Anda di halaman 1dari 296

MODUL

PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL DAN NEONATAL


BAGI DOKTER, BIDAN DAN PERAWAT

TAHUN 2021
KONTRIBUTOR

PENANGGUNG JAWAB :
Direktur Utama Lembaga Kesehatan Budi Kemulian
Direktur Pelatihan Budi Kemuliaan

KETUA PENYUSUN :
dr. Cut Virollina
Ema Sismadi S.Tr.Keb

KONTRIBUTOR :
dr. Muhammad Baharuddin, SpOG, MARS
dr. Fahrul Wakil Arbi SpA, MARS
dr. Dwirani Amelia, SpOG
dr. Huzaemah Balfas, SpOG
dr. Hasan Salim Alatas, SPOG
dr. Tri Sunatri, SpA
dr. Irma Sapriani, SpA
dr. Siti Munawarah, SpA
dr. Damayani Farahastuti SpA
dr. Nisa Ul Fitri
dr. Roslina
dr. Mirna Maulidina
Prima Ratna Utami, SST
Nursoleha, AmKeb
Devi Silvia, AmKep
Gita Bahari, AmKep

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


i
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
KATA PENGANTAR

Sejak tahun 2017, Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan melalui Direktorat


Pelatihan Budi Kemuliaan, telah menyelenggarakan kegiatan pelatihan Penatalaksanaan
Emergensi Maternal Neonatal bagi Dokter, Bidan dan Perawat. Kurikulum pelatihan ini
telah mendapatkan akreditasi dari PPSDMK, dan telah menjadi salah satu kurikulum
terstandar versi PPSDMK pada tahun 2019.
Untuk menunjang proses pembelajaran yang diselenggarakan, sangat diperlukan
perangkat penunjang pembelajaran bagi peserta latih, salah satunya adalah Modul
Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal bagi Dokter, Bidan dan Perawat. Modul
ini telah disusun dengan mengacu pada kurikulum, pedoman serta bahan acuan dari
organisasi profesi (POGI/IDAI) serta beberapa modul terstandar nasional dan
internasional.
Atas terselesaikannya Modul pembelajaran Pelatihan Penatalaksanaan
Emergensi Maternal Neonatal bagi Dokter, Bidan dan Perawat ini, saya mengucapkan
terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam penyusunan modul ini, semoga Modul Penatalaksanaan Emergensi
Maternal Neontal bagi Dokter, Bidan dan Perawat ini dapat bermanfaat bagi para peserta
latih khususnya dan seluruh tenaga kesehatan pada umumnya dalam upaya berkontribusi
menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia.

Jakarta , Desember 2020


Direktur
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan

dr. Fahrul Wakil Arbi SpA MARS

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


ii
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
DAFTAR ISI

o Kontributor : ............................................................................... i
o Kata Pengantar : ............................................................................... ii
o Daftar Isi : ............................................................................... iii
o Materi Dasar : Kebijakan Program Kesehatan dan Sitem Rujukan
Pada Ibu dan Bayi Baru Lahir ................................ 1
o Materi Inti I : Principle Of Good Care ........................................... 11
o Materi Inti 2 : Penatalaksanaan Umum Kegawadaruratan Medic 19
o Materi Inti 3 : Pengambilan Keputusan Klinik dengan
Menggunakan Partograf ....................................... 39
o Materi Inti 4 : Penatalaksanaan Perdarahan Pasca Persalinan ... 53
o Materi Inti 5 : Penatalaksanaan Kasus Pre Eklampsia Berat dan
Eklampsia ............................................................... 82
o Materi Inti 6 : Penatalaksanaan Kasus Infeksi pada Kehamilan
dan Nifas ................................................................ 95
o Materi Inti 7 : Penatalaksanaan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) 114
o MaterI Inti 8 : Resusitasi Bayi Baru Lahir ..................................... 158
o Materi Inti 9 : Penggunaan Instrument Alat Bantu dalam
Pengambilan Keputusan Klinik Kasus
Emergency Maternal Neonatal .............................. 219
o Materi Inti 10 : Tatakelola klinik .................................................... 231
o Materi Penunjang 1 : Membangun Komitmen Belajar (Building
Learning Comitment) ............................................. 269
o Materi Penunjang 2 : Anti Korupsi ........................................................... 273
o Materi Penunjang 3 : Rencana Tindak Lanjut .......................................... 288

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


iii
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
KEBIJAKAN PROGRAM KESEHATAN DAN SISTEM RUJUKAN
PADA IBU DAN BAYI BARU LAHIR

1.1. DESKRIPSI SINGKAT

Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka

kematian bayi (AKB) perlu dilaksanakan upaya yang terpadu dalam

menangani permasalahan dan penyakit yang terjadi pada masa hamil,

bersalin, nifas dan bayi neonatus, khususnya dalam menangani kasus

kedaruratan obstetri dan neonatus. Untuk memperkuat pencapaian indikator

pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals) maka

Kementerian Kesehatan telah menyusun strategi yang menitikberatkan pada

peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir serta

terintegrasinya pendekatan dari sisi kebutuhan (demand) dan ketersediaan

(supply) di lapangan.

Materi pelatihan ini memberikan pengetahuan kepada dokter, bidan

dan perawat untuk dapat memahami kebijakan program kesehatan dan

sistem rujukan ibu dan bayi baru lahir.

1.2. TUJUAN PEMBELAJARAN


1.2.1. TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami Kebijakan
program kesehatan dan sistim ujukan pada ibu dan bayi baru lahir.
1.2.2. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS
1.2.2.1. Menjelaskan kebijakan program kesehatan ibu dan bayi baru
lahir.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


1
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
1.2.2.2. Menjelaskan prinsip evidence based medicine pada
pelayanan kesehatan maternal neonatal.

1.3. POKOK BAHASAN


1.3.1. Kebijakan program kesehatan ibu dan bayi baru lahir
1.3.2. Prinsip Evidence Based Medicine Pada Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal

1.4. METODE PEMBELAJARAN


CeramahTanya Jawab (CTJ)

1.5. MEDIA DAN ALAT BANTU


• Bahan tayang (Slide power point)
• Laptop
• LCD / In Focus
• Flipchart
• Whiteboard
• Spidol (ATK)
• Modul Pelatihan

1.6. URAIAN MATERI

1.6.1. Pokok Bahasan 1.3.1. Kebijakan program kesehatan ibu dan bayi
baru lahir

Situasi Kesehatan Maternal dan Neonatal

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk


melihat keberhasilan upaya kesehatan ibu. AKI adalah rasio kematian
ibu selama masa kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan
oleh kehamilan, persalinan, dan nifas atau pengelolaannya tetapi
bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan atau terjatuh di

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


2
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
setiap 100.000 kelahiran hidup. Selain untuk menilai program
kesehatan ibu, indikator ini juga mampu menilai derajat kesehatan
masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap perbaikan pelayanan
kesehatan, baik dari sisi aksesibilitas maupun kualitas. Secara umum
terjadi penurunan kematian ibu selama periode 1991-2015 dari 390
menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup. Walaupun terjadi
kecenderungan penurunan angka kematian ibu, namun tidak berhasil
mencapai target MDGs yang harus dicapai yaitu sebesar 102 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Hasil supas tahun 2015
memperlihatkan angka kematian ibu tiga kali lipat dibandingkan target
MDGs
Data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Litbangkes), Kemenkes RI bekerja sama dengan Badan Pusat
Statistik (BPS) tentang studi tindak lanjut penyebab kematian ibu
berbasis sensus penduduk tahun 2010, kematian langsung (direct
maternal death) lebih tinggi dibandingkan kematian tidak langsung
(indirect maternal death), yaitu 77,2% vs 22,8%.

Studi tersebut menunjukkan bahwa penyebab utama kematian ibu


di Indonesia adalah penyebab kematian langsung, seperti komplikasi
kandungan selama fase kehamilan, persalinan dan nifas. Persentase
kasus kematian tidak langsung di wilayah Jawa-Bali dan IBT lebih
tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Namun, penyebab kematian
tidak langsung pada wilayah Jawa-Bali berbeda dengan IBT. Di
wilayah Jawa-Bali, kematian tidak langsung terutama disebabkan
oleh tingginya kejadian penyakit kardiovaskular (O99.4=7,7%) dan
kardiomiopati (O90.3=2%), sedangkan di wilayah IBT, disebabkan oleh
infeksi non puerperal seperti malaria (O98.6=5%) dan tuberkulosis
(O98.0=4,9%).

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


3
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Kualitas pelayanan dan rujukan merupakan tantangan besar dalam
upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir, serta
kejadian lahir mati, mengingat bahwa cakupan pelayanan kesehatan
ibu secara rata-rata sudah cukup tinggi. Indonesia sebagai negara
kepulauan dengan jumlah penduduk yang besar sangat memerlukan
sistem transportasi dan komunikasi, serta infrastruktur yang
memadai. Penyediaan layanan kesehatan yang komprehensif dan
berkualitas akan menghadapi tantangan lebih besar lagi ketika
jumlah penduduk yang dilayani semakin besar. Karena itu, fasilitas
pelayanan kesehatan dengan tenaga kesehatan yang cukup dan
memadai sangat diperlukan.

Kesehatan neonatus juga sangat terkait dengan kesehatan ibu.


Dengan demikian peningkatan kesehatan ibu akan berdampak positif
terhadap kesehatan neonatus. Kemiskinan, rendahnya tingkat
pendidikan, dan status sosial perempuan dan sistem kesehatan yang
lemah merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap
rendahnya kesehatan ibu dan neonatus. Namun, faktor-faktor
tersebut sulit diubah dalam jangka pendek. Karena itu, upaya
nasional diperlukan untuk mempercepat peningkatan kesehatan
neonatus dalam jangka pendek dan jangka menengah, di samping
upaya jangka panjang.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


4
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Strategi Percepatan Penurunan AKI AKB
Penurunan AKI dan AKB menjadi salah satu prioritas program
Kementerian Kesehatan RI dalam tahun 2020-2024.

MAJOR PROJECT PERCEPATAN PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


5
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Upaya Terobosan Penurunan AKI dan AKB Berdasarkan RPJMN
tahun 2020-2024
1. Peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak.
• Peningkatan fasilitas kesehatan (Puskesmas, Bidan Praktek
Swasta, dan 120 RSUD Kabupaten / Kota) dalam penanganan
kegawatdaruratan ibu dan bayi.
• Ketersediaan rumah tunggu kelahiran.

2. Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan.


• Penempatan dokter spesialis (Obgyn, Anak, Penyakit Dalam,
Anestesi, bedah) sebanyak 700 orang per tahun.

• Ketersediaan Unit Transfusi Darah / Bank Darah RS di


Kabupaten / Kota.
• Penguatan Antenatal, persalinan dan postnatal sesuai standar.
• Pengampuan dan Pembinaan dari RSUP.

3. Pemberdayaan Masyarakat.
• Pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu & Anak, Kelas Ibu hamil dan
Ibu Balita, Posyandu.
• Pemanfaatan dana desa.
• Peran PKK perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi
(ambulans desa, donor darah).

4. Penguatan Tata Kelola.


• Penguatan upaya promotif dan preventif di puskesmas.
• Pelacakan pencatatan dan pelaporan Ibu dan Bayi.
• Pemantauan Implementasi dan regulasi.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


6
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Salah satu bentuk penguatan tata kelola klinik dapat difasilitasi
melalui pendekatan implementasi Kepemimpinan strategis,
Organisasi Belajar dan Tata Kelola Klinik.
Pendekatan dilakukan melalui kegiatan dialog dan aksi yang
melibatakan aktor / tim / institusi kesehatan dan stakeholder pada
tingkat pusat / propinsi dan kabupaten.
Dialog dan aksi tersebut diharapkan dapat menghasilkan kebijakan
dan program tata keloal serta indikator kinerja yang dapat diterapkan
di seluruh tingkat tersebut di atas.
Langkah selanjutnya yang merupakan outcome yang diharapkan
adalah :
- Petugas mengimplementasikan standar, tata kelola yang baik dan
indikator kinerja
- Dilakukannya monitoring dan evaluasi yang dapat dipantau di
tingkat kecamatan dan masyarakat.
Impak / dampak yang menjadi salah satu tujuannya yang utama
adalah penurunan angka kematian ibu dan bayi lahir.
Pendampingan tata kelola klinik mengacu pada disain di atas pernah
berlangsung pada tahun 2012-2017 melalui program EMAS
(expanding Maternal Neonatal Survival) dengan bekerja sama
dengan Kementerian Kesehatan RI, menggunakan pendekatan
penguatan sistem rujukan melalui pelibatan stakeholder, tim, aktor,
institusi kesehatan di semua tingkat pemerintahan.

Program Prioritas Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu


dan Anak di Fasyankes mendukung program RPJMN tahun 2020-
2024 adalah sebagai berikut :
1. Proyek Peningkatan kompetensi nakes (GADAR MATNEO)
2. Proyek Pembinaan Kabupaten / Kota dalam ANC dan Pelayanan
Persalinan
3. Proyek Penguatan Sistem Data rujukan

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


7
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
4. Proyek Penguatan Layanan Darah
5. Proyek Pembinaan Kabupaten /
6. Kota dalam kesehatan reproduksi calon pengantin
7. Proyek Promosi dan Advikasi Kesehatan
8. Proyek Penguatan Pembiayaan Pelayanan Maternal Neonatal

Konsep mutu dalam kegiatan prioritas percepatan penurunan


kematian ibu dan bayi baru lahir

Salah satu determinan kuat upaya menurunkan AKI adalah


persalinan yang ditolong oleh petugas kesehatan terlatih. MDG
telah memakai indikator tersebut untuk mengukur kinerja dalam
upaya meningkatkan kesehatan maternal. Hasil evaluasi
menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan angka penolong
persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih dari 40,7% di tahun 1992
menjadi 77,34% di tahun 2009. Bappenas (2010) memperkirakan
bahwa angka indikator persalinan ditolong petugas kesehatan ini
akan mencapai target di tahun 2015.

Uraian di atas menggambarkan adanya ketidaksinambungan


antara hubungan kedua indikator terkait kesehatan ibu tersebut,
yaitu peningkatan persentase pertolongan persalinan oleh
petugas kesehatan yang tidak diikuti segera dengan penurunan
angka kematian ibu. Menanggapi fenomena ini, Bappenas (2010)
menggaris bawahi prioritas upaya peningkatan kesehatan ibu yang
meliputi perluasan pelayanan kesehatan berkualitas, pelayanan
obstetrik yang komprehensif, peningkatan pelayanan keluarga
berencana, serta penyebarluasan komunikasi, informasi dan
edukasi kepada masyarakat.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


8
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
1.6.2. Pokok Bahasan 1.3.2. Prinsip Evidence Based Medicine Pada
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal
Evidence-based Medicine (EBM) adalah pengintegrasian antara (1)
bukti ilmiah berupa hasil penelitan yang terbaik dengan (2)
kemampuan klinis dokter serta (3) preferensi pasien dalam proses
pengambilan keputusan pelayanan kedokteran.
Membuat keputusan yang tepat terkait masalah medis terkadang
sulit, bahkan untuk para dokter spesialis. Apa hal yang menjadi
keuntungan dan tantangan dalam pengobatan pasien maupun
diagnostik? Evidence Based Medicine mencari jawaban tepercaya yang
dapat membantu Anda menemukan pengobatan yang tepat untuk
Anda. Ini didasarkan pada bukti ilmiah, dan bukan hanya teori atau
pendapat ahli.

Perkembangan masalah pada kesehatan maternal neonatal


mengharuskan praktisi kesehatan seperti dokter, bidan dan perawat
yang berkecimpung di pelayanan maternal dan neonatal untuk terus
mengembangkan diri. Praktisi Kesehatan harus secara aktif menelaah
dan meneliti. Hasil penelitian tersebut harus ditulis dan dilaporkan.
Publikasi diharapkan bisa menjadi bahan pengembangan diri bagi
sejawat lain yang memiliki kewajiban ilmiah untuk membaca dan
mengaplikasikan hasil penelitian demi peningkatan kualitas pelayanan
pasien. Pelayanan yang didasarkan pada kaidah keilmuan seperti
inilah yang merupakan aplikasi Evidence Based Medicine (EBM) yang
seyogyanya diterapkan pula pada pelayanan kesehatan maternal
neonatal.

Masalah yang paling sering ditemukan dalam penelitian layanan


kesehatan yaitu adanya kesenjangan antara praktik perawatan klinis
yang sesuai dengan prosedur (berdasarkan evidence based) dengan
praktik perawatan klinis yang terjadi di lapangan. Studi di Amerika

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


9
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Serikat dan Belanda menunjukkan bahwa 30%-40% pasien tidak
mendapatkan perawatan klinis yang berdasarkan evidence-based,
sedangkan 20% atau lebih pasien mendapatkan perawatan yang tidak
diperlukan atau berpotensi bahaya bagi pasien (Grol and Wensing,
2004). Menurut Conde-Agudelo et al (2008) bahwa ada beberapa
praktik tidak efektif yang masih diterapkan yaitu penggunaan enema
73%, pencukuran rambut pubis 75%, rutin infus intravena selama
persalinan 79%, dan episotomi pada primipara 70% dan multipara
20%.

Evidence based practice merupakan strategi yang efektif untuk


meningkatkan kualitas asuhan kebidanan. WHO juga telah
menekankan bahwa praktik yang tidak efektif atau berbahaya harus
diganti dengan praktik yang sesuai dengan evidance based practice
(Iravani et al., 2016).

REFERENSI
1 Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang Rencana Strategis Kemkes RI tahun
2015-2019
2 Kementrian Kesehatan RI, Modul Tata Laksana Kegawatdaruratan Pada
Kehamilan, Persalinan Dan Nifas, Jakarta, 2017
3 Evidence Based medicine (EBM) Sari Pediatri tahun 2002
4 Studi kualitatif hambatan implementasi evidence-based dukungan selama
persalinan di praktik mandiri bidan (PMB) wilayah kabupaten gunungkidul
provinsi daerah istimewa yogyakarta tahun 2019
5 What is evidence-based medicine? Created: June 15, 2016; Last
Update: September 8, 2016; Next update: 2020. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


10
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
MATERI INTI 1
PRINCIPLES OF GOOD CARE

1.1. DESKRIPSI SINGKAT

Dalam rangka memberikan asuhan pelayanan maternal dan neonatal sangatlah


diperlukan upaya yang mendasari peningkatan kualitas untuk acuan bagi petugas
kesehatan menjalankan standar sesuai konsep keselamatan pasien dan
meningkatkan mutu pelayanan.

Dalam siklus pelayanan maternal dan neonatal peranan petugas kesehatan (dokter,
bidan, dan perawat) dibutuhkan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit dan Puskesmas mulai dari alur pelayanan pasien masuk sampai pasien
pulang. Komponen asuhan pelayanan tersebut sangat ditentukan oleh upaya
mendasar yang dimiliki petugas kesehatan dalam menerima dan memperlakukan
pasien dalam “bentuk memuliakan perempuan” dengan meyakinkan bahwa pasien
yang datang tersebut adalah individu yang mempunyai hak-hak (human right)
dalam menerima asuhan pelayanan yang diperoleh, sehingga diperlukan praktek-
praktek terbaik bagi pemberi asuhan tersebut.

1.2. TUJUAN PEMBELAJARAN


1.2.1. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menerapkan Principles
Good Care (POGC)
1.2.2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu :
• Menjelaskan Principles Good Care ( POGC )
• Menerapkan Principles Good Care ( POGC )

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


11
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
1.3. POKOK BAHASAN
Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai
berikut yaitu :
1.3.1 Principles of Good Care (POGC) :
1.3.1.1. Komunikasi
1.3.1.2. Dokumentasi
1.3.1.3. Penggorganisasian Tempat Kerja
1.3.1.4. Pencegahan Infeksi
1.3.1.5. Privasi
1.3.2. Penerapan Pinciples Of Good Care

1.4. METODE PEMBELAJARAN


• Ceramah Tanya Jawab
• Diskusi

1.5. MEDIA DAN ALAT BANTU


• Bahan tayang ( slide power point )
• Laptop
• LCD / In Focus
• Flipchart
• Whiteboard
• Spidol (ATK)
• Modul Pelatihan
• Panduan Diskusi

1.6. URAIAN MATERI


1.6.1. Pokok Bahasan 1.3.1. Principles Of Good Care ( POGC ) :
Principle Of Good Care adalah prinsip – prinsip yang
diimplementasikan, sesuai dengan standar yang ada dalam pelayanan

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


12
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
untuk meningkatkan mutu dan mengevaluasi mutu pelayanan yang
ada di Rumah Sakit.

Pengantar Komunikasi Dokumentasi

Pengorganisasian Pencegahan
privasi Infeksi
Tempat Kerja

Principle Of Good Care


(POGC) terdiri dari :
Sub Pokok Bahasan 1.3.1.1. Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi ( pesan, ide,
gagasan ) dari satu pihak ke pihak lain.

Sub Pokok Bahasan 1.3.1.2. Dokumentasi


Dokumentasi adalah sebuah cara yang dilakukan untuk menyediakan
dokumen-dokumen yang merupakan bukti akurat dari pencatatan
sumber informasi dapat berupa rekam medic ataupun berupa ceklist.

Sub Pokok Bahasan 1.3.1.3. Pengorganisasian Tempat Kerja


Penggorganisasian tempat kerja adalah suatu langkah untuk
menetapkan, menggolongkan dan mengatur berbagai macam
kegiatan dalam halnya ditempat kerja, mulai dari SDM, sarana
prasarana, sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


13
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Sub Pokok Bahasan 1.3.1.4. Pencegahan InfeksiPencegahan infeksi
adalah suatu cara yang dilakukan oleh petugas kesehatan dalam
melakukan upaya perlindungan dan pencegahan dan pengendaliaan
infeksi nosokomial di Rumah sakit.
Sub Pokok Bahasan 1.3.1.5. Privasi
Privasi adalah suatu bentuk kebebasan individu untuk terhindar dari
gangguan atau campur tangan orang lain, setiap orang wajib
menghormati keputusan seseorang untuk menjaga kerahasiaannya
atau menghormati keputusan yang diambilnya, disamping itu privasi
juga dapat berupa hak untuk dijaga kerahasiaan bagian anggota
tubuhnya pada saat dilakukan pemeriksaan.

PINCIPLE OF GOOD CARE DALAM ALUR PELAYANAN

PENDAFTARAN PELAYANAN

PULANG PERAWATAN

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


14
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• KOMUNIKASI
• DOKUMENTASI
• PENGORGANISASIAN TEMPAT
KERJA
• PENCEGAHAN INFEKSI
• PRIVASI

1.6.2. Pokok Bahasan 1.3.2. Penerapan Principle Of Good Care ( POGC ).


Komunikasi
Komunikasi dengan ibu ( dan pendampingnya )
• Menanyakan dan menyediakan informasi terkait kebutuhannya.
• Dukung ibu dan keluarga untuk memahami dan membuat pilihan.
• Ketika melakukan intervensi apapun : minta ijin dan beri
keterangan apa yang dilakukan.
• Menyampaikan informasi penting.
• Membuat ibu dan pendampingnya merasa diterima.
• Menunjukkan sikap bersahabat.
• Penuh rasa hormat.
• Tidak menghakimi.
• Gunakan bahasa sederhana dan jelas.
• Dorong ibu untuk bertanya.
• Menggunakan bahasa yang sederhana dan jelas

EMPATHY IS :
Seeing with the eyes of
P O G C another, listening with the
ears of another, and feeling
with the heart of another.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


15
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Dokumentasi
• Catat yang dikerjakan dan kerjakan yang dicatat.
• Suplai untuk dokumentasi.
• Penyimpanan dan pengambilan rekam medis.
• Buku bantu register

Penggorganisasian Tempat Kerja


• Receive & respond immediately di tempat kerja :
o on time
o sebelum mulai -> peralatan & obat siap dan berfungsi
o kebersihan sesuai pencegahan infeksi selesai bekerja ->
yakinkan peralatan & obat siap dan berfungsi kembali, ganti
linen, pastikan ruanagan dibersihkan
• Proses pemindahan informasi penting pada petugas berikut –
briefing

Pencegahan Infeksi
Tujuan dari pencegahan infeksi tersebut :
• Upaya-upaya pencegahan infeksi -> untuk siapa ?
• Melindungi ibu dan bayi
• Melindungi petugas kesehatan dan keluarganya
• Dari infeksi bakteri, virus termasuk HIV
• Cuci tangan moment handwashing
• Tersedia sarana cuci tangan
• Keringkan dengan handuk/ tisu sekali pakai
• Alat Pelindung Diri (sarung tangan, apron, boots, kaca mata)
• Pembuangan benda tajam
• Dekat area tindakan
• Tidak tembus benda tajam
• Musnahkan ketika ¾ penuh

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


16
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Dekontaminasi menggunakan larutan klorin
• Proses / alur dekontaminasi – bilas – sterilisasi

GAMBAR PROSEDUR CUCI TANGAN

GAMBAR 5 MOMENT HAND HYGIENE

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


17
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Privasi
Macam-macam jenis privasi :
• Privasi untuk pemeriksaan klinis.
• Privasi untuk berkomunikasi.
Yakinkan bahwa pasien mengijinkan informasi atas dirinya
disampaikan kepada pihak lain.
• Atur ruangan yang memungkinkan pasien terlindungi dari
pandangan orang lain (tirai, tembok).
• Catatan rekam medis/ register hanya boleh dilihat petugas yang
bertanggung jawab.

Sumber Acuan Topik Principle of Good Care ( POGC ) :


1. YAYASAN BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARJO, buku panduan praktis
pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, Jakarta 2002
2. Integrated Management of pregnancy and childbirth, WHO, Geneva 2017 IMPAC
WHO_edisi ke 3 tahun 2015 hal 1

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


18
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
MATERI INTI 2
PENATALAKSANAAN UMUM KEGAWADARURATAN MEDIS

1.1. DESKRIPSI SINGKAT

Kegawadaruratan pada kehamilan, persalinan dan nifas adalah kondisi medis yang
mengancam jiwa yang terjadi pada kehamilan, persalinan dan nifas. Penanganan
kegawadaruratan Obstetrik ada tidak hanya membutuhkan sebuah tim medis yang
menangani kegawadaruratan tetapi lebih pada membutuhkan petugaskesehatan
yang terlatih untuk setiap kasus – kasus kegawadaruratan. Kasus gawat darurat
obstetri adalah kasus obstetrik yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat
kematia ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu dan
janin dan bayi baru lahir. ( Saifuddin, 2002 ).

Materi npelatihan ini memberikan pengetahuan dan ketrampilan kepada Dokter,


Bidan dan Perawat di Fasilitas kesehatan untuk melakukan Tata Laksana
kegawadaruratan pada kehamilan, persalinan dan nifas secara tim sesuai
kewenangannya.

1.2. TUJUAN PEMBELAJARAN


1.2.1. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan penatalaksanaan
umum kegawatdaruratan medic
1.2.2. Tujuan Pembelajaran Khusus :
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menjelaskan :
• Melakukan Menjelaskan kegawadaruratan medic
• Melakukan identifikasi kondisi gawat darurat medic
• Melakukan penatalaksanaan kegawatdaruratan medic

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


19
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
1.3. POKOK BAHASAN
1.3.1. Kegawadaruratan medic
1.3.2. Identifikasi kondisi kegawadaruratan medic :
1.3.2.1. Penanganan syok
1.3.2.2. Resusitasi jantung paru
1.3.2.3. Tim emergency

1.3.3. Penatalaksanaan kondisi gawat darurat medic

1.4. METODE PEMBELAJARAN


• Cerama Tanya Jawab ( CTJ )
• Simulasi ( TPK 2 dan TPK 3 )
• Praktek Lapangan ( TPK 3 )

1.5. MEDIA ALAT BANTU


• Bahan tayang ( slide power point )
• Laptop
• LCD/In Focus
• Flipchart
• Whiteboard
• Spidol (ATK)
• Modul Pelatihan
• Panduan Diskusi Phantom
• Panduan Praktek Lapangan
• Form Checklist Penatalaksanaan Syok
• Form Check List Resusitasi Cairan
• Form Check List Resusitasi Kardiopulmonal

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


20
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
1.6. URAIAN MATERI
1.6.1. Pokok Bahasan 1.3.1. Kegawadaruratan Medik
Kegawadaruratan Medic adalah suatu keadaan yang membutuhkan
tindakan medis untuk menangani kasus pasien gawat darurat dalam waktu
segera dimana tujuannya adalah menyelamatkan nyawa dan pencegahan
kecatatan dan akan mengakibatkan kematian pada pasien.
Kegawatdaruratan ini juga dapat terjadi pada kehamilan, persalinan dan
nifas adalah kondisi medis yang mengancam jiwa yang terjadi pada
kehamilan, persalinan dan nifas. Penanganan kegawatdaruratan obstetrik
ada tidak hanya membutuhkan sebuah tim medis yang menangani
kegawatdaruratan tetapi lebih pada membutuhkan petugas kesehatan yang
terlatih untuk setiap kasus-kasus kegawatdaruratan. Kasus gawat darurat
obstetri adalah kasus obstetric yang apabila tidak segera ditangani akan
berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama
kematian ibu janin dan bayi baru lahir. (Saifuddin, 2002)

Adapun tujuan dari penatalaksanaan kegawadarurat medic secara umum


agar petugas mampu untuk mengenali dan melakukan penatalaksanaan
kegawadaruratan medik obstetrik dan neonatal secara komprehenship .

Pada kondisi Emergency tentunya dibutuhkan petugas yang kompeten dan


kerja tim yang solid dalam menangani kasus – kasus Emergency.

1.6.2. Pokok Bahasan 1.3.2. Identifikasi Kondisi Kegawadaruratan Medic


Identifikasi Kondisi Kegawadaruratan Medic adalah suatu kegiatan dimana
tujuannya melakukan, menemukan atau melihat adanya kemungkinan yang
akan terjadi dan akan menimbulkan kecatatan atau kematian pada pasien
tersebut.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


21
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Sub Pokok Bahasan 1.3.2.1. Penanganan Syok
Syok adalah suatu kondisi dimana terjadi kegagalan pada sistem sirkulasi
untuk mempertahankan perfusi yang ade kuat ke organ-organ vital, dimana
syok ini dapat mengancam jiwa dan memerlukan pengobatan yang segera
dan intensif.

Tanda dan gejala :


• Gelisah, bingung, penurunan kesadaran
• Nadi > 100/mnt, lemah
• Tekanan darah sistolik < 90 mmHg
• Pucat
• Kulit dingin dan lembab
• Pernafasan > 30 kali/mnt
• Jumlah urine < 30ml/jam

Faktor Predisposisi
Curigai atau antisipasi kejadian syok jika terdapat kondisi berikut ini :
• Perdarahan pada kehamilan muda
• Perdarahan pada kehamilan lanjut atau pada persalinan
• Perdarahan pasca salin
• Infeksi berat ( abortus septik, korioamnionitis, metritis )
• Kejadian trauma
• Gagal jantung

Tata laksana
A. Tatalaksana umum :
1. Carilah bantuan tenaga kesehatan lain
2. Pastikan jalan nafas bebas dan berikan oksigen
3. Miringkan ibu kekiri
4. Hangatkan ibu

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


22
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
5. Pasang infus intravena (2 jalur bila mungkin) dengan menggunakan
jarum terbesar (no. 16 atau 18 atau ukuran yang terbesar yang
tersedia)
6. Berikan cairan kristaloid (NaCL 0,9% atau RL ) sebanyak 1 liter
dengan cepat (15-20 menit)
7. Pasang cateter urine (kateter folley) untuk memantau jumlah urine
yang keluar.
8. Lanjutkan pemberian cairan sampai 2 liter dalam 1 jam pertama,
atau hingga 3 liter dalam 2-3 jam (pantau kondisi ibu dan tanda
vital)
9. Cari penyebab syok dengan amamnesis dan pemeriksaan fisik yang
lebih lengkap secara simultan, kemudian beri tatalaksanayan tepat
dan sesuai penyebab.
10. Pantau tanda vital dan kondisi ibu setiap 15 menit.
11. Bila ibu sesak dan pipi membengkak turunkan kecepatan infus
menjadi 0,5 ml / mnt (8-10 tetes / mnt), pantau keseimbangan
cairan.
12. Tanda-tanda bahwa kondisi ibu sudah stabil atau ada perbaikan
adalah sebagai berikut :
• Tekanan darah sistolik > 100 mmHg
• Denyt nadi < 90 kali / mnt
• Status mental membaik (gelisah berkurang)
• Produksi urin > 30 ml / jam
13. Setelah kehilangan cairan dikoreksi ( frekuensi nadi < 100/mnt dan
tekanan darah sistolik >100 mmHg), pemberian infus
dipertahankan dengan kecepatan 500 ml tiap 3-4 jam (40-50 tetes
/ mnt)
14. Pertimbangkan merujuk ibu ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan
yang lebih lengkap.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


23
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
POSISI SYOK
Angkat Kedua Tungkai

300 – 500 cc Darah


dari kaki pindah ke
sirkulasi sentral

Eddy Raharjo

B. Tatalaksana Khusus ( berdasarkan penyebab syok ) :


1. Syok Hemoragik :
• Jika perdarahan hebat dicurigai sebagai penyebab syok, cari
tau dan atasi sumber perdarahan
• Transfusi bila HB < 7 g/dl bila klinis menujukkan anemia berat.
• Bila perdarahan menyebabkan terjadinya perubahan tanda
vital (hipotensi) maka jumlah darah yang keluar telah
mencapai 1000-1200 ml
• Bila terjadi syok hipovolemik maka jumlah perdarahan telah
mencapai 2000-2500 ml

Estimasi BB : ....... 60 Kg
Estimasi Blood Volume : ...... 70 ml / Kg X 60 = 4200 ml
Estimasi Blood Loos : ...... % EBV = ....... ml

Tsyst
Nadi 120 100 < 90 < 60 – 70
Perf 80 100 >120 >140
Hangat Pucat Dingin Basah

EBL = Perdarahan 600 ml 1200 ml 2000 ml


Infus RL 1200-2000 2500-5000 4000-8000 ml

.. 15 % EBV
.. 30 % EBV
NORMO
.. 50 % EBV
VALEMIA

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


24
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
2. Syok Septik :
• Ambil sample darah, urin, dan pus / nanah untuk kultur
mikroba, lalu mulai terapi anti biotika sambil menunggu hasil
kultur.
• Berikan kombinasi antibiotik kepada ibu dan lanjutkan sampai
ibu tidak demam selama 48 jam :
- Ampicillin 2 g/IV setiap 6 jam, DITAMBAH
- Gentamicin 5 mg/kg BB IV setiap 24 jam, dan
- Metronidazol 500 mg IV setiap 6 jam
3. Syok Anafilaktik :
• Hentikan kontak dengan alergen yang dicurigai
• Resusitasi cairan yang agresif
• Epinefrin / adrenalin 1 : 1000 (1 mg / ml) 0,2-0,5 ml IM / SC.
• Antihistamin (difenhidramin 25-50 mg IM atau IV),
penghambat reseptor H2 (ranitidin 1 mg / kg BB IV) dan
kortikosteroid (metil nprednison 1-2 mg / kg BB / hari,
diberikan tiap 6 jam.

Pada tabel berikut ini merupakan gambaran Type Syok dan respon
terhadap pemberian cairan.
Tipe Syok, Penyebab dan Respon Terhadap Pemberian Cairan

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


25
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Sub Pokok Bahasan 1.3.1.2. Resusitasi Jantung Paru
Merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh petugas kesehatan
dalam memberikan pertolongan dengan cara melakukan resisitasi
akibat terhentinya sirkulasi normal yang disebabkan oleh kegagalan
jantung dalam berkontraksi dengan efektif. Keadaan ini merupakan
kegawatdaruratan medik yang mana pada situasi tertentu dapat
bersifat reversible bila ditangani secara tepat dan cepat.

Diagnosis
Kondisi henti jantung / henti napas biasanya akan selalu disertai
dengan penurunan kesadaran. Sebagai gold standar diganosis adalah
tidak teraba nadi karotis ( gold standar ). Kondisi pada ibu hamil,
bersalin dan nifas yang berisiko untuk terjadinya henti jantung / henti
napas adalah :
• Perdarahan hebat (paling sering).
• Penyakit tromboemboli.
• Penyakit jantung.
• Sepsis.
• Keracunan obat (contoh: magnesium sulfat, anestesi lokal).
• Eklampsia.
• Perdarahan intrakranial.
• Anafilaktik.
• Gangguan metabolik / elektrolit (contoh: hipoglikemia).
• Hipoksia karena gangguan jalan napas dan / atau penyakit paru.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


26
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Tata Laksana
A. Tata Laksana Umum
• Panggil bantuan tim respon awal emergensi.
• Lakukan penilaian awal cepat kondisi keadaan umum,
hemodinamik,dan keadaan yang mendukung kepada penegakan
diagnosis.
• Lakukan langkah-langkah penatalaksanaan sesuai dengan
algoritma.
• Berikan informasi yang jelas kepada keluarga situasi yang sedang
terjadi serta upaya yang sedang dilakukan oleh tim.

Prosedur Resusitasi Jantung Paru :


1. Bila nadi tidak teraba, segera lakukan resusitasi kardiopulmoner.
2. Resusitasi kardiopulmoner pada ibu dengan usia kehamilan >20
minggu dilakukan dalam
3. Posisi ibu miring ke kiri sebesar 15-30, bila tidak mungkin dorong
uterus ke sisi kiri (Cardiff Wedge)
4. Penekanan dada dilakukan di pertengahan sternum. Kompresi
dilakukan dengan cepat dan mantap, menekan sternum sedalam
5 cm dengan kecepatan 100-120x / menit.
5. Setelah 30 kompresi, buka kembali jalan napas lalu berikan 2 kali
ventilasi menggunakan balon-sungkup atau melalui mulut ke
mulut dengan alas. Tiap ventilasi diberikan dalam waktu 1 detik.
Berikan ventilasi yang cukup sehingga pengembangan dada
terlihat.
6. Kemudian lanjutkan kompresi dada dan ventilasi dengan
perbandingan 30:2.
7. Pasang kanul intravena (2 jalur bila mungkin) menggunakan jarum
ukuran besar (no. 16 atau 18 atau ukuran terbesar yang tersedia)
dan berikan cairan sesuai kondisi ibu.
8. Tindakan resusitasi cardiopulmoner diteruskan hingga:

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


27
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Tim yang lebih terlatih untuk menangani henti napas dan henti
jantung telah datang dan mengambil alih tindakan, ATAU
• Tidak didapatkannya respon setelah 30 menit, ATAU
• Penolong kelelahan, ATAU Ibu menunjukkan tanda-tanda
kembalinya kesadaran, misalnya batuk, membuka mata,
berbicara atau bergerak secara sadar DAN mulai bernapas
normal.
• Pada keadaan tersebut, lanjutkan Tata Laksana dengan
pemberian oksigen, pemasangan kanul intravena (bila
sebelumnya tidak berhasil dilakukan) dan berikan cairan sesuai
kondisi ibu.
• Lanjutkan pemantauan untuk memastikan ibu tetap bernapas
normal.
• Setelah masalah jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi
teratasi, pikirkan dan evaluasi kemungkinan penyebab
hilangnya kesadaran ibu, di antaranya perdarahan hebat
(paling sering), penyakit tromboemboli, penyakit jantung,
sepsis, keracunan obat (contoh: magnesium sulfat, anestesi
lokal), eklampsia, perdarahan intra kranial, anafilaktik,
gangguan metabolik / elektrolit (contoh: hipoglikemia) dan
hipoksia karena gangguan jalan napas dan atau penyakit paru.
9. Lakukan pemeriksaan lanjutan, misalnya USG abdomen untuk
melihat perdarahan intraabdomen tersembunyi
10. Atasi penyebab penurunan kesadaran atau rujuk bila fasilitas
tidak memungkinkan.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


28
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Tatalaksana Khusus
Resusitasi Jantung Paru
(RJP) :
30 X Kompresi
20 X Bantuan Nafas

Metode RJP pada ibu


MENILAIPERNAFASAN CHEST TRUST
hamil :
1. Cek kesadaran ibu
2. Panggil bantuan
3. Bebaskan jalan nafas
(head tilt-chin lift )

MENILAI NADI
MEMBERIKAN BANTUAN
PERNAFASAN

Metode RJP pada ibu hamil :


Cek kesadaran ibu
1. Panggil bantuan
2. Bebaskan jalan napas
(head tilt – chin lift)
4. Cek nadi → Ada/Tidak
5. Bila nadi tidak teraba →
RJP
6. Tekan/kompresi dada di
pertengahan sternum
7. Kompresi sebanyak 30 : 2
8. Pasang kanul IV No. 16
atau 18
9. Pada Ibu usia kehamilan
>20 minggu :
Miringkan ibu ke sisi kiri 15-30O,
bila tidak mungkin dorong uterus
ke sisi kiri
(Cardiff Wedge)

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


29
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Sub Pokok Bahasan 1.3.1.3. Tim Emergency
Tim Emergency adalah sekelompok orang yang mempersiapkan dan
merespon insiden darurat apapun, dan terdiri dari beberapa anggota
tertentu yang ditunjuk sebelum insiden terjadi yang terdiri dari dokter,
perawat, dan bidan dan salah satu tugasnya adalah memastikan
ketersediaan perlengkapan, obat-obatan, dan alat-alat emergensi.
Tim penolong adalah orang yang terampil / kompeten serta
pembagian tugas yang jelas sesuai dengan SOP penanganan kasus
kegawatdaruratan, dimana sistem pembiayaan tidak boleh
menghambat pertolongan kegawatdaruratan, dan tersedianya
transportasi yang memadai untuk membawa ibu ke RS.

A. Persiapan TIM :

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


30
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
B. Metode Komunikasi :
• Menggunakan KODE untuk mobilisasi tim emergensi
• Komunikasi internal tim memakai badge/kartu berwarna
• Masing-masing penolong memiliki tugas tersendiri

KARTU MERAH KARTU KUNING KARTU HIJAU

C. Pembagian Tim Emergency

KOMUNIKASI TIM KOMUNIKASI TIM


BIDA BID BID

PETUGAS TUGAS / TANGGUNG JAWAB KETERANGAN


Merah 1. Menenangkan pasien dan keluarga
2. Anamnesa terarah Dokter atau
3. Pemeriksaan awal cepat Bidan senior
4. Membuat keputusan klinik
5. Koordinasi penatalaksanaan awal
6. Pasang infus
7. Ambil contoh darah
8. Berikan instruksi yang jelas (terutama
jika petugas adalah dokter)

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


31
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
9. Ikuti instruksi dokter (jika petugas
bukan dokter)
10. Tetap bersama pasien
Kuning 1. Mempersiapkan persediaan meja
Troley emergency Bidan atau
a. Setiap ganti dinas Perawat
b. setiap selesai tindakan
c. Saat terjadi emergency
2. Membawa troli emergency ke tempat
kejadian
3. Melakukan observasi
4. Bersama dengan koordinator / merah
tetap bersama pasien.
5. Dokumentasi semua tindakan dan hasil
observasi, obat – obatan dan cairan.
Hijau 1. Membawa alat alat seperti tiang
infus, suction, dll Bidan atau
2. Memberi informasi dan memanggil Perawat
dokter
3. Menghubungi laboratorium /
mengantar dan mengambil hasil
laboratorium
4. Memobilisasi alat dan membawa
pasien ke ruang tindakan, bila
diperlukan

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


32
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
D. Kerjasama Tim Dalam Penanganan Kasus Gawat Daruratan

KEADAAN GAWAT
DARURAT
OBSTETRI

RESPON TIME MEDIS


YANG CEPAT
DAN TEPAT

TIM TERDIRI DARI : DOKTER, BIDAN dan PERAWAT

1.6.3. Pokok Bahasan 1.3.3. Penatalaksanaan Kondisi Gawatdarurat Medic


Penatalaksanaan kegawatdaruratan medik pada kehamilan, persalinan,
dan nifas di fasilitas kesehatan tingkat pertama bertujuan untuk
mengenali dan menatalaksana kegawatdaruratan medik. Penilaian awal
kegawatdaruratan medik pada ibu hamil, bersalin dan nifas dilakukan
dengan segera lakukan (quick check) saat ibu tiba, dan apabila ditemukan
tanda-tanda bahaya yang mengancam jiwa, maka tim respon awal harus
segera dimobilisasi untuk melakukan langkahlangkah stabilisasi sambil
mempersiapkan kemungkinan rujukan ke rumah sakit. Seseorang yang
kompeten harus segera melakukan penilaian terhadap kondisi umum ibu

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


33
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
segera setelah ibu tiba di fasilitas kesehatan, dan secara berkala
melakukan penilaian ulang. Penilaian tersebut harus dilakukan secara
simultan yang meliputi :
1. Keluhan utama dan riwayat singkat yang relevan.
2. Segera peroleh data tanda vital secara lengkap dan akurat.
3. Pemeriksaan inspeksi, visualisasi, dan auskultasi secara cepat dan
efektif.
4. Mulai dari kondisi yang paling serius dan terkait dengan tampilan
pasien saat datang.
5. Gunakan alur yang logis untuk eliminasi determinan dekat.
6. Temukan penyebab gawat-darurat atau ancaman keselamatan jiwa
pasien, tidak hanya mencari diagnosis definitif.

Penatalaksanaan awal ketika menemukan kondisi kegawatdaruratan:


1. Stabilisasi penderita
2. Pemberian oksigen
3. Infus dan terapi cairan
4. Transfusi darah.
5. Pemberian medikamentosa (antibiotika, sedatif, anestesi, analgetika
dan serum anti tetanus).
6. Upaya rujukan lanjutan (bila perlu).

A. Stabilisasi dan Rujukan


Stabilisasi dan rujukan secara tepat waktu dengan kondisi optimal
akan sangat membantu pasien untuk ditangani secara adekuat dan
efektif. Dalam setiap pelayanan gawatdarurat dan rujukan
kesehatan antar fasilitas, seharusnya sudah tersedia perangkat dan
mekanisme operasional yang jelas antar unsur yang terlibat. Apapun
mekanisme yang terjadi, semua unsure yang terlibat seharusnya
mampu untuk membawa pasien mencapai fasilitas rujukan yang

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


34
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
dituju agar mendapatkan pertolongan yang sangat vital dan
menyelamatkan jiwanya.

Stabilisasi :
• Elemen-elemen yang penting dalam stabilisasi pasien adalah
- Menjamin kelancaran jalan nafs, pemulihan sistim respirasi
dan Sirkulasi.
- Mengganti cairan tubuh yang hilang.
- Memotong atau menghentikan kejang.
- Menghentikan sumber perdarahan atau infeksi.
- Mempertahankan suhu tubuh.

TANDA KLASIFIKASI PENANGANAN


Jika ibu :
• Tidak sadar ( tidak EMERGENCY IBU • Segera tangani
menjawab panggilan ) • Teriak minta
• Kejang tolong
• Perdarahan • Menenangkan
• Nyeri perut berat atau ibu dan
tampak sakit berat keluarga
• Nyeri kepala hebat dan • Meminta
pandangan kabur pendampingan
• Kesulitan bernafas untuk selalu
• Demam mendampingi
• Muntah berlebihan ibu
Jika ibu : PERSALINAN
Akan bersalin segera
- Memperbaiki gula darah.
- Mengatasi rasa nyeri dan gelisah.
- Memperbaiki perfusi jaringan.
KLASIFIKASI KONDISI IBU BERDASARKAN KONDISI YANG DIALAMI

1. Stabilisasi
2. Pemberian Oksigen
Penatalaksanaan awal
3. Infus dan terapi cairan
kegawadaruratan obstetri
4. Transfusi Darah
5. Medikamentosa
6. Rujukan !!!

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


35
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
B . Terapi Cairan
Pada kebanyakan kasus gawatdaruratan, pasien memerlukan infuse
untuk mengganti cairan yang hilang. Larutan isotonic yang
dianjurkan adalah Ringer Laktat dan NaCl fisiologis atau garam
fisiologis (normal saline). Larutan glukosa tidak dapat menggantikan
garam atau elektrolit yang dibutuhkan selama penggantian cairan
yang hilang.

Untuk mempertahankan volume intravascular, dapat menggunakan


cairan koloid dengan kecepatan tetesan yang lebih rendah dari
larutan kristaloid isotonic.

Untuk pemberian cairan infus, perhatikan :


• jumlah cairan yang akan diberikan: 3 X total loss (interstial
shifting, respiration, and perspiration)
• lamanya pemberian per unit cairan (30% in 15 minutes, 30% in 30
minutes, 40% in 45 minutes)
• ukuran atau diameter jarum (no. 16-18) dan kecepatan tetesan.
Jumlah per mililiter tetesan (bervariasi antara 15-20 tetes per
mililiter).

Saat jarum infuse dimasukan, segera ambil specimen darah untuk


pemeriksaan kadar hemoglobin, golongan darah atau pemeriksaan
laboratorium lainnya. Bila pasien mengalami syok, pemasangan
infuse dan pengambilan specimen darah akan sulit dilaksanakan
(perlu vena seksi). Pengukuran konsentrasi Hb darah kapiler (dari
ujung jari) pasien yang mengalami syok hasilnya sangat tidak akurat.

Dalam terapi cairan ini juga dipantau tentang keseimbangan cairan.


Apabila terjadi pembengkakan atau edema pada kaki, tangan, muka,
mungkin hal ini diakibatkan oleh kelebihan cairan. Kelebihan

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


36
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
tersebut dapat pula dinilai dari terjadinya sesak nafas (terdapat
ronkhi basah halus).

Beberapa faktor risiko pada ibu hamil yang diidentifikasi yaitu :


• Preeklampsia atau eklampsia,
• Penggunaan agen tokolitik,
• Infeksi berat,
• Penyakit jantung,
• Kelebihan cairan (iatrogenik).
• Kehamilan ganda.
• Perubahan fisiologi yang terjadi saat kehamilan sendiri dapat
menjadi predisposisi bagi edema paru akut.

Diagnosis
• Sesak napas.
• Batuk dengan sputum berbusa kemerahan.
• Ronki basah halus pada basal paru.

Tata Laksana
1. Posisikan ibu dalam posisi tegak
2. Berikan oksigen dengan sungkup 8 – 10L/menit
3. Berikan furosemid 40 mg IV.
4. Bila produksi urin masih rendah (<30 ml / jam dalam 4 jam),
pemberian furosemid dapat diulang.
5. Ukur keseimbangan cairan, batasi cairan yang masuk.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


37
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Algoritma Penanganan Sesak Napas pada Ibu Hamil atau Pascasalin

Sumber Acuan
1. Kementrian Kesehatan RI, Modul Tata Laksana Kegawatdaruratan Pada Kehamilan, Persalinan
Dan Nifas, Jakarta, 2017
2. WHO, Managing Complications in Pregnancy and Childbirth: A guide for midwives and doctors,
2nd Edition, Integrated Management Of Pregnancy And Childbirth, Jenewa Swiss, 2017
3. American Heart Association, 2010
4. JNPKR, Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan neonatal Emergensi Dasar (PONED), Jakarta, 2013

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


38
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
MATERI INTI 3
PENGAMBILAN KEPUTUSAN KLINIK DENGAN MENGGUNAKAN PARTOGRAF

1.1. DESKRIPSI SINGKAT


Untuk mencegah partus lama, Asuhan persalinan Normal mengandalkan
penggunaan partograf untuk memantau kondisi ibu dan janin serta kemajuan
proses persalinan. Dukungan suami atau kerabat, diharapkan dapat memberikan
rasa tenang dan aman selama proses persalinan berlangsung. Pendampingan ini
diharapkan dapat mendukung kelancaran proses persalinan, menjalain
kebersamaan, berbagi tanggung jawab diantara penolong dan keluarga klien.
Paradigma baru (aktif) yang disebutkan sebelumnya, terbukti dapat
mencegah atau mengurangi komplikasi yang sering terjadi. Hal ini memberi
manfaat yang nyata dan mampu membantu upaya penurunan angka kematian ibu
dan bayi baru lahir.
Memberikan aushan yang diperlukan, memantau kemajuan dan menolong
proses persalinan serta kelahiran bayi. Menggunakan Partograf untuk membuat
keputusan klinik, sebagai upaya pengenalan adanya gangguan proses persalinan
atau komplikasi dini agar dapat memberikan tindakan yang paling tepat dan
memadai.
Materi pelatihan ini memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada
Dokter, Bidan, dan Perawat di fasilitas kesehatan untuk melakukan persalinan
bersih dan aman secara tim sesuai kewenangannya serta mengoptimalkan
penggunaan partograf guna deteksi dini tanda bahaya pada persalinan.

1.2. TUJUAN PEMBELAJARAN


1.2.1. TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM
Setelah mengikuti materi ini, Peserta mampu melakukan pengambilan
keputusan klinik dalam persalinan dengan menggunakan partograf

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


39
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
1.2.2. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS
Setelah mengikuti materi ini, Peserta mampu :
1.2.2.1. Menjelaskan tentang Partograf
1.2.2.2. Melakukan pengambilan keputusan klinik dalam persalinan
dengan menggunakan partograf

1.3. POKOK BAHASAN


1.3.1. Partograf :
1.3.1.1 Fungsi
1.3.1.2 Penggunaan Partograf Dalam Persalinan
1.3.2. Pengambilan Keputusan Klinik Dalam Persalinan Dengan Menggunakan
Partograf

1.4. METODE PELATIHAN :


1.4.1. Ceramah tanya jawab (CTJ)
1.4.2. Studi Kasus : Latihan Menggunakan Partograf (TPK 2)
1.4.3. Praktek Lapangan (TPK 2)

1.5. MEDIA DAN ALAT BANTU :


• Bahan tayang (Slide power point)
• Laptop
• LCD / In Focus
• Flipchart
• Whiteboard
• Spidol (ATK)
• Modul Pelatihan
• Panduan Latihan
• Lembar Partograf (TPK 2)
• Panduan Praktek Lapangan (TPK 2

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


40
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
1.6. URAIAN MATERI :
1.6.1 Pokok Bahasan 1.3.1 Partograf
Partograf adalah alat bantu yang digunakan untuk memantau keadaan ibu
dan janin serta kemajuan dari persalinan selama fase aktif persalinan.
Sub Pokok Bahasan 1.3.1.1 Fungsi
Fungsi dari penggunaan partograf adalah untuk :
• Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaan serviks melalui periksa dalam
• Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan
demikian juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya
partus lama.
Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi,
grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang
diberikan., pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan
asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua dicatatkan secara rinci
pada status atau rekam medic ibu bersalin dan bayi baru lahir Jika
digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan membantu
penolong persalinan untuk :
• Mencatat kemajuan persalinan
• Mencatat kondisi ibu dan janinnya
• Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran
• Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan
klinik yang sesuai dan tepat waktu

Sub Pokok Bahasan 1.3.1.2 Penggunaan Partograf dalam persalinan


Penggunaan Partograf dalam persalinan adalah untuk menjamin
kehidupann ibu dan bayinya, dimana seorang Bidan harus menerapkan
APN sebagai dasar dalam melakukan pertolongan persalinan, disamping
itu menjagah terjadinya partus lama, dapat melakukan deteksi dini dan
pemantauan persalinan.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


41
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Menurut WHO dan Depkes (2004) cara pengisian partograf modifikasi
WHO atau yang dikenal dengan partograf APN meliputi Informasi tentang
ibu :

a. Identitas pasien
Bidan/Dokter mencatat nama pasien, riwayat kehamilan, riwayat
persalinan, nomor register pasien, tanggal dan waktu kedatangan
dalam "jam" mulai dirawat, dan waktu pecahnya selaput ketuban.
Selain itu juga mencatat waktu mulai terjadinya mulas, pada bagian
atas partograf secara teliti.

b. Kesehatan dan kenyamanan janin


Bidan/Dokter mengisi hal-hal berikut pada kolom, lajur dan skala
angka pada partograf:

c. Hasil pemeriksaan DJJ


Setiap 30 menit atau lebih sering jika ada tanda-tanda gawat janin.
Setiap kotak menunjukkan waktu 30 menit. Skala angka di sebelah
kolom paling kiri menunjukkan DJJ.
DJJ dicatat dengan memberi tanda titik pada garis yang sesuai dengan
angka yang menunjukkan DJJ. Kemudian hubungkan titik yang satu
dengan titik lainnya dengan garis tidak terputus.

d. Warna dan adanya air ketuban,


Penilaian air ketuban setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, dan
nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah. Mencatat temuan-
temuan ke dalam kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ, menggunakan
lambang-lambang seperti berikut :
- U : jika ketuban utuh atau belum pecah.
- J : jika ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


42
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
- M : jika ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
mekonium.
- D : jika ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah.

e. Molase atau penyusupan tulang-tulang kepala janin, menggunakan


lambang-lambang berikut ini:
- 0 jika tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah
dapat dipalpasi;
- 1 jika tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan;
- 2 jika tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih
dapat dipisahkan;
- 3 jika tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat
dipisahkan.
Hasil pemeriksaan dicatat pada kotak yang sesuai di bawah lajur air
ketuban.

f. Kemajuan persalinan
• Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan
kemajuan persalinan. Angka 0-10 yang tertera di tepi kolom paling
kiri adalah besarnya dilatasi serviks. Setiap angka / kotak
menunjukkan besarnya dilatasi serviks. Kotak yang satu dengan
kotak yang lain pada lajur di atasnya, menunjukkan penambahan
dilatasi sebesar 1 cm. Skala angka 1-5 menunjukkan seberapa jauh
penurunan kepala janin. Masing-masing kotak di bagian ini
menyatakan waktu 30 menit.
• Pembukaan serviks, penilaian dan pencatatan pembukaan serviks
dilakukan setiap 4 jam atau lebih sering dilakukan jika ada tanda-
tanda penyulit. Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat
pada partograf hasil temuan dari setiap pemeriksaan dengan simbol
"X". Simbol ini harus ditulis di garis waktu yang sesuai dengan lajur

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


43
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
besarnya pembukaan serviks di garis waspada. Hubungkan tanda
"X" dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh atau tidak terputus.
• Pencatatan penurunan bagian terbawah atau presentasi janin,
setiap kali melakukan pemeriksaan dalam atau setiap 4 jam, atau
lebih sering jika ada tanda-tanda penyulit. Kata-kata "turunnya
kepala" dan garis tidak terputus dari 0-5, tertera di sisi yang sama
dengan angka pembukaan serviks. Berikan tanda "O" pada garis
waktu yang sesuai. Hubungkan tanda "O" dari setiap pemeriksaan
dengan garis tidak terputus.
• Garis waspada dan garis bertindak, garis waspada dimulai pada
pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik dimana pembukaan
lengkap, diharapkan terjadi laju pembukaan 1 cm per jam.
Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis
waspada.

g. Pencatatan jam dan waktu


• Waktu mulainya fase aktif persalinan, di bagian bawah pembukaan
serviks dan penurunan, tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-16.
Setiap kotak menyatakan waktu satu jam sejak dimulainya fase
aktif persalinan.
• Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan, di bawah lajur kotak
untuk waktu mulainya fase aktif, tertera kotak-kotak untuk
mencatat waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak
menyatakan satu jam penuh dan berkaitan dengan dua kotak
waktu tiga puluh menit pada lajur kotak di atasnya atau lajur
kontraksi di bawahnya. Saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan,
catat pembukaan serviks di garis waspada. Kemudian catat waktu
aktual pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai. Bidan mencatat
kontraksi uterus pada bawah lajur waktu yaitu ada lima lajur kotak
dengan tulisan "kontraksi per 10 menit" di sebelah luar kolom
paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


44
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
menit, raba dan catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dan
lamanya kontraksi dalam satuan detik. Nyatakan jumlah kontraksi
yang terjadi dalam waktu 10 menit menggunakan simbol dalam
kondisi berikut :
- bila kontraksi lamanya kurang dari 20 detik;
- bila kontraksi lamanya 20 detik sampai dengan 40 detik;
- bila kontraksi lamanya lebih dari 40 detik.

h. Mencatat obat-obatan dan cairan intravena (IV)


Pencatatan dituliskan dalam kotak yang sesuai dengan kolom waktu.
Untuk setiap pemberian oksitosin drip, bidan / dokter harus
mendokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit oksitosin yang
diberikan per volume cairan (IV) dan dalam satuan tetesan per menit
(atas kolaborasi dokter), catat semua pemberian obat-obatan
tambahan dan / atau cairan IV.

i. Kesehatan dan kenyamanan ibu


Ditulis di bagian terakhir pada lembar depan partograf berkaitan
dengan kesehatan dan kenyamanan ibu, meliputi :
• Nadi, tekanan darah, dan temperatur tubuh, angka di sebelah kiri
bagian partograf berkaitan dengan nadi dan tekanan darah ibu.
Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan
atau lebih sering jika dicurigai adanya penyulit menggunakan
simbol titik (•).
• Pencatatan tekanan darah ibu dilakukan setiap 4 jam selama fase
aktif persalinan atau lebih sering jika dianggap akan adanya
penyulit menggunakan simbol anak panah, pencatatan temperatur
tubuh ibu setiap 2 jam atau lebih sering jika suhu tubuh meningkat
ataupun dianggap adanya infeksi dalam kotak yang sesuai.
• Volume urin, protein, atau aseton, ukur dan catat jumlah produksi
urin ibu sedikitnya setiap 2 jam atau setiap kali ibu berkemih

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


45
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
spontan atau dengan kateter. Jika memungkinkan setiap kali ibu
berkemih, lakukan pemeriksaan adanya aseton atau protein dalam
urin.

j. Asuhan, pengamatan, dan keputusan klinik lainnya


Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan klinik di sisi
luar kolom partograf, atau buat catatan terpisah tentang kemajuan
persalinan. Cantumkan juga tanggal dan waktu saat membuat catatan
persalinan. Asuhan, pengamatan, dan keputusan klinik mencakup:
• jumlah cairan per oral yang diberikan;
• keluhan sakit kepala atau penglihatan kabur;
• konsultasi dengan penolong persalinan lainnya (spesialis obgin,
atau pun dokter umurn);
• persiapan sebelum melakukan rujukan;
• upaya rujukan.

k. Garis Waspada, Garis bertindak dan jalur pemberian Oksitosin


• Jika grafik dilatasi melewati garis waspada, maka penolong harus
mewaspadai persalinan yang sedang berlangsung telah memasuki
kondisi patologis.
• Jika grafik dilatasi melewati garis bertindak maka persalinan
membutuhkan intervensi aktif dan harus diselesaikan.
• Partograf menyediakan jalur pemberian oksitosin untuk persalinan
patologis hanya dilakukan di fasilitas yang lengkap dan mempunyai
kewenangan untuk melakukan prosedur tersebut.

1.6.2 Pokok Bahasan 1.3.2 Pengambilan Keputusan Klinik Dalam Persalinan


Dengan Menggunakan Partograf

Pengambilan keputusan klinik dalam persalinan dengan menggunakan


Partograf adalah suatu keputusan yang diambil dengan menggunakan alat

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


46
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
bantu, dimana keputusan yang diambil adalah berdasarkan pemikiran,
pengalaman dan pengetahuan untuk mengukur sejauh mana
keberhasilann pelaksanaan tersebuta dan perlu dilakukan evaluasi secara
berkala penggunaan partograf dalam memonitoring persalinan dan dapat
juga digunakan sebagai indikator keberhasilan program dalam rangka
menurunkan angka kematrian ibu dan bayi.

Buat kesimpulan setiap kali selesai melakukan pemeriksaan dan sesuaikan


hasil kesimpulan dengan rencana tata laksana. Kesimpulan dapat berubah
dari waktu ke waktu, lakukan penyesuaian dengan kondisi yang
ditemukan, jangan terpaku pada ketentuan – ketentuan waktu dalam
melakukan pemeriksaan atau penilaian lanjutan. Beri catatan pada
partograf pada saat tindakan atau penyelesaian persalinan. Bila ada
temuan yang sudah melewati ke arah kanan dari garis waspada /
persalinan tidak maju dan atau denyut jantung janin abnormal, petugas
kesehatan harus segera melakukan tindakan atau mempersiapkan rujukan
yang tepat.

Berikut ada beberapa contoh partograf dalam persalianan :


• Partograf WHO yang sudah dimodifikasi
• Partograf pada persalinan normal
• Partograf yang memperlihatkan persalinan macet/ tidak maju
• Partograf hal 2

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


47
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
PARTOGRAF WHO YANG SUDAH DI MODIFIKASI

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


48
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
CONTOH PENGISIAN DILATASI SERVIKS DAN PENURUNAN BAGIAN TERBAWAH

REGULASI :
• Untuk pemeriksaan dilatasi serviks yang pertama, tanda dilatasi (x)
dicantumkan pada garis waspada
• Pergeseran (x) menentukan persalinan akan berjalan normal (bergeser
kekiri) atau patologis (bergeser ke kekanan) atau dubius (tetap digaris
waspada)
• Jika pada pemeriksaan pertama, dilatasi serviks adalah 4 cm maka
perhatikan kualitas kontraksi sebelum mencantumkannya di garis
waspada

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


49
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
PARTOGRAF PADA PERSALINAN NORMAL

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


50
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
PARTOGRAF YANG MEMPERLIHATKAN PERSALINAN MACET / TIDAK MAJU

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


51
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
CONTOH PARTOGRAF HAL 2

Sumber Acuan:
1. Asuhan Persalinan Normal (2012), JNPK-KR, 2012 Jakarta
2. WHO-Kemenkes 2012, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu
3. WHO Managing Complication in Pregnancy and Chilbirth, Geneva, 2017

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


52
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
MATERI INTI 4
PENATALAKSANAAN PERDARAHAN PASKA PERSALINAN

1.1. DESKRIPSI SINGKAT


Perdarahan pasca salin (PPS) / post partum haemorrhage (PPH)
merupakan penyebab terbesar kematian ibu di seluruh dunia, meliputi hampir 1/4
dari seluruh kematian maternal di seluruh dunia. Di Indonesia, pada tahun 2012
AKI (Angka Kematian Ibu) mengalami kenaikan menjadi 359 per 100.000
penduduk atau meningkat sekitar 57% dibandingkan dengan tahun 2007 yang
hanya 228 per 100.000 penduduk. Untuk menekan angka kematian ibu
dibutuhkan petugas kesehatan yang terlatih dan pedoman berbasis bukti. Dengan
demikian dapat dilahirkan suatu kebijakan dan program yang dapat
diimplementasikan secara realistis, strategis dan berkesinambungan.
Pada periode pasca persalinan, pada praktiknya jumlah perdarahan jarang
sekali diukur secara objektif dan tidak diketahui secara jelas manfaatnya dalam
penatalaksanaan PPS, serta luaran yang dihasilkan. Selain itu, beberapa pasien
mungkin saja membutuhkan intervensi yang lebih walaupun jumlah perdarahan
yang dialaminya lebih sedikit apabila pasien tersebut berada dalam kondisi
anemis.

MASALAH
1. Angka kematian ibu di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan dan
merupakan salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara. Tingginya AKI
mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan selama hamil dan nifas
2. Angka kematian ibu di Indonesia masih jauh dari target yang ingin dicapai SDGs
3. Perdarahan pasca salin merupakan penyebab utama kematian ibu. Prevalensi
PPS di negara berkembang jauh lebih tinggi dibandingkan negara maju
4. Hasil upaya pertolongan sangat tergantung dari kondisi awal ibu sebelum
bersalin, ketersediaan darah dan pasokan medik yang dibutuhkan, tenaga
terampil dan handal serta jaminan fungsi peralatan bagi tindakan gawat
darurat

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


53
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
1.2. TUJUAN PEMBELAJARAN :
1.2.1. Tujuan Pembelajaran Umum :
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan penatalaksanaan
perdarahan paska persalinan.
1.2.2. Tujuan Pembelajaran Khusus :
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu :
1. Menjelaskan kasus-kasus perdarahan paska persalinan
2. Melakukan penatalaksanaan perdarahan paska persalinan sesuai
standar

1.3. POKOK BAHASAN :


Dalam modul ini dibahas pokok bahasan dan subpokok bahasan sebagai berikut
yaitu :
1.3.1. Perdarahan Paska Persalinan :
1.3.1.1. Atonia Uteri
1.3.1.2. Robekan Jalan Lahir
1.3.1.3. Retentio Placenta
1.3.1.4. Sisa Placenta
1.3.1.5. Invertio Uteri
1.3.2. Penatalaksanaan Perdarahan Paska Persalinan

1.4. METODE PEMBELAJARAN :


• Ceramah tanya jawab ( CTJ )
• Simulasi Pada Phantom/ Model ( TPK )
• Praktek Lapangan ( TPK 2 )

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


54
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
1.5. MEDIA DAN ALAT BANTU :
• Bahan tayang ( slide power point )
• Laptop
• LCD/In Focus
• Flipchart
• Whiteboard
• Spidol (ATK)
• Modul Pelatihan
• Panduan Diskusi
• Phantom
• Panduan Praktek Lapangan

1.6. Uraian Materi


1.6.1. Pokok Bahasan 1.3.1. Perdarahan Paska Persalinan
Perdarahan pasca-salin (PPS) secara umum didefinisikan sebagai
kehilangan darah dari saluran genitalia >500 ml setelah melahirkan
pervaginam atau >1000 ml setelah melahirkan secara seksio sesarea.
Perdarahan pasca-salin dapat bersifat minor (500-1000 ml) atau pun
mayor (>1000 ml). Perdarahan mayor dapat dibagi menjadi sedang (1000-
2000 ml) atau berat (>2000 ml).

Perdarahan pasca-salin diklasifikan menjadi PPS primer {primary post


partum haemorrhage) dan PPS sekunder (secondary post partum
haemorrhage). Perdarahan pasca-salin primer adalah perdarahan yang
terjadi dalam 24 jam pertama pasca-salin, sedangkan PPS sekunder
merupakan perdarahan yang terjadi setelah periode 24 jam tersebut. Pada
umumnya, Perdarahan Paska Salin Primer / dini lebih berat dan lebih tinggi
tingkat morbiditas dan mortalitasnya dibandingkan Perdarahan Paska
Salinan sekunder / lanjut.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


55
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
PERDARAHAN PASCA PERSALINAN

PENILAIAN PERDARAHAN PASCA PERSALINAN


GEJALA & TANDA PENYULIT DIAGNOSE
KERJA
Subinvolusi Uterus Anemia Metritis
Nyeri Tekan Perut Demam (Endometritis)
Bawah Dan Uterus
Perdarahan
Lokhia Mukopurulen
Dan Berbau
Uterus Tak Teraba di Syok Inversio Uteri
Supra Simfisis Neurogenik
Lumen Vagina Terisi Pucat &
Massa Padat Limbung
Tampak Tali Pusat
Plasenta Tidak Uterus Sisa Plasenta
Lengkap Kontraksi
Perdarahan Segera Tinggi
Fundus
Kontraksi Baik
Tetap
Tak ada Robekan
Jalan Lahir

Perdarahan pasca-salin dapat disebabkan oleh 4 faktor (4T) yaitu


kelemahan tonus uterus untuk menghentikan perdarahan dari bekas
insersi plasenta (tone), robekan jalan lahir dari perineum, vagina, sampai
uterus (trauma), sisa plasenta atau bekuan darah yang menghalangi
kontraksi uterus yang adekuat (tissue), dan gangguan faktor pembekuan
darah (thrombin). Tone merupakan masalah pada 70% kasus PPS, yaitu
diakibatkan oleh atonia dari uterus. Sedangkan, 20% kasus PPS disebabkan
oleh trauma. Trauma dapat disebabkan oleh laserasi serviks, vagina dan
perineum, perluasan laserasi pada SC, ruptur atau inversi uteri dan trauma
non traktus genitalia, seperti ruptur subkapsular hepar. Sementara itu,
10% kasus lainnya dapat disebabkan oleh faktor tissue yaitu seperti retensi
produk konsepsi, plasenta (kotiledon) selaput atau bekuan, dan plasenta
abnormal. Faktor penyebab dari thrombin diantaranya abnormalitas
koagulasi yang sangat jarang terjadi yaitu sekitar 1% kasus.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


56
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
PERDARAHAN PASCA PERSALINAN :
PERDARAHAN >500 CC

. ATONIA - SISA PLANCENTA


. RETENSIO PLACENTA / SISA - ENDOMETRIOSIS
. ROBEKAN JALAN LAHIR
. KEL. PEMBEKUAN DARAH
. INVERSIO UTERI

PRIMER SEKUNDER

PERDARAHAN PERDARAHAN
< 24 JAM SSD >24 JAM SSD
BAYI LAHIR BAYI LAHIR

Faktor Risiko
Faktor risiko PPS meliputi grande multipara dan gemelli. Meskipun
demikian, PPS dapat saja terjadi pada perempuan yang tidak teridentifikasi
memiliki factor risiko secara riwayat maupun klinis. Oleh karena itu,
manajemen aktif kala III direkomendasikan bagi seluruh perempuan
bersalin. Manajemen aktif kala III meliputi pemberian uterotonika segera
setelah bayi lahir, klem tali pusat setelah observasi terhadap kontraksi
uterus (sekitar 3 menit), dan melahirkan plasenta dengan peregangan tali
pusat terkendali, diikuti dengan masase uterus.
Beberapa faktor resiko yang dapat mengakibatkan perdarahan post
partum adalah :
• Hal-hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal :
- Polihidramnion
- Kehamilan kembar
- Makrosomia
• Persalinan lama.
• Persalinan terlalu cepat.
• Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksotosin.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


57
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Infeksi intrapartum.
• Paritas tinggi

Penyebab yang
Gejala dan tanda
harus dipikirkan
Penyebab Atonia uteri A. Perdarahan segera setelah anak lahir
B. Uterus tidak berkontraksi atau lembek

Perdarahan
Retensio plasenta C. Plasenta belum dilahirkan dalam 30 menit setelah
pasca kelahiran bayi

persalinan Sisa plasenta D. Plasenta atau sebagian selaput (mengandung
pembuluh darah) tidak lengkap

E. Perdarahan dapat muncul 6-10 hari pascasalin
disertai subinvolusi uterus

Robekan Jalan lahir F. Perdarahan segera
G. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi
lahir
Ruptura Uteri H. Perdarahan segeraa (perdarahan intraabdominal
dan/atau pervaginam)

I. Nyeri perut yang hebat

J. Kontraksi yang hilang

Inversio Uteri K. Fundus uteri tidak teraba pada palpasi abdomen
L. Lumen vagina terisi massa

M. Nyeri ringan atau berat
Gangguan N. Perdarahan tidak berhenti, encer, tidak terlihat
Pembekuan Darah gumpalan darah
O. Kegagalan terbentuknya gumpalan pada uji
pembekuan darah sederhana
P. Terdapat faktor predisposisi:
Solusio plasenta,
kematian janin dalam uterus, eklampsia, emboli air
ketuban

Beberapa teori telah menyatakan bahwa pengukuran kehilangan darah


saat persalinan bertujuan untuk memastikan diagnosis Perdarahan Paska
Salin pada saat yang tepat dan memperbaiki luaran.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


58
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Manifestasi Klinis Perdarahan Pasca Salin

Gejala Dan Tanda Jenis Perdarahan Pasca Persalinan


Gejala dan tanda penyulit Diagnosis kerja
Tak ada penonjolan uterus Syok Atonia uteri
supra simfisis akibat uterus Bekuan darah
tidak berkontraksi dan pada serviks atau
lembek, kadang disertai posisi telentang
plasenta adhesive. akan menghambat
Perdarahan segera setelah aliran darah keluar
anak lahir (perdarahan
pasca salin dini)

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


59
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Darah segar yang mengalir Pucat Robekan jalan
segera setelah bayi lahir. Lemah lahir
Uterus berkontraksi dan Menggigil
keras. Pre syok atau syok
Plasenta lahir lengkap.
Teraba diskontinuitas
portio atau dinding vagina
Plasenta belum lahir 30 Tali pusat putus Retensio
menit setelah bayi lahir. akibat traksi plasenta
Terdapat perdarahan bila berlebihan
terjadi separasi parsial Inversio uteri
Kontraksi uterus akibat tarikan
tergantung dari jenis Perdarahan
retensio (lemah pada lanjutan
adhesive dan kuat pada
inkarserata)
Plasenta atau sebagian Uterus Tertinggalnya
selaput amnion tidak berkontraksi baik sebagian
lengkap. tetapi ukurannya plasenta
Adanya fragmen plasenta segera mengecil
yang hilang. Infeksi sisa
Perdarahan segera bila plasenta
diameter fragmen plasenta Perdarahan lanjut
yang tertinggal cukup
besar. Perdarahan lanjut
bila diameter sisa plasenta
relatif kecil
Tidak terdapat penonjolan Neurogenic syok Inversio uteri
suprasimfisis ataupun pada Pucat dan limbung
perut bawah.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


60
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Uterus tidak teraba saat
palpasi.
Lumen vagina terisi masa
kenyal dengan
menampakkan plasenta
bagian fetal dan tali pusat
(bila belum terlepas)
Subinvolusi uterus Anemia Endometritis
Nyeri tekan perut bawah demam atau sisa fragmen
dan pada uterus plasenta
Perdarahan lanjut (terinfeksi atau
Lochia mukopurulen dan tidak)
berbau (bila disertai infeksi)
Pendarahan tidak berhenti, Gangguan
encer, tidak terlihat pembekuan
gumpalan darah darah
Kegagalan terbentuk nya
gumpalan pada uji
pembekuan darah
sederhana
Terdapat faktor
predisposisi: solusio
plasenta, kematian janin
dalam uterus, emboli air
ketuban

Tatalaksana
Terapi Perdarahan Paska Salin yang efektif sering memerlukan intervensi
multidisiplin yang simultan. Tenaga kesehatan harus memulai usaha
resusitasi sesegera mungkin, menetapkan penyebab perdarahan,
berusaha mendapatkan bantuan tenaga kesehatan lain, seperti ahli

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


61
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
obstetri, anestesi dan radiologi. Menghindari keterlambatan dalam
diagnosis dan terapi akan memberikan dampak yang bermakna terhadap
prognosis (harapan hidup).

Bila Perdarahan Paska Salin terjadi, harus ditentukan dulu kausa


perdarahan, kemudian penatalaksanaannya dilakukan secara simultan,
meliputi perbaikan tonus uterus, evakuasi jaringan sisa, dan penjahitan
luka terbuka disertai dengan persiapan koreksi faktor pembekuan.

a. Tata laksana umum


1. Panggil bantuan
2. Nilai sirkulasi, jalan napas, dan pernapasan pasien.
3. Bila menemukan tanda tanda syok, lakukan penatalaksanaan syok
4. Berikan oksigen
5. Pasang infus intravena dengan kanul berukuran besar (16 atau 18)
mulai pemberian cairan kristaloid (NaCI 0,9% atau Ringer Laktat
atau Ringer Asetat) sesuai dengan kondisi ibu. Pada saat
memasang infus, lakukan juga pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan
6. Jika fasilitas tersedia. Lakukan pemeriksaan kadar hemoglobin
(pemeriksaan hematologi rutin) Penggolongan ABO dan tipe Rh
serta sampel untuk pencocokan silang, profil hemostasis.
7. Lakukan pengawasan tekanan darah, nadi dan pernapasan ibu.
8. Periksa kondisi abdomen kontraksi uterus, nyeri tekan, parut luka,
dan tinggi fundus uteri.
9. Periksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat pendarahan
dan laserasi (jika ada, misal: robekan serviks atau robekan vagina)
10. Periksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban
11. Pasang kateter Folley untuk memantau volume urin dibandingkan
dengan jumlah cairan yang masuk. (CATATAN: produksi urin
normal 0,5-1 ml / kgBB / jam atau sekitar 30ml / jam)

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


62
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
12. Siapkan transfusi darah jika kadar Hb<8 g/dL atau secara klinis
ditemukan keadaan anemia berat:
• 1 unit whole blood(WB) atau packed red cells(PRC) dapat
menaikkan hemoglobin 1 g/dl atau hemaktrokit sebesar 3%
pada dewasa normal.
• Mulai lakukan transfusi darah, setelah informed consent di
tandatangani untuk persetujuan transfusi.

13. Tentukan penyebab dari perdarahannya dan lakukan tata


laksana spesifikasi sesuai penyebab.

PENANGAN PERDARAHAN PASCA PERSALINAN DENGAN PENDEKATAN TIM


TIM
• Cek kesadaran • Mulai dari sini • Periksa nadi dan
• Pastikan jalan panggil bantuan tekanan darah
nafas bebas • Masase uterus • Pasang akses intra
• Cek pernafasan • Lahirkan plasenta vena
dan beri dengan lengkap • Ambil darah
oksigen • Kosongkan untuk
• Lakukan kandung kemih pemeriksaan
pencatatan • Jika atonia uteri laboratorium
urutan lakukan kompresi (terutama
kejadian bimanual hematologi rutin)
/kronologi • Tentukan golongan darah
penyebab dan pencocokkan
perdarahan silang
• RUJUK bila • Lakukan resusitasi
perdarahan cairan
berlanjut • Berikan obat-obat
uterotonika

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


63
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.
64
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
b. Tata laksana Khusus :
Sub Pokok Bahasan 1.3.1.1. Atonia Uteri
Atonia Uteri adalah kondisi dimana miometrium tidak berkontraksi,
uterus menjadi lunak dan pembuluh darah pada daerah bekas
perlekatan placenta terbuka lebar. Kondisi ini dapat mengakibatkan
pendarahan pasca persalinan yang dapat mengakibatkan perdarahan
pasca persalinan yang dapat membahayakan nyawa. Penyebab
tersering perdarahan post partum adalah atonia uteri, untuk itu
setelah bayi lahir lakukan management aktif kala III.

MANAJEMEN AKTIF KALA III

Suntikan
Oksitosin 10
IU

Peregangan
Tali Pusat
Terkendali

Masase
Uterus

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


65
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Suntikan Oksitosin :
- Periksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal
- Suntikan Oksitosin 10 IU IM

• Pereganangan Tali Pusat Terkendali


- Klem tali pusat 5-10 cm dari vulva/ gulung tali pusat
- Tangan kiri diatas simfisis menahan bagian bawah uterus,
tangan kanan meregang tali pusat 5-10 cm dari vulva.
- Sasat uterus berkontraksi, tegangan tali pusat sementara
tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorso
kranial
• Mengeluarkan placenta
- Jika tali pusat terlihat bertambah panjang dan terasa adanya
pelepasan placenta, minta ibu untuk meneran sedikit
sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bawah
kemudian keatas sesuai dengan kurve jalan lahir.
- Bila tali pusat bertambah panjang tetapi belum lahir, dekatkan
klem ± 5 – 10 cm dari vulva
- Bila placenta belum lepas setelah langkah diatas selama 15
menit.
➢ Suntikan ulang 10 IU Oksitosin IM
➢ Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila penuh
➢ Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan
placenta manual.
• Masase Uterus
- Segera setelah placenta lahir, melakukan masase pada
fundus uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler
menggunakan bagian palmer 4 jari tangan kiri hingga
kontraksi uterus baik ( fundus teraba keras )
- Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca
persalinan

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


66
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
➢ Kelengkapan placenta dan ketuban
➢ Kontraksi uterus
➢ Perlukaan jalan lahir

c. Tatalaksana Atonia Uteri :


1. Lakukan pemijatan uterus.
2. Pastikan plasenta lahir lengkap.
3. Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCI 0,9% atau
Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10unit.
Oksitosin IM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam 1000 ml larutan
NaCI 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit
hingga pendarahan berhenti.
4. Bila tidak tersedia oksitosin atau bila pendarahan tidak berhenti,
berikan ergometrin 0,2 mg IM atau IV (lambat) setiap 4jam bila
diperlukan. JANGAN BERIKAN LEBIH DARI DOSIS (1 mg).
5. Jika pendarahan berlanjut, berikan 1g asam traneksamat IV (bolus
selama 1menit, dapat diulang setelah 30 menit).
6. Lakukan kompresi bimanual secara internal selama 5 menit atau
pasang kondom kateter.
7. Rujuk ke fasilitas yang lebih memadai sebagai antisipasi bila
pendarahan tidak berhenti.

CATATAN
• Jangan berikan lebih dari 3 liter larutan intravena yang
mengandung oksitosin
• Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi
berat / tidak terkontrol , penderita sakit jantung

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


67
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
ALGORITMA PENATALAKSANAAN ATONIA UTERI

Masase Fundus Uteri Segera Sesudah Placenta Lahir ( Maksinmal 15 Detik )

Uterus Kontraksi ?

EVALUASI
Tidak Ya RUTIN

• Evaluasi/ bersihkan bekuan darah/ selaput ketuban


• Kompresi Bimanual Interna (KBI), maksimal 5 menit

Uterus berkontraksi?

• Pertahankan KBI selama 1 – 2 menit


Tidak Ya • Keluarkan tangan secara hati – hati
• Lakukan pengawasan Kala IV

• Ajarkan Keluarga melakukan kompresi Bimanual Eksterna ( KBE )


• Keluarkan tangan tangan ( KBI ) secara hati-hati
• Suntikan Methyl ergometrin 0,2 mg im
• Pasang infus RL + 20 IU, guyur
• Lakukan KBI

Uterus berkontraksi ?

Ya Pengawasan kala IV
Tidak

• Rujuk siapkan Laparatomi


• Lanjutkan pemberian infus + 20 IU Oksitosin minimal 500cc/ jam hingga mencapai tempat rujukan
• Selama perjalanan dapat dilakukan Kompresi Aorta Abdominalis atau Kompresi Bimanual Eksternal atau Pemasangan Tampon Balon kateter

Kompresi Aorta Tampon Balon kateter


Abdominalis

Ligasi arteri uterina dan / atau hipogastrika B – Lynch method Perdarahan Pertahankan
berhenti Uterus

Perdarahan Berlanjut

HYSTREKTOMI

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


68
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
KOMPRESI BIMANUAL INTERNAL

KOMPRESI BIMANUAL EKSTERNA

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


69
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
KOMPRESI AORTA ABDOMINALIS

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


70
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Algoritma
Pemasangan
Tampon
Balon

Sub Pokok Bahasan 1.3.1.2. Robekan Jalan Lahir


Robekan jalan lahir adalah terpotongnya selaput lendir vagina, selaput
darah, portio, septum retrovaginalis,akibat dari robekan jalan lahir dan
menimbulkan perdarahan dalam jumlah bervariasi banyaknya.
Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu di evaluasi yaitu sumber
dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi, sumber perdarahan
dapat berasal dari perineum, vagina, serviks dan robekan uterus,
perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir
dengan perdarahan yang bersifat arteli atau pecahnya pembuluh darah
vena. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan
dengan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan speculum, setelah

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


71
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
sumber perdarahan diketahui dengan pasti perdarahan dihentikan
segera dengan menggunakan ligasi atau penyempitan pembuluh darah.
Perlukaan jalan lahir dapat berupa :
• Robekan perineum
• Hematoma Vulva
• Robekan dinding vagina
• Robekan serviks
• Ruptura uteri

Robekan Perineum
Derajat robekan perineum :
• Robekan perineum tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir
vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum.
- Dengan menggunakan catgut secara jelujur atau jahitan angka
delapan. ( figure of eight )
• Robekan tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot
perinei transversalis, tetapi tidak mengenai sfingter ani.
- Jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi , harus
diratakan terlebih dahulu
- Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan dijepit dengan klem,
kemudian digunting.
- Otot dijahit dengan catgut, selaput lendir vagina dengan catgut
secara terputus – putus atau jelujur. Jahitan mukosa vagina
dimulai dari puncak robekan, sampai kulit perineum dijahit
dengan benang catgut secara jelujur.
• Robekan tingkat III : robekan mengenai seluruh permukaan
perineum dan otot sfingter ani.
- Dinding depan rektum yang robek dijahit
- Kemudian fasia perirektal dan fasial septum retro vaginal dijahit
dengan catgut kromik

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


72
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
- Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit
dengan klem, kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik.
- Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit
robekan perineum tingkat II
• Robekan tingkat IV : robekan sampai mukosa rektum
- Dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan
dengan rencana tindakan perbaikan di rumah sakit kabupaten /
kota.

DERAJAT ROBEKAN
PERINEUM

PENJAHITAN ROBEKAN PERINEUM

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


73
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Hematum Vulva
Hematoma vulva merupakan kumpulan darah yang terkumpul di
jaringan lunak vagina / vulva, yang merupakan bagian luar vagina.
Kondisi ini terjadi ketika pembuluh darah didekatnya pecah, biasanya
disebabkan oleh cidera. Hematoma dapat terjadi :
• Bergantung pada lokasi dan besarnya hematoma
• Hematoma kecil cukup dilakukan kompres
• Hematoma besar dilakukan sayatan di sepanjang bagian hematoma
yang paling terenggang
• Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong
• Dicari sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat
atau menjahit sumber perdarahan tersebut
• Luka sayatan kemudian dijahit
• Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


74
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.
75
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Robekan Serviks
Robekan yang terjadi pada persalinan yang kadang-kadang sampai ke
forniks biasanya ditandai dengan perdarahan.
• Paling sering terjadi pada bagian lateral bawah kiri kanan dari portio

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


76
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Jepitkan klem ovum padaa lokasi perdarahan
• Jahitan dilakukan secara kontinu dimulai dari ujung atas robekan
kemudian ke arah luar, sehingga semua robekan dapat dijahit
• Bila perdarahan masih berlanjut berikan 1 gram asam traneksamat
IV (bolus selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit) lalu rujuk
pasien.

Sub Pokok Bahasan 1.3.1.3. Retentio Placenta


Retensio placenta adalah ketika kondisi placenta atau ari-ari tertahan
didalam rahim dan tidak bisa keluar secara alami. Kondisi ini sangat
berbahaya serta dapat menyebabkan infeksi dan perdarahan pasca
persalinan yang dapat mengakibatkan kematian.

GEJALA SEPARASI / PLASENTA PLASENTA


AKRETA PARSIAL INKARSERATA AKRETA

Konsistensi Kenyal Keras Cukup


Uterus
Tinggi Fundus Pusat Dua jari bawah Pusat
Uteri pusat
Bentuk Uterus Diskoid Agak globuler Diskoid
Perdarahan Sedang banyak Sedikit Tidak ada
Tali Pusat Terjulur Terjulur Tidak
terjulur
Ostium Uteri Sebagian terbuka Konstriksi Terbuka
Separasi Lepas sebagian Sudah lepas Melekat
Plasenta seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


77
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Tatalaksana :
• Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000ml larutan NaCI 0,9% atau
Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unit
oksitosin IM lanjut infus oksitosin 20 unit dalam 1000ml larutan
NaCI 0,95 atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit
hingga pendarahan berhenti.
• Lakukan tarikan tali pusat terkendali.
• Bila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil, lakukan plasenta
manual secara hati-hati.
• Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV dan
metronidazol 500 mg IV). Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang
lebih lengkap bila terjadi komplikasi perdarahan hebat atau infeksi

Retentio Placenta Dengan Separasi Parsial :


• Penegangan tali pusat terkendali.
• Infus oksitosin 20 unit RL / Nacl 0.9% 40 tetes / menit.
• Bila perlu kombinasi misoprostol 600 Mcg.
• Plasenta manual.
• Restorasi cairan.

Placenta Manual
• Manual plasenta adalah tindakan untuk melepas plasenta secara
manual (menggunakan tangan) dari tempat implantasinya dan
kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


78
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Tindakan Penetrasi ke dalam kavum uteri :
• Kosongkan kandung
• Jepit tali pusat 5-10 cm dari vulva
• Masukkan tangan ke dalam vagina (telusuri tali pusat)
• Minta asisten memegang klem tali pusat
• Tangan luar menahan fundus, tangan dalam mencari tempat
implantasi plasenta

Melepas plasenta dari dinding uterus :


• Temukan tepi plasenta paling distal
• Sisipkan ujung jari di antara plasenta dan dinding uterus
• Setelah nujung jari masuk di antara plasenta – dinding uterus
perluas pelepasan plasenta dengan menggeser tangan ke kanan
dan kiri sambil bergeser ke proksimal fundus

Sub Pokok Bahasan 1.3.1.4. Sisa Placenta


Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim
dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan post
partum lambat (6-10 hari pasca persalinan).

Pengeluaran Sisa Placenta :


• Pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
• Dalam memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara
manual.
• Kuretase harus dilakukan di rumah sakit.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


79
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Setelah tindakan pengeluaran, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral.
• Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.

Tatalaksana :
• Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000ml larutan NaCI 0,9% /
Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes / menit dan 10 unit IM.
Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam 1000 ml larutan NaCI
0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes / menit hingga
pendarahan terhenti.
• Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan keluarkan
bekuan darah dan jaringan (lihat lampiran A.2). Bila serviks hanya
dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan
aspirasi vakum manual atau dilatasi dan kuretase.
• Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2g IV dan
metronidazole 500 mg).
Jika perdarahan berlanjut, tatalaksana seperti kasus atoni uteri

Sub Pokok Bahasan 1.3.1.5. Invertio Uteri


Inversio Uteri adalah komplikasi persalinanyang membuat rahim ikut
turun dan berputar sehingga menyebabkan bagian atas rahim (fundus)
bergerak kebawah menuju leher rahim atau keluar area vagina, tepat
setelah melahirkan.

Tatalaksana :
• Segera reposisi uterus. Namun jika reposisi tampak sulit, apalagi
jika inversio telah terjadi cukup lama, bersiaplah merujuk ke ibu.
• jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1 mg / kg BB (jangan
melebihi 100mg) IM atau IV secara perlahan atau berikan morfin
0,1 mg / kgBB IM.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


80
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Sumber Acuan :
1. Kementerian Kesehatan. Modul pelatihan bagi pelatih, penanganan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal bagi dokter umum dan perawat,
2. WHO, Managing Complications in Pregnancy and Childbirth: A guide for
midwives and doctors, 2nd Edition, Integrated Management Of Pregnancy
And Childbirth, Jenewa Swiss, 2017
3. JNPKR, Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan neonatal Emergensi Dasar
(PONED), Jakarta, 2013
4. Winkjosastro G, dkk. Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal
Emergensi Komprehensi, Jakarta, 2008
5. Hartono P, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Perdarahan Pasca Salin.
Jakarta, 2016

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


81
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
MATERI INTI 5
PENATALAKSANAAN KASUS PREEKLAMPSIA BERAT DAN EKLAMPSIA

1.1. DESKRIPSI SINGKAT


Angkatan kematian ibu (AKI) dan bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi.
Berdasarkan Hasil Survei Penduduk Antar Sensus ( SUPAS) 2015 Indonesia, AKI di
Indonesia adalah 305 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB yaitu 24 per
1000 kelahiran hidup (SDKI 2017).
Penyakit tekanan darah tinggi selama kehamilan merupakan penyebab
utama kematian ibu di Indonesia yang terkait dengan 27% penyebab obstetri
langsung dan 22 % dari semua kematian ibu. Sebagian besar penyebab kematian
tersebut sebenarnya dapat di cegah.
Kegawatdaruratan pada hipertensi dalam kehamilan, preeklampsia dan
eklampsia adalah kondisi medis yang mengancam jiwa. Penanganan
kegawadaruratan membutuhkan petugas kesehatan yang terlatih, karena apabila
tidak segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya.
Materi pelatihan ini memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada
dokter, bidan dan perawat di fasilitas kesehatan untuk melakukan tata laksana
kegawatdaruratan pada kasus hipertensi dalam kehamilan, preeklampsia dan
eklampsia.

1.2. TUJUAN PEMBELAJARAN


1.2.1. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan penatalaksanaan
preeklampsia berat dan eklampsia.

1.2.2. Tujuan Pembelajaran khusus


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
1.2.2.1. Menjelaskan kasus preeklampsi dan eklampsia
1.2.2.2. Melakukan penatalaksanaan kasus preeklampsia dan eklampsia

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


82
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
1.2. POKOK BAHASAN
Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan
sebagai berikut yaitu:
1.3.1. Kasus Preeklampsia dan eclampsia
1.3.1.1. Klasifikasi dan diagnosis hipertensi dalam kehamilan
1.3.1.2. Prediksi dan Pencegahan
1.3.1.3. Penatalaksanaan
1.3.1.4. Identifikasi komplikasi
1.3.2. Penatalaksanaan Kasus Preeklampsia dan Eklampsia
1.3.1.1. Penanganan Umum
1.3.2.2. Manajemen Ekspektatif atau Aktif
1.3.2.3. Pemberian MgS04 untuk mencegah kejang
1.3.2.4. Penggunaan Anti Hipertensi

1.4. METODE PEMBELAJARAN


• Ceramah Tanya Jawab (CTJ)
• Studi Kasus (TP1.2.2.2)
• simulasi Pada Phantom/Model (TPK 1.2.2.2)
• Praktek Lapangan (TPK 1.2.2.2)

1.5. MEDIA DAN ALAT BANTU


• Bahan Tayang (Slide power poit)
• Laptop
• LCD/In Focus
• Flipchart
• Whiteboard
• Spidol (ATK)
• Modul Pelatihan

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


83
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Lembar Kasua
• Panduan Simulasi Phantom
• Panduan Praktek Lapangan
1.6. URAIAN MATERI
1.6.1. Pokok Bahasan 1.3.1. kasus Pre eklampsia dan Eklampsia
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap
adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis
preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang
disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya
pada usia kehamilan diatas 20 minggu.

Sub Pokok bahasan 1.3.1.1. Klasifikasi dan diagnosis hipertensi dalam


kehamilan.

Klasifikasi
Hipertensi dalam kehamilan di bagi menjadi empat kategori yaitu:
1. Hipertensi Kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum kehamilan
tanpa proteinuria , dan menetap setelah persalinan
2. Hipertensi Gestasional adalah hipertensi yang timbul setelah kehamilan
20 minggu tanpa proteinuria dan hilang setelah persalinan
3. Preeklamsia Superimpose adalah hipertensi kronis yang dalam
perkembangannya timbul proteinuria
4. Preeklamsia / eklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah usia
kehamilan 20 minggu dengan Sistol ≥ 140 mmHg dan diastole ≥90
mmHg dengan proteinuria dipstick > +1 atau protein kuantitatif 300 mg
/ 24 jam atau Sistol ≥ 160 mmHg dan diastole ≥ 110 mmHg tanpa dengan
proteinuria

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


84
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Diagnosis
1. Hipertensi kronik
• Tekanan darah > 140/90 mmHg
• Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui adanya
hipertensi pada usia kehamilam < 20 minggu
• Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urine).
• Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata, jantung dan
ginjal
2. Hipertensi Gestasional
• Tekanan darah ≥ 140/90 mnHg
• Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal
di usia kehamilan < 12 minggu
• Tidak ada proteinuria
• Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia
• Diagnosis pasti ditegakkan pasca persalinan.
3. Preeklampsia/Eklampsia
Kriteria gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan
preeklampsia atau preklampsia berat adalah salah satu dibawah ini :
• Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama
• Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
• Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
• Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal
dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas
abdomen
• Edema Paru
• Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


85
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).

Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara


kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi
protein urin masif ( lebih dari 5 g) telah dieleminasi dari kriteria
pemberatan preeklampsia (preeklampsia berat). Kriteria terbaru tidak
lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan, dikarenakan setiap
preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat
mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara
signifikan dalam waktu singkat.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


86
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Sub pokok bahasan 1.3.1.2. Prediksi dan Pencegahan
Prediksi
• Lebih sering pada primigravida
• Resiko meningkat pada :
❖ Masa plasenta besar (gemelli, penyakit trofoblast)
❖ Diabetes mellitus
❖ Isoimunisasi rhesus
❖ Faktor herideter
❖ Masalah vaskuler

Pencegahan Primer
• Perlu dilakukan skrining risiko terjadinya preeklampsia untuk setiap
wanita hamil sejak awal kehamilannya.
• Pemeriksaan skrining preeklampsia selain menggunakan riwayat
medis pasien seperti penggunaan biomarker dan USG Doppler
Velocimetry masih belum dapat direkomendasikan secara rutin,
sampai metode skrining tersebut terbukti meningkatkan luaran
kehamilan.

Pencegahan Sekunder
• Istirahat di rumah tidak di rekomendasikan untuk pencegahan
primer preeklampsia.
• Tirah baring tidak direkomendasikan untuk memperbaiki luaran
pada wanita hamil dengan hipertensi (dengan atau tanpa
proteinuria).
• Pembatasan garam untuk mencegah preeklampsia dan
komplikasinya selama kehamilan tidak direkomendasikan.
• Penggunaan aspirin dosis rendah (75mg / hari) direkomendasikan
untuk prevensi preeklampsia pada wanita dengan risiko tinggi.
• Aspirin dosis rendah sebagai prevensi preeklampsia sebaiknya mulai

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


87
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
digunakan sebelum usia kehamilan 20 minggu.
• Suplementasi kalsium minimal 1 g / hari direkomendasikan terutama
pada wanita dengan asupan kalsium yang rendah.
• Penggunaan aspirin dosis rendah dan suplemen kalsium (minimal 1g
/ hari) direkomendasikan sebagai prevensi preeklampsia pada
wanita dengan risiko tinggi terjadinya preeklampsia.
• Pemberian vitamin C dan E tidak direkomendasikan untuk diberikan
dalam pencegahan preeklampsia.
• Pembatasan kalori, cairan dan diet rendah garam tidak mencegah
hipertensi dalam kehamilan bahkan membahayakan janin.

Sub Pokok Bahasan 1.3.1.3. Penatalaksanaan


Penatalaksanaan Hipertensi kronik
• Ketika pertama kali ditemukan ibu hamil dengan hipertensi kronik
harus dikonsultasikan kepada Dokter Spesialis Obgin dan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam.
• Anjurkan istirahat lebih banyak.
• Pada hipertensi kronik, penurunan tekanan darah ibu akan
mengganggu perfusi serta tidak ada bukti-bukti bahwa tekanan
darah yang normal akan memperbaiki keadaan janin dan ibu.
• Jika pasien sebelum hamil sudah mendapat obat anti hipertensi, dan
terkontrol dengan baik, lanjutkan pengobatan.
• Bila sebelumnya ibu sudah mengkomsumsi antihipertensi, berikan
penjelasan bahwa hipertensi golongan ACE inhibitor (misalnya
kaptopril ), ARB (misalnya valsartan), dan klorotiazid dikontra
indikasikan pada ibu hamil. Untuk itu, ibu harusberdiskusi dengan
dokternya mengenai jenis antihipertensi yang cocok selama
kehamilan.
• Pada hipertensi kronik, penurunan tekanan darah ibu yang cepat
akan mengganggu perfusi janin.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


88
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Jika terdapat proteinuria atau tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan
superimposed preeklampsia.
• Berikan suplemen kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai
dari usia kehamilan 20 minggu.
• Pantau pertumbuhan dan kondisi janin.
• Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm.

Penatalaksanaaan Hipertensi Gestasional


• Jika terdapat gangguan pertumbuhan janin rujuk segera Pantau
tekanan darah, urin (protenuria) dan kondisi janin.
• Jika terjadi gangguan pertumbuhan janin, rawat untuk lakukan
rujukan.
• Beritahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia
dan eclampsia.
• Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.

Sub Pokok Bahasan 1.3.1.4. Identifikasi komplikasi

Komplikasi :
• Eklamsia ditandai dengan terjadinya kejang umum pada wanita
dengan pre-eklampsia, yang mana kejang tonik-klonik tersebut tidak
disebabkan oleh penyebab lain (misalnya epilepsy, perdarahan
subarachnoid, meningitis), setelah kejang kesadaran bisa menjadi
koma dan dapat berlangsung lama.
• Sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver enzyme levels, and Low
Platelet levels) terjadi pada 10% –20% wanita dengan preeklamsia
berat dan berhubungan dengan kerusakan endotel yang luas dan
tersebar luas.
• Edema Paru.
• Kematian.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


89
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
1.6.2. Pokok Bahasan 1.3.2. Penatalaksanaan Kasus Preeklampsia dan
Eklampsia

Manajemen preeklamsia bertujuan untuk meminimalisasi komplikasi dan


memaksimalkan survival rate pada Ibu dan Bayi.

Sub Pokok Bahasan 1.3.2.1. Penanganan Umum


Ibu hamil dengan preeklampsia harus dirujuk ke rumah sakit. Sebelum
dilakukan rujukan ke rumah sakit lakukan stabilisasi awal.
• Lakukan Quick check : apakah ada sakit kepala, nyeri ulu hati, mual /
muntah, pandangan kabur.
• Lakukan pemeriksaan Vital Sign : tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi nafas dan temperatur tubuh.
• Pasang Infus Ringer Laktat / Ringer asetat.
• Pemberian Antihipertensi : Golongan Ca Chanel Blocker, misalnya
Nifedipin.
• Anti konvulsan : Pemberian MgSO4.
• Pasang kateter, pantau produksi urin.
• Observasi tanda vital dan DJJ perjam.
• Pemeriksaan Darah
• Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan preeklampsia berat
dengan janin yang belum viable atau tidak viable dalam 1-2 minggu.
• Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana janin sudah viable namun usia
kehamilan belum mencapai 34 minggu, manajemen ekspektan dianjurkan, asalkan
tidak terdapat kontraindikasi pengawasan ketat.
• Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana usia kehamilan antara 34 dan 37
minggu, manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asalkan tidak terdapat hipertensi
yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin. Lakukan pengawasan
ketat.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


90
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Pada ibu dengan preeklampsia berat yang kehamilannya sudah aterm, persalinan
dini dianjurkan.

Pencegahan dan Tata Laksana kejang


1) Bila terjadi kejang, amankan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan
sirkulasi (cairan intravena).
2) MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia
(sebagai Tata Laksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai
pencegahan kejang).
3) Pada kondisi dimana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya,
berikan dosis awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas
kesehatan yang memadai.
4) Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke
ruang ICU (bila tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilator
tekanan positif.

Sub Pokok Bahasan 1.3.2.2. Manajemen Ekspektatif atau aktif

• Manajemen ekspektatif tidak meningkatkan kejadian morbiditas


maternal seperti gagal ginjal, sindrom HELLP, angka seksio sesar atau
solutio plasenta. Sebaliknya dapat memperpanjang usia kehamilan,
serta mengurangi morbiditas perinatal seperti penyakit membran
hialin, necrotizing enterocolitis, kebutuhan perawatan intensif dan
ventilator serta lama perawatan. Berat lahir bayi rata-rata lebih besar
pada manajemen ekspektatif, namun insiden pertumbuhan janin
terhambat juga lebih banyak.
• Manajemen ekspektatif dapat di pertimbangkan pada kasus
preeklampsia pada usia kehamilan 26-34 minggu yang bertujuan untuk
memperbaiki luaran perinatal.
• Pemberian kortikosteroid berguna untuk mengurangi morbiditas
(sindrom gawat napas, perdarahan intraventikular dan infeksi) serta

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


91
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
mortalitas perinatal.
• Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia
tanpa gejala berat dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu
dengan evaluasi maternal dan janin yang lebih ketat
• Perawatan poliklinis secara ketat dapat dilakukan pada kasus
preeklampsia tanpa gejala berat.
• Evaluasi ketat yang dilakukan adalah:
❖ Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien
❖ Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis
❖ Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu
❖ Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2
kali dalam seminggu)
❖ Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi
menggunakan doppler velocimetry terhadap arteri umbilikal
direkomendasikan
• Kriteria terminasi kehamilan pada preeklampsia berat
❖ Data Maternal
- Hipertensi berat yang tidak terkontrol
- Gejala preeklampsia berat yang tidak berkurang (nyeri kepala,
pandangan kabur, dsbnya)
- Trombositopenia persisten atau HELLP Syndrom
- Penurunan fungsi ginjal progresif
- Profil biofisik < 4
- Edema paru
- Solutio Plasenta
- Persalinan atau ketuban pecah
❖ Data Janin
- Usia kehamilan 34 minggu
- Pertumbuhan janin terhambat
- Oligohidramnion persisten
- Profil biofisik < 4

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


92
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
- Edema paru Deselerasi variabel dan lambat pada NST
- Eklampsia Doppler a. umbilikalis: reversed end diastolic flow
- Kematian janin

Sub Pokok Bahasan 1.3.2.3. Pemberian MgSO4 Untuk Mencegah Kejang


Pemberian MgSO4 :
1. Berikan dosis awal MgSO4 4 gr dengan cara ambil 10 ml larutan MgSO4
40% dan larutkan dengan aquades 10 ml , bolus perlahan selama 15-20
menit. Bila akses intravena sulit maka berikan MgSO4 5 gr (12,5 ml
larutan MgSO4 40%) secara IM pada masing-masing bokong kanan dan
kiri
2. Lanjutkan dengan dosis rumatan MgSO4 6 gr / jam dengan cara ambil
15 ml larutan MgSO4 40% dilarutkan ke dalam RL / RA 500 ml berikan
secara IV dengan 28 tetes/menit selama 6 jam dan diulang hingga 24
jam setelah persalinan atau kejang berakhir (bila eklampsia).
3. Syarat pemberian MGSO4 : tersediannya Ca Glukonas 10%, Reflek
Patela (+), Jumlah urin minimal 0,5cc / kgBB / jam, Frekwensi napas >
16 x/menit.
4. Bila Frekwensi Nafas < 16 x/m, dan atau tidak ada Reflek Patela, dan
atau oliguria < 0,5 cc/kgBB/jam,segera hentikan MgSO4.
5. Bila terjadi depresi jalan nafas maka berikan Ca Glukonas 1 gr IV bolus
selama 10 menit.
6. Selama ibu dengan preeklampsia dan eklampsia dirujuk, pantau dan nilai adanya
perburukan preeklampsia. Apabila terjadi eklampsia, lakukan penilaian awal dan
tatalaksana kegawatdaruratan. Berikan kembali MgSO4 2 gr IV perlahan (15-20
menit) . Bila setelah pemberian MgSO4 ulangan masih terdapat kejang dapat
dipertimbangkan pemberian diazepam 10 mg IV selama 2 menit .

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


93
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Sub Pokok Bahasan 1.3.2.4. Penggunaan Anti Hipertensi
Berikut ini adalah dosis dari masing-masing obat antihipertensi

Ibu yang mendapat terapi antihipertensi di masa antenatal dianjurkan


untuk melanjutkan terapi antihipertensi hingga persalinan
• USG (untuk memantau pertumbuhan janin)
• Rujuk

REFERENSI
1. Kementerian Kesehatan. Modul pelatihan bagi pelatih, penanganan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal bagi dokter umum dan perawat, Jakarta,
2018
2. WHO, Managing Complications in Pregnancy and Childbirth: A guide for midwives and
doctors, 2nd Edition, Integrated Management Of Pregnancy And Childbirth, Jenewa
Swiss, 2017
3. JNPKR, Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan neonatal Emergensi Dasar (PONED),
Jakarta, 2013
4. POGI, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) POGI, Jakarta, 2016

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


94
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
MATERI INTI 6
PENATALAKSANAAN KASUS INFEKSI PADA KEHAMILAN DAN NIFAS

1.1. DESKRIPSI SINGKAT


Angka kematian ibu (AKI) dan bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi.
Berdasarkan Hasil Survei Penduduk Antar Sensus ( SUPAS) 2015 Indonesia,AKI di
Indonesia adalah 305 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB yaitu 24 per
1000 kelahiran hidup (SDKI 2017).
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, tingginya kematian ibu salah
satunya disebabkan oleh kasus infeksi nifas pada kehamilan dan nifas. Sebagian
besar penyebab kematian ibu tersebut sebenarnya dapat di cegah.
Materi pelatihan ini memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada
dokter, bidan dan perawat di fasilitas kesehatan untuk melakukan tata laksana
kegawatdaruratan kasus infeksi pada kehamilan dan nifas.

1.2. TUJUAN PEMBELAJARAN


1.2.1. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan penatalaksanaan
kasus infeksi pada kehamilan dan nifas

1.2.2. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu :
1.2.2.1. Menjelaskan kasus infeksi pada kehamilan
1.2.2.2. Menjelaskan kasus infeksi pada nifas
1.2.2.3. Melakukan penatalaksanaan infeksi pada kehamilan dan nifas

1.3. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai
berikut yaitu
1.3. 1. Infeksi Pada Kehamilan :
1.3.1.1. Korioamnionitis

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


95
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
1.3.1.2. Ketuban Pecah Dini
1.3.2. Infeksi Nifas :
1.3.2.1 Metritis
1.3.2.2 Bendungan dan Infeksi Payudara
1.3.2.3 Infeksi Luka Perineal
1.3.2.4 Trombophlebitis
1.3.3. Penatalaksanaan Infeksi Pada Kehamilan dan Nifas
1.3.3.1. Penatalaksanaan Infeksi Pada Kehamilan
1.3.3.2. Penatalaksanaan Infeksi Pada Nifas

1.4. METODE PEMBELAJARAN


• Ceramah tanya jawab (CTJ)
• Studi Kasus (TPK 1.2.2.3)
• Praktek Lapangan (TPK 1.2.2.3)

1.5. MEDIA DAN ALAT


• Bahan tayang (Slide power point)
• Laptop
• LCD/In Focus
• Flipchart
• Whiteboard
• Spidol (ATK)
• Modul Pelatihan
• Lembar Kasus
• Panduan Praktek Lapangan

1.6. URAIAN MATERI


1.6.1. Pokok Bahasan 1.3.1 Infeksi Pada Kehamilan
Prinsip Dasar
• Semua penyakit infeksi berpengaruh pada kehamilan

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


96
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Apabila infeksi terjadi pada Trisemester pertama dapat mengakibatkan
keguguran atau kelainan kongenital
• Apabila infeksi terjadi pada trisemester kedua dan ketiga dapat
menyebabkan PJT, dan persalinan preterm
• Pada hampir semua kasus infeksi pada saat terjadi peradangan maka
akan dilepaskan prostaglandin, yang juga dapat memicu kontraksi pada
rahim
• Pada kasus preterm dengan ketuban pecah , maka hal ini dapat
meimbulkan infeksi pada selaput ketuban dan plasenta , yang
selanjutnya akan menjadi risiko sepsis pada bayi baru lahir dan infeksi
nifas pada ibu
Deteksi Infeksi pada kehamilan → Obati (Pertimbangkan obat yang aman
pada kehamilan) → Perhatikan kesejahteraan janin (kenaikan suhu ibu
dapat menyebabkan kenaikan suhu berlipat 2 intra uterin)

Infeksi yang paling sering menimbulkan persalinan preterm dan ketuban


pecah :
• Sexually transmitted infections
• Bacterial vaginosis
• Genitourinary infections
• Asymptomatic bacteriuria
• Pyelonephritis
• Pneumonia
• Peritonitis
• Periodontal disease

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


97
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Sub Pokok Bahasan 1.3.1.1. Korioamnionitis
Definisi
Korioamnionitis adalah infeksi pada korion dan amnion

Diagnosis
Korioamnionitis adalah diagnosis klinis yang ditegakkan bila ditemukan
demam >38°C dengan 2 atau lebih tanda berikut ini:
• Leukositosis >15.000 sel/mm3.
• Denyut jantung janin >160 kali/menit.
• Frekuensi nadi ibu >100 kali/menit.
• Nyeri tekan fundus saat tidak berkontraksi.
• Cairan amnion berbau.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


98
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Faktor predisposisi
• Persalinan prematur.
• Persalinan lama.
• Ketuban pecah lama.
• Pemeriksaan dalam yang dilakukan berulang-ulang.
• Adanya bakteri patogen pada traktus genitalia (IMS, BV).
• Alkohol.
• Rokok.

Tatalaksana
➢ Tatalaksana Umum
❖ Rujuk pasien ke rumah sakit.
❖ Beri antibiotika kombinasi: ampisilin 2 g IV tiap 6 jam ditambah
gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam.
❖ Terminasi kehamilan
Nilai serviks untuk menentukan cara persalinan:
• Jika serviks matang: lakukan induksi persalinan dengan
oksitosin
• Jika serviks belum matang: matangkan dengan prostaglandin
dan infus oksitosin, atau lakukan seksio sesarea
❖ Jika persalinan dilakukan pervaginam, hentikan antibiotika setelah
persalinan. Jika persalinan dilakukan dengan seksio sesarea,
lanjutkan antibiotika dan tambahkan metronidazol 500 mg IV tiap
8 jam sampai bebas demam selama 48 jam.

➢ Tatalaksana Khusus
❖ Jika terdapat metritis (demam, cairan vagina berbau), berikan
antibiotika.
❖ Jika bayi mengalami sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah dan
beri antibiotika yang sesuai selama 7-10 hari.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


99
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Sub Pokok Bahasan 1.3.1.2. Ketuban Pecah Dini
Definisi
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan atau dimulainya tanda inpartu

Klasifikasi
• Ketuban pecah dini preterm adalah pecah ketuban yang terbukti
dengan vaginal pooling, test nitrazindan tes fern atau IGFBP-1 pada
usia < 37 minggu sebelum onset persalinan
• Ketuban pecah dini /premature rupture of membranes (PROM) adalah
pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal
pooling, tes nitrazin dan test fern+, IGFBP + pada usia kehamilan >37
minggu

Diagnosis
Diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan berdasarkan :
• Anamnesis dan pemeriksaan inspekulo
o Dari anamnesis didapatkan penderita merasa keluar cairan yang
banyak secara tiba-tiba.
o Pemeriksaan inspekulo dengan spekulum steril untuk melihat
adanya cairan yang keluar dari serviks atau menggenang di
forniks posterior. Jika tidak ada, gerakkan sedikit bagian
terbawah janin atau minta ibu untuk mengedan/batuk.
Pemeriksaan dalam sebaiknya tidak dilakukan kecuali akan
dilakukan penanganan aktif (melahirkan bayi) karena dapat
mengurangi latensi dan meningkatkan kemungkinan infeksi.
Pastikan bahwa:
- Cairan tersebut adalah cairan amnion dengan memperhatikan
▪ Bau cairan ketuban yang khas.
▪ Tes Nitrazin positif (kertas lakmus berubah dari
merahmenjadi biru). Harap diingat bahwa darah, semen,

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


100
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
dan infeksi dapat menyebabkan hasil positif palsu
▪ Gambaran pakis yang terlihat di mikroskop ketika mengamati
sekretservikovaginal yang mengering.
- Tidak ada tanda-tanda inpartu.
• Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis
untuk menilai indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume
cairan amnion atau indeks cairan amnion yang berkurang
tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tidak adanya
pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka kecurigaan akan
ketuban pecah sangatlah besar, walaupun normalnya volume
cairan ketuban tidak menyingkirkan diagnosis. Selain itu USG
dapat digunakan untuk menilai taksiran berat janin, usia
gestasi dan presentasi janin, dan kelainan kongenital janin.
• Pemeriksaan Laboratorim

Faktor Predisposisi
- Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya
- Infeksi traktus genital
- Infeksi intrauterin
- Bakterial vaginosis
- Serviks inkompetens
- Kehamilan ganda
- Penyakit periodontal
- Kurang gizi
- Perdarahan antepartum
- Merokok

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


101
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Medikamentosa Yang Digunakan Pada KPD
Magnesium Magnesium Sulfat IV
Untuk efek neuroproteksi pada Bolus 6 gr selama 40 menit
PROM <31 minggu bila persalinan dilanjutkan 2 gram /jam untuk
di perkirakan dalam waktu 24 jam dosis pemeliharaan sampai
persalinan atau sampai 12 jam
terapi
Kortekosteroid Bethamethason
Untuk menurunkan risiko sindrom 12 mg IM setiap 24 jam dikali 2
distress pernapasan dosis
Jika tidak tersedia gunakan
dexamethasone 6 mg IM setiap
12 jam

Antibiotik Ampicillin 2 gr IV setiap 6 jam


Untuk memperlama masa laten Erythromicin 250 mg IV setiap 6
jam selama 48 jam dikali 4
dosis diikuti dengan
Amoxicillin 250 mg PO setiap 8
jam selama 5 hari
Erythromicin 333 mg PO setiap
8 jam selama 5 hari , jika alergi
ringan dengan penisillin dapat
digunakan
Cefazolin 1 gr setiap 8 jam
selama 48 jam dan Erythomicin
250 mg IV setiap 6 jam selama
48 jam diikuti dengan
Cephalexin 500 mg PO setiap 6
jam selama 5 hari
Erythromicin 333 mg PO
setiap 8 jam selama 5 hari jika
alergi berat penicillin dapat
diberikan
Vancomycin 1 gr IV setiap 12
jam selama 48 jam
Erythromicin 250 mg iv setiap 6
jam selama 48 jam diikuti
dengan
Clindamycin 300 mg PO setiap
8 jam selama 5 hari
-

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


102
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
-

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


103
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
1.6.2. Pokok Bahasan 1.3.2. Infeksi Nifas
Infeksi nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh kuman yang
masuk kedalam organ genital pada saat persalinan dan nifas.

Prinsip Dasar
• Infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan
• Suhu ≥ 38C antara hari ke 2 – 10 postpartum dan diukur per oral
sedikitnya 4 kali sehari disebut sebagai morbiding puerperalis
• Kenaikan suhu tubuh di dalam masa nifas, dianggap sebagai infeksi
nifas jika tidak ditemukan sebab ekstragenital lain

Faktor Predisposisi
• Kurang gizi atau malnutrisi
• Anemia
• Higiene
• Kelelahan
• Proses persalinan bermasalah :
- Partus lama/macet
- Korioamnionitis
- Persalinan traumatik
- Kurang baiknya proses pencegahan infeksi
- Periksa dalam yang berlebihan

Masalah
• Infeksi nifas merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca
bersalin.
• Derajat komplikasi bervariasi sangat tajam, mulai dari mastitis hingga
adanya koagulasi intravaskular diseminata.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


104
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Sub Pokok Bahasan 1.3.2.1. Metritis

Adalah infeksi uterus setelah persalinan merupakan salah satu penyebab


terbesar kematian ibu, bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat
dapat menjadi abses pelviks, peritonitis, syok septik, thrombosis vena yang
dalam, emboli pulmonal, infeksi pelvik yang menahun, dispareunia,
penyumbatan tuba dan infertilitas.

Penanganan
• Berikan transfusi PRC (Packed Red Cell) bila dibutuhkan.
• Berikan antibiotika spektrum luas dosis tinggi.
➢ Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam
➢ Gentamisin 5 mg/kg BB IV dosis tunggal/hari
➢ Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam. Bila metronidazol infus tidak
tersedia, dapat menggunakan metronidazol suppositoria.
Lanjutkan antibiotika ini sampai ibu tidak panas selama 24 jam.
• Pertimbangkan pemberian Anti tetanus profilaksis.
• Bila dicurigai ada sisa plasenta,lakukan pengeluaran (digital atau
dengan kuret tumpul besar)
• Untuk memperbaiki subinvolusio uteri, bisa memanfaatkan
misoprostol
• Bila ada pus lakukan drainase (kalau perlu kolpotomi), ibu dalam
posisi Fowler.
• Bila tak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif dan ada
tanda peritonitis generalisata lakukan laparatomi dan keluarkan
pus, bila pada evaluasi uterus nekrotik dan septik lakukan
histerektomi subtotal.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


105
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Sub Pokok Bahasan 1.3.2.2. Bendungan dan Infeksi Payudara

Bendungan Payudara

Adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara dalam rangka
mempersiapkan diri untuk laktasi, hal ini bukan disebabkan overdistensi
dari saluran sistem laktasi

Penanganan
Bila ibu menyusui bayinya :
• Susukan sesering mungkin
• Kedua payudara disusukan
• Kompres hangat payudara sebelum disusukan
• Bantu dengan memijat payudara untuk permulaan menyusui
• Sangga payudara
• Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui
• Bila demam tinggi berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4
jam
• Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengetahui hasilnya

Bila ibu tidak menyusui :


• Sangga payudara
• Kompres dingin payudara untuk mengurangi pembengkakan dan rasa
sakit
• Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam
• Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara
• Pompa dan kosongkan payudara

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


106
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Infeksi Payudara

1. Mastitis
Payudara tegang / indurasi dan kemerahan

Penanganan
• Berikan Kloksasilin 500 mg / 6 jam selama 10 hari, bila diberikan
sebelum terbentuk abses biasanya keluhan akan berkurang
• Sangga payudara
• Kompres dingin
• Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam
• Ibu harus didorong menyusui bayinya walau pun ada pus
• Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan

2. Abses Payudara
Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang kemerahan
Penanganan
• Diperlukan anestesi umum (ketamin)
• Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya tidak
memotong saluran ASI
• Pecahkan kantung pus dengan klem jaringan (pean) atau jari tangan
• Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam
• Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari
• Sangga payudara
• Kompres dingin
• Berikan Parasetamol 500 mg setiap 4 jam bila diperlukan
• Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau pun ada pusLakukan
Follow up setelah pemberian pengobatan selama 3 hari.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


107
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Sub Pokok Bahasan1.3.2.3. Infeksi Luka Perineal dan Luka
Abdominal

Peradangan karena masuknya kuman-kuman kedalam luka episiotomi


atau abdomen pada waktu persalinan dan nifas, dengan tanda-tanda
infeksi jaringan sekitar.
Disebabkan oleh keadaan yang kurang bersih dan tindakan pencegahan
infeksi yang kurang baik.
Bedakan Wound abcess, wound seroma,wound hematoma dan wound
cellulitis pengerasan yang tidak biasa dengan mengeluarkan cairan
serous atau kemerahan dan tidak ada/sedikit erithema sekitar luka
insisi.
Wound cellulitis didapatkan erithema dan edema meluas mulai dari
tempat insisi

Penanganan
• Bila didapat pus dan cairan pada luka, buka jahitan dan lakukan
pengeluaran serta kompres antiseptik.
• Daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan lakukan debridemen.
• Bila infeksi sedikit tidak perlu antibiotika.
• Bila infeksi relatif superfisial, berikan Ampisilin 500 mg per oral
selama 6 jam dan Metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari selama 5
hari.
• Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis,
beri Penisilin G 2 juta U IV setiap 4 jam (atau Ampisilin inj 1 g 4 x/hari)

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


108
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
ditambah dengan Gentamisin 5 mg/kg berat badan per hari IV sekali
ditambah dengan Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam, sampai
bebas panas selama 24 jam. Bila ada jaringan nekrotik harus dibuang.
Lakukan jahitan sekunder 2 – 4 minggu setelah infeksi membaik.
• Berikan nasehat kebersihan dan pemakaian pembalut yang bersih
dan sering ganti.

Sub Pokok Bahasan 1.3.2.4. Trombophlebitis

Perluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan atau invasi
mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah di sepanjang vena
dan cabang-cabangnya sehingga terjadi tromboflebitis.

Klasifikasi
• Pelviotromboflebitis
Pelviotromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan
ligamentum latum, yaitu vena ovarika,vena uterina dan vena
hipogastrika. Vena yang paling sering terkena ialah vena ovarika dekstra
karena infeksi pada tempat implantasi plasenta terletak di bagian atas
uterus:proses biasanya unilateral. Perluasan infeksi dari vena ovarika
sinistra ialah vena renalis, sedangkan perluasan infeksi dari vena ovarika
dekstra ialah ke vena kava inferior. Peritonium, yang menutupi vena
ovarika dekstra, mengalami inflamasi dan akan menyebabkan
perisalpingo-ooforitis dan periapendisitis.Perluasan infeksi dari vena
uterina ialah vena iliaka komunis.

• Tromboflebitis Femoralis
Tromboflebitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai, misalnya
vena femoralis, vena poplitea dan vena savena.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


109
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Pelviotromboflebitis
• Nyeri, perut bagian bawah dan/atau perut samping, timbul pada hari
ke 2 – 3 masa nifas dengan atau tanpa panas.
• Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai
berikut:
➢ Menggigil berulang kali. Menggigil inisial terjadi sangat berat (30 –
40 menit) dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang-
kadang 3 hari. Pada waktu menggigil penderita hampir tidak panas.
➢ Suhu badan naik turun secara tajam (36°C menjadi 40°C), diikuti
penurunan suhu dalam 1 jam (biasanya subfebris seperti pada
endometritis).
➢ Penyakit dapat berlangsung selama 1-3 bulan
➢ Cendrung berbentuk pus, yang menjalar ke mana-mana, terutama
ke paru-paru.
• Gambaran darah:
➢ Terdapat leukositosis (meskipun setelah endotoksin menyebar ke
sirkulasi,dapat segera terjadi leukopenia).
➢ Untuk membuat kultur darah, darah di ambil pada saat yang tepat
sebelum mulainya menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat
karena bakterinya adalah anaerob.
• Pada periksa dalam hampir tidak ditemukan apa-apa karena yang paling
banyak terkena ialah vena ovarika yang sukar dicapai pada
pemeriksaan.

Komplikasi
• Komplikasi paru: infark, abses, pneumonia
• Komplikasi ginjal sinistra, nyeri mendadak, yang diikuti dengan
proteinuria dan hematuria
• Komplikasi pada persendian, mata dan jaringan subkutan

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


110
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Penanganan
• Rawat inap
Penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit dan
mencegah emboli pulmonum.
• Terapi medik
Pemberian antibiotika (lihat antibiotik kombinasi dan alternatif, seperti
yang tercantum dalam penatalaksanaan metritis) dan heparin jika
terdapat tanda-tanda atau dugaan emboli pulmonum.
• Terapi operatif
Pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli septik terus
berlangsung sampai mencapai paru-paru, meskipun sedang dilakukan
heparinisasi.

Tromboflebitis Femoralis (Flegmasia Alba Dolens)


Penilaian Klinik
• Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7-10 hari,
kemudian suhu mendadak naik kira-kira pada hari ke 10-20, yang
disertai menggigil dan nyeri sekali.
• Pada salah satu kaki yang terkena biasanya kaki kiri, akan memberikan
tanda-tanda sebagai berikut:
➢ Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke luar serta sukar
bergerak, lebih panas dibanding dengan kaki lainnya.
➢ Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan
keras pada paha bagian atas.
➢ Nyeri hebat pada lipat paha dan paha.
➢ Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi
bengkak, tegang, putih, nyeri dan dingin,pulsasi menurun.
➢ Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau setelah nyeri, dan pada
umumnya terdapat pada paha bagian atas, tetapi lebih sering mulai

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


111
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
dari jari kaki dan pergelangan kaki, kemudian meluas dari bawah ke
atas.
➢ Nyeri pada betis, terjadi spontan atau dengan memijit betis atau
dengan meregangkan tendo akhiles (tanda Homan).

Penanganan
➢ Perawatan
Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema,lakukan kompres pada kaki.
Setelah mobilisasi, kaki tetap dibalut elastik atau memakai kaos kaki
panjang yang elastik selama mungkin.
➢ Mengingat kondisi ibu yang sangat jelek, sebaiknya jangan menyusui.
➢ Terapi medik: Antibiotika dan analgetika.

1.6.3. Pokok Bahasan 1.3.3. Penatalaksanaan Infeksi Pada Kehamilan dan


Nifas

Sub Pokok Bahasan 1.3.3.1. Penatalaksanaan Infeksi Pada Kehamilan


Penatalaksanaan
• Apabila terjadi infeksi dan diagnosa ditegakan dapat dilakukan
pemberian antibiotik, antiviral dan anti jamur dengan memperhatikan
tingkat keamanan obat.
• Pada infeksi akut , demam yang tinggi dapat ditangani dengan
antipiretik, hidrasi cukup dan kompres serta jangan lupa
memperhatikan kesejateraan janin (kenaikan suhu ibu dapat
menyebabkan kenaikan suhu berlipat2 intrauterin).

Sub Pokok Bahasan 1.3.3.2. Penatalaksanaan Infeksi Pada Nifas


Penatalaksanaan Umum
• Antisipasi setiap faktor kondisi (faktor predisposisi) dan masalah dalam
proses persalinan yang dapat berlanjut menjadi penyulit/komplikasi
dalam masa nifas.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


112
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Berikan pengobatanyang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami
infeksi nifas.
• Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi
pada saat kehamilan ataupun persalinan.
• Jangan pulangkan penderta apabila masa kritis belum terlampui.
• Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan
gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan
dengan segera.
• Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari
ibu yang mengalami infeksi pada saat persalinan.
• Berikan hidrasi oral/IV secukupnya.

Pemberian Cairan
1. Suhu Basal kebutuhan cairan 2000 ml/24 jam
2. Tambahan 500 ml untuk setiap peningkatan suhu 1 C

REFERENSI
1. Kementerian Kesehatan. Modul pelatihan bagi pelatih, penanganan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal bagi dokter umum dan perawat,
Jakarta, 2018
2. WHO, Managing Complications in Pregnancy and Childbirth: A guide for
midwives and doctors, 2nd Edition, Integrated Management Of Pregnancy And
Childbirth, Jenewa Swiss, 2017
3. JNPKR, Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan neonatal Emergensi Dasar
(PONED), Jakarta, 2013
4. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan
Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan Edisi Pertama 2013

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


113
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
MATERI INTI 7
PENATALAKSANAAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)

1.1. DESKRIPSI SINGKAT

Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan Survei


Dasar Kesehatan Indonesian Tahun (SDKI) 2017, AKB yaitu 24 per 1000 kelahiran
hidup. Masalah neonatal merupakan penyebab utama kematian bayi. Kematian
Neonatal memegang porsi yang besar yaitu 58% kematian bayi terjadi pada
periode neonatal.
Berdasarkan SDKI 2017, Angka Kematian Neonatal yaitu 15 per 1000
kelahiran hidup. Penyebab utama kamatian Neonatal yaitu prematuritas, asfiksia,
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan infeksi.
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) memiliki mortalitas dan morbiditas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan Bayi Berat Lahir Normal, tidak hanya pada
periode neonatal melainkan juga selama masa bayi dan masa anak. Angka
kelahiran BBLR di dunia adalah 15,5% atau sekitar 20 juta bayi setiap tahunnya
dan sebanyak 95,6% kelahiran BBLR terjadi di negara berkembang dan 18,3% di
antaranya terjadi di Asia. Selain itu, BBLR juga menyumbang masalah ekonomi
negara karena dibutuhkan pembiayaan kesehatan lebih banyak bagi BBLR untuk
perawatan kesehatannya sampai pembiayaan disabilitas.
Materi pelatihan ini memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada
dokter, bidan dan perawat di Puskesmas dalam bentuk tim sesuai kewenangannya
untuk melakukan tatalaksana bayi berat lahir rendah (BBLR).

1.2. TUJUAN PEMBELAJARAN


1.2.1. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan penatalaksanaan
Bayi Berat Lahir Rendah ( BBLR) dengan penyulit.
1.2.2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah selesai pelatihan ini, peserta mampu :

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


114
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
1.2.2.1. Menjelaskan kasus bayi berat lahir rendah (BBLR)
1.2.2.2. Melakukan penatalaksanaan kasus Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR)

1.3. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai
berikut :
1.3.1. Kasus Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
1.3.1.1. Pengertian
1.3.1.2. Penyebab
1.3.1.3. Faktor Predisposisi
1.3.1.4. Identifikasi BBLR Menurut Gestasi

1.3.2. Penatalaksanaan kasus Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dengan penyulit :
1.3.2.1. Hipotermia
1.3.2.2. Hipoglikemia
1.3.2.3. Ikterus Neonatorum
1.3.2.4. Permasalahan Minum
1.3.2.5. Perawatan Metode Kanguru (PMK)

1.4. METODE PEMBELAJARAN


• Ceramah tanya jawab (CTJ)
• Studi Kasus (TPK 1.2.2.2)
• Simulasi Pada Phantom/Model (TPK 1.2.2.2)
• Praktek Lapangan (TPK 1.2.2.2)

1.5. MEDIA DAN ALAT BANTU


• Bahan tayang (Slide power point)
• Laptop
• LCD / In Focus

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


115
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Flipchart
• Whiteboard
• Spidol (ATK)
• Modul Pelatihan
• Panduan Simulasi
• Lembar Kasus
• Phantom
• Panduan Praktek Lapangan

1. 6. URAIAN
1. 6. 1. Pokok Bahasan 1.3.1 Kasus Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
BBLR sampai saat ini masih merupakan masalah di Indonesia, karena
merupakan penyebab kesakitan dan kematian neonatus. Penyulit BBLR
antara lain : hipotermia, hipoglikemia, hiperbilirubinemia, infeksi /
sepsis, dan gangguan minum.

Sub Pokok Bahasan 1.3.1.1. Pengertian


Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat <2500
gram tanpa memandang masa gestasi (berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 jam setelah lahir). Sedangkan Bayi Berat Lahir Sangat
Rendah (BBLSR) yaitu bayi berat lahir <1500 g dan Bayi Berat Lahir Amat
Sangat Rendah (BBLASR) adalah bayi berat lahir <1000g.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


116
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Bayi Prematur Murni

Bayi Kecil Masa


Kehamilan

Sub Pokok Bahasan 1.3.1.2. Penyebab


➢ Persalinan kurang bulan /premature (usia kehamilan < 37 minggu)
Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ dan alat tubuh yang belum
berfungsi normal untuk bertahan hidup di luar rahim. Semakin muda
usia kehamilan, semakin kurang sempurna fungsi organ tubuh
sehingga sering mendapatkan penyulit atau komplikasi akibat kurang
matangnya organ.
➢ Bayi lahir kecil untuk masa kehamilan (KMK)
Merupakan bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan saat
dalam kandungan (janin tumbuh lambat atau retardasi pertumbuhan
intra uterin) dengan berat lahir < persentil ke 3 grafik pertumbuhun
janin). Hal ini disebabkan terganggunya sirkulasi dan efisiensi
plasenta, kurang baiknya keadaan ibu atau gizi ibu, atau hambatan
pertumbuhan berasal dari bayinya. Kondisi bayi lahir kecil
tergantung pada usia kehamilan saat dilahirkan dan berapa lama
terjadinya hambatan pertumbuhan dalam kandungan.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


117
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Sub Pokok Bahasan 1.3.1.3. Faktor Predisposisi

Faktor ibu : umur, paritas, penyakit kehamilan, gizi kurang/malnutrisi,


trauma, kelelahan, merokok, kehamilan tidak diinginkan
Faktor plasenta : penyakit vaskuler, kehamilan gand
Faktor janin : kelainan bawaan, infeksi

Sub Pokok Bahasan 1.3.1.4. Identifikasi BBLR Menurut Gestasi

Klasifikasi BBLR dapat dibagi berdasarkan derajatnya dan masa gestasinya.


Berdasarkan derajatnya, BBLR diklasifikasikan menjadi tiga kelompok,
antara lain :
1. Berat bayi lahir rendah (BBLR) atau low birth weight (LBW) dengan berat
lahir 1500 – 2499 gram.
2. Berat bayi lahir sangat rendah (BBLSR) atau very low birth weight
(VLBW) dengan berat badan lahir 1000 – 1499 gram.
3. Berat bayi lahir ekstrem rendah (BBLER) atau extremely low birth weight
(ELBW) dengan berat badan lahir < 1000 gram (Meadow & Newell,
2005).
Berdasarkan masa gestasinya, BBLR dapat dibagi menjadi dua golongan,
yaitu :
1. Prematuritas murni / Sesuai Masa Kehamilan (SMK) Bayi dengan masa
kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat
badan untuk usia kehamilan. Kepala relatif lebih besar dari badannya,
kulit tipis, transparan, lemak subkutan kurang, tangisnya lemah dan
jarang
2. Dismaturitas / Kecil Masa Kehamilan (KMK) Bayi dengan berat badan
kurang dari berat badan yang seharusnya untuk usia kehamilan, hal
tersebut menunjukkan bayi mengalami retardasi pertumbuhan
intrauterin (Surasmi et al., 2003; Syafrudin & Hamidah, 2009; Rukmono,
2013).

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


118
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
1.6.2. Pokok Bahasan 1.3.2. Penatalaksanaan Kasus Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) Dengan Penyulit

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) sangat rentan untuk mengalami berbagai
masalah kesehatan. Pemantauan yang terus menerus dan pemberian
asuhan yang tepat dapat mencegah atau mengatasi masalah yang mungkin
terjadi pada bayi.

Sub Pokok Bahasan 1.3.2.1. Hipotermia

Hipotermia adalah kondisi yang dapat dicegah dan dapat mempengaruhi


morbiditas dan mortalitas bayi baru lahir, terutama bayi kurang bulan.
Bayi baru lahir yang berisiko tinggi mengalami hipotermia adalah bayi yang
kurang bulan dan BBLR terutama BBLSR, KMK, mengalami resusitasi
berkepanjangan terutama yang mengalami hipoksia, mengalami sakit
akut.

Batasan Hipotermia
• Suhu normal neonatus : 36,5 - 37,5 °C
• Stres dingin : 36 - 36,4 ° C
• Hipotermia sedang : 32 – 35,9 ° C
• Hipotermia berat : < 32 ° C

Hindari pengukuran suhu tubuh melalui anus. Hipotermi sering terjadi


pada neonatus terutama pada BBLR karena pusat pengaturan suhu tubuh
bayi belum sempurna, permukaan tubuh bayi relative luas, lapisan lemak
subkutan masih kurang Brown fat belum terbentuk atau masih sedikit.

Cara kehilangan suhu tubuh

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


119
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Bayi akan kehilangan panas karena :
1. Evaporasi : Cairan amnion yang tidak secepatnya dikeringkan, atau bayi
setelah mandi tidak secepatnya dikeringkan.
2. Konduksi : Bila bayi ditempatkan diatas permukaan yang dingin.
3. Radiasi : Bila panas berpindah dari bayi ke objek lain tanpa kontak
langsung.
4. Conveksi : Karena hembusan udara dingin.

Ketidakstabilan suhu tubuh, hal ini erat kaitannya dengan Peningkatan


hilangnya panas, lemak dibawah kulit masih sedikit dan luas permukaan
tubuh lebih besar disbanding berat badan.

Berikut beberapa langkah preventif yang dapat dilakukkan :


• Tidak memandikan bayi sebelum berumur 12 jam.
• Rawat bayi di ruang yang hangat ( suhu tidak kurang 25°C dan bebas
aliran angin).
• Jangan meletakkan bayi dekat dengan benda dingin (misal jendela)
walaupun bayi dalam inkubator atau meletakkan bayi langsung di
permukaan yang dingin.
• Waktu dipindahkan ke tempat lain, jaga bayi tetap hangat dan gunakan
pemancar panas atau kontak kulit dengan perawat.
• Bayi harus berpakaian atau diselimuti setiap saat dan mengganti popok
setiap kali basah.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


120
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Jangan menyentuh bayi dengan tangan dingin.
• Ukur suhu tubuh sesuai jadwal. Pada bayi sakit dilakukkan tiap jam,
bayi kecil tiap 12 jam, bayi dengan keadaan membaik sekali sehari
pengukuran suhu.
• Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu
tubuh bayi.

Hipotermi dapat menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme tubuh


yang akan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung – paru dan kematian.
Tata laksana hipotermia bertujuan mempertahankan suhu pada 37°C.

Rewarming disarankan dilakukan bertahap, sekitar 0,5˚C per jam.


Rewarming yang dilakukan dengan cepat bisa memicu kejang pada
neonatus. Untuk melakukan rewarming, inkubator atau radiant warmer
dapat digunakan. Saat rewarming, pemantauan ketat meliputi suhu aksila
denyut dan irama jantung (waspadai aritmia), tekanan darah (waspadai
hipotensi akibat vasodilatasi yang tiba-tiba), frekuensi dan usaha napas,
saturasi oksigen, tingkat kesadaran, status asam / basa, dan kadar gula
darah.
Untuk proses Rewarming dapat menggunakan:
a. Inkubator
Kelebihannya ialah memudahkan mengontrol kecepatan rewarming.
Inkubator diatur dalam mode air 1-1,5˚C di atas suhu bayi, lalu naikkan
suhu inkubator secara perlahan sesuai toleransi bayi. Saat suhu bayi
mencapai set point inkubator dan tidak ada perburukan klinis bayi,
suhu inkubator dapat dinaikkan 1-1,5˚C di atas suhu aksila sampai suhu
bayi mencapai normal.
Tanda-tanda perburukan klinis yang dapat terjadi saat rewarming
meliputi takikardia, aritmia, hipotensi, hipoksemia, perburukan
gangguan napas, dan perburukan status asidosis.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


121
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Inkubator unggul dalam mengurangi risiko insensible water loss (IWL)
maupun kehilangan panas secara konveksi, oleh sebab itu inkubator
cenderung dipilih untuk bayi kurang bulan. Tetapi inkubator dapat
menyulitkan saat melakukan prosedur / tindakan medis.

b. Warmer Radiant
Bayi dibaringkan telentang dan servo-temperature probe diposisikan
di atas hati. Radiant warmer harus diatur dalam mode servo-control
dengan suhu 36,5 C. Kecepatan rewarming tidak dapat diatur pada
radiant warmer, sehingga memiliki risiko vasodilatasi jika output
panas terlalu tinggi dan meningkatkan IWL serta tidak melindungi bayi
dari kehilangan panas. Oleh karena itu, diperlukan perhitungan
kebutuhan cairan saat penggunaan radiant warmer. Sedangkan
keunggulan radiant warmer yaitu memudahkan tenaga kesehatan
memantau serta melakukkan tindakan pada bayi.

c. Perawatan metode Kangguru (PMK) atau Kangoroo Mother Care


(KMC)
Metode ini dilakukkan pada berat lahir ≤1800 gr, tidak ada kegawatan
napas dan sirkulasi, tidak ada kelainan kongenital yang berat, dan
mampu bernapas sendiri. Apabila BBLR tersebut masih memerlukan
pemantauan kardiopulmonal, oksimetri, pemberian terapi oksigen,

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


122
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
atau pemberian VTP atau CPAP, infus IV, dan pemantauan lain, maka
hal-hal tersebut tidak mencegah pelaksanaan PMK.

d. Plastik Transparan
Pemakaian plastik transparan pada bayi baru lahir <1500 g dan/atau
usia gestasi <28 minggu dari leher sampai kaki, tanpa terlebih dahulu
mengeringkan bayi, dapat mempertahankan suhu bayi baru lahir
sehingga menurunkan kejadian hipotermia. Setelah itu bayi baru lahir
diletakkan di radiant warmer, selanjutnya resusitasi dan stabilisasi
dapat dimulai sesuai dengan pedoman standar.

Klasifikasi Hipotermi

a. Hipotermi Sedang
Hipotermia sedang didapatkan gambaran klinis pada bayi berupa suhu
tubuh 32 – 35,9 °C, gangguan napas, denyut jantung kurang dari 100 x
/ menit, malas minum dan letargi. Manajemen bayi dengan hipotermia
sedang, yaitu :
• Ganti baju yang dingin dan basah, pakai topi dan selimuti dengan
selimut hangat.
• Bila ada ibu atau pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi
dengan melakukkan kontak kulit dengan kulit (skin to skin).
• Bila ibu tidak ada, hangatkan bayi dengan alat pemancar (infant
warmer). Bila perlu gunakan inkubator atau ruangan hangat.
• Anjurkan ibu menyusui lebih sering dan bila bayi tidak dapat
menyusu, berikan asi perah dengan media lain.
• Informasikan tanda bahaya (misal kejang) dan mintalah ibu Untuk
mengamati tanda bahaya dan segera mencari pertolongan bila hal
itu terjadi.
• Periksa suhu tubuh bayi tiap jam. Bila suhu bayi naik 0.5 C / jam,
berarti upaya menghangatkan berhasil dan lanjutkan memeriksa

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


123
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
suhu bayi tiap 2 jam. Dan setelah suhu bayi normal, lakukan
perawatan lanjutan untuk bayi dan pantau bayi selama 12 jam
kemudian, dan ukur suhu setiap 3 jam. Bila suhu tidak naik atau naik
terlalu pelan < 0,5 C / jam, cari tanda sepsis.
• Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah < 45 mg/dl,
tangani hipoglikemi.

b. Hipotermi Berat
Gambaran Klinisnya yang timbul berupa suhu tubuh < 32 C, tanda lain
seperti hipotermi sedang dan terdapat kulit teraba keras serta napas
pelan dan dalam.

Tata laksana pada bayi hipotermi berat, yaitu :


• Segera hangatkan bayi di bawah pemancar panas yang telah
dinyalakan. Gunakan inkubator atau ruangan hangat bila perlu.
• Ganti baju yang dingin dan basah. Beri pakaian yang hangat, pakai
topi dan selimuti dengan selimut hangat.
• Hindari paparan panas yang berlebih. Bila bayi dengan gangguan
napas (frekuensi > 60 x / menit atau < 40 x /menit, terdapat tarikan
dinding dada, merintih) berikan oksigen suplementasi.
• Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dosis rumatan.
• Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah < 45 mg/dl,
tangani hipoglikemi.
• Nilai tanda bahaya setiap jam dan nilai juga kemampuan minum tiap
4 jam sampai suhu tubuh kembali dalam batas normal.
• Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap.
• Ambil sampel darah dan beri antibiotik.
• Periksa suhu tubuh bayi tiap jam. Bila suhu bayi naik 0.5 C/jam,
berarti upaya menghangatkan berhasil dan lanjutkan memeriksa
suhu bayi tiap 2 jam. Dan setelah suhu bayi normal, lakukan

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


124
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
perawatan lanjutan untuk bayi dan pantau bayi selama 12 jam
kemudian, dan ukur suhu setiap 3 jam.
• Pantau bayi 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi
tetap dalam batas normal dan bayi minum baik dan tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan di RS, bayi dapat
dipulangkan dan nasehati ibu bagaimana cara menjaga agar bayi
tetap hangat di rumah.

Sub Pokok Bahasan 1.3.2.2 Hipoglikemia

Merupakan keadaan kadar glukosa darah < 45 mg/dl ( 2.6 mmol / L ).


Bayi yang berisiko tinggi mengalami hipoglikemia adalah bayi kurang bulan
(usia gestasi <37 minggu), kecil masa kehamilan (KMK), besar masa
kehamilan (BMK), bayi dari ibu DM, bayi sakit, dan bayi dari ibu yang meng
konsumsi obat-obat tertentu (beta-simpatomimetik, penghambat beta,
klorpropamid, benzotiazid, dan anti-depresan trisiklik) selama kehamilan.
Hal ini sering terjadi pada BBLR karena cadangan glukosa yang rendah atau
pada bayi dari ibu dengan diabetes melitus.
Hipoglikemia dapat menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya
hipoksia otak dan bila tidak dikelola baik akan menimbulkan kerusakan SSP
bahkan kematian. Dan setiap stress ( mis, asfiksia ) yang terjadi pada bayi
mengurangi cadangan glukosa yang ada.
Baku emas kadar glukosa adalah glukosa darah vena, namun pemeriksaan
tersebut memerlukan sejumlah sampel darah dan lebih sulit sehingga
membutuhkan waktu yang lama. Maka pemeriksaan yang lazim dikerjakan
adalah skrining gula darah melalui darah kapiler. Alat skrining yang
dianjurkan adalah alat dengan tingkat kesalahan 15% dari nilai glukosa
darah vena.
Gejala klinis hipoglikemia seringnya asimtomatis. Gejala hipoglikemia
adalah tidak spesifik jitteriness, rewel / gelisah, hipotonia, letargi, tangis
yang high-pitch atau tangis lemah, hipotermia, gangguan menghisap,

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


125
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
takipne, sianosis, apne, dan kejang). Sehingga panapisan gula darah
dilakukan pada semua bayi dengan memiliki risiko hipoglikemia. Penting
bagi praktisi untuk mengenali risiko hipoglikemia pada bayi baru lahir.
World Health Organization merekomendasikan terapi hipoglikemia
dimulai jika kadar gula darah neonatus < 47 mg / dl (2,6 mmol / L). Pada
bayi berisiko hipoglikemi, pemeriksaan kadar gula darah dilakukan segera
setelah lahir dan selanjutnya dilakukan secara berkala ( 2 - 4 jam
kemudian).

Tatalaksana hipoglikemia yaitu :


Terapi hipoglikemia dilakukan jika kadar gula darah neonatus < 47 mg / dL.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


126
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Pemberian cairan parenteral inisial menggunakan dektrosa 10% (D 10W)
dengan target glucose infusion rate (GIR) 4 – 6 mg / kgBB / menit.
Pemberian cairan D10W 80 mL / kgBB / hari menghasilkan GIR 5,5 mg /
kgBB / menit.
Bila ada riwayat syok dan normoglikemia, maka pemberian cairan dibatasi
menjadi 60 mL / kgBB / hari menggunakan D10W (GIR 4,2 mg / kgBB /
menit), D12,5W (GIR 5,2 mg / kgBB / menit), atau D15W (GIR 6,2 mg / kgBB
/ menit).
Akses vena sentral diperlukan untuk pemberian cairan dekstrosa >12,5%
atau dekstrosa 12,5% yang diberi zat / komponen tambahan.

Perhitungan GIR dilakukan dengan persamaan berikut:

GIR 4-7 mg / kg /menit bisa digunakan pada sebagian besar bayi cukup
bulan dan near term. GIR 6-8 mg / kg / menit diperlukan lebih sering pada
bayi IUGR.
Pada masa stabilisasi bayi dapat menerima nutrisi enteral hanya bila bayi
tersebut asimtomatik dan berisiko hipoglikemia, namun diikuti
pemantauan ketat. Pada bayi dengan kadar gula darah 25-< 45 mg/dl
terapi bolus Dextrosa dianjurkan pada bayi dengan simtomatik
hipoglikemi. Pada pasien yang mengalami hipoglikemia (<25 mg / dL)
diberikan cairan bolus D 10 W 2 mL / kgBB dengan kecepatan 1 mL / menit.
Pemeriksaan kadar gula darah diulangi tiap 15-30 menit berikutnya setelah
pemberian bolus atau peningkatan jumlah cairan parenteral. Bila kadar
gula darah masih ≤45 mg / dL, ulangi pemberian bolus D 10 W 2 mL / kgBB.
Jika kadar gula darah masih belum stabil setelah dua kali bolus, maka
ulangi bolus dan naikkan cairan dekstrosa 10% menjadi 100-120 mL / kgBB

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


127
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
/ hari atau naikkan konsentrasi dekstrosa bila peningkatan volume cairan
dihindari karena kondisi tertentu pada bayi.
Pemeriksaan gula darah evaluasi dilakukan tiap 30-60 menit sampai
kadarnya stabil pada dua pemeriksaan berturut-turut. Sesudahnya
frekuensi pemeriksaan ulangan ditentukan oleh tenaga kesehatan,
berdasarkan penilaian perkembangan klinis.

Pendekatan umum inisiasi cairan dan pemberian glukosa pada BBLR sakit
1. Bayi tidak diberikan apapun secara enteral.
2. Mulai pemberian cairan dengan dekstrosa 10% tanpa elektrolit,
sebanyak 80 mL / kgBB / hari melalui vena perifer atau vena umbilikus.
Pada bayi usia >24 jam, elektrolit dapat ditambahkan ke dalam larutan
IV.
3. Pantau gula darah secara berkala dan pertahankan kadar gula darah
45-110 mg / dL (2,8-6 mmol / L).
4. Apabila Apabila glukosa <45 m / dL (2,6 mmol / L), berikan bolus
dekstrosa 10% 2 mL / kg disamping infus dekstrosa 10% 80 mL / kg /
hari. Hitung asupan GIR. Pertahankan GIR berkisar 4-6 mg / kg / menit
dan dinaikkan bertahap 2 mg / kg / menit ampai maksimal 12 mg / kg
menit bila ulangan pemeriksaan gula darah tetap rendah.
5. Periksa kadar gula darah dalam 15-30 menit:
a. pada setiap bolus glukosa
b. setelah memulai pemberian cairan IV
c. pada BBLR yang pernah mempunyai kadar gula darah yang rendah
6. Lakukan penilaian klinis berdasarkan kondisi BBLR dan faktor risiko
hipoglikemia, untuk menentukan kekerapan pemeriksaan gula darah
yang perlu dilakukan setelah kadar gula darah stabil.
7. Konsentrasi glukosa tertinggi yang diberikan melalui vena perifer
adalah dekstrosa 12,5%. Apabila konsentrasi glukosa yang lebih tinggi
diperlukan atau jika zat tambahan ditambahkan ke dalam dekstrosa

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


128
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
12,5% (misalnya untuk memberikan nutrisi parenteral total), maka
sebaiknya pemberian cairan melalui vena sentral.
8. Pemberian dekstrosa melalui vena sentral sebaiknya tidak lebih dari
25% pada hipoglikemia dengan maksimal GIR 15-30. Apabila bayi
tetap mengalami hipoglikemia, harus diberikan obat seperti glukagon,
diazoksid, glukokortikoid, octreotide dan konsultasikan kepada ahli
neonatologi atau endokrinologi anak.150
9. Jika kadar glukosa darah >150 mg / dL (8,3 mmol / L) dan tidak
mengalami penurunan pada ulangan berikutnya setelah bayi stabil ini
dapat terjadi akibat intoleransi glukosa atau sebagai respons stres.
Kadar gula darah >250 mg / dL yang tidak membaik memerlukan
pemberian insulin, konsultasikan kepada ahli neonatologi atau
endokrinologi jika tidak membaik.

Sub Pokok Bahasan 1.3.2.3. Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia adalah apabila kadar bilirubin darah > 5 mg% (50 µmol
/ L) Bilirubin tersebut tersebut diproduksi dengan pecahnya haemoglobin
yang berlebih dari sel darah merah. Kondisi tersebut merupaka kondisi
normal pada bayi baru lahir apabila kuningnya bayi baru lahir terjadi timbul
pada hari kedua ataupun ketiga serta kenaikan kadar bilirubin tidak
melebihi 5 mg%.

Insidens
Aterm : 60%
Pre term : 80 %

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


129
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Metabolisme
Bilirubin

Jenis Bilirubin
Bilirubin Indirek Bilirubin Direk
Terikat pada albumin Terikat pada glucoronic acid
Larut lemak Larut air
Dapat melewati sawar otak Diekskresi di urin dan faeces
Toksik terhadap sel otak Non toksik

Patofisiologis
➢ Peningkatan ambilan bilirubin akibat kadar hemoglobin yang tinggi.
• Neonatus normal
• Hemolisis
• Sefal hematom atau jejas, polisitemia
➢ Penurunan konjugasi bilirubin di hepar.
• Penurunan aktivitas enzim glukuronil transferase
• Defisiensi enzim glukuronil transferase tipe 1 (Criggler Najjar
Syndrome).
➢ Ekskresi bilirubin terganggu.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


130
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Etiologi
• 24 jam pertama : Kelainan hemolisis (G6PD) dan TORCH.
• 2 hari – 3 minggu : Fisiologis, ASI belum mencukupi, Sepsis, Polisitemia,
Crigler Najjar Syndrome, Kelainan hemolysis.
• Menetap setelah 3 minggu : ASI eksklusif, Hipotiroid, Stenosis pylorus
dan Kolestasis Ikterus Fisiologis.
• Muncul setelah usia 24 jam.
• Bilirubin total naik < 5mg/dL per hari.
• Tertinggi di usia 4-5 hari pada aterm & 7 hari pada prematur.
• Menghilang setelah 14 hari.

Ikterus Patologis
• Muncul dalam 24 jam pertama.
• Kenaikan bilirubin > 5 mg / dL per hari.
• Menetap lebih dari 14 hari.
• Warna feses dempul dan urin kuning mewarnai baju.
• Bilirubin direk >2mg / dL.

Mengenali bilirubin
Memeriksa Ikterik

• Pemeriksaan dilakukan dengan cara menekan kulit untuk melihat


warna kulit dan jaringan subkutan.
• Pemeriksaan dilakukan diruangan dengan pencahayaan cukup atau di
dekat jendela dengan cahaya matahari.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


131
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Kramer

Pemeriksaan laboratorium

Indikasi Pemeriksaan
Ikterik dalam 24 jam pertama Bilirubin total
Ikterik terlihat diatas 24 jam Bilirubin total
Ikterik yang butuh terapi sinar atau Golongan darah, bilirubin direk, dan
masuk kategori resiko tinggi indirek, DPL
dinomogram pemeriksaan Bilirubin diulang tiap 4 – 24 jam
laboratorium tergantung
usia dan kadarnya opsional : G6PD,
retikulosit, ETCO²
Ikterik yang butuh transfusi tukar Retikulosit, G6PD, albumin, ETCO²
Bilirubin direk meningkat Urinalisis, kultur urin, evaluasi
sepsis
Ikterrik muncul setelah 3 minggu Bilirubin total dan direk, ecaluasi
kolestasis, skrining tiroid dan
galaktosemia

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


132
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Nomogram Zona Risiko Hiperbilirubinemia pada Bayi > 36 minggu BL.
2000 gr atau Bayi >35 minggu BL > 2500 gr berdasarkan usia

Tata Laksana Hiperbilirubinemia


Pencegahan Primer
1. Memberikan ASI sesegera mungkin pada semua neonatus cukup bulan
dan kurang bulan yang sehat.
- Asupan kalori yang kurang dan atau dehidrasi yang diakibatkan
pemberian ASI tidak adekuat berkontribusi pada peningkatan kadar
bilirubin.
2. Suplementasi dengan air atau dekstrose tidak direkomendasikan
- Air atau dekstrose tidak dapat mencegah hiperbilirubinemia atau
menurunkan kadar bilirubin.
Pencegahan Sekunder
1. Penilaian sistematik selama masa neonatus.
- Sebaiknya dilakukan pemeriksaan golongan darah dan rhesus saat
prenatal.
2. Ikterik harus dinilai setiap 8-12 jam setelah lahir.
- Pemeriksaan dilakukan dengan cara menekan kulit untuk melihat
warna kulit dan jaringan subkutan.
- Pemeriksaan dilakukan diruangan dengan pencahayaan cukup atau
di dekat jendela dengan cahaya matahari.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


133
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
- Ikterik akan terlihat mulai wajah dan menjalar ke kaudal sampai
badan dan ekstremitas.
3. Pemeriksaan bilirubin serum harus dilakukan jika ditemukan adanya
ikterik dan diinterpretasikan sesuai dengan usianya.

Panduan Terapi Sinar pada bayi >35 minggu

• Faktor risiko: penyakit hemolitik isoimun, G6PD, asfiksia, letargis,


instabilitas suhu, sepsis, asidosis, hipoalbuminemia.
• Bayi sehat 35-17 mg, dapat diintervensi jika mencapai garis risiko
medium. Boleh dilakukan intervensi pada kadar yang lebih rendah
jika bayi lebih mendekati 35 minggu.
• Boleh dilakukan terapi sinar jika kadar bilirubin 2-3 angka dibawah
normal (terapi sinar di rumah tidak boleh dilakukan pada bayi dengan
faktor risiko.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


134
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Prinsip Kerja Terapi Sinar

Bilirubin di kulit (tidak larut


air )

Sinar biru
450-460
nm

Foto isomer bilirubin (larut air) Uri


n

Terapi Sinar
• Cuci tangan.
• Letakkan bayi dalam tempat tidur atau inkubator.
• Pasang penutup mata.
• Atur posisi sinar ± 45 cm dari bayi.
• Mulai terapi sinar.
• Berikan minum atau menetek lebih sering.
• Ubah posisi bayi setiap selesai memberi minum.
• Ukur temperatur bayi tiap 2-4 jam.
• Pantau produksi urin.
• Pantau kadar bilirubin.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


135
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Efek Samping Terapi Sinar
• Peningkatan IWL.
• Diare
• Skin Rash.
• Bronze baby Syndrome.
• Hipertermia

Transfusi Tukar
• Definisi: menukar darah pasien dengan darah donor untuk
menghilangkan komponen darah yang abnormal dan toksin yang
beredar dengan mempertahankan volume darah yang beredar.
• Indikasi: mencegah neurotoksisitas bilirubin setelah pilihan alternatif
lain tidak efektif menurunkan bilirubin.

Panduan Transfusi Tukar

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


136
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Komplikasi Transfusi Tukar

Komplikasi terkait kateter


• Emboli udara
• Trombosis
• Perdarahan
• Intraventricular haemorrhage
• Hipo atau hiperglikemia
• Hipokalsemia
• Hiperkalemia
• Asidemia

Komplikasi terkait transfusi


• Aritmia
• Bradikardia
• Netropenia
• Koagulopati dilusional
• NEC
• Septicemia
• Inkesi
• Hipo atau hipertermia

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


137
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Kern Icterus
Gejala jangka pendek
• Letargi
• Iritabilitas
• Tonus otot abnormal
• Postur tubuh tidak normal
• Apnoe
• Kejang
Gejala jangka panjang
• Palsi serebral atetoid
• Gangguan pendengaran
• Problem visual
• Problem gigi

Breast-milk Jaundice
• Muncul mulai usia 24-72 jam, puncaknya usia 5-15 hari, dan
menghilang pada minggu ketiga.
• Pada bayi aterm sehat, ibu tetap dapat meneruskan menyusui dengan
interval lebih sering.
• Menghentikan menyusui tidak direkomendasikan kecuali kadar
bilirubin >20 mg/dL

Kesimpulan
• Hiperbilirubinemia pada neonatus dapat terjadi secara fisiologis dan
patologis
• Ikterik pada neonatus harus dipastikan dengan pemeriksaan
laboratorium dan diinterpretasikan sesuai usia.
• Pemberian ASI sesegera mungkin dapat mencegah terjadinya
hiperbilirubinemia.
• Penentuan dan penghentian terapi sinar harus dilakukan sesuai
dengan nomogram sesuai usia.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


138
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Sub Pokok Bahasan 1.3.2.4. Permasalahan Minum

Fakta pada BBLR


• Trimester akhir kehamilan
Penyimpanan lemak dan glikogen.
Cadangan zat besi.
Deposit kalsium dan fosfor.
• Bayi prematur: cairan lebih banyak (85%-95%), 10% protein, 0.1%
lemak. Tidak ada cadangan glikogen.
• Pemberian protein dan kalori yang tidak adekuat dapat berakibat fatal
pada BBLR sakit.

Kriteria pemberian minum pada BBLR


1. Kondisi klinis baik (aktif, menangis kuat, tanda vital normal,
hemodinamik normal).
2. Tidak terdapat muntah dan atau cairan lambung bening atau tidak ada.
3. Tidak terdapat kelainan kongenital yang berhubungan dengan tidak
kompetennya saluran gastrointestinal.

Metode Pemberian Minum


• Oral
- >32 minggu
- Respirasi <60-80/ menit
- Coba selama 20 menit
• Naso-gastric (NG) feeding bolus
- Langsung dari NGT
• NG feeding continuous
- Menggunakan syringe pump
• Trans-pyloric
- Pada kasus tertentu misalnnya HPS

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


139
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Gastrostomy feeding
- Pada kasus tertentu misalnya atresia esofagus

Trophic & Enteral Feeding


• Bahaya mempuasakan BBLR.
- Menurunkan massa usus.
- Menurunkan enzim di mukosa usus.
- Meningkatkan permeabilitas usus
• Trophic feeding :
- Memberikan minum dengan volume sedikit untuk mempersiapkan
usus.
- Merangsang pengeluaran hormon enterik, dan memperbaiki
toleransi minum.
• Enteral feeding
- 40-45% kalorinya berasal dari karbohidrat (Lactosa atau glukosa
polimer).
- Kebutuhan protein 2.2-4.0 gram/kg/hari.
- predominan whey (60:40)

ASI yang terbaik untuk BBLR


• Komposisi nutrien sesuai dengan kebutuhan .
• Mengandung zat-zat anti infektif, enzim, anti oksidan yang
meningkatkan daya tahan tubuh BBLR.
• Mengandung nukleotida & hormon yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan maturasi saluran cerna serta perkembangan fungsi
imun.
• Mengandung lipase yang berperan meningkatkn absorbs lemak.
• Mengandung asam lemak tidak jenuh yang lebih tinggi dari formula.
• Pada prematur perlu difortifikasi protein, vitamin D, kalsium, fosfor,
dan natrium.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


140
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Menyusui
Setelah lahir, terjadi metabolisme yang menghabiskan cadangan :
• Glikogen hati .
• Lemak coklat.
• Air ekstrasellular dan ekstravaskular .
• Produksi ASI distimulasi.
• Sebaiknya bayi didekatkan dengan payudara dalam 1-2 jam pasca lahir
• Colostrum; tinggi protein dan imunoglobulin

Bayi sehat 1750-2500 gr


• Biarkan bayi menyusu ke ibu semau bayi.
• Ingat bahwa bayi kecil lebih mudah merasa letih dan malas minum.
• Anjurkan bayi menyusu lebih sering (misal setiap 2 jam) bila perlu.
• Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai
efektivitas menyusui.
• Apabila bayi kurang dapat mengisap, tambahkan ASI peras dengan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.

Bayi sakit 1750-2500 gr


• Bila ada gangguan napas, kejang dan gangguan minum segera lakukan
rujukan.
• Bila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV,
berikan minum seperti pada bayi sehat.
• Apabila bayi memerlukan cairan IV:
• Hanya berikan cairan IV selama 24 jam pertama.
• Mulai berikan minum per oral pada hari ke 2 atau segera setelah bayi
stabil. Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan
tanda-tanda siap untuk menyusu.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


141
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (misal
gangguan napas, kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung.

Cairan Yang Dibutuhkan BBLR (Ml/Kg)

Hari ke 1 2 3 4 5 dst

>1500 g 60 80 100 120 150

<1500 g 80 100 120 140 150

Jumlah cairan IV dan ASI untuk bayi sakit 1750-2500 gr

Usia (hari)
Pemberian
1 2 3 4 5 6 7

Kecepatan cairan IV 5 4 3 2 0 0 0
(ml/jam atau tetes
mikro/menit)

Jumlah ASI setiap 3 0 6 14 22 30 35 38


jam (ml)

Pedoman Manajemen Cairan


• 80 ml / kg / day, dinaikkan sampai 100-120ml / kg / hari sesuai dengan
kenaikan IWL.
• Naikkan sampai 100 ml / kg / hari pada hari kedua :
• Tambahkan natrium 2-4 mEq / kg / dan Kalium 2 mEq/kg/hari.
• Calcium dapat ditambahkan
• Setelah hari kedua disesuaikan dengan :
- Keluaran urin 2-3 ml / kg / jam dengan 110-140 ml / kg / hari.
- Berat jenis spesifik 1.008-1.012.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


142
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
- Pantau kenaikan berat badan.
- Balans cairan

Kebutuhan Cairan Pada BBLR


Kebutuhan cairan
- IWL 20 ml / kg / hari pada bayi >1500 g dan 40-60 ml/kg/hari pada bayi
< 1500 g.
- Keluaran urine 50-70 ml / kg / hari pada 3 hari pertama dan 70-100
ml/kg/hari setelahnya.
- Kehilangan dari feses 10 ml / kg setelah 3 hari pertama.

Praktek klinik
- Bayi <1500 g diberikan 80 ml / kg / hari pada hari pertama dan
dinaikkan 10-15 ml / kg / hari secara bertahap sampai maksimal 150
ml / kg / hari dalam waktu 7 hari.
- Bayi >1500 g diberikan 60 ml / kg / hari pada hari pertama dan
dinaikkan 15-20 ml/kg/hari sampai maksimal 150 ml / kg / hari dalam
waktu 7 hari.

Pemberian Minum
- Bila mendapat ASI → pastikan cukup.
- Timbang bayi :
- Bayi 1500-2500: tidak boleh kehilangan 10% BL, pada 4-5 hari I.
- Bila kenaikan BB tidak adekuat -> ditangani sebagai masalah.
- Bila sudah tidak diinfus dan berat naik 20 g / hr selama 3 hari,
timbang 2 kali / minggu .

Pemantauan
1. Kenaikan Berat Badan dan pemberian minum setelah 7 hari :
- 1500 g, kehilangan berat badan tidak melebihi 10%.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


143
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
- Setelah tercapai berat lahir: terjadi kenaikan berat badan.
- ASI eksklusif.

2. Tanda kecukupan ASI :


- Kencing minimal 6 kali / hari.
- Tidur lelap setelah menyusu.
- Kenaikan BB minimal 15 gram / hari.
- Let Down Reflex.
- Bila bayi sudah mendapat ASI secara penuh (pada semua kategori
berat) dan telah berusia > 7 hari ;
- Tingkatkan jumlah ASI 20 mL / kg / hari sampai 180 mL / kg / hari.
- Apabila kenaikan berat tidak adekuat, tingkatkan jumlah
pemberian ASI sampai 200 mL / kg / hari.
- Apabila kenaikan berat <15 gram / hari walaupun asupan ASI 200
mL/kg BB per hari, tangani sebagai masalah kenaikan berat badan
tidak adekuat.
- Setelah berat lahir tercapai kembali, kenaikan berat badan selama
tiga bulan seharusnya:
150–200 g seminggu untuk bayi < 1500 g (mis. 20–30 g/hari).
- 200–250 g seminggu untuk bayi 1500 – 2500 g (mis. 30–35 g/hari).

Masalah Yang Sering Terjadi :


- Awalnya minum baik, kemudian malas minum.
- Malas minum sejak lahir.
- BB tidak naik.
- Ibu cemas, terutama bayi kecil atau kembar.

Kondisi patologis :
- Sepsis.
- Bayi kecil.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


144
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
- Cara menyusui yang salah.
- Palatoskisis.
- Iritasi lambung.
- Kelainan bedah

Penatalaksanaan Khusus
Kecemasan Ibu :
- Cara menyusui.
- BB catat.

BB tidak naik adekuat :


- ASI
- Kalau perlu sekali → PASI, gelas / sendok
Bayi Kecil :
- ASI/ ASI peras.
- Edukasi.
- Prinsip menyusui
Bayi Kembar:
- ASI
- Edukasi

Perbandingan Formula Prematur & Standar


Formula Prematur
- 50% laktosa dan sisanya polimer glukosa.
- Protein
o 150% formula standar.
o Predominan Whey.
o Lemak: 50% LCT 50%MCT.
- Ca dan P lebih tinggi, Rasio Ca : P 2:1
Formula standar
- 100% laktosa.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


145
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
- Lemak: semuanya trigliserida rantai panjang .
- Protein: whey 60%, casein 40%.
- Fortifikasi zat besi 12mg/liter.

Pemulangan Penderita
- Bayi suhu stabil
- Toleransi minum per oral baik, diutamakan pemberian ASI.
- Bila tidak bisa diberikan ASI dengan cara menetek dapat diberikan
dengan alternatif cara pemberian minum yang lain.
- Ibu sanggup merawat BBLR di rumah (pembahasan di PMK)

Sub Pokok Bahasan 1.3.2.5. Perawatan Metode Kanguru (PMK)

• Bayi baru lahir harus melalukan adaptasi terhadap lingkungan di luar


rahim. Proses adaptasi ini di perberat dengan adanya kelahiran bayi
yang lahir terlalu dini (prematur) atau berat badan lahir rendah.
Bayi berat lahir rendah (BBLR) atau yang prematur mempunyai
kebutuhan khusus diantaranya kebutuhan untuk mempertahankan
kehangatan suhu tubuh maupun memperoleh pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal.
• Semua bayi memerlukan kasih sayang dan perawatan untuk
pertumbuhan, akan tetapi bayi prematur lebih memerlukan perhatian
agar dapat berkembang normal.
• Para petugas mempunyai peran penting guna mendorong ibu dan ayah
agar mau menunjukkan perasaan dan cinta mereka pada bayinya
terutama untuk bayi yang lahir prematur atau BBLR, salah satunya
dengan cara melakukan PMK.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


146
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Pengertian
• Perawatan metode kanguru (kangaroo mother care) atau di sebut juga
asuhan kontak kulit dengan kulit merupakan metode khusus asuhan
bagi bayi berat lahir rendah atau bayi prematur.
• Perawatan metode kanguru merupakan tehnologi baru yang murah,
mudah dan terbukti bermanfaat untuk BBLR atau Prematur (penelitian
dalam dan luar negeri).
Konsep dasar PMK
• Meniru binatang kangguru yang berkantung yang lahir sangat
prematur (imatur). Setelah lahir bayi disimpan di kantung perut
ibunya, sehingga terjadi pemindahan aliran panas dari tubuh induk
kepada bayi kangguru sehingga bayi kangguru dapat tetap hidup
terhindar dari bahaya hipotermi.
• Mamalia :
- Hangat
- Nutrisi
- Proteksi

Metode Kanguru Stimulasi


tumbang
Komunikasi melalui
ibu – bayi rangsangan :
meningkat Bayi melekat
di dada ibu,
kontak kulit Suara
Keterikatan Detak Jantung
ibu bayi dengan kulit
Belaian
terfasilitasi Penglihatan
Penciuman

Transfer panas dari ibu


ke bayi (konduksi)

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


147
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Komponen PMK
• Posisi (Kangaroo position).
• Nutrisi (Kangaroo nutrition).
• Pemulangan (Kangaroo discharge) dan pemantauan (monitoring).
• Dukungan (Kangaroo support)

Kangaroo Position
Posisi bayi memegang peranan penting dalam mencapai keberhasilan
PMK.
• Posisi bayi prematur atau BBLR tegak lurus, hanya menggunakan
popok dan topi, kemudian dilekatkan ke dada ibu, sehingga terjadi
kontak kulit dengan kulit.
• Bayi berada diantara kedua payudara ibu, pinggul bayi harus dalam
posisi seperti kodok, kemudiaan sangga dengan kain, posisi kepala bayi
sedikit ekstensi, sehingga jalan napas bayi tetap terbuka dan
memungkinkan terjadinya kontak mata antara ibu dan bayi.
• Posisi bayi tetap dipertahankan seperti ini, kecuali apabila bayi mau
dimandikan, diganti popoknya, atau ibu mau pergi ke kamar mandi.
Apabila ibu sedang tidak memungkinkan melakukan PMK ayah atau
keluarga yang lain dapat menggantikannya.
Kangaroo Nutrition
• Nutrisi bayi yang paling ideal adalah air susu ibu (ASI). Setiap ibu
memproduksi ASI khusus untuk bayinya.
• Kandungan ASI berubah sesuai dengan pertumbuhan bayi baru lahir.
ASI terutama kolostrum, kaya akan antibodi (immunoglobulin) yang
melindungi bayi baru lahir terhadap infeksi.
• Bagi bayi yang belum mempunyai kemampuan mengisap atau reflek
menghisapnya lemah, perah ASI dan letakkan dalam spuit yang
menghubungkan dengan pipa (sonde) lambung, kemudian lekatkan
pipa di sekitar putting sehingga bayi dapat menghisap ASI dari pipa.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


148
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Asi juga dapat diberikan dengan menggunakan sendok atau cangkir kecil.

Posisi

Sangga bayi dengan kain penggendong


Nutrisi

Metode alternatif pemberian minum jika bayi belum dapat menyusu


dengan baik: ASI perah, cup (cangkir), selang.

Kangaroo Discharge
• Berat badan bayi bukan merupakan patokan yang utama dalam
memulangkan bayi.
• Beberapa kriteria yang dapat dijadikan acuran dalam memulangkan
bayi adalah sebagai berikut :
➢ Kemampuan bayi menyusu.
➢ Tanda – tanda vital bayi stabil.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


149
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
➢ Pertambahan berat badan setiap hari minimal 20 gram, selama 3
hari berturut- turut.
➢ Ibu memahami asuhan kontak kulit dengan kulit.
➢ Ibu percaya diri dalam merawat bayi dirumah.
➢ Ada dukungan keluarga untuk menjalankan asuhan kontak kulit
dengan kulit di rumah.

Pemulangan (Discharge)
Bayi :
• Dapat minum dengan baik.
• Suhu tubuh stabil dalam posisi PMK.
• Berat badan naik (15g / kg / hari).

Ibu :
• Percaya diri merawat bayinya dan dapat kontrol teratur.
• Ibu memahami asuhan kontak kulit dengan kulit.
• Ada dukungan keluarga untuk menjalankan asuhan kontak kulit
dengan kulit di rumah.

Kangaroo Support
• Bayi dan ibu merupakan satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan,
hal ini berarti bahwa dukungan harus diberikan agar ibu dan bayi
selalu bersama, karena pemisahan antara ibu dan bayi akan
mempengaruhi perkembangan bayi.
• Oleh kareana itu, asuhan pada BBLR atau bayi prematur harus
pusat pada keluarga (family centered care), family centered

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


150
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
maternity / newborn care menekankan pentingnya pemberian
asuhan yang memfasilitasi kedekatan keluarga dengan tetap
mempertahankan keamanan fisik bayi baru lahir.
• Perawatan bayi merupakan tanggung jawab keluarga, oleh sebab
itu kelibatan keluarga dalam asuhan sangatlah penting, tenaga
kesehatan harus memfasilitasi ibu dan keluarga agar menjadi
percaya diri dalam melakukan PMK dan merawat bayinya di rumah,
sehingga beberapa masalah yang sering terjadi pasca bayi dari
rumah sakit dapat dihindarkan.

Dukungan Keluarga

Ibu tidak akan sukses


merawat BBLR sendirian
- Memerlukan konseling
teratur dan supervisi
dari petugas
kesehatan
- Bantuan dan
kerjasama dengan
anggota keluarga
lainnya

Manfaat Perawatan Metode Kanguru


• Menstabilkan suhu tubuh, denyut jantung dan pernafasan.
• Memberi kehangatan pada bayi.
• Meningkatkan durasi tidur.
• Mengurangi tangisan bayi dan kebutuhan kalori.
• Mempercepat peningkatan berat badan dan perkembangan otak.
• Meningkatkan hubungan emosional ibu dan bayi.
• Meningkatkan keberhasilan menyusui.
• Mempersingkat lama rawat di rumah sakit.
• Metoda transportasi alternatif dalam merujuk bayi

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


151
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Kriteria Bayi Untuk PMK
Secara umum, kriteria bayi untuk PMK adalah sebagai berikut:
• Berat badan kurang dari 2500 gram (BBLR).
• Keadaan umum stabil, meliputi frekuensi nadi, nafas, suhu normal
minimal 3 hari berturut- turut.
• Ibu atau orang tua bersedia melakukan asuhan kontak kulit dengan
kulit.

PMK dapat di mulai segera setelah lahir dengan meletakkan bayi di atas
dada ibu dengan posisi telungkup tanpa alas, badan dikeringkan dan
ditutup dengan selimut kering, pelaksanaan PMK harus dilakukan
secara bertahap untuk memfasilitasi proses adaptasi bagi bayi dan ibu.

Tatalaksana PMK
Pelaksanaan PMK harus mencakup tahap persiapan, pelaksanaan, dan
Evaluasi.

❖ Tahap persiapan.
Beberapa hal yang harus dipersiapkan untuk melakukan PMK yaitu
alat, bayi, dan orang tua.
Persiapan alat meliputi :
• Gendongan dan topi bayi.
• Alat untuk mengatur tanda – tanda vital bayi
Persiapan bayi :
• Ukur tanda-tanda vital bayi meliputi suhu, nadi dan pernafasan.
• Buka pakaian bayi kecuali popok
Persiapan orang tua :
• Komunikasi antara tenaga kesehatan dan orang tua sangat
penting dalam menunjang keberhasilan PMK.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


152
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Kelahiran BBLR atau prematur dapat menyebabkan kecemasan
pada keluarga, sehingga setiap tindakan yang akan dilakukan
terhadap bayi harus di informasikan dengan jelas untuk
mencegah terjadinya salah persepsi dan mengurangi kecemasan
orang tua.

Beberapa hal yang harus dilakukan oleh beberapa tenaga


kesehatan adalah :
• Jelaskan maksud, tujuan dan cara melakukan PMK, ibu , ayah
dan keluarga akan termotivasi untuk melakukan PMK apabila
memahami manfaatnya sekaligus akan mengurangi kecemasan
mengingat PMK mungkin saja sesuatu yang belum pernah
diketahui sebelumnya.
• Minta ibu atau ayah mencuci tangan sebelum memegang bayi,
dan informasikan bahwa tindakan mencuci tangan ditujukan
untuk mencegah terjadinya infeksi.
• Buka pakaian ibu dan ayah bagian atas untuk memfasilitasi
terjadinya kontak kulit dengan kulit.

❖ Tahap Implementasi
• Posisi bayi di dada ibu.
Pertahankan posisi ini dengan menggunakan bantuan
gendongan bayi, tepi kain penggendong bagian atas harus
dibawah telinga bayi.
• Pakaian topi bayi.
• Minta ibu atau ayah untuk memakai pakaian bagian atasnya
kembali
❖ Tahap Evaluasi
• Pantau kondisi bayi selama dan setelah asuhan
berlangsung, mencakup tanda- tanda vital, status
oksigenasi.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


153
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Identifikasi tanda strees (bahaya) yang menetap dan
lakukan tindakan sesuai dengan masalah yang ditemukan.

Tipe Perawatan Metode Kanguru


Berdasarkan Pelaksanaan nya PMK dibedakan menjadi 2 tipe yaitu :
• Secara intermitten (sewaktu-waktu).
• Secara continue (terus menurus)

PMK Intermitten
Tipe ini dilakukan apabila bayi masih mendapat cairan infus, obat-
obatan intravena, oksigen atau ventilasi mekanik atau minum
melalui oral gastric tube (OGT) dilakukan diruang perinatologi (NICU
/ SCN).

PMK Continue
Tipe ini dilakukan pada bayi yang sudah memenuhi kriteria dan tidak
memerlukan bantuan khusus untuk bernafas. Biasanya tipe ini
dilakukan untuk meningkatkan berat badan bayi, meningkatkan
kemampuan menyusu dan kemampuan ibu untuk merawat bayinya
di rumah.

Tanda Bahaya dan Penatalaksanaannya ibu harus diajarkan


mengenal berbagai tanda bahaya dan pertolongan Pertama yang
dapat dilakukan oleh ibu :
• Apnea selama 30 detik : rangsang bayi mengusap punggungnya
agar bayi bisa bernafas.
• Sulit bernafas : cek posisi bayi.
• Bayi teraba dingin (hipotermi) : cek posisi bayi, beri ekstra
selimut.
• Sulit minum, tidak mau bangun untuk minum : bangunkan bayi
terutama ketika bayi dalam kondisi tidur tidak nyenyak.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


154
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Diare : periksa konsistensi faeses, tetap berikan asi.
• Kulit menjadi kuning : berikan asi.

Apabila pertolongan pertama tidak berhasil anjurkan ibu untuk


mencari pertolongan kepada tenaga kesehatan.

Kapan penyapihan PMK ?


• BB bayi > 2500 gr atau usia gestasi > 40 mgg.
• Bayi kurang nyaman pada posisi kanguru→menggeliat, menarik
badannya keluar, menangis & rewel saat diatur posisinya → PMK
intermiten (setelah bayi mandi, udara lingkungan dingin)

Kesimpulan
• Mengingat besarnya manfaat perawatan metode kanguru baik
bagi bayi, ibu, maupun keluarga, maka tenaga kesehatan harus
memfasilitasi dan memotivasi keluarga untuk melaksanakan
maupun secara terus menerus 24 jam sesuai dengan kondisi ibu
dan bayi.

PMK intermite

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


155
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
PMK & CPAP

PMK & Ventilator

PMK Kontinyu

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


156
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
REFERENSI
1. Kementerian Kesehatan. Modul pelatihan bagi pelatih, penanganan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal bagi dokter umum dan perawat,
Jakarta, 2018
2. WHO, Managing Complications in Pregnancy and Childbirth: A guide for
midwives and doctors, 2nd Edition, Integrated Management Of Pregnancy And
Childbirth, Jenewa Swiss, 2017
3. JNPKR, Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan neonatal Emergensi Dasar (PONED),
Jakarta, 2013
4. Managing Newborn problem JHPIEGO, 2003

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


157
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
MATERI INTI 8
RESUSITASI BAYI BARU LAHIR

1.1. DESKRIPSI SINGKAT


Angka Kemataian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan Survei
Dasar Kesehatan Indonesian Tahun (SDKI) 2017, AKB yaitu 24 per 1000 kelahiran
hidup. Masalah neonatal merupakan penyebab utama kematian bayi. Kematian
Neonatal memegang porsi yang besar yaitu 58% kematian bayi terjadi pada
periode neonatal.
Berdasarkan SDKI 2017, Angka Kematian Neonatal yaitu 15 per 1000
kelahiran hidup. Penyebab utama kamatian Neonatal yaitu prematuritas, asfiksia,
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan infeksi. Kasus kegawatdaruratan yang perlu
perhatian dan merupakan penyebab kematian neonatal adalah aspiksia. Kondisi
tersebut harus segera ditangani aga bayi baru lahir dapat selamat dan berkualitas.
Aspiksia adalah keaadaan bayi tidak bernapas atau mengalami kegagalan
secara spontan dan teratur segera setelah lahir atau beberapa saat setelah lahir,
umumnya 10 menit setelah lahir. Kasus aspiksia merupakan kasus yang dapat
dicegah dan ditangani, namun kematian karena aspiksia merupaka penyebab
kamatian neonatus tebanyak kedua setelah penyulit prematuritas.
Resusitasi adalah serangkaian upaya yang sistematis dan terkoodinir untuk
mengembalikan usaha napas dan sirkulasi bayi baru lahir sehingga terh indar dari
kematian cacat menetap. Bayi baru lahir aspiksia yang memerlukan tindakan
resusitasi kurang dari 10 % dan umumnya dapat diatasi dengan ventilasi tekanan
positif. Sedangkan yang memerlukan resusitasi aktif lengkap sampai dengan
pemberian obat-obatan hanya 1%.
Peran fasilitas kesehatan di tingkat layanan primer (Puskesmas) sangat
besar dalam upaya penanganan kasus aspiksia. Keterbatasan jumlah dan
kemampuan sumber daya manusia (SDM) dalam penanganan kasus komplikasi
neonatus menjadi hambatan dalam pelayanan kesehatan di tingkat dasar. Selain
itu, kemampuan tenaga kesehatan dalam mempertahankan kondisi bayi baru

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


158
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
lahir pasca penanganan aspiksia sebelum merujuk merupakan hal yang harus
dikuasai.
Materi pelatihan ini memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada
dokter, bidan dan perawat dalam bentuk tim sesuai kewenangannya untuk
melakukan tatalaksana kegawatdaruratan pada bayi baru lahir khususnya aspiksia
dengan melakukan resusitasi stabilisasi dan transportasi sesuai standar.

1.2. TUJUAN PEMBELAJARAN

1.2.1. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan langkah-langkah
resusitasi pada bayi baru lahir.
1.2.2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu :
1.2.2.1. Menjelaskan langkah-langkah resusitasi pada bayi baru lahir.
1.2.2.2. Melakukan resusitasi pada bayi baru lahir.

1.3. POKOK BAHASAN

Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai
berikut yaitu :
1.3.1. Langkah-langkah Resusitasi Bayi Baru Lahir :
1.3.1.1. Penilaian Bayi Baru Lahir.
1.3.1.2. Langkah Awal Resusitasi.
1.3.2.3. Ventilasi Tekanan Positif.
1.3.2.4. Terapi Obat Obatan.
1.3.2.5. Pemasangan C-PAP.
1.3.2.6. Pemasangan Pipa Endotrakheal (Dokter).
1.3.2.7. Waktu Menghentikan Resusitasi.
1.3.2. Resusitasi pada bayi baru lahir

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


159
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
1.4. METODE PEMBELAJARAN
• Ceramah tanya jawab (CTJ).
• Simulasi Pada Phantom/Model (TPK 1.2.2.2).
• Praktek Lapangan (TPK 1.2.2.2).

1.5. MEDIA DAN ALAT BANTU Bahan tayang (Slide power point)
• Laptop
• LCD/In Focus
• Flipchart
• Whiteboard
• Spidol (ATK)
• Modul Pelatihan
• Panduan Simulasi
• Phantom
• Panduan Praktek Lapangan
• Algoritma Resusitasi Neonatus (Bayi Baru Lahir)

1.6. URAIAN MATERI

1.6.1. Pokok Bahasan 1.3.1. Langkah-langkah Resusitasi Bayi Baru Lahir

Fisiologis Bayi Baru Lahir

Setiap bayi baru lahir senantiasa mengalami proses transisi dari kehidupan
intrauterin menuju ekstrauterin yang melibatkan hampir semua sistem
organ tubuh. Di antara berbagai sistem organ tersebut, perubahan sistem
pernapasan dan sirkulasi segera setelah lahir memainkan peranan penting
agar bayi dapat beradaptasi pada lingkungan ekstrauterin.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


160
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Perubahan fsiologis tersebut penting untuk dipahami oleh setiap penolong
resusitasi bayi baru lahir agardapat menentukan tindakan yang tepat
apabila terjadi gangguan selama masa transisi.

Masa transisi
Intra uterin ekstra uterin
- Sekitar 90 % bayi lahir tidak bermasalah atau sedikit memerlukan
bantuan.
- Sekitar 10 % → perlu beberapa bantuan untuk memulai pernapasan.
- Sekitar 1 % → perlu resusitasi lengkap untuk kelangsungan hidup
(intubasi,kompresi dada dan pemberian obat).

Bayi memerlukan oksigen sebelum maupun setelah lahir.


• Sebelum lahir:
- Melalui plasenta.
- Pertukaran oksigen dan karbondioksida tidak melalui paru-paru.
- Alveoli masih terisi cairan.
- Pembuluh darah paru masih konstriksi.
- Darah dari jantung kanan melalui duktus arteriosus masuk ke aorta.

Bagaimana janin mendapat O2 sebelum lahir? Konstriksi pembuluh


darah

Konstruksi pembuluh
darah

Cairan dalam alveoli

aorta

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


161
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Arteri
pulmonal

• Setelah lahir :
- Paru-paru bayi berisi oksigen.
- Pembuluh darah paru relaksasi .
- Menyerap oksigen dan mengeluarkan karbondioksida.

Cairan dalam alveoli digantikan oleh udara saat lahir

udara
Cairan paru-
paru janin

Napas I Napas II Nafas selanjutnya

Tiga Perubahan Utama (berkaitan dengan oksigen)


• Oksigen → alveoli paru → pembuluh darah.
• Arteri umbilikalis terjepit → menurunkan tahanan sirkulasi plasenta &
meningkatkan TD sistemik.
• Tekanan udara & oksigen alveoli → dilatasi pembuluh darah paru →
aliran darah pulmonal meningkat → darah beroksigen masuk jantung
kiri → dipompakan ke seluruh tubuh bayi.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


162
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Aliran darah janin in utero, dan aliran darah bayi baru lahir
Type a
quote
Penutupan Darah
from
duktus
arteriosus
aorta
yg
mengan
dung O2
the di aorta
Arteri
docum
pulmo

entnalor
the
summa
ry of an
interest
ing
Langkah-langkah untuk melakukan resusitasi pada bayi baru lahir
point.
dapat dilihat pada bagan
You canResusitasi. Masing-masing langkah
dilakukan selama 30 positio
detik dan harus senantiasa dinilai serta
n the
dilakukan tindakan sesuai texthasil penilaian tersebut. Perpindahan
box apabila langkah sebelumnya telah
langkah baru dapat dilakukan
anywhe
dilakukan dengan efektif.re in
the
docum
Persiapan Resusitasi Pada Bayi Baru Lahir
ent.
Use the
Text
Persiapan meliputi persiapan
Box tim resusitasi, konseling antenatal
dalam bentuk pengenalan Tools faktor risiko pasien, persiapan
tab to
lingkungan resusitasi, change
persiapan alat resusitasi dan persiapan
tenaga kesehatan berupathe pencegahan penularan infeksi pada saat
formatt
melakukan resusitasi. ing of
the pull
quote
text
box.]

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


163
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Persiapan Tim Resusitasi

Pengenalan Faktor Risiko Ibu


dan Bayi Baru Lahir

Persiapan Lingkungan
Resusitasi

Persiapan Alat Resusitasi

Pencegahan Infeksi Pada Saat


Melakukan Resusitasi

Persiapan Tim Resusitasi

Tim resusitasi terdiri dari tiga orang atau minimal dua orang
dengan pembagian tugas :
• Orang pertama disebut leader / pemimpin tim yaitu seorang
dokter yang terampil dan mampu memberikan instruksi pada
anggota tim lainnya. Pemimpin tim berdiri di sisi kepala bayi.
• Orang kedua (Asisten Circulation) bertanggung jawab terhadap
sirkulasi bayi yaitu mendengarkan bunyi jantung dan
menghitung denyut jantung bayi baru lahir, mengatur
kebutuhan tekanan puncak inspirasi (Peak Inspiratory Pressure
– PIP) dan FiO2, melakukan kompresi dada, memasang
umbilikal akses, memasang pulse oksimetri. Posisi orang kedua
berada di sisi kanan pemimpin tim.
• Orang ketiga (Asisten Drug and Equipment) bertanggung jawab
terhadap penyiapan alat - alat resusitasi, penyiapan obat –
obatan dan cairan, mengukur suhu, pemasangan monitor suhu

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


164
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
dan alat lainnya. Posisi berdiri orang ketiga di sebelah kiri
pemimpin tim resusitasi.
• Apabila penolong hanya 2 orang maka tugas orang ketiga
dilakukan kedua.

2 = Circulation

1 = Airway-
Breathing

3 = Drugs Equipment

Konseling Antental (Pengenalan Faktor Resiko Ibu dan Bayi Baru


Lahir).

Tim mengetahui kondisi ibu dan bayi baru lahir mulai dari riwayat
antenatal sampai pada waktu persalinan.

Faktor Risiko ibu Faktor Risiko janin Faktor Risiko ibu


sebelum persalinan sebelum persalinan pada persalinan
Ketuban pecah dini ≥ Kehamilan multiple Presentasi
18 jam. abnormal
Perdarahan Distosia bahu Prolaps tali pusat
trimester 2 dan 3

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


165
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Hipertensi baik Gerakan janin Denyut jantung
kronik maupun berkurang sebelum meragukan pada
dalam kehamilan persalinan kardiotokografi
Penyalahgunaan Presentasi bokong Persalinan/ kala 2
obat panjang
Konsumsi obat Hidrops Fetalis Persalinan sangat
cepat
Penyakit kronik Infeksi Intra uterin HAP
Diabetes melitus Kelainan congenital Ketubanbercampur
mekonium
Infeksi Premature dan SC emergensi
postmature
Korioamnitis Polihidramnion dan Kelahiran dengan
Oligohidramnion forceps atau
vakum
Kematian janin Besar masa Anastesi umum
sebelumnya kehamilan pada ibu
Belum pernah ANC Pertumbuhan janin Ketuban
terhambat bercampur
mekonium

Persiapan Lingkungan Resusitasi

Persiapan lingkungan resusitasi seperti, ruangan , suhu ruangan


serta tempat resusitasi. Ruangan harus bersih mulai dari lantai ,
dinding dan peralatan medic yang ada diruangan resusitasi. Cahaya
lampu harus cukup terang untuk menilai keadaan klinis bayi baru
lahir maupun ibu. Suhu ruangan harus dijaga harus tetap hangat
(26 °C).

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


166
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Tempat resusitasi pada permukaan yang datar, ketinggian meja 90
cm dengan alas kain bersih dan kering serta dilengkapi dengan
pemancar panas.

Persiapan Alat Resusitasi


Beberapa alat yang digunakan pada tindakan resusitasi yaitu :
• Balon sungkup dengan katup PEEP : memberikan tekanan
positif pada kondisi bayi apneu atau megap-megap namun
tidak memberikan PIP terukur kecuali dihubungkan dengan
manometer.

• T-piece resuscitator berfungsi : memberikan PIP atau PEEP


terukur secara menetap sehingga volume paru bayi baru lahir
dapat meningkat dan mencapai kapasitas residu fungsional.
Alat ini juga dapat memberikan ventilasi tekanan positif dan
tekanan napas positif berkelanjutan (CPAP). Pemberian t-piece
resuscitator dapat menggunakan sungkup dan juga dapat
menggunakan endotracheal single nasal prong bila
membutuhkan CPAP.

Terdapat dua jenis t-piece resuscitator yaitu yang dilengkapi


dengan oleh oksigen dan udara, serta jenis lainnya tanpa udara.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


167
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Berikut adalah gambar dari masing-masing jenis t-piece
resuscitator :

t-piece resuscitator dengan t-piece resuscitator


oksigen tanpa udara tekan dengan oksigen dan
udara tekan

Cara pengoperasian T-piece resuscitator :


➢ Sambungkan sumber gas oksigen bertekanan ke inlet port,
sesuaikan tekanan 8L/menit.
➢ Sambungkan sirkuit pasien dengan T-piece resuscitator melalui
inlet port.Tutup ujung sirkuit pasien (lubang sungkup dan
lubang PIP) selama 2 tahap berikutnya.
➢ Putar katup PIP satu putaran kearah jarum jam sampai tekanan
yang di inginkan terlihat di manometer. Sesuaikan tekanan
maksimum samapai manometer menunjukan 50 cm H2O.
➢ Atur tekanan puncak inspirasi yang diinginkan dengan
memutar katup PIP hingga tekanan yang di butuhkan tampak
pada manometer. Tekanan awal yang direkomendasikan
adalah 30 cm H20 untuk bayi cukup bulan dan 20-25 cm H2O
untuk bayi kurang bulan.
➢ Pertahankan penutupan ujung outlet pasien dari t-piece, tapi
buka ujung outlet yang PEEP yang diinginkan (5-8 cm H2O.)
➢ Pilih sungkup wajah yang berukuran tepat.
➢ Berikan ventilasi pada bayi baru lahir menutup dan membuka
lubang dikatup PEEP. Lakukan sebanyak 40-60x/menit dengan
waktu inspirasi sekitar 0,3-0,5 detik.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


168
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Laringeal Mask Airway (LMA)
LMA yang disebut juga sungkup laring merupakan alat jalan napas
supraglotic sebagai metode efektif ventilasi dan merupakan
alternatif dari ventilasi balon sungkup dan katup PEEP. LMA
berbentuk endotracheal tube pada proksimalnya dan terhubung
dengan elliptical mask pada bagian distalnya. Terbuat dari karet
lunak silicon khusus kepentingan medis. Terdapat dua jenis LMA,
yaitu unique dan supreme.

• Laringoskop
Merupakan alat yang digunakan untuk intubasi. Sebelum
menggunakan, pastikan bahwa laringoskop memiliki paling tidak
tiga ukuran blade. Pilihlah ukuran blade sesuai dengan usia gestasi.
Lampu pada tiap blade harus dipastikan menyala.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


169
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Pulse Oxymetri
Alat ini merupakan alat untuk mengukur saturasi O2 perifer. Pada
tindakan resusitasi bayi baru lahir, alat ini harus tersedia.

• Meja Dengan Lampu Penghangat / Infant Warmer


Alat ini berfungsi untuk mempertahankan suhu bayi agar tidak
hipotermi ketika melakukan tindakan termasuk tindakan resusitasi.
Pada fasilitas yang tidak memiliki infant warmer, maka dapat
digantikan dengan meja dengan permukaan datar dan keras
dilengkapi lampu pijar 60 watt berjarak 60 cm.

• Oksigen Tabung dan Oksigen Konsentrator


Pada tindakan resusitasi bayi baru lahir, pemberian PIP atau PEEP
memerlukan sumber oksigen dan udara. Oksigen dan udara harus
dicampur sedemikian rupa sebelum diberikan pada bayi baru lahir.

• Oksigen kosentrator adalah alat yang dapat mengkonsentrasikan


oksigen dari udara sekitar sehingga dapat digunakan sebagai
sumber oksigen. Alat ini dapat digunakan untuk balon sungkup
ataupun t-piece resuscitator.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


170
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Pengisap / Suction
Alat ini digunakan untuk mengisap lendir pada tindakan bayi baru
lahir sebagai upaya langkah membebaskan jalan napas.

• Set Umbilikal Emergensi


Alat ini digunakan untuk melakukan tindakan akses vena umbilikal
pada resusitasi bayi baru lahir. Set terdiri dari 16 jenis alat maupun
bahan medis habis pakai.

No Nama Alat Jumlah No Nama Alat Jumlah


1 Mangkuk kecil 1 Buah 10 Gagang Pisau 1 Buah
2 Bak Instrumen 1 Buah 11 Gunting 1 Buah
3 Gunting Kecil 1 Buah 12 Pisau Bisturi No. 11 3 Buah
4 Pinset Arteri 1 Buah 13 Benang Jahit Silk 3.0 3 Sachet
5 Pinset Lurus 1 Buah 14 Jarum 1 set
6 Pinset Chirurgis 1 Buah 15 Needle Holder 1 Buah
7 Klem Bengkok Kecil 3 Buah 16 Kateter Umbilikal atau 3 Buah
8 Klem Lurus 1 Buah OGT No. 3.5, 5 dan 8
9 Duk bolong 1 Buah

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


171
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Glukometer
Alat ini dipergunakan untuk mengukur gula darah bayi baru lahir
pada tindakan stabilisasi pasca resusitasi. Glukometer dilengkapi
dengan stick pemeriksaan dan lancet untuk mengambil darah.

Pencegahan Infeksi Pada Saat Melakukan Resusitasi

Kasus infeksi merupakan penyebab kematian terbanyak di Indonesia.


Infeksi yang didapat dari fasilitas pelayanan kesehatan pada saat
melakukan tindakan merupakan hal yang penting untuk dilakukan
pencegahan. Pengendalian infeksi saat resusitasi sangat penting bagi
tenaga kesehatan atau penolong persalinan.

Pengendalian infeksi yang dimaksud adalah kebersihan tangan


(handhygiene), penggunaan alat pelindung diri secara lengkap,
tindakan sterilisasi pada alat yang digunakan saat resusitasi dan
kebersihan lingkungan perawatan atau resusitasi. Hal ini merupakan
persiapan tenaga kesehatan sebelum melakukan resusitasi pada bayi
baru lahir.

Langkah Resusitasi Pada Bayi Baru Lahir

Setiap langkah harus dilakukan secara berurutan, tuntas dan optimal.


Langkah-langkah resusitasi meliputi persiapan (konseling antenatal,
persiapan alat dan pembagian tugas dalam tim), penilaian awal,
langkah awal dan membebaskan jalan napas (airway), memberikan
pernapasan (breathing), sirkulasi (circulation), pemberian obat-
obatan (drug) dan pemberikan cairan (fluid) serta pemberian
konseling, informasi ataupun edukasi kepada keluarga.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


172
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Alur Resusitasi Pada Bayi Baru Lahir

Alur resusitasi dibaca mulai dari kotak paling atas sebelah kanan yang
bertuliskan “konseling antenatal, persiapan alat dan pembagian tugas
dalam tim” menuju ke bawah dan atau ke samping secara berurutan
sesuai dengan kondisi bayi baru lahir. Pada setiap langkah resusitasi,
masing – masing anggota tim melakukan resusitasi sesuai dengan
peran dan kewenangannya. Perpindahan langkah baru dapat
dilakukan apabila langkah sebelumnya telah dilakukan secara efektif.
Panah warna biru menunjukkan batasan waktu efektif penolong untuk
melakukan tindakan, sedangkan panah warna merah muda (pink)
merupakan pengingat apakah penolong memerlukan bantuan di
setiap langkah tindakan.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


173
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Algoritma Resusitasi Neonatus, Rekomendasi IDAI Sumber: PP IDAI, 2017

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


174
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Sub Pokok Bahasan 1.3.1.1. Penilaian Bayi Baru Lahir

Langkah pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan


tindakan resusitasi adalah melakukan penilaian awal terhadap
kondisi bayi baru lahir pada saat diterima oleh tim resusitasi.
Langkah ini akan menentukan tindakan tim resusitasi untuk
melakukan tindakan selanjutnya. Komponen yang dinilai adalah
usaha bernapas dan tonus otot.

Terdapat dua pertanyaan yang penting pada saat penilaian awal


yaitu :
1. Apakah bayi baru lahir bernapas atau menangis?
2. Apakah bayi baru lahir memiliki tonus otot baik?

Apabila dua pertanyaan tersebut jawabannya adalah “Ya” maka


bayi memerlukan perawatan rutin seperti jaga kehangatan,
mengeringkan ba yi dan melanjutkan observasi pernapasan, laju
denyut jantung dan tonus otot.

Jika salah satu dari dua pertanyaan dijawab “tidak” maka bayi baru
lahir memerlukan tindakan lebih lanjut yaitu resusitasi.

Pernapasan
Merupakan tanda yang pertama kali muncul dengan gangguan
kardiorespirasi. Mungkin saja penilaian pernapasan sulit dilakukan
karena kadang pernapasan bayi dapat berhenti sejenak setelah
usaha bernapas awal dan kemudian melanjutkan pernapasan yang
cukup.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


175
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Bila bayi dapat mempertahankan frekuensi denyut jantung diatas
100x/menit maka kemungkinan tidak perlu dilakukan intervensi
Segera namun sebaliknya jika frekuensi denyut jantung dibawah
100x/menit maka kemungkinan diperlukan ventilasi positif.
Frekuensi denyut jantung dapat ditentukan dengan mendengarkan
bunyi jantung, meraba pulsasi pada dasar tali pusat ataupun
dengan menggunakan pulse oxymeter.

Tonus otot dan respons terhadap stimulasi merupakan salah satu


komponen yang akurat untuk menentukan kebutuhan resusitasi.
Sebagian besar bayi baru lahir akan langsung menggerakkan
keempat tungkainya memulai usaha bernapas dan meningkatkan
denyut jantungnya diatas 100x/menit. Bila respons bayi tidak ada
atau lemah maka perlu dilakukan tindakan selanjutnya yaitu
langkah awal.

Tonus dan Respons terhadap Stimulasi

Tonus otot merupakan penilaian yang subyektif dan bergantung


pada usia gestasi bayi, namun cukup akurat dalam memprediksi
kebutuhan resusitasi pada bayi.
• Seorang bayi dengan tonus otot yang baik (menggerak-
gerakkan tungkai dengan postur sesuai usia gestasinya)
umumnya tidak memerlukan resusitasi.
• Sebaliknya, bayi dengan tonus otot lemah (tidak bergerak-gerak
dan postur tubuh ekstensi) seringkali membutuhkan resusitasi
aktif.
• Sebagian besar bayi baru lahir akan langsung menggerakkan
keempat tungkainya, memulai upaya untuk bernapas dan
denyut jantungnya akan meningkat di atas 100 x / menit segera
setelah lahir.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


176
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Bila respons bayi tidak ada atau lemah, maka penolong dapat
melakukan stimulasi dengan cara mengeringkan bayi dengan
handuk secara cepat namun lembut.
• Sepanjang resusitasi, posisi bayi harus dijaga agar kepala dan
leher tetap dalam posisi netral, terutama bila tonus otot bayi
lemah.

Laju Denyut Jantung

Bayi baru lahir normal memiliki laju denyut jantung sekitar 130
x/menit segera setelah lahir, bervariasi antara 110 hingga 160
x/menit. Laju denyut jantung diharapkan selalu di atas 100 x /menit
selama menit pertama kehidupan pada bayi yang sehat. Laju
denyut jantung merupakan kunci utama dalam penilaian resusitasi.

Tanda pertama dari perbaikan kondisi bayi adalah peningkatan laju


denyut jantung. Laju denyut jantung dapat ditentukan dengan :
- Mendengarkan jantung menggunakan stetoskop pada menit-
menit awal setelah lahir.
- Meraba pulsasi pada dasar tali pusat. Lokasi paling baik untuk
pulsasi pada tali pusat adalah bagian dasar, namun tidak adanya
nadi di lokasi tersebut bukanlah pertanda pasti untuk tidak
adanya denyut jantung. Denyut nadi perifer dan sentral
sebaiknya tidak digunakan untuk menilai laju denyut jantung
karena sulit diraba dan hasilnya kurang dapat dipercaya.
- Menggunakan pulse oximetry.

Sub Pokok Bahasan 1.3.1.2. Langkah Awal Resusitasi


1. Beri kehangatan
2. Posisikan kepala
3. Bersihkan jalan napas jika perlu

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


177
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
4. Keringkan
5. Rangsang untuk bernapas.
6. Reposisi

Langkah Awal dan Airway

Langkah awal dilakukan ketika bayi baru lahir tidak ada upaya
bernapas dan atau tonus otot lemah. Langkah awal meliputi
memastikan bayi tetap hangat, membuka jalan napas bayi dengan
mengatur posisi dan membersihkan jalan napas, mengeringkan
bayi dan memberikan stimulasi, serta mengatur kembali posisi
kepala bayi.

Tim resusitasi harus memastikan bayi baru lahir tetap hangat


dengan memberikan kehangatan bayi baru lahir di bawah
pemancar panas atau lampu. Selain itu, pemasangan plastik dan
topi bayi merupakan cara memberikan kehangatan pada bayi baru
lahir.

Selanjutnya, tim segera membuka jalan napas dengan mengatur


posisi kepala bayi dalam posisi menghidu atau setengah tengadah
(ekstensi). Hal ini dapat dibantu dengan ganjal pada bahu bayi baru
lahir. Posisi kepala yang tepat dapat mempengaruhi jalan napas
yang akhirnya tindakan resusitasi menjadi optimal.

Posisi ini menunjukkan posisi yang baik untuk


membuka jalan napas secara optimal, yaitu setengah
ekstensi.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


178
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Kesalahan pada posisi ini adalah kepala bayi
terlalu kurang ekstensi atau terlalu fleksi

Pada posisi ini tampak kepala bayi terlalu


ekstensi sehingga jalan napas tertutup

Tim juga harus memeriksa apakah ada sumbatan jalan napas.


Membersihkan mulut menggunakan kassa dengan satu atau dua
kali usapan. Apabila ada lendir yang menyumbat jalannya napas,
maka dilakukan pengisapan. Pengisapan mulai dari mulut terlebih
dahulu kemudian hidung dengan alat pengisap. Pengisapan
dilakukan pada bayi yang tidak bugar dan atau dilakukan pada jalan
napas yang mengalami obstruksi.

Langkah awal selanjutnya adalah mengeringkan bayi baru lahir


mulai dari kepala dan rambut, dada, perut bayi sampai kaki serta
menyingkirkan kain yang basah mengganti dengan yang kering.
Berikan rangsangan taktil pada bayi dengan menggosok punggung
atau menyentil / menepuk telapak bayi baru lahir.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


179
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Pada bayi baru lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu
dan atau dengan berat ≤ 1500 gram, disarankan untuk menaikkan
suhu ruangan menjadi 26OC dan perlu membungkus bayi baru lahir
dengan plastik bening tanpa dikeringkan terlebih dahulu kecuali
wajahnya kemudian dipasang topi. Bayi tetap dapat diberikan
stimulasi walaupun dibungkus plastik.

Setelah langkah awal telah dilakukan, maka posisikan kepala bayi


baru lahir dalam posisi menghidu atau setengah tengadah
(ekstensi). Lakukan observasi usaha napas, laju denyut jantung dan
tonus otot. Hasil penilaian dapat memberikan 3 kemungkinan
kondisi bayi baru lahir yaitu:
a. Bayi tidak bernapas spontan atau megap – megap dan atau laju
denyut jantung < 100x / menit.
b. Bayi bernapas spontan dan denyut jantung ≥ 100x / menit
tetapi ada distress pernapasan (takipneu, tarikan dinding
dada,merintih).
c. Bayi bernapas spontan dengan sianosis sentral persisten tanpa
adanya distress pernapasan.

Sub Pokok Bahasan 1.3.2.3. Ventilasi Tekanan Positif

Setelah melakukan langkah awal dan airway, berdasarkan


kemungkinan hasil penilaian maka tim harus melakukan tindakan
untuk tiap kondisi secara cepat dan tepat :
- Bayi tidak bernapas spontan atau megap – megap dan atau laju
denyut jantung < 100x / menit → ventilasi tekanan positif dan
pasang pulse oxymetri di tangan kanan.
- Bayi bernapas spontan dan denyut jantung ≥ 100x / menit
tetapi ada distress pernapasan (takipneu, tarikan dinding dada,
merintih) → CPAP dan pasang pulse oxymetri di tangan kanan.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


180
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
- Bayi bernapas spontan dengan sianosis sentral persisten tanpa
adanya distress pernapasan → pertimbangkan pemberian O2
dengan pemantauan saturasi O2.

Tim harus mampu menentukan ukuran sungkup yang disesuaikan


dengan besarnya wajah bayi ( harus menutupi ujung dagu, mulut
dan hidung )seperti pada gambar berikut:

Gambar kiri, sungkup terlalu kecil.


Gambar tengah, sungkup terlalu besar.
Gambar kanan, sungkup ukuran tepat.
Lekatkan rapat sungkup pada wajah bayi
menutupi pangkal hidung, mulut dan dagu
tapi tidak menutupi mata

Cara memegang sungkup dapat berbagai macam, tergantung dari


jenis sungkupnya. Terdapat tiga metode untuk memegang sungkup
pada muka, yaitu :
a. Stem Hold: titik temu antara ‘batang’ dan sungkup dipegang
dengan jari telunjuk dan jempol.
b. Two-Point Top Hold: Jari jempol dan telunjuk menekan sisi atas
sungkup yang datar. Bagian ‘batang’ tidak dipegang dan jari
tidak memegang ke pinggir sungkup.
c. OK Rim Hold: jempol dan telunjuk membentuk C (seperti tanda
OK), tangan kiri penolong memegang sungkup dengan jari-jari
membentuk huruf C dengan ibu jari dan telunjuk menekan
sungkup ke wajah sedangkan 3 jari lainnya memegang sambil
mengangkat tepi rahang bawah bayi ke atas (jaw thrust).

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


181
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Stem Hold Two point top hold OK rim hold

Cara memastikan perlekatan yang benar yaitu pastikan dada


mengembang dengan melakukan ventilasi dua kali. Jika dada belum
mengembang berarti perlekatan belum benar, maka tim harus
mengevaluasi perlekatan yaitu :

1) Periksa ukuran sungkup.


2) Periksa cara memegang atau melekatkan sungkup.
3) Periksa jalan napas (cek posisi kepala bayi, sumbatan / lendir).

Apabila tim menilai perlekatan sungkup sudah benar maka lakukan


ventilasi tekanan positif 20-30 x / 30 detik. Cara melakukan ventilasi
yaitu kembangkan paru dengan tekanan volume yang cukup
sehingga tampak pergerakan dinding dada dan perut atas.
Pergerakan dinding dada harus sesuai dengan yang tampak pada
respirasi normal yang tenang.

Apabila pengembangan dada tampak berlebihan dengan tekanan


yang sama, maka tekanan dan kecepatan ventilasi harus
diturunkan. Sebagai contoh, bayi A gagal mencapai pernapasan
spontan dengan frekuensi denyut jantung di bawah 100 x / menit
sehingga memerlukan ventilasi tekanan positif. Bayi A mendapat
tekanan inflasi awal 50 cmH2O. Setelah 5 kali pompa dada tampak
mengembang, sehingga tekanan inflasi diturunkan menjadi 40

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


182
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
cmH2O. Setelah 10 kali pompa tampak dada mengembang
berlebihan, sehingga tekanan inflasi dapat diturunkan lagi. Hal ini
menunjukkan bahwa tekanan inflasi pada ventilasi tekanan positif
setelah inflasi pertama dapat diturunkan sesuai dengan kondisi
bayi.

Pada bayi prematur, pengembangan paru yang berlebihan


selama ventilasi harus dihindari. Resusitasi sebaiknya dilakukan
dengan manometer memantau tekanan PIP, sehingga dapat
memandu pemberian inflasi yang konsisten dan untuk
menghindari tekanan serta volume berlebihan. PIP awal untuk
ventilasi tekanan positif dapat diberikan sebesar 20-25 cmH2O

pada bayi prematur.


Segera evaluasi setelah melakukan ventilasi tekanan positif selama
30 detik. Hal yang dievaluasi adalah usaha napas, frekuensi denyut
jantung dan saturasi oksigen. Berdasarkan hasil evaluasi terdapat 4
kemungkinan kondisi bayi baru lahir dan tindakan selanjutnya
yaitu:
1. Bila napas spontan, denyut jantung > 100 x / menit dan tidak
ada tanda tanda distress respirasi maka lakukan perawatan
pascaresusitasi.
2. Bila napas spontan, denyut jantung > 100 x / menit dan ada
tanda tanda distress respirasi, berikan CPAP.
3. Bila belum ada napas spontan, denyut jantung > 60 x /menit

lanjutkan VTP.
4. Bila bayi belum bernapas dan denyut jantung <
100x/menit, lakukan VTP dan kompresi dada.

Ventilasi tekanan positif dapat dilakukan dengan t-piece


resuscitator (CPAP) apabila kondisi bayi baru lahir memerlukan
VTP berkelanjutan. Salah satu kondisi bayi baru lahir

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


183
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
memerlukan t-piece resuscitator adalah pada kondisi bernapas
spontan namun ada distress pernapasan seperti takipneu,
retraksi dinding dada atau merintih. Berikut adalah cara
melakukan ventilasi tekanan positif berkelanjutan
menggunakan t-piece resuscitator:
1) Tim melakukan persiapan alat.

• Apabila menggunakan t-piece resuscitator tanpa oksigen


maka sambungkan t-piece resuscitator dengan sumber
oksigen kemudian sesuaikan tekanan.
• Atur tekanan positif akhir respirasi (PEEP) yang akan
diberikan, antara 5 – 8 cm H2O (umumnya dimulai dengan
5) hingga manometer menunjukkan PEEP yang diinginkan,
kemudian atur tekanan PIP.
2) Tim melekatkan sungkup dengan ukuran yang sesuai.
3) Pemimpin tim bertanggung terhadap airway dan breathing.
4) Untuk memberikan ventilasi positif dilakukan dengan
menutup dan membuka katup PEEP. Lakukan sebanyak 20-
30x dalam 30 detik.
5) Tim mengamati saturasi oksigen yang tercatat pada pulse
oxymetri dan melakukan evaluasi saturasi oksigen. Terdapat
3 kemungkinan kondisi bayi baru lahir yaitu :
• Jika setelah pemberian PEEP, saturasi oksigen masih
belum naik, maka pemberian FiO2 dinaikkan bertahap.
• Pemasangan LMA bila VTP dengan t-piece resuscitator
tidak efektif.
• Pada bayi cukup bulan, pemberian oksigen dimulai dari
konsentrasi 21% dan pada bayi kurang bulan, mulai 30%
dinaikkan bertahap.
Apabila pemberian CPAP telah mencapai tekanan positif akhir
ekspirasi sebesar 8 cm H2O dan FiO2 telah di atas 40% namun
bayi masih mengalami distres pernapasan, maka pemberian

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


184
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
CPAP dianggap gagal. Sesuai dengan alur maka pada kondisi
tersebut harus mempertimbangkan dilakukannya intubasi.
Efektivitas melakukan ventilasi tekanan positif berkelanjutan,
dapat dinilai dari hal di bawah ini:
1. Peningkatan frekuensi denyut jantung di atas 100 x/menit.
2. Pengembangan dinding dada dan perut atas setiap inflasi.
3. Perbaikan oksigenasi.
Intubasi trakea (atau penggunaan sungkup laring) harus
dipertimbangkan bila ventilasi melalui sungkup wajah masih tidak
efektif (pada VTP berkelanjutan) meski telah melakukan hal-hal di
atas. Keputusan untuk melakukan intubasi akan bergantung pada
usia kehamilan bayi, derajat distres respirasi, respons terhadap
ventilasi tekanan positif, dan kemampuan serta pengalaman
penolong.

Pada tindakan resusitasi terutama pada kondisi bayi baru lahir


bernapas spontan dengan sianosis sentral persisten, perlu
diperhatikan pada pemberian oksigen. Tujuan pemberian oksigen
adalah menargetkan semirip mungkin saturasi oksigen bayi baru
lahir cukup bulan sehat, berapapun usia kehamilan bayinya.

Pada penelitian bayi cukup bulan yang menerima resusitasi dengan


ventilasi tekanan positif intermiten, fraksi oksigen 100% tidak
memberikan keuntungan jangka pendek dan bahkan menunda
bayi untuk melakukan napas pertamanya. Pemberian oksigen
100% juga dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada paru-
paru, otak, mata dan perubahan aliran darah otak, terutama pada
bayi kurang bulan karena sistem antioksidannya yang belum
matur.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


185
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Acuan pada suplementasi oksigen untuk resusitasi bayi baru lahir
dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Mulai pemberian dengan udara (oksigen 21%) dan berikan
oksigen sesuai kebutuhan.
b. Berikan oksigen 100% apabila:
• Saturasi oksigen masih di bawah 70% saat 5 menit atau di
bawah 90% saat usia 10 menit.
• Denyut jantung tidak meningkat di atas 100 x / menit setelah
60 detik dilakukan ventilasi efektif.
• Mulai memberikan kompresi dada.
• Fraksi oksigen disesuaikan dengan target yang diinginkan.

Sungkup laring harus dipertimbangkan digunakan pada bayi cukup


bulan yang tidak berhasil diresusitasi dengan sungkup wajah atau
intubasi. Sungkup laring dapat dipertimbangkan sebagai alternatif
untuk ventilasi tekanan positif pada bayi baru lahir dengan berat di
atas 2000 gram atau usia kehamilan di atas atau sama dengan 34
minggu.
Indikasi pemasangan sungkup laring dalam upaya untuk
melakukan ventilasi dengan sungkup wajah atau intubasi tidak
berhasil atau tidak mungkin dilakukan, beberapa penyebabnya
adalah :
1) Terdapat kelainan kongenital pada mulut, bibir dan langit-
langit mulut sehingga pelaku prosedur mengalami kesulitan
melihat laring.
2) Sindrom Pierre-Robin dan sindrom Down (trisomi 21).
3) Ventilasi dengan sungkup tidak memberikan respon baik
sedangkan tenaga ahli untuk melakukan prosedur intubasi
tidak tersedia (atau tenaga ahli tersedia namun intubasi
gagal).

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


186
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Berikut ini adalah prosedur pemasangan sungkup laring (LMA):
1. Gunakan ukuran sungkup laring (LMA) yang sesuai untuk
pasien.
2. Kempiskan cuff tetapi jaga agar jangan sampai terlipat.
3. Berikan pelumas pada bagian belakang cuff dan sisi samping
LMA dengan pelumas berbasis air atau air liur bayi. Hindari
pemberian pelumas pada bagian anterior cuff atau sampai
ke bagian dalam sungkup.
4. Peganglah LMA seperti memegang pensil, masukan dengan
bagian terbuka dari sungkupnya menghadap ke bawah
(menyisihkan lidah, menyusuri palatum). LMA harus
dimasukan di tengah mulut agar LMA terpasang dengan
tepat dan pengembangan paru simteris. Dorong sungkup
dengan punggung jari telunjuk menyusuri palatum keras ke
arah faring sampai terasa adanya tahanan. Pegang pipa LMA
agar posisi tidak bergeser, kemudian tangan sebelahnya
sedikit menekan ke bawah sementara jari telunjuk yang
digunakan untuk memandu dikeluarkan dari mulut bayi.
5. Kembangkan cuff dengan spuit berisi 4 ml udara. Pipa dapat
sedikit terangkat dari hipofaring ketika cuff dikembangkan.
Rasakan adanya memantulnya kembali bagian dalam spuit.
6. Hubungkan dengan alat resusitasi ventilasi (t-piece atau
balon ventilasi). Bila LMA berada di tempat yang benar maka
dada akan mengembang secara simteris.
7. Posisi LMA yang benar dapat dievaluasi dari sinkronisasi
gerakan dada dan auskultasi area leher.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


187
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Pemasangan Laringeal Mask Airway

Setelah pernapasan reguler, maka seorang bayi normal akan


mencapai frekuensi denyut jantung di atas 100 x / menit, hal ini
umumnya tercapai dalam satu menit pertama setelah lahir.
Rentang normal dari denyut jantung adalah 110 hingga 160 x /
menit. Apabila bayi frekuensi denyut jantung di bawah 60 x / menit
walaupun sudah diberikan VTP secara adekuat selama 30 detik
(ditandai dengan dinding dada turut bergerak setiap inflasi), maka
diindikasikan dilakukannya kompresi dada.

Kegagalan sirkulasi kemungkinan karena memiliki kadar oksigen


yang sangat rendah dalam darah, akibatnya terjadi depresi otot
miokardium yang menyebabkan jantung tidak mampu
berkontraksi secara kuat untuk memompa darah ke paru.

Oksigen yang telah dipompa ke dalam paru tidak dapat dibawa ke


seluruh tubuh. Oleh karena itu, penolong harus membantu
memompa jantung dan pada saat bersamaan melanjutkan
memberi ventilasi pada paru dengan oksigen 100 % hingga
miokardium mendapat cukup oksigen dan dapat menyalurkannya
sampai ke otak.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


188
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Tim harus segera melakukan kompresi dada terkoordinasi dengan
VTP dengan cara sebagai berikut:
• Kompresi dada dilakukan terkoordinasi dengan VTP, satu orang
melakukan kompresi dada dan satu orang melakukan VTP.
• Peserta yang melakukan kompresi dada menghadap ke kepala
bayi dengan kedua tangannya dalam posisi yang benar. (boleh
dibalik jika mengganggu akses terhadap perut bayi).
• Tempat kompresi adalah di sepertiga distal sternum. (tepat di
kaudal linea intermamillaria).
• Kedalaman penekanan sepertiga diameter anteroposterior.

Cara Melakukan Kompresi Dada dan Ventilasi Tekanan Positif

Pada tindakan kompresi dada terkoordinasi dengan VTP, terdapat


dua teknik kompresi dada yaitu teknik ibu jari dan teknik dua jari.
• Teknik ibu jari : kompresi dada dilakukan dengan
menggunakan ujung ibu jari, jari – jari yang lain melingkari
dada.
• Teknik dua jari : kompresi dada dilakukan dengan
menggunakan ujung dua jari (jari tengah dan jari telunjuk),
tangan yang satunya digunakan untuk menopang di punggung
bayi.

Setelah mengetahui teknik kompresi dada, maka tim harus


mengetahui rasio kompresi dada dan napas agar dapat
bekerjasama dengan anggota tim lain.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


189
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Rasio kompresi dada dan napas yang dilakukan adalah 3 : 1
dengan total 90 kali kompresi dan 30 napas setiap menitnya.
Tim harus dapat menjaga konsistensi dalam melakukan
kompresi dada.
• Konsentrasi oksigen dinaikkan sampai 100%.
• Selama kompresi dada harus diperhatikan efektifitas ventilasi.
• Lakukan evaluasi setiap 1 menit. Hal yang dievaluasi adalah laju
denyut jantung dan usaha bernapas.

Terkadang, walaupun paru sudah terventilasi dengan baik (melalui


ventilasi tekanan positif) dan curah jantung membaik (melalui
kompresi dada), sejumlah kecil bayi baru lahir (kurang dari 2 per
1000 kelahiran) masih memiliki frekuensi denyut jantung di bawah
60x/menit. Otot jantung bayi dengan kondisi seperti ini telah
mengalami hipoksia terlalu lama sehingga gagal berkontraksi
secara efektif walau telah mendapat perfusi dengan darah
beroksigen.

Untuk bayi dengan kondisi demikian, penolong perlu


mempertimbangkan melakukan intubasi / pemasangan LMA.
Apabila kondisi masih tetap sama maka harus berlanjut kepada
tahap selanjutnya dalam resusitasi, yaitu Drugs atau pemberian
obat-obatan.

Sub Pokok Bahasan 1.3.2.4. Terapi Obat Obatan

Langkah resusitasi ini adalah memberikan obat-obatan dan cairan


intravena pada resusitasi bayi baru lahir. Hal ini jarang diperlukan,
namun terkadang frekuensi denyut jantung tetap di bawah 60
x/menit walau telah diberikan ventilasi adekuat (dada turut

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


190
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
mengembang seiring inflasi) dan kompresi dada. Pada kondisi
demikian adrenalin harus diberikan.

Meskipun diberikan obat-obatan atau cairan namun penolong


tidak boleh mengurangi atau menghentikan pemberian ventilasi
dan kompresi dada. Pemberian obat-obatan dilakukan ketika
frekuensi denyut jantung < 60 x / menit setelah dilakukannya VTP
dan kompresi dada. Pemberian obat – obatan dan ataupun cairan
intravena dapat melalui vena umbilikal, pipa endotrakeal dan vena
perifer.

Jalur pemberian obat dan cairan yang paling mudah dan cepat dan
memungkinkan dilakukan di Puskesmas adalah melalui vena
umbilikal dibandingkan melalui vena perifer. Untuk itu, tim
resusitasi harus mampu melakukan akses umbilikal.
Prosedur pada katerisasi umbilikal:

Persiapan Bahan dan Alat


• Set umbilikal emergensi (lihat pokok bahasan persiapan alat
resusitasi).
• Antiseptik: Alkohol 70%, Iodium povidon, kasa steril.
• Tempat bahan dan alat-alat (trolley) dan kain penutup steril.
• Spuit 5ml dan10ml.
• Cairan NaCl 0,9% 25 ml atau 100 ml.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


191
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Pelaksanaan
a. Cuci tangan dengan desinfektan dan menggunakan sarung
tangan steril.
b. Lihat kondisi pasien dan keperluan pasien dalam terapi.
c. Isi lebih dahulu kateter ukuran 3.5F atau 5F yang telah
disambung dengan semprit dan stopcock dengan garam
fisiologis.
d. Pasang sebuah keran-3-arah (3-way-stopper) steril dan semprit
pada kateter 5 FG dan isi dengan saline normal, lalu tutup keran
untuk mencegah masuknya udara (yang dapat mengakibatkan
emboli udara).
e. Bersihkan umbilikus dan kulit sekelilingnya dengan larutan
antiseptik, lalu ikat benang mengelilingi dasar umbilikus. Ikatan
ini dapat dikencangkan bila terjadi perdarahan hebat saat
memotong tali pusat.
f. Potong umbilikus 1-2 cm dari dasar dengan pisau steril.
Tentukan vena umbilikus (pembuluh yang menganga lebar) dan
arteri umbilikus (dua pembuluh berdinding tebal). Pegang
umbilikus (yang dekat dengan pembuluh vena) dengan forseps
steril.
g. Tekan ringan bila ada perdarahan, bersihkan dan asepsis
kembali.
h. Pegang bagian dekat ujung kateter dengan forseps steril dan
masukkan kateter ke dalam vena (kateter harus dapat
menembus dengan mudah) sepanjang 4-6 cm. Alur vena akan
menuju ke atas, ke arah jantung. Tarik darah sehingga mengalir
dengan mudah ketika membuka stopcock ke arah semprit dan
menghisap secara perlahan.
i. Periksa kateter tidak menekuk dan darah mengalir balik dengan
mudah; bila ada sumbatan tarik pelan-pelan umbilikus, tarik ke
belakang sebagian kateter dan masukkan kembali.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


192
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
j. Kaji jangan sampai ada udara di selang infus dan tutup ujung
set.
k. Masukkan obat-obatan atau cairan fisiologis.
l. Bila sudah didapatkan perbaikan denyut jantung, kateter
segera dilepas.
m. Asepsis kembali area pemasangan kateter umbilikal.

Apabila jalur intravena tidak tersedia, dan ventilasi serta


kompresi dada adekuat masih gagal menaikkan frekuensi denyut
jantung hingga melebihi 60x/menit, berikan adrenalin melalui
endotrakea. Bila pemberian adrenalin melalui jalur endotrakeal
tidak memberikan respons yang memadai, pemberian adrenalin
selanjutnya diberikan secara intravena.

Dosis intravena yang direkomendasikan adalah 10-30


mikrogram/kgBB (0,1-0,3 mL/kgBB dalam larutan 1:10.000)
dengan cara bolus atau dorongan cepat, lanjutkan dengan
pemberian normal saline secara bolus. Dosis ini dapat diulang
setiap 3-5 menit bila perlu.

Cairan Pengganti Volume Darah (Volume Expanders)

Pertimbangkan pemberian cairan intravaskular bila curiga ada


kehilangan darah, bayi tampak dalam kondisi syok (pucat, perfusi
buruk, pulsasi lemah) dan tidak merespon secara adekuat terhadap
tindakan resusitasi lainnya.

Kristaloid isotonik (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) dapat digunakan


untuk pemberian pertama, namun dapat dilanjutkan dengan
pemberian darah untuk transfusi emergensi pada kasus kehilangan

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


193
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
darah yang masif atau pada bayi yang tidak respon terhadap
resusitasi.

Dosis awal adalah 10 mL / kgBB diberikan intravena secara bolus


(selama 5-10 menit). Hati-hati pada bayi-bayi prematur agar jangan
dibolus terlalu cepat karena risiko pecahnya pembuluh darah.
Dapat diulang sampai menunjukkan respons klinis. Bila berhasil,
pemberian cairan dapat diulang untuk mempertahankan sirkulasi.

Sub Pokok Bahasan 1.3.2.5. Pemasangan C-PAP

Definisi
Continuous positive airway pressure (CPAP) merupakan suatu alat
yang mempertahankan tekanan positif pada saluran napas
neonatus selama pernapasan spontan.

Pada bayi bernapas spontan namun dengan distres napas, berikan


tekanan positif berkelanjutan pada jalan napas (continuous
positive airway pressure / CPAP). Metode CPAP memberikan
tekanan positif terhadap jalan napas dari bayi yang bernapas
spontan sepanjang siklus ekspirasi. CPAP membantu ekspansi paru,
meningkatkan volume paru, dan kesesuaian ventilasi-perfusi,
menurunkan resistensi vascular paru, menurunkan atelektasis dan
meningkatkan oksigenasi.

CPAP juga menghemat penggunaan surfaktan, menjaga


keberadaan surfaktan pada alveoli, dan memertahankan volume
paru, sehingga CPAP lebih dipilih pada resusitasi bayi baru lahir
dengan napas spontan disertai distres napas.
Untuk menilai usaha napas bayi, gunakan skore Downe

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


194
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Skor Downe

0 1 2
Frekuensi < 60 x/menit 60-80 x/menit >80x/menit
napas
Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi
retraksi berat
Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang Sianosis
dengan O² menetap
walaupun
diberi O²
Air Entry Udara masuk Penurunan Tidak ada
ringan udara udara masuk
masuk
Merintih Tidak merintih Dapat Dapat
didengar didengar
dengan tanpa alat
stetoskop bantu
Interpretasi skor
Skor < 4 Distres pernapasan ringan (CPAP)
Skor 4-5 Distres pernapasan sedang (CPAP)
Skor > 6 Distres pernapasan berat ( pertimbangkan intubasi)
Alat yang dapat memberikan CPAP adalah T-piece resuscitator di
fasilitas lengkap, dan Jackson-Rees pada fasilitas terbatas.

Pemberian CPAP dapat dilakukan dengan sungkup atau single nasal


prong (menggunakan pipa endotrakea yang dipotong pendek).
Sungkup wajah dapat digunakan pada saat resusitasi, sedangkan
single nasal prong dipasang setelah resusitasi selesai, saat bayi
ditransportasikan menuju ruang perawatan.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


195
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Cara memberikan ventilasi dengan CPAP di ruang bersalin adalah
sebagai berikut :
• Sebelum memulai penggunaan katup T-piece resuscitator,
penolong harus mengatur tekanan positif akhir ekspirasi /
positive end-expiratory pressure (PEEP) yang akan diberikan
antara 5-8 cm H2O (umumnya dimulai dari 7 cm H2O) hingga di
manometer angka menunjukkan PEEP yang diinginkan.
• Kapten tim yang bertanggung jawab atas airway dan breathing
melekatkan sungkup berukuran tepat pada wajah bayi.
• Asisten sirkulasi mengamati saturasi oksigen dan laju
denyutjantung yang tercatat pada pulse oximetry.
• Apabila setelah pemberian CPAP saturasi oksigen masih belum
naik, maka jangan terburu-buru menaikkan FiO2 selama laju
denyut jantung > 100 kali per menit.
• Pemberian oksigen selalu dimulai dari konsentrasi
21%kemudian dinaikkan / dipertahankan berdasarkan target
saturasi sesuai usia bayi.
• Pemberian CPAP di fasilitas terbatas dapat menggunakan alat
Jackson-Rees. Besarnya PEEP diukur dengan menggunakan
manometer jarum tambahan dan dapat diatur dengan katup
CPAP.
• Hubungkan sungkup wajah dengan T-piece resuscitator atau
Jackson-Rees. Pastikan mulut bayi tidak dalam keadaan terbuka
agar tekanan yang diatur pada alat sesuai dengan tekanan yang
diperoleh bayi.
• Kunci keberhasilan pemberian CPAP adalah sumber gas cukup
dengan memerhatikan tekanan yang tampak pada manometer.
Apabila tekanan berkurang curigai sumber gas berkurang.
Perhatikan tidak ada kebocoran udara melalui sungkup, melalui
nasal prong atau melalui sirkuit CPAP. Kebocoran melalui

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


196
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
sungkup dapat dideteksi melalui ada tidaknya udara yang
keluar di sekitar sungkup. Bila menggunakan pipa endotrakeal,
pastikan menggunakan ukuran pipa yang tepat
menutupilubang hidung bayi.
• Apabila retraksi masih ada maka PEEP dapat dinaikkan sampai
maksimal 8 cmH2O, sebelum memutuskan untuk melakukan
intubasi.

Kapan CPAP dianggap gagal?


Apabila pemberian CPAP telah mencapai tekanan positif akhir
ekspirasi sebesar 8 cmH2O dan FiO2 telah di atas 40% namun bayi
masih mengalami distres pernapasan.

Continuous positive airway (CPAP)


PEEP 5-8 cmH2O
Pemantauan SpO²

1 Gagal CPAP
2 PEEP 5-8 cmH2O
3 FiO² > 40%
4 Dengan Distres napas
5 Pertimbangkan intubasi

Sub Pokok Bahasan 1.3.2.6. Pemasangan Pipa Endotrakheal


(Dokter)

Indikasi

Keputusan untuk melakukan intubasi bergantung pada usia


gestasi bayi, derajat distres napas, respons terhadap ventilasi
tekanan positif, dan kemampuan serta pengalaman penolong.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


197
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Pemasangan Pipa Endotrakheal perlu dilakukan jika :
- Terdapat keputusan mendadak untuk melakukan pengisapan
endotrakeal pada bayi tidak bugar terpapar cairan amnion
bercampur mekoneum.
- Melalui sungkup wajah tidak berhasil (laju denyut jantung tetap
lambat, saturasi oksigen gagal naik atau terlalu lama).
- Pada keadaan khusus, seperti hernia diafragmatika kongenital
atau berat lahir bayi sangat rendah.
- Bayi lahir tanpa denyut jantung yang jelas, intubasi haru
dilakukan sesegera mungkin setelah lahir.

Ukuran dan Kedalaman Insersi Laringoskop dan Pipa Endotrakeal


Diameter internal pipa endotrakeal (endotracheal tube/ ETT)
dalam milimeter dapat dihitung melalui rumus usia gestasi dalam
minggu dibagi 10.
- Pipa dengan diameter 2,5 mm untuk bayi dengan BB < 1 kg.
- Pipa dengan diameter 3,0 mm untuk bayi dengan BB 1-2 kg.
- Pipa dengan diameter 3,5 mm untuk bayi dengan BB 2-3 kg.
- Pipa dengan diameter 3,5-4,0 mm untuk bayi dengan BB di atas
3 kg.

Laringoskop untuk bayi baru lahir harus memiliki daun lurus/Miller


dengan :
- Ukuran 1 (10 cm) sesuai untuk bayi cukup bulan.
- Ukuran 0 (7,5 cm) sesuai untuk bayi kurang bulan atau
- 00 (6 cm) untuk bayi dengan berat lahir sangat rendah.
Secara cepat, untuk menghitung kedalaman insersi pipa
endotrakea dibibir dapat dihitung dengan : berat badan dalam kg
ditambah 6 cm².

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


198
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Kedalaman insersi yang tepat harus selalu diveri kasi dengan :
Tabel panjang pipa endotrakeal yang direkomendasikan
berdasarkan usia gestasi terkoreksi (usia gestasi saat lahir + usia
postnatal) dan berat badan saat diintubasi.

Usia Berat Tanda ETT di Ukuran EET


gestasi Badan Bibir Diameter
terkoreksi ( kg) (cm) internal
(minggu) (mm)
23-24 0,5-0,6 5,5 2,5
25-26 0,7-0,8 6,0 2,5
27-29 0,9-1,0 6,5 2,5
30-32 1,1-1,4 7,0 3,0
33-34 1,5-1,8 7,5 3,0
35-37 1,9-2,4 8,0 3,5
38-40 2,5-3,1 8,5 3,5
41-43 3,2-4,2 9,0 3,5-4,0

Teknik melakukan intubasi endotrakeal :


• Tentukan ukuran pipa endotrakeal.
• Gunakan sarung tangan steril.
• Posisikan bayi di atas permukaan yang rata.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


199
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Jangan lupa sebelum tindakan dimulai, monitor denyut jantung
dan saturasi oksigen harus terpasang.
• Posisikan kepala bayi berada di tengah dengan leher sedikit
ekstensi, tarik dagu dalam posisi menghidu.
• Bersihkan orofaring (suction bila perlu) sampai epiglottis
tampak.
• Berikan ventilasi awal untuk preoksigenasi sebelum tindakan
dengan fraksi oksigen seminimal mungkin untuk mencapai
target saturasi 88-92%.
Pegang laringoskop dengan tangan kiri dan nyalakan lampu
laringoskop dengan memposisikan daun pada posisi terbuka.
• Stabilkan kepala bayi dengan tangan kanan.
• Buka mulut bayi dan tekan lidah ke arah bawah.
• Masukkan laringoskop dari sebelah kanan lidah sampai
menyentuh valekula.
• Asisten memberikan oksigen aliran bebas selama prosedur.
Kenali dan tentukan lokasi glotis Letak pipa endotrakeal yang
benar adalah antara pita suara dan karina masukkan pipa sampai
garis pedoman pita suara berada sebatas pita suara.
• Menekan krikoid ke bawah dengan jari kelingking, dapat
membantu visualisasi glotis.
• Setiap tindakan pemasangan pipa endotrakeal dibatasi hanya
dalam 20 detik dan apabila pemasangan pipa endotrakeal
melebihi 20 detik maka harus dipantau agar denyut jantung
selalu di atas 100 kali per menit. Bila denyut jantung di bawah
100 kali per menit, segera lakukan kembali ventilasi tekanan
positif.
• Apabila pipa endotrakeal sudah berada di tempat yang benar,
pegang pipa dengan ibu jari dan telunjuk tangan kanan menekan
ke arah langit-langit keras supaya tidak mudah tercabut saat
fiksasi pipa endotrakeal atau bila bayi bergerak. JANGAN

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


200
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
LEPASKAN jari dengan alasan apapun sebelum pipa endotrakeal
difiksasi.

Memastikan Posisi Pipa Endotrakeal Efektivitas ventilasi melalui


pipa endotrakeal dikon rmasi dengan tiga hal:
• Dinding dada mengembang seiring inflasi.
• Peningkatan laju denyut jantung di atas 100 kali per menit. Pada
bayi dengan bradikardia, peningkatan laju denyut jantung
segera merupakan indikator terbaik bahwa pipa berada di
trakeobronkial dan ventilasi efektif sedang diberikan.
• Perbaikan oksigenasi. Penilaian dengan oksimetri lebih akurat
dibandingkan inspeksi visual dalam mendeteksi perbaikan
oksigenasi.

Jika dada tidak mengembang dan laju denyut jantung tidak


meningkat, lokasi pipa endotrakeal dan teknik ventilasi perlu
dievaluasi ulang.

Tanda-tanda lainnya untuk mengkon rmasi posisi pipa endotrakeal


yang tepat :
- Dengan inspeksi visual bahwa pipa endotrakeal telah melewati
laring.
- Jika ujung pipa endotrakeal berada di dalam trakea, selama
beberapa napas pertama, embun dapat terlihat dalam pipa
endotrakeal selama ekspirasi. Reliabilitas tanda ini masih belum
dapat dipastikan.
- Dengarkan suara napas di kedua lapang paru (dada atas) dengan
stetoskop.
Suara dari ventilasi tekanan positif harus serupa pada kedua
hemitoraks, halus, dan tidak terdengar dibagian perut. Hal ini sulit

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


201
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
dinilai pada bayi yang sangat prematur. Pada beberapa kondisi
khusus (contoh: pneumotoraks, hernia diafragmatika), terdapat
suara napas asimetris meski peletakan pipa endotrakeal sudah
tepat.

Tanda-tanda bahwa pipa endotrakeal tidak berada di trakea :


- Tidak ada pengembangan dada seiring inflasi.
- Laju denyut jantung di bawah 100 kali per menit yang tidak
meningkat segera setelah intubasi dan ventilasi diberikan.
- Tidak terdeteksi CO2 yang terekspirasi.
- Tidak ada perbaikan dalam oksigenasi.
- Tidak adanya suara napas di aksila.

Tidak adanya pengembangan dada yang simetris dengan tekanan


ventilasi adekuat dapat menandakan pipa endotrakeal masuk
terlalu jauh. Cek kedalaman insersi.

Sub Pokok Bahasan 1.3.2.7. Waktu Menghentikan Resusitasi

Pedoman untuk menghentikan resusitasi mengacu pada denyut


jantung bayi yang terdeteksi dalam 10 menit :
❖ Bila dalam 10 menit denyut jantung bayi tidak terdeteksi, maka
usaha resusitasi dapat dipertimbangkan untuk dihentikan.
❖ Bila dalam 10 menit denyut jantung bayi sulit ditentukan atau
sangat lemah, maka resusitasi dapat terus dilanjutkan.

Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh:


• Diagnosis yang belum pasti.
• Usia gestasi neonatus.
• Ada atau tidaknya komplikasi.
• Harapan orangtua terhadap kehidupan bayinya.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


202
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
American Medical Association Code of Medical Ethics menyatakan
bahwa untuk menentukan keputusan medis resusitasi untuk bayi
kritis meliputi banyak pertimbangan sulit antara lain :
• Kemungkinan keberhasilan resusitasi.
• Risiko yang mungkin timbul dengan atau tanpa resusitasi.
• Kemungkinan tindakan medis akan memperpanjang kehidupan
atau tidak.
• Rasa sakit dan ketidaknyamanan yang timbul.
• Kemungkinan peningkatan derajat kualitas hidup bayi.

Setiap intervensi medis memiliki risiko terjadinya komplikasi atau


bahkan kematian, namun tenaga medis tidak boleh meremehkan
kekuatan bertahan hidup dari seorang bayi. Oleh karena itu, usaha
untuk mempertahankan hidup dengan meresusitasi bayi harus terus
dilakukan secara optimal.

1.6.2. Pokok Bahasan 1.3.2. Resusitasi pada bayi baru lahir

Setelah memahami cara melakukan resusitasi, maka dalam menerapkan


resusitasi tim harus mampu menggabungkan langkah-langkah resusitasi
yaitu airway, breathing, circulation, drug and fluid.

Prinsip-prinsip dalam resusitasi terintegrasi adalah berurutan, simultan,


ketepatan waktu, koordinasi dan penilaian berulang.

Berurutan
Kedua tahapan pertama dalam resusitasi, yaitu Airway dan Breathing
merupakan komponen terpenting dan paling awal dijalankan. Tahapan-
tahapan ini tidak boleh dilompati untuk menuju ke komponen
berikutnya Circulation dan Drugs. Dengan kata lain sebelum

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


203
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
memutuskan melakukan komponen Circulation dan Drugs harus
dipastikan Airway dan Breathing dilakukan optimal.

Simultan
Penilaian usaha napas, frekuensi denyut jantung dan tonus serta tindakan
resusitasi berupa Airway, Breathing, Circulation dan Drugs harus dilakukan
secara simultan atau bersamaan pada satu waktu. Resusitasi secara
simultan paling baik dijalankan dalam bentuk satu tim, semua tindakan dan
penilaian dapat dilakukan secara bersamaan.

Prognosis resusitasi bayi baru lahir sangat bergantung pada kecepatan


dan ketepatan tindakan penolong. Pada beberapa bayi dengan kondisi
sangat buruk, penolong dituntut untuk memberikan ventilasi tekanan
positif, kompresi dada dan cairan pada saat bersamaan. Pada kondisi
demikian, tim harus menerapkan resusitasi simultan.

Ketepatan Waktu
Waktu merupakan hal yang sangat penting pada resusitasi bayi lahir.
Keterlambatan penanganan di awal akan menyebabkan keterlambatan
perbaikan klinis bayi di akhir.

Apabila bayi terlambat ditangani pada saat penanganan Airway, Maka


bayi akan lebih lambat mulai bernapas dibandingkan apabila bayi
ditangani lebih awal. Oleh karena itu, tim dituntut untuk bekerja dengan
sigap dan mampu melaksanakan tahapan-tahapan resusitasi tidak
hanya secara tepat, namun juga cepat.

Koordinasi
Tim harus memiliki koordinasi yang baik, mampu bekerja sama dan
memiliki bahasa medis sama sehingga tidak ada keterlambatan, tidak

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


204
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
saling bertabrakan kerjanya, tidak saling menunggu atau malah menonton
penolong lainnya melakukan resusitasi.

Penilaian Berulang
Kondisi bayi baru lahir dapat mengalami perubahan sepanjang resusitasi
walaupun penolong belum mencapai titik penilaian pada alur resusitasi,
maka penilaian komponen resusitasi harus dilakukan berulang kali
sepanjang resusitasi. Penilaian berulang juga membantu penolong untuk
memantau apakah ada perbaikan atau perburukan kondisi bayi.

Penilaian dilakukan setiap 30 detik sekali, namun tim harus tetap


memantau kondisi bayi sepanjang resusitasi, sehingga tim diharapkan
dengan segera mengenali tanda-tandanya dan melakukan penilaian
kondisi bayi, kemudian menentukan tindakan selanjutnya.

Pada setiap tahapan resusitasi, tim harus selalu memastikan pada timnya,
apakah setiap langkah yang telah dilalui sudah diberikan secara optimal.

Stabilisasi Bayi Baru Lahir Pasca Resusitasi


Bayi baru lahir dengan pasca resusitasi tetap memliki risiko mengalami
perburukan yang dapat menimbulkan gangguan dan keterlambatan
adaptasi berbagai organ tubuh pada masa perinatal. Selama menjalani
perawatan di ruang rawat maupun ketika dipindahkan tim harus
memantau dan mempertahankan kondisi bayi tetap stabil. Tim resusitasi
harus memahami 6 prinsip stabilisasi pada bayi baru lahir pasca resusitasi
yang dikenal dengan STABLE, yaitu:
1) Sugar, yaitu melakukan deteksi dan tatalaksana segera kondisi
hipoglikemia.
2) Temperature, yaitu menjaga kehangatan tubuh dan mencegah
hipotermi.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


205
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
3) Airway, yaitu menjaga jalan nafas dan pertahankan bantuan
pernafasan bila bayi sesak.
4) Blood Pressure, yaitu melakukan deteksi dini dan melakukan
tatalaksana gangguan sirkulasi.
5) Laboratory Examination, yaitu pemeriksaan laboratorium salah
satunya adalah deteksi risiko infeksi.
6) Emotional Support, yaitu komunikasikan masalah bayi baru lahir dan
beri dukungan emosional kepada keluarga

Penting untuk diingat, urutan STABLE tersebut tidak mencerminkan urutan


tindakan stabilisasi seperti halnya resusitasi namun merupakan langkah-
langkah yang harus diingat dalam stabilisasi neonatus.

Berikut ini akan dijelaskan setiap prinsip tersebut secara berurutan:


a. Stabilisasi Pernapasan (Airway)
Evaluasi pada bayi baru lahir meliputi upaya bernapas, yaitu frekuensi
napas, pola dan suara napas. Selanjutnya tim harus mampu
mempertahankan bantuan napas bila bayi sesak:
❖ Posisi kepala yang tepat.
❖ Pengisapan lendir dengan baik.
❖ Ventilasi Tekanan Positif jika diperlukan atau pemberian tekanan
jalan napas positif berkelanjutan (menggunakan t-piece
resuscitator).
❖ Pemasangan sungkup laring (LMA) jika ada indikasi.
❖ Pasang selang OGT agar tidak kembung.
❖ Fiksasi alat bantu napas dan OGT agar tidak lepas selama
transportasi.
❖ Perhatikan target saturasi 88 – 92% tercapai

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


206
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
b. Stabilisasi Suhu (Termoregulasi)
Hipotermi sering terjadi pada bayi baru lahir terutama pada BBLR
karena pusat pengaturan suhu tubuh bayi yang belum sempurna,
permukaan tubuh bayi relatif luas, kemampuan produksi dan
menyimpan panas terbatas. Hipotermi merupakan suatu tanda bahaya
karena dapat menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme tubuh
yang akan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung paru dan
kematian. Mencegah agar bayi tidak hipotermi dengan melakukan
tindakan promotif atau preventif adalah yang terbaik.

Penanganan bayi pada prinsipnya tidak membedakan antara bayi


dengan hipotermi sedang dan berat. Apabila suhu bayi < 36,5 ºC, maka
lakukan segera:
• Ganti linen dan atau baju bila basah (dengan yang kering).
• Bayi baru lahir tetap di bawah pemancar panas yang telah dinyalakan
sebelumnya.
• Pakaikan topi dengan baik dan benar, hingga menutupi telinga.
• Bungkus bayi baru lahir dengan plastik bening dengan rapat agar
tidak terjadi penguapan.
• Lakukan skin to skin contact / perawatan metode kanguru. Bila tidak
memungkinkan dilakukan metode kanguru bayi dapat dilhangatkan
dengan menggunakan lampu sorot. Hindari paparan panas yang
berlebihan dan posisi bayi sering diubah.
• Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak
0.5ºC/jam, berarti upaya menghangatkan berhasil, kemudian
lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi setiap 2 jam.
• Setelah suhu tubuh bayi normal:
- Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi.
- Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya setiap 3
jam.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


207
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
- Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap. Bila bayi tidak
dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu
alternatif cara pemberian minum
• Apabila suhu bayi > 37,50C, maka segera longgarkan linen dan
turunkan suhu pemancar panas.
Tabel berikut ini menjelaskan cara menghangatkan bayi baru lahir:
Cara Petunjuk Penggunaan
PMK • Untuk menstabilkan bayi dengan berat badan <
2500 g, terutama direkomendasikan untuk
perawatan berkelanjutan bayi dengan berat
badan < 1800 g
• Tidak untuk bayi yang sakit berat (sepsis,
gangguan napas berat).
• Tidak untuk Ibu yang menderita penyakit berat
yang tidak dapat merawat bayinya.
Pemancar panas • Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat 2000 g
atau lebih
• Untuk pemeriksaan awal bayi, selama dilakukan
tindakan, atau
• menghangatkan kembali bayi hipotermi
Inkubator • Penghangatan berkelanjutanan bayi dengan berat
< 2000 g yang tidak dapat
• dilakukan PMK
• Untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas
berat)
Ruangan hangat • Untuk merawat bayi dengan berat < 2500 g yang
tidak memerlukan tindakan
• diagnostik atau prosedur pengobatan,
• Tidak untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan
napas berat)

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


208
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Stabilisasi Sirkulasi (Blood Pressure)

Bayi dapat mengalami gangguan sirkulasi selama masa stabilisasi.


Gangguan tersebut dapat berupa syok yaitu merupakan suatu keadaan
kompleks dengan gangguan fungsi sirkulasi sehingga pengangkutan
oksigen dan nutrisi tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan.
Kondisi ini dapat memperberat pada bayi yang prematur berupa risiko
perdarahan intraventrikular akibat kemampuan autoregulasi otak yang
belum matang.

Gangguan sirkulasi sering terjadi sekunder akibat gangguan pernapasan


yang tidak diatasi segera, kecuali pada bayi baru lahir dengan riwayat
kehilangan darah saat perinatal (mis: ibu dengan perdarahan
antepartum) maka bayi dapat akan mengalami gangguan sirkulasi
secara primer. Pada proses stabilisasi, penting untuk mencegah
gangguan sirkulasi sebelum jatuh pada gangguan sirkulasi tingkat
lanjut/ syok dengan mengatasi segera problema hipotermi, hipoglikemi
dan pernapasan secara optimal.

Tim segera melakukan penilaian status sirkulasi bayi baru lahir dan
pengenalan dini gangguan awal sirkulasi, sebagai berikut :
• Lakukan pemeriksaan waktu pengisian kapiler (CRT) dengan
melakukan penekanan pada dada bayi menggunakan jari telunjuk
selama 5 detik kemudian lepaskan penekanan tersebut. Nilai normal
waktu pengisian kapiler adalah < 3 detik.
• Hitung Laju Denyut Jantung menggunakan stetoskop atau pulse
oxymetri (nilai normal adalah 130 – 160 x / menit).
• Nilai kekuatan Nadi femoral (paha)

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


209
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Pada bayi baru lahir masalah sirkulasi lebih banyak berkaitan dengan
hipovolemi. Bayi baru lahir yang dideteksi terdapat gangguan sirkulasi,
perlu segera diberi terapi cairan. Terapi cairan yang sering dipakai
adalah NaCl 0,9%. Pada kasus tertentu diperlukan juga darah utuh
(whole blood) atau PRC (10-20 cc / kg), namun tidak direkomendasikan
untuk memberikan cairan Bikarbonat natrikus.

Ketika terjadi kondisi hipovolemi maka tim harus segera melakukan


tatalaksana sesuai dengan penyebabnya:
1) Syok hipovolemik karena perdarahan antepartum.
Loading cairan NaCl 0,9% 10x berat badan selama 5 menit untuk
bayi cukup bulan dan 20-30 menit untuk bayi premature / berat
kurang dari 1500 gram. Pemberian ini dapat diulang sampai 3x.
2) Syok kardiogenik (akibat asfiksia, sepsis)
Lakukan pemberian loading cairan NaCl 0,9% 10x berat badan
selama 5 menit untuk bayi cukup bulan dan 20-30 menit untuk bayi
premature / berat kurang dari 1500 gram. Jika tidak respons
pertimbangkan pemberian inotropik.

Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Hipoglikemia


Pada bayi baru lahir sehat maupun yang sakit dapat mengalami hipoglikemia
pada hari-hari pertama kehidupan. Hipoglikemia terjadi akibat adanya
ketidakseimbangan antara produksi gula darah dan pemakaiannya.

Pemeriksaan gula darah harus dilakukan dengan cara pengambilan yang


benar dengan menggunakan glukometer test pada darah kapiler. Nilai
normal gula darah adalah > 45 mg/dL. Selanjutnya tim harus mampu
melakukan tatalaksana hipoglikemia dengan mengacu pada skema.

Apabila kadar gula darah < 20 – 25 mg / dL maka segera lakukan bolus


intravena dextrose 10% 2 mL / KgBB selama 5 menit. Kemudian lakukan

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


210
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
pemeriksaan ulang gula darah 30 menit kemudian. Jika kadar gula darah
tetap < 20 – 25 mg / dL maka perlu dextrose 15%. Pada kondisi ini pemberian
asupan enteral harus ditunda sampai kadar gula darah normal dan bayi
stabil. Jika kadar gula darah 25 – 45 mg / dL maka bayi dapat minum dalam
4 jam pasca lahir. Namun apabila pemberian minum tidak ditoleransi atau
kadar gula darah tetap 20 – 45 mg / dL maka tambahkan dextrose intravena.
Tim harus tetap memantau kadar gula darah secara periodik.

Pemberian cairan infus dengan menggunakan penghitungan kecepatan


infus glukosa / glucose infusion rate (GIR).

Langkah pencegahan hipoglikemia perlu dilakukan, berikut adalah


pencegahan hipoglikemia:
• Menghindari faktor risiko yang dapat dicegah, seperti hipotermia.
• Pemberian makan enteral merupakan tindakan pencegahan utama
bila kondisi klinis bayi baik.
• Jika bayi berisiko hipoglikemia tidak mungkin menyusui, pemberian
minum dimulai dengan menggunakan pipa orogastrik dalam waktu
1-3 jam setelah lahir.
• Bayi baru lahir yang berisiko tinggi harus dipantau nilai glukosanya
sampai asupan nutrisi penuh dan tiga kali pengukuran normal yaitu
berada di atas 45 mg/dl (diperiksa sebelum pemberian minum).

Deteksi Risiko Infeksi dengan Pemeriksaan Laboratorium (Laboratory


Examintation)

Pencegahan infeksi pada stabilisasi sangat penting dengan mengetahui


riwayat kehamilan dan persalinan serta pemeriksaan laboratorium. Pada
anamnesis perlu ditanyakan perihal ketuban pecah dini > 18 jam, adakah
Ibu febris (suhu > 38 C), Ibu sakit menjelang persalinan ( diare, ISK atau
infeksi lainnya), persalinan prematur yang tidak diketahui sebabnya.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


211
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Jenis pemeriksaan darah pada ibu dan bayi baru lahir yang penting adalah
leukosit. Tim perlu mengetahui nilai normal leukosit darah ibu yaitu >
15.000 µL dan nilai normal leukosit bayi baru lahir adalah < 5000 - > 35000
/ µL

Dukungan Emosional Kepada Keluarga (Emotional Support)

Orangtua bayi yang menjalani perawatan pada umumnya mengalami krisis


emosi. Dukungan emosional sangat dibutuhkan sejak awal. Bentuk
dukungan dapat berupa: ucapan selamat atas kelahiran bayi, mengijinkan
ibu melihat bayi, memberikan penjelasan sederhana terkait kondisi bayi
baru lahir dan rencana tatalaksana termasuk rujukan, orangtua dan
keluarga diberikan kesempatan bertanya, melibatkan orangtua dalam
perawatan bayi serta dalam pengambilan keputusan.

Transportasi Pada Bayi Baru Lahir Pasca Resusitasi

Pada kasus-kasus tertentu, tenaga kesehatan sebagai tim resusitasi tidak


mampu melakukan penanganan tuntas bayi baru lahir yang mungkin
disebabkan karena kasus yang didapat merupakan kewenangan fasilitas
pelayanan kesehatan rujukan dan atau keterbatasan fasilitas di institusinya
dan atau keterbatasan kemampuan serta jumlah tenaga kesehatan. Pada
kondisi tersebut, tim resusitasi harus mampu memberikan tindakan
rujukan sesuai standar.

Transportasi bayi baru lahir sebaiknya dilakukan dengan metode kontak


kulit dengan kulit atau disebut perawatan metode kangguru (PMK). Bayi
yang disarankan untuk menggunakan PMK adalah bayi stabil secara
fisiologis pada suhu 36°C atau lebih serta tidak ada persyaratan usia
kehamilan. Pada situasi khusus, dimana bayi mendapat terapi oksigen,

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


212
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
CPAP, atau bahkan ventilasi tekanan positif dapat menerima asuhan PMK.
PMK untuk merujuk pasien dapat dilakukan oleh keluarga pasien, tidak
harus dengan ibunya.

Setiap orang yang terlibat dan harus merasa nyaman dan mendukung
keputusan ini. Setelah keputusan dibuat, suhu bayi harus dinilai pada suhu
normal dan dicatat pada flow sheet. Bila bayi terpasang skin probe, probe
suhu kulit dibiarkan tetap terpasang, demikian juga semua kabel monitor,
jalur intravena, dan selang bantu napas harus dieratkan dengan aman. Bayi
tidak perlu menggunakan pakaian kecuali popok dan topi.

Hal yang harus dipantau selama melakukan Perawatan Metode Kanguru


(PMK) adalah suhu, pernapasan, tanda bahaya, pemberian minum dan
tumbuh kembang.

Tujuan dari transportasi / rujukan bayi adalah untuk memberikan stabilisasi


dini dan memulai perawatan lebih lanjut di institusi yang lebih tinggi untuk
mendapatkan kelanjutan terapi perawatan kritis dan pemantauan selama
transportasi / rujukan untuk memastikan keselamatan bayi dan hasil yang
baik.

Hal Ini membutuhkan pendekatan sistematis yang menggabungkan


perencanaan tinggi dan persiapan sebelum bayi tersebut akan

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


213
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
dipindahkan. Salah satu pendekatan tersebut adalah metode ACCEPT,
yang digunakan pada orang dewasa, hal itu juga dapat digunakan untuk
pediatri dan neonatus. (Paediatric and Neonatal Safe Transfer and
Retrieval, 2008Infant Transport, Gomella, 2009).

Pendekatan sistematik untuk transportasi bayi baru lahir


Prinsip transportasi pada bayi baru lahir pasca resusitasi dikenal dengan
ACCEPT yaitu
1. Assessmen, yaitu penilaian terkait dengan kondisi bayi baru lahir.
2. Control, yaitu pengawasan terhadap tim yang akan melakukan
Rujukan serta kelengkapan perlengkapan rujukan.
3. Communication, yaitu melakukan komunikasi dengan fasilitas
tujuan rujukan dan komunikasi kepada keluarga terkait kondisi dan
rencana rujukan.
4. Evaluation, yaitu mencermati ulang kondisi bayi baru lahir yang
akan dilakukan rujukan
5. Prepration and packaging, yaitu tim melakukan penyiapan terakhir
mulai dari daftar dokumen rujukan, alat transport dan lain
sebagainya yang diperlukan dalam proses rujukan.
6. Transportation, yaitu tim berangkat ke tempat rujukan dan
memberikan informasi medis kepada tenaga kesehatan tingkat
rujukan.

Penilaian (Assessment)
Tim melakukan penilaian kondisi bayi baru lahir meliputi indikasi yang
dapat dirujuk, kelayakan bayi baru lahir untuk dirujuk, kondisi bayi baru
lahir yang stabil. Hal yang perlu diperhatikan pada saat penilaian kondisi
bayi baru lahir yang stabil adalah sebagai berikut:
• Bebas jalan nafas dan ventilasi adekuat.
• Kulit dan bibir merah jambu.
• Frekuensi jantung 120-160x/menit.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


214
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Suhu axilla 36.5-37 ‫ﹾ‬C.
• Masalah metabolik terkoreksi.
• Masalah spesifik penderita terkontrol.

Pengawasan (Control)
Keadaan personil dan perlengkapan tim Tranport menjadi bagian yang
penting dalam melakukan rujukan. Tim yang melakukan transportasi terdiri
dari 2 sampai 3 orang tenaga kesehatan (Dokter, bidan, Perawat atau
tenaga medis lainnya) yang terlatih.

Tim harus mampu dalam tatalaksana bayi baru lahir risiko tinggi dan
melakukan penanganan tanda bahaya dan hal mendasar harus dimiliki oleh
tenaga kesehatan yaitu :
➢ Posisi perawatan metode kanguru
➢ Pemantauan untuk frekuensi jantung, frekuensi pernapasan dan
temperatur. Bila mungkin saturasi oksigen.

Kendaraan yang digunakan harus memenuhi tunjangan hidup dasar,


seperti tersedianya :
❖ Dukungan termal.
Dukungan respiratori yaitu : Alat CPAP, alat-alat untuk melaksanakan
intubasi.
❖ Perangkat suction.
❖ Perangkat pemantauan.
❖ Peralatan infus serta perlengkapan akses vaskuler.
❖ Obat-obatan emergensi.
❖ Sumber oksigen.

Komunikasi (Communication)
Tim resusitasi harus mampu melakukan komunikasi internal, eksternal dan
keluarga. Komunikasi internal adalah tim melakukan komunikasi diantara

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


215
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
tim yang melakukan rujukan.

Komunikasi eksternal adalah tim melakukan komunikasi ke tempat


rujukan. Hal yang perlu di informasikan oleh fasilitas kesehatan yang
merujuk mencakup riwayat kelahiran bayi, faktor risiko antenatal,
tindakan yang telah dilakukan serta perkembangan kondisi bayi. Selain
itu, tim perujuk perlu memastikan ketersediaan tempat di unit tujuan
rujukan terlebih dahulu sebelum melakukan transportasi.

Data dasar yang harus diinformasikan:


• Identitas patien dan tanggal lahir.
• Identitas orang tua.
• Riwayat kehamilan, persalinan dan prosesnya, tindakan resusitasi
yang dilakukan.
• Nilai Apgar.
• Masa Kehamilan dan berat lahir.
• Tanda vital (suhu, Frekuensi jantung, pernapasan dan tekanan
darah).
• Kebutuhan respirasi terhadap Oksgen/CPAP.
• Kebutuhan akan akses vaskuler.
• Data laboratoris (glukosa, Kalsium, hematokrit, analisis gas darah
bila ada)
Kondisi dan tatalaksana bayi sebelum dan selama tranportasi harus selalu
didokumentasikan untuk diserahkan pada pada unit rujukan. Persetujuan
keluarga terkait pemindahan bayi ke unit rujukan dinyatakan dalam bentuk
tertulis (informed consent).

Komunikasi dengan keluarga merupakan salah satu hal yang penting


dalam proses rujukan. Hal ini perlu dilakukan oleh tim sebelum melakukan
rujukan, yang perlu disampaikan kepada orangtua adalah kondisi bayi,
perawatan yang diperlukan, prognosis dan informasi mengenai sistem

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


216
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
transportasi yang digunakan dan unit (tujuan) rujukan. Orangtua diberikan
kesempatan untuk mendapatkan informasi terkait prosedur transportasi
dan perawatan bayi mereka. Selain itu, tim perlu meminta persetujuan
tindakan dan lainnya.

Evaluation
Tenaga kesehatan perlu memastikan bahwa kondisi bayi baru lahir tepat
untuk dilakukan rujukan, yang perlu diperhatikan oleh tenaga kesehatan
ketika akan melakukan rujukan :
• Gangguan pernapasan oleh sebab apapun (aspirasi mekonium,
neonatal pneumonia, penyakit membrane hialin) untuk mendapat
tunjangan ventilator, pemantauan terapi oksigen dan analisis gas
darah.
• Kebutuhan cairan dan nutrisi parenteral.
• Kasus bedah neonatus.
• BBLR.
• Kemungkinan penyakit jantung bawaan.
• Komplikasi persalinan berat.
• Asfiksi neonatorum.
• Bayi ibu diabetes mellitus.
• Kejang pada bayi baru lahir.
Tersangka infeksi (sepsis, meningitis).
• Penyakit hemolisis.
• Apneu.
• Tersangka renjatan.
• Persisten asidosis.
• Hipoglikemi.
• Pasien letargis tanpa sebab yang jelas.

Tim perlu memastikan kondisi klinis bayi baru lahir baik selama perjalanan
rujukan maupun saat tiba di tempat rujukan. Kondisi klinis baik yang

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


217
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
dimaksud adalah warm, pink dan sweet.

Preparation
Tenaga kesehatan harus melakukan cek terhadap daftar yang perlu
dilakukan untuk semua prosedur tranportasi yang optimal seperti kondisi
bayi baru lahir mulai dari airway, breathing, circulation, drug, emotional
support dan fluid (A,B,C, D, E, F), dokumen, komunikasi alat transport yang
aman perlu dipersiapkan dan dipastikan kesiapannya.

Transportation
Bayi baru lahir dapat diberangkatkan ke fasilitas pelayanan kesehatan
rujukan yang dituju. Unit rujukan harus memberi informasi kepada pihak
yang merujuk terkait kondisi bayi, diagnosis, prognosa, dan kemungkinan
lama rawat. Apabila kondisi bayi membaik dan dikembalikan ke unit
perujuk untuk melanjutkan perawatan sebaiknya disertai dengan surat
berisi tatalaksana dan lama perawatan bayi di unit rujukan.

Rujukan balik dilakukan ketika masalah saat dirujuk sudah teratasi. Hal ini
perlu dilakukan dan dikoordinasikan karena bermaanfaat bagi pasien,
keluarga pasien dan sistem perawatan regional.

REFERENSI
1. Kementerian Kesehatan. Modul pelatihan bagi pelatih, penanganan kegawatdaruratan
maternal dan neonatal bagi dokter umum dan perawat, Jakarta, 2018
2. WHO, Managing Complications in Pregnancy and Childbirth: A guide for midwives and
doctors, 2nd Edition, Integrated Management Of Pregnancy And Childbirth, Jenewa
Swiss, 2017
3. JNPKR, Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan neonatal Emergensi Dasar (PONED), Jakarta,
2013
4. IDAI, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) IDAI, Jakarta, 2018
5. Managing Newborn problem JHPIEGO
6. Buku Panduan Resusitasi Neonatus IDAI thn 2014

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


218
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
MATERI INTI 9
PENGGUNAAN INSTRUMEN (ALAT BANTU) DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN KLINIK
KASUS EMERGENSI MATERNAL NEONATAL

1.1 DESKRIPSI SINGKAT


Dalam sistem pelayanan kesehatan ibu dan anak di Indonesia sering kali
tenaga kesehatan mengalami kendala/ hambatan untuk mengambil keputusan
ketika dihadapkan pada kondisi emergensi. Hal ini seringkali menyebabkan
keterlambatan pelayanan sehingga menyebabkan terjadinya kematian.
Oleh karena itu, perlu adanya suatu alat yang dapat membantu para
tenaga kesehatan tersebut dalam mengambil keputusan yang baik dan sesuai
standar. Alat ini membantu tenaga kesehatan dalam melaksanakan standar
berdasarkan kepada bukti ilmiah, serta mendokumentasikan pemberian
pelayanan kesehatan yang telah dilakukan. Alat ini membantu yang bisa
mengingatkan tenaga kesehatan untuk membuat keputusan penting terkait
langkah-langkah yang diperlukan ketika menghadapi situasi emergensi.
Petunjuk teknis ini berisi kumpulan alat penunjang pengambilan
keputusan klinis atau Decision Support Tools (DST) yang ditujukan untuk
menangani berbagai situasi emergensi pada ibu dan bayi baru lahir yang mungkin
dihadapi oleh petugas kesehatan di tempat kerja.
Terdapat 4 faktor dalam DST yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan
medis hingga 95% di fasilitas pelayanan kesehatan apabila diimplementasikan
dengan memenuhi persyaratan-persyaratan berikut ini :
1) Digunakan dalam alur kerja rutin. DST dilengkapi dan didokumentasikan
secara rutin dan konsisten bersama dengan rekam medis lainnya dan
diletakkan di tempat yang mudah dijangkau oleh petugas (misalnya dekat
tempat tidur pasien).
2) Digunakan untuk situasi klinis penting yang bersifat vital. DST digunakan untuk
mengenali penyebab utama kematian ibu dan bayi baru lahir, juga secara
khusus, digunakan untuk perdarahan pasca persalinan, pre/eklamsia, dan
partus macet dalam hal perawatan ibu serta asfiksia pada bayi baru lahir,

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


219
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
sepsis neonatorum, dan pemberian nutrisi pada bayi berat lahir rendah
(BBLR).
3) Mengarahkan tenaga kesehtan untuk bertindak sesuai dengan standar
prosedur operasional (SPO) Arahan yang terkandung dalam DST ini sesuai
dengan standar Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Dasar/Pelayanan
Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONED / PONEK) atau mengacu
pada SPO di fasilitas kesehatan masing-masing.
4) Wajib digunakan sebagai pelengkap rekam medis. Variasi pemberian
pelayanan kegawatdaruratan akan dapat membahayakan ibu dan bayi baru
lahir apabila dilaksanakan tidak sesuai standar. Agar dapat menyelamatkan ibu
dan bayi baru lahir melalui penanganan kegawatdaruratan yang aman, maka
DST telah disusun untuk mengingatkan untuk melaksanakan praktik klinik
sesuai standar. yang seringkali tidak tertulis dalam rekam medis.
DST ini disusun untuk digunakan oleh dokter, tapi formatnya juga
memungkinkan digunakan oleh tenaga kesehatan lainnya. Terutama pada situasi
dengan sumber daya terbatas, dimana harus dilakukan di bawah pengawasan
yang tepat oleh dokter/spesialis agar dapat meningkatkan kelangsungan hidup ibu
dan bayi baru lahir.

1.2 TUJUAN PEMBELAJARAN


1.2.1. TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menggunakan Instrumen
(alat bantu) dalam pengambilan keputusan klinik kasus emergensi
maternal neonatal.

1.2.2. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu :
1.2.2.1. Menjelaskan instrumen dalam pengambilan Keputusan klinik
kasus emergensi maternal neonatal.
1.2.2.2. Menggunakan instrumen dalam pengambilan keputusan klinik
kasus emergensi maternal neonatal

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


220
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
1.3 POKOK BAHASAN
1.3.1. Instrumen Dalam Pengambilan Keputusan Klinik Kasus Emergensi
Maternal Neonatal :
1.3.1.1. Isi Instrumen
1.3.1.2. Fungsi Instrumen
1.3.1.3. Cara Penggunaaan
1.3.2 Penggunaan Instrumen Dalam Pengambilan Keputusan Klinik Kasus
Emergensi Neonatal

1.4 METODE PEMBELAJARAN


• Ceramah tanya jawab (CTJ)
• Studi Kasus : Latihan Penggunaan Instrumen (TPK 2)
• Praktek Lapangan (TPK 2)

1.5 MEDIA DAN ALAT BANTU


• LCD / In Focus
• Flipchart
• Whiteboard
• Spidol (ATK)
• Modul Pelatihan
• Lembar Kasus
• Instrumen Pengambilan Keputusan Klinik (DST)
• Bahan tayang (Slide power point)
• Laptop

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


221
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
1.6 URAIAN MATERI
1.6.1. Pokok Bahasan 1.3.1. Instrumen Dalam Pengambilan Keputusan Klinik
Kasus Emergensi Maternal Neonatal

Instrumen Dalam Pengambilan Keputusan Klinik / Decision Support Tools


(DST) mencakup beberapa unsur penting berikut ini.
1) Semua petugas kesehatan perlu memahami bahwa DST adalah sesuai
dengan SPO yang ada dan menghindari pemberian pelayanan dengan
cara yang berbeda pada kondisi atau diagnosis yang sama. Misalnya
pemberian antibiotik tertentu yang digunakan sebagai lini pertama
dalam kondisi- kondisi tertentu sesuai SPO, maka ini harus dipatuhi
sepenuhnya, dengan kekecualian pada kasus tertentu dan
didokumentasikan secara jelas.
2) Alat pendukung keputusan harus benar-benar diikuti oleh petugas
yang menggunakannya. DST ini wajib digunakan secara rutin dan
dievaluasi secara berkala. Ini untuk memastikan bahwa dokumentasi
yang ada dalam DST benar-benar mengambarkan perilaku petugas
yang sebenarnya. Misalnya DST mengindikasikan bahwa petugas
perlu memberi susu dengan kalori yang lebih tinggi pada BBLR, maka
dalam lembar DST itu harus terdapat juga informasi yang diperlukan
tentang cara-cara pemberian nutrisi tambahan yang mampu
dilakukan oleh petugas yang ada.
DST harus diletakkan di tempat yang mudah dijangkau. Di ruang
bayi, DST untuk dukungan nutrisi, cairan infus, dan manajemen
oksigen harus ditempelkan di boks / penghangat bayi untuk digunakan
selama penilaian pasien rutin. Untuk DST obstetrik diletakkan dekat
dengan pasien .
3) Hasil akhir dari penggunaan DST harus terus menerus dipantau oleh
bagian kebidanan dan neonatus atau manajemen secara teratur.
Maksud dari DST ini adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
Hal ini hanya dapat dicapai melalui pemantauan dan evaluasi rutin

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


222
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
sehingga memberikan kesempatan untuk perbaikan penerapan DST.
Hasil akhir yang penting untuk dipantau adalah kematian ibu dan bayi
baru lahir. Hasil akhir lainnya mencakup penambahan berat badan
rata-rata harian bayi dan persentase ibu dengan persalinan prematur
yang menerima kortikosteroid antenatal.
4) Fasilitas harus memiliki keterampilan dasar dan alat yang sesuai untuk
menerapkan DST. Secara umum fasilitas kesehatan di Indonesia sudah
memiliki keterampilan dan alat yang diperlukan untuk menerapkan
DST. Jika belum ada maka dinas kesehatan melalui pendampingan
dapat membantu dalam melengkapi sarana prasarana pada fasilitas
kesehatan sesuai yang dibutuhkan seperti di dalam DST.
5) DST dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan
setempat. Perubahan dan penyesuaian pada DST dapat dilakukan
apabila fasilitas kesehatatan dapat memberikan bukti ilmiah dan
standar pelayanan untuk mendukung perubahan tersebut, direvisi
dan kemudian diikuti secara konsisten.

Sub Pokok bahasan 1.3.1.1. Isi Instrumen

Instrumen Alat Bantu Stabilisasi Neonatus Sebelum Dirujuk / Rawat

Maksud:
Maksud dari alat penunjang pengambilan keputusan ini adalah untuk
memandu tatalaksana kedaruratan neonatus yang sering ditemui
sementara menunggu untuk mengirimkan bayi ke tingkat layanan yang
lebih tinggi. Alat penunjang ini mencakup dokumentasi menyeluruh terkait
presentasi, pengobatan, dan kondisi bayi sebelum dirujuk.

Tujuan:
• Bayi distabilkan dengan baik di unit gawat darurat sementara
menunggu rekomendasi dari dokter spesialis atau sebelum

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


223
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
dipindahkan dari Puskesmas ke Rumah Sakit.
• Petugas kesehatan yang menerima bayi sakit telah melengkapi
dokumentasi riwayat dan pemeriksaan fisik yang menjadi dasar
diagnosis dan pengobatan yang diberikan kepada pasien.
• DST Kedaruratan Neonatus menjadi bagian dari rekam medis resmi
dari unit gawat darurat atau Puskesmas yang mendokumentasikan
pemberian layanan kesehatan berkualitas tinggi

Instrument alat bantu lembar kerja rujukan Neonatal

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


224
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
PANDUAN PENGISIAN INSTRUMEN ALAT BANTU LEMBAR KERJA
RUJUKAN NEONATAL

1. Di bagian kanan atas, petugas kesehatan mengisi identitas Pasien


termasuk nama, tanggal, berat badan saat ini, dan tanggal lahir bayi.
2. Petugas mencatat alasan untuk perawatan atau rujukan bayi
berdasarkan riwayat dan temuan-temuan fisik yang biasa ditemui
pada patologi neonatus. Kondisi-kondisi patologi ini mencakup
komplikasi prematuritas, sepsis, gawat nafas, dehidrasi, dan gangguan
syaraf.
Bayi mungkin saja masuk ke dalam lebih dari satu kategori penyakit
yang ditunjukkan oleh tanda “x”. Fitur-fitur dalam kategori yang sesuai
dengan keadaan pasien juga diberi tanda “x” atau mengisi informasi
yang diminta.
Pada contoh di atas, bayi JB Big masuk ke rawat inap rumah sakit dari
UGD pada usia 4 hari karena sepsis dan dehidrasi. Untuk mendukung
informasi terdahulu, tertulis bahwa bayi mengalami anoreksia dan
hipoterima dengan S=36.3. Bayi bernafas cepat dan mengalami
letargi. Untuk mendukung kesimpulan dehidrasi, bayi telah kehilangan
10% berat badan lahirnya, tidak mau menyusui dan, sebagai
akibatnya, menjadi lemah. Tabel penyakit ini tidak mencakup semua
penyakit yang ada dan DST menyediakan ruang untuk menuliskan
informasi tambahan.
3. Setelah dokumentasi diagnosis, pengguna diminta untuk mengobati
pasien secara sistematis, dimulai dengan mengukur gula darah,
memberikan cairan dengan adanya tanda-tanda dehidrasi dan
memberikan antibiotik jika terdapat tanda-tanda sepsis atau untuk
bayi kurang dari 1500g.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


225
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Perhatikan bahwa instrument alat bantu menghilangkan kemungkinan
menebak-nebak untuk merespon kekurangan-kekurangan gula darah
rendah atau menentukan dosis dan frekuensi antibiotik. Dalam contoh ini,
bayi memiliki kadar gula darah yang bisa diterima sebesar 41, tetapi tidak
menerima cairan infus IV meskipun terdapat riwayat dehidrasi.
Berdasarkan berat badan bayi sejumlah 3,4 kg, dosis gentamisin dan
ampisilin diberikan pada jam 15.30. Bayi menerima antibiotik secara intra
muskular karena staf tidak dapat memperoleh akses intravena. Kondisi ini
menjelaskan mengapa bayi tidak menerima cairan IV meskipun mengalami
dehidrasi.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


226
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
4. Sebelum dirujuk, pemeriksaan fisik bayi dimasukkan dalam status.
Informasi yang dicantumkan mencakup tanda-tanda fisik dan panjang
serta lingkar kepala bayi. Format pemeriksaan membuat dokumentasinya
menjadi cukup mudah.

Instrument alat bantu stabilisasi rujukan kasus emergensi maternal


Maksud :
Maksud dari alat penunjang pengambilan keputusan ini adalah untuk memandu
tata laksana sebagian besar kedaruratan ibu sementara menunggu untuk
dipindahkan ke tingkat layanan kesehatan yang lebih tinggi. Alat ini mencakup
dokumentasi menyeluruh dari presentasi, pengobatan, dan kondisi pasien
sebelum dirujuk.
Tujuan :
• Ibu hamil distabilkan dengan baik sementara menunggu rekomendasi dari
dokter di UGD atau sebelum dipindahkan dari Puskesmas ke Rumah Sakit.
• petugas kesehatan yang menerima pasien sakit telah melengkapi
dokumentasi riwayat dan pemeriksaan fisik yang menjadi dasar diagnosis
dan pengobatan yang diberikan kepada pasien.
• instrument alat bantu Kedaruratan Ibu menjadi bagian dari rekam medis
resmi dari unit gawat darurat atau Puskesmas yang mendokumentasikan
pemberian layanan kesehatan berkualitas tinggi.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


227
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Instrumen alat bantu lembar kerja rujukan Maternal

PANDUAN PENGISIAN INSTRUMENT ALAT BANTU LEMBAR KERJA RUJUKAN


MATERNAL

1. Pada bagian kanan atas pengguna mengisi identitas pasien termasuk nama,
tanggal, waktu dan kehamilan.
Petugas mencatat pemikiran yang mendasari perawatan atau pemindahan
pasien berdasarkan riwayat dan temuan fisik yang biasa ditemui pada
patologi maternal. Kondisi-kondisi ini mencakup komplikasi perdarahan pra
dan pasca persalinan, pereklampsia, persalinan prematur dan sepsis.

2. Pasien mungkin masuk ke dalam lebih dari satu kategori penyakit yang
ditunjukkan dengan tanda “x”. Fitur-fitur dalam suatu kategori yang berlaku
untuk pasien juga ditunjukkan dengan tanda “x” atau dengan mengisi
pertanyaan-pertanyaan terkait informasi. Pada contoh di atas, Bu Jane
sedang distabilkan untuk dipindahkan / dirujuk dari Puskesmas akibat pre-
eklamsia berat dan kemungkinan sepsis. Pengguna secara salah menandai
persalinan prematur sebagai alasan pemindahan. Memang usia kehamilan
janin adalah 34 minggu tetapi ibu tidak menunjukkan tanda-tanda persalinan.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


228
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Untuk mendukung diagnosis pre-eklamsia, pasien tercatat memiliki riwayat
sakit kepala dan edema. Pemeriksaan fisik mengungkap adanya tekanan
diastol 113mmHg dan proteinuria (meskipun derajat proteinurianya.)??
Pasien mengalami demam hingga 38,5 tetapi sadar meskipun nampak tidak
sehat.
Tabel penyakit tidak mencakup seluruh penyakit dan instrument alat bantu
memberikan ruang untuk menulis informasi tambahan.
3. Setelah dokumentasi diagnosis, pengguna diminta merawat pasien secara
sistematis dengan memberikan cairan jika ada tanda-tanda dehidrasi dan
pemberian deksametason jika ada risiko persalinan prematur.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


229
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
4. Dalam kasus ini, ibu hamil dengan Usia kehamilan 34 minggu dan mem-
peroleh 6 gr IM deksametason karena berisiko mengalami persalinan
prematur akibat pre-eklampsia. Karena ibu demam, petugas memilih
untuk memberikan antibiotik lini kedua,ceftriaxone. Untuk pasien pre-
eklampsia ibu menerima MgSO4 IM. Perhatikan catatan waktu untuk
semua obat yang diberikan. Ini adalah aspek sangat penting dalam
dokumentasi medis.
5. Sebelum pemindahan, hasil pemeriksaan fisik pasien dicatat. Informasi
mencakup tanda-tanda vital berulang. Format pemeriksaan membuat
dokumentasi cukup mudah.

REFERENSI
- Modul Pelatihan Stabilisasi Kasus Emergensi Maternal Neonatal
- Panduan DST program EMAS 201

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


230
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
MATERI INTI 10
TATA KELOLA KLINIK

1.1. DESKRIPSI SINGKAT


Tata kelola klinis yang baik atau Good clinical Governance kembali hangat
dibicarakan di Indonesia pada era Jaminan Kesehatan Nasional, dimana fasilitas
pelayanan kesehatan dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang
bermutu namun tetap dapat menjaga biaya.
Tata kelola klinis suatu sistem yang menjamin organisasi pemberi
pelayanan kesehatan bertanggung jawab terus menerus melakukan perbaikan
mutu pelayanannya dan menjamin memberikan pelayanan dengan standar yang
tinggi dengan menciptakan lingkungan dimana pelayanan prima akan
berkembang (Scally & Donaldson 1998).
Tata kelola klinis yang baik adalah penerapan fungsi manajemen klnis yang
meliputi kepemimpinan klinik, audit klinis, risiko klinis berbasis bukti, peningkatan
kinerja, pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil pelayanan,
pengembangan profesional dan akreditasi rumah sakit (penjelasan Ps 36 UU No
44 th 2009).

1.2. TUJUAN PEMBELAJARAN


1.2.1. TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menerapkan tata Kelola
klinik sesuai standar.

1.2.2. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1.2.1.1. Menjelaskan konsep patient safety
1.2.1.2. Melakukan audit kasus nearmiss dan kematian
1.2.1.3. Melakukan penyusunan dashboard klinis

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


231
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
1.3. POKOK BAHASAN
1.3.1. Konsep Patient Safety
1.3.1.1. Pentingnya Patient Safety
1.3.1.2. Swiss Cheese Theory
1.3.1.3. Budaya Keselamatan Pasien
1.3.1.4. Enam (6) Sasaran Keselamatan Pasien

1.3.2. Audit Kasus Nearmiss dan Kematian


1.3.2.1. Definisi Kasus Nearmiss
1.3.2.2. Kriteria Kasus Nearmiss
1.3.2.3. Identifikasi Kasus Nearmiss
1.3.2.4. Kajian Kasus Nearmiss dan Kematian

1.3.3. Penyusunan Dashboard Klinis


1.3.3.1. Definisi
1.3.3.2. Fungsi
1.3.3.3. Penggunaan Dalam Pelayanan Klinis
1.3.3.4. Langkah Penyusunan

1.4. METODE PEMBELAJARAN


• Ceramah tanya jawab (CTJ)
• Studi Kasus (TPK1)
• Latihan Penyusunan Dashboard (TPK 3)
• Praktek Lapangan (TPK 2)
• Ceramah tanya jawab (CTJ)
• Latihan Penyusunan Dashboard (TPK 3)

1.5. MEDIA DAN ALAT BANTU


• Bahan tayang (Slide power point)
• Laptop

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


232
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• LCD / In Focus
• Flipchart
• Whiteboard
• Spidol (ATK)
• Modul Pelatihan
• Lembar Kasus
• Lembar Dashboard
• Panduan Praktek Lapangan

1.6. URAIAN MATERI

1.6.1. Pokok Bahasan 1.3.1. Konsep Patient Safety

Salah satu pilar penting peningkatan kualitas kesehatan bagi masyarakat


Indonesia adalah penjaminan kemampuan dokter dan tenaga kesehatan
dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang prima. Di berbagai lini
pelayanan kesehatan, keselamatan pasien menjadi perhatian utama.
Mengingat sistem pelayanan kesehatan yang kompleks, kemungkinan
terjadinya kesalahan yang dapat mempengaruhi keselamatan pasien
sangat besar.

Seperti di Rumah Sakit banyak jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur,
serta jumlah pasien dan Staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan
hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan.

Keselamatan pasien merupakan tantangan dalam bidang pelayanan


kesehatan, yang terjadi tidak saja di setting pelayanan di RS, tetapi juga di
pelayanan primer. Bahkan melihat piramida pelayanan kesehatan, dengan
fokus utama pelayanan primer, maka permasalahan keselamatan pasien
menjadi sangat penting untuk diatasi di pelayanan primer. Hal pertama
yang harus dipersiapkan adalah kesadaran dan pengetahuan dari seluruh

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


233
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
pihak yang terlibat dalam pelayanan primer, dimulai dari tenaga medis,
dan berlanjut pada tenaga kesehatan lainnya.
Patient safety atau keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana
fasilitas kesehatan membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi:
- Asesmen risiko.
- Identifikasi & pengelolaan hal yg berhubungan dgn risiko pasien.
- Pelaporan & analisis insiden.
- kemampuan belajar dari insiden & tindak lanjutnya.
- Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.

Sub Pokok Bahasan 1.3.1.1. Pentingnya Patient Safety

Dalam 15 tahunan terakhir ini, semakin banyak bukti bahwa banyak pasien
yang mengalami trauma selama dalam perawatan. Akibatnya terjadi
kecacatan permanen, pemanjangan Length of Stay (LOS) bahkan
kematian. Laporan sekitar satu dua dekade terakhir ini menunjukkan
bahwa kejadian tidak diharapkan tersebut terjadi bukan karena
kesengajaan mencelakakan pasien. Terjadinya trauma tersebut lebih
karena sistem pelayanan kesehatan yang begitu kompleks sehingga
keberhasilan tatalaksana pada seorang pasien tergantung pada banyak
faktor, bukan hanya kompetensi personal pemberi pelayanan kesehatan.

Tim pelayanan kesehatan melibatkan berbagai disiplin ilmu tenaga


kesehatan, maka sangat sulit menjamin keamanan pelayanan bila sistem
pelayanan tidak dirancang untuk memfasilitasi pertukaran informasi dan
kesepahaman antara semua anggota tim pelayanan.

Kondisi demikian tidak hanya terjadi di rumah sakit (RS), pelayanan di


puskesmas juga tidak kalah kompleks. Jumlah disiplin ilmu tenaga
kesehatan memang tidak sekompleks di RS, namun cakupan pelayanan
puskesmas lebih luas dari RS karena mencakup pelayanan kesehatan

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


234
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
masyarakat. Padahal dari sisi ketersediaan sarana prasarana, terdapat
keterbatasan di puskesmas dibandingkan RS. Karena itu, potensi
terjadinya kejadian tidak diharapkan juga menjadi masalah di puskesmas.
Dengan demikian, keselamatan pasien memang menjadi isu semua
negara, baik di fasilitas kesehatan milik pemerintah maupun swasta.
Memberikan obat antibiotik tanpa menilai kondisi pasien dan
sensitivitasnya, atau potensi efek samping dapat menimbulkan risiko
trauma dan kecacatan bagi pasien. Risiko bagi pasien ini tidak hanya
karena kesalahan penggunaan teknologi, tetapi juga dapat terjadi akibat
komunikasi yang buruk antara berbagai tenaga kesehatan pemberi
layanan.

Banyak aspek keselamatan pasien tidak berkaitan dengan sumber daya


finansial tetapi justru berkaitan dengan komitmen personal untuk
menjalankan praktek profesinya secara aman. Masing-masing tenaga
kesehatan dapat meningkatkan keselamatan pasien dengan melibatkan
pasien dan keluarga dalam pelayanan, mematuhi prosedur pemeriksaan,
mampu memperbaiki dari kesalahan sebelumnya dan menjalin
komunikasi efektif antara sesama pemberi pelayanan.

Langkah-langkah tersebut juga dapat mengurangi kebutuhan biaya karena


meminimalkan trauma bagi pasien. Menganalisis setiap laporan terjadinya
kesalahan (error) dapat membantu identifikasi faktor-faktor utama yang
menyebabkan kejadian tersebut. Pemahaman terhadap faktor-faktor
tersebut akan menjadi dasar penyusunan langkah-langkah lebih lanjut
untuk mencegah terulangnya kesalahan yang sama.

Meskipun kesadaran tentang keselamatan pasien sudah banyak


berkembang, namun implementasinya masih bervariasi di berbagai area
dan profesi kesehatan. Kurangnya informasi dan pemahaman tentang
trauma bagi pasien, serta kenyataan bahwa sebagian besar error tidak

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


235
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
sampai menimbulkan trauma signifikan, menyebabkan mengapa begitu
lama menjadikan keselamatan pasien sebagai prioritas. Di samping itu,
terjadinya suatu error yang berakibat signifikan bisa saja hanya terjadi di
suatu area dan oleh sekelompok kecil tenaga kesehatan. Seringkali error
dan gagalnya sistem, tidak terjadi pada tempat yang sama, sehingga
menutupi kesadaran akan luasnya permasalahan dalam sistem.

Hal demikian juga terjadi di Indonesia. Sejak 2007, mulai diperkenalkan


sistem pelaporan kejadian keselamatan pasien di rumah sakit. Bahkan
tahun 2011, juga diterbitkan Permenkes 1691/2011 tentang Keselamatan
Pasien. Begitupun, angka laporannya masih sedikit. Hal ini bukan
menggembirakan, justru mengkhawatirkan karena berpotensi menutupi
kondisi yang sebenarnya. Lebih-lebih lagi, sistem pelaporan kejadian tidak
diharapkan terkait keselamatan pasien di puskesmas, belum sebaik sistem
untuk RS.

Yang harus disadari bahwa terhadap suatu kejadian tidak diharapkan,


harus didudukkan apakah didasari oleh kelalaian (negligence) atau karena
violations (pelanggaran). Banyak laporan menyatakan bahwa sebagian
besar kejadian tidak diharapkan terjadi karena kelalaian yang sangat
berhubungan dengan sistem. Hal ini mengedepankan tindakan
pencegahan secara sistem untuk meminimalkan risiko terjadinya kelalaian
tersebut. Keterampilan menelusuri masalah ini sangat perlu
dikembangkan.

Fenomena yang sering terjadi dalam proses penelusuran masalah adalah


kebiasaan kita untuk menudingkan kesalahan kepada seseorang atau satu
pihak. Memang sekilas lebih mudah dan lebih menyenangkan bila kita
memiliki “tertuduh”, seolah masalah langsung selesai dengan sudah
adanya “pelaku kesalahan”. Hal demikian justru menghambat langkah
pencegahan kesalahan yang berikutnya. Kesalahan personal bisa saja

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


236
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
terjadi, oleh karena itu tanggung jawab personal tetap tidak bisa
dilepaskan begitu saja. Namun membebankan kesalahan personal semata,
tidak akan banyak berarti bagi perbaikan sistem, justru itu akan
menebalkan ‘kesalahkaprahan’ bahwa error adalah sesuatu yang tidak
termaafkan.
Langkah bijak untuk menelusuri adalah dengan berusaha mengidentifikasi
apa yang menjadi akar masalah. Melalui serangkaian “filter”, akan
tersaring faktor apa yang benar-benar mendasari terjadinya suatu
kesalahan. Selanjutnya disusun prosedur “baru” untuk lebih merapatkan
filter tersebut agar tidak lagi terjadi kebocoran yang menimbulkan
masalah. Memang bisa saja ditemukan “kesalahan personal” dalam proses
filtrasi tersebut. Namun, tetap harus diyakini bahwa “kesalahan sistem”
itu lebih penting untuk diperbaiki tanpa menghilangkan tanggung jawab
personal.

Sub Pokok Bahasan 1.3.1.2 Swiss Cheese Theory

Teori keju swiss (swiss cheese theory) atau disebut swiss cheese model
merupakan model penyebab kecelakaan yang dikembangkan oleh James
T. Reason seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1990 dan teori ini
dipakai di bidang kedokteran. model keju ini menggambarkan suatu sistem
yang berlubang-lubang dan ditaruh berjejer setelah dipotong-potong.
Setiap lapis yang dipotong berlubang, hal ini menggambarkan kelemahan
manusia atau sistem yang terus menerus berubah-ubah bervariasi besar
dan isinya. Berbagai kelemahan akhirnya suatu saat membentuk lubang
yang berada di garis lurus menjadi transparan yang menggambarkan
kecelakaan.

Swiss Cheese Model ini menjelaskan tentang kegagalan sistem, bahwa


terjadinya kecelakaan tidak serta merta merupakan kesalahan personal
namun ada fakta lain dalam sistem. Secara gambaran umum tujuan dari

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


237
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
model ini hampir sama dengan yang dijelaskan oleh Frank E. Bird dalam
domino teorinya. Konsep dasar model ini menjelaskan bahwa kecelakaan
organisasi disebabkan oleh pengambilan keputusan yang salah yang
dibuat oleh Top Manajemen. Adanya kebijakan yang salah ini, kemudian
ditambah dengan kekurangan line management, unsafe act
yang kemudian berinteraksi dengan local event dan adanya pertahanan
yang memadai, maka terjadilah kecelakaan.

Dalam perkembangannya model pertahanan dengan adanya


lubang lubang yang menggambarkan laten failure yang berasal dari
management ini lah menjadi peluang terjadinya kecelakaan dengan
adanya psycological precusor, unsafe act maupun aspek pencetus
terjadinya kondisi yang tidak biasa. Kemudian perkembangan
selanjutnya disadari bahwa dalam setiap proses / faktor dalam organisasi
berpeluang menciptakan latent pathogens, suatu kondisi yang pada saat
tertentu dapat berkontribusi dalam terjadinya suatu accident. Latent
failure dapat mempengaruhi aspek lain dalam suatu organisasi,
sehingga tercipta latent failure yang lain, tetapi dapat pula secara langsung
mempengaruhi defence secara langsung sehingga timbul suatu accident.

Contoh kasus yang dilihat berdasarkan teori ini adalah seperti gambar
ilustrasi berikut:

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


238
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Pada perkembangan terakhir reason menggambarkan defence / barrier
seperti layaknya multiple swiss cheese. Defences ini tidak ada yang
sempurna kesemuanya memiliki limitasi, kesemuanya memiliki peluang
berupa active failure maupun latent condition yang tercermin sebagai
holes. Seperti halnya swiss cheese, holes tersebut terkadang terbuka,

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


239
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
terkadang melebar, terkadang menyempit bahkan terkadang berpindah
dari tempat kedudukannya. Loss / accident terjadi bila kesemua defences
/ barrier memiliki besarnya holes yang mengakibatkan accident.
Perubahan dari model sebelumnya :
• Masing-masing defences / barrier tidak spesifik, tergantung masing-
masing proses, tidak dibatasi apakah berasal dari mangement, unsafe
act dsb seperti pada model sebelumnya.
• Penggunaan kata latent condition, bukan latent failure, karena kondisi
bukanlah sebab terjadinya suatu kecelakaan, tetapi kondisi
merupakan faktor penting bagi penyebab untuk terjadinya kecelakaan

Sub Pokok Bahasan 1.3.1.3. Budaya Keselamatan Pasien

Budaya keselamatan pasien adalah keselamatan pasien selalu menjadi


pemikiran utama dalam benak setiap orang, pada saat memberikan
pelayanan, menentukan tujuan, mengembangkan proses dan prosedur,
membeli peralatan dan produk baru, meredesign klinik, tempat perawatan
dan mengembangkan unit-unit baru. Keselamatan pasien mempengaruhi
visi, misi, dan tujuan organisasi secara keseluruhan.

Budaya keselamatan pasien mencakup :


1. Kesadaran (awareness) yang aktif dan konstan tentang adanya
potensi timbulnya kesalahan. Kesadaran bahwa fasilitas kesehatan
merupakan sistem yang komplex yang meningkatkan peluang
terjadinya kesalahan. Staf dan organisasi mampu mengenali kesalahan-
kesalahan, belajar dari kesalahan tsb, dan mengambil tindakan untuk
memperbaikinya.
Faktor-faktor ini memegang peranan penting dalam setiap insiden
keselamatan pasien :
• Active failures(kegagalan aktif).
• Contributary Factors (Faktor-faktor yang berkontribusi)

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


240
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
• Latent System Conditions (Kondisi sistem yang laten)
Menghilangkan faktor ini dapat mencegah atau mengurangi
kemungkinan terulangnya kembali kejadian yang sama.

2. Terbuka dan Adil (open and fair), berbagi informasi secara terbuka dan
bebas, perlakuan yang adil terhadap staf waktu terjadi insiden
Konsekuensi menjadi “terbuka dan adil” :
• Staf harus terbuka tentang insiden yang melibatkan mereka.
• Staf dan RS harus akuntabel terhadap tindakan mereka.
• Staf merasa mampu berbicara kepada kolega dan atasannya
tentang insiden yang terjadi.
• RS terbuka dengan pasien, masyarakat dan staf.
• Staf diperlakukan adil dan didukung bila terjadinya insiden.
• Untuk menciptakan lingkungan yang terbuka dan adil kita harus
menyingkirkan dua mitos utama :
- Mitos kesempurnaan : jika seseorang berusaha cukup keras,
mereka tidak akan membuat kesalahan.
- Mitos hukuman : jika kita menghukum seseorang yang
melakukan kesalahan, kesalahan yang terjadi akan berkurang;
tindakan remedial dan disipliner akan membawa perbaikan
dengan meningkatnya motivasi
Just Culture adalah mengenali adanya perbedaan antara Human
Error (seperti slip, lapse), At-risk behavior (perilaku berisiko misalnya
mengambil jalan pintas), dan Reckless behavior (perilaku sembrono
seperti mengabaikan langkah keamanan yang diperlukan seperti
identifikasi pasien , double check oleh orang kedua untuk pemberian
obat High alert.

Penting untuk dicatat bahwa respon tidak didasarkan pada beratnya


kejadian.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


241
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
3. Pendekatan Sistem (system approach) terhadap keselamatan,
artinya semua insidens juga dikaitkan dengan sistem di tempat
individu bekerja, meliputi :
- Mendorong terciptanya lingkungan yang mempertimbangkan
semua komponen sebagai faktor yang ikut berkontribusi terhadap
insiden yang terjadi.
- Hal ini menghindari kecenderungan untuk menyalahkan individu
dan lebih melihat kepada sistem dimana individu tersebut bekerja.
- Dampak : akibat yang ditimbulkan oleh insidens, berkisar dan tidak
mencederai pasien sampai kepada cidera dengan tingkat
keparahan tertentu (rendah, sedang sampai berat atau
meninggal).
- Faktor mitigasi : beberapa faktor (termasuk “chance” atau “luck”)
dapat mengurangi dampak yang lebih parah

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


242
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Sub Pokok Bahasan 1.3.1.4. Enam (6) Sasaran Keselamatan Pasien

• Sasaran I : Ketepatan identifikasi pasien.


• Sasaran II : Peningkatan komunikasi yang efektif.
• Sasaran III : Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-alert).
• Sasaran lV : Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi.
• Sasaran V : Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.
• Sasaran VI : Pengurangan risiko pasien jatuh

1.6.2. Pokok Bahasan 1.3.2. Audit Kasus Nearmiss dan Kematian

Sub Pokok Bahasan 1.3.2.1. Definisi Kasus Nearmiss


Maternal nearmiss adalah bagian dari kontinum morbiditas dan mortalitas
maternal.

Definisi nearmiss adalah kejadian ‘nyaris meninggal’ sangat dekat dengan


kematian. Menurut WHO, kasus maternal near miss adalah wanita yang
hampir meninggal, tetapi selamat dari komplikasi selama kehamilan, pada
saat bersalin, atau dalam 42 hari setelah terminasi kehamilan. Secara
praktis, wanita yang dipertimbangkan dalam kasus maternal near miss

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


243
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
adalah wanita hamil yang selamat dari kasus yang mengancam
kehidupannya seperti disfungsi organ.

Nearmiss merupakan indikator baru untuk menilai mutu pelayanan


kebidanan dan untuk meningkatkan perawatan kesehatan maternal
sehingga pasien yang berisiko tinggi dan yang mengalami komplikasi
obstetri berat tidak mengalami near miss bahkan kematian.

Kasus nearmiss digunakan sebagai titik awal untuk melakukan audit di


fasilitas kesehatan (untuk mengevaluasi quality of care dan
mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat dicegah). Juga diunakan sebagai
indikator dari besarnya masalah morbiditas maternal yang life threatening
di komunitas.

Audit near miss sebagai alat evaluasi akan membantu dalam proses
pengambilan keputusan. Hasil audit akan memberikan gambaran
pencapaian pencegahan kematian ibu serta faktor yang berkontribusi
terhadap terjadinya kasus nearmiss. Bila pendekatan ini digunakan secara
rutin dan menyeluruh, maka akan terjadi peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan maternal secara signifikan.

Sub Pokok Bahasan 1.3.2.2. Kriteria Kasus Nearmiss

Kriteria nearmiss :
1. Berdasarkan gejala/keluhan
Misalnya, perdarahan masif.
2. Berdasaran disfungsi organ
Misalnya, cardiac dysfunction, massive pulmonary embolism, vascular
dysfunction, immunological dysfunction, respiratory dysfunction,
renal dysfunction, liver dysfunction, metabolic dysfunction, metabolic
dysfunction, cerebral dysfunction.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


244
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Contoh Untuk vascular dysfunction , kriteria yang dipakai:
• Hypovolemia dan mendapatkan transfusi darah ≥ 2 unit.
• Terdapat syok hypovolemia.
Mendapat infus dan atau transfusi sebanyak 1 liter dalam 2 jam.
Mendapat infus dan atau transfusi sebanyak ≥ 2 liter dalam 2-3
jam.
Mendapat infus guyur.
• Terdapat catatan mengalami perdarahan masif.
• Terdapat perdarahan akut disertai hb < 5gr/dl.

Contoh untuk immunological dysfunction, kriteria yang dipakai :


• Dirawat di ICU karena sepsis.
• Mengalami histerektomi darurat karena sepsis.
• Dirujuk ke RS yang lenih tinggi karena sepsis.
• Mengalami syok sepsis.
• Mengalami syok anafilaksis.

Berdasarkan penatalaksanaan tertentu (management based criteria)


Misalnya, dirawat di ICU, mengalami operasi histerektomi atau laparatomi
darurat, operasi emergency lainnya, intubasi yang bukan untuk anestesi
umum, memerlukan resusitasi (CPR), mengalami kecelakaan anestesi,
dirujuk ke RS yang lebih tinggi untuk life saving procedure.

Hati-hati dalam menggunakan kriteria berdasarkan management,


seseorang pasien yang mengalami histerektomi yang darurat, belum tentu
kasus ini mengalami near miss. Seseorang mendapat transfusi 3 unit belum
tentu kasus ini adalah nearmiss.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


245
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Sub Pokok Bahasan 1.3.2.3. Identifikasi Kasus Nearmiss

Langkah awal implementasi NEAR-MISS APPROACH:


• Identifikasi wanita dengan komplikasi kehamilan berat secara
sistematis.
• Komplikasi terkait kehamilan → ELIGIBLE.
• Komplikasi tidak terkait kehamilan → NOT ELIGIBLE.
• ELIGIBILITAS tidak dibatasi usia kehamilan saat komplikasi timbul.

Sub Pokok Bahasan 1.3.2.4. Kajian Kasus Nearmiss dan Kematian

Langkah melakukan review/audit kasus :


1. Organisasi: ada Tim Kajian Maternal-Perinatal (manfaatkan tim yang
sudah ada sebelumnya).
2. Tentukan kriteria.
3. Catat kasus sesuai kriteria dalam buku register khusus.
4. Tim Kajian Maternal-Perinatal mereview semua kasus yang ada di buku
register khusus-dokumentasikan di form ekstraksi kasus NM.
5. Tim mendapatkan besaran kejadian NM kemudian menentukan
berapa pertemuan pengkajian yang sesuai yang perlu diselenggarakan.
6. Tim membuat jadwal pertemuan nearmiss.
Tim menyiapkan presentasi kasus nearmiss: organisasi presentasi,
dokumentasi, materi presentasi.
7. Melaksanakan Pengkajian Kasus Nearmiss yang dihadiri oleh: SMF,
bidan kepala maternal-perinatal, unit terkait bila diperlukan –
dokumentasikan dalam form Pengkajian NM.
8. Melakukan diseminasi hasil pengkajian, mengusulkan pelaksanaan
audit medik level 2 kepada komite medis apabila dianggap perlu.
9. Tim menindaklanjuti saran pelayanan medis.
10. Dokumentasi.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


246
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Tim Kajian Maternal-Perinatal
● Anggota : SMF Obgyn dan Anak/Perina, Kepala Ruang Maternal,
Perinatal, UGD, OK, dokter umum.
● Tugas :
- Menyepakati kriteria.
- Membuat sistem pencatatan/register nearmiss.
Melakukan review pada semua kasus yang tercatat di register
nearmiss verifikasi, tentukan kasus yang dipresentasikan.
Membuat/menentukan jadwal pres audit near miss.
- Menentukan organisasi presentasi audit.
- Dokumentasi: form ekstraksi kasus near miss, RMM, RMP dan
pengkajian.
- Melakukan evaluasi saran/tindak lanjut.

Organisasi Presentasi Audit


• Persiapan dan penyajian presentasi kasus near miss/kematian:
- Dokter jaga/umum.
- Co-asisten.
- Bidan/perawat neonatus.
• Moderator:
- Dokter spesialis obgyn dan anak.
• Sumber Data: catatan Rekam Medis.
• Notulis.
• Resume.

Membuat Presentasi Kasus NM/Kematian :


● Diskusikan maksimal 2 kasus pada tiap pertemuan.
● Hindari kasus dengan mismanajemen yang berat, terutama jika
merujuk kepada kesalahan individual 🡪 kasus demikian harus
dibicarakan secara tertutup.
● Waktu presentasi cukup sekitar 5-10 menit.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


247
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
● Dalam presentasi harus terlihat:
- Riwayat (keluhan, pem fisik dan penunjang, diagnosis dan
pengambilan keputusan klinik).
- Tindakan utama.
- Outcome.
- Masalah yang masih ada dan Follow-up.
- Masalah-masalah etika.
● Pimpinan sidang/fasilitator/moderator harus dapat mengawal
diskusi agar fokus kepada isu-isu yang penting dan bersesuaian.
● Di akhir presentasi fasilitator harus :
- Identifikasi hal yang mendukung/menghambat keberhasilan.
- Identifikasi masalah yang berkaitan dengan sistem dan etika.
- Melakukan problem solving bagi masalah sistem.
- Jadikan simpulan/saran dari diskusi sebagai rekomendasi RTL
faskes.

1.6.3. Pokok Bahasan 1.3.3. Penyusunan Dashboard Klinis


Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karateristik tersendiri dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu
pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan social
ekonomi masyarakat. Dengan perkembangan yang ada saat ini rumah sakit
harus tetap mampu memberikan pelayanan yang lebih bermutu yang juga
terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya.

Untuk mencapai pelayanan berkualitas maka dibutuhkan suatu sistem yang


mengarahkan dan mengendalikan organisasi dengan tujuan agar mencapai
keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh
organisasi, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan
pertanggungjawaban kepada pemangku kepentingan. Hal yang sama
berlaku pula untuk pelayanan klinik dalam bentuk Clinical Governance.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


248
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Sebagai sebuah institusi yang sangat kompleks maka proses pemantauan
dan evaluasi di rumah sakit dapat menjadi sangat kompleks juga.
Kompleksitas tersebut bukan berarti harus menjadikan kegiatan
pemantauan dan evaluasi sulit dikerjakan. Hal ini penting oleh karena tanpa
melakukan pemantauan dan evaluasi tidak mungkin sebuah organisasi
dapat mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanannya dari
waktu ke waktu. Dashboard klinik (dashboard klinik) adalah sebuah bentuk
sederhana dari kegiatan pemantauan dan evaluasi yang dapat dengan
mudah diimplementasikan.

Sub Pokok Bahasan 1.3.3.1 Definisi


1. Clinical Governance: adalah sebuah kerangka tata kelola, yang
menyatukan manajerial, organisasi dan pendekatan klinis, untuk
mecapai pelayanan klinis yang berkualitas sesuai dengan standar.
2. Dashboard Klinik : adalah sebuah alat yang digunakan untuk memantau
berjalannya prinsip-prinsip clinical governance di lapangan.
3. Pemantauan dan evaluasi : adalah serangkaian kegiatan yang
terstruktur dan sistematis dengan mengikuti tata kelola sesuai dengan
standar yang disepakati untuk membantu organisasi mengkaji kembali
tujuan dan hasil yang dicapai,mendapatkan gambaran sebelum dan
sesudah sebuah keputusan dibuat, dan untuk mendapatkan refleksi
serta membantu mengidentifikasi perubahan di masa depan. Lebih jauh
lagi kegiatan pemantauan dan evaluasi digunakan untuk menentukan
langkah bagi pengembangan organisasi lebih lanjut dalam menjalankan
visi dan misinya.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


249
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Sub Pokok Bahasan 1.3.3.2. Fungsi

“Dashboard klinik”, yaitu sebuah alat bantu untuk merencanakan dan


meningkatkan kualitas pelayanan di klinik. Merupakan sebuah panel yang
berisi evaluasi kinerja klinik dan balance scored card untuk memantau
implementasi prinsip- prinsip dari Clinical Governance di lapangan.

Sub Pokok Bahasan 1.3.3.3. Penggunaan Dalam Pelayanan Klinis

Perencanaan adalah bagian terpenting bagi keberhasilan sebuah


intervensi.Dalam kerangka organisasi belajar maka setiap individu harus
menjadi bagian dari intervensi sejak awal intervensi bahkan pada tahap
perencanaan. Dengan demikian akan tercapai kesamaan visi yang akan
mengokohkan segala usaha untuk mencapai tujuan.

Perlu dibentuk sebuah Tim/Pokja yang bertanggung jawab terhadap


berfungsinya dashboard sebagai alat pantau di lapangan. Selain itu
Tim/Pokja juga berkewajiban meyakinkan bahwa data-data dan anlisis dari
dashboard diketahui oleh semua pihak terkait serta dimanfaatkan untuk
mendorong perubahan. Selain itu sebagai bentuk dari komitmen Direksi
akan kualitas pelayanan yang baik, maka Tim/Pokja ini harus dikuatkan
dengan SK Direktur Rumah Sakit.
Apabila di dalam struktur manajemen Rumah Sakit terdapat suatu organ
yang berfungsi menjaga mutu, misalnya Komite Mutu Rumah Sakit, maka
Tim/Pokja Dashboard Maternal-Perinatal dapat menjadi sub-organ di dalam
komite tersebut. Hal ini tidak menutup kemungkinan bagi adanya struktur
organik lain yang memiliki fungsi yang sama. Dengan demikian budaya mutu
di bidang maternal-perinatal menjdai satu bagian utuh dengan budaya
mutu di Rumah Sakit.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


250
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Setelah Tim/Pokja terbentuk maka Ketua Tim/Pokja bersama anggotanya
mulai menyusun langkah-langkah untuk memulai dan melaksanakan
Dashboard Klinik. Langkah-langkah tersebut hendaknya dibuat cukup detil
dengan penanggung jawab serta waktu penyelesaian yang baik. Bahan-
bahan referensi yang diperlukan juga mulai dikumpulkan baik dari standar-
standar yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan maupun dari
organisasi Profesi.

Setelah tersusun perencanaan bagi langkah-langkah tersebut, maka


Tim/Pokja memberikan laporan kemajuan kepada Direktur. Dilanjutkan
dengan sosialisasi kepada semua unsur dari bagian Maternal-Perinatal dan
Pelayanan Medik Rumah Sakit.

Sub Pokok Bahasan 1.3.3.4. Langkah Penyusunan

Langkah-langkah Penyusunan Dashboard Klinik :


1. Terbentuknya tim/pokja dashboard maternal-perinatal→shared vision.
2. Menentukan parameter dan definisi operasional.
3. Menetapkan nilai batas/standar parameter.
4. Kumpulkan dan olah data :

• Analisis data.
• Intervensi.
• Diseminasi → tim, pelaksana, manajemen.
• Siklus PDSA (plan-do-study-act)

1. Terbentuk Tim / Pokja dashboard maternal – perinatal


Dalam perjalanannya banyak dibentuk kelompok-kelompok kerja di
dalam rumah sakit yang memusatkan perhatiannya pada pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal, kelompok kerja tersebut antara lain
disebut dengan Tim Peristi, Tim Ponek dll. Kelompok-kelompok kerja
tersebut dapat menjalankan kegiatan pemantauan dan evaluasinya
dengan menggunakan dashboard klinik.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


251
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Apabila kelompok kerja serupa belum ada di fasilitas kesehatan maka
setidaknya kelompok kerja penyusunan dan evaluasi dashboard klinik
setidaknya memiliki organisasi sebagai berikut:
a. Susunan Tim/Pokja.
• Ketua : Ka SMF Obgyn/Anak.
• Anggota : semua anggota SMF yang bersangkutan.
• Kepala Ruangan Kamar Bersalin.
• Kepala Ruangan Bagian Perinatologi.
• Kepala ruangan perawatan kebidanan. (dapat disesuaikan).
• Dokter ruangan yang bersangkutan (dapat disesuaikan).

b. Membuat Rencana Kerja Tim/POKJA.


• Penyusunan parameter dan standar.
• Menentukan kekerapan evaluasi dan analisis data.
• Diseminasi kepada seluruh staf Maternal-Perinatal.
• Menyampaikan laporan kepada Organ/Struktur terkait (Komite
Mutu/Pelayanan medis/Komite Medik).

c. Dituangkan dalam SK Direktur/Kepala Fasilitas kesehatan.

2. Menentukan parameter
Mengingat tujuan utama dari dashboard klinik adalah untuk memonitor
berbagai aspek dari Clinical Governance secara berkelanjutan sehingga
perbaikan dapat segera dilakukan, maka langkah pertama yang harus
dilakukan adalah menentukan parameter.
Terdapat 4 kelompok kategori parameter sebagai berikut:
• Aktivitas klinik.
• Kecukupan tenaga kerja / workforce
• Indikator klinik.
• Insidens risiko/komplain.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


252
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
➢ Aktivitas Klinik :
Pada unit dengan kapasitas /risiko tinggi yang dipimpin oleh dokter
spesialis parameter ini dapat berupa :
• Jumlah seluruh persalinan.
• Tingkat SC.
• Tingkat persalinan pervaginam dg alat.
• Jumlah tindakan ginekologi.
• dll.
Pada unit yang kapasitas/risikonya lebih rendah yang dipimpin
oleh bidan parameternya dapat berupa :
• Jumlah persalinan.
• Jumlah ibu yang datang dalam keadaan inpartu.
• Tingkat penggunaan tempat tidur
• tambahan (karena tempat penuh).

➢ Workforce / tenaga kerja


Termasuk dalam parameter ini antara lain :
• Tingkat absen staf,
• Tingkat penggunaan tenaga ekstra/lembur
• Perputaran tenaga akibat pelatihan
• Rasio jumlah bidan dg jumlah persalinan
• Rasio bidan senior dg seluruh jumlah bidan
• Rasio CT dengan mahasiswa praktik
• Jumlah jam konsultan berada di kamar bersalin
• dll.

➢ Outcame klinik / indicator


Indikator spesifik yang akan dapat memberikan gambaran kondisi
pengelolaan kualitas pelayanan sehingga dapat segera dikenali
kebutuhan-kebutuhan tentang sumber daya, ketrampilan dan

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


253
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
peninjauan kembali pedoman-pedoman; seperti kejadian eklampsia,
kejadian HPP (perdarahan lebih dari 2500), transfuse darah >2 unit,
rujukan ke ICU, kejadian Erb’s palsy, gagal Vakum,ruptur tingkat 3 dan
4, dan lain-lain. Bagi neonatal dapat berupa jumlah kejadian bayi lahir
mati (BB>=2000gram), Asfiksia berat, Sindrom Aspirasi Mekoneum,
kejadian Hipoksik-Iskemik Ensefalopati dan kejadian rujukan ke unit
intensif yang tidak diduga yang sangat mungkin dapat dihindarkan
dengan pelayanan intra partum yang lebih baik.

➢ Insiden / resiko
Umpan balik / feed back dari pasien di beberapa wilayah pelayanan
maternal neonatal (poliklinik ANC, Kamar bersalin, ruang perawatan
dan keluarga pasien) dapat dimonitor sehingga sungguh-sungguh
menjadi pelayanan yang “patient-centered care”. Informasi ini dapat
dikumpulkan dari manajemen risiko. Selanjutnya parameter-
parameter tersebut harus didefinisikan dengan jelas. Hal ini
diperlukan untuk menghindari interpretasi yang berbeda sehingga
akan mengganggu dalam melakukan analisis. Definisi operasional
tersebut selanjutnya didokumentasikan dengan baik.

3. Menetapkan Nilai batas / standar dari masing-masing parameter


Ada beberapa cara untuk menentukan nilai batas / ambang parameter,
seperti misalnya mengikuti standar nasional untuk suatu angka kejadian
komplikasi, laporan tahunan rumah sakit dll. Batas yang ingin
dicapai/standar yang disepakati akan ditandai dengan warna hijau dalam
dashboard. Sementara warna merah mewakili suatu kondisi yang
menyimpang dari standar atau suatu kondisi yang tidak boleh terjadi. Di
antara kedua nilai tersebut adalah suatu kondisi yang sebaiknya tidak
terjadi dan harus segera dicegah agar nilai tidak bergeser menjadi merah.
Bagi parameter aktifitas, maka standar yang dipakai adalah berapa
kemampuan ruangan / unit untuk menjalankan aktifitas tersebut.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


254
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Misalnya aktifitas Jumlah Persalinan di sebuah kamar bersalin. Dapat
dilakukan perhitungan sebagaimana dalam tabel 1.

Tabel 1. Perhitungan kebutuhan TT diperkirakan dari jumlah persalinan


Persalinan Persalinan Persalinan Satu tempat Kebutuhan
Per Tahun per per hari tidur bersalin TT
minggu
5.200 100 14-15 1.5 ibu 8-10
2.100 50 7-8 1.5 ibu 4-5
Jika melebihi 10% -- kuning
Jika melebihi 20% -- merah

Untuk mudahnya apabila fasilitas kesehatan memiliki nilai BOR dan BTO
dalam batas normal, jumlah persalinan dapat dihitung berdasarkan jumlah
persalinan tahun sebelumnya. Angka tersebut dapat diproyeksikan kepada
jumlah persalinan bulanan pada tahun berjalan.

Menetapkan nilai standar untuk tingkat persalinan menggunakan alat


dapat diperkirakan dengan menggunakan angka insiden persalinan
menggunakan alat. Insidens persalinan menggunakan alat di Indonesia
tidak ada data yang menunjang, dan dari beberapa referensi yang ada
angkanya sangat bervariasi. Akan tetapi WHO mengatakan bahwa makin
rendah angka persalinan menggunakan alat maka angka seksio sesaria
akan makin tinggi. Tim akan membuat kesepakatan untuk ini. Demikian
pula halnya dengan tingkat persalinan dengan seksio sesaria. Beberapa
angka insiden sebagai referensi dapat dilihat di tabel 2.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


255
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Tabel 2. Referensi angka insiden beberapa tindakan obstetric
Tindakan Negara Referensi
Ekstraksi USA http://www.uptodate.com/contents/operative
Vakum -vaginal-delivery
Australia http://www.health.sa.gov.au/PPG/Default.as
Selatan px?PageContentMod- e=1&tabid=209
18 negara http://apps.who.int/rhl/pregnancy_childbirth/
(PAHO/ childbirth/2nd_
WHO) stage/cd000224_althabe_com/en
Ekstraksi USA http://www.uptodate.com/contents/operative
Forsep -vaginal-delivery
Australia http://www.health.sa.gov.au/PPG/Default.as
Selatan px?PageContentMod- e=1&tabid=209
Seksio sesarea Indonesia http://www.measuredhs.com/pubs/pdf/FR218
/FR218%5BApril-
09-2009%5D.pdf
Indonesia POGI

UK http://data.euro.who.int/hfadb)
USA http://www.cdc.gov/nchs/data/nvsr/nvsr57/
nvsr57_12.pdf)
China Ronsmans C, Holtz S, Stanton C.
Socioeconomic diff eren- tials in caesarean
rates in developing countries: a
retrospective analysis. The Lancet, Volume
368, Issue 9546, Pages 1516 – 15236
Indonesia melalui Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI)
menyatakan bahwa tingkat seksio sesarea yang dapat diterima adalah 25-
30%. Sementara itu data dari Badan Pusat Statistik—BPS dan Macro
International 2008 serta Indonesia Demographic and Health Survey 2007
tingkat seksio sesarea di Indonesia pada 2007 adalah 6,8%.

Berdasar referensi pada tabel, kita dapat melihat standar yang diterima
untuk beberapa tindakan obstetri. Jika angkanya melebihi insiden yang
lazim maka harus dilakukan audit untuk mengevaluasi apakah peningkatan
tingkat insiden ini memang harus terjadi karena sesuai dengan indikasi

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


256
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
yang diakui atau oleh sebab lain yang dapat merugikan pasien khususnya
dan kebijakan pelayanan kesehatan pada umumnya.
Menentukan standard workforce untuk ruang kebidanan perlu
mempertimbangkan beberapa hal. Sebagai bahan pertimbangan harus
diketahui terlebih dahulu apakah beban kerja di kamar bersalin
berhubungan dengan jumlah kunjungan ante natal di poliklinik. Banyak
Rumah Sakit di Indonesia yang lebih banyak menerima kasus rujukan
daripada kasus pasien booked. Hal lain yang menjadi bahan pertimbangan
adalah deskripsi pekerjaan petugas kesehatan di kamar bersalin, misalnya
apakah bidan juga harus melakukan observasi untuk pasien yang tidak
bersalin. Tentu saja hal yang lebih menentukan adalah jumlah tempat tidur
di fasilitas.
Dalam tabel 3. terdapat beberapa kategori ibu melahirkan di kamar
bersalin. Tiap kategori membutuhkan pengawasan yang berbeda, terlihat
dari pembobotan dalam masing-masing kategori. Hal ini dapat pula
menjadi bahan pertimbangan dalam me- nentukan rasio bidan – klien.
Informasi tentang kategori ini dapat dipelajari dari register persalinan di
fasilitas kesehatan sehingga didapatkan gambaran kompleksitas kasus
yang ditangani sehing- ga work load-nya juga lebih tinggi.
Tabel 3.kategori ibu melahirkan di kamar bersalin
KATEGORI KRITERIA BOBOT
1 Kondisi ibu yang melahirkan normal, dengan 6
kehamilan aterm, proses melahirkan 8 jam atau
2 Kondisi normal dengan
kurang dengan robekan
perineum utuh, perineum
bayi sehat(+2)
dan 7-9
3 atau
bugarlama
Kondisi persalinan
dengan
denganberat lebih
risikolahir dari
lebih
sedang 8 jam
dari
seperti (+2) atau
2500gr
dengan 10-13
mendapat
induksi infus (+2)
persalinan meng- gunaka oksitosin,
4 Kondisi yang
persalinan lebih kompleks
dengan seperti persalinan
alat atau memerlukan 14-18
5 dengan
Kondisi seksiomembutuhkan
yang
pengawasan sesarea
janin elektif,perawatan
kontinyu persalinanlebih 19
prematur,
intensif apgarseksio
seperti skor rendah dan
ses- area BBLR
cito, penyakit
Sumber:http://www.birthrateplus.co.uk/index.php?option=com_content&task=view
penyerta seperti diabetes, kehamilan ganda,
&id=14&Itemid=1
kematian janin atau perlunya perawatan
instensif.
Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.
257
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Secara ideal, sebagaimana dalam gambar 1, rasio untuk pelayanan
kebidanan adalah 1 bidan untuk 1 ibu melahirkan. Standar rasio ini harus
disesuaikan dengan jumlah tempat tidur atau tingkat pelayanan kebidanan
(kategori – tabel 3). Pada prinsipnya, makin tinggi case load sebuah
fasilitas harus diikuti dengan peningkatan jumlah petugas. Tingginya case
load yang tidak dibarengi dengan peningkatan jumlah petugas tentu akan
menempatkan petugas dalam potensi risiko terkait keselamatan pasien.

Parameter Indikator Klinik

Beberapa indikator klinik maternal yang dapat dimonitor antara lain


kejadian eklampsia, kejadian HPP (perdarahan lebih dari 2500), transfusi
darah >2 unit, rujukan ke ICU, kejadian Erb’s palsy, gagal Vakum, ruptur
tingkat 3 dan 4, dan lain-lain. Indikator klinik bagi neonatal dapat berupa
jumlah kejadian bayi lahir mati (BB>=-2000gram), Asfiksia berat, Sindrom
Aspirasi Mekoneum, kejadian Hipoksik-Iskemik Ensefalopati dan kejadian
rujukan ke unit intensif.

Dalam menentukan standar capaian bagi tiap-tiap indikator klinik maka


perlu diketahui terlebih dahulu evidence base untuk tiap-tiap kejadian.
Sebagai contoh untuk menentukan target untuk kejadian perdarahan post
partum (HPP = Hemoragi Post Partum) yang masih dapat diterima. Banyak
evidence menyebutkan bahwa kejadian HPP sangat bervariasi karena
dipengaruhi oleh banyak faktor yang seringkali menimbulkan bias saat
menentukan tingkat insidensi. Meskipun demikian, karena HPP hingga
saat ini masih menjadi salah satu dari 3 besar pembunuh maternal utama,
maka ini dapat menjadi pertimbangan untuk dengan ketat menentukan
standar evidence dalam menetapkan target capaian. Dari berbagai
referensi dapat disimpulkan bahwa insiden HPP bervariasi hingga 1-10,5%.
WHO dalam rekomendasinya untuk pencegahan dan penatalaksanaan
HPP mengatakan insiden HPP di dunia berkisar pada angka 6% di populasi.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


258
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Maka berdasar data tersebut, kejadian HPP di asilitas kesehatan sangat
mungkin lebih besar dari pada di populasi, dapat ditetapkan insiden HPP
di fasilitas sekitar 10% maka perkiraan kejadian HPP adalah seperti pada
tabel 4.

Bentuk indikator klinik lain yang dapat dicantumkan adalah waktu tanggap
untuk melakukan seksio sesarea. Referensi menyebutkan bahwa waktu
tanggap untuk melakukan seksio sesarea adalah 30 menit dan referensi
juga menyebutkan bahwa waktu ini tidak berbeda bermakna untuk daerah
rural maupun urban.

Kejadian lain yang dapat menjadi indikator klinik adalah sindroma aspirasi
mekoneum. Evidence menyebutkan variasi insiden yang cukup besar
untuk kejadian sindroma aspirasi mekoneum, terutama berkaitan dengan
usia gestasi, dimana kejadian sindroma aspirasi mekoneum meningkat
secara bermakna untuk usia gestasi lebih dari 37 minggu. Meskipun
demikian insiden sindroma aspirasi mekoneum dapat dikatakan 8-25%
pada 34 minggu atau lebih, dan rata-rata 10% dari bayi yang dilahirkan
dengan mekoneum dalam air ketuban akan mengalami sindroma aspirasi
mekoneum. Referensi lain menyebutkan insiden sindroma aspirasi
mekoneum 7,93% di populasi dengan 0,067% dalam keadaan berat.

Selain beberapa indikator klinik di atas, kualitas pelayanan dapat


dikalkulasi dengan menghitung case fatality rate.

Indikator ini dihitung sebagai berikut:

Jumlah kematian ibu karena komplikasi obstetric pertahun


di RS yang didukung EMAS X 100
Total jumlah ibu yang mengalami komplikasi obstetric pertahun
di RS yang didukung EMAS

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


259
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
Meskipun indikator ini dikategorikan sebagai indikator kasar dari kualitas
pelayanan maternal, akan tetapi dapat digunakan untuk memantau tren
kejadian obstetrik yang fatal di fasilitas maupun di wilayah.

Menentukan Warna Bagi Parameter

Keunikan dashboard klinik adalah menjadi instrumen yang mudah


dimonitor. Kemudahan tersebut adalah dengan digunakannya warna hijau
– kuning – merah untuk menandai parameter- parameter tersebut. Warna
Hijau diberikan apabila parameter yang disepakati dicapai sesuai dengan
standar yang ditentukan. Apabila standar tidak tercapai dengan selisih
10% maka disepakati diberi warna kuning. Sementara itu jika terdapat
selisih 20% maka disepakati diberikan warna merah. Pada beberapa
indikator apabila disepakati untuk pencapaian 100%, misalnya untuk
memonitor angka kematian, pencapaian untuk pencegahan infeksi,
pelaksanaan manajemen aktif kala 3, dan lain lain.

Kumpulkan dan Olah Data


Siapa Yang Mengumpulkan Data ?
Orang yang bertanggung jawab untuk mengumpulkan data hendaknya
memiliki perspektif klinis dan risiko klinis, sehingga dapat merupakan
seorang bidan kepala atau manajer risiko yang dapat bekerja sama dengan.

Bagaimana Mengumpulkan Dan Mengolah Data ?


Pada dasarnya diperlukan data-data yang berkelanjutan baik dari segi
pengumpulannya Ataupun dari analisis. Hal ini dapat dikerjakan baik
secara manual maupun elektronik.Salah satu sistem yang cukup mudah
digunakan adalah menggunakan Microsoft Excel®.

Di tiap unit data akan dikumpulkan oleh seseorang (kepala unit) dan data
yang masuk harus di konfirmasi dengan sumber primernya, misalnya

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


260
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
register kamar operasi, register kamar bersalin dll. Informasi tentang
keluhan pelanggan bisa didapatkan dari humas atau bagian/unit yang
mengurusi hal ini. Apabila dirasa perlu untuk mempermudah
pengumpulan data, dapat dibuat daftar tilik serta register bantu yang
merupakan langkah awal pengumpulan data

DASHBOARD KLINIK SEBAGAI INSTRUMEN MANAGEMEN

1. Panel Berwarna Kuning Atau Merah, Apa Yang Harus Dilakukan?


Secara umum, jika suatu parameter menunjukkan warna kuning atau
merah maka harus segera dilakukan analisis dan diambil tindakan
untuk mengembalikannya kepada warna hijau. Lakukan pengamatan
yang teliti apakah terjadi risiko langsung terhadap pasien pada
kondisi tersebut.
Munculnya warna kuning yang berulang-ulang menunjukkan bahwa
harus dilakukan analisis yang lebih jauh dan dalam. Manfaat panel ini
tidak akan didapatkan jika terjadi pembiaran terhadap jatuhnya
parameter kepada warna kuning atau merah secara berulang-ulang.
Parameter yang menunjukkan warna merah membutuhkan analisis
yang dalam dan segera, mengingat hal ini jika di analisis dengan baik
biasanya akan mengidentifikasi kekurangan di tempat lain. Misalnya;
terjadinya "gagal Vakum" hingga di angka merah, barangkali jika
diiidentifikasi akar permasalahannya dapat berupa perlunya training
atau pengawasan di lapangan dengan lebih baik, atau memang
perlunya perbaikan peralatan yang berkaitan dengan persalinan
dengan vakum. Dampak langsung kepada pasien juga akan menjadi
besar jika hal ini tidak segera dikenali.

2. Hubungan Antar Parameter


Banyak kondisi di mana parameter-parameter menunjukkan
keterkaitan. Dalam melakukan analisis dashboard maka saat mengkaji

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


261
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
sebuah parameter yang berada di warna kuning atau merah, sangat
penting untuk juga mengkaji parameter lain yang barangkali menjadi
sebab atau bahkan akibat dari kuning / merahnya parameter yang
bersangkutan.
Demikian juga saat melakukan evaluasi dari parameter-parameter
yang digunakan, utamakan parameter yang menyediakan jawaban
apabila parameter yang lain. Sebagai contoh, salah satu indikator
outcome klinik, misalnya kejadian Hipoksik-iskemik Ensefalopati (HIE)
di ruang Perinatal menunjukkan warna kuning yang berarti terjadi
peningkatan komplikasi pada bayi baru lahir yaitu HIE yang sangat
berkaitan erat dengan kejadian persalinan lama/partus macet. Maka
dalam melakukan analisis harus pula diperhatikan apakah parameter
“partus macet” juga mengalami perubahan ke arah warna kuning atau
bahkan merah. Apabila ternyata terdapat perubahan warna yang
sinkron, maka harus dilakukan investigasi lebih jauh seperti misalnya
apakah peningkatan kasus-kasus partus macet adalah merupakan
kasus pasien-pasien booked ataukah pasien-pasien rujukan.
Investigasi dapat dikembangkan sesuai dengan temuan yang ada di
masing-masing fasilitas kesehatan.
Ketika parameter menunjukkan warna kuning atau merah, maka
informasi ini harus segera disampaikan kepada pemangku
kepentingan; misalnya jika terjadi kekurangan tenaga maka kepala
perawatan harus diberi tahu sehingga bisa mencarikan solusi untuk
permasalahan ini bersama-sama dengan staf / unit terkait lain, dan
bahkan hingga ke tingkat penentu kebijakan.
Jika terdapat peningkatan keluhan dari pelanggan yang kemungkinan
berhubungan dengan kurangnya sumber daya, maka direktur
pelayanan medis yang harus dihubungi untuk bersama-sama mencari
akar permasalahan dan menemukan solusi.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


262
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
3. Hubungan Dengan Tata Kelola Perusahaan
Dashboard klinik ini penting sekali untuk disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing fasilitas kesehatan dipengaruhi oleh beban
kerja faskes, besarnya unit kerja, kebutuhan tenaga, tuntutan
konsumen dan berbagai indikator klinik. Harus dibuat laporan tiap
triwulan kepada direktur pelayanan medis dan pihak manajemen
sehingga dapat terlihat apakah solusi yang diberikan sudah sesuai
dengan kebijakan faskes secara umum. Pelaporan ini harus secara
rutin dikerjakan sehingga merupakan bagian yang berkelanjutan dari
tata kelola klinis di faskes.

Pelatihan Penatalaksanaan Emergensi Maternal Neonatal Bagi Dokter, Bidan, Perawat.


263
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,
BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 264
Lanjutan contoh dashboard puskesmas :

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 265
PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,
BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 266
PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,
BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 267
REFERENSI
1. Modul Patient Safety WHO, 2017
2. Definisi operasional Dashboard Klinis RS Budi Kemuliaan
3. Evaluating the quality of care for severe pregnancy complications the WHO nearmiss
approach for maternal health

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 268
MATERI PENUNJANG 1
MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR
(BUILDING LEARNING COMITMENT)

1.1 DESKRIPSI SINGKAT


Dalam suatu pelatihan terutama pelatihan dalam kelas, bertemu
sekelompok orang yang belum saling mengenal sebelumnya, berasal dari tempat
yang berbeda, dengan latar belakang sosial budaya, pendidikan/pengetahuan,
pengalaman, serta sikap dan perilaku yang berbeda pula, pada awal memasuki
suatu pelatihan, sering para peserta menunjukkan suasana kebekuan (freezing),
karena belum tentu pelatihan yang diikuti merupakan pelatihan prioritas dalam
kehidupannya, dalam lingkup pekerjaan dan interaksi dengan teman baru lainnya.
Mungkin saja kehadirannya di pelatihan karena terpaksa, tidak ada pilihan lain,
harus menuruti ketentuan/persyaratan dan karena kebutuhan pekerjaan atau
tuntutan dari persyaratan kepegawaian.
Agar pelatihan sukses, partisipatif dan berbasis aktifitas peserta, kita harus
memperkenalkan rasa percaya antar peserta. Dalam lingkungan peserta yang
saling percaya, peserta akan lebih disiapkan untuk berani mengambil resiko,
berkontribusi dan lebih menyenangi proses belajar dalam membantu kelancaran
proses pembelajaran selanjutnya.
Untuk menciptakan rasa saling percaya ini, kita harus memecahkan
kebekuan dengan proses pencairan (unfreezing) pada awal pelatihan dengan cara
saling mengenal antar peserta dan menciptakan perasaan positif satu sama lain
dan suasana yang kondusif sehingga timbul kebersamaan dan saling berbagi
dalam kesulitan dalam proses pembelajaran.
Membangun komitmen belajar adalah salah satu metode atau proses
untuk mencairkan kebekuan tersebut. BLC mengajak peserta mampu
mengemukakan harapan-harapan, ide, gagasan mereka dalam pelatihan ini, serta
merumuskan nilai-nilai dan norma yang kemudian disepakati bersama untuk

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 269
dipatuhi selama proses pembelajaran. Jadi inti dari BLC itu juga adalah
terbangunnya komitmen dari semua peserta untuk berperan serta dalam
mencapai harapan dan tujuan pelatihan, serta mentaati norma yang dibangun
berdasarkan perbauran nilai- nilai yang dianut dan disepakati bersama sehingga
terbangun keinginan dan tekad yang kuat untuk menjalankan proses
pembelajaran. Proses BLC adalah proses melalui tahapan dari saling mengenal
antar pribadi, mengidentifikasi dan merumuskan harapan dari pelatihan ini,
sampai terbentuknya norma kelas yang disepakati bersama serta kontrol
kolektifnya.
Dengan demikian BLC merupakan langkah pertama untuk memulai
komitmen dan kebersamaan diantara peserta dengan peserta, peserta dengan
pelatih, dan peserta dengan penyelenggara pelatihan.

1.2 TUJUAN PEMBELAJARAN


1.2.1 Tujuan Pembelajaran Umum :
Setelah mengikuti materi, peserta mampu membangun komitmen belajar
dalam rangka menciptakan suasana belajar yang kondusif.
1.2.2 Tujuan Pembelajaran Khusus :
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
1.2.2.1. Mengenal sesama peserta, pelatih dan penyelenggara
1.2.2.2. Mengidentifikasi harapan, kekhawatiran dan komitmen terhadap
proses selama pelatihan.
1.2.2.3. Membuat kesepakatan nilai, norma dan kotrol kolektif
1.2.2.4. Membuat kesepakatan organisasi dalam kelas

1.3. POKOK BAHASAN


1.3.1 Proses perkenalan :
• Sesama peserta, pelatih dan penyelenggara
• Proses pencairan (ice breaking) diantara peserta
1.3.2. Harapan, kekhawatiran dan komitmen terhadap proses selama pelatihan.
1.3.3. Nilai, norma dan kontrol kolektif.

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 270
1.3.4. Kesepakatan organisasi kelas.
1.4. METODE PEMBELAJARAN :
• Curah pendapat.
• Permainan (Games).

1.5. MEDIA DAN ALAT BANTU :


• Papan dan kertas flipchart .
• Spidol.
• Alat bantu games

1.6. URAIAN MATERI


Dalam Sesi BLC , lebih banyak mengggunakan metode permainan/games,
pemugasan individu dan diskusi kelompok. Hanya diakhir sesi ada ulasan singkat
tentang materi yang terkait dengan BLC.

Pokok Bahasan 1.3.1 Komitmen


Adalah keterikatan, keterpanggilan seseorang terhadap apa yang dijanjikan atau
yang menjadi tujuan dirinya atau kelompok yang telah disepakati dan terdorong
berupaya sekuat tenaga untuk mengaktualisasinya dengan berbagai macam cara
yang baik, efektif dan efisien.
Komitmen belajar atau pembelajaran, adalah keterpanggilan seseorang /
kelompok / kelas (peserta pelatihan) untuk berupaya dengan penuh kesungguhan
mengaktualisasikan apa yang menjadi tujuan pelatihan / pembelajaran. Keadaan
ini sangat menguntungkan dalam mencapai keberhasilan individu / kelompok
/kelas, karena dalam diri setiap orang yang memiliki komitmen tersebut akan
terjadi niat baik dan tulus untuk memberikan yang terbaik kepada individu lain,
kelompok dan kelas secara keseluruhan.Dengan terbangunnya BLC, juga akan
mendukung terwujudnya saling percaya, saling kerjasama, saling membantu,
saling memberi dan menerima, sehingga tercipta suasana/lingkungan
pembelajaran yang kondusif.

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 271
Pokok Bahasan 1.3.2 : Harapan terhadap pelatihan
Adalah kehendak / keinginan untuk memperoleh atau mencapai sesuatu. Dalam
pelatihan berarti keinginan untuk memperoleh atau mencapai tujuan yang
diinginkan sebagai hasil proses pembelajaran.
Dalam menentukan harapan harus realistis dan rasional sehingga kemungkinan
untuk mencapainya besar. Harapan jangan terlalu tinggi dan jangan terlalu
rendah. Harapan juga harus menimbulkan tantangan atau dorongan untuk
mencapainya, bukan sesuatu yang diucapkan secara asal – asalan. Dengan
demikian dinamika pembelajaran akan terus terpelihara sampai akhir proses.

Pokok Bahasan 1.3.3 : kesepakatan Norma Kelas


Merupakan nilai yang diyakini oleh suatu kelompok atau masyarkat, kemudian
menjadi kebiasaan serta dipatuhi sebagai patokan dalam perilaku kehidupan
sehari-hari kelompok / masyarakat tersebut. Norma adalah gagasan, kepercayaan
tentang kegiatan, instruksi, perilaku yang seharusnya dipatuhi oleh suatu
kelompok.
Norma dalam suatu pelatihan adalah gagasan, kepercayaan tentang kegiatan,
instruksi, perilaku yang diterima oleh kelompok pelatihan, untuk dipatuhi oleh
semua anggota kelompok(peserta, pelatih / fasilitator dan panitia).

Pokok Bahasan 1.3.4 : Kesepakatan Kontrol Kolektif


Merupakan kesepakatan bersama tentang memelihara agar kesepakatan
terhadap norma kelas ditaati.Biasanya ditentukan dalam bentuk sanksi apa yang
harus diberlakukan apabila norma tidak ditaati atau dilanggar

Referensi :
• Lembaga Administrasi Negara, 2003, Building Learning Commitment, Jakarta.
• Pusdiklat SDM Kesehatan, 2007, Modul TPPK, Jakarta
• Pusdiklat SDM Kesehatan 2012 Modul Pelatihan Pengendali Diklat, Jakarta .

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 272
MATERI PENUNJANG 2
ANTI KORUPSI

1.1 DESKRIPSI SINGKAT


Korupsi yang terjadi saat ini sangat mengkhawatirkan dan berdampak
buruk luar biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi telah
menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem
hukum, sistem pemrintahan dan tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini.
Korupsi harus dipandang sebagai suatu kejahatan luar biasa yang
memerlukan upaya luar biasa untuk memberantasnya.Upaya pemberantasan
korupsi haruslah dimulai dari kesadaran diri untuk bersikap jujur pada diri sendiri,
jujur pada perkataaan, jujur pada perbuatan dan jujur pada sikap dan perilaku serta
takut akan Tuhan yang Maha melihat segala gerak dan hati kita dalam setiap
perbuatan dan perkataan.
Dalam rangka mempercepat pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun
2013 tentang Aksi Pelaksanaan dan pencegahan Korupsi perlu disusun Strategi
komunikasi pelaksanaan dan pencegahan dan pemberantasan korupsi di
kementrian kesehatan sebagai salah satu kegiatan reformasi birokrasi yang
dilaksanakan kementrian kesehatan terhindar dari perbuatan korupsi.
Salah satu upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan pemberantasan
korupsi adalah dengan memberikan pengertian dan kesadaran melalui pemahaman
terhadap konsep serta penanaman nilai- nilai anti korupsi yang selanjutnya dapat
menjadi budaya dalam bekerja.
Agar muatan tentang anti korupsi dapat tersampaikan secara standar pada
setiap pelatihan bagi para PNS di lingkungan kementrian kesehatan maka perlu
disusun modul anti korupsi sebagai pegangan fasilitator dalam menyampaikan
materi.

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 273
1.2. TUJUAN PEMBELAJARAN :
1.2.1. Tujuan Pembelajaran Umum :
Setelah mengikuti pelatihan,peserta mampu memahami anti korupsi
dilingkungan kerjanya.

1.2.2. Tujuan Pembelajaran Khusus :


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menjelaskan
1.2.2.1. Konsep anti korupsi.
1.2.2.2. Upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
1.2.2.3. Tata cara pelaporan dugaan pelanggaran tindakan pidana korupsi.
1.2.2.4. Gratifikasi.

1.3. POKOK BAHASAN


1.3.1. Konsep Korupsi :
1.3.1.1. Pengertian korupsi
1.3.1.2. Pengertian anti korupsi
1.3.1.3. Nilai – nilai anti korupsi
1.3.1.4. Prinsip – prinsip anti korupsi
1.3.1.5. Dasar Hukum

1.3.2 Upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi :


1.3.2.1. Upaya pencegahan korupsi.
1.3.2.2. Upaya pemberantasan korupsi.
1.3.2.3. Strategi komunikasi pemberantasan korupsi.

1.3.3. Tata cara pelaporan dugaan pelanggaran tindakan pidana korupsi


1.3.3.1. Laporan
1.3.3.2. Pengaduan
1.3.3.3. Tata cara penyampaian pengaduan

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 274
1.3.4. Gratifikasi
1.3.4.1. Pengertian gratifikasi
1.3.4.2. Landasan hukum
1.3.4.3. Gratifikasi dan tindakan pidana korupsi

1.4. METODE PEMBELAJARAN


• Ceramah tanya jawab (CTJ)
• Diskusi kelompok
• Pleno

1.5. MEDIA DAN ALAT BANTU


• Bahan tayang (slide power point)
• Laptop
• LCD / Infocus
• Flipchart
• White board
• Spidol ATK
• Modul pelatihan

1.6. URAIAN MATERI


1.6.1. Pokok Bahasan 1.3.1. Konsep Korupsi

Sub Pokok Bahasan 1.3.1.1. Pengertian Korupsi


Adalah perilaku atau perbuatan yang tidak jujur yang didalamnya
termasuk bentuk kebusukan, keburukan, kejahatan penggelapan, serta
bentuk tindakan amoralis.

Sebelum ada KPK Indonesia ada diurutan 182 dari 188 negara, saat ini
urutan 90 dari 176 negara →→ indeks persepsi korupsi (Transparansy
International tanggal 26 Januari 2017 di Berlin.

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 275
Pandangan Agama Islam tentang Korupsi : Seseuai dengan hadis nabi yang
Artinya Allah melaknat orang yang menyuap dan menerima suap” dalam
riwayat lain disebutkan “dan perantaranya” (HR Ahmad) dan nabi juga
bersabda yang artinya “barang siapa yang telah aku pekerjakan dalam
suatu jabatan, lalu kuberi gajinya, maka suatu yang dipungutnya tanpa
sah diluar gajinya adalah Ghulu(korupsi)” (HR Abu dawud).

Sub Pokok Bahasan 1.3.1.2. Pengertian Anti Korupsi

Bentuk korupsi (UU 31/1999 Jo UU 20/2001)


Merugikan keuangan Negara melawan hukum melakukan perbuatan,
memperkaya diri sendiri / orang lain atau korporasi Merupakan mencegah
dan menghilangkan peluang bagi berkembangnya korupsi, dengan
perbaikan sistem pencegahan , bagaimana meningkatkan kesadaran
individu untuk tidak melakukan korupsi dan bagaiman menyelamatkan
uang dan aset negara.Merupakan kebijakan untuk (sistem hukum, sistem
kelembagaan, politik, dll) dan perbaikan manusianya (moral dan
kesejahteraan).

1. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada.


2. Suap-menyuap :
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada PNS karena
kekuasaan atau kewenangan yang berhubung dengan
jabatannya.
3. Penyalahgunaan Jabatan : pejabat / PNS yang sengaja, menggelapkan,
merusak atau menghilangkan dengan sengaja barang, akta, surat atau
dokumen yang diperlukan.
4. Pemerasan
PNS / penyelenggara negara dg maksud menguntungkan diri sendiri /
org lain secara melawan hukum atau dg kekuasaannya memaksa

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 276
seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima
pembayaran dg potongan utk dirinya sendiri.
5. Kecurangan (FRAUD)
Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau
penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan
bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan
keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam
keadaan perang.
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan barang jasa.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung
maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan, pengadaan atau persewaan yang pada saat dilakukan
perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus
atau mengawasinya.

Pokok Bahasan 1.3.1.3 Nilai-Nilai Anti Korupsi


Berikut uraian JUPE MANDI :
1. KEJUJURAN
Diartikan sebagai lurus hati, tidak berbohong, dan tidak curang. Nilai
kejujuran dalam dunia kerja diwarnai dengan budaya kerja sangatlah
diperlukan.
2. KEPEDULIAN
Mengindahkan, memperhatikan dan menghiraukan. Nilai kepedulian
sangatlah penting bagi seorang pegawai dalam kehidupan dunia kerja
dan masyarakat.
3. KEMANDIRIAN
Proses pendewasaan diri yaitu tidak bergantung pada orang lain untuk
mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya.
4. KEDISPLINAN
Ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan. Dalam mengaturkehidupan
dunia kerja dan sosial perlu hidup disiplin.

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 277
5. TANGGUNG JAWAB
Keadaan menanggung segala sesuatu. Pegawai yang memiliki rasa
tanggung jawab akan cenderung menyelesaikan tugasnya lebih baik
dibandingkan pegawai yang tidak memiliki rasa tanggung jawab.
6. KERJA KERAS
Bekerja keras didasari adanya kemauan.Bekerja keras merupakan hal
yang penting guna tercapainya hasil yang sesuai dengan target.
7. SEDERHANA
Gaya hidup sederhana sebaiknya perlu dikembangkan sejak pegawai
mengenyam masa kerjanya.Dengan gaya hidup sederhana, setiap
pegawai dibiasakan untuk tidak hidup boros.
8. KEBERANIAN
Untuk menumbuhkan sikap keberanian demi mempertahankan
pendirian dan keyakinan pegawai, terutama dalam
mempertimbangkan berbagai masalah dengan sebaik- baiknya.
9. KEADILAN
Adil adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak.

Sub Pokok Bahasan 1.3.1.4. Prinsip-Prinsip Anti Korupsi :


➢ Akuntabilitas
Kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja.
➢ Transparansi
Mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka,
sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik.
➢ Kewajaran
Mencegah terjadinya manipulasi dalam penganggaran, baik dalam
bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya.
➢ Kebujakan
Ditujukan agar pegawai dapat memahami dan mengetahui kebijakan
anti korupsi.
➢ Kontrol kebijakan

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 278
Merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan
mengeliminasi semua bentuk korupsi.

Sub Pokok bahasan 1.3.1.5 Dasar Hukum


• UU No 31 / 1999 JO UU No 20 / 2001 Korupsi merupakan melawan hukum
dengan maksud memperkaya diri sendiri / orang lain, baik perorangan
maupun korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian Negara.
• UU No 31 Tahun 1999 JO. UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidanan Korupsi ada 30 Jenis TPK, dikelompokkan menjadi 7 Jenis :
- TPK Kerugian Keuangan Negara Pasal 2
- TPK SUAP Pasal 5,6,11
- TPK Penggelapan dalam jabatan Pasal 8,9,10
- TPK Pemerasan Pasal 7 ayat 1 dan 2, Pasal 12
- TPK Perbuatan Curang
- TPK Benturan dalam pengadaan Pasal 7
- TPK Gratifikasi Pasal 12 B dan 12 C

1.6.2. Pokok Bahasan 1.3.2 Upaya Pencegahan dan pemberantasan Korupsi


Kapan Kita mulai menanamkan nilai-nilai anti korupsi :
Perbaikan Manusia
• Peran keluarga.
• Mengoptimalkan peran agama dalam memberantas korupsi.
• Memperbaiki moral suatu bangsa → menolak korupsi karena secara
moral sudah salah.
• Meningkatkan kesadaran hukum.
• Meningkatkan kesejahteraan Pemimpin jujur, bersih, dan anti
korupsi.

Memberantas korupsi, sistem dan lembaga pemerintahan serta lembaga-


lembaga negara harus direformasi. Apa saja yang direformasi ?

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 279
Reformasi ini meliputi reformasi terhadap :
• Sistem.
• Kelembagaan maupun pejabat publik.
• Ruang untuk korupsi harus diperkecil.
• Transparansi dan akuntabilitas serta.
• Akses untuk mempertanyakan apa yang dilakukan pejabat publik harus
ditingkatkan.

Sub Pokok Bahasan 1.3.2.1 Upaya pencegahan korupsi


Strategi yang diperlukan untuk memberantas korupsi yang dikembangkan
oleh United Nations yang dinamakan the Global Program Against
Corruption dan dalam bentuk United Nations Corruption Tool kit
(UNODC:2004).
1) Pembentukan Lembaga anti korupsi
Lembaga yang indenpenden yang khusus menangani korupsi
dinamakan Ombudsman. Peran Lembaga Ombudsman antara lain
menyediakan sarana bagi masyarakat yang hendak mengkomplain apa
yang dilakukan oleh lembaga pemerintah dan pegawainya.Lembaga ini
memberikan edukasi pada pemerintah dan masyarakat serta
mengembangkan standar perilaku serta code of conduct bagi lembaga
pemerintah maupun lembaga hukum yang membutuhkan.
Indonesia sudah memiliki lembaga yang secara khusus memberantas
korupsi. Lembaga tersebut adalah Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik adalah salah
satu cara untuk mencegah korupsi. Salah satu hal yang juga cukup
krusial untuk mengurangi resiko korupsi adalah dengan memperbaiki
dan memantau kinerja pemerintah daerah
2) Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat
Salah satu pencegahan korupsi adalah memberikan hak pada
masyarakat untuk mendapat akses terhadap informasi.Sebuah sistem

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 280
harus dibangun dimana kepada masyarakat diberikan hak meminta
segala informasi yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang
mempengaruhi hajat hidup orang banyak.
3) Pencegahan korupsi di sektor publik
Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan
pejabat publik untuk melaporkan dan mengumumkan jumlah
kekayaaan yang dimiliki baik sebelum menjabat maupun sesudah
menjabat.
Meningkatkan public awareness adalah dengan melakukan kampanye
tentang bahaya korupsi. Sosialisasi serta diseminasi di ruang publik
mengenai apa itu korupsi dan bagaimana memerangi korupsi harus
diintenfsikan. Kampanye tersebut harus dilakukan dengan
menggunakan media massa (baik cetak maupun tertulis), melakukan
seminar dan diskusi.

Sub Pokok Bahasan 1.3.2.2. Upaya Pemberantasan Korupsi


Upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah dengan
memberikan pidana atau menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi.
Dengan demikian bidang hukum khususnya hukum pidana akan dianggap
sebagai jawaban yang paling tepat untuk memberantas korupsi. Dalam
pemberantasan korupsi sangat penting untuk menghubungkan strategi
atau upaya pemberantasan korupsi dengan melihat karakteristik dari
berbagai pihak yang terlibat serta lingkungan dimana mereka berkerja atau
beroperasi.

Sub Pokok Bahasan 1.3.2.3. Strategi Komunikasi Pemberantasan Korupsi


1. Adanya regulasi :
• KEPMENKES no 232 Menkes/SK/VI/2013. Tentang Strategi
komunikasi pemberantasan Budaya anti korupsi kementrian
Kesehatan Tahun 2013.

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 281
• Penyusunan dan sosialisasi buku panduan penggunaaan fasilitator
kantor.
• Penyusunan dan sosialisasi buku panduan memahami gratifikasi.
• Workshop/pertemuan peningkatan pemahaman tentang anti
korupsi dengan topik dan gaya hidup PNS, Kesederhanaan,
perencanaan keuangan keluarga sesuai dengan kemampuan lokus.
• Penyebarluasan nilai-nilai anti korupsi (disiplin dan tanggung
jawab)berkaitan dengan kebutuhan pribadi dan persepsi
gratifikasi.
• Penyebarluasan informasi tentang peran penting dan manfaat
whistle blower dan justice collaborator

2. Perbaikan Sistem
• Peraturan perundangan yang berlaku.
• Memperbaiki cara kerja pemerintahan (birokrasi) menjadi simple
dan efisien.
• Memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan kepemilikan
pribadi.
• Menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dan pemberi
sanksi secara tegas.
• Penerapan prinsip Good Governance.
• Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, memperkecil terjadinya
human error.

3. Perbaikan Manusianya.
Peranan keluarga dalam proses pencegahan korupsi, keluarga batih
menjadi pihak pertama yang bisa menanamkan nilai anti korupsi saat
anak dalam proses pertumbuhan. Keluarga batih itu adalah pihak
pertama yang bisa menanamkan nilai anti korupsi ke anak, seiring
dengan anak tumbuh, nilai arti korupsi semakin mantap.

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 282
Memperbaiki moral manusia sebagai umat beriman, mengoptimalkan
peran agama dalam memberantas korupsi. Artinya pemuka agama
berusaha mempererat ikatan emosional antara agama dengan
umatnyadan menyatakan tegas bahwa korupsi adalah perbuatan
tercela.
Memperbaiki moral sebagai suatu bangsa, pengalihan loyalitas
(kesetiaan) dari keluarga/suku kepada bangsa.Memilih pemimpin yang
bersih, jujur dan anti korupsi pemimpin yang memiliki kepeduliaan dan
cepat tanggap, pemimpin yang menjadi teladan.

1.6.3. Pokok bahasan 1.3.3. Tata Cara Pelaporan Dugaan Pelanggaran


Tindakan Pidana Korupsi

Sub Pokok Bahasan 1.3.3.1. Laporan


Pengertian Laporan / pengaduan adalah Pemberitahuan yang
disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan
undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau
diduga akan terjadi peristiwa pidana (Pasal 1 angka 24 dan 25 UU No 8
tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).

Sub Pokok Bahasan 1.3.3.2. Pengaduan


Sedangkan Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh
pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk
menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana
aduan yang merugikannya. (Pasal 1 angka 25 KUHAP).

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 283
Sub Pokok Bahasan 1.3.3.2 Tata Cara Penyampaian Pengaduan

Dimana melapor ?
Pelaporan tindak pidana korupsi di Kemenkes →“ Lapor melalui Itjen”
(saat ini sudah ada mekanisme pengaduan)

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 284
Cara penyampaian pengaduan
• Tatap muka
• Tertulis / surat
• Media elektronik / cetak

Tindak lanjut pengaduan masyarakat


• Tindakan administratif
• Tuntutan perbendaharaan dan ganti rugi
• Tindakan perbuatan pidana
• Tindakan pidana
• Perbaikan manajemen.

Website Inspektorat Jenderal

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 285
1.6.4. Pokok bahasan 1.3.4. Gratifikasi

Sub Pokok Bahasan 1.3.4.1. Pengertian

Apa itu Gratifikasi ?


Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) UU No.31 Thn 1999 Juncto UU No.20 Tahun
2001
• Uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman bunga, tiket perjalanan
dinas, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma,
dan fasilitas lainnya yang diterima di dalam negeri mauoun di luar negeri
yang dilakukan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana
elektronik
• Sebuah pemberian yang diberikan atas diperolehnya suatu bantuan atau
keuntungan.

Sub Pokok Bahasan 1.3.4.2. Landasan Hukum


Kapan Gratifikasi dikatakan sebagai TIPIKOR ?
UU No.20 th 2001 Pasal 12 B ayat 1 Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri
atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila
berhubungan dengan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Pasal 12 C ayat (1)


Bahwa Pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku jika penerima melaporkan gratifikasi
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi
tersebut diterima.
Hal-hal yang menjadi pembenaran :
• Sekedar Ucapan “Terimakasih”
• Lumrah dan wajar
• Memuliakan Tamu
• “Adat ketimuran”
• Uang pulsa, sekedar uang minum

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 286
• Membina hubungan baik, dan lain – lain
Sub Pokok Bahasan 1.3.4.3. Gratifikasi dan Tindakan Pidana Korupsi

Penerimaan gratifikasi wajib dilaporkan kepada KPK langsung atau melalui


UPG SELAMBAT-LAMBATNYA 30 HARI KERJA terhitung sejak tanggal
gratifikasi diterima.

Referensi :
• UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
• Inpres No 1 Tahun 2013
• Kepmenkes No 232/Menkes/SK/VI/2013 tentang Strategi Komunikasi Pekerjaan
dan Budaya Anti Korupsi

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 287
MATERI PENUNJANG 3
RENCANA TINDAK LANJUT

1.1 DESKRIPSI SINGKAT


Modul ini berisi tentang pengertian, manfaat dan langkah-langkah dalam
pembelajaran RTL.

1.2 TUJUAN PEMBELAJARAN


1.2.1 Tujuan pembelajaran Umum :
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menyusun Rencana Tindak
lanjut

1.2.2 Tujuan pembelajaran khusus :


Setelah mengikuti materi ini peserta mampu :
1.2.2.1 Menyebutkan pengertian RTL
1.2.2.2 Menyebutkan manfaat adanya RTL
1.2.2.3 Menyebutkan sistematika penyusunan RTL
1.2.2.4 Mengidentifikasi program dan kegiatan
1.2.2.5 Menentukan program dan kegiatan RTL
1.2.2.6 Menyusun RTL

1.3 POKOK BAHASAN


1.3.1 Pengertian RTL
1.3.2 Manfaaat RTL
1.3.3 Sistematika penyusunan RTL
1.3.4 Identifikasi program dan kegiatan RTL
1.3.5 Penentuan program dan kegiatan
1.3.6 Penyusunan RTL :
1.3.6.1 RTL peserta
1.3.6.2 RTL Fasilitas

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 288
1.4 METODE PEMBELAJARAN
• Ceramah tanya jawab (CTJ)
• Diskusi kelompok
• Pleno

1.5 MEDIA DAN ALAT BANTU


• Bahan tayang (slide power point)
• Laptop
• LCD/In Focus
• Flip chart
• White board
• Spidol (ATK)
• Modul pelatihan

1.6 URAIAN MATERI

1.6.1. Pokok Bahasan 1.3.1 Pengertian RTL

Adalah setiap upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh peserta pelatihan
setelah kegiatan pelatihan selesai, yang dibuat spesifik dan realistik.

1.6.2. Pokok bahasan 1.3.2 Manfaat RTL

• Mengetahui dan menumbuhkan komitmen peserta dan lembaga /


instansi.
• Pengirim untuk menerapkan apa yang telah dibahas selama pelatihan
berlangsung.
• Sebagai alat dan panduan untuk memantau (monitoring) dan
mengevaluasi.
• Penerapan hasil program pelatihan.

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 289
• Sebagai bahan dan alat untuk mengetahui dampak pelatihan baik
secara individu maupun kelembagaan termasuk didalamnya faktor
pendukung dan faktor penghambat.

1.6.3. Pokok bahasan 1.3.3 Sistematika penyusunan RTL

• Identifikasi dan buat perumusan


• Tentukan apa tujuan
• Tentukan sasaran
• Tetapkan cara atau metode
• Perkirakan waktu yang diperlukan untuk setiap kegiatan
• Tentukan lokasi yang akan digunakan dalam melakukan kegiatan
(tempat/where)
• Perkiraan dana yang dibutuhkan
• Tetapkan siapa yang mengerjakan apa pada setiap kegiatan dan
bertanggung jawab kepada siapa (siapa/who)

1.6.4. Pokok bahasan 1.3.4 Identifikasi Program dan kegiatan RTL

• Kegiatan yaitu uraian kegiatan yang akan dilakukan, didapat melalui


identifikasi kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Agar hal ini terealisasi maka di identifikasi kegiatan
apa yang diperlukan.
• Tujuan adalah membuat ketetapan – ketetapan yang ingin dicapai dari
setiap kegiatan yang direncanakan pada unsur nomor 1. Penetapan
tujuan yang baik adalah dirumuskan secara konkrit dan terukur.
• Sasaran yaitu seseorang atau kelompok tertentu yang menjadi target
kegiatan yang direncanakan
• Cara/metode yaitu cara yang akan dilakukan dalam melakukan
kegiatan agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 290
• Waktu dan tempat dalam penetuan waktu sebaiknya menunjukkan
kapan suatu kegiatan dimulai sampai kapan berakhir. Apabila
dimungkinkan sudah dilengkapi dengan tanggal pelaksanaan. Hal ini
untuk mempermudah dalam persiapan kegiatan yang akan
dilaksanakan, serta dalam melakukan evaluasi.

1.6.5. Pokok bahasan 1.3.5 Penentuan program dan kegiatan

• Memiliki tujuan yang jelas, obyektif, rasional


• Cukup menantang untuk diperjuangkan
• Mudah dipahami dan tidak multi tafsir
• Dapat dipakai sebagai pedoman untuk bertindak ekonomis rasional
• Menjadi dasar dan alat untuk pengendalian
• Dapat dikerjakan oleh sekelompok orang
• Berkesinambungan, urutan dan waktu
• Meliputi semua yang akan dilakukan
• Saling mendukung dan tidak boleh bertentangan
• Fleksibel tetapi tidak mengubah tujuan
• Sensitif terhadap situasi, sehingga terbuka kemungkinan untuk
mengubah tehnik pelaksanaannya
• Seimbang antara pemberian tugas dan penyediaan fasilitas
• Berdasar analisis terhadap data, informasi, dan fakta

1.6.6. Pokok bahasan 1.3.6. Penyusunan RTL


Format Isian Rencana Tindak Lanjut
No Kegiatan Tujuan Sasaran Cara/ Waktu Biaya Pelaksana/
Metode DAN Penanggung
Tempat jawab
1 2 3 4 5 6 7 8

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 291
Penjelasan :
Kolom 1 : kolom nomor
Pada kolom ini dicantumkan nomor kegiatan mulai dari 1, 2, 3, dst sesuai
dengan jumlah kegiatan yang direncanakan.
Kolom 2 : kolom kegiatan
Pada kolom ini dirinci kegiatan – kegiatan yang akan dilakukan biasanya
mulai dari lapor pada atasan tentang pelatihan yang telah diikuti sampai
dengan tujuan yang ingin dicapai.
Kolom 3 : kolom tujuan
Pada kolom ini dicantumkan tujuan dari masing – masing kegiatan, yaitu
hasil yang ingin dicapai apabila kegiatan tersebut dilaksanakan.
Kolom 4 : kolom sasaran
Pada kolom ini dicantumkan siapa atau kelompok apa sasaran yang telah
ditetapkan pada setiap kegiatan.
Kolom 5 : kolom Cara / metode
Pada kolom ini dicantumkan cara – cara dalam melakukan kegiatan.
Kolom 6 : kolom waktu dan tempat
Pada kolom ini dicantumkan kapan dan dimana kegiatan akan
dilaksanakan.
Kolom 7 : Kolom biaya
Pada kolom ini diisi pembiayaan yang meliputi : besar biaya yang
dibutuhkan dan sumber biaya yang dimungkinkan, atau tidak perlu biaya
atau biaya sudah tercakup dalam kegiatan yang dipadukan.
Kolom 8 : Kolom pelaksana / penanggung jawab
Pada kolom ini dicantumkan nama dari pelaksana / penanggung
jawab dari masing – masing kegiatan

Referensi
• Buku Dinamika Kelompok
• Buku Team Building

PELATIHAN PENATALAKSANAAN EMERGENSI MATERNAL NEONATAL BAGI DOKTER,


BIDAN, PERAWAT. LEMBAGA KESEHATAN BUDI KEMULIAAN 292

Anda mungkin juga menyukai