada ibu bahkan
tidak jarang ibu merasa demam, oleh karena itu para ibu dianjurkan untuk
melakukan perawatan payudara agar tidak terjadi komplikasi seperti
bendungan ASI.
Penyebab terjadi bendungan ASI karena beberapa faktor diantaranya
yaitu teknik yang salah dalam menyusui, putting susu tenggelam, bayi tidak
39

dapat menghisap puting dan areola, ibu yang tidak menyusukan bayinya
sesering mungkin atau bayi yang tidak aktif menghisap. Diantara beberapa
penyebab faktor penyebab diatas jika tidak segera ditangani akan berakibat ke
mastitis. Pelekatan yang benar merupakan salah satu kunci keberhasilan bayi
menyusu pada payudara ibu. Bila payudara lecet, bisa jadi pertanda pelekatan
bayi saat menyusu tidak baik. Umumnya ibu akan memperbaiki posisi
pelekatan dengan melepaskan mulut bayi saat menyusu dan memnempelkan
kembali. Bendungan ASI juga dapat terjadi dikarenakan faktor frekuensi
pemberian ASI yang tida teratur. Hal ini sesuai dengan penelitian Novalita
(2019) mengatakan bahwa faktor frekuensi, kondisi putting, perlekatan
menyusui, posisi menyusui dan perawatan payudara ASI mempunyai
hubungan dengan terjadinya bendungan ASI pada ibu nifas. (Novalita, 2019)
(10)

Upaya dalam mengantisipasi terjadinya bendungan ASI dengan


perawatan payudara dan menyusukan segera setelah persalinan karena apabila
tidak disusukan dengan baik atau tidak dikosongkan dengan sempurna maka
akan terjadi bendungan ASI. (Dewi, dkk, 2013) (12) Dalam hal ini tentunya
bidan memiliki peranan yang penting dalam pemberian asuhan postpartum.
Sesuai dengan penelitian Elis (2018)(25)mengatakan bahwa adanya hubungan
perawatan payudara dengan kejadian bendungan ASI pada ibu postpartum.
Penelitian ini juga diperkuat oleh Ria (2021)(26) mengatakan bahwa ibu nifas
dengan perawatan payudara lebih sedikit mengalami bendungan ASI
dibandingkan dengan ibu yang melakukan perawatan payudara.
Menurut asumsi penulis bendungan ASI yang ibu alami disebabkan
karena putting susu ibu yang tenggelam, sehingga ibu tidak menyusukan
payudara sebelah kanan dengan maksimal akibatnya terjadi bendungan ASI.
Hal ini sesuai dengan penelitian Novalita (2019) dimana adanya hubungan
frekuesni menyusui, kondisi putting, perlekatan menyusui, posisi menyusui,
dan perawatan payudara dengan bendungan ASI.
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
5.1.1 Berdasarkan referensi maka untuk melakukan pendekatan manajemen
asuhan kebidanan yang dimulai dengan mendapatkan data subjktif dari
tanda dan gejala, faktor penyebab berbagai referensi tentang ibu nifas
dengan bendungan ASI.
5.1.2 Berdasarkan referensi maka untuk melakukan pendekatan manajemen
asuhan kebidanan yang dimulai dengan mendapatkan data objektif dari
tanda dan gejala, faktor penyebab berbagai referensi tentang ibu nifas
dengan bendungan ASI. Dari referensi didapatkan bendungan asi
ditandai dengan mamae yang panas serta keras pada perabaan nyeri,
putting susu tenggelam sehingga sulit menyusu, kemerahan, suhu tubuh
sampai 380C. faktor penyebab yang didapatkan yaitu faktor dari ibu
maupun faktor dari bayi itu sendiri.
5.1.3 Untuk mengetahui diganosi bendungan asi berdasarkan hasil referensi
yang didapatkan yaitu melakukan pemeriksaan fisik. Masalah potensial
yang bisa terjadi pada bendungan asi berdasarkan referensi yaitu
mastitis dan abses payudara. Komplikasi tersebut dapat terjadi jika
pasien tidak mendapatkan penanganan yang tepat.
5.1.4 Rencana tindakan pada kasus ibu nifas dengan bendungan ASI yaitu
melakukan penyuluhan dan melakukan tindakan perawatan payudara
dan mengajarkan ibu teknik menyusui dengan baik dan benar. Tindakan
yang dilakukan pada pasien ibu nifas dengan bendungan ASI sesuai
dengan intervensi yaitu pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaaan
fisik. Tindakan evaluasi pada kasus ini untuk mengetahui keadaan
pasien dengan maksimal serta komplikasi-komplikasi yang mungkin

40
41

5.1.5 Terjadi dapat teratasi. Kondisi pasien baik dan tidak mengalami
komplikasi serta kembali normal.

5.2 Saran
5.2.1 Klien
Klien mendapatkan asuhan kebidanan pada ibu nifas sesuai dengan
kebutuhan ibu padasaat masa nifas.
5.2.2 Institusi Pendidikan
Memberikan informasi bagi pembaca, memperluas pengetahuan
dan menunjang proses pembelajaran sebagai referensi untuk
pengembangan dan kemajuan studi kasus selanjutnya sehingga lebih
efektif dalam mendiagnosis, pemberian tindakan dan penatalaksanaan
untuk pasien tersebut.
5.2.3 PMB
a. Dalam melakukan tugas sebagai bidan untuk memberikan tindakan
perlu diketahui rasional setiap tindakan yang diberikan klien dan
harus dengan persetujuan klien
b. Sebagai bidan dalam melakukan tindakan perlu membina
hubungan yang baik antara klien ataupun keluarga sehingga
tercapai tujuan yang diinginkan.
c. Bidan harus mampu mengambil suatu keputusan klinik untuk
menghindari keterlambatan dalam merujuk sehingga dapat
mencegah terjadinya komplikasi yang mengancam jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

1. Maritalia D. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta.:


Pustaka Pelajar; 2014.
2. Heryani Reni. Asuhana Kebidanan Ibu Nifas dan Menyusui. Jakarta:
Trans Info Media; 2012.
3. Word Health Statistics. WHO (Word Health Organization). WHO;
2017.
4. Depkes RI. Panduan manajemen laktasi:Diet Gizi Masyarakat.
Jakarta; 2017.
5. Depkes RI. Dinkes Provinsi DIY. Survey Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI). Jakarta: Depkes RI; 2012.
6. Kemenkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan. Edisi pertama. Jakarta: Kemenkes RI;
2013.
7. Dinkes Provinsi Jawa Barat (2016) dalam Nova (2021). Gambaran
Karakteristik Ibu Postpartum Dengan Bendungan Payudara Di PMB
Bd. I Citeirep Neglasari Bandung. J Ilm Kesehatan Polikteknik
Bhakti Asih Purwakarta. 2021;
8. Dinas Kesehatan Kabupaten Ciannjur. Laporan Data Kesehatan
Kabupaten Cianjur. Cianjur: Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur;
2019.
9. Yuni. Laporan Bulanan PMB Mei 2021. PMB Yuni; 2021.
10. Novalita Oriza. Faktor Yang Mempengaruhi Bendungan ASI Pada
Ibu NIfas.Institute Kesehatan Helvetia. Medan. ISSN:1978-6298. Vol
XIV, N.
11. Manuaba. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta:
EGC; 2010.
12. Dewi dan Sunarsih. Asuhan kebidanan pada ibu nifas. Jakarta:
Salemba Media; 2013.
13. Marni. Asuhan Kebidanan Pada Masa Antenatal. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar; 2011.
14. Astutik. Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui. Jakarta: CV.
Trans info Media; 2015.
15. Roito HJ. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. Jakarta: EGC; 2013.
16. Rukiyah dan Yeyeh. Asuhan Kebidanan Persalinan (Intranatal Care).
Jakarta: Trans Info Media; 2014.
17. Maryunani. Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas (Postpartum).
Jakarta: TIM; 2015.
18. Saleha. Asuhan Kebidanan 3. Yogyakarta: Rineka Cipta; 2013.
19. Walyani. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press; 2015.
20. Andina V. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press; 2018.
21. Rukiyah dkk. Asuhan Kebidanan Patologi. Jakarta: Trans Info
Media; 2012.
22. Mansyur. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Malang:
Selaksa Medika; 2014.
23. Meihartati Tuti. Hubungan antara Perawatan Payudara dengan
kejadian Bendungan ASI (engorment) pada Ibu Nifas. J Kebidanan
dan Keperawatan. 2017;
24. Wildan. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika; 2011.
25. Elis. Hubungan Perawatan Payudara Dengan Kejadian Bendungan
ASI Pada Ibu Post Partum Di Ruang Kebidanan Di RSUD Kota
Kendari Tahun 2018. 2018;
26. Ria. Perawatan Payudara Untuk Mencegah Bendungan ASI Pada Ibu
Post Partum. Prodi DIII Kebidanan Fak Ilmu Kesehat Inst Ilmu
Kesehat dan Teknol Muhammadiyah Palembang. 2021;

Anda mungkin juga menyukai