Anda di halaman 1dari 34

TUGAS BAHASA INDONESIA

PROPOSAL PENELITIAN
“FREKUENSI KONSUMSI MAKANANAN JAJANAN
KARIOGENIK DAN STATUS KARIES GIGI PADA ANAK USIA
2-4 TAHUN”
DOSEN PEMBIMBING :
Rahmad Fauzan, M.Pd

DISUSUN OLEH :
Kelompok 4
Dhisca Mulyani
Luli Ramadhani
Marini Yunandari
Veby Rahmadani

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN NABILA PADANG PANJANG
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur tim penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT,
atas limpah rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah Proposal Penelitian yang
berjudul “Frekuensi Konsumsi Makanan Jajanan Kariogenik dan status Karies Gigi
Pada anak Usia 2-4 Tahun”. Begitu pula atas limpahan Kesehatan dan kesempatan
yang Allah SWT karunai kepada kami sehingga makalah ini dapat kami susun
melalui beberapa sumber.
Pada kesempatan ini,kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah
ini.kepada kedua orang tua kami telah memberikan banyak konstribusi bagi kami,
dosen pembimbing kami Bapak Rahmad Fauzan, M.Pd. dan juga kepada teman-
teman seperjuangan yang membantu kami dalam berbagai hal. Harapan kami,
informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Tiada yang sempurna di dunia ini, melainkan Allah SWT. Tuhan Yang
Maha Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan saran yang membangun bagi
perbaikan makalah kami selanjutnya.
Demikian makalah ini kami buat,apabila terdapat kesalahan dalam penulisan,atau
pun adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini ,kami mohon
maaf. Tim penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa
membuat karya makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Padang Panjang, 05 Juni 2023

Penyusun

Kelompok 4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak
dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan
mempengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Gigi merupakan salah satu bagian
tubuh yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk
muka. Mengingat kegunaannya yang demikian penting maka penting untuk
menjaga kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat bertahan lama dalam rongga
mulut.
Masalah terbesar yang dihadapi penduduk Indonesia seperti juga di negara-
negara berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan mulut adalah penyakit
jaringan keras gigi ( caries dentis ) di samping penyakit gusi. Karies merupakan
suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum yang
disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat
diragikan. Tandanya adalah demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian
diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya terjadi invasi bakteri dan
kematian pulpa serta penyebaran infeksi periapeks yang dapat menyebabkan rasa
nyeri.
Penyakit karies pada anak, banyak dan sering terjadi namun kurang mendapat
perhatian dari orang tua karena anggapan bahwa gigi anak akan digantikan gigi
tetap. Orang tua kurang menyadari bahwa dampak yang ditimbulkan sebenarnya
akan sangat besar bila tidak dilakukan perawatan untuk mencegah karies sejak
dini pada anak. Dampak yang terjadi bila sejak awal sudah mengalami karies
adalah selain fungsi gigi sebagai pengunyah yang terganggu, anak juga akan
mengalami gangguan dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari sehingga anak
tidak mau makan dan akibat yang lebih parah bisa terjadi malnutrisi, anak tidak
dapat belajar karena kurang berkonsentrasi sehingga akan mempengaruhi
kecerdasan. Akibat lain dari kerusakan gigi pada anak adalah penyebaran toksin
atau bakteri pada mulut melalui aliran darah, saluran pernapasan, saluran
pencernaan apalagi bila anak menderita malnutrisi, hal tersebut akan
menyebabkan daya tahan tubuh anak menurun dan anak akan mudah terkena
penyakit. Bila gigi sulung sudah berlubang dan rusak maka dapat diramalkan gigi
dewasanya tidak akan sehat nantinya.
Proses karies dan faktor risiko terjadinya karies gigi tetap dan gigi sulung
tidak berbeda namun demikian proses kerusakan gigi sulung lebih cepat
menyebar, meluas dan lebih parah dibandingkan gigi tetap. Hal ini selain
disebabkan karena faktor dari dalam sendiri yaitu struktur enamel gigi sulung
yang kurang solid dan lebih tipis serta morfologi gigi sulung yang lebih
memungkinkan retensi dibanding gigi tetap juga disebabkan faktor luar yang
menjadi faktor risiko anak terhadap proses kerusakan gigi seperti keadaan
kebersihan mulut anak yang umumnya lebih buruk dan anak lebih banyak dan
sering makan dan minum kariogenik dibandingkan orang dewasa. Besar kecilnya
faktor risiko terhadap timbulnya karies gigi sulung pada anak usia prasekolah
dipengaruhi oleh pengetahuan, kesadaran orang tua dalam merawat kesehatan
gigi. Pengetahuan dan kebiasaan yang perlu dimiliki orang tua antara lain yang
berkaitan dengan cara membersihkan diri, jenis makanan yang menguntungkan
kesehatan gigi dan cara makan minum yang benar.
Makanan atau substrat merupakan salah satu unsur penting untuk dapat terjadi
karies. Makanan pokok manusia adalah karbohidrat, lemak dan protein. Dari
berbagai penelitian tampak ada hubungan antara intake karbohidrat dengan karies
dan hubungan yang lebih kompleks dengan lemak, protein, vitamin dan mineral.
Selain itu ternyata ada hubungan langsung antara bertambahnya konsumsi
makanan yang mudah dicerna terutama karbohidrat yang berupa tepung dengan
bertambahnya karies.
Karbohidrat dalam makanan yang sifatnya paling dapat merusak gigi adalah
jenis sukrosa. Proses karies selain ditentukan oleh jenis karbohidrat juga
tergantung pada frekuensi dan bentuk fisik karbohidrat tersebut. Karbohidrat
dalam bentuk tepung atau cairan atau yang bersifat lengket serta mudah hancur di
dalam mulut lebih memudahkan timbulnya karies. Dari penelitian Alfano (1980)
tehadap tikus ternyata makanan yang paling kariogenik adalah coklat
sedangkan sugar free biskuit, kacang-kacangan, roti dedak menduduki urutan
paling rendah. Dalam penelitian Rugg-Gunn menyatakan bahwa banyaknya
intake gula harian lebih besar hubungannya dibanding dengan frekuensi makan
gula.
Hubungan gula dalam snack dengan karies lebih besar dibanding total diet
karena snack lebih sering dimakan dalam frekuensi tinggi dan makanan
kariogenik yang sering dimakan di antara dua waktu makan mempunyai ciri-ciri
pH rendah, mengandung gula tinggi dan lengket. Hampir semua anak menyukai
makanan minuman kariogenik yang merupakan faktor risiko terhadap karies yang
dimakan di antara dua waktu makan.
Dalam perkembangannya anak membutuhkan orang lain dan orang lain yang
paling utama dan pertama bertanggung jawab adalah orang tuanya sendiri. Orang
tua bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan anak juga dalam hal
makanan. Perilaku anak kecil lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang
dianggapnya penting seperti ibu. Penyediaan makanan untuk dikonsumsi anggota
keluarga merupakan hasil proses pengambilan keputusan. Tindakan pengambilan
keputusan oleh ibu dalam penyediaan makanan yang baik serta pemeliharaan
kesehatan anak sangat dipengaruhi kesiapan psikologi ibu diantaranya tingkat
pendidikan, tingkat pengetahuan dan sikap ibu. Hasil penelitian Sanjur dan Scoma
(1971) mengenai kebiasaan makan anak, diketahui bahwa makanan yang tidak
disukai oleh ibu juga tidak disukai oleh anaknya dan ketidaktahuan ibu terhadap
jenis makanan tertentu akan mempengaruhi ketidaktahuan anak terhadap
makanan tertentu. Bagi sebagian masyarakat, jenis makanan yang telah terbiasa
mereka pelajari untuk menyukainya sejak masa kanak-kanak akan berlanjut
menjadi makanan kesukaannya pada saat dewasa.
Masalah kesehatan gigi di Indonesia masih merupakan hal menarik karena
prevalensi karies dan penyakit periodontal mencapai 80% dari jumlah penduduk
(Ibone Effendi dan Mooler, 1973). Prevalensi karies gigi dan penyakit periodental
tidak berbeda tahun 1973 dan 1983. Sampai sekarang ini di Indonesia data tentang
frekuensi karies gigi sulung anak usia prasekolah masih langka. Data yang adapun
tidak dapat dipakai sebagai indikator kesehatan gigi anak karena tidak mewakili
keadaan gigi sulung di Indonesia, walaupun hasil observasi lapangan
menunjukkan adanya karies rampan gigi sulung yang cukup luas (Armasastra dan
Antonraharjo, 1986). Di Yogyakarta, dari 7 lokasi pemeriksaan didapatkan angka
frekuensi karies gigi sulung anak usia 3-5 tahun sebesar 75% dengan def-t rata-
rata 5,2 (Supartinah, 1982). Tahun 1985 dilaporkan fekuensi karies gigi di 100
Sekolah Taman Kanak-kanak di Yogyakarta sebesar 85 %, tanpa melaporkan
indeks def-nya (Rinaldi dan Iwa-Sutardjo, 1985). Di Medan frekuensi karies gigi
sulung anak usia balita karena minum susu botol di beberapa Puskesmas adalah
61 % (Lina dan Situmorang, 1985). Frekuensi karies gigi sulung merupakan
indikator kesehatan gigi anak usia prasekolah yang diperlukan untuk menilai
keadaan kesehatan gigi sekaligus juga keberhasilan upaya kesehatan gigi anak
usia prasekolah dan usia balita.
Anak usia 2-4 tahun umumnya sudah mempunyai gigi sulung yang lengkap
yaitu berjumlah 20 buah dan perilaku anak dalam menjaga kesehatan termasuk
kesehatan gigi masih sangat tergantung pada orang dewasa terutama ibu yang
merawatnya. Kesehatan gigi anak usia ini dipengaruhi oleh perilaku ibu
khususnya dalam menjaga kebersihan gigi maupun dalam memberikan makanan
minuman yang dapat menyebabkan karies gigi.
Kelurahan Tegalsari merupakan salah satu kelurahan yang berada di wilayah
Kecamatan Candisari. Letak kelurahan yang berada ditengah kota dan berbentuk
perkampungan menyebabkan banyak tersedia kemudahan dalam mendapatkan
variasi konsumsi makanan dan minuman kariogenik dan keragaman tingkat
pendidikan ibu yang akan turut mempengaruhi keadaan kesehatan gigi anak pada
usia 2-4 tahun yang umumnya masih diasuh oleh ibu. Berdasarkan hal tersebut
peneliti merasa tertarik untuk mengetahui gambaran keadaan kesehatan gigi anak
pada usia 2-4 tahun di Kelurahan Tegalsari.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut “ Apakah ada hubungan antara pengetahuan
dan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan frekuensi konsumsi
makanan jajanan kariogenik dan status karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di
Kelurahan Tegalsari Kecamatan Candisari Kota Semarang.”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan antara pengetahuan dan praktek ibu dengan frekuensi
konsumsi makanan jajanan kariogenik dan status karies gigi pada anak usia 2-
4 tahun di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Candisari Kota Semarang.
2. Tujuan khusus
a. Mendapatkan informasi tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4
tahun di Kelurahan Tegalsari
b. Mengetahui jenis-jenis makanan jajanan menurut status kariogenitas
jajanan yang sering dikonsumsi oleh anak usia 2-4 tahun
c. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan
dengan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak usia 2-4
tahun
d. Mengetahui hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan
dengan frekuesi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak usia 2-4
tahun
e. Mengetahui hubungan frekunsi konsumsi makanan jajanan kariogenik
dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun
f. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan
dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun
g. Mengetahui hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan
dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak prasekolah usia 2-4 tahun
D. Manfaat Penelitian
A. Bagi peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan serta memberikan pengalaman
langsung dalam melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah.
B. Bagi masyarakat
Menjadi bahan masukan dalam melakukan tindakan pencegahan terhadap
karies gigi dan perawatan gigi sejak masih anak-anak.
C. Bagi Instansi terkait
Menjadi bahan masukan untuk menilai keadaan kesehatan gigi dan
keberhasilan upaya kesehatan gigi anak usia prasekolah dan usia balita
D. Bagi mahasiswa
Sebagai tambahan informasi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian
lebih lanjut tentang karies gigi.
E. Ruang Lingkup
a. Lingkup keilmuan
Lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Masyarakat
khususnya bidang epidemiologi karies gigi.
b. Lingkup masalah
Permasalahan dibatasi pada hubungan antara pengetahuan dan praktek ibu
dengan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dan status karies
gigi pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan Tegalsari Kecamatan
Candisari
c. Lingkup Waktu
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2000 – Maret 2001
d. Lingkup Tempat
Penelitian ini mengambil lokasi di Kelurahan Tegalsari Kecamatan
Candisari, Kota Semarang
e. Lingkup Sasaran
Sasaran penelitian adalah anak prasekolah umur 2-4 tahun di Kelurahan
Tegalsari
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Karies Gigi
1. Definisi Karies
Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan
sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat
yang dapat diragikan. Tandanya adalah demineralisasi jaringan keras gigi
yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya , akibatnya terjadi
invasi bakteri dan kematian pulpa dan penyebaran infeksi ke jaringan
periapeks yang dapat menyebabkan nyeri.
2. Mekanisme Karies
Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa dapat
diragikan oleh bakteri tertentu dan dapat membentuk asam sehingga pH plak
akan menurun sampai di bawah 5 dalam tempo 1-3 menit. Penurunan pH yang
berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi
permukaan gigi yang rentan dan proses kariespun dimulai. Paduan keempat
faktor penyebab tersebut digambarkan sebagai empat lingkaran yang
bersitumpang. Karies baru akan timbul hanya kalau keempat faktor penyebab
tersebut bekerja simultan.
Karies gigi dimulai dengan terjadinya demineralisasi pada lapisan email.
Email menjadi keropos dan lambat laun akan terjadi lubang pada permukaan
gigi. Tanpa perawatan proses karies berjalan terus, menjalar ke lapisan dentin
dan akhirnya sampai ke jaringan pulpa. Kalau proses sampai ke jaringan pulpa
maka lambat laun pulpa akan mati dan membusuk dan proses radang akan
menjalar terus sampai ke tulang alveola. Pada ujung akar akan timbul sebuah
kantong yang berisikan nanah dan bakteri, kantong ini disebut granuloma.
Granuloma menjadi sumber infeksi untuk jaringan sekitar gigi maupun organ-
organ tubuh lainnya seperti ginjal, jantung, mata.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karies
a. Faktor dalam
Faktor resiko di dalam mulut adalah faktor yang langsung berhubungan
dengan karies. Ada 4 faktor yang berinteraksi :
1) Hospes yang meliputi gigi dan saliva
a) Komposisi gigi sulung
Komposisi gigi terdiri dari email dan dentin. Dentin adalah
lapisan di bawah email. Struktur email sangat menentukan dalam
proses terjadinya karies. Struktur email gigi terdiri dari susunan
kimia kompleks dengan gugus kristal yang terpenting yaitu
hidroksil apatit. Permukaan email terluar lebih tahan karies
dibanding lapisan dibawahnya karena lebih keras dan padat.
Permukaan email lebih banyak mengandung mineral dan bahan-
bahan organik dengan air yang relatif lebih sedikit. Proses
mineralisasi email tidak hanya melalui pulpa dan dentin saja, tetapi
ion-ion dari saliva secara tetap meletakkan komposisi mineral
langsung ke permukaan gigi atau email.
Ion kimia paling penting yang diharapkan banyak diikat oleh
hidroksil apatit adalah ion fluor. Dengan penambahan fluor,
hidroksil apatit akan berubah menjadi fluor apatit yang lebih tahan
terhadap asam. Selain unsur fluor, ada unsur lain yang berkaitan
dengan tinggi rendahnya karies. Menurut penelitian Glass dkk
(1973), bila di dalam air minum terdapat banyak unsur kalsium,
magnesium, molibdenum atau vanadium jumlah karies akan
rendah. Sebaliknya bila air minum banyak mengandung tembaga,
besi dan mangan, frekuensi karies akan lebih tinggi. Dari
penelitian Newbrun (1973) juga menjelaskan klasifikasi berat
ringannya pengaruh unsur tersebut dengan karies sehingga jelas
bahwa modifikasi komposisi kimiawi gigi berpengaruh pada
resistensi permukaan email terhadap karies.
Proses karies pada gigi tetap sama dengan pada gigi sulung.
Kuat lemahnya struktur gigi terhadap karies dapat dilihat dari
warna, keburaman dan kelicinan gigi serta ketebalan email. Tebal
email gigi sulung yang hanya setengah dari gigi tetap
menyebabkan proses karies gigi sulung lebih cepat terjadi dari
pada gigi tetap.
b) Morfologi gigi sulung
Variasi morfologi gigi juga mempengaruhi resistensi gigi terhadap
karies. Morfologi gigi sulung dapat ditinjau dari 2 permukaan :
i. Permukaan oklusal
Permukaan oklusal gigi molar sulung mempunyai bonjol
yang relatif tinggi sehingga lekukan menunjukkan gambaran
curam dan relatif dalam. Bentuk morfologi gigi sulung tidak
banyak bervariasi kecuali gigi molar sulung pertama atas dalam
bentuk dan ukurannya. Lekukan gigi sulung yang lebih dalam
akan memudahkan terjadinya karies.
ii. Permukaan halus
Kontak antar gigi tetap adalah kontak titik tetapi kontak antar
gigi sulung merupakan kontak bidang. Hal ini disebabkan
bentuk permukaan proksimal gigi sulung agak datar. Keadaan
ini akan menyulitkan pembersihannya.
c) Susunan gigi sulung
Gigi-gigi berjejal dan saling tumpang tindih akan mendukung
timbulnya karies karena daerah tersebut sulit dibersihkan. Pada
umumnya susunan gigi molar sulung rapat sedangkan gigi
insisivus sulung renggang. Dari berbagai penelitian disimpulkan
bahwa anak dengan susunan gigi berjejal lebih banyak menderita
karies daripada yang mempunyai susunan gigi baik.
d) Saliva
Di dalam mulut selalu ada saliva yang berkontak dengan gigi.
Saliva berperan dalam menjaga kelestarian gigi. Banyak ahli
menyatakan, saliva merupakan pertahanan pertama terhadap
karies. Mereka juga menyatakan bahwa fungsi saliva sebagai
pelicin, pelindung, buffer , pembersih, anti pelarut dan anti bakteri.
Namun demikian saliva juga memegang peranan penting lain yaitu
dalam proses terbentuknya plak gigi, saliva juga merupakan media
yang baik untuk kehidupan mikroorganisme tertentu yang
berhubungan dengan karies gigi.
2) Mikroorganisme
Walaupun banyak perbedaan pendapat tentang bagaimana dan
mikroorganisme mana sebagai penyebab karies namun semua ahli
berpendapat bahwa karies gigi tidak akan terjadi tanpa
mikroorganisme. Meskipun begitu tidak semua mikroorganisme di
dalam mulut penting dalam hubungan ini. Ternyata banyak
mikroorganisme asidogenik di dalam mulut tidak menyebabkan
karies in vitro. Selain itu beberapa individu yang mempunyai banyak
mikroorganisme di dalam mulut ternyata tidak menderita karies
(Volker dan Russel, 1973; Sumnich, 1977; Newburn, 1978; Miller,
1981).
Banyak dilakukan penelitian mengenai hubungan antara
mikroorganisme dengan karies diantaranya penelitian klasik Orland
tahun 1954 tentang tikus yang diberi makan diet karbohidrat yang
sangat kariogenik. Gigi tikus tersebut ternyata tidak ada karies karena
tidak ada (bebas dari) mikroorganisme. Gigi tikus tersebut terserang
karies setelah ada mikroorganisme. Penelitian selanjutnya mengarah
pada penelitian berbagai jenis mikroorganisme di dalam mulut yang
diduga berkaitan dengan karies. Banyak yang telah membuktikan
bahwa mikroorganisme di dalam mulut yang berhubungan dengan
karies antara lain bermacam strain Streptococcus, Lactobacillus,
Actinomices dan lain-lain. Mikroorganisme ini menempel di gigi
bersama dengan plak atau debris. Plak gigi adalah media lunak non
mineral yang menempel erat di gigi. Plak terdiri dari mikroorganisme
(70%) dan bahan antar sel (30%) (Newburn, 1978). Lebih jauh Van
Houte et al. (1981) mengemukakan bahwa 50 % mikroorganisme yang
ada di plak adalah Lactobacillus kendati tidak selalu terdapat di dalam
jaringan karies dan keadaannya sama di permukaan gigi yang tidak
atau yang sudah diberi fluor.
3) Substrat
Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang
dimakan sehari-hari yang menempel di permukaan gigi. Substrat ini
berpengaruh terhadap karies secara lokal di dalam mulut
(Newburn,1978, Konig dan Hoogendoorn, 1982). Substrat yang
menempel di permukaan gigi berbeda dengan makanan yang masuk ke
dalam tubuh yang diperlukan untuk mendapatkan energi dan
membangun tubuh.
Makanan pokok manusia ialah karbohidrat, lemak dan protein. Pada
dasarnya nutrisi sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan gigi saat pembentukan matriks email dan kalsifikasi.
Nutrisi berperan dalam membentuk kembali jaringan mulut dan
membentuk daya tahan terhadap infeksi juga karies. Makanan akan
mempengaruhi keadaan di dalam mulut secara lokal selama
pengunyahan dan setelah ditelan akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan masa pre dan pasca erupsi (Altano,
1980 dan Menaker, 1980). Nutrisi berhubungan dengan pertumbuhan
dan perkembangan gigi dalam struktur, ukuran, komposisi, erupsi dan
ketahanan gigi terhadap karies.
4) Waktu
Pengertian waktu disini adalah kecepatan terbentuknya karies
serta lama dan frekuensi substrat menempel di permukaan gigi
(Newsburn, 1978 ; Konig dan Hoogendoorn ,1982). Faktor waktu
menonjol setelah Vipeholm tahun 1954 (Newburn 1978) melakukan
penelitian untuk mengetahui hubungan antara waktu dengan frekuensi
diet makanan dan minuman kariogenik. Ternyata memang ada
hubungan di antara keduanya. Faktor ini juga tampak jelas pada
percobaan binatang.
Karies gigi merupakan penyakit kronis, kerusakan berjalan dalam
periode bulan atau tahun. Rata-rata kecepatan karies gigi tetap yang
diamati di klinik adalah 18-6 bulan. Kecepatan karies anak-anak lebih
tinggi sedangkan kecepatan kerusakan gigi penderita xerostamia lebih
pendek (2 bulan ) (Newsburn, 1978).
Faktor waktu ini jelas terlihat pada anak yang diberi minum susu
atau cairan manis lainnya melalui botol. Ketika anak tidur dengan dot
kater di botol masih berada di mulutnya, cairan dari botol akan
tergenang di mulut dalam waktu lama. Kecepatan kerusakan gigi akan
jelas terlihat dengan timbulnya karies menyeluruh dalam waktu
singkat (terjadi karies botol ) (Finn, 1973; Miller, 1981; Jonsen, 1984).
Selain itu keadaan yang dapat menyebabkan substrat lama berada
dalam mulut ialah kebiasaan anak menahan makanan di dalam mulut
dimana makanan tidak cepat-cepat ditelan.
b. Faktor Luar
1) Usia
Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah kariespun juga
akan bertambah. Hal ini jelas karena faktor risiko terjadinya karies
akan lebih lama berpengaruh terhadap gigi. Anak yang pengaruh
faktor risiko terjadinya karies kuat akan menunjukkan jumlah karies
lebih besar dibanding yang kurang kuat pengaruhnya.
2) Jenis kelamin
Dari berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi karies gigi
tetap wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Demikian juga dengan
anak-anak, prevalensi karies gigi sulung anak perempuan sedikit lebih
tinggi dibandingkan anak laki-laki. Hal ini disebabkan antara lain
karena erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibanding anak laki-
laki sehingga gigi anak perempuan berada lebih lama dalam mulut.
Akibatnya gigi anak perempuan akan lebih lama berhubungan dengan
faktor risiko terjadinya karies.
3) Suku bangsa
Beberapa penelitian menunjukkan ada perbedaan pendapat hubungan
suku bangsa dengan prevalensi karies, semua tidak membantah bahwa
perbedaan ini karena keadaan sosial ekonomi, pendidikan, makanan,
cara pencegahan karies dan jangkauan pelayanan kesehatan gigi yang
berbeda di setiap suku tersebut.
4) Letak geografis
Keadaan geografis berpengaruh dalam hal terjadinya karies karena
kandungan fluor air minum. Bila air minum mengandung fluor 1 ppm
maka gigi mempunyai daya tahan terhadap karies tetapi bila air minum
mengandung lebih besar dari 1 ppm maka akan terjadi Mottled
teeth yang menyebabkan kerusakan email berupa bintik-bintik hitam.
5) Kultur sosial penduduk
Wycoff (1980) menjelaskan bahwa ada hubungan antara keadaan
sosial ekonomi dan prevalensi karies. Faktor yang mempengaruhi
keadaan ini adalah pendidikan dan penghasilan yang berhubungan
dengan diet, kebiasaan merawat gigi dan lain-lain.
6) Kesadaran, sikap dan perilaku individu terhadap kesehatan gigi
Fase perkembangan anak usia di bawah 5 tahun masih sangat
tergantung pada pemeliharaan dan bantuan orang dewasa dan
pengaruh paling kuat dalam masa tersebut datang dari ibunya. Peranan
ibu sangat mementukan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.
Demikian juga keadaan kesehatan gigi dan mulut anak usia prasekolah
masih sangat ditentukan oleh kesadaran, sikap dan perilaku serta
pendidikan ibunya.

B. Pemeriksaan Gigi Sulung dan Kebersihan Mulut Anak


1. Indeks def-t
Indikator karies gigi dapat berupa prevalensi karies gigi dan skor dari
indeks karies. Indeks karies gigi yaitu angka yang menunjukkan jumlah gigi
karies seseorang atau sekelompok orang. Indeks karies gigi tetap disebut DMF
(D, decayed = gigi karies yang tidak ditambal ; M, missing = gigi karies yang
sudah atau yang seharusnya dicabut; F, filled = gigi yang sudah ditambal),
pertama kali diperkenalkan oleh Klein tahun 1938 (Muhler, 1954) dan untuk
gigi sulung disebut def, oleh Gruebbel tahun 1944 (James dan Beal, 1981).
Indeks karies gigi (DMF/def) adalah jumlah gigi karies yang masih bisa
ditambal (D, untuk gigi tetap; d, untuk gigi sulung) ,ditambah dengan gigi
karies yang tidak dapat ditambal lagi atau gigi dicabut (M, untuk gigi tetap; e,
untuk gigi sulung) dan jumlah gigi karies yang sudah ditambal (F, untuk gigi
tetap; f, untuk gigi sulung). Indeks DMF atau def gigi disebut DMF-T (DMF-
Tooth) untuk gigi tetap atau def-t untuk gigi sulung.
Batasan prevalensi dan indeks ini dapat secara seragam digunakan untuk
mengumpulkan data sehingga diketahui keadaan kesehatan gigi rata-rata tiap
orang di suatu populasi tertentu (Muhler, 1954; Finn, 1977; WHO, 1977;
Barmes, 1981; James dan Beal, 1981; Jong, 1981). Kategori tinggi rendahnya
prevalensi karies di suatu daerah atau negara adalah :

Keparahan karies Kategori

0,0 – 1,1 sangat rendah


1,2 – 2,6 rendah
2,7 – 4,4 sedang
4,5 – 6,6 tinggi
> 6,6 sangat tinggi

2. Pengukuran tingkat kebersihan gigi dan mulut


Adanya plak atau debris di permukaan gigi dapat dipakai sebagai indikator
kebersihan mulut. Grenn dan Vermillon (1960, 1964), Marten dan Meskin
(1972) dan WHO (1977) mengusulkan cara untuk menilai kebersihan mulut
dengan memberi skor adanya plak atau debris atau karang gigi yang
menempel di permukaan gigi. Indeks debris yang sering dipakai untuk menilai
kebersihan mulut adalah Indeks kebersihan mulut (OHI = Oral Hygiene Index
) dari Green dan Vermillon (1964) (Sutatmi Suryo, 1977). Cara lebih
sederhana sehingga memudahkan penelitian dengan sampel besar dipakai
OHI-S (Oral Higiene Index Simplified), yaitu memberi skor debris (DI) dan
calculus indeks (CI) kepada enam permukaan gigi tertentu (Green dan
Vermillon, 1964)
Keuntungan OHI-S adalah :
a. Kriteria obyekif
b. Pemeriksaan dilakukan dengan cepat
c. Tingkat reproducibility yang tinggi dimungkinkan dengan masa latihan
yang minimum
d. Dapat mengevaluasi kebersihan gigi dan mulut secara pribadi
Penentuan skor :
a. Debris Indeks (DI)
DI adalah skor dari endapan lunak yang terjadi karena adanya sisa
makanan yang melekat pada gigi tertentu.
Skor debris
Skor 0 = tidak ada debris sama sekali
Skor 1 = debris ada di sepertiga sevikal permukaan gigi
Skor 2 = debris sampai mencapai pertengahan permukaan gigi
Skor 3 = debris sampai mencapai daerah sepertiga oklusal atau insisial
permukaan gigi
Jumlah skor debris
DI =
Jumlah gigi yang diperiksa
b. Calculus Indeks (CI)
CI adalah skor dari endapan keras (karang gigi) atau debris yang
mengalami pengapuran yang melekat pada gigi penentu.
Calculus Indeks
Skor 0 = tidak ada karang gigi sama sekali
Skor 1 = karang gigi ada di sepertiga sevikal permukaan gigi
Skor 2 = karang gigi sampai mencapai pertengahan permukaan gigi
Skor 3 = karang gigi sampai mencapai daerah sepertiga oklusal atau
insisial permukaan gigi
Jumlah skor calculus
CI =
Jumlah gigi yang diperiksa
Kategori keadaan kebersihan gigi dan mulut :

Skor OHI-S Keadaan

0,0 – 1,2 Baik


1,3 - 3,0 Sedang
3,1 – 6,0 Kurang

C. Makanan Jajanan
Makanan jajanan adalah makanan atau minuman yang siap dikonsumsi, yang
dijual di tempat umum dan terlebih dahulu telah dipersiapkan atau dimasak di
tempat produksi (rumah) atau di tempat penjualan (Fardiaz, 1992). Sedangkan
berjajan diartikan sebagai membeli panganan di kedai atau yang dijajakan.
Menurut Winarno (1998) makanan jajanan/jajan pasar yaitu jenis masakan yang
dimakan sepanjang hari, sebagai hiburan, tidak terbatas pada suatu waktu, tempat
dan jumlah yang dikonsumsi. Bagi masyarakat Indonesia, jajan sudah menjadi
kebiasaan bahkan dapat dikatakan sebagai bagian dari pola makan masyarakat
Indonesia.
Perkembangan di dunia industri makanan telah menghasilkan produk-produk
makanan yang siap disantap dan minuman awet yang dapat dengan mudah
diperoleh di pasaran. Hal ini didorong oleh kebutuhan konsumen akan produk-
produk yang serba praktis termasuk makanan. Kesibukan yang menyita waktupun
telah turut menjadikan makanan jajanan sebagai salah satu alternatif pemenuhan
kebutuhan tubuh akan zat gizi selain berfungsi sebagai makanan selingan yang
dimakan diantara waktu makan.
Kebiasaan jajan atau mengkonsumsi makanan jajanan yang salah di masa
kanak-kanak dapat membawa dampak berupa timbulnya penyakit yang sifatnya
akut atau kronis. Efek negatif jajanan bisa diderita dalam jangka waktu yang
singkat maupun sepanjang hayat. Berikut ini adalah beberapa contoh dampak
negatif dari jajanan :
Anak menjadi sulit makan dan menurut Winarno (1993) dapat juga mengurangi
nafsu makan karena seringkali anak menjadi terlalu kenyang, lebih-lebih jika
jajan berkali-kali dalam sehari. Hal ini dapat menyebabkan anak mederita
berbagai penyakit akibat kurang gizi.
Higiene sanitasi dan keamanan makanan jajanan yang kurang dapat menyebabkan
keracunan makanan dan infeksi bakteri sehingga anak menderita muntah-muntah,
sakit perut bahkan diare.
Kandungan bahan makanan tambahan yang mengandung bahan kimia tertentu
pada makanan jajanan dengan tujuan pengawatan, penguat rasa maupun pewarna
dapat menjadi pencetus gejala alergi, diare, pusing, muntah bahkan secara
komulatif bisa menimbulkan kanker.
Kualitas jajanan yang rendah akibat cara persiapan maupun pengolahan bahan
yang tidak tepat dapat menyebabkan hilangnya zat gizi tertentu.
Sebagian besar makanan jajanan kaya akan kalori atau biasanya dibuat dari
tepung-tepungan dan gula tetapi miskin akan zat gizi tertentu. Ketidakseimbangan
zat gizi dalam makanan jajanan dapat menyebabkan kegemukan yang selanjutnya
dapat menyebabkan hilangnya rasa percaya diri dan beresiko tinggi terhadap
berbagai macam penyakit degeneratif seperti penyempitan pembuluh darah dan
jantung koroner.

D. Makanan Kariogenik
Makanan kariogenik adalah makanan yang dapat menyebabkan terjadinya karies
gigi. Sifat makanan kariogenik adalah banyak mengandung karbohidrat, lengket
dan mudah hancur di dalam mulut. Dari penelitian Altano (1980) dan Menaker
(1980) menyatakan adanya hubungan antara masukan karbohidrat dengan karies.
Hubungan antara konsumsi karbohidrat dengan terjadinya karies gigi ada
kaitannya dengan pembentukan plak pada permukaan gigi. Plak terbentuk dari
sisa-sisa makanan yang melekat di sela-sela gigi dan pada plak ini akhirnya akan
ditumbuhi bakteri yang dapat mengubah glukosa menjadi asam sehingga pH
rongga mulut menurun sampai dengan 4,5. Pada keadaan demikian maka struktur
email gigi akan terlarut. Pengulangan konsumsi karbohidrat yang terlalu sering
menyebabkan produksi asam oleh bakteri menjadi lebih sering lagi sehingga
keasaman rongga mulut menjadi lebih asam dan semakin banyak email yang
terlarut.
Kariogenitas suatu makanan tergantung dari :
1. Bentuk fisik
Karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan yang bersifat lengket serta
mudah hancur di dalam mulut lebih memudahkan timbulnya karies dibanding
bentuk fisik lain, karbohidrat seperti ini misalnya kue-kue, roti, es krim, susu,
permen dan lain-lain (Bibby, 1975 dan 1983 ; Newburn, 1978; Konig dan
Hoogendoorn, 1982). Bibby dan Huang (1980) membuktikan dalam
percobaan in vitro bahwa susu kental lebih menyebabkan demineralisasi
dibandingkan dengan susu kering. Susu coklat lebih merusak dibandingkan
susu saja.
Sebaliknya makanan yang kasar dan berserat menyebabkan makanan lebih
lama dikunyah. Gerakan mengunyah sangat menguntungkan bagi kesehatan
gigi dan gusi. Mengunyah akan merangsang pengaliran air liur yang
membasuh gigi dan mengencerkan serta menetralisasi zat-zat asam yang
ada. Makanan berserat menimbulkan efek seperti sikat dan tidak melekat pada
gigi. Titik-titik positif pada buah segar adalah kadar vitamin, kadar mineral,
kaya akan serabut kasar dan air serta sifat-sifat yang merangsang fungsi
pengunyahan dan sekresi ludah. Buah yang mempunyai sifat sebagi
pembersih alami seperti apel, benkoang, pir, jeruk.
2. Jenis
Pada umumnya para ahli sependapat bahwa karbohidrat yang berhubungan
dengan proses karies adalah polisakarida, disakarida, monosakarida dan
sukrosa terutama mempunyai kemampuan yang lebih efisien terhadap
pertumbuhan mikroorganisme asidogenik dibanding karbohidrat lain. Sukrosa
dimetabolisme dengan cepat untuk menghasilkan zat-zat asam. Makanan
manis dan penambahan gula dalam minuman seperti air teh atau kopi bukan
merupakan satu-satunya sukrosa dalam diet seseorang.
3. Frekuensi konsumsi
Frekuensi makan dan minuman tidak hanya menentukan timbulnya erosi
tetapi juga kerusakan karies. Dari penelitian Rugg-Gunn et al (1980)
menyatakan banyaknya intake gula harian lebih besar korelasinya dibanding
dengan frekuensi makan gula. Hubungan gula dalam snack dengan karies
lebih besar dari total diet karena snack lebih sering dimakan dalam frekuensi
tinggi. Dalam studi Vipeholm dijelaskan bahwa karies didasarkan oleh
frekuensi yang tinggi makan makanan kecil. Dari beberapa penelitian lain
ditemukan hal-hal sebagai berikut (Silverstone,1981)
a. Komposisi gula yang meningkat akan meningkatkan aktivitas karies.
b. Kemampuan gula dalam menimbulkan karies akan bertambah jika
dikonsumsi dalam bentuk yang lengket
c. Aktivitas karies juga meningkat jika jumlah konsumsi makan makanan
yang manis dan lengket ditingkatkan
d. Aktivitas karies akan menurun jika ada variasi makanan
e. Karies akan menurun jika menghilangkan kebiasaan makan-makanan
manis yang lengket dari bahan makanan.

E. Frekuensi Konsumsi Pangan


Metode frekuensi pangan didesain untuk mendapatkan data kualitatif, informasi
deskriptif tentang pola konsumsi pangan. Metoda ini tidak digunakan untuk data
kuantitatif intake zat-zat gizi. Pertanyaan –pertanyaan dalam kuesioner terdiri dari
dua bagian, yaitu:
1. Daftar bahan pangan
Daftar bahan pangan dapat terkonsentrasi pada satu kelompok bahan pangan
dan dapat pula berupa bahan pangan yang dikonsumsi dalam hubungan
dengan musim atau kejadian tertentu atau dapat pula mengetahui
keanekaragaman pola konsumsi dari suatu populasi.
2. Satu set frekuensi konsumsi bahan-bahan pangan
Tujuan dari metoda frekuensi pangan ini adalah untuk mendapatkan informasi
tentang frekuensi konsumsi bahan pangan tertentu atau kelompok bahan
pangan, selama waktu tertentu (seperti harian, mingguan, bulanan). Zat gizi
tertentu dapat diperoleh dari kombinasi bahan pangan tertentu yang
merupakan fokus kuesioner. Misalnya frekuensi konsumsi buah-buahan segar
dan sari buah dapat merupakan golongan makanan sumber konsumsi vitamin
C, sayuran hijau dan wortel merupakan golongan makanan sumber konsumsi
karoten. Sereal, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran merupakan
golongan makanan sumber konsumsi serat.
Tinjauan Umum Pengetahuan, Sikap dan Praktek sebagai Komponen
Perilaku.
Perilaku menurut Notoatmodjo (1990) adalah merupakan suatu kegiatan atau
aktivitas organisme yang dapat diamati secara langsung maupun tidak
langsung. Bentuk operasional dapat dikelompokkan menjadi 3:
a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu mengetahui situasi atau
rangsangan dari luar.
Pengetahuan diperoleh setelah seseorang melakukan penginderaan
terhadap suatu obyek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan pendorong
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan
dengan wawancara atau angket.
b. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau
rangsangan dari luar si subyek yang menimbulkan perasaan suka atau
tidak suka.
Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi
sesuatu dengan rangsangan yang diterimanya. Sebelum orang itu
mendapatkan informasi atau melihat obyek itu tidak mungkin terbentuk
sikap. Meskipun dikatakan mendahului tindakan, sikap belum tentu
tindakan aktif tetapi merupakan predisposisi (melandasi/mempermudah)
untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap obyek tertentu
mencakup komponen kognisi, afeksi dan konasi.(24) Menurut Berkowitz
(1997) sikap merupakan respon evaluatif yang menempati sikap sebagai
perilaku yang tidak statis walaupun pembentukan sikap seringkali tidak
disadari oleh orang yang bersangkutan akan tetapi bersifat dinamis dan
terbuka terhadap kemungkinan perubahan karena interaksi dengan
lingkungan. Sikap akan ada artinya bila ditampakkan dalam bentuk
pernyataan, lisan maupun perbuatan dan apa yang dinyatakan seseorang
sebagai sikapnya secara terbuka tidak selalu sesuai dengan sikap hati
sesungguhnya. Jadi penyimpulan mengenai sikap individu sangat sulit
bahkan dapat menyesatkan bila diambil dalam bentuk perilaku yang
tampak.
c. Perilaku dalam bentuk tindakan/praktek yang sudah nyata yaitu berupa
perbuatan terhadap situasi dan atau rangsangan dari luar.
Menurut WHO (1984) ada 4 alasan utama seseorang akan berperilaku:
1) Pikiran dan perasaaan
Yang termasuk dalam hal ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap
dan nilai-nilai.
2) Orang yang dianggap penting seperti orang tua, orang yang dipercaya.
3) Sumber daya termasuk fasilitas, dana, waktu, ketrampilan.
4) Kebudayaan atau perilaku normal, kebiasaaa, nilai dan penggunaan
sumber-sumber dalam masyarakat.
Perilaku Anak dalam Makan
Anak membutuhkan orang lain dalam perkembangannya. Orang lain yang
paling utama dan pertama bertanggung jawab adalah orang tuanya sendiri.
Perilaku anak kecil lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang
dianggapnya penting seperti ibu, begitu juga dalam hal makanan. Apa yang
anak pelajari tentang apa dan bagaimana makan akan membentuk pola makan
tertentu sampai dia dewasa. Ibu mempunyai peran penting dalam membentuk
pola makan anak terutama pada fase perkembangan anak usia di bawah 5
tahun.
Sejak anak lahir, ibu mulai mengenalkan anak pada makanan dengan
memberikan ASI. Menyusui bayi merupakan tradisi yang masih umum
dijumpai di Indonesia, meski periodenya berbeda dari satu tempat dengan
yang lainnya. Di desa ibu menyusukan bayinya hingga 12 bulan sampai 24
bulan. Sebagian besar anak disapih menjelang umur 2 tahun. Di daerah kota
periode penyusuan umumnya lebih pendek.
Setelah anak disapih, anak mulai dikenalkan pada makanan lain selain ASI.
Pada usia 1-3 tahun anak bersifat konsumen pasif. Makanan tergantung pada
apa yang disediakan ibu. Gigi susu juga telah tumbuh tetapi belum dapat
digunakan mengunyah makanan yang terlalu keras. Ibu hanya memberikan
makanan yang teksturnya lunak namun anak hendaknya sudah diarahkan
untuk mengikuti pola makan orang dewasa. Selanjutnya fase perkembangan
anak usia 4-6 tahun, anak mulai bersifat konsumen aktif dimana mereka telah
dapat memilih makanan yang disukai. Pada usia ini kebiasaan yang baik
sudah harus ditanamkan.
Bagi sebagian besar ibu, pemberian kasih sayang pada anak masih kecil
cukup dengan memberikan kepuasan emosi pada anak-anak mereka. Orang
tua cukup memenuhi kehendak anak, bahkan biasanya disiplin tidak terlalu
ketat. Kebiasaan seperti ini berlaku juga dalam pemberian makanan. Ibu
banyak yang memberikan makanan yang menjadi keinginan anak tanpa
melihat apakah makanan tersebut sehat dan baik dikonsumsi bagi anak.
Anak-anak umumnya menyukai makanan yang manis-manis. Kebiasaan
ini terbentuk karena ibu membiasakan anak mengkonsumsi makanan yang
manis dengan atau tanpa mereka sadari. Melalui penambahan gula pada susu,
makanan bayi, penggunaan obat-obatan dalam bentuk sirup, lama-lama
kebiasaan ini akan berlanjut sampai dewasa untuk terus mengkonsumsi
makanan yang manis-manis.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan


1. Kerangka Konsep
Frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak

Karies gigi pada anak


Praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan

Kebersihan gigi dan mulut


- OHI-S
- praktek kebersihan gigi oleh anak
I
Keterangan : II
I : kerangka konsep I
II : kerangka konsep II

B. Hipotesis
1. Ada hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan
frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak usia 2-4 tahun
2. Ada hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan
frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak usia 2-4 tahun
3. Ada hubungan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dengan
tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan Tegalsari
4. Ada hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan
tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun
5. Ada hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan tingkat
keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel penelitian
Kerangka Konsep I
a. Variabel bebas : Pengetahuan dan praktek ibu dalam pemberian makanan
jajanan
b. Variabel terikat : Frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak
Kerangka Konsep II
a. Variabel bebas : Frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak
b. Variabel terikat : Karies gigi pada anak
c. Variabel pengganggu : Kebersihan gigi dan mulut yang meliputi OHI-S
dan praktek kebersihan gigi oleh anak
2. Definisi operasional
a. Karies gigi pada anak
Indeks def-t responden yang diperoleh dengan menjumlahkan gigi sulung
karies ( d=decayed ) di subyek, baik yang belum atau sudah ditambal
(=extracted ) dan yang seharusnya atau sudah dicabut ( f=filled)
Skala : rasio
Untuk memudahkan dalam analisa deskriptif keparahan karies
digolongkan menjadi :

Keparahan karies Kategori

0,0 - 0,241 Ringan


0,242 - 0,394 Sedang
>0,394 Berat

b. Makanan jajanan
Makanan atau minuman selain makanan pokok yang berbentuk kemasan
atau tidak, yang dibuat oleh industri atau dibuat sendiri, yang dijajakan
maupun tidak, yang dimakan di antara waktu makan sebagai selingan ,
terbagi dalam :
1) Makanan kariogenik
Makanan kariogenik adalah makanan atau minuman yang mudah
menimbulkan karies yang bersifat manis, lengket dan mudah hancur di
dalam mulut
2) Makanan non kariogenik
Makanan non kariogenik adalah makanan yang tidak menimbulkan
terjadinya karies tetapi justru bersifat sebagai pencegah terjadinya
karies.
c. Frekuensi konsumsi makanan jajanan
Berapa kali per minggu anak umur 2-4 tahun mengkonsumsi makanan
jajanan yang diperoleh dengan metoda frekuensi konsumsi pangan selama
satu minggu.
Skala : rasio
Dalam deskriptif frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dan non
kariogenik dikelompokkan :
1) Tiap jenis makanan kariogenik
Sering sekali : konsumsi >14 kali/minggu
Sering : konsumsi 8-14 kali/minggu
Jarang : konsumsi 1-7 kali/minggu
Tidak pernah : tidak mengkonsumsi
2) Total konsumsi makanan kariogenik
Sering sekali : konsumsi >70 kali/minggu
Sering : konsumsi 35-70 kali/minggu
Jarang : konsumsi 1-35 kali/minggu
3) Makanan non kariogenik
Sering sekali : konsumsi >7 kali/minggu
Sering : konsumsi 4-7 kali/minggu
Jarang : konsumsi 1-3 kali/minggu
Tidak pernah : tidak mengkonsumsi
4) OHI-S
Pemeriksaan gigi dan mulut dengan menjumlahkan skor debris dan
calculus indeks dibagi jumlah gigi yang dinilai.
Skala : rasio
Dalam deskriptif hasil penelitian keadaan kebersihan gigi dan mulut
dikelompokkan :

Skor OHI-S Keadaan

0,0 – 1,2 Baik


1,3 - 3,0 Sedang
3,1 – 6,0 Kurang

5) Pengetahuan ibu
Kemampuan ibu responden untuk menjawab dengan benar pada
kuesioner tentang karies dan makanan jajanan.
Skala : rasio
Dalam deskriptif hasil penelitian tingkat pengetahuan dikelompokkan
menjadi :
a) baik dengan nilai 3-5
b) kurang dengan nilai 0-2
6) Praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan
Tindakan nyata yang dilakukan ibu responden dalam memberikan atau
menyediakan makanan jajanan.
Skala : rasio
Dalam deskriptif hasil penelitian, praktek ibu dalam pemberiaan
makanan jajanan dikelompokkan :
a) baik dengan nilai >19
b) sedang dengan nilai 15-19
c) kurang dengan nilai 10-14
7) Praktek kebersihan gigi oleh anak
Tindakan nyata yang dilakukan oleh anak dalam menjaga kebersihan
gigi

D. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah Explanatory yaitu menjelaskan hubungan
antara variabel terikat dengan variabel bebas melalui pengujian hipotesa. Metode
yang digunakan adalah survei dengan pendekatan cross sectional.

E. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak di Kelurahan Tegalsari yang
berumur 2-4 tahun
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus :
n=
keterangan :
n : sampel
: standar deviasi untuk 1,96 dengan taraf kepercayaan 95%
d : derajat ketepatan yang digunakan yaitu sebesar 10 % atau 0,1
p : proporsi populasi antisipasi digunakan 80 % atau 0,8 (dari penelitian
prevalensi karies sebesar 71-87,10%)
q : populasi tanpa atribut, p-1=0,2
Dengan demikian besar sampel :
n=
= 64 orang
Teknik pengambilan sampel dengan metode simple random sampling
Sampel dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi :
a. anak usia 2-4 tahun
b. Sehari-hari tinggal di wilayah Kelurahan Tegalsari.
Kriteria eksklusi :
1. anak yang mengkonsumsi susu, susu bukan sebagai makanan pokok
3. Responden
Responden dalam penelitian ini adalah ibu dari anak yang menjadi sampel

F. Pengumpulan Data
1. Data primer
Data diperoleh melalui wawancara dengan responden
Pemeriksaan gigi anak
2. Data sekunder
Data sekunder sebagai data pendukung diperoleh dari kantor kelurahan
Tegalsari

G. Pengolahan dan Analisis Data


1. Editing
Untuk memeriksa kelengkapan kuesioner dan hasil pemeriksaan gigi
2. Koding
Pengisian kotak dalam daftar pertanyaan untuk pengkodean yang berdasarkan
jawaban yang telah diisikan dalam kuesioner
3. Skoring
Nilai skor akhir diperoleh dari jumlah skor masing-masing pertanyaan dalam
kuesioner
4. Tabulasi dan analisis data
Pengolahan dan analisis data menggunakan program SPSS for Windows
riliase 9.0. Data yang telah diskor kemudian ditabulasikan dan dilakukan
analisis stastistik dengan menggunakan uji Rank Spearman untuk mengetahui
hubungan antara pengetahuan dan praktek ibu dalam pemberian makanan
jajanan dan konsumsi makanan jajanan dan karies gigi dengan langkah-
langkah:
a. Data yang telah ditabulasikan kemudian dilakukan analisis pada SPSS
dengan mengklik icon Analyze
b. Sorot Correlate dan pilih Bivariate
c. Setelah tabel Bivariate Correlation muncul, pilih variabel yang akan
dikorelasikan
d. Pada kotak Correlation Coefficient pilih Spearman
e. Klik Ok, maka tabel korelasi akan muncul.
Nilai korelasi :
rs = 0 berarti tidak ada korelasi
rs 0,5 berarti korelasinya lemah
rs > 0,5 berarti korelasinya cukup kuat
rs =1 berarti korelasinya sempurna
Taraf signifikansi atau kemaknaan dapat diketahui dengan p (value), jika :

p 0,05 berarti korelasinya tidak bermakna


p <>

Anda mungkin juga menyukai