Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS

“Memberikan Asuhan Kebidanan Dengan Dasar-Dasar Komunitas


(Asuhan Bayi Baru Lahir dan Neonatus, PPGDON, dan Pelayanan
Kontrasepsi dan Rujukannya)”
Disusun Guna Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Komunitas
Dosen Pengampu : Dr. Masita. SST., MPH.

Disusun Oleh :

Kelompok 5 Tingkat 2B Kebidanan

Dyah Ayu Ratri Tianto P17124021053

Juwita Nayawitri Zakia Arifin P17124021061

Nursari Al Sakinnah P17124021073

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

POLTEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA 1

2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang
diberikan, sehingga makalah Asuhan Kebidanan Komunitas mengenai “Memberikan Asuhan
Kebidanan Dengan Dasar-Dasar Komunitas (Asuhan Bayi Baru Lahir dan Neonatus,
PPGDON, dan Pelayanan Kontrasepsi dan Rujukannya)” ini bisa terselesaikan dengan baik.
Dalam penyusunan makalah ini, kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini. Adapun pihak-pihak
tersebut antara lain:

1. Allah SWT yang selalu menjadi penuntun dan yang menyertai kami dalam
menyelesaikan penyusunan makalah ini.
2. Kedua orang tua yang selalu mendukung dan mendoakan kami.
3. Ibu Siti Rahmadani, SST., M.Kes. selaku dosen penangung jawab mata kuliah
Asuhan Kebidanan Komunitas.
4. Ibu Dr. Masita. SST., MPH Selaku dosen pengampu mata kuliah Asuhan
Kebidanan Komunitas .

Materi yang kami sampaikan dalam makalah ini tentunya masih jauh dari
kesempurnaan, karena kami juga masih dalam tahap pembelajaran. Oleh karena itu arahan,
koreksi, dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.

Jakarta, 23 Januari 2023

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………… 1
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………... 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………………………… 3
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………. 3
1.3 Tujuan Makalah……………………………………………………………………. 4
1.4 Manfaat Makalah…………………………………………………………………... 4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Asuhan Bayi Baru lahir dan Neonatus……………………………………………... 5
2.1.1 Jadwal Kunjungan…………………………………………………………... 5
2.1.2 Manajemen Pada Bayi Baru Lahir dan Neonatus…………………………… 7
2.1.3 Pelayanan Kesehatan Pada Bayi dan Balita………………………………… 9
2.1.4 Perawatan Kesehatan Bayi………………………………………………….. 14
2.1.5 Perawatan Kesehatan Balita………………………………………………… 17
2.1.6 Pemantauan Tumbang Bayi dan Balita atau Deteksi Dini………………….. 18
2.1.7 Imunisasi…………………………………………………………………….. 25
2.2 Pertolongan Pertama Gawatdarurat Obstetrik dan Neonatus (PPGDON)…………. 28
2.2.1 Pengertian PPGDON………………………………………………………... 28
2.2.2 Pertimbangan Pengambilan Keputusan Klinik……………………………… 28
2.2.3 Pertolongan Pertama Kegawatdaruratan Maternal………………………….. 30
2.2.4 Pertolongan Pertama Kegawatdaruratan Neonatal………………………….. 36
2.3 Pelayanan Kontrasepsi dan Rujukannya…………………………………………… 39
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………… 50
3.2 Saran……………………………………………………………………………….. 50
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………. 51
LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………………………….. 52

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kebidanan komunitas adalah pelayanan kebidanan yang menekankan pada
aspek-aspek psikososial budaya yang ada di komunitas (masyakart sekitar). Maka
seorang bidan dituntut mampu memberikan pelayanan yang bersifat individual
maupun kelompok. Pelayanan/asuhan kebidanan komunitas merupakan salah satu
area praktik bidan, yang pelayanannya diberikan baik pada individu, keluarga,
maupun masyarakat luas dengan memperhatikan dan menghargai budaya dan nilai-
nilai masyarakat setempat untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan dan
keluarganya. dengan proses/manajemen kebidanan.
Pencegahan dan peningkatan kesehatan masyarakat dilakukan melalui
pelayanan asuhan secara langsung terhadap individu, keluarga, dan kelompok dalam
konteks komunitas. Tujuan asuhan kebidanan komunitas adalah untuk kesalamatan
ibu. Pada prinsipnya asuhan kebidanan yang diberikan di komunitas sama dengan
asuhan kebidanan yang diberikan di klinik, baik yang diberikan di Puskesmas ataupun
rumah sakit. Namun asuhan kebidanan di komunitas lebih memanfaatkan sumber daya
dan potensi yang dimiliki oleh masyarakat.

Upaya kesehatan ibu dan anak adalah upaya di bidang kesehatan yang terkait
dengan pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi dan
anak balita serta anak pra sekolah. Sistem kesiagaan merupakan sistem tolong
menolong, yang dibentuk dari, oleh, dan untuk masyarakat dalam hal penggunaan alat
transportasi atau komunikasi (telepon genggam, telepon rumah), pendanaan,
pendonor darah, pencatatan pemantauan dan informasi KB serta sistem rujukan yang
adekuat untuk mengatasi komplikasi yang mungkin saja terjadi, sehingga angka
kematian ibu (AKI) dan angka kematian Bayi (AKB) serta angka kesakitan semakin
berkurang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana mengenai jadwal kunjungan pada asuhan kebidanan bayi baru lahir
dan neonatus?
2. Bagaimana manajemen pada bayi baru lahir dan neonatus?

3
3. Bagaimana mengenai pelayanan dan perawatan kesehatan pada bayi dan balita?
4. Bagaimana cara mendeteksi dini tumbuh kembang bayi dan balita?
5. Apa itu imunisasi?
6. Apa yang harus dilakukan pada pertolongan pertama kegawatdaruratan obstetrik
dan neonatus?
7. Bagaimana mengenai pelayanan kontrasepsi dan rujukannya?

1.3 Tujuan Makalah


1. Mengetahui mengenai jadwal kunjungan pada asuhan kebidanan bayi baru lahir
dan neonatus
2. Mengetahui dan memahami manajemen pada bayi baru lahir dan neonatus
3. Mengetahui mengenai pelayanan dan perawatan kesehatan pada bayi dan balita
4. Mengetahui dan memahami cara mendeteksi dini tumbuh kembang bayi dan balita
5. Mengetahui mengenai imunisasi
6. Memahami yang harus dilakukan pada pertolongan pertama kegawatdaruratan
obstetrik dan neonatus
7. Mengerti mengenai pelayanan kontrasepsi dan rujukannya

1.4 Manfaat Makalah


Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa kebidanan
dapat lebih memahami tentang cara memberikan asuhan kebidanan dengan dasar-
dasar komunitas pada asuhan bayi baru lahir dan neonatus, PPGDON, dan pelayanan
kontrasepsi dan rujukannya.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Asuhan Bayi Baru Lahir dan Neonatus


Bayi baru lahir atau neonatus adalah bayi yang berusia 0-28 hari. Kehidupan
pada masa neonatus ini sangat rawan karena memerlukan penyesuaian fisiologis agar
bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya
angka kesakitan dan angka kematian neonatus.
Asuhan Bayi Baru Lahir adalah asuhan yang diberikan pada bayi selama jam
pertama setelah kelahiran. Segera setelah bayi lahir tanpa menunggu nilai apgar,
langsung melakukan 4 penilaian awal. Sementara untuk menit pertama dan kelima
menggunakan nilai APGAR. Dari hasil pemeriksaan Apgar, dapat diberikan penilaian
kondisi bayi baru lahir dengan : nilai 7 – 10 tergolong normal, nilai 4 – 6 tergolong
asfiksia sedang – ringan, dan nilai 0 – 3 tergolong asfiksia berat.
2.1.1 Jadwal Kunjungan
Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus
terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat
kelainan atau masalah kesehatan pada neonatus. Resiko kematian pada neonatus
terjadi pada saat 24 jam pertama kehidupan, minggu pertama dan bulan pertama
kehidupannya. Pelayanan kesehatan neonatal dasar dilakukan secara
komprehensif dengan melakukan pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir
dan pemeriksaan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda
(MTBM). Pelayanan ini termasuk ASI eksklusif dengan konseling dengan ibu
dan keluarganya, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, perawatan tali
pusat, penyuntikan vitamin K1 dan imunisasi HB – 0 yang diberikan pada saat
kunjungan rumah sampai bayi berumur 7 hari (bila tidak langsung diberikan
pada saat lahir), dan penangan rujukan kasus.
a) Kunjungan Neonatus 1 / KN 1 (6-48 jam)
1) Untuk bayi yang lahir di fasilitas kesehatan pelayanan dapat
dilaksanakan sebelum bayi pulang dari fasilitas kesehatan (≥24 jam)
2) Untuk bayi yang lahir di rumah, bila bidan meninggalkan bayi sebelum
24 jam, maka pelayanan dilaksanakan pada 6 – 24 jam setelah lahir.
Hal yang dilaksanakan :
a) Jaga kehangatan tubuh bayi
5
b) Berikan ASI eksklusif
c) Cegah infeksi
d) Rawat tali pusat
3) Komunikasikan kepada orang tua bayi bagaimana caranya merawat tali
pusat.
4) Pemeriksaan fisik dan reflek bayi
Pengukuran berat badan, panjang tubuh dan lingkar kepala. Rata-
rata peningkatan berat badan bayi dalam tiga bulan pertama adalah 1 ons
per hari sedangkan bayi yang disusui, peningkatan berat badannya
kurang lebih 1 ons per hari. Selama 3 – 5 hari pertama, BB bayi akan
hilang 5 – 10%, penurunan BB tersebut harus dicapai kembali pada hari
ke 10. Tingkat kesadaran, bunyi pernafasan dan irama jantung.
b) Kunjungan Neonatus 2 / KN 2 (3-7 hari setelah bayi lahir)
1) Jaga kehangatan tubuh bayi
2) Berikan ASI eksklusif
3) Cegah infeksi
4) Rawat tali pusat
5) Menjelaskan rangkaian imunisasi
6) Mengukur kembali BB dan TB
7) Kunjungan Neonatal Minggu ke – 1
1) Timbang berat badan bayi. Bandingkan dengan berat badan saat
ini dengan berat badan saat bayi lahir. Catat penurunan dan
penambahan ulang BB bayinya.
2) Perhatikan intake dan output bayi baru lahir.
3) Lihat keadaan suhu tubuh bayi
4) Kaji ke adekuatan suplai ASI 4 minggu setelah kelahiran
5) Ukur tinggi dan berat badan bayi dan bandingkan dengan
pengukuran pada kelahiran dan pada usia 6 minggu.
6) Perhatikan nutrisi bayi
7) Perhatikan keadaan penyakit pada bayi
c) Kunjungan Neonatus 3 / KN 3 (8-28 hari setelah bayi lahir)
1) Periksa ada/tidak tanda bahaya atau gejala sakit
2) Lakukan; jaga kehangatan, beri ASI eksklusif, rawat tali pusat

6
2.1.2 Manajemen Pada Bayi Baru Lahir dan Neonatus
a) Penilaian awal BBL
- Apakah bayi menangis dan atau bernafas tanpa kesulitan?
- Apakah bayi bergerak aktif atau lemas?
b) Beri ASI, Segera dalam 30 menit setelah lahir. Jangan beri makanan lain.
c) Jaga bayi tetap hangat
- Tunda memandikan bayi sampai 6 jam.
- Bungkus bayi dengan kain kering.
- Jangan letakkan bayi pada tempat dingin
- Metode kanguru.
d) Cegah infeksi pada bayi baru lahir. Tetrasiklin 1% dalam 1 jam pertama.
e) Beri rangsangan perkembangan.
f) Perawatan tali pusat.
- Jangan membungkus punting tali pusat atau perut bayi atau
mengoleskan cairan atau bahkan apapun kepuntung tali pusat.
- Mengoleskan alcohol atau betadhine (Terutama jika pemotongan tali
pusat tidak terjamin DTT atau steril) masih diperkenankan tetapi tidak
di kompreskan karena akan menyebabkan tali pusat basah atau lembab.
- Berikan nasehat pada ibu dan keluarga.

1. Manajemen Bayi Baru Lahir

7
Gambar 2.1
Bagan Alur Manajemen Bayi Baru Lahir

2. Manajemen Bayi Baru Lahir Normal

Gambar 2.2
Bagan Alur Manajemen Bayi Baru Lahir Normal

3. Manajemen Bayi Baru Lahir Dengan Asfiksia

8
Gambar 2.3
Bagan Alur Manajemen Bayi Baru Lahir Dengan Asfiksia

2.1.3 Pelayanan Kesehatan Pada Bayi dan Balita


Pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh petugas
kesehatan yang kompeten kepada neonates atau bayi baru lahir sedikit 3 kali,
selama periode 0 – 28 hari setelah lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun
melalui kunjungan rumah. Anak balita adalah anak yang berusia 1 – 5 tahun
memiliki pertumbuhan mental,intelektual yang berkembang pesat. Pelayanan
kesehatan anak balita sakit dan sehat yang diberikan oleh tenaga kesehatan
sesuai standar.
1) Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir
a) Merawat tali pusat sampai dengan hari ke 28 setelah lahir.
i. Setelah plasenta dilahirkan dan kondisi ibu dianggap stabil, ikat atau
jepitkan klem plastik tali pusat pada puntung tali pusat.
ii. Celupkan tangan yang masih menggunakan sarung tangan ke dalam
larutan klonin 0,5 % untuk membersihkan darah dan sekresi tubuh
lainnya.
iii. Bilas tangan dengan air matang atau disinfeksi tingkat tinggi
iv. Keringkan tangan (bersarung tangan) tersebut dengan handuk atau
kain bersih dan kering.
v. Ikat ujung tali pusat sekitar 1 cm dari pusat bayi dengan
menggunakan benang disinfeksi tingkat tinggi atau klem plastik tali
pusat (disinfeksi tingkat tinggi atau steril). Lakukan simpul kunci
atau jepitankan secara mantap klem tali pusat tertentu.
vi. Jika menggunakan benang tali pusat, lingkarkan benang sekeliling
ujung tali pusat dan dilakukan pengikatan kedua dengan simpul
kunci dibagian tali pusat pada sisi yang berlawanan.
vii. Lepaskan klem pengikat tali pusat dan letakkan di dalam larutan
klonin 0,5%
viii. Selimuti ulang bayi dengan kain bersih dan kering, pastikan bahwa
bagian kepala bayi tertutup dengan baik.
b) Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
Inisiasi menyusui dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera
setelah dilahirkan dimana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya

9
sendiri. Inisiasi menyusui dini (IMD) akan sangat membantu dalam
keberlangsungan pemberian ASI ekslusif. Pemerintah Indonesia
mendukung kebijakan WHO dan UNICEF yang merekomendasikan
inisiasi menyusui dini sebagai tindakan penyelamatan kehidupan, karena
IMD dapat menyelamatkan 22% dari bayi yang meninggal sebelum usia 1
bulan. Program ini dilakukan dengan cara langsung meletakkan bayi baru
lahir di dada ibunya dan membiarkan bayi mencari untuk menemukan
puting susu ibunya untuk menyusu. IMD harus dilaksanakan langsung saat
lahir, tanpa boleh ditunda dengan kegiatan menimbang atau mengukur
bayi. Bayi juga tidak boleh dibersihkan hanya dikeringkan kecuali
tangannya. Proses ini harus berlangsung skin to skin antara bayi dan ibu.
Menyusui 1 jam pertama kehidupan yang di awali dengan kontak kulit
antara ibu dan bayi dinyatakan sebagai indikator global dan ini merupakan
hal baru bagi Indonesia, dan merupakan program pemerintah khususnya
Departemen Kesehatan RI.
c) Melakukan penilaian Bayi Baru Lahir
1. Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan
2. Apakah bayi bergerak dengan aktif atau lemas
3. Jika bayi tidak bernapas atau bernapas megap maka segera lakukan
tindakan resusitasi bayi baru lahir. megap atau lemah
d) Memberikan Vitamin K
Untuk mencegah terjadinya perdarahan karena defisiensi vitamin
K pada bayi baru lahir normal atau cukup bulan perlu di beri vitamin K
per-oral 1 mg/hari selama 3 hari, dan bayi beresiko tinggi di beri vitamin
K parental dengan dosis 0,5 – 1 mg (IM).
e) Pencegahan Infeksi
1) Cuci tangan dengan seksama sebelum dan setelah bersentuhan dengan
bayi
2) Pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum
dimandikan
3) Pastikan semua peralatan dan bahan yang digunakan, terutama klem,
gunting, penghisap lender/DeLee dan benang tali pusat telah
didesinfeksi tingkat tinggi atau steril.

10
4) Pastikan semua pakaian, handuk, selimut dan kain yang digunakan
untuk bayi, sudah dalam keadaan bersih. Demikin pula dengan
timbangan, pita pengukur, termometer, stetoskop.
5) Memberikan obat tetes atau salep mata Untuk pencegahan penyakit
mata karena klamidia (penyakit menular seksual) perlu diberikan obat
mata pada jam pertama persalinan, yaitu pemberian obat mata
eritromisin 0.5 % atau tetrasiklin 1 %, sedangkan salep mata biasanya
diberikan 5 jam setelah bayi lahir. Perawatan mata harus segera
dikerjakan, tindakan ini dapat dikerjakan setelah bayi selesai dengan
perawatan tali pusat.
f) Pemeriksaan Fisik Bayi Baru Lahir
Kegiatan ini merupakan pengkajian fisik yang dilakukan oleh
bidan ate Window yang bertujuan untuk memastikan normalitas &
mendeteksi adanya penyimpangan dari normal. Pengkajian ini dapat
ditemukan indikasi tentang seberapa baik bayi melakukan penyesuaian
terhadap kehidupan di luar uterus dan bantuan apa yang diperlukan. Dalam
pelaksanaannya harus diperhatikan agar bayi tidak kedinginan, dan dapat
ditunda apabila suhu tubuh bayi rendah atau bayi tampak tidak sehat.
Prinsip pemeriksaan bayi baru lahir:
1. Jelaskan prosedur pada orang tua dan minta persetujuan Tindakan.
2. Cuci dan keringkan tangan, pakai sarung tangan.
3. Pastikan pencahayaan baik.
4. Periksa apakah bayi dalam keadaan hangat, buka bagian yang akan
diperiksa (jika bayi telanjang pemeriksaan harus dibawah lampu
pemancar) kembali selimuti dan dengan cepat segera.
5. Periksa bayi secara sistematis dan menyeluruh.
g) Imunisasi BCG, hepatitis B dan polio oral
Imunisasi Hepatitis B diberikan 1 – 2 jam di paha kanan setelah
penyuntikan Vitamin K1 yang bertujuan untuk mencegah penularan
Hepatitis B melalui jalur ibu ke bayi yang dapat menimbulkan kerusakan
hati.
2) Pelayanan Kesehatan Balita
1) Pemantauan pertumbuhan balita dengan KMS minimal 8 kali KMS (Kartu
Menuju Sehat) untuk balita adalah alat yang sederhana dan murah, yang
11
dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. Oleh
karenanya KMS harus disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus selalu
dibawa setiap kali mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan
kesehatan, termasuk bidan dan dokter. Manfaat KMS adalah:
a) Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan
balita secara lengkap, meliputi: pertumbuhan, perkembangan,
pelaksanaan imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul
vitamin A, kondisi kesehatan pemberian ASI eksklusif. dan
Makanan Pendamping ASI.
b) Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak
c) Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas
untuk menentukan penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan
dan gizi.
2) Pemberian Kapsul Vitamin A
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang
sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar
dapat melihat dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh yaitu
meningkatkan daya tahan tubuh, jaringan epitel, untuk melawan penyakit
misalnya campak, diare dan infeksi lain. Pemberian vitamin A termasuk
dalam program Bina Gizi yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan
setiap 6 bulan yaitu bulan Februari dan Agustus, anak-anak balita
diberikan vitamin A secara gratis dengan target pemberian 80% dari
seluruh balita. Vitamin A terdiri dari 2 jenis :
a) Kapsul vitamin A biru (100.000 IU) diberikan pada bayi yang
berusia 6 – 11 bulan satu kali dalam satu tahun.
b) Kapsul vitamin A merah (200.000 IU) diberikan kepada balita
Kekurangan vitamin A disebut juga dengan xeroftalmia (mata
kering). Hal ini dapat terjadi karena serapan vitamin A pada mata
mengalami pengurangan sehingga terjadi kekeringan pada selaput
lendir atau konjungtiva dan selaput bening (kornea mata). balita
akan terlindungi dari kekurangan vitamin A terutama bagi balita
dari keluarga menengah kebawah.
3) Pelayanan Posyandu

12
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan
Bersumber daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan
diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan
masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan
angka kematian ibu dan bayi. Adapun jenis pelayanan yang
diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup :
a. Penimbangan berat badan
b. Penentuan status pertumbuhan
c. Penyuluhan
d. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan
kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang, apabila
ditemukan kelainan, segera ditunjuk ke Puskesmas.
4) Manajemen terpadu balita sakit (MTBS)
MTBS adalah suatu pendekatan yang terintegrasi atau terpadu
dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia
0 – 59 bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu
program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana balita
sakit. Kegiatan MTBS merupakan upaya pelayanan kesehatan yang
ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian sekaligus
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan
dasar (Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes,
dll).
Bila dilaksanakan dengan baik, pendekatan MTBS tergolong
lengkap untuk mengantisipasi penyakit – penyakit yang sering
menyebabkan kematian bayi dan balita di Indonesia. Dikatakan lengkap
karena meliputi upaya preventif (pencegahan penyakit), perbaikan gizi,
upaya promotif (berupa konseling) dan upaya kuratif (pengobatan)
terhadap penyakit-penyakit dan masalah yang sering terjadi pada balita.
Badan Kesehatan Dunia WHO telah mengakui bahwa pendekatan MTBS
sangat cocok diterapkan negara-negara berkembang dalam menurunkan
angka upaya kematian, sakit dan kecacatan pada bayi dan balita.

13
Kegiatan MTBS memliliki 3 komponen khas yang menguntungkan,
yaitu:
1) Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana
kasus balita sakit (selain dokter, petugas kesehatan non-dokter bisa
pula memeriksa dan pegangan asalkan sudah dilatih).
2) Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak
program dalam 1 kali pemeriksaan MTBS).
3) Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di
rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit
(meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan
kesehatan)
4) Konseling pada keluarga balita kesehatan Konseling yang dapat
diberikan adalah :
a. Pemberian makanan bergizi pada bayi dan balita
b. Pemberian makanan bayi
c. Mengatur makanan anak usia 1 – 5 tahun.
d. Pemeriksaan rutin/berkala terhadap bayi dan balita
e. Peningkatan kesehatan pola tidur, bermain, peningkatan
pendidikan seksual dimulai sejak balita (sejak anak mengenal
idenitasnya sebagai laki – laki atau perempuan.
5) Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK)
minimal 2 kali dalam setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi
pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa,
sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali pertahun (setiap 6 60
Asuhan Kebidanan Komunitas  bulan). Pelayanan SDIDTK diberikan
di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan) maupun di luar gedung.

2.1.4 Perawatan Kesehatan Bayi


Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir dilaksanakan pada 0 – 28
hari (kunjungan neonatus). Bayi hingga usia kurang dari satu bulan merupakan
golongan umur yang paling rentan atau memiliki risiko gangguan kesehatan
paling tinggi. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko
tersebut antara lain dengan melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan dan pelayanan kepada neonatus (0-28 hari). Dalam pelayanan
14
kesehatan neonatus, petugas selain melakukan pemeriksaan kesehatan bayi juga
memberikan konseling perawatan bayi kepada ibu.
Penyuluhan kepada ibu tentang pemberian ASI eksklusif untuk bayi
dibawah 6 bulan dan makanan pendamping ASI (MPASI) untuk bayi diatas 6
bulan. Petugas kesehatan sangat berperan dalam keberhasilan proses menyusui,
dengan cara memberikan konseling tentang ASI sejak kehamilan, melaksanakan
inisiasi menyusui dini (IMD) pada saat persalinan dan mendukung pemberian
ASI ekslusif setelahnya.
Pemantauan tumbuh kembang bayi untuk meningkatkan kualitas
tumbuh kembang anak melalui deteksi dini dan stimulasi tumbuh kembang bayi.
Deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang mencakup:
a. Aspek Pertumbuhan:
1) Timbang berat badannya (BB)
2) Ukur tinggi badan (TB) dan lingkar kepalanya (LK)
3) Lihat garis pertambahan BB, TB dan LK pada grafik
b. Aspek Perkembangan:
1) Tanyakan perkembangan anak dengan KPSP (Kuesioner Pra Skrining
Perkembangan)
2) Tanyakan daya pendengarannya dengan TDD (Tes Daya Dengar)
3) Tanyakan daya penglihatannya dengan TDL (Tes Daya Lihat)
c. Aspek Mental Emosional:
1) KMEE (Kuesioner Masalah Mental Emosional)
2) CHAT (Check List for Autism in Toddles = Cek Lis Deteksi Dini Autis)
3) GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas

1. Vaksinasi
Bukan hanya bayi saja yang perlu mendapatkan vaksin, orang-orang
dewasa yang berada di sekitarnya juga perlu divaksin. Bayi baru lahir hanya
akan menerima vaksinasi hepatitis B saat lahir, dan sisanya diberikan pada
jarak waktu tertentu selama 4 tahun pertama kehidupan mereka. Itulah
mengapa semua orang dewasa yang berada di dekat bayi, seperti pengasuh
dan keluarga perlu mendapatkan vaksin sesuai yang direkomendasikan
dokter agar tidak menularkan virus penyakit pada bayi.

15
2. Kenakan Pakaian yang Tepat pada Bayi
Pastikan bayi berpakaian hangat, yang mungkin sedikit lebih hangat dari
ibu. Namun, hindari juga memakaikannya berlapis-lapis pakaian, karena
bisa membuat bayi kepanasan dan terlalu banyak berkeringat yang bisa
menyebabkan dehidrasi dan meningkatkan risikonya untuk jatuh sakit.
3. Biasakan Orang Rumah Rajin Mencuci Tangan
Mintalah anggota keluarga, teman dan siapapun yang berkunjung ke rumah
untuk mencuci tangan terlebih dahulu dengan sabun antibakteri dan air
sebelum menggendong bayi. Pasalnya, mereka bisa saja menularkan atau
menyebarkan kuman berbahaya meskipun mereka tidak terlihat sakit.
4. Pemberian ASI Eksklusif Dianjurkan, tapi Bukan Satu-satunya
Pilihan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar Air Susu Ibu
(ASI) menjadi makanan utama untuk bayi hingga usia 6 bulan bila
memungkinkan. ASI bisa mendukung kesehatan bayi, memberikan bayi
antibodi dari ibu dan memiliki tingkat kekebalan yang lebih tinggi. Namun,
tidak semua ibu bisa memberikan ASI eksklusif pada bayinya karena
memiliki kondisi tertentu. Meskipun tidak ada perdebatan mengenai
pemberian susu formula pada bayi, ibu dianjurkan untuk membicarakannya
pada dokter mengenai makanan apa yang tepat bagi bayi.
5. Bimbing Anak untuk Menerapkan Praktik Kebersihan
Ajari anak yang lebih tua dan setiap anak yang berkunjung untuk
melakukan praktik kebersihan dasar, seperti mencuci tangan sebelum
menggendong bayi, menutupi mulut dan hidung saat batuk dan bersin, serta
membuang tisu setelah membuang ingus.
6. Pastikan Bayi Terhidrasi dengan Baik
Perhatikan kadar hidrasi bayi. Hidrasi bisa mendukung kerja selaput lendir
dan saluran pernapasan, yang penting untuk kesehatan bayi. Berikan ASI
atau susu formula secara teratur agar bayi tetap terhidrasi dengan baik.
Pedoman umum menganjurkan agar bayi setidaknya membasahi 4-
6 popok sehari.
7. Hindari Mengenakan Sepatu di dalam Rumah
Mintalah setiap orang di rumah untuk melepas sepatu mereka sebelum
masuk ke dalam rumah. Sepatu membawa kotoran, racun, dan polusi dari
16
luar, dan bayi yang sudah bisa merangkak bisa terpapar racun tersebut di
lantai. Bahkan sekalipun bayi belum bisa merangkak, ketika ibu
membaringkan bayi di lantai untuk waktu latihan tengkurap atau bermain,
ia bisa terkena kuman dari lantai. Jadi, penting untuk menjaga kebersihan
lantai.
8. Bersihkan Gigi Bayi
Kebersihan gigi yang baik bisa mendukung kesehatan yang baik. Hal itu
juga berlaku bagi bayi. Karena itu, penting bagi orangtua untuk mulai
menyikat gigi bayi segera setelah giginya mulai tumbuh.
2.1.5 Perawatan Kesehatan Balita
1. Pelayanan kesehatan pada anak balita
a) Pemeriksaan kesehatan anak balita secara berkala
b) Penyuluhan pada orang tua, menyangkut perbaikan gizi, kesehatan
lingkungan, pengawasan tumbuh kembang anak
c) Imunisasi dan upaya pencegahan penyakit lainnya
d) Identifikasi tanda kelainan dan penyakit yang mungkin timbul pada bayi
dan cara menanggulanginya
2. Kunjungan anak balita
Bidan berkewajiban mengunjungi bayi yang ditolongnya atupun yang
ditolong oleh dukun di bawah pengawasan bidan di rumah.
a) Kunjungan ini dilakukan pada minggu pertama setelah persalinan. Untuk
selanjutnya bayi bisa dibawa ke tempat bidan bekerja
b) Anak berumur sampai 5 bulan diperiksa setiap bulan
c) Kemudian pemeriksaan dilakukan setiap 2 bulan sampai anak berumur 12
bulan
d) Setelah itu pemeriksaan dilakukan setiap 6 bulan sampai anak bet umur 24
bulan
e) Selanjutnya pemeriksaan dilakukan satu kali se-tahun.
3. Kegiatan yang dilakukan pada kunjungan balita antara lain:
a) Pemeriksaan fisik anak dilakukan termasuk penimbangan berat badan
b) Penyuluhan atau nasehat pada ibu tentang pemeliharaan kesehatan anak
dan perbaikan gizi serta hubungan psiko sosial antar anak, ibu dan
keluarga. Ibu diminta memperhatikan tumbuh kembang anak, pola makan
dan tidur serta perkembangan prilaku dan sosial anak.
17
c) Penjelasan tentang Keluarga Berencana
d) Dokumentasi pelayanan
4. Pemeriksaan kesehatan anak balita
Kegiatan observasi dilakukan untuk mengetahui keadaan umum anak :
a) Bagaimana postur tubuhnya, kurus atau gemuk?
b) Apakah da!am keadaan tenang? Mengantuk atau gelisah?
c) Bagaimana kondisi psikologis anak, marah, cengeng atau ramah?
d) Bagaimana kondisi kulit anak?
e) Apakah sesak napas atau tidak?
f) Bagaimanan kondisi matanya, cekung, ada kotoran, warna konjungtiva?
g) Bagaimana kesan pertumbuhan anak? Apakah sesuai antara berat badan,
tinggi badan, dan perkembangan mentalnya?
2.1.6 Pemantauan Tumbuh Kembang Bayi dan Balita atau Deteksi Dini
Anak selalu tumbuh dan berkembang sejak konsepsi sampai berakhirnya
masa remaja, hal ini yang membedakan anak dengan dewasa. Anak menunjukkan
ciri – ciri pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai dengan usianya.
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta
jaringaninterseluler, yang berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh
sebagian ataukeseluruhan sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.
Perkembangan adalah struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks
dalamkemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara, bahasa, bersosialisasi, dan
kemandirian.
Ciri – ciri tumbuh kembang anak :
a. Perkembangan dan pertumbuhan menimbulkan perubahan
b. Perkembangan dan pertumbuhan pada tahap awal akan menentukan
perkembangan selanjutnya
c. Perkembangan dan pertumbuhan mempunyai kecepatan yang berbeda
d. Perkembanagan berkolerasi dengan pertumbuhan
e. Perkembangan mempunyai pola tetap
f. Perkembangan memiliki tahap yang berurutan
Faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas tumbuh kembang anak :
a. Faktor dalam ( internal) : Ras etnik / bangsa, keluarga, usia, jenis
kelamin,genetik, kelainan kromosom.
b. Faktor luar ( eksternal )
18
c. Faktor prenatal : mekanis/ posisi dalam kandungan, gizi, toksin/zat kimia,
endokrin (ibu dengan diabetes melitus), radiasi, infeksi, kelainan imunologi/
perbedaan golongan darah, anoksia embrio/gangguan fungsi plasenta,
psikologi ibu.
d. Faktor persalinan : adanya komplikasi dan penyulit saat persalinan
e. Faktor pasca persalinan : gizi, lingkungan fisik dan kimia, psikologis,
endokrin, sosio ekonomi, lingkungan pengasuhan,stimulasi, obat – obatan.
Aspek perkembangan yang dipantau, yaitu sebagai berikut :
a. Gerak kasar / motorik kasar ( duduk, berdiri, dll)
b. Gerak halus / motorik halus ( menulis, menjimpit, dll)
c. Kemampuan bicara dan Bahasa
d. Sosialisasi dan kemandirian
Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaiatan, dan
berkesinambungan yang dimulai sejak konsepsi sampai dewasa.
a. Masa prenata atau intrauterin ( masa janin dalam kandungan)
1) Masa zigot saat konsepsi sampai usia kehamilan 2 minggu.
2) Masa embrio saat usia kehamilan 2 minggu sampai 8 atau 12minggu,
terbentuk organ – organ janin.
3) Masa janin / fetus dimulai sejak kehamilan 16 minggu sampaiakhir masa
kehamilan. Fetus dini dimulai sejak usia kehamilan 12minggu sampai
trimester kedua, pertumbuhan cepat, dan terjadi pembentukan sebagai
manusia yang lengkap. Fetus lanjut, yaknitrimester akhir kehamilan.
b. Masa bayi ( 0 – 11 bulan )
1) Masa neonatal ( 0 – 28 hari ), pada masa ini terjadi adaptasi terhadap
lingkungan, perubahan sirkulasi darah, dan mulai berfungsinya organ –
organ. Ada dua periode, yaitu masa neonatal dini/perinatal (0 – 7 hari)
dan masa neonatal lanjut (8 – 28 hari).
2) Masa pasca – neonatal (29 hari – 11 bulan ), pada masa ini, pertumbuhan
yang pesat dan proses pematangan berlanjut secaraterus- menerus,
terutama meningkatnya fungsi saraf. Kontak erat antara ibu dan bayi
terjalin sehingga dalam masa ini pengaruh ibudalam mendidik anak
sangat besar.

19
c. Masa balita (12 – 59 bulan)
1) Pada masa ini kecepatan pertumbuhan mulai menurun, namun terdapat
kemajuan dalam perkembangan motorik (gerak kasar dangerak halus)
2) Pada usia 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan
sel – sel otak masih berlangsung dan terjadi pertumbuhan serabut saraf
dan cabang – cabangnya sehingga terbentuk jaringan saraf yang akan
mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar,
berjalan, mengenal huruf, bersosialisasi/ kesadaran sosial dan emosional,
kemampuan berbicara dan bahasa, kreativitas dan inteligensi.
3) Masa ini mulai dipersiapkan untuk bersosialisasi dengan temansebaya
melalui kegitan ditaman bermain atau playgroup.
d. Masa anak prasekolah (60 – 72 bulan)
1) Pada masi ini pertumbuhan berlangsung stabil
2) Perkembangan aktivitas jasmani yang bertambah danmeningkatnya
keterampilan dan proses berpikir
3) Anak mulai senang bermain di luar rumah, mulai berteman atau
bersahabat dengan anak kecil
4) Anak mulai dipersiapkan masuk sekolah (TK/SD).

Tahap perkembangan pada anak menurut umur:

20
21
BAB III

Periode tumbuh kembang

No Periode Tumbuh Kembang Kelompok Umur Stimulasi


1. Masa prenatal, janin dalam kandungan Masa prenatal
2. Umur 0-3 bulan
Umur 3-6 bulan
Masa bayi 0 - 12 bulan Umur 6-9 bulan
Umur 9-12 bulan
3.
Umur 12-15 bulan
Umur 15-18 bulan
Masa anak balita 12-60 bulan Umur 18-24 bulan
Umur 24-36 bulan
Umur 36-48 bulan
Umur 48-60 bulan

4. Masa prasekolah 60-72 bulan Umur 60-72 tahun


Dalam upaya menurunkan masalah tumbuh kembang seorang anak harus
dilakukan upaya pencegahan sedini mungkin, yakni sejak pembuahan, janin di
dalamkandungan Ibu, pada saat persalinan sampai dengan masa – masa kritis proses
tumbuhkembang manusia yaitu masa dibawah usia lima tahun. Proses tumbuh
kembang berlangsung secara bersamaan dan berkesinambungan yang mencakup
aspek motorik, bahasa, kognitif, sosialisasi, dan kemandirian.
Deteksi dini tumbuh kembang bayi, balita dan anak prasekolah adalah
kegiatan pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh
kembang pada balita dan anak prasekolah. Ada tiga jenis deteksi dini tubuh
kembang yang dapatdikerjakan oleh tenaga kesehatan di tingkat puskesmas dan
jaringannya, berupa:

22
a. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, meliputi :
1) Pengukuran berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB)
2) Pengukuran lingkar kepala
b. Deteksi dini penyimpangan perkembangan, meliputi :
1) Skrining / pemeriksaan perkembangan anak menggunakankuesioner pra
skrining perkembangan (KPSP)
2) Tes daya dengar
3) Tes daya lihat
c. Deteksi dini penyimpangan mental emosional
Deteksi dini penyimpangan mental emosional adalah kegiatan /
pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya masalah mentalemosional,
autism dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas pada anak, agar
dapat segera dilakukan tindakan intervensi. Bila penyimpangan mental
emosional terlambat diketahui, maka intervensinyaakan lebih sulit dan hal ini
akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
Deteksi dini penyimpangan mental emosional meliputi :
1) Masalah mental emosional pada anak prasekolah (usia 36 – 72 bulan).
Masalah ini dideteksi dengan menggunakan kuisioner masalah mental
emosional (KMME).
2) Autisme pada anak prasekolah ( usia 18 – 36 bulan). Deteksi dini pada
masalah ini menggunakan CHAT (daftar tilik deteksi diniautisme pada
anak [checklist for autism in toddlers]).
3) Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GGPH).Deteksi dini
ini dilakukan untuk mengetahui seara dini adanya gangguan
hiperaktivitas pada anak usia 36 bulan keatas. Alat yang digunakkan
adalah formulir deteksi dini GPPH.

Jadwal Kegiatan dan Jenis Skrining


Deteksi Dini Penyimpangan Tumbuh Kembang
Pada Balita dan Anak Prasekolah

Jenis Deteksi Tumbuh Kembang Yang


Umur Harus Dilakukan

23
Deteksi Dini Deteksi Dini
Anak Deteksi Dini
Penyimpangan Penyimpangan
Penyimpangan
Perkembangan Mental Emosional
Pertumbuhan (dilakukan atas indikasi)
BB/TB LK KPSP TDD TDL KMPE M-CHAT GPPH
0
bulan

3
bulan
6
bulan
9
bulan
12
bulan
15
bulan
18
bulan
21
bulan
24
bulan
30
bulan
36
bulan
42
bulan
48
bulan
54
bulan
60
bulan
66
bulan
72
bulan

Keterangan:

BB/TB : Berat Badan terhadap Tinggi Badan TDL : Tes Daya Lihat
LK : Lingkar Kepala KMPE : Kuesioner Masalah Perilaku Emosional
KPSP : Kuesioner Pra Skrining Perkembangan M-CHAT : Modified Checklist for Autism in Toddlers
TDD : Tes Daya Dengar GPPH : Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas

24
2.1.7 Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal, atau resisten. Imunisasi berarti
kekebalan atau resisten terhadap suatu penyakit tertentu , tetapi tidak kebal
terhadap penyakit yang lain. Macam kekebalan ada dua, yaitu kekebalan tidak
spesifik dam kekebalan spesifik. Kekebalan tidak spesifik, yaitu pertahanan
tubuh pada manusia yang secara alamiah dapat melindungitubuh dari suatu
penyakit. Kekebalan spesifik adalah kekebalan yang diperoleh dari dua sumber:
1) Genetik
Kekebalan yang berasal dari genetik yang berhubungan dengan ras (warna kulit
dan kelompok etnis) cenderung lebih resisten terhadap penyakit. Misalnya,
orang Negro resisten terhadap penyakit Malaria vivax.
2) Kekebalan yang diperoleh
Kekebalan ini diperoleh dari luar tubuh anak seseorang, ada dua kekebalan
yang diperoleh :
a) Kekebalan aktif, adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh anak
atau seseorang sembuh dari penyakit tertentu., misalnya sakit campak.
Kekebalan aktif yang diperoleh setelah diberi imunisasi, berarti tubuh
diberikan organisme yang dilehkan atau dimatikan.
b) Kekebalan pasif, yaitu kekbalan yang diperoleh dai ibu mealui plasenta,
yakni ibu yang diperoleh dari ibu melalui plasenta, yakni ibu yang telah
memperoleh kekebalan terhadap penyakit tertentu, misalnya : campak,
tetanus, malaria.
Faktor yang mempengaruhi kekebalan, yaitu sebagai berikut :
1) Usia Bayi, anak balita, orang tua lebih mudah terserang penyakit
tertentu.dengan katalain usia sangat muda atau usia tua lebh rentan dan
kurang kebal terhadap penyakit tertentu.
2) Jenis kelamin
Penyakit tertentu seperti polio dan difteri lebih parah terjadi pada anak
perempuan dari pada anak laki – laki.
3) Kehamilan
Ibu hamil lebih rentan terhadap penyakit menular, mialnya polio,
pneumonia,malaria. Akan tetapi, penyakit tifoid dan meningitis jarang terjadi
pada kehamilan.

25
4) Gizi
Gizi yang baik akan meningkatkan resistensi tubuh terhadap penyakit
infeksi,namun sebaliknya kekurangan gizi akan menimbulkan kerentanan
terhadap penyakit tertentu
5) Trauma
Stress merupakan salah satu bentuk trauma yang menimbulakan kerentanan
seseorang terhadap penyakit infeksi tertentu.

Kekebalan yang terjadi pada tingkat komunitas disebut heard immunity.


Jika heard immunity dimasyarakat rendah, pada masyarakat tersebut akan mudah
terjadi wabah, dan sebaliknya jika heard immunity tinggi, wabah jarang terjadi pada
masyarakat tersebut.
Tujuan dari imunisasi adalah untuk menguranggi angka penderitaan suatu
penyakit yangsangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan
kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat di hindari dengan
imunisasi yaitu: Hepatitis, Campak, Polio, Difteri, Tetanus, Batuk Rejan,
Gondongan, Cacar air, TBC.
Macam – Macam Imunisasi
1. Imunisasi Aktif Adalah kekebalan tubuh yang di dapat seorang karena tubuh
yang secara aktif membentuk zat antibodi, contohnya: imunisasi polio atau
campak . Imunisasi aktif juga dapat di bagi 2 macam:
a) Imunisasi aktif alamiah Adalah kekebalan tubuh yang secara ototmatis di
peroleh sembuh dari suatu penyakit.
b) Imunisasi aktif buatan Adalah kekebalan tubuh yang di dapat dari
vaksinasi yangdiberikan untuk mendapatkan perlindungan dari suatu
penyakit.
2. Imunisasi Pasif Adalah kekebalan tubuh yang di dapat seseorang yang zat
kekebalan tubuhnya didapat dari luar. Contohnya Penyuntikan ATC (Anti
tetanus Serum). Pada orangyang mengalami luka kecelakaan. Contah lain
adalah: Terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima
berbagi jenis antibodi dari ibunya melalui darah placenta selama masa
kandungan. misalnya antibodi terhadapcampak. Imunisasi pasif ini dibagi
yaitu:

26
a) Imunisai pasif alamiah adalah antibodi yang di dapat seorang karena
diturunkan oleh ibu yang merupakan orang tua kandung langsung ketika
berada dalam kandungan.
b) Imunisasi pasif buatan Adalah kekebalan tubuh yang di peroleh karena
suntikan serum untuk mencegah penyakit tertentu.

Jenis – Jenis Imunisasi


1. BCG (Bacillus Calmatte Guerin)
Dosis pemberian 1 kali pada usia 0 – 2 bulan pada bahu kanan. Setelah
penyuntikan imunisasi ini, akan timbul benjolan putih pada lengan bekas
suntikan yang akan membentuk luka serta reaksi panas. Jangan dipecahkan.
2. DPT
Dosis pemberian 3 kali pada usia 2 – 11 bulan pada paha. Anak akan
mengalami panas dan nyeri pada tempat yang diimunisasi. Beri obat penurun
panas ¼ tablet dan jangan membungkus bayi dengan selimut tebal.
3. Polio
Dosis pemberian 4 kali melalui tetes mulut (2 tetes) pada usia 4 – 6 bulan
Setelah imunisasi, tidak ada efek samping. Jika anak menderita kelumpuhan
setelah imunisasi polio, kemungkinan sebelum di vaksin sudah terkena virus
polio.
4. Campak
Dosis pemberian 1 kali usia 9 bulan pada bahu kiri. Setelah 1minggu imunisasi,
terkadang bayi akan panas dan munculkemerahan. Cukup beri ¼ tablet penurun
panas.
Program imunisasi dilaksanakan untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi tersebut, seperti
difteri, tetanus, pertusis,hepatitis B, polio dan tuberkulosis.
Sasaran program imunisasi, adalah sebagai berikut :
1. Bayi yang berusia kurang dari 1 tahun (0 – 11 bulan)
2. Ibu hamil (awal kehamilan – 8 bulan)
3. Wanita usia subur (calon pengantin wanita)
4. Anak sekolah dasar (SD) kelas I dan kelas VI
Pokok – pokok kegiatan program imunisasi , yaitu sebagai berikut :
1. Pencegahan pada bayi (imunisasi lengkap)

27
a) Imunisasi BCG dosis 0,5 cc disuntukan pada lengan kanan atas melalui
intrakutan mulai usia 0 – 1 bulan dan diberikan satu kali .
b) Imunisasi Hb uninjek diberikan pada bayi baru lahir melalui intramuskular
pada paha kanan/kiri..
c) Imunisasi DPT/HB Combo dosis 0,5 cc disuntikan pada paha
kanan/kirimelalui intramuskular dengan interval 4 minggu dan diberikan
3 kali mulai usia 2 – 11 bulan.
d) Imunisasi polio dengan dosis 2 tetesdiberikan per oral dengan interval 4
minggu dan diberikan 4 kali mulai usia 0 – 11 bulan.
e) Imunisasi campak dosis 0,5 cc disuntikan melalui intrakutan pada lengan
kiri atas dan diberikan cukup sekali pada usia 9 bulan
2. Imunisasi pada anak sekolah dasa (SD)
a) Imunisasi DT ( difteri tetanus ) dosis 0,5 cc disuntikan melalui
intramuskular atau subkutan pada lengan kiri dan diberikan 1 kali pada
anak SD kelas 1.
b) Imunisasi TT 9 Toksoid Tetanus) dosis 0,5 cc disuntikan melalui
intramuskular atau subkutan pada lengan kiri dan diberikan 1 kali pada
anak SD kelas VI.

2.2 Pertolongan Pertama Gawatdarurat Obstetrik dan neonates ( PPGDON )


2.2.1 Pengertian PPGDON
Pertolongan pertama kegawatdaruratan ialah Pertolongan yang
diberikan segera untuk mengetahui gangguan kesehatan pada ibu dan anak
dengan melakukan tindakan pelayanan sedini mungkin.
2.2.2 Pertimbangan Pengambilan Keputusan Klinik
a) Standar 16: Penanganan Perdarahan dalam kehamilan trimester III
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada
kehamilan seperti :Nadi lemah dan cepat (110 kali / menit atau lebih),
Tekanan darah sangat rendah: tekanan sistolik < 90 mmHg, Nafas cepat
(Frekuensi pernafasan 30 kali / menit atau lebih, Bingung, gelisah atau
pingsan, Berkeringat atau kulit menjadi dingin dan basah pucat.

28
b) Standar 17: Penanganan kegawat pada eklampsia
Bidan mengenali secara tepat dan dini tanda dan gejala PER, PEB dan
EKLAMPSIA. Ibu harus belajar mengenai tanda dan gejala pre klamsia, dan
harus dianjurkan untuk mencari perawatan bidan, puskesmas atau rumah
sakit bila mengalami tanda preeklampsi (nyeri kepala hebat, gangguan
penglihatan, nyeri epigastrik, pembengkakan pada wajah). Memantau
dengan cermat tekanan darah ibu hamil, ibu dalam proses persalinan dan ibu
dalam masa nifas. Selalu waspada untuk segera merujuk ibu yang
mengalami preeklampsia berat atau eklampsia.
c) Standar 18 : Penanganan kegawat pada partus lama / macet
Bidan bisa mengenali keadaan ibu tampak kelelahan dan lemah,
kontraksi tidak teratur tetapi kuat, dilatasi serviks lambat atau tidak terjadi,
tidak terjadi penurunan bagian terbawah janin walaupun kontraksi adekuat,
sutura tumpang tindih atau tidak dapat diperbaiki. Bidan harus
menggunakan partograf untuk setiap ibu yang mau bersalin untuk
mendeteksi komplikasi secara dini seperti partus lama atau macet. Segera
merujuk ibu jika dalam proses persalinan garis waspada dilewati atau jka
ada tanda-tanda gawat ibu/janin.
d) Standar 19: Persalinan dengan menggunakan vakum Ekstraktor
Jangan menggunakan vacum ekstraktor untuk memutar posisi bayi.
Tarikan pertama membantu untuk menemukan arah tarikan yang tepat.
Jangan teruskan menarik diantara kontraksi dan meneran. Jangan teruskan
jika tidak ada penurunan bayi pada setiap tarikan, segera rujuk ibu. Jangan
teruskan jika terjadi gawat janin, hentikan dan rujuk ibu.
e) Standar 20 : Penanganan retensio plasenta
Sesudah tindakan dengan tindakan plasenta manual, ibu
memerlukan antibiotika berspektrum luas ampisilin 1 gr IV, kemudian
diikuti 500 mg per oral setiap 6 jam, dan Metronidazol 500 mg peroral setiap
6 jam selama 5 hari.Lakukan tes sensitif sebelum melakukan suntikan
Ampisilin.
f) Standar 21 : Penanganan perdarahan postpartum primer
Lakukan tes sensitifitas sebelum melakukan suntikan antibiotika,
Bila terjadi syok, gantikan semua cairan yang hilang, Kelahiran plasenta dan
selaputnya yang tidak lengkap merupakan penyebab utama perdarahan
29
postpartum sekunder, Ibu yang mengalami perdarahan postpartum sekunder
memerlukan bantuan untuk dapat melanjutkan pemberian ASI, ibu harus
cukup sering menyusui bayinya dan untuk periode yang cukup lama untuk
menjaga persediaan ASI yang cukup.
g) Standar 22 : Penanganan perdarahan postpartum sekunder
Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala
perdarahan postpartum sekunder, dan melakukan pertolongan pertama
untuk penyelamatan jiwa ibu, dan/atau merujuknya.

h) Standar 23 : Penanganan Sepsis Puerperalis


Lakukan test sensitivitas sebelum memberikan suntikan antibiotika.
Semua ibu nifas berisiko terkena infeksi, dan ibu yang telah melahirkan bayi
dalam keadaan mati, persalinan yang memanjang, pecahnya selaput ketuban
yang lama mempunyai risiko yang lebih tinggi. Kebersihan dan cuci tangan
sangatlah penting, baik untuk pencegahan maupun penanganan sepsis.
Keadaan ibu akan memburuk jika antibiotika tidak diberikan secara dini dan
memadai. Ibu dengan sepsis puerseralis perlu dukungan moril, karena
keadaan umumnya dapat menyebabkannya menjadi sangat letih dan depresi.
i) Standar 24 : Penanganan asfiksia neonatorum
Bidan harus selalu siap untuk melakukan resusitasi. Nilai pernafasan
setiap bayi baru lahir segera setelah pengeringan dan sebelum menit pertama
nilai APGAR. Klem dan potong tali pusat dengan cepat.Jaga bayi tetap
hangat selama dan sesudah resusitasi. Buka jalan nafas, betulkan letak
kepala bayi dan lakukan penghisapan pada mulut, baru kemudian hidung.
Ventilasi dengan kantung yang bisa mengembang sendiri dan masker yang
lembut atau sungkup, gunakan ukuran masker yang sesuai.
2.2.3 Pertolongan Pertama Kegawatdaruratan Maternal
1. Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya
kurang dari 20 minggu. Pada abortus septik, perdarahan per vagina yang
banyak atau sedang demam (menggigil), kemungkinan gejala iritasi
peritonium, dan kemungkinan syok. Tetapi untuk perdarahan yang tidak
mengancam nyawa adalah dengan Macrodex, Haemaccel, Periston,
Plasmagel, Plasmafunddin (pengekspansi plasma pengganti darah) dan
30
perawatan di rumah sakit. Tetapi untuk perdarahan yang mengancam nyawa
(syok hemoragik) dan memerlukan anestesi, harus dilakukan dengan sangat
hati-hati jika kehilangan darah banyak. Pada syok berat, lebih dipilih
kuretase tanpa anestesi kemudian Methergin. Pada abortus dengan demam
menggigil, tindakan utamanya dengan penisilin, ampisilin, sefalotin,
rebofasin dan pemberian infus.
2. Mola Hidatidosa (Kista Vesikuler)
Pada hasil pemeriksaan, biasanya uterus lebih besardaripada usia
kehamilannya karena ada pengeluaran kista. Kista ovarium tidak selalu
dapat dideteksi. Pada mola kistik, hanya perdarahan mengancam yang
boleh dianggap kedaruratan akut, akibatnya tindakan berikut tidak dapat
dilakukan pada kejadian gawat darurat. Terapi untuk gangguan ini adalah
segera merawat pasien dan pasien diberi terapi oksitosin dosis tinggi,
pembersihan uterus dengan hati-hati atau histerektomi untuk wanita tua
atau yang tidak menginginkan menambah anak lagi, tranfusi darah dan
antibiotika.
3. Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)
Diagnosis ditegakkan melalui adanya amenore 3-10 minggu, jarang
lebih lama,perdarahan per vagina tidak teratur (tidak selalu). Nyeri yang
terjadi serupa dengan nyeri melahirakan, sering unilateral (abortus tuba),
hebat dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan abdomen yang jelas dan
menyebar. Kavum doglas menonjol dan sensitif terhadap tekanan.
Jika ada perdarahan intra-abdomial, gejalanya sebagai berikut:
e. Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih jarang pada
abdomen bagian atas.
f. Abdomen tegang.
g. Mual
h. Nyeri bahu
i. Membran mukosa anemis
4. Plasenta Previa
Tindakan dasar umum memantau tekanan darah, nadi, dan
hemoglobin, Memberi oksigen, memasang infus, memberi ekspander
plasma atau serum yang diawetkan. Usahakan pemberian darah lengkap
yang telah diawetkan dalam jumlah mencukupi. Pada perdarahan yang
31
mengancam nyawa, seksio sesaria segera dilakukan setelah pengobatan
syok dimulai. Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena
plasenta previa totalis atau parsialis, segera lakukan seksio sesaria,
karenaplasenta letak rendah (plasenta tidak terlihat jika lebar mulut serviks
sekitar 4-5 cm), pecahkan selaput ketuban dan berikan infus oksitosin,
jikaperdarahan tidak berhenti, lakukan persalinan per vaginam dengan
forsep atau eksrtraksi vacum, jika perdarahan tidak berhenti, lakukan seksio
searia.
5. Solusio (Abrupsio) Plasenta
Tindakan dirumah sakit meliputi pemeriksaan umum yang teliti
(nadi, tekanan darah, jumlah perdarahan per vaginam, penentuan
hemoglobin, hematokrit, dan pemantauan pengeluaran urine). Profilaksis
untuk syok dengan mulai memberi infus, menyediakan darah lengkap yang
diawetkan, pemeriksaan golongan darah dan profil koagulasi. Pemeriksaan
vagina, pada perdarahan hebat pecahkan selaput ketuban tanpa memandang
keadaan serviks dan nyeri persalinan.
Tindakan ini harus diikuti dengan infuse oksitosin (Syntocinon) 3 unit
per 500 ml. Penghilangan nyeri dan sedative untuk profilaksis syok
menggunakan dolantin (Petidin), novalgin (Noraminodopirin) IV, talwin
(Pentazosin) IV dan IM. Tindakan tambahan pada janin yang hidup dan
dapat hidup adalah dengan seksio sesaria. Pada janin yang mati, usahakan
persalinan spontan. Jika perlu, ekstraksi vakum atau kraniotomi pada
perdarahan yang mengancam nyawa (juga pada janin yang mati atau tidak
dapat hidup).
6. Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)
Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon
(oksitosin) IV yang diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati dengan
tekanan pada fundus. Jika plasenta tidak lahir, usahakan pengeluaran secara
manual setelah 15 menit. Jika ada keraguan tentang lengkapnya plasenta,
lakukan palpasi sekunder.
7. Ruptur Uteri
Rupture Uteri mengancam (hampir lahir) diagnosis melalui temuan
peningkatan aktifitas kontraksi persalinan (gejolak nyeri persalinan),
terhentinya persalinan, regangan berlebihan disertai nyeri pada segmen
32
bawah rahim (sering gejala utama), pergerakan cincin Bandul ke atas,
tegangan pada ligament rotundum, dan kegelisahan wanita yang akan
bersalin. Rupture yang sebenarnya didiagnosis melalui temuan adanya
kontraksi persalinan menurun atau berhenti mendadak (munculnya
sebagian atau seluruh janin kedalam rongga abdomen yang bebas),
berhentinya bunyi jantung atau pergerakannya atau keduanya, peningkatan
tekanan akibat arah janin, gejala rangsangan peritoneal (nyeri difus,
muscular defence, dan nyeri tekan) keadaan syok peritoneal, perdarahan
eksternal (hanya pada 25% kasus), perdarahan internal (anemia, tumor yang
tumbuh cepat disamping rahim yang menunjukkan hematoma karena
rupture inkompletus/ terselubung).
Rupture tenang didiagnosis melalui temuan setiap keadaan syok yang
tidak dapat dijelaskan pada inpartum atau pasca partum dan harus dicurigai
dibsebabkan oleh ruptur uteri. Terapi untuk gangguan ini meliputi hal-hal
berikut.
a. Histerektomi total, umumnya rupture meluas ke segmen bawah
uteri, sering ke dalam serviks.
b. Hesterektomi supra vagina hanya dalam kasus gawat darurat.
c. Membersihkan uterus dan menjahit rupture, bahaya rupture baru
pada kehamilan berikutnya sangat tinggi.
d. Pada hematoma parametrium dan angioreksis (ruptur pembuluh
darah). Buang hematoma hingga bersih, jika perlu ikat arteri iliaka
hipogastrikum.
e. Pengobatan antisyok harus dimulai bahkan sebelum dilakukan
operasi.
8. Perdarahan Pasca persalinan
Terapinya bergantung penyebab perdarahan, tetapi selalu dimulai
dengan pemberian infuse dengan ekspander plasma, sediakan darah yang
cukup untuk mengganti yang hilang, dan jangan memindahkan penderita
dalam keadaan syok yang dalam. Pada perdarahan sekunder atonik:
a. Beri Syntocinon (oksitosin) 5-10 unit IV, tetes oksitosin dengan dosis
20 unit atau lebih dalam larutan glukosa 500 ml.
b. Pegang dari luar dan gerakkan uterus ke arah atas.
c. Kompresi uterus bimanual.
33
d. Kompresi aorta abdominalis.
e. Lakukan hiserektomi sebagai tindakan akhir.
9. Syok Hemoragik
Penatalaksanaan awal dari syok hemoragik adalah mengevaluasi
sumber perdarahan, menghentikan perdarahan, dan mengganti volume yang
hilang. Perdarahan akut akibat trauma merupakan penyebab paling sering
dari syok hemoragik. Setiap penderita syok hemoragik di rawat di rumah
sakit. Terapi awal syok bertujuan mengembalikan hubungan normal antara
kecepatan jantung dan kebutuhan perifer sebenarnya. Penyebab gangguan
ini:
a. Perdarahan eksterna atau interna yang menyebabkan hiposekmia atau
ataksia vasomotor akut.
b. Ketidakcocokan antara kebutuhan metabolit perifer dan peningkatan
transpor gangguan metabolic, kekurangan oksigen jaringan dan
penimbunan hasil sisa metabolik yang menyebabkan cidera sel yang
semula reversibel kemudian tidak reversibel lagi.
c. Gangguan mikrosirkulasi.
10. Syok Septik (Bakteri, Endotoksin)
Penyebab gangguan ini adalah masuknya endotoksin bakteri gram
negative (coli, proteus, pseudomonas, aerobakter, enterokokus). Toksin
bakteri gram positif (streptokokus, Clostridium welchii) lebih jarang
terjadi. Pada abortus septic, sering terjadi amnionitis atau pielonefritis.
Adanya demam sering didahului dengan menggigil, yang diikuti penurunan
suhu dalam beberapa jam, jarang terjadi hipotermi. Tanda lain adalah
takikardia dan hipotensi yang jika tidak diobati hamper selalu berlanjut ke
syok yang tidak reversible.
Gangguan pikiran sementara (disorientasi) sering tidak diperhatikan.
Nyeri pada abdomen (obstruksi portal dan ekstremitas yang tidak tegas).
Ketidakcocokan antara gambaran setempat dan keparahan keadaan umum.
Jika ada gagal ginjal akut dapat berlanjut ke anuria. Trobopenia sering
terjadi hanya sementara. Terapi untuk gangguan ini adalah tindakan segera
selama fase awal. Terapi tambahan untuk pengobatan syok septic (bakteri)
selalu bersifat syok hipovolemik (hipovolemia relatif) adalah terapi infuse
secepat mungkin yang diarahkan pada asidosis metabolik. Terapi untuk
34
infeksi adalah antibiotika (Leucomycin, kloramfenikol 2-3 mg/hari,
penisilin sampai 80 juta satuan/ hari). Pengobatan insufisiensi ginjal dengan
pengenalan dini bagi perkembangan insufisiensi ginjal, manitol
(Osmofundin). Jika insufisiensi ginjal 128 berlanjut 24 jam setelah
kegagalan sirkulasi, diperlukan dialysis peritoneal.
11. Preeklamsia Berat
Jika salah satu diantara gejala atau tanda berikut ditemukan pada
ibu hamil, dapat diduga ibu tersebut mengalami preeklamsia berat.
a. Tekanan darah 160/110 mmHg.
b. Oligouria, urin kurang dari 400 cc/ 24 jam.
d. Proteinuria, lebih dari 3g/ liter.
e. Keluhan subyektif (nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri
kepala, edema paru, sianosis, gangguan kesadaran).
f. Pada pemeriksaan, ditemukan kadar enzim hati meningkat disertai
ikterus, perdarahan pada retina, dan trombosit kurang dari
100.000/mm.
Diagnosis eklampsia harus dapat dibedakan dari epilepsi, kejang
karena obat anestesia, atau koma karena sebab lain seperti diabetes.
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin.
Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang dapat
dilakukan:
a. Larutan magnesium sulfat 40% sebanyak 10 ml (4 gram)
disuntikkan IM pada bokong kiri dan kanan sebagai dosis
permulaan, dan dapat diulang 4 gram tiap jam menurut keadaan.
b. Klorpomazin 50 mg IM.
c. Diazepam 20 mg IM
Penanganan kejang dengan memberi obat anti-konvulsan,
menyediakan perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, masker,
dan balon oksigen), memberi oksigen 6litr/menit, melindungi pasien dari
kemungkinan trauma tetapi jangan diikat terlalu keras, membaringkan
pasien posisi miring kiri untuk mengurangi resiko respirasi.
Setelah kejang, aspirasi mulut dan tenggorokan jika perlu. Penangan
umumnya meliputi:

35
a. Jika setelah penanganan diastolik tetap lebih dari 110 mmHg, beri
obat anti-hipertensi sampai tekanan diastolik diantara 90- 100 mmHg.
b. Pasang infus dengan jarum besar (16G atau lebih besar).
c. Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload cairan.
d. Kateterisasi urine untuk memantau pengeluaran urine dan protein
uria.
e. Jika jumlah urine kurang dari 30 ml/jam, hentikan magnesium sulfat
dan berikan cairan IV NaCl 0,9% tau Ringer Laktat 1 L/ 8 jam dan
pantau kemungkinan odema paru.
f. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah
dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.
g. Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung tiap jam
h. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda odema paru.
i. Hentikan pemberian cairan IV dan beri diuretik (mis: furosemid 40
mg/IV sekali saja jika ada odema paru).
j. Nilai pembekuan darah jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit
(kemungkinan terdapat koagulopati)
2.2.4 Pertolongan Pertama Kegawatdaruratan Neonatal
Penyebab kematian yang paling banyak pada neonatus antara lain: asfiksia
dan perdarahan. Kondisi neonatus yang memerlukan resusitasi:
1. Sumbatan jalan nafas
2. Kondisi depresi pernafasan akibat obat-obatan yang diberikan kepada ibu
(analgesik, diazepam, MgSO4)
3. Kerusakan neurologis, saluran nafas atau kelainan congenital
4. Syok hipovolemik, misalnya akibat kompresi tali pusat atau perdarahan.
Penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia dan
perdarahan. Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas
yang penting. Akibat panjang, asfiksia perinatal dapat diperbalki secara
bermakna Jika ganguan Ini diketahui sebelum kelahiran (mis; pada keadaan
gawat janin) sehingga dapat memperbaiki sirkulasi/ oksigenasi janin intrauterine
atau melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi.
Asfiksia yang terdeteksi sesudah lahir, prosesnya berjalan dalam beberapa
fase/ tahapan, yaitu:
1. Janin bernapas mega-megap (terengah-engah), diikuti dengan
36
2. Masa henti napas (fase henti napas primer).
3. Jika asfiksia berlanjut, timbul pemapasan mega-megap yang kedua selama
4-5 menit (fase terengah-engah kedua) diikuti masa henti napas kedua
(henti napas kedua).
Keadaan bayi pada menit ke-1 dan ke-5 sebelum lahir dinilai dengan skor
Apgar (penampilan, nadi, meringis, aktivitas, pernapasan). Nilai pada menit
pertama untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai
ini berkaitan dengan keadaan asidosis dan kehidupan hidup. Nilai pada menit
kelima untuk menilai prognosis neurologis.
Pencegahan hipotemia merupakan komponen asuhan neonatus dasar bayi
baru lahir tidak mengalami hipotermia. Hipotermia terjadi jika suhu tubuh di
bawah 36,5 °C (suhu mormal pada neonates adalah 36,5-37,5 °C) pada
pengukuran suhu melalui ketiak. Bayi baru lahir mudah sekali terkena hipotermi.
Hal ini disebabkan oleh hal-hal berikut.
1. Pusat pengaturan suhu tubuh pada bayi belum bekerja dengan sempurna.
2. Permukaan tubuh bayi relatif luas.
3. Tubuh bayi terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan
4. Bayi tidak mengatur posisi tubuh dan pakaiannya agar tidak kedinginan.
Hipotermia pada bayi baru lahir timbul karena penurunan suhu tubuh yang
dapat terjadi sebagai akibat:
1. Radiasi, yaitu panas tubuh yang mempengaruhi lingkungan di sekitar bayi
yang lebih dingin. Misalnya, bayi baru lahir diletakkan di tempat yang
dingin.
2. Evaporasi, yaitu cairan ketuban yang mengeringkan kulit bayi
menguapkan. Misalnya, bayl lahir tidak langsung dikeringkan dari air
ketuban.
3. Konduksi, yaitu pindahnya panas tubuh bayi kulit bayi langsung kontak
dengan permukaan yang lebih dingin. Misalnya. popok/ celana bayi basah
yang tidak langsung diganti.
4. Konveksi, yaitu panas tubuh bayi karena aliran udara sekeliling bayi.
Misalnya, bayi diletakkan dekat pintu/ jendela terbuka.
Tindakan pencegahan hipotemia meliputi ibu melahirkan di ruangan yang
hangat, segera memperingatkan tubuh bayi yang lahir, segera meletakkan bayi di

37
dada ibu dan langsung kontak kulit ibu dan bayi, dan menunda bayi baru lahir
sampai suhu tubuh stabil.
Kejang dalam 1 jam pertama kehidupan jarang terjadi. Kejang dapat
disebabkan oleh meningitis ensefalopati atau hipoglikemia berat. Pastikan bayi
dijaga tetap hangat dengan membungkus bayi menggunakan selimut lembut,
kering, dan mengenakan topi untuk menghindari kehilangan panas. Rujuk bayi
segera ke tempat pelayanan kesehatan yang memiliki NICU. Jika bayi sianosis
(biru) atau sukar bemapas (frekuensi <30>60 kali/ menit) beri oksigen melalui
kateter hidung atau nasal prong. Jika suhu aksila turun di bawah 35°C, hangatkan
bayi segera.
Pertolongan Pertama Kegawatdaruratan Neonatus Identifikasi neonatus
yang akan dirujuk Oleh karena itu dalam tahap yang lebih awal penolong
persalinan harusnya dapat mengenali bahwa kehamilan yang dihadapinya adalah
suatu kelahiran resiko tinggi, seperti yang tertera dibawah ini:
1. Ketuban pecah dini
2. Amnion tercemar mekonium
3. Kelahiran prematur < 37 minggu
5. Kelahiran post matur > 42 minggu
6. Toksemia
7. Ibu menderita diabetes mellitus
8. Primigravida muda (< 17 tahun)
9. Primigravida tua (> 35 tahun)
10. Kehamilan kembar
11. Ketidakcocokan golongan darah / resus
12. Hipertensi
13. Penyakit jantung pada ibu
14. Penyakit ginjal pada ibu
15. Penyakit epilepsi pada ibu
16. Ibu demam / sakit
17. Pendarahan ibu
18. Sungsang
19. Lahir dengan seksio segar / ekstraksi vakum / ekstraksi forsep
20. Kecanduan obat-obatan
21. Dicurigai adanya kelainan bawaan
38
Komplikasi obstetri lain Bayi Resiko Tinggi Yang termasuk bayi Resiko
Tinggi adalah
1. Prematur / berat badan lahir rendah (BB< 1750 –2000gr)
2. Umur kehamilan 32-36 minggu
3. Bayi dari ibu DM
5. Bayi dengan riwayat apnea
6. Bayi dengan kejang berulang 131
7. Sepsis
8. Asfiksia Berat
9. Bayi dengan ganguan pendarahan
10. Bayi dengan Gangguan nafas (respiratory distress)

2.3 Pelayanan Kontrasepsi dan Rujukannya


2.3.1 Pengertian kontrasepsi
Kontrasepsi dapat diartikan sebagai usaha-usaha untuk mencegah
terjadinya kehamilan, usaha tersebut dapat bersifat sementara ataupun
permanen.Tenaga kesehatan mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan dengan pertimbangan syarat tertentu. Dalam hal ini,
pelaksanaan peran bidan dalam program KB termasuk tugas mandiri dan tugas
pemerintah yaitu melaksanakan pelayanan kesehatan yang merupakan program
pemerintah.
Pelayanan kontrasepsi adalah pemberian alat atau obat kontrasepsi
(alokon) dalam upaya mencegah kehamilan. Pengaturan kehamilan adalah
upaya untuk membantu pasangan suami istri untuk melahirkan pada usia yang
ideal, memiliki jumlah anak, dan mengatur jarak kelahiran anak yang ideal
dengan menggunakan alat atau obat kontrasepsi.
2.3.2 Tujuan Kontrasepsi
Program Keluarga Berencana dikembangkan dengan tujuan :
1. Mengatur kehamilan yang diinginkan;
2. Menjaga kesehatan dan menurunkan Angka Kematian Ibu, Bayi dan
Anak;
3. Meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling, dan
pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi;
4. Meningkatkan partisipasi dan kesertaan laki-laki dalam pelayanan KB
39
5. Mempromosikan penyusuan bayi sebagai upaya untuk menjarangkan
jarak kehamilan.
2.3.3 Prinsip pelayanan kontrasepsi
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan ketika melakukan pelayanan
kontrasepsi:
a) Prinsip Berorientasi pada Klien
Untuk memberikan pelayanan kontrasepsi, penyedia atau petugas
kesehatan harus memahami dan menghormati kebutuhan, sikap, dan
perhatian klien. Hal-hal tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor pribadi,
sosial, dan budaya. Berdasarkan prinsip ini, petugas kesehatan akan
memberikan informasi yang berkualitas dan efektif untuk membantu klien
memilih dan menggunakan metode kontrasepsi yang paling cocok untuk
mereka. Memberikan pelayanan dengan berorientasi pada klien akan
mempengaruhi kualitas layanan karena mengarah pada kepuasan klien yang
lebih baik, kemungkinan penggunaan layanan yang berkelanjutan lebih
besar, dan hasil kesehatan yang lebih baik.
b) Prinsip Pelayanan Non-Diskriminatif/Berbasis Hak
Pelayanan non-diskriminatif/berbasi hak berarti pelayanan
kontrasepsi yang menjamin hak semua orang dalam mengakses informasi
dan pelayanan kontrasepsi. Sering kali hambatan diskriminatif dalam
pemberian pelayanan kontrasepsi berasal dari diskriminasi yang tertanam
secara sosial atau budaya. Dengan demikian, baik negara maupun pemberi
layanan dapat mengambil langkah untuk menghilangkan hambatan tersebut
demi terjaminnya informasi yang komprehensif dan akses pelayanan
kontrasepsi yang lebih baik.
c) Prinsip Kesukarelaan, Informed Choice, dan Informed Consent
Dalam melakukan pelayanan kontrasepsi, salah satu hal yang harus
dipastikan adalah kesukarelaan pasien dalam menggunakan layanan
tersebut. Artinya perempuan atau pasangan harus berada dalam kondisi
paham dan secara sukarela dalam memilih metode kontrasepsi yang akan
digunakan. Kondisi sukarela tersebut kemudian dituangkan dalam informed
choice dan informed consent.

40
2.3.4 Fase kontrasepsi menurut sasarannya
Adapun fase dari kontrasepsi menurut sasarannya adalah sebagai berikut :
1. Fase Menunda kehamilan
Masa menunda kehamilan pertama sebaiknya dilakukan oleh
pasangan yang istrinya belum mencapai 20 tahun. Karena usia di bawah 20
tahun adalah usia yang sebaiknya menunda untuk mempunyai anak dengan
berbagai alasan. Keiteria kontrasepsi yang diperlukan yaitu kontrasepsi
dengan pulihnya kesuburan yang tinggi, artinya kembalinya kesuburan
dapat terjamin 100%. Hal ini penting karena pada masa ini pasangan belum
mempunyai anak, serta efektifitasnya yang tinggi.
2. Fase mengatur atau menjarangkan kehamilan
Periode usia istri antara 20-30 tahun merupakan periode usia paling
baik untuk melahirkan dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara
kelahiran adalah 2-4 tahun. Kriteria kontrasepri yang diperlukan yaitu
efektifitas tinggi, reversibilitas tinggi karena pasangan masih
mengharapkan punya anak lagi.
3. Fase megakhiri kesuburan
Sebaiknya keluarga setelah mempunyai 2 anak dan umur istri lebih
dari 30 tahun tidak hamil. Kondisi keluarga seperti ini dapat menggunakan
kontrasepsi yang mempunyai efektifitas tinggi, karena jika terjadi
kegagalan hal ini dapat menyebabkan terjadinya kehamilan dengan resiko
tinggi bagi ibu dan anak.
2.3.5 Syarat-syarat kontrasepsi
Adapun syarat-syarat kontrasepsi yaitu :
1. Aman pemakaiannya dan dapat dipercaya
2. Efek samping yang merugikan tidak ada
3. Kerjanya dapat diatur menurut keinginan
4. Tidak mengganggu hubungan persetubuhan
5. Tidak memerlukan bantuan medik atau kontrol ketat selama pemakaian
6. Cara menggunakannya sederhana
7. Harganya murah agar dapat dijangkau oleh masyarakat luas
8. Dapat diterima oleh pasangan suami istri. \

41
2.3.6 Tahapan pelayanan kontrasepsi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 tahun 2021,
tentang Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil,
Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Pelayanan
Kontrasepsi, dan Pelayanan Kesehatan Seksual. Tahapan Pelayanan
Kontrasepsi terdiri dari:
a. Pra Pelayanan
1. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
a. Pelayanan KIE dilakukan di lapangan oleh Penyuluh Lapangan
Keluarga Berencana (PLKB), kader, dan tenaga kesehatan. Pelayanan
KIE dapat dilakukan secara berkelompok atau perorangan.
b. KIE bertujuan untuk memberikan pengetahuan, mengubah sikap dan
perilaku terhadap perencanaan keluarga baik untuk menunda,
menjarangkan/membatasi kelahiran melalui penggunaan kontrasepsi.
c. KIE dapat dilakukan melalui pertemuan, kunjungan rumah dengan
menggunakan/ memanfaatkan media antara lain media cetak, media
sosial, media elektronik, Mobil Unit Penerangan (MUPEN), dan
Public Service Announcement (PSA).
d. Penyampaian materi KIE disesuaikan dengan kearifan dan budaya
lokal.
2. Konseling
Konseling dilakukan untuk memberikan berbagai masukan dalam
metode kontrasepsi dan hal-hal yang dianggap perlu untuk diperhatikan
dalam metode kontrasepsi yang menjadi pilihan klien berdasarkan tujuan
reproduksinya. Tindakan konseling ini disebut sebagai informed choice.
Dalam melakukan konseling digunakan sebuah alat bantu kerja interaktif,
yaitu Alat Bantu Pengambilan Keputusan ber-KB (ABPK) yang
diperuntukkan bagi penyedia layanan untuk membantu klien memilih dan
memakai metode KB yang paling sesuai dengan kebutuhannya. Alat Bantu
Pengambilan Keputusan ber-KB (ABPK) akan memberikan informasi yang
diperlukan dalam pemberian pelayanan KB yang berkualitas serta
memungkinkan konseling berjalan lebih terarah.

42
3. Penapisan Medis
Penapisan medis merupakan upaya untuk melakukan kajian tentang
kondisi kesehatan klien dengan menggunakan alat bantu berupa diagram
lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Kontrasepsi (Roda KLOP). Kondisi
kesehatan akan menentukan pilihan metode kontrasepsi yang diinginkan dan
tepat untuk klien. Tujuan penapisan medis adalah:
a. Ada atau tidak adanya kehamilan;
b. Menentukan keadaan yang membutuhkan perhatian khusus misalnya
menyusui atau tidak menyusui pada penggunaan KB pasca
persalinan;
c. Menentukan masalah kesehatan yang membutuhkan pengamatan dan
pengelolaan lebih lanjut misalnya klien dengan HIV.
Klien tidak selalu memberikan informasi yang benar tentang kondisi
kesehatannya sehingga petugas kesehatan harus mengetahui bagaimana
keadaan klien sebenarnya. Apabila diperlukan, petugas dapat mengulangi
pertanyaan yang berbeda. Perlu juga diperhitungkan masalah sosial, budaya
atau agama yang mungkin berpengaruh terhadap respon klien tersebut
termasuk pasangannya. Pada sebagian besar klien bisa diselesaikan dengan
cara anamnesis terarah, sehingga masalah utama dikenali atau kemungkinan
hamil dapat dicegah.
Beberapa metode kontrasepsi tidak membutuhkan pemeriksaan fisik
maupun pemeriksaan panggul, kecuali AKDR, tubektomi, dan vasektomi.
Sedangkan pemeriksaan laboratorium untuk klien dilakukan apabila terdapat
indikasi medis.
4. Persetujuan Tindakan Tenaga Kesehatan
Persetujuan tindakan tenaga kesehatan merupakan persetujuan
tindakan yang menyatakan kesediaan dan kesiapan klien untuk ber-KB.
Persetujuan tindakan medis secara tertulis diberikan untuk pelayanan
kontrasepsi seperti suntik KB, AKDR, implan, tubektomi dan vasektomi.
Sedangkan untuk metode kontrasepsi pil dan kondom dapat diberikan
persetujuan tindakan medis secara lisan.
Setiap pelayanan kontrasepsi harus memperhatikan hak-hak
reproduksi individu dan pasangannya sehingga harus diawali dengan
pemberian informasi yang lengkap, jujur, dan benar tentang metode
43
kontrasepsi yang akan digunakan oleh klien tersebut. Penjelasan persetujuan
tindakan tenaga kesehatan sekurang-kurangnya mencakup beberapa hal
berikut:
a. Prosedur pelayanan;
b. Tujuan tindakan pelayanan yang dilakukan;
c. Alternatif tindakan lain;
e. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
f. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
b. Pelayanan
Menurut waktu pelaksanaannya, pelayanan kontrasepsi dilakukan pada:
1. Masa interval, yaitu pelayanan kontrasepsi yang dilakukan selain pada
masa pasca persalinan dan pasca keguguran
2. Pasca persalinan, yaitu pada 0-42 hari sesudah melahirkan
3. Pasca keguguran, yaitu pada 0-14 hari sesudah keguguran
4. Pelayanan kontrasepsi darurat, yaitu pelayanan dalam 3 hari sampai
dengan 5 hari pasca senggama yang tidak terlindung dengan
kontrasepsi yang tepat dan konsisten.
Tindakan pemberian pelayanan kontrasepsi meliputi pemasangan atau
pencabutan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), pemasangan atau
pencabutan implan, pemberian suntik, pil, kondom, pelayanan tubektomi dan
vasektomi serta pemberian konseling Metode Amenore Laktasi (MAL).
Pemilihan metode kontrasepsi tersebut harus mempertimbangkan usia,
paritas, jumlah anak, kondisi kesehatan klien, dan sesuai dengan tujuan
reproduksi klien.
Tujuan reproduksi meliputi menunda kehamilan pada pasangan muda,
ibu yang belum berusia 20 tahun, atau klien yang memiliki masalah
kesehatan; mengatur jarak kehamilan pada klien Pasangan Usia Subur (PUS);
atau tidak menginginkan kehamilan pada klien yang berusia lebih dari 35
tahun.
c. Pasca Pelayanan
Kegiatan pasca pelayanan kontrasepsi dilakukan untuk memantau
dan menangani efek samping penggunaan kontrasepsi, komplikasi
penggunaan kontrasepsi, dan kegagalan kontrasepsi. Kegiatan pasca
pelayanan kontrasepsi meliputi:
44
1. Pemberian konseling,
2. Pelayanan medis, dan/atau
3. Rujukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
2.3.7 Sistem Rujukan
Sistem rujukan dalam mekanisme pelayanan merupakan suatu sistem
pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus masalah yang berhubungan
dengan KB di antara pelayanan KB yang ada, baik secara vertical maupun
horizontal. Sistem rujukan bertujuan untuk meningkatkan mutu, cakupan dan
efisiensi pelaksanaan pelayanan metode kontrasepsi secara terpadu. Perhatian
khusus terutama ditunjukan untuk menunjang upaya penurunan angka kejadian
efek samping, komplikasi dan kegagalan penggunaan kontrasepsi.
Sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas
pelyanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggun jawab
secara horizontal kepada fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau
dan rasional. Dengan pengertian tersebut, maka merujuk berarti meminta
pertolongan secara timbal balik kepada fasilitas pelayanan yang lebih kompeten
untuk penanggulangan masalah yang sedang dihadapi. Tatalaksana dalam
melakukan rujukan medik, yaitu sebagai berikut :
1. Internal antar petugas disatu puskesmas
2. Antara puskesmas pembantu dan puskesmas
4. Antara masyarakat dan puskesmas
5. Antara satu puskesmas dan puskesmas lainnya
6. Antara puskesmas dan rumah sakit (RS), laboratorium atau fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya.
7. Internal antara bagian atau unit pelayanan di dalam satu rumah sakit (RS)
8. Antara RS , laboratorium, atau fasilitas pelayanan lain dan RS,
laboratorium atau fasilitas pelayanan yang lain.
Rujukan bukan berarti melepaskan tanggung jawab dengan
menyerahkan klien ke fasilitas pelayanan kesehatan lainya, akan tetapi karena
kondisi klien yang mengharuskan pemberian pelayanan yang lebih kompeten
dan bermutu melalui upaya rujukan. Untuk itu dalam melaksanakan rujukan
harus pula diberikan :
1. Konseling tentang kondisi klien yang menyebabkan perlu dirujuk
2. Konseling tentang kondisi yang diharapkan diperoleh di tempat rujukan
45
3. Informasi tentang fasilitas pelyanan kesehatan temoat rujukan yang
dituju
4. Pengantar tertulis kepada fasilitas pelayanan yang dituju mengenai
kondisi klien saat ini dan riwayat sebelumnya serta upaya atau tindakan
yang telah diberikan
5. Bila diperlukan, berikan upaya mempertahankan keadaan umum klien
6. Bila diperlukan, karena kondisi klien dalam perjalanan menuju tempat
rujukan harus didampingi perawat atau bidan
7. Menghubungi fasilitas pelayanan tempat rujukan dituju agar
memungkinkan segera menerima rujukan klien
Rangkaian jaringan fasilitas pelayanan kesehatan dalam setiap rujukan tersebut
berjenjang dari yang paling sederhana ditingkat keluarga sampai satuan fasilitas
pelayanan kesehatan nasional dengan dasar pemikiran rujukan ditunjukan secara
timbal balik ke satuan fasilitas pelayanan yang lebih komoeten, terjangkau dan
rasional, serta tanpa dibatasi oleh wilayah administrasi.

Tujuan Rujukan:
1. Terwujudnya suatu jaringan pelayanan KB yang terpadu di setiap tingkat,
sehingga masing-masing unit pelayanan KB sesuai dengan tingkat kemampuan,
berdaya guna dan berhasil guna maksimal, sesuai dengan tingkat
kemampuannya masing-masing.
2. Peningkatan dukungan terhadap arah dan pendekatan program KB Nasional
dalam hal perluasan jangkauan/pemerataan pembinaan dengan pelayanan yang
bermutu, dapat ditingkatkan serta perlindungan penuh kepada masyarakat.
3. Meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelaksanaan pelayananmeyode
kontrasepsi secara terpadu.

Fasilitas pelayanan kesehatan yang menerima rujukan, setelah memberikan


upaya penanggulangan dan kondisi klien telah memungkinkan harus segera
mengembalikan klien ke tempat fasilitas pelayanan asalnya tetapi terlebih dahulu
memberikan :

1. Konseling tentang kondisi sebelum dan sesudah diberi upaya penanggulangan


2. Nasihat yang perlu diperhatikan klien mengenai kelanjutan penggunaan
kontrasepsi

46
4. Pengantar tertulis kepada fasilitas pelayanan yang merujuk mengenai kondisi
klien berikut upaya penanggulangan yang telah diberikan serta saran-saran
upaya pelayanan kesehatan lanjutan yang harus dilaksanakan terutama tentang
penggunaan kontrasepsi.

Jenis Rujukan
Rujukan Metode Kontrasepsi Efektif Terpilih (MKET) dapat dibedakan atas tiga jenis
yaitu sebagai berikut:
1. Pelimpahan Kasus, Diantaranya:
a. Dari unit pelayanan MKET yang lebih sederhana ke unit pelayanan MKET
yang lebih mampu dengan maksud memperoleh pelayanan yang lebih baik
dan sempurna
b. Dari unit pelayanan MKET yang lebih mampu ke unit pelayanan yang lebih
sederhana dengan maksud memberikan pelayanan selanjutnya atas kasus
tersebut.
c. Pelimpahan kasus ke unit pelayanan MKET dengan tingkat kemampuan
sama dengan pertimbangan geografis, ekonomi dan efisiensi kerja.
2. Pelimpahan pengetahuan dan keterampilan
a. Dari unit pelayanan MKET yang lebih mampu ke unit pelayanan MKET
yang lebih sederhana dengan maksud memberikan latihan praktis
b. Dari unit pelayanan MKET yang lebih sederhana ke unit pelayanan MKET
yang lebih mampu dengan maksud memberikan latihan praktis
c. Pelimpahan tenaga ke unit pelayanan MKET dengan tingkat kemampuan
sama dengan maksud tukar-menukar pengalaman
3. Pelimpahan bahan-bahan penunjang diagnostic
a. Dari unit pelayanan MKET yang lebih sederhana ke unit pelayanan MKET
yang lebih mampu dengn maksud menegakkan diagnose yang lebih tepat
b. Dari unit pelayanan MKET yang lebih sederhana dengan maksud untuk
dicobakan atau sebagai informasi
c. Pelimpahan bahan-bahan penunjang diagnostic ke unit pelayanan dengan
tingkat kemampuan sama dengan maksud sebagai informasi atau untuk
dicobakan.
Mekanisme (TATA CARA) rujukan:
1. Unit pelayanan yang merujuk:

47
1. Unit pelayanan MKET yang merujuk kasus ke unit pelayanan yang lebih mampu
Unit pelayanan yang bisa merujuk kasus ke unit pelayanan yang lebih mampu
setelah melakukan proses pemeriksaan dan dengan hasil sebagai berikut :
a. Berdasarkan pemeriksaan penunjang diagnostic kasus tersebut tidak dapat
diatasi
b. Setelah dirawat dan diobati ternyata penderita masih memerlukan
perawatan dan pengobatan di unit pelayanan yang lebih mampu
2. Unit pelayanan merujuk kasus ke unit palayanan yang lebih sederhana
a. Setelah melakukan pemeriksaan dengan atau tanpa pemeriksaan penunjang
diagnistik, terhadap penderita ternyata pemngobatan dan perawatan dapat
dilakukan diunit pelayanan yang lebih sederhana
b. Setelah melakukan pengobatan dan perawatan ternyata penderita masih
melakukan pembinaan selanjutnya yang dapat dilakukan oleh unit
palayanan yang lebih sederhana
3. Unit pelayanan yang merujuk kasus keunit pelayanan dengan kemampuannya
yang sama.
a. Setelah melakukan pemeriksaan dengan atau tanpa pemeriksaan penunjang
diagnostic, ternyata untuk memudahkan penderita pengobatan dan
perawatan dapat dilakukan di unit pelayanan yang lebih dekat
b. Setelah melakukan pengobatan dan perawatan, penderita masih
memerlukan pembinaan lanjutan di unit pelayanan yang lebih dekat
4. Unit layanan yang menerima rujukan
i. Unit pelayanan yang menerima rujukandari unit pelayanan yang lebih
sederhanana
a. Memberikan informasi
b. Memberikan latihan-latihan pada tenaga yang dikirimkan
c. Memberikan kunjungan tenaga-tenaga yang diperlukan oleh unit
pelayanan yang dirujuk
ii. Unit pelayanan yang merima rujukan dari unit pelayanan yang lebih mampu
a. Memanfaatkan tenaga-tenaga yang dikirim oleh unit pelayanan yang
merujuk untuk pembinaan petugas masyarakat
b. Memanfaatkan informasi yang dikirim oleh unit pelayanan yang
merujuk untuk pembinaan tugas

48
iii. Unit pelayanan yang menerima rujikan dari unit pelayanan dengan
kemampuan setingkat
a. Memanfaatkan informasi tentang pangalaman dari unit pelayanan yang
merujuk untuk pembinaan tugas

49
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pencegahan dan peningkatan kesehatan masyarakat dilakukan melalui
pelayanan asuhan secara langsung terhadap individu, keluarga, dan kelompok dalam
konteks komunitas, yang meliputi asuhan bayi baru lahir (BBL) dan neonatus,
Pertolongan Pertama Kegawatdaruratan Obstetrik dan Neonatus (PPGDON), dan
pelayanan kontrasepsi rujukan. Selain itu juga diperlukan perhatian langsung terhadap
kesehatan seluruh masyarakat dan mempertimbangkan bagaimana masalah kesehatan
masayarakat memepengaruhi keluarga, individu dan kelompok. Tujuan asuhan
kebidanan komunitas adalah untuk kesalamatan ibu.

3.2 Saran

Diharapkan kepada mahasiswa yang telah membaca makalah ini dapat mengerti
serta memahami tentang Asuhan Kebidanan Dengan Dasar-Dasar Komunitas (Asuhan
Bayi Baru Lahir dan Neonatus, PPGDON, dan Pelayanan Kontrasepsi dan
Rujukannya). Demi kesempurnaan makalah kami, maka kami meminta saran dan
kritik Yang mendukung demi kesempurnaan makalah ini.

50
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, D. D., Hapsari, W., Hutabarat, J., Nardina, E. A., Sinaga, L. R. V., Sitorus, S., ... &
Hutomo, C. S. (2021). Pelayanan Kontrasepsi. Yayasan Kita Menulis.

Materi Ajar Lengkap Kebidanan Komunitas. Yogyakarta : PustakaBaru PressMaternity, D, Ratna


D.P dan Devy L.N.A. 2017.

Asuhan Kebidanan Komunitas. Yogyakarta :Andi.Wahyuni, Elly D. 2018.

Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Pusat


Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan Badan Pengembangandan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan.Sulani, Fathi. 2010.

Panduan Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir Berbasis Perlindungan Anak. Direktorat
Kesehatan Anak Khusus.Dwi, Sutjiati. 2011. Kebidanan Komunitas : Konsep & Manajemen
Asuhan. Jakarta :EGCFitria, Ika. 2015. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi, Balita dan Anak
Pra Sekolah. Jakarta :Trans Info Media

51
LEMBAR PERSETUJUAN

Makalah perkuliahan dengan pokok bahasan “Memberikan Asuhan Kebidanan Dengan


Dasar-Dasar Komunitas (Asuhan Bayi Baru Lahir dan Neonatus, PPGDON, dan Pelayanan
Kontrasepsi dan Rujukannya)”. Telah dikoreksi oleh dosen penanggung jawab dan telah
dikoreksi oleh tim.

Jakarta, 23 Januari 2023


Dosen Penanggung Jawab

Siti Rahmadani, SST., M.Kes

52

Anda mungkin juga menyukai