Anda di halaman 1dari 58

Bed Side Teaching

KONSELING PRAKONSEPSI DAN PERAWATAN ANTENATAL

Oleh:

Miranda Mardhatillah Ridwan

1940312073

Preseptor:

Dr. dr. Vaulinne Baasyir, SpOG(K)

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Konseling
Prakonsepsi dan Perawatan Antenatal” ini. Makalah ini merupakan salah satu syarat
dalam mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas RSUP Dr. M. Djamil padang.
Keberhasilan dalam penyusunan makalah ini telah dibantu oleh banyak pihak.
Dalam usaha penyelesaian makalah ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr.
dr. Vaulinne Baasyir, SpOG(K) selaku preseptor yang telah bersedia meluangkan
waktu, pikiran, dan tenaga untuk memberikan bimbingan, saran, dan arahan kepada
penulis dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menerima semua
saran dan kritikan yang membangun guna penyempurnaan makalah ini. Akhir kata,
semoga makalah ini dapat bermanfaaat bagi, akademisi, dunia pendidikan, instansi
terkait, dan masyarakat luas.

Padang, 16 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………………...ii
Daftar Isi……………………………………………………………………………...iii
Daftar Gambar………………………………………………………………………..iv
Daftar Tabel…………………………………………………………………………...v
Bab 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………1
1.2 Batasan Masalah………………………………………………………………..3
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………………….3
1.4 Metode Penulisan………………………………………………………………3
Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konseling Prakonsepsi…………………………………………………………4
2.2 Asuhan Antenatal……………………………………………………………..28
2.3 Pemeriksaan Obstetri………………………………………………………….49
Bab 3 Penutup………………………………………………………………………..50
Daftar Pustaka………………………………………………………………………..51

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pengukuran Tinggi Fundus Uteri………………………………………..49

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Intervensi dalam Kunjungan Konseling Prakonspesi……………………...10


Tabel 2.1 Rekomendasi American Diabetes Association untuk Konseling Prakonsepsi
Wanita dengan Diabetes…………………………………………………..19
Tabel 2.3 Topik-topik dan Rekomendasi Konseling Prakonsepsi……………………23
Tabel 2.4 Rangkuman Tatalaksana Asuhan Antenatal Pertrimester………………….30
Tabel 2.5 Jadwal Pemberian Imnisasi TT……………………………………………34
Tabel 2.6 Materi KIE Elektif dalam Pelayanan Terpadu…………………………….38
Tabel 2.7 Pedoman Pelayanan Permasalahan Antenatal Terpadu……………………41
Tabel 2.8 Identifikasi Komplikasi ANC……………………………………………...42
Tabel 2.9 Rujukan pada ANC………………………………………………………..46

v
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap keluarga di semua komunitas mengharapkan memiliki bayi yang sehat.


Mengidentifikasi faktor risiko dan melakukan tindakan yang tepat akan hal tersebut
dapat meningkatkan jumlah bayi sehat. Kesehatan yang baik adalah salah satu faktor
yang paling penting dalam kehamilan. Selama periode reproduktif, wanita seharusnya
mendapatkan konseling tentang perawatan kesehatan dan perilaku untuk
mengoptimalkan hasil kehamilan. Perawatan prakonsepsi yang dimulai sebelum
kehamilan dapat menjadi strategi efektif untuk mengurangi gangguan bawaan dan
meningkatkan kesehatan wanita usia subur. Pada wanita yang menerima perawatan
prakonsepsi lebih cenderung mengadopsi perilaku sehat, sehingga memiliki hasil
kehamilan yang baik. Konseling prakonsepsi adalah komponen penting dari
perawatan prakonsepsi.1
Konseling prakonsepsi memainkan peran utama dalam mempersiapkan
kehamilan yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan memodifikasi risiko yang
berhubungan dengan kesehatan dan hasil kehamilan ibu, serta sebelum kehamilan.
Keadaan yang kurang mendukung kondisi-kondisi prakonsepsi akan berdampak
kurang baik pula terhadap pembentukan terjadinya proses konsepsi.1
Konseling prakonsepsi atau prakehamilan adalah konseling yang dilakukan
terhadap pasangan usia subur sebelum terjadinya kehamilan. Konseling ini termasuk
satu tindakan preventif dalam ilmu kedokteran obstetri. Banyak faktor yang mungkin
mempengaruhi prognosis bayi dapat diketahui sebelum kehamilan, selain wanita yang
bersangkutan dinasehati mengenai risiko yang ada, dan ditawarkan intervensi yang
mungkin memperbaiki prognosis kehamilan. Menurut penelitian sebelumnya, wanita
yang telah menerima konseling dan perawatan prakonsepsi memiliki usia kehamilan
lebih matur dan berada dalam kondisi yang lebih baik dalam hal skor APGAR,
kelahiran prematur dan berat lahir.1
Oleh karena itu, konseling prakonsepsi ini sangat bermanfaat untuk

1
memberikan informasi dan nasehat kepada pasangan usia subur untuk menyiapkan
lingkungan yang optimal bagi perkembangan konseptus, memperhatikan faktor–
faktor yang berpotensi mempengaruhi hasil akhir kehamilan, wanita yang
bersangkutan diberi nasihat tentang resiko yang ada pada dirinya dan diberikan suatu
strategi untuk mengurangi atau mengeliminasi pengaruh patologis yang diketahui
berdasarkan riwayat keluarga, medis atau obstetri. Konseling prakonsepsi yang
diberikan sebelum kehamilan dan asuhan antenatal selama kehamilan sangat penting
untuk menjaga kesehatan dan memastikan kesuksesan kehamilan.1
Setelah terjadinya kehamilan, maka mendukung kesehatan ibu hamil penting
untuk meningkatkan status kesehatan mereka. Salah satu cara meningkatkan derajat
kesehatan ibu hamil adalah memperkuat Antenatal Care (ANC). Antenatal Care
(ANC) merupakan pelayanan pemeriksaan kesehatan rutin ibu hamil untuk
mendiagnosis komplikasi obstetri serta untuk memberikan informasi tentang gaya
hidup, kehamilan dan persalinan. Hal ini membawa ibu hamil lebih dekat ke tenaga
kesehatan dan meningkatkan peluangnya untuk bertahan hidup.2
Pelayanan ANC bertujuan untuk memenuhi hak setiap ibu hamil dalam
mendapatkan pelayanan yang berkualitas sehingga mampu menjalani kehamilan
yang sehat, bersalin dengan selamat dan melahirkan bayi yang sehat. Pelayanan
ANC memiliki manfaat agar ibu mendapatkan pelayanan terkait dengan upaya
memastikan tidak adanya hal-hal yang dapat menyulitkan selama kehamilan dan
persalinan.2
Kunjungan ANC yang dianjurkan adalah minimal 4 kali selama masa
kehamilan, yaitu satu kali selama trimester I (0-12 minggu), satu kali selama
trimester II (12-24 minggu) dan dua kali selama trimester III (usia kehamilan 24-
36 minggu. Standar waktu pelayanan tersebut dianjurkan untuk menjamin
perlindungan terhadap ibu hamil dan atau janin berupa deteksi dini faktor risiko,
pencegahan, dan penanganan dini komplikasi kehamilan.4
Berdasarkan Buku Pedoman Pelayanan Antenatal, Persalinan, Nifas, dan
Bayi Baru Lahir di Era Adaptasi Kebiasaan Baru, pelayanan ANC pada kehamilan
normal minimal dilakukan 6 kali dengan rincian 2 kali di Trimester I, 1 kali di

2
Trimester II, dan 3 kali di Trimester III. Minimal 2 kali diperiksa oleh dokter saat
kunjungan 1 di Trimester I dan saat kunjungan ke 5 di Trimester III.2
ANC terbukti dapat meningkatkan kualitas kesehatan ibu hamil. Ibu dengan
riwayat ANC yang teratur dan berkualitas akan menciptakan pondasi yang kuat
terhadap kesehatan ibu dan anak. Oleh karena itu, pelayanan ANC harus dilakukan
secara rutin, sesuai dengan standar yang ditetapkan dan terpadu untuk pelayanan
yang berkualitas agar kehamilan sehat.2

1.2 Batasan Masalah


Batasan masalah pada makalah ini adalah membahas konseling prakonsepsi dan
perawatan antenatal

1.3 Tujuan penulisan


Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
mengenai konseling prakonsepsi dan perawatan antenatal dan sebagai syarat dalam
mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Obstetri dan Ginekologi

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan dalam makalah ini berdasarkan dari hasil tinjauan
kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konseling Prakonsepsi


2.1.1 Definisi
Persiapan prakehamilan (perawatan prakonsepsi) adalah istilah luas yang
mengacu pada serangkaian layanan, terutama didasarkan pada upaya preventif,
melalui proses identifikasi berbagai risiko, seperti risiko sosial, perilaku, lingkungan,
dan biomedis terhadap kesuburan dan hasil kehamilan seorang wanita, meningkatkan
kesehatan pria dan wanita sebelum konsepsi, termasuk praktek-praktek kesehatan
yang berkaitan dengan mempersiapkan kehamilan yang bertujuan untuk mengurangi
resiko yang ada melalui pendidikan, penyediaan konseling, melakukan diagnostik dan
intervensi yang tepat sebelum kehamilan.3
Dengan demikian, konseling dan perawatan prakonsepsi penting untuk
memberikan kehamilan yang aman serta menjaga kesehatan ibu dan janin. Konseling
dilakukan terhadap pasangan usia subur sebelum terjadinya kehamilan. Konseling ini
termasuk salah satu tindakan preventif dalam ilmu kedokteran obstetri. Pada tahun
2006, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mendefinisikan konseling
prakonsepsi sebagai serangkaian intervensi yang ditujukan untuk menemukan dan
memodifikasi risiko biomedis, perilaku, dan sosial pada hasil akhir kehamilan atau
kesehatan wanita melalui pencegahan dan penatalaksanaan.

2.1.2 Tujuan
Tujuan utama konseling dan perawatan prakonsepsi yaitu untuk meningkatkan
kondisi kesehatan ibu, menilai faktor risiko, menerapkan langkah-langkah medis yang
tepat, dan memberikan dukungan mental pada ibu sebelum kehamilan.3
Konseling prakonsepsi memiliki peranan yang penting karena berfungsi bagi
wanita sebagai intervensi dini, seperti mereka yang menderita diabetes melitus atau
hipertensi dan dapat membantu mengurangi insiden cacat janin. Organogenesis
dimulai 17 hari setelah fertilisasi, maka sebaiknya diperhatikan lingkungan yang baik

4
untuk perkembangan hasil konsepsi. Hasil akhir maternal dan perinatal juga
bergantung pada interaksi antara faktor ibu, janin dan lingkungannya, serta sulit untuk
menerangkan hasil akhir kehamilan hanya berdasarkan satu intervensi spesifik.
Tujuan dari konseling prakonsepsi adalah sebagai berikut:

1. Meminimalkan kehamilan yang tidak direncanakan.


2. Memaksimalkan penyakit-penyakit kronik untuk kehamilan (DM,
epilepsi, hipotiroid, gangguan kardiovaskular).
3. Menganjurkan perilaku sehat selama kehamilan.
4. Konseling mengenai suplemen nutrisi, diet yang adekuat dan olahraga
cukup.
5. Menawarkan vaksinasi yang tepat sebelum kehamilan (rubella, difteri,
hepatitis B)
6. Skrining terhadap kelainan genetik atau kromosomal.
7. Meningkatkan kesiapan pasien untuk kehamilan dan menjadi orang tua.

2.1.3 Konselor dan Klien Prakonsepsi

Praktisi yang memberi layanan perawatan kesehatan rutin memiliki kesempatan


terbaik untuk melakukan konseling pencegahan. Dokter ginekologi, penyakit dalam,
umum, dan anak dapat melakukannya sewaktu melakukan pemeriksaan berkala. Hasil
pemeriksaan kehamilan yang negatif merupakan saat yang tepat untuk konseling.1
Dalam mempromosikan kesehatan prakonsepsi sebagai perawatan kesehatan, dokter
keluarga dapat melakukan dua hal diantaranya;
(1) Menanyakan kepada setiap wanita usia reproduksi apakah berniat untuk hamil
di tahun berikutnya. Menanyakan setiap wanita tentang niat reproduksinya dan
mempromosikan gagasan bahwa kehamilan harus direncanakan, dan dengan
menyediakan kontrasepsi untuk wanita yang tidak bermaksud untuk hamil, serta
mempromosikan inisiasi strategi dengan konseling prakonsepsi bagi wanita itu,
jika dan ketika mereka memiliki keinginan untuk hamil;
(2) Menginformasikan kepada wanita-wanita tersebut bahwa kondisi kesehatan ibu

5
dan obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi hasil kehamilan dan kehamilan
tersebut dapat mempengaruhi kesehatan wanita secara umum.1,2 Dalam
konseling prakonsepsi, konselor perlu mengetahui tentang penyakit medis,
riwayat pembedahan, penyakit reproduksi, atau penyakit genetik, dan harus
mampu menginterpretasi data dan rekomendasi yang diberikan oleh spesialis
lain.

Semua wanita pada usia reproduksi dan memiliki potensi untuk hamil yang
datang ke layanan primer adalah kandidat yang dipertimbangkan untuk konseling
prakonsepsi. Dalam konseling dapat diberikan nasihat dasar mengenai diet,
pemakaian alkohol dan obat terlarang, merokok, asupan vitamin, olahraga, dan
perilaku perilaku lain. Catatan medis yang relevan perlu diteliti. Apabila praktisi
kurang nyaman dalam memberikan konseling prakonsepsi maka wanita atau pasangan
yang bersangkutan dapat dirujuk ke konselor yang sesuai.

6
2.1.4 Hal yang Harus Diperhatikan pada Kunjungan Konseling Prakonsepsi

2.1.4.1 Supplementasi Asam Folat


Suplementasi asam folat 400 mcg/hari yang yang dimulai sebelum kehamilan
dan diteruskan hingga 6-12 minggu pascakonsepsi dapat menurunkan kejadian
defek tabung saraf hingga 75%. Satu studi menunjukkan bahwa wanita yang
menerima konseling prakonsepsi dari dokter keluarganya lima kali lebih mungkin
mengkonsumsi asam folat sebelum konsepsi. Wanita yang mengkonsumsi
antagonis asam folat atau memiliki fetus dengan DTS (defek tabung saraf) atau
neural tube defect atau kelainan bawaan lainnya dihubungkan dengan defisiensi
asam folat (contoh: labiognatoschizis, penyakit katup jantung, anomali traktus
urinarius, hidrosefalus) harus mengkonsumsi 4-5 mg asam folat per hari mulai 3
bulan sebelum kehamilan dan diteruskan hingga 12 minggu pascakonsepsi. Wanita
dengan penyakit penyerta (epilepsi, IDDM, obesitas dan riwayat keluarga dengan
DTS) juga harus mengkonsumsi dosis tinggi asam folat.2

2.1.4.2 Wanita dengan Berat Badan Kurang

Wanita dengan berat badan kurang (IMT <18,5 kg/m2) dihubungkan dengan
kejadian kelahiran prematur dan bayi berat lahir rendah. Berat badan kurang juga
dikaitkan dengan defisiensi gizi, osteoporosis, amenore, infertilitas, dan aritmia.
Bayi dengan ibu yang memiliki berat badan kurang juga memiliki risiko tinggi
menderita gastroschisis. Wanita dengan IMT kurang harus ditangani sebagai
gangguan makan dan diberikan konseling bahwa berat badan kurang dapat
mempengaruhi kesehatan dan kehamilannya.

2.1.4.3 Kondisi Lain dimana Kehamilan Menjadi Risiko Tinggi


Ada beberapa kondisi medis dimana kehamilan merupakan kontraindikasi.
Ada keengganan umum untuk menginstruksikan perempuan untuk tidak hamil
karena akhirnya itu sebenarnya keputusan mereka. Wanita dengan hipertensi
pulmonal yang memiliki risiko hingga 50% kematian, wajar untuk memberikan
saran eksplisit terhadap konsepsi dan nasihat tentang kontrasepsi yang sesuai.
Beberapa kondisi jantung lainnya dapat diberi saran serupa dan kontrasepsi untuk

7
kelompok berisiko tinggi ini mungkin memerlukan saran para ahli. Gangguan
pernapasan tingkat lanjut dapat berarti bahwa kehamilan merupakan
kontraindikasi. Biasanya akan menjadi jelas bahwa kondisi medis parah akan
terdapat pada pasien dengan kondisi latar belakang medis mereka dengan penyakit
seperti kistik fibrosis atau toleransi latihan mereka terbatas. Saran dari para ahli
harus selalu diminta sebelum menginformasikan pasien bahwa kehamilan
merupakan kontraindikasi.
Pada wanita dengan kanker tertentu seperti kanker payudara, fokus akan
lebih ditujukan untuk memastikan interval bebas penyakit sebelum konsepsi. Pada
wanita dengan kelainan ginjal yang mengancam nyawa, mungkin kehamilan yang
lebih baik yaitu berusaha hamil lebih cepat daripada menundanya. Bahwa konsepsi
sebaiknya terjadi pada gagal ginjal ringan sampai sedang daripada gagal ginjal
berat dengan ibu makin berusia lanjut. Skenario klinis seperti ini adalah peluang
bagus untuk meninjau kebutuhan konseling prakonsepsi dan untuk memastikan
bahwa metode tatalaksana yang digunakan sesuai dengan kondisi medis yang
terlibat.4
2.1.4.4 Mengetahui Obat-obatan Teratogen
Kebanyakan obat aman untuk digunakan dalam kehamilan. Ketika
memberikan konseling prakonsepsi, obat-obat harus ditinjau untuk memastikan
bahwa tidak ada risiko dari efek teratogenik. Perlu dipertimbangkan dan diberikan
saran yang bersifat retrospektif dimana penggunaannya dapat memberikan efek
negatif dan obat mana yang perlu diberikan secara hati-hati serta kapan pemberian
obat yang paling aman. Teratogenesis adalah defek anatomi pertumbuhan pada janin
yang dapat meliputi:
- Defek struktur mayor atau minor organ janin
- Pertumbuhan janin terhambat
- Kematian janin
- Kegagalan implantasi dan pertumbuhan embrio
- Pengaruh neonatal

8
2.1.4.5 Komplikasi Obstetrik
Penyulit obstetrik juga dapat menjadi saran untuk menghindari kehamilan.
Riwayat perdarahan pasca persalinan berulang atau beberapa bekas luka uterus
dengan risiko plasenta akreta. Wanita dengan riwayat onset awal atau preeklampsia
berat atau kelahiran prematur dapat diberi peringatan pada konseling prakonsepsi.
Wanita mungkin datang untuk konseling mengingat riwayat persalinan traumatis
sebelumnya.4
Kunjungan tersebut biasanya sangat berharga dalam membantu wanita
mengetahui penyebab penyulit pada kehamilan sebelumnya, menawarkan
penjelasan untuk rencana pengelolaan bila terdapat penyulit yang sama seperti
sebelumnya dan membuat rencana yang jelas untuk kehamilan berikutnya. Ini tidak
biasa bagi wanita untuk memilih tidak hamil akibat riwayat persalinan traumatis
sebelumnya, karena mereka merasa bahwa mereka tentu akan terkena stres yang
sama dengan kehamilan berikutnya. Sejauh mana situasi seperti ini timbul belum
cukup banyak diteliti. Kunjungan untuk konseling dalam keadaan seperti itu bisa
menjadi sangat bermanfaat.4
2.1.4.6 Masa Nifas
Kebutuhan untuk transisi ke masa kehamilan telah ditekankan selama
konseling prakonsepsi. Maka juga jelas bahwa kelancaran transisi yang sama harus
terjadi setelah melahirkan. Nifas adalah waktu dengan risiko yang sangat tinggi
untuk pasien kelainan jantung dan juga waktu ketika banyak kehilangan fungsi
ginjal dapat terjadi pada wanita dengan penyakit ginjal. Gangguan perdarahan
dapat menyebabkan morbiditas utama dalam masa nifas dan kontrol optimal dari
insulin dapat membantu ibu diabetes untuk menyusui. Penanganan yang cepat dari
adanya masalah imunologi dapat mencegah masalah-masalah besar lainnya di
masa nifas. Hal ini sangat penting ditekankan bahwa komunikasi yang baik antara
spesialis dan tim obstetrik terjadi setelah melahirkan dan saran dari senior ahli yang
terus diberikan untuk pasien tersebut. Rencana untuk transisi ini harus diletakkan
pada saat konseling di awal kehamilan.
Secara umum, CDC mempublikasikan 14 hal yang diutamakan pada

9
konseling dan intervensi prakonsepsi, yaitu sebagai berikut.5

Tabel 2.1 Intervensi dalam Kunjungan Konseling Prakonsepsi8

2.1.5 Identifikasi Faktor Risiko


2.1.5.1 Riwayat Penyakit Sebelumnya
A. Diabetes Melitus
Banyak komplikasi yang dapat dihindari jika kontrol glukosa

10
dioptimalkan sebelum konsepsi. Aspek penting lain dari konseling berkaitan
dengan seringnya penggunaan penghambat enzim pengubah angiotensin
teratogenik pada ibu hamil.

American College of Obstetricians and Gynecologists telah


menyimpulkan bahwa konseling prakonsepsi untuk wanita dengan diabetes
pragestasional bermanfaat dan dapat menghemat biaya dan harus didorong.
American Diabetes Association telah mengumumkan rekomendasi konsensus
untuk perawatan prakonsepsi bagi wanita diabetes.
B. Epilepsi
Ibu yang memiliki Riwayat epilepsi/kejang sebelumnya memilki
peningkatan risiko untuk memilki neonatus dengan anomali structural.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa epilepsi meningkatkan risiko untuk
terjadinya malformasi kongenital yang tidak tergantung pada efek pengobatan
antikonvulsan.
C. Imunisasi
Konseling prakonsepsi mencakup penilaian terhadap imunitas. Imunisasi-
imunisasi lain mungkin diindikasikan bergantung pada status kesehatan,
rencana bepergian, dan waktu dalam tahun. Vaksin terdiri dari toksoid-
misalnya, tetanus; bakteri atau virus yang sudah mati misalnya influenza,
pneumokokus, hepatitis B, meningokokus, dan rabies; atau virus hidup yang
telah dilemahkan-termasuk varisella-zoster, campak, gongongan, polio, rubella,
cacar air, dan demam kuning. Imunisasi selama kehamilan dengan toksoid atau
bakteri atau virus mati belum pernah dilaporkan berkaitan dengan efek buruk
pada janin. Sebaliknya, vaksin virus hidup tidak dianjurkan selama kehamilan
dan idealnya diberikan paling tidak 1 bulan sebelum upaya mengandung.

2.1.5.2 Penyakit Genetik


A. Riwayat Keluarga
Metode paling menyeluruh untuk memperoleh riwayat keluarga adalah

11
membuat silsilah (pedigree) dengan menggunakan simbol-simbol. Status
kesehatan dan reproduksi masing-masing anggota keluarga perlu dikaji secara
individual untuk penyakit medis, retardasi mental, cacat lahir, infertilitas dan
kematian janin. Ras, etnis atau latar belakang agama tertentu mungkin
menunjukkan peningkatan risiko untuk penyakit resesif tertentu.
B. Defek Tuba Neural
Insiden defek tuba saraf (NTD) adalah 0,9 per 1000 kelahiran hidup, dan
merupakan yang kedua setelah anomali jantung sebagai malformasi struktural
janin yang paling sering. Beberapa NTD, serta kelainan jantung bawaan,
dikaitkan dengan mutasi spesifik. Salah satu contohnya adalah substitusi 677C
-> T dalam gen yang mengkode reduksi metilen tetrahidrofolat. Untuk cacat gen
ini, uji coba yang dilakukan oleh Kelompok Penelitian Studi Vitamin Dewan
Riset Medis (1991) menunjukkan bahwa terapi asam folat prakonsepsi
signifikan secara signifikan mengurangi risiko NTD berulang hingga 72 persen.
Czeizel dan Dudas (1992) menunjukkan bahwa suplementasi mengurangi risiko
apriori kejadian NTD pertama. Oleh karena itu, saat ini disarankan agar semua
wanita yang mungkin hamil mengonsumsi 400- 800 ug asam folat setiap hari
sebelum pembuahan dan selama trimester pertama.

2.1.5.3 Riwayat Reproduksi

Riwayat reproduksi mencakup upaya konsepsi sebelumnya, ada tidaknya


infertilitas dan hasil akhir kehamilan yang tidak normal, termasuk keguguran
kehamilan ektopik, atau kematian janin berulang; dan penyulit obstetris misalnya
preeclampsia, abrupsio plasenta dan persalinan preterm. Riwayat reproduksi anggota
keluarga dekat juga mungkin bermanfaat. Sebagai contoh, pada kematian janin
berulang, adanya anggota keluarga lain dengan riwayat sama meningkatkan risiko
adanya translokasi tata-ulang (rearrangements) kromosom lainnya yang bersifat
familial. Riwayat yang mengisyaratkan inkompetensi serviks atau anomali uterus
sebaiknya segera dievaluasi.

12
2.1.5.4 Usia Orangtua/Parental Age
Saat ini, sekitar 10% kehamilan terjadi pada wanita berusia lebih dari 35 tahun.
Wanita berusia lebih tua lebih sering meminta konseling prakonsepsi, baik karena
ingin menunda kehamilan dan sekarang ingin mengoptimalkan kehamilannya,
maupun karena berencana menjalani terapi infertilitas. Wanita ini mungkin
mengalami peningkatan risiko penyulit obstetrik serta morbiditas dan mortalitas
perinatal jika mereka menderita penyakit kronis atau kondisi fisiknya buruk. Akan
tetapi, untuk wanita yang beratnya normal dan secara fisik bugar tanpa masalah medis,
risiko tampaknya tidak meningkat secara nyata. Angka kematian ibu hamil lebih
tinggi pada wanita berusia 35 tahun atau lebih. Dibandingkan dengan wanita dalam
usia 20-an, wanita berusia 35- 39 tahun 2,5 kali lebih sering dan wanita berusia 40
tahun atau lebih 5,3 kali lebih sering mengalami mortalitas terkait- kehamilan.
Meskipun terdapat peningkatan insiden penyakit genetik pada anak akibat
mutase dominan autosom baru pada pria berusia lebi tua, namun insidennya masih
tetap rendah. Karena itu, masih diperdebatkan apakah pemeriksaan sonografik terarah
perlu dilakukan semata-mata atas indikasi usia ibu atau ayah yang lanjut.

2.1.5.5 Riwayat Sosial


A. Obat-obatan dan Merokok

Retardasi mental terkait alkohol saat ini merupakan satu-satunya sindrom


retardasi mental yang dapat dicegah. Wanita pecandu alkohol dapat
diidentifikasi dengan mengajukan pertanyaan TACE. Hal ini adalah satu
rangkaian yang terdiri atas 4 pertanyaan mengenai toleransi terhadap alkohol,
merasa terganggu (annoyed) oleh komentar mengenai kebiasaan minum
mereka, upaya untuk berhenti (cut down), dan riwayat minum- minum pada dini
hari (eye opener).
Merokok mempengaruhi pertumbuhan janin secara dependen-dosis.
Merokok meningkatkan risiko kelahiran prematur, hambatan pertumbuhan

13
janin, dan berat badan lahir rendah serta attention defisit hyperactivity disorder
(ADHD) dan masalah perilaku dan belajar saat anak mencapai usia sekolah.
Merokok juga meningkatkan risiko penyulit kehamilan yang berkaitan dengan
insufisiensi vaskular, seperti insufisiensi uteroplasenta dan solusio plasenta.
Tingkat pemakaian tembakau harus ditentukan dan wanita yang bersangkutan
perlu ditawari program prakehamilan untuk mengurangi atau menghentikan
kebiasaan merokok.
B. Pajanan Lingkungan

Meskipun semua orang terpajan bahan-bahan tertentu di lingkungan,


namun hanya beberapa bahan yang meningkatkan risiko kehamilan. Pajanan ini
mencakup organisme penginfeksi, sebagai contoh, perawat bayi baru lahir
berpotensi terpajan sitomegalovirus atau respiratory syncytial virus, dan
petugas tempat penitipan anak mungkin terpajan logam berat atau bahan kimia,
misalnya pelarut organik. Pasien yang tinggal di pedesaan mungkin terpajan
pestisida yang berpotensi merugikan air sumur yang tercemar.

Metil merkuri adalah pencemar lingkungan yang berpotensi


mempengaruhi semua wanita hamil karena ikan-ikan besar tertentu tercemar
oleh bahan ini. Merkuri adalah suatu neurotoksin yang mudah menemebus
plasenta dan berefek buruk pada janin. Karena itu, US Food and Drugs
Administration (2004) menganjurkan bahwa wanita hamil tidak mengkonsumsi
ikan hiu, ikan todak, king mackered, atau tilefish, dan bahwa mereka
mengkonsumsi tidak lebih dari 12 ons kerang-kerangan atau ikan lain per
minggu. Albacore atau tuna putih mengandung lebih banyak merkuri daripada
tuna kalengan lainnya.

C. Diet dan Berat Badan


Berat badan memiliki dampak yang jelas pada hasil kehamilan, yaitu
indeks massa tubuh (IMT) rendah dikaitkan dengan pertumbuhan janin
terhambat, IMT tinggi dengan berat badan janin yang meningkat, memiliki
risiko yang mungkin lebih besar terkena defek tabung saraf, diabetes

14
gestasional, risiko distosia bahu, komplikasi anestesi dan morbiditas terkait
lainnya. Kegemukan dilaporkan berkaitan dengan sejumlah penyulit maternal,
seperti hipertensi, preeklamsia, kesulitan persalinan, kehamilan postmatur,
pelahiran Caesar dan penyulit operasi.
Pika terhadap es, tepung binatu, tanah liat, sampah atau bahan bukan
makanan lainnya harus segera dihentikan. Pada beberapa kasus, hal ini mungkin
mencerminkan respons fisiologik tak lazim terhadap difisiensi besi. Banyak diet
vegetarian kurang mengandung protein, tetapi hal ini dapat diperbaiki dengan
meningkatkan konsumsi telur dan keju. Selain defisiensi gizi, anoreksia dan
bulimia meningkatkan risiko gangguan elektrolit, aritmia jantung dan patologi
saluran cerna. Penyulit terkait kehamilan antara lain adalah peningkatan risiko
berat lahir rendah, lingkar kepala kecil, mikrosefalus dan kecil untuk usia
kehamilan.

D. Olahraga

Belum ada data yang menunjukkan bahwa olahraga merugikan


kehamilan. Sebagian besar wanita hamil dapat melanjutkan olahraga mereka
selama gestasi, meskipun mereka perlu menyadari bahwa kehamilan dapat
menyebabkan masalah keseimbangan dan bahwa relaksasi sendi dapat menjadi
predisposisi terjadinya cedera ortopedi. Wanita perlu dianjurkan untuk tidak
berolahraga hingga kelelahan dan perlu meningkatkan pengeluaran panas dan
penggantian cairan. Wanita hamil perlu menghindari posisi terlentang, aktivitas
yang memerlukan kesimbangan tinggi, dan kondisi cuaca ekstrim.

Latihan aerobik setiap hari selama 30 sampai 60 menit dapat membantu


menjaga kebugaran fisik, kardiorespirasi dan mempersiapkan diri untuk
perubahan fisik kehamilan. Latihan mungkin juga meningkatkan kesehatan
mental, mengurangi stres melalui peningkatan endorfin dan penurunan kortisol.
E. KDRT
Kehamilan dapat memicu masalah antarpribadi dan merupakan saat
risiko kekerasan oleh pasangan meningkat. Wanita yang melaporkan kekerasan

15
oleh pasangan selama setahun sebelum hamil berisiko lebih besar mengalami
sejumlah penyulit, mecakup hipertensi, perdarahan pervaginam, hiperemesis,
persalinan kurang bulan, dan bayi berat lahir rendah.
Dokter perlu mengajukan pertanyaan mengenai faktor-faktor risiko
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan sebaiknya sekaligus memberikan
intervensi jika memungkinkan. KDRT kemungkinan terjaddi pada wanita yang
pasangannya menyalahgunakan alkohol atau obat, baru menganggur, memiliki
tingkat pendidikan yang rendah atau pendapatan kurang, atau riwayat ditahan
F. Skrining

Uji laboratorium tertentu mungkin membantu dalam menilai risiko dan


mencegah beberapa komplikasi selama kehamilan. Uji-uji ini mencakup uji- uji
dasar yang biasanya dilakukan selama perawatan prenatal. Sebagian contoh adalah
bahwa status imun terhadap rubella, varisella, dan hepatitis B perlu diketahui
sehingga dapat dilakukan vaksinasi sebagai bagian dari perawatan prakonsepsi.
Hemogram akan menyingkirkan sebagian besar dari anemia herediter yang serius.

Elektroforesis hemoglobin dilakukan pada orang yang berisiko tinggi – misalya


orang Amerika-Afrika untuk penyakit sel sabit dan wanita keturunan Mediterania
atau Asia untuk talasemia. Pasangan dari keturunan Yahudi merupakan kandidat
untuk pemeriksaan penyakit Tay-Sachs dan Canavan, sementara keturunan
Kaukasus Eropa utara mungkin perlu diperiksa untuk fibrosis kistik. Uji-uji yang
lebih spesifik dapat membantu evaluasi wanita dengan penyakit medis kronik
tertentu.

2.1.6 Konseling Prakonsepsi pada Wanita dengan Penyakit Medis Kronik

Wanita dengan gangguan medis yang serius memerlukan perawatan dan


konseling tertentu sebelum kehamilan. Tujuannya adalah untuk menyediakan
perawatan dari keadaan penyakit kronis pada masa awal konsepsi hingga persalinan
dan kembali ke perawatan medis jangka panjang. Hal ini penting bagi wanita dengan

16
masalah medis tertentu diberi pertimbangan komplikasi yang dapat terjadi pada
trimester pertama

A. Diabetes Melitus

Hiperglikemia merupakan sebuah keadaan patologi baik untuk ibu maupun


janin. Maka dari itu perlu konseling prakehamilan untuk
menghindari penyulit. Pada konseling akan diberikan pengendalian kadar glukosa
darah jangka panjang dan mencari strategi untuk mengurangi resiko sebelum
kehamilan. Komplikasi diabetes dapat mencakup kerusakan retina, ginjal dan
jantung, infeksi saluran kemih, dan ketoasidosis diabetikum. Hipertensi sering
terjadi dan wanita diabetes yang juga menderita penyakit ginjal berisiko tinggi
mengalami preeklamsia. Risiko yang lainnya adalah peningkatan mortalitas
perinatal, berbagai malformasi, gangguan pertumbuhan, persalinan prematur
iatrogenik dan ketidakstabilan metabolik pada neonates. Defek tabung saraf serta
anomali jantung dan ginjal pada janin terjadi dua hingga lima kali lebih sering pada
bayi dari ibu diabetes.7
Kontrol Glikemik pada wanita dengan diabetes dapat mengurangi risiko
keguguran dan embriopati. Pada wanita diabetes yang diberi obat (ACE) inhibitor
angiotensin-converting, angiotensin receptor blocker (ARB), statin, dan beberapa
obat anti-hiperglikemia oral harus menghentikan penggunaannya dan beralih ke
obat alternatif yang dapat menghasilkan keamanan janin lebih baik (misalnya,
metildopa, labetalol, calcium channel blocker, insulin, glyburide.

Rekomendasi utama dari ADA pada perawatan prakonsepsi adalah mencapai


kadar hemoglobin A1c terendah tanpa menyebabkan risiko hipoglikemia yang tak
perlu pada ibu. Selain memantau kontrol diabetes selama 6 minggu sebelumnya,
pengukuran HbA1c juga dapat digunakan untuk menghitung risiko terjadinya
anomali mayor.

17
Tabel 2.2 Rekomendasi American Diabetes Association untuk
Konseling Prakonsepsi Wanita dengan Diabetes

18
B. Hipertensi

Hipertensi harus terkontrol sebelum konsepsi. Obat antihipersi seperti ACE


inhibitor dan ARB, harus dihindari pada kehamilan, karena pada setiap tahap
kehamilan terkait dengan efek buruk pada janin. Pasien yang ingin hamil harus
mengganti obatnya dengan yang aman untuk janin. Wanita dengan hipertensi yang
tidak terkontrol harus dievaluasi kesehatan umumnya lebih dahulu agar kehamilan
tidak merugikan ibu dan janinnya.

Hasil akhir kehamilan yang merugikan pada hipertensi kronis serupa dengan
yang dijumpai pada penyakit ginjal dan umumnya setara dengan derajat peningkatan
tekanan darah. Hipertensi dapat memburuk selama kehamilan, disertai peningkatan
morbiditas ibu, perlunya tambahan terapi obat, atau perlunya persalinan prematur
iatrogenik.

C. Epilepsi

Wanita dengan riwayat kejang dan wanita yang menggunakan obat antiepilepsi
harus menerima informasi menyeluruh tentang risiko kehamilan bagi ibu dan janin,
penyesuaian dalam rejimen obat mereka, dan suplemen asam folat untuk mengurangi
risiko NTD. Pemakaian valproate untuk kejang harus dihentikan, dan harus diganti
dengan obat alternatif yang memadai, karena valproate merupakan teratogen paling
kuat dibanding obat antiepilepsi lainnya.

Konseling prakonsepsi bagi wanita epilepsi biasanya mencakup penilaian


tentang aktivitas kejang, diikuti oleh rekomendasi untuk beralih ke regimen obat yang
paling nonteratogenik atau bahkan mungkin menghentikan pengobatan sebelum
konsepsi. Secara umum, wanita yang mendapat monoterapi dan telah bebas kejang
selama paling sedikit 2 tahun merupakan kandidat untuk penghentian pengobatan.
Percobaan penghentian pengobatan dilakukan bersama dengan ahli saraf dan
umumnya tidak dianjurkan jika wanita yang bersangkutan hamil. Perlu dicatat bahwa
suplementasi asam folat perikonsepsi bagi para wanita ini mengurangi insidensi cacat
tuba neural janin. studi terhadap efek pemberian asam folat prakehamilan pada wanita

19
dengan epilepsi yang minum obat anti konvulsi dengan hasil : 15% yang tidak
mengkonsumsi asam folat anaknya mengalami malformasi congenital, sedangkan
selebihnya yang mengkonsumsi asam folat tidak satupun yang mengidap anomaly.

D. Penyakit Jantung Kongenital

Seiring kemajuan dalam perawatan neonates dan teknik bedah, banyak wanita
penderita kelianan jantung bawaan dapat bertahan hidup hingga usia subur dan hamil.
Fungsi jantung secara cermat dievaluasi untuk keselamatan janin. Catatan pembedahan
dikaji ulang, dan semua obat dievaluasi untuk keselamatan janin. Sebagai contoh,
warfarin dihentikan. Risiko kematian harus diperkirakan menurut sifat penyakit
jantung dan status fungsional jantung. Wanita hipertensi pulmonal apa pun etiologinya,
koarktasio aorta komplikata atau sindrom Marfan disertai keterlibatan aorta memiliki
risiko kematian yang cukup besar sehingga layak dianjurkan untuk tidak hamil.7

E. Tromboembolisme

Wanita yang memiliki riwayat penyakit tromboembolik berisiko tinggi


mengalami embolus berulang selama kehamilan. Risiko yang pasti sulit ditentukan,
tetapi mungkin mencapai 10%, dan faktor-faktor tertentu terbukti mempengaruhinya.
Sebagai contoh, wanita berusia lebih dari 35 tahun memperlihatkan insidensi dua kali
lipat dibandingkan dengan wanita yang lebih muda. Wanita yang lebih tua dan
merokok lebih besar kemungkinan mengalami kerusakan vaskular akibat rokok. Faktor
risiko yang sangat penting adalah riwayat penyakit tromboembolus dalam keluarga,
yang mungkin menginsyaratkan kemungkinan trombofilia herediter. 7

F. Trombofilia

Defisiensi antikoagulan herediter mencakup defisiensi protein C atau protein S,


defisiensi antitrombin III, resistensi protein C aktif (mutasi faktor V Leiden),
hiperhomosisteinemia (mutasi metilen tetrahidrofolat reductase), dan mutasi
prothrombin 20210G A. selain itu, defek koagulasi didapat mencakup antibody
antifosfolipid, yaitu antikoagulan lupus dan antibodi antikardiolipin. Wanita dengan
riwayat tromboembolisme dan trombofilia herediter harus diberi tahu tentang tingginya

20
risiko kekambuhan, dan bahwa kehamilan dapat mempersulit upaya pencegahan.
Informasi juga harus diberikan tentang risiko seumur hidup dan kemungkinan perlunya
profilaksis kronis. Banyak wanita tidak hamil yang mendapat profilaksis diberi
warfarin dan karena teratogenik maka obat ini perlu diganti dengan heparin jika pasien
ingin hamil.

G. Penyakit Jaringan Ikat

Risiko yang berkaitan dengan kehamilan untuk masing-masing penyakit


otoimun sangat bervariasi dalam keparahannya, berkisar dari minimal hingga
mengancam nyawa. Obat yang sering diresepkan untuk penyakit vaskular- kolagen,
sebagai contoh, kortikosteroid, agen anti inflamasi nonsteroid, dan analgesik tidak
menimbulkan risiko bagi janin. Pada kasus berat, mungkin digunakan obat
imunosupresif kuat, dan meskipun sebagian besar tidak dianggap membahayakan
janin, namun terdapat kekhawatiran teoretis mengenai keamanan obat-obat ini.
Inhibitor ACE dapat menimbulkan efek merugikan pada janin dan dihentikan pada
wanita yang ingin hamil.

H. Penyakit Psikiatrik

Masalah psikososial - stres psikososial, kesehatan mental, dan masalah


keuangan atau lainnya. harus diidentifikasi dan intervensi dengan tepat untuk
menghindarkan kurangnya dukungan sosial, hambatan untuk perawatan prenatal, dan
kekerasan dalam rumah tangga.

Penyakit jiwa ibu harus diidentifikasi dan diobati dengan adekuat dan ibu harus
menunggu untuk hamil agar dapat menghindari efek obat, efek kejiwaan, dan gangguan
hubungan ibu dengan bayinya. Support suami dan keluarga harus baik, karena penyakit
yang tidak diobati atau diobati tidak adekuat akan mengakibatkan berbagai
konsekuensi.14 Idealnya, pasien harus menunggu sampai ia telah menjadi euthymic,
yang mungkin memakan waktu 6 sampai 12 bulan, sebelum ia mencoba untuk hamil

Secara umum, sebagian besar obat psikiatrik belum pernah dilaporkan


berkaitan dengan cacat lahir atau kelainan perkembangan. Beberapa jenis penyakit jiwa

21
bersifat herediter. Sementara risiko seumur hidup rata-rata untuk menderita skizofrenia
adalah 0,8%; anak dengan satu orang tua skizofrenia memiliki risiko 12%; mereka yang
kedua orang tuanya skizofrenia memiliki risiko 40%; dan saudara kandung dari
penderita skizofrenia memiliki risiko 10%. Rata-rata risiko seumur hidup untuk
gangguan bipolar diperkirakan adalah 0,5-1,0%; tetapi jika salah satu orang tua
penderita gangguan bipolar, maka risiko untuk anak mereka meningkat menjadi 15%.
Anak penderita gangguan afektif juga berisiko mengalami ADHD.

Penyakit jiwa ibu harus diidentifikasi dan diobati dengan adekuat dan ibu harus
menunggu untuk hamil agar dapat menghindari efek obat, efek kejiwaan, dan gangguan
hubungan ibu dengan bayinya. Support suami dan keluarga harus baik, karena penyakit
yang tidak diobati atau diobati tidak adekuat akan mengakibatkan berbagai
konsekuensi.14 Idealnya, pasien harus menunggu sampai ia telah menjadi euthymic,
yang mungkin memakan waktu 6 sampai 12 bulan, sebelum ia mencoba untuk hamil.

2.1.7 Topik Konseling Prakonsepsi

Tabel 2.3 Topik-topik dan Rekomendasi Konseling Prakonsepsi

Pajanan lingkungan • Metilmerkuri: tidak mengkonsumsi ikan hiu, ikan


todak, king mackerel, atau tilefish, dan tidak
mengkonsumsi kerang-kerangan atau ikan lain lebih
dari 12 ons per minggu.
• Tidak mengkonsumsi Albacore atau tuna putih lebih
dari 6 ons seminggu.
• Timah: lakukan tes kadar timah dalam darah,
tatalaksana bila ada indikasi sesuai dengan
rekomendasi.

22
Berat badan Hitung IMT (Indeks Massa Tubuh) setiap tahunnya.
• IMT ≥ 25 kg/m : konsultasi tentang diet. Lakukan
pemeriksaan untuk diabetes dan sindrom metabolik
jika terdapat indikasi.
• IMT ≤ 25 kg/m : pemeriksaan untuk gangguan
makan (eating disorders)
Penyakit Berikan informasi tentang risiko penyakit kardiovaskular
kardiovaskular yang dapat terjadi selama kehamilan. Berikan informasi
kepada wanita yang mengonsumsi ACE-Inhibitor dan ARB
tentang teratogenisitas obat, tentang kontrasepsi efektif
selama pemakaian obat tersebut dan tentang perlunya
mengganti obat sebelum konsepsi. Tawarkan konsul genetik
bagi pasien dengan kelainan jantung kongenital. Kaji ulang
situasi untuk mengantisipasi terjadinya endokarditis infektif.
Hipertensi kronik Berikan informasi mengenai risiko terhadap jantung selama
kehamilan. Lakukan penilaian terhadap pasien yang
mengidap HTN kronik terhadap resiko hipertrofi ventrikel,
retinopati, dan penyakit ginjal. Optimalkan kontrol tekanan
darah. Diskusikan efek teratogen ARB, warfarin, ACE
inhibitor dan jika mungkin ganti dengan obat yang tidak

23
berbahaya saat konsepsi direncanakan.

Asma Berikan informasi mengenai risiko asma selama kehamilan.


Optimalkan fungsi paru sebelum konsepsi jika
memungkinkan. Terapi pasien tersebut dengan terapi
farmakologis secara bertahap untuk asma kronik
berdasarkan rekomendasi ACOG-ACAAI (2000)
Trombofilia Tanyakan tentang riwayat pribadi atau keluarga mengenai
penyakit trombotik atau kehamilan dengan hasil buruk yang
berulang. Jika ada, berikan konseling dan berikan rejimen
obat antikoagulan yang efek teratogeniknya minimal.
Penyakit ginjal Berikan konseling tentang risiko penyakit ginjal selama
kehamilan. Optimalkan kontrol tekanan darah. Berikan
konseling bagi wanita yang mendapat ACE-I dan ARB
tentang teratogenisitas obat, dan gantilah dengan obat yang
kurang teratogenik.
Penyakit saluran Inflammatory Bowel Disease: berikan konseling kepada
cerna/ penyakit pasien yang mengidap penyakit tersebut tentang risiko
gastrointestinal subfertilitas dan gangguan kehamilan. Diskusikan tentang
teratogenisitas metotreksat dan imunomodulator lain.
Tawarkan kontrasepsi efektif selama pengobatan dan ganti
rejimen pengobatan sebelum kehamilan terjadi jika
memungkinkan.
Penyakit • Hepatitis B: berikan vaksinasi kepada semua wanita
hepatobiliaris berisiko tinggi sebelum konsepsi. Berikan konseling
kepada carrier kronik tentang
pencegahan penularan ke pasangan dan janin.

24
• Hepatitis C: lakukan uji penapisan pada wanita
berisiko tinggi. Berikan konseling kepada wanita
yang terkena tentang risiko penyakit dan cara
penularannya. Rujuk untuk terapi, bahas rincian
pengobatan selama kehamilan dan tawarkan
kontrasepsi efektif.
Penyakit • Anemia defisiensi besi: beri suplementasi besi
hematologi • Sickle-Cell disease: lakukan skrining pada semua
wanita kulit hitam. Berikan konseling kepada mereka
yang menderita penyakit ini. Periksa pasangan jika
diperlukan.
• Thalassemia: lakukan skrining pada wanita keturunan
Asia Tenggara atau Mediterania
Diabetes Optimalkan kontrol gula darah untunk menurunkan
teratogenisitas dan hiperglikemia. Evaluasi end-organ
damage seperti retinopati, nefropati, hipertensi, dan lain-
lain.
Penyakit tiroid Lakukan skrining bagi pasien yang yang memperlihatkan
gejala penyakit tiroid. Pastikan diet cukup mengandung
iodium. Terapi hipotiroid atau hipertiroidisme sebelum
konsepsi. Berikan konseling tentang risiko penyakit
terhadap kehamilan.
Penyakit jaringan • RA: berikan konseling tentang risiko kekambuhan
ikat setelah kehamilan. Bahaslah tentang teratogenisitas
metotreksat dan leflunomid serta kemungkinan efek
samping imunomedulator lain. Tunda NSAID
hingga usia gestasi 27 minggu.
• SLE: berikan konseling tentang risiko penyakit
selama kehamilan. Optimalkan terapi penyakit

25
sebelum konsepsi. Bahas teratogenisitas
mikrofenolat mofetil dan siklofosfamid serta
kemungkinan efek berbagai imunomedulator
terbaru. Jika memungkinkan, gantilah obat sebelum
konsepsi.
Penyakit • Gangguan kejang: optimalkan kontrol kejang
neuropsikiatri dengan menggunakan monoterapi jika
memungkinkan.
• Depresi: lakukan skrining untuk gejala-gejala
depresi. Pada mereka yang mengidap depresi,
berikan konseling tentang risiko terapi dan risiko
penyakit yang tidak diobati serta risiko tinggi
kekambuhan selama kehamilan dan masa nifas.
Penyakit kulit Bahas teratogenisitas isotretinoin dan etretinat, kontrasepsi
efektif selama pemakaian obat-obat tersebut dan perlunya
mengganti obat sebelum konsepsi.
Kanker • Berikan konseling tentang opsi mempertahankan
kesuburan sebelum terapi kanker dan tentang
penurunan fertilitas setelah pemberian obat-obat
tertentu.
• Bahaslah kemoterapi dan kemungkinan efek
teratogeniknya jika pengobatan berlanjut selama
kehamilan.
Penyakit infeksi • Influenza: berikan vaksinasi kepada wanita yang
berencana hamil selama musim flu. Vaksinasi
wanita risiko tinggi sebelum musim flu.
• Malaria: berikan konseling untuk menghindari
bepergian ke daerah endemik selama konsepsi. Jika
tidak mungkin, tawarkan kontrasepsi efektif selama

26
perjalanan atau berikan kemoprofilaksis bagi
mereka yang berencana hamil.
• Rubella: lakukan pemeriksaan untuk imunitas
rubella. Jika imun, berikan vaksinasi dan konseling
tentang pentingnya kontrasepsi efektif selama 3
bulan berikutnya.
• Tuberkulosis: lakukan skrining untuk wanita risiko-
tinggi dan berikan terapi sebelum konsepsi.
• Tetanus: lakukan vaksinasi, sesuai dengan
kebutuhan pada semua wanita usia subur.
• Varisella: tanyakan tentang imunitas. Jika belum
memiliki imunitas terhadap varisela, berikan
vaksinasi.
Penyakit menular Gonore, sifilis, infeksi klamidia: lakukan skrining untuk
seksual wanita risiko-tinggi dan terapi sesuai indikasi.
• HIV: lakukan skrining terhadap wanita berisiko.
Berikan konseling bagi wanita yang mengidap HIV
tentang risiko selama kehamilan dan penularan
perinatal. Bahaslah tentang inisiasi terapi sebelum
kehamilan untuk menurunkan risiko penularan.
Tawarkan kontrasepsi efektif bagi mereka yang
tidak ingin hamil.
• HPV: lakukan skrining Pap Smear. Kemudian
berikan vksinasi sesuai indikasi.
• HSV: lakukan skrining serologis terhadap wanita
asimptomatik yang pasangannya mengidap penyakit
ini. Berikan konseling bagi pasien mengenai risiko
penularan perinatal dan tindakan
pencegahan selama trimester ketiga dan persalinan.

27
2.2 Perawatan Antenatal/ Antenatal Care (ANC)
2.2.1 Definisi

Antenatal care (ANC) adalah pengawasan kehamilan untuk mengetahui


kesehatan umum ibu, menegakkan secara dini penyakit yang menyertai
kehamilan, menegakkan secara dini komplikasi kehamilan, dan menetapkan
risiko kehamilan. Asuhan antenatal juga untuk menyiapkan persalinan menuju
well born baby dan well health mother, mempersiapkan perawatan bayi dan
laktasi, serta memulihkan kesehatan ibu yang optimal saat akhir kala nifas.6
Pelayanan Antenatal Terpadu merupakan pelayanan komprehensif dan
berkualitas mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
yang meliputi pelayanan KIA, gizi, penyakit menular, PTM, KtP selama
kehamilan, yang bertujuan untuk memenuhi hak setiap ibu hamil memperoleh
pelayanan antenatal yang berkualitas sehingga mampu menjalani kehamilan
dengan sehat, bersalin dengan selamat, dan melahirkan bayi yang sehat.6

2.2.2 Tujuan
• Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan
tumbuh kembang bayi.
• Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu
dan bayi.
• Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang
mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum,
obstetric, dan pembedahan.
• Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu
maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
• Mempersiakan ibu supaya masa nifas berjalan normal dan pemberian
ASI eksklusif.
• Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi
supaya dapat tumbuh dan berkembang secara normal.

28
2.2.3 Standar Pelayanan ANC

1) Standar kuantitas.
Standar kuantitas adalah Kunjungan 4 kali selama periode kehamilan (K4) dengan
ketentuan:
a. Satu kali pada trimester pertama.
b. Satu kali pada trimester kedua.
c. Dua kali pada trimester ketiga.

2) Standar kualitas.
Standar kualitas yaitu pelayanan antenatal yang memenuhi 10T, meliputi:

a. Pengukuran berat badan.


b. Pengukuran tekanan darah.
c. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA).
d. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri).
e. Penentuan Presentasi Janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ).
f. Pemberian imunisasi sesuai dengan status imunisasi.
g. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet.
h. Tes Laboratorium.
i. Tatalaksana/penanganan kasus.
j. Temu wicara (konseling).

29
Tabel 2.4 Rangkuman Tatalaksana Asuhan Antenatal Pertrimester

30
2.2.4 Jenis Pelayanan

Pelayanan antenatal terpadu diberikan oleh tenaga kesehatan yang


kompeten, yaitu dokter, bidan, dan perawat terlatih, sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, misalnya terjadi kasus kegawatdaruratan maka dapat dilakukan
kolaborasi atau kerja sama dengan tenaga kesehatan yang kompeten. Pelayanan
antenatal terpadu terdiri dari:
A. Anamnesis
Dalam memberikan pelayanan antenatal terpadu, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dan ditanyakan ketika melakukan anamnesis, yaitu sebagai
berikut:
a) Status kunjungan (baru atau lama), riwayat kehamilan yang sekarang,
riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya dan riwayat penyakit
yang diderita ibu.
b) Keluhan atau masalah yang dirasakan oleh ibu saat ini
c) Tanda bahaya yang terkait dengan masalah kehamilan dan penyakit
yang kemungkinan diderita ibu hamil: Muntah berlebihan, pusing,
sakit kepala menetap, perdarahan, sakit perut hebat, demam, batuk
lama, berdebar- debar, cepat lelah, sesak napas atau sukar bernapas,
keputihan yang berbau, gerakan janin.
d) Perilaku berubah selama hamil, seperti gaduh gelisah, menarik diri,
bicara sendiri, tidak mandi, dan sebagainya.
e) Riwayat kekerasan terhadap perempuan (KTP) selama
kehamilan.
a) Status imunisasi Tetanus Toksoid.
b) Jumlah tablet Fe yang dikonsumsi
c) Obat-obat yang dikonsumsi
d) Di daerah endemis malaria,tanyakan gejala malaria dan riwayat
pemakaian obat malaria
e) Di daerah risiko tinggi IMS, tanyakan gejala IMS dan riwayat
penyakit pada pasangannya
f) Pola makan ibu selama hamil yang meliputi jumlah, frekuensi dan
kualitas asupan.

31
Selama hamil, ibu dianjurkan untuk mendapatkan asupan makanan yang
cukup dengan pola gizi yang seimbang karena hal ini penting untuk
proses tumbuh kembang janin dan derajat kesehatan ibu. Misalnya ibu
hamil disarankan minum tablet tambah darah secara rutin untuk
mencegah anemia pada kehamilannya.
g) Kesiapan menghadapi persalinan dan menyikapi kemungkinan
terjadinya komplikasi dalam kehamilan, antara lain:
• Siapa yang akan menolong persalinan?
• Di mana akan bersalin?
• Siapa yang mendampingi ibu saat bersalin?
• Siapa yang akan menjadi pendonor darah apabila
terjadi pendarahan?
• Transportasi apa yang akan digunakan jika suatu saat harus dirujuk?
• Apakah sudah disiapkan biaya untuk persalinan?

B. Pemeriksaaan

Dalam pemeriksaan antenatal, tenaga kesehatan harus memberikan


pelayanan yang berkualitas sesuai standar yang dikenal dengan 10T, terdiri
dari:
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk
mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin. Penambahan berat badan
yang kurang dari 9 kilogram selama kehamilan atau kurang dari 1 kilogram
setiap bulannya menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin.
Pengukuran tinggi badan pada pertama kali kunjungan dilakukan untuk
menapis adanya faktor risiko pada ibu hamil. Tinggi badan ibu hamil kurang
dari 145 cm meningkatkan risiko untuk terjadinya CPD (Cephalo Pelvic
Disproportion).

2. Ukur tekanan darah

Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan


untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg) pada

32
kehamilan dan preeklampsia (hipertensi disertai edema wajah dan atau tungkai
bawah; dan atau proteinuria).
3. Nilai status Gizi (Ukur lingkar lengan atas /LiLA)

Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama oleh tenaga


kesehatan di trimester I untuk skrining ibu hamil berisiko KEK. Kurang energi
kronis disini maksudnya ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi dan telah
berlangsung lama (beberapa bulan/tahun) dimana LiLA kurang dari 23,5 cm.
Ibu hamil dengan KEK akan dapat melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).
4. Ukur Tinggi fundus uteri

Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan


untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan umur kehamilan.
Jika tinggi fundus tidak sesuai dengan umur kehamilan, kemungkinan ada
gangguan pertumbuhan janin. Standar pengukuran menggunakan pita pengukur
setelah kehamilan 24 minggu.
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan
selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini dimaksudkan
untuk mengetahui letak janin. Jika pada trimester III bagian bawah janin bukan
kepala, atau kepala janin belum masuk ke panggul berarti ada kelainan letak,
panggul sempit atau ada masalah lain. Penilaian DJJ dilakukan pada akhir
trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. DJJ lambat kurang
dari 120 kali/menit atau DJJ cepat lebih dari 160
kali/menit menunjukkan adanya gawat janin.
6. Skrining Status Imunisasi

Tetanus dan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan Pencegahan


terjadinya tetanus neonatorum, maka ibu hamil harus mendapat imunisasi TT.
Pada saat kontak pertama, ibu hamil diskrining status imunisasi TT-nya.
Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil, disesuaikan dengan status imunisasi
TT ibu saat ini. Ibu hamil minimal memiliki status imunisasi T2 agar
mendapatkan perlindungan terhadap infeksi tetanus. Ibu hamil dengan status
imunisasi T5 (TTLong Life) tidak perlu diberikan imunisasi TT lagi. Pemberian

33
imunisasi TT tidak mempunyai interval maksimal, hanya terdapat interval
minimal. Interval minimal pemberian imunisasi TT dan lama perlindungannya
dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel. 2.5 Jadwal Pemberian Imunisasi TT

Imunisasi Selang waktu Lama Perlindungan


TT minimal pemberian
imunisasi
TT 1 Langkah awal pembentukan
kekebalan tubuh terhadap penyakit
tetanus
TT 2 1 bulan setelah TT1 3 tahun
TT 3 6 bulan setelah TT2 5 tahun
TT 4 12 bulan setelah TT3 10 tahun
TT 5 12 bulan setelah TT4 >25 tahun

7. Beri Tablet tambah darah (tablet besi)

Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat tablet
tambah darah (tablet zat besi) dan Asam Folat minimal 90 tablet selama
kehamilan yang diberikan sejak kontak pertama.
8. Periksa laboratorium (rutin dan khusus)

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada ibu hamil adalah


pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus. Pemeriksaan laboratorium rutin
adalah pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan pada setiap ibu hamil
yaitu golongan darah, hemoglobin darah, dan pemeriksaan spesifik daerah
endemis/epidemi (malaria, HIV, dll). Sementara pemeriksaan laboratorium
khusus adalah pemeriksaan laboratorium lain yang dilakukan atas indikasi pada
ibu hamil yang melakukan kunjungan antenatal. Pemeriksaan laboratorium
dilakukan pada saat antenatal tersebut meliputi:

34
a. Pemeriksaan golongan darah

Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk mengetahui
jenis golongan darah ibu melainkan juga untuk mempersiapkan calon pendonor
darah yang sewaktu- waktu diperlukan apabila terjadi situasi kegawatdaruratan.
b. Pemeriksaan kadar Hemoglobin darah (Hb)

Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan minimal sekali


pada trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini
ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut menderita anemia atau tidak
selama kehamilannya karena kondisi anemia dapat mempengaruhi proses
tumbuh kembang janin dalam kandungan. Pemeriksaan kadar hemoglobin
darah ibu hamil pada trimester kedua dilakukan atas indikasi.
c. Pemeriksaan protein dalam urin

Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan pada trimester
kedua dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui
adanya proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria merupakan salah satu indikator
terjadinya pre-eklampsia pada ibu hamil.
d. Pemeriksaan kadar gula darah.

e. Ibu hamil yang dicurigai menderita diabetes melitus harus dilakukan


pemeriksaan gula darah selama kehamilannya minimal sekali pada trimester
pertama, sekali pada trimester kedua, dan sekali pada trimester ketiga.
Pemeriksaan darah Malaria

Semua ibu hamil di daerah endemis malaria dilakukan pemeriksaan darah


malaria dalam rangka skrining pada kontak pertama. Ibu hamil di daerah non
endemis malaria dilakukan pemeriksaan darah malaria apabila ada indikasi.
f. Pemeriksaan tes sifilis

Pemeriksaan tes sifilis dilakukan di daerah dengan risiko tinggi dan ibu hamil
yang diduga menderita sifilis. Pemeriksaaan sifilis sebaiknya dilakukan sedini
mungkin pada kehamilan.
g. Pemeriksaan HIV

35
Di daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, tenaga kesehatan di
fasilitas pelayanan kesehatan wajib menawarkan tes HIV kepada semua ibu
hamil secara inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin lainnya saat
pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan. Di daerah epidemi HIV
rendah, penawaran tes HIV oleh tenaga kesehatan diprioritaskan pada ibu hamil
dengan IMS dan TB secara inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin
lainnya saat pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan. Teknik
penawaran ini disebut Provider Initiated Testing and Councelling (PITC) atau
Tes HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan Konseling (TIPK).
h. Pemeriksaan BTA
Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang dicurigai menderita
tuberkulosis sebagai pencegahan agar infeksi tuberkulosis tidak mempengaruhi
kesehatan janin. Selain pemeriksaaan tersebut, apabila diperlukan dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya di fasilitas rujukan. Mengingat kasus
perdarahan dan preeklamsi/eklamsi merupakan penyebab utama kematian ibu,
maka pemeriksaan dengan menggunakan alat deteksi risiko ibu hamil oleh
termasuk bidan alat pemeriksaan laboratorium (golongan darah, Hb), alat
pemeriksaan laboratorium khusus (gluko-protein urin), dan tes hamil.

9. Tatalaksana/penanganan kasus

Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil pemeriksaan


laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus ditangani
sesuai dengan standar dan kewenangan tenaga kesehatan. Kasus-kasus yang
tidak dapat ditangani dirujuk sesuai dengan sistem rujukan.
10. Temu wicara (konseling)

2.2.5 KIE
KIE efektif termasuk konseling bagian pelayanan antenatal terpadu yang
diberikan sejak kontak pertama untuk membantu ibu hamil mengatasi masalahnya.

36
Tabel 2.6 Materi KIE Efektif dalam Pelayanan Antenatal Terpadu

37
2.2.6 Deteksi Dini Masalah pada Kehamilan

Pemeriksaaan dan pengawasan pada ibu hamil sangat diperlukan, hal ini
bertujuan untuk menyiapkan fisik dan psikologis ibu dalam menjalani kehamilan
persalinan, nifas, dan bayi baru lahir sehingga diharapkan ibu dan bayi dalam
keadaan sehat, serta mendeteksi dini adanya komplikasi/ gangguan pada ibu
sehingga dapat ditangani sedini mungkin.
Setiap ibu hamil memiliki risiko akan terjadi komplikasi atas kehamilannya,
maka setiap ibu hamil dianjurkan untuk datang ke tenaga kesehatan untuk
memeriksakan kehamilannya sejak dirinya merasa hamil atau telat haid. Kader
dapat melakukan deteksi dini tanda bahaya dan masalah pada ibu hamil
sebagaimana tertuang pada BUKU KIA dan segera merujuk ibu hamil ke fasilitas
pelayanan kesehatan untuk ditentukan tingkat kegawatdaruratan.
Pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (Puskesmas dan jaringannya serta
bidan/dokter praktik swasta menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang
ditemui. Sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya mereka harus
menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus
dirujuk.
Sebelum merujuk bidan/dokter praktek swasta melakukan persiapan sebagai
berikut:
1. Sebelum dikirim keadaan umum penderita harus diperbaiki terlebih
dahulu atau dilakukan stabilisasi dan dipertahankan selama perjalanan. Surat
rujukan harus dipersiapkan sesuai format rujukan dan seorang bidan harus
mendampingi penderita dalam perjalanan sampai ke tempat rujukan.
2. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarganya. Klien dan
keluarga perlu diberikan informasi tentang perlunya penderita segera dirujuk
untuk mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang
lebih mampu.
3. Menentukan tempat tujuan rujukan ke fasilitas pelayanan yang
mempunyai kemampuan dan kewenangan, terdekat termasuk fasilitas
pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan
penderita. Diawali dengan mengirimkan informasi pada tempat rujukan
yang dituju melalui telepon atau radio komunikasi pelayanan kesehatan yang

38
lebih mampu.

Terlambat mengenali tanda bahaya termasuk kedalam “3 Terlambat” yang


menyebabkan tingginya morbiditas dan mortalitas ibu. “3 Terlambat” itu adalah
terlambat mengenali tanda bahaya dan pengambilan keputusan untuk mencari
pertolongan yang berkualitas, terlambat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan
dan terlambat mendapatkan pertolongan yang adekuat. Berikut ini indikasi rujukan
ibu pada ibu hamil, yakni:
1. Riwayat seksio sesaria

2. Perdarahan per vaginam

3. Persalinan kurang bulan (usia kehamilan < 37 minggu)

4. Ketuban pecah dini

5. Anemia berat

6. Tanda/gejala infeksi

7. Preeklamsia/hipertensi dalam kehamilan

8. Tinggi fundus uteri 40 cm atau lebih

39
Tabel 2.7. Pedoman Pelayanan Permasalahan Antenatal Terpadu.

40
41
2.2.7 Identifikasi Komplikasi

Tabel 2.8 Identifikasi Komplikasi pada ANC

No Masalah Komplikasi

1. Anemia saat 1) Ibu berisiko melahirkan Bayi


kehamilan dengan berat badan lahir
rendah (yaitu BB lahir < 2,5
kg)

2) Kematian Ibu. Menurut WHO,


40% kematian ibu di negara
berkembang berhubungan dengan
anemia pada kehamilan

3) Transfusi darah (jika kehilangan


banyak darah selama persalinan)

4) Depresi pascapersalinan 5)
Kelahiran prematur (belum genap
bulan)

6) Lahir bayi dengan anemia 7)


Sepsis (infeksi berat) saat nifas 8)
Anak dengan keterlambatan
perkembangan

42
Depresi 1) Kematian (bunuh diri)

2) Kehamilan tidak berjalan lama


(keguguran atau janin tidak
berkembang)

3) BBLR (berat badan lahir rendah)

4) Gangguan perkembangan saraf


janin

5) Merusak kualitas dan keefektifan


pengasuhan

43
6) Prematur (lahir tidak cukup
bulan)

KEK 1) Menurunkan kekuatan otot untuk


prose persalinan

2) Kemitian janin atau keguguran

3) Prematur atau tidak cukup bulan

4) Lahir cacat

5) Berat badan bayi lahir rendah

6) Gangguan tumbuh kembang otak


janin dan metabolism tubuh janin

7) Stunting

44
Obesitas 1) Keguguran

2) Diabetes Militus

3) Gangguan tumbuh kembang


janin

4) Hipertensi dan Eklamsia

5) Peredarahan darah tidak lancer


atau terdapat penggumpaln dalam
darah

6) Kematian janin

7) Kegagalan induksi kehamilan

8) Proses perslinan menjadi tidak


lancer karena ada kemungkinan
distosia bahu

9) Ada kemungkinan ibu yang akan


melahirkan tidak dapat lahir secara
normal atau disesar. Namun dokter
perlu melakukan pemeriksaan

45
penunjang untuk menentukan proses
persalinan ibu seperti USG).

10) Berat badan bayi lahir lebih dari


4000 gram

11) Lahir premature

12) Bayi lahir dengan kondisi yang


tidak sehat atau cacat

13) Kematian bayi

Perdarahan 1) Gawat janin

2) Keguguran

3) Kelainan pembekuan darah

4) Anemia

5) Kematian

2.2.8 Rujukan
Tabel 2.9 Rujukan pada ANC

No Hasil pemeriksaan Penanganan dan Tindak Lanjut Kasus

1. Ibu hamil BB Lebih (kenaikan BB > Rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut.
2Kg/bulan).

2 Ibu hamil dengan status imunisasi Rujuk untuk mendapatkan suntikan vaksin
tetanus kurang dari T5 TT sesuai status imunisasinya

3 TFU tidak sesuai dengan umur Rujuk untuk penanganan gangguan


kehamilan. pertumbuhan janin.

4 Kelainan letak janin pada trimester Rujuk untuk penanganan kehamilan


III. dengan kelainan letak janin.

46
5 Gawat Janin Rujuk untuk penanganan gawat janin

47
6 Ibu hamil dengan anemia o Rujuk untuk penanganan anemia
sesuai standar
o Konseling gizi, diet makanan kaya zat
besi dan protein

7 Ibu hamil dengan diabetes mellitus o Rujuk untuk penanganan DM sesuai


(DM). standar
o Konseling gizi, diet makanan untuk ibu
hamil DM

8 Ibu hamil dengan Malaria o Konselingtidurmenggunakan kelambu


berinsektisida
o Memberikan pengobatan sesuai
kewenangan
o Rujuk untuk penanganan lebih lanjut
pada malariadengan komplikasi.

8 Ibu hamil dengan Tuberkulosis o Rujuk untuk penanganan TB sesuai


(TB) standar
o Konseling gizi, diet makanan untuk
ibu hamil TB
o Pemantauan minum obat TB
o Tawarkan Tes HIV

10 Ibu hamil dengan IMS/ Sifilis o Rujuk untuk penanganan IMS termasuk
Sifilis pada ibu hamil dan suami sesuai
standar

48
2.3 Pemeriksaan Obstetri

Palpasi abdomen sering digunakan untuk melakukan perasat Leopold untuk


menentukan letak, presentasi, posisi, variasi dan engagement janin. Kedudukan janin
dalam uterus sebagian besar letak membujur (99%), sedangkan letak lintang hanya
1%.
Pemeriksaan fisik obstetri pada kunjungan pertama meliputi tinggi fundus uteri
(menggunakan pita ukur bila usia kehamilan >20 minggu), vulva/perineum untuk
memeriksa adanya varises, kondiloma, edema, hemoroid atau kelainan lainnya.
Pemeriksaan dalam untuk menilai serviks, uterus, adneksa, kelenjer bartolini, kelenjer
skene, dan uretra. Pemeriksaan inspekulo untuk menilai serviks, tanda- tanda infeksi,
dan cairan dari ostium uteri.
Pemeriksaan fisik obstetri pada setiap kunjungan berikutnya yaitu pantau tumbuh
kembang janin dengan mengukur tinggi fundus uteri, palpasi abdomen dengan
menggunakan manuver leopold I-IV, dan auskultasi denyut jantung janin
menggunakan fetoskop atau doppler (jika usia kehamilan >16 Minggu).

49
Gambar 2.1 Pengukuran Tinggi Fundus Uteri

Pemeriksaan abdomen terdiri dari:

a. Inspeksi

Inspeksi merupaka proses pengamatan atau observasi untuk mendeteksi


masalah pada daerah perut ibu. Menilai mulai dari bentuk dan ukuran
abdomen, apakah perut membesar kedepan atau ke samping, tanda-
tanda kehamilan seperti hiperpigmentasi linea alba dan strie gravidarum.
Lihat apakah ada bekas operasi (sikatrik) dan di mana letaknya, adakah
venektasi.
b. Palpasi

Palpasi abdomen adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh bidan yang
bertujuan untuk memperkirakan usia perkawinan, pemantauan

50
pertumbuhan janin, penentuan letak, posisis dan bagian bawah janin.
Tindakan ini meliputi:
1) Melaksanakan palpasi abdominal pada setiap kunjungan antenatal

2) Sebelum palpasi tanyakan gerakan janin dan apa yang dirasakan

3) Sebelum palpasi ibu diminta untuk mengosongkan kandungan


kencing

4) Baringkan ibu hamil terlentang dengan bagian atas tubuhnya


disangga bantal

Periksa abdomen adalah perut atau tanda peregangan uterus


yang berlebihan mulai dari sympisis pubis ke fundus uteri

5) Setelah usia kehamilan 37 minggu pada kehamilan pertama,


diperiksa apakah telah terjadi penurunan kepala janin (Leopold IV),
jika tidak masuk panggul dirujuk ke RS
6) Mendengarkan denyut jantung janin selama satu menit penuh
dengan memperhatikan kecepatan iramanya
7) Memberitahu hasil pemeriksaan dengan suami (keluarga yang
mengantarnya)
8) Catat semua temuan, jika ada kelainan rujuk ke Puskesmas atau RS
untuk pemeriksaan lanjut.
c. Auskultasi

Bunyi jantung anak dapat di dengar pada akhir bulan ke-5, walaupun
denga ultrasonografi dapat diketahui akhir bulan ke-3. Bunyi jantung
anak dapat terdengar di kiri dan kanan di bawah tali pusat bila presentasi
kepala, bila terdengar setinggi tali pusat maka presentasi di daerah
bokong. Dalam keadaan sehat bunyi jantung antara 120-140 kali
permenit pada kehamilan cukup bulan, dan 130-170 kali permenit pada
kehamilan kurang bulan

51
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Konseling prakonsepsi ini sangat bermanfaat untuk memberikan informasi


dan nasehat kepada pasangan usia subur untuk menyiapkan lingkungan yang
optimal bagi perkembangan konseptus, memperhatikan faktor– faktor yang
berpotensi mempengaruhi hasil akhir kehamilan, wanita yang bersangkutan diberi
nasihat tentang resiko yang ada pada dirinya dan diberikan suatu strategi untuk
mengurangi atau mengeliminasi pengaruh patologis yang diketahui berdasarkan
riwayat keluarga, medis atau obstetri. Konseling prakonsepsi yang diberikan
sebelum kehamilan dan asuhan antenatal selama kehamilan sangat penting untuk
menjaga kesehatan dan memastikan kesuksesan kehamilan.

Asuhan antenatal merupakan upaya preventif program pelayanan kesehatan


obstetrik untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian
kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan. Pada kehamilan dengan resiko tinggi
bertujuan untuk menghindari risiko komplikasi pada kehamilan dan persalinan,
anjurkan setiap ibu hamil untuk melakukan kunjungan antenatal komprehensif
yang berkualitas minimal 6 kali, 2x di trimester 1, 1x di trimester 2, dan 3x di
trimester 3. Pelayanan asuhan antenatal meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, dan edukasi.

52
DAFTAR PUSTAKA

1. Shannon GD, Alberg C, Nacul L. 2014. Preconception Healthcare Delivery at a


Population Level: Construction of Public Health Models of Preconception Care.
Maternal and Child Health Journal. 2014; 18(6):1512-31.
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta : Pedoman Pelayanan
Antenatal, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir di Era Adaptasi Kebiasaan
Baru. Kemenkes; 2020.
3. Sackey JA, Haug WL, Barss VA. The preconception office visit, UpToDate,
Mar, 2017.
4. Chandranipapongse W, Koren G. Preconception Counseling for Preventable
Risks. J of Canad Fam Physician 2013;59:737-9.
5. Centre of Effective Practice. 2015. Preconception Health Care Tool. J of Ontario
College pf Family Physicians.p.1-2.
6. Kementerian Kesehatan RI. Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak. Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan. Jakarta; 2014.

53

Anda mungkin juga menyukai