Anda di halaman 1dari 7

Kegagalan restorasi individual

Saat ini bahan restorasi diklasifikasikan dalam beberapa cara meliputi retensi bahan restorasi
(perlekatan kimiawi, makro, mikro serta nano mekanis), sifat kimia atau sifat klinis misal estetik,
kekuatan dan penanganan. Adalah penting bahwa bahan-bahan restorasi diharapkan memiliki sifat
yang dekat dengan sifat histologis gigi sehingga pemahaman mengenai sistim dan potensi penggunaan
bahan tersebut dianggap penting. (Pickard,2010)

Kegagalan pada restorasi gigi disebabkan oleh dua faktor utama yaitu kegagalan pada struktur
gigi dan kegagalan pada bahan restorasi gigi. Struktur gigi memiliki pengaruh yang sangat penting
bagi daya tahan suatu bahan restorasi.

Kegagalan Pada Struktur Gigi

a. Kegagalan mekanis
Kegagalan mekanis dipengaruhi oleh kegagalan pada tepi enamel, kegagalan pada tepi dentin
dan kehilangan mahkota atau adanya fraktur pada cusp gigi,, serta fraktur akar.
Kegagalan tepi enamel
Salahsatu penyebab kegagalan pada tepi enamel dan sangat sulit dihindari bagi para
klinisi adalah teknik preparasi kavitas dalam hal ini pemilihan bur atau penggunaan
rotary instrument dapat menyebabkan micro crack dibawah permukaan dalam enamel
prismata. Micro crack pada enamel perismata tidak dapat dihindari tetapi
kerusakannya dapat dikurangi dengan penekanan yang lembut pada saat
pengoperasian penggunaan air yang banyak dan mata bur yang tajam serta
penggunaan bearing atau bantalan pada rotary instrument untuk mengurangi getaran
pada henpis

Gbr. Micro crack pada enamel perismata berbentuk seperti gambaran tapak kuda, micro crack
disebabkan oleh penggunaan bur yang tidak tajam. (pickard 2010)

Kegagalan tepi enamel dapat disebabkan oleh desain kavitas yang buruk
sehingga dapat menimbulkan fraktur tepi dibawah beban oklusal serta adanya tekanan
penyusutan bahan restoratif adhesif pada enamel perismata menyebabkan Cohesif
marginal Failure pada struktur gigi sehingga memicu risiko kebocoran
mikro.(pickard 2010)

Kerusakan pada permukaan dan sub permukaan gigi memiliki pengaruh pada ikatan
perlekatan dalam bentuk tekanan penyusutan dari bahan restorasi adhesif. (pickard.
2010) Ikatan perlekatan (adhesif) dihasilkan oleh karena adanya interaksi antara dua
lapisan bahan intermediate dengan lapisan yang menghasilkan dua perlekatan
interface, misalnya ikatan yang terjadi pada bahan pit dan fissure sealant ke enamel
gigi yang teretsa juga pada bahan bonding enamel yang berikatan bersama dengan
enamel yang telah teretsa dengan komposit. (Sturdevant 2013)

Gbr,Restorasi resin komposit pada gigi premolar atas dengan retakan pada enamel di cusp palatal.
(pickard 2010)

Kegagalan tepi dentin


Kegagalan pada tepi dentin dipengaruhi oleh adanya ikatan adesif pada dentin yang
bersifat hidrofilik dan menghasilkan ikatan dengan kualitas rendah yang mana akan
terjadi hidrolisis sepanjang waktu dan memicu peningkatan resiko kebocoran mikro.
Ikatan resin ke struktur gigi dihasilkan oleh 4 mekanisme yaitu :
1. Mekanikal penetrasi dari resin tag ke dalam permukaan gigi
2. Diffusi pengendapan bahan pada permukaan gigi yang mana monomer
dapat berikatan secara mekanis dan kimia
3. Adsorbtion Ikatan kimia pada komponen anorganik (hidroksiapatit) atau
organik (kolagen tipe I) pada struktur gigi
4. Kombinasi dari tiga mekanisme diatas

Selain itu kegagalan ikatan resin ke struktur gigi dapat terjadi oleh karena resin gigi
yang berbasis metakrilat menyusut selama polimerisasi sehingga bahan adhesif gigi
harus memberikan ikatan awal yang kuat untuk menahan tekanan penyusutan resin .
Penggunan bahan adhesif pada dentin yang lembab memungkinkan penggabungan
pelarut organik aseton atau etanol di primer atau bahan adhesif, karena pelarut dapat
menggantikan air dari permukaan dentin dan jaringan kolagen lembab dan
merangsang infiltrasi monomer resin diseluruh ruangan dari jaringan kolagen padat.
Cara wet-bonding menunjukan peningkatan kekuatan ikatan karena air
mempertahankan porositas jaringan kolagen yang tersedia untuk monomer
melakukan interdifusi.

Gbr. Permukaan dentin yang dikeringkan dengan udara akan membuat kolagen mengalami colaps
sehingga mencegah resin untuk masuk (sturdevant 2013)

Ketika molekul air hilang, karakteristik elastik dari kolagen juga hilang ini karena
ruang extrafibrilar inhydrated tipe 1 kolagen di isi dengan air sementara kolagen
kering memiliki lebih sedikit ruang extrafibrilar, air yang dihilangkan juga
memungkinkan ikatan hidrogen tambahan untuk molekul kolagen antara yang terikat
pada molekul air meninggalkan ruangan interfibrilar. Air yang dikeringkan pada
ruang interfibrilar akan diganti dengan kristal hydroksiapatit sehingga terjadi
penurunan volume jaringan kolagen. (sturdevant 2013)

Kavitas yang dalam pada bagian proksimal sering menyebabkan terbukanya


tepi dentin serta kontrol kelembapan yang rendah dan teknik bonding yang keliru
juga akan meningkatkan risiko kebocoran mikro. (pickard 2010)

Kehilangan mahkota yang banyak / Fraktur pada cusp gigi


Restorasi yang luas akan melemahkan kekuatan mahkota dari jaringan keras
gigi yang tersisa serta kehilangan tepi enamel akan melemahkan sisa jaringan gigi di
mahkota. Cusp pada gigi cenderung untuk menyerap tekanan obliq dan cenderung
untuk mempengaruhi terjadinya fraktur pada gigi.
Gbr, Cusp mesiobukal molar dua bawah kiri retak oleh karena tekanan pengunyahan yang berlebihan
(pickard 2010)

b. Kegagalan Biologis
Kegagalan biologis dipicu oleh karena adanya rekuren karies, keadaan atau status pulpa dan
ada tidaknya penyakit periodontal.
Rekuren Karies
Karies baru pada gigi yang telah direstorasi biasa disebabkan oleh karena adanya
celah pada restorasi dengan akumulasi plak, hal ini dapat dideteksi secara klinis atau
dengan radiografi. Adanya karies rekuran dapat mempengaruhi tepi struktur gigi dan
keseluruhan restorasi, stain pada bagian tepi bukan indikator adanya karies rekuren.

Gbr, Memperlihatkan adanya rekuren karies dibawah tambalan amalgam dengan retensi plak

Fraktur Akar
Fraktur pada akar gigi dapat terjadi oleh karena beberapa sebab :
Setelah pengisian saluran akar, restorasi gigi yang berat misal, post-core-crown
dibawah tekanan oklusal atau tekanan lateral yang berat.
Gbr, Fraktur pada akar yang terjadi akibat tekanan oklusal / tekanan lateral yang berat (pickard 2010)

Traumatic injury juga menjadi salah satu penyebab fraktur pada akar, fraktur pada
akar memiliki gejala yang bervariasi mulai dari adanya rasa sakit, kegoyangan, serta
rasa tidak nyaman saat menggigit. Penilaian radiografi sangat penting untuk
menentukan daerah yang mengalami fraktur diakar gigi.(pickard 2010)

Gbr, Fraktur pada akar gigi oleh karena traumatic injury (pickard 2010)

Klasifikasi fraktur pada gigi anterior menurut Ellis dan Davey yang didasarkan pada
banyaknya struktur gigi yang terlibat :

Fraktur klas I : fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan


enamel
Fraktur klas II : Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan
jaringan dentin tetapi belum melibatkan pulpa.
Fraktur klas III : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan
menyebabkan terbukanya pulpa
Fraktur klas IV : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital
dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.
Fraktur klas V : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau
avulsi
Fraktur klas VI : Fraktur pada akar dengan atau tanpa kehilangan struktur
mahkota
Fraktur klas VII : Adanya perubahan posisi atau displacement gigi
Fraktur klas VIII : Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi yang
menyebabkan fraktur mahkota yang besar tetapi gigi tetap pada tempatnya
dan akar tidak mengalami perubahan
Fraktur klass IX : Kerusakan pada gigi sulung akibat trauma pada gigi depan.
Status Pulpa
Restorasi yang berat pada gigi bertanggung jawab terhadap terjadinya inflamasi pada
pulpa serta kerusakan iatrogenik atau adanya karies aktif dibawah restorasi dapat
menyebabkan nekrosis pada pulpa.

Gbr, Gambaran radiografi periapikal pada restorasi yang berat, seiring waktu pulpa mengalami non
vital dan dari gambaran radiografi memperlihatkan pulpa yang mengalami nekrosis (pickard 2010)

Penyakit Periodontal
Pemeriksaan jaringan periodontal diperlukan untuk melihat kehilangan perlekatan
gingiva, kedalaman poket, dan tingkat kerusakan jaringan periodontal
Kerusakan pada jaringan periodontal dapat diperburuk dengan adaptasi tepi restorasi
yang kurang baik oleh karena adanya plak dan stagnasi debris serta adanya akhiran
preparasi dan tepi restorasi yang melebar dan masuk ke lebar biologis jaringan
periodontal. (pickard 2010)

Gbr. Periodontal biological width :Digambarkan sebagai jaringan lunak yang melekat pada mahkota gigi
ke puncka tulang alveolar (J.periodontal clin pract 2014)
Periodontal biological width Digambarkan sebagai jaringan lunak yang melekat pada
bagian mahkota gigi ke puncak tulang alveolar.
Maynard dan Wilson (1979) membagi periodonsium kedalam tiga dimensi yaitu :
Dimensi fisiologi superfisial, yaitu daerah free dan attached gingival yang
mengelilingi gigi
Crevicular dimension fisiologis, dimensi gingiva dari margin gingiva ke
junctional epithelium
Subcrevicular fisiologis, dapat disamakan dengan lebar biologis yang
digambarkan terdiri dari junctional epithelium dan connective tissue
attachment.

Ketiga dimensi tersebut diatas berpengaruh terhadap tepi restorasi, Ingber et al


(1979), menganjurkan bahwa tepi restorasi sebaiknya diletakkan 3 mm dari crest
alveolar ke tepi mahkota. (Khuller N, 2014)

Preparasi tepi servikal dapat diletakkan di supragingiva, subgingiva, atau


setinggi puncak gingiva, namun beberapa ahli dibidang prostodonsi dan periodonsi
menganjurkan agar penempatan tepi preparasi di supragingiva karena batas
preparasinya cukup jelas terlihat, lebih mudah dibersihkan dan kontrol serta tidak
mengiritasi gingiva. (Khuller N, 2014)

REFERENSI

Khuller N (Januari - April 2014). Biological Width : A Matter Of Concern, JPMCP

Banerjee A, Watson TF, (2010). Pickards Manual Of Operative Dentistry, 9th ed.
Oxford University Press.

Heyman HO, Swift EJ, Ritter A (2013). Sturdevants Art And Sciene Of Operative
Dentistry, 9th ed. Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai