Anda di halaman 1dari 203

SAMBUTAN

DIREKTUR JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Salam Sehat!
Agenda pembangunan kesehatan ditujukan untuk mewujudkan akses dan mutu
pelayanan kesehatan yang semakin baik dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Kita
patut bersyukur bahwa akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan semakin
meningkat dari tahun ke tahun, termasuk kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana.
Hal ini juga berdampak positif pada peningkatan pencapaian target-target pembangunan
kesehatan, Angka Kematian Ibu di Indonesia telah dapat kita turunkan secara signifikan,
dari 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 305 per 100.000 kelahiran
hidup pada tahun 2015. Demikian juga angka kematian bayi telah dapat kita turunkan dari
68 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 22 per 1000 kelahiran hidup pada
tahun 2015.
Keluarga Berencana (KB) mempunyai kontribusi yang besar dalam upaya
peningkatan kesehatan reproduksi dan merupakan salah satu pilar penting dalam upaya
penurunan kematian ibu dan bayi. Di seluruh dunia, penggunaan kontrasepsi telah
mencegah 230 juta kelahiran dan menghindarkan 44 persen kematian ibu. Oleh karena
itu, Kementerian Kesehatan melalui Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga telah menetapkan 12 (dua belas) Indikator Keluarga Sehat, dimana indikator
pertama adalah "Keluarga Mengikuti Program KB".
Keikutsertaan keluarga dalam program KB memerlukan pengetahuan yang memadai
serta kesadaran yang tinggi tentang manfaat ber-KB. Salah satu upaya yang perlu
dilakukan adalah melalui pemberian layanan konseling KB yang berkualitas oleh tenaga
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan primer, dengan menggunakan metode dan alat
bantu konseling yang terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Guna mendukung
kualitas pelayanan konseling KB, selama ini Pemerintah mendorong penggunaan Alat
Bantu Pengambilan Keputusan Ber-KB (ABPK KB) sebagaimana direkomendasikan oleh
World Health Organization (WHO).
Saya menyambut baik dengan diperkenalkan dan dikembangkannya Strategi
Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB). SKB KB dapat menjadi salah satu
pilihan metode untuk memperkuat pelaksanaan konseling KB dengan menggunakan ABPK
KB. Melalui pelayanan konseling KB yang berkualitas, diharapkan cakupan dan
kesinambungan masyarakat dalam ber-KB dapat terus meningkat, sehingga akan
berkontribusi terhadap peningkatan derajat kesehatan ibu, anak, dan keluarga Indonesia.

Jakarta, Agustus 2018


Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

i
SAMBUTAN
DEPUTI BIDANG PELATIHAN, PENELITIAN, DAN
PENGEMBANGAN BKKBN

Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017,
angka kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) Indonesia telah menurun menjadi 2,4 anak
per wanita dibandingkan dengan hasil SDKI tahun 2012 yaitu 2,6 anak per wanita. Angka
prevalensi kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate/CPR) juga telah meningkat dari
61,9 persen pada SDKI Tahun 2012 menjadi 63,6 persen pada SDKI 2017. Namun terlepas
dari capaian tersebut, persentase tingkat putus pakai kontrasepsi mengalami peningkatan
dari 27,1 persen pada SDKI tahun 2012 menjadi 28,9 persen pada SDKI tahun 2017.
Tingginya tingkat putus pakai kontrasepsi tentu saja akan berdampak pada
menurunnya efisiensi program. Untuk mempertahankan pernakaian kontrasepsi pada
tingkatan tertentu dibutuhkan lebih banyak lagi peserta KB baru sebagai pengganti peserta
KB yang mengalami putus pakai. Disamping itu peningkatan pemakaian kontrasepsi akan
semakin sulit dilakukan karena jumlah peserta KB baru akan semakin terbatas. Karena itu
untuk meningkatkan atau mempertahankan capaian angka prevalensi kontrasepsi (CPR)
selain diperlukan upaya mendapatkan peserta baru maka perlu juga dilakukan upaya untuk
menurunkan tingkat putus pakai kontrasepsi.
Berbagai studi dan literatur memperlihatkan bahwa pemberian informasi yang
komprehensif terkait pelayanan KB melalui proses konseling yang baik dan benar oleh
tenaga kesehatan dapat berkontribusi pada penurunan tingkat putus pakai kontrasepsi.
Informasi komprehensif tidak mungkin diperoleh peserta KB dari kampanye masal atau
terbuka oleh karena kebutuhan informasi peserta KB akan berbeda sesuai dengan kondisi
mereka masing-masing. Dengan demikian, upaya peningkatan kompetensi tenaga
kesehatan dalam memberikan konseling KB memegang peranan penting dalam
menurunkan tingkat putus pakai kontrasepsi serta meningkatkan kualitas pelayanan KB
bagi peserta KB.
Sebagai tindak lanjut, Badan Kependudukan dan Keluarga Nasional (BKKBN)
bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan dan Konsorsium Program PilihanKu (My
Choice) telah melakukan adaptasi konsep Balanced Counseling Strategy (BCS) pada
Pelatihan Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB) bagi tenaga
kesehatan. SKB KB diharapkan dapat menjadi pelengkap atau pilihan alternatif alat bantu
bagi tenaga kesehatan dalam meningkatkan kualitas konseling KB kepada Peserta KB.
BKKBN menyambut baik upaya ini dan kami ucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah bekerja sama menyelesaikan kurikulum dan modul pelatihan "Strategi
Konseling Berimbang (SKB KB) bagi Dokter, Bidan, dan Perawat", terutama kepada Pusat
Pelatihan SDM Kesehatan-Kementerian Kesehatan yang telah memberikan akreditasi
kepada kurikulum dan modul pelatihan ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa meridhoi upaya
kita bersama dalam membangun keluarga melalui Program Kependudukan, Keluarga
Berencana dan Pembangunan Keluarga untuk terwujudnya Keluarga Kecil Bahagia dan
Sejahtera.

Jakarta, 17 Juli 2018


Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian, dan
Pengembangan BKKBN

Prof. Rizal Damanik, PhD

ii
SAMBUTAN
KONSORSIUM PROGRAM PILIHANKU

Salah satu tujuan Program PilihanKu di Indonesia adalah mendukung upaya


pemerintah meningkatkan kualitas pelayanan Keluarga Berencana melalui intervensi yang
telah terbukti keberhasilannya. Dari studi literatur, diskusi dan analisis data, maka
konsorsium Program PilihanKu yang terdiri dari Johns Hopkins CCP, JHPIEGO dan JSI
melihat bahwa salah satu faktor penting dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan KB
di Indonesia adalah melalui peningkatan kompetensi dan kepatuhan petugas untuk
memberikan konseling.
Pada tahun 2016, JHPIEGO telah melakukan pengembangan model pelayanan KB
Pasca Persalinan (KBPP) yang didalamnya termasuk juga melakukan pemberian konseling
dengan menggunakan metode Strategi Konseling Berimbang (SKB). Hasilnya cukup
menggembirakan dimana kepatuhan tenaga kesehatan memberikan konseling meningkat
dan adopsi KBPP juga meningkat sebagai dampak dari konseling tersebut.
Keberhasilan penggunaan metode SKB pada KBPP mendorong konsorsium Program
PilihanKu untuk mengimplementasikan penggunaan metode konseling ini pada konseling
KB semua cara (all methods).
Penggunaan metode SKB KB yang dilaksanakan 4 kabupaten daerah Program
PilihanKu tidak dimaksudkan untuk menggantikan metode konseling KB yang selama ini
telah dipakai yaitu ABPK. Metode SKB ini diperkenalkan untuk lebih meningkatkan
keterampilan tenaga kesehatan dalam memberikan konseling dan memberikan kepada
mereka pilihan metode konseling yang dirasa lebih cocok dengan kondisi yang ada.
Buku kurikulum dan modul pelatihan metode SKB ini merupakan hasil diskusi intensif
yang melibatkan pakar dibidang KB dan pelatihan dari Kementerian Kesehatan, BKKBN
maupun konsorsium Program PilihanKu. Terima kasih yang tidak terhingga kepada semua
pihak yang telah berkontribusi pada penyusunan buku ini.
Kami berharap bahwa kurikulum dan modul ini bermanfaat untuk pemerintah jika
akan melakukan pelatihan SKB dimasa mendatang.

Jakarta, Agustus 2018


Country Representative Johns Hopkins CCP
selaku Koordinator Konsorsium
Program PilihanKu

Fitri Putjuk

iii
PRAKATA

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah dan
karunia-Nya, kita telah menyelesaikan penyusunan kurikulum dan modul Pelatihan Strategi
Konseling Berimbang (SKB KB) bagi Dokter, Bidan, dan Perawat dengan tepat waktu untuk
kepentingan menjaga kualitas penyelenggaraan dan standarisasi program pelatihan yang
telah ditetapkan.
Modul ini menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pelatihan
Strategi Konseling Berimbang bagi Dokter, Bidan dan Perawat seperti: deskripsi singkat
materi, sasaran dan kriteria peserta, kriteria tenaga pelatihan, sarana prasarana serta
perencanaan sampai dengan evaluasi. Keseluruhan isi modul ini berupaya menjamin
terselenggaranya kegiatan pelatihan yang berkualitas dan memenuhi kepuasan pengguna
pelatihan.
Kami berharap, modul ini dapat memberikan acuan bagi penyelenggara kegiatan
Pelatihan Strategi Konseling Berimbang (SKB KB) bagi Dokter, Bidan, dan Perawat agar
mampu menciptakan kualitas yang terstandar dengan hasil akhir yang ingin dicapai adalah
tersedianya tenaga kesehatan yang terampil dalam memberikan konseling pelayanan KB
di fasilitas kesehatan.
Selanjutnya, kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
penyusunan kurikulum dan modul Pelatihan Strategi Konseling Berimbang (SKB KB) bagi
Dokter, Bidan, dan Perawat. Semoga kurikulum dan modul ini bermanfaat untuk menjamin
terlaksananya penyelenggaraan Pelatihan Strategi Konseling Berimbang (SKB KB) bagi
Dokter, Bidan, dan Perawat yang baik dan bermutu.

iv
UCAPAN TERIMA KASIH

Penerbit dan para editor menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-
tingginya kepada semua pihak yang telah membantu, mulai dari kesepakatan awal sampai
terlaksananya penerbitan modul pelatihan Strategi Konseling Berimbang Keluarga
Berencana (SKB KB) ini:

Kontributor (urutan berdasarkan instansi/organisasi):


- dr. Kirana Pritasari, MQIH (Kementerian Kesehatan RI).
- dr. Anung Sugihantono, M.Kes (Kementerian Kesehatan RI).
- dr. Eni Gustina, MPH Kementerian Kesehatan RI).
- drg. Saraswati, MPH (Kementerian Kesehatan RI).
- dr. Achmad S. Tancarino, MARS (PPSDMK Kementerian Kesehatan RI).
- Drs. Zaenal Komar, Apt. (BBPK Jakarta Kementerian Kesehatan RI).
- drg. Wara Pertiwi Osing, MA (Kementerian Kesehatan RI).
- dr. Ganda Raja Partogi Sinaga, M.KM (Kementerian Kesehatan RI).
- dr. Wisnu Trianggono, MPH (Kementerian Kesehatan RI).
- dr. Laode M. Hajar Dony (Kementerian Kesehatan RI).
- dr. Upik Rukmini, M.KM (Kementerian Kesehatan RI).
- Henny Fatmawati, S.KM (Kementerian Kesehatan RI).
- dr. Era Renjana D. (Kementerian Kesehatan RI).
- Dra. Titik Handayani (BBPK Jakarta Kementerian Kesehatan RI).
- Roostiyati Sutrisno Wanda, S.KM, M.KM (PPSDMK Kementerian Kesehatan RI).
- dr. Indriya Purnamasari, MARS (PPSDMK Kementerian Kesehatan RI).
- Dr. Ir. Dwi Listyawardani, MSc (BKKBN Pusat).
- Prof. drh. M. Rizal Matua Damanik, MRepSc, PhD (BKKBN Pusat).
- Ir. Hermansyah, MA (BKKBN Pusat).
- Drs. Ipin Z. A. Husni, MPA (BKKBN Pusat).
- Dra. Maryana, MM (BKKBN Pusat).
- dr Azora Ferolita, M.Kes (BKKBN Pusat).
- Uswatun Nisa, S.Sos, MAPS (BKKBN Pusat).
- dr. Ruri Mutia Ichwan (BKKBN Pusat).
- dr. Wiwit Ayu Wulandari, M.KM (BKKBN Pusat).
- Yufi Winiastuti, S.KM (BKKBN Pusat).
- dr. Emi Nurjasmi, M.Kes (Ketua Umum PP IBI).
- dr. Gita Maya Koemara Sakti, MHA (JHCCP).
- Eddy Hasmi, MSc (JHCCP).
- Dinar Pandan Sari, MA (JHCCP).
- Yunita Wahyuningrum, M.Si (JHCCP).
- Elfira Nacia, S.KM, MA, M.Kes (JHCCP).
- E. Priadana Morcky, M.Si (JHCCP).
- Ricky N. Tzuarvizan (JHCCP).
- Suli Winarsih (JHCCP).
- Tris Ferni (JHCCP).
- dr. Irfan Riswan (JHPIEGO).
- Fransisca Maria Lambe, S.KM (JHPIEGO).
- Istiyani Purbasari S.SiT, M.Kes (JHPIEGO).
- dr. Hendrik Rupang (JHPIEGO).
- Angelina Gabriela Nabu, S.SiT, M.Kes (JHPIEGO).
- Nurfadliah, S.Far (JSI).
- Juhartini (JSI).
- Ambar Mirantini, S.Si, Apt. (JSI).

v
DAFTAR ISI

SAMBUTAN DIRJEN KESEHATAN MASYARAKAT


KEMENTERIAN KESEHATAN ................................................................................. i
SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PELATIHAN, PENELITIAN,
DAN PENGEMBANGAN BKKBN ............................................................................. ii
SAMBUTAN COUNTRY REPRESENTATIVE JOHNS HOPKINS CCP
SELAKU KOORDINATOR KONSORSIUM PROGRAM PILIHANKU ....................... iii
PRAKATA PLT. KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA BKKBN ................................. iv
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................................ v
DAFTAR ISI .............................................................................................................. vi
KURIKULUM
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
PERAN, FUNGSI, DAN KOMPETENSI ........................................................... 3
TUJUAN PELATIHAN ..................................................................................... 3
STUKTUR PROGRAM PELATIHAN NAKES .................................................. 4
GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN .................................. 5
PROSES PEMBELAJARAN ............................................................................ 12
PELATIH DAN PESERTA ............................................................................... 16
PENYELENGGARA DAN TEMPAT PENYELENGGARAAN .......................... 16
EVALUASI ....................................................................................................... 17
SERTIFIKAT .................................................................................................... 18
LAMPIRAN KURIKULUM
JADWAL PELATIHAN NAKES ....................................................................... 19

MATERI DASAR 1
KEBIJAKAN PELAYANAN KB ................................................................................ 21
Pokok Bahasan 1. Kebijakan Pelayanan KB .................................................. 23
MATERI DASAR 2
KEBIJAKAN PROGRAM INDONESIA SEHAT MELALUI
PENDEKATAN KELUARGA .................................................................................... 29
Pokok Bahasan 1. Kebijakan Program Indonesia Sehat Melalui
Pendekatan Keluarga ....................................................... 31
MATERI INTI 1
KOMUNIKASI DAN KONSELING ............................................................................. 39
Pokok Bahasan 1. Konsep Komunikasi .......................................................... 43
Pokok Bahasan 2. Konsep Konseling ............................................................ 49
Pokok Bahasan 3. Alat Bantu Konseling KB ................................................... 57
Pokok Bahasan 4. Langkah-Langkah Konseling KB ....................................... 59

vi
MATERI INTI 2
STRATEGI KONSELING BERIMBANG PROGRAM KB .......................................... 63
Pokok Bahasan 1. Gambaran Umum Strategi Konseling Berimbang KB ........ 67
Pokok Bahasan 2. Penapisan Kelayakan Medis dengan Diagram
Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis
Penggunaan Kontrasepsi .................................................. 74
Pokok Bahasan 3. Praktik Strategi Konseling Berimbang KB ......................... 88
MATERI INTI 3
PENGGUNAAN ALAT BANTU DAN APLIKASI DIGITAL ........................................ 95
Pokok Bahasan 1. Pemeliharaan Standar Untuk Perangkat
Alat Bantu Digital yang Dimiliki .......................................... 99
Pokok Bahasan 2. Aplikasi Strategi Konseling Berimbang Untuk
Konseling KB .................................................................... 102
Pokok Bahasan 3. Aplikasi SKATA Sebagai Rujukan
Informasi Perencanaan Keluarga ...................................... 128
MATERI PENUNJANG 1
MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR ..................................................................... 135
Pokok Bahasan 1. Perkenalan Antar-Peserta, Fasilitator dan Panitia ............. 138
Pokok Bahasan 2. Perumusan Tujuan Pembelajaran ..................................... 140
Pokok Bahasan 3. Norma dan Aturan Selama Pelatihan Berlangsung ........... 140
Pokok Bahasan 4. Komitmen Belajar .............................................................. 141
MATERI PENUNJANG 2
KETERSEDIAAN ALAT DAN OBAT KONTRASEPSI (ALOKON)
DI PUSKESMAS ....................................................................................................... 143
Pokok Bahasan 1. Tata Kelola Alokon Program KB ........................................ 146
Pokok Bahasan 2. Tingkat Ketersediaan Alokon Di Puskesmas
dan Jejaring/Jaringan ........................................................ 148
Pokok Bahasan 3. Pencatatan dan Pelaporan Logistik Alokon ....................... 150
MATERI PENUNJANG 3
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) ......................................................................... 153
Pokok Bahasan 1. Pengertian RTL ................................................................. 154
Pokok Bahasan 2. Manfaat Adanya RTL ........................................................ 154
Pokok Bahasan 3. Sistematika Penyusunan RTL ........................................... 154
Pokok Bahasan 4. Penyusunan RTL .............................................................. 155
MATERI PENUNJANG 4
ANTI-KORUPSI ......................................................................................................... 157
Pokok Bahasan 1. Konsep Korupsi ................................................................ 159
Pokok Bahasan 2. Anti-Korupsi ...................................................................... 163
Pokok Bahasan 3. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi ............. 164
Pokok Bahasan 4. Tata Cara Pelaporan Dugaan Pelanggaran TPK .............. 167
Pokok Bahasan 5. Gratifikasi .......................................................................... 170
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 173
LAMPIRAN

vii
viii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga
Berencana (KB). Dengan melakukan konseling, maka petugas membantu klien dalam
memilih kontrasepsi yang akan digunakan. Penyampaian informasi yang jelas dan
benar mengenai metode KB dapat membantu klien mengenal kebutuhannya, untuk
memilih solusi terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi
yang sedang dihadapi. Konseling yang baik akan membantu klien menggunakan
kontrasepsi lebih lama dan meningkatkan keberhasilan KB. Berdasarkan hasil SDKI
tahun 2012 menunjukkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) masih tinggi dan
mengalami peningkatan dari 228/100.000 kelahiran hidup (2007) menjadi 359/100.000
kelahiran hidup (2012). Hal ini menunjukkan masih rendahnya derajat kesehatan
masyarakat khususnya kesehatan perempuan. Sedangkan Angka Fertilitas Total
(TFR) stagnan dalam 10 tahun terakhir (2002-2012) di angka 2,6, sedangkan angka
kesertaan KB aktif (semua metode) hanya meningkat 0,5% dari 61,4% pada tahun
2007 menjadi 61,9% pada tahun 2012. Untuk mengkoreksi angka-angka tersebut
dibutuhkan suatu usaha agar menumbuhkan kesadaran ber-KB. Salah satu upaya
menumbuhkan kesadaran ber-KB dapat dilakukan melalui pemberian layanan
konseling KB yang berkualitas dan berorientasi pada kebutuhan klien dalam memilih
salah satu metode kontrasepsi.
Pada awal tahun 2016, penggunaan BCS atau di Indonesia disebut Strategi
Konseling Berimbang (SKB) mulai dikembangkan dan diadaptasi penggunaannya
untuk memperkuat layanan konseling KB Pasca Persalinan (KBPP) pada Program
PilihanKu. Adaptasi SKB KB Pasca Persalinan (KBPP) ini dilakukan juga berdasarkan
temuan lapangan pada 44 fasilitas program PilihanKu dimana konseling yang
umumnya dilakukan sering tidak mencapai kualitas yang diharapkan seperti kurang
interaktif, tidak berfokus pada kebutuhan klien, memberikan informasi yang tidak efektif
dan jelas seperti efek samping dan kriteria medis yang tidak sesuai dengan WHO
Medical Eligibility Criteria tahun 2015. Hal-hal tersebut mempengaruhi kualitas
konseling dan adopsi KBPP oleh klien.
Disamping hal tersebut kendala lainnya seperti melakukan konseling tanpa
menggunakan Alat Bantu Pengambil Keputusan (ABPK), konseling yang tidak
terstruktur, dominasi konselor dan waktu yang dibutuhkan dalam sebuah konseling
cukup panjang sehingga sering menjadi penyebab rendahnya kualitas konseling KBPP
yang diberikan. Data berikut ini akan menunjukkan hubungan antara penggunaan
Strategi Konseling Berimbang (SKB) dengan peningkatan persentase konseling yang
dilakukan dan peningkatan adopsi metode KBPP dibandingkan dengan sebelum
Strategi Konseling Berimbang (SKB) dilakukan pada 44 fasilitas Program KBPP
PilihanKu.
Pada sepuluh bulan pertama sejak Oktober 2015 hingga Juli 2016 intervensi
pelayanan KBPP di 44 fasilitas program PilihanKu belum menggunakan konseling
dengan pendekatan Strategi Konseling Berimbang (SKB). Strategi Konseling
Berimbang mulai di gunakan pada Agustus 2016 hingga sekarang, pada data di atas
digambarkan hingga Juli 2017. Bila dibandingkan persentase rata-rata ibu yang
menerima konseling antara sebelum dan sesudah penggunaan Strategi Konseling
Berimbang maka didapati perbedaan sekitar 30% peningkatan persentase ibu yang
menerima konseling, sebelum menggunakan Strategi Konseling Berimbang (SKB)
rata-rata konseling 40% dan sesudah penggunaan SKB meningkat menjadi 70%.
Peningkatan konseling ini juga berdampak pada adopsi metode KB yang pilih, dimana
ada peningkatan dua kali lipat pada adopsi KBPP yang sebelumnya rata-rata 20%
meningkat menjadi rata-rata 40% setelah pengunaan Strategi Konseling Berimbang.

1
Dengan demikian data tersebut menunjukkan bahwa penggunaan Strategi
Konseling Berimbang yang dikembangkan di 44 fasilitas Program PilihanKu
menunjukkan peningkatan kualitas konseling dan peningkatan adopsi metode KB
untuk KBPP. Selanjutnya pengembangan SKB ini dapat dilaksanakan untuk seluruh
metode KB pada pelayanan KB secara umum. Pelaksanaan konseling KB dengan
teknik SKB diharapkan dapat meningkatkan peserta KB aktif. Untuk itu perlu disiapkan
tenaga kesehatan yang mampu dan terampil dalam memberikan konseling KB. Maka
diperlukan kegiatan peningkatan konseling KB bagi petugas kesehatan pelayanan
pada program KIE dan konseling KB dalam bentuk pelatihan. Agar pelatihan
dilaksanakan sesuai dengan tujuan dan pencapaian kompetensi yang diharapkan
maka disusunlah kurikulum pelatihan ini sebagai acuan penyelenggaraannya.

B. Filosofi Pelatihan
Pelatihan ini diselenggarakan dengan memperhatikan:
1. Prinsip pembelajaran orang dewasa atau andragogi (adult learning), yaitu bahwa
selama pelatihan peserta berhak untuk:
a. Dihargai keberadaannya.
b. Didengarkan dan dihargai pengalamannya dalam melakukan kegiatan
konseling KB.
c. Dipertimbangkan setiap ide dan pendapatnya, sejauh berada di dalam
konteks pelatihan.
Penyelenggara dan fasilitator pelatihan berkewajiban untuk:
a. Menciptakan iklim dan suasana yang mendukung proses belajar mandiri.
b. Menciptakan mekanisme dan prosedur untuk perencanaan bersama dan
partisipatif.
c. Mendiagnosis kebutuhan-kebutuhan belajar yang spesifik.
d. Merumuskan tujuan-tujuan program yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan
belajar.
e. Melakukan dan menggunakan pengalaman belajar ini dengan metode dan
teknik yang memadai.
f. Mengevaluasi hasil belajar dan mendiagnosis kembali kebutuhan-kebutuhan
belajar.
2. Belajar sambil melakukan (learning by doing) yang memungkinkan peserta untuk:
a. Berkesempatan melakukan eksperimentasi dari materi pelatihan dengan
menggunakan metode pembelajaran, antara lain diskusi kelompok, studi
kasus, simulasi, role play, dan latihan (exercise) baik secara individu maupun
kelompok.
b. Melakukan pengulangan ataupun perbaikan yang dirasa perlu.
3. Prinsip pelatihan berorientasi kepada peserta, dimana peserta berhak untuk:
a. Mendapatkan paket bahan belajar berupa modul pelatihan.
b. Mendapatkan pelatih yang profesional, yang dapat memfasilitasi dengan
berbagai metode dan menguasai materi.
c. Belajar sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki, baik secara auditorial, visual,
maupun kinestetik (gerak).
d. Belajar dengan modal pengetahuan yang dimiliki masing-masing tentang
pelayanan kesehatan.
e. Melakukan refleksi dan memberikan umpan balik secara terbuka.
f. Melakukan evaluasi (terhadap fasilitator dan penyelenggara) dan dievaluasi
tingkat pemahamannya dalam bidang pelayanan kesehatan.
4. Prinsip pelatihan berbasis kompetensi, dimana peserta dimungkinkan untuk:
a. Mengembangkan keterampilan langkah demi langkah dalam memperoleh
kompetensi yang ditetapkan dalam pelatihan.
b. Memperoleh sertifikat setelah dinyatakan berhasil mendapatkan kompetensi
yang ditetapkan dalam pelatihan.

2
II. PERAN, FUNGSI, DAN KOMPETENSI

A. Peran
Setelah mengikuti pelatihan, peserta berperan sebagai konselor pada Pelayanan
KB dengan menggunakan Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB
KB).

B. Fungsi
Dalam melaksanakan perannya, peserta mempunyai fungsi yaitu melakukan
pelayanan Konseling KB dengan menggunakan teknik Strategi Konseling Berimbang
Keluarga Berencana (SKB KB).
.
C. Kompetensi
Untuk menjalankan fungsinya, peserta memiliki kompetensi dalam:
1. Melakukan komunikasi dan konseling.
2. Melakukan Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB).
3. Menggunakan alat bantu dan aplikasi digital.

III. TUJUAN PELATIHAN

A. Tujuan Umum
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu melakukan konseling dengan
menggunakan Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB) secara
komprehensif di fasilitas pelayanan kesehatan.

B. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu:
1. Melakukan komunikasi dan konseling.
2. Melakukan Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB).
3. Menggunakan alat bantu dan aplikasi digital.

3
IV. STRUKTUR PROGRAM PELATIHAN NAKES

Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan maka disusunlah materi yang akan
diberikan secara rinci pada tabel berikut:

Waktu
No. Materi Jumlah
T P PL
Materi Dasar
1. Kebijakan Pelayanan KB. 1 0 0 1
1
2. Kebijakan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga. 1 0 0 1
Sub-Total 2 0 0 2
Materi Inti
1. Komunikasi dan Konseling 1 3 0 4
2 2. Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB) 6 10 8 24
3. Penggunaan Alat Bantu dan Aplikasi Digital 2 4 0 6
Sub-Total 9 17 8 34
Materi Penunjang
1. Building Learning Comitment (BLC) 0 3 0 3
2. Ketersediaan Alat dan Obat Kontrasepsi (Alokon) di Puskesmas 2 0 0 2
3
3. Rencana Tindak Lanjut 1 1 0 2
4. Anti-Korupsi 2 0 0 2
Sub-Total 5 4 0 9
Total 16 21 8 45

Keterangan:
T : Teori
P : Penugasan di Kelas
PL : Praktik Lapangan

Catatan:
- 1 JPL adalah 45 menit.
- Total waktu pendidikan dan pelatihan adalah 45 JPL (5 hari).

4
V. GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN
Nomor : Materi Dasar 1.
Materi : Kebijakan Pelayanan KB.
Waktu : 1 JPL (T=1, P=0, PL=0).
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami kebijakan
(TPU) pelayanan KB.

Tujuan
Pembelajaran Pokok Bahasan dan Media dan
Metode Referensi
Khusus Sub-Pokok Bahasan Alat Bantu
(TPK)
Setelah mengikuti Kebijakan Pelayanan 1. Ceramah 1. Modul. Perka BKKBN 303/2016 Tentang
materi ini peserta KB. Tanya Jawab 2. Bahan Pedoman Rumusan Alat dan
mampu: 1.1 Kebijakan BKKBN (CTJ). Tayang. Obat Kontrasespsi Serta Sarana
dalam Penguatan 2. Curah 3. Komputer/ Penunjang Sarana Konterasepsi
Menjelaskan Program KB. Pendapat. Laptop.
kebijakan 1.2 Program KB di Era 4. LCD.
pelayanan KB. JKN. 5. Flipchart.
1.3 Upaya dan 6. White
Tantangan Dalam Board.
Penguatan 7. ATK.
Pelayanan KB.
1.4 Strategi Konseling
Berimbang.

Nomor : Materi Dasar 2.


Materi : Kebijakan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga.
Waktu : 1 JPL (T=1 , P= 0, PL=0).
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami kebijakan Program
(TPU) Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga.

Tujuan
Pembelajaran Pokok Bahasan dan Media dan Alat
Metode Referensi
Khusus Sub-Pokok Bahasan Bantu
(TPK)
Setelah mengikuti Kebijakan Program 1. CTJ. 1. Modul. 1. Undang-Undang Nomor 17
materi ini peserta Indonesia Sehat 2. Curah 2. Bahan tahun 2007 tentang Rencana
mampu: Dengan Pendekatan Pendapat. Tayang. Pembangunan Jangka
Keluarga. 3. Komputer/ Panjang Nasional Tahun
Menjelaskan 1.1 Pendekatan Laptop. 2005-2025.
Kebijakan Program Keluarga. 4. LCD. 2. Permenkes Nomor 39 tahun
Indonesia Sehat 1.2 Pelaksanaan 5. Flipchart. 2014 tentang Pedoman
dengan Pendekatan Pendekatan 6. White Penyelenggaraan
Keluarga. Keluarga. Board. Pelaksanaan Program
1.3 Peran Pemangku 7. ATK. Indonesia Sehat dengan
Kepentingan. Pendekatan Keluarga.
1.4 Integrasi 3. Permenkes No. 43 tahun 2016
Program KB tentang Standar Pelayanan
Melalui PISPK. Minimal Bidang Kesehatan.
4. Permenkes No. 44 tahun 2016
tetang Pedoman Manajemen
Puskesmas.
5. Keputusan Menkes RI No.
HK.02.02/Menkes/52/2015
tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan
Tahun 2015-2019.

5
Nomor : Materi Inti 1.
Materi : Komunikasi dan Konseling.
Waktu : 4 JPL (T=1, P=3, PL=0)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan komunikasi dan
(TPU) konseling.

Tujuan Pembelajaran
Pokok Bahasan dan Media dan
Khusus Metode Referensi
Sub-Pokok Bahasan Alat Bantu
(TPK)
Setelah mengikuti materi
ini, peserta mampu:

Menjelaskan konsep Konsep Komunikasi. 1. CTJ. 1. Modul. 1. Pedoman Teknis


komunikasi. 1.1 Definisi 2. Curah 2. Bahan Komunikasi
Komunikasi. Pendapat. Tayang. Interpersonal/Konseling
1.2 Tujuan 3. Komputer/ KB, BKKBN, Jakarta:
Komunikasi. Laptop. 2006.
1.3 Unsur-Unsur 4. LCD. 2. Komunikasi Konseling,
Komunikasi. 5. Flipchart. AS, Enjang, Nuansa
1.4 Jenis-Jenis 6. White Bandung, 2009.
Komunikasi. Board. 3. Konseling Individual Teori
1.5 Bentuk-Bentuk 7. ATK. dan Praktek, Sofyan S.
Komunikasi. Willis, Alfabeta, Bandung,
2004.
Menjelaskan konsep Konsep Konseling. 1. CTJ. 1. Modul. 4. Pengantar Konseling dan
konseling. 2.1 Definisi Konseling. 2. Curah 2. Bahan Psikoterapi, Andi A. T.
2.2 Tujuan Konseling. Pendapat. Tayang. Mappiare, Rajagrafindo
2.3 Manfaat 3. Komputer/ Perkasa, Jakarta, 2010.
Konseling. Laptop. 5. Komunikasi Interpersonal,
2.4 Prinsip Konseling. 4. LCD. Suranto AW, Graha Ilmu,
2.5 Jenis-Jenis 5. Flipchart. Yogyakarta, 2011.
Konseling. 6. White 6. Alat Bantu Pengambilan
2.6 Etika Konselor. Board. Keputusan Ber-KB
7. ATK. (ABPK).
Menjelaskan alat bantu Alat Bantu Konseling 1. CTJ. 1. Modul. 7. Hanifah, Winkjosastro.
konseling KB. Keluarga Berencana. 2. Curah 2. Bahan 2007, Ilmu Kandungan,
3.1 ABPK. Pendapat. Tayang. Jakarta: Yayasan
3.2 SKB KB. 3. Komputer/ Bina Pustaka Sarwono
Laptop. Prawirohardjo.
4. LCD. 8. Saifuddin, Abdul Bari.
5. Flipchart. 2006. Buku Panduan
6. White Praktis Pelayanan
Board. Kontrasepsi. Jakarta:
7. ATK. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Melakukan langkah- Langkah-Langkah 3. CTJ. 1. Modul.
langkah konseling KB. Konseling KB. 4. Curah 2. Bahan
4.1 GATHER. Pendapat. Tayang.
4.2 SATU TUJU. 5. Bermain 3. Komputer/
Peran Laptop.
(Role 4. LCD.
Play). 5. Flipchart.
6. White
Board.
7. ATK.
8. Skenario
Bermain
Peran
(Role Play
Scenario).
9. Observer
Checklist.

6
Nomor : Materi Inti 2.
Materi : Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB).
Waktu : 24 JPL (T=6, P=10, PL= 8).
Tujuan Pembelajaran : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan konseling menggunakan
Umum (TPU) Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB).

Tujuan Pembelajaran
Pokok Bahasan dan Media dan Alat
Khusus Metode Referensi
Sub-Pokok Bahasan Bantu
(TPK)
Setelah mengikuti
materi ini, peserta
mampu:

Menjelaskan Gambaran Umum 1. CTJ. 1. Modul. 1. Permenkes No. 97


gambaran umum Strategi Konseling 2. Curah 2. Bahan Tayang. Tahun 2014 tentang
Strategi Konseling Berimbang Keluarga Pendapat. 3. Komputer/Laptop. Pelayanan Kesehatan
Berimbang Keluarga Berencana. 4. LCD. Masa Sebelum Hamil,
Berencana. 1.1 Dasar 5. Flipchart. Masa Hamil,
Pengembangan 6. White Board. Persalinan, dan Masa
Strategi Konseling 7. ATK. Sesudah Melahirkan,
Berimbang untuk Penyelenggaraan
Meningkatkan Pelayanan
Kualitas Kontrasepsi, Serta
Pelayanan Pelayanan Kesehatan
Konseling Seksual.
Keluarga 2. Modul Pelatihan KB
Berencana. Pasca Persalinan
a. Tujuan. Fokus AKDR Pasca
b. Manfaat. Persalinan.
1.2 Waktu dan Jarak 3. Alat Bantu
Kehamilan yang Pengambilan
Sehat. Keputusan Ber-KB
(ABPK).
Melakukan penapisan Penapisan Kelayakan 1. CTJ. 1. Modul. 4. Adaptasi “The
kelayakan medis Medis dengan 2. Curah 2. Bahan Tayang. Balanced Counseling
dengan Diagram Diagram Lingkaran Pendapat. 3. Komputer/Laptop. Strategy: A Toolkit for
Lingkaran Kriteria Kriteria Kelayakan 3. Latihan. 4. LCD. Family Planning
Kelayakan Medis Medis Dalam 5. Flipchart. Service Providers” ,
Dalam Penggunaan Penggunaan 6. White Board. Population Council.
Kontrasepsi (Medical Kontrasepsi. 7. ATK. 5. Diagram Lingkaran
Eligibility Criteria for 2.1 Pengertian. 8. Panduan Latihan. Kriteria Kelayakan
Contraceptive Use). 2.2 Tujuan. 9. Diagram Lingkaran Medis Dalam
2.3 Ruang Lingkup. Kriteria Kelayakan Penggunaan
2.4 Langkah- Medis Dalam Kontrasepsi menurut
Langkah. Penggunaan WHO MEC Edisi 2,
2.5 Aplikasi MEC- Kontrasepsi. 2017.
Wheel.

Melakukan Strategi SKB KB. 1. CTJ. 1. Modul.


Konseling Berimbang 3.1 Diagram Bantu 2. Curah 2. Bahan Tayang.
Keluarga Berencana. Konseling SKB Pendapat. 3. Komputer/Laptop.
KB. 3. Bermain 4. LCD.
3.2 Kartu Konseling Peran 5. Flipchart.
SKB KB. (Role 6. White Board.
3.3 Brosur Metode Play). 7. ATK.
KB. 4. Praktik 8. Skenario Bermain
Lapangan Peran (Role Play
(PL) Scenario).
9. Panduan PL.

7
Nomor : Materi Inti 3.
Materi : Penggunaan Alat Bantu dan Aplikasi Digital.
Waktu : 6 JPL (T=2, P=4, PL=0).
Tujuan Pembelajaran : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menggunakan alat bantu dan aplikasi
Umum (TPU) digital untuk konseling KB menggunakan Strategi Konseling Berimbang Keluarga
Berencana (SKB KB).

Tujuan
Pembelajaran Pokok Bahasan dan
Metode Media dan Alat Bantu Referensi
Khusus Sub-Pokok Bahasan
(TPK)
Setelah mengikuti
materi ini, peserta
mampu:

Menjelaskan Pemeliharaan Standar 1. CTJ. 1. Modul. 1. Technology


pemeliharaan Untuk Perangkat Alat 2. Curah 2. Komputer/Laptop. Acceptance Model.
standar untuk Bantu Digital yang Pendapat. 3. LCD. 2. Pelaksanaan
perangkat alat Dimiliki. 4. Flipchart. Penggunaan Alat
bantu digital yang 1.1 Panduan 5. White Board. Bantu IT pada
dimiiki. Keamanan. 6. ATK. Program Intervensi
1.2 Panduan KBPP Di 11 Kab/Kota
Pemeliharaan Di Bawah Program
Baterai. PilihanKu.
1.3 Tips Perawatan 3. Panduan
Alat Bantu Digital. Pemeliharaan
1.4 Hal Yang Sering Perangkat yang
Ditanyakan Dipakai.
(Frequently Asked
Questions)

Menggunakan Aplikasi Strategi 1. CTJ. 1. Modul.


aplikasi Strategi Konseling Berimbang 2. Curah 2. Bahan Tayang.
Konseling Untuk Konseling KB. Pendapat. 3. Komputer/Laptop.
Berimbang untuk 2.1 Manfaat Aplikasi. 3. Bermain 4. LCD.
konseling KB. 2.2 Tata Cara Install Peran 5. Flipchart.
Aplikasi. (Role Play). 6. White Board.
2.3 Tata Cara 4. Praktik. 7. Sticky Notes.
Penggunaan 8. ATK.
Aplikasi dan 9. Tablet.
Penjelasan Menu 10. Aplikasi Digital.
Dalam Aplikasi. 11. Skenario Bermain
Peran (Role Play
Scenario).
12. Panduan Praktik.

Menggunakan Aplikasi SKATA 1. CTJ. 1. Modul. 1. Technology


aplikasi SKATA Sebagai Rujukan 2. Curah 2. Bahan Tayang. Acceptance Model.
sebagai rujukan Informasi Perencanaan Pendapat. 3. Komputer/Laptop. 2. Pelaksanaan
informasi Keluarga. 3. Praktik. 4. LCD. Penggunaan Alat
perencanaan 3.1 Manfaat Aplikasi 5. Flipchart. Bantu IT pada
keluarga. SKATA. 6. White Board. Program Intervensi
3.2 Tata Cara Install 7. ATK. KBPP di 11 Kab/Kota
Aplikasi SKATA. 8. Tablet. Di Bawah Program
9. Aplikasi Digital. Pilihanku.
10. Panduan Praktik. 3. Panduan
Pemeliharaan
Perangkat yang
Dipakai.

8
Nomor : Materi Penunjang 1.
Materi : Membangun Komitmen Belajar / Building Learning Commitment (BLC).
Waktu : 3 JPL (T=0, P=3, PL=0).
Tujuan Pembelajaran : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu membangun komitmen belajar dalam
Umum (TPU) menciptakan situasi kondusif dalam proses pembelajaran.

Tujuan Pembelajaran Pokok dan Sub- Metode Media dan Alat Bantu Referensi
Khusus (TPK) Pokok Bahasan
Setelah mengikuti
materi ini, peserta
mampu:

Mengenal peserta Perkenalan Antara 1. Permainan 1. Komputer/Laptop. 1. Depkes RI,


lainnya. Peserta, Fasilitator (Games). 2. LCD. Pusdiklat
dan Panitia Pelaksana. 2. Diskusi 3. Flipchart. Kesehatan, 2004,
Kelompok. 4. White Board. Kumpulan Games
5. ATK. dan Energizer,
6. Panduan Diskusi. Jakarta.
7. Panduan Permainan 2. Munir, Baderel,
(Games). 2001, Dinamika
Kelompok,
Merumuskan tujuan Perumusan Tujuan 1. Permainan 1. Komputer/Laptop. Penerapannya
pembelajaran. Pembelajaran. (Games). 2. LCD. Dalam
2. Diskusi 3. Flipchart. Laboratorium Ilmu
Kelompok. 4. White Board. Perilaku, Jakarta.
5. ATK.
6. Panduan Diskusi.
7. Panduan Permainan
(Games).

Merumuskan norma Norma dan Aturan 1. Permainan 1. Komputer/Laptop.


dan aturan selama Selama Pelatihan (Games). 2. LCD.
pelatihan berlangsung. Berlangsung. 2. Diskusi 3. Flipchart.
Kelompok. 4. White Board.
5. ATK.
6. Panduan Diskusi.
7. Panduan Permainan
(Games).

Merumuskan Komitmen Belajar. 1. Permainan 1. Komputer/Laptop


komitmen belajar. (Games). 2. LCD.
2. Diskusi 3. Flipchart.
Kelompok. 4. White Board.
5. ATK.
6. Panduan Diskusi.
7. Panduan Permainan
(Games).

Nomor : Materi Penunjang 2.


Materi : Ketersediaan Alat dan Obat Kontrasepsi (Alokon) di Puskesmas.
Waktu : 2 JPL (T=2, P=0, PL=0).
Tujuan Pembelajaran : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami ketersediaan alat dan
Umum (TPU) obat kontrasepsi (alokon) di Puskesmas.

Tujuan Pembelajaran
Pokok Bahasan dan Media dan Alat
Khusus Metode Referensi
Sub-Pokok Bahasan Bantu
(TPK)
Setelah mengikuti
materi ini peserta
mampu:

Menjelaskan tata kelola Tata Kelola Alokon. 1. CTJ. 1. Modul. 1. Perka BKKBN
alokon program KB. 1.1 Alur Penyediaan 2. Curah 2. Bahan Tayang. 286/2011.
Alokon. Pendapat. 3. Komputer/Laptop. 2. Permenkes No.
1.2 Jenis Alokon yang 4. LCD. 44/2016 tentang
Disediakan Oleh 5. Flipchart. Manajemen
BKKBN. 6. White Board. Puskesmas.
1.3 Penyimpanan Alokon 7. ATK.
yang Baik.

9
Tujuan Pembelajaran
Pokok Bahasan dan Media dan Alat
Khusus Metode Referensi
Sub-Pokok Bahasan Bantu
(TPK)
Memahami Tingkat Ketersediaan 1. CTJ. 1. Modul.
perencanaan Alokon Di Puskesmas dan 2. Curah 2. Bahan Tayang.
kebutuhan alokon bagi Jejaring/Jaringan. Pendapat. 3. Komputer/Laptop.
Puskesmas dan 2.1 Tingkat Ketersediaan 4. LCD.
kebutuhan alokon Stok: Stok Maksimal, 5. Flipchart.
jejaring/jaringan. Memadai, Titik Stok 6. White Board.
Realokasi, dan Titik 7. ATK.
Pemesanan Darurat.
2.2 Permintaan Darurat
dan Realokasi.

Memahami pencatatan Pencatatan dan Pelaporan 1. CTJ. 1. Modul.


dan pelaporan logistik Logistik Alokon. 2. Curah 2. Bahan Tayang.
alokon. 2.3 Kartu Stok. Pendapat. 3. Komputer/Laptop.
2.4 Formulir Register R/II. 4. LCD.
2.5 Laporan F/II/KB. 5. Flipchart.
6. White Board.
7. ATK.

Nomor : Materi Penunjang 3


Materi : Rencana Tindak Lanjut (RTL)
Waktu : 2 JPL (T=1, P=1; PL=0 )
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu merencanakan tugas masing-
(TPU) masing di tempat tugas.

Tujuan Pokok dan


Media dan Alat
Pembelajaran Sub-Pokok Metode Referensi
Bantu
Khusus (TPK) Bahasan
Setelah mengikuti
materi ini, peserta
mampu:

Menyusun Perencanaan 1. CTJ. 1. Modul. Pusdiklat Aparatur,


rencana kegiatan. Kegiatan. 2. Curah Pendapat. 2. Bahan Tayang. Standar
3. Latihan Menyusun 3. Komputer/Laptop. Penyelenggaraan
Perencanaan 4. LCD. Pelatihan, 2012, Jakarta
Pelaksanaan Strategi 5. Flipchart.
Konseling Berimbang 6. White Board.
(SKB). 7. ATK.
8. Panduan Latihan.

Menyusun Perencanaan 1. CTJ. 1. Modul.


rencana Monitoring. 2. Curah Pendapat. 2. Bahan Tayang.
monitoring. 3. Perencanaan 3. Komputer/Laptop.
Monitoring 4. LCD.
Pelaksanaan Strategi 5. Flipchart.
Konseling Berimbang 6. White Board.
(SKB). 7. ATK.
8. Panduan Latihan.

Menyusun Perencanaan 1. CTJ. 1. Modul.


rencana evaluasi. Evaluasi. 2. Curah Pendapat. 2. Bahan Tayang.
3. Latihan Menyusun 3. Komputer/Laptop.
Perencanaan Evaluasi 4. LCD.
Pelaksanaan Strategi 5. Flipchart.
Konseling Berimbang 6. White Board.
(SKB). 7. ATK.
8. Panduan Latihan.

10
Nomor : Materi Penunjang 4
Materi : Anti Korupsi
Waktu : 2 JPL (T=2, P=0, PL=0 )
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami anti-korupsi di
(TPU) lingkungan kerjanya.

Tujuan
Pembelajaran Pokok dan Sub Media dan Alat
Metode Referensi
Khusus Pokok Bahasan Bantu
(TPK)
Setelah mengikuti
materi ini, peserta
mampu
menjelaskan:

Konsep korupsi. Konsep Korupsi. 1. CTJ. 1. Modul. 1. UU No. 20 Tahun 2001


2. Curah 2. Bahan Tayang. tentang Perubahan Atas
Pendapat. 3. Komputer/Laptop. UU No. 31 Tahun 1999
4. LCD. tentang Pemberantasan
5. Flipchart. Tindak Pidana Korupsi.
6. White Board. 2. Inpres No. 1 Tahun
7. ATK. 2013.
3. Kepmenkes No.
Menjelaskan anti- Anti-Korupsi. 1. CTJ. 1. Modul. 232/Menkes/SK/VI/2013
korupsi. 2. Curah 2. Bahan Tayang. tentang Strategi
Pendapat. 3. Komputer/Laptop. Komunikasi Pekerjaan
4. LCD. dan Budaya Anti-
5. Flipchart. Korupsi.
6. White Board.
7. ATK.

Menjelaskan upaya Upaya Pencegahan 1. CTJ. 1. Modul.


pencegahan dan dan 2. Curah 2. Bahan Tayang.
pemberantasan Pemberantasan Pendapat. 3. Komputer/Laptop.
korupsi. Korupsi. 4. LCD.
5. Flipchart.
6. White Board.
7. ATK.

Menjelaskan tata Tata Cara 1. CTJ. 1. Modul.


cara pelaporan Pelaporan Dugaan 2. Curah 2. Bahan Tayang.
dugaan Pelanggaran Pendapat. 3. Komputer/Laptop.
pelanggaran Tindakan Pidana 3. Penayangan 4. LCD.
Tindakan Pidana Korupsi (TPK). Film. 5. Flipchart.
Korupsi (TPK). 6. White Board.
7. ATK.
8. DVD Player.
9. DVD.

Menjelaskan Gratifikasi. 1. CTJ. 1. Modul.


gratifikasi. 2. Curah 2. Bahan Tayang.
Pendapat. 3. Komputer/Laptop.
3. Penayangan 4. LCD.
Film. 5. Flipchart.
6. White Board.
7. ATK.
8. DVD Player.
9. DVD.

11
VI. PROSES PEMBELAJARAN

A. Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut:
1. Dinamisasi dan penggalian harapan peserta serta membangun komitmen belajar
diantara peserta.
2. Penyiapan peserta sebagai individu atau kelompok yang mempunyai pengaruh
terhadap perubahan perilaku dalam menciptakan iklim yang kondusif dalam
melaksanakan tugas.
3. Penjajakan awal peserta dengan memberikan pre-test.
4. Pembahasan materi.
5. Penugasan dalam bentuk diskusi kelompok, bermain peran (role play), praktik dan
latihan di kelas, serta praktik lapangan.
6. Penjajakan akhir peserta dengan memberikan post-test.

Dalam setiap pembahasan materi inti, peserta dilibatkan secara aktif baik dalam
teori maupun penugasan, dimana:
1. Pelatih mempersiapkan peserta untuk siap mengikuti proses pembelajaran.
2. Pelatih menjelaskan tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada setiap
materi.
3. Pelatih dapat mengawali proses pembelajaran dengan:
a. Penggalian pengalaman peserta.
b. Penjelasan singkat tentang seluruh materi.
c. Penugasan dalam bentuk individual atau kelompok.
4. Setelah semua materi disampaikan, pelatih dan atau peserta dapat memberikan
umpan balik terhadap isi keseluruhan materi yang diberikan.
5. Sebelum pemberian materi berakhir, pelatih dan peserta dapat membuat
rangkuman dan atau pembulatan.

B. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran ini berdasarkan pada prinsip:
1. Orientasi kepada peserta meliputi latar belakang, kebutuhan dan harapan yang
terkait dengan tugas yang dilaksanakan.
2. Peran aktif peserta sesuai dengan pendekatan pembelajaran.
3. Pembinaan iklim yang demokratis dan dinamis untuk terciptanya komunikasi dari
dan ke berbagai arah.

Oleh karena itu metode yang digunakan selama proses pembelajaran


diantaranya adalah:
1. Ceramah singkat dan tanya jawab.
2. Curah pendapat untuk penjajakan pengetahuan dan pengalaman peserta terkait
dengan materi yang diberikan.
3. Penugasan berupa: diskusi kelompok, bermain peran (role play), praktik dan
latihan di kelas, serta praktik lapangan.

12
C. Deskripsi Proses Pembelajaran
1. Pembukaan.
Dalam proses pembukaan diharapkan peserta mendapatkan informasi
tentang latar belakang perlunya pelatihan. Pembukaan dilakukan untuk mengawali
kegiatan pelatihan secara resmi.

2. Pre-Test.
Sebelum acara pembukaan, dilakukan pre-test terhadap peserta. Pre-Test
bertujuan untuk mendapatkan informasi awal tentang pengetahuan dan
kemampuan peserta dalam melaksanakan kegiatan pelayanan konseling KB.

3. Membangun Komitmen Belajar (Building Learning Commitment/BLC).


Kegiatan ini ditujukan untuk mempersiapkan peserta dalam mengikuti
proses pelatihan. Kegiatannya antara lain:
a. Penjelasan oleh fasilitator tentang tujuan pembelajaran dan kegiatan yang
akan dilakukan dalam materi BLC.
b. Perkenalan antara peserta dengan para fasilitator dan dengan panitia
penyelenggara pelatihan, dan juga perkenalan antar-sesama peserta.
Kegiatan perkenalan dilakukan dengan permainan, dimana seluruh peserta
terlibat secara aktif.
c. Mengemukakan harapan, kekhawatiran dan komitmen masing-masing
peserta selama pelatihan.
d. Kesepakatan antara para fasilitator, penyelenggara pelatihan dan peserta
dalam berinteraksi selama pelatihan berlangsung, meliputi: pengorganisasian
kelas, kenyamanan kelas, keamanan kelas, dan yang lainnya.

4. Pemberian Wawasan.
Setelah BLC, kegiatan dilanjutkan dengan memberikan materi sebagai dasar
pengetahuan/wawasan yang sebaiknya diketahui peserta dalam pelatihan ini.
Materi tersebut meliputi:
a. Kebijakan pelayanan KB.
b. Kebijakan program KB melalui integrasi dengan Program Indonesia Sehat
melalui Pendekatan Keluarga (PIS-PK).
c. Ketersediaan alat dan obat kontrasepsi (Alokon) di Puskesmas.
d. Anti-korupsi.

Pada sesi ini juga akan disampaikan tentang mapping pelatihan ini dibanding
pelatihan yang lain. Selain itu, peserta juga akan mendapat materi tentang rencana
tindak lanjut sebagai penambahan wawasan peserta latih.

5. Pembekalan Pengetahuan dan Keterampilan (Di Kelas dan Lapangan Saat Di


Tempat Pelatihan).
Pemberian materi pengetahuan dan keterampilan berlangsung selama 5 hari
dari proses pelatihan mengarah pada keterampilan spesifik yang berhubungan
dengan tugas dan fungsinya. Penyampaian materi dilakukan dengan
menggunakan berbagai metode yang melibatkan semua peserta untuk berperan
aktif dalam mencapai kompetensi tersebut, yaitu Ceramah Tanya Jawab (CTJ),
curah pendapat, diskusi kelompok, bermain peran/role play, latihan, dan praktik di
kelas serta praktik lapangan.
Pembekalan pengetahuan dan keterampilan meliputi materi:
a. Komunikasi dan Konseling.
b. Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB).
c. Penggunaan Alat Bantu dan Aplikasi Digital.

13
Setiap hari sebelum proses pembelajaran dimulai, fasilitator melakukan
kegiatan refleksi dengan tujuan untuk menyamakan persepsi tentang materi yang
sebelumnya diterima sebagai bahan evaluasi untuk proses pembelajaran
berikutnya.

6. Praktik Lapangan.
Praktik lapangan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tempat
pelatihan selama 1 hari (8 JPL) dengan didampingi oleh pelatih. Praktik lapangan
dilakukan langsung kepada klien. Peserta diperbolehkan untuk melakukan praktik
lapangan bila penilaian menggunakan daftar tilik oleh pelatih saat praktik di kelas
(role play) sudah mencapai  80. Pada saat praktik lapangan diharapkan peserta
sudah mendapatkan minimal 1 klien di fasilitas kesehatan atau dalam hal ini
adalah Puskesmas.

7. Evaluasi Pembelajaran.
a. Evaluasi yang dimaksudkan adalah evaluasi terhadap proses pembelajaran
tiap hari (refleksi) serta evaluasi terhadap pelatih/fasilitator. Evaluasi tiap hari
(refleksi) dilakukan dengan cara me-review kegiatan proses pembelajaran
yang sudah berlangsung, sebagai umpan balik untuk menyempurnakan
proses pembelajaran selanjutnya.
b. Evaluasi terhadap fasilitator dilakukan oleh peserta pada saat fasilitator telah
mengakhiri materi yang disampaikannya. Evaluasi dilakukan dengan
menggunakan form evaluasi terhadap fasilitator.
c. Evaluasi penyelenggaraan dilakukan untuk mendapatkan masukan dari
peserta tentang penyelenggaraan pelatihan tersebut dan akan digunakan
untuk penyempurnaan penyelenggaraan pelatihan berikutnya.

8. Rencana Tindak Lanjut (RTL).


Rencana tindak lanjut ini tidak hanya merupakan rencana tindak lanjut dari
peserta pelatihan, namun berdasarkan data latihan yang didapat saat latihan
monitoring dan evaluasi, yang merupakan cerminan data dari fasilitas pelayanan
kesehatan, diharapkan peserta mampu melakukan identifikasi masalah
berdasarkan data, dan berlatih untuk membuat rencana tindak lanjut dan
rekomendasi yang tajam, yang nantinya pengalaman peserta ini dapat diterapkan
bersama manajemen fasilitas di tempat mereka bekerja, sehingga kualitas dari
pelayanan konseling KB dengan menggunakan Strategi Konseling Berimbang KB
bisa tetap berkualitas dengan sistem yang berjalan dengan baik.

9. Post-Test.
Setelah keseluruhan materi dan praktik lapangan dilaksanakan, dilakukan
post-test. Post-Test bertujuan untuk melihat peningkatan pengetahuan dan
keterampilan peserta setelah mengikuti pelatihan.

10. Penutupan.
Acara penutupan dapat dijadikan sebagai upaya untuk mendapatkan
masukan dari peserta ke penyelenggara dan fasilitator untuk perbaikan pelatihan
yang akan datang. Acara penutupan pelatihan merupakan rangkaian yang terdiri
dari:
a. Laporan ketua penyelenggara pelatihan.
b. Pengumuman peringkat keberhasilan peserta.
c. Pembagian sertifikat.
d. Kesan dan pesan dari perwakilan peserta.
e. Pengarahan dan penutupan oleh pejabat yang berwenang.
f. Pembacaan doa.

14
Proses pembelajaran dalam pelatihan dapat digambarkan sebagai berikut:

Pembukaan

Pre-Test

Building Learning Commitment (BLC)

WAWASAN PENGETAHUAN DAN


KETERAMPILAN
Materi Dasar:
1. Kebijakan Pelayanan KB. Materi Inti:
2. Kebijakan Program KB melalui 1. Komunikasi dan Konseling.
integrasi dengan Program
2. Strategi Konseling Berimbang
Indonesia Sehat melalui
Pendekatan Keluarga. Keluarga Berencana (SKB KB).
3. Penggunaan Alat Bantu dan
E
V Materi Penunjang: Aplikasi Digital.
A 1. Ketersediaan Alat dan Obat
L Kontrasepsi (Alokon) di Metode:
U Puskesmas. 1. CTJ.
A 2. Anti-Korupsi. 2. Curah Pendapat.
S 3. Bermain Peran (Role Play).
I Metode: 4. Latihan.
1. CTJ
2. Curah Pendapat

Praktek Lapangan

Post-Test dan Evaluasi Rencana Tindak Lanjut


Penutupan
Penyelenggaraan (RTL)

15
VII. PELATIH DAN PESERTA
A. Pelatih
1. Komposisi Pelatih.
a. Widyaiswara BKKBN.
b. Widyaiswara Kementerian Kesehatan (latar belakang pendidikan bidan dan
dokter).
c. Ikatan Bidan Indonesia (IBI) provinsi atau kabupaten/kota.
d. Pengelola Program Kesehatan Reproduksi (Kespro)/KB dinas kesehatan
provinsi atau kabupaten/kota.
e. Pengelola Program KKBPK (BKKBN) tingkat provinsi atau kabupaten/kota.
2. Kriteria Pelatih.
a. Telah mengikuti pelatihan TOT SKB KB .
b. Memahami kurikulum terutama Garis-Garis Besar Program Pembelajaran
(GBPP).
3. Narasumber dalam pelatihan Strategi Konseling Berimbang adalah pejabat
struktural terkait yang menguasai bidangnya.

B. Peserta Pelatihan
1. Peserta pelatihan Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB)
adalah dengan kriteria sebagai berikut:
a. Dokter, bidan dan perawat yang bekerja di Puskesmas yang memberikan
pelayanan KIE dan Konseling KB.
b. Komposisi tim per Puskesmas berjumlah 3 orang terutama 1 dokter, 1 bidan
dan 1 perawat.
c. Minimal pendidikan D-III khusus untuk bidan dan perawat.
d. Tidak dipindahtugaskan dalam waktu 2 tahun (Surat Pernyataan dari Dinas
Kesehatan Kab/Kota).
e. Memiliki pengalaman memberikan pelayanan konseling KB dengan metode
ABPK KB.
2. Jumlah peserta dalam satu kelas 25-30 orang.

VIII. PENYELENGGARA DAN TEMPAT PENYELENGGARAAN

A. Penyelenggara
Penyelenggara pelatihan ini adalah institusi pelatihan yang terakreditasi yang
mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan pelatihan di bidang kesehatan atau
organisasi profesi yang bekerja sama dengan institusi pelatihan yang terakreditasi.

B. Tempat Penyelenggaraan
Tempat penyelenggaraan pelatihan ini di Balai Besar Pelatihan Kesehatan/Balai
Pelatihan Kesehatan/Balai Pendidikan dan Pelatihan BKKBN atau instansi
penyelenggara diklat yang mempunyai sarana dan prasarana sesuai dengan
kebutuhan dan tujuan pelatihan yang akan dicapai.

16
IX. EVALUASI

A. Evaluasi Terhadap Peserta


Evaluasi dilakukan untuk mengetahui hasil pembelajaran dari peserta. Evaluasi
terhadap peserta dilakukan melalui:
1. Penilaian terhadap hasil belajar dari aspek kognitif dapat dilihat dari kenaikan nilai
hasil pre-test dan post-test.
2. Evaluasi pada saat penugasan role play konseling dengan menggunakan daftar
tilik untuk menentukan kualifikasi bahwa peserta telah memenuhi skor penilaian
≥ 80% dari penilaian daftar tilik, bila peserta sudah memenuhi skor maka peserta
sudah dapat melakukan praktek kerja lapangan.
3. Evaluasi pada saat praktek lapangan konseling yang dilakukan langsung kepada
klien dengan menggunakan daftar tilik untuk menentukan kualifikasi bahwa
peserta telah memenuhi skor penilaian ≥ 80% dari penilaian daftar tilik.

B. Evaluasi Terhadap Fasilitator


Evaluasi terhadap fasilitator ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh
penilaian yang menggambarkan tingkat kepuasan peserta terhadap kemampuan
fasilitator dalam menyampaikan pengetahuan dan atau keterampilan kepada peserta
dengan baik, dapat dipahami dan diserap peserta, meliputi:
1. Tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran.
2. Penciptaan iklim pembelajaran yang kondusif dan interaktif.
3. Ketepatan penggunaan ragam metode pembelajaran dengan tujuan
pembelajaran.
4. Kesesuaian media dan alat bantu yang digunakan dengan ragam metode
pembelajaran dan tujuan pembelajaran.
5. Penguasaan materi/pokok bahasan.
6. Ketepatan waktu.
7. Sistematika penyajian.
8. Empati, gaya dan sikap kepada peserta.
9. Kesempatan tanya jawab.
10. Kerapihan pakaian.
11. Kerjasama antar-tim pengajar.

C. Evaluasi Terhadap Penyelenggara Pelatihan


Evaluasi penyelenggaraan/pengelolaan pelatihan dapat dilihat melalui nilai ratA-
rata yang diberikan oleh peserta pelatihan diakhir penyelenggaraan dengan
menggunakan Lembar Penilaian Penyelenggaraan Pelatihan. Hal-hal yang dinilai
antara lain:
1. Tujuan pelatihan.
2. Manfaat dan relevansi setiap materi bahasan bagi pelaksanaan tugas.
3. Hubungan antara peserta pelatihan dengan penyelenggara pelatihan.
4. Hubungan antar-peserta pelatihan.
5. Pelayanan kesekretariatan.
6. Pelayanan akomodasi (sarana dan prasarana penunjang pelatihan).
7. Pelayanan konsumsi.
8. Pelayanan kesehatan.
9. Saran perbaikan.

17
X. SERTIFIKAT

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 725 Tahun 2003 tentang


Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan di Bidang Kesehatan, maka bagi peserta yang telah
mengikuti proses pelatihan minimal 95% dari keseluruhan jumlah jam pembelajaran akan
diberikan sertifikat dengan angka kredit 1 yang ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang dengan nomor sertifikat dikeluarkan oleh Pusat Pelatihan SDM Kesehatan.

18
Lampiran 1. Jadwal Pelatihan Nakes (45 JPL).

HARI WAKTU JPL MATERI FASILITATOR


13.00 - 14.00 Registrasi
Ke-1

14.00 - 14.30 Pembukaan


14.30 - 15.00 Pre-Test

HARI WAKTU JPL MATERI FASILITATOR


08.00 - 10.15 3 BLC (Building Learning Commitment)
10.15 - 10.30 Coffee Break
10.30 - 11.15 1 Kebijakan Pelayanan KB (Teori)
Kebijakan Program Indonesia Sehat dengan
11.15 - 12.00 1
Pendekatan Keluarga (Teori)
Ke-2

12.00 - 13.00 ISHOMA


13.00 - 13.45 1 Komunikasi dan Konseling (Teori)
13.45 - 15.15 2 Komunikasi dan Konseling (Praktek)
15.15 - 15.45 Coffee Break
15.45 - 16.30 1 Komunikasi dan Konseling (Praktek)
Strategi Konseling Berimbang Keluarga
16.30 - 18.00 2
Berencana (Teori)

HARI WAKTU JPL MATERI FASILITATOR


08.00 - 08.15 Review Materi Hari Ke-2
Strategi Konseling Berimbang Keluarga
08.15 - 09.00 1
Berencana (teori)
Strategi Konseling Berimbang Keluarga
09.00 - 10.30 2
Berencana (Teori)
10.30 - 10.45 Coffee Break
Hari Ke-3

Strategi Konseling Berimbang Keluarga


10.45 - 11.30 1
Berencana (teori)
Strategi Konseling Berimbang Keluarga
11.30 - 12.15 1
Berencana (Tahap Pra-Pemilihan)
12.15 - 13.15 ISHOMA
Strategi Konseling Berimbang Keluarga
13.15 - 15.30 3
Berencana (Tahap Pra-Pemilihan)
15.30 - 16.00 Coffee Break
Strategi Konseling Berimbang Keluarga
16.00 - 17.30 2
Berencana (Tahap Pemilihan)

HARI WAKTU JPL MATERI FASILITATOR


08.00 - 08.15 Review Materi Hari Ke-3
Strategi Konseling Berimbang Keluarga
08.15 - 09.00 1
Berencana (Tahap pemilihan) (Praktik)
Strategi Konseling Berimbang Keluarga
09.00 - 09.45 1
Berencana (Tahap Setelah Pemilihan) (Praktik)
09.45 - 10.00 Coffee Break
Ke-4

Strategi Konseling Berimbang Keluarga


10.00- 11.30 2
Berencana (Tahap Setelah Pemilihan) (Praktik)
11.30 - 12.15 1 Penggunaan Alat Bantu dan Aplikasi (Teori)
12.15 - 13.15 ISHOMA
13.15 - 14.00 1 Penggunaan Alat Bantu dan Aplikasi (Teori)
14.00 - 15.30 2 Penggunaan Alat Bantu dan Aplikasi (Praktik)
15.30-16.00 Coffee Break
16.00 - 17.30 2 Penggunaan Alat Bantu dan Aplikasi (Praktik)

19
Lampiran 1. Jadwal Pelatihan Nakes (45 JPL) (Lanjutan).

HARI WAKTU JPL MATERI FASILITATOR


08.00 - 08.15 Review Materi Hari Ke-4
Strategi Konseling Berimbang Program Keluarga
08.15 - 10.30 3
Berencana (Praktek Lapangan)
10.30 - 10.45 Coffee Break
Strategi Konseling Berimbang Program Keluarga
10.45 - 12.15 2
Ke-5

Berencana (Praktek Lapangan)


12.15 - 13.15 ISHOMA
Strategi Konseling Berimbang Program Keluarga
13.15 - 15.30 3
Berencana (Praktek Lapangan)
15.30 - 16.00 Coffee Break
Ketersediaan Alat dan Obat (Alokon) di
16.00 - 17.30 2 Puskesmas

HARI WAKTU JPL MATERI FASILITATOR


08.00 - 08.15 Review Materi Hari Ke-6
08.15 - 09.45 2 Anti-Korupsi (Teori dan Praktek)
09.45 - 10.00 Coffee Break
Ke-6

10.00 - 11.30 2 Rencana Tindak Lanjut (Teori dan Praktek)


11.30 - 12.00 Post-Test
12.00 - 13.00 ISHOMA
13.00 - 13.30 Penutupan

20
KEBIJAKAN LAYANAN KB

A. DESKRIPSI SINGKAT
Indonesia termasuk salah satu negara yang menyepakati tujuan-tujuan
pembangunan global yang tertuang dalam Sustainable Development Goals
(SDG’s) 2015-2019. Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi
(Kespro) tertuang dalam tujuan SDG’s nomor 3 (tiga) dan 5 (lima). BKKBN
memiliki tugas untuk menurunkan Angka Total Kelahiran (TFR). Penurunan
TFR dicapai dengan penggunaan kontrasepsi serta peningkatan akses serta
informasi terhadap KB dan Kespro bagi seluruh perempuan Indonesia.
Dalam satu dekade terakhir, program pelayanan KB di Indonesia sempat
mengalami keadaan stagnan yang dapat dilihat dari tidak membaiknya hasil
SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia). Hasil sementara SDKI 2017,
menunjukkan ada beberapa indikator yang membaik namun ada juga yang
menurun. Beberapa capaian yang belum optimal tersebut dapat disebabkan
oleh karena tidak maksimalnya penyampaian informasi tentang KB kepada
masyarakat.
Promosi dan konseling KB dan Kespro dilaksanakan melalui pendekatan
siklus hidup manusia dengan tetap memperhatikan hak-hak reproduksi pada
setiap fase kehidupan serta berkesinambungan antarfase kehidupan tersebut
(continuum of care).

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu
memahami kebijakan pelayanan KB.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu
menjelaskan kebijakan pelayanan KB.

C. POKOK BAHASAN
1. Kebijakan Pelayanan KB.
1.1. Kebijakan BKKBN dalam Penguatan Program KB.
1.2. Program KB Di Era JKN.
1.3. Upaya dan Tantangan dalam Penguatan Pelayanan KB.
1.4. Strategi Konseling Berimbang.

D. BAHAN BELAJAR
1. Modul.
2. Bahan Tayang.
3. Komputer/Laptop.
4. LCD.
5. Flipchart.
6. White Board.
7. ATK.

21
E. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran ini menguraikan tentang
kegiatan fasilitator dan peserta dalam proses pembelajaran selama sesi ini
berlangsung (Teori 1 JPL x 45 menit = 45 menit) adalah sebagai berikut:

Langkah 1. Pengkondisian (5 menit).


1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja dan materi yang akan disampaikan.
2. Menciptakan suasana nyaman dan mendorong kesiapan peserta untuk
menerima materi dengan menyepakati proses pembelajaran.
3. Dilanjutkan dengan penyampaian judul materi, deskripsi singkat, tujuan
pembelajaran serta ruang lingkup pokok bahasan yang akan dibahas pada
sesi ini dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Penyampaian Pokok Bahasan 1 (30 menit).


1. Kegiatan Fasilitator.
a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang kebijakan
pelayanan KB.
b. Penyampaian dan pembahasan Pokok Bahasan 1 yaitu Kebijakan
Pelayanan KB:
- Sub-Pokok Bahasan 1.1. Kebijakan BKKBN dalam Penguatan
Program KB.
- Sub-Pokok Bahasan 1.2. Program KB Di Era JKN.
- Sub-Pokok Bahasan 1.3. Upaya dan Tantangan dalam Penguatan
Pelayanan KB.
- Sub-Pokok Bahasan 1.4. Strategi Konseling Berimbang.
2. Kegiatan Peserta.
a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator.
b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi Kebijakan
Pelayanan KB.
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum
dipahami.

Langkah 3. Rangkuman dan Evaluasi Hasil Belajar (10 menit).


1. Mengadakan evaluasi dengan melemparkan 3 pertanyaan sesuai topik
pokok bahasan secara acak kepada peserta.
2. Memperjelas jawaban peserta terhadap masing-masing pertanyaan yang
telah diajukan sebelumnya.
3. Bersama peserta merangkum poin-poin penting dari hasil proses
pembelajaran.
4. Membuat kesimpulan dapat dilakukan sendiri oleh fasilitator atau
membuat kesimpulan dengan mengajak peserta secara bersama-sama.
5. Fasilitator menutup sesi ini, dengan memberikan apresiasi kepada seluruh
peserta.

F. URAIAN MATERI
(Diuraikan secara detail pada Pokok Bahasan 1 di halaman berikutnya).

22
1.1. Kebijakan BKKBN dalam Penguatan Program KB
Situasi dan kondisi program pelayanan KB, dari waktu ke waktu
mengalami perubahan. Hal tersebut nampak pada hasil sementara Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang dilakukan pada tahun 2017,
dimana terdapat beberapa indikator yang mengalami perbaikan. Hasil tersebut
antara lain adalah penurunan dari TFR dari 2,6 di tahun 2012 menjadi 2,4 pada
capaian sementara SDKI 2017. Age Specific Fertility Rate (ASFR) mengalami
penurunan dari 48 di SDKI 2012 menjadi 36 pada SDKI 2017. Angka
penggunaan kontrasepsi (CPR) pada hasil SDKI 2017 mengalami kenaikan,
dari 62 pada SDKI 2012 menjadi 63.7 pada SDKI 2017, namun capaian
metode kontrasepsi modern mengalami penurunan dari 58 menjadi 57,2.
Angka unmet need mengalami penurunan dari 11,4 menjadi 10,6 pada hasil
sementara SDKI 2017. Capaian hasil sementara SDKI 2017 tersebut
sekalipun membaik, namun masih memiliki variasi nilai disparitas yang tinggi
dari masing-masing provinsinya. Angka putus pakai per metode kontrasepsi
meningkat untuk metode kontrasepsi pil (46,1%) dan suntik (27%) dengan
berbagai macam alasan putus pakai tersebut. Perolehan capaian indikator
merupakan hasil dari pemenuhan dari sisi demand dan supply pelayanan KB.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, penduduk harus
menjadi titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan terencana di segala
bidang untuk menciptakan perbandingan ideal antara perkembangan
kependudukan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta
memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengurangi
kemampuan dan kebutuhan generasi mendatang, sehingga menunjang
kehidupan bangsa.
Salah satu prioritas pembangunan nasional di dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2010-2025 adalah
mewujudkan penduduk tumbuh seimbang, sehingga BKKBN berkomitmen
akan turut mensukseskan Agenda Prioritas No. 5 (di dalam Nawacita), untuk
mendukung peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia dengan menjadi
“Lembaga yang Handal dan Dipercaya dalam Mewujudkan Penduduk Tumbuh
Seimbang dan Keluarga Berkualitas”, pertumbuhan penduduk yang seimbang
dan keluarga berkualitas ditandai dengan menurunnya Total Fertility Rate
(TFR) menjadi 2,1 dan Net Reproductive Rate (NRR) sama dengan 1 pada
tahun 2025, serta keluarga berkualitas ditandai dengan keluarga yang
terbentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat,
maju, mandiri dan memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan,
bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

23
Untuk mendukung pelaksanaan pembangunan yang berwawasan
kependudukan, maka BKKBN turut memperkuat pelaksanaan pembangunan
kependudukan dengan upaya pengendalian kuantitas dan peningkatan
kualitas penduduk dan mengarahkan persebaran penduduk. Pembangunan
kependudukan juga merupakan upaya untuk mewujudkan keserasian kondisi
yang berhubungan dengan perubahan keadaan penduduk yang dapat
berpengaruh dan dipengaruhi oleh keberhasilan pembangunan berkelanjutan.
Salah satu upaya pengendalian penduduk adalah melalui Keluaga
Berencana (KB). Dalam rangka penguatan dan pencapaian tujuan pelayanan
KB, maka dukungan manajemen pelayanan KB menjadi sangat penting, mulai
dari Perencanaan, Pelaksanaan, sampai dengan Pemantauan dan Evaluasi.
Pelaksanaan program KB ini, menjadi peran antara dua kementerian/lembaga
yang memegang peranan penting yaitu Kementerian Kesehatan dan BKKBN.
Koordinasi yang baik dan berkesinambungan antara BKKBN dan Kementerian
Kesehatan beserta jajaran di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam
manajemen pelayanan KB menjadi hal yang sangat penting. Dengan
manajemen pelayanan yang baik, diharapkan dapat meningkatkan
ketersediaan (availability), keterjangkauan (accessibility), penerimaaan
(acceptability) dan kualitas pelayanan (quality).
Koordinasi tingkat Kementerian Kesehatan berperan sebagai supply site,
dimana supply tersebut meliputi pemenuhan fasilitas kesehatan (upaya
kesehatan dasar dan rujukan), pembiayaan jaminan kesehatan, tenaga di
tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. BKKBN berperan dalam
penguatan demand (demand creation) kepesertaan KB. Demand creation
yang dilakukan meliputi antara lain advokasi dan KIE, penggerakan lini
lapangan, konseloran alkon untuk peserta KB, konseloran sarana penunjang
pelayanan KB, dan pelayanan KB.

1.2. Program KB Di Era JKN


Sejak 1 Januari 2014 telah dilaksanakan Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) sebagai pemenuhan amanat Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Kemudian melalui Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan menyatakan bahwa pelayanan KB termasuk dalam manfaat
pelayanan promotif dan preventif. Penyelenggaraan pelayanan KB dalam JKN
tetap memperhatikan mutu pelayanan dan berorientasi pada aspek keamanan
pasien, efektifitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien serta
efisiensi biaya. Pengaturan pembiayaan pelayanan KB sudah diatur dengan
Permenkes Nomor 59 tahun 2014 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan
dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. Namun untuk prosedur
pembiayaan untuk klien di luar peserta JKN, mengacu pada peraturan daerah
masing-masing. Sementara jejaring fasilitas pelayanan kesehatan terdiri atas
klinik, rumah sakit, apotek, laboratorium, dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya. Sesuai dengan Permenkes Nomor 71 tahun 2013, tentang Pelayanan
Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional dinyatakan bahwa
penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua fasilitas kesehatan yang
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

24
Berdasarkan cara pembayaran dalam JKN, maka Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
(FKRTL). Pelayanan KB tersebut dilaksanakan secara berjenjang di:
1. FKTP meliputi: pelayanan konseling; kontrasepsi dasar (pil, suntik, IUD
dan implan, kondom); pelayanan Metode Operasi Pria (MOP);
penanganan efek samping dan komplikasi ringan-sedang akibat
penggunaan kontrasepsi; merujuk pelayanan yang tidak dapat ditangani
di FKTP.
2. FKRTL meliputi: pelayanan konseling; pelayanan kontrasepsi IUD dan
implant; Metode Operasi Wanita (MOW); Metode Operasi Pria (MOP).

Mengacu pada Permenkes Nomor 75 tahun 2014 tentang Pusat


Kesehatan Masyarakat, dalam rangka meningkatkan aksesibilitas pelayanan,
Puskesmas didukung oleh jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring
fasilitas pelayanan kesehatan. Jaringan pelayanan Puskesmas terdiri atas
Puskesmas Pembantu. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1464/PER/X/2010 tahun 2010 tentang Ijin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan, maka bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan
pelayanan kesehatan ibu, anak dan kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana meliputi: Memberikan penyuluhan dan konseling
kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana; Memberikan alat
kontrasepsi oral dan kondom. Selain kewenangan tersebut, terdapat juga
kewenangan bidan yang menjalankan program Pemerintah yaitu: Pemberian
alat kontrasepsi suntikan, AKDR/ IUD, dan memberikan pelayanan
AKBK/implant; Pelayanan AKDR dan AKBK dilakukan oleh bidan terlatih.
Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki
dokter, dapat melakukan kewenangan pelayanan kesehatan dengan syarat:
Daerah yang tidak memiliki dokter ditetapkan oleh Kadinkes kabupaten/kota;
Bidan dengan pendidikan D3 Kebidanan atau Bidan yang telah terlatih Bidan
Praktik Mandiri yang menjadi jejaring Puskesmas harus terdaftar di Dinas
Kesehatan dan di BKKBN melalui SKPD KB/BKKBD agar mendapat distribusi
alat dan obat kontrasepsi.

1.3. Upaya dan Tantangan dalam Penguatan Pelayanan KB


Konsep pelayanan KB di lapangan terbagi menjadi 3 bagian yaitu pra-
pelayanan KB, pelaksanaan pelayanan KB dan pasca-pelayanan KB. Pada
pra-pelayanan KB identik dengan penggerakan calon/peserta KB. Kegiatan
pra-pelayanan terdiri dari advokasi, KIE, promosi dan konseling sehingga
calon/peserta KB siap mengadopsi salah satu metode. Pada saat
calon/peserta siap untuk mengadopsi salah satu metode kontrasepsi,
pelayanan KB diberikan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Di
fasilitas kesehatan juga kembali dilakukan promosi dan konseling guna
memantapkan pilihan klien, serta dilengkapi dengan pemeriksaan penapisan
sesuai dengan kondisi medis klien. Kegiatan pasca-pelayanan adalah
kegiatan yang dilakukan setelah klien diberikan pelayanan KB. Promosi dan
konseling tetap dibutuhkan pada tahap ini, untuk memastikan pengetahuan
klien terhadap metode kontrasepsi yang digunakannya. Pengetahuan yang
diberikan adalah seputar kemungkinan efek samping yang dapat terjadi dan
penanganannya, serta untuk memastikan kepatuhan klien. Dapat disimpulkan

25
bahwa pada semua tahapan pelayanan KB, kegiatan baik promosi dan
konseling tetap dibutuhkan dan harus dilakukan.
Capaian indikator KB yang sedikit membaik namun belum optimal dapat
disebabkan oleh belum optimalnya penyampaian KIE dan komunikasi
interpersonal/kelompok tentang metode kontrasepsi, belum optimalnya
pelayanan KB yang berkualitas, masih tingginya pelayanan KB jangka pendek
dan akses pelayanan KB yang belum merata. Komunikasi pada saat
pemberian informasi pada proses konseling tentang KB memegang peranan
yang penting dalam hasil capaian pelayanan KB.
Proses yang diberikan dalam Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE),
salah satunya adalah konseling. Konseling adalah proses pertukaran
informasi dan interaksi positif antara klien-petugas untuk membantu klien
mengenali kebutuhannya, memilih solusi terbaik dan membuat keputusan
yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi. Melalui pemberian
konseling pelayanan KB, dapat membantu klien memilih cara KB yang cocok
dan membantunya untuk terus menggunakan cara tersebut dengan benar.
Pelayanan konseling KB memegang peranan yang sangat penting, oleh
karena itu untuk meningkatkan keberhasilan konseling KB dapat digunakan
media KIE; lembar balik Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK)-KB
ataupun media konseling lainnya.
Konseling KB dapat dilaksanakan bagi wanita dan pasangan usia subur,
ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas. Konseling pelayanan KB dilakukan secara
keberlanjutan (Continuum of Care) dengan pendekatan siklus hidup manusia.
Konseling KB yang diberikan meliputi pendidikan kesehatan reproduksi pada
remaja, konseling WUS/calon pengantin, konseling KB pada ibu hamil/promosi
KB pasca-persalinan, pelayanan KB pasca-persalinan, dan pelayanan KB
interval.
Beberapa hal yang menjadi tantangan dalam meningkatkan pelayanan
KB di Indonesia, selain mengoptimalkan konseling ke klien dalam mewujudkan
program pelayanan KB yang berkualitas perlu dilakukan pula beberapa hal
sebagai berikut:
1. Menjamin ketersediaan alat dan obat kontrasepsi serta bahan habis pakai,
penyimpanan dan distribusinya hingga fasilitas pemberi layanan KB.
2. Menjamin tersedianya sarana penunjang pelayanan KB seperti obgyn-
bed, IUD kit, implant removal kit, VTP kit, KIE kit, media informasi, dan
pedoman pelayanan KB.
3. Menjamin tersedianya pembiayaan pelayanan KB melalui JKN dan
sumber lain yang tidak mengikat.
4. Menjamin tersedianya tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan KB
yang terampil dalam pelayanan klinis, konseling dan manajemen melalui
pelatihan yang terakreditasi.

1.4. Strategi Konseling Berimbang


Konseling memegang peran penting dalam tercapainya pelayanan KB
yang berkualitas. Konseling dapat diberikan pada setiap tahapan pelayanan
KB oleh tenaga kesehatan yang terampil dan handal. Metode konseling dapat
dilakukan dengan bermacam cara, asalkan tujuan dari konseling tersebut
tercapai. Salah satu metode konseling KB yang telah disosialisasikan adalah
konseling dengan menggunakan Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK).
Saat ini BKKBN bersama dengan Kementerian Kesehatan mengenalkan salah

26
satu metode konseling dengan menggunakan Strategi Konseling Berimbang
(SKB) kepada tenaga kesehatan. Dimana perangkatnya terdiri dari diagram,
kartu dan brosur yang penggunaannya tidak dapat terpisahkan. Metode SKB
dikenalkan sebagai pilihan tambahan dalam melakukan konseling, selain
menggunakan ABPK. Strategi Konseling Berimbang di Indonesia
dikembangkan oleh JHPIEGO (John Hopkins Program for International
Education in Gynecology and Obstectrics). JHPIEGO adalah organisasi
kesehatan non-profit internasional dalam membantu peningkatan akses dan
kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak. Lewat program PilihanKu mereka
mengenalkan SKB KB PP dan PK yang diterapkan di 4 provinsi PilihanKu.
Pada penggunaan SKB PP dan PK yang berbasis fasilitas kesehatan, nampak
peningkatan dari adopsi KB PP setelah penerapan penggunaan SKB PP
tersebut.
Atas dasar keberhasilan penggunaan SKB KB PP tersebut,
dikembangkan pula SKB KB oleh JHCCP, yang kemudian diadopsi oleh
BKKBN dan Kemenkes. Penggunaan SKB KB tersebut sangat membutuhkan
keterampilan tenaga kesehatan dalam penggunaannya. SKB KB kit yang
terdiri dari diagram, kartu dan brosur harus dikuasi oleh pemberi konseling,
selain pengetahuan dasar tentang KB yang akan diberikan. SKB KB yang
diperkenalkan ini tidak akan menggantikan metode konseling menggunakan
ABPK, namun sebagai keterampilan tambahan dalam memberikan konseling
bagi tenaga kesehatan.
Peningkatan keterampilan konseling menggunakan SKB KB diberikan
melalui pelatihan bagi tenaga kesehatan. Keberhasilan pelatihan konseling
dengan menggunakan SKB sangat perlu untuk dievaluasi pada tingkat
fasilitas. Pemantauan dapat dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat
pusat hingga fasilitas. Jumlah calon/peserta KB yang mengadopsi salah satu
metode KB merupakan keberhasilan dari konseling KB selain, menurunnya
angka putus pakai.

27
28
KEBIJAKAN PROGRAM INDONESIA SEHAT
MELALUI PENDEKATAN KELUARGA

A. DESKRIPSI SINGKAT
Program Indonesia Sehat merupakan upaya untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Pelaksanaan Program Indonesia Sehat
diselenggarakan melalui pendekatan keluarga. Pendekatan keluarga adalah
salah satu cara Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan
mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya
dengan mendatangi keluarga. Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga (PIS-PK) pada dasarnya merupakan integrasi Upaya Kesehatan
Perseorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) secara
berkesinambungan, dengan target/fokus pada keluarga, berdasarkan data dan
informasi dari profil kesehatan keluarga.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu
memahami kebijakan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan
Keluarga (PIS-PK).
2. Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu
menjelaskan kebijakan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan
Keluarga (PIS-PK).

C. POKOK BAHASAN
1. Kebijakan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga.
1.1. Pendekatan Keluarga.
1.2. Pelaksanaan Pendekatan Keluarga.
1.3. Peran Pemangku Kepentingan.
1.4. Integrasi Program KB dengan Program Indonesia Sehat melalui
Pendekatan Keluarga (PIS-PK).

D. BAHAN BELAJAR
1. Modul.
2. Bahan Tayang.
3. Komputer/Laptop.
4. LCD.
5. Flipchart.
6. White Board.
7. ATK.

E. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran ini menguraikan tentang
kegiatan fasilitator dan peserta dalam proses pembelajaran selama sesi ini
berlangsung (Teori 1 JPL x 45 menit = 45 menit) adalah sebagai berikut:

29
Langkah 1. Pengkondisian (5 menit).
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja dan materi yang akan disampaikan.
2. Menciptakan suasana nyaman dan mendorong kesiapan peserta untuk
menerima materi dengan menyepakati proses pembelajaran.
3. Dilanjutkan dengan penyampaian judul materi, deskripsi singkat, tujuan
pembelajaran serta ruang lingkup pokok bahasan yang akan dibahas pada
sesi ini dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Penyampaian Pokok Bahasan 1 (30 menit).


1. Kegiatan Fasilitator.
a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang kebijakan Program
Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga (PIS-PK).
b. Penyampaian dan pembahasan Pokok Bahasan 1 yaitu Kebijakan
Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga (PIS-PK):
- Sub-Pokok Bahasan 1.1. Pendekatan Keluarga.
- Sub-Pokok Bahasan 1.2. Pelaksanaan Pendekatan Keluarga.
- Sub-Pokok Bahasan 1.3. Peran Pemangku Kepentingan.
- Sub-Pokok Bahasan 1.4. Integrasi Program KB dengan Program
Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga (PIS-PK).
2. Kegiatan Peserta.
a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator.
b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi Kebijakan
Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga (PIS-PK).
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum
dipahami.

Langkah 3. Rangkuman dan Evaluasi Hasil Belajar (10 menit).


1. Mengadakan evaluasi dengan melemparkan 3 pertanyaan sesuai topik
pokok bahasan secara acak kepada peserta.
2. Memperjelas jawaban peserta terhadap masing-masing pertanyaan yang
telah diajukan sebelumnya.
3. Bersama peserta merangkum poin-poin penting dari hasil proses
pembelajaran.
4. Membuat kesimpulan dapat dilakukan sendiri oleh fasilitator atau membuat
kesimpulan dengan mengajak peserta secara bersama-sama.
5. Fasilitator menutup sesi ini, dengan memberikan apresiasi kepada seluruh
peserta.

F. URAIAN MATERI
(Diuraikan secara detail pada Pokok Bahasan 1 di halaman berikutnya).

30
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis (Pasal 1 UU No. 36/2009 tentang Kesehatan). Pembangunan kesehatan
adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa Indonesia yang
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang, agar terwujud kondisi masyarakat Indonesia yang memiliki
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangungan
sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan mengacu pada visi dan misi
Presiden RI dan pembangunan nasional 2015-2019, yakni terwujudnya
kemandirian di bidang ekonomi, berdaulat di bidang politik dan berkepribadian
dalam budaya atau yang dikenal dengan Trisakti. Untuk mewujudkan Trisakti
tersebut maka ditetapkan 9 agenda prioritas (Nawacita), dimana pada agenda ke-5
dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang akan
dicapai melalui Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Sehat dan Program
Indonesia Kerja dan Program Indonesia Sejahtera.
Program Indonesia Sehat adalah upaya untuk mewujudkan masyarakat
Indonesia yang berperilaku sehat, hidup dalam lingkungan sehat, dan mampu
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu untuk mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan
menegakkan 3 pilar, yaitu: paradigma sehat, penguatan pelayanan kesehatan, dan
jaminan kesehatan nasional.

1.1. Pendekatan Keluarga


Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
menyebutkan bahwa Program Indonesia Sehat diselenggarakan melalui
pendekatan keluarga. Pendekatan Keluarga merupakan salah satu cara
Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/
meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan
mendatangi keluarga.
Pendekatan keluarga adalah pendekatan pelayanan oleh Puskesmas
yang mengintegrasikan UKP dan UKM secara berkesinambungan, dengan
target keluarga, didasarkan pada data dan informasi dari profil kesehatan
keluarga.
Tujuan dari pendekatan keluarga adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan akses keluarga beserta anggotanya terhadap pelayanan
kesehatan komprehensif, meliputi pelayanan promotif dan preventif serta
pelayanan kuratif dan rehabilitatif dasar.
2. Mendukung pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM)
kabupaten/kota dan provinsi, melalui peningkatan akses dan screening
kesehatan.

31
3. Mendukung pelaksanaan JKN dengan meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk menjadi peserta JKN.
4. Mendukung tercapainya tujuan Program Indonesia Sehat dalam Renstra
Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019.

Pendekatan keluarga melalui kunjungan keluarga bermaksud tidak untuk


mematikan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yang sudah ada,
tetapi justru memperkuat UKBM-UKBM yang selama ini dirasakan masih
kurang efektif. Puskesmas akan dapat mengenali masalah-masalah
kesehatan yang dihadapi keluarga secara menyeluruh (holistik) dengan
mengunjungi keluarga di rumahnya. Anggota keluarga yang perlu
mendapatkan pelayanan kesehatan kemudian dapat dimotivasi untuk
memanfaatkan UKBM yang ada dan/atau pelayanan Puskesmas. Keluarga
juga dapat dimotivasi untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang sehat dan
faktor-faktor risiko lain yang selama ini merugikan kesehatannya, dengan
pendampingan dari kader-kader kesehatan UKBM dan/atau petugas
kesehatan Puskesmas.

1.2. Pelaksanaan Pendekatan Keluarga


Dalam rangka penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga, ditetapkan 12 indikator utama sebagai penanda status
kesehatan sebuah keluarga. Kedua belas indikator tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Keluarga mengikuti Program Keluarga Berencana (KB).
2. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan.
3. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap.
4. Bayi mendapat Air Susu Ibu (ASI) eksklusif.
5. Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan.
6. Penderita tuberculosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar.
7. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur.
8. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak
ditelantarkan.
9. Anggota keluarga tidak ada yang merokok.
10. Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
11. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih.
12. Keluarga menggunakan jamban sehat.

Berdasarkan indikator tersebut, dilakukan penghitungan Indeks Keluarga


Sehat (IKS) dari setiap keluarga. Keluarga dinyatakan sehat apabila IKS-nya
>0,800. Hasil kompilasi IKS di tingkat keluarga akan menjadi IKS tingkat desa.
Demikian juga hasil kompilasi IKS tingkat desa menjadi IKS tingkat
kecamatan, dan seterusnya hingga menjadi IKS nasional. Pelaksanaan
pendekatan keluarga memiliki tiga hal yang harus diadakan atau
dikembangkan, yaitu:

32
1. Instrumen.
a. Profil Kesehatan Keluarga (Prokesga) berupa family folder,
merupakan sarana untuk menyimpan data keluarga dan data individu
anggota keluarga.
b. Paket Informasi Keluarga (Pinkesga), berupa flyer, leaflet, buku saku,
atau bentuk lainnya yang diberikan kepada keluarga sesuai dengan
masalah kesehatan yang dihadapinya.
2. Forum komunikasi yang digunakan untuk kontak dengan keluarga, dapat
berupa:
a. Kunjungan keluarga di wilayah kerja Puskesmas.
b. Diskusi Kelompok Terarah (DKT) melalui Dasawisma PKK.
c. Kesempatan konseling di UKBM.
d. Forum yang sudah ada di masyarakat seperti majelis taklim, rembug
desa, dll.
3. Keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra Puskesmas seperti
kader kesehatan dan pengurus organisasi kemasyarakatan (PKK, karang
taruna, pengelola pengajian, dll).

Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga


terintegrasi dengan manajemen Puskesmas yang mencakup P1
(Perencanaan), P2 (Penggerakan-Pelaksanaan), dan P3 (Pengawasan-
Pengendalian-Penilaian) seperti terlihat dalam gambar di bawah ini.

Tahapan persiapan pelaksanaan pendekatan keluarga mencakup:


1. Melakukan sosialisasi di tingkat Puskesmas (internal).
2. Melakukan pembagian wilayah binaan.
3. Menetapkan petugas pembina keluarga.
4. Menyusun SK Tim Pendekatan Keluarga.
5. Melakukan sosialisasi dengan lintas sektor, perangkat desa, RW, RT, PKK
dan kader kesehatan.

33
1.3. Peran Pemangku Kepentingan
No. Pihak Terkait Peran
1. Dinas Kesehatan 1. Mengupayakan terpenuhinya tenaga-tenaga (kesehatan
Kabupaten/Kota dan non-kesehatan) yang diperlukan dalam pelaksanaan
pendekatan keluarga di Puskesmas.
2. Pemenuhan sarana, prasarana, peralatan, obat, dan bahan-
bahan.
3. Melakukan koordinasi dan bimbingan ke Puskesmas.
4. Mengembangkan sistem pelaporan dari Puskesmas ke
dinas kesehatan kabupaten/kota.
5. Memberikan umpan balik terhadap laporan pelaksanaan
PIS-PK yang dilakukan oleh Puskesmas.
6. Melakukan verifikasi terhadap proses dan hasil kunjungan
keluarga yang dilaksanakan oleh Puskesmas.
2. Dinas Kesehatan 1. Pengembangan pengetahuan dan keterampilan tenaga
Provinsi kesehatan melalui penyelenggaraan pelatihan.
2. Pemenuhan sumber daya sarana, prasarana, peralatan,
obat, dan bahan-bahan yang diperlukan oleh Puskesmas.
3. Mengkoordinasikan pelaksanaan PIS-PK di wilayah
kerjanya misalnya pelatihan, pengadaan, dan lain-lain.
4. Menentukan jadwal kunjungan ke dinas kesehatan
kabupaten/kota dalam rangka bimbingan.
5. Mengembangkan sistem pelaporan dari dinas kesehatan
kabupaten/kota ke dinas kesehatan provinsi.
6. Memberikan umpan balik terhadap laporan pelaksanaan
PIS-PK kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
7. Melakukan verifikasi terhadap proses dan hasil kunjungan
keluarga yang dilaksanakan oleh Puskesmas.
3. Kementerian 1. Menyiapkan kebijakan dan pedoman terkait pelaksanaan
Kesehatan PIS-PK.
2. Menyediakan dana untuk pelaksanaan program PIS-PK.
3. Berkoordinasi dengan seluruh dinas kesehatan
dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dengan
menyelenggarakan Rapat Kerja Kesehatan Nasional
(Rakerkesnas).
4. Melakukan bimbingan kepada dinas kesehatan provinsi
wilayah binaannya masing-masing.
5. Mengembangkan sistem pelaporan dari dinas kesehatan
provinsi ke Kementerian Kesehatan.
6. Memberikan umpan balik terhadap laporan pelaksanaan
PIS-PK kepada dinas kesehatan provinsi wilayah
binaannya.
Lintas Sektor
4. BKKBN dan 1. Menyediakan pelayanan KB sampai di tingkat
jajarannya desa/kelurahan.
2. Kampanye nasional KB.
5. Kemendikbud dan Pendidikan Kespro/KB di SLTA dan perguruan tinggi.
jajarannya,
Kemenristekdikti
6. Kemenag dan Promosi KB oleh pemuka agama.
jajarannya
7. Kemenpan & RB, PNS, anggota Polri dan anggota TNI sebagai panutan ber-KB.
Polri, TNI
8. Kemenkominfo Kampanye nasional KB.

34
1.4. Integrasi Program KB dengan Program Indonesia Sehat melalui
Pendekatan Keluarga
Untuk mencapai Indonesia Sehat, dalam kurun waktu 2015-2019 sektor
kesehatan diarahkan untuk memfokuskan upayanya dalam 4 hal, salah
satunya adalah menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Seperti kita
ketahui, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tergolong tinggi, yaitu
305 per 100.000 kelahiran hidup (data Survei Penduduk Antar Sensus/SUPAS
2015). Berdasarkan kajian lanjut hasil Survei Penduduk (SP) 2010, 32,5%
kematian ibu terjadi pada ibu dengan usia terlalu muda dan terlalu tua, serta
32,4% kematian ibu terjadi pada ibu dengan jumlah anak > 3 orang. Keadaan
ini seharusnya dapat dicegah apabila ibu dan/atau suami mengikuti program
KB dengan baik. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Lancet (2012) yang
menunjukkan bahwa cakupan prevalensi pemakaian kontrasepsi (CPR)
64,2% dapat menurukan 44% jumlah kematian ibu. Selain itu, penelitian dari
Women Deliver menunjukkan bahwa terpenuhinya seluruh kebutuhan KB
dapat menurunkan 25% jumlah kematian ibu.
Situasi program KB saat ini tidak mengalami kemajuan signifikan yang
ditunjukkan dengan CPR semua metode hanya naik 0,5% dari 61,4% (SDKI,
2007) menjadi 61,9% (SDKI, 2012), dan turun menjadi 61,1% pada tahun 2015
(PMA, 2015). Selain itu, unmet need ber-KB turun dari 13,1% (SDKI, 2007)
menjadi 11,4% (SDKI, 2012), dan hanya turun 0.2% menjadi 11.2% (PMA,
2015). Angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun mengalami sedikit
penurunan dari 51 per 1.000 remaja putri (SDKI, 2007) menjadi 48 per 1.000
remaja putri (SDKI, 2012). Hal-hal tersebut berdampak pada stagnannya TFR
dari tahun 2002-2012 di angka 2,6 (SDKI, 2002-2012) dan hanya mengalami
penurunan sebesar 0,3 pada tahun 2015 menjadi 2.3 (PMA, 2015).
Dalam upaya mewujudkan program pelayanan KB yang berkualitas,
perlu dilakukan upaya penguatan demand dan supply. Penguatan demand
dalam rangka percepatan revitalisasi program KB untuk pencapaian target
penurunan TFR dilaksanakan melalui:
1. Promosi KB.
a. Kampanye “Dua Anak Cukup”.
b. Memastikan semua PUS mendapatkan informasi tentang kesehatan
reproduksi dan KB.
c. Memanfaatkan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K), kelas ibu hamil, konseling calon pengantin untuk
meningkatkan pengetahuan tentang KB dan perencanaan keluarga.
d. Menyiapkan bahan-bahan KIE yang bersifat edukasi bagi keluarga
dalam perencanaan keluarga.
e. Mempromosikan pesan pencegahan kehamilan “4 Terlalu” dan
penggunaan MKJP.
2. Penggerakan Masyarakat.
a. Pemberdayaan petugas dan kader KB di lapangan.
b. Memanfaatkan tenaga-tenaga promotif dan preventif untuk menekan
kehamilan yang tidak diinginkan dan menurunkan AKI.
c. Pembinaan remaja melalui Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
(PKPR), Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), dan Generasi Berencana
(GenRe).
d. Pembinaan kelompok-kelompok KB yang tergabung dalam Bina
Keluarga Balita, Bina Keluarga Remaja, dan Bina Keluarga Lansia.

35
3. Advokasi kepada organisasi non-pemerintah, LSM, swasta, dan asosiasi
serta organisasi profesi.

Untuk mendapatkan pelayanan KB sesuai standar, diperlukan


penguatan supply melalui:
1. Peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan KB.
2. Peningkatan sarana pelayanan kesehatan sehingga semua calon peserta
KB mendapatkan pelayanan KB yang berkualitas dan merata.
3. Meningkatkan kompetensi pelayanan KB dengan meniapkan provider
pelayanan KB yang terlatih.
4. Menjamin tersedianya pembiayaan pelayanan KB.
5. Memastikan ketersediaan sarana prasarana dan alokon di semua sarana
pelayanan.
6. Menjamin mekanisme distribusi alokon melalui satu pintu agar dapat
memenuhi kebutuhan fasilitas pelayanan kesehatan.

Aspek pelayanan KB menurut Kementerian Kesehatan dapat dilihat pada


gambar berikut ini.

Salah satu indikator Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan


Keluarga adalah Keluarga Mengikuti Program KB (Indikator Nomor 1).
Program KB merupakan hal yang strategis untuk mencegah kehamilan “Empat
Terlalu” (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan dan terlalu dekat
jarak kelahiran). Pasangan usia subur yang belum/tidak berencana punya
anak lagi dan tidak memakai kontrasepsi, masuk ke dalam kelompok yang
berisiko tinggi. Keluarga Berencana (KB) membantu mewujudkan tiga pesan
utama menuju kehamilan sehat dengan mengatur jarak kehamilan, yaitu:

36
1. Setelah persalinan, wanita seharusnya menunggu 2 tahun untuk kembali
hamil lagi.
2. Setelah abortus, wanita seharusnya menunggu 6 bulan sebelum hamil
kembali.
3. Wanita seharusnya menunggu hingga usia 20 tahun, untuk hamil yang
pertama.

Dalam memutuskan menggunakan KB, klien harus mengetahui informasi


mengenai KB yang akan digunakan, berdasarkan kondisi klien masing-
masing, serta klien dapat memilih metode KB yang diinginkan. Pemberian
informasi ini harus segera dimulai bahkan sejak kehamilan dimulai. Informasi
ini dapat diperoleh dari konseling KB oleh tenaga kesehatan. Konseling juga
dapat diperoleh dari para petugas di lapangan (Non-Klinis) yaitu PPLKB,
PLKB, PKB, PPKB, Sub-PPKBD dan kader yang sudah mendapatkan
pelatihan konseling yang standar. Klien dapat memperoleh pelayanan KB di
FKTP dan FKRTL.
Dengan PIS-PK yang dilaksanakan melalui kunjungan keluarga oleh
pembina keluarga, akan diperoleh data cakupan KB dari masing-masing
keluarga. Selanjutnya dari data tersebut dapat dilakukan intervensi sesuai
dengan kebutuhan sehingga permasalahan KB di keluarga dapat teratasi.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh pembina keluarga yaitu:
1. Memahami definisi operasional Keluarga Mengikuti KB dalam PIS-PK.
Jika keluarga merupakan pasangan usia subur, suami atau istri atau
keduanya terdaftar secara resmi sebagai peserta atau akseptor KB dan
atau menggunakan alat kontrasepsi.
2. Indikator Keluarga Mengikuti KB pada Prokesga berlaku untuk anggota
keluarga wanita berstatus menikah (usia 10-54 tahun) dan tidak hamil dan
atau anggota keluarga laki-laki berstatus menikah (usia > 10 tahun).
3. Pertanyaan yang diajukan oleh pembina keluarga: Apakah Keluarga
menggunakan alat kontrasepsi atau ikut program Keluarga Berencana?
Ya (Y) atau Tidak (T).
a. Jawaban YA (Y), apabila dalam keluarga tersebut ada anggota
keluarga wanita usia 10-54 tahun sudah menikah dan atau laki-laki
usia > 10 tahun sudah menikah yang menjadi akseptor KB dan atau
menggunakan alat kontrasepsi.
b. Jawaban TIDAK (T), apabila dalam keluarga tersebut ada anggota
keluarga wanita usia 10-54 tahun sudah menikah dan atau laki-laki
usia > 10 tahun sudah menikah namun belum menjadi akseptor KB,
tanyakan alasannya.
c. Jawaban dapat dikategorikan sebagai Not Available (N) apabila:
- PUS > 20 tahun yang mengingingkan anak kandung, dengan
kriteria: baru menikah, atau belum memiliki anak, atau memiliki <
2 orang anak.
- PUS dengan gangguan reproduksi.
- PUS dengan istri sudah menopause.

37
4. Pembina keluarga dapat melanjutkan kegiatan dengan intervensi awal
berupa:
a. Melakukan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) mengenai
pentingnya perencanaan kehamilan dan KB (manfaat dan tujuan).
b. Memotivasi keluarga berperan aktif mengikuti KB.
5. Selanjutnya terhadap setiap PUS di dalam keluarga dapat diberikan
intervensi lanjut berupa konseling (melalui Strategi Konseling Berimbang)
oleh petugas terlatih.

Langkah-langkah kunjungan rumah oleh pembina keluarga untuk


indikator keluarga mengikuti program KB tercantum pada gambar di bawah ini.

38
KOMUNIKASI DAN KONSELING

A. DESKRIPSI SINGKAT
Komunikasi kesehatan adalah usaha yang sistematis untuk
mempengaruhi secara positif perilaku kesehatan masyarakat, dengan
menggunakan berbagai prinsip dan metode komunikasi, baik menggunakan
komunikasi antar-pribadi maupun komunikasi massa. Konseling merupakan
aspek yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga Berencana (KB).
Dengan melakukan konseling, maka petugas membantu klien dalam memilih
kontrasepsi yang akan digunakan. Penyampaian informasi yang jelas dan
benar mengenai metode KB dapat membantu klien mengenal kebutuhannya,
untuk memilih solusi terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai
dengan kondisi yang sedang dihadapi. Konseling yang baik akan membantu
klien menggunakan kontrasepsi lebih lama dan meningkatkan keberhasilan KB.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu
melakukan konseling.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
a. Menjelaskan konsep komunikasi.
b. Menjelaskan konsep konseling.
c. Menjelaskan alat bantu konseling KB.
d. Melakukan langkah-langkah konseling KB.

C. POKOK BAHASAN
1. Konsep Komunikasi.
1.1. Definisi Komunikasi.
1.2. Tujuan Komunikasi.
1.3. Unsur-Unsur Komunikasi.
1.4. Jenis-Jenis Komunikasi.
1.5. Bentuk-Bentuk Komunikasi.
2. Konsep Konseling
2.1. Definisi Konseling.
2.2. Tujuan Konseling.
2.3. Manfaat Konseling.
2.4. Prinsip Konseling.
2.5. Jenis-Jenis Konseling.
2.6. Etika Konselor.
3. Alat Bantu Konseling KB.
3.1. Definisi.
3.2. Jenis-Jenis Alat Bantu Konseling.
4. Langkah-Langkah Konseling KB.
4.1. GATHER.
4.2. SATU TUJU.

39
D. BAHAN BELAJAR
1. Modul.
2. Bahan Tayang.
3. Komputer/Laptop.
4. LCD.
5. Flipchart.
6. White Board.
7. ATK.

E. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran ini menguraikan tentang
kegiatan fasilitator dan peserta dalam proses pembelajaran selama sesi ini
berlangsung di kelas (Teori 1 JPL x 45 menit = 45 menit, dan Praktik 3 JPL x
45 menit = 135 menit), adalah sebagai berikut:

Langkah 1. Pengkondisian (5 menit).


1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja dan materi yang akan disampaikan.
2. Menciptakan suasana nyaman dan mendorong kesiapan peserta untuk
menerima materi dengan menyepakati proses pembelajaran.
3. Dilanjutkan dengan penyampaian judul materi, deskripsi singkat, tujuan
pembelajaran serta ruang lingkup pokok bahasan yang akan dibahas pada
sesi ini dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Penyampaian Pokok Bahasan 1 (10 menit).


1. Kegiatan Fasilitator.
a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang komunikasi.
b. Penyampaian dan pembahasan Pokok Bahasan 1 yaitu Konsep
Komunikasi:
- Sub-Pokok Bahasan 1.1. Definisi Komunikasi.
- Sub-Pokok Bahasan 1.2. Tujuan Komunikasi.
- Sub-Pokok Bahasan 1.3. Unsur-Unsur Lomunikasi.
- Sub-Pokok Bahasan 1.4. Jenis-Jenis Komunikasi.
- Sub-Pokok Bahasan 1.5. Bentuk-Bentuk Komunikasi.
2. Kegiatan Peserta.
a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator.
b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi konsep
komunikasi.
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum
dipahami.

40
Langkah 3. Penyampaian Pokok Bahasan 2 (10 menit).
1. Kegiatan Fasilitator.
a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi).
b. Menyampaikan Pokok Bahasan 2 yaitu Konsep Konseling:
- Sub-Pokok Bahasan 2.1. Definisi Konseling.
- Sub-Pokok Bahasan 2.2. Tujuan Konseling.
- Sub-Pokok Bahasan 2.3. Manfaat Konseling.
- Sub-Pokok Bahasan 2.4. Prinsip Konseling.
- Sub-Pokok Bahasan 2.5. Jenis-Jenis Konseling.
- Sub-Pokok Bahasan 2.6. Etika Konselor.
2. Kegiatan Peserta.
a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator.
b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi konsep
komunikasi.
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum
dipahami.

Langkah 4. Penyampaian Pokok Bahasan 3 (10 menit).


1. Kegiatan Fasilitator.
a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi).
b. Menyampaikan Pokok Bahasan 3 yaitu Alat Bantu Konseling KB:
- Sub-Pokok Bahasan 3.1. Definisi.
- Sub-Pokok Bahasan 3.2. Jenis-Jenis Alat Bantu Konseling.
2. Kegiatan Peserta.
a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator.
b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi alat bantu
konseling keluarga berencana.
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum
dipahami.

Langkah 5. Penyampaian Pokok Bahasan 4 (5 menit).


1. Kegiatan Fasilitator.
a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi).
b. Menyampaikan Pokok Bahasan 4 yaitu Langkah-Langkah Konseling
KB:
- Sub-Pokok Bahasan 4.1. GATHER.
- Sub-Pokok Bahasan 4.2. SATU TUJU.
2. Kegiatan Peserta.
a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator.
b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi langkah-
langkah konseling KB.
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum
dipahami.

41
Langkah 6. Praktik Kelas (3 JPL x 45 menit = 135 menit).
1. Kegiatan Fasilitator.
a. Memberi contoh dengan melakukan role play konseling KB kepada
peserta latih.
b. Mendampingi peserta latih saat melakukan role play dalam kelompok
kecil.
c. Melakukan penilaian individu menggunakan form penilaian diri.
2. Kegiatan Peserta.
a. Melakukan role play dalam kelompok kecil.
b. Peserta melakukan role play konseling KB untuk dilakukan
pengambilan penilaian individu menggunakan form penilaian diri.

Langkah 7. Rangkuman dan Evaluasi Hasil Belajar (5 menit).


1. Mengadakan evaluasi dengan melemparkan 3 pertanyaan sesuai topik
pokok bahasan secara acak kepada peserta.
2. Memperjelas jawaban peserta terhadap masing-masing pertanyaan yang
telah diajukan sebelumnya.
3. Bersama peserta merangkum poin-poin penting dari hasil proses
pembelajaran.
4. Membuat kesimpulan dapat dilakukan sendiri oleh fasilitator atau
membuat kesimpulan dengan mengajak peserta secara bersama-sama.
5. Fasilitator menutup sesi ini, dengan memberikan apresiasi kepada seluruh
peserta.

F. URAIAN MATERI
(Diuraikan secara detail pada Pokok Bahasan 1 sampai dengan 4 di halaman
berikutnya).

42
1.1. Definisi Komunikasi
Komunikasi adalah proses tercapainya kesamaan pengertian antara
individu yang bertindak sebagai sumber dan individu yang bertindak sebagai
penerima, meliputi: kemampuan berbicara, mendengar, melihat dan
kemampuan kognitif. Ada beberapa pengertian mengenai komunikasi yang
dikemukakan oleh beberapa ahli, dimana masing-masing pengertian tersebut
adalah:
1. Edward Depari: Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan,
harapan dan pesan yang disampaikan melalui lambang-lambang tertentu,
mengandung arti, dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada
penerima pesan.
2. James A. F. Stoner: Komunikasi adalah proses dimana seseorang
berusaha memberikan pengertian dengan cara pemindahan pesan.
3. John R. Schemerhom: Komunikasi itu dapat diartikan sebagai proses
antara pribadi dalam mengirim dan menerima simbol-simbol yang berarti
bagi kepentingan mereka.
4. Oxford Dictionary, 1956: Komunikasi adalah pengiriman atau tukar
menukar informasi.
5. William Albig: Komunikasi adalah proses pengoperan lambang-lambang
yang memiliki arti di antara individu-individu.
6. Taylor dkk.: Komunikasi adalah proses berbagi (sharing) informasi atau
proses pembangkitan dan pengoperan arti.

Berbagai pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa


komunikasi merupakan kegiatan yang melibatkan dua orang atau lebih dalam
bentuk pembagian ide atau pikiran dengan menggunakan lambang dan
memiliki tujuan berupa terjadi perubahan pada orang lain.

1.2. Tujuan Komunikasi


Pada umumnya komunikasi mempunyai tujuan antara lain:
1. Supaya apa yang ingin disampaikan dapat dimengerti.
2. Memahami orang lain, komunikator harus mengerti aspirasi orang lain,
jangan memaksakan kehendak.
3. Supaya gagasan dapat diterima orang lain, melalui pendekatan persuasif
bukan memaksakan kehendak.
4. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu, kegiatan yang
banyak mendorong dengan cara yang baik.

43
1.3. Unsur-Unsur Komunikasi
1. Pihak yang Mengawali.
Disebut sebagai komunikator, pengirim atau sender, encoder,
source, yaitu orang yang mengirim pesan. Pihak yang mengawali ini
menjadi asal atau sumber pesan. Ia menjadi orang yang masuk dalam
hubungan, baik itu intrapersonal artinya dengan dirinya sendiri atau
interpersonal yang artinya dengan orang lain. Sebelum ia masuk dalam
proses komunikasi, maka ia akan mendapat rangsangan atau stimulus,
yang mana rangsangan tersebut dapat dipengaruhi dari luar dirinya atau
dari benaknya sendiri yang menimbulkan kebutuhan bagi dirinya untuk
menyampaikan gagasannya kepada orang lain.
Agar pesan yang akan disampaikan berhasil, maka pengirim akan
mengemas dalam bentuk yang dirasa sesuai dan dapat diterima serta
dapat dimengerti oleh pihak yang dikirimi pesan. Pengemasan pesan ini
disebut dengan encoding (memasukkan kedalam kode). Encoding dapat
berbentuk lambang atau kode diterjemahkan dalam kata-kata atau non-
kata seperti raut wajah atau gerak-gerik tubuh. Pengirim dalam proses
encoding akan melakukan dua hal: Pertama, memikirkan sungguh-
sungguh perasaan atau gagasan yang hendak disampaikan; Kedua,
menerjemahkan perasaan atau gagasannya itu dalam kode, atau
melakukan encoding. Selanjutnya memberikan tip bagaimana melakukan
encoding agar baik, yaitu dengan memperhatikan pertanyaan sebagai
berikut:
a. Pesan apa yang hendak disampaikan.
b. Kepada siapa pesan itu hendak disampaikan.
c. Dalam bentuk apa: verbal atau non-verbal.
d. Media apa yang digunakan.
e. Akibat apa yang mungkin akan terjadi dalam pengiriman pesan,
melalui media bagi urusan yang terkandung dalam pesan atau
hubungan pribadi dengan penerima.

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh komunikator adalah:


a. Penampilan.
b. Penguasaan masalah.
c. Penguasaan bahasa.

2. Pesan yang Dikomunikasikan.


Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh
komunikator. Pesan ini mempunyai inti pesan atau tema yang sebenarnya
menjadi pengarah di dalam suatu usaha mencoba mengubah sikap dan
tingkah laku komunikan. Pesan dapat mengupas berbagai segi, namun inti
pesan dari komunikasi akan selalu mengarah kepada tujuan akhir
komunikasi, sehingga harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Penyampaian Pesan: dapat dilakukan melalui lisan, tatap muka,
langsung, atau menggunakan media/saluran.
b. Bentuk Pesan.
- Informatif: bersifat memberikan keterangan (fakta-fakta),
kemudian komunikan mengambil kesimpulan dan keputusan
sendiri. Dalam situasi tertentu pesan informatif justru lebih berhasil
daripada persuasif, misalnya jika audiens adalah kalangan

44
cendikiawan.
- Persuasif: berisikan bujukan, yakni membangkitkan pengertian
dan kesadaran manusia bahwa apa yang disampaikan akan
memberikan perubahan sikap, tetapi perubahan ini adalah atas
kehendak sendiri (bukan dipaksa). Perubahan tersebut diterima
atas kesadaran sendiri.
- Koersif: penyampaian pesan yang bersifat memaksa dengan
menggunakan sanksi-sanksi apabila tidak dilaksanakan. Bentuk
yang terkenal dari penyampaian model ini adalah agitasi dengan
penekanan-penekanan yang menimbulkan tekanan batin dan
ketakutan dikalangan publik. Koersif dapat berbentuk perintah-
perintah, instruksi ataupun ultimatum dan sebagainya.

c. Merumuskan Pesan yang Baik


Pesan yang akan disampaikan harus tepat. Ibarat membidik dan
menembak, maka peluru harus cocok sesuai dengan sasaran. Pesan
yang baik harus memenuhi beberapa syarat antara lain yaitu umum,
mudah di pahami oleh komunikan, jelas dan gambling, bahasa jelas,
positif, seimbang, sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
komunikan.
d. Hambatan-Hambatan Terhadap Pesan
Seringkali kita mengalami hal-hal yang tidak diharapkan dalam
berkomunikasi, lain yang dituju atau lain juga yang diperoleh. Dengan
perkataan lain yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Hal
ini disebabkan adanya hambatan-hambatan terutama adalah:
- Hambatan bahasa pesan akan disalah-artikan sehingga tidak
mencapai apa yang diinginkan, apabila bahasa yang digunakan
tidak dipahami oleh komunikan. Termasuk dalam pengertian ini
penggunaan istilah-istilah yang mungkin dapat diartikan berbeda
atau tidak dimengerti sama sekali.
- Hambatan teknis pesan dapat tidak utuh diterima komunikan
karena gangguan teknis, misalnya suara tidak sampai karena
pengeras suara rusak, bunyi-bunyian, halilintar, lingkungan yang
berisik dan sebagainya.

3. Saluran Komunikasi.
Saluran komunikasi atau sering disebut channel, dapat diartikan
sebagai tempat yang terbaik, yang terpilih dimana suatu stimulus atau
pesan melewatinya. Bisa dikatakan sebagai alat yang digunakan oleh
pengirim pesan. Pesan dapat berupa kata-kata atau tulisan, tiruan,
gambar atau perantara lain yang dapat digunakan untuk mengirim melalui
berbagai saluran/media yang berbeda, seperti lisan/oral, tertulis/written,
atau elektronik/electronic (misalnya telepon, televisi, photocopier, hand
signal, e-mail, HP, morse, semapore dan sebagainya).

45
4. Situasi Komunikasi.
Komunikasi dapat terjadi dalam situasi tempat, waktu, cuaca, iklim
dan keadaan alam, serta psikologi tertentu. Situasi dapat alamiah terjadi,
atau hasil rekayasa manusia, situasi dapat formal dapat informal. Situasi
dapat mempengaruhi jalannya dan tentunya hasil komunikasi. Mengapa?
sebab pada saat komunikasi berjalan dapat saja satu pihak berlaku sangat
wajar tapi dapat juga berlaku tidak wajar, gemetar, merasa super, minder
dll.

5. Gangguan Komunikasi.
Media yang digunakan untuk menyampaikan pesan dapat saja
mengalami gangguan, yang sering disebut dalam bahasa inggris sebagai
noise. Gangguan adalah "segala sesuatu yang menghambat atau
mengurangi kemampuan kita untuk mengirim dan menerima pesan".
Gangguan komunikasi dapat meliputi:
a. Pengacau Indera: ditempat penerima pesan suara terlalu keras, terlalu
lembut, bau menyengat, terlampau panas udaranya, hiruk pikuk dll.
b. Faktor Pribadi: prasangka, lamunan, perasaan tidak baik.

6. Pihak yang Menerima.


Biasanya disebut komunikan, receiver; decoder; destination,
audience adalah rekan/partner komunikator. Penerima pesan biasanya
menerima pesan dengan menggunakan inderanya terutama mata dan
telinganya. Pada saat ia menerima pesan dalam bentuk verbal atau non-
verbal, apa yang terjadi? Ia akan membuka pintu khasanah ingatan dalam
benaknya yang berisi kumpulan-kumpulan ingatan berupa akumulasi
warisan budaya, asuhan pendidikan, lingkungan prakarsa dan biasanya
dalam keadaan normal, artinya tidak ada gangguan gangguan
komunikasi, maka penerima dapat menafsirkan pesan yang diterimanya
dengan baik.
Hasil penerjemahan/penafsiran pesan antara pengirim dan penerima
dapat:
a. Sama, artinya penafsiran dan penerjemahan penerima benar,
sehingga maksud pengirim tercapai.
b. Berbeda Sedikit, artinya penafsiran dan penterjemahan penerima
salah sedikit, sehingga maksud pengirim tercapai meskipun tidak
sepenuhnya.
c. Berbeda, artinya penafsiran dan penerjemahan penerima berbeda
sehingga maksud pengirim tidak tercapai.
d. Berbeda Besar, maka terjadi kesalahan besar, sehingga maksud
pengirim tidak tercapai sama sekali. Penerima merupakan titik akhir
terminal dari tujuan pesan itu, ialah seorang pengumpul, penerjemah
akhir pesan.

46
7. Umpan Balik dan Dampak.
Tanggapan dari penerima atas pesan yang diterimanya dinamakan
sebagai umpan balik/feedback. Umpan balik dapat bersifat negatif dapat
bersifat positif. Umpan balik negatif, menujukkan bahwa menerima pesan
tidak dapat menerima dengan baik pesan yang diterimanya. Sedangkan
umpan balik positif dapat benar dapat salah.
Komunikasi yang efektif bila isi dan cara penyampaian dan
penafsiran dan penerjemahan penerima benar, dan salah bila isi dan cara
penyampaiannya benar akan tetapi penafsiran dan penerjemahan
penerima salah. Umpan balik positif, apabila penerima pesan memberikan
tanggapan yang menujukkan kesediaan untuk menerima dan mengerti
pesan dengan baik dan memberikan tanggapan sebagaimana yang
diinginkan oleh pengirim pesan. Umpan balik seperti ini menjadikan
komunikasi berjalan baik segala urusan dapat dilaksanakan dengan baik
dan benar.

1.4. Jenis-Jenis Komunikasi.


Jenis komunikasi dibagi dalam dua bentuk yakni verbal dan non-verbal.
1. Komunikasi verbal: yakni pesan yang disampaikan dalam bentuk kata-
kata atau ucapan, berisi informasi melalui pembicaraan atau bahasa
tulisan. Komunikasi verbal bergantung pada bahasa.
2. Komunikasi non-verbal: yakni bentuk pesan yang berupa/disampaikan
dengan gerakan tubuh (tidak diucapkan), antara lain dengan facial
expression, eye movement, lips movement, body movement, dan physical
appearance.

1.5. Bentuk-Bentuk Komunikasi


1. Komunikasi Intrapersonal.
Komunikasi intrapersonal merupakan komunikasi intrapribadi yang
artinya komunikasi yang dilakukan kepada diri sendiri. Proses komunikasi
ini terjadi dimulai dari kegiatan menerima pesan/informasi, mengolah dan
menyimpan, juga menghasilkan kembali. Contoh kegiatan yang dilakukan
pada komunikasi interpersonal adalah berdoa, bersyukur, tafakkur,
berimajinasi secara kreatif dan lain sebagainya.

2. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar-pribadi.
Komunikasi ini juga dapat diartikan sebagai proses pertukaran makna dari
orang yang saling berkomunikasi antara satu individu dengan individu
lainnya. Suatu komunikasi interpersonal dapat terjadi apabila memenuhi
kriteria berikut:
a. Melibatkan perilaku verbal dan non-verbal.
b. Adanya umpan balik pribadi.
c. Terjadi hubungan/interaksi yang berkesinambungan.
d. Bersifat saling persuasif.

47
3. Komunikasi Kelompok.
Komunikasi kelompok dapat diartikan sebagai tatap muka dari tiga
atau lebih individu guna memperoleh maksud dan tujuan yang
dikehendaki. Seperti berbagi informasi, pemeliharaan diri atau
pemecahan masalah. Komunikasi kelompok merupakan komunikasi yang
dillakukan oleh beberapa orang lain atau sekelompok orang. Contoh
komunikasi kelompok antara lain kuliah, rapat, briefing, seminar, workshop
dan lain-lain. Dalam komunikasi kelompok, setiap individu yang terlibat
dalam kelompok masing-masing berkomunikasi sesuai dengan peran dan
kedudukannya dalam kelompok tersebut. Pesan atau informasi yang
disampaikan juga menyangkut kepentingan seluruh anggota kelompok
dan bukan bersifat pribadi.

4. Komunikasi Organisasi.
Komunikasi organisasi adalah komunikasi antar-manusia yang
terjadi dalam hubungan organisasi. Komunikasi organisasi merupakan
proses komunikasi yang berlangsung secara formal maupun non-formal
dalam sebuah sistem yang disebut organisasi. Komunikasi organisasi
sering dijadikan sebagai objek studi sendiri karena luasnya ruang lingkup
komunikasi tersebut. Pada umumnya komunikasi organisasi membahas
tentang struktur dan fungsi organisasi, hubungan antar-manusia,
komunikasi dan proses pengorganisasian, serta budaya organisasi.

5. Komunikasi Massa.
Komunikasi massa merupakan bentuk komunikasi yang
menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan
komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang
jauh, sangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu. Jadi, komunikasi
massa sebagai pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada
sejumlah besar orang. Ciri-ciri komunikasi massa adalah sebagai berikut:
a. Komunikator biasanya suatu lembaga media massa.
b. Hubungan antara komunikator dan pemirsa bukan bersifat pribadi.
c. Menggunakan media massa.
d. Mediumnya dapat digunakan oleh orang banyak.
e. Komunikan adalah massa, yang bersifat heterogen.
f. Penyebaran pesan serentak pada saat yang bersamaan.
g. Umpan balik bersifat tidak langsung.
h. Pesan yang disebarkan cenderung tidak langsung berpengaruh
terhadap massa.

Dari ciri-ciri tersebut komunikasi massa dapat diartikan sebagai


komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah besar khalayak yang
tersebar, heterogen, melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan
yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Sedangkan
komunikasi yang dilakukan melalui penggunaan media lain selain media
massa disebut komunikasi medio. Komunikasi media biasanya
menggunakan media surat, telepon, pamflet, poster, brosur, spanduk, dan
sebagainya.

48
2.1. Definisi Konseling
Konseling adalah pertemuan tatap muka antara dua pihak, dimana satu
pihak membantu pihak lain untuk mengambil keputusan yang tepat bagi
dirinya sendiri dan kemudian bertindak sesuai keputusannya (Dyah Noviawati
Setya Arum, Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini, 2009).
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008) konseling berarti pemberian
bimbingan oleh orang yang ahli kepada seseorang dengan menggunakan
metode psikologis. Sedangkan dalam situs Wikipedia Bahasa Indonesia,
konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli
(konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah (konsele) yang
bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.
Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi
yang bersifat pribadi antar konselor dan konseli agar konseli mampu
memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan
menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli
merasa bahagia dan efektif perilakunya (Achmad, 2006).
Dalam konteks pelayanan keluarga berencana, konseling adalah sebuah
proses, yang membantu klien untuk memutuskan apakah dia ingin ber-KB.
Jika klien ingin ber-KB, konseling membantunya memilih metode kontrasepsi
yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi medisnya dan yang klien inginkan,
konseling membantu klien untuk mengerti bagaimana cara penggunaannya,
dan dapat menggunakannya dengan benar untuk perlindungan kontrasepsi
yang aman dan efektif.

2.2. Tujuan Konseling


Tujuan dalam pemberian konseling keluarga berencana antara lain:
1. Meningkatkan Penerimaan.
Informasi yang benar, diskusi bebas dengan cara mendengarkan,
berbicara dan komunikasi non-verbal meningkatkan penerimaan KB oleh
klien.
2. Menjamin Pilihan yang Cocok.
Konseling menjamin bahwa petugas dan klien akan memilih cara
yang terbaik sesuai dengan keadaan kesehatan dan kondisi klien.
3. Menjamin Penggunaan Cara yang Efektif.
Konseling yang efektif diperlukan agar klien mengetahui bagaimana
menggunakan cara KB yang benar, dan bagaimana mengatasi informasi
yang keliru dan/isu-isu tentang cara tersebut.

49
4. Menjamin Kelangsungan yang Lebih Lama.
Kelangsungan pemakaian cara KB akan lebih baik bila klien ikut
memilih cara tersebut, mengetahui bagaimana cara kerjanya dan
bagaimana mengatasi efek sampingnya. Kelangsungan pemakaian juga
lebih baik bila ia mengetahui bahwa ia dapat berkunjung kembali
seandainya ada masalah. Kadang-kadang klien hanya ingin tahu kapan ia
harus kembali untuk memperoleh pelayanan.

2.3. Manfaat Konseling


Konseling KB yang diberikan pada klien memberikan manfaat kepada
pelaksana kesehatan maupun penerima layanan KB dalam hal sebagai
berikut:
1. Klien dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan
kebutuhannya.
2. Puas terhadap pilihannya dan mengurangi keluhan atau penyesalan.
3. Cara dan lama penggunaan yang sesuai serta efektif.
4. Membangun rasa saling percaya.
5. Mengormati hak klien dan petugas.
6. Menambah dukungan terhadap pelayanan KB.
7. Menghilangkan rumor dan konsep yang salah.

2.4. Prinsip Konseling


1. Konseling harus dilakukan di tempat yang tenang dan membutuhkan
privasi dimana klien dan tenaga kesehatan dapat saling mendengarkan,
dengan waktu yang cukup untuk memastikan bahwa semua informasi
yang diperlukan, semua masalah klien, dan semua persyaratan medis
dibicarakan dan didiskusikan.
2. Kerahasiaan harus terjaga, baik kerahasiaan dalam proses konseling dan
dalam penanganan rekam medis klien.
3. Sangat penting konseling dilakukan dalam suasana yang tidak
menghakimi, penerimaan yang baik dan perduli.
4. Klien harus dapat memahami bahasa yang digunakan oleh tenaga
kesehatan (misalnya, dialek lokal, kosa kata sederhana dan sesuai
budaya, tidak ada terminologi medis yang sangat teknis).
5. Staf klinik harus menggunakan kemampuan komunikasi interpersonal
yang baik, termasuk kemampuan untuk bertanya secara efektif,
mendengarkan aktif, merangkum dan memparafrasekan komentar atau
masalah klien, serta menerapkan cara yang tidak menghakimi dan
bermanfaat.
6. Klien jangan sampai terbebani dengan informasi. Pesan yang paling
penting harus didiskusikan terlebih dahulu (misal, apa yang harus
dilakukan klien untuk menggunakan metode dengan benar dan aman)
serta singkat, sederhana, dan spesifik. Mengulangi informasi penting
adalah cara yang paling efektif untuk memperkuat pesan. Ulangi, ulangi,
ulangi.
7. Gunakan alat bantu audiovisual dan contoh alat kontrasepsi untuk
membantu klien memahami metode pilihannya dengan lebih baik.
8. Selalu melakukan verifikasi bahwa klien sudah mengerti apa yang telah
dibahas. Minta klien untuk mengulang kembali pesan atau instruksi yang
paling penting.

50
2.5. Jenis-Jenis Konseling
1. Konseling Umum
a. Biasanya berlangsung pada kunjungan pertama.
b. Kebutuhan klien didiskusikan.
c. Kekhawatiran klien dibahas.
d. Informasi umum tentang metode/opsi yang diberikan.
e. Pertanyaan dijawab.
f. Kesalahpahaman/mitos dibahas.
g. Pengambilan keputusan dan pilihan metode dimulai.

2. Konseling Spesifik/Konseling Individual.


a. Pelayanan konseling di klinik dilakukan untuk melengkapi dan sebagai
pemantapan hasil konseling umum.
b. Konseling spesifik dapat dilakukan oleh dokter/bidan/konselor.
Pelayanan konseling spesifik dilakukan di klinik dan diupayakan agar
diberikan secara perorangan di ruangan khusus. Sesuai bila privasi
dan kerahasiaan diperlukan.
c. Berikan salam dengan ramah.
d. Dengarkan tujuan kedatangan klien.
e. Tanyakan tentang kesehatan reproduksi dan riwayat kesehatan klien.
f. Tanyakan kepada klien apa yang mereka ketahui tentang keluarga
berencana dan jelaskan metode keluarga berencana, termasuk
keuntungan, kerugian, dan kemungkinan efek sampingnya.
g. Dorong klien untuk bertanya dan bantu klien memilih metode.
h. Jelaskan kepada klien bagaimana menggunakan metode yang
mereka pilih.
i. Minta klien untuk mengulangi kembali informasi penting.
j. Jadwalkan kunjungan ulang.

3. Konseling Pra dan Pasca-Tindakan.


Konseling pra dan pasca-tindakan dapat dilakukan oleh
operator/konselor/dokter/bidan. Pelayanan konseling ini juga dilakukan di
klinik secara perseorangan. Konseling ini meliputi penjelasan spesifik
tentang prosedur yang akan dilaksanakan (pra, selama dan pasca) serta
penjelasan lisan/instruksi tertulis asuhan mandiri.

a. Informed Choice.
- Merupakan bagian integral dari proses konseling dan berarti
bahwa seorang klien memiliki hak untuk memilih metode
keluarga berencana apa pun yang dia inginkan, berdasarkan
pemahaman yang jelas tentang manfaat dan risiko dari semua
metode yang ada, termasuk pilihan untuk tidak memilih atau
mengadopsi metode apapun.
- Untuk membuat pilihan yang benar-benar diinformasikan, klien
perlu mengetahui:
 Kisaran semua metode yang tersedia (ini mengasumsikan
bahwa berbagai metode sebenarnya tersedia, atau upaya
dilakukan untuk mendapatkan metode tersebut atau merujuk).
 Keuntungan/kerugian masing-masing metode.
 Kemungkinan efek samping/komplikasi.

51
 Tindakan pencegahan berdasarkan riwayat kesehatan
masing-masing.
 Informasi tentang risiko bila tidak menggunakan metode
kontrasepsi, seperti risiko yang terkait dengan
kehamilan/persalinan versus risiko yang terkait dengan
penggunaan kontrasepsi.
 Cara menggunakan metode yang dipilih dengan aman dan
efektif.

b. Informed Consent.
- Menerapkan bahwa klien telah diberi konseling secara
menyeluruh mengenai semua komponen yang dijelaskan di
bagian informed consent, dan berdasarkan informasi ini, dia
secara bebas dan sukarela setuju untuk menggunakan metode
yang telah dia pilih.
- Informed Consent merupakan hal yang sangat penting saat klien
memilih kontrasepsi bedah secara sukarela atau metode apa pun
yang mungkin memiliki komplikasi serius untuk klien tertentu
(misalnya, wanita berusia di atas 35 yang merokok dan ingin
menggunakan KOK).

c. Hak Dasar Semua Klien KB.


- Informasi: Hak untuk belajar tentang manfaat dan ketersediaan
keluarga berencana.
- Akses: Hak untuk mendapatkan layanan tanpa memandang jenis
kelamin, kepercayaan, warna kulit, status perkawinan, atau lokasi.
- Pilihan: Hak untuk memutuskan secara bebas apakah akan
mempraktikkan keluarga berencana dan metode mana yang akan
digunakan.
- Keamanan: Hak untuk bisa mempraktikkan keluarga berencana
yang aman dan efektif.
- Privasi: Hak untuk tetap terjaga privasinya selama dilakukan
konseling atau layanan.
- Kerahasiaan: Hak untuk memastikan bahwa informasi pribadi
akan tetap dirahasiakan.
- Martabat: Hak untuk diperlakukan dengan sopan, penuh
pertimbangan, dan perhatian.
- Kenyamanan: Hak untuk merasa nyaman saat menerima
layanan.
- Kontinuitas: Hak untuk menerima layanan kontrasepsi dan
persediaannya selama diperlukan.
- Opini: Hak untuk mengungkapkan pandangan atas layanan yang
ditawarkan.

d. Konsep Kunci Konseling


- Konseling adalah proses komunikasi dua arah dimana klien dan
tenaga kesehatan berpartisipasi secara aktif.
- Konseling adalah proses yang berkelanjutan dan harus menjadi
bagian dari setiap interaksi klien dan tenaga kesehatan.

52
- Keputusan untuk mengadopsi metode tertentu harus menjadi
keputusan yang sukarela dan diinformasikan oleh klien.
- Merupakan tanggung jawab tenaga kesehatan untuk
memastikan bahwa klien diberi informasi lengkap dan bebas
memilih dan menyetujui.
- Klien yang telah diberi informasi metode-metode pilihan adalah
klien yang puas dengan konseling yang diberikan dan
cenderung melanjutkan metode ini.
- Sifat insitif dari kesehatan reproduksi/keluarga berencana
mengharuskan hak klien terhadap privasi, kerahasiaan, rasa
hormat, dan martabat yang harus selalu terjamin.

2.6. Etika Konselor


Kode etik merupakan seperangkat aturan, kaidah–kaidah atau nilai-nilai
yang mengatur segala perilaku (tindakan dan perbuatan serta perkataan) dari
suatu profesi atau organisasi bagi para anggotanya. Atas dasar nilai yang
dianut oleh para konselor dan konseli, maka kegiatan layanan konseling dapat
berlangsung dengan arah yang jelas dan atas keputusan-keputusan yang
berlandaskan nilai-nilai. Para konselor seyogyanya berfikir dan bertindak atas
dasar nilai-nilai, etika pribadi dan profesional, dan prosedur yang legal. Dalam
hubungan inilah para konselor seharusnya memahami dasar-dasar etika
seorang konselor.
Ada 4 (empat) etika penting yang perlu diterapkan oleh seorang konselor
yaitu:
1. Profesional Responsibility.
Selama proses konseling berlangsung, seorang konselor harus
bertanggung jawab terhadap kliennya dan dirinya sendiri. Ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan yaitu:
a. Responding Fully, artinya konselor harus bertanggung jawab untuk
memberi perhatian penuh terhadap klien selama proses konseling.
b. Terminating Appropriately, artinya kita harus bisa melakukan terminasi
(menghentikan proses konseling) secara tepat.
c. Evaluating The Relationship, artinya relasi antara konselor dan klien
haruslah relasi yang terapeutik namun tidak menghilangkan yang
personal.
d. Counselor’s Responsibility to Themselves, artinya konselor harus
dapat membangun kehidupannya sendiri secara sehat sehingga ia
sehat secara spiritual, emosional dan fisikal.

2. Confidentiality.
Konselor harus menjaga kerahasiaan klien. Ada beberapa hal yang
perlu penjelasan dalam etika ini, yaitu yang dinamakan previleged
communication. Artinya konselor secara hukum tidak dapat dipaksa untuk
membuka percakapannya dengan klien, namun untuk kasus-kasus yang
dibawa ke pengadilan, hal seperti ini bisa bertentangan aturan dari etika
itu sendiri. Dengan demikian tidak ada kerahasiaan yang absolute.

53
3. Conveying Relevant Information to The Person in Counseling. Maksudnya
klien berhak mendapatkan informasi mengenai konseling yang akan
mereka jalani. Dalam hal ini informasi tersebut adalah:
a. Counselor Qualifications: Konselor harus memberikan informasi
tentang kualifikasi atau keahlian yang ia miliki.
b. Counseling Consequences: Konselor harus memberikan informasi
tentang hasil yang dicapai dalam konseling dan efek samping dari
konseling.
c. Time Involved in Counseling: Konselor harus memberikan informasi
kepada klien berapa lama proses konseling yang akan dijalani oleh
klien. Konselor harus bisa memprediksikan setiap kasus
membutuhkan berapa kali pertemuan. Misalnya: Konselor dan klien
bertemu seminggu sekali selama 15 kali, kemudian sebulan sekali,
dan setahun sekali.
d. Alternative to Counseling: Konselor harus memberikan informasi
kepada klien bahwa konseling bukanlah satu-satunya jalan untuk
menyelesaikan masalah yang sedang mereka alami, ketakutan-
ketakutan, sikap dan nilai seksualitas, KB, kontrasepsi atau tugas
sebagai orang tua, ada faktor lain yang berperan dalam hal tersebut,
misalnya motivasi konseli, dan lain-lain.

4. The Counselor Influence. Konselor mempunyai pengaruh yang besar


dalam relasi konseling, sehingga ada beberapa hal yang perlu konselor
waspadai yang akan mempengaruhi proses konseling dan mengurangi
efektifitas konseling. Hal-hal tersebut adalah:
a. The Counselor Needs: Kebutuhan-kebutuhan pribadi seorang
konselor perlu dikenali dan diwaspadai supaya tidak mengganggu
efektifitas konseling.
b. Authority: Pengalaman konselor dengan figur otoritas juga perlu
diwaspadai karena akan mempengaruhi proses konseling jika
konselinya juga figur otoritas.
c. Sexuality: Konselor yang mempunyai masalah seksualitas yang belum
terselesaikan akan mempengaruhi pemilihan konseli, terjadinya bias
dalam konseling, dan resistance atau negative transference.
d. The Counselor`s Moral and Religius Values: Nilai moral dan religius
yang dimiliki konselor akan mempengaruhi persepsi konselor
terhadap konseli yang bertentangan dengan nilai-nilai yang ia pegang.

Konseling merupakan proses bantuan yang sifatnya profesional. Setiap


pekerjaan yang sifatnya profesional tentu memiliki seperangkat aturan atau
pedoman yang mengatur arah dan gerak dari pekerjaan profesi tersebut. Hal
ini sering disebut etika. Konselor sebagai pelaksana dari pekerjaan konseling
juga terikat dengan etika. Etika merupakan standar tingkah laku seseorang,
atau sekelompok orang yang didasarkan atas nilai-nilai yang disepakati. Ada
beberapa aspek dalam membahas etika konseling antara lain:
1. Aspek Kesukarelaan.
2. Aspek Kerahasiaan.
3. Aspek Keputusan Oleh Konseli Sendiri.
4. Aspek Sosial Budaya.

54
Hubungan konselor dan konseli adalah hubungan yang menyembuhkan.
Sekalipun profesional, kita tidak boleh menghilangkan relasi personal,
misalnya berelasi sebagai teman. Kita harus mengetahui batasnya. Jika relasi
kita sebatas personal, kita hanya menjadi pendengar curahan hati. Relasi
antara konselor dan konseli tidak boleh terlalu personal yang menjadikan
konseli “over dependent”, atau terjadi relasi yang saling memanfaatkan. Jika
demikian, mengingat konselor adalah penanggungjawabnya, ia harus
menghentikan proses konseling itu.
Konselor sebaiknya berhati-hati juga ketika menyikapi hubungan pribadi
dengan konseli. Kedekatan yang berlebihan dengan konseli sering
menjadikan dia sangat bergantung kepada kita. Oleh sebab itu, kita harus bisa
menjaga jarak. Kita harus mengetahui tanda-tanda konseli mulai bergantung
kepada kita. Jika itu sudah terjadi, kita bisa tidak objektif lagi. Kita akan
kesulitan dalam melihat masalah konseli dan merefleksikan perasaannya
ketika relasi tersebut sudah menjadi terlalu personal. Jadi, relasi yang
dibangun di antara konselor dan konseli haruslah bersifat terapeutik.
Karakteristik konselor yang efektif, diantaranya:
1. Beritikad baik, prihatin terhadap keadaan orang lain dan bersedia
membantunya (termasuk menghadapkan dia dengan hal-hal yang belum
disadarinya).
2. Bersedia dan dapat hadir bersama konseli dalam pengalaman hidupnya,
entah suka maupun duka.
3. Menyadari dan menerima kelebihannya bukan dengan maksud untuk
menguasai atau mendominasi orang lain atau mengecilkan orang lain.
4. Menggunakan metode dan gaya berkonseling yang sesuai dengan
kepribadiannya sendiri.
5. Bersedia menanggung risiko, rela menjadi contoh, dalam hal ini bagi
konselinya. Bersedia disentuh secara emosional dan menyampaikannya
kepada konseli pada saat itu diperlukan.
6. Menghargai diri sendiri sehingga mampu berhubungan dengan orang lain.
Menggunakan kelebihannya dalam hal berhubungan dengan orang lain.
7. Bersedia menjadi contoh bagi konseli dan tidak menuntut konseli
melakukan sesuatu yang ia sendiri tidak mampu lakukan. Dituntut
kejujuran, keterbukaan, dan kesediaan mengoreksi diri sendiri.
8. Berani mengambil risiko untuk membuat kekeliruan dan berani
mengakuinya pula. Bersedia belajar dari kekeliruan itu tanpa mencela diri
sendiri.
9. Berorientasi pada pertumbuhan, tidak menganggap diri telah berjasa.

Seorang konselor yang efektif memiliki pengetahuan teknis yang kuat


tentang metode kontrasepsi:
1. Mengetahui semua aspek teknis dari metode keluarga berencana secara
menyeluruh.
2. Siap untuk menjawab pertanyaan sekitar kontrasepsi dan pertanyaan di
luar kontrasepsi dengan nyaman mengenai topik seperti mitos, rumor,
seksualitas, PMS, masalah reproduksi dan pribadi.
3. Mampu menggunakan alat bantu visual dan menjelaskan informasi teknis
dalam bahasa yang dipahami klien.
4. Mampu mengenali kapan harus merujuk klien ke spesialis atau penyedia
lainnya.

55
5. Seorang konselor yang efektif memiliki dan mampu menerapkan
keterampilan komunikasi interpersonal yang baik, dan teknik konseling.
6. Mampu membangun hubungan/berempati.
7. Mendengarkan secara aktif.
8. Mengajukan pertanyaan dengan jelas, menggunakan pertanyaan terbuka
dan tertutup.
9. Menjawab pertanyaan dengan jelas dan obyektif.
10. Mengenali dan menafsirkan isyarat non-verbal dan bahasa tubuh dengan
benar.
11. Menafsirkan, parafrase, dan merangkum komentar dan kekhawatiran klien
12. Menawarkan pujian dan dorongan.
13. Menjelaskan informasi dalam bahasa yang dipahami klien dengan cara
yang sesuai dengan budaya yang ada.

Beberapa hal penting berkaitan dengan etika konseling, diantaranya:


1. Etika dalam menggunakan tape recorder dalam proses wawancara.
Beberapa konselor kadang tidak menggunakan tape recorder karena
befikiran akan menimbulkan ketidakpercayaan dan ketidaknyamanan
pada konseli. Hasil rekaman wawancara yang dihasikan dapat membantu
konseli dalam menurunkan sedikit kecemasan yang dialaminya.
2. Adanya kecenderungan pihak tertentu untuk lebih mengutamakan
perlindungan hukum terhadap konseli dibanding berusaha secara baik
untuk membantu mereka melewati krisis. Pada poin ini sebetulnya
menegaskan bahwa sebaiknya konselor mengkomunikasikan batasan-
batasan proses konseling, sehingga konseli dapat memutuskan sejauh
mana informasi yang akan diberikan.
3. Proses konseling yang dijalani oleh konseli sebaiknya dilakukan karena
kemauan konseli itu sendiri, tanpa ada unsur perintah ataupun paksaan.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh konselor agar konseli
bersedia bekerjasama dengan baik dalam proses konseling yakni
menghadirkan kemungkinan-kemungkinan kepada konseli akan sesuatu
yang akan dicapai dalam konseling.

56
3.1. ABPK
Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK) saat ini sudah tersedia dan
merupakan lembar balik yang dikembangkan WHO, serta telah diadaptasikan
untuk konseling di Indonesia. ABPK membantu petugas melakukan konseling
sesuai dengan adanya tanda pengingat mengenai keterampilan konseling
yang perlu dilakukan dan informasi apa yang perlu diberikan yang disesuaikan
dengan kebutuhan klien.
ABPK sekaligus mengajak klien bersikap lebih partisipatif dan membantu
klien untuk mengambil keputusan (Saifuddin, 2006). Prinsip konseling yang
dipakai dalam ABPK adalah:
1. Klien yang membuat keputusan.
2. Provider membantu klien menimbang dan membuat keputusan yang
paling tepat bagi klien.
3. Sejauh memungkinkan keinginan klien dihargai/dihormati.
4. Provider menanggapi pernyataan ataupun kebutuhan klien.
5. Provider harus mendengar apa yang dikatakan klien untuk mengetahui
apa yang harus dilakukan klien.

ABPK juga mempunyai fungsi ganda sebagai berikut:


1. Membantu pengambilan keputusan metode KB.
2. Membantu pemecahan masalah dalam penggunaan KB.
3. Alat bantu visual untuk pelatihan provider (tenaga kesehatan) yang baru
bertugas.
4. Menyediakan referensi.
(BKKBN, 2011)

3.2. SKB KB
Pada sepuluh bulan pertama sejak Oktober 2015 hingga Juli 2016
intervensi pelayanan KBPP di 44 fasilitas program PilihanKu belum
menggunakan konseling dengan pendekatan Strategi Konseling Berimbang
(SKB). Strategi Konseling Berimbang mulai digunakan pada Agustus 2016
hingga sekarang, pada data digambarkan hingga Juli 2017. Konseling dengan
pendekatan SKB dapat meningkatkan persentase ibu yang menerima
konseling sebanyak 30%. Sebelum menggunakan Strategi Konseling
Berimbang hanya 40% ibu yang menerima konseling dan sesudah
menggunakan Strategi Konseling Berimbang meningkat menjadi 70%.
Peningkatan konseling ini juga berdampak pada adopsi metode KB yang pilih,
dimana ada peningkatan dua kali lipat pada adopsi KBPP yang sebelumnya
rata-rata 20%, meningkat menjadi rata-rata 40% setelah pengunaan Strategi
Konseling Berimbang.

57
Peningkatan adopsi KB ini terjadi hampir di semua metode, baik
penggunaan AKDR, implan maupun MOW untuk golongan MKJP, serta
penggunaan MAL sebagai metode lain yang juga dapat digunakan sebagai
pilihan pada KBPP.
Hal tersebut disebabkan karena konseling dengan menggunakan SKB
dilaksanakan lebih interaktif, fokus, berorientasi pada klien, menghemat waktu
dan informasi metode kontrasepsi di-update berdasarkan WHO Medical
Eligibility Criteria 2015. Serta didukung dengan penggunaan Aplikasi (Apps)
SKB yang akan lebih memudahkan konselor dalam melaksanakan konseling.
Penggunaan implan pasca persalinan meningkat lebih dari dua kali
setelah Strategi Konseling Berimbang dilakukan, demikian juga peningkatan
penggunaan AKDR. Adopsi Metode Kontrasepsi Jangka Panjang meningkat
dari sekitar 17 % menjadi 27 %. Demikian juga peningkatan penggunaan MAL
dari 4% menjadi 12%. Hal ini dipengaruhi dengan membaiknya interaksi
antara klien dan provider serta meningkatnya pengetahuan klien tentang jenis
metode kontrasepsi, efek samping serta kesesuaian kondisi kelayakan medis
menurut WHO Medical Eligibility Criteria (MEC) 2015.
Strategi Konseling Berimbang ini meningkatkan ketepatan interaksi
antara konselor kesehatan dengan klien pada pelayanan KB (KBPP/KBPK),
metode ini mudah untuk dilakukan, interaktif dan berorientasi kepada klien.
Perlu diperhatikan dalam melakukan konseling KB menggunakan SKB:
1. Keputusan siapakah yang lebih dominan dalam sebuah konseling?
2. Berapa lama sebuah konseling berlangsung?
3. Bagaimana pemahaman klien terhadap metode yang dipilihnya?

Metode SKB berorientasi pada keputusan klien, meningkatkan interaksi


antara konselor dan klien (client-provider interaction). Berdasarkan penelitian
Leon et al 1990, MCHIP 2014 Afhanistan, Ghana, Liberia & Malawi, di negara-
negara yang melakukan SKB sebagai metode konselingnya, program
konseling KB berjalan lebih baik.
1. Konseling yang berfokus pada klien ini memperlihatkan bahwa hak klien
dan hak konselor setara hal inilah yang dimaksud dengan “Balance”.
2. Pada konseling menggunakan SKB ini, keputusan benar-benar
berdasarkan keinginan klien tanpa dipengaruhi keinginan yang datang dari
konselor.

Strategi ini memungkinkan klien merasa terlibat dalam proses pemilihan


metode keluarga berencananya (ownership). Strategi Konseling Berimbang
menggunakan 3 alat bantu konseling (visual memory aids) yang terdiri dari:
1. Diagram bantu konseling SKB KB, untuk membantu keputusan.
2. Kartu konseling SKB KB yang berisikan informasi dasar dan metode KB.
3. Brosur metode KB yang berisi infomasi lengkap untuk setiap metode.

58
Langkah-langkah dalam konseling adalah:
1. Pendahuluan.
Langkah pendahuluan atau langkah pembuka merupakan kegiatan untuk
mencipatakan kontak, melengkapi data klien untuk merumuskan penyebab
masalah, dan menentukan jalan keluar.
2. Bagian Inti/Pokok.
Bagian inti/pokok dalam konseling mencakup kegiatan mencari jalan
keluar, memilih salah satu jalan keluar yang tepat bagi klien, dan melaksanakan
jalan keluar tersebut.
3. Bagian Akhir.
Bagian akhir kegiatan konseling merupakan kegiatan penyimpulan dari
seluruh aspek kegiatan dan pengambilan jalan keluar. Langkah tersebut
merupakan langkah penutupan dari pertemuan dan juga penetapan untuk
pertemuan berikutnya (Uripni, 2002).

Tenaga Kesehatan harus mengingat ROLES saat berkomunikasi dengan


klien:

R Relax: Membuat klien santai dengan menggunakan ekspresi wajah yang


menunjukkan kepedulian.
O Open Up: Bukalah pembicaraan klien dengan menggunakan nada suara
yang hangat dan penuh perhatian.
L Lean Towards: berbicara mendekatkan diri ke arah klien, tidak menjauh
dari mereka.
E Establish and Maintain: Memulai dan mempertahankan kontak mata
dengan klien.
S Smile: Senyum.

4.1. GATHER
Gallen dan Leitenmaier memberikan satu akronim yang dapat dijadikan
panduan bagi petugas klinik KB untuk melakukan konseling. Akronim tersebut
adalah GATHER yang merupakan singkatan dari:

59
G Greet: Berikan salam, mengenalkan diri dan membuka komunikasi.
A Ask atau Assess: Menanyakan keluhan atau kebutuhan pasien dan
menilai apakah keluhan/keinginan yang disampaikan memang sesuai
dengan kondisi yang dihadapi.
T Tell: Beritahukan bahwa persoalan pokok yang dihadapi oleh pasien
adalah seperti yang tercermin dari hasil tukar informasi dan harus
dicarikan upaya penyelesaian masalah tersebut.
H Help: Bantu pasien untuk memahami masalah utamanya dan
masalah itu yang harus diselesaikan. Jelaskan beberapa cara yang
dapat menyelesaikan masalah tersebut, termasuk keuntungan dan
keterbatasan dari masing-masing cara tersebut. Minta pasien untuk
memutuskan cara terbaik bagi dirinya.
E Explain: Jelaskan bahwa cara terpilih telah diberikan atau dianjurkan
dan hasil yang diharapkan mungkin dapat segera terlihat atau
diobservasi beberapa saat hingga menampakkan hasil seperti yang
diharapkan. Jelaskan pula siapa dan dimana pertolongan lanjutan
atau darurat dapat diperoleh.
R Refer dan Return Visit: Rujuk apabila fasilitas ini tidak dapat
memberikan pelayanan yang sesuai atau buat jadwal kunjungan ulang
apabila pelayanan terpilih telah diberikan.

4.2. SATU TUJU


Dalam memberikan konseling, khususnya bagi calon klien KB yang baru
hendaknya dapat diterapkan enam langkah yang sudah dikenal dengan kata
kunci SATU TUJU. Penerapan Satu Tuju tersebut tidak perlu dilakukan secara
berulang-ulang karena konselor harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan
klien.
SATU TUJU adalah alat bantu untuk mengingat langkah-langkah dasar
proses konseling dan menambahkan struktur pada aktifitas yang kompleks.
SATU TUJU ini dapat disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan masing-masing
klien. Berikut ini adalah elemen yang digunakan pada sesi konseling yang
baik:

Sa Sapa klien dengan cara yang ramah, membantu, dan penuh hormat.
T Tanyakan klien tentang kebutuhan keluarga berencana,
kekhawatiran, dan alat kontrasepsi yang digunakan sebelumnya.
U Uraikan kepada klien tentang pilihan dan metode kontrasepsi yang
berbeda.
Tu Bantu klien untuk membuat keputusan tentang pilihan metode yang
dia inginkan.
J Jelaskan kepada klien bagaimana cara menggunakan metode ini.
U Jadwalkan dan lakukan kunjungan ulang dan tindak lanjut klien.

60
Contoh Tugas yang Dilakukan Pada Setiap Langkah

Sapa & Salam:


1. Ucapkan salam dan daftarkan klien.
2. Siapkan rekam medik klien.
3. Tentukan tujuan kunjungan.
4. Berikan perhatian penuh kepada klien.
5. Yakinkan klien bahwa semua informasi yang dibahas akan bersifat
rahasia.
Tanyakan:
1. Tanyakan klien tentang kebutuhannya.
2. Tuliskan usia klien, status perkawinan, jumlah kehamilan dan persalinan
sebelumnya, jumlah anak yang masih hidup, riwayat medis dasar,
penggunaan metode keluarga berencana sebelumnya, riwayat dan risiko
PMS.
3. Kaji apa yang klien ketahui tentang metode keluarga berencana.
4. Tanyakan kepada klien apakah ada metode tertentu yang dia minati.
5. Diskusikan kekhawatiran klien tentang risiko dan manfaat metode modern
(hilangkan rumor dan kesalahpahaman).
Uraikan:
1. Beritahu klien tentang metode yang tersedia.
2. Jelaskan bagaimana setiap metode bekerja, keuntungan dan manfaat dan
kemungkinan efek samping dan kerugiannya.
3. Jawab kekhawatiran dan pertanyaan klien.
Bantu:
1. Bantu klien untuk memilih metode.
2. Ulangi informasi jika perlu.
3. Jelaskan setiap prosedur atau tes laboratorium yang akan dilakukan.
4. Periksa klien.
5. Jika ada alasan yang ditemukan pada pemeriksaan atau saat menggali
riwayat lebih rinci ternyata klien tidak dapat menggunakan metode yang
dipilihnya, bantu klien memilih metode lain.
Jelaskan:
1. Jelaskan bagaimana cara menggunakan metode (bagaimana, kapan,
dimana).
2. Jelaskan kepada klien bagaimana dan kapan dia bisa/harus mendapatkan
re-supply dari metode ini, jika perlu.
Ulang:
1. Pada tindak lanjut atau kunjungan kembali tanyakan kepada klien apakah
dia masih menggunakan metode ini.
2. Jika jawabannya ya, tanyakan padanya apakah dia mengalami masalah
atau efek samping dan jawab pertanyaannya, selesaikan masalah, jika
mungkin.
3. Jika jawabannya tidak, tanyakan mengapa dia berhenti menggunakan
metode ini dan beri nasihat kepada klien untuk melihat apakah ingin
mencoba metode lain atau tetap menggunakan metode yang sama lagi.
4. Pastikan dia menggunakan metode ini dengan benar.

61
62
STRATEGI KONSELING BERIMBANG
KELUARGA BERENCANA (SKB KB)

A. DESKRIPSI SINGKAT
Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan
Keluarga Berencana. Dengan melakukan konseling, maka konselor membantu
klien dalam memilih kontrasepsi yang akan digunakan. Penyampaian informasi
yang jelas dan benar mengenai metode KB dapat membantu klien mengenal
kebutuhannya, untuk memilih solusi terbaik dan membuat keputusan yang
paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi. Konseling yang baik akan
membantu klien menggunakan kontrasepsi lebih lama dan meningkatkan
keberhasilan KB.
Metode konseling yang diperkenalkan dalam pelatihan ini adalah Strategi
Konseling Berimbang yang lebih berfokus pada klien dengan waktu yang lebih
singkat dan lebih efektif sehingga memungkinkan tenaga kesehatan mampu
memberikan konseling yang lebih berkualitas.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu
melakukan konseling menggunakan Strategi Konseling Berimbang
Keluarga Berencana (SKB KB).
2. Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mengikuti materi ini, peserta
mampu:
a. Menjelaskan gambaran umum Strategi Konseling Berimbang Keluarga
Berencana.
b. Melakukan penapisan kelayakan medis dengan Diagram Lingkaran
Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi (Medical
Eligibility Criteria for Contraceptive Use) menurut WHO MEC Edisi 2,
2017.
c. Mempraktikkan Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana.

C. POKOK BAHASAN
1. Gambaran Umum Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana.
1.1. Dasar Pengembangan Strategi Konseling Berimbang Untuk
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Konseling Keluarga Berencana.
a. Tujuan.
b. Manfaat .
1.2. Waktu dan Jarak Kehamilan yang Sehat.
2. Penapisan Kelayakan Medis dengan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan
Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi Menurut WHO MEC Edisi 2, 2017.
2.1. Pengertian.
2.2. Tujuan.
2.3. Ruang Lingkup.
2.4. Langkah-Langkah.
2.5. Aplikasi MEC-WHEEL.
3. Praktik SKB KB.
3.1. Diagram Bantu Konseling SKB KB.
3.2. Kartu Konseling SKB KB.
3.3. Brosur Metode KB.

63
D. BAHAN BELAJAR
1. Modul.
2. Bahan Tayang.
3. Komputer/Laptop.
4. LCD.
5. Flipchart.
6. White Board.
7. ATK.
8. Diagram Bantu Konseling SKB KB.
9. Kartu Konseling SKB KB.
10. Brosur Metode KB.
11. Panduan Role Play.
12. Panduan PKL.
13. Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan
Kontrasepsi Menurut WHO MEC Edisi 2, 2017.

E. LANGKAH – LANGKAH PEMBELAJARAN


Langkah-langkah kegiatan pembelajaran ini menguraikan tentang
kegiatan fasilitator dan peserta dalam proses pembelajaran selama sesi ini
berlangsung teori (6 JPL x 45 menit = 270 menit), praktik di kelas (10 JPL x 45
menit = 450 menit), dan praktik lapangan (8 JPL x 45 menit = 360 menit), adalah
sebagai berikut:

Langkah 1. Pengkondisian (10 menit).


1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja dan materi yang akan disampaikan.
2. Menciptakan suasana nyaman dan mendorong kesiapan peserta untuk
menerima materi dengan menyepakati proses pembelajaran.
3. Dilanjutkan dengan penyampaian judul materi, deskripsi singkat, tujuan
pembelajaran serta ruang lingkup pokok bahasan yang akan dibahas pada
sesi ini dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Penyampaian Pokok Bahasan 1 (60 menit).


1. Kegiatan Fasilitator.
a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang gambaran umum
Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana.
b. Penyampaian dan pembahasan Pokok Bahasan 1 yaitu Gambaran
Umum Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana:
- Sub-Pokok Bahasan 1. Dasar Pengembangan Strategi Konseling
Berimbang (SKB) Untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan
Konseling Keluarga Berencana:
 Tujuan.
 Manfaat.
- Sub-Pokok Bahasan 2. Waktu dan Jarak Kehamilan yang Sehat.

64
2. Kegiatan Peserta.
a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator.
b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi tersebut.
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum
dipahami.

Langkah 3. Penyampaian Pokok Bahasan 2 (90 menit).


1. Kegiatan Fasilitator.
a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang penapisan
kelayakan medis dengan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis.
Dalam Penggunaan Kontrasepsi menurut WHO MEC Edisi 2, 2017.
b. Penyampaian dan pembahasan Pokok Bahasan 2 yaitu Penapisan
kelayakan medis dengan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis
Dalam Penggunaan Kontrasepsi menurut WHO MEC Edisi 2, 2017.
- Sub-Pokok Bahasan 1. Pengertian.
- Sub-Pokok Bahasan 2. Tujuan.
- Sub-Pokok Bahasan 3. Ruang Lingkup.
- Sub-Pokok Bahasan 4. Langkah-Langkah.
- Sub-Pokok Bahasan 5. Aplikasi MEC-Wheel.
c. Memberikan contoh penggunaan Diagram Lingkaran Kriteria
Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi.
2. Kegiatan Peserta.
a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator.
b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi.
c. Melakukan latihan penggunaan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan
Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi menurut WHO MEC Edisi 2,
2017.
d. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum
dipahami.

Langkah 4. Penyampaian Pokok Bahasan 3 (90 menit).


1. Kegiatan Fasilitator.
a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi).
b. Penyampaian dan pembahasan Pokok Bahasan 3 yaitu Praktik Strategi
Konseling Berimbang Keluarga Berencana:
- Sub-Pokok Bahasan 1. Diagram Bantu Konseling SKB KB.
- Sub-Pokok Bahasan 2. Kartu Konseling SKB KB.
- Sub-Pokok Bahasan 3. Brosur Metode KB.
2. Kegiatan Peserta.
a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator.
b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi konseling.
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum
dipahami.

Langkah 5. Praktik Kelas (10 JPL x 45 menit = 450 menit).


1. Kegiatan Fasilitator
a. Memberi contoh dengan melakukan role play kepada peserta latih.
b. Mendampingi peserta latih saat melakukan role play dalam kelompok
kecil.
c. Melakukan penilaian individu menggunakan daftar tilik SKB KB.

65
2. Kegiatan Peserta.
a. Melakukan role play dalam kelompok kecil.
b. Peserta melakukan role play SKB KB untuk dilakukan pengambilan
penilaian individu menggunakan daftar tilik.

Langkah 6. Rangkuman dan Evaluasi Hasil Belajar (20 menit).


1. Mengadakan evaluasi dengan melemparkan 3 pertanyaan sesuai topik
pokok bahasan secara acak kepada peserta.
2. Memperjelas jawaban peserta terhadap masing-masing pertanyaan yang
telah diajukan sebelumnya.
3. Bersama peserta merangkum poin-poin penting dari hasil proses
pembelajaran.
4. Membuat kesimpulan dapat dilakukan sendiri oleh fasilitator atau membuat
kesimpulan dengan mengajak peserta secara bersama-sama.
5. Fasilitator menutup sesi ini, dengan memberikan apresiasi kepada seluruh
peserta.

Langkah 7. Praktik Lapangan (8 JPL x 45 menit = 360 menit).


1. Kegiatan Fasilitator.
a. Membagi peserta latih sesuai dengan lahan praktik (Puskemsas).
b. Setiap Puskesmas terdiri dari 8-10 orang dengan pendaping PL (2
orang).
c. Melakukan persiapan peserta untuk kegiatan praktik lapangan beserta
sarana dan pra sarana.
d. Mempersiapkan lembar penilaian dengan daftar tilik.
e. Menyampaikan panduan praktik lapangan kepada peserta latih.
2. Kegiatan Peserta.
a. Melakukan persiapan praktik lapangan.
b. Peserta melakukan praktik lapangan sesuai dengan panduan yang
sudah di jelaskan oleh fasilitator.

F. URAIAN MATERI
(Diuraikan secara detail pada Pokok Bahasan 1 sampai dengan 3 di halaman
berikutnya).

66
1.1. Dasar Pengembangan Strategi Konseling Berimbang (SKB) Untuk
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Konseling Keluarga Berencana.
Berdasarkan data SDKI, Angka Fertilitas Total (TFR) berada pada 2,6
pada periode (2002-2012). Sedangkan angka kesertaan KB aktif (semua
metode) dalam priode 5 tahun (2007-2012) hanya meningkat 0,5% dari 61,4%
menjadi 61,9%. Untuk mengkoreksi angka-angka tersebut dibutuhkan suatu
usaha agar menumbuhkan kesadaran ber-KB. Salah satu upaya
menumbuhkan kesadaran ber-KB dapat dilakukan melalui pemberian layanan
Konseling KB yang berkualitas dan berorientasi pada kebutuhan klien dalam
memilih salah satu metode kontrasepsi.
Data SDKI 2012 tentang konseling KB menunjukkan bahwa konselor
kesehatan yang menjelaskan tentang efek samping hanya sebesar 36,5%,
konselor kesehatan yang menjelaskan tentang bagaimana mengatasi efek
samping hanya sebesar 29,4%, dan konselor kesehatan yang menjelaskan
tentang metode alternatif bila mengalami efek samping juga hanya sebesar
51,3%. Sedangkan Survei Midline yang dilakukan Program PilihanKu juga
menunjukkan hal yang tidak jauh berbeda, konselor kesehatan yang
menjelaskan tentang efek samping hanya sebesar 27,8%, konselor kesehatan
yang menjelaskan tentang bagaimana mengatasi efek samping hanya
sebesar 23,1%, dan konselor kesehatan yang menjelaskan tentang metode
alternatif bila mengalami efek samping juga hanya sebesar 23,9%. Data-data
di atas ini menunjukkan bahwa kualitas konseling KB yang dilakukan tenaga
kesehatan masih perlu ditingkatkan.
Pada akhir tahun 1990, Population Council’s bekerjasama dengan
beberapa kementerian kesehatan negara-negara di Amerika Latin (Peru dan
Guatemala) mengembangkan dan menguji sebuah praktek konseling yang
ramah terhadap klien, interaktif dan berfokus pada kebutuhan klien dalam
melakukan pelayanan keluarga berencana yang kemudian dikenal sebagai
Konseling Strategi Berimbang/Balance Counseling Strategy (BCS) (León et al.
2004).
Latar belakang dikembangkannya Strategi Konseling Berimbang
berawal dari negara Peru pada tahun 2000, dimana tenaga kesehatan di Peru
dulunya masih memiliki strategi konseling yang belum berpusat pada
kebutuhan klien, sehingga saat pemerintah ingin meningkatkan kualitas
keluarga berencana, mereka menambahkan Strategi Konseling Berimbang
sebagai salah satu strategi konseling:
1. Memulai dengan salam yang hangat.
2. Mendiagnosis kebutuhan klien.
3. Membantu memilihkan metode KB yang tepat.
4. Verifikasi pilihan klien.
5. Memberikan sambutan hangat terhadap pilihan ibu.

67
Pada studi yang dilakukan di Peru, disebutkan bahwa penjelasan semua
metode KB saat dilakukan konseling, seringkali membuat klien menjadi
bingung dan hal ini juga membuat informasi penting seperti kondisi medis,
bagaimana memilih metode dan efek samping seringkali terabaikan.
Strategi yang dievaluasi di beberapa negara ini mendorong partisipasi
aktif klien. Konselor kesehatan menanyakan pertanyaan-pertanyaan kunci
kepada klien. Jawaban klien terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut
memandu jalannya konseling sehingga akan bersifat spesifik untuk situasi
kehidupan dan keinginan klien. Pengembangan ini didasari dari sebuah
penelitian di tahun 1999 dimana pada konseling KB sering ditemukan kondisi
konselor gagal untuk mendiskusikan keinginan klien, konselor sering
memberikan informasi yang berlebihan, informasi yang diberikan terhadap
metode yang dipilih klien jarang diberikan.(Leon, 1999). Balance Counseling
Strategi di kembangkan untuk meningkatkan layanan konseling dan terjadinya
interaksi antara konselor dan klien Client Provider interaction (CPI) dalam
melakukan layanan konseling keluarga berencana.
Pada awal tahun 2016, penggunaan BCS atau di Indonesia disebut
Strategi Konseling Berimbang (SKB) mulai dikembangkan dan diadaptasi
penggunaannya untuk memperkuat layanan Konseling KB Pasca Persalinan
(KBPP) pada Program PilihanKu. Adaptasi BCS+KB Pasca Persalinan
(KBPP) ini dilakukan juga berdasarkan temuan lapangan pada 44 fasilitas
program PilihanKu dimana konseling yang umumnya dilakukan sering tidak
mencapai kualitas yang diharapkan seperti kurang interaktif, tidak berfokus
pada kebutuhan klien, memberikan informasi yang tidak efektif dan jelas
seperti efek samping dan kriteria medis yang tidak sesuai dengan WHO
Medical Eligibility Criteria tahun 2015. Hal hal tersebut mempengaruhi kualitas
konseling dan adopsi KBPP oleh klien. Disamping hal tersebut kendala lainnya
seperti melakukan konseling tanpa menggunakan alat bantu pengambil
keputusan (ABPK), konseling yang tidak terstruktur, dominasi konselor dan
waktu yang dibutuhkan dalam sebuah konseling cukup panjang sehingga
sering menjadi penyebab rendahnya kualitas konseling KBPP yang diberikan.
Data berikut ini akan menunjukan hubungan antara penggunaan konseling
strategi berimbang dengan peningkatan persentase konseling yang dilakukan
dan peningkatan adopsi metode KBPP dibandingkan dengan sebelum strategi
konseling berimbang dilakukan pada 44 fasilitas program KBPP PilihanKu.

68
Pada sepuluh bulan pertama sejak Oktober 2015 hingga Juli 2016
intervensi pelayanan KBPP di 44 fasilitas program PilihanKu belum
menggunakan konseling dengan pendekatan Strategi Konseling Berimbang
(SKB). Strategi Konseling Berimbang mulai digunakan pada Agustus 2016
hingga sekarang, pada data di atas di gambarkan hingga Juli 2017. Bila
dibandingkan persentase rata-rata ibu yang menerima konseling antara
sebelum dan sesudah penggunaan Strategi Konseling Berimbang maka
didapati perbedaan sekitar 30% peningkatan persentase ibu yang menerima
konseling, sebelum menggunakan Strategi Konseling Berimbang (SKB) rata-
rata konseling 40% dan sesudah pengunaan SKB meningkat menjadi 70%.
Peningkatan konseling ini juga berdampak pada adopsi metode KB yang pilih,
dimana ada peningkatan dua kali lipat pada adopsi KBPP yang sebelumnya
rata rata 20% meningkat menjadi rata-rata 40% setelah pengunaan Strategi
Konseling Berimbang.
Peningkatan adopsi KB ini terjadi hampir di semua metode, baik
penggunaan AKDR, implan maupun MOW untuk golongan MKJP serta
penggunaan MAL sebagai metode lain yang juga dapat digunakan sebagai
pilihan pada KBPP sebagimana tergambar pada grafik data di bawah ini.

Hal tersebut di atas disebabkan karena konseling dengan menggunakan


SKB dilaksanakan lebih interaktif, fokus, berorientasi pada klien, menghemat
waktu dan informasi metode kontrasepsi di-update berdasarkan WHO Medical
Eligibility Criteria 2015. Serta didukung dengan penggunaan Apps SKB yang
akan lebih memudahkan konselor dalam melaksanakan konseling.
Penggunaan implan pasca-persalinan meningkat lebih dari dua kali
setelah Strategi Konseling Berimbang dilakukan, demikian juga peningkatan
penggunaan AKDR. Adopsi Metode Kontrasepsi Jangka Panjang meningkat
dari sekitar 17% menjadi 27%. Demikian juga peningkatan penggunaan MAL
dari 4% menjadi 12%.
Hal ini dipengaruhi dengan membaiknya interaksi antara klien dan
provider serta meningkatnya pengetahuan klien tentang jenis metode
kontrasepsi, efek samping serta kesesuaian kondisi kelayakan medis menurut
WHO Medical Eligibility Criteria (MEC) 2015.

69
Strategi Konseling Berimbang ini meningkatkan ketepatan interaksi
antara konselor kesehatan dengan klien pada pelayanan KB (KBPP/KBPK),
metode ini mudah untuk dilakukan, interaktif dan berorientasi kepada klien.
Perlu diperhatikan dalam melakukan konseling KB menggunakan SKB:
1. Keputusan siapakah yang lebih dominan dalam sebuah konseling?
2. Berapa lama sebuah konseling berlangsung?
3. Bagaimana pemahaman klien terhadap metode yang dipilihnya?

Metode SKB berorientasi pada keputusan klien, meningkatkan interaksi


antara Konselor dan klien (client-provider interaction). Berdasarkan penelitian
Leon et al 1990, MCHIP 2014 Afhanistan, Ghana, Liberia, & Malawi di negara-
negara yang melakukan SKB sebagai metode konselingnya, program
konseling KB berjalan lebih baik.
1. Konseling yang berfokus pada klien ini memperlihatkan bahwa hak klien
dan hak konselor setara hal inilah yang dimaksud dengan “Balance”.
2. Pada konseling menggunakan SKB ini, keputusan benar-benar
berdasarkan keinginan klien tanpa dipengaruhi keinginan yang datang dari
konselor.

Strategi ini memungkinkan klien merasa terlibat dalam proses pemilihan


metode keluarga berencananya (ownership). Strategi Konseling Berimbang
menggunakan 3 alat bantu konseling (visual memory aids) yang terdiri dari:
1. Diagram Bantu Konseling SKB KB, berisi pertanyaan-pertanyan kunci,
langkah-langkah, petunjuk dalam menjalankan proses konseling serta
bagaimana proses menyimpan dan menyingkirkan kartu konseling.
2. Kartu Konseling SKB KB yang berisikan informasi dasar dan metode KB.
3. Brosur metode KB yang berisi infomasi lengkap untuk setiap metode.

Klien dapat memilih metode yang paling sesuai dan memenuhi


kebutuhannya saat ini. Untuk melanjutkan konseling dengan menggunakan
metode ini, konselor harus bereaksi dan merespon terhadap jawaban-jawaban
klien yang dimana konselor menggunakan Diagram sebagai alat bantu.
Diagram Bantu adalah alat untuk memandu konselor dalam menjalankan
proses konseling. Diagram ini berisi langkah-langkah dan petunjuk dalam
menjalankan proses konseling. Pada Diagram akan didapati petunjuk-
petunjuk seperti pertanyaan-pertanyaan penting dan bagaimana proses
pemakaian (disimpan) dan proses tidak digunakan (disingkirkan) kartu
konseling tersebut. Diagram yang terdiri dari petunjuk-petunjuk langkah yang
tertulis di dalam box memiliki tiga warna berbeda, warna-warna ini
menunjukkan tahapan dalam langkah Strategi Konseling Berimbang, dimana
warna kuning menunjukkan tahap sebelum pemilihan, warna hijau
menunjukkan tahap pemilihan dan warna biru menunjukkan tahap setelah
pemilihan.

70
Dalam penggunaan Diagram Bantu Konseling SKB KB, konselor juga
akan menggunakan alat bantu lainnya yaitu Kartu Konseling SKB KB. Kartu
Konseling adalah alat yang digunakan untuk memberikan informasi singkat
kepada klien, dimana kartu konseling ini berisi gambaran umum informasi
mengenai setiap metode kontrasepsi mengenai seberapa efektif metode
tersebut dan gambar atau foto sederhana sehingga klien bisa melihat bentuk
dari metode tersebut. Kartu konseling tidak akan membuat klien kewalahan
oleh informasi yang terlalu banyak.
Kartu konseling SKB KB dan brosur metode KB ini telah di edit untuk
memasukkan norma dan pedoman keluarga berencana internasional terbaru
seperti yang direkomendasikan oleh WHO, termasuk Family Planning: A
Global Handbook for Provider (WHO/RHR dan JHU/CCP, info project 2007)
dan Medical Eligibility Criteria (Kriteria Kelayakan Medik) WHO MEC Edisi 2,
2017.
Strategi konseling berimbang ini digunakan oleh tenaga kesehatan yang
tertarik untuk menerapkan konseling KB dengan menyederhanakan alat
pengambilan keputusan dan respon klien yang sesuai dengan kebutuhan
reproduksi klien. Terdapat 10 metode KB yang terdapat dalam brosur dan
terwakili oleh kartu-kartu konseling. Kartu konseling ini membantu klien dan
tenaga kesehatan untuk memfokuskan pada metode yang sesuai dengan
kebutuhan klien. Setelah klien menentukan metode yang dipilihnya maka
tenaga kesehatan akan memberikan brosur metode pilihannya untuk dibawa
pulang.
Jika jawaban menunjukkan bahwa suatu metode tidak sesuai untuk
klien, konselor segera menyingkirkan kartu konseling untuk pilihan metode KB
tersebut sambil menjelaskan mengapa pilihan tersebut disingkirkan. Misalnya,
jika ibu mengatakan bahwa ia masih ingin menambah anak, konselor
menyingkirkan kartu metode kontrasepsi mantap dan menjelaskan bahwa
metode tersebut akan membuat ibu tidak dapat menambah anak lagi.
Klien diminta untuk memilih di antara kartu yang kelihatannya sesuai
dengan kebutuhannya berdasarkan jawaban-jawaban yang ia berikan.
Setelah ia memilih, konselor mengambil brosur metode dan mengkajinya
bersama klien. Brosur metode berisi informasi yang lebih rinci seperti efek
samping, cara menggunakan metode dan kondisi medis yang jika dialami oleh
ibu akan membuat ia tidak sesuai untuk metode ini. Klien dapat menerima atau
menolak metode ini setelah ia mempelajari informasi mengenai metode
tersebut. Proses ini berlanjut sampai klien memilih metode yang sesuai untuk
dirinya dan ia menerima informasi rinci mengenai metode tersebut.

Tujuan
Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan KB
dan kesehatan reproduksi. Konseling bertujuan membantu klien dalam
memilih dan memutuskan jenis metode kontrasepsi yang akan digunakan
sesuai dengan pilihannya. Konseling yang baik akan membantu klien dalam
menggunakan kontrasepsi lebih lama dan meningkatkan keberhasilan KB.

71
Manfaat
Manfaat melakukan konseling dengan menggunakan Strategi Konseling
Berimbang adalah:
1. Meningkatkan kepuasan klien terhadap metode yang dipilih, penggunaan
kontrasepsi yang lebih baik dan berkelanjutan dengan tepat.
2. Tercapainya tujuan kesehatan reproduksi, seperti berhasil menjarangkan
atau membatasi kehamilan (Huntington, Lettenmaier, and Obeng-Quaidoo
1990; Barge, Patel, and Khan 1995; Costello et al 2001; Sathar et al 2005.
3. Waktu dilakukannya konseling menjadi lebih efektif dan efisien.

1.2. Waktu dan Jarak Kehamilan yang Sehat


Healthy Timing and Spacing of Pregnancy (HTSP) atau Waktu dan Jarak
Kehamilan yang Sehat adalah intervensi untuk membantu wanita dan keluarga
untuk menunda atau memberikan jarak pada kehamilan mereka agar
mendapatkan hasil yang paling sehat bagi wanita, bayi baru lahir, bayi, dan
anak-anak, dalam konteks pilihan yang bebas setelah mendapatkan informasi
yang cukup, dengan mempertimbangkan kesuburan dan jumlah anak yang
diinginkan.
Beberapa tahun terakhir USAID telah mendanai serangkaian penelitian
tentang penjarakkan kehamilan dan hasilnya terhadap kesehatan. Tujuan dari
penelitian tersebut adalah untuk melakukan penelian dari data dan bukti yang
didapatkan, efek dari menjarakkan kehamilan pada kesehatan ibu, bayi baru
lahir dan anak. Pada bulan Juni 2005, WHO menyelenggarakan panel yang
terdiri dari 30 ahli untuk melakukan tinjauan pada enam penelitian USAID.
Berdasarkan tinjauan para ahli, dihasilkan dua rekomendasi untuk WHO:
1. Setelah persalinan, ibu harus memberikan jarak paling tidak 24 bulan
atau 2 tahun untuk kehamilan berikutnya, untuk menghindari risiko
kesehatan yang buruk bagi ibu dan bayinya.
2. Setelah keguguran, ibu harus memberikan jarak paling tidak enam bulan
untuk kehamilan berikutnya, untuk menghindari risiko kesehatan yang
buruk bagi ibu dan bayinya.

Studi kualitatif yang dilakukan oleh USAID di Pakistan, India, Bolivia, dan
Peru menunjukkan bahwa wanita dan pasangannya tertarik untuk mengetahui
kapan waktu yang paling sehat untuk hamil dan kapan waktu yang sehat untuk
melahirkan. Oleh karena itu, waktu dan jarak kehamilan yang sehat berbeda
dari pendekatan jarak kelahiran sebelumnya yang merujuk pada interval
setelah kelahiran hidup dan kapan melahirkan. Waktu dan jarak kehamilan
yang sehat juga memberikan panduan tentang usia paling sehat untuk
kehamilan pertama. Dengan demikian, waktu dan jarak kehamilan yang sehat
mencakup konsep siklus reproduksi yang lebih luas mulai dari usia paling
sehat untuk kehamilan pertama pada remaja, untuk jarak kehamilan
berikutnya setelah kelahiran hidup, stillbirth, keguguran–mampu mencakup
semua interval terkait kehamilan dalam kehidupan reproduksi wanita.

Dasar Pemikiran Waktu dan Jarak Kehamilan yang Sehat


Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kehamilan dengan jarak yang
dekat, berkontribusi terhadap kesehatan ibu dan perinatal yang buruk. Seperti
ditunjukkan pada Tabel 1, risikonya sangat tinggi bagi wanita yang hamil
segera setelah kehamilan atau keguguran sebelumnya.

72
Tabel 1. Risiko Kesehatan pada Jarak Kehamilan yang Sangat Pendek,
Dibandingkan dengan Jarak Kehamilan pada Kelompok
Referensi atau Kelompok Kontrol yang Digunakan dalam
Penelitian.
PENINGKATAN RISIKO PADA JARAK KEHAMILAN ENAM BULAN SETELAH PERSALINAN
TERAKHIR
Komplikasi Kesehatan Peningkatan Risiko
Induced Abortion 650 %
Keguguran 230 %
Kematian Bayi Baru Lahir (< 9 Bulan) 170 %
Kematian Maternal 150 %
Prematuritas 70 %
Stillborn 60 %
BBLR 60 %
PENINGKATAN RISIKO PADA JARAK KEHAMILAN KURANG DARI ENAM BULAN SETELAH
KEGUGURAN
Peningkatan Risiko Pada jarak kehamilan Peningkatan Risiko pada jarak
1-2 bulan kehamilan 3-5 bulan
BBLR 170 % 140 %
Anemia Kehamilan 160 % 120%
Prematuritas 80 % 40 %
Sumber: Conde-Agudelo, et al, 2000, 2005, 2006; Da Vanzo, et al, 2004, Razzaque, et al, 2005;
Rutstein, 2005

Jarak kehamilan yang terlalu panjang (> 5 tahun) juga berkontribusi


dengan risiko komplikasi bagi ibu dan bayi. Dengan demikian, melalui promosi
waktu dan jarak kehamilan yang sehat, ada potensi untuk secara signifikan
mengurangi risiko bagi ibu dan anak.
Waktu dan jarak kehamilan yang sehat merupakan aspek KB yang terkait
dengan kesuburan dan membantu wanita dan keluarga membuat keputusan
tentang jarak kehamilan dan waktu untuk mendapatkan kehamilan yang sehat.
Keluarga Berencana telah membuat kemajuan besar dalam membantu wanita
menghindari kehamilan yang tidak diinginkan. Namun sampai saat ini, fokus
KB sebagian besar adalah pada penurunan kesuburan, bukan kesuburan
yang sehat. Temuan dari panel teknis WHO mendukung peran KB dalam
mencapai kesuburan sehat dan hasil kehamilan yang sehat.
Waktu dan jarak kehamilan yang sehat adalah “entry point” yang efektif
untuk memperkuat dan merevitalisasi KB dalam kondisi yang sensitif karena
berfokus pada ibu atau anak dan dapat meningkatkan hasil kesehatan bagi
ibu dan bayi. Waktu dan jarak kehamilan yang sehat memberi kesempatan
untuk menyoroti KB sebagai intervensi preventive dengan menggunakan
kerangka pemikiran ibu sehat, bayi sehat, keluarga sehat dan masyarakat
sehat.
Waktu dan jarak kehamilan yang sehat mempunyai 3 outcome:
1. Memberikan jarak kehamilan > 24 bulan setelah persalinan sebelumnya.
2. Memberikan jarak kehamilan > 6 bulan setelah keguguran.
3. Waktu yang sehat untuk kehamilan pertama pada remaja, menunda
sampai usia 20 tahun, agar ibu dan bayi sehat.

73
Dalam menentukan metode kontrasepsi yang akan digunakan oleh klien, perlu
dilakukan penapisan klien. Penapisan klien bertujuan untuk menentukan apakah
terdapat keadaan yang membutuhkan perhatian khusus atau
kondisi/masalah/penyakit lain yang membutuhkan pengamatan dan pengelolaan
lebih lanjut, misal post-partum, kebiasaan merokok, diabetes melitus, hipertensi,
HIV, dll.

2.1. Pengertian
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan
Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah
Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan
Kesehatan Seksual mengamanatkan bahwa penyelenggaraan pelayanan
kontrasepsi dilakukan dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan dari
segi agama, norma budaya, etika, dan kesehatan. Dalam kaitan ini, pilihan
metode kontrasepsi yang dilakukan oleh pasangan suami istri harus
mempertimbangkan usia, paritas, jumlah anak, kondisi kesehatan, dan norma
agama.
Oleh karena itu konselor kesehatan perlu mengetahui kondisi medis dan
karakteristik khusus sebelum klien menggunakan kontrasepsi. Hal ini
dikarenakan pada klien dengan kondisi medis atau karakteristik khusus,
terdapat metode kontrasepsi yang mungkin dapat memperburuk kondisi medis
atau membuat risiko kesehatan tambahan. Di sisi lain terdapat juga kondisi
medis atau karakteristik klien yang dapat mempengaruhi efektifitas metode
kontrasepsi. Dalam melakukan penapisan kelayakan medis sebelum
penggunaan kontrasepsi, konselor kesehatan dapat menggunakan alat bantu
berupa Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan
Kontrasepsi Menurut WHO MEC Edisi 2, 2017
Kriteria Kelayakan Medis Penggunaan Kontrasepsi (Medical Eligibility
Criteria for Contraceptive Use) pertama kali diterbitkan oleh WHO pada tahun
1996 (edisi kelima diterbitkan pada tahun 2015). Kriteria ini berisi kumpulan
hasil review oleh tim mitra beserta WHO terhadap kajian-kajian klinis dan
epidemiologis terkini terkait pelayanan kontrasepsi. Hasil review tersebut
kemudian menjadi panduan dan rekomendasi terhadap tingkat keamanan
metode kontrasepsi dalam konteks pelayanan kepada klien dengan kondisi
medis dan karakteristik khusus. Ringkasan rekomendasi-rekomendasi
tersebut dituangkan dalam suatu alat bantu Medical Eligibility Criteria for
Contraceptive Use (MEC) Wheel yang telah diadaptasi di Indonesia dalam
bentuk Diagram Lingkaran dan Aplikasi Kriteria Kelayakan Medis Dalam
Penggunaan Kontrasepsi WHO MEC edisi 2, 2017.

74
2.2. Tujuan
Tujuan penapisan kelayakan medis dalam penggunaan kontrasepsi
dengan menggunakan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam
Penggunaan Kontrasepsi Menurut WHO MEC Edisi 2, 2017 adalah:
1. Meningkatkan pemahaman konselor kesehatan pemberi pelayanan
kontrasepsi akan kondisi medis dan karakteristik khusus yang perlu
diperhatikan sebelum memberikan pelayanan kontrasepsi.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan kontrasepsi yang dapat memenuhi
kebutuhan klien sesuai kondisi medis dan karakteristik khusus yang
dimiliki.
3. Meningkatkan angka dan tingkat keberlangsungan penggunaan
kontrasepsi.
4. Memberikan kontribusi dalam penurunan risiko kematian ibu dan anak.

2.3. Ruang Lingkup


Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan
Kontrasepsi Menurut WHO berisi kriteria persyaratan medis untuk memulai
penggunaan metode kontrasepsi tertentu. Alat bantu ini memberikan informasi
dan rekomendasi kepada konselor kesehatan mengenai metode kontrasepsi
yang aman digunakan untuk klien dengan kondisi medis atau karakteristik
khusus.
Diagram lingkaran yang telah diadaptasi untuk Indonesia mencakup
rekomendasi-rekomendasi untuk memulai penggunaan 11 (sebelas) alat/obat
kontrasepsi, meliputi:
1. Pil kombinasi atau kontrasepsi oral kombinasi dosis rendah (kandungan
≤35 μg etinil estradiol) (KOK).
2. Koyo (patch) kontrasepsi kombinasi (P).
3. Cincin vagina kontrasepsi kombinasi (CVK).
4. Kontrasepsi injeksi kombinasi (KIK).
5. Pil progestogen (PP).
6. Injeksi progestogen: depo medroxyprogesterone acetate intramuskular
atau subkutan (DMPA IM, SC), atau norethisterone enantate
intramuskular (NET-EN).
7. Implan progestogen, LNG/ETG (levonorgestrel atau etonogestrel) (implan
LNG/ETG).
8. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim-LNG (AKDR-LNG).
9. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim-Copper (AKDR-Cu).
10. Sterilisasi pada perempuan (Tubektomi).
11. Sterilisasi pada laki-laki (Vasektomi).

2.4. Langkah-Langkah
Setelah mendapatkan informasi tentang kondisi dan masalah kesehatan
klien pada saat tahap pra-pemilihan Diagram Bantu Konseling SKB KB, maka
dilakukan penapisan kelayakan medis dalam penggunaan kontrasepsi dengan
menggunakan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam
Penggunaan Kontrasepsi Menurut WHO MEC Edisi 2, 2017 adalah sebagai
berikut:

75
1. Tanyakan kondisi dan masalah kesehatan klien dengan menggali riwayat
penyakit sekarang dan riwayat penyakit dahulu.
2. Cocokkanlah kondisi-kondisi medis atau karakteristik khusus yang dimiliki
klien (ditunjukkan pada diagram lingkaran sisi luar) dengan metode-
metode kontrasepsi (ditunjukkan pada diagram lingkaran sisi dalam).

Kondisi-kondisi medis atau


karakteristik khusus yang
dimiliki klien (diagram
lingkaran sisi luar).

Metode-metode
kontrasepsi (diagram
lingkaran sisi dalam).

76
3. Lihatlah rekomendasi penggunaan metode-metode kontrasepsi yang
ditunjukkan dengan nomor atau huruf. Nomor atau huruf ini merupakan
kategori yang menunjukkan apakah klien dapat mulai menggunakan suatu
metode kontrasepsi.

4. Selain terdapat pada diagram lingkaran sisi luar, beberapa kondisi medis
atau karakteristik khusus tertentu juga dapat dilihat pada diagram
lingkaran sisi belakang.

Seluruh kondisi medis atau karakteristik khusus yang terdapat pada


diagram lingkaran sisi belakang memiliki Kategori 1 dan 2, artinya setiap
metode kontrasepsi non-sterilisasi dapat digunakan.

77
5. Lihatlah deskripsi nomor dan huruf untuk rekomendasi penggunaan
kontrasepsi. Kategori ini dibedakan untuk metode kontrasepsi non-
sterilisasi (No. 1-9) dan metode kontrasepsi sterilisasi (No. 10-11).

a. Metode Kontrasepsi Non-Sterilisasi.

Ketika
Kategori Deskripsi Ketika Penilaian Klinis Tersedia Penilaian
Klinis Terbatas
1 Dapat digunakan. Gunakan metode ini dalam kondisi apapun.
Gunakan
Keuntungan melebihi
2 Secara umum gunakan metode ini. metode ini.
risiko.
Penggunaan metode ini biasanya tidak
Risiko secara umum
3 direkomendasikan, kecuali metode lain tidak Jangan
melebihi keuntungan.
tersedia/ tidak dapat diterima. gunakan
Risiko kesehatan tidak metode ini.
4 Metode tidak boleh digunakan.
dapat diterima.

Kategori 1 dan 4 merupakan rekomendasi-rekomendasi yang


jelas. Untuk Kategori 2 dan 3, penilaian klinis dibutuhkan dan tindak
lanjut yang hati-hati mungkin dibutuhkan. Jika penilaian klinik terbatas,
maka Kategori 1 dan 2 artinya metode dapat digunakan, sementara
Kategori 3 dan 4 artinya metode tidak dapat digunakan.

78
b. Metode Kontrasepsi Sterilisasi

Kategori Deskripsi
A Accept (Dapat Diterima). Tidak ada alasan medis untuk menolak sterilisasi pada kondisi ini.
Prosedur biasanya dapat dilakukan pada keadaan normal namun perlu
C Caution (Hati-Hati).
persiapan ekstra dan hati-hati.
Prosedur ditunda sampai kondisi dievaluasi dan/atau dikoreksi. Metode
D Delay (Tunda).
kontrasepsi alternatif sementara harus disediakan.
Prosedur harus dilakukan oleh operator dan staf yang berpengalaman
dan peralatan harus tersedia untuk anestesi umum, dan dukungan medis
S Special (Khusus). lainnya. Pada kondisi ini harus dipikirkan prosedur dan regimen anestesi
yang tepat. Metode kontrasepsi alternatif sementara harus disediakan
jika rujukan dibutuhkan atau jika terdapat penundaan.

6. Jika nomor atau huruf diikuti kode tertentu (misal 3A, Cb), lihatlah
keterangan kode tersebut pada diagram lingkaran sisi belakang.

79
Sebagai contoh, pada klien dengan HIV stadium 3 atau 4, AKDR-Cu
memiliki kategori 3A. Pada diagram lingkaran sisi belakang, keterangan
kode “A” bermakna “Jika kondisi timbul saat menggunakan metode
kontrasepsi ini, kontrasepsi tersebut dapat dilanjutkan selama
pengobatan”. Hal ini berarti:
- Klien dengan HIV stadium 3 atau 4 tidak direkomendasikan untuk
memulai penggunaan AKDR-Cu.
- Namun jika HIV stadium 3 atau 4 baru timbul pada saat klien sedang
menggunakan AKDR-Cu, maka AKDR-Cu tetap dapat dilanjutkan
sesuai jangka waktu pemakaian, dengan syarat klien mendapat
pengobatan HIV sesuai standar.

7. Jika diperlukan, buatlah tabel bantu untuk mempermudah penapisan


kelayakan medis. Pada kolom “Kondisi”, isilah dengan kondisi medis atau
karakteristik khusus yang dimiliki klien. Pada kolom “Metode”, isilah
dengan nomor atau kode rekomendasi yang tertera pada diagram
lingkaran. Contoh tabel yang telah diisi adalah sebagai berikut
KOK/ DMPA/ Implan,
AKDR- AKDR-
Kondisi Koyo/ KIK PP NET- LNG/ Tubektomi Vasektomi
Cu LNG
CVK EN ETG
Hipertensi 4 4 2 3 2 1 1 S -
≥ 160 mmHg
DM 2Q 2Q 2 2Q 2 1 2 Cc C
Post partum 4D,F 4D,F 2 3 2 3 3 A/Da -
48 jam s/d < 4
minggu

8. Berikanlah informasi kepada klien tentang hasil penapisan kelayakan


medis sesuai kondisi medis dan karakteristik khusus yang dimiliki klien.
Informasi yang diberikan meliputi:

a. Metode kontrasepsi yang direkomendasikan


Metode yang direkomendasikan adalah metode yang berada
dalam Kategori 1 atau 2 (untuk metode non-sterilisasi), serta A atau C
(untuk metode sterilisasi).
Pada contoh di atas, untuk klien post-partum 48 jam s/d < 4
minggu dengan hipertensi >160 mmHg dan diabetes melitus, metode
kontrasepsi yang direkomendasikan adalah:
- Pil progestin saja, atau
- Implan progesteron, LNG/ETG, atau
- Vasektomi (untuk suami klien)

b. Metode kontrasepsi yang tidak direkomendasikan


Metode yang tidak direkomendasikan adalah metode yang
berada dalam Kategori 3 atau 4 (untuk metode non-sterilisasi), serta
D atau S (untuk metode sterilisasi).

Pada contoh di atas, untuk klien post-partum 48 jam s/d < 4


minggu dengan hipertensi >160 mmHg dan diabetes melitus, metode
kontrasepsi yang tidak direkomendasikan adalah yang selain metode
pada butir (a).

80
Berikanlah informasi bahwa metode yang tidak
direkomendasikan ini mungkin dapat memperburuk kondisi medis
atau membuat risiko kesehatan tambahan pada klien. Selain itu,
kondisi medis atau karakteristik khusus yang dimiliki klien juga dapat
mempengaruhi efektifitas metode kontrasepsi yang tidak
direkomendasikan tersebut.

9. Bila klien setuju dengan hasil penapisan, lanjutkanlah dengan permintaan


informed consent dan pemberian pelayanan kontrasepsi sesuai standar.
10. Bila klien tidak setuju dengan hasil penapisan, lakukanlah konseling ulang
pada kunjungan berikutnya atau berikanlah kesempatan kepada klien
untuk berdiskusi bersama pasangan. Sementara itu, anjurkan klien dan
pasangan untuk menggunakan kontrasepsi metode barier/kondom.
11. Lakukanlah pencatatan hasil penapisan dan keputusan klien pada rekam
medis dan Buku KIA.

2.5. Aplikasi Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam


Penggunaan Kontrasepsi WHO MEC Edisi 2 Tahun 2017
Aplikasi Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Pengunaan
Kontrasepsi dapat diakses di seluruh perangkat teknologi, baik berbasis
Android maupun IOS.

1. Cara Mengunduh Aplikasi di Android/IOS.


a. Buka aplikasi Play Store (untuk Android) atau Appstore (untuk IOS).
b. Pada kotak search, ketik MEC Wheel.

81
Pada layar akan muncul beberapa pilihan aplikasi. Pilihlah Indonesian
WHO MEC-WHEEL, kemudian pilih install atau unduh.

2. Cara Penggunaan Aplikasi.


a. Setelah aplikasi ter-install/unduh, sentuh icon Indonesian WHO MEC-
WHEEL, kemudian akan muncul layar Home seperti berikut:

82
b. Sentuh layar perangkat untuk masuk ke Menu Utama seperti berikut:

c. Menu Utama terdiri dari:


- Langkah-Langkah Konseling, yang berisi tentang panduan
konseling SATU TUJU.

83
- Macam-Macam Metode Kontrasepsi, halaman ini berisi tentang
berbagai pilihan metode kontrasepsi. Apabila calon akseptor KB
ingin mengetahui informasi setiap metode KB, dapat langsung
menge-”klik” metode yang diinginkan, dan selanjutnya akan
muncul penjelasan mengenai metode kontrasepsi tersebut.

84
- Tingkat Efektifitas Metode Kontrasepsi, halaman ini berisi
tentang tingkat efektifitas tiap metode kontrasepsi jika dipakai
secara tepat dan konsisten serta dipakai secara biasa. Daftar
efektifitas ini dapat digunakan untuk memudahkan pemilihan
metode kontrasepsi bagi calon akseptor KB.

- Prosedur Penapisan Klien, halaman ini memuat tentang


prosedur pemeriksaan apa saja yang perlu dilakukan sebelum
penggunaan kontrasepsi, misalnya sebelum pemasangan AKDR
(pada tabel terdapat kode huruf A, B dan C), maka prosedur
penapisan yang harus dikerjakan adalah yang diberi kode A yaitu
pemeriksaan dalam, seleksi IRS/IMS.

85
- Penapisan Klien Berdasarkan Kriteria Kelayakan Medis berisi
tentang 21 kondisi-kondisi medis klien dalam bentuk pertanyaan,
untuk memudahkan dalam anamnesis kondisi medis klien.

86
Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medik

- Kontrasepsi Dalam Keadaan Khusus tediri dari kontrasepsi


darurat, kontrasepsi persalinan, dan kontrasepsi pasca
persalinan.
- Penapisan Kehamilan terdapat 6 pertanyaan untuk menentukan
kemungkinan klien hamil atau klien hamil atau tidak.

87
Tiga alat bantu kerja utama untuk melakukan konseling dengan menggunakan
strategi konseling berimbang, adalah:

3.1. Diagram Bantu Konseling SKB KB


Diagram bantu konseling SKB KB adalah alat untuk memandu konselor
dalam menjalankan proses konseling. Diagram ini berisi pertanyaan-
pertanyan kunci, langkah-langkah, petunjuk dalam menjalankan proses
konseling serta bagaimana proses menyimpan dan menyingkirkan kartu
konseling dilakukan. Diagram ini terdiri dari petunjuk-petunjuk langkah yang
tertulis di dalam box yang memiliki tiga warna berbeda, warna-warna ini
menunjukkan tahapan dalam langkah strategi konseling berimbang, dimana
warna kuning menunjukkan tahap sebelum pemilihan, warna hijau
menunjukkan tahap pemilihan dan warna biru menunjukkan tahap setelah
pemilihan. Dan dilakukan secara berurutan sesuai dengan penomeran dalam
diagram bantu konseling tersebut. Berikut tahapannya:
1. Tahap Sebelum Pemilihan.
Selama tahap ini terdapat 7 langkah dan merupakan tahap
penapisan sebelum klien mengambil keputusan atau tahap pemilihan,
konselor menciptakan kondisi yang membantu klien memilih metode
perencanaan KB.
a. Konselor dengan hormat menyapa klien. Konselor menekankan bagi
klien bahwa selama konsultasi, masalah kesehatan reproduksi lainnya
akan ditangani tergantung pada kondisi individualnya. Konselor akan
menanyakan mengenai penggunaan konterasepsi.
b. Apabila klien hamil maka konselor akan melanjutkan ke prosedur
pemeriksaan ANC dan menanyakan kepada klien apakah bersedia
melanjutkan konseling KB. Jika klien tidak hamil, maka konselor akan
menampilkan kartu daftar tilik untuk merasa cukup yakin ibu tidak
sedang hamil.
c. Konselor akan menanyakan mengenai keinginan untuk memiliki anak
lagi di masa yang akan datang.
d. Konselor memberikan informasi mengenai waktu dan jarak kehamilan
yang sehat.
e. Konselor menggunakan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis
Dalam Penggunaan Kontrasesi (WHO MEC Edisi 2, 2017) sehingga
dapat di sesuaikan dengan kondisi dan masalah kesehatan klien.
f. Sebagai klien menanggapi setiap pertanyaan, konselor menyingkirkan
kartu dari metode yang tidak sesuai untuk klien. Menyingkirkan kartu-
kartu ini membantu untuk menghindari pemberian informasi tentang
metode yang tidak relevan dengan kebutuhan klien. Serta memastikan
bahwa klien bersedia untuk melanjutkan konseling untuk memilih
salah satu metode KB.
g. Pada tahap ini warna kotak di dalam diagram bantu adalah Kuning.

88
2. Tahap Pemilihan.
Selama tahap ini, konselor menawarkan informasi yang lebih luas
tentang metode yang belum disingkirkan, termasuk keefektifannya. Ini
membantu klien memilih metode yang sesuai dengan kebutuhan
reproduksinya. Mengikuti langkah-langkah pada diagram bantu konseling
SKB KB, konselor terus mempersempit jumlah kartu konseling sampai
suatu metode dipilih.
Jika klien memiliki ketentuan dimana metode tidak disarankan
(menggunakan brosur), konselor membantu klien untuk memilih metode
lain.
a. Konselor menjajarkan kartu berdasarkan urutan efektivitasnya. Ia
membacakan informasi dari setiap kartu yang masih tertinggal:
implan, AKDR, MAL dan pil progestin saja jika ibu masih ingin punya
anak lagi. Masukkan sterilisasi (MOW/MOP) jika ibu menyatakan
bahwa ia dan suaminya merasa jumlah anggota keluarga mereka
sudah lengkap. Jika ibu tidak tertarik dengan metode pasca persalinan
segera sebelum ia pulang, konselor membahas metode-metode
tambahan yang dapat digunakan pada 6 minggu setelah melahirkan
seperti suntik progestin saja. Konselor meminta klien untuk memilih
salah satu kartu metode KB yang diinginkan.
b. Memeriksa pilihan klien dengan mengunakan brosur, dengan
menanyakan “metode ini tidak disaran kan jika…” bila tidak sesuai
minta klien memilih metode lain.
c. Pada tahap ini warna kotak di dalam diagram bantu adalah Hijau.

3. Tahap Setelah Pemilihan.


Selama tahap ini, konselor menggunakan brosur untuk memberikan
informasi lengkap kepada klien tentang metode yang telah dipilihnya.
Memastikan bahwa klien telah mantap dengan pilihannya. Jika klien
bersedia untuk diberikan pelayanan KB, maka konselor dapat segera
memberikan pelayanan kepada klien dan mencatat hasil konseling dan
pelayanan tersebut.
Pada tahap ini warna kotak di dalam diagram bantu adalah Biru.

89
Berikut adalah Diagram Bantu Konseling KB Strategi Konseling
Berimbang yang digunakan:

90
3.2. Kartu Konseling SKB KB
Kartu Konseling SKB KB adalah alat yang digunakan untuk memberikan
informasi singkat kepada klien, dimana kartu konseling ini berisi gambaran
umum informasi utama mengenai setiap metode kontrasepsi. Informasi
terdapat pada kedua sisi dari kartu konseling:
1. Pada sisi informasi yang ditujukan bagi klien berisi gambar yang
diharapkan mampu memberikan stimulasi ide tentang hal-hal yang sedang
dikonselingkan.
2. Pada sisi informasi yang ditujukan bagi konselor, terdapat poin-poin
informasi utama yang harus disampaikan pada klien.
3. Informasi pada kartu konseling ini sebaiknya jangan ditambahkan atau
dikurangi saat konseling dilakukan.
4. Informasi utama yang singkat ini nantinya akan diperkuat dengan
informasi yang lebih detail pada brosur KB.

Kartu konseling berisi tentang:


1. Informasi.
Kartu-kartu ini digunakan pada tahap sebelum pemilihan dalam diagram.
Contoh kartu ini, antara lain kartu waktu dan jarak kehamilan yang sehat
2. Metode KB.
Kartu ini merupakan kartu berisi informasi mengenai metode KB, kartu
inilah yang akan dipilih oleh klien dan berisi informasi tentang jenis-jenis
metode kontrasepsi, seperti informasi tentang efektivitas, efek samping
dan informasi umum lainnya secara singkat.

91
3.3. Brosur Metode KB
Brosur metode KB ini berisi informasi rinci mengenai setiap metode,
termasuk kriteria medis agar dapat menggunakan metode tersebut (eligiblility),
bagaimana metode bekerja, efek samping yang biasa dirasakan, dan cara
penggunaan metode.
Brosur metode ini telah dimutakhirkan untuk mencerminkan Kriteria
Persyaratan Medis dari WHO (World Health Organization Medical Eligiblility
Criteria, WHO MEC Edisi 2, 2017) yang dirilis pada bulan Juli 2015. WHO telah
memodifikasi kriteria ini untuk ibu yang memerlukan informasi mengenai
keluarga berencana. Brosur ini dapat digunakan untuk semua ibu dengan tidak
memandang pengalaman persalinan mereka sebelumnya. Brosur ini berperan
sebagai alat bantu kerja untuk konselor kesehatan dalam memberikan
informasi singkat yang menyeluruh dan tanpa bias. Klien dapat membaca
sendiri informasi ini, tetapi kami menyarankan konselor kesehatan
membacakannya terlebih dahulu untuk klien lalu mengkonfirmasi pemahaman
klien dengan menanyakan pertanyaan terbuka. Contoh dari pertanyaan
terbuka adalah “mohon paparkan beberapa efek samping dari metode ini”.
1. Persiapan Konseling.
a. Memastikan klien tepat untuk menerima konseling.
b. Mempersiapkan alat bantu konseling:
- Mempersiapkan tempat konseling yang nyaman bagi klien.
- Mempersiapkan kartu konseling.
- Mempersiapkan brosur konseling.
- Mempersiapkan kartu WHO MAC WHEEL.
2. Tahap Sebelum Pemilihan.
a. Memastikan klien siap dan bersedia untuk konseling:
- Menyapa klien dan memperkenalkan diri.
- Menjaga privasi klien.
- Menanyakan jumlah dan usia anak klien.
b. Menanyakan tentang penggunaan salah satu metode kontrasepsi:
- Menanyakan metode kontrasepsi yang digunakan (apabila klien
menggunakan metode kontrasepsi, tanyakan apakah klien puas
dengan metode yang sedang digunakan, atau berniat mengganti
metode lain. Simpan kartu yang tidak disukai, minta klien
untuk menjelaskan metode yang digunakan, dan tanyakan
apakah klien bersedia menerima informasi tentang metode
kontrasepsi yang lain.
- Menentukan penggunaan kartu mendapat dukungan ber-KB dari
suami yang didalamnya terdapat manfaat ber-KB (apabila klien
tidak menggunakan metode kontrasepsi).
c. Menanyakan kepada klien, apakah saat ini sedang hamil:
- Melanjutkan untuk prosedur pemeriksaan ANC dan tanyakan
apakah klien ingin melanjutkan konseling (apabila klien sedang
hamil).
- Menentukan penggunaan kartu daftar tilik untuk merasa cukup
yakin ibu sedang tidak hamil (apabila klien sedang tidak hamil).
d. Menanyakan kepada klien, apakah masih ingin memiliki anak lagi di
masa yang akan datang:

92
- Menentukan penggunaan kartu MOW MOP dan kartu lain yang
belum disingkirkan (apabila klien tidak ingin memiliki anak lagi dan
jelaskan mengapa).
- Menentukan penggunaan kartu MOW MOP (apabila klien ingin
memiliki anak lagi dan jelaskan mengapa).
e. Menjelaskan mengenai waktu dan jarak yang sehat seorang wanita
untuk hamil:
- Menjelaskan kartu waktu dan jarak kehamilan yang sehat.
f. Menanyakan kepada klien, apakah sedang menyusui bayi yang
kurang dari 6 bulan secara eksklusif:
- Menentukan penggunaan kartu Pil Kombinasi, suntik 1 bulan dan
suntik 3 bulan.
- Menentukan penggunaan kartu MAL.
g. Menanyakan kepada klien, apakah memiliki masalah kesehatan:
- Menentukan penggunaan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan
Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi (WHO MEC WHEEL
2017) untuk menapis metode yang tidak sesuai dengan kondisi
dan masalah klien.
h. Menanyakan kepada klien, apakah klien bersedia melanjutkan
konseling dan memilih salah satu metode:
- Memastikan klien bersedia untuk melanjutkan konseling.
3. Tahap Pemilihan.
a. Menyampaikan kepada klien mengenai kartu metode KB yang tersisa:
- Menyusun kartu konseling berdasarkan yang paling efektif.
- Menjelaskan satu per satu keterangan yang tertulis di belakang
kartu pada klien.
- Meminta klien (dan pasangan) untuk memilih salah satu kartu
metode KB yang diminati.
- Periksa pilihan klien dengan mengunakan brosur, dengan
menanyakan “metode ini tidak disaran kan jika…” bila tidak sesuai
minta klien memilih metode lain.
4. Tahap Setelah Pemilihan.
a. Menjelaskan informasi tentang metode KB yang mejadi pilihan klien:
- Menggunakan brosur untuk memberikan informasi yang lebih
lengkap.
- Menjelaskan efektivitas, cara penggunaan dan efek samping dari
metode yang dipilih.
b. Memastikan klien telah mantap dengan pilihannya dan memahami
metode yang dipilihnya:
- Meminta klien untuk mengulangi pehamanan tentang cara
penggunaan dan efek samping.
- Meminta klien untuk membaca semua isi brosur.
c. Menanyakan klien untuk kesediaannya diberikan pelayanan
konterasepsi sesuai dengan pilihannya:
- Memberikan pelayanan dan catat hasil pelayanan dalam buku
KIA/register/pencatatan dan pelaporan serta jadwalkan kunjungan
ulang.
- Apabila klien tidak bersedia, maka catat hasil konseling dalam
buku KIA/register pelayanan dan jadwalkan kunjungan ulang.

93
94
PENGGUNAAN ALAT BANTU DAN APLIKASI DIGITAL

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Materi Inti 3 “Penggunaan Alat Bantu dan Aplikasi Digital akan membahas
mengenai penggunaan beberapa alat bantu konseling yang dimiliki oleh tenaga
kesehatan yang berbentuk digital. Dalam materi inti ini juga akan diberikan
materi terkait pemeliharaan alat bantu digital agar dapat berfungsi dengan baik
dan optimal.
Aplikasi SKB adalah aplikasi offline yang digunakan oleh tenaga
kesehatan dengan menggunakan gadget atau perangkat Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK) yang dimilikinya. Aplikasi ini akan membantu tenaga
kesehatan untuk melakukan konseling kepada klien, menyampaikan manfaat
Keluarga Berencana dan berbagai macam informasi terkait metode kontrasepsi
dalam berbagai kesempatan konseling di klinik. Melalui aplikasi yang
dimasukkan (install) ke dalam alat bantu digital, tenaga kesehatan dapat
memainkan video penunjang, mengakses informasi akurat tentang cara kerja
sebuah metode kontrasepsi, serta meningkatkan kapasitas diri melalui akses
terhadap berbagai macam publikasi.
Aplikasi SKATA adalah sebuah aplikasi publik yang dapat diakses secara
gratis melalui App Store, Play Store, maupun website, dan juga sosial media,
seperti Facebook, Twitter, Instagram dan YouTube. Aplikasi ini berisikan
seluruh informasi terkini terkait perencanaan keluarga, kontrasepsi, dan
kesehatan reproduksi. Aplikasi ini menyediakan informasi yang akurat dan
praktis sekaligus menghubungkan PUS dengan layanan kesehatan yang ada di
sekitarnya melalui sebuah fitur yang diberi nama Cari Bidan. Aplikasi ini bersifat
online dan di-update/diperharui secara reguler setiap harinya sebagai alat bantu
KIE digital. Bagian akhir dari Materi Inti 3 juga memberikan pembekalan
mengenai tata cara pemeliharaan alat bantu digital termasuk pemeliharaan
keamanannya.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu
menggunakan alat bantu dan aplikasi digital untuk konseling KB
menggunakan Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB
KB).
2. Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mengikuti materi ini, peserta
mampu:
a. Menjelaskan pemeliharaan standar untuk perangkat alat bantu digital
yang dimiliki.
b. Menggunakan aplikasi Strategi Konseling Berimbang untuk konseling
KB.
c. Melakukan pemasangan (installing) aplikasi secara mandiri.

C. POKOK BAHASAN
1. Pemeliharaan Standar untuk Alat Bantu Digital yang Dimiliki.
1.1 Panduan Keamanan.
1.2 Panduan Pemeliharaan Baterai.
1.3 Tips Perawatan Alat Bantu Digital.
1.4 Hal yang Sering Ditanyakan (Frequently Asked Questions).

95
2. Aplikasi Strategi Konseling Berimbang untuk Konseling KB.
2.1 Manfaat Aplikasi.
2.2 Tata Cara Install Aplikasi.
2.3 Tata Cara Penggunaan Aplikasi dan Penjelasan Menu Di Dalam
Aplikasi.
3. Aplikasi SKATA Sebagai Rujukan Informasi Perencanaan Keluarga.
3.1 Manfaat Aplikasi SKATA.
3.2 Tata Cara Install Aplikasi SKATA.

D. BAHAN BELAJAR
1. Modul.
2. Bahan Tayang.
3. Komputer/Laptop.
4. LCD.
5. Flipchart.
6. White Board.
7. Sticky Notes.
8. ATK.
9. Tablet.
10. Aplikasi Digital.
11. Skenario Bermain Peran (Role Play Scenario).
12. Panduan Praktik.

E. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran ini menguraikan tentang
kegiatan fasilitator dan peserta dalam proses pembelajaran selama sesi ini
berlangsung Teori (2 JPL x 45 menit = 90 menit), praktik di kelas (4 JPL x 45
menit = 180 menit), adalah sebagai berikut:

Langkah 1. Pengkondisian (10 menit).


1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja dan materi yang akan disampaikan.
2. Menciptakan suasana nyaman dan mendorong kesiapan peserta untuk
menerima materi dengan menyepakati proses pembelajaran.
3. Dilanjutkan dengan penyampaian judul materi, deskripsi singkat, tujuan
pembelajaran serta ruang lingkup pokok bahasan yang akan dibahas pada
sesi ini dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Penyampaian Pokok Bahasan 1 (20 menit).


1. Kegiatan Fasilitator.
a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang pemeliharaan
standar untuk perangkat alat bantu digital yang dimiliki

96
b. Penyampaian dan pembahasan Pokok Bahasan 1 yaitu Pemeliharaan
Standar Untuk Perangkat Alat Bantu Digital yang dimiliki:
- Sub-Pokok Bahasan 1.1. Panduan Keamanan.
- Sub-Pokok Bahasan 1.2. Panduan Pemeliharaan Baterai.
- Sub-Pokok Bahasan 1.3. Tips Perawatan Alat Bantu Digital.
- Sub-Pokok Bahasan 1.4. Hal yang Sering Ditanyakan (Frequently
Asked Questions).
2. Kegiatan Peserta.
a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator.
b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi.
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum
dipahami.

Langkah 3. Penyampaian Pokok Bahasan 2 (30 menit).


1. Kegiatan Fasilitator.
a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang Aplikasi Strategi
Konseling Berimbang Untuk Konseling KB.
b. Penyampaian dan pembahasan Pokok Bahasan 2 yaitu Aplikasi
Strategi Konseling Berimbang Untuk Konseling KB.
- Sub-Pokok Bahasan 2.1. Manfaat Aplikasi.
- Sub-Pokok Bahasan 2.2. Tata Cara Install Aplikasi.
- Sub-Pokok Bahasan 2.3. Tata Cara Penggunaan Aplikasi dan
Penjelasan Menu Dalam Aplikasi.
c. Melakukan praktik tata cara install aplikasi.
2. Kegiatan Peserta.
a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator.
b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi.
c. Mempraktikkan tata cara download dan install aplikasi.
d. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum
dipahami.

Langkah 4. Penyampaian Pokok Bahasan 3 (20 menit).


1. Kegiatan Fasilitator.
a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang pemasangan
(installing) aplikasi secara mandiri.
b. Penyampaian dan pembahasan Pokok Bahasan 3 yaitu Pemasangan
(installing) Aplikasi Secara Mandiri.
- Sub-Pokok Bahasan 3.1. Pemasangan (Installing) Aplikasi Secara
Mandiri.
- Sub-Pokok Bahasan 3.2. Langkah-langkah Aplikasi SKATA
Sebagai Rujukan Informasi Perencanaan Keluarga.
2. Kegiatan Peserta.
a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator.
b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi.
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum
dipahami.

97
Langkah 5. Praktik Kelas Pokok Bahasan 2 dan 3 (60 menit).
1. Kegiatan Fasililitator
a. Memberikan contoh tata cara download dan install Aplikasi SKB KB
menggunakan smartphone, komputer ataupun tablet.
b. Memberikan contoh tata cara penggunaan aplikasi dan penjelasan
menu di dalam aplikasi, penggunaan tiap fitur di dalam aplikasi dengan
menggunakan smartphone, komputer atau tablet masing-masing
peserta latih.
c. Mendampingi peserta latih saat mengikuti instruksi pelatih.
d. Melakukan penilaian individu.
2. Kegiatan Peserta.
a. Mengikuti instruksi pelatih.
b. Melakukan pembahasan mengenai tata cara download dan install
aplikasi SKB KB.

Langkah 6. Praktik Kelas (Role Play) Pokok Bahasan 2 (120menit).


1. Kegiatan Fasilitator.
a. Membagi peserta dalam 4-5 kelompok.
b. Memberikan skenario role play Pokok Bahasan Aplikasi Strategi
Konseling Berimbang untuk konseling KB kepada tiap kelompok.
c. Mendampingi kelompok melakukan role play-nya.
d. Meminta perwakilan 1-2 kelompok untuk memperagakan role play di
depan kelas.
e. Meminta peserta lainnya mengomentari role play yang baru saja
mereka lakukan.
f. Melakukan penilaian individu.
2. Kegiatan Peserta.
a. Mengikuti instruksi pelatih dan skenario yang diberikan.
b. Bermain role play sesuai dengan skenarionya.
c. Memberikan review terhadap role play yang baru dilakukan.

Langkah 7. Rangkuman dan Evaluasi Hasil Belajar (10 menit).


1. Mengadakan evaluasi dengan melemparkan 3 pertanyaan sesuai topik
pokok bahasan secara acak kepada peserta.
2. Memperjelas jawaban peserta terhadap masing-masing pertanyaan yang
telah diajukan sebelumnya.
3. Bersama peserta merangkum poin-poin penting dari hasil proses
pembelajaran.
4. Membuat kesimpulan dapat dilakukan sendiri oleh fasilitator atau membuat
kesimpulan dengan mengajak peserta secara bersama-sama.
5. Fasilitator menutup sesi ini, dengan memberikan apresiasi kepada seluruh
peserta.

F. URAIAN MATERI
(Diuraikan secara detail pada Pokok Bahasan 1 sampai dengan 3 di halaman
berikutnya).

98
1.1. Panduan Keamanan
Hati-hati dalam menggunakan smartphone atau alat bantu digital.
1. Tempatkan perangkat ini di permukaan yang rata dan aman.
2. Hindari alat bantu digital dan perangkat lainnya seperti alat pengisi baterai.
dari air, benda tajam, dan benda yang berat.
3. Jauhkan alat bantu digital dan perangkat lainnya dari jangkauan anak
kecil.
4. Jangan mencoba untuk membongkar pasang alat bantu digital.
5. Gunakan SIM card dengan ukuran yang tepat.

Ada berbagai macam ukuran SIM card yang beredar di pasaran. Cari
tahu ukuran yang tepat untuk alat bantu digital yang dimiliki peserta.

1.2. Panduan Pemeliharaan Baterai


Peserta (tenaga kesehatan) perlu diingatkan untuk mengisi baterai secara
berkala. Periksalah kondisi baterai di layar. Jika gambar menunjukkan baterai
yang hampir kosong, maka peserta perlu untuk mengisi baterai segera.

Tahap pengisian baterai.


1. Pasanglah perangkat pengisi baterai kepada port micro-usb.
2. Pasanglah perangkat pengisi baterai ke stop kontak.
3. Jika tanda pengisian baterai sudah muncul berarti baterai smartphone
sudah mulai mengisi.
4. Cabutlah perangkat baterai dari alat bantu digital dan stop kontak setelah
baterai terisi cukup.
5. Peserta dapat melepas perangkat pengisian baterai kapanpun.
6. Peserta tetap bisa menggunakan alat bantu digital ketika mengisi baterai,
namun pengisian baterai akan berjalan lebih lambat.

99
Menjaga baterai lebih awet:
1. Matikan wifi, tethering, dan Bluetooth jika tidak digunakan.
2. Kurangi tingkat keterangan layar.
3. Atur posisi layar padam.
4. Kurangi aplikasi.
5. Kurangin bermain games online atau media sosial.

1.3. Tips Perawatan Alat Bantu Digital


1. Jangan melakukan over charging (dari malam sampai pagi) atau
terlampau sering melakukan ini. Hal ini dapat merusak baterai dan
perangkat. Jika indikator charging sudah terlihat penuh lepaskan charger.
2. Jangan melakukan charging sambil browsing atau bermain game. Hal ini
dapat menyebabkan temperatur baterai naik (baterai panas). Hal ini akan
cepat merusak baterai, bahkan bila panas semakin meningkat dapat
membuat baterai mengembung.
3. Charging lebih optimal saat perangkat dalam keadaan mati. Karena tidak
ada baterai yang terpakai, baterai akan cepat penuh.
4. Jangan menggunakan power bank sebagai charger utama. Power bank
hanya dalam keadaan darurat saat charger tidak ada.
5. Jangan biarkan perangkat over low bat (baterai merah), segera lakukan
charging saat indikator baterai tersisa sekitar 20%. Jika tidak ada charger,
lebih baik matikan perangkat untuk mencegah over low batt.
6. Hindari area layar sentuh dari tekanan terlebih terhadap benturan dan
semua yang bisa mengakibtakan area layar sentuh tergores.
7. Jangan mengeluarkan SIM card dan SD Card saat perangkat dalam
keadaan hidup untuk mencegah kerusakan pada SIM card dan SD card
dan juga perangkatnya.
8. Jangan dekatkan perangkat pada perangkat elektonik listrik untuk
menghindari gelombang elektromagnet dari perangkat elektronik listrik
tersebut yang dapat berpengaruh pada sinyal.
9. Jangan dekatkan perangkat dengan benda yang mengandung magnet.
10. Jangan letakkan perangkat di tempat yang lembab.
11. Jangan letakkan perangkat di tempat yang terkena terik matahari/panas.
12. Jangan meletakkan perangkat dengan posisi area layar sentuh berada di
bawah/terbalik.

1.4. Hal Yang Sering Ditanyakan (Frequently Asked Questions)


Apa yang harus dilakukan, jika:
1. Smartphone tidak bisa di hidupkan?
Coba untuk di charge terlebih dahulu +/- 30 menit, setelah itu ulangi
untuk dihidupkan. Hubungkan charger ke perangkat, lalu tekan tombol
reset, kemudian kembali tekan tombol on/off pada PAD 785. Tombol reset
ada pada bagian belakang. Jika masih bermasalah, segera hubungi
service center.
2. Layar sentuh error?
Pastikan saat tes, layar sentuh tidak sedang sambil charging. Tekan
tombol reset lalu coba untuk menghidupan kembali device lalu tes kembali
fungsi touch panel. Jika masih bermasalah, segera hubungi service center

100
3. Tidak bisa baca SIM card?
Pastikan ukuran dan posisi SIM Card sesuai dan tidak terbalik
posisinya. Pastikan tidak dalalm posisi air plane mode on (ada gambar
pesawat di area baterai/sinyal), jika ada, off –kan airplane mode. Pastikan
dalam memasang atau mengganti SIM card dalam kondisi tablet harus
mati.
Coba tes menggunakan SIM card lain. Lihat di menu SIM
management, Swicth SIM information harus posisi hidup. Jika masih
bermasalah, segera hubungi service center.
4. Tidak bisa baca SD card?
Pastikan posisi SD card tidak terbalik. Coba tes menggunakan SD
card lain. Jika masih bermasalah, segera hubungi service center.
5. Layar tidak bisa rotasi?
Menu setting, accessibiity beri tanda check list auto rotate pada kotak
yang kosong. Jika masih bermasalah, segera hubungi service center.
6. Tidak ada suara?
Masuk menu setting, audio profile, pastikan pada posisi umum.
Pastikan setting volume sudah benar (seting tidak pada posisi
silent/meeting). Jika masih bermasalah, segera hubungi service center
7. Tidak bisa charging?
Coba tes dulu charging +/- 30 menit. Coba tes menggunakan
charging lain yang ukuran volt dan amere-nya sesuai. Hubungkan charger
ke device lalu tekat tombol reset. Jika masih bermasalah, segera hubungi
service center.
8. Tidak ada sinyal?
Tes dengan SIM card lain. Pastikan ukuran dan posisi SIM Card
sesuai dan tidak terbalik posisinya. Pastikan perangkat tidak dalam posisi
air plane mode on (ada gambar pesawat di area baterai/sinyal), jika ada,
off –kan airplane mode. Pastikan dalam memasang atau mengganti SIM
acard dalam kondisi tablet harus mati.
Coba tes menggunakan SIM card lain. Masuk menu Setting SIM
management, pastikan setting pada SIM information pada posisi ON. Lihat
di menu SIM management, Swicth SIM information harus posisi hidup.
Jika masih bermasalah, segera hubungi service center.
9. Tidak bisa download aplikasi?
Pastikan memori internal masih cukup ruang untuk download, jika
ruang kurang maka tidak akan bisa download aplikasi. Jika memori
internal tidak cukup, hapus aplikasi yang jarang digunakan atau tidak
digunakan lagi. Intinya untuk download harus cukup ruang pada memori
internal. Pastikan kuota internet juga cukup dan kartu masih dalam masa
aktif. Pastikan gmail customer sudah sinkron dengan tabletnya dan jika
masih bermasalah, segera hubungi service center.

101
2.1. Manfaat Aplikasi Strategi Konseling Berimbang
Materi ajar ini akan dibuka dengan pemahaman umum terhadap
perkembangan teknologi seluler di Indonesia. Kemudian dilanjutkan dengan
secara spesifik menghubungkan antara perkembangan umum teknologi
seluler dan manfaat smartphone bagi peserta (tenaga kesehatan) termasuk
manfaat aplikasi yang ada di dalamnya untuk menunjang kinerja tenaga
kesehatan di fasilitas kesehatan.
Sesi ini menggunakan pendekatan Technology Acceptance Model yang
berusaha menitikberatkan pada manfaat yang akan diperoleh pengguna dari
teknologi baru yang dimilikinya dan kemudahan dalam menguasainya. Kedua
hal ini dipercaya akan meningkatkan kemungkinan seseorang mengadopsi
intervensi teknologi baru. Pada bagian manfaat Aplikasi Strategi Konseling
Berimbang untuk konseling KB akan disampaikan beberapa manfaatnya bagi
peserta (tenaga kesehatan), yaitu:
1. Menggunakan Aplikasi Strategi Konseling Berimbang untuk konseling KB
berarti bidan memiliki akses terhadap alat-alat penyuluhan audio dan
video untuk melakukan tugasnya. Ini berarti bidan tidak hanya terbatas
pada teks saja. Gambar dan video dipercaya memiliki tingkat pengaruh
yang jauh lebih tinggi daripada penggunaan teks dalam konteks
memberikan keyakinan dan pemahaman baru. Kekuatan video adalah
pada emosi yang ditimbulkannya (rasa riang, hormat, sedih/haru, dll)
2. Dengan menggunakan Aplikasi ini, seluruh dokumen dapat disimpan,
diakses, dan kemudian digunakan untuk diperlihatkan secara mudah
hanya dengan beberapa langkah sederhana.
3. Peserta (tenaga kesehatan) juga tidak harus membawa-bawa semua alat
bantu yang dimilikinya dan bahkan dapat memperlihatkan testimoni
seseorang dan menggunakan pendapat ahli tanpa harus menghadirkan
ahli tersebut secara langsung.

Pelatih dapat memulai sesi ini dengan sebuah diskusi ringan untuk
menggali persepsi peserta (tenaga kesehatan). Pelatih dapat mengundang
peserta untuk memberikan ide-ide lain dan kemudian merangkumkan seluruh
ide yang ada.
Beberapa hal yang perlu diantisipasi dalam sesi ini adalah jika ada
partisipan yang merasa tidak nyaman dengan alat bantu kerja smartphone ini.
Technology Acceptance Model menjelaskan bahwa semakin tinggi keyakinan
seorang pengguna terhadap kemampuannya dalam menggunakan sebuah
teknologi, semakin besar upayanya untuk mengadopsi teknnologi tersebut.
Pelatih dapat merespon kekhawatiran ini dengan kembali mengajak peserta
berdiskusi dan menggali apa saja kemungkinan terburuk yang mereka pikir
akan terjadi dan menggali hal-hal yang dapat mereka lakukan untuk
mengantisipasinya. Di akhir pembelajaran modul ini, Pelatih juga dapat
kembali lagi pada daftar kekhawatiran ini dan melihat sejauh mana
kekhwatiran yang masih ada dan yang sudah terjawab.

102
2.2. Tata Cara Download Aplikasi
Sebelum memulai instalasi Aplikasi, peserta harus memiliki:
1. File aplikasi.
2. Folder dokumen bernama folder SKBKB, yang berisi data video, data
kontrasepsi, data buku, dan data-data konten aplikasi lainnya.
3. Perangkat telepon genggam atau tablet android yang minimal masih
memiliki ruang penyimpanan minimal sebesar 250 MB.
4. Kabel data atau kabel OTG. Jika file di atas Anda terima dalam bentuk CD
atau sudah dipindahkan ke dalam komputer, maka Anda akan
membutuhkan kabel data untuk menghubungkan komputer Anda dengan
telepon genggam. Namun jika file di atas ada di dalam USB, Anda akan
membutuhkan kabel OTG untuk menghubungkan antara USB dan
perangkat teleport.

Tahap Persiapan
1. Pastikan fitur unknown source atau sumber yang tidak dikenal dicentang
atau dihidupkan untuk memberikan ijin kepada aplikasi yang akan
dimasukkan ke dalam perangkat telepon genggam / TIK peserta.
2. Peserta bisa menemukan fitur ini di bawah fitur Keamanan. Fitur
Keamanan atau Security sendiri dapat ditemukan di dalam Setting atau
Setelan atau Pengaturan.
3. Pastikan telepon genggam / alat bantu digital peserta diijinkan untuk
membaca kabel OTG dengan cara menghidupkan fitur OTG (menggeser
menjadi on/hidup). Peserta bisa menemukan fitur OTG di bawah fitur
Setting atau Setelan atau Pengaturan. Fitur ini hanya berlaku di beberapa
merk telepon genggam.

103
Proses Instalasi
1. Setelah peserta memastikan ini semua, peserta siap untuk memulai
instalasi. Instalasi dari sumber komputer atau USB pada prinsipnya adalah
sama. Peserta perlu menemukan dimana file .apk dari Aplikasi Strategi
Konseling Berimbang untuk Konseling KB dan Folder SKBKB tersimpan
untuk kemudian melakukan copy paste / pindahkan ke telepon genggam
peserta masing-masing.

2. Instalasi dari USB:


a. Pasangkan USB ke kabel OTG dan hubungkan ujung satu lagi dengan
telepon genggam / alat bantu digital yang digunakan.

104
b. Buka file di dalam USB dan copy folder SKBKB dari USB dan
pindahkan ke Internal Storage di telepon genggam / TIK yang
digunakan.

105
c. Setelah menyalin folder data SKBKB, lakukan hal yang sama dengan
file .apk. Pindahkan file .apk ke folder Downloads.

d. Setelah selesai klik file .apk untuk mengintall aplikasi.

106
e. Tunggu dan lanjutkan hingga proses instalasi selesai.

f. Klik Allow / ijinkan untuk membuka aplikasi SKB-KB.

g. Selamat aplikasi sudah bisa digunakan.

107
3. Jika melakukan pemindahan file dari computer:
a. Hubungkan antara komputer dan telepon genggam dengan kabel
data.
b. Buka file di dalam komputer dan copy folder SKBKB dan pindahkan.
ke Internal Storage atau memori internal di telepon genggam

c. Setelah menyalin folder data SKBKB, lakukan hal yang sama dengan file
.apk. Pindahkan file .apk ke folder Downloads.

108
d. Setelah selesai klik file .apk untuk meng-install aplikasi.
e. Tunggu dan lanjutkan hingga proses instalasi selesai.

f. Klik Allow / ijinkan untuk membuka aplikasi SKB-KB.

109
g. Selamat, aplikasi sudah bisa digunakan.

110
2.3. Tata Penggunaan Aplikasi dan penjelasan menu di dalam aplikasi
1. Sentuh ikon aplikasi SKB-KB pada perangkat anda untuk
menjalankannya, beranda aplikasi SKB-KB terlihat seperti gambar
dibawah. Sentuh tombol “Mulai Konseling” untuk memulai sesi konseling.

2. Jawablah pertanyaan pertama yang muncul pada sesi konseling. Sentuh


“Ya” atau “Tidak” untuk menjawab dan tekan tanda panah ke kanan untuk
melanjutkan. Jika Jawaban klien “Ya” maka lanjutkan kelangkah nomer 3.
Apabila jawabannya “Tidak” maka akan dilanjutkan kelangkah nomer 4.

111
3. Pertanyaan dilanjutkan dengan menampilkan seluruh metode kontrasepsi
untuk menanyakan kontrasepsi yang sedang digunakan oleh klien pada
sesi konseling ini. Kemudian sentuh tanda panah ke kanan untuk
melanjutkan.

4. Pada langkah ini klien akan ditanyakan apakah saat ini bersama suami
dan akan diarahkan untuk mendapatkan konseling mengenai
mendapatkan dukungan dari suami dalam ber-KB.

112
5. Pada langkah ini klien akan dijelaskan menenai dukungan pasangan
dalam menentukan metode yang sesuai untuknya.

113
6. Pada tahap ini, merupakan langkah lanjutan dari jawaban “Ya” yang dari
langkah nomer 3. Klien akan ditanyakan pengalaman akan tingkat
kepuasan terhadap metode kontrasepsi yang sedang dia gunakan
atau/dan berniat untuk mengganti dengan metode lain. Jawab “Ya” atau
“Tidak” dan sentuh tanda panah ke kanan untuk melanjutkan.

114
7. Pada langkah ini klien ditanyakan apakah sedang hamil atau tidak. Jika
jawaban klien “Ya” bahwa dia lagi hamil maka klien akan lanjut ke prosedur
pemeriksaan ANC dan proses dari konseling akan dihentikan.

Jika jawabannya “Tidak” maka lanjut ke langkah berikutnya dengan


menyentuh tanda panah ke kanan untuk melanjutkan.

115
8. Pada tahap ini ketika klien menjawab “tidak” dari langkah sebelumnya,
maka klien akan dievaluasi dengan kartu tilik untuk meyakinkan bahwa
klien memang sedang dalam keadaan tidak hamil.

116
9. Pada langkah ini klien di tanyakan apakah ingin memiliki anak lagi.

10. Apabila dari langkah nomer 9 diatas klien menjawab “Ya” maka kartu
MOW dan MOP akan disingkirkan dan jelaskan mengapa kartu tersebut
disingkirkan. Sentuh tanda panah kekanan untuk melanjutkan.

117
11. Apabila dari langkah nomer 9 diatas klien menjawab “Tidak ” maka kartu
MOW dan MOP akan disimpan dan jelaskan mengapa kartu tersebut
disimpan. Sentuh tanda panah kekanan untuk melanjutkan.

12. Pada langkah ini klien akan menjelaskan mengenai waktu dan jarak
kehamilan yang sehat. Dan kartu Waktu dan Jarak Kehamilan yang Sehat
akan diperlihatkan.

118
13. Setelah kartu Waktu dan Jarak Kehamilan Yang Sehat diperlihatkan maka
sentuh tanda panah kekanan untuk melanjutkan.

119
14. Pada langkah ini tanyakan kepada klien apakah sedang menyusui bayi
yang berusia kurang dari 6 bulan secara ekslusif.

Jika jawaban yang diberikan adalah “Ya” maka ditanyakan apakah waktu
menyusui kurang dari 6 minggu.

120
Jika memang menyusui kurang dari 6 minggu maka kartu Pil
Kombinasi, Suntik 1 Bulan dan Suntik 3 Bulan disingkirkan dan jelaskan
kenapa disingkirkan.

Jika bayi sudah menyusui lebih dari 6 minggu maka kartu Suntik 1 Bulan
dan Pil Kombinasi disingkirkan dan jelaskan kenapa disingkirkan.

121
15. Apabila jawaban dari langkah 14 klien menjawab “Tidak” bahwa klien
tidak sedang menyusui bayi yang berusia kurang dari 6 bulan maka
singkirkan kartu MAL dan jelaskan kenapa disishkan.

122
16. Langkah ini akan menanyakan apakah klien memiliki masalah pada
kesehatannya.

17. Jika memang klien memiliki masalah kesehatan, tanyakan pada klien
penyakit apakah yang pernah atau sedang klien derita. Sentuhlah pada
layar ketika klien menyebutkan penyakit-penyakit yang tertera pada
aplikasi. Setelah semua penyakit yang diderita atau setidaknya yang
diketahui oleh klien seluruhnya disebutkan maka sentuh tombol lanjut.

123
18. Pada langkah ini klien ditanyakan akan kesediannya untuk melanjutkan
konseling dan memilih salah satu metode KB.

Jika jawabannya “Tidak” maka akan dilanjutkan dengan anjuran untuk


berkonsultasi dengan keluarga.

Jika klien tidak ingin berkonsultasi dengan keluarga maka konseling akan
diakhiri. Dan apabila klien bersedia atau jawaban dari pertanyaan diatas
dijawab “Ya” maka sesi konseling akan terus dilanjutkan.

124
19. Jika klien menjawab “Ya” dari langkah nomer 18 maka seluruh kartu hasil
dari penapisan pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan akan
ditampilkan. Jelaskan satu persatu metode KB dari kartu yang tersisa.

125
20. Setelah seluruh kartu yang tersisa dijelaskan maka mintalah klien untuk
memilih salah satu kartu yng diminati, periksalah pilihan klien tersebut
dengan menggunakan brosur, dengan menanyakan dan menjelaskan
bahwa “metode ini tidak disarankan jika…”, dan bila tidak sesuai mintalah
klien untuk memilih metode lainnya.

21. Jelaskan tentang efektifitas, cara penggunaan, efek samping yang


mungkin timbul dan kemana klien harus berkonsultasi jika mendapatkan
masalah. Pastikan klien telah mantap dan memahami dengan metode KB
yang dipilih, mintalah klien untuk melihat dan membaca kembali isi brosur
dan mendiskusikan dengan pasangan. Sentuh tanda panah kekanan
untuk melanjutkan.

22. Catat hasil konseling pada buku KIA dan buku regiater pelayan, dan
proses konseling telah selesai. Akhiri dengan menyentuh tombol “Selesai”.

126
Aplikasi Strategi Konseling Berimbang untuk konseling KB dapat diakses
di seluruh perangkat teknologi yang peserta miliki. Aplikasi ini telah dibuat
responsif atau menyesuiakan secara otomatis terhadap semua ukuran layar,
yaitu ukuran layar telepon genggam normal (4 – 6.5 inchi) dan ukuran tablet
(di atas 7 inchi), serta ukuran desktop/laptop.
Begitu terunduh di dalam alat bantu digital peserta, akan muncul simbol
aplikasi sebagai berikut:

Ketika simbol/icon ini diklik atau ditekan/diketuk secara halus akan


muncul layar Home sebagai berikut:

127
SKATA adalah sumber informasi akurat untuk PUS yang dapat disampaikan
oleh Bidan. Dengan jumlah petugas lapangan yang secara proporsional tidak lagi
seimbang dengan wilayah yang harus dijangkaunya, SKATA adalah salah satu alat
yang dapat menjangkau mereka secara langsung dan membantu pekerjaan Bidan.
Jika sebelumnya Bidan meninggalkan selembar flyer terkait informasi bermanfaat
setelah selesai melakukan penyuluhan, kini Bidan dapat menganjurkan alamat
website dan ajakan untuk mengunduh aplikasinya jika PUS ingin mencari informasi
lebih mendalam atau memiliki pertanyaan lanjutan yang tidak dapat didiskusikan
pada saat itu juga.
Saat ini sumber informasi tentang KB didapat masyarakat dari tenaga
kesehatan, TV, dan Teman/tetangga/keluarga. Namun sumber-sumber informasi di
atas memiliki beberapa kelemahan, di antaranya adalah:
1. Tenaga kesehatan tidak selalu bertemu dengan PUS. PUS harus menyediakan
waktu untuk menemui mereka, sehingga pertukaran informasi tidak selalu
terjadi antara tenaga kesehatan dan PUS.
2. TV hanya menyampaikan iklan sehingga informasi yang akurat tidak
tersampaikan dengan mendalam.
3. Teman/tetangga/keluarga dapat dengan mudah diakses namun belum tentu
informasi yang diperoleh dari mereka adalah akurat.

SKATA ingin mencapai tujuan berikut:


1. Perencanaan keluarga menjadi topik pembicaraan. Tidak lagi sosial media
diisi dengan hanya mengenai makanan, restoran, selfie.
2. PUS dapat memperoleh informasi akurat tentang KB, bahkan dapat
mencari lokasi bidan terdekat.

3.1 Manfaat aplikasi SKATA


Bagi Peserta latih (tenaga kesehatan), SKATA adalah alat KIE baru
(media promosi baru) yang dapat dianjurkan penggunaannya kepada PUS
untuk mendapatkan informasi yang akurat dan praktis serta mendalam terkait
keluarga berencana, kesehatan reproduksi, dan kontrasepsi. SKATA
memudahkan tenaga kesehatan dalam melakukan rujukan untuk informasi
yang akurat melalui telepon genggam yang dimiliki klien, karena SKATA
memfasilitasi PUS untuk mendapatkan informasi-informasi yang bermanfaat
terhadap dirinya dan keluarga secara mandiri ataupun dengan pasangannya
dengan cara yang lebih praktis karena langsung dapat mereka akses di
telepon genggam mereka sendiri.

128
Peserta (tenaga kesehatan) tidak perlu tergantung pada ketersediaan
brosur dan flyer, melainkan memanfaatkan telepon genggam dan jaringan
media sosial dari klien itu sendiri untuk bisa menghubungkan klien ke konten
yang akurat dan praktis. Dengan menganjurkan ini, peserta juga secara tidak
langsung akan memperluas jaringan pengguna SKATA ke pasangan dan
keluarga serta teman dari klien. Sehingga harapannya akan lebih banyak klien
yang datang ke tenaga kesehatan sudah dengan memiliki perencanaan
keluarga bersama pasangan.

Di dalam SKATA, terdapat tujuh (7) menu utama:


1. Artikel: membantu keluarga di Indonesia menemukan informasi yang
bermanfaat seputar perencanaan keluarga, pengasuhan anak, kesehatan
reproduksi, penjelasan metode kontrasepsi, dan komunikasi pasangan.
2. Metode kontrasepsi: memberikan informasi yang akurat dan praktis
tentang semua metode kontrasepsi yang ada di Indonesia, termasuk cara
kerja, manfaat, efek samping, dan rumor serta fakta mengenainya.
3. Cari petugas kesehatan: menghubungkan pengguna SKATA dengan
petugas kesehatan terdekat agar memudahkan seseorang dan
pasangannya dalam berkonsultasi denan tenaga kesehatan.
4. Kuis uji pengetahuan: menghadirkan sejumlah topik pertanyaan untuk
dapat mengetes pengetahuan terkait kesehatan reproduksi dan
perencanaan keluarga. Kuis juga dilengkapi dengan jawaban yang benar
dan penjelasannya.
5. Simulasi perencanaan keluarga: membantu keluarga di Indonesia dalam
memproyeksikan masa depan keluarga dan kebutuhan finansialnya.
6. Kalender menstruasi: membantu pengguna SKATA dalam memonitor
jadwal haidnya.
7. Tahapan kehidupan: memberikan penjelasan terkait tahapan kehidupan
dan pilihan yang dimiliki seseorang dan pasangannya terkait tahapannya
tersebut.

129
3.2 Tata cara install aplikasi SKATA
SKATA dapat ditemukan di App Store untuk pengguna iOS dan di Play
Store untuk pengguna Android. SKATA juga dapat dilihat melalui website,
melalui www.skata.info. SKATA juga ada di media sosial, seperti Facebook
(SKATAID), Twitter (@skata_id), di Instagram (@skata_id), dan Youtube
(SKATA perencanaan keluarga).
Cara mengunduh aplikasi SKATA di Googla play store:
1. Masuk ke Google Play Store dengan mengklik icon Google Play Store.

2. Pada kotak “search” di Google Play Store ketik kan “skata”.

130
3. Pilihlah SKATA seperti pada gambar berikut.

4. Pilih install untuk lanjut pada proses instalasi SKATA.

131
5. 5.Pilih accept / terima ketika muncul layar berikut.

6. Proses instalasi akan dimulai dan tunggu hingga proses selesai dengan
sempurna.

132
7. Ketika proses instalasi selesai, pilihlah OPEN / Buka untuk membuka
aplikasi SKATA untuk pertama kali.

8. Icon SKATA akan muncul di smartphone peserta seperti berikut.

133
134
BUILDING LEARNING COMMITMENT
(MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR)

A. DESKRIPSI SINGKAT
Building Learning Commitment (BLC) adalah suatu proses pembelajaran
yang bertujuan untuk mempersiapkan atau mengkondisikan peserta latih untuk
mengikuti proses pembelajaran selanjutnya.
Kegiatan ini dilakukan di awal pelatihan agar peserta latih secara
individual, kelompok maupun menyeluruh dapat mengenal diri sendiri dan
mengenal orang lain yang akhirnya dapat beradaptasi dengan mengubah diri
ke arah yang positif.
Proses pembelajaran BLC yang baik dapat membangun motivasi belajar
baik fisik, intelektual maupun emosional, baik secara individual, kelompok
maupun menyeluruh sehingga dapat meningkatkan produktivitas peserta latih.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta diharapkan mampu memahami
konsep “membangun komitmen belajar” dan mampu mengaplikasikan serta
menimbulkan motivasi belajar selama proses belajar berlangsung.

2. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu:
a. Mengenali norma-norma belajar, baik secara individu maupun secara
kelompok serta mampu menegakkan norma-norma tersebut.
b. Mau dan mampu melakukan perubahan diri untuk mengikuti proses
pembelajaran.
c. Mau dan mampu berperan secara optimal dalam setiap pembelajaran
dan kerjasama.
d. Mampu berperan secara optimal dalam membangun dan
mengembangkan tim belajar yang efektif.

C. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


1. Konsep Building Learning Commitment.
2. Harapan Pembelajaran.
3. Norma Belajar Bersama.
4. Kontrol Kolektif.

135
D. PERUBAHAN YANG DIHARAPKAN
Peserta menyadari kebutuhan perubahan:

tidak tahu, tahu, tahu,


tidak mampu tidak mampu mampu

Mastery
(Unconcious Competence)

PESERTA DAPAT MENJADI TIM PEMBELAJARAN YG EFEKTIF

E. BAHAN BELAJAR
Instrumen-instrumen games.

F. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


1. Pencairan dan Perkenalan
a. KERETA NAMA
- minta setiap orang untuk berdiri membentuk lingkaran dan
sebutkan nama Anda dan menambah satu nama orang di sebelah
kanan Anda
- minta orang yang di sebelah itu untuk menyebut nama Anda,
namanya sendiri dan orang di sebelah kanannya
- lanjutkan untuk semua orang dalam lingkaran diakhiri dengan orang
terakhir mengulang semua nama
- minta orang untuk melakukn perubahan tempat di dalam lingkaran
dan tantang seorang
- sukarelawan untuk mengulangi semua nama
b. PERMAINAN BOLA:
- minta setiap orang untuk berdiri membentuk lingkaran dan
lemparkan bola kepada seseorang
- dengan menyebutkan nama Anda sendiri, nama orang yang Anda
lempari bola dan nama orang lain yang harus dilempari bola
selanjutnya.
- orang yang menerima bola mengulang lagi namanya sendiri, nama
orang yang memintanya
- melempar bola dan nama orang yang dilempari bola.

2. Pembentukan NILAI dan NORMA


a. Peserta diacak kembali dengan membuat kelompok baru (anggota
kelompok 8-10 peserta)
b. Diberi lembar kerja yang berisi nilai-nilai
c. Setiap individu dalam kelompok memilih lima buah nilai, kemudian
didiskusikan dan menghasilkan nilai kelompok (5 nilai)
d. Nilai-nilai yang telah disepakati di jabarkan dalam bentuk norma

136
e. Kelas bersama-sama memilih norma mana yang akan dipakai selama
pembelajaran berlangsung.

3. Pembentukan Kontrol Bersama (Collective Control)


a. Buat kesepakatan tentang ” collective control” (untuk menjaga agar
norma tetap dilaksanakan secara konsekuen)
b. Pembentukan norma harus bisa memberikan pembelajarn kepada
peserta untuk tidak mengulangi kesalahannya dan memberi nilai
pembelajaran yang baik bagi peserta.

G. URAIAN MATERI

137
Pada awal memasuki suatu pelatihan, sering para peserta menunjukkan
suasana kebekuan (freezing), karena belum tentu pelatihan yang diikuti merupakan
pilihan prioritas dalam kehidupannya. Mungkin saja kehadirannya di pelatihan
karena terpaksa, tidak ada pilihan lain, harus menuruti ketentuan/persyaratan.
Mungkin juga terjadi, pada saat pertama hadir sudah memiliki anggapan merasa
sudah tahu semua yang akan dipelajari atau membayangkan kejenuhan yang akan
dihadapi. Untuk mengantisipasi semua itu, perlu dilakukan suatu proses
pencairan(unfreezing).
Proses BLC adalah proses melalui tahapan dari mulai saling mengenal antar
pribadi, mengidentifikasi dan merumuskan harapan dari pelatihan ini, sampai
terbentuknya norma kelas yang disepakati bersama serta kontrol kolektifnya. Pada
proses BLC setiap peserta harus berpartisipasi aktif dan dinamis. Keberhasilan atau
ketidak berhasilan proses BLC akan berpengaruh pada proses pembelajaran
selanjutnya. Perkenalan Pada tahap perkenalan fasilitator memperkenalkan diri dan
asal usul institusinya dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran.
Kemudian mengajak peserta untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran. Dalam memandu peserta untuk proses perkenalan dengan
menggunakan metode yaitu: dalam 5 menit pertama setiap peserta diminta
berkenalan dengan peserta lain sebanyak-banyaknya. Meminta peserta yang
berkenalan dengan jumlah peserta terbanyak, dan dengan jumlah peserta paling
sedikit untuk memperkenalkan teman-temannya. Meminta peserta yang belum
disebut namanya untuk memperkenalkan diri, sehingga seluruh peserta saling
berkenalan, diikuti juga oleh panitia untuk memperkenalkan dirinya.

Pencairan
Fasilitator menyiapkan kursi sejumlah peserta dan disusun melingkar:
1. Fasilitator meminta semua peserta duduk di kursi dan satu diantaranya duduk
di tengah lingkaran.
2. Peserta yang duduk di tengah lingkaran diminta memberi aba-aba, agarpeserta
yang disebut identitasnya pindah duduk, misalnya dengan menyeru: ”Semua
peserta berbaju merah pindah” Pada keadaan tersebut akan terjadi pertukaran
tempat duduk dan saling berebut antar peserta. Hal tersebut menggambarkan
suasana “storming”, atau seperti “badai” yang merupakan tahap awal dari suatu
pembentukan kelompok.
3. Ulangi lagi, setiap peserta yang duduk di tengah lingkaran untuk menyerukan
identitas yang berbeda, misalnya peserta yang berkaca mata atau yang berbaju
batik dan lain-lain.
4. Lakukan permainan tersebut selama 10 – 15 menit, tergantung situasi dan
kondisi.
5. Fasilitator memandu peserta untuk merefleksikan perasaannya dalam
permainan tersebut serta pengalaman belajar apa yang diperolehnya.
6. Fasilitator membuat rangkuman bersama-sama peserta, agar terjadi proses
yang dinamis.

138
Merumuskan harapan pelatihan dan norma yang akan disepakati:
1. Fasilitator membagi peserta dalam kelompok kecil @ 5 – 6 orang,
2. Kemudian menjelaskan tugas kelompok tersebut.
3. Masing-masing kelompok akan menentukan harapan terhadap pelatihan ini
serta kekhawatiran dalam mencapai harapan tersebut.
4. Juga didiskusikan bagaimana solusi (pemecahan masalah) untuk mencapai
harapan tersebut serta menghilangkan kekhawatiran yang akan terjadi selama
pelatihan. Mula-mula secara individu, kemudian hasil setiap individu dibahas
dan dilakukan kesepakatan sehingga menjadi harapan kelompok.
5. Setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Peserta
dari kelompok lainnya diminta untuk memberikan tanggapan dan masukan bila
ada.
6. Fasilitator memandu peserta untuk membahas harapan dan kekhawatiran dari
setiap kelompok tersebut sehingga menjadi harapan kelas yang disepakati
bersama. Berdasarkan hasil pemaparan diskusi seluruh kelompok maka
disepakati bersama fasilitator untuk menentukan ketua kelas dan sekretaris
yang akan memandu peserta secara bersama-sama untuk merumuskan
norma-norma kelas yang akan disepakati bersama.
7. Peserta difasilitasi sedemikian rupa agar semua berperan aktif dan memberikan
komitmennya untuk metaati norma kelas tersebut.

Menentukan Kontrol Kolektif:


1. Ketua kelas dan sekretaris beserta fasilitator memandu brainstorming tentang
sanksi apa yang harus diberlakukan bagi orang yang tidak mematuhi atau
norma yang telah disepakati agar komitmen yang dibangun menjadi lebih kuat.
2. Tuliskan hasil brainstorming pada flipchart agar bisa dibaca oleh semua
peserta.
3. Peserta difasilitasi sedemikian rupa sehingga aktif dalam melakukan
brainstorming, sehingga dapat dirumuskan sanksi yang disepakati kelas.
Penutupan sesi
4. Fasilitator memandu peserta membuat rangkuman dari semua proses dan hasil
pembelajaran selama sesi ini.
5. Fasilitator memberi ulasan singkat tentang materi yang terkait dengan BLC.

139
Dalam sesi BLC, lebih banyak menggunakan metode games/ permainan,
penugasan individu dan diskusi kelompok, yang pada intinya adalah untuk
mendapatkan komitmen belajar, harapan, norma kelas dan kontrol kolektif. Proses
BLC sendiri adalah proses melalui tahapan dari mulai saling mengenal antar pribadi,
mengidentifikasi dan merumuskan harapan dari pelatihan ini, sampai terbentuknya
norma kelas yang disepakati bersama serta kontrol kolektifnya. Pada proses BLC
setiap peserta harus berpartisipasi aktif dan dinamis. Keberhasilan atau ketidak
berhasilan proses BLC akan berpengaruh pada proses pembelajaran selanjutnya.
Pada kesempatan ini juga fasilitator akan merumuskan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai dalam kegiatan membangun komitmen belajar, sehingga dengan
demikian para peserta dengan sendirinya sadar akan peran dan tanggung jawabnya
dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran yang dilaksanakan pada
pelatihan tersebut.

Norma Merupakan nilai yang diyakini oleh suatu kelompok atau masyarakat,
kemudian menjadi kebiasaan serta dipatuhi sebagai patokan dalam perilaku
kehidupan sehari hari kelompok/ masyarakat tersebut. Norma adalah gagasan,
kepercayaan tentang kegiatan, instruksi, perilaku yang seharusnya dipatuhi oleh
suatu kelompok. Norma dalam suatu pelatihan adalah gagasan, kepercayaan
tentang kegiatan, instruksi, perilaku yang diterima oleh kelompok pelatihan, untuk
dipatuhi oleh semua anggota kelompok (peserta, pelatih/ fasilitator dan panitia).
Kontrol Kolektif Merupakan kesepakatan bersama tentang memelihara agar
kesepakatan terhadap norma kelas ditaati. Biasanya ditentukan dalam bentuk
sanksi apa yang harus diberlakukan apabila norma tidak ditaati atau dilanggar.

140
Komitmen Komitmen merupakan keterikatan, keterpanggilan seseorang
terhadap apa yang dijanjikan atau yang menjadi tujuan dirinya atau kelompoknya
yang telah disepakati dan terdorong berupaya sekuat tenaga untuk
mengaktualisasinya dengan berbagai macam cara yang baik, efektif dan efisien.
Komitmen belajar/pembelajaran, adalah keterpanggilan seseorang/ kelompok/
kelas (peserta pelatihan) untuk berupaya dengan penuh kesungguhan
mengaktualisasikan apa yang menjadi tujuan pelatihan/ pembelajaran. Keadaan ini
sangat menguntungkan dalam mencapai keberhasilan individu/ kelompok/ kelas,
karena dalam diri setiap orang yang memiliki komitmen tersebut akan terjadi niat
baik dan tulus untuk memberikan yang terbaik kepada individu lain, kelompok dan
kelas secara keseluruhan.
Dengan terbangunnya BLC, juga akan mendukung terwujudnya saling
percaya, saling kerja sama, saling membantu, saling memberi dan menerima,
sehingga tercipta suasana/ lingkungan pembelajaran yang kondusif. Harapan
Dengan membangun komitmen belajar makan para peserta akan berupaya untuk
mencapai harapan yang diinginkannya dala setiap proses pembelajaran. Dalam hal
ini harapan peserta adalah kehendak/ keinginan untuk memperoleh atau mencapai
sesuatu. Dalam pelatihan berarti keinginan untuk memperoleh atau mencapai
tujuan yang diinginkan sebagai hasil proses pembelajaran. Dalam menetukan
harapan harus realistis dan rasional sehingga kemungkinan untuk mencapainya
menjadi besar. Harapan jangan terlalu tinggi dan jangan terlalu rendah. Harapan
juga harus menimbulkan tantangan atau dorongan untuk mencapainya, dan bukan
sesuatu yang diucapkan secara asal asalan. Dengan demikian dinamika
pembelajaran akan terus terpelihara sampai proses pembelajaran berakhir.

141
142
KETERSEDIAAN ALAT DAN OBAT KONTRASEPSI
DI PUSKESMAS

A. DESKRIPSI SINGKAT
Penyediaan alat dan obat kontrasepsi (alokon) dan sarana penunjang
akan menjamin kelangsungan pembinaan peserta KB dan kelangsungan
Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga
(KKBPK) terutama yang menyangkut penyelenggaraan urusan wajib yang
terkait dengan pelayanan dasar program Keluarga Berencana dan Keluarga
Sejahtera. Dengan demikian diharapkan melalui tata kelola yang baik ini dapat
memastikan ketersediaan alokon dan sarana penunjang yang
berkesinambungan di semua tingkatan dan terjaga kualitasnya.
Mengingat alokon memiliki nilai yang sangat strategis baik dalam
menunjang operasional Program KKBPK maupun membantu peserta KB,
termasuk anggaran yang dibutuhkan untuk penyediaan/pembeliannya sangat
besar, maka alokon dan sarana penunjang tersebut harus dikelola dengan
prinsip 6 tepat, yaitu tepat jumlah, tepat produk, tepat tempat, tepat waktu, tepat
kondisi serta tepat biaya.
Alokon melalui berbagai proses pada rantai pasok mulai dari proses
perencanaan, penyediaan, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian
hingga tersedia di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) yang berupa Faskes KB beserta
Jaringan dan/ atau Jejaring.
Penerapan manajemen rantai pasok yang baik membutuhkan visibilitas
data yang dapat diandalkan, yaitu berdasarkan pencatatan yang terbaru, rutin
dan akurat serta pelaporan yang tepat waktu. Sehingga pengelola dan pembuat
keputusan di masing-masing tingkatan dapat melakukan keputusan yang tepat
berdasarkan informasi dari data tersebut. Penggunaan data dalam membuat
keputusan logistik (misalnya menghitung pasokan ke tingkat bawahnya,
ataupun keputusan realokasi) dan untuk monitoring kinerja rantai pasok sangat
penting untuk menjaga pengelolaan rantai pasok yang efektif dan efisien.
Faskes KB diharapkan mampu melakukan pengelolaan alokon yang
selain menjamin ketersediaan di fasilitasnya, juga mencakup ketersediaan di
Jejaring/ Jaringannya.
Pada umumnya, sesuai peraturan pengelolaan obat di fasilitas kesehatan
berada dibawah tupoksi farmasi. Meski demikian alokon seringkali juga dikelola
di tempat pelayanan KB oleh Bidan. Untuk itu Bidan juga perlu dibekali
pengetahuan mengenai pengelolaan alokon.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu
memahami mengenai ketersediaan alat dan obat kontrasepsi
2. Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu
a. Memahami tata kelola alokon program KB
b. Memahami tingkat ketersediaan alokon di puskesmas dan
jejaring/jaringan
c. Memahami pencatatan dan pelaporan logistik alokon

143
C. POKOK BAHASAN
1. Tata kelola alokon program KB
1.1 Alur penyediaan alokon
1.2 Jenis alokon yang disediakan oleh BKKBN
1.3 Penyimpanan alokon yang baik

2. Tingkat Ketersediaan alokon di Puskesmas dan jejaring/jaringan


2.1 Tingkat ketersediaan stok: stok maksimal, memadai, titik stok realokasi,
dan titik pemesanan darurat
2.2 Permintaan darurat dan realokasi
3. Pencatatan dan pelaporan logistik alokon
3.1 Kartu stok
3.2 Formulir register R/II
3.3 Laporan F/II/KB

D. BAHAN BELAJAR
1. Modul
2. Bahan Tayang
3. Komputer/Laptop
4. LCD
5. Flipchart
6. White Board
7. ATK

E. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran ini menguraikan tentang
kegiatan fasilitator dan peserta dalam proses pembelajaran selama sesi ini
berlangsung Teori (2 jpl x 45 menit = 90 menit) adalah sebagai berikut:

Langkah 1. Pengkondisian (10 menit)


1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja dan materi yang akan disampaikan.
2. Menciptakan suasana nyaman dan mendorong kesiapan peserta untuk
menerima materi dengan menyepakati proses pembelajaran.
3. Dilanjutkan dengan penyampaian judul materi, deskripsi singkat, tujuan
pembelajaran serta ruang lingkup pokok bahasan yang akan dibahas pada
sesi ini dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Penyampaian pokok bahasan 1 (20 menit)


1. Kegiatan Fasilitator
a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang gambaran umum
strategi konseling berimbang keluarga berencana
b. Penyampaian dan pembahasan pokok bahasan 1 yaitu Tata Kelola
Alokon
- Sub pokok bahasan 1. Alur Penyediaan Alokon
- Sub pokok bahasan 2. Jenis Alokon yang Disediakan oleh BKKBN
- Sub pokok bahasan 3. Penyimpanan Alokon yang Baik

144
2. Kegiatan Peserta
a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator
b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi tersebut
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum
dipahami

Langkah 3. Penyampaian pokok bahasan 2 (20 menit)


1. Kegiatan Fasilitator
a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi)
b. Penyampaian dan pembahasan pokok bahasan 2 yaitu Tingkat
Ketersediaan Alokon di Puskesmas dan Jejaring/Jaringan
- Sub pokok bahasan 1. Tingkat Ketersediaan Stok : Stok
Maksimal, Memadai, Titik Stok Realokasi, dan Titik Pemesanan
Darurat
- Sub pokok bahasan 2. Permintaan Darurat dan Realokasi
2. Kegiatan Peserta
a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator
b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum
dipahami

Langkah 4. Penyampaian pokok bahasan 3 (20 menit)


1. Kegiatan Fasilitator
a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi)
b. Penyampaian dan pembahasan pokok bahasan 3 yaitu Pencatatan dan
Pelaporan Logistik Alokon
- Sub Pokok Bahasan 1. Kartu Stok
- Sub Pokok Bahasan 2. Formulir register R/II
- Sub Pokok Bahasan 3. Laporan F/II/KB
2. Kegiatan Peserta
a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator
b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi konseling
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum
dipahami

Langkah 5. Rangkuman dan evaluasi hasil belajar (15 menit).


1. Langkah pembelajaran:
2. Mengadakan evaluasi dengan melemparkan 3 pertanyaan sesuai topik
pokok bahasan secara acak kepada peserta.
3. Memperjelas jawaban peserta terhadap masing – masing pertanyaan yang
telah diajukan sebelumnya.
4. Bersama peserta merangkum poin-poin penting dari hasil proses
pembelajaran.
5. Membuat kesimpulan dapat dilakukan sendiri oleh fasilitator atau membuat
kesimpulan dengan mengajak peserta secara bersama-sama.
6. Fasilitator menutup sesi ini, dengan memberikan apresiasi kepada seluruh
peserta.

F. URAIAN MATERI

145
1.1 Alur Penyediaan Alokon
Pada bagian ini peserta pelatihan akan mendapatkan pengetahuan
terkait kebijakan BKKBN dalam penyediaan alokon. Penyediaan dilakukan
secara sentralisasi oleh BKKBN Pusat sampai tahun 2017 untuk kemudian
didistribusikan secara berjenjang. Mulai tahun 2018, pemesanan untuk
kebutuhan rutin dilakukan secara desentralisasi oleh Kantor Perwakilan
BKKBN provinsi dan didistribusikan ke Kabupaten/Kota untuk selanjutnya ke
Faskes KB.
Sesuai dengan program Jaminan Kesehatan Nasional, distribusi alokon
dari OPD KB Kabupaten/Kota ditujukan ke Faskes KB, yang berupa FKTP dan
FKRTL. Faskes KB melakukan pelayanan KB ke akseptor, dan juga
melakukan fungsinya sebagai pengampu Jejaring/ Jaringannya. Sesuai
dengan diagram berikut ini:

146
1.2 Jenis Alokon yang Disediakan Oleh BKKBN
Alokon yang disediakan oleh program antara lain:
1. Metode kontrasepsi jangka Panjang (MKJP) yaitu IUD dan implant.
2. Non MKJP yaitu Pil KB Kombinasi, Suntik KB I 3 bulanan dan kondom.

1.3 Penyimpanan Alokon yang Baik


Standarisasi penyimpanan alokon di Faskes KB mengikuti prosedur
Pedoman Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan dari Kementerian Kesehatan
menurut tingkatan Fayankes masing-masing.
Materi ajar ini akan dilengkapi dengan slide presentasi, namun secara
keseluruhan metode pengajarannya akan menggunakan metode curah
pendapat, praktek langsung dan diskusi, baik itu dalam kelompok maupun
diskusi yang melibatkan seluruh peserta pelatihan.

147
2.1 Tingkat Ketersediaan Stok: Stok Maksimal, Memadai, Titik Stok
Realokasi, dan Titik Pemesanan Darurat
Materi ajar ini diberikan agar bidan dibuka dengan pemahaman
mengenai tingkat persediaan. Tingkat persedian perlu diketahui agar petugas
pengelola alokon dapat melakukan perencanaan kebutuhan dengan benar
sehingga alokon tersedia setiap saat.
Untuk dapat melakukan perhitungan kebutuhan alokon data yang
dibutuhkan adalah konsumsi rata-rata pemakaian perbulan yang diperoleh
dari laporan F/II KB selama 3 bulan terakhir pada bagian 3 laporan persediaan
alokon, sisa stok yang ada di puskesmas dan berapa stok maksimum yang
seharusnya ada di faskes. Untuk perhitungan kebutuhan ini akan dilakukan
oleh OPD KB dan untuk kebutuhan jaringan/jejaring akan dihitung oleh
petugas pengelola alokon. Bidan dapat berkoordinasi dengan petugas
pengelola alokon terkait dengan ketersediaan alokon di Puskesmas.
Tabel berikut akan menunjukkan tingkat persediaan yang berbeda-beda
sesuai dengan tindakan apa yang perlu dilakukan pada masing-masing tingkat
wilayah:

Tingkat Tingkat Stok Tingkat Stok Jadwal Titik Pemesanan Titik Stok
Wilayah Maksimum Minimum Pasokan Darurat (EOP) Realokasi
Ulang Rutin
Pusat 3 bulan (Sebagai Setahun sekali
stok penyangga)

Provinsi 18 bulan 6 bulan Setahun sekali 3 bulan 24 bulan


Kab/Kota 6 bulan 3 bulan Setiap 3 bulan 1.5 bulan 8 bulan
Faskes 4 bulan 2 bulan Setiap 2 bulan 0.5 bulan 5 bulan
Jejaring / 2 bulan 1 bulan Setiap bulan 0.5 bulan 3 bulan
Jaringan

2.2 Permintaan Darurat dan Melakukan Realokasi


Pada kasus tertentu dimana terjadi gangguan siklus rutin rantai pasok
alokon yang menyebabkan tingkat persediaan berada di bawah stok minimal,
maka diperlukan prosedur permintaan darurat segera (kapan pun) pada saat
Puskesmas maupun Jejaring/ Jaringan menyentuh titik pemesanan darurat
agar dapat menghindari terjadinya kekosongan stok.

148
Contoh:
Puskesmas “Mattirobaji” di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan memiliki rata-
rata konsumsi untuk suntik KB 153 vial/bulan pada bulan Januari 2017 dan stok
akhir menunjukkan sisa 82 vial. Berarti tingkat persediaannya adalah 0,4 bulan.

Karena titik permintaan darurat Puskesmas adalah 0,5 bulan, maka Puskesmas ini
mengajukan Surat Permintaan Darurat agar menghindari kekosongan stok.
Untuk menindaklanjuti surat tersebut, Kabupaten Gowa akan melakukan
pengiriman suntikan sesegera mungkin dengan jumlah yang memungkinkan
Faskes KB ini bertahan hingga jadwal pengiriman rutinnya.

Titik stok realokasi ditetapkan untuk menghindari stok berlebih atau over
stock agar tidak terjadi kadaluarsa sebelum digunakan dan memaksimalkan
penyerapan agar sesuai kebutuhan. Jika suatu fasilitas memiliki tingkat
persediaan yang menyentuh titik ini, maka faslitas di atasnya dapat melakukan
realokasi ke fasilitas lain sesuai mekanisme distribusi dinamis. Jumlah yang
direalokasi, hendaknya dihitung agar fasilitas tersebut kembali menyentuh titik
stok maksimumnya.

Contoh:
Puskesmas “Bontobahari” di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan memiliki rata-rata
konsumsi untuk IUD “0” buah/bulan pada bulan Februari 2017 dengan stok akhir pada
laporan F/II/KB menunjukkan sisa 28 buah. Bila suatu Puskesmas memiliki rata-rata
konsumsi nol, maka dianggap satu buah/bulan. Berarti tingkatan stoknya adalah 28 bulan.

Berdasarkan tabel tingkatan stok di atas, stok realokasi Puskesmas adalah 5 bulan. Setelah
mengkaji tingkat ketersediaan IUD di Puskesmas ini berada di 28 bulan, maka OPD KB
Bulukumba akan menginstruksikan koordinasi realokasi agar IUD tidak menumpuk dan
bisa digunakan di Puskesmas lain yang membutuhkan.

Konsumsi “nol” disetarakan dengan “satu” dengan tujuan agar dalam perhitungan
kebutuhan, Puskesmas masih tersedia alokon untuk pelayanan metode tersebut, walaupun
selama tiga bulan terakhir tidak ada pemakaian. Dengan demikian juga akan menghindari
kejadian kekosongan stok.

Sehingga dengan menganggap rata-rata konsumsinya sama dengan “satu” maka stok
maksimalnya adalah 4 buah IUD/bulan. Dan diputuskan realokasi IUD sebanyak 24 buah
dari Puskesmas ini.

149
Materi ajar ini akan dibuka dengan pemahaman mengenai pencatatan.
Kemudian dilanjutkan dengan secara spesifik membahas mengenai berbagai
formulir pencatatan. Selanjutnya peserta akan berlatih mengisi dan melengkapi
pencatatan untuk kemudian diterjemahkan ke dalam pelaporan.
Setiap alokon yang dikelola harus dilengkapi dengan pencatatan yang lengkap
dimulai dari penerimaan sampai dengan dikeluarkan. Pencatatan informasi logistik
yang akurat dan tepat waktu memungkinkan manajemen stok yang baik dan akurasi
dalam pelaporan. Pengelola logistik harus memiliki data kapanpun dan dimanapun
diperlukan untuk membuat keputusan secara cepat. Faskes KB juga perlu melapor
tepat waktu dan dengan data yang akurat.

3.1 Formulir Register R/II


Register R/II merupakan registrasi KB yang mencatat mutasi dari alokon
yang dibuat berdasarkan tanggal mutasi alokon dan dilaporkan setiap bulan..
Register KB merupakan salah satu sumber data untuk pengisian laporan
bulanan F/II KB.

3.2 Kartu Stok


Kartu stok merupakan bentuk pencatatan yang paling utama dan paling
banyak digunakan untuk memantau barang yang dikelola, baik di tingkat
gudang maupun Faskes KB. Kartu stok pada umumnya disimpan di tempat
penyimpanan, berdekatan dengan produk yang dicatat dan harus ada satu
kartu stok untuk setiap produk (termasuk informasi tentang dosis dan ukuran
kemasan).
Satu kartu stok harus digunakan per satu jenis alokon yang dikelola per
unit satuan kemasan. Unit satuan kemasan yang ditetapkan untuk alokon
adalah sebagai berikut:
1. IUD: Unit.
2. Implan: Set.
3. Pil: Siklus.
4. Kondom: Lusin.
5. Suntik KB: Vial.

Kartu stok harus diperbaharui setiap terjadi transaksi penerimaan


ataupun pengeluaran, dan juga pada saat penghitungan fisik stok (stok
opname).

150
Tujuan dari kartu stok adalah untuk menyediakan pencatatan yang
terbaru dari seluruh transaksi dan jumlah stok yang ada saat ini. Transaksi di
kartu stok yaitu:
1. Penerimaan, baik dari tingkatan atas maupun jika menerima distribusi
dinamis atau stok realokasi dari fasilitas lain.
2. Pengeluaran, untuk tingkat gudang yaitu semua transaksi keluar baik ke
fasilitas tingkat bawahnya maupun realokasi. Sedangkan untuk tingkat
Faskes KB yaitu semua transaksi keluar baik yang dikeluarkan untuk
melayani akseptor atau disalurkan ke jejaring. Di Faskes KB, jumlah
pengeluaran untuk pelayanan kepada akseptor harus diperbaharui setiap
hari dengan mengacu pada Register KB (R/II).
3. Pencatatan hasil perhitungan fisik.
4. Sisa stok akhir, merupakan stok yang tersedia yang dihitung dari stok
sebelumnya ditambah stok diterima, dikurangi stok keluar yaitu untuk
digunakan dalam pelayanan, stok rusak/ kadaluarsa/ lainnya.

Kartu stok membantu pengelola alokon untuk memantau level stok,


memastikan bahwa stok memadai hingga pemasokan berikutnya, dan sebagai
dasar dalam pengambilan keputusan seperti membuat permintaan darurat ke
tingkat atas atau melakukan realokasi ke fasilitas lain.
Kartu stok hendaknya memiliki informasi Titik Permintaan Darurat (EOP)
dan Titik Realokasi (RP) dan hendaknya diperbaharui setiap bulannya.
Informasi mengenai EOP dan RP terkini akan diberikan oleh tingkatan atas,
pada saat pengiriman alokon rutin, dan pengelola alokon harus
memperbaharui jumlah titik-titik tersebut di kartu stok.
Setiap waktu pada saat dibutuhkan, pengelola alokon dapat
membandingkan sisa stok akhir yang ada di kartu stok dengan jumlah titik
permintaan darurat dan titik realokasi, untuk kemudian mengambil tindakan
yang diperlukan sesuai tingkat persediaan.

3.3 Laporan F/II/KB


Setelah pencatatan dilakukan secara lengkap, kemudian data logistik di
laporkan oleh Puskesmas melalui Laporan F/II/KB bagian III. Puskesmas juga
perlu melakukan rekapitulasi laporan Jejaring/ Jaringannya. Sehingga total
kebutuhan yang akan dipasok dari OPD Kabupaten/ Kota merupakan
kebutuhan untuk Puskesmas tersebut beserta Jejaring/ Jaringannya.

151
152
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)

A. DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini berisi tentang pengertian, manfaat dan langkah-langkah dalam
pembuatan RTL.

B. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan
sebagai berikut:
1. Pengertian RTL.
2. Manfaat adanya RTL.
3. Sistimatika penyusunan RTL.
4. Penyusunan RT.

C. URAIAN MATERI

153
RTL adalah setiap upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh peserta pelatihan
setelah kegiatan pelatihan selesai. Rencana Tindak Lanjut hendaknya dibuat
secara spesifik dan realistis sesuai dengan tanggungjawabnya.

1. Mengetahui dan menumbuhkan komitmen peserta dan lembaga/instansi


pengirim untuk menerapkan apa yang telah dibahas selama pelatihan
berlangsung.
2. Sebagai alat dan panduan untuk memantau (monitoring) dan mengevaluasi
penerapan hasil program pelatihan.
3. Sebagai bahan dan alat untuk mengetahui dampak pelatihan baik secara
individu maupun kelembagaan termasuk didalamnya faktor pendukung dan
faktor penghambat.

Dalam menyusun RTL pada umumnya akan mencakup hal-hal sebagai


berikut:
1. “Apa”, yaitu menyangkut jenis kegiatan yang dapat dilakukan di dalam kegiatan
sehari-hari di tempat kerja
2. “Bagaimana”, yaitu cara atau langkah-langkah yang harus ditempuh sehingga
dapat terlaksana dengan baik dan benar
3. “Siapa”, yaitu menyebutkan pihak terkait (stakeholder) siapa saja yang harus
dan perlu dilibatkan dalam melakukan kegiatan tindak lanjut.
4. “Kapan”, yaitu menjelaskan dan menguraikan tentang batasan waktu kapan
akan dimulai dan kapan akan berakhir
5. “Dimana”, yaitu menyebutkan dimana kegiatan tersebut akan dilakukan.

154
Dalam menyusun RTL yang baik:
1. Memiliki tujuan yang jelas, obyektif, rasional.
2. Cukup menantang untuk diperjuangkan.
3. Mudah dipahami dan tidak multi tafsir.
4. Dapat dipakai sebagai pedoman untuk bertindak ekonomis rasional.
5. Menjadi dasar dan alat untuk pengendalian.
6. Dapat dikerjakan oleh sekelompok orang.
7. Berkesinambungan, urutan, waktu.
8. Meliputi semua yang akan dilakukan.
9. Saling mendukung dan tdk boleh bertentangan.
10. Fleksibel tetapi tidak mengubah tujuan.
11. Sensitif terhadap situasi, sehingga terbuka kemungkinan untuk mengubah
tehnik pelaksanaannya.
12. Serimbang antara pemberian tugas dan penyediaan fasilitas.
13. Berdasar analisis terhadap data, informasi dan fakta.

Berdasarkan hasil analisis kemudian disusun RTL dengan langkah-langkah


berikut:
1. Identifikasi dan buat perumusan yang jelas dari semua kegiatan yang akan
dilaksanakan (apa/what). Pada saat menentukan kegiatan hendaknya
mereview modul Pelatihan Fasilitator Kelas Ibu.
2. Tentukan apa tujuan dari masing-masing kegiatan yang telah ditentukan.
3. Tentukan sasaran dari masing-masing kegiatan yang telah ditentukan.
4. Tetapkan cara atau metode yang akan digunakan dalam pelaksanaan setiap
kegiatan (bagaimana/how).
5. Perkirakan waktu yang diperlukan untuk setiap kegiatan (kapan/when), dan
tentukan lokasi yang akan digunakan dalam melakukan kegiatan
(tempat/where).
6. Perkirakan besar dan sumber biaya yang diperlukan pada setiap kegiatan.
7. Tetapkan siapa mengerjakan apa pada setiap kegiatan dan bertanggung jawab
kepada siapa (siapa/who).

Oleh karena itu dalam menyusun RTL harus mencakup unsur-unsur berikut:
1. Kegiatan; yaitu uraian kegiatan yang akan dilakukan, didapat melalui identifikasi
kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar
hal ini terealisasi maka di identifikasi kegiatan kegiatan apa yang diperlukan.
2. Tujuan; adalah membuat ketetapan ketetapan yang ingin dicapai dari setiap
kegiatan yang direncanakan pada unsur nomor 1. Penetapan tujuan yang baik
adalah di rumuskan secara konkrit dan terukur.
3. Sasaran; yaitu seseorang atau kelompok tertentu yang menjadi target kegiatan
yang direncanakan.

155
4. Cara/Metode; yaitu cara yang akan dilakukan dalam melakukan kegiatan agar
tujuan yang telah ditentukan dapat tercapai.
5. Waktu dan Tempat; dalam penentuan waktu sebaiknya menunjukkan kapan
suatu kegiatan dimulai sampai kapan berakhir. Apabila dimungkinkan sudah
dilengkapi dengan tanggal pelaksanaan. Hal ini untuk mempermudah dalam
persiapan kegiatan yang akan dilaksanakan, serta dalam melakukan evaluasi.
Sedangkan dalam menetapkan tempat, seyogyanya menunjukkan lokasi atau
alamat kegiatan akan dilaksanakan.
6. Biaya; Agar RTL dapat dilaksanakan perlu direncanakan anggaran yang
dibutuhkan untuk kegiatan tersebut. Akan tetapi perencanaan anggaran harus
realistis untuk kegiatan yang benar-benar membutuhkan dana, artinya tidak
mengada-ada. Perhatikan/pertimbangkan juga kegiatan yang memerlukan
dana tetapi dapat digabung pelaksanaannya dengan kegiatan lain yang
dananya telah tersedia. Rencana anggaran adalah uraian tentang biaya yang
diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan, mulai dari awal sampai selesai.
7. Pelaksana/penanggung jawab; yaitu personal/tim yang akan melaksanakan
kegiatan yang direncanakan. Hal ini penting karena personal/tim yang terlibat
dalam kegiatan tersebut mengetahui dan melaksanakan kewajiban. Untuk lebih
mudahnya, penyusunan RTL dapat menggunakan .

Format Isian sebagai berikut: Format Isian Rencana Tindak Lanjut Penjelasan:
Kolom 1 : Kolom nomor Pada kolom ini dicantumkan nomor kegiatan mulai dari
1, 2, 3 dst sesuai dengan jumlah kegiatan yang direncanakan.
Kolom 2 : Kolom kegiatan Pada kolom ini dirinci kegiatan-kegiatan yang akan
dilakukan biasanya dimulai dari lapor pada atasan tentang pelatihan
yang telah diikuti sampai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Kolom 3 : Kolom tujuan Pada kolom ini dicantumkan tujuan dari masing-masing
kegiatan, yaitu hasil yang ingin dicapai apabila kegiatan tersebut
dilaksanakan.
Kolom 4 : Kolom sasaran Pada kolom ini dicantumkan siapa atau kelompok apa
sasaran yang telah ditetapkan pada setiap kegiatan.
Kolom 5 : Kolom cara/metode Pada kolom ini dicantumkan cara-cara dalam
melakukan kegiatan.
Kolom 6 : Kolom waktu dan tempat Pada kolom ini dicantumkan kapan dan
dimana kegiatan akan dilaksanakan.
Kolom 7 : Kolom biaya Pada kolom ini diisi pembiayaan yang meliputi: besar
biaya yang dibutuhkan dan sumber biaya yang dimungkinkan, atau
tidak perlu biaya atau biaya sudah tercakup dalam kegiatan yang
dipadukan.
Kolom 8 : Kolom pelaksana/penanggung jawab. Pada kolom ini dicantumkan
nama dari pelaksana/penanggung jawab dari masing-masing
kegiatan.

156
ANTI-KORUPSI

A. DESKRIPSI SINGKAT
Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan
berdampak buruk luar biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi
telah menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik,
sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di
negeri ini.
Upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum
menunjukkan hasil yang optimal. Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap saja
banyak terjadi seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang
bahkan sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Jika kondisi ini tetap kita
biarkan berlangsung maka cepat atau lambat korupsi akan menghancurkan
negeri ini.
Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary
crime) yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk
memberantasnya. Upaya pemberantasan korupsi– yang terdiri dari dua bagian
besar, yaitu (1) penindakan, dan (2) pencegahan–tidak akan pernah berhasil
optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta
masyarakat.
Agar muatan tentang anti korupsi dapat tersampaikan secara standar
pada setiap pelatihan bagi para PNS di lingkungan Kementerian Kesehatan
maka perlu disusun modul anti korupsi sebagai pegangan fasilitator dalam
menyampaikan materi.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum:
Setelah mempelajari materi ini, peserta mampu memahami budaya
anti korupsi di lingkungan kerjanya
2. Tujuan Pembelajaran Khusus:
Setelah mempelajari materi ini, peserta mampu:
a. Menjelaskan Konsep Korupsi
b. Menjelaskan Anti Korupsi
c. Menjelaskan Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
d. Menjelaskan Tata Cara Pelaporan Dugaan Pelanggaran Tindakan
Pidana Korupsi (TPK)
e. Menjelaskan Gratifikasi

C. POKOK BAHASAN dan SUB POKOK BAHASAN


Pokok bahasan dalam materi ini meliputi:
1. Pokok Bahasan 1. Konsep Korupsi
2. Pokok Bahasan 2. Konsep Anti Korupsi
3. Pokok Bahasan 3. Upaya Pencegahan Korupsi dan Pemberantasan
Korupsi
4. Pokok Bahasan 4. Tata Cara Pelaporan Dugaan Pelanggaran Tindak
Pidana Korupsi
5. Pokok Bahasan 5. Gratifikasi

157
D. METODE, MEDIA dan ALAT BANTU
1. Metode:
a. Curah pendapat (Brainstorming)
b. Ceramah dan tanya jawab
c. Film
2. Media dan Alat Bantu:
a. Bahan tayang (slide power point)
b. Laptop
c. LCD
d. Modul
e. White board,Flipchart,Spidol
f. Alat Bantu lain sesuai

E. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Berikut merupakan langkah-langkah kegiatan pembelajaran:
1. Pengkondisian (10 menit)
a. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
b. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan
perkenalan.
c. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja, materi yang akan disampaikan.
d. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang
akan disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
2. Penyampaian Materi (90 menit)
a. Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok
bahasan dan sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang.
b. Fasilitator menyampaikan materi dengan metode ceramah tanya jawab,
kemudian curah pendapat.
3. Rangkuman dan Kesimpulan (35 menit)
a. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta
terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan
pembelajaran.
b. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.
c. Fasilitator membuat kesimpulan.

F. URAIAN MATERI

158
A. Definisi Korupsi
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” (Fockema Andrea:
1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary: 1960). Selanjutnya
dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin
yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption,
corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/ korruptie” (Belanda).
Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
Ada banyak pengertian tentang korupsi, di antaranya adalah berdasarkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), didefinisikan “penyelewengan atau
penggelapan uang negara atau perusahaan, dan sebagainya untuk keperluan
pribadi”. Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa
(Muhammad Ali : 1998): Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/
sogok, memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya; Korupsi
artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok,
dan sebagainya; dan Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.

B. Ciri-Ciri Korupsi
Ada 6 ciri korupsi adalah sebagai berikut:
1. Dilakukan oleh lebih dari satu orang;
2. Merahasiakan motif; ada keuntungan yang ingin diraih;
3. Berhubungan dengan kekuasaan/ kewenangan tertentu;
4. Berlindung di balik pembenaran hukum;
5. Melanggar kaidah kejujuran dan norma hukum
6. Mengkhianati kepercayaan

C. Jenis/Bentuk Korupsi
Berikut ini adalah berbagai bentuk korupsi yang diambil dari Buku Saku
yang dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK: 2006)

159
No Bentuk Korupsi Perbuatan Korupsi

1 Kerugian Keuangan Negara


Secara melawan hukum melakukan perbuatan mem-perkaya diri sendiri atau orang lain atau
korporasi;
Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada.
2 Suap Menyuap
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara .... dengan
maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya;
Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penye-lenggara negara .... karena atau berhubungan
dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam ja-batannya;
Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang
yang mele-kat pada jabatan atau kedudukannya atau oleh pemberi hadiah/janji dianggap melekat
pada jabatan atau kedu-dukan tersebut;
3 Penggelapan dalam Jabatan
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum
secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan disimpan karena jabatannya, atau uang/
surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan
perbuatan tersebut;
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang di-tugaskan menjalankan suatu jabatan umum
secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-
daftar yang khusus untuk pemeriksaan adminstrasi;
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang di-tugaskan menjalankan suatu jabatan umum
secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan, merusakkan
atau membuat tidak da-pat dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digu-nakan untuk meyakinkan
atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jaba-tannya;
4 Pemerasan
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau
orang lain se-cara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau
untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada wak-tu menjalankan tugas, meminta atau
menerima pekerjaan atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal
diketahui bahwa hal tersebut bu-kan merupakan utang;
5 Perbuatan Curang
Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat ban-gunan, atau penjual bahan bangunan
yang pada waktu me-nyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;
Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau menyerahkan bahan bangunan, sengaja
membiarkan per-buatan curang;
6 Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan

Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik lang-sung maupun tidak langsung dengan sengaja
turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau perse-waan yang pada saat dilakukan perbuatan,
untuk se-luruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
7 Gratifikasi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau peny-elenggara dianggap pemberian suap, apabila ber-
hubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban tugasnya.

D. Tingkatan Korupsi
Ada 3 (tiga) tingkatan korupsi seperti uraian di bawah ini
1. Materi Benefit
Penyimpangan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan material
baik bagi dirinya sendiri maupun orang kain. Korupsi pada level ini
merupakan tingkat paling membahayakan karena melibatkan kekuasaan
dan keuntungan material. Ini merupakan bentuk korupsi yang paling banyak
terjadi di Indonesia

160
2. Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power)
Abuse of power merupakan korupsi tingkat menengah, merupakan
segala bentuk penyimpangan yang dilakukan melalui struktur kekuasaan,
baik pada tingkat negara maupun lembaga-lembaga struktural lainnya
termasuk lembaga pendidikan tanpa mendapatkan keuntungan materi.
3. Pengkhianatan terhadap kepercayaan (betrayal of trust)
Pengkhianatan merupakan korupsi paling sederhana. Orang yang
berkhianat atau mengkhianati kepercayaan atau amanat yang diterimanya
adalah koruptor. Amanat dapat berupa apapun, baik materi maupun non
materi. Anggota DPR yang tidak menyampaikan aspirasi rakyat atau
memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi merupakan bentuk
korupsi

E. Faktor Penyebab Korupsi


Agar dapat dilakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi maka perlu
diketahui faktor penyebab korupsi. Secara umum ada dua penyebabkorupsi
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Berikut adalah faktor-faktor penyebab
korupsi:
1. Penegakan hukum tidak konsisten: penegakan hukum hanya sebagai
make-up politik, sifatnya sementara, selalu berubah setiap berganti
pemerintahan.
2. Penyalahgunaan kekuasaan/ wewenang, takut dianggap bodoh kalau tidak
menggunakan kesempatan.
3. Langkanya lingkungan yang antikorup: sistem dan pedoman antikorupsi
hanya dilakukan sebatas formalitas.
4. Rendahnya pendapatan penyelenggara negara. Pendapatan yang
diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara,
mampu mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan
memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
5. Kemiskinan, keserakahan: masyarakat kurang mampu melakukan korupsi
karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan
melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan
segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
6. Budaya memberi upeti, imbalan jasa, dan hadiah.
7. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi: saat
tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau
setidaknya diringankan hukumannya.
8. Budaya permisif/ serba membolehkan; tidak mau tahu: menganggap biasa
bila ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak peduli orang lain, asal
kepentingannya sendiri terlindungi
9. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia
mengidentifikasi beberapa sebab terjadinya korupsi, yaitu: aspek individu
pelaku korupsi, aspek organisasi, aspek masyarakat tempat individu, dan
korupsi yang disebabkan oleh sistem yang buruk

161
G. Dasar Hukum tentang Korupsi
Beberapa peraturan perundangan yang berkaitan dengan korupsi adalah
sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1);
2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi;
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/
MPR/ 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
4. UU no. 28 Th. 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);
5. UU no. 31 Th. 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3874); sebagaimana telah diubah dengan UU no.
20 Th. 2001;

162
A. Pengertian
Anti korupsi merupakan kebijakan untuk mencegah dan menghilangkan
peluang bagi berkembangnya korupsi.
Anti korupsi adalah pencegahan. Pencegahan yang dimaksud adalah
bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan korupsi
dan bagaimana menyelamatkan uang dan asset.
Peluang bagi berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan
melakukan perbaikan sistem (sistem hukum, sistem kelembagaan) dan
perbaikan manusianya (moral dan kesejahteraan).

B. Nilai-Nilai Anti-Korupsi
Nilai-nilai anti korupsi yang akan dibahas meliputi kejujuran, kepedulian,
kemandirian, kedisiplinan, pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan,
keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai inilah yang akan mendukung prinsip-prinsip
anti korupsi untuk dapat dijalankan dengan baik.
Ada sembilan nilai anti korupsi yang cara gampangnya untuk mengingatnya
dengan jembatan keledai “Jupe mandi tangker sebedil”.

C. Prinsip-Prinsip Anti-Korupsi
Setelah memahami nilai-nilai anti korupsi yang penting untuk mencegah
faktor internal terjadinya korupsi, berikut akan dibahas prinsip-prinsip Anti-
korupsi yang meliputi akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan
kontrol kebijakan, untuk mencegah faktor eksternal penyebab korupsi. Ada 5
(lima) prinsip anti korupsi seperti diilustrasikan pada bagan di bawah ini

163
Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa
berlangsung dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan
sehari-hari. Melihat kondisi seperti itu, maka pencegahan menjadi layak didudukkan
sebagai strategi perdananya.
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan pengertian korupsi, faktor-faktor
penyebab korupsi, nilai-nilai yang perlu dikembangkan untuk mencegah seseorang
melakukan korupsi atau perbuatan-perbuatan koruptif. dan prinsip-prinsip upaya
pemberantasan korupsi.
Ada yang mengatakan bahwa upaya yang paling tepat untuk memberantas
korupsi adalah menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi. Dengan demikian,
bidang hukum khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai jawaban yang
paling tepat untuk memberantas korupsi.
Merupakan sebuah realita bahwa kita sudah memiliki berbagai perangkat
hukum untuk memberantas korupsi yaitu peraturan perundang-undangan. Kita
memiliki lembaga serta aparat hukum yang mengabdi untuk menjalankan peraturan
tersebut baik keKemenkesan, kejaksaan, dan pengadilan. Kita bahkan memiliki
sebuah lembaga independen yang bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
yang kesemuanya dibentuk salah satunya untuk memberantas korupsi.
Namun apa yang terjadi? Korupsi tetap tumbuh subur dan berkembang
dengan pesat. Sedihnya lagi, dalam realita ternyata lembaga dan aparat yang telah
ditunjuk tersebut dalam beberapa kasus justru ikut menumbuhsuburkan korupsi
yang terjadi di Indonesia.
Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa bekal penkerjaan (termasuk
Pekerjaan Agama) memegang peranan yang sangat penting untuk mencegah
korupsi. Benarkah demikian? Yang cukup mengejutkan, negara-negara yang
tingkat korupsinya cenderung tinggi, justru adalah negara-negara yang
masyarakatnya dapat dikatakan cukup taat beragama. Ada yang mengatakan
bahwa untuk memberantas korupsi, sistem dan lembaga pemerintahan serta
lembaga-lembaga negara harus direformasi. apa yang dilakukan pejabat publik
harus ditingkatkan.

A. Upaya Pencegahan Korupsi


Berikut akan dipaparkan berbagai upaya atau strategi yang dilakukan untuk
memberantas korupsi yang dikembangkan oleh United Nations yang
dinamakan the Global Program Against Corruption dan dibuat dalam bentuk
United Nations Anti-Corruption Toolkit (UNODC : 2004) .
1. Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi. Salah satu cara untuk memberantas
korupsi adalah dengan membentuk lembaga yang independen yang khusus
menangani korupsi. Sebagai contoh di beberapa negara di-dirikan lembaga
yang dinamakan Ombudsman.
2. Peran lembaga ombudsman--yang kemudian berkembang pula di negara
lain-- antara lain menyediakan sarana bagi masyarakat yang hendak
mengkomplain apa yang dilaku-kan oleh Lembaga Pemerintah dan
pegawainya. Selain itu lembaga ini juga mem-berikan edukasi pada

164
pemerintah dan masyarakat serta mengembangkan standar perilaku serta
code of conduct bagi lembaga pemerintah maupun lembaga hukum yang
membutuhkan. Salah satu peran dari ombudsman adalah mengembangkan
kepedulian serta pengetahuan masyarakat mengenai hak mereka untuk
mendapat perlakuan yang baik, jujur dan efisien dari pegawai pemerintah
(UNODC: 2004).

B. Pemberantasan Korupsi
Tidak ada jawaban yang tunggal dan sederhana untuk menjawab mengapa
korupsi timbul dan berkembang demikian masif di suatu negara. Ada yang
menyatakan bahwa korupsi ibarat penyakit ‘kanker ganas’ yang sifatnya tidak
hanya kronis tapi juga akut. Ia menggerogoti perekonomian sebuah negara
secara perlahan, namun pasti. Penyakit ini menempel pada semua aspek
bidang kehidupan masyarakat sehingga sangat sulit untuk diberantas. Perlu
dipahami bahwa dimanapun dan sampai pada tingkatan tertentu, korupsi
memang akan selalu ada dalam suatu negara atau masyarakat.
Dalam pemberantasan korupsi sangat penting untuk menghubungkan
strategi atau upaya pemberantasan korupsi dengan melihat karakteristik dari
berbagai pihak yang terlibat serta lingkungan di mana mereka bekerja atau
beroperasi. Tidak ada jawaban, konsep atau program tunggal untuk setiap
negara atau organisasi.
Untuk memberantas korupsi tidak dapat hanya mengandalkan hukum
(pidana) saja dalam memberantas korupsi.

Upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah dengan memberikan
pidana atau menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi. Dengan demikian bidang
hukum khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat
untuk memberantas korupsi. Benarkah demikian?

Padahal beberapa kalangan mengatakan bahwa cara untuk memberantas korupsi


yang paling ampuh adalah dengan memberikan hukuman yang seberat-beratnya
kepada pelaku korupsi. Kepada pelaku yang terbukti telah melakukan korupsi
memang tetap harus dihukum (diberi pidana), namun berbagai upaya lain harus tetap
terus dikembangkan baik untuk mencegah korupsi maupun untuk menghukum
pelakunya.

Adakah gunanya berbagai macam peraturan perundang-undangan,


lembaga serta sistem yang dibangun untuk menghukum pelaku korupsi bila
hasilnya tidak ada?. Jawabannya adalah: jangan hanya mengandalkan satu
cara, satu sarana atau satu strategi saja yakni dengan menggunakan sarana
penal, karena ia tidak akan mempan dan tidak dapat bekerja secara efektif.
Belum lagi kalau kita lihat bahwa ternyata lembaga serta aparat yang
seharusnya memberantas korupsi justru ikut bermain dan menjadi aktor yang
ikut menumbuhsuburkan praktik korupsi.
Dalam menjalani aktivitas sehari-hari dilingkup perusahaan mungkin kita
melihat ada beberapa “oknum” pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi
namun kita binggung bagaimana cara melaporkan kasus tersebut.

165
Pengertian Laporan/pengaduan dapat kita temukan didalam Pasal 1
angka 24 dan 25 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP).
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena
hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang
berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa
pidana.(Pasal 1 angka 24 KUHAP)
Sedangkan yang dimaksud Pengaduan adalah pemberitahuan disertai
permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang
untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana
aduan yang merugikannya.(Pasal 1 angka 25 KUHAP)

166
A. Laporan
Dari pengertian di atas, laporan merupakan suatu bentuk pemberitahuan
kepada pejabat yang berwenang bahwa telah ada atau sedang atau diduga
akan terjadinya sebuah peristiwa pidana/ kejahatan. Artinya, peristiwa yang
dilaporkan belum tentu perbuatan pidana, sehingga dibutuhkan sebuah
tindakan penyelidikan oleh pejabat yang berwenang terlebih dahulu untuk
menentukan perbuatan tersebut merupakan tindak pidana atau bukan. Kita
sebagai orang yang melihat suatu tidak kejahatan memiliki kewajiban untuk
melaporkan tindakan tersebut.
Selanjutnya, di mana kita melapor? Dalam hal jika Anda ingin melaporkan
suatu tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan kementerian Kesehatan,
saat ini kementerian Kesehatan melalui Inspektorat jenderal sudah mempunyai
mekanisme pengaduan tindak pidana korupsi.

Mekanisme Pelaporan
1. Tim Dumasdu pada unit Eselon 1 setiap bulan menyampaikan laporan
penanganan pengaduan masyarakat dalam bentuk surat kepada
Sekretariat Tim Dumasdu. Laporan tersebut minimal memuat informasi
tentang nomor dan tanggal pengaduan, isi ringkas pengaduan, posisi
penanganan dan hasilnya penanganan.
2. Sekretariat Tim Dumasdu menyusun laporan triwulanan dan semesteran
untuk disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan pihak-pihak
terkait lainnya.

B. Penyelesaian Hasil Penanganan Pengaduan Masyarakat


Sekretariat Tim Dumasdu secara periodik melakukan monitoring dan
evaluasi (money) terhadap hasil ADTT/Investigasi, berkoordinasi dengan
Bagian Analisis Pelaporan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (APTLHP).
Pelaksanaan money dan penyusunan laporan hasil money dilakukan sesuai
dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku pada Inspektorat
Jenderal.
Penyelesaian hasil penanganan dumas agar ditindaklanjuti sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, berupa:
1. Tindakan administratif;
2. Tuntutan perbendaharaan dan ganti rugi;
3. Tindakan perbuatan pidana;
4. Tindakan pidana;
5. Perbaikan manajemen.

167
C. Pengaduan
Pengaduan yang dapat bersumber dari berbagai pihak dengan berbagai
jenis pengaduan, perlu diproses ke dalam suatu sistem yang memungkinkan
adanya penanganan dan solusi terbaik dan dapat memuaskan keinginan publik
terhadap akuntabilitas pemerintahan.Ruang lingkup materi dalam pengaduan
adalah adanya kepastian telah terjadi sebuah tindak pidana yang termasuk
dalam delik aduan, dimana tindakan seorang pengadu yang mengadukan
permasalahan pidana delik aduan harus segera ditindak lanjuti dengan sebuah
tindakan hukum berupa serangkaian tindakan penyidikan berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Artinya dalam proses penerimaan pengaduan
dari masyarakat, seorang pejabat yang berwenang dalam hal ini internal di
Kementerian Kesehatan khususnya Inspektorat Jenderal, harus bisa
menentukan apakah sebuah peristiwa yang dilaporkan oleh seorang pengadu
merupakan sebuah tindak pidana delik aduan ataukah bukan.

Tata Cara Penyampaian Pengaduan


Prosedur Penerimaan Laporan kepada Kemenkes adalah Berdasarkan
Permenkes Nomor 49 tahun 2012 tentang Pengaduan kasus korupsi, beberapa
hal penting yang perlu diketahui antaranya.
Pengaduan masyarakat di Lingkungan Kementerian Kesehatan
dikelompokkan dalam:
1. Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan; dan
2. Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan.
- Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan adalah: mengandung
informasi atau adanya indikasi terjadinya penyimpangan atau
penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh aparatur Kementerian
Kesehatan sehingga mengakibatkan kerugian masyarakat atau negara.
- Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan merupakan
pengaduan masyarakat yang isinya mengandung informasi berupa
sumbang saran, kritik yang konstruktif, dan lain sebagainya, sehingga
bermanfaat bagi perbaikan penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan masyarakat.
- Masyarakat terdiri atas orang perorangan, organisasi masyarakat,
partai politik, institusi, kementerian/ lembaga pemerintah, dan
pemerintah daerah.
- Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan dapat
disampaikan secara langsung melalui tatap muka, atau secara
tertulis/surat, media elektronik, dan media cetak kepada pimpinan atau
pejabat Kerrienterian Kesehatan.
- Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan dapat disampaikan
secara langsung oleh masyarakat kepada Sekretariat Inspektorat
Jenderal Kementerian Kesehatan.
- Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan dapat
disampaikan secara langsung oleh masyarakat kepada sekretariat unit
utama dilingkungan Kementerian Kesehatan.
- Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan harus
ditanggapi dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak
pengaduan diterima.

168
D. Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan
Kemenkes
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/ Per/
VIII/ 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan,
Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di
lingkungan Kementerian Kesehatan, sehingga dalam rangka melaksanakan
fungsi tersebut perlu suatu pedoman
penanganan pengaduan masyarakat yang juga merupakan bentuk
pengawasan. Selain itu untuk penanganan pengaduan masyarakat secara
terkoordinasi di lingkungan Kementerian Kesehatan telah dibentuk Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 134/ Menkes/ SK/ III/ 2012 tentang Tim Penanganan
Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kementerian Kesehatan (Tim
Dumasdu) yang anggotanya para Kepala bagian Hukormas yang ada pada
masing-masing Unit Eselon I di Kementerian Kesehatan.

E. Pencatatan Pengaduan
Pada dasarnya pengaduan disampaikan secara tertulis. Walaupun
peraturan yang ada menyebutkan bahwa pengaduan dapat dilakukan secara
lisan, tetapi untuk lebih meningkatkan efektifitas tindak lanjut atas suatu
perkara, maka pengaduan yang diterima masyarakat hanya berupa pengaduan
tertulis.
Pencatatan pengaduan masyarakat oleh Tim Dumasdu dilakukan sebagai
berikut:
1. Pengaduan masyarakat (dumas) yang diterima oleh Tim Dumasdu pada
Unit Eselon I berasal dari organisasi masyarakat, partai politik, perorangan
atau penerusan pengaduan oleh Kementerian/ Lembaga/ Komisi Negara
dalam bentuk surat, fax, atau email, dicatat dalam agenda surat masuk
secara manual atau menggunakan aplikasi sesuai dengan prosedur
pengadministrasian/ tata persuratan yang berlaku. Pengaduan yang
disampaikan secara lisan agar dituangkan ke dalam formulir yang
disediakan.
2. Pencatatan dumas tersebut sekurang-kurangnya memuat informasi tentang
nomor dan tanggal surat pengaduan, tanggal diterima, identitas pengadu,
identitas terlapor, dan inti pengaduan.

Pengaduan yang alamatnya jelas, segera dijawab secara tertulis dalam


waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak surat pengaduan diterima,
dengan tembusan disampaikan kepada Sekretariat Tim Dumasdu pada
Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan.

169
A. Pengertian Grafitasi
Bagi sebagian orang mungkin sudah mengetahui apa yang dimaksud
dengan kata Gratifikasi. Tapi Saya lebih senang menafsirkan kata tersebut
dengan kata yang mendefinisikan sesuatu yang berarti “gratis di kasih”.
Gratifikasi menurut kamus hukum berasal dari Bahasa Belanda, “Gratificatie”,
atau Bahasa Inggrisnya “Gratification“ yang diartikan hadiah uang. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,1998) Gratifikasi diartikan pemberian
hadiah uang kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan.
Menurut UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penjelasan Pasal 12 b ayat (1),
Gratifikasi adalah Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang,
barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar
negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa
sarana elektronik. Pemberian gratifikasi tersebut umumnya banyak
memanfaatkan momen-momen ataupun peristawa-peristiwa yang cukup baik,
seperti: Pada hari-hari besar keagamaan (hadiah hari raya tertentu), hadiah
perkawinan, hari ulang tahun, keuntungan bisnis, dan pengaruh jabatan
Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun
2001. Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat
(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan,
perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.Gratifikasi
tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang
dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana
elektronik.
Pengecualian: Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat
(1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

B. Aspek Hukum
Aspek hukum gratifikasi meliputi tiga unsur yaitu: (1) dasar hukum, (2)
subyek hukum, (3) Obyek Hukum. Ada dua Dasar Hukum dalam gratifikasi
yaitu: (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 dan (2) Undang2-undang No
20 Tahun 200.
Menurut undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 16: “ setiap PNS atau
Penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada
KPK”
Undang-undang nomor 20 tahun 2001, menurut UU No 20 tahun 2001
tentang pemberantasan tindak korupsi pasal 12 C Ayat (1) tidak berlaku, jika
penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK. Ayat 2

170
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib dilakukan
oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal
gratifikasi tersebut diterima.
Subyek hukum terdiri dari: (1) penyelenggara negara, dan (2) pegawai
negeri. Penyelenggara negara meliputi: pejabat negara pada lembaga tertinggi
negara, pejabata negara pada lembaga tinggi negara, menteri, gubernur,
hakim, pejabat lain yang memilikifungsi startegis dalam kaitannya dalam
penyelenggaraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang
berlaku. Pegawai Negeri Sipil meliputi pegawai negeri spil sebagaimana yang
dimaksud dalam undang-undang kepegawaian, pegawai negeri spil
sebagaimana yang dimaksud dalam kitab undang-undang hukum pidana, orang
yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah, orang yang
menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari
keuangan negara atau daerah; orang yang menerima gaji atau upah dari
korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas negara atau rakyat.
Obyek Hukum gratifikasi meliputi: (1) uang (2) barang dan (3) fasilitas.

C. Gratifikasi Dikatakan Sebagai Tindak Pidana Korupsi


Gratifikasi dikatakan sebagai pemberian suap jika berhubungan dengan
jabatannnya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan
ketentuan sebagai berikut:
Suatu gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu yang
perbuatan pidana suap khsuusnya pada seorang penyelenggara negara atau
pegawai negeri adalah pada saat penyelenggara negara atau pegawai negeri
tersebut melakukan tindakan menerima suatu gratifikasi atau pemberian hadiah
dari pihak manapun sepanjang pemberian tersebut diberikan berhubungan
dengan jabatan ataupun pekerjaannya. Bentuknya: Pemberian tanda terima
kasih atas jasa yang telah diberikan oleh petugas, dalam bentuk barang, uang,
fasilitas

D. Contoh Gratifikasi
Contoh pemberian yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi,antara lain:
1. Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah
dibantu;
2. Hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat pada saat
perkawinan anaknya;
3. Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat/ pegawai negeri atau
keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma;
4. Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat/ pegawai negeri untuk
pembelian barang atau jasa dari rekanan;
5. Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada
pejabat/pegawai negeri;
6. Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari
rekanan;
7. Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat/pegawai negeri pada saat
kunjungan kerja;
8. Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat/pegawai negeri pada saat
hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya.
9. Berdasarkan contoh diatas, maka pemberian yang dapat dikategorikan
sebagai gratifikasi adalah pemberian atau janji yang mempunyai kaitan

171
dengan hubungan kerja atau kedinasan dan/ atau semata-mata karena
keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan pejabat/ pegawai negeri
dengan sipemberi.

E. Sanksi Gratifikasi
Sanksi pidana yang menerima gratifikasi dapat dijatuhkan bagi pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang:
1. Menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan
yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang
yang memberi hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya;
2. Menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan
dengan kewajibannya;
3. Menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya;
4. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran
dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
5. Pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong
pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain
atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya,
padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
6. Pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau
penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
7. Pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di
atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan
perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal
diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundangundangan; atau baik langsung maupun tidak langsung dengan
sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan,
yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

172
DAFTAR PUSTAKA
1. Adaptasi “The Balanced Counseling Strategy: A Toolkit for Family Planning
Service Providers” , Population Council
2. Alat Bantu Pengambilan Keputusan Ber-KB (ABPK)
3. Alat Bantu Pengambilan Keputusan Ber-KB (ABPK)
4. Bobby De Porter & Mike Hernacki, Quantum Learning. (2000). Bandung:
Terjemahan. Kaifa.
5. Buku Konseling Kepulangan Ibu Program Pilihanku
6. Buku register konseling ANC Program Pilihanku
7. Dave Meier. The Accelerated Learning. (2000). Bandung: Terjemahan Kaifa.
8. Departemen Kesehatan RI. (2002). Modul Presentasi Interaktif.
9. Departemen Kesehatan RI. (2006). Modul Pelatihan Tenaga Pelatih Program
Kesehatan (TPPK).
10. Departemen Kesehatan RI. (2007). Modul Manajemen Diklat.
11. Departemen Kesehatan RI. (2007). Modul Metode Pembelajaran.
12. Departemen Kesehatan RI. (2007). Penggunaan Alat Bantu Pembelajaran.
13. Depkes RI, Pusdiklat Kesehatan, 2004, Kumpulan Games dan Energizer,
Jakarta.
14. Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi
menurut WHO Edisi 2, 2017
15. Hanifah, Winkjosastro. 2007, Ilmu Kandungan, Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
16. Inpres No 1 Tahun 2013
17. Kepmenkes No 232/Menkes/SK/VI/2013 tentang Strategi Komunikasi
Pekerjaan dan Budaya Anti Korupsi
18. Keputusan Menkes RI No. HK.02.02/Me nkes/52/2015 tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015- 2019
19. Komunikasi Interpersonal, Suranto AW, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2011
20. Komunikasi Konseling, AS, Enjang, Nuansa Bandung, 2009
21. Konseling Individual Teori dan Praktek, Sofyan S Willis, Alfabeta, Bandung,
2004
22. Lembaga Administrasi Negara RI. (2007). Modul Evaluasi Pendidikan.
23. Lembaga Administrasi Negara RI. (2007). Modul Kemampuan Dasar
Mengajar.
24. Medical Eligibility Criteria for contraceptive use, WHO 2015
25. Modul Pelatihan KB Pasca Persalinan Fokus AKDR Pasca Persalinan
26. Munir, Baderel, 2001, Dinamika Kelompok, Penerapannya Dalam
Laboratorium Ilmu Perilaku, Jakarta
27. Panduan pemeliharaan perangkat yang dipakai
28. Pedoman Teknis Komunikasi Interpersonal / Konseling KB, BKKBN, Jakarta:
2006
29. Pelaksanaan penggunaan alat bantu IT pada program intervensi KBPP di 11
Kab/Kota di bawah Program Pilihanku.
30. Pengantar Konseling dan Psikoterapi, Andi AT Mappiare, Rajagrafindo
Perkasa, Jakarta, 2010
31. Perka BKKBN 286/2011
32. Perka BKKBN 303/2016 tentang pedoman rumusan alat dan obat
kontrasespsi serta saraan penunjang sarana konterasepsi
33. Permenkes 43 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang

173
Kesehatan
34. Permenkes 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum
Hamil, Masa Hamil, Persalinan, Dan Masa Sesudah Melahirkan,
Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan
Seksual
35. Permenkes No. 44/2016 tentang Manajemen Puskesmas
36. Permenkes Nomor 39 tahun 2014 tentang Pedoman Penyelanggaraan
Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
37. Permenkes nomor 44 tahun 2016 tetang Pedoman Manajemen Puskesmas
38. Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
39. Standar Penyelenggara an Pelatihan Pusdiklat Aparatur, Jakarta, 2012
40. Technology Acceptance Model
41. Undang- Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembanguna n
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005- 2025
42. UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

174
FORM PENILAIAN KONSELING

MATERI INTI 1. KOMUNIKASI DAN KONSELING

Apabila anda melakukan konseling, apakah anda biasa melakukan hal berikut ?
JAWABAN
NO Beri tanda (√) pada kolom "Ya" atau "Tidak"

YA TIDAK

1 Mengucapkan salam pada saat bertemu klien.

Memperkenalkan diri

2 Menggunakan bahasa isyarat (non verbal) secara baik.

4 Menanyakan masalah yang dihadapi klien.

5 Memberikan kesempatan klien untuk menyampaikan masalah lain.

6 Menanyakan kepada klien tentang kejelasan informasi yang diberikan.

7 Memberi umpan balik masalah yang dihadapi klien (termasuk pujian).

8 Memberitahu klien tentang pemeriksaan dan tindakan yang akan dilakukan.

9 Memberitahu klien tentang hasil pemeriksaan yang dilakukan.

10 Memberitahu klien penanganan yang diberikan, obat dan cara penggunaan.

11 Menyepakati bersama klien kapan harus melakukan kunjungan ulang/rujukan

12 Mengulangi kata-kata klien untuk memperjelas.

13 Mendengarkan klien secara serius.

14 Tidak memotong pembicaraan.

15 Mengulas kembali tentang hal-hal yang telah disampaikan.

TOTAL

Baik : 11-15, anda punya potensi baik untuk konseling dan perlu dipelihara dan ditingkatkan dalam praktek.
Sedang: 6-10, anda punya potensi sedang untuk konseling dan perlu lebih banyak belajar dan praktek.
Kurang: 0-5, anda kurang mengerti tentang konseling dan perlu lebih banyak belajar dan praktek.
Daftar Tilik Penilaian Ketrampilan Strategi Konseling Berimbang KB
Nama Petugas yang ditunjuk:
Nama Fasilitas:
Tanggal:

INDIKATOR STANDAR STRATEGI KONSELING BERIMBANG KB CATATAN UNTUK


PENINGKATAN
No YA TIDAK KUALITAS INDIKATOR
STANDAR VERIFIKASI
STANDAR
Persiapan Konseling
1 Melihat rekam medik pasien
2 Memastikan klien tepat untuk mendapatkan konseling
3 Mempersiapkan Alat bantu Konseling
Mempersiapkan tempat konseling yang nyaman bagi klien
Mempersiapkan algoritma SKB KB
4 Mempersiapkan kartu konseling
Mempersiapkan brosur konseling
Mempersiapkan WHO MEC WHEEL
Tahap Sebelum Pemilihan
Memastikan klien siap dan bersedia untuk konseling
Menyapa klien dan memperkenalkan diri
Menyampaikan kepada klien bahwa kesempatan ini untuk mendiskusikan tentang pemilihan metode kontrasepsi yang
5 aman dan sesuai kondisi kesehatan
Menjaga privacy klien
Menanyakan jumlah dan usia anak klien
Menanyakan tentang penggunaan salah satu metode kontrasepsi
6 Apabila tidak menggunakan kontrasepsi, Menentukan penggunaan Kartu mendapatkan dukungan ber KB Atau Apabila
menggunakan kontrasepsi, Menanyakan kepuasan menggunakan kontrasepsi tersebut
Menanyakan kepada klien apakah saat ini sedang hamil
7
Menentukan penggunaan kartu daftar tilik untuk merasa cukup yakin ibu tidak sedang hamil
Menanyakan tentang keinginan klien memiliki anak lagi di masa yang akan datang
8 Menanyakan rencana klien ingin memiliki anak lagi
Menentukan penggunaan kartu MOW dan MOP dan kartu lain yg blm disingkirkan
Menjelaskan kepada klien waktu dan jarak yg sehat untuk hamil
9
Menjelaskan mengenai kartu waktu dan jarak kehamilan yang sehat
10 Menanyakan kepada klien apakah sedang menyusui bayi yang berusia kurang dari 6 bulan secara eksklusif

Apabila Menyusui, Menentukan penggunaan kartu pil kombinasi, suntik 1 bulan dan suntik 3 bln (→ usia kurang/lebih dr 6
minggu) Atau Apabila tidak Menyusui, Menentukan penggunaan kartu MAL

Menanyakan mengenai kondisi dan masalah kesehatan klien


11 Menentukan penggunaan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi (WHO MEC WHEEL
2017) untuk menapis metode yang tidak sesuai (bila ada masalah kesehatan)
12 Menanyakan kesediaan klien untuk melanjutkan konseling dan memilih salah satu metode KB
Tahap Pemilihan
Menyampaikan kepada klien mengenai kartu metode KB yang tersisa
Menyusun kartu berdasarkan yang paling efektif
13 Menjelaskan satu per satu keterangan yang tertulis di belakang kartu
Meminta klien (dan pasangan) untuk memilih kartu metode KB yang di minati sesuai dengan kondisi ibu
Memeriksa pilihan klien dengan menggunakan brosur
Tahap Setelah Pemilihan
Menjelaskan informasi tentang metode KB yang menjadi pilihan klien
Menjelaskan beberapa point penting dari metode yang di pilih menggunakan brosur
14 Menjelaskan mengenai efektifitas metode yang di pilih
Menjelaskan mengenai cara penggunaan metode KB yang di pilih
Menjelaskan mengenai efek samping metode KB yang di pilih
Memastikan klien mantap dengan metode yang dipilih
15 Meminta klien mengulangi pemahaman tentang cara penggunaan dan efek samping

Meminta klien untuk membaca semua isi brosur

Menanyakan kesediaan klien untuk di berikan pelayanan kontrasepsi

16 Berikan pelayanan dan catat hasil pelayanan dalam buku KIA/register/pencatatan dan pelaporan serta jadwalkan kunjungan
ulang atau Apabila tidak, catat hasil konseling dalam buku KIA/Register Pelayanan dan Jadwalkan kunjungan ulang

Bila ya : (1)
Bila Tidak : (0) NILAI YA (1) YANG DI PEROLEH X 100
BATAS NILAI 80
30
DIAGRAM BANTU KONSELING KB
MENGGUNAKAN STRATEGI KONSELING BERIMBANG
TAHAP SEBELUM PEMILIHAN
1)Sapa Klien dan pasangan atau keluarga yang ikut dengan hangat, perkenalkan diri.
2)Sampaikan pada Klien bahwa kesempatan ini untuk mendiskusikan tentang pemilihan metode kontrasepsi yang aman
dan tepat sesuai dengan kondisi kesehatan klien dan pasangan.
3) Sampaikan pada klien bahwa privasi dan kerahasiaan klien dijamin, sehingga klien diharapkan terbuka dan tidak menutupi
informasi tentang dirinya.
4) Tanyakan berapa jumlah dan usia anak klien. Tidak, tanyakan alasan.
bila klien bersama pasangannya, gunakan kartu
TANYA :
Mendapatkan dukungan ber KB dari Suami (lanjutkan
ke langkah 2 )

1. Apakah saat ini ibu sedang menggunakan Ya, Tanyakan apakah klien puas dengan metode yang sedang di
gunakan atau berniat menggunakan Metode lain?
salah satu metode kontrasepsi? (simpan kartu yang tidak disukai, minta klien untuk
menjelaskan metode yang digunakan, dan tanyakan apakah
klien bersedia menerima informasi tentang metode kontrasepsi
yang lain ( bila ya, lanjutkan ke langkah 3)

Ya, lanjutkan prosedur pemeriksaan ANC, dan tanyakan


apakah ingin melanjutkan konseling.
Lanjutkan ke langkah 3
2. Apakah saat ini Ibu sedang hamil? Jika Tidak. Akhiri konseling.

Tidak, gunakan Kartu Daftar Tilik Untuk Merasa Cukup


Yakin Ibu Tidak Sedang Hamil (Lanjutkan langkah ke 3)

3. Apakah ibu masih ingin memiliki anak lagi Ya, Singkirkan Kartu MOW dan MOP, Jelaskan mengapa
di masa yang akan datang? (Lanjutkan ke langkah 4)

Tidak, simpan kartu MOP dan MOW dan kartu lain yg


4. Jelaskan waktu dan jarak yang sehat untuk blm disingkirkan, Jelaskan mengapa (Lanjutkan ke
hamil dengan menggunakan kartu Waktu dan langkah 4)
Jarak Kehamilan yang Sehat (lanjut ke langkah 5)
Ya :
- Jika menyusui bayi krg dr 6 minggu singkirkan kartu Pil
kombinasi, suntik 1 bln & suntik 3 bln (Jelaskan),
- Jika menyusui bayi lbh dr 6 minggu, singkirkan kartu suntik 1
5. Apakah ibu sedang Menyusui Bayi yang
bln dan pil kombinasi (Jelaskan) Lanjutkan ke langkah 6
berusia Kurang dari 6 bulan secara eksklusif?
Tidak, singkirkan Kartu MAL, Jelaskan mengapa
(Lanjutkan ke langkah 6)

Cari tahu lebih lanjut kondisi dan masalah kesehatan klien,


gunakan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam
Penggunaan Kontrasepsi (WHO MEC, edisi 2 2017) untuk
menapis metode yang tidak sesuai, sisihkan metode tersebut,
6. Apakah ibu memiliki masalah kesehatan? Jelaskan mengapa (Lanjutkan ke langkah 7)

Tidak bersedia, tanyakan alasan, anjurkan berkonsultasi


dengan keluarga dan jadwalkan konseling ulang
7. Apakah Ibu bersedia melanjutkan konseling
untuk memilih salah satu metode KB?
Ya, Bersedia (Lanjutkan ke tahap pemilihan langkah ke-8)
DIAGRAM BANTU KONSELING KB
MENGGUNAKAN STRATEGI KONSELING BERIMBANG
TAHAP PEMILIHAN

Susun Kartu berdasarkan yang Paling Efektif ,lalu bacakan


8. Beritahu klien Kartu metode KB yang tersisa
satu persatu keterangan yang tertulis di belakang kartu
dari penapisan pada tahap sebelum nya pada Klien (lanjut ke langkah 9)

9. Mintalah klien (dan pasangan) untuk Periksa Pilihan klien dengan menggunakan brosur, dengan
memilih salah satu kartu metode KB yang menanyakan “ metode ini tidak disaran kan jika…” bila tidak
sesuai minta klien memilih metode lain (lanjutkan ke tahap
diminati setelah pemilihan )

TAHAP SETELAH PEMILIHAN


10. Jelaskan beberapa point penting dari Jelaskan tentang efektifitas, Cara penggunaan, efek
metode yang dipilih dengan menggunakan samping yang mungkin timbul dan kemana ibu harus
berkonsultasi bila mendapatkan masalah.
brosur

Minta klien untuk mengulangi pemahaman tentang cara


11. Pastikan klien telah mantap dengan penggunaan dan efek samping,
Pilihan nya dan memahami metode yang Minta klien untuk membaca semua isi brosur dan
mendiskusikanya dengan pasangan.
dipilihnya

Ya, Berikan pelayanan dan catat hasil pelayanan dalam


12. Tanyakan klien apakah bersedia di buku KIA/register/pencatatan dan pelaporan serta
berikan pelayanan kontrasepsi sesuai jadwalkan kunjungan ulang
dengan pilihan pelayanan.
Tidak, Catat hasil konseling dalam buku KIA/Register
pelayanan dan jadwalkan kunjungan ulang

Anda mungkin juga menyukai