Anda di halaman 1dari 6

Edited by: D.

Suryoningrat Buletin 2, Halaman


Manajemen Terpadu Balita Sakit
dr. Bambang Edi, Sp.A, M.Kes






Assalamualaikum, temen2 ketemu lagi ama aku (kaya dah lama gak ketemu ajahihihih), langsung aja ya
dibaca novelku dibawah ini..

Apa itu MTBS
Suatu pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit di fasilitas kesehatan tingkat dasar
bukan program vertikal. NOTE: Program ini adalah program yang diinisasi oleh WHO dan sudah
diadopsi di Indonesia. Sifatnya bukan program vertikal (maksudnya vertikal gimana? Nanti dijelasin lagi, sabar
ye). MTBS dipandang dari 2 sisi :
1. Pendekatan atau sikap, bagaimana seorang petugas kesehatan melakukan suatu tatalaksana terhadap
balita sakit pada fasilitas kesehatan di tingkat dasar.
2. Sistem, terdapat perangkat2nya seperti pasien, rekam medis dan sebagainya

STRATEGI MTBS
Kombinasi tatalaksana kasus (kuratif) dengan perbaikan gizi, imunisasi dan konseling
(promotif, preventif).
Penyakit anak yang dipilih merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan anak.



STRATEGI MTBS ADA 3 KOMPONEN
1. Meningkatkan ketrampilan petugas
kesehatan dalam tatalaksana kasus.
2. Memperbaiki sistem kesehatan agar
penanganan penyakit-penyakit pada balita
lebih efektif.
3. Memperbaiki praktek keluarga &
masyarakat dalam home care dan care
seeking.

Note:
1. petugas kesehatan yang dimaksud adalah dokter dan paramedis (bidan dan perawat-ed) di tingkat
primer. Mengapa dokter dan paramedik? Hal ini karena WHO mengambati bahwa di negara2 seperti
Indonesia in faktanya paramedik mempunyai peran yang tidak dapat diabaikan dalam menjaga balita.
Sehingga WHO tidak menutup mata dan memberi kewenangan mereka untuk menangani penyakit
tertentu. Namun tetap diatur kapan mereka harus merujuk, sehingga jelas batasnya. Meskipun begitu,
tetap ada perbedaan antara paramedik dengan dokter. Dokter lebih berperan sebagai konsultan atau
supervisor (dalam bidang medis), sehingga kita dituntut untuk lebih pintar daripada paramedik
tersebut. Khusus dokter juga, ada yang namanya PMPT yaitu Pendidikan Medik Pediatrik Terpadu.
Apaan tuwh?nanti dijelasin...
2. Memperbaiki mulai dari administrasi sampai dengan sistem rujuk. Misalnya dalam pemberian
antibiotik, harus jelas kapan pasien dirujuk. Apakah setelah 2 hari pemberian atau kapan.
3. Jadi disini keluarga dan masyarakat dipahamkan dalam ditingkatkan peranannya tentang bagaimana
perawatan pasien di rumah, kapan mereka harus mencari rujukan.













Manajemen Terpadu Balita Sakit /
Integrated Management of Childhood Illness
dr. Bambang Edi, Sp.A, M.Kes

Sabtu, 20 Februari 2010 Pukul 13.30-15.30 [2 jam]


Edited by: D.Suryoningrat Buletin 2, Halaman
Manajemen Terpadu Balita Sakit
dr. Bambang Edi, Sp.A, M.Kes
Note: gambar diatas menunjukkan bedanya program vertikal dengan MTBS. Gambar kiri program vertikal
maksudnya berbagai macam penyakit punya guideline sendiri. Semuanya diberikan kepada petugas kesehatan
dan dilatihkan, kemudian petugas itu sendiri yang akan mengintegrasikan dalam rangka menjadi dokter yang
baik. Seperti kita ini, kita sekarang kan lagi diajarkan tentang banyak penyakit, nanti selanjutnya terserah kita
mau bagaimana dalam mengamalkan apa yang sudah ktia pelajari setelah kita menjadi dokter. Gambar
kanan Bedanya sama MTBS, MTBS itu instan, sudah ada pedoman klinis dan pelatihan dalam satu paket,
ada penyakit tertentu, dan penanganannya seperti itu. Kemudian dilatihkan supaya langsung dapat menerapkan
kepada kasus secara terpadu untuk penyakit2 tertentu.













TUJUAN
Menurunkan secara signifikan angka kesakitan dan kematian yang terkait dengan
penyebab penyakit tersering pada balita.
Kontribusi terhadap tumbuh kembang anak sehat.

MENGAPA PERLU MTBS
12 juta balita per tahun meninggal di negara berkembang
70% kematian balita karena pneumonia, malaria, diare, campak, malnutrisi atau kombinasi.
Lebih dari 75% ibu membawa balita ke klinik dengan keluhan salah satu kondisi di atas
Sering ditemukan overlapping gejala, sehingga diagnosis tunggal tidak tepat.
Note: Indonesia masih termasuk negara dengan angka kematian balita paling besar. Penyakit2 utama yang
menyebabkan adalah pneumonia, malaria, diare, campak, malnutrisi, atau kombinasi. Di Indonesia dan
Thailand ditambah dengan dengue. Kalau diamati, ibu2 sebagian besar datang membawa balitanya dengan
keluhan2 penyakit diatas dan sering ditemukan overlapping, sehingga satu diangosis saja sering kali tidak
cukup. Maka di MTBS ini diberikan suatu aksioma, 9 kata penting yaitu pada kasus anak, satu diagnosis adalah
tidak cukup. Harus inget ya!


















Peranan petugas kesehatan dumulai dari penilaian klinis
dan pengobatan, melakukan diagnosis sampia dengan
terapi dan konseling. Kemudian kita melakukan intervensi
terhadap pengetahuan, perilaku dan ketrampilan orang tua
atau pengasuh sehingga hal ini mempengaruhi kapasitas,
struktur, dan fungsi sistem kesehatan dan ini juga akan
mempengaruhi pola perilaku kita.
Note: Dr. BE mengingatkan bahwa ISPA adalah
Infeksi Saluran Pernafasan Akut, bukan atas.
Note: posisi dari malnutrisi ditengah karena
sering menyertai pnyakit lain.


Edited by: D.Suryoningrat Buletin 2, Halaman
Manajemen Terpadu Balita Sakit
dr. Bambang Edi, Sp.A, M.Kes




















PELAKSANA MTBS
Tenaga kesehatan di unit rawat jalan tingkat
dasar, yaitu:
Paramedis (perawat, bidan).
Dokter menjadi konsultan bagi paramedis
Bukan untuk rawat inap
Bukan untuk kader.

KEUNTUNGAN MTBS BAGI PROGRAM TERKAIT















KONTRIBUSI MTBS DALAM MENUJU INDONESIA SEHAT 2010
Penghematan: bea pelatihan, supervisi, cetak, obat dan transport ibu.
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dasar.
Rasionalisasi pemakaian obat.
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu/pengasuh anak dalam perawatan di
rumah pada balita sakit.
Mengoptimalkan pendayagunaan tenaga kesehatan.
Pemerataan clinical essential package.
Meningkatkan rujukan kasus tepat waktu.
Memperbaiki perencanaan dan manajemen kesehatan di tingkat kabupaten.
Memenuhi HAK-HAK ANAK.

REKOMENDASI HASIL REVIEW MTBS TK.NASIONAL intinya semakin dikokohkan
keberadaannya.
A. Organisasi, Koordinasi, Perencanaan.
1. MTBS menjadi kebijaksanaan Nasional.
2. Ada kejelasan peran LP, LS, LSM dan donor/technical agencies.
P PR RO OG GR RA AM M K KE EU UN NT TU UN NG GA AN N D DA AR RI I M MT TB BS S
I IS SP PA A d da an n D Di ia ar re e K Ke et te er rp pa ad du ua an n t ta at ta al la ak ks sa an na a k ka as su us s
I Im mu un ni is sa as si i M Me en ng gu ur ra an ng gi i m mi is ss se ed d o op pp po or rt tu un ni it ti ie es s
M Ma al la ar ri ia a M Me em mp pe er rb ba ai ik ki i p pe en na an ng ga an na an n m ma al la ar ri ia a p pa ad da a
b ba al li it ta a d da an n p pr ro om mo os si i k ke el la am mb bu u
K Ke es se eh ha at ta an n i ib bu u M Me en nd di is sk ku us si ik ka an n k ke es se eh ha at ta an n i ib bu u d da an n
m me em mb be er ri ik ka an n p pe el la ay ya an na an n
G Gi iz zi i K Ko on ns se el li in ng g b ba ag gi i i ib bu u u un nt tu uk k p pe em mb be er ri ia an n
m ma ak ka an na an n d da an n m me en ne et te ek ki i
P Pe en ng go ob ba at ta an n, ,Q QA A P Pe ed do om ma an n t ta at ta al la ak ks sa an na a y ya an ng g b ba ak ku u
P Pr ro om mo os si i
k ke es se eh ha at ta an n
M Me en nc ca ar ri i p pe er rt to ol lo on ng ga an n k ke es se eh ha at ta an n s se ec ca ar ra a
t te ep pa at t

Note: dari gambar disamping, bisa disimpulkan
bahwa statistic angka kematian bayi paling banyak
dikarenakan ISPA, walapun sudah bertahun2.
Note: dari gambar disamping, menyatakan bahwa
angka kematian pada balita dipengahuhi oleh
status ekonomi


Edited by: D.Suryoningrat Buletin 2, Halaman
Manajemen Terpadu Balita Sakit
dr. Bambang Edi, Sp.A, M.Kes
3. Ada proses perencanaan di semua tingkat administrasi yang melibatkan LP, LS, LSM dan
donor/technical agencies.

B. Adaptasi
1. Adaptasi materi MTBS setiap 5 tahun, kecuali ada perubahan mendasar.
2. Perubahan materi MTBS perlu didukung studi (evidence based)
3. Adaptasi lokal dilakukan di tingkat Propinsi/Kabupaten/Kota

C. Pelatihan.
1. Materi klinis tanggung jawab masing-masing program.
2. Pelatihan MTBS dari 11 hari jadi 6 hari efektif. Lokakarya fasilitator 5 hari efektif.
3. Pelatihan DJJ MTBS untuk petugas kesehatan tk. desa
4. Materi MTBS masuk kurikulum Akbid, Akper & FK.
5. Pemantauan pasca pelatihan 6-8 minggu setelah pelatihan.

D. Implementasi
1. Tersedia sarana pendukung dan dana monitoring/supervisi rutin MTBS yang
berkesinambungan.
2. Pengelola program terkait (Propinsi dan Kabupaten/Kota) perlu dilatih MTBS.
3. Instrumen supervisi & pemantauan perlu disosialisasikan ke pengelola program Propinsi,
Kabupaten/Kota.

E. Komponen Masyarakat dan Keluarga
Keluarga dan masyarakat dilibatkan dalam penerapan MTBS contohnya, kapan kita harus kontrol.

F. Perluasan Cakupan Daerah Pelaksanaan MTBS
1. Disepakati seluruh Propinsi menerapkan MTBS.
2. Pemilihan Kabupaten/Kota perlu memperhatikan kondisi dan kebutuhan lokal.
3. Penerapan MTBS mengikuti langkah-langkah yang sesuai, dukungan dana dari berbagai
sumber (APBD, LSM, PLN, swasta).

LANGKAH-LANGKAH IMPLEMENTASI MTBS
TAHAP PENGENALAN
Komunikasi awal.
Sosialisasi MTBS untuk pemahaman, kesepakatan dan pembentukan tim.
Lokakarya perencanaan.

TAHAP PERSIAPAN
Pengumpulan data dasar.
Adaptasi materi MTBS dilanjutkan dengan lokakarya.
Penggandaan materi pelatihan.
Pengadaan sarana.
Pelatihan calon fasilitator dan supervisor.
Lokakarya fasilitator.

TAHAP PENERAPAN AWAL.
Tk. Kabupaten/Kota.
Sosialisasi MTBS untuk pemahaman, kesepakatan dan pembentukan tim tingkat
Kab/Kota.
Lokakarya perencanaan tk. Kab/Kota
Pelatihan MTBS bagi petugas puskesmas.
Lokakarya calon tutor puskesmas.
Pemantauan pasca pelatihan.
Tindak-lanjut hasil pemantauan.
Supervisi rutin.
Evaluasi tahunan (input, proses, output, dampak).

Tk. Puskesmas.
Sosialisasi MTBS untuk pemahaman, kesepakatan dan pembentukan tim tk.
puskesmas.


Edited by: D.Suryoningrat Buletin 2, Halaman
Manajemen Terpadu Balita Sakit
dr. Bambang Edi, Sp.A, M.Kes
Lokakarya perencanaan tk. puskesmas.
Peningkatan keterampilan pet. puskesmas/desa:
Tutorial Diklat Jarak Jauh (DJJ).
Kalakarya/orientasi.
Penerapan MTBS di unit rawat jalan puskesmas, pustu, polindes.
Supervisi teknis, jaga mutu penerapan MTBS.
TAHAP PENGEMBANGAN
Lokakarya perencanaan pengembangan/replikasi ke puskesmas lain atau
kabupaten lain.

PENYAKIT UTAMA
Beberapa gejala dibawah ini merupakan gejala yang paling sering dialami oleh balita.
1. DEMAM
MALARIA
CAMPAK
DENGUE (DF/DHF)
Note: demam bisa merupakan entry dari berbagai penyakit. Di MTBS akan diberikan panduan bagaimana sikap
menghadapi anak dengan demam, supaya paramedic dan dokter dapat membedakan demamnya itu apa, apakah
demam campak, atau demam malaria atau demam dengue. Dengan pengenalan gejala dan cara diagnosisnya
dengan demikina diharapkan angka kematian dengan gejala demam berkurang.

2. DIARE
Derajad dehidrasi terapi cairan
Diare disentri vs non disentri
Diare persisten/kronis
Masalah :
kehilangan cairan, elektrolit dan zinc selama diare
Kehilangan kalori dan nutrisi lain (jika lama)


















3. BATUK DAN SUKAR BERNAPAS
Pneumonia berat
Pneumonia
Bukan Pneumonia
Note: bedakan apakah batuk yang termasuk common cold atau yang disebabkan oleh bacterial, baik
pneumonia atau bukan. Kalau pneumonia harus dibedakan apakah pneumonia berat atau pneumonia biasa.
Dengan dasar itu, maka diberikan panduan kapan boleh dengan obat biasa, kapan boleh antibiotic dengan
diberikan sendiri, atau kapan antibiotic kemudian dirujuk. Jangan lupa dibedakan juga dengan bukan
pneumonia. Jadi di MTBS akan diberikan bagaimana cara melakukan tindak lanjut dalam setiap entry.
Contohnya pneumonia, kalau bisa diberi antibiotic kemudian kontrol setelah 2 hari, kalau berat diberi antibiotik
dosis pertama kemudian dirujuk. Nah yang seperti itulah yang disebut sebagai pendekatan dan sistem.

4. MASALAH TELINGA DAN MASTOIDITIS, pasien demam harus diperiksa telinganya, siapa tahu
mastoiditis yang nantinya dapat menyebabkan meningitis. Jadi kalau ada anak demam jangan lupa
diperiksa telinga dan daerah belakang telinga (mastoid)
Note: mengcover paling tidak 4 hal, yaitu:
a. Perjalanan penyakitnya, apakah diare akut (< 7 hari), diare berkepanjangan (7-14 hari), diare
persisten (> 14 hari dan ada bukti infeksi), atau diare kronis (> 14 hari tanpa infeksi). Perlu juga
klasifikasi diare persisten apakah berat (Kalau dengan dehidrasi) atau biasa (tanpa dehidrasi).
b. Tanda bahaya umum (general danger sign):
Penurunan kesadaran, dapat disebabkan karena dehidrasi berat, dapat juga encephalitis.
Memuntahkan semuanya yaitu jumlah muntahan sama dengan intake-nya, bisa juga karena
gangguan elektrolit yang berat seperti hipernatremia dan hipernatremia sering kali menjadi masalah
berat pada anak dengan diare karena prognosisnya jelek.
c. Menentukan derajat dehidrasi, menurut MTBS dibedakan menjadi 3 :
Tanpa dehidrasi
Dehidrasi tak berat (dehidrasi ringan dan sedang, karena sulit untuk membedakan)
Dehidrasi berat
Oleh karena itu, penanganannya dibedakan menjadi 3, plan A (tanpa dehidrasi), plan B (dehidrasi tak
berat), dan plan C (dehidrasi berat).
d. Kemungkinan etiologinya, apakah infeksi disentri (disentri shigella atau amoeba, atau karena yang lain
seperti virus, bakteri, jamur) ataukah bukan infeksi (karena intoleransi)


Edited by: D.Suryoningrat Buletin 2, Halaman
Manajemen Terpadu Balita Sakit
dr. Bambang Edi, Sp.A, M.Kes
5. ANEMIA DAN MALNUTRISI, > 50% balita di Indonesia menderita anemia, sebagian besar jenis
anemia defisiensi besi. Oleh karena itu harus dilakukan pemeriksaan bisa dengan memeriksa telapak
tangan kemudian membandingkan dengan telapak tangan pemeriksa atau dengan gejala klasik anemia
(lemah, letih, dll). Sayangya anemia pada balita ini sering kali sudah menimbulkan masalah kognitif dan
menetap sampai dewasa. Diketahui bahwa ternyata gangguan kognitif timbul bahkan sebelum anemis
terjadi. Urutannya adalah:
a. Deplesi, dimana terjadi penurunan kadar Fe dalam darah
b. Defisiensi, dimana penurunan yang terjadi sudah dibawah kadar normal
c. Anemia
Atas dasar itulah kemudian di Indonesia ditetapkan bayi usia < 1tahun harus mendapatkan suplementasi
zat besi. Untuk bayi yang BBLC (berat bayi lahir cukup 2500-4000gr), suplementasi dilakukan pada usia
4 bulan karena cadangannya mulai menurun dan kadarnya di ASI sudah sangat berkurang. Untuk BBLR
(berat bayi lahir rendah 1500 - 2500gr) atau bayi kurang bulang, suplementasi dilakukan sejak usia 2
bulan. Tapi perlu diingat juga bahwa spektrum anemia sangat luas. Sehingga harus tetap memperhatikan
kemungkinan penyebab2 yang lain. Malnutrisi dibagi menjadi mikronutrient dan makronutrient
(keterangan lebih lanjutnya saya gak dapet, maaf ya-ed)

6. MASALAH DALAM PEMBERIAN ASI, bagaimana cara kita mempromosikan ASI eksklusif pada 6
bulan pertama, bagaimana kita mengajarkan cara pemberian makanan tambahan setelah usia 6 bulan,
bagaimana kita menguasai masalah2 yang mungkin terjadi pada bayi kurang bulan atau BBLR dan
bagaimana cara menyusui yang baik (manajemen laktasi)

7. INFESTASI CACING, bisa menyebabkan anemia defisiensi besi yang cukpu penting.




Source: MISC 05
Alhamdulillah selesai juga, waktu kuliahnya sempet panik soalnya audiocity nya eror...untungnya Dita
Windarofah minjemin buletinnya yang MISC 05, jadi mostly catetan yang ada disini berasal dari MISC 05, tapi
setelah diliat, apa yang beliau (dr.BE) ajarkan, sama persis dengan MISC 05. kalau ada kekurangan mohon
maaf, kalau ada saran silakan hubungi saya, tapi kalau kritik (kritik balado kali yeee...ato rambutnya
kritik????hihiihih....maaf, lagi proses berguru untuk melucu) silakan dikirimkan ke qiqi aja...hihihih, gak
dink...piss....
Wassalamualaikum

Anda mungkin juga menyukai