TAHUN 2021
KONTRIBUTOR
PENANGGUNG JAWAB :
Direktur Utama Lembaga Kesehatan Budi Kemulian
Direktur Pelatihan Budi Kemuliaan
KETUA PENYUSUN :
dr. Cut Virollina
Ema Sismadi S.Tr.Keb
KONTRIBUTOR :
dr. Muhammad Baharuddin, SpOG, MARS
dr. Fahrul Wakil Arbi SpA, MARS
dr. Dwirani Amelia, SpOG
dr. Huzaemah Balfas, SpOG
dr. Hasan Salim Alatas, SPOG
dr. Tri Sunatri, SpA
dr. Irma Sapriani, SpA
dr. Siti Munawarah, SpA
dr. Damayani Farahastuti SpA
dr. Nisa Ul Fitri
dr. Roslina
dr. Mirna Maulidina
Prima Ratna Utami, SST
Nursoleha, AmKeb
Devi Silvia, AmKep
Gita Bahari, AmKep
o Kontributor : ............................................................................... i
o Kata Pengantar : ............................................................................... ii
o Daftar Isi : ............................................................................... iii
o Materi Dasar : Kebijakan Program Kesehatan dan Sitem Rujukan
Pada Ibu dan Bayi Baru Lahir ................................ 1
o Materi Inti I : Principle Of Good Care ........................................... 11
o Materi Inti 2 : Penatalaksanaan Umum Kegawadaruratan Medic 19
o Materi Inti 3 : Pengambilan Keputusan Klinik dengan
Menggunakan Partograf ....................................... 39
o Materi Inti 4 : Penatalaksanaan Perdarahan Pasca Persalinan ... 53
o Materi Inti 5 : Penatalaksanaan Kasus Pre Eklampsia Berat dan
Eklampsia ............................................................... 82
o Materi Inti 6 : Penatalaksanaan Kasus Infeksi pada Kehamilan
dan Nifas ................................................................ 95
o Materi Inti 7 : Penatalaksanaan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) 114
o MaterI Inti 8 : Resusitasi Bayi Baru Lahir ..................................... 158
o Materi Inti 9 : Penggunaan Instrument Alat Bantu dalam
Pengambilan Keputusan Klinik Kasus
Emergency Maternal Neonatal .............................. 219
o Materi Inti 10 : Tatakelola klinik .................................................... 231
o Materi Penunjang 1 : Membangun Komitmen Belajar (Building
Learning Comitment) ............................................. 269
o Materi Penunjang 2 : Anti Korupsi ........................................................... 273
o Materi Penunjang 3 : Rencana Tindak Lanjut .......................................... 288
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir serta
(supply) di lapangan.
1.6.1. Pokok Bahasan 1.3.1. Kebijakan program kesehatan ibu dan bayi
baru lahir
3. Pemberdayaan Masyarakat.
• Pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu & Anak, Kelas Ibu hamil dan
Ibu Balita, Posyandu.
• Pemanfaatan dana desa.
• Peran PKK perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi
(ambulans desa, donor darah).
REFERENSI
1 Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang Rencana Strategis Kemkes RI tahun
2015-2019
2 Kementrian Kesehatan RI, Modul Tata Laksana Kegawatdaruratan Pada
Kehamilan, Persalinan Dan Nifas, Jakarta, 2017
3 Evidence Based medicine (EBM) Sari Pediatri tahun 2002
4 Studi kualitatif hambatan implementasi evidence-based dukungan selama
persalinan di praktik mandiri bidan (PMB) wilayah kabupaten gunungkidul
provinsi daerah istimewa yogyakarta tahun 2019
5 What is evidence-based medicine? Created: June 15, 2016; Last
Update: September 8, 2016; Next update: 2020. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/
Dalam siklus pelayanan maternal dan neonatal peranan petugas kesehatan (dokter,
bidan, dan perawat) dibutuhkan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit dan Puskesmas mulai dari alur pelayanan pasien masuk sampai pasien
pulang. Komponen asuhan pelayanan tersebut sangat ditentukan oleh upaya
mendasar yang dimiliki petugas kesehatan dalam menerima dan memperlakukan
pasien dalam “bentuk memuliakan perempuan” dengan meyakinkan bahwa pasien
yang datang tersebut adalah individu yang mempunyai hak-hak (human right)
dalam menerima asuhan pelayanan yang diperoleh, sehingga diperlukan praktek-
praktek terbaik bagi pemberi asuhan tersebut.
Pengorganisasian Pencegahan
privasi Infeksi
Tempat Kerja
PENDAFTARAN PELAYANAN
PULANG PERAWATAN
EMPATHY IS :
Seeing with the eyes of
P O G C another, listening with the
ears of another, and feeling
with the heart of another.
Pencegahan Infeksi
Tujuan dari pencegahan infeksi tersebut :
• Upaya-upaya pencegahan infeksi -> untuk siapa ?
• Melindungi ibu dan bayi
• Melindungi petugas kesehatan dan keluarganya
• Dari infeksi bakteri, virus termasuk HIV
• Cuci tangan moment handwashing
• Tersedia sarana cuci tangan
• Keringkan dengan handuk/ tisu sekali pakai
• Alat Pelindung Diri (sarung tangan, apron, boots, kaca mata)
• Pembuangan benda tajam
• Dekat area tindakan
• Tidak tembus benda tajam
• Musnahkan ketika ¾ penuh
Kegawadaruratan pada kehamilan, persalinan dan nifas adalah kondisi medis yang
mengancam jiwa yang terjadi pada kehamilan, persalinan dan nifas. Penanganan
kegawadaruratan Obstetrik ada tidak hanya membutuhkan sebuah tim medis yang
menangani kegawadaruratan tetapi lebih pada membutuhkan petugaskesehatan
yang terlatih untuk setiap kasus – kasus kegawadaruratan. Kasus gawat darurat
obstetri adalah kasus obstetrik yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat
kematia ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu dan
janin dan bayi baru lahir. ( Saifuddin, 2002 ).
Faktor Predisposisi
Curigai atau antisipasi kejadian syok jika terdapat kondisi berikut ini :
• Perdarahan pada kehamilan muda
• Perdarahan pada kehamilan lanjut atau pada persalinan
• Perdarahan pasca salin
• Infeksi berat ( abortus septik, korioamnionitis, metritis )
• Kejadian trauma
• Gagal jantung
Tata laksana
A. Tatalaksana umum :
1. Carilah bantuan tenaga kesehatan lain
2. Pastikan jalan nafas bebas dan berikan oksigen
3. Miringkan ibu kekiri
4. Hangatkan ibu
Eddy Raharjo
Estimasi BB : ....... 60 Kg
Estimasi Blood Volume : ...... 70 ml / Kg X 60 = 4200 ml
Estimasi Blood Loos : ...... % EBV = ....... ml
Tsyst
Nadi 120 100 < 90 < 60 – 70
Perf 80 100 >120 >140
Hangat Pucat Dingin Basah
.. 15 % EBV
.. 30 % EBV
NORMO
.. 50 % EBV
VALEMIA
Pada tabel berikut ini merupakan gambaran Type Syok dan respon
terhadap pemberian cairan.
Tipe Syok, Penyebab dan Respon Terhadap Pemberian Cairan
Diagnosis
Kondisi henti jantung / henti napas biasanya akan selalu disertai
dengan penurunan kesadaran. Sebagai gold standar diganosis adalah
tidak teraba nadi karotis ( gold standar ). Kondisi pada ibu hamil,
bersalin dan nifas yang berisiko untuk terjadinya henti jantung / henti
napas adalah :
• Perdarahan hebat (paling sering).
• Penyakit tromboemboli.
• Penyakit jantung.
• Sepsis.
• Keracunan obat (contoh: magnesium sulfat, anestesi lokal).
• Eklampsia.
• Perdarahan intrakranial.
• Anafilaktik.
• Gangguan metabolik / elektrolit (contoh: hipoglikemia).
• Hipoksia karena gangguan jalan napas dan / atau penyakit paru.
MENILAI NADI
MEMBERIKAN BANTUAN
PERNAFASAN
A. Persiapan TIM :
KEADAAN GAWAT
DARURAT
OBSTETRI
Stabilisasi :
• Elemen-elemen yang penting dalam stabilisasi pasien adalah
- Menjamin kelancaran jalan nafs, pemulihan sistim respirasi
dan Sirkulasi.
- Mengganti cairan tubuh yang hilang.
- Memotong atau menghentikan kejang.
- Menghentikan sumber perdarahan atau infeksi.
- Mempertahankan suhu tubuh.
1. Stabilisasi
2. Pemberian Oksigen
Penatalaksanaan awal
3. Infus dan terapi cairan
kegawadaruratan obstetri
4. Transfusi Darah
5. Medikamentosa
6. Rujukan !!!
Diagnosis
• Sesak napas.
• Batuk dengan sputum berbusa kemerahan.
• Ronki basah halus pada basal paru.
Tata Laksana
1. Posisikan ibu dalam posisi tegak
2. Berikan oksigen dengan sungkup 8 – 10L/menit
3. Berikan furosemid 40 mg IV.
4. Bila produksi urin masih rendah (<30 ml / jam dalam 4 jam),
pemberian furosemid dapat diulang.
5. Ukur keseimbangan cairan, batasi cairan yang masuk.
Sumber Acuan
1. Kementrian Kesehatan RI, Modul Tata Laksana Kegawatdaruratan Pada Kehamilan, Persalinan
Dan Nifas, Jakarta, 2017
2. WHO, Managing Complications in Pregnancy and Childbirth: A guide for midwives and doctors,
2nd Edition, Integrated Management Of Pregnancy And Childbirth, Jenewa Swiss, 2017
3. American Heart Association, 2010
4. JNPKR, Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan neonatal Emergensi Dasar (PONED), Jakarta, 2013
a. Identitas pasien
Bidan/Dokter mencatat nama pasien, riwayat kehamilan, riwayat
persalinan, nomor register pasien, tanggal dan waktu kedatangan
dalam "jam" mulai dirawat, dan waktu pecahnya selaput ketuban.
Selain itu juga mencatat waktu mulai terjadinya mulas, pada bagian
atas partograf secara teliti.
f. Kemajuan persalinan
• Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan
kemajuan persalinan. Angka 0-10 yang tertera di tepi kolom paling
kiri adalah besarnya dilatasi serviks. Setiap angka / kotak
menunjukkan besarnya dilatasi serviks. Kotak yang satu dengan
kotak yang lain pada lajur di atasnya, menunjukkan penambahan
dilatasi sebesar 1 cm. Skala angka 1-5 menunjukkan seberapa jauh
penurunan kepala janin. Masing-masing kotak di bagian ini
menyatakan waktu 30 menit.
• Pembukaan serviks, penilaian dan pencatatan pembukaan serviks
dilakukan setiap 4 jam atau lebih sering dilakukan jika ada tanda-
tanda penyulit. Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat
pada partograf hasil temuan dari setiap pemeriksaan dengan simbol
"X". Simbol ini harus ditulis di garis waktu yang sesuai dengan lajur
REGULASI :
• Untuk pemeriksaan dilatasi serviks yang pertama, tanda dilatasi (x)
dicantumkan pada garis waspada
• Pergeseran (x) menentukan persalinan akan berjalan normal (bergeser
kekiri) atau patologis (bergeser ke kekanan) atau dubius (tetap digaris
waspada)
• Jika pada pemeriksaan pertama, dilatasi serviks adalah 4 cm maka
perhatikan kualitas kontraksi sebelum mencantumkannya di garis
waspada
Sumber Acuan:
1. Asuhan Persalinan Normal (2012), JNPK-KR, 2012 Jakarta
2. WHO-Kemenkes 2012, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu
3. WHO Managing Complication in Pregnancy and Chilbirth, Geneva, 2017
MASALAH
1. Angka kematian ibu di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan dan
merupakan salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara. Tingginya AKI
mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan selama hamil dan nifas
2. Angka kematian ibu di Indonesia masih jauh dari target yang ingin dicapai SDGs
3. Perdarahan pasca salin merupakan penyebab utama kematian ibu. Prevalensi
PPS di negara berkembang jauh lebih tinggi dibandingkan negara maju
4. Hasil upaya pertolongan sangat tergantung dari kondisi awal ibu sebelum
bersalin, ketersediaan darah dan pasokan medik yang dibutuhkan, tenaga
terampil dan handal serta jaminan fungsi peralatan bagi tindakan gawat
darurat
PRIMER SEKUNDER
PERDARAHAN PERDARAHAN
< 24 JAM SSD >24 JAM SSD
BAYI LAHIR BAYI LAHIR
Faktor Risiko
Faktor risiko PPS meliputi grande multipara dan gemelli. Meskipun
demikian, PPS dapat saja terjadi pada perempuan yang tidak teridentifikasi
memiliki factor risiko secara riwayat maupun klinis. Oleh karena itu,
manajemen aktif kala III direkomendasikan bagi seluruh perempuan
bersalin. Manajemen aktif kala III meliputi pemberian uterotonika segera
setelah bayi lahir, klem tali pusat setelah observasi terhadap kontraksi
uterus (sekitar 3 menit), dan melahirkan plasenta dengan peregangan tali
pusat terkendali, diikuti dengan masase uterus.
Beberapa faktor resiko yang dapat mengakibatkan perdarahan post
partum adalah :
• Hal-hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal :
- Polihidramnion
- Kehamilan kembar
- Makrosomia
• Persalinan lama.
• Persalinan terlalu cepat.
• Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksotosin.
Penyebab yang
Gejala dan tanda
harus dipikirkan
Penyebab Atonia uteri A. Perdarahan segera setelah anak lahir
B. Uterus tidak berkontraksi atau lembek
Perdarahan
Retensio plasenta C. Plasenta belum dilahirkan dalam 30 menit setelah
pasca kelahiran bayi
persalinan Sisa plasenta D. Plasenta atau sebagian selaput (mengandung
pembuluh darah) tidak lengkap
E. Perdarahan dapat muncul 6-10 hari pascasalin
disertai subinvolusi uterus
Robekan Jalan lahir F. Perdarahan segera
G. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi
lahir
Ruptura Uteri H. Perdarahan segeraa (perdarahan intraabdominal
dan/atau pervaginam)
I. Nyeri perut yang hebat
J. Kontraksi yang hilang
Inversio Uteri K. Fundus uteri tidak teraba pada palpasi abdomen
L. Lumen vagina terisi massa
M. Nyeri ringan atau berat
Gangguan N. Perdarahan tidak berhenti, encer, tidak terlihat
Pembekuan Darah gumpalan darah
O. Kegagalan terbentuknya gumpalan pada uji
pembekuan darah sederhana
P. Terdapat faktor predisposisi:
Solusio plasenta,
kematian janin dalam uterus, eklampsia, emboli air
ketuban
Tatalaksana
Terapi Perdarahan Paska Salin yang efektif sering memerlukan intervensi
multidisiplin yang simultan. Tenaga kesehatan harus memulai usaha
resusitasi sesegera mungkin, menetapkan penyebab perdarahan,
berusaha mendapatkan bantuan tenaga kesehatan lain, seperti ahli
Suntikan
Oksitosin 10
IU
Peregangan
Tali Pusat
Terkendali
Masase
Uterus
CATATAN
• Jangan berikan lebih dari 3 liter larutan intravena yang
mengandung oksitosin
• Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi
berat / tidak terkontrol , penderita sakit jantung
Uterus Kontraksi ?
EVALUASI
Tidak Ya RUTIN
Uterus berkontraksi?
Uterus berkontraksi ?
Ya Pengawasan kala IV
Tidak
Ligasi arteri uterina dan / atau hipogastrika B – Lynch method Perdarahan Pertahankan
berhenti Uterus
Perdarahan Berlanjut
HYSTREKTOMI
Robekan Perineum
Derajat robekan perineum :
• Robekan perineum tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir
vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum.
- Dengan menggunakan catgut secara jelujur atau jahitan angka
delapan. ( figure of eight )
• Robekan tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot
perinei transversalis, tetapi tidak mengenai sfingter ani.
- Jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi , harus
diratakan terlebih dahulu
- Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan dijepit dengan klem,
kemudian digunting.
- Otot dijahit dengan catgut, selaput lendir vagina dengan catgut
secara terputus – putus atau jelujur. Jahitan mukosa vagina
dimulai dari puncak robekan, sampai kulit perineum dijahit
dengan benang catgut secara jelujur.
• Robekan tingkat III : robekan mengenai seluruh permukaan
perineum dan otot sfingter ani.
- Dinding depan rektum yang robek dijahit
- Kemudian fasia perirektal dan fasial septum retro vaginal dijahit
dengan catgut kromik
DERAJAT ROBEKAN
PERINEUM
Placenta Manual
• Manual plasenta adalah tindakan untuk melepas plasenta secara
manual (menggunakan tangan) dari tempat implantasinya dan
kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri.
Tatalaksana :
• Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000ml larutan NaCI 0,9% /
Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes / menit dan 10 unit IM.
Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam 1000 ml larutan NaCI
0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes / menit hingga
pendarahan terhenti.
• Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan keluarkan
bekuan darah dan jaringan (lihat lampiran A.2). Bila serviks hanya
dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan
aspirasi vakum manual atau dilatasi dan kuretase.
• Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2g IV dan
metronidazole 500 mg).
Jika perdarahan berlanjut, tatalaksana seperti kasus atoni uteri
Tatalaksana :
• Segera reposisi uterus. Namun jika reposisi tampak sulit, apalagi
jika inversio telah terjadi cukup lama, bersiaplah merujuk ke ibu.
• jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1 mg / kg BB (jangan
melebihi 100mg) IM atau IV secara perlahan atau berikan morfin
0,1 mg / kgBB IM.
Klasifikasi
Hipertensi dalam kehamilan di bagi menjadi empat kategori yaitu:
1. Hipertensi Kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum kehamilan
tanpa proteinuria , dan menetap setelah persalinan
2. Hipertensi Gestasional adalah hipertensi yang timbul setelah kehamilan
20 minggu tanpa proteinuria dan hilang setelah persalinan
3. Preeklamsia Superimpose adalah hipertensi kronis yang dalam
perkembangannya timbul proteinuria
4. Preeklamsia / eklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah usia
kehamilan 20 minggu dengan Sistol ≥ 140 mmHg dan diastole ≥90
mmHg dengan proteinuria dipstick > +1 atau protein kuantitatif 300 mg
/ 24 jam atau Sistol ≥ 160 mmHg dan diastole ≥ 110 mmHg tanpa dengan
proteinuria
Pencegahan Primer
• Perlu dilakukan skrining risiko terjadinya preeklampsia untuk setiap
wanita hamil sejak awal kehamilannya.
• Pemeriksaan skrining preeklampsia selain menggunakan riwayat
medis pasien seperti penggunaan biomarker dan USG Doppler
Velocimetry masih belum dapat direkomendasikan secara rutin,
sampai metode skrining tersebut terbukti meningkatkan luaran
kehamilan.
Pencegahan Sekunder
• Istirahat di rumah tidak di rekomendasikan untuk pencegahan
primer preeklampsia.
• Tirah baring tidak direkomendasikan untuk memperbaiki luaran
pada wanita hamil dengan hipertensi (dengan atau tanpa
proteinuria).
• Pembatasan garam untuk mencegah preeklampsia dan
komplikasinya selama kehamilan tidak direkomendasikan.
• Penggunaan aspirin dosis rendah (75mg / hari) direkomendasikan
untuk prevensi preeklampsia pada wanita dengan risiko tinggi.
• Aspirin dosis rendah sebagai prevensi preeklampsia sebaiknya mulai
Komplikasi :
• Eklamsia ditandai dengan terjadinya kejang umum pada wanita
dengan pre-eklampsia, yang mana kejang tonik-klonik tersebut tidak
disebabkan oleh penyebab lain (misalnya epilepsy, perdarahan
subarachnoid, meningitis), setelah kejang kesadaran bisa menjadi
koma dan dapat berlangsung lama.
• Sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver enzyme levels, and Low
Platelet levels) terjadi pada 10% –20% wanita dengan preeklamsia
berat dan berhubungan dengan kerusakan endotel yang luas dan
tersebar luas.
• Edema Paru.
• Kematian.
REFERENSI
1. Kementerian Kesehatan. Modul pelatihan bagi pelatih, penanganan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal bagi dokter umum dan perawat, Jakarta,
2018
2. WHO, Managing Complications in Pregnancy and Childbirth: A guide for midwives and
doctors, 2nd Edition, Integrated Management Of Pregnancy And Childbirth, Jenewa
Swiss, 2017
3. JNPKR, Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan neonatal Emergensi Dasar (PONED),
Jakarta, 2013
4. POGI, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) POGI, Jakarta, 2016
Diagnosis
Korioamnionitis adalah diagnosis klinis yang ditegakkan bila ditemukan
demam >38°C dengan 2 atau lebih tanda berikut ini:
• Leukositosis >15.000 sel/mm3.
• Denyut jantung janin >160 kali/menit.
• Frekuensi nadi ibu >100 kali/menit.
• Nyeri tekan fundus saat tidak berkontraksi.
• Cairan amnion berbau.
Tatalaksana
➢ Tatalaksana Umum
❖ Rujuk pasien ke rumah sakit.
❖ Beri antibiotika kombinasi: ampisilin 2 g IV tiap 6 jam ditambah
gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam.
❖ Terminasi kehamilan
Nilai serviks untuk menentukan cara persalinan:
• Jika serviks matang: lakukan induksi persalinan dengan
oksitosin
• Jika serviks belum matang: matangkan dengan prostaglandin
dan infus oksitosin, atau lakukan seksio sesarea
❖ Jika persalinan dilakukan pervaginam, hentikan antibiotika setelah
persalinan. Jika persalinan dilakukan dengan seksio sesarea,
lanjutkan antibiotika dan tambahkan metronidazol 500 mg IV tiap
8 jam sampai bebas demam selama 48 jam.
➢ Tatalaksana Khusus
❖ Jika terdapat metritis (demam, cairan vagina berbau), berikan
antibiotika.
❖ Jika bayi mengalami sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah dan
beri antibiotika yang sesuai selama 7-10 hari.
Klasifikasi
• Ketuban pecah dini preterm adalah pecah ketuban yang terbukti
dengan vaginal pooling, test nitrazindan tes fern atau IGFBP-1 pada
usia < 37 minggu sebelum onset persalinan
• Ketuban pecah dini /premature rupture of membranes (PROM) adalah
pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal
pooling, tes nitrazin dan test fern+, IGFBP + pada usia kehamilan >37
minggu
Diagnosis
Diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan berdasarkan :
• Anamnesis dan pemeriksaan inspekulo
o Dari anamnesis didapatkan penderita merasa keluar cairan yang
banyak secara tiba-tiba.
o Pemeriksaan inspekulo dengan spekulum steril untuk melihat
adanya cairan yang keluar dari serviks atau menggenang di
forniks posterior. Jika tidak ada, gerakkan sedikit bagian
terbawah janin atau minta ibu untuk mengedan/batuk.
Pemeriksaan dalam sebaiknya tidak dilakukan kecuali akan
dilakukan penanganan aktif (melahirkan bayi) karena dapat
mengurangi latensi dan meningkatkan kemungkinan infeksi.
Pastikan bahwa:
- Cairan tersebut adalah cairan amnion dengan memperhatikan
▪ Bau cairan ketuban yang khas.
▪ Tes Nitrazin positif (kertas lakmus berubah dari
merahmenjadi biru). Harap diingat bahwa darah, semen,
Faktor Predisposisi
- Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya
- Infeksi traktus genital
- Infeksi intrauterin
- Bakterial vaginosis
- Serviks inkompetens
- Kehamilan ganda
- Penyakit periodontal
- Kurang gizi
- Perdarahan antepartum
- Merokok
Prinsip Dasar
• Infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan
• Suhu ≥ 38C antara hari ke 2 – 10 postpartum dan diukur per oral
sedikitnya 4 kali sehari disebut sebagai morbiding puerperalis
• Kenaikan suhu tubuh di dalam masa nifas, dianggap sebagai infeksi
nifas jika tidak ditemukan sebab ekstragenital lain
Faktor Predisposisi
• Kurang gizi atau malnutrisi
• Anemia
• Higiene
• Kelelahan
• Proses persalinan bermasalah :
- Partus lama/macet
- Korioamnionitis
- Persalinan traumatik
- Kurang baiknya proses pencegahan infeksi
- Periksa dalam yang berlebihan
Masalah
• Infeksi nifas merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca
bersalin.
• Derajat komplikasi bervariasi sangat tajam, mulai dari mastitis hingga
adanya koagulasi intravaskular diseminata.
Penanganan
• Berikan transfusi PRC (Packed Red Cell) bila dibutuhkan.
• Berikan antibiotika spektrum luas dosis tinggi.
➢ Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam
➢ Gentamisin 5 mg/kg BB IV dosis tunggal/hari
➢ Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam. Bila metronidazol infus tidak
tersedia, dapat menggunakan metronidazol suppositoria.
Lanjutkan antibiotika ini sampai ibu tidak panas selama 24 jam.
• Pertimbangkan pemberian Anti tetanus profilaksis.
• Bila dicurigai ada sisa plasenta,lakukan pengeluaran (digital atau
dengan kuret tumpul besar)
• Untuk memperbaiki subinvolusio uteri, bisa memanfaatkan
misoprostol
• Bila ada pus lakukan drainase (kalau perlu kolpotomi), ibu dalam
posisi Fowler.
• Bila tak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif dan ada
tanda peritonitis generalisata lakukan laparatomi dan keluarkan
pus, bila pada evaluasi uterus nekrotik dan septik lakukan
histerektomi subtotal.
Bendungan Payudara
Adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara dalam rangka
mempersiapkan diri untuk laktasi, hal ini bukan disebabkan overdistensi
dari saluran sistem laktasi
Penanganan
Bila ibu menyusui bayinya :
• Susukan sesering mungkin
• Kedua payudara disusukan
• Kompres hangat payudara sebelum disusukan
• Bantu dengan memijat payudara untuk permulaan menyusui
• Sangga payudara
• Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui
• Bila demam tinggi berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4
jam
• Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengetahui hasilnya
1. Mastitis
Payudara tegang / indurasi dan kemerahan
Penanganan
• Berikan Kloksasilin 500 mg / 6 jam selama 10 hari, bila diberikan
sebelum terbentuk abses biasanya keluhan akan berkurang
• Sangga payudara
• Kompres dingin
• Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam
• Ibu harus didorong menyusui bayinya walau pun ada pus
• Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan
2. Abses Payudara
Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang kemerahan
Penanganan
• Diperlukan anestesi umum (ketamin)
• Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya tidak
memotong saluran ASI
• Pecahkan kantung pus dengan klem jaringan (pean) atau jari tangan
• Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam
• Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari
• Sangga payudara
• Kompres dingin
• Berikan Parasetamol 500 mg setiap 4 jam bila diperlukan
• Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau pun ada pusLakukan
Follow up setelah pemberian pengobatan selama 3 hari.
Penanganan
• Bila didapat pus dan cairan pada luka, buka jahitan dan lakukan
pengeluaran serta kompres antiseptik.
• Daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan lakukan debridemen.
• Bila infeksi sedikit tidak perlu antibiotika.
• Bila infeksi relatif superfisial, berikan Ampisilin 500 mg per oral
selama 6 jam dan Metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari selama 5
hari.
• Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis,
beri Penisilin G 2 juta U IV setiap 4 jam (atau Ampisilin inj 1 g 4 x/hari)
Perluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan atau invasi
mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah di sepanjang vena
dan cabang-cabangnya sehingga terjadi tromboflebitis.
Klasifikasi
• Pelviotromboflebitis
Pelviotromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan
ligamentum latum, yaitu vena ovarika,vena uterina dan vena
hipogastrika. Vena yang paling sering terkena ialah vena ovarika dekstra
karena infeksi pada tempat implantasi plasenta terletak di bagian atas
uterus:proses biasanya unilateral. Perluasan infeksi dari vena ovarika
sinistra ialah vena renalis, sedangkan perluasan infeksi dari vena ovarika
dekstra ialah ke vena kava inferior. Peritonium, yang menutupi vena
ovarika dekstra, mengalami inflamasi dan akan menyebabkan
perisalpingo-ooforitis dan periapendisitis.Perluasan infeksi dari vena
uterina ialah vena iliaka komunis.
• Tromboflebitis Femoralis
Tromboflebitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai, misalnya
vena femoralis, vena poplitea dan vena savena.
Komplikasi
• Komplikasi paru: infark, abses, pneumonia
• Komplikasi ginjal sinistra, nyeri mendadak, yang diikuti dengan
proteinuria dan hematuria
• Komplikasi pada persendian, mata dan jaringan subkutan
Penanganan
➢ Perawatan
Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema,lakukan kompres pada kaki.
Setelah mobilisasi, kaki tetap dibalut elastik atau memakai kaos kaki
panjang yang elastik selama mungkin.
➢ Mengingat kondisi ibu yang sangat jelek, sebaiknya jangan menyusui.
➢ Terapi medik: Antibiotika dan analgetika.
Pemberian Cairan
1. Suhu Basal kebutuhan cairan 2000 ml/24 jam
2. Tambahan 500 ml untuk setiap peningkatan suhu 1 C
REFERENSI
1. Kementerian Kesehatan. Modul pelatihan bagi pelatih, penanganan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal bagi dokter umum dan perawat,
Jakarta, 2018
2. WHO, Managing Complications in Pregnancy and Childbirth: A guide for
midwives and doctors, 2nd Edition, Integrated Management Of Pregnancy And
Childbirth, Jenewa Swiss, 2017
3. JNPKR, Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan neonatal Emergensi Dasar
(PONED), Jakarta, 2013
4. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan
Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan Edisi Pertama 2013
1.3.2. Penatalaksanaan kasus Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dengan penyulit :
1.3.2.1. Hipotermia
1.3.2.2. Hipoglikemia
1.3.2.3. Ikterus Neonatorum
1.3.2.4. Permasalahan Minum
1.3.2.5. Perawatan Metode Kanguru (PMK)
1. 6. URAIAN
1. 6. 1. Pokok Bahasan 1.3.1 Kasus Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
BBLR sampai saat ini masih merupakan masalah di Indonesia, karena
merupakan penyebab kesakitan dan kematian neonatus. Penyulit BBLR
antara lain : hipotermia, hipoglikemia, hiperbilirubinemia, infeksi /
sepsis, dan gangguan minum.
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) sangat rentan untuk mengalami berbagai
masalah kesehatan. Pemantauan yang terus menerus dan pemberian
asuhan yang tepat dapat mencegah atau mengatasi masalah yang mungkin
terjadi pada bayi.
Batasan Hipotermia
• Suhu normal neonatus : 36,5 - 37,5 °C
• Stres dingin : 36 - 36,4 ° C
• Hipotermia sedang : 32 – 35,9 ° C
• Hipotermia berat : < 32 ° C
b. Warmer Radiant
Bayi dibaringkan telentang dan servo-temperature probe diposisikan
di atas hati. Radiant warmer harus diatur dalam mode servo-control
dengan suhu 36,5 C. Kecepatan rewarming tidak dapat diatur pada
radiant warmer, sehingga memiliki risiko vasodilatasi jika output
panas terlalu tinggi dan meningkatkan IWL serta tidak melindungi bayi
dari kehilangan panas. Oleh karena itu, diperlukan perhitungan
kebutuhan cairan saat penggunaan radiant warmer. Sedangkan
keunggulan radiant warmer yaitu memudahkan tenaga kesehatan
memantau serta melakukkan tindakan pada bayi.
d. Plastik Transparan
Pemakaian plastik transparan pada bayi baru lahir <1500 g dan/atau
usia gestasi <28 minggu dari leher sampai kaki, tanpa terlebih dahulu
mengeringkan bayi, dapat mempertahankan suhu bayi baru lahir
sehingga menurunkan kejadian hipotermia. Setelah itu bayi baru lahir
diletakkan di radiant warmer, selanjutnya resusitasi dan stabilisasi
dapat dimulai sesuai dengan pedoman standar.
Klasifikasi Hipotermi
a. Hipotermi Sedang
Hipotermia sedang didapatkan gambaran klinis pada bayi berupa suhu
tubuh 32 – 35,9 °C, gangguan napas, denyut jantung kurang dari 100 x
/ menit, malas minum dan letargi. Manajemen bayi dengan hipotermia
sedang, yaitu :
• Ganti baju yang dingin dan basah, pakai topi dan selimuti dengan
selimut hangat.
• Bila ada ibu atau pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi
dengan melakukkan kontak kulit dengan kulit (skin to skin).
• Bila ibu tidak ada, hangatkan bayi dengan alat pemancar (infant
warmer). Bila perlu gunakan inkubator atau ruangan hangat.
• Anjurkan ibu menyusui lebih sering dan bila bayi tidak dapat
menyusu, berikan asi perah dengan media lain.
• Informasikan tanda bahaya (misal kejang) dan mintalah ibu Untuk
mengamati tanda bahaya dan segera mencari pertolongan bila hal
itu terjadi.
• Periksa suhu tubuh bayi tiap jam. Bila suhu bayi naik 0.5 C / jam,
berarti upaya menghangatkan berhasil dan lanjutkan memeriksa
b. Hipotermi Berat
Gambaran Klinisnya yang timbul berupa suhu tubuh < 32 C, tanda lain
seperti hipotermi sedang dan terdapat kulit teraba keras serta napas
pelan dan dalam.
GIR 4-7 mg / kg /menit bisa digunakan pada sebagian besar bayi cukup
bulan dan near term. GIR 6-8 mg / kg / menit diperlukan lebih sering pada
bayi IUGR.
Pada masa stabilisasi bayi dapat menerima nutrisi enteral hanya bila bayi
tersebut asimtomatik dan berisiko hipoglikemia, namun diikuti
pemantauan ketat. Pada bayi dengan kadar gula darah 25-< 45 mg/dl
terapi bolus Dextrosa dianjurkan pada bayi dengan simtomatik
hipoglikemi. Pada pasien yang mengalami hipoglikemia (<25 mg / dL)
diberikan cairan bolus D 10 W 2 mL / kgBB dengan kecepatan 1 mL / menit.
Pemeriksaan kadar gula darah diulangi tiap 15-30 menit berikutnya setelah
pemberian bolus atau peningkatan jumlah cairan parenteral. Bila kadar
gula darah masih ≤45 mg / dL, ulangi pemberian bolus D 10 W 2 mL / kgBB.
Jika kadar gula darah masih belum stabil setelah dua kali bolus, maka
ulangi bolus dan naikkan cairan dekstrosa 10% menjadi 100-120 mL / kgBB
Pendekatan umum inisiasi cairan dan pemberian glukosa pada BBLR sakit
1. Bayi tidak diberikan apapun secara enteral.
2. Mulai pemberian cairan dengan dekstrosa 10% tanpa elektrolit,
sebanyak 80 mL / kgBB / hari melalui vena perifer atau vena umbilikus.
Pada bayi usia >24 jam, elektrolit dapat ditambahkan ke dalam larutan
IV.
3. Pantau gula darah secara berkala dan pertahankan kadar gula darah
45-110 mg / dL (2,8-6 mmol / L).
4. Apabila Apabila glukosa <45 m / dL (2,6 mmol / L), berikan bolus
dekstrosa 10% 2 mL / kg disamping infus dekstrosa 10% 80 mL / kg /
hari. Hitung asupan GIR. Pertahankan GIR berkisar 4-6 mg / kg / menit
dan dinaikkan bertahap 2 mg / kg / menit ampai maksimal 12 mg / kg
menit bila ulangan pemeriksaan gula darah tetap rendah.
5. Periksa kadar gula darah dalam 15-30 menit:
a. pada setiap bolus glukosa
b. setelah memulai pemberian cairan IV
c. pada BBLR yang pernah mempunyai kadar gula darah yang rendah
6. Lakukan penilaian klinis berdasarkan kondisi BBLR dan faktor risiko
hipoglikemia, untuk menentukan kekerapan pemeriksaan gula darah
yang perlu dilakukan setelah kadar gula darah stabil.
7. Konsentrasi glukosa tertinggi yang diberikan melalui vena perifer
adalah dekstrosa 12,5%. Apabila konsentrasi glukosa yang lebih tinggi
diperlukan atau jika zat tambahan ditambahkan ke dalam dekstrosa
Hiperbilirubinemia adalah apabila kadar bilirubin darah > 5 mg% (50 µmol
/ L) Bilirubin tersebut tersebut diproduksi dengan pecahnya haemoglobin
yang berlebih dari sel darah merah. Kondisi tersebut merupaka kondisi
normal pada bayi baru lahir apabila kuningnya bayi baru lahir terjadi timbul
pada hari kedua ataupun ketiga serta kenaikan kadar bilirubin tidak
melebihi 5 mg%.
Insidens
Aterm : 60%
Pre term : 80 %
Jenis Bilirubin
Bilirubin Indirek Bilirubin Direk
Terikat pada albumin Terikat pada glucoronic acid
Larut lemak Larut air
Dapat melewati sawar otak Diekskresi di urin dan faeces
Toksik terhadap sel otak Non toksik
Patofisiologis
➢ Peningkatan ambilan bilirubin akibat kadar hemoglobin yang tinggi.
• Neonatus normal
• Hemolisis
• Sefal hematom atau jejas, polisitemia
➢ Penurunan konjugasi bilirubin di hepar.
• Penurunan aktivitas enzim glukuronil transferase
• Defisiensi enzim glukuronil transferase tipe 1 (Criggler Najjar
Syndrome).
➢ Ekskresi bilirubin terganggu.
Ikterus Patologis
• Muncul dalam 24 jam pertama.
• Kenaikan bilirubin > 5 mg / dL per hari.
• Menetap lebih dari 14 hari.
• Warna feses dempul dan urin kuning mewarnai baju.
• Bilirubin direk >2mg / dL.
Mengenali bilirubin
Memeriksa Ikterik
Pemeriksaan laboratorium
Indikasi Pemeriksaan
Ikterik dalam 24 jam pertama Bilirubin total
Ikterik terlihat diatas 24 jam Bilirubin total
Ikterik yang butuh terapi sinar atau Golongan darah, bilirubin direk, dan
masuk kategori resiko tinggi indirek, DPL
dinomogram pemeriksaan Bilirubin diulang tiap 4 – 24 jam
laboratorium tergantung
usia dan kadarnya opsional : G6PD,
retikulosit, ETCO²
Ikterik yang butuh transfusi tukar Retikulosit, G6PD, albumin, ETCO²
Bilirubin direk meningkat Urinalisis, kultur urin, evaluasi
sepsis
Ikterrik muncul setelah 3 minggu Bilirubin total dan direk, ecaluasi
kolestasis, skrining tiroid dan
galaktosemia
Sinar biru
450-460
nm
Terapi Sinar
• Cuci tangan.
• Letakkan bayi dalam tempat tidur atau inkubator.
• Pasang penutup mata.
• Atur posisi sinar ± 45 cm dari bayi.
• Mulai terapi sinar.
• Berikan minum atau menetek lebih sering.
• Ubah posisi bayi setiap selesai memberi minum.
• Ukur temperatur bayi tiap 2-4 jam.
• Pantau produksi urin.
• Pantau kadar bilirubin.
Transfusi Tukar
• Definisi: menukar darah pasien dengan darah donor untuk
menghilangkan komponen darah yang abnormal dan toksin yang
beredar dengan mempertahankan volume darah yang beredar.
• Indikasi: mencegah neurotoksisitas bilirubin setelah pilihan alternatif
lain tidak efektif menurunkan bilirubin.
Breast-milk Jaundice
• Muncul mulai usia 24-72 jam, puncaknya usia 5-15 hari, dan
menghilang pada minggu ketiga.
• Pada bayi aterm sehat, ibu tetap dapat meneruskan menyusui dengan
interval lebih sering.
• Menghentikan menyusui tidak direkomendasikan kecuali kadar
bilirubin >20 mg/dL
Kesimpulan
• Hiperbilirubinemia pada neonatus dapat terjadi secara fisiologis dan
patologis
• Ikterik pada neonatus harus dipastikan dengan pemeriksaan
laboratorium dan diinterpretasikan sesuai usia.
• Pemberian ASI sesegera mungkin dapat mencegah terjadinya
hiperbilirubinemia.
• Penentuan dan penghentian terapi sinar harus dilakukan sesuai
dengan nomogram sesuai usia.
Hari ke 1 2 3 4 5 dst
Usia (hari)
Pemberian
1 2 3 4 5 6 7
Kecepatan cairan IV 5 4 3 2 0 0 0
(ml/jam atau tetes
mikro/menit)
Praktek klinik
- Bayi <1500 g diberikan 80 ml / kg / hari pada hari pertama dan
dinaikkan 10-15 ml / kg / hari secara bertahap sampai maksimal 150
ml / kg / hari dalam waktu 7 hari.
- Bayi >1500 g diberikan 60 ml / kg / hari pada hari pertama dan
dinaikkan 15-20 ml/kg/hari sampai maksimal 150 ml / kg / hari dalam
waktu 7 hari.
Pemberian Minum
- Bila mendapat ASI → pastikan cukup.
- Timbang bayi :
- Bayi 1500-2500: tidak boleh kehilangan 10% BL, pada 4-5 hari I.
- Bila kenaikan BB tidak adekuat -> ditangani sebagai masalah.
- Bila sudah tidak diinfus dan berat naik 20 g / hr selama 3 hari,
timbang 2 kali / minggu .
Pemantauan
1. Kenaikan Berat Badan dan pemberian minum setelah 7 hari :
- 1500 g, kehilangan berat badan tidak melebihi 10%.
Kondisi patologis :
- Sepsis.
- Bayi kecil.
Penatalaksanaan Khusus
Kecemasan Ibu :
- Cara menyusui.
- BB catat.
Pemulangan Penderita
- Bayi suhu stabil
- Toleransi minum per oral baik, diutamakan pemberian ASI.
- Bila tidak bisa diberikan ASI dengan cara menetek dapat diberikan
dengan alternatif cara pemberian minum yang lain.
- Ibu sanggup merawat BBLR di rumah (pembahasan di PMK)
Kangaroo Position
Posisi bayi memegang peranan penting dalam mencapai keberhasilan
PMK.
• Posisi bayi prematur atau BBLR tegak lurus, hanya menggunakan
popok dan topi, kemudian dilekatkan ke dada ibu, sehingga terjadi
kontak kulit dengan kulit.
• Bayi berada diantara kedua payudara ibu, pinggul bayi harus dalam
posisi seperti kodok, kemudiaan sangga dengan kain, posisi kepala bayi
sedikit ekstensi, sehingga jalan napas bayi tetap terbuka dan
memungkinkan terjadinya kontak mata antara ibu dan bayi.
• Posisi bayi tetap dipertahankan seperti ini, kecuali apabila bayi mau
dimandikan, diganti popoknya, atau ibu mau pergi ke kamar mandi.
Apabila ibu sedang tidak memungkinkan melakukan PMK ayah atau
keluarga yang lain dapat menggantikannya.
Kangaroo Nutrition
• Nutrisi bayi yang paling ideal adalah air susu ibu (ASI). Setiap ibu
memproduksi ASI khusus untuk bayinya.
• Kandungan ASI berubah sesuai dengan pertumbuhan bayi baru lahir.
ASI terutama kolostrum, kaya akan antibodi (immunoglobulin) yang
melindungi bayi baru lahir terhadap infeksi.
• Bagi bayi yang belum mempunyai kemampuan mengisap atau reflek
menghisapnya lemah, perah ASI dan letakkan dalam spuit yang
menghubungkan dengan pipa (sonde) lambung, kemudian lekatkan
pipa di sekitar putting sehingga bayi dapat menghisap ASI dari pipa.
Posisi
Kangaroo Discharge
• Berat badan bayi bukan merupakan patokan yang utama dalam
memulangkan bayi.
• Beberapa kriteria yang dapat dijadikan acuran dalam memulangkan
bayi adalah sebagai berikut :
➢ Kemampuan bayi menyusu.
➢ Tanda – tanda vital bayi stabil.
Pemulangan (Discharge)
Bayi :
• Dapat minum dengan baik.
• Suhu tubuh stabil dalam posisi PMK.
• Berat badan naik (15g / kg / hari).
Ibu :
• Percaya diri merawat bayinya dan dapat kontrol teratur.
• Ibu memahami asuhan kontak kulit dengan kulit.
• Ada dukungan keluarga untuk menjalankan asuhan kontak kulit
dengan kulit di rumah.
Kangaroo Support
• Bayi dan ibu merupakan satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan,
hal ini berarti bahwa dukungan harus diberikan agar ibu dan bayi
selalu bersama, karena pemisahan antara ibu dan bayi akan
mempengaruhi perkembangan bayi.
• Oleh kareana itu, asuhan pada BBLR atau bayi prematur harus
pusat pada keluarga (family centered care), family centered
Dukungan Keluarga
PMK dapat di mulai segera setelah lahir dengan meletakkan bayi di atas
dada ibu dengan posisi telungkup tanpa alas, badan dikeringkan dan
ditutup dengan selimut kering, pelaksanaan PMK harus dilakukan
secara bertahap untuk memfasilitasi proses adaptasi bagi bayi dan ibu.
Tatalaksana PMK
Pelaksanaan PMK harus mencakup tahap persiapan, pelaksanaan, dan
Evaluasi.
❖ Tahap persiapan.
Beberapa hal yang harus dipersiapkan untuk melakukan PMK yaitu
alat, bayi, dan orang tua.
Persiapan alat meliputi :
• Gendongan dan topi bayi.
• Alat untuk mengatur tanda – tanda vital bayi
Persiapan bayi :
• Ukur tanda-tanda vital bayi meliputi suhu, nadi dan pernafasan.
• Buka pakaian bayi kecuali popok
Persiapan orang tua :
• Komunikasi antara tenaga kesehatan dan orang tua sangat
penting dalam menunjang keberhasilan PMK.
❖ Tahap Implementasi
• Posisi bayi di dada ibu.
Pertahankan posisi ini dengan menggunakan bantuan
gendongan bayi, tepi kain penggendong bagian atas harus
dibawah telinga bayi.
• Pakaian topi bayi.
• Minta ibu atau ayah untuk memakai pakaian bagian atasnya
kembali
❖ Tahap Evaluasi
• Pantau kondisi bayi selama dan setelah asuhan
berlangsung, mencakup tanda- tanda vital, status
oksigenasi.
PMK Intermitten
Tipe ini dilakukan apabila bayi masih mendapat cairan infus, obat-
obatan intravena, oksigen atau ventilasi mekanik atau minum
melalui oral gastric tube (OGT) dilakukan diruang perinatologi (NICU
/ SCN).
PMK Continue
Tipe ini dilakukan pada bayi yang sudah memenuhi kriteria dan tidak
memerlukan bantuan khusus untuk bernafas. Biasanya tipe ini
dilakukan untuk meningkatkan berat badan bayi, meningkatkan
kemampuan menyusu dan kemampuan ibu untuk merawat bayinya
di rumah.
Kesimpulan
• Mengingat besarnya manfaat perawatan metode kanguru baik
bagi bayi, ibu, maupun keluarga, maka tenaga kesehatan harus
memfasilitasi dan memotivasi keluarga untuk melaksanakan
maupun secara terus menerus 24 jam sesuai dengan kondisi ibu
dan bayi.
PMK intermite
PMK Kontinyu
Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai
berikut yaitu :
1.3.1. Langkah-langkah Resusitasi Bayi Baru Lahir :
1.3.1.1. Penilaian Bayi Baru Lahir.
1.3.1.2. Langkah Awal Resusitasi.
1.3.2.3. Ventilasi Tekanan Positif.
1.3.2.4. Terapi Obat Obatan.
1.3.2.5. Pemasangan C-PAP.
1.3.2.6. Pemasangan Pipa Endotrakheal (Dokter).
1.3.2.7. Waktu Menghentikan Resusitasi.
1.3.2. Resusitasi pada bayi baru lahir
1.5. MEDIA DAN ALAT BANTU Bahan tayang (Slide power point)
• Laptop
• LCD/In Focus
• Flipchart
• Whiteboard
• Spidol (ATK)
• Modul Pelatihan
• Panduan Simulasi
• Phantom
• Panduan Praktek Lapangan
• Algoritma Resusitasi Neonatus (Bayi Baru Lahir)
Setiap bayi baru lahir senantiasa mengalami proses transisi dari kehidupan
intrauterin menuju ekstrauterin yang melibatkan hampir semua sistem
organ tubuh. Di antara berbagai sistem organ tersebut, perubahan sistem
pernapasan dan sirkulasi segera setelah lahir memainkan peranan penting
agar bayi dapat beradaptasi pada lingkungan ekstrauterin.
Masa transisi
Intra uterin ekstra uterin
- Sekitar 90 % bayi lahir tidak bermasalah atau sedikit memerlukan
bantuan.
- Sekitar 10 % → perlu beberapa bantuan untuk memulai pernapasan.
- Sekitar 1 % → perlu resusitasi lengkap untuk kelangsungan hidup
(intubasi,kompresi dada dan pemberian obat).
Konstruksi pembuluh
darah
aorta
• Setelah lahir :
- Paru-paru bayi berisi oksigen.
- Pembuluh darah paru relaksasi .
- Menyerap oksigen dan mengeluarkan karbondioksida.
udara
Cairan paru-
paru janin
entnalor
the
summa
ry of an
interest
ing
Langkah-langkah untuk melakukan resusitasi pada bayi baru lahir
point.
dapat dilihat pada bagan
You canResusitasi. Masing-masing langkah
dilakukan selama 30 positio
detik dan harus senantiasa dinilai serta
n the
dilakukan tindakan sesuai texthasil penilaian tersebut. Perpindahan
box apabila langkah sebelumnya telah
langkah baru dapat dilakukan
anywhe
dilakukan dengan efektif.re in
the
docum
Persiapan Resusitasi Pada Bayi Baru Lahir
ent.
Use the
Text
Persiapan meliputi persiapan
Box tim resusitasi, konseling antenatal
dalam bentuk pengenalan Tools faktor risiko pasien, persiapan
tab to
lingkungan resusitasi, change
persiapan alat resusitasi dan persiapan
tenaga kesehatan berupathe pencegahan penularan infeksi pada saat
formatt
melakukan resusitasi. ing of
the pull
quote
text
box.]
Persiapan Lingkungan
Resusitasi
Tim resusitasi terdiri dari tiga orang atau minimal dua orang
dengan pembagian tugas :
• Orang pertama disebut leader / pemimpin tim yaitu seorang
dokter yang terampil dan mampu memberikan instruksi pada
anggota tim lainnya. Pemimpin tim berdiri di sisi kepala bayi.
• Orang kedua (Asisten Circulation) bertanggung jawab terhadap
sirkulasi bayi yaitu mendengarkan bunyi jantung dan
menghitung denyut jantung bayi baru lahir, mengatur
kebutuhan tekanan puncak inspirasi (Peak Inspiratory Pressure
– PIP) dan FiO2, melakukan kompresi dada, memasang
umbilikal akses, memasang pulse oksimetri. Posisi orang kedua
berada di sisi kanan pemimpin tim.
• Orang ketiga (Asisten Drug and Equipment) bertanggung jawab
terhadap penyiapan alat - alat resusitasi, penyiapan obat –
obatan dan cairan, mengukur suhu, pemasangan monitor suhu
2 = Circulation
1 = Airway-
Breathing
3 = Drugs Equipment
Tim mengetahui kondisi ibu dan bayi baru lahir mulai dari riwayat
antenatal sampai pada waktu persalinan.
• Laringoskop
Merupakan alat yang digunakan untuk intubasi. Sebelum
menggunakan, pastikan bahwa laringoskop memiliki paling tidak
tiga ukuran blade. Pilihlah ukuran blade sesuai dengan usia gestasi.
Lampu pada tiap blade harus dipastikan menyala.
Alur resusitasi dibaca mulai dari kotak paling atas sebelah kanan yang
bertuliskan “konseling antenatal, persiapan alat dan pembagian tugas
dalam tim” menuju ke bawah dan atau ke samping secara berurutan
sesuai dengan kondisi bayi baru lahir. Pada setiap langkah resusitasi,
masing – masing anggota tim melakukan resusitasi sesuai dengan
peran dan kewenangannya. Perpindahan langkah baru dapat
dilakukan apabila langkah sebelumnya telah dilakukan secara efektif.
Panah warna biru menunjukkan batasan waktu efektif penolong untuk
melakukan tindakan, sedangkan panah warna merah muda (pink)
merupakan pengingat apakah penolong memerlukan bantuan di
setiap langkah tindakan.
Jika salah satu dari dua pertanyaan dijawab “tidak” maka bayi baru
lahir memerlukan tindakan lebih lanjut yaitu resusitasi.
Pernapasan
Merupakan tanda yang pertama kali muncul dengan gangguan
kardiorespirasi. Mungkin saja penilaian pernapasan sulit dilakukan
karena kadang pernapasan bayi dapat berhenti sejenak setelah
usaha bernapas awal dan kemudian melanjutkan pernapasan yang
cukup.
Bayi baru lahir normal memiliki laju denyut jantung sekitar 130
x/menit segera setelah lahir, bervariasi antara 110 hingga 160
x/menit. Laju denyut jantung diharapkan selalu di atas 100 x /menit
selama menit pertama kehidupan pada bayi yang sehat. Laju
denyut jantung merupakan kunci utama dalam penilaian resusitasi.
Langkah awal dilakukan ketika bayi baru lahir tidak ada upaya
bernapas dan atau tonus otot lemah. Langkah awal meliputi
memastikan bayi tetap hangat, membuka jalan napas bayi dengan
mengatur posisi dan membersihkan jalan napas, mengeringkan
bayi dan memberikan stimulasi, serta mengatur kembali posisi
kepala bayi.
lanjutkan VTP.
4. Bila bayi belum bernapas dan denyut jantung <
100x/menit, lakukan VTP dan kompresi dada.
Jalur pemberian obat dan cairan yang paling mudah dan cepat dan
memungkinkan dilakukan di Puskesmas adalah melalui vena
umbilikal dibandingkan melalui vena perifer. Untuk itu, tim
resusitasi harus mampu melakukan akses umbilikal.
Prosedur pada katerisasi umbilikal:
Definisi
Continuous positive airway pressure (CPAP) merupakan suatu alat
yang mempertahankan tekanan positif pada saluran napas
neonatus selama pernapasan spontan.
0 1 2
Frekuensi < 60 x/menit 60-80 x/menit >80x/menit
napas
Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi
retraksi berat
Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang Sianosis
dengan O² menetap
walaupun
diberi O²
Air Entry Udara masuk Penurunan Tidak ada
ringan udara udara masuk
masuk
Merintih Tidak merintih Dapat Dapat
didengar didengar
dengan tanpa alat
stetoskop bantu
Interpretasi skor
Skor < 4 Distres pernapasan ringan (CPAP)
Skor 4-5 Distres pernapasan sedang (CPAP)
Skor > 6 Distres pernapasan berat ( pertimbangkan intubasi)
Alat yang dapat memberikan CPAP adalah T-piece resuscitator di
fasilitas lengkap, dan Jackson-Rees pada fasilitas terbatas.
1 Gagal CPAP
2 PEEP 5-8 cmH2O
3 FiO² > 40%
4 Dengan Distres napas
5 Pertimbangkan intubasi
Indikasi
Berurutan
Kedua tahapan pertama dalam resusitasi, yaitu Airway dan Breathing
merupakan komponen terpenting dan paling awal dijalankan. Tahapan-
tahapan ini tidak boleh dilompati untuk menuju ke komponen
berikutnya Circulation dan Drugs. Dengan kata lain sebelum
Simultan
Penilaian usaha napas, frekuensi denyut jantung dan tonus serta tindakan
resusitasi berupa Airway, Breathing, Circulation dan Drugs harus dilakukan
secara simultan atau bersamaan pada satu waktu. Resusitasi secara
simultan paling baik dijalankan dalam bentuk satu tim, semua tindakan dan
penilaian dapat dilakukan secara bersamaan.
Ketepatan Waktu
Waktu merupakan hal yang sangat penting pada resusitasi bayi lahir.
Keterlambatan penanganan di awal akan menyebabkan keterlambatan
perbaikan klinis bayi di akhir.
Koordinasi
Tim harus memiliki koordinasi yang baik, mampu bekerja sama dan
memiliki bahasa medis sama sehingga tidak ada keterlambatan, tidak
Penilaian Berulang
Kondisi bayi baru lahir dapat mengalami perubahan sepanjang resusitasi
walaupun penolong belum mencapai titik penilaian pada alur resusitasi,
maka penilaian komponen resusitasi harus dilakukan berulang kali
sepanjang resusitasi. Penilaian berulang juga membantu penolong untuk
memantau apakah ada perbaikan atau perburukan kondisi bayi.
Pada setiap tahapan resusitasi, tim harus selalu memastikan pada timnya,
apakah setiap langkah yang telah dilalui sudah diberikan secara optimal.
Tim segera melakukan penilaian status sirkulasi bayi baru lahir dan
pengenalan dini gangguan awal sirkulasi, sebagai berikut :
• Lakukan pemeriksaan waktu pengisian kapiler (CRT) dengan
melakukan penekanan pada dada bayi menggunakan jari telunjuk
selama 5 detik kemudian lepaskan penekanan tersebut. Nilai normal
waktu pengisian kapiler adalah < 3 detik.
• Hitung Laju Denyut Jantung menggunakan stetoskop atau pulse
oxymetri (nilai normal adalah 130 – 160 x / menit).
• Nilai kekuatan Nadi femoral (paha)
Setiap orang yang terlibat dan harus merasa nyaman dan mendukung
keputusan ini. Setelah keputusan dibuat, suhu bayi harus dinilai pada suhu
normal dan dicatat pada flow sheet. Bila bayi terpasang skin probe, probe
suhu kulit dibiarkan tetap terpasang, demikian juga semua kabel monitor,
jalur intravena, dan selang bantu napas harus dieratkan dengan aman. Bayi
tidak perlu menggunakan pakaian kecuali popok dan topi.
Penilaian (Assessment)
Tim melakukan penilaian kondisi bayi baru lahir meliputi indikasi yang
dapat dirujuk, kelayakan bayi baru lahir untuk dirujuk, kondisi bayi baru
lahir yang stabil. Hal yang perlu diperhatikan pada saat penilaian kondisi
bayi baru lahir yang stabil adalah sebagai berikut:
• Bebas jalan nafas dan ventilasi adekuat.
• Kulit dan bibir merah jambu.
• Frekuensi jantung 120-160x/menit.
Pengawasan (Control)
Keadaan personil dan perlengkapan tim Tranport menjadi bagian yang
penting dalam melakukan rujukan. Tim yang melakukan transportasi terdiri
dari 2 sampai 3 orang tenaga kesehatan (Dokter, bidan, Perawat atau
tenaga medis lainnya) yang terlatih.
Tim harus mampu dalam tatalaksana bayi baru lahir risiko tinggi dan
melakukan penanganan tanda bahaya dan hal mendasar harus dimiliki oleh
tenaga kesehatan yaitu :
➢ Posisi perawatan metode kanguru
➢ Pemantauan untuk frekuensi jantung, frekuensi pernapasan dan
temperatur. Bila mungkin saturasi oksigen.
Komunikasi (Communication)
Tim resusitasi harus mampu melakukan komunikasi internal, eksternal dan
keluarga. Komunikasi internal adalah tim melakukan komunikasi diantara
Evaluation
Tenaga kesehatan perlu memastikan bahwa kondisi bayi baru lahir tepat
untuk dilakukan rujukan, yang perlu diperhatikan oleh tenaga kesehatan
ketika akan melakukan rujukan :
• Gangguan pernapasan oleh sebab apapun (aspirasi mekonium,
neonatal pneumonia, penyakit membrane hialin) untuk mendapat
tunjangan ventilator, pemantauan terapi oksigen dan analisis gas
darah.
• Kebutuhan cairan dan nutrisi parenteral.
• Kasus bedah neonatus.
• BBLR.
• Kemungkinan penyakit jantung bawaan.
• Komplikasi persalinan berat.
• Asfiksi neonatorum.
• Bayi ibu diabetes mellitus.
• Kejang pada bayi baru lahir.
Tersangka infeksi (sepsis, meningitis).
• Penyakit hemolisis.
• Apneu.
• Tersangka renjatan.
• Persisten asidosis.
• Hipoglikemi.
• Pasien letargis tanpa sebab yang jelas.
Tim perlu memastikan kondisi klinis bayi baru lahir baik selama perjalanan
rujukan maupun saat tiba di tempat rujukan. Kondisi klinis baik yang
Preparation
Tenaga kesehatan harus melakukan cek terhadap daftar yang perlu
dilakukan untuk semua prosedur tranportasi yang optimal seperti kondisi
bayi baru lahir mulai dari airway, breathing, circulation, drug, emotional
support dan fluid (A,B,C, D, E, F), dokumen, komunikasi alat transport yang
aman perlu dipersiapkan dan dipastikan kesiapannya.
Transportation
Bayi baru lahir dapat diberangkatkan ke fasilitas pelayanan kesehatan
rujukan yang dituju. Unit rujukan harus memberi informasi kepada pihak
yang merujuk terkait kondisi bayi, diagnosis, prognosa, dan kemungkinan
lama rawat. Apabila kondisi bayi membaik dan dikembalikan ke unit
perujuk untuk melanjutkan perawatan sebaiknya disertai dengan surat
berisi tatalaksana dan lama perawatan bayi di unit rujukan.
Rujukan balik dilakukan ketika masalah saat dirujuk sudah teratasi. Hal ini
perlu dilakukan dan dikoordinasikan karena bermaanfaat bagi pasien,
keluarga pasien dan sistem perawatan regional.
REFERENSI
1. Kementerian Kesehatan. Modul pelatihan bagi pelatih, penanganan kegawatdaruratan
maternal dan neonatal bagi dokter umum dan perawat, Jakarta, 2018
2. WHO, Managing Complications in Pregnancy and Childbirth: A guide for midwives and
doctors, 2nd Edition, Integrated Management Of Pregnancy And Childbirth, Jenewa
Swiss, 2017
3. JNPKR, Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan neonatal Emergensi Dasar (PONED), Jakarta,
2013
4. IDAI, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) IDAI, Jakarta, 2018
5. Managing Newborn problem JHPIEGO
6. Buku Panduan Resusitasi Neonatus IDAI thn 2014
Maksud:
Maksud dari alat penunjang pengambilan keputusan ini adalah untuk
memandu tatalaksana kedaruratan neonatus yang sering ditemui
sementara menunggu untuk mengirimkan bayi ke tingkat layanan yang
lebih tinggi. Alat penunjang ini mencakup dokumentasi menyeluruh terkait
presentasi, pengobatan, dan kondisi bayi sebelum dirujuk.
Tujuan:
• Bayi distabilkan dengan baik di unit gawat darurat sementara
menunggu rekomendasi dari dokter spesialis atau sebelum
1. Pada bagian kanan atas pengguna mengisi identitas pasien termasuk nama,
tanggal, waktu dan kehamilan.
Petugas mencatat pemikiran yang mendasari perawatan atau pemindahan
pasien berdasarkan riwayat dan temuan fisik yang biasa ditemui pada
patologi maternal. Kondisi-kondisi ini mencakup komplikasi perdarahan pra
dan pasca persalinan, pereklampsia, persalinan prematur dan sepsis.
2. Pasien mungkin masuk ke dalam lebih dari satu kategori penyakit yang
ditunjukkan dengan tanda “x”. Fitur-fitur dalam suatu kategori yang berlaku
untuk pasien juga ditunjukkan dengan tanda “x” atau dengan mengisi
pertanyaan-pertanyaan terkait informasi. Pada contoh di atas, Bu Jane
sedang distabilkan untuk dipindahkan / dirujuk dari Puskesmas akibat pre-
eklamsia berat dan kemungkinan sepsis. Pengguna secara salah menandai
persalinan prematur sebagai alasan pemindahan. Memang usia kehamilan
janin adalah 34 minggu tetapi ibu tidak menunjukkan tanda-tanda persalinan.
REFERENSI
- Modul Pelatihan Stabilisasi Kasus Emergensi Maternal Neonatal
- Panduan DST program EMAS 201
Seperti di Rumah Sakit banyak jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur,
serta jumlah pasien dan Staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan
hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan.
Dalam 15 tahunan terakhir ini, semakin banyak bukti bahwa banyak pasien
yang mengalami trauma selama dalam perawatan. Akibatnya terjadi
kecacatan permanen, pemanjangan Length of Stay (LOS) bahkan
kematian. Laporan sekitar satu dua dekade terakhir ini menunjukkan
bahwa kejadian tidak diharapkan tersebut terjadi bukan karena
kesengajaan mencelakakan pasien. Terjadinya trauma tersebut lebih
karena sistem pelayanan kesehatan yang begitu kompleks sehingga
keberhasilan tatalaksana pada seorang pasien tergantung pada banyak
faktor, bukan hanya kompetensi personal pemberi pelayanan kesehatan.
Teori keju swiss (swiss cheese theory) atau disebut swiss cheese model
merupakan model penyebab kecelakaan yang dikembangkan oleh James
T. Reason seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1990 dan teori ini
dipakai di bidang kedokteran. model keju ini menggambarkan suatu sistem
yang berlubang-lubang dan ditaruh berjejer setelah dipotong-potong.
Setiap lapis yang dipotong berlubang, hal ini menggambarkan kelemahan
manusia atau sistem yang terus menerus berubah-ubah bervariasi besar
dan isinya. Berbagai kelemahan akhirnya suatu saat membentuk lubang
yang berada di garis lurus menjadi transparan yang menggambarkan
kecelakaan.
Contoh kasus yang dilihat berdasarkan teori ini adalah seperti gambar
ilustrasi berikut:
2. Terbuka dan Adil (open and fair), berbagi informasi secara terbuka dan
bebas, perlakuan yang adil terhadap staf waktu terjadi insiden
Konsekuensi menjadi “terbuka dan adil” :
• Staf harus terbuka tentang insiden yang melibatkan mereka.
• Staf dan RS harus akuntabel terhadap tindakan mereka.
• Staf merasa mampu berbicara kepada kolega dan atasannya
tentang insiden yang terjadi.
• RS terbuka dengan pasien, masyarakat dan staf.
• Staf diperlakukan adil dan didukung bila terjadinya insiden.
• Untuk menciptakan lingkungan yang terbuka dan adil kita harus
menyingkirkan dua mitos utama :
- Mitos kesempurnaan : jika seseorang berusaha cukup keras,
mereka tidak akan membuat kesalahan.
- Mitos hukuman : jika kita menghukum seseorang yang
melakukan kesalahan, kesalahan yang terjadi akan berkurang;
tindakan remedial dan disipliner akan membawa perbaikan
dengan meningkatnya motivasi
Just Culture adalah mengenali adanya perbedaan antara Human
Error (seperti slip, lapse), At-risk behavior (perilaku berisiko misalnya
mengambil jalan pintas), dan Reckless behavior (perilaku sembrono
seperti mengabaikan langkah keamanan yang diperlukan seperti
identifikasi pasien , double check oleh orang kedua untuk pemberian
obat High alert.
Audit near miss sebagai alat evaluasi akan membantu dalam proses
pengambilan keputusan. Hasil audit akan memberikan gambaran
pencapaian pencegahan kematian ibu serta faktor yang berkontribusi
terhadap terjadinya kasus nearmiss. Bila pendekatan ini digunakan secara
rutin dan menyeluruh, maka akan terjadi peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan maternal secara signifikan.
Kriteria nearmiss :
1. Berdasarkan gejala/keluhan
Misalnya, perdarahan masif.
2. Berdasaran disfungsi organ
Misalnya, cardiac dysfunction, massive pulmonary embolism, vascular
dysfunction, immunological dysfunction, respiratory dysfunction,
renal dysfunction, liver dysfunction, metabolic dysfunction, metabolic
dysfunction, cerebral dysfunction.
• Analisis data.
• Intervensi.
• Diseminasi → tim, pelaksana, manajemen.
• Siklus PDSA (plan-do-study-act)
2. Menentukan parameter
Mengingat tujuan utama dari dashboard klinik adalah untuk memonitor
berbagai aspek dari Clinical Governance secara berkelanjutan sehingga
perbaikan dapat segera dilakukan, maka langkah pertama yang harus
dilakukan adalah menentukan parameter.
Terdapat 4 kelompok kategori parameter sebagai berikut:
• Aktivitas klinik.
• Kecukupan tenaga kerja / workforce
• Indikator klinik.
• Insidens risiko/komplain.
➢ Insiden / resiko
Umpan balik / feed back dari pasien di beberapa wilayah pelayanan
maternal neonatal (poliklinik ANC, Kamar bersalin, ruang perawatan
dan keluarga pasien) dapat dimonitor sehingga sungguh-sungguh
menjadi pelayanan yang “patient-centered care”. Informasi ini dapat
dikumpulkan dari manajemen risiko. Selanjutnya parameter-
parameter tersebut harus didefinisikan dengan jelas. Hal ini
diperlukan untuk menghindari interpretasi yang berbeda sehingga
akan mengganggu dalam melakukan analisis. Definisi operasional
tersebut selanjutnya didokumentasikan dengan baik.
Untuk mudahnya apabila fasilitas kesehatan memiliki nilai BOR dan BTO
dalam batas normal, jumlah persalinan dapat dihitung berdasarkan jumlah
persalinan tahun sebelumnya. Angka tersebut dapat diproyeksikan kepada
jumlah persalinan bulanan pada tahun berjalan.
UK http://data.euro.who.int/hfadb)
USA http://www.cdc.gov/nchs/data/nvsr/nvsr57/
nvsr57_12.pdf)
China Ronsmans C, Holtz S, Stanton C.
Socioeconomic diff eren- tials in caesarean
rates in developing countries: a
retrospective analysis. The Lancet, Volume
368, Issue 9546, Pages 1516 – 15236
Indonesia melalui Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI)
menyatakan bahwa tingkat seksio sesarea yang dapat diterima adalah 25-
30%. Sementara itu data dari Badan Pusat Statistik—BPS dan Macro
International 2008 serta Indonesia Demographic and Health Survey 2007
tingkat seksio sesarea di Indonesia pada 2007 adalah 6,8%.
Berdasar referensi pada tabel, kita dapat melihat standar yang diterima
untuk beberapa tindakan obstetri. Jika angkanya melebihi insiden yang
lazim maka harus dilakukan audit untuk mengevaluasi apakah peningkatan
tingkat insiden ini memang harus terjadi karena sesuai dengan indikasi
Bentuk indikator klinik lain yang dapat dicantumkan adalah waktu tanggap
untuk melakukan seksio sesarea. Referensi menyebutkan bahwa waktu
tanggap untuk melakukan seksio sesarea adalah 30 menit dan referensi
juga menyebutkan bahwa waktu ini tidak berbeda bermakna untuk daerah
rural maupun urban.
Kejadian lain yang dapat menjadi indikator klinik adalah sindroma aspirasi
mekoneum. Evidence menyebutkan variasi insiden yang cukup besar
untuk kejadian sindroma aspirasi mekoneum, terutama berkaitan dengan
usia gestasi, dimana kejadian sindroma aspirasi mekoneum meningkat
secara bermakna untuk usia gestasi lebih dari 37 minggu. Meskipun
demikian insiden sindroma aspirasi mekoneum dapat dikatakan 8-25%
pada 34 minggu atau lebih, dan rata-rata 10% dari bayi yang dilahirkan
dengan mekoneum dalam air ketuban akan mengalami sindroma aspirasi
mekoneum. Referensi lain menyebutkan insiden sindroma aspirasi
mekoneum 7,93% di populasi dengan 0,067% dalam keadaan berat.
Di tiap unit data akan dikumpulkan oleh seseorang (kepala unit) dan data
yang masuk harus di konfirmasi dengan sumber primernya, misalnya
Referensi :
• Lembaga Administrasi Negara, 2003, Building Learning Commitment, Jakarta.
• Pusdiklat SDM Kesehatan, 2007, Modul TPPK, Jakarta
• Pusdiklat SDM Kesehatan 2012 Modul Pelatihan Pengendali Diklat, Jakarta .
Sebelum ada KPK Indonesia ada diurutan 182 dari 188 negara, saat ini
urutan 90 dari 176 negara →→ indeks persepsi korupsi (Transparansy
International tanggal 26 Januari 2017 di Berlin.
2. Perbaikan Sistem
• Peraturan perundangan yang berlaku.
• Memperbaiki cara kerja pemerintahan (birokrasi) menjadi simple
dan efisien.
• Memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan kepemilikan
pribadi.
• Menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dan pemberi
sanksi secara tegas.
• Penerapan prinsip Good Governance.
• Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, memperkecil terjadinya
human error.
3. Perbaikan Manusianya.
Peranan keluarga dalam proses pencegahan korupsi, keluarga batih
menjadi pihak pertama yang bisa menanamkan nilai anti korupsi saat
anak dalam proses pertumbuhan. Keluarga batih itu adalah pihak
pertama yang bisa menanamkan nilai anti korupsi ke anak, seiring
dengan anak tumbuh, nilai arti korupsi semakin mantap.
Dimana melapor ?
Pelaporan tindak pidana korupsi di Kemenkes →“ Lapor melalui Itjen”
(saat ini sudah ada mekanisme pengaduan)
Referensi :
• UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
• Inpres No 1 Tahun 2013
• Kepmenkes No 232/Menkes/SK/VI/2013 tentang Strategi Komunikasi Pekerjaan
dan Budaya Anti Korupsi
Adalah setiap upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh peserta pelatihan
setelah kegiatan pelatihan selesai, yang dibuat spesifik dan realistik.
Referensi
• Buku Dinamika Kelompok
• Buku Team Building