Anda di halaman 1dari 24

PENGETAHUAN DAN PRAKTEK IBU HUBUNGANNYA

DENGAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN JAJANAN KARIOGENIK DAN

STATUS KARIES GIGI PADA ANAK USIA 2-4 TAHUN

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

Andhika Supeza

H1081211011

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2021/2022
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………..

BAB I…………………………………………………………………………………………………..

PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………….

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………..

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………

1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………………………………..

1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………………………………………

BAB II………………………………………………………………………………………………….

TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………………………………….

A. KARIES GIGI ……………………………………………………………………………….

B. Pemeriksaan Gigi Sulung dan Kebersihan Mulut Anak ………………………………….

C. Makanan Jajanan …………………………………………………………………………..

D. Makanan Kariogenik ………………………………………………………………………

E. Frekuensi Konsumsi Pangan……………………………………………………………….

BAB III……………………………………………………………………………………………….

METODE PENELITIAN……………………………………………………………………………

A. PENGETAHUAN IBU DALAM PEMBERIAN MAKANAN JAJANAN……………..

B. HIPOTESIS…………………………………………………………………………………

C. VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL………………………..


KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Peneliti Panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat nya
sehingga peneliti dapat menyelesaikan Proposal Penelitian yang Berjudul Pengetahuan dan
praktek ibu dan hubungannya dengan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dan
status karies gigi pada anak usia 2-4 tahun. Penyusunan Proposal Penelitian ini merupakan
salah satu tugas dari mata kuliah Bahasa Indonesia.

Dalam Penelitian Ini, peneliti Mengucapkan terima kasih kepada Nurhaidah.M.Pd.


selaku dosen Mata Kuliah Bahasa Indonesia. Universitas TanjungPura yang telah
memberikan tugas mengenai Proposal Penelitian ini sehingga Pengetahuan Peneliti dapat
bertambah.

Peneliti menyadari bahwa Proposal Penelitian ini masih jauh dari kata sempurna.
Peneliti telah berusaha Menyusun proposal penelitian ini dengan sebaik mungkin. Oleh
karena itu, peneliti menerima semua kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun
demi kesempurnaan proposal penelitian ini.

Pontianak, 26 Oktober 2021

Peneliti

ANDHIKA SUPEZA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi kesehatan tubuh
keseluruhan.(1) Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara
dan mempertahankan bentuk muka.(2) Mengingat kegunaannya yang demikian penting maka penting
untuk menjaga kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat bertahan lama dalam rongga mulut.

Masalah terbesar yang dihadapi penduduk Indonesia seperti juga di negara-negara berkembang
lainnya di bidang kesehatan gigi dan mulut adalah penyakit jaringan keras gigi ( caries dentis ) di
samping penyakit gusi.(3) Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin
dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat
diragikan. Tandanya adalah demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan
bahan organiknya. Akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksi
periapeks yang dapat menyebabkan rasa nyeri.(4)

Penyakit karies pada anak, banyak dan sering terjadi namun kurang mendapat perhatian dari orang tua
karena anggapan bahwa gigi anak akan digantikan gigi tetap.(5) Orang tua kurang menyadari bahwa
dampak yang ditimbulkan sebenarnya akan sangat besar bila tidak dilakukan perawatan untuk
mencegah karies sejak dini pada anak. Dampak yang terjadi bila sejak awal sudah mengalami karies
adalah selain fungsi gigi sebagai pengunyah yang terganggu, anak juga akan mengalami gangguan
dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari sehingga anak tidak mau makan dan akibat yang lebih
parah bisa terjadi malnutrisi, anak tidak dapat belajar karena kurang berkonsentrasi sehingga akan
mempengaruhi kecerdasan. Akibat lain dari kerusakan gigi pada anak adalah penyebaran toksin atau
bakteri pada mulut melalui aliran darah, saluran pernapasan, saluran pencernaan apalagi bila anak
menderita malnutrisi, hal tersebut akan menyebabkan daya tahan tubuh anak menurun dan anak akan
mudah terkena penyakit. Bila gigi sulung sudah berlubang dan rusak maka dapat diramalkan gigi
dewasanya tidak akan sehat nantinya.(2)

Proses karies dan faktor risiko terjadinya karies gigi tetap dan gigi sulung tidak berbeda namun
demikian proses kerusakan gigi sulung lebih cepat menyebar, meluas dan lebih parah dibandingkan
gigi tetap. Hal ini selain disebabkan karena faktor dari dalam sendiri yaitu struktur enamel gigi sulung
yang kurang solid dan lebih tipis serta morfologi gigi sulung yang lebih memungkinkan retensi
dibanding gigi tetap juga disebabkan faktor luar yang menjadi faktor risiko anak terhadap proses
kerusakan gigi seperti keadaan kebersihan mulut anak yang umumnya lebih buruk dan anak lebih
banyak dan sering makan dan minum kariogenik dibandingkan orang dewasa. Besar kecilnya faktor
risiko terhadap timbulnya karies gigi sulung pada anak usia prasekolah dipengaruhi oleh pengetahuan,
kesadaran orang tua dalam merawat kesehatan gigi. Pengetahuan dan kebiasaan yang perlu dimiliki
orang tua antara lain yang berkaitan dengan cara membersihkan diri, jenis makanan yang
menguntungkan kesehatan gigi dan cara makan minum yang benar.(6)
Makanan atau substrat merupakan salah satu unsur penting untuk dapat terjadi karies. Makanan pokok
manusia adalah karbohidrat, lemak dan protein. Dari berbagai penelitian tampak ada hubungan antara
intake karbohidrat dengan karies dan hubungan yang lebih kompleks dengan lemak, protein, vitamin
dan mineral. Selain itu ternyata ada hubungan langsung antara bertambahnya konsumsi makanan yang
mudah dicerna terutama karbohidrat yang berupa tepung dengan bertambahnya karies.(6)

Karbohidrat dalam makanan yang sifatnya paling dapat merusak gigi adalah jenis sukrosa. Proses
karies selain ditentukan oleh jenis karbohidrat juga tergantung pada frekuensi dan bentuk fisik
karbohidrat tersebut. Karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan atau yang bersifat lengket serta
mudah hancur di dalam mulut lebih memudahkan timbulnya karies. Dari penelitian Alfano (1980)
tehadap tikus ternyata makanan yang paling kariogenik adalah coklat sedangkan sugar free biskuit,
kacang-kacangan, roti dedak menduduki urutan paling rendah. Dalam penelitian Rugg-Gunn
menyatakan bahwa banyaknya intake gula harian lebih besar hubungannya dibanding dengan
frekuensi makan gula. Hubungan gula dalam snack dengan karies lebih besar dibanding total diet
karena snack lebih sering dimakan dalam frekuensi tinggi dan makanan kariogenik yang sering
dimakan di antara dua waktu makan mempunyai ciri-ciri pH rendah, mengandung gula tinggi dan
lengket. Hampir semua anak menyukai makanan minuman kariogenik yang merupakan faktor risiko
terhadap karies yang dimakan di antara dua waktu makan.(6)

Dalam perkembangannya anak membutuhkan orang lain dan orang lain yang paling utama dan
pertama bertanggung jawab adalah orang tuanya sendiri. Orang tua bertanggung jawab dalam
memenuhi kebutuhan anak juga dalam hal makanan. Perilaku anak kecil lebih banyak dipengaruhi
oleh orang-orang yang dianggapnya penting seperti ibu.(7) Penyediaan makanan untuk dikonsumsi
anggota keluarga merupakan hasil proses pengambilan keputusan. Tindakan pengambilan keputusan
oleh ibu dalam penyediaan makanan yang baik serta pemeliharaan kesehatan anak sangat dipengaruhi
kesiapan psikologi ibu diantaranya tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan dan sikap ibu.(8) Hasil
penelitian Sanjur dan Scoma (1971) mengenai kebiasaan makan anak, diketahui bahwa makanan yang
tidak disukai oleh ibu juga tidak disukai oleh anaknya dan ketidaktahuan ibu terhadap jenis makanan
tertentu akan mempengaruhi ketidaktahuan anak terhadap makanan tertentu.(9) Bagi sebagian
masyarakat, jenis makanan yang telah terbiasa mereka pelajari untuk menyukainya sejak masa kanak-
kanak akan berlanjut menjadi makanan kesukaannya pada saat dewasa.(10)

Masalah kesehatan gigi di Indonesia masih merupakan hal menarik karena prevalensi karies dan
penyakit periodontal mencapai 80% dari jumlah penduduk (Ibone Effendi dan Mooler, 1973).
Prevalensi karies gigi dan penyakit periodental tidak berbeda tahun 1973 dan 1983.(11) Sampai
sekarang ini di Indonesia data tentang frekuensi karies gigi sulung anak usia prasekolah masih langka.
Data yang adapun tidak dapat dipakai sebagai indikator kesehatan gigi anak karena tidak mewakili
keadaan gigi sulung di Indonesia, walaupun hasil observasi lapangan menunjukkan adanya karies
rampan gigi sulung yang cukup luas (Armasastra dan Antonraharjo, 1986). Di Yogyakarta, dari 7
lokasi pemeriksaan didapatkan angka frekuensi karies gigi sulung anak usia 3-5 tahun sebesar 75%
dengan def-t rata-rata 5,2 (Supartinah, 1982). Tahun 1985 dilaporkan fekuensi karies gigi di 100
Sekolah Taman Kanak-kanak di Yogyakarta sebesar 85 %, tanpa melaporkan indeks def-nya (Rinaldi
dan Iwa-Sutardjo, 1985). Di Medan frekuensi karies gigi sulung anak usia balita karena minum susu
botol di beberapa Puskesmas adalah 61 % (Lina dan Situmorang, 1985). Frekuensi karies gigi sulung
merupakan indikator kesehatan gigi anak usia prasekolah yang diperlukan untuk menilai keadaan
kesehatan gigi sekaligus juga keberhasilan upaya kesehatan gigi anak usia prasekolah dan usia balita.

Anak usia 2-4 tahun umumnya sudah mempunyai gigi sulung yang lengkap yaitu berjumlah 20 buah
dan perilaku anak dalam menjaga kesehatan termasuk kesehatan gigi masih sangat tergantung pada
orang dewasa terutama ibu yang merawatnya. Kesehatan gigi anak usia ini dipengaruhi oleh perilaku
ibu khususnya dalam menjaga kebersihan gigi maupun dalam memberikan makanan minuman yang
dapat menyebabkan karies gigi.

Kelurahan Tegalsari merupakan salah satu kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Candisari.
Letak kelurahan yang berada ditengah kota dan berbentuk perkampungan menyebabkan banyak
tersedia kemudahan dalam mendapatkan variasi konsumsi makanan dan minuman kariogenik dan
keragaman tingkat pendidikan ibu yang akan turut mempengaruhi keadaan kesehatan gigi anak pada
usia 2-4 tahun yang umumnya masih diasuh oleh ibu. Berdasarkan hal tersebut peneliti merasa tertarik
untuk mengetahui gambaran keadaan kesehatan gigi anak pada usia 2-4 tahun di Kelurahan Tegalsari.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut “ Apakah ada hubungan antara pengetahuan dan praktek ibu dalam pemberian makanan
jajanan dengan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dan status karies gigi pada anak usia
2-4 tahun di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Candisari Kota Semarang.”

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan antara pengetahuan dan praktek ibu dengan frekuensi konsumsi makanan
jajanan kariogenik dan status karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan Tegalsari Kecamatan
Candisari Kota Semarang.

2. Tujuan khusus

Mendapatkan informasi tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan Tegalsari
Mengetahui jenis-jenis makanan jajanan menurut status kariogenitas jajanan yang sering dikonsumsi
oleh anak usia 2-4 tahun

Mengetahui hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan frekuensi
konsumsi makanan jajanan kariogenik anak usia 2-4 tahun. Mengetahui hubungan praktek ibu dalam
pemberian makanan jajanan dengan frekuesi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak usia 2-4
tahun. Mengetahui hubungan frekunsi konsumsi makanan jajanan kariogenik dengan tingkat
keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu dalam
pemberian makanan jajanan dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahu n.
Mengetahui hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan tingkat keparahan
karies gigi pada anak prasekolah usia 2-4 tahun.

1.4 Manfaat Penelitian

Bagi peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan serta memberikan pengalaman langsung dalam melakukan
penelitian dan penulisan karya ilmiah.
Bagi masyarakat

Menjadi bahan masukan dalam melakukan tindakan pencegahan terhadap karies gigi dan perawatan
gigi sejak masih anak-anak.

Bagi Instansi terkait

Menjadi bahan masukan untuk menilai keadaan kesehatan gigi dan keberhasilan upaya kesehatan gigi
anak usia prasekolah dan usia balita

Bagi mahasiswa

Sebagai tambahan informasi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian lebih lanjut tentang karies
gigi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Karies Gigi

1. Definisi Karies

Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum yang disebabkan
oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah
demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya , akibatnya
terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa dan penyebaran infeksi ke jaringan periapeks yang dapat
menyebabkan nyeri.(4)

2. Mekanisme Karies

Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa dapat diragikan oleh bakteri
tertentu dan dapat membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai di bawah 5 dalam tempo
1-3 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan
demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses kariespun dimulai. Paduan keempat faktor
penyebab tersebut digambarkan sebagai empat lingkaran yang bersitumpang. Karies baru akan timbul
hanya kalau keempat faktor penyebab tersebut bekerja simultan.

Karies gigi dimulai dengan terjadinya demineralisasi pada lapisan email. Email menjadi keropos dan
lambat laun akan terjadi lubang pada permukaan gigi. Tanpa perawatan proses karies berjalan terus,
menjalar ke lapisan dentin dan akhirnya sampai ke jaringan pulpa. Kalau proses sampai ke jaringan
pulpa maka lambat laun pulpa akan mati dan membusuk dan proses radang akan menjalar terus
sampai ke tulang alveola. Pada ujung akar akan timbul sebuah kantong yang berisikan nanah dan
bakteri, kantong ini disebut granuloma. Granuloma menjadi sumber infeksi untuk jaringan sekitar gigi
maupun organ-organ tubuh lainnya seperti ginjal, jantung, mata. Mikroorganism, Substrat, Gigi, dan,
Saliva, Karies.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karies

A. Faktor dalam
Faktor resiko di dalam mulut adalah faktor yang langsung berhubungan dengan karies. Ada 4
faktor yang berinteraksi :

1. Hospes yang meliputi gigi dan saliva

1. Komposisi gigi sulung

Komposisi gigi terdiri dari email dan dentin. Dentin adalah lapisan di bawah email. Struktur
email sangat menentukan dalam proses terjadinya karies. Struktur email gigi terdiri dari
susunan kimia kompleks dengan gugus kristal yang terpenting yaitu hidroksil apatit.
Permukaan email terluar lebih tahan karies dibanding lapisan dibawahnya karena lebih keras
dan padat. Permukaan email lebih banyak mengandung mineral dan bahan-bahan organik
dengan air yang relatif lebih sedikit. Proses mineralisasi email tidak hanya melalui pulpa dan
dentin saja, tetapi ion-ion dari saliva secara tetap meletakkan komposisi mineral langsung ke
permukaan gigi atau email.(6)

Ion kimia paling penting yang diharapkan banyak diikat oleh hidroksil apatit adalah ion fluor.
Dengan penambahan fluor, hidroksil apatit akan berubah menjadi fluor apatit yang lebih tahan
terhadap asam. Selain unsur fluor, ada unsur lain yang berkaitan dengan tinggi rendahnya
karies. Menurut penelitian Glass dkk (1973), bila di dalam air minum terdapat banyak unsur
kalsium, magnesium, molibdenum atau vanadium jumlah karies akan rendah. Sebaliknya bila
air minum banyak mengandung tembaga, besi dan mangan, frekuensi karies akan lebih tinggi.
Dari penelitian Newbrun (1973) juga menjelaskan klasifikasi berat ringannya pengaruh unsur
tersebut dengan karies sehingga jelas bahwa modifikasi komposisi kimiawi gigi berpengaruh
pada resistensi permukaan email terhadap karies.(6)

Proses karies pada gigi tetap sama dengan pada gigi sulung. Kuat lemahnya struktur gigi
terhadap karies dapat dilihat dari warna, keburaman dan kelicinan gigi serta ketebalan email.
Tebal email gigi sulung yang hanya setengah dari gigi tetap menyebabkan proses karies gigi
sulung lebih cepat terjadi dari pada gigi tetap.(6)

Morfologi gigi sulung

Variasi morfologi gigi juga mempengaruhi resistensi gigi terhadap karies. Morfologi gigi sulung
dapat ditinjau dari 2 permukaan :

Permukaan oklusal

Permukaan oklusal gigi molar sulung mempunyai bonjol yang relatif tinggi sehingga lekukan
menunjukkan gambaran curam dan relatif dalam. Bentuk morfologi gigi sulung tidak banyak
bervariasi kecuali gigi molar sulung pertama atas dalam bentuk dan ukurannya. Lekukan gigi sulung
yang lebih dalam akan memudahkan terjadinya karies.(6)

Permukaan halus

Kontak antar gigi tetap adalah kontak titik tetapi kontak antar gigi sulung merupakan kontak bidang.
Hal ini disebabkan bentuk permukaan proksimal gigi sulung agak datar. Keadaan ini akan
menyulitkan pembersihannya.(6)

Susunan gigi sulung

Gigi-gigi berjejal dan saling tumpang tindih akan mendukung timbulnya karies karena daerah tersebut
sulit dibersihkan. Pada umumnya susunan gigi molar sulung rapat sedangkan gigi insisivus sulung
renggang. Dari berbagai penelitian disimpulkan bahwa anak dengan susunan gigi berjejal lebih
banyak menderita karies daripada yang mempunyai susunan gigi baik.

Saliva

Di dalam mulut selalu ada saliva yang berkontak dengan gigi. Saliva berperan dalam menjaga
kelestarian gigi. Banyak ahli menyatakan, saliva merupakan pertahanan pertama terhadap karies.
Mereka juga menyatakan bahwa fungsi saliva sebagai pelicin, pelindung, buffer , pembersih, anti
pelarut dan anti bakteri. Namun demikian saliva juga memegang peranan penting lain yaitu dalam
proses terbentuknya plak gigi, saliva juga merupakan media yang baik untuk kehidupan
mikroorganisme tertentu yang berhubungan dengan karies gigi.(6)

Mikroorganisme

Walaupun banyak perbedaan pendapat tentang bagaimana dan mikroorganisme mana sebagai
penyebab karies namun semua ahli berpendapat bahwa karies gigi tidak akan terjadi tanpa
mikroorganisme. Meskipun begitu tidak semua mikroorganisme di dalam mulut penting dalam
hubungan ini. Ternyata banyak mikroorganisme asidogenik di dalam mulut tidak menyebabkan karies
in vitro. Selain itu beberapa individu yang mempunyai banyak mikroorganisme di dalam mulut
ternyata tidak menderita karies (Volker dan Russel, 1973; Sumnich, 1977; Newburn, 1978; Miller,
1981).

Banyak dilakukan penelitian mengenai hubungan antara mikroorganisme dengan karies diantaranya
penelitian klasik Orland tahun 1954 tentang tikus yang diberi makan diet karbohidrat yang sangat
kariogenik. Gigi tikus tersebut ternyata tidak ada karies karena tidak ada (bebas dari) mikroorganisme.
Gigi tikus tersebut terserang karies setelah ada mikroorganisme. Penelitian selanjutnya mengarah
pada penelitian berbagai jenis mikroorganisme di dalam mulut yang diduga berkaitan dengan karies.
Banyak yang telah membuktikan bahwa mikroorganisme di dalam mulut yang berhubungan dengan
karies antara lain bermacam strain Streptococcus, Lactobacillus, Actinomices dan lain-lain.
Mikroorganisme ini menempel di gigi bersama dengan plak atau debris. Plak gigi adalah media lunak
non mineral yang menempel erat di gigi. Plak terdiri dari mikroorganisme (70%) dan bahan antar sel
(30%) (Newburn, 1978). Lebih jauh Van Houte et al. (1981) mengemukakan bahwa 50 %
mikroorganisme yang ada di plak adalah Lactobacillus kendati tidak selalu terdapat di dalam jaringan
karies dan keadaannya sama di permukaan gigi yang tidak atau yang sudah diberi fluor.

Substrat

Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dimakan sehari-hari yang menempel di
permukaan gigi. Substrat ini berpengaruh terhadap karies secara lokal di dalam mulut (Newburn,1978,
Konig dan Hoogendoorn, 1982). Substrat yang menempel di permukaan gigi berbeda dengan
makanan yang masuk ke dalam tubuh yang diperlukan untuk mendapatkan energi dan membangun
tubuh.

Makanan pokok manusia ialah karbohidrat, lemak dan protein. Pada dasarnya nutrisi sangat
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan gigi saat pembentukan matriks email dan
kalsifikasi. Nutrisi berperan dalam membentuk kembali jaringan mulut dan membentuk daya tahan
terhadap infeksi juga karies. Makanan akan mempengaruhi keadaan di dalam mulut secara lokal
selama pengunyahan dan setelah ditelan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
masa pre dan pasca erupsi (Altano, 1980 dan Menaker, 1980 ). Nutrisi berhubungan dengan
pertumbuhan dan perkembangan gigi dalam struktur, ukuran, komposisi, erupsi dan ketahanan gigi
terhadap karies.

Waktu

Pengertian waktu disini adalah kecepatan terbentuknya karies serta lama dan frekuensi substrat
menempel di permukaan gigi (Newsburn, 1978 ; Konig dan Hoogendoorn ,1982). Faktor waktu
menonjol setelah Vipeholm tahun 1954 (Newburn 1978) melakukan penelitian untuk mengetahui
hubungan antara waktu dengan frekuensi diet makanan dan minuman kariogenik. Ternyata memang
ada hubungan di antara keduanya. Faktor ini juga tampak jelas pada percobaan binatang.(6)
Karies gigi merupakan penyakit kronis, kerusakan berjalan dalam periode bulan atau tahun. Rata-rata
kecepatan karies gigi tetap yang diamati di klinik adalah 18-6 bulan. Kecepatan karies anak-anak
lebih tinggi sedangkan kecepatan kerusakan gigi penderita xerostamia lebih pendek (2 bulan )
(Newsburn, 1978).(6)

Faktor waktu ini jelas terlihat pada anak yang diberi minum susu atau cairan manis lainnya melalui
botol. Ketika anak tidur dengan dot kater di botol masih berada di mulutnya, cairan dari botol akan
tergenang di mulut dalam waktu lama. Kecepatan kerusakan gigi akan jelas terlihat dengan timbulnya
karies menyeluruh dalam waktu singkat (terjadi karies botol ) (Finn, 1973; Miller, 1981; Jonsen,
1984). Selain itu keadaan yang dapat menyebabkan substrat lama berada dalam mulut ialah kebiasaan
anak menahan makanan di dalam mulut dimana makanan tidak cepat-cepat ditelan.(6)

Faktor Luar

Usia

Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah kariespun juga akan bertambah. Hal ini jelas
karena faktor risiko terjadinya karies akan lebih lama berpengaruh terhadap gigi. Anak yang pengaruh
faktor risiko terjadinya karies kuat akan menunjukkan jumlah karies lebih besar dibanding yang
kurang kuat pengaruhnya.(6)

Jenis kelamin

Dari berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi karies gigi tetap wanita lebih tinggi
dibandingkan pria. Demikian juga dengan anak-anak, prevalensi karies gigi sulung anak perempuan
sedikit lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki. Hal ini disebabkan antara lain karena erupsi gigi anak
perempuan lebih cepat dibanding anak laki-laki sehingga gigi anak perempuan berada lebih lama
dalam mulut. Akibatnya gigi anak perempuan akan lebih lama berhubungan dengan faktor risiko
terjadinya karies.(6)

Suku bangsa

Beberapa penelitian menunjukkan ada perbedaan pendapat hubungan suku bangsa dengan prevalensi
karies, semua tidak membantah bahwa perbedaan ini karena keadaan sosial ekonomi, pendidikan,
makanan, cara pencegahan karies dan jangkauan pelayanan kesehatan gigi yang berbeda di setiap
suku tersebut.(6)

Letak geografis

Keadaan geografis berpengaruh dalam hal terjadinya karies karena kandungan fluor air minum. Bila
air minum mengandung fluor 1 ppm maka gigi mempunyai daya tahan terhadap karies tetapi bila air
minum mengandung lebih besar dari 1 ppm maka akan terjadi Mottled teeth yang menyebabkan
kerusakan email berupa bintik-bintik hitam.(13)

Kultur sosial penduduk


Wycoff (1980) menjelaskan bahwa ada hubungan antara keadaan sosial ekonomi dan prevalensi
karies. Faktor yang mempengaruhi keadaan ini adalah pendidikan dan penghasilan yang berhubungan
dengan diet, kebiasaan merawat gigi dan lain-lain.(6)

Kesadaran, sikap dan perilaku individu terhadap kesehatan gigi

Fase perkembangan anak usia di bawah 5 tahun masih sangat tergantung pada pemeliharaan dan
bantuan orang dewasa dan pengaruh paling kuat dalam masa tersebut datang dari ibunya. Peranan ibu
sangat mementukan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Demikian juga keadaan kesehatan
gigi dan mulut anak usia prasekolah masih sangat ditentukan oleh kesadaran, sikap dan perilaku serta
pendidikan ibunya.(6)

B. Pemeriksaan Gigi Sulung dan Kebersihan Mulut Anak

1. Indeks def-t

Indikator karies gigi dapat berupa prevalensi karies gigi dan skor dari indeks karies. Indeks karies gigi
yaitu angka yang menunjukkan jumlah gigi karies seseorang atau sekelompok orang. Indeks karies
gigi tetap disebut DMF (D, decayed = gigi karies yang tidak ditambal ; M, missing = gigi karies yang
sudah atau yang seharusnya dicabut; F, filled = gigi yang sudah ditambal), pertama kali diperkenalkan
oleh Klein tahun 1938 (Muhler, 1954) dan untuk gigi sulung disebut def, oleh Gruebbel tahun 1944
(James dan Beal, 1981). Indeks karies gigi (DMF/def) adalah jumlah gigi karies yang masih bisa
ditambal (D, untuk gigi tetap; d, untuk gigi sulung) ,ditambah dengan gigi karies yang tidak dapat
ditambal lagi atau gigi dicabut (M, untuk gigi tetap; e, untuk gigi sulung) dan jumlah gigi karies yang
sudah ditambal (F, untuk gigi tetap; f, untuk gigi sulung). Indeks DMF atau def gigi disebut DMF-T
(DMF-Tooth) untuk gigi tetap atau def-t untuk gigi sulung.

Batasan prevalensi dan indeks ini dapat secara seragam digunakan untuk mengumpulkan data
sehingga diketahui keadaan kesehatan gigi rata-rata tiap orang di suatu populasi tertentu (Muhler,
1954; Finn, 1977; WHO, 1977; Barmes, 1981; James dan Beal, 1981; Jong, 1981). Kategori tinggi
rendahnya prevalensi karies di suatu daerah atau negara adalah :

2. Pengukuran tingkat kebersihan gigi dan mulut

Adanya plak atau debris di permukaan gigi dapat dipakai sebagai indikator kebersihan mulut. Grenn
dan Vermillon (1960, 1964), Marten dan Meskin (1972) dan WHO (1977) mengusulkan cara untuk
menilai kebersihan mulut dengan memberi skor adanya plak atau debris atau karang gigi yang
menempel di permukaan gigi. Indeks debris yang sering dipakai untuk menilai kebersihan mulut
adalah Indeks kebersihan mulut (OHI = Oral Hygiene Index ) dari Green dan Vermillon (1964)
(Sutatmi Suryo, 1977). Cara lebih sederhana sehingga memudahkan penelitian dengan sampel besar
dipakai OHI-S (Oral Higiene Index Simplified), yaitu memberi skor debris (DI) dan calculus indeks
(CI) kepada enam permukaan gigi tertentu (Green dan Vermillon, 1964)
Keuntungan OHI-S adalah :

Kriteria obyekif

Pemeriksaan dilakukan dengan cepat

Tingkat reproducibility yang tinggi dimungkinkan dengan masa latihan yang minimum

Dapat mengevaluasi kebersihan gigi dan mulut secara pribadi

Penentuan skor :

Debris Indeks (DI)

DI adalah skor dari endapan lunak yang terjadi karena adanya sisa makanan yang melekat pada gigi
tertentu.

Skor debris

Skor 0 = tidak ada debris sama sekali

Skor 1 = debris ada di sepertiga sevikal permukaan gigi

Skor 2 = debris sampai mencapai pertengahan permukaan gigi

Skor 3 = debris sampai mencapai daerah sepertiga oklusal atau insisial permukaan gigi

Jumlah skor debris

DI =

Jumlah gigi yang diperiksa

Calculus Indeks (CI)

CI adalah skor dari endapan keras (karang gigi) atau debris yang mengalami pengapuran yang
melekat pada gigi penentu.

Calculus Indeks

Skor 0 = tidak ada karang gigi sama sekali

Skor 1 = karang gigi ada di sepertiga sevikal permukaan gigi

Skor 2 = karang gigi sampai mencapai pertengahan permukaan gigi

Skor 3 = karang gigi sampai mencapai daerah sepertiga oklusal atau insisial permukaan gigi
C. Makanan Jajanan

Makanan jajanan adalah makanan atau minuman yang siap dikonsumsi, yang dijual di tempat umum
dan terlebih dahulu telah dipersiapkan atau dimasak di tempat produksi (rumah) atau di tempat
penjualan (Fardiaz, 1992). Sedangkan berjajan diartikan sebagai membeli panganan di kedai atau
yang dijajakan. Menurut Winarno (1998) makanan jajanan/jajan pasar yaitu jenis masakan yang
dimakan sepanjang hari, sebagai hiburan, tidak terbatas pada suatu waktu, tempat dan jumlah yang
dikonsumsi. Bagi masyarakat Indonesia, jajan sudah menjadi kebiasaan bahkan dapat dikatakan
sebagai bagian dari pola makan masyarakat Indonesia.

Perkembangan di dunia industri makanan telah menghasilkan produk-produk makanan yang siap
disantap dan minuman awet yang dapat dengan mudah diperoleh di pasaran. Hal ini didorong oleh
kebutuhan konsumen akan produk-produk yang serba praktis termasuk makanan. Kesibukan yang
menyita waktupun telah turut menjadikan makanan jajanan sebagai salah satu alternatif pemenuhan
kebutuhan tubuh akan zat gizi selain berfungsi sebagai makanan selingan yang dimakan diantara
waktu makan.

Kebiasaan jajan atau mengkonsumsi makanan jajanan yang salah di masa kanak-kanak dapat
membawa dampak berupa timbulnya penyakit yang sifatnya akut atau kronis. Efek negatif jajanan
bisa diderita dalam jangka waktu yang singkat maupun sepanjang hayat. Berikut ini adalah beberapa
contoh dampak negatif dari jajanan :

Anak menjadi sulit makan(14) dan menurut Winarno (1993) dapat juga mengurangi nafsu makan
karena seringkali anak menjadi terlalu kenyang, lebih-lebih jika jajan berkali-kali dalam sehari.(15)
Hal ini dapat menyebabkan anak mederita berbagai penyakit akibat kurang gizi. Higiene sanitasi dan
keamanan makanan jajanan yang kurang dapat menyebabkan keracunan makanan dan infeksi bakteri
sehingga anak menderita muntah-muntah, sakit perut bahkan diare. Kandungan bahan makanan
tambahan yang mengandung bahan kimia tertentu pada makanan jajanan dengan tujuan pengawatan,
penguat rasa maupun pewarna dapat menjadi pencetus gejala alergi, diare, pusing, muntah bahkan
secara komulatif bisa menimbulkan kanker. Kualitas jajanan yang rendah akibat cara persiapan
maupun pengolahan bahan yang tidak tepat dapat menyebabkan hilangnya zat gizi tertentu. Sebagian
besar makanan jajanan kaya akan kalori atau biasanya dibuat dari tepung-tepungan dan gula tetapi
miskin akan zat gizi tertentu. Ketidakseimbangan zat gizi dalam makanan jajanan dapat menyebabkan
kegemukan yang selanjutnya dapat menyebabkan hilangnya rasa percaya diri dan beresiko tinggi
terhadap berbagai macam penyakit degeneratif seperti penyempitan pembuluh darah dan jantung
koroner.

D. Makanan Kariogenik
Makanan kariogenik adalah makanan yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi. Sifat makanan
kariogenik adalah banyak mengandung karbohidrat, lengket dan mudah hancur di dalam mulut. Dari
penelitian Altano (1980) dan Menaker (1980) menyatakan adanya hubungan antara masukan
karbohidrat dengan karies. Hubungan antara konsumsi karbohidrat dengan terjadinya karies gigi ada
kaitannya dengan pembentukan plak pada permukaan gigi. Plak terbentuk dari sisa-sisa makanan yang
melekat di sela-sela gigi dan pada plak ini akhirnya akan ditumbuhi bakteri yang dapat mengubah
glukosa menjadi asam sehingga pH rongga mulut menurun sampai dengan 4,5. Pada keadaan
demikian maka struktur email gigi akan terlarut. Pengulangan konsumsi karbohidrat yang terlalu
sering menyebabkan produksi asam oleh bakteri menjadi lebih sering lagi sehingga keasaman rongga
mulut menjadi lebih asam dan semakin banyak email yang terlarut.

Kariogenitas suatu makanan tergantung dari :

Bentuk fisik

Karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan yang bersifat lengket serta mudah hancur di dalam
mulut lebih memudahkan timbulnya karies dibanding bentuk fisik lain, karbohidrat seperti ini
misalnya kue-kue, roti, es krim, susu, permen dan lain-lain (Bibby, 1975 dan 1983 ; Newburn, 1978;
Konig dan Hoogendoorn, 1982). Bibby dan Huang (1980) membuktikan dalam percobaan in vitro
bahwa susu kental lebih menyebabkan demineralisasi dibandingkan dengan susu kering. Susu coklat
lebih merusak dibandingkan susu saja. Sebaliknya makanan yang kasar dan berserat menyebabkan
makanan lebih lama dikunyah. Gerakan mengunyah sangat menguntungkan bagi kesehatan gigi dan
gusi. Mengunyah akan merangsang pengaliran air liur yang membasuh gigi dan mengencerkan serta
menetralisasi zat-zat asam yang ada.(18) Makanan berserat menimbulkan efek seperti sikat dan tidak
melekat pada gigi. Titik-titik positif pada buah segar adalah kadar vitamin, kadar mineral, kaya akan
serabut kasar dan air serta sifat-sifat yang merangsang fungsi pengunyahan dan sekresi ludah.(19)
Buah yang mempunyai sifat sebagi pembersih alami seperti apel, benkoang, pir, jeruk.

Jenis

Pada umumnya para ahli sependapat bahwa karbohidrat yang berhubungan dengan proses karies
adalah polisakarida, disakarida, monosakarida dan sukrosa terutama mempunyai kemampuan yang
lebih efisien terhadap pertumbuhan mikroorganisme asidogenik dibanding karbohidrat lain.(6)
Sukrosa dimetabolisme dengan cepat untuk menghasilkan zat-zat asam. Makanan manis dan
penambahan gula dalam minuman seperti air teh atau kopi bukan merupakan satu-satunya sukrosa
dalam diet seseorang.

Frekuensi konsumsi

Frekuensi makan dan minuman tidak hanya menentukan timbulnya erosi tetapi juga kerusakan karies.
Dari penelitian Rugg-Gunn et al (1980) menyatakan banyaknya intake gula harian lebih besar
korelasinya dibanding dengan frekuensi makan gula. Hubungan gula dalam snack dengan karies lebih
besar dari total diet karena snack lebih sering dimakan dalam frekuensi tinggi. Dalam studi Vipeholm
dijelaskan bahwa karies didasarkan oleh frekuensi yang tinggi makan makanan kecil.(19) Dari
beberapa penelitian lain ditemukan hal-hal sebagai berikut (Silverstone , 1981).

E. Frekuensi Konsumsi Pangan


Metoda frekuensi pangan didesain untuk mendapatkan data kualitatif, informasi deskriptif tentang
pola konsumsi pangan. Metoda ini tidak digunakan untuk data kuantitatif intake zat-zat gizi.
Pertanyaan –pertanyaan dalam kuesioner terdiri dari dua bagian, yaitu :(21)

Daftar bahan pangan

Daftar bahan pangan dapat terkonsentrasi pada satu kelompok bahan pangan dan dapat pula berupa
bahan pangan yang dikonsumsi dalam hubungan dengan musim atau kejadian tertentu atau dapat pula
mengetahui keanekaragaman pola konsumsi dari suatu populasi.

Satu set frekuensi konsumsi bahan-bahan pangan

Tujuan dari metoda frekuensi pangan ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang frekuensi
konsumsi bahan pangan tertentu atau kelompok bahan pangan , selama waktu tertentu (seperti harian,
mingguan, bulanan). Zat gizi tertentu dapat diperoleh dari kombinasi bahan pangan tertentu yang
merupakan fokus kuesioner. Misalnya frekuensi konsumsi buah-buahan segar dan sari buah dapat
merupakan golongan makanan sumber konsumsi vitamin C, sayuran hijau dan wortel merupakan
golongan makanan sumber konsumsi karoten. Sereal, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran
merupakan golongan makanan sumber konsumsi serat.

Tinjauan Umum Pengetahuan, Sikap dan Praktek sebagai Komponen Perilaku.

Perilaku menurut Notoatmodjo (1990) adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme
yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Bentuk operasional dapat dikelompokkan
menjadi 3.

Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu mengetahui situasi atau rangsangan dari luar.

Pengetahuan diperoleh setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan
pendorong yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengukuran
pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket.

Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar si
subyek yang menimbulkan perasaan suka atau tidak suka.

Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuatu dengan
rangsangan yang diterimanya. Sebelum orang itu mendapatkan informasi atau melihat obyek itu tidak
mungkin terbentuk sikap. Meskipun dikatakan mendahului tindakan, sikap belum tentu tindakan aktif
tetapi merupakan predisposisi (melandasi/mempermudah) untuk bertindak senang atau tidak senang
terhadap obyek tertentu mencakup komponen kognisi, afeksi dan konasi. Menurut Berkowitz (1997)
sikap merupakan respon evaluatif yang menempati sikap sebagai perilaku yang tidak statis walaupun
pembentukan sikap seringkali tidak disadari oleh orang yang bersangkutan akan tetapi bersifat
dinamis dan terbuka terhadap kemungkinan perubahan karena interaksi dengan lingkungan. Sikap
akan ada artinya bila ditampakkan dalam bentuk pernyataan, lisan maupun perbuatan dan apa yang
dinyatakan seseorang sebagai sikapnya secara terbuka tidak selalu sesuai dengan sikap hati.

Perilaku Anak dalam Makan


Anak membutuhkan orang lain dalam perkembangannya. Orang lain yang paling utama dan pertama
bertanggung jawab adalah orang tuanya sendiri. Perilaku anak kecil lebih banyak dipengaruhi oleh
orang-orang yang dianggapnya penting seperti ibu, begitu juga dalam hal makanan. Apa yang anak
pelajari tentang apa dan bagaimana makan akan membentuk pola makan tertentu sampai dia dewasa.
Ibu mempunyai peran penting dalam membentuk pola makan anak terutama pada fase perkembangan
anak usia di bawah 5 tahun.

Sejak anak lahir, ibu mulai mengenalkan anak pada makanan dengan memberikan ASI. Menyusui
bayi merupakan tradisi yang masih umum dijumpai di Indonesia, meski periodenya berbeda dari satu
tempat dengan yang lainnya. Di desa ibu menyusukan bayinya hingga 12 bulan sampai 24 bulan.
Sebagian besar anak disapih menjelang umur 2 tahun. Di daerah kota periode penyusuan umumnya
lebih pendek.

Setelah anak disapih, anak mulai dikenalkan pada makanan lain selain ASI. Pada usia 1-3 tahun anak
bersifat konsumen pasif. Makanan tergantung pada apa yang disediakan ibu. Gigi susu juga telah
tumbuh tetapi belum dapat digunakan mengunyah makanan yang terlalu keras. Ibu hanya memberikan
makanan yang teksturnya lunak namun anak hendaknya sudah diarahkan untuk mengikuti pola makan
orang dewasa. Selanjutnya fase perkembangan anak usia 4-6 tahun, anak mulai bersifat konsumen
aktif dimana mereka telah dapat memilih makanan yang disukai. Pada usia ini kebiasaan yang baik
sudah harus ditanamkan.

Bagi sebagian besar ibu, pemberian kasih sayang pada anak masih kecil cukup dengan memberikan
kepuasan emosi pada anak-anak mereka. Orang tua cukup memenuhi kehendak anak, bahkan
biasanya disiplin tidak terlalu ketat. Kebiasaan seperti ini berlaku juga dalam pemberian makanan. Ibu
banyak yang memberikan makanan yang menjadi keinginan anak tanpa melihat apakah makanan
tersebut sehat dan baik dikonsumsi bagi anak.

Anak-anak umumnya menyukai makanan yang manis-manis. Kebiasaan ini terbentuk karena ibu
membiasakan anak mengkonsumsi makanan yang manis dengan atau tanpa mereka sadari. Melalui
penambahan gula pada susu, makanan bayi, penggunaan obat-obatan dalam bentuk sirup, lama-lama
kebiasaan ini akan berlanjut sampai dewasa untuk terus mengkonsumsi makanan yang manis-manis.
BAB III

METODE PENELITIAN
A. Pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan

1. Kerangka Konsep
2. Frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak
3. Karies gigi pada anak
4. Praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan
5. Kebersihan gigi dan mulut
6. OHI-S
7. praktek kebersihan gigi oleh anak

B. Hipotesis

1. Ada hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan frekuensi
konsumsi makanan jajanan kariogenik anak usia 2-4 tahun
2. Ada hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan frekuensi konsumsi
makanan jajanan kariogenik anak usia 2-4 tahun
3. Ada hubungan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dengan tingkat keparahan
karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan Tegalsari
4. Ada hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan tingkat keparahan
karies gigi pada anak usia 2-4 tahun
5. Ada hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan tingkat keparahan
karies gigi pada anak usia 2-4 tahun

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

 Variabel penelitian

1. Kerangka Konsep I

- Variabel bebas : Pengetahuan dan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan
- Variabel terikat : Frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak

2. Kerangka Konsep II

- Variabel bebas : Frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik ana


- Variabel terikat : Karies gigi pada anak

 Variabel pengganggu : Kebersihan gigi dan mulut yang meliputi OHI-S dan praktek
kebersihan gigi oleh anak

Definisi operasional

1. Karies gigi pada anak


Indeks def-t responden yang diperoleh dengan menjumlahkan gigi sulung karies ( d=decayed ) di
subyek, baik yang belum atau sudah ditambal (=extracted ) dan yang seharusnya atau sudah dicabut
( f=filled)

Skala : rasio

Untuk memudahkan dalam analisa deskriptif keparahan karies digolongkan menjadi :

Keparahan karies Kategori

0,0 - 0,241 Ringan

0,242 - 0,394 Sedang

>0,394 Berat

2. Makanan jajanan

Makanan atau minuman selain makanan pokok yang berbentuk kemasan atau tidak, yang dibuat oleh
industri atau dibuat sendiri, yang dijajakan maupun tidak, yang dimakan di antara waktu makan
sebagai selingan , terbagi dalam :

1. Makanan kariogenik
Makanan kariogenik adalah makanan atau minuman yang mudah menimbulkan karies yang
bersifat manis, lengket dan mudah hancur di dalam mulut

2. Makanan non kariogenik


Makanan non kariogenik adalah makanan yang tidak menimbulkan terjadinya karies tetapi
justru bersifat sebagai pencegah terjadinya karies.

3. Frekuensi konsumsi makanan jajanan

Berapa kali per minggu anak umur 2-4 tahun mengkonsumsi makanan jajanan yang diperoleh dengan
metoda frekuensi konsumsi pangan selama satu minggu.

Skala : rasio

Dalam deskriptif frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dan non kariogenik dikelompokkan
1. Tiap jenis makanan kariogenik

Sering sekali : konsumsi >14 kali/minggu


Sering : konsumsi 8-14 kali/minggu
Jarang : konsumsi 1-7 kali/minggu
Tidak pernah : tidak mengkonsumsi

2. Total konsumsi makanan kariogenik

Sering sekali : konsumsi >70 kali/minggu


Sering : konsumsi 35-70 kali/minggu
Jarang : konsumsi 1-35 kali/minggu

3. Makanan non kariogenik

Sering sekali : konsumsi >7 kali/minggu


Sering : konsumsi 4-7 kali/minggu
Jarang : konsumsi 1-3 kali/minggu
Tidak pernah : tidak mengkonsumsi

4. OHI-S

Pemeriksaan gigi dan mulut dengan menjumlahkan skor debris dan calculus indeks dibagi jumlah gigi
yang dinilai.

Skala : rasio
Dalam deskriptif hasil penelitian keadaan kebersihan gigi dan mulut dikelompokkan :

Skor OHI-S Keadaan

0,0 – 1,2 BAIK

1,3 - 3,0 SEDANG

3,1 – 6,0 KURANG

5. Pengetahuan ibu

Kemampuan ibu responden untuk menjawab dengan benar pada kuesioner tentang karies dan
makanan jajanan.

Skala : rasio

Dalam deskriptif hasil penelitian tingkat pengetahuan dikelompokkan menjadi :

1. baik dengan nilai 3-5

2. kurang dengan nilai 0-2

6. Praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan

Tindakan nyata yang dilakukan ibu responden dalam memberikan atau menyediakan makanan
jajanan.

Skala : rasio

Dalam deskriptif hasil penelitian, praktek ibu dalam pemberiaan makanan jajanan dikelompokkan :

1. baik dengan nilai >19

2. sedang dengan nilai 15-19

3. kurang dengan nilai 10-14

7. Praktek kebersihan gigi oleh anak


Tindakan nyata yang dilakukan oleh anak dalam menjaga kebersihan gigi

D. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah Explanatory yaitu menjelaskan hubungan antara variabel
terikat dengan variabel bebas melalui pengujian hipotesa. Metode yang digunakan adalah survei
dengan pendekatan cross sectional.

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak di Kelurahan Tegalsari yang berumur 2-4 tahun

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus :

n=

keterangan : n : sampel

: standar deviasi untuk 1,96 dengan taraf kepercayaan 95%

d : derajat ketepatan yang digunakan yaitu sebesar 10 % atau 0,1

p : proporsi populasi antisipasi digunakan 80 % atau 0,8 (dari penelitian prevalensi karies sebesar 71-
87,10%)

q : populasi tanpa atribut, p-1=0,2

Dengan demikian besar sampel :

n=

= 64 orang

Teknik pengambilan sampel dengan metode simple random sampling

Sampel dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi :

1. anak usia 2-4 tahun


2. Sehari-hari tinggal di wilayah Kelurahan Tegalsari.

Kriteria eksklusi :

1. anak yang mengkonsumsi susu, susu bukan sebagai makanan pokok

3. Responden

Responden dalam penelitian ini adalah ibu dari anak yang menjadi sampel

F. Pengumpulan Data

1. Data primer
 Data diperoleh melalui wawancara dengan responden
 Pemeriksaan gigi anak

2. Data sekunder

Data sekunder sebagai data pendukung diperoleh dari kantor kelurahan Tegalsari

G. Pengolahan dan Analisis Data

1. Editing
Untuk memeriksa kelengkapan kuesioner dan hasil pemeriksaan gigi

2. Koding
Pengisian kotak dalam daftar pertanyaan untuk pengkodean yang berdasarkan jawaban yang
telah diisikan dalam kuesioner

3. Skoring
Nilai skor akhir diperoleh dari jumlah skor masing-masing pertanyaan dalam kuesioner

4. Tabulasi dan analisis data


Pengolahan dan analisis data menggunakan program SPSS for Windows riliase 9.0. Data
yang telah diskor kemudian ditabulasikan dan dilakukan analisis stastistik dengan
menggunakan uji Rank Spearman untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan
praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dan konsumsi makanan jajanan dan karies gigi
dengan langkah-langkah :

1. Data yang telah ditabulasikan kemudian dilakukan analisis pada SPSS dengan mengklik icon
Analyze
2. Sorot Correlate dan pilih Bivariate
3. Setelah tabel Bivariate Correlation muncul, pilih variabel yang akan dikorelasikan
4. Pada kotak Correlation Coefficient pilih Spearman
5. Klik Ok, maka tabel korelasi akan muncul.

Nilai korelasi :

rs = 0 berarti tidak ada korelasi

rs 0,5 berarti korelasinya lemah

rs > 0,5 berarti korelasinya cukup kua

rs =1 berarti korelasinya sempurna

Taraf signifikansi atau kemaknaan dapat diketahui dengan p (value), jika :

p 0,05 berarti korelasinya tidak bermakna

p <>

Anda mungkin juga menyukai