Anda di halaman 1dari 8

BLOK HARD TISSUE SURGERY

PAPER
PENCEGAHAN KOMPLIKASI PASCA EKSTRAKSI

Disusun Oleh:
Almasyifa Herlingga R A G1B015010
Irma Khairunisa G1B015011
Kharin Anggraeni Putri G1B015012
Ambar Delfi Mardiunti G1B015013

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO

2018
Pencegahan Komplikasi Pasca Ekstraksi

Komplikasi akibat pencabutan gigi dapat terjadi oleh berbagai sebab dan
bervariasi pula dalam akibat yang ditimbulkannya. Komplikasi tersebut
kadang-kadang tidak dapat dihindarkan tanpa memandang operator,
kesempurnaan persiapan dan keterampilan operator. Pada situasi perawatan
tertentu sekalipun persiapan pra operasi telah direncanakan sebaik mungkin
untuk mencegah atau mengatasi kemungkinan timbulnya kesulitan melalui hasil
diagnosis secara cermat dan operator telah melaksanakan prinsip-prinsip bedah
dengan baik selama pencabutan gigi (Pedersen, 2012).

Tugas dokter gigi adalah untuk melakukan setiap tindakan secara tepat,
benar, teliti dan berhati-hati dengan memperhatikan prosedur standart dalam
melakukan tindakan tindakan pencabutan gigi. Sehingga dengan demikian
dapat menghindari timbulnya komplikasi serta mencegah keadaan darurat
medik. Meskipun tidak mungkin mencegah segalanya secara sempurna tetapi
insiden dan efeknya dapat dikurangi semaksimal mungkin. Persiapan
praoperatif yang baik harus direncanakan sejak dimulai dari anamnesa yang
cermat, diagnosis yang tepat, benar dengan mengacu kepada prinsip-prinsip
pembedahan. Disamping itu sebagai alat (sarana penunjang standart medis)
untuk tindakan operasi harus dipersiapkan sebelum tindakan operasi akan
mencegah kemungkinan timbulnya kesulitan selama tindakan sekaligus
mendukung keberhasilan operasi. Komplikasi pasca operasi hanya dapat
didiagnosis segera setelah tindakan dan harus dapat diatasi secepatnya secara
efektif setelah penyebabnya diketahui pasti. Oleh karena itulah maka seorang
dokter gigi harus memiliki kemampuan yang terlatih dalam mengatasi
timbulnya komplikasi pasca operasi. Serta mampu melakukan tindakan yang
efektif, tepat, dan cepat guna mengantisipasi timbulnya keadaan yang mengarah
kepada keadaan gawat darurat medis (Fragiskos, 2007).

Antibiotik dapat diresepkan untuk pasien yang akan mengalami tindakan


ekstraksi gigi untuk mencegah terjadinya komplikasi karena infeksi. Ada
bukti yang menyebutkan bahwa antibiotic profilaksis dapat mengurangi risiko
infeksi, dry socket dan rasa nyeri setelah pencabutan molar ketiga.
Komplikasi yang infeksius di antaranya adalah pembengkakan (swelling), rasa
nyeri, drainase pus, demam dan juga dry socket (di mana socket gigi tidak
dipenuhi oleh darah yang membeku sehingga ada rasa nyeri yang parah dan
bau tidak sedap). Tanda-tanda adanya komplikasi infeksius setelah ekstraksi
adalah adanya abses, rasa nyeri, demam, bengkak dan trismus. Antibiotik
profilaksis biasanya diresepkan pada kasus bedah yang rumit dan pasien
dengan kondisi sistemik yang secara potensial dapat menyebabkan
imunodefisiensi seperti pasien dengan HIV, diabetes maupun kanker. Ada
kisaran antibiotic yang efektif untuk merawat infeksi dental, seperti penicillin,
amoxicillin, erythromycin, clindamycin, doxycycline andmetronidazole yang
biasanya diminum secara oral antara satu hingga empat kali sehari (Lodi dkk,
2013). Berikut merupakan beberapa pencegahan yang dapat dilakukan oleh
seorang dokter gigi dalam menghadapi komplikasi yang akan terjadi pasca
proses ekstraksi gigi geligi:
1. Kerusakan pada gusi.

Dapat dihindari dengan pemilihan tang secara cermat serta teknik


pencabutan gigi yang baik. Bila gusi menempel pada gigi yang akan dicabut
dari soketnya, gusi harus dipisahkan secara hati-hati dari gigi dengan
menggunakan raspatorium (dengan gunting/scalpel) sebelum gigi dikeluarkan
(Fragiskos, 2007).

2. Rasa sakit pada jaringan keras.

Rasa sakit dapat diakibatkan trauma jaringan keras karena terkena


instrument atau bor yang terlalu panas selama pembuangan tulang. Dengan
pencegahan secara teknis melalui irigasi dan menghaluskan tepi tulang tajam
dengan bone file serta membersihkan soket tulang setelah pencabutan dapat
menghilangkan kemungkinan penyebab rasa sakit pasca pencabutan gigi
(Fragiskos, 2007).
3. Dislokasi dari sendi temporo mandibula.

Dapat terjadi pada pasien dengan riwayat dislokasi rekuren tidak boleh
dikesampingkan. Komplikasi ini pada pencabutan dapat dicegah bila
pembukaan rahang bawah tidak sampai maksimal dan bila rahang bawah
dipegang (fiksasi) dengan baik oleh operator selama pencabutan. Dislokasi
dapat pula disebabkan oleh penggunaan mouth gags yang ceroboh. Jika terjadi
dislokasi maka mouth gags harus dikurangi regangannya (Fragiskos, 2007).

4. Kerusakan saraf alveolaris inferior.

Kerusakan dapat dicegah atau dikurangi hanya dengan diagnosis pra


operasi dan pembedahan secara cermat (Fragiskos, 2007).

5. Fraktur gigi yang berdekatan atau gigi antagonis.

Fraktur seperti ini dapat dihindarkan dengan cara pemeriksaan pra


operasi secara cermat apakah gigi yang berdekatan dengan gigi yang akan
dicabut mengalami karies, restorasi besar, atau terletak pada arah pencabutan.
Bila gigi yang akan dicabut merupakan gigi penyokong jembatan maka
jembatan harus dipotong dulu dengan carborundum disk atau carborundum
disk intan sebelum pencabutan. Bila gigi sebelahnya terkena karies besar dan
tambalannya goyang atau overhang maka harus diambil dulu dan ditambal
dengan tambalan sementara sebelum pencabutan dilakukan. Tidak boleh
diaplikasikan tekanan pada gigi yang berdekatan selama pencabutan dan gigi
lain tidak boleh digunakan sebagai fulkrum untuk elevator kecuali bila gigi
tersebut juga akan dicabut pada kunjungan yang sama (Pedersen, 2012).

6. Dislokasi dari gigi yang berdekatan.

Dislokasi dari gigi yang berdekatan selama pencabutan ini dapat


dihindari dengan menggunakan elevator yang tepat dan sebagian besar tekanan
dititik beratkan pada septum interdental. Selama penggunaan elevator, jari
harus diletakkan pada gigi yang berdekatan dengan gigi yang akan dicabut
untuk mendeteksi adanya kegoyangan pada gigi yang berdekatan dengan gigi
yang akan dicabut (Pedersen, 2012).

7. Masuknya akar gigi ke dalam jaringan lunak.

Berpindahnya akar gigi masuk kedalam jaringan lunak merupakan


komplikasi yang biasanya terjadi karena akar gigi tidak dipegang secara efektif
pada keadaan lapang pandang yang terbatas. Komplikasi ini dapat dihindari
bila operator mencoba untuk memegang akar dengan pandangan langsung
(Pedersen, 2012).

8. Cedera jaringan lunak (Lecet dan Luka Bakar)


Cedera umum yang paling umum terjadi adalah lecet dan luka bakar.
Lecet sering diakibatkan oleh retraksi berlebihan dari flap yang kurang besar.
Komplikasi cedera umum lecet dapat dihindari dengan membuat flap yang
lebih besar dan menggunakan retraksi yang ringan saja. Cidera umum lecet
juga dapat dihindari dengan sikap kehati-hatian atau lebih cermat lagi untuk
ahli bedah dan asistensinya pada saat operasi. Luka bakar biasanya terjadi
akibat tertekannya bibir yang dalam kedaan anestesi oleh pegangan henpis
lurus. Luka bakar labial biasanya dapat diatasi dengan aplikasi salep antibiotik
atau steroid yaitu bacitracin atau bethamethasone. Cedera umum luka bakar
dapat dihindari dengan melakukan kerja sama yang baik antra pasien dan
operator saat operasi (pederson, 1996).
9. Dry socket
Dry socket (alveolar osteitis) adalah gangguan dalam penyembuhan
luka berupa inflamasi yang meliputi salah satu atau seluruh bagian dari
lapisan tulang padat pada soket gigi (lamina dura). Patogenesis yang tepat dari
dry socket belum diketahui secara pasti. Banyak faktor yang memiliki
konstribusi dengan terjadinya dry socket, seperti tingkat pengalaman operator,
infeksi perioperatif, jenis kelamin, trauma pasca pencabutan, daerah
pencabutan gigi, penggunaan kontrasepsi oral, merokok, serta penggunaan
anastesi lokal dengan vasokonstriktor.

Alveolar osteitis atau dry socket merupakan komplikasi ekstraksi gigi,


biasanya di mandibular posterior yang dicirikan dengan rasa nyeri yang amat
sangat dan susah disembuhkan dengan analgesik. Dry socket merupakan hasil
dari inflamasi bakteria dari socket yang menyebabkan disintegrasi pembekuan
darah yang harusnya terbentuk di dalam socket setelah ekstraksi. Bakteri
seperti Actinomyces viscosus, Streptococcus mutans dan Treponema
denticola berperan penting pada kejadian dry socket. Aktifitas fibrinolysis
yang seperti plasmin berhubungan dengan Treponema denticola, yang
menjelaskan mengapa bisa tidak terjadi pembekuan darah.
Pencegahan terjadinya dry socket yaitu dapat dilakukan yaitu kuretase
hati-hati untuk mengurangi terjadinya infeksi pada soket, irigasi dengan bersih
dan instruksi pencabutan harus dilakukan dengan baik (Ananda, Khatimah
dan Sukmana 2016). Penambahan Doxycycline pada cairan lokal anestesi
dapat mencegah terjadinya dry socket. Pasien dalam beberapa penelitian
melaporkan bahwa penggunaan doxycycline- gelfoam sebelum ekstraksi
menyebabkan tidak adanya rasa nyeri 7 hari setelah ekstraksi, tidak ada tanda
inflamasi, serta menutupnya area esktraksi dengan baik. Doxycycline
memiliki efek antimicrobial terhadap pertumbuhan bakteri Antinomies
viscous, Streptococcus mutans and Treponema denticola, sehingga dapat
mencegah terjadinya dry socket (Fernandes, 2015).
Studi lebih lanjut menyebutkan bahwa insidensi dry socket setelah
pencabutan M3 dapat dikurangi, yaitu melalui debridement yang dilakukan
secara menyeluruh dan irigasi pada tempat ekstraksi dengan banayak cairan
saline. Insidensi dry socket dapat juga dikurangi lebih lanjut dengan
pencucian preoperatf dan posoperatif mennggunakan obat kumur
antimicrobial seperti chlorhexidine gluconate 2%. Pemakaian antibiotic secara
topical yang dioleskan langsung setelah proses ekstraksi selesai juga dapat
mengurangi terjadinya dry socket. Antibiotik seperti clindamycin atau
tetracycline dapat digunakan untuk mengurangi insidensi dry socket pada M3
mandibula (Testa dan Florman, 2008).
10. Fraktur
Fraktur bisa mengenai akar gigi, gigi tetangga, restorasi processus
alveolaris dan terkadang mandibula. Cara untuk mencegah terjadinya fraktur
yaitu dengan tekanan pada saat ekstraksi lebih terkontrol dan melakukan
pemeriksaan radiografi sebelum pembedahan (Pederson, 1996).

11. Pencegahan komplikasi penyembuhan luka yang tertunda

Tertundanya penyembuhan luka biasa dikarenakan oleh infeksi. Tanda


dan gejala yang berhubungan dengan infeksi adalah demam, bengkak serta
eritema. Penyembuhan luka tertunda harus dihindari dengan mengikuti
teknik-teknik bedah yang baik. Meninggalkan flap jaringan lunak yang tidak
dijahit dengan baik biasanya menyebabkan merosotnya jaringan dan
pemisahan sepanjang garis insisi. Mensuturing luka di bawah ketegangan
dapat menyebabkan iskemi dari flap margin dan dapat menyababkan nekrosis
jaringan. Faktor lain yang dapat menunda penyembuhan luka adalah
perdarahan terus menerus karena kelaianan pembekuan darah, pembentukan
fistula oro-antral, adanya tumor maligna, terapi radiasi, imunosupresi,
defisiensi makanan, dan kelaianan system imun (Testa dan Florman, 2008).
Daftar Pustaka

Ananda, R., S., Khatimah, H., Sukmana , B., I., 2016, Perbedaan Angka Kejadian
Dry Socket Pada Pengguna Kontrasepsi Hormonal dan yang Tidak
Menggunakan ontrasepsi Hormonal, Dentino Jurnal Kedokteran Gigi, 1(1):21-
26.

Fernandes, G., dkk., 2015, Prevention Of Dry Socket Using Doxycycline/Local


Anaesthetic In A Gelfoam Scaffold, School of Dental Medicine, University at
Buffalo.

Fragiskos, F., D., 2007, Oral Surgery, Springer, Greek.

Lodi , G., 2013, Antibiotics to prevent complications following tooth extractions, The
Cochrane Collaboration, JohnWiley & Sons, Ltd.
Pederson, G., W., 1996, Buku Ajar raktis Bedah Mulut, EGC, Jakarta.

Pedersen, G.W., 2012, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, EGC, Jakarta.

Testa, D., Florman, M., 2008, Complications of Extractions, American Dental


Association, Pennwell.

Anda mungkin juga menyukai