Anda di halaman 1dari 75

ANALISIS FAKTOR PREDISPOSISI DOMINAN TERJADINYA

ANGULAR CHEILITIS PADA ANAK-ANAK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Gigi

OLEH :

NURUL ASNI

J 111 10 149

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Analisis Faktor Predisposisi Dominan Terjadinya Angular Cheilitis Pada Anak-Anak

Oleh : Nurul Asni / J111 10 149

Telah Diperiksa dan Disahkan

Pada Tanggal 13 Agustus 2013

Oleh :

Pembimbing

Prof.Dr.Drg.Harlina.M.Kes
NIP. 19630118 198903 2 002

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hasanuddin

Prof. Mansjur Nasir, DDS, Ph.D


NIP. 19540625 198403 1 001
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena hanyalah dengan berkat

dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

ANALISIS FAKTOR PREDISPOSISI DOMINAN TERJADINYA ANGULAR CHEILITIS

PADA ANAK-ANAK. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat

mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.

Selain itu skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan peneliti

lainnya untuk menambah pengetahuan dalam bidang ilmu kedokteran gigi masyarakat.

Dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak hambatan yang penulis hadapi, namun

berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai belah pihak sehingga akhirnya, penulisan skripsi

ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, dengan segala

kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. drg. H. Mansjur Nasir, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hasanuddin.

2. Prof.Dr.drg.Harlina, M.Kes selaku dosen pembimbing penulisan skripsi ini yang

telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan arahan, petunjuk, serta bimbingan

bagi penulis selama penyusunan skripsi ini.

3. Drg.Syamsiar Toppo, sebagai penasehat akademik yang senantiasa memberikan

dukungan, nasihat, motivasi dan semangat, sehingga penulis berhasil menyelesaikan

jenjang perkuliahan dengan baik


4. Ayahandaku Samad Adam dan Ibundaku Umi salam Abdurahman, Serta kedua

saudara ku yang sangat kusayangi, Irma Septyani dan Rahmatia Samad. Rasa terima

kasih dan penghargaan yang terdalam dari lubuk hati, penulis berikan kepada mereka

semua yang senantiasa telah memberikan doa, dukungan, bantuan, didikan, nasihat,

perhatian, semangat motivasi, dan cinta kasih yang tak ada habis-habisnya. Tak ada

kata atau kalimat yang mampu mengekspresikan besarnya rasa terima kasihku. Yang

pasti, saya sungguh bersyukur dan bahagia memiliki kalian semua berada disisiku.

Tiada apapun atau siapapun didunia ini yang dapat menggantikan kalian. Sekali lagi,

terima kasih.

5. Seluruh dosen yang telah bersedia memberikan ilmu, serta staf karyawan FKG

Universitas Hasanuddin.

6. Seluruh keluarga besar Atrisi 2010 terima kasih untuk kekompakkan dan rasa

persaudaraan yang telah kalian berikan, khususnya untuk sahabat-sahabatku Fara,

Pipit, Booy, Intan, Erda dan Maryam yang senantiasa membantu, menghibur dan

memberikan semangat. Terima kasih untuk semuanya. Saya sangat senang bisa

mengenal dan berbagi bersama kalian. Takkan terlupakan pengorbanan kalian. Sekali

lagi terima kasih.

7. Sahabat sekaligus teman seperjuangan di bagian IPM, Dime, Erwin dan Ningsih, yang

senantiasa menemani saat suka dan duka.

8. Buat Mohammad Iqbal yang senantiasa menemani, mambantu, dan memberikan

semangat selama proses penyusunan skripsi dari awal hingga akhir. Terima Kasih atas

semuanya. Segala bentuk bantuan yang pernah diberikan takkan terluapakan. Terima

kasih
9. K’eda staf pegawai perpustakaan FKG. Terimakasih atas pelayanannya

10. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini yang namanya

tidak bisa disebut satu persatu.

Semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan dari segala pihak yang telah

bersedia membantu penulis. Akhirnya dengan segenap kerendahan hati, penulis

mengharapkan agar kiranya tulisan ini dapat menjadi salah satu bahan pembelajaran

dan peningkatan kualitas pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi ke depannya, juga

dalam usaha peningkatan perbaikan kualitas Kesehatan Gigi dan Mulut masyarakat.

Amin

Makassar, 3 Agustus 2013

NURUL ASNI
ABSTRAK

Latar Belakang : Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu faktor untuk mencapai

kualitas hidup yang optimal. Salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang sering

ditemukan pada anak-anak adalah angular cheilitis. Menurut beberapa pendapat angular

cheilitis disebabkan oleh defisiensi nutrisi terutama kekurangan vitamin B-2 (riboflavin),

vitamin B-3 (niacin), vitamin B-6 (pyridoxine), atau vitamin B-12 (cyanocobalamin) dan

kekurangan zat besi, selain itu kebiasaan membasahi bibir dengan air ludah, menjilati sudut

mulut,dan sering mengeluarkan air liur juga menyebabkan terjadinya angular cheilitis pada

anak-anak.

Tujuan : Mengetahui faktor predisposisi dominan terjadinya angular cheilitis pada anak-anak.

Matode : Subjek penelitian terdiri dari 30 sampel anak-anak yang berusia 6-13 tahun. Subjek

diminta menjawab kuesioner pengetahuan tentang gizi dan pola makan anak. Kemudian di

lakukan pemeriksaan rongga mulut.

Hasil : Penderita angular cheilitis yang terjadi pada anak-anak sebanyak 26 anak disebabkan

oleh defisiensi nutrisi dan 3 anak lainnya disebabkan oleh defisiensi nutrisi yang disertai

kebiasaan menjilat bibir serta 1 anak lainnya disebabkan oleh faktor mekanik (kebiasaan

membasahi bibir). Analisis data menggunakan SPSS Uji Korelasi menunjukkan bahwa

interval kekuatannya berada pada 0,50-0,75 sehingga dapat dikatakan bahwa korelasi antar

faktor penyebab kuat.


Kesimpulan : Alat ukur kuesioner tentang pengetahuan tentang gizi dan pola makan anak

valid. Faktor yang dominan terjadinya angular cheilitis adalah defisiensi nutrisi, faktor kedua

adalah defisiensi nutrisi disertai kebiasaan membasahi bibir, dan faktor ketiga adalah faktor

mekanik (sering keluarnya air liur pada sudut mulut saat berbicara).

Kata Kunci : Angular cheilitis, anak-anak, defisiensi nutrisi dan kebiasaan membasahi bibir.
ABSTRACT

Background: Oral health is one factor to achieve quality of life optimally. One of the oral
health problems are often found in children is angular cheilitis. According to some opinions
angular cheilitis is caused by nutritional deficiencies, particularly deficiencies of B-2
(riboflavin), B-3 (niacin), B-6 (pyridoxine), or B-12 (cyanocobalamin) vitamins and iron, else
habit of wetting the lips with saliva, licking mouth corner, and often salivate also lead to
angular cheilitis in children.

Objective: To know the dominant predisposing factor in the occurrence of angular cheilitis in
children.

Method: Subjects of study consisted of 30 samples of aged 6-13 years in children. Subjects
were asked to answer questionnaires on nutrition knowledge and child diet. Then, doing
examination of oral cavity.

Results: Patients with angular cheilitis occurring in children of 26 children are caused by
nutritional deficiencies and 3 other children are caused by nutritional deficiencies
accompanied with the habit of licking the lips and 1 other child are caused by mechanical
factors (habit of wetting the lips). Data analysis using correlation test with SPSS showed that
the interval its strength from 0.50 to 0.75 so that it can be said that the correlation between
causing factor is strong.

Conclusion: Questionnaire on nutrition knowledge and child diet is valid. The dominant
factor with the occurrence of angular cheilitis is nutritional deficiency, the second factor is
nutritional deficiency accompanied by habit of wetting the lips, and the third factor is
mechanical factors (salivate frequently of mouth corner when talking).

Keywords: Angular cheilitis, children, nutritional deficiencies and habits of wetting the lips.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...……………………………………………… i

HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………… ii

KATA PENGANTAR …………………………………………......... iii

DAFTAR ISI ………………………………………………………… vi

DAFTAR TABEL ………………………………………………….... viii

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………... ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ……………………………………... 1


1.2 Rumusan Masalah ………………………………….. 5
1.3 Tujuan Penelitian …………………………………... 5
1.4 Manfaat Penelitian …………………………………. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Angular cheilitis ……………………………………... 7

2.1.1 Definisi Angular Cheilitis ………………………. 7

2.1.2 Etiologi …………………………………………… 8

2.1.3 Gambaran Klinis ………………………………… 12

2.1.4 Pathogenesis ……………………………………… 13


2.2 Faktor Predisposisi Dominan ………………………… 14

2.2.1 Faktor Penyebab Defisiensi Nutrisi …………….. 19

2.2.2 Kebutuhan Nutrisi Pada Anak Usia Sekolah …. 26

2.2.3 Status Gizi Anak Usia Sekolah …………………. 28

2.2.4 Penilaian Status Gizi Secara Atropometri …….. 31

BAB III KERANGKA KONSEP ………………………………….. 33

BAB IV METODE PENELITIAN ………………………………… 34

4.1 JENIS PENELITIAN …………………………….. 34

4.2 DESAIN PENELITIAN ………………………….. 34

4.3 LOKASI PENELITIAN …………………………. 34

4.4 WAKTU PENELITIAN …………………………. 35

4.5 SUBYEK PENELITIAN ………………………… 35

4.6 KRITERIA SMAPEL ……………………………. 35

4.7 ALAT DAN BAHAN …………………………….. 36

4.8 PENENTUAN VARIABEL PENELITIAN …….. 36

4.9 DEFENISI OPERASIONAL ……………………. 36

4.10 PROSEDUR PENELITIAN ……………………... 36

BAB V HASIL PENELITIAN ……………………………………. 40

BAB VI PEMBAHASAN ………………………………………….. 50


BAB VII PENUTUP ………………………………………………… 54

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………. 56

LAMPIRAN …………………………………………………………… 59
DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal.

Gambar 1 : Angular Cheilitis ………………………………………....... 1

Gambar 2 : Causes of angular cheilitis (angular stomatitis) …………… 2

Gambar 3 : Faktor yang berperan dalam pathogenesis Angular cheilitis .. 5

Gambar 4 : Penyebab kurang gizi balita ……………………………….. 13

Gambar 5 : Faktor Penyebab terjadinya defisiensi nutrisi pada penduduk

Miskin ………………………………………………………. 20
DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Peran dari beberapa vitamin dan mineral dalam jaringan oral

………………………………………………………… 16

Tabel 2 : Tanda defisiensi nutrisi ……………………………… 17

Tabel 3 : Kategori Status Gizi BB/U dan TB/U ……………… 30

Tabel 4 : Distribusi Subjek Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan

Menjilat Bibir, Tingkat Pengetahuan Tentang Gizi, dan Pola Makan Anak

…………………………………………………………. 41

Tabel 5 : Distribusi Pengetahuan tentang Gizi Berdasarkan Karakteristik Sampel

…………………………………………………………. 42

Tabel 6 : Distribusi Pola Makan Anak Berdasarkan Karakterisitik Sampel

…………………………………………………………. 43

Tabel 7 : Analisis Faktor Predisposisi Dominan Terjadinya Angular cheilits pada Anak-

anak ……………………………………………………. 44

Tabel 8 : Faktor Predisposisi Terjadinya Angular Cheilitis Pada Anak-anak berdasarkan Uji

Korelasi ………………………………………………… 45
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Menurut kamus kedokteran Dorland Angular berarti membengkok dengan tajam;

mempunyai pojok atau sudut, sedangkan cheilitis berasal dari kata cheil dan ectomy yang

berarti peradangan yang mengenai bibir.1

Prevalensi terjadinya angular cheilitis menurut beberapa penelitian menunjukkan

angka yang cukup tinggi, pada penelitian yang dilakukan Maria R Crivelli, dkk (2006)

mengenai prevalensi lesi oral pada anak sekolah dasar umur 4-13 tahun di Argentina

berdasarkan tingkatan ekonomi, dilaporkan bahwa 1,1% anak sekolah dasar dengan tingkat

ekonomi tinggi menderita angular cheilitis, sedangkan 6,5% pada anak sekolah dasar dengan

tingkat ekonomi yang lebih rendah.2

Banyak pendapat yang mengemukakan penyebab terjadinya Angular Cheilitis pada

anak-anak yaitu Agen Infeksi yang sebagian besar di karenakan Candida Albican dan

Staphylococus Aureus, Faktor mekanik biasanya terjadi pada anak-anak dikarenakan

kebiasaan buruk yaitu kebiasaan bernafas melalui mulut, membasahi bibir dengan air ludah,

menjilati samping mulut dan sering mengeluarkan air liur hal ini menyebabkan jaringan pada

sudut mulut akan terlumasi oleh ludah dan terbentuklah lingkungan yang sesuai untuk

poliferasi organisme, selain itu defisiensi nutrisi juga merupakan salah satu penyebab

terjadinya angular cheilitis pada anak-anak. 3,4


Penyebab utama lamanya penurunan prevalensi pada anak yang mengalami Angular

Cheilitis ialah karena rendahnya kesadaran masayarakat terhadap upaya gizi. Masalah gizi

terjadi di setiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa

dan usia lanjut. 3 Menurut Bamji M.S, penelitian di Hyberabad pada 407 orang anak-anak usia

5-13 tahun diantara simtom defisiensi nutrisi yang paling jelas adalah angular cheilitis yaitu

41,3%

Masalah gizi masyarakat masih memerlukan perhatian. Hal ini diketahui dari masih

tingginya status gizi yang kurang pada anak. WHO memperkirakan bahwa anak-anak yang

kekurangan gizi sejumlah 181,9 juta (32%) di Negara yang sedang berkembang. Menurut

WHO tahun 2005, Indonesia tergolong sebagai Negara dengan status kekurangan gizi yang

tinggi pada tahun 2004 karena 5.119.935 balita dari 17.983.244 balita Indonesia (28,47%)

termasuk kelompok gizi kurang dan gizi buruk. Data dari Dapertemen Kesehatan

menyebutkan pada tahun 2004 masalah gizi masih terjadi di 77,3% kabupaten dan 56% kota di

Indonesia. Data tersebut juga menyebutkan bahwa pada tahun 2003 sebanyak lima juta anak

balita (27.5 persen) kurang gizi dimana 3,5 (19,2 persen) diantaranya berada pada tingkat gizi

kurang dan 1,5 juta (8,3 persen) sisanya mengalami gizi buruk. 3

Munculnya berbagai gangguan gizi ini sangat memprihatinkan, selain disebabkan oleh

kurangnya konsumsi pangan dan mutu gizi yang dimakan oleh keluarga, terdapat bermacam

macam faktor yang mempengaruhi status gizi balita, dimana faktor ini saling berkaitan satu

sama lain. Faktor tersebut antara lain tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu,umur

ibu dan pekerjaan ibu. Faktor ini akan sangat menentukan keberhasilan pemberian makanan

pada bayi dan balita, karena ibulah yang sangat berperan dalam mengatur konsumsi anak.3,4
Salah satu faktor penting dan mendasar sebagai penyebab timbulnya masalah gizi

adalah perilaku konsumsi makanan, keluarga atau masyarakat yang salah satu atau tidak

sepenuhnya mengikuti kaidah-kaidah ilmu gizi dan kesehatan. Orang tua atau keluarga

mempunyai peran penting bagi anak. Terutama tentang masalah asupan makanan dan

kebiasaan makan. Mereka mengajarakan kepada anak seperti macam makanan, frekuensi

makan dan komposisi makanan yang mereka makan.4

Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini,

sistematis dan berkesinambungan. Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal

tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam masa

tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu

dapat dilaksanakan dengan sempurna. Sering timbul masalah terutama dalam pemberian

makanan yang tidak benar dan menyimpang. Akibatnya anak mengalami defisiensi nutrisi
4
yang merupakan penyebab terjadinya Angular Cheilitis. Kekurangan gizi yang dapat

menyebabkan terjadinya angular cheilitis antara lain kekurangan vitamin B-2 (riboflavin),

vitamin B-3 (niacin), vitamin B-6 (pyridoxine), atau vitamin B-12 (cyanocobalamin) dan

kekurangan zat besi dapat menyebabkan seorang anak mengalami angular cheilitis. 5

Data Dinas Kesehatan DKI Jakarta menunjukkan bahwa terdapat 6.516 anak usia

sekolah yang kekurangan gizi sepanjang tahun 2006 dan 2,38% dari 281.131 anak usia

sekolah menderita kurang gizi. Selain faktor ekonomi, kurangnya pengetahuan masyarakat

tentang nutrisi yang baik dapat menyebabkan kurangnya kualitas asupan gizi mereka,

masyarakat tidak mengerti bagaimana memilih makanan yang berkualitas baik dengan harga

murah yang dapat di konsumsi. Masyarakat tidak memanfaatkan sumber yang tersedia dengan
baik karena kekurangan informasi atau pengetahuan mengenai bagaimana cara pemberian

makanan sehingga mereka lebih mengutamakan rasa kenyang tanpa memperhatikan kualitas

dan variasi makanan. Penyebab lain terjadinya defisiensi nutrisi ialah pengaruh adat dan

kebiasaan masyarakat yang tidak sesuai dengan praktek mengenai cara pemberian makanan

yang benar.5

Namun pada penelitian ini difokuskan dalam membahas etiologi atau penyebab

defisiensi nutrisi pada anak penderita angular cheilitis , pengetahuan anak tentang nutrisi yang

baik, kebiasaan atau pola makan dan pengaruh adat dalam keluarga terhadap nutrisi anak.

Berdasarkan fakta diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

Analisis faktor predisposisi dominan terjadinya Angular Cheilitis pada anak-anak.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, diajukan permasalahan sebagai berikut:

1. Faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya Angular Cheilitis pada anak-

anak?

2. Apa faktor dominan penyebab terjadinya Angular Cheilitis pada anak-anak?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor predisposisi dominan

terjadinya Angular Cheilitis pada anak-anak.

1.3.2 Tujuan Khusus


Untuk mengetahui sejumlah faktor yang menyebabkan terjadinya Angular

Cheilitis Pada Anak-anak di Kota Makassar yang datang di RSGM kandea

bagian IPM dan RSGM Tamalanrea Bagian IKGA.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Memberikan pengalaman dalam melakukan penelitian dan sebagai refrensi bagi

peneliti selanjutnya.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan

ilmu pengetahuan dengan memberikan pengetahuan lebih jauh mengenai faktor

predisposisi dominan terjadinya Angular Cheilitis.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANGULAR CHEILITIS

2.1.1 Definisi Angular Cheilitis

Angular cheilitis atau perleche ialah reaksi inflamasi pada sudut bibir mulut yang

sering dimulai dengan penyimpangan mukokutaneus dan berlanjut hingga ke kulit. Angular

cheilitis ini dikarakteristik oleh kemerahan yang menyebar, bentuknya seperti fisur- fisur, kulit

yang nampak terkikis, ulser yang permukaannya berlapis dan disertai dengan gejala yang

subjektif seperti rasa sakit, rasa terbakar, dan nyeri. 7

Gambar 1. Angular Cheilitis

(Sumber : Journal of Humanitarian Affairs Network, 2012)


2.1.2 Etiologi Angular Cheilitis

Ada beberapa yang dapat menyebabkan terjadinya Angular Cheilitis, yaitu:

infection

Deficiency Anatomy
Angular Cheilitis
states altered

Gambar 2. Causes of angular cheilitis (angular stomatitis).

(Sumber : Textbook Oral medicine and Pathology at a glance)

Angular cheilitis merupakan suatu kondisi multifaktorial dengan beberapa faktor

predisposisi lokal dan sistemik.8

Sistemik Lokal

Angiodema (Alergi/ non-Alergi) Mucocoele


Oedema (Trauma atau Infeksi) Abscess
Orofacial granulomatosis (OFG) Haematoma
Chron’s Disease Salivary adenoma
Haemangioma Basal cell carcinoma
Lymphangioma Squamous cell carcinoma
Banyak pendapat yang mengemukakan tentang etiologi dari Angular cheilitis, Angular

Cheilitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor

A. Agen Infeksi

Agen infeksi merupakan penyebab utama dari lesi, dimana sebagian besar adalah

candida albican dan staphylococcus aureus.9 Candida diperkirakan sebagai factor

utama terjadinya angular cheilitis yang disebabkan oleh oral candidiasis. Selain

candida ada pula staphylococcus, streptococcus dan mikroorganisme lainnya yang dapat

menyebabkan terjadinya angular cheilitis.10

B. Faktor mekanik.

Pada pasien yang menggunakan gigi tiruan yang tidak pas. Biasanya sering terjadi pada

orang tua.11 Dapat pula terjadi pada pasien yang edentulous yang tidak memakai gigi

tiruan atau yang menggunakan gigi tiruan tapi tidak pas sehingga overhang pada bibir

atas bawah pada sudut mulut sehingga menghasilkan lipat lengkung miring pada sudut

mulut, lipatan yang dalam ini menyebabkan saliva mengalir keluar sehingga tercipta

suatu lingkungan yang basah terus menerus. Keadaan ini yang memungkinkan

lingkungan yang ideal bagi mikroorganisme untuk tumbuh berkembang. 10 Selain pada

orang tua, anak-anak pun sering terjadi angular cheilitis disebabkan karena kebiasaan
12
buruk seperti menjilat sudut bibir, menghisap ibu jari dan menggunakan dot. Refrensi

lain mengatakan penyebab angular cheilitis yang terjadi pada anak adalah kebiasaan

bernafas melalui mulut, membasahi bibir dengan air ludah, menjilati samping mulut dan

sering mengeluarkan air liur hal ini menyebabkan jaringan pada sudut mulut akan

terlumasi oleh ludah dan terbentuklah lingkungan yang sesuai untuk poliferasi

organisme. Keadaan ini dapat menjadi lebih parah dengan membiarkan bibir basah
dikeringkan oleh angin dan sinar matahari. Biasanya pada anak angular cheilitis sering

diikuti dengan demam. 3

C. Defisiensi Nutrisi

Kekurangan gizi merupakan penyebab terjadinya angular cheilitis. Kekurangan vitamin

B-2 (riboflavin), vitamin B-3 (niacin), Vitamin B-6 (pyridoxine), atau vitamin B-12

(cyanocobalamin) dan kekurangan zat besi dapat menyebabkan seorang anak

mengalami angular cheilitis.12 Penyebab angular cheilitis yang menonjol pada anak-anak adalah

defisiensi nutrisi. Defisiensi nutrisi yang dimaksud biasanya disebabkan kurangnya

asupan vitamin B kompleks (riboflavin), zat besi dan asam folat. Dalam menimbulkan

angular cheilitis, setiap faktor etiologi terutama defisiensi nutrisi berkorelasi dengan

kondisi lingkungan, pada anak sekolah yang paling berpengaruh adalah kondisi

lingkungan dalam keluarga dan di sekolah. Kondisi lingkungan yang dimaksud dapat

berupa tingkat sosial ekonomi keluarga, pengaruh adat dalam keluarga, kebiasaan atau

pola makan anak dan pengetahuan gizi.4 Kekurangan gizi paska masa anak- anak selalu

dihubungkan dengan vitamin dan mineral yang spesifik, yang berhubungan dengan

mikronutrien tertentu. Konsekuensi defisiensi mikronutrien selama masa anak- anak

sangat berbahaya.
Gigi Tiruan yang tidak adekuat
dengan dimensi vertikal yang kurang

Lipatan kulit dengan genangan saliva dan

maserasi pada sudut mulut

Penyakit Sistemik Trauma

Atau kekurangan vitamin

Daya tahan tubuh kurang/


Pertahanan host yang kurang

Candida spp (mulut) S.Aureus

Angular Cheilitis
(hidung/mulut)

Gambar 3. Faktor yang berperan dalam pathogenesis Angular cheilitis


(Sumber : Field A.Longman L.Tyldesley WR Tyldesley’s oral
Medicine. 5th ed. Oxford University Press; 2003. p.65)
2.1.3 Gambaran Klinis

Secara umum angular cheilitis mempunyai simtom utama bibir kering, rasa tidak

nyaman, adanya sisik-sisik dan pembentukan fisur (celah) yang diikuti dengan rasa terbakar

pada sudut mulut. Yang paling sering sebagai daerah eritema dan udema yang berbentuk

segitiga pada kedua komisura atau dapat berupa atropi, eritema, ulser, krusta dan pelepasan

kulit sampai terjadi eksudasi yang berulang. Reaksi jangka panjang, terjadi supurasi dan

jaringan granulasi.14

Menurut Stannus, lesi ini ditandai dengan adanya fisur-fisur dan eritema pada sudut

mulut yang menyebar sampai ke bawah bibir dan kemungkinan meluas ke mukosa pipi.

Angular cheilitis memiliki nama lain perleche, angular cheilosis dan angular stomatitis. Gejala

awal Angular cheilitis ialah rasa gatal pada sudut mulut dan terlihat tampak kulit meradang

dan bintik merah. Pada awalnya, hal ini tidak berbahaya, tetapi akan terasa nyeri di sudut

mulut dan mudah berdarah yang dikarenakan oleh gerakan mulut seperti tertawa ataupun

berbicara. Tingkat keparahan inflamasi ini ditandai dengan retakan sudut mulut danbeberapa

pendarahan saat mulut dibuka.14

Pada angular cheilitis yang berhubungan dengan defisiensi nutrisi, dapat terlihat

penipisan papilla lidah (depapillated tongue) dikarenakan defisiensi besi. Lidah yang merah

dan berkilat (depapillated glossy red tongue) pada pasien dengan defisiensi asam folat, atau

lidah ungu kemerahan (reddish-purple depapillated tounge) pada defisiensi vitamin B. Angular

cheilitis yang disertai alopesia, diare dan ulserasi oral non-spesifik yang biasanya terdapat di

lidah dan mukosa bukal, dapat diduga dikarenakan defisiensi seng. Lesi terjadi bilateral yang

biasanya meluas beberapa mm dari sudut mulut pada mukosa pipi dan ke lateral pada kulit
sirkum oral 1-10 mm. Dasar lesi lembab, adanya fissure yang tajam, vertical dari tepi

vermilion bibir dan area kulit yang berdekatan. Secara klinis, epitel pada komisura terlihat

mengerut dan sedikit luka. Pada waktu mengerut, menjadi lebih jelas terlihat, membentuk satu

atau beberapa fissure yang dalam, berulserasi tetapi tidak cenderung berdarah .Walaupun

dapat berbentuk krusta yang bernanah pada permukaan, fisur ini tidak melibatkan permukaan

mukosa pada komisura di dalam mulut , tetapi berhenti pada mucocutan junctional. 15

2.1.4 Pathogenesis

Proses terjadinya angular cheilitis pada awalnya jaringan mucocutan di sudut- sudut

mulut menjadi merah, lunak dan berulserasi. Selanjutnya fisura-fisura eritematosa menjadi

dalam dan melebar beberapa cm dari sudut mulut ke kulit sekitar bibi atau berulserasi dan

mengenai mukosa bibir dan pipi dalam bentuk abrasi linear. Infeksi keadaan kronis ditandai

dengan adanya nanah dan jaringan granulasi. Ulkus seringkali menimbulkan keropeng yang

terbelah dan berulserasi kembali selama fungsi mulut yang normal. Akhirnya dapat timbul

nodula-nodula granulomatosa kecil berwarna kuning coklat. 1

2.2 FAKTOR PREDISPOSISI DOMINAN TERJADINYA ANGULAR CHEILITIS

PADA ANAK-ANAK

Menurut penelitian yang dilakukan Almeida MG, Leite MM, dan Carvalho IMM di RS

Rehabilitas Craniofacial, USP, Bauru pada 219 pasien yang dibagi menjadi dua grup.

Grup 1-100 adalah pasien dewasa dan grup 2-119 pada anak-anak dengan usia 7-12

tahun. Pada pasien dewasa, angular cheilitis terjadi pada 12 pasien, dengan 4 bilateral
dan 8 unilateral. Dan pada anak-anak, angular cheilitis terjadi pada 5 pasien, 3 bilateral

dan 2 unilateral, dan hanya ditemukan satu pada pasien wanita. Hal ini berati angular

cheilitis pada pasien dewasa adalah 12% dan 4,2% pada pasien anak-anak umur 7-12

tahun.17

Banyak pendapat mengemukakan beberapa faktor predisposisi terjadinya Angular

Cheilitis pada anak-anak 10;

1. Agen Infeksi (Candida Albican, Staphylococcus Aureus)

2. Faktor Mekanik (menjilati samping mulut dan sering mengeluarkan air liur hal ini

menyebabkan jaringan pada sudut mulut akan terlumasi oleh ludah dan

terbentuklah lingkungan yang sesuai untuk poliferasi organisme)

3. Defisiensi nutrisi. (B-2 (riboflavin), vitamin B-3 (niacin), vitamin B-6

(pyridoxine), atau vitamin B-12 (cyanocobalamin) dan kekurangan zat besi).

Menurut Data dari WHO dan Dapertemen Kesehatan, Indonesia merupakan salah satu

Negara yang kekurangan gizi pada anak-anak. Tingginya tingkat konsumsi makanan yang

tidak seimbang gizinya oleh anak-anak usia sekolah menyebabkan sering terjadinya angular

cheilitis pada anak-anak. Menurut Brown ada 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya

defisiensi nutrisi pada anak yaitu faktor individu dan faktor lingkungan. Yang termasuk faktor

lingkungan adalah teman sebaya dan orang tua.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pipes pada anak SD di peroleh bahwa 40%

anak tidak makan sayur, 20% anak tidak makan buah, dan 36% makan snack. Kekurangan

nutrisi dapat menyebabkan menurunnya system imun anak, sehingga berbagai virus dan
bakteri dengan mudah menyerang pertahanan tubuh anak. Salah satunya ialah menyebabkan

angular cheilitis pada sudut bibir anak secara bilateral.

Tabel 1. Peran dari beberapa vitamin dan mineral dalam jaringan oral

(sumber: Textbook Nutrition and Oral Medicine)

Nutrient Sumber makanan Fungsi Tanda defisiensi


pada oral

Riboflavin Susu dan telur, Memetabolisme energy Angular cheilitis;


(B2) sarapan pagi glossitis; recurrent
dengan sereal, hati, aphthae
dan biji-bijian
koenzim nukleotida yang Muccosal atrhopy,
Niacin Susu, telur, hati, terlibat dalam metabolisme stomatitis, glossitis,
(B3) daging, ekstrak energy angular cheilitis
ragi, dan kacang-
kacangan.

Hati, daging, ikan, koenzim yang terlibat Glossitis; stomatitis;


Vitamin biji-bijian, susu dalam metabolisme asam Recurent Apthae,
(B6) dan kacang- amino Angular cheilitis,
kacangan Candidosis

Vitamin Daging, ikan, telur,


(B12) susu, sarapan pagi purine and pyrimidine Atrophic glossitis;
dengan sereal synthesis stomatitis; recurrent
apthae; Dysplasia;
Angular Cheilitis;
Candidosis
Iron Daging, ikan,
sayur-sayuran, Hemoglobin Dan Glossitis; Angular
kakao, perbanyak mioglobin pembentukan cheilitis; Mucosal
minum susu enzim komponen atrophy; candidosis
Tabel 2. Tanda defisiensi nutrisi

(Sumber : Jurnal Penilaian status gizi)

Defisiensi Temuan-temuan obyektif


Tanda Klinis
Mikronutrien yang mendukung

Vitamin A Kulit kering, pecah‐pecah, dan Rasio Triene/tetraene >0.4


bersisik Penurunan retinol plasma
Hiperkeratosis folikuler (kulit
kering, kasar)
Bitot’s spots (plak berbusa pada
mata)
Xerophthalmia (mata kering)
Keratomalacia (kornea
melunak)
“Rabun senja”

Piridoksin (B6) Nasolabial seborrhea, Ruam Penurunan piridoksal


pada kening seperti jerawat, fosfat plasma
Angular stomatitis (pecahan
berwarnamerah pada sisi
mulut),
Peripheral neuropathy,
Convulsive seizures, Depresi
Anemia mikrostik

Penurunan RBC
Nasolabial seborrhea
glutathione reductase
Red conjunctivae
Riboflavin (B2) Cheilosis (pecahan vertikal
pada bibir), Angular stomatitis
Fotofobia, penurunan
penglihatan, Penyembuhan luka
yang memburuk, Anemia
normositik

Niacin (B3) Glossitis


Penurunan triptofan
Pecah‐pecah pada kulit
plasma
Lesi pada tangan, kaki, wajah,
Penurunan urinary
atau leher
Pellagrous dermatosis N‐methyl
(hiperpigmentasi kulit karena Nicotinamide
terpapar sinar matahari)
Pellagra
Peripheral neuropathy
Myelopathy
Encephalopathy
Cheilosis
Angular stomatitis
Atrophic papillae

Sianokobalamin Sianokobalamin
(B12) (B12) Penurunan B12 plasma
anemia makrositik Makrositosis dalam
Peripheral paresthesias apusan RBC
Glossitis
Gejala‐gejala saraf tulang
belakang

Besi Konjungtiva pucat sekunder


terhadap anemia makrositik, Penurunan besi dalam
anemia hipokromik serum; peningkatan
Koilonychia (kuku yang rapuh, kapasitas
runcing, atau berbentuk sendok) pengikatan besi total
Takikardia sekunder terhadap
anemia, Kelelahan, Kelemahan
Pucat, Glossitis, Sakit kepala
Disfagia, Atropi gastrik
Paresthesias
2.2.1 Faktor Penyebab Terjadinya Defisiensi Nutrisi Pada Anak-Anak

Dampak
KURANG GIZI
penyebab
langsung
Makanan tidak seimbang Penyakit Infeksi

Penyebab tidak
langsung

Tidak cukup Pola asuh anak Sanitasi dan air


persediaan pangan tidak memadai bersih/pelayanan
kesehatan dasar
tidak memadai

Kurang Pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan

Masalah pokok Kurang pemberdayaan wanita dan keluarga,


Di masyarakat kurang pemanfaatan sumber daya masyarakat

Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan

Akar masalah
nasional Krisis ekonomi, politik
dan sosial

Gambar.4 Penyebab kurang gizi balita


(sumber : UNICEF. 1998. The State of The World’s Children 1998. Oxford: Oxford
University Press).
1. Pola Makan Anak

Anak usia sekolah membutuhkan konsumsi makanan yang seimbang baik jenis

maupun jumlahnya. Menurut Suhardjo (2003) kenaikan kebutuhan zat gizi

diperlukan untuk pertumbuhan dan untuk kegiatan fisik dan mental yang

meningkat pada anak usia sekolah. Perilaku konsumsi makan seorang anak

berhubungan erat dengan system nilai dan perilaku yang dilakukan oleh orang tua

dan keluarga. Hal tersebut sangat dipengaruhi antara lain oleh latar belakang

pendidikan dan pekerjaan orang tua. Selain itu karakteristik anak juga diduga

mempengaruhi perilaku konsumsi makan anak baik di rumah maupun di sekolah,

diantaranya adalah umur, berat badan, tinggi badan, jenis kelamin, uang jajan, serta

pengetahuan gizi dan kesehatan.20

Konsumsi makanan anak usia sekolah dasar (SD), pada umumnya diperoleh

dari yang dikonsumsi saat berada di rumah dan atau di lingkungan sekolah.

Makanan yang dimakan ketika berada di rumah dapat berupa makanan yang

dimasak dan disediakan di rumah maupun makanan jajanan. Makanan yang

dimakan ketika berada di lingkungan sekolah dapat berasal dari bekal sekolah,

catering (school feeding / penyelenggaraan makan), dan atau makanan jajanan

yang di beli di kantin sekolah, warung atau penjual kaki lima (PKL).20

Pada permulaan usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah, dengan demikian

anak-anak mulai masuk kedalam dunia baru, dimana mulai banyak berhubungan

dengan orang-orang diluar keluarganya. Hal ini dapat mempengaruhi kebiasaan

makan mereka. Pengalaman baru menyebabkan anak-anak menyimpang dari

kebiasaan waktu makan yang sudah diberikan orang tua kepada mereka. 21
Pada usia 7-9 tahun anak pandai menetukan makanan yang disukai karena

mereka sudah mengenal lingkungan. Untuk itu perlu pengawasan dari orang tua

supaya tidak salah memilih makanan karena pengaruh lingkungan. Disini anak

masih dalam tahap pertumbuhan sehingga kebutuhan gizinya harus tetap seimbang.

Banyak makanan yang dijual dipinggir jalan atau tempat umum hanya mengandung

karbohidrat dan garam yang hanya akan membuat cepat kenyang dan banyak

disukai anak, sayangnya hal ini bisa mengganggu nafsu makan anak dan jika hal ini

dibiarkan berlarut-larut akan dapat mengganggu atau menghambat pertumbuhan

tubuhnya. 21

2. Keadaan Sosial Ekonomi

a. Tingkat Pendidikan

Pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan pengetahuan. Semakin tinggi

tingkat pendidikan seseorang maka sangat diharapkan semakin tinggi pula

pengetahuan orang tersebut mengenai gizi dan kesehatan. Pendidikan yang

tingggi dapat membuat seseorang lebih memperhatikan makanan untuk

memenuhi asupan zat-zat gizi yang seimbang. Adanya pola makan yang baik

dapat mengurangi bahkan mencegah dari timbulnya masalah yang tidak

diinginkan mengenai gizi dan kesehatan. Seseorang yang memiliki tingkat

pendidikan tinggi, akan mudah dalam menyerap dan menerapkan informasi

gizi, sehingga diharapkan dapat menimbulkan perilaku dan gaya hidup yang

sesuai dengan informasi yang didapatkan mengenai gizi dan kesehatan. Tingkat

pendidikan sangat berpengaruh terhadap derajat kesehatan (WKNPG, 2004).


Pendidikan juga berperan penting dalam meningkatkan status gizi seseorang.

Pada umumnya tingkat pendidikan pembantu rumah tangga masih rendah

(tamat SD dan tamat SMP). Pendidikan yang rendah sejalan dengan

pengetahuan yang rendah, karena dengan pendidikan rendah akan membuat

seseorang sulit dalam menerima informasi mengenai hal-hal baru di lingkungan

sekitar, misalnya pengetahuan gizi. Pendidikan dan pengetahuan mengenai gizi

sangat diperlukan oleh pembantu rumah tangga. Selain untuk diri sendiri,

pendidikan dan pengetahuan gizi yang diperoleh dapat dipraktekkan dalam

pekerjaan yang mereka lakukan.22

b. Pendapatan Orang Tua

Pendapatan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi status gizi.

Pendapatan seseorang akan menentukan kemampuan orang tersebut dalam

memenuhi kebutuhan makanan sesuai dengan jumlah yang diperlukan oleh

tubuh. Apabila makanan yang dikonsumsi tidak memenuhi jumlah zat-zat gizi

dibutuhkan oleh tubuh, maka dapat mengakibatkan perubahan pada status gizi

seseorang. Ada dua aspek kunci yang berhubungan antara pendapatan dengan

pola konsumsi makan, yaitu pengeluaran makanan dan tipe makanan yang

dikonsumsi. Apabila seseorang memiliki pendapatan yang tinggi maka dia

dapat memenuhi kebutuhan akan makanannya. Meningkatnya pendapatan

perorangan juga dapat menyebabkan perubahan dalam susunan makanan.

Kebiasaan makan seseorang berubah sejalan dengan berubahnya pendapatan

seseorang. Meningkatnya pendapatan seseorang merupakan cerminan dari

suatu kemakmuran. Orang yang sudah meningkat pendapatannya, cenderung


untuk berkehidupan serba mewah. Kehidupan mewah dapat mempengaruhi

seseorang dalam hal memilih dan membeli jenis makanan. Orang akan mudah

membeli makanan yang tinggi kalori. Semakin banyak mengonsumsi makanan

berkalori tinggi dapat menimbulkan kelebihan energi yang disimpan tubuh

dalam bentuk lemak. 22

3. Pengetahuan Gizi Anak

Anak-anak sering tidak memahami tentang gizi yang dikandung dalam makananan

dan fungsi gizi dalam tubuh. Seseorang yang tidak mengerti tentang gizi dan tidak

memahami tentang gizi yang dikandung dalam makanan akan mengakibatkan

kesulitan dalam memilih makanan yang dibutuhkan oleh tubuh. Kemudian hal

tersebut akan menimbulkan defisiensi nutrisi yang akan berpengaruh terhadap

status gizi. Menurut Soekirman menambahkan bahwa anak-anak sebaiknya

mengetahui jenis makanan apa yang di makan. 23

4. Kebiasaan Jajan anak

Pada usia anak sekolah dasar, anak-anak gemar sekali jajan. Hal ini merupakan

kebiasaan yang terdapat pada keluarga atau akibat dari teman Terkadang anak

menolak untuk sarapan pagi dirumah, dan sebagai gantinya meminta uang jajan

pada orang tua.23

5. Kebiasaan makan keluarga

Kebiasaan makan yang baik dimulai dirumah dengan bimbingan orang tua. Peran

ibu biasanya lebih berpengaruh terhadap pembentukan kebiasaan makan anak.

Pengetahuan ibu terhadap jenis-jenis makanan sangat berpengaruh terhadap

hidangan yang disajikan. Kesukaan ayah terhadap suatu jenis makanan juga sangat
berpengaruh terhadap hidangan yang nantinya disajikan. Apabila seorang ibu

kurang bijaksana dapat mengakibatkan anak-anak mengalami defisiensi nutrisi.23

Pengetahuan gizi
Pendidikan
rendah
rendah

Produksi Konsumsi makanan


makanan tidak memadai
Kemiskinan rendah
Penyakit Kurang
gizi (Angular
Daya Beli cheilitis)
rendah

Daya Tahan
Fasilitas
tubuh dan
kesehatan Kesehatan
penyerapan
kurang kurang
zat gizi
terganggu

Gambar. 4 Faktor Penyebab terjadinya defisiensi nutrisi pada penduduk miskin.


(sumber: Jurnal Analisis situasi gizi dan kesehatan masyarakat.Jakarta 2006)
2.2.2 Kebutuhan nutrisi pada anak usia sekolah 21

Anak usia sekolah mempunyai lingkungan sosial yang lebih luas selain keluarganya,

yaitu lingkungan sekolah tempat anak belajar mengembangkan kemampuan kognitif, interaksi

social, nilai moral dan budaya dari lingkungan kelompok teman sekolah dan guru. Bahkan

bermain dengan teman sekolah dirasakan anak sebagai sesuatu yang lebih menyenangkan dari

pada bermain di lingkungan rumah. Pertumbuhan anak tidak banyak mengalami perubahan

yang berarti, sehingga kebutuhan kalori anak usia sekolah adalah 85 kkal/kgBB. Beberapa

karakteristik yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi yang perlu diperhatikan pada

anak usia sekolah adalah sebagai berikut :

1. Anak dapat mengatur pola makannya sendiri.

2. Adanya pengaruh teman atau jajanan di lingkungan sekolah dan di lingkungan luar

rumah serta adanya reklame atau iklan makanan tertentu di televisi yang dapat

mempengaruhi pola makan atau keinginannya untuk mencoba makanan yang belum

dikenalnya.

3. Kebiasaan menyukai satu makanan tertentu berangsur – angsur hilang.

4. Pengaruh aktivitas beramain dapat menyeababkan keinginan yang lebih besar pada

aktivitas bermain dari pada makan.

Anjuran untuk orang tua dalam kaitannya dengan karakteristik tersebut :

a. Motivasi orang tua untuk membiasakan anak dengan pola makan yang baik.

b. Motivasi anak untuk tetap menyukai jenis makanan yang baru.

c. Jelasakan pada anak bahwa waktu makan bersama keluarga adalah lebih baik dari pada

bermain karena saat itu dapat menjadi kesempatan bagi anak untuk berkonsultasi
dengan orang tua dan bagi orang tua untuk mengetahui pengalaman yang diperoleh

anak di sekolah dan di lingkungannya.

d. Fasilitasi orang tua untuk tidak membiasakan anak mendapat jajanan di sekolah

ataupun di lingkungan luar rumah karena belum tentu sehat dan hal itu bukan pola

kebiasaan yang baik bagi anak.

2.2.3 Status Gizi Anak Usia Sekolah 21, 23, 24

Menurut Almatsier status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang

yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi didalam tubuh.

Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal, dan gizi

lebih.Status gizi normal merupakan sutau ukuran status gizi dimana terdapat keseimbangan

antara jumlah energy yang masuk kedalam tubuh dan energy yang dikeluarkan dari luar tubuh

sesuai dengan kebutuhan individu. Energi yang masuk ke dalam tubuh dapat berasal dari

karbohidrat, protein, lemak, dan zat gizi lainnya. Status gizi kurang atau undernutrition

merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari energy

yang dikeluarkan. Hal ini terjadi karena jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari anjuran

kebutuhan individu. Status gizi lebih atau overnutrition merupakan keadaan gizi seseorag

dimana jumlah energi yang masuk kedalam tubuh lebih besar dari jumlah energi yang

dikeluarkan. Pada anak-anak yang mengalami angular cheilitis status gizi adalah kurang.

Kecukupan gizi dari makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi keadaan

gizi seseorang. Zat gizi yang masuk ke dalam tubuh harus mencukupi. Hal ini di pengaruhi

oleh umur, jenis kelamin, aktivitas. Zat gizi yang di berikan pada anak usia sekolah sebaiknya

seimbang, dalam arti sesuai dengan umur dan jenis bahan makanan (karbohidrat, protein dan
lemak).Anak usia sekolah membutuhkan asupan gizi lebih banyak untuk pertumbuhan dan

aktivitasnya, dimana pertumbuhan fisik, intelektual, mental dan sosial terjadi secara cepat,

sehingga golongan umur ini perlu mendapat perhatian khusus. Faktor kecukupan gizi

ditentukan oleh kecukupan konsumsi pangan, sedangkan pada saat tersebut anak cenderung

lebih aktif untuk memilih makanan yang disukainya. Sebagai akibat makin meluasnya

pergaulan anak disekolah, anak sering salah dalam memilih makanan. Hal ini perlu

diperhatikan, karena kebiasaan makanan yang biasa dikonsumsi sejak masa anak-anak akan

membentuk pola makan selanjutnya.

Dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut

reference. Baku antropometri yang sering digunakan di Indonesia adalah World Health

Organization – National Centre for Health Statistic (WHO-NCHS). Berdasarkan baku WHO

- NCHS status gizi dibagi menjadi empat : Pertama, gizi lebih untuk over weight, termasuk

kegemukan dan obesitas. Kedua, Gizi baik untuk well nourished. Ketiga, Gizi kurang untuk

under weight yang mencakup mild dan moderat, PCM (Protein Calori Malnutrition).

Keempat, Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiorkor dan

kwasiorkor. Status gizi ditentukan oleh ketersediaan semua zat gizi dalam jumlah dan

kombinasi yang cukup serta waktu yang tepat. Dua hal yang penting adalah terpenuhi semua

zat gizi yang dibutuhkan tubuh dan faktor-faktor yang menentukan kebutuhan, penyerapan

dan penggunaan zat gizi tersebut.Status gizi diukur dengan indeks BB/U dan TB/U dengan

cara persen median. Penentuan status gizi dengan menggunakan rujukan baku WHO/NCHS.

Kemudian dikategorikan seperti pada tabel di bawah ini. 21


Tabel.3 Kategori Status Gizi BB/U dan TB/U
Sumber : Jurnal Media Gizi dan Keluarga, Desember 2003
Kriteria BB/U TB/U

Baik >80% >95%

Sedang 70-80% 90-95%

Kurang 60-70% 85-90%

Buruk <60% <85%

2.2.4 Penilaian Status gizi Secara Atropometri 24

Ada beberapa cara mengukur status gizi anak, yaitu dengan pengukuran antropometrik,

klinik, laboratorik. Diantara ketiganya, pengukuran antropometrik adalah yang paling relatif

sederhana dan banyak dilakukan.Kata antropometri berasal dari bahasa latin antropos dan

metros. Antropos artinya tubuh dan metros artinnya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran

dari tubuh. Pengertian dari sudut pandang gizi, antropometri adalah berhubungan dengan

berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur

dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : beratt badan, tinggi badan, lingkar

lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit.Dari beberapa pengukuran tersebut berat badan,

tinggi badan dan lingkar lengan sesuai dengan usia adalah yang paling sering dilakukan dalam

survei gizi. Untuk keperluan perorangan dan keluarga, pengukuran Berat Badan (BB) dan

kadang-kadang Tinggi Badan (TB) atau Panjang Badan (PB) adalah pengukuran yang paling

banyak dilakukan.
Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks antropometri

bisa merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang

dihubungkan dengan umur. Ada beberapa indeks antropometri yang umum dikenal yaitu Berat

Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Berat Badan menurut

Tinggi Badan (BB/TB).Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat

diukur) karena mudah berubah. Namun indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan

selain dipengaruhi oleh U juga dipengaruhi oleh TB. Indikator TB/U menggambarkan status

gizi masa lalu, dan indikator BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi

saat ini.

Untuk mengetahui apakah berat badan dan tinggi badan normal, lebih rendah atau

lebih tinggi dari yang seharusnya, dilakukan perbandingan dengan suatu standar internasional

yang ditetapkan oleh WHO. Pada dasarnya perhitungan BB/U, TB/U seorang anak didasari

pada nilai Z-nya (relatif deviasinya). Cut off point (nilai ambang batas) untuk tiap indikator

status gizi baik adalah +2 SD dan status gizi < - 3SD dikategorikan sebagai kurang gizi berat.
BAB III

KeKERANGKA KONSEP

Angular Cheilitis pada anak-


anak

Faktor Penyebab

Mikroorga Tingkat Sosial Pengetahuan Pola Makan Membasahi Faktor Lain


nisme dan Ekonomi Gizi anak Anak bibir dengan
Candida air ludah

Agen Infeksi Defisiensi Nutrisi Faktor Mekanik

KETERANGAN:

: Variabel yang di teliti

: Variabel yang tidak diteliti


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 JENIS PENELITIAN

Jenis Penelitian yang digunakan adalah observasional analitik yaitu peneliti melakukan

pengamatan langsung kepada responden dengan melakukan penyebaran kuisioner untuk

dianalisis. Pemilihan sampel berkaitan dengan bagaimana memilih respoden yang dapat

memberikan informasi yang mantap dan

terpercaya untuk mendapatkan data yang diperlukan.

4.2 DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional study

4.3 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Halimah Daeng Sikati Kandea

Bagian Penyakit Mulut dan Rumah Sakit Gigi dan Mulut Halimah Dg Sikati

Tamalanrea Bagian IKGA (Ilmu Kedokteran Gigi Anak) Makassar.

4.4 WAKTU PENELITIAN

Waktu penelitian bulan maret-mei 2013


4.5 SUBJEK PENELITIAN

Penderita angular cheilitis yang datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Halimah Daeng

Sikati Kandea Bagian Penyakit Mulut dan Rumah Sakit Gigi dan Mulut Halimah Dg

Sikati Tamalanrea Bagian IKGA.

4.6 KRITERIA SAMPEL

1. Kriteria Inklusi:

a) Anak-anak yang duduk di bangku sekolah dasar (SD)

b) Pasien yang menderita angular cheilitis

c) Pasien yang bersedia berpartisipasi

d) Pasien anak yang sulit berkomunikasi perlu didampingi orang tua

2. Kriteria Eksklusi:

a) Pasien yang menggunakan Alat Ortho

4.7 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN

 Alat

- Kartu Status (identitas sampel dan orang tua)

- Alat tulis

- Lembar Isian data penelitian (questioner form)

4.8 PENENTUAN VARIABEL PENELITIAN

Variabel penelitian terdiri dari Faktor predisposisi terjadinya Angular cheilitis pada

anak-anak.
4.9 DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

1. Angular Cheilitis adalah Peradangan pada sudut mulut yang ditandai dengan

adanya fisur, retak- retak pada sudut bibir, berwarna kemerahan, mudah berdarah,

menimbulkan rasa nyeri dan terlihat kering pada sudut bibir (bilateral).

2. Faktor predisposisi adalah Faktor yang diduga menjadi penyebab terjadinya

angular cheilitis.

4.10 PROSEDUR PENELITIAN

1. Peneliti mengajukan izin penelitian kepada Rumah Sakit Gigi dan Mulut Halimah

Daeng Sikati Kandea Bagian Penyakit Mulut dan Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Halimah Dg Sikati, Tamalanrea Bagian IKGA Makassar.. Untuk melakukan penelitian

ditempat tersebut.

2. Penelitian dilakukan pada responden yang sesuai dengan kriteria.

3. Pengambilan data dilakukan saat itu juga.

4. Peneliti melakukan pendekatan kepada responden supaya bersedia menjadi responden

dalam penelitian

5. Peneliti menerangkan tujuan penelitian kepada responden.

6. Peneliti memberikan kuesioner kepada responden untuk mempelajari terlebih dahulu,

bila ada pertanyaan yang sulit dimengerti atau tidak jelas diberi kesempatan untuk

bertanya

7. Mempersilahkan responden untuk mengisi kuesioner sesuai dengan petunjuk

8. Melakukan pengolahan dan analisis data.

9. Menarik kesimpulan atau generalisasi.


10. Menyusun dan mempublikasikan laporan penelitian.

4.11 DATA PENELITIAN

Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari dua sumber, yaitu

1. Data primer

Adalah data yang diperoleh langsung dengan para distributor melalui kuesioner.

2. Data sekunder

Adalah data yang diperoleh dari berbagai informasi yang berkaitan dengan topik yang

akan diteliti. Untuk memperoleh fakta dari informasi yang dibutuhkan dilakukan

cara penelusuran data dengan pengkajian kepustakaan

4.12 CARA ANALISIS DATA

Analisis data yang dilakukan menggunakan bantuan program SPSS (Statistical

Program for Social Science) Versi 20. Untuk keperluan pengelolaan dan analisis data,

peneliti dibantu oleh satu orang tenaga profesional yang menguasai program SPSS 20.

Setelah dilakukan pengelolaan data, maka selanjutnya dilakukan untuk menganalisis

pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel tergantung dengan menggunakan

model

analisis regresi logistik yang diolah dengan program SPSS 20. Model ini dipilih karena

ingin mengetahui besarnya kontribusi pengaruh variabel bebas terhadap variabel

tergantung. Serta faktor resiko variabel bebas terhadap variabel terikat.


BAB V

HASIL PENELITIAN

Telah dilakukan penelitian sejumlah faktor predisposisi terjadinya angular cheilitis

pada anak-anak. Penelitian dilakukan di Bagian Ilmu Penyakit Mulut dan Bagian Ilmu

Kedokteran Gigi Anak di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Halimah Daeng Sikati Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Kota Makassar pada Bulan Maret-April 2013.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang datang ke Rumah Sakit Gigi dan

Mulut Halimah Daeng Sikati Kandea Bagian Ilmu Penyakit Mulut dan Bagian IKGA

Tamalanrea, Sampel ditentukan berdasarkan kriteria sampel. Penentuan sampel menggunakan

Insedental Sampling dan jumlah sampel sebesar 30 orang.

Pengambilan Data dilakukan dengan data primer ,dengan melakukan tanya jawab

mengenai data umum, pengisian kuesioner pada pasien yang menderita angular cheilitis. Pada

penelitian ini seluruh sampel yang datang tidak ada yang memenuhi kriteria eksklusi, sehingga

jumlah sampel diperoleh sebanyak 30 orang. Data kemudian dikumpulkan dan diolah dengan

SPSS 20. Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut.
Tabel 4. Distribusi Subjek Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Kebiasaan Menjilat Bibir,
Tingkat Pengetahuan Tentang Gizi, dan Pola Makan Anak

Variabel N Percent (%)

Usia
- 6-<8 tahun 6 20,0%
- 8-10 tahun 17 56,7%
- >10-13 tahun 7 23,3%

Jenia Kelamin
- Laki-laki 17 56,7%
- Perempuan 13 43,3%

Tingkat Pengetahuan tentang Gizi


- Baik 2 6,7%
- Sedang 12 40,0%
- Kurang 16 53,3%

Pola Makan Anak


- Baik 1 33,3%
- Sedang 3 10,0%
- Buruk 26 86,7%

Kebiasaan menjilat Bibir


- Ya 4 13,3%
- Tidak 26 86,7%

Total 30 100,0%
Berdasarkan Tabel 4.menunjukkan bahwa kebanyakan anak-anak yang mengalami

angular cheilitis terdapat pada kelompok umur 8-10 tahun sebanyak 17 anak (56,7%)

dibandingkan kelompok usia lain. Adapun berdasarkan Jenis kelamin, Laki-laki lebih banyak

mengalami angular cheilitis 17anak (56,%) dibandingkan perempuan. Tabel 4 juga

memperlihatkan Tingkat pengetahuan anak tentang Gizi kurang sebanyak (16 anak) serta Pola

Makan Buruk sebanyak 26anak (86,7%). Dapat dilihat juga Pada tabel diatas menunjukkan

bahwa sebanyak 4 anak (13,3%) mempunyai kebiasan membasahi bibir. Hal inilah yang

memicu terjadi angular cheilitis pada anak-anak.

Tabel.5 Distribusi Pengetahuan tentang Gizi Berdasarkan Karakteristik Sampel

Karakteristik Sampel Baik (%) Sedang (%) Kurang (%)

Jenis Kelamin
- Laki-laki 0 (0,0%) 8 (47,1%) 9 (52,9%)
- Perempuan 2 (15,4%) 4 (30,8%) 7 (53,8%)

Usia
- 6-<8 tahun 1 (16,7 %) 1 (16,7%) 4 (66,6%)
- 8-10 tahun 0 (0,0 %) 7 (41,2 %) 10 (58,8 %)
- >10-13 tahun 1 (14,3 %) 4 (57,1%) 2 (28,6%)

Berdasarkan Tabel 5.menunjukkan bahwa Laki-Laki Tingkat Pengetahuan tentang Gizi

Lebih Kurang sebanyak 9 anak (52,9%) dibandingkan Perempuan yakni sebanyak 7anak

(53,8%). Pada Kelompok umur, umur 8-10 tahun Tingkat Pengetahuan tentang Gizi kurang
sebanyak 10 anak (58,8%) dibandingkan kelompok umur 6-<8 tahun sebanyak 4 anak (66,6%)

dan pada kelompok umur >10-13 tahun sebanyak 2 anak (28,6%).

Tabel 6. Distribusi Pola Makan Anak Berdasarkan Karakterisitik Sampel

Pola Makan
Karakteristik Sampel
Baik (%) Sedang (%) Buruk (%)
Jenis Kelamin
- Laki-laki 0 (0,0%) 2 (1,0%) 18 (90,0%)
- Perempuan 1 (1,0%) 1 (1,0%) 8 (80,0%)

Usia
- 6-<8 tahun 0(0,0%) 0 (0,0%) 3 (100,0%)
- 8-10 tahun 1 (45,4%) 2 (9,1%) 19(86,3%)
- >10-13 tahun 0 (0,0%) 1 ( 2,0%) 4 (80,0 %)

Berdasarkan Tabel 6.menunjukkan bahwa Pola Makan Anak Buruk lebih banyak

terdapat pada Laki-laki yakni sebanyak 18 anak (90,0%) dibandingkan perempuan yakni

sebanyak 8 anak (80,0%). Sedangkan pada kelompok umur Pola Makan Buruk paling banyak

terdapat pada kelompok umur 8-10 tahun yakni sebanyak 19 anak (86,3%), dibandingkan pada

kelompok umur 6-<8 tahun yakni sebanyak 3anak (100,0%), dan pada kelompok umur >10-13

tahun sebanyak 4 anak (80,0%).


Tabel 7. Analisis Faktor Predisposisi Dominan Terjadinya Angular cheilits pada Anak-
anak

Faktor Predisposisi
Karakteristik Sampel

Defisiensi Defisiensi Nutrisi Faktor Mekanik (%)


Nutrisi (%) Disertai Kebiasaan (sering mengeluarkan
Membasahi Bibir (%) air liur)

Jenis Kelamin
18 (94,7%) 1(50,2 %) 0(0,0%)
- Laki-laki
- Perempuan 8 (72,7%) 2 (18,2%) 1(90,0%)

Usia
3 (60,0%) 1 (20,0%) 1(20,0%)
- 6-<8 tahun
- 8-10 tahun 19 (95,0%) 1 (50,0%) 0(0,0%)
- >10-13 tahun
4 (80,0%) 1 (20,0%) 0(0,0%)

Berdasarkan tabel 7.menunjukkan bahwa dari penelitian yang dilakukan pada 30

sampel anak-anak yang mengalami angular cheilitis paling banyak terdapat pada anak laki-

laki yakni sebanyak 18anak (94,7%) laki-laki disebabkan oleh defisiensi nutrisi, 1 anak

(50,2%) laki-laki disebabkan oleh defisiensi nutrisi yang disertai kebiasaan menjilat bibir.

Sedangkan pada perempuan sebanyak 8 anak (72,7%) anak perempuan yang mengalami

angular cheilitis disebabkan oleh defisiensi nutrisi, dan sebanyak 2 anak (18,2%) disebabkan

oleh defisiensi nutrisi disertai kebiasaan membasahi bibir, dan sebanyak 1 anak (90,0%)

perempuan lainnya yang mengalami angular cheilitis disebabkan oleh faktor mekanik yaitu

kebiasaan membasahi bibir. Jika dilihat pada kelompok umur, kelompok umur8-10 tahun

adalah kelompok umur yang paling banyak mengalami angular cheilitis dibandingkan
kelompok umur lain yakni sebanyak 19 anak (95,0%) disebabkan oleh defisiensi nutrisi, dan

sebanyak 1 anak (50,0%) disebabkan oleh defisiensi nutrisi yang disertai kebiasan membasahi

bibir, sedangkan pada kelompok umur >10-13 tahun terdapat 4(80,0%) anak yang mengalami

angular cheilitis yang disebabkan oleh defisiensi nutrisi, dan sebanyak 1(20,0%) anak

disebabkan oleh defisiensi nutrisi disertai kebiasaan membasahi bibir . Dan pada kelompok

umur 6-<8tahun sebanyak 3 anak (60,0%) disebabkan oleh defisiensi nutrisi, dan 1 anak

(20,0%) disebabkan oleh defisiensi nutrisi disertai kebiasaan membasahi bibir, dan 1 anak

(20,0%) disebabkan oleh faktor mekanik (kebiasaan membasahi bibir).

Tabel 8. Faktor predisposisi terjadinya angular cheilitis berdasarkan Uji Korelasi

Pola Makan Pengetahuan Sering


Anak/Defisien Anak tentang Membasahi
si Nutrisi Gizi Bibir

Pola Makan Pearson Correlation 1 .159 .072


Anak/Defisiensi Nutrisi
Sig. (2-tailed) .403 .705

N 30 30 30

Pengetahuan Anak Pearson Correlation .159 1 -.180


tentang Gizi
Sig. (2-tailed) .403 .342

N 30 30 30

Sering Membasahi Bibir Pearson Correlation .072 -.180 1

Sig. (2-tailed) .705 .342

N 30 30 30
Hipotesis penelitian adalah:

H0 – 1 : r = 0; X1 tidak ada hubungan antara Defisensi Nutrisi dengan sering membasahi bibir

H1 – 1 : r ≠ 0; X1 ada hubungan antara Defisensi Nutrisi dengan sering membasahi bibir

H0 – 2 : r = 0; X1 tidak ada hubungan antara Defisensi Nutrisi dengan Pengetahuan anak

H1 – 2 : r ≠ 0; X1 ada hubungan antara Defisensi Nutrisi dengan Pengetahuan anak

Interpretasi Hasil Uji Korelasi

Penelitian hendak menguji apakah terdapat hubungan antara Pengetahuan anak (x1) dan sering

membasahi bibir (x2) dengan Defisensi Nutrisi (y). Hasil uji statistik menggunakan Pearson

Product Moment (sudah tertera di atas).

Korelasi. Jika suatu hubungan tidak sama dengan 0, maka dapat dikatakan terjadi hubungan.

Perhatikan baris-baris Pearson Correlation, di mana dihasilkan hasil-hasil berikut:

1. Defisensi Nutrisi berhubungan secara positif dengan sering membasahi bibir sebesar

0,072 (r = 0,072).

2. Pengetahuan anak berhubungan secara positif dengan sering membasahi bibir sebesar

- 0,180 (r = - 0,180).

Dengan demikian, terdapat hubungan antara variabel x1 dan x2 dengan y. Hipotesis-hipotesis

0 di atas, sebab itu, ditolak.


Signifikansi. Signifikansi bisa ditentukan lewat baris Sig. (2-tailed). Jika nilai Sig. (2-tailed) <

0,05, maka hubungan yang terdapat pada r dianggap signifikan. Hasil uji signifikansi (di atas)

adalah:

 Nilai r Defisensi Nutrisi dengan sering membasahi bibir adalah 0,705. Artinya, 0,705 >

0,05 dan dengan demikian korelasi antara kedua variabel signifikan.

 Nilai r Pengetahuan anak dengan sering membasahi bibir 0,342. Artinya, 0,342 < 0,05

dan dengan demikian korelasi antara kedua variabel tidak signifikan.

Interval Kekuatan. Sejumlah penulis statistik membuat interval kategorisasi kekuatan

hubungan korelasi. Jonathan Sarwono, misalnya, membuat interval kekuatan hubungan

sebagai berikut:

Atau penulis lain seperti D.A de Vaus menginterpretasikannya sebagai berikut:

Untuk korelasi negatif (-) interpretasi adalah sama.


Koefisien Determinasi. Koefisien Determinasi digunakan untuk menafsirkan skor korelasi

Pearson (r). Caranya dengan mengkuadratkan nilai r tersebut. Nilai r harus dikuadratkan

karena ia bukan berada dalam skala Rasio. Akibatnya, kita tidak bisa melakukan operasi

aritmetika (kurang, bagi, kali, tambah) terhadap nilai r tersebut. Guna mencari nilai Koefisien

Determinasi, dilakukan langkah berikut:

 Nilai r Defisensi Nutrisi - sering membasahi bibir = 0,072 x 0,072 = 0,0052. Kalikan

nilai ini dengan 100% maka 0,0052 x 100% = 0,52 %.

 Nilai r Pengetahuan anak - sering membasahi bibir = - 0,180 x - 0,180 = 0,0324.

Kalikan nilai ini dengan 100% maka 0,324 x 100% = 3,24%.


BAB VI

PEMBAHASAN

Defisiensi nutrisi yang sering terjadi pada penderita angular cheilitis antara lain ialah

defisiensi vitamin B2 (riboflavin), B6 (piridoksin), B12 (kobalamin), zat besi, dan asam folat.

Sumber vitamin dan mineral tersebut banyak terdapat pada buah, kacang-kacangan dan sayur-

sayuran, khususnya sayuran hijau.4

Masukan makanan yang tidak seimbang sebagai hasil dari pola makan yang kurang

baik dan kurangnya pengetahuan anak tentang gizi merupakan salah satu penyebab defisiensi

nutrisi pada anak. UNICEF juga menyatakan bahwa kebiasaan makan yang tidak baik

berperan dalam menyebabkan defisiensi nutrisi. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO),

defisiensi nutrisi adalah ketidakseimbangan antara suplai makanan dan energi dengan

kebutuhan tubuh untuk menjamin pertumbuhan dan fungsi organ spesifik.19 Pada hasil

penelitian ini ditemukan faktor dominan terjadinya angular cheilitis pada anak-anak adalah

defisiensi nutrisi dilihat dari kurangnya pengetahuan tentang gizi serta pola makan anak yang

kurang saat menjawab kuesioner. Hasil penelitian ini juga menunjukkan kesesuaian dengan

teori yang menyatakan angular cheilitiis biasanya terjadi pada anak-anak dengan ekonomi

rendah.

Pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan tentang gizi akan membantu dalam mencari

alternatif pemecahan masalah terhadap terjadinya defisiensi nutrisi. Pengetahuan tentang gizi

diperlukan agar dapat mengatasi masalah yang timbul akibat kurangnya mengkonsumsi
makanan yang bergizi. Wanita khususnya ibu sebagai orang yang bertanggung jawab

terhadap konsumsi makanan bagi keluarga, maka seorang ibu harus memiliki pengetahuan

tentang gizi baik melalui pendidikan formal maupun informal. Tidak hanya ibu, anak pun

perlu memiliki pengetahuan tentang gizi agar tidak jajan makanan yang salah yang dapat

berakibat pada kesehatannya. 20

Seseorang mempunyai status gizi kurang apabila tubuh mengalami kekurangan satu

atau lebih zat-zat gizi esensial. Masalah gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder.

Faktor primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan kualitas

yang disebabkan oleh berkurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan,

kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, dan sebagainya. Faktor sekunder

meliputi semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah

makanan dikonsumsi. Misalnya, faktor-faktor yang menyebabkan terganggunya pencernaan,

faktor-faktor yang mengganggu absorbsi zat-zat gizi, faktor-faktor yang mempengaruhi

metabolisme dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekskresi sehingga menyebabkan banyak

kehilangan zat gizi. 20

Angular chelitis yang disebabkan kekurangan gizi terjadi lesi bilateral yang biasanya

meluas beberapa mm dari sudut mulut pada mukosa pipi dan ke lateral pada kulit sirkum oral

1-10 mm. Dasar lesi terlihat lembab, adanya fisur yang tajam, vertical dari tepi vermillion

bibir dan area kulit yang berdekatan.25 Pada sampel biasanya tidak terlihat tanda inflamasi

pada tepi lesi. Secara klinis, epitel pada komusira terlihat mengerut dan sedikit luka. Pada

waktu mengerut menjadi lebih jelas terlihat, membentuk satu atau beberapa fisur yang dalam,

berulserasi tetapi tidak cenderung berdarah. Pada sampel penelitian lesi terlihat tidak
meibatkan permukaan mukosa pada komisura dalam mulut, tetapi berhenti pada mucocutaneus

junction.

Pada penelitian ini didapatkan jumlah subjek penelitian sebanyak 30 anak. Anak-anak

pada sampel penelitian ini dikelempokkan umurnya menjadi tiga bagian yaitu 6-<8 tahun

sebanyak 6 anak, 8-10tahun sebanyak 17 anak dan pada umur >10-13 sebanyak 7 anak.

Kelompok umur yang memiliki prevalensi angular cheilitis tertinggi terdapat pada kelompok

umur 8-10 tahun yakni sebanyak 17 anak. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian kadir T,

Uygun B dan Akyuz S di Turki yang menemukan hasil bahwa pada kelompok umur 6-8 tahun

tertinggi memiliki frekuensi terjadinya angular cheilitis.

Hasil penelitian ini dapat membuktikan teori yang menyatakan bahwa pada anak-anak,

angular cheilitis merupakan masalah umum yang banyak terjadi. Angular cheilitus terjadi

karena salah satu faktornya adalah defisiensi nutrisi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

26 anak mengalami angular cheilitis disebabkan oleh defisiensi nutrisi dan 3 anak lainnya

mengalami angular cheilitis yang disebabkan oleh defisiensi nutrisi yang disertai dengan

kebiasaan menjilat bibir serta 1 anak lainnya disebabkan oleh faktor mekanik (Kebiasaan

membasahi bibir).

Kebiasaan menjilat bibir, menjilati sudut mulut dan sering mengeluarkan air liur dapat

menciptakan mulut basah terus-menerus sehingga jaringan pada sudut mulut akan terlumasi

oleh ludah dan terbentuklah lingkungan yang sesuai untuk proliferasi mikroorganisme.

Keadaan ini dapat menjadi lebih parah dengan membiarkan bibir yang basah dikeringkan oleh

angin dan sinar matahari. Pada beberapa kasus juga ditemukan dapat juga disebabkan oleh
sensitivitas terhadap kontak dengan agen seperti mainan tertentu, sinar matahari, alergi

terhadap obat-obatan dan kosmetik serta terapi antibiotik dalam jangka waktu yang lama10, 25
BAB VII

PENUTUP

7.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSGM Halimah Daeng Sikati Kandea

Bagian Ilmu Penyakit Mulut dan RSGM Halimah Daeng Sikati Tamalanrea Bagian Ilmu

Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Tanggal Maret-Mei

2013, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Penderita Angular cheilitis yang datang ke RSGM Halimah Daeng Sikati Kandea

Bagian Ilmu Penyakit Mulut dan RSGM Halimah Daeng Sikati Tamalanrea Bagian

Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin lebih

banyak terjadi pada kelompok umur 8-10 yaitu 17 orang (56,7 %) dibandingkan

dengan kelompok umur >10-13 yaitu 7 orang (23,3%) sedangkan pada kelompok umur

6-<8 sebanyak 6 orang (20,0%).

2. Penderita angular cheilitis yang terjadi pada anak-anak sebanyak 26 anak disebabkan

oleh defisiensi nutrisi dan 3 anak lainnya disebabkan oleh defisiensi nutrisi yang

disertai kebiasaan menjilat bibir serta 1 anak lainnya disebabkan oleh faktor mekanik

(kebiasaan membasahi bibir).


3. Anak-anak yang mengalami angular cheilitis yang disebabkan oleh defisiensi nutrisi

kebanyakan diantara mereka pola makan (kebiasaan makan) anak buruk dan

pengetahuan akan gizi kurang sehingga menyebabkan terjadinya defisiensi nutrisi.

4. Berdasarkan Uji Korelasi, signifikansi <0,05 maka terdapat hubungan yang signifikan

antar faktor penyebab, pada penelitian ini interval kekuatannya berada pada range

0,50-0,75 sehingga dikatakan hubungan antar faktor penyebab terjadinya angular

cheilitis mempunyai korelasi yang kuat. Dengan begitu hasil yang di dapat valid.

7.2 SARAN

1. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa penyebab defisiensi nutrisi pada anak salah

satunya adalah pola makan yang buruk, untuk itu penulis menyarankan perlu

diadakan penyuluhan mengenai pentingnya mengkonsumsi makanan yang bergizi

terhadap pencegahan terjadinya angular cheilitis pada anak.

2. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pengetahuan tentang gizi pada anak

kurang. Untuk itu penulis menyarankan pada pemerintah agar menambahkan

kurikulum tentang pengetahuan kesehatan pada anak usia sekolah dasar. Agar anak

dapat mengetahui tentang kesehatan lebih dini.


DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland. Kamus saku kedokteran Dorland. Edisi 25. Alih bahasa.dr.Poppy


Kumala,dr.Sugiarto Kumala, dr.Alexander H.Santoso, dr.Johannes Rubijanto Sullaiman,

dr.Yuliasari Rienita. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 1998:319

2. Langlais.P Robert, Craig S. Color Atlas of Common Oral Diseases

3. Stallard RE.A. Textbook of Preventive Dentistry. 2nd ed. Philadelphia. London : W.B

Saunders

4. Mc. Cracken AW, Cawson RA. Clnical and Oral Microbiology. Washington, New York:

Mc. Graw Hill Book

5. Atmarita S.Analisis situasi gizi dan kesehatan masyarakat.Jakarta: Gramedia; 2006.p.23-7

6. Defani Brankin D. Angular Cheilitis. Newyork; Can Farm Physician 200;53: 1022-23

7. Touger-Decker Riva dkk.Nutrition and oral medicine.2005.p.114-5

8. Field A, Longman L, Tyldesley WR. Diseases of the lips and tongue and disturbances of

taste and halitosis In : Tyldesley’s oral medicine. 5th ed. Oxford University Press; 2003. P

64-5

9. Langlais.P Robert, Craig S. Color Atlas of Common Oral Diseases

10. Dowl .W.Effect of angular cheilitis on children and teenagers. Available at

URL:http://www.EzineArticles/childandac.html. Accesses 25 December 2010

11. Tyldesley WR A Colour Atlas of Orofacial Diseases (Atlas berwarna Penyakit Orofasial).

Alih bahasa Lilian Yuwono. Edisi 3, Jakarta : Widya Medika


12. Shafer WG, Hine MK, et al. A textbook of Oral Pathology Philadelphia, London : W.B.

Saunders

13. Cawson RA. Essentials of Dental Surgery and Pathology. 4th ed. Edinburgh, London :

Churchill Livingstone

14. Shafer WG, Hine MK, et al. A textbook of Oral Pathology Philadelphia, London : W.B.

Saunders Co. p.556-7

15. Muray J.J, Nunn J. H.Steele J. The prevention of oral disease 4thed. Newyork:oxford

University Press; 2008,p.177

16. Langlais RP dan Craig SM.Atlas Berwarna : Kelainan Rongga Mulut yangLazim.1St

ed.Jakarta:HIPOKRATES,2003;34

17. Giampietro Maria de Almeide. Journal of Angular Cheilitis Prevalence from hospital for

rehabilitation of Craniofacial Anomalies. 2005.p.106-7

18. Eversole R L. Clinical Outline of Oral Pathology: Diagnosis and treatment. Edisi third.

BC decker: Hamilton; 2002. p.79

19. Tegeman CA, Davis JR. Nutritional Care 3th ed.St,Louis; Saunders Elsevier; 2010;

p.251- 9

20. Bogor Agricultular University. Tingkat kecukupan energi zat gizi anak usia sekolah

[internet]; 2010. hal.16-24. Diunduh dari:

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/12270/BAB%20III%20Kerangka%

20Pemikiran_%20I09lra.pdf?sequence=6

21. Rahayu L, Megawangi R, Drajat martianto. Pola pengasuhan, status gizi dan kemampuan

kognitif anak usia sekolah di lingkungan dan keluarga serta faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Media Gizi dan Keluarga; 2003. 27(2). hal. 25-7


22. Khairina Dessy. Faktor-Faktor yang mempengarunhi status gizi pada anak usia sekolah.

FKM UI, 2008. hal.24-5.

23. Septriani citrha. Pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah. Artikel UI, 2008.hal

18-20.

24. World Health Organization (WHO). Development of a strategy towards promoting optimal

fetal growth [Online] http://www.who.int/nutrition/topics/feto_ maternal/en.html. Last

update : January 2008.

25. Burket’s.Oral Medicines Diagnosis and Treatment 9th ed. Philadelphia : J.B Lippincott

Co, 1994: 66 – 7.
LAMPIRAN 1

GAMBAR ANGULAR CHEILITIS PADA ANAK


GAMBAR ANGULAR CHEILITIS PADA ANAK DENGAN KEBIASAAN
MEMBASAHI BIBIR
Lampiran Berkas

INFORMED CONSENT

Saya yang namanya tersebut di bawah ini:

Nama :

Tanggal Lahir :

Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan

Alamat :

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan penuh

kesadaran dan tanpa paksaan, saya menandatangani dan menyatakan bersedia berpartisipasi

pada penelitian ini.

Makassar, / / 2013

Peneliti Peserta Penelitian

(Nurul Asni)
SURAT PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan mahasiswa yang tercantum dibawah ini

Nama : Nurul Asni

NIM : J111 10 149

Judul skripsi : Analisis Faktor Predisposisi Dominan Terjadinya


Angular

Cheilitis Pada Anak-Anak.

Menyatakan Bahwa Judul Skripsi yang diajukan adalah judul yang baru dan tidak terdapat di

Perpustakaan Fakultas Kedokteran Gigi Unhas.

Makassar, 29 Januari 2013

Staf. Perpustakaan FKG-


UH

NURAEDA, S.Sos
SURAT PERSETUJUAN

Dengan ini menyatakan Mahasiswa yang tercantum dibawah ini :

Nama : Nurul Asni

Nim : J111 10 149

Judul Skripsi : Analisis Faktor Predisposisi Dominan Terjadinya Angular Cheilitis

pada anak-anak

Menyatakan bahwa judul skripsi yang diajukan telah disetujui dan siap untuk dilakukan

penelitian bulan Maret-Mei 2013. Demikian surat persetujuan ini di buat, untuk diproses lebih

lanjut.

Makassar , 19 Maret 2013

Dosen Pembimbing

Prof.Dr.Drg.Harlina, M.Kes
Frequencies

Statistics

Pola Makan Pengetahuan


Anak/Defisiensi Anak tentang Sering
Usia Jenis Kelamin Nutrisi Gizi Membasahi Bibir

N Valid 30 30 30 30 30

Missing 0 0 0 0 0

Frequency Table

Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 6 - 7 tahun 6 20.0 20.0 20.0

8 - 10 tahun 17 56.7 56.7 76.7

11 - 13 tahun 7 23.3 23.3 100.0

Total 30 100.0 100.0


Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Perempuan 13 43.3 43.3 43.3

Laki - Laki 17 56.7 56.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Pola Makan Anak/Defisiensi Nutrisi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Buruk 26 86.7 86.7 86.7

Sedang 3 10.0 10.0 96.7

Baik 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0


Pengetahuan Anak tentang Gizi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kurang 16 53.3 53.3 53.3

Sedang 12 40.0 40.0 93.3

Baik 2 6.7 6.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Sering Membasahi Bibir

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak 26 86.7 86.7 86.7

Ya 4 13.3 13.3 100.0

Total 30 100.0 100.0


Correlations

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Pola Makan Anak/Defisiensi 1.17 .461 30


Nutrisi

Pengetahuan Anak tentang 1.53 .629 30


Gizi

Sering Membasahi Bibir 1.13 .346 30

Correlations

Pola Makan Pengetahuan


Anak/Defisiensi Anak tentang Sering
Nutrisi Gizi Membasahi Bibir

Pola Makan Anak/Defisiensi Pearson Correlation 1 .159 .072


Nutrisi
Sig. (2-tailed) .403 .705
N 30 30 30

Pengetahuan Anak tentang Pearson Correlation .159 1 -.180


Gizi
Sig. (2-tailed) .403 .342

N 30 30 30

Sering Membasahi Bibir Pearson Correlation .072 -.180 1

Sig. (2-tailed) .705 .342

N 30 30 30

Anda mungkin juga menyukai