Salam Sehat!
Agenda pembangunan kesehatan ditujukan untuk mewujudkan akses dan mutu
pelayanan kesehatan yang semakin baik dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Kita
patut bersyukur bahwa akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan semakin
meningkat dari tahun ke tahun, termasuk kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana.
Hal ini juga berdampak positif pada peningkatan pencapaian target-target pembangunan
kesehatan, Angka Kematian Ibu di Indonesia telah dapat kita turunkan secara signifikan,
dari 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 305 per 100.000 kelahiran
hidup pada tahun 2015. Demikian juga angka kematian bayi telah dapat kita turunkan dari
68 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 22 per 1000 kelahiran hidup pada
tahun 2015.
Keluarga Berencana (KB) mempunyai kontribusi yang besar dalam upaya
peningkatan kesehatan reproduksi dan merupakan salah satu pilar penting dalam upaya
penurunan kematian ibu dan bayi. Di seluruh dunia, penggunaan kontrasepsi telah
mencegah 230 juta kelahiran dan menghindarkan 44 persen kematian ibu. Oleh karena
itu, Kementerian Kesehatan melalui Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga telah menetapkan 12 (dua belas) Indikator Keluarga Sehat, dimana indikator
pertama adalah "Keluarga Mengikuti Program KB".
Keikutsertaan keluarga dalam program KB memerlukan pengetahuan yang memadai
serta kesadaran yang tinggi tentang manfaat ber-KB. Salah satu upaya yang perlu
dilakukan adalah melalui pemberian layanan konseling KB yang berkualitas oleh tenaga
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan primer, dengan menggunakan metode dan alat
bantu konseling yang terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Guna mendukung
kualitas pelayanan konseling KB, selama ini Pemerintah mendorong penggunaan Alat
Bantu Pengambilan Keputusan Ber-KB (ABPK KB) sebagaimana direkomendasikan oleh
World Health Organization (WHO).
Saya menyambut baik dengan diperkenalkan dan dikembangkannya Strategi
Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB). SKB KB dapat menjadi salah satu
pilihan metode untuk memperkuat pelaksanaan konseling KB dengan menggunakan ABPK
KB. Melalui pelayanan konseling KB yang berkualitas, diharapkan cakupan dan
kesinambungan masyarakat dalam ber-KB dapat terus meningkat, sehingga akan
berkontribusi terhadap peningkatan derajat kesehatan ibu, anak, dan keluarga Indonesia.
i
SAMBUTAN
DEPUTI BIDANG PELATIHAN, PENELITIAN, DAN
PENGEMBANGAN BKKBN
Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017,
angka kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) Indonesia telah menurun menjadi 2,4 anak
per wanita dibandingkan dengan hasil SDKI tahun 2012 yaitu 2,6 anak per wanita. Angka
prevalensi kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate/CPR) juga telah meningkat dari
61,9 persen pada SDKI Tahun 2012 menjadi 63,6 persen pada SDKI 2017. Namun terlepas
dari capaian tersebut, persentase tingkat putus pakai kontrasepsi mengalami peningkatan
dari 27,1 persen pada SDKI tahun 2012 menjadi 28,9 persen pada SDKI tahun 2017.
Tingginya tingkat putus pakai kontrasepsi tentu saja akan berdampak pada
menurunnya efisiensi program. Untuk mempertahankan pernakaian kontrasepsi pada
tingkatan tertentu dibutuhkan lebih banyak lagi peserta KB baru sebagai pengganti peserta
KB yang mengalami putus pakai. Disamping itu peningkatan pemakaian kontrasepsi akan
semakin sulit dilakukan karena jumlah peserta KB baru akan semakin terbatas. Karena itu
untuk meningkatkan atau mempertahankan capaian angka prevalensi kontrasepsi (CPR)
selain diperlukan upaya mendapatkan peserta baru maka perlu juga dilakukan upaya untuk
menurunkan tingkat putus pakai kontrasepsi.
Berbagai studi dan literatur memperlihatkan bahwa pemberian informasi yang
komprehensif terkait pelayanan KB melalui proses konseling yang baik dan benar oleh
tenaga kesehatan dapat berkontribusi pada penurunan tingkat putus pakai kontrasepsi.
Informasi komprehensif tidak mungkin diperoleh peserta KB dari kampanye masal atau
terbuka oleh karena kebutuhan informasi peserta KB akan berbeda sesuai dengan kondisi
mereka masing-masing. Dengan demikian, upaya peningkatan kompetensi tenaga
kesehatan dalam memberikan konseling KB memegang peranan penting dalam
menurunkan tingkat putus pakai kontrasepsi serta meningkatkan kualitas pelayanan KB
bagi peserta KB.
Sebagai tindak lanjut, Badan Kependudukan dan Keluarga Nasional (BKKBN)
bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan dan Konsorsium Program PilihanKu (My
Choice) telah melakukan adaptasi konsep Balanced Counseling Strategy (BCS) pada
Pelatihan Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB) bagi tenaga
kesehatan. SKB KB diharapkan dapat menjadi pelengkap atau pilihan alternatif alat bantu
bagi tenaga kesehatan dalam meningkatkan kualitas konseling KB kepada Peserta KB.
BKKBN menyambut baik upaya ini dan kami ucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah bekerja sama menyelesaikan kurikulum dan modul pelatihan "Strategi
Konseling Berimbang (SKB KB) bagi Dokter, Bidan, dan Perawat", terutama kepada Pusat
Pelatihan SDM Kesehatan-Kementerian Kesehatan yang telah memberikan akreditasi
kepada kurikulum dan modul pelatihan ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa meridhoi upaya
kita bersama dalam membangun keluarga melalui Program Kependudukan, Keluarga
Berencana dan Pembangunan Keluarga untuk terwujudnya Keluarga Kecil Bahagia dan
Sejahtera.
ii
SAMBUTAN
KONSORSIUM PROGRAM PILIHANKU
Fitri Putjuk
iii
PRAKATA
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah dan
karunia-Nya, kita telah menyelesaikan penyusunan kurikulum dan modul Pelatihan Strategi
Konseling Berimbang (SKB KB) bagi Dokter, Bidan, dan Perawat dengan tepat waktu untuk
kepentingan menjaga kualitas penyelenggaraan dan standarisasi program pelatihan yang
telah ditetapkan.
Modul ini menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pelatihan
Strategi Konseling Berimbang bagi Dokter, Bidan dan Perawat seperti: deskripsi singkat
materi, sasaran dan kriteria peserta, kriteria tenaga pelatihan, sarana prasarana serta
perencanaan sampai dengan evaluasi. Keseluruhan isi modul ini berupaya menjamin
terselenggaranya kegiatan pelatihan yang berkualitas dan memenuhi kepuasan pengguna
pelatihan.
Kami berharap, modul ini dapat memberikan acuan bagi penyelenggara kegiatan
Pelatihan Strategi Konseling Berimbang (SKB KB) bagi Dokter, Bidan, dan Perawat agar
mampu menciptakan kualitas yang terstandar dengan hasil akhir yang ingin dicapai adalah
tersedianya tenaga kesehatan yang terampil dalam memberikan konseling pelayanan KB
di fasilitas kesehatan.
Selanjutnya, kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
penyusunan kurikulum dan modul Pelatihan Strategi Konseling Berimbang (SKB KB) bagi
Dokter, Bidan, dan Perawat. Semoga kurikulum dan modul ini bermanfaat untuk menjamin
terlaksananya penyelenggaraan Pelatihan Strategi Konseling Berimbang (SKB KB) bagi
Dokter, Bidan, dan Perawat yang baik dan bermutu.
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Penerbit dan para editor menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-
tingginya kepada semua pihak yang telah membantu, mulai dari kesepakatan awal sampai
terlaksananya penerbitan modul pelatihan Strategi Konseling Berimbang Keluarga
Berencana (SKB KB) ini:
v
DAFTAR ISI
MATERI DASAR 1
KEBIJAKAN PELAYANAN KB ................................................................................ 21
Pokok Bahasan 1. Kebijakan Pelayanan KB .................................................. 23
MATERI DASAR 2
KEBIJAKAN PROGRAM INDONESIA SEHAT MELALUI
PENDEKATAN KELUARGA .................................................................................... 29
Pokok Bahasan 1. Kebijakan Program Indonesia Sehat Melalui
Pendekatan Keluarga ....................................................... 31
MATERI INTI 1
KOMUNIKASI DAN KONSELING ............................................................................. 39
Pokok Bahasan 1. Konsep Komunikasi .......................................................... 43
Pokok Bahasan 2. Konsep Konseling ............................................................ 49
Pokok Bahasan 3. Alat Bantu Konseling KB ................................................... 57
Pokok Bahasan 4. Langkah-Langkah Konseling KB ....................................... 59
vi
MATERI INTI 2
STRATEGI KONSELING BERIMBANG PROGRAM KB .......................................... 63
Pokok Bahasan 1. Gambaran Umum Strategi Konseling Berimbang KB ........ 67
Pokok Bahasan 2. Penapisan Kelayakan Medis dengan Diagram
Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis
Penggunaan Kontrasepsi .................................................. 74
Pokok Bahasan 3. Praktik Strategi Konseling Berimbang KB ......................... 88
MATERI INTI 3
PENGGUNAAN ALAT BANTU DAN APLIKASI DIGITAL ........................................ 95
Pokok Bahasan 1. Pemeliharaan Standar Untuk Perangkat
Alat Bantu Digital yang Dimiliki .......................................... 99
Pokok Bahasan 2. Aplikasi Strategi Konseling Berimbang Untuk
Konseling KB .................................................................... 102
Pokok Bahasan 3. Aplikasi SKATA Sebagai Rujukan
Informasi Perencanaan Keluarga ...................................... 128
MATERI PENUNJANG 1
MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR ..................................................................... 135
Pokok Bahasan 1. Perkenalan Antar-Peserta, Fasilitator dan Panitia ............. 138
Pokok Bahasan 2. Perumusan Tujuan Pembelajaran ..................................... 140
Pokok Bahasan 3. Norma dan Aturan Selama Pelatihan Berlangsung ........... 140
Pokok Bahasan 4. Komitmen Belajar .............................................................. 141
MATERI PENUNJANG 2
KETERSEDIAAN ALAT DAN OBAT KONTRASEPSI (ALOKON)
DI PUSKESMAS ....................................................................................................... 143
Pokok Bahasan 1. Tata Kelola Alokon Program KB ........................................ 146
Pokok Bahasan 2. Tingkat Ketersediaan Alokon Di Puskesmas
dan Jejaring/Jaringan ........................................................ 148
Pokok Bahasan 3. Pencatatan dan Pelaporan Logistik Alokon ....................... 150
MATERI PENUNJANG 3
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) ......................................................................... 153
Pokok Bahasan 1. Pengertian RTL ................................................................. 154
Pokok Bahasan 2. Manfaat Adanya RTL ........................................................ 154
Pokok Bahasan 3. Sistematika Penyusunan RTL ........................................... 154
Pokok Bahasan 4. Penyusunan RTL .............................................................. 155
MATERI PENUNJANG 4
ANTI-KORUPSI ......................................................................................................... 157
Pokok Bahasan 1. Konsep Korupsi ................................................................ 159
Pokok Bahasan 2. Anti-Korupsi ...................................................................... 163
Pokok Bahasan 3. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi ............. 164
Pokok Bahasan 4. Tata Cara Pelaporan Dugaan Pelanggaran TPK .............. 167
Pokok Bahasan 5. Gratifikasi .......................................................................... 170
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 173
LAMPIRAN
vii
viii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga
Berencana (KB). Dengan melakukan konseling, maka petugas membantu klien dalam
memilih kontrasepsi yang akan digunakan. Penyampaian informasi yang jelas dan
benar mengenai metode KB dapat membantu klien mengenal kebutuhannya, untuk
memilih solusi terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi
yang sedang dihadapi. Konseling yang baik akan membantu klien menggunakan
kontrasepsi lebih lama dan meningkatkan keberhasilan KB. Berdasarkan hasil SDKI
tahun 2012 menunjukkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) masih tinggi dan
mengalami peningkatan dari 228/100.000 kelahiran hidup (2007) menjadi 359/100.000
kelahiran hidup (2012). Hal ini menunjukkan masih rendahnya derajat kesehatan
masyarakat khususnya kesehatan perempuan. Sedangkan Angka Fertilitas Total
(TFR) stagnan dalam 10 tahun terakhir (2002-2012) di angka 2,6, sedangkan angka
kesertaan KB aktif (semua metode) hanya meningkat 0,5% dari 61,4% pada tahun
2007 menjadi 61,9% pada tahun 2012. Untuk mengkoreksi angka-angka tersebut
dibutuhkan suatu usaha agar menumbuhkan kesadaran ber-KB. Salah satu upaya
menumbuhkan kesadaran ber-KB dapat dilakukan melalui pemberian layanan
konseling KB yang berkualitas dan berorientasi pada kebutuhan klien dalam memilih
salah satu metode kontrasepsi.
Pada awal tahun 2016, penggunaan BCS atau di Indonesia disebut Strategi
Konseling Berimbang (SKB) mulai dikembangkan dan diadaptasi penggunaannya
untuk memperkuat layanan konseling KB Pasca Persalinan (KBPP) pada Program
PilihanKu. Adaptasi SKB KB Pasca Persalinan (KBPP) ini dilakukan juga berdasarkan
temuan lapangan pada 44 fasilitas program PilihanKu dimana konseling yang
umumnya dilakukan sering tidak mencapai kualitas yang diharapkan seperti kurang
interaktif, tidak berfokus pada kebutuhan klien, memberikan informasi yang tidak efektif
dan jelas seperti efek samping dan kriteria medis yang tidak sesuai dengan WHO
Medical Eligibility Criteria tahun 2015. Hal-hal tersebut mempengaruhi kualitas
konseling dan adopsi KBPP oleh klien.
Disamping hal tersebut kendala lainnya seperti melakukan konseling tanpa
menggunakan Alat Bantu Pengambil Keputusan (ABPK), konseling yang tidak
terstruktur, dominasi konselor dan waktu yang dibutuhkan dalam sebuah konseling
cukup panjang sehingga sering menjadi penyebab rendahnya kualitas konseling KBPP
yang diberikan. Data berikut ini akan menunjukkan hubungan antara penggunaan
Strategi Konseling Berimbang (SKB) dengan peningkatan persentase konseling yang
dilakukan dan peningkatan adopsi metode KBPP dibandingkan dengan sebelum
Strategi Konseling Berimbang (SKB) dilakukan pada 44 fasilitas Program KBPP
PilihanKu.
Pada sepuluh bulan pertama sejak Oktober 2015 hingga Juli 2016 intervensi
pelayanan KBPP di 44 fasilitas program PilihanKu belum menggunakan konseling
dengan pendekatan Strategi Konseling Berimbang (SKB). Strategi Konseling
Berimbang mulai di gunakan pada Agustus 2016 hingga sekarang, pada data di atas
digambarkan hingga Juli 2017. Bila dibandingkan persentase rata-rata ibu yang
menerima konseling antara sebelum dan sesudah penggunaan Strategi Konseling
Berimbang maka didapati perbedaan sekitar 30% peningkatan persentase ibu yang
menerima konseling, sebelum menggunakan Strategi Konseling Berimbang (SKB)
rata-rata konseling 40% dan sesudah penggunaan SKB meningkat menjadi 70%.
Peningkatan konseling ini juga berdampak pada adopsi metode KB yang pilih, dimana
ada peningkatan dua kali lipat pada adopsi KBPP yang sebelumnya rata-rata 20%
meningkat menjadi rata-rata 40% setelah pengunaan Strategi Konseling Berimbang.
1
Dengan demikian data tersebut menunjukkan bahwa penggunaan Strategi
Konseling Berimbang yang dikembangkan di 44 fasilitas Program PilihanKu
menunjukkan peningkatan kualitas konseling dan peningkatan adopsi metode KB
untuk KBPP. Selanjutnya pengembangan SKB ini dapat dilaksanakan untuk seluruh
metode KB pada pelayanan KB secara umum. Pelaksanaan konseling KB dengan
teknik SKB diharapkan dapat meningkatkan peserta KB aktif. Untuk itu perlu disiapkan
tenaga kesehatan yang mampu dan terampil dalam memberikan konseling KB. Maka
diperlukan kegiatan peningkatan konseling KB bagi petugas kesehatan pelayanan
pada program KIE dan konseling KB dalam bentuk pelatihan. Agar pelatihan
dilaksanakan sesuai dengan tujuan dan pencapaian kompetensi yang diharapkan
maka disusunlah kurikulum pelatihan ini sebagai acuan penyelenggaraannya.
B. Filosofi Pelatihan
Pelatihan ini diselenggarakan dengan memperhatikan:
1. Prinsip pembelajaran orang dewasa atau andragogi (adult learning), yaitu bahwa
selama pelatihan peserta berhak untuk:
a. Dihargai keberadaannya.
b. Didengarkan dan dihargai pengalamannya dalam melakukan kegiatan
konseling KB.
c. Dipertimbangkan setiap ide dan pendapatnya, sejauh berada di dalam
konteks pelatihan.
Penyelenggara dan fasilitator pelatihan berkewajiban untuk:
a. Menciptakan iklim dan suasana yang mendukung proses belajar mandiri.
b. Menciptakan mekanisme dan prosedur untuk perencanaan bersama dan
partisipatif.
c. Mendiagnosis kebutuhan-kebutuhan belajar yang spesifik.
d. Merumuskan tujuan-tujuan program yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan
belajar.
e. Melakukan dan menggunakan pengalaman belajar ini dengan metode dan
teknik yang memadai.
f. Mengevaluasi hasil belajar dan mendiagnosis kembali kebutuhan-kebutuhan
belajar.
2. Belajar sambil melakukan (learning by doing) yang memungkinkan peserta untuk:
a. Berkesempatan melakukan eksperimentasi dari materi pelatihan dengan
menggunakan metode pembelajaran, antara lain diskusi kelompok, studi
kasus, simulasi, role play, dan latihan (exercise) baik secara individu maupun
kelompok.
b. Melakukan pengulangan ataupun perbaikan yang dirasa perlu.
3. Prinsip pelatihan berorientasi kepada peserta, dimana peserta berhak untuk:
a. Mendapatkan paket bahan belajar berupa modul pelatihan.
b. Mendapatkan pelatih yang profesional, yang dapat memfasilitasi dengan
berbagai metode dan menguasai materi.
c. Belajar sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki, baik secara auditorial, visual,
maupun kinestetik (gerak).
d. Belajar dengan modal pengetahuan yang dimiliki masing-masing tentang
pelayanan kesehatan.
e. Melakukan refleksi dan memberikan umpan balik secara terbuka.
f. Melakukan evaluasi (terhadap fasilitator dan penyelenggara) dan dievaluasi
tingkat pemahamannya dalam bidang pelayanan kesehatan.
4. Prinsip pelatihan berbasis kompetensi, dimana peserta dimungkinkan untuk:
a. Mengembangkan keterampilan langkah demi langkah dalam memperoleh
kompetensi yang ditetapkan dalam pelatihan.
b. Memperoleh sertifikat setelah dinyatakan berhasil mendapatkan kompetensi
yang ditetapkan dalam pelatihan.
2
II. PERAN, FUNGSI, DAN KOMPETENSI
A. Peran
Setelah mengikuti pelatihan, peserta berperan sebagai konselor pada Pelayanan
KB dengan menggunakan Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB
KB).
B. Fungsi
Dalam melaksanakan perannya, peserta mempunyai fungsi yaitu melakukan
pelayanan Konseling KB dengan menggunakan teknik Strategi Konseling Berimbang
Keluarga Berencana (SKB KB).
.
C. Kompetensi
Untuk menjalankan fungsinya, peserta memiliki kompetensi dalam:
1. Melakukan komunikasi dan konseling.
2. Melakukan Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB).
3. Menggunakan alat bantu dan aplikasi digital.
A. Tujuan Umum
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu melakukan konseling dengan
menggunakan Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB) secara
komprehensif di fasilitas pelayanan kesehatan.
B. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu:
1. Melakukan komunikasi dan konseling.
2. Melakukan Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB).
3. Menggunakan alat bantu dan aplikasi digital.
3
IV. STRUKTUR PROGRAM PELATIHAN NAKES
Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan maka disusunlah materi yang akan
diberikan secara rinci pada tabel berikut:
Waktu
No. Materi Jumlah
T P PL
Materi Dasar
1. Kebijakan Pelayanan KB. 1 0 0 1
1
2. Kebijakan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga. 1 0 0 1
Sub-Total 2 0 0 2
Materi Inti
1. Komunikasi dan Konseling 1 3 0 4
2 2. Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB) 6 10 8 24
3. Penggunaan Alat Bantu dan Aplikasi Digital 2 4 0 6
Sub-Total 9 17 8 34
Materi Penunjang
1. Building Learning Comitment (BLC) 0 3 0 3
2. Ketersediaan Alat dan Obat Kontrasepsi (Alokon) di Puskesmas 2 0 0 2
3
3. Rencana Tindak Lanjut 1 1 0 2
4. Anti-Korupsi 2 0 0 2
Sub-Total 5 4 0 9
Total 16 21 8 45
Keterangan:
T : Teori
P : Penugasan di Kelas
PL : Praktik Lapangan
Catatan:
- 1 JPL adalah 45 menit.
- Total waktu pendidikan dan pelatihan adalah 45 JPL (5 hari).
4
V. GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN
Nomor : Materi Dasar 1.
Materi : Kebijakan Pelayanan KB.
Waktu : 1 JPL (T=1, P=0, PL=0).
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami kebijakan
(TPU) pelayanan KB.
Tujuan
Pembelajaran Pokok Bahasan dan Media dan
Metode Referensi
Khusus Sub-Pokok Bahasan Alat Bantu
(TPK)
Setelah mengikuti Kebijakan Pelayanan 1. Ceramah 1. Modul. Perka BKKBN 303/2016 Tentang
materi ini peserta KB. Tanya Jawab 2. Bahan Pedoman Rumusan Alat dan
mampu: 1.1 Kebijakan BKKBN (CTJ). Tayang. Obat Kontrasespsi Serta Sarana
dalam Penguatan 2. Curah 3. Komputer/ Penunjang Sarana Konterasepsi
Menjelaskan Program KB. Pendapat. Laptop.
kebijakan 1.2 Program KB di Era 4. LCD.
pelayanan KB. JKN. 5. Flipchart.
1.3 Upaya dan 6. White
Tantangan Dalam Board.
Penguatan 7. ATK.
Pelayanan KB.
1.4 Strategi Konseling
Berimbang.
Tujuan
Pembelajaran Pokok Bahasan dan Media dan Alat
Metode Referensi
Khusus Sub-Pokok Bahasan Bantu
(TPK)
Setelah mengikuti Kebijakan Program 1. CTJ. 1. Modul. 1. Undang-Undang Nomor 17
materi ini peserta Indonesia Sehat 2. Curah 2. Bahan tahun 2007 tentang Rencana
mampu: Dengan Pendekatan Pendapat. Tayang. Pembangunan Jangka
Keluarga. 3. Komputer/ Panjang Nasional Tahun
Menjelaskan 1.1 Pendekatan Laptop. 2005-2025.
Kebijakan Program Keluarga. 4. LCD. 2. Permenkes Nomor 39 tahun
Indonesia Sehat 1.2 Pelaksanaan 5. Flipchart. 2014 tentang Pedoman
dengan Pendekatan Pendekatan 6. White Penyelenggaraan
Keluarga. Keluarga. Board. Pelaksanaan Program
1.3 Peran Pemangku 7. ATK. Indonesia Sehat dengan
Kepentingan. Pendekatan Keluarga.
1.4 Integrasi 3. Permenkes No. 43 tahun 2016
Program KB tentang Standar Pelayanan
Melalui PISPK. Minimal Bidang Kesehatan.
4. Permenkes No. 44 tahun 2016
tetang Pedoman Manajemen
Puskesmas.
5. Keputusan Menkes RI No.
HK.02.02/Menkes/52/2015
tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan
Tahun 2015-2019.
5
Nomor : Materi Inti 1.
Materi : Komunikasi dan Konseling.
Waktu : 4 JPL (T=1, P=3, PL=0)
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan komunikasi dan
(TPU) konseling.
Tujuan Pembelajaran
Pokok Bahasan dan Media dan
Khusus Metode Referensi
Sub-Pokok Bahasan Alat Bantu
(TPK)
Setelah mengikuti materi
ini, peserta mampu:
6
Nomor : Materi Inti 2.
Materi : Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB).
Waktu : 24 JPL (T=6, P=10, PL= 8).
Tujuan Pembelajaran : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan konseling menggunakan
Umum (TPU) Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB).
Tujuan Pembelajaran
Pokok Bahasan dan Media dan Alat
Khusus Metode Referensi
Sub-Pokok Bahasan Bantu
(TPK)
Setelah mengikuti
materi ini, peserta
mampu:
7
Nomor : Materi Inti 3.
Materi : Penggunaan Alat Bantu dan Aplikasi Digital.
Waktu : 6 JPL (T=2, P=4, PL=0).
Tujuan Pembelajaran : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menggunakan alat bantu dan aplikasi
Umum (TPU) digital untuk konseling KB menggunakan Strategi Konseling Berimbang Keluarga
Berencana (SKB KB).
Tujuan
Pembelajaran Pokok Bahasan dan
Metode Media dan Alat Bantu Referensi
Khusus Sub-Pokok Bahasan
(TPK)
Setelah mengikuti
materi ini, peserta
mampu:
8
Nomor : Materi Penunjang 1.
Materi : Membangun Komitmen Belajar / Building Learning Commitment (BLC).
Waktu : 3 JPL (T=0, P=3, PL=0).
Tujuan Pembelajaran : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu membangun komitmen belajar dalam
Umum (TPU) menciptakan situasi kondusif dalam proses pembelajaran.
Tujuan Pembelajaran Pokok dan Sub- Metode Media dan Alat Bantu Referensi
Khusus (TPK) Pokok Bahasan
Setelah mengikuti
materi ini, peserta
mampu:
Tujuan Pembelajaran
Pokok Bahasan dan Media dan Alat
Khusus Metode Referensi
Sub-Pokok Bahasan Bantu
(TPK)
Setelah mengikuti
materi ini peserta
mampu:
Menjelaskan tata kelola Tata Kelola Alokon. 1. CTJ. 1. Modul. 1. Perka BKKBN
alokon program KB. 1.1 Alur Penyediaan 2. Curah 2. Bahan Tayang. 286/2011.
Alokon. Pendapat. 3. Komputer/Laptop. 2. Permenkes No.
1.2 Jenis Alokon yang 4. LCD. 44/2016 tentang
Disediakan Oleh 5. Flipchart. Manajemen
BKKBN. 6. White Board. Puskesmas.
1.3 Penyimpanan Alokon 7. ATK.
yang Baik.
9
Tujuan Pembelajaran
Pokok Bahasan dan Media dan Alat
Khusus Metode Referensi
Sub-Pokok Bahasan Bantu
(TPK)
Memahami Tingkat Ketersediaan 1. CTJ. 1. Modul.
perencanaan Alokon Di Puskesmas dan 2. Curah 2. Bahan Tayang.
kebutuhan alokon bagi Jejaring/Jaringan. Pendapat. 3. Komputer/Laptop.
Puskesmas dan 2.1 Tingkat Ketersediaan 4. LCD.
kebutuhan alokon Stok: Stok Maksimal, 5. Flipchart.
jejaring/jaringan. Memadai, Titik Stok 6. White Board.
Realokasi, dan Titik 7. ATK.
Pemesanan Darurat.
2.2 Permintaan Darurat
dan Realokasi.
10
Nomor : Materi Penunjang 4
Materi : Anti Korupsi
Waktu : 2 JPL (T=2, P=0, PL=0 )
Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami anti-korupsi di
(TPU) lingkungan kerjanya.
Tujuan
Pembelajaran Pokok dan Sub Media dan Alat
Metode Referensi
Khusus Pokok Bahasan Bantu
(TPK)
Setelah mengikuti
materi ini, peserta
mampu
menjelaskan:
11
VI. PROSES PEMBELAJARAN
A. Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut:
1. Dinamisasi dan penggalian harapan peserta serta membangun komitmen belajar
diantara peserta.
2. Penyiapan peserta sebagai individu atau kelompok yang mempunyai pengaruh
terhadap perubahan perilaku dalam menciptakan iklim yang kondusif dalam
melaksanakan tugas.
3. Penjajakan awal peserta dengan memberikan pre-test.
4. Pembahasan materi.
5. Penugasan dalam bentuk diskusi kelompok, bermain peran (role play), praktik dan
latihan di kelas, serta praktik lapangan.
6. Penjajakan akhir peserta dengan memberikan post-test.
Dalam setiap pembahasan materi inti, peserta dilibatkan secara aktif baik dalam
teori maupun penugasan, dimana:
1. Pelatih mempersiapkan peserta untuk siap mengikuti proses pembelajaran.
2. Pelatih menjelaskan tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada setiap
materi.
3. Pelatih dapat mengawali proses pembelajaran dengan:
a. Penggalian pengalaman peserta.
b. Penjelasan singkat tentang seluruh materi.
c. Penugasan dalam bentuk individual atau kelompok.
4. Setelah semua materi disampaikan, pelatih dan atau peserta dapat memberikan
umpan balik terhadap isi keseluruhan materi yang diberikan.
5. Sebelum pemberian materi berakhir, pelatih dan peserta dapat membuat
rangkuman dan atau pembulatan.
B. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran ini berdasarkan pada prinsip:
1. Orientasi kepada peserta meliputi latar belakang, kebutuhan dan harapan yang
terkait dengan tugas yang dilaksanakan.
2. Peran aktif peserta sesuai dengan pendekatan pembelajaran.
3. Pembinaan iklim yang demokratis dan dinamis untuk terciptanya komunikasi dari
dan ke berbagai arah.
12
C. Deskripsi Proses Pembelajaran
1. Pembukaan.
Dalam proses pembukaan diharapkan peserta mendapatkan informasi
tentang latar belakang perlunya pelatihan. Pembukaan dilakukan untuk mengawali
kegiatan pelatihan secara resmi.
2. Pre-Test.
Sebelum acara pembukaan, dilakukan pre-test terhadap peserta. Pre-Test
bertujuan untuk mendapatkan informasi awal tentang pengetahuan dan
kemampuan peserta dalam melaksanakan kegiatan pelayanan konseling KB.
4. Pemberian Wawasan.
Setelah BLC, kegiatan dilanjutkan dengan memberikan materi sebagai dasar
pengetahuan/wawasan yang sebaiknya diketahui peserta dalam pelatihan ini.
Materi tersebut meliputi:
a. Kebijakan pelayanan KB.
b. Kebijakan program KB melalui integrasi dengan Program Indonesia Sehat
melalui Pendekatan Keluarga (PIS-PK).
c. Ketersediaan alat dan obat kontrasepsi (Alokon) di Puskesmas.
d. Anti-korupsi.
Pada sesi ini juga akan disampaikan tentang mapping pelatihan ini dibanding
pelatihan yang lain. Selain itu, peserta juga akan mendapat materi tentang rencana
tindak lanjut sebagai penambahan wawasan peserta latih.
13
Setiap hari sebelum proses pembelajaran dimulai, fasilitator melakukan
kegiatan refleksi dengan tujuan untuk menyamakan persepsi tentang materi yang
sebelumnya diterima sebagai bahan evaluasi untuk proses pembelajaran
berikutnya.
6. Praktik Lapangan.
Praktik lapangan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tempat
pelatihan selama 1 hari (8 JPL) dengan didampingi oleh pelatih. Praktik lapangan
dilakukan langsung kepada klien. Peserta diperbolehkan untuk melakukan praktik
lapangan bila penilaian menggunakan daftar tilik oleh pelatih saat praktik di kelas
(role play) sudah mencapai 80. Pada saat praktik lapangan diharapkan peserta
sudah mendapatkan minimal 1 klien di fasilitas kesehatan atau dalam hal ini
adalah Puskesmas.
7. Evaluasi Pembelajaran.
a. Evaluasi yang dimaksudkan adalah evaluasi terhadap proses pembelajaran
tiap hari (refleksi) serta evaluasi terhadap pelatih/fasilitator. Evaluasi tiap hari
(refleksi) dilakukan dengan cara me-review kegiatan proses pembelajaran
yang sudah berlangsung, sebagai umpan balik untuk menyempurnakan
proses pembelajaran selanjutnya.
b. Evaluasi terhadap fasilitator dilakukan oleh peserta pada saat fasilitator telah
mengakhiri materi yang disampaikannya. Evaluasi dilakukan dengan
menggunakan form evaluasi terhadap fasilitator.
c. Evaluasi penyelenggaraan dilakukan untuk mendapatkan masukan dari
peserta tentang penyelenggaraan pelatihan tersebut dan akan digunakan
untuk penyempurnaan penyelenggaraan pelatihan berikutnya.
9. Post-Test.
Setelah keseluruhan materi dan praktik lapangan dilaksanakan, dilakukan
post-test. Post-Test bertujuan untuk melihat peningkatan pengetahuan dan
keterampilan peserta setelah mengikuti pelatihan.
10. Penutupan.
Acara penutupan dapat dijadikan sebagai upaya untuk mendapatkan
masukan dari peserta ke penyelenggara dan fasilitator untuk perbaikan pelatihan
yang akan datang. Acara penutupan pelatihan merupakan rangkaian yang terdiri
dari:
a. Laporan ketua penyelenggara pelatihan.
b. Pengumuman peringkat keberhasilan peserta.
c. Pembagian sertifikat.
d. Kesan dan pesan dari perwakilan peserta.
e. Pengarahan dan penutupan oleh pejabat yang berwenang.
f. Pembacaan doa.
14
Proses pembelajaran dalam pelatihan dapat digambarkan sebagai berikut:
Pembukaan
Pre-Test
Praktek Lapangan
15
VII. PELATIH DAN PESERTA
A. Pelatih
1. Komposisi Pelatih.
a. Widyaiswara BKKBN.
b. Widyaiswara Kementerian Kesehatan (latar belakang pendidikan bidan dan
dokter).
c. Ikatan Bidan Indonesia (IBI) provinsi atau kabupaten/kota.
d. Pengelola Program Kesehatan Reproduksi (Kespro)/KB dinas kesehatan
provinsi atau kabupaten/kota.
e. Pengelola Program KKBPK (BKKBN) tingkat provinsi atau kabupaten/kota.
2. Kriteria Pelatih.
a. Telah mengikuti pelatihan TOT SKB KB .
b. Memahami kurikulum terutama Garis-Garis Besar Program Pembelajaran
(GBPP).
3. Narasumber dalam pelatihan Strategi Konseling Berimbang adalah pejabat
struktural terkait yang menguasai bidangnya.
B. Peserta Pelatihan
1. Peserta pelatihan Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB)
adalah dengan kriteria sebagai berikut:
a. Dokter, bidan dan perawat yang bekerja di Puskesmas yang memberikan
pelayanan KIE dan Konseling KB.
b. Komposisi tim per Puskesmas berjumlah 3 orang terutama 1 dokter, 1 bidan
dan 1 perawat.
c. Minimal pendidikan D-III khusus untuk bidan dan perawat.
d. Tidak dipindahtugaskan dalam waktu 2 tahun (Surat Pernyataan dari Dinas
Kesehatan Kab/Kota).
e. Memiliki pengalaman memberikan pelayanan konseling KB dengan metode
ABPK KB.
2. Jumlah peserta dalam satu kelas 25-30 orang.
A. Penyelenggara
Penyelenggara pelatihan ini adalah institusi pelatihan yang terakreditasi yang
mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan pelatihan di bidang kesehatan atau
organisasi profesi yang bekerja sama dengan institusi pelatihan yang terakreditasi.
B. Tempat Penyelenggaraan
Tempat penyelenggaraan pelatihan ini di Balai Besar Pelatihan Kesehatan/Balai
Pelatihan Kesehatan/Balai Pendidikan dan Pelatihan BKKBN atau instansi
penyelenggara diklat yang mempunyai sarana dan prasarana sesuai dengan
kebutuhan dan tujuan pelatihan yang akan dicapai.
16
IX. EVALUASI
17
X. SERTIFIKAT
18
Lampiran 1. Jadwal Pelatihan Nakes (45 JPL).
19
Lampiran 1. Jadwal Pelatihan Nakes (45 JPL) (Lanjutan).
20
KEBIJAKAN LAYANAN KB
A. DESKRIPSI SINGKAT
Indonesia termasuk salah satu negara yang menyepakati tujuan-tujuan
pembangunan global yang tertuang dalam Sustainable Development Goals
(SDG’s) 2015-2019. Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi
(Kespro) tertuang dalam tujuan SDG’s nomor 3 (tiga) dan 5 (lima). BKKBN
memiliki tugas untuk menurunkan Angka Total Kelahiran (TFR). Penurunan
TFR dicapai dengan penggunaan kontrasepsi serta peningkatan akses serta
informasi terhadap KB dan Kespro bagi seluruh perempuan Indonesia.
Dalam satu dekade terakhir, program pelayanan KB di Indonesia sempat
mengalami keadaan stagnan yang dapat dilihat dari tidak membaiknya hasil
SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia). Hasil sementara SDKI 2017,
menunjukkan ada beberapa indikator yang membaik namun ada juga yang
menurun. Beberapa capaian yang belum optimal tersebut dapat disebabkan
oleh karena tidak maksimalnya penyampaian informasi tentang KB kepada
masyarakat.
Promosi dan konseling KB dan Kespro dilaksanakan melalui pendekatan
siklus hidup manusia dengan tetap memperhatikan hak-hak reproduksi pada
setiap fase kehidupan serta berkesinambungan antarfase kehidupan tersebut
(continuum of care).
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu
memahami kebijakan pelayanan KB.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu
menjelaskan kebijakan pelayanan KB.
C. POKOK BAHASAN
1. Kebijakan Pelayanan KB.
1.1. Kebijakan BKKBN dalam Penguatan Program KB.
1.2. Program KB Di Era JKN.
1.3. Upaya dan Tantangan dalam Penguatan Pelayanan KB.
1.4. Strategi Konseling Berimbang.
D. BAHAN BELAJAR
1. Modul.
2. Bahan Tayang.
3. Komputer/Laptop.
4. LCD.
5. Flipchart.
6. White Board.
7. ATK.
21
E. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran ini menguraikan tentang
kegiatan fasilitator dan peserta dalam proses pembelajaran selama sesi ini
berlangsung (Teori 1 JPL x 45 menit = 45 menit) adalah sebagai berikut:
F. URAIAN MATERI
(Diuraikan secara detail pada Pokok Bahasan 1 di halaman berikutnya).
22
1.1. Kebijakan BKKBN dalam Penguatan Program KB
Situasi dan kondisi program pelayanan KB, dari waktu ke waktu
mengalami perubahan. Hal tersebut nampak pada hasil sementara Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang dilakukan pada tahun 2017,
dimana terdapat beberapa indikator yang mengalami perbaikan. Hasil tersebut
antara lain adalah penurunan dari TFR dari 2,6 di tahun 2012 menjadi 2,4 pada
capaian sementara SDKI 2017. Age Specific Fertility Rate (ASFR) mengalami
penurunan dari 48 di SDKI 2012 menjadi 36 pada SDKI 2017. Angka
penggunaan kontrasepsi (CPR) pada hasil SDKI 2017 mengalami kenaikan,
dari 62 pada SDKI 2012 menjadi 63.7 pada SDKI 2017, namun capaian
metode kontrasepsi modern mengalami penurunan dari 58 menjadi 57,2.
Angka unmet need mengalami penurunan dari 11,4 menjadi 10,6 pada hasil
sementara SDKI 2017. Capaian hasil sementara SDKI 2017 tersebut
sekalipun membaik, namun masih memiliki variasi nilai disparitas yang tinggi
dari masing-masing provinsinya. Angka putus pakai per metode kontrasepsi
meningkat untuk metode kontrasepsi pil (46,1%) dan suntik (27%) dengan
berbagai macam alasan putus pakai tersebut. Perolehan capaian indikator
merupakan hasil dari pemenuhan dari sisi demand dan supply pelayanan KB.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, penduduk harus
menjadi titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan terencana di segala
bidang untuk menciptakan perbandingan ideal antara perkembangan
kependudukan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta
memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengurangi
kemampuan dan kebutuhan generasi mendatang, sehingga menunjang
kehidupan bangsa.
Salah satu prioritas pembangunan nasional di dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2010-2025 adalah
mewujudkan penduduk tumbuh seimbang, sehingga BKKBN berkomitmen
akan turut mensukseskan Agenda Prioritas No. 5 (di dalam Nawacita), untuk
mendukung peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia dengan menjadi
“Lembaga yang Handal dan Dipercaya dalam Mewujudkan Penduduk Tumbuh
Seimbang dan Keluarga Berkualitas”, pertumbuhan penduduk yang seimbang
dan keluarga berkualitas ditandai dengan menurunnya Total Fertility Rate
(TFR) menjadi 2,1 dan Net Reproductive Rate (NRR) sama dengan 1 pada
tahun 2025, serta keluarga berkualitas ditandai dengan keluarga yang
terbentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat,
maju, mandiri dan memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan,
bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
23
Untuk mendukung pelaksanaan pembangunan yang berwawasan
kependudukan, maka BKKBN turut memperkuat pelaksanaan pembangunan
kependudukan dengan upaya pengendalian kuantitas dan peningkatan
kualitas penduduk dan mengarahkan persebaran penduduk. Pembangunan
kependudukan juga merupakan upaya untuk mewujudkan keserasian kondisi
yang berhubungan dengan perubahan keadaan penduduk yang dapat
berpengaruh dan dipengaruhi oleh keberhasilan pembangunan berkelanjutan.
Salah satu upaya pengendalian penduduk adalah melalui Keluaga
Berencana (KB). Dalam rangka penguatan dan pencapaian tujuan pelayanan
KB, maka dukungan manajemen pelayanan KB menjadi sangat penting, mulai
dari Perencanaan, Pelaksanaan, sampai dengan Pemantauan dan Evaluasi.
Pelaksanaan program KB ini, menjadi peran antara dua kementerian/lembaga
yang memegang peranan penting yaitu Kementerian Kesehatan dan BKKBN.
Koordinasi yang baik dan berkesinambungan antara BKKBN dan Kementerian
Kesehatan beserta jajaran di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam
manajemen pelayanan KB menjadi hal yang sangat penting. Dengan
manajemen pelayanan yang baik, diharapkan dapat meningkatkan
ketersediaan (availability), keterjangkauan (accessibility), penerimaaan
(acceptability) dan kualitas pelayanan (quality).
Koordinasi tingkat Kementerian Kesehatan berperan sebagai supply site,
dimana supply tersebut meliputi pemenuhan fasilitas kesehatan (upaya
kesehatan dasar dan rujukan), pembiayaan jaminan kesehatan, tenaga di
tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. BKKBN berperan dalam
penguatan demand (demand creation) kepesertaan KB. Demand creation
yang dilakukan meliputi antara lain advokasi dan KIE, penggerakan lini
lapangan, konseloran alkon untuk peserta KB, konseloran sarana penunjang
pelayanan KB, dan pelayanan KB.
24
Berdasarkan cara pembayaran dalam JKN, maka Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
(FKRTL). Pelayanan KB tersebut dilaksanakan secara berjenjang di:
1. FKTP meliputi: pelayanan konseling; kontrasepsi dasar (pil, suntik, IUD
dan implan, kondom); pelayanan Metode Operasi Pria (MOP);
penanganan efek samping dan komplikasi ringan-sedang akibat
penggunaan kontrasepsi; merujuk pelayanan yang tidak dapat ditangani
di FKTP.
2. FKRTL meliputi: pelayanan konseling; pelayanan kontrasepsi IUD dan
implant; Metode Operasi Wanita (MOW); Metode Operasi Pria (MOP).
25
bahwa pada semua tahapan pelayanan KB, kegiatan baik promosi dan
konseling tetap dibutuhkan dan harus dilakukan.
Capaian indikator KB yang sedikit membaik namun belum optimal dapat
disebabkan oleh belum optimalnya penyampaian KIE dan komunikasi
interpersonal/kelompok tentang metode kontrasepsi, belum optimalnya
pelayanan KB yang berkualitas, masih tingginya pelayanan KB jangka pendek
dan akses pelayanan KB yang belum merata. Komunikasi pada saat
pemberian informasi pada proses konseling tentang KB memegang peranan
yang penting dalam hasil capaian pelayanan KB.
Proses yang diberikan dalam Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE),
salah satunya adalah konseling. Konseling adalah proses pertukaran
informasi dan interaksi positif antara klien-petugas untuk membantu klien
mengenali kebutuhannya, memilih solusi terbaik dan membuat keputusan
yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi. Melalui pemberian
konseling pelayanan KB, dapat membantu klien memilih cara KB yang cocok
dan membantunya untuk terus menggunakan cara tersebut dengan benar.
Pelayanan konseling KB memegang peranan yang sangat penting, oleh
karena itu untuk meningkatkan keberhasilan konseling KB dapat digunakan
media KIE; lembar balik Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK)-KB
ataupun media konseling lainnya.
Konseling KB dapat dilaksanakan bagi wanita dan pasangan usia subur,
ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas. Konseling pelayanan KB dilakukan secara
keberlanjutan (Continuum of Care) dengan pendekatan siklus hidup manusia.
Konseling KB yang diberikan meliputi pendidikan kesehatan reproduksi pada
remaja, konseling WUS/calon pengantin, konseling KB pada ibu hamil/promosi
KB pasca-persalinan, pelayanan KB pasca-persalinan, dan pelayanan KB
interval.
Beberapa hal yang menjadi tantangan dalam meningkatkan pelayanan
KB di Indonesia, selain mengoptimalkan konseling ke klien dalam mewujudkan
program pelayanan KB yang berkualitas perlu dilakukan pula beberapa hal
sebagai berikut:
1. Menjamin ketersediaan alat dan obat kontrasepsi serta bahan habis pakai,
penyimpanan dan distribusinya hingga fasilitas pemberi layanan KB.
2. Menjamin tersedianya sarana penunjang pelayanan KB seperti obgyn-
bed, IUD kit, implant removal kit, VTP kit, KIE kit, media informasi, dan
pedoman pelayanan KB.
3. Menjamin tersedianya pembiayaan pelayanan KB melalui JKN dan
sumber lain yang tidak mengikat.
4. Menjamin tersedianya tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan KB
yang terampil dalam pelayanan klinis, konseling dan manajemen melalui
pelatihan yang terakreditasi.
26
satu metode konseling dengan menggunakan Strategi Konseling Berimbang
(SKB) kepada tenaga kesehatan. Dimana perangkatnya terdiri dari diagram,
kartu dan brosur yang penggunaannya tidak dapat terpisahkan. Metode SKB
dikenalkan sebagai pilihan tambahan dalam melakukan konseling, selain
menggunakan ABPK. Strategi Konseling Berimbang di Indonesia
dikembangkan oleh JHPIEGO (John Hopkins Program for International
Education in Gynecology and Obstectrics). JHPIEGO adalah organisasi
kesehatan non-profit internasional dalam membantu peningkatan akses dan
kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak. Lewat program PilihanKu mereka
mengenalkan SKB KB PP dan PK yang diterapkan di 4 provinsi PilihanKu.
Pada penggunaan SKB PP dan PK yang berbasis fasilitas kesehatan, nampak
peningkatan dari adopsi KB PP setelah penerapan penggunaan SKB PP
tersebut.
Atas dasar keberhasilan penggunaan SKB KB PP tersebut,
dikembangkan pula SKB KB oleh JHCCP, yang kemudian diadopsi oleh
BKKBN dan Kemenkes. Penggunaan SKB KB tersebut sangat membutuhkan
keterampilan tenaga kesehatan dalam penggunaannya. SKB KB kit yang
terdiri dari diagram, kartu dan brosur harus dikuasi oleh pemberi konseling,
selain pengetahuan dasar tentang KB yang akan diberikan. SKB KB yang
diperkenalkan ini tidak akan menggantikan metode konseling menggunakan
ABPK, namun sebagai keterampilan tambahan dalam memberikan konseling
bagi tenaga kesehatan.
Peningkatan keterampilan konseling menggunakan SKB KB diberikan
melalui pelatihan bagi tenaga kesehatan. Keberhasilan pelatihan konseling
dengan menggunakan SKB sangat perlu untuk dievaluasi pada tingkat
fasilitas. Pemantauan dapat dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat
pusat hingga fasilitas. Jumlah calon/peserta KB yang mengadopsi salah satu
metode KB merupakan keberhasilan dari konseling KB selain, menurunnya
angka putus pakai.
27
28
KEBIJAKAN PROGRAM INDONESIA SEHAT
MELALUI PENDEKATAN KELUARGA
A. DESKRIPSI SINGKAT
Program Indonesia Sehat merupakan upaya untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Pelaksanaan Program Indonesia Sehat
diselenggarakan melalui pendekatan keluarga. Pendekatan keluarga adalah
salah satu cara Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan
mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya
dengan mendatangi keluarga. Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga (PIS-PK) pada dasarnya merupakan integrasi Upaya Kesehatan
Perseorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) secara
berkesinambungan, dengan target/fokus pada keluarga, berdasarkan data dan
informasi dari profil kesehatan keluarga.
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu
memahami kebijakan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan
Keluarga (PIS-PK).
2. Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu
menjelaskan kebijakan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan
Keluarga (PIS-PK).
C. POKOK BAHASAN
1. Kebijakan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga.
1.1. Pendekatan Keluarga.
1.2. Pelaksanaan Pendekatan Keluarga.
1.3. Peran Pemangku Kepentingan.
1.4. Integrasi Program KB dengan Program Indonesia Sehat melalui
Pendekatan Keluarga (PIS-PK).
D. BAHAN BELAJAR
1. Modul.
2. Bahan Tayang.
3. Komputer/Laptop.
4. LCD.
5. Flipchart.
6. White Board.
7. ATK.
E. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran ini menguraikan tentang
kegiatan fasilitator dan peserta dalam proses pembelajaran selama sesi ini
berlangsung (Teori 1 JPL x 45 menit = 45 menit) adalah sebagai berikut:
29
Langkah 1. Pengkondisian (5 menit).
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum
pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat
bekerja dan materi yang akan disampaikan.
2. Menciptakan suasana nyaman dan mendorong kesiapan peserta untuk
menerima materi dengan menyepakati proses pembelajaran.
3. Dilanjutkan dengan penyampaian judul materi, deskripsi singkat, tujuan
pembelajaran serta ruang lingkup pokok bahasan yang akan dibahas pada
sesi ini dengan menggunakan bahan tayang.
F. URAIAN MATERI
(Diuraikan secara detail pada Pokok Bahasan 1 di halaman berikutnya).
30
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis (Pasal 1 UU No. 36/2009 tentang Kesehatan). Pembangunan kesehatan
adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa Indonesia yang
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang, agar terwujud kondisi masyarakat Indonesia yang memiliki
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangungan
sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan mengacu pada visi dan misi
Presiden RI dan pembangunan nasional 2015-2019, yakni terwujudnya
kemandirian di bidang ekonomi, berdaulat di bidang politik dan berkepribadian
dalam budaya atau yang dikenal dengan Trisakti. Untuk mewujudkan Trisakti
tersebut maka ditetapkan 9 agenda prioritas (Nawacita), dimana pada agenda ke-5
dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang akan
dicapai melalui Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Sehat dan Program
Indonesia Kerja dan Program Indonesia Sejahtera.
Program Indonesia Sehat adalah upaya untuk mewujudkan masyarakat
Indonesia yang berperilaku sehat, hidup dalam lingkungan sehat, dan mampu
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu untuk mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan
menegakkan 3 pilar, yaitu: paradigma sehat, penguatan pelayanan kesehatan, dan
jaminan kesehatan nasional.
31
3. Mendukung pelaksanaan JKN dengan meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk menjadi peserta JKN.
4. Mendukung tercapainya tujuan Program Indonesia Sehat dalam Renstra
Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019.
32
1. Instrumen.
a. Profil Kesehatan Keluarga (Prokesga) berupa family folder,
merupakan sarana untuk menyimpan data keluarga dan data individu
anggota keluarga.
b. Paket Informasi Keluarga (Pinkesga), berupa flyer, leaflet, buku saku,
atau bentuk lainnya yang diberikan kepada keluarga sesuai dengan
masalah kesehatan yang dihadapinya.
2. Forum komunikasi yang digunakan untuk kontak dengan keluarga, dapat
berupa:
a. Kunjungan keluarga di wilayah kerja Puskesmas.
b. Diskusi Kelompok Terarah (DKT) melalui Dasawisma PKK.
c. Kesempatan konseling di UKBM.
d. Forum yang sudah ada di masyarakat seperti majelis taklim, rembug
desa, dll.
3. Keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra Puskesmas seperti
kader kesehatan dan pengurus organisasi kemasyarakatan (PKK, karang
taruna, pengelola pengajian, dll).
33
1.3. Peran Pemangku Kepentingan
No. Pihak Terkait Peran
1. Dinas Kesehatan 1. Mengupayakan terpenuhinya tenaga-tenaga (kesehatan
Kabupaten/Kota dan non-kesehatan) yang diperlukan dalam pelaksanaan
pendekatan keluarga di Puskesmas.
2. Pemenuhan sarana, prasarana, peralatan, obat, dan bahan-
bahan.
3. Melakukan koordinasi dan bimbingan ke Puskesmas.
4. Mengembangkan sistem pelaporan dari Puskesmas ke
dinas kesehatan kabupaten/kota.
5. Memberikan umpan balik terhadap laporan pelaksanaan
PIS-PK yang dilakukan oleh Puskesmas.
6. Melakukan verifikasi terhadap proses dan hasil kunjungan
keluarga yang dilaksanakan oleh Puskesmas.
2. Dinas Kesehatan 1. Pengembangan pengetahuan dan keterampilan tenaga
Provinsi kesehatan melalui penyelenggaraan pelatihan.
2. Pemenuhan sumber daya sarana, prasarana, peralatan,
obat, dan bahan-bahan yang diperlukan oleh Puskesmas.
3. Mengkoordinasikan pelaksanaan PIS-PK di wilayah
kerjanya misalnya pelatihan, pengadaan, dan lain-lain.
4. Menentukan jadwal kunjungan ke dinas kesehatan
kabupaten/kota dalam rangka bimbingan.
5. Mengembangkan sistem pelaporan dari dinas kesehatan
kabupaten/kota ke dinas kesehatan provinsi.
6. Memberikan umpan balik terhadap laporan pelaksanaan
PIS-PK kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
7. Melakukan verifikasi terhadap proses dan hasil kunjungan
keluarga yang dilaksanakan oleh Puskesmas.
3. Kementerian 1. Menyiapkan kebijakan dan pedoman terkait pelaksanaan
Kesehatan PIS-PK.
2. Menyediakan dana untuk pelaksanaan program PIS-PK.
3. Berkoordinasi dengan seluruh dinas kesehatan
dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dengan
menyelenggarakan Rapat Kerja Kesehatan Nasional
(Rakerkesnas).
4. Melakukan bimbingan kepada dinas kesehatan provinsi
wilayah binaannya masing-masing.
5. Mengembangkan sistem pelaporan dari dinas kesehatan
provinsi ke Kementerian Kesehatan.
6. Memberikan umpan balik terhadap laporan pelaksanaan
PIS-PK kepada dinas kesehatan provinsi wilayah
binaannya.
Lintas Sektor
4. BKKBN dan 1. Menyediakan pelayanan KB sampai di tingkat
jajarannya desa/kelurahan.
2. Kampanye nasional KB.
5. Kemendikbud dan Pendidikan Kespro/KB di SLTA dan perguruan tinggi.
jajarannya,
Kemenristekdikti
6. Kemenag dan Promosi KB oleh pemuka agama.
jajarannya
7. Kemenpan & RB, PNS, anggota Polri dan anggota TNI sebagai panutan ber-KB.
Polri, TNI
8. Kemenkominfo Kampanye nasional KB.
34
1.4. Integrasi Program KB dengan Program Indonesia Sehat melalui
Pendekatan Keluarga
Untuk mencapai Indonesia Sehat, dalam kurun waktu 2015-2019 sektor
kesehatan diarahkan untuk memfokuskan upayanya dalam 4 hal, salah
satunya adalah menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Seperti kita
ketahui, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tergolong tinggi, yaitu
305 per 100.000 kelahiran hidup (data Survei Penduduk Antar Sensus/SUPAS
2015). Berdasarkan kajian lanjut hasil Survei Penduduk (SP) 2010, 32,5%
kematian ibu terjadi pada ibu dengan usia terlalu muda dan terlalu tua, serta
32,4% kematian ibu terjadi pada ibu dengan jumlah anak > 3 orang. Keadaan
ini seharusnya dapat dicegah apabila ibu dan/atau suami mengikuti program
KB dengan baik. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Lancet (2012) yang
menunjukkan bahwa cakupan prevalensi pemakaian kontrasepsi (CPR)
64,2% dapat menurukan 44% jumlah kematian ibu. Selain itu, penelitian dari
Women Deliver menunjukkan bahwa terpenuhinya seluruh kebutuhan KB
dapat menurunkan 25% jumlah kematian ibu.
Situasi program KB saat ini tidak mengalami kemajuan signifikan yang
ditunjukkan dengan CPR semua metode hanya naik 0,5% dari 61,4% (SDKI,
2007) menjadi 61,9% (SDKI, 2012), dan turun menjadi 61,1% pada tahun 2015
(PMA, 2015). Selain itu, unmet need ber-KB turun dari 13,1% (SDKI, 2007)
menjadi 11,4% (SDKI, 2012), dan hanya turun 0.2% menjadi 11.2% (PMA,
2015). Angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun mengalami sedikit
penurunan dari 51 per 1.000 remaja putri (SDKI, 2007) menjadi 48 per 1.000
remaja putri (SDKI, 2012). Hal-hal tersebut berdampak pada stagnannya TFR
dari tahun 2002-2012 di angka 2,6 (SDKI, 2002-2012) dan hanya mengalami
penurunan sebesar 0,3 pada tahun 2015 menjadi 2.3 (PMA, 2015).
Dalam upaya mewujudkan program pelayanan KB yang berkualitas,
perlu dilakukan upaya penguatan demand dan supply. Penguatan demand
dalam rangka percepatan revitalisasi program KB untuk pencapaian target
penurunan TFR dilaksanakan melalui:
1. Promosi KB.
a. Kampanye “Dua Anak Cukup”.
b. Memastikan semua PUS mendapatkan informasi tentang kesehatan
reproduksi dan KB.
c. Memanfaatkan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K), kelas ibu hamil, konseling calon pengantin untuk
meningkatkan pengetahuan tentang KB dan perencanaan keluarga.
d. Menyiapkan bahan-bahan KIE yang bersifat edukasi bagi keluarga
dalam perencanaan keluarga.
e. Mempromosikan pesan pencegahan kehamilan “4 Terlalu” dan
penggunaan MKJP.
2. Penggerakan Masyarakat.
a. Pemberdayaan petugas dan kader KB di lapangan.
b. Memanfaatkan tenaga-tenaga promotif dan preventif untuk menekan
kehamilan yang tidak diinginkan dan menurunkan AKI.
c. Pembinaan remaja melalui Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
(PKPR), Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), dan Generasi Berencana
(GenRe).
d. Pembinaan kelompok-kelompok KB yang tergabung dalam Bina
Keluarga Balita, Bina Keluarga Remaja, dan Bina Keluarga Lansia.
35
3. Advokasi kepada organisasi non-pemerintah, LSM, swasta, dan asosiasi
serta organisasi profesi.
36
1. Setelah persalinan, wanita seharusnya menunggu 2 tahun untuk kembali
hamil lagi.
2. Setelah abortus, wanita seharusnya menunggu 6 bulan sebelum hamil
kembali.
3. Wanita seharusnya menunggu hingga usia 20 tahun, untuk hamil yang
pertama.
37
4. Pembina keluarga dapat melanjutkan kegiatan dengan intervensi awal
berupa:
a. Melakukan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) mengenai
pentingnya perencanaan kehamilan dan KB (manfaat dan tujuan).
b. Memotivasi keluarga berperan aktif mengikuti KB.
5. Selanjutnya terhadap setiap PUS di dalam keluarga dapat diberikan
intervensi lanjut berupa konseling (melalui Strategi Konseling Berimbang)
oleh petugas terlatih.
38
KOMUNIKASI DAN KONSELING
A. DESKRIPSI SINGKAT
Komunikasi kesehatan adalah usaha yang sistematis untuk
mempengaruhi secara positif perilaku kesehatan masyarakat, dengan
menggunakan berbagai prinsip dan metode komunikasi, baik menggunakan
komunikasi antar-pribadi maupun komunikasi massa. Konseling merupakan
aspek yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga Berencana (KB).
Dengan melakukan konseling, maka petugas membantu klien dalam memilih
kontrasepsi yang akan digunakan. Penyampaian informasi yang jelas dan
benar mengenai metode KB dapat membantu klien mengenal kebutuhannya,
untuk memilih solusi terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai
dengan kondisi yang sedang dihadapi. Konseling yang baik akan membantu
klien menggunakan kontrasepsi lebih lama dan meningkatkan keberhasilan KB.
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu
melakukan konseling.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
a. Menjelaskan konsep komunikasi.
b. Menjelaskan konsep konseling.
c. Menjelaskan alat bantu konseling KB.
d. Melakukan langkah-langkah konseling KB.
C. POKOK BAHASAN
1. Konsep Komunikasi.
1.1. Definisi Komunikasi.
1.2. Tujuan Komunikasi.
1.3. Unsur-Unsur Komunikasi.
1.4. Jenis-Jenis Komunikasi.
1.5. Bentuk-Bentuk Komunikasi.
2. Konsep Konseling
2.1. Definisi Konseling.
2.2. Tujuan Konseling.
2.3. Manfaat Konseling.
2.4. Prinsip Konseling.
2.5. Jenis-Jenis Konseling.
2.6. Etika Konselor.
3. Alat Bantu Konseling KB.
3.1. Definisi.
3.2. Jenis-Jenis Alat Bantu Konseling.
4. Langkah-Langkah Konseling KB.
4.1. GATHER.
4.2. SATU TUJU.
39
D. BAHAN BELAJAR
1. Modul.
2. Bahan Tayang.
3. Komputer/Laptop.
4. LCD.
5. Flipchart.
6. White Board.
7. ATK.
E. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran ini menguraikan tentang
kegiatan fasilitator dan peserta dalam proses pembelajaran selama sesi ini
berlangsung di kelas (Teori 1 JPL x 45 menit = 45 menit, dan Praktik 3 JPL x
45 menit = 135 menit), adalah sebagai berikut:
40
Langkah 3. Penyampaian Pokok Bahasan 2 (10 menit).
1. Kegiatan Fasilitator.
a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi).
b. Menyampaikan Pokok Bahasan 2 yaitu Konsep Konseling:
- Sub-Pokok Bahasan 2.1. Definisi Konseling.
- Sub-Pokok Bahasan 2.2. Tujuan Konseling.
- Sub-Pokok Bahasan 2.3. Manfaat Konseling.
- Sub-Pokok Bahasan 2.4. Prinsip Konseling.
- Sub-Pokok Bahasan 2.5. Jenis-Jenis Konseling.
- Sub-Pokok Bahasan 2.6. Etika Konselor.
2. Kegiatan Peserta.
a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator.
b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi konsep
komunikasi.
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum
dipahami.
41
Langkah 6. Praktik Kelas (3 JPL x 45 menit = 135 menit).
1. Kegiatan Fasilitator.
a. Memberi contoh dengan melakukan role play konseling KB kepada
peserta latih.
b. Mendampingi peserta latih saat melakukan role play dalam kelompok
kecil.
c. Melakukan penilaian individu menggunakan form penilaian diri.
2. Kegiatan Peserta.
a. Melakukan role play dalam kelompok kecil.
b. Peserta melakukan role play konseling KB untuk dilakukan
pengambilan penilaian individu menggunakan form penilaian diri.
F. URAIAN MATERI
(Diuraikan secara detail pada Pokok Bahasan 1 sampai dengan 4 di halaman
berikutnya).
42
1.1. Definisi Komunikasi
Komunikasi adalah proses tercapainya kesamaan pengertian antara
individu yang bertindak sebagai sumber dan individu yang bertindak sebagai
penerima, meliputi: kemampuan berbicara, mendengar, melihat dan
kemampuan kognitif. Ada beberapa pengertian mengenai komunikasi yang
dikemukakan oleh beberapa ahli, dimana masing-masing pengertian tersebut
adalah:
1. Edward Depari: Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan,
harapan dan pesan yang disampaikan melalui lambang-lambang tertentu,
mengandung arti, dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada
penerima pesan.
2. James A. F. Stoner: Komunikasi adalah proses dimana seseorang
berusaha memberikan pengertian dengan cara pemindahan pesan.
3. John R. Schemerhom: Komunikasi itu dapat diartikan sebagai proses
antara pribadi dalam mengirim dan menerima simbol-simbol yang berarti
bagi kepentingan mereka.
4. Oxford Dictionary, 1956: Komunikasi adalah pengiriman atau tukar
menukar informasi.
5. William Albig: Komunikasi adalah proses pengoperan lambang-lambang
yang memiliki arti di antara individu-individu.
6. Taylor dkk.: Komunikasi adalah proses berbagi (sharing) informasi atau
proses pembangkitan dan pengoperan arti.
43
1.3. Unsur-Unsur Komunikasi
1. Pihak yang Mengawali.
Disebut sebagai komunikator, pengirim atau sender, encoder,
source, yaitu orang yang mengirim pesan. Pihak yang mengawali ini
menjadi asal atau sumber pesan. Ia menjadi orang yang masuk dalam
hubungan, baik itu intrapersonal artinya dengan dirinya sendiri atau
interpersonal yang artinya dengan orang lain. Sebelum ia masuk dalam
proses komunikasi, maka ia akan mendapat rangsangan atau stimulus,
yang mana rangsangan tersebut dapat dipengaruhi dari luar dirinya atau
dari benaknya sendiri yang menimbulkan kebutuhan bagi dirinya untuk
menyampaikan gagasannya kepada orang lain.
Agar pesan yang akan disampaikan berhasil, maka pengirim akan
mengemas dalam bentuk yang dirasa sesuai dan dapat diterima serta
dapat dimengerti oleh pihak yang dikirimi pesan. Pengemasan pesan ini
disebut dengan encoding (memasukkan kedalam kode). Encoding dapat
berbentuk lambang atau kode diterjemahkan dalam kata-kata atau non-
kata seperti raut wajah atau gerak-gerik tubuh. Pengirim dalam proses
encoding akan melakukan dua hal: Pertama, memikirkan sungguh-
sungguh perasaan atau gagasan yang hendak disampaikan; Kedua,
menerjemahkan perasaan atau gagasannya itu dalam kode, atau
melakukan encoding. Selanjutnya memberikan tip bagaimana melakukan
encoding agar baik, yaitu dengan memperhatikan pertanyaan sebagai
berikut:
a. Pesan apa yang hendak disampaikan.
b. Kepada siapa pesan itu hendak disampaikan.
c. Dalam bentuk apa: verbal atau non-verbal.
d. Media apa yang digunakan.
e. Akibat apa yang mungkin akan terjadi dalam pengiriman pesan,
melalui media bagi urusan yang terkandung dalam pesan atau
hubungan pribadi dengan penerima.
44
cendikiawan.
- Persuasif: berisikan bujukan, yakni membangkitkan pengertian
dan kesadaran manusia bahwa apa yang disampaikan akan
memberikan perubahan sikap, tetapi perubahan ini adalah atas
kehendak sendiri (bukan dipaksa). Perubahan tersebut diterima
atas kesadaran sendiri.
- Koersif: penyampaian pesan yang bersifat memaksa dengan
menggunakan sanksi-sanksi apabila tidak dilaksanakan. Bentuk
yang terkenal dari penyampaian model ini adalah agitasi dengan
penekanan-penekanan yang menimbulkan tekanan batin dan
ketakutan dikalangan publik. Koersif dapat berbentuk perintah-
perintah, instruksi ataupun ultimatum dan sebagainya.
3. Saluran Komunikasi.
Saluran komunikasi atau sering disebut channel, dapat diartikan
sebagai tempat yang terbaik, yang terpilih dimana suatu stimulus atau
pesan melewatinya. Bisa dikatakan sebagai alat yang digunakan oleh
pengirim pesan. Pesan dapat berupa kata-kata atau tulisan, tiruan,
gambar atau perantara lain yang dapat digunakan untuk mengirim melalui
berbagai saluran/media yang berbeda, seperti lisan/oral, tertulis/written,
atau elektronik/electronic (misalnya telepon, televisi, photocopier, hand
signal, e-mail, HP, morse, semapore dan sebagainya).
45
4. Situasi Komunikasi.
Komunikasi dapat terjadi dalam situasi tempat, waktu, cuaca, iklim
dan keadaan alam, serta psikologi tertentu. Situasi dapat alamiah terjadi,
atau hasil rekayasa manusia, situasi dapat formal dapat informal. Situasi
dapat mempengaruhi jalannya dan tentunya hasil komunikasi. Mengapa?
sebab pada saat komunikasi berjalan dapat saja satu pihak berlaku sangat
wajar tapi dapat juga berlaku tidak wajar, gemetar, merasa super, minder
dll.
5. Gangguan Komunikasi.
Media yang digunakan untuk menyampaikan pesan dapat saja
mengalami gangguan, yang sering disebut dalam bahasa inggris sebagai
noise. Gangguan adalah "segala sesuatu yang menghambat atau
mengurangi kemampuan kita untuk mengirim dan menerima pesan".
Gangguan komunikasi dapat meliputi:
a. Pengacau Indera: ditempat penerima pesan suara terlalu keras, terlalu
lembut, bau menyengat, terlampau panas udaranya, hiruk pikuk dll.
b. Faktor Pribadi: prasangka, lamunan, perasaan tidak baik.
46
7. Umpan Balik dan Dampak.
Tanggapan dari penerima atas pesan yang diterimanya dinamakan
sebagai umpan balik/feedback. Umpan balik dapat bersifat negatif dapat
bersifat positif. Umpan balik negatif, menujukkan bahwa menerima pesan
tidak dapat menerima dengan baik pesan yang diterimanya. Sedangkan
umpan balik positif dapat benar dapat salah.
Komunikasi yang efektif bila isi dan cara penyampaian dan
penafsiran dan penerjemahan penerima benar, dan salah bila isi dan cara
penyampaiannya benar akan tetapi penafsiran dan penerjemahan
penerima salah. Umpan balik positif, apabila penerima pesan memberikan
tanggapan yang menujukkan kesediaan untuk menerima dan mengerti
pesan dengan baik dan memberikan tanggapan sebagaimana yang
diinginkan oleh pengirim pesan. Umpan balik seperti ini menjadikan
komunikasi berjalan baik segala urusan dapat dilaksanakan dengan baik
dan benar.
2. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar-pribadi.
Komunikasi ini juga dapat diartikan sebagai proses pertukaran makna dari
orang yang saling berkomunikasi antara satu individu dengan individu
lainnya. Suatu komunikasi interpersonal dapat terjadi apabila memenuhi
kriteria berikut:
a. Melibatkan perilaku verbal dan non-verbal.
b. Adanya umpan balik pribadi.
c. Terjadi hubungan/interaksi yang berkesinambungan.
d. Bersifat saling persuasif.
47
3. Komunikasi Kelompok.
Komunikasi kelompok dapat diartikan sebagai tatap muka dari tiga
atau lebih individu guna memperoleh maksud dan tujuan yang
dikehendaki. Seperti berbagi informasi, pemeliharaan diri atau
pemecahan masalah. Komunikasi kelompok merupakan komunikasi yang
dillakukan oleh beberapa orang lain atau sekelompok orang. Contoh
komunikasi kelompok antara lain kuliah, rapat, briefing, seminar, workshop
dan lain-lain. Dalam komunikasi kelompok, setiap individu yang terlibat
dalam kelompok masing-masing berkomunikasi sesuai dengan peran dan
kedudukannya dalam kelompok tersebut. Pesan atau informasi yang
disampaikan juga menyangkut kepentingan seluruh anggota kelompok
dan bukan bersifat pribadi.
4. Komunikasi Organisasi.
Komunikasi organisasi adalah komunikasi antar-manusia yang
terjadi dalam hubungan organisasi. Komunikasi organisasi merupakan
proses komunikasi yang berlangsung secara formal maupun non-formal
dalam sebuah sistem yang disebut organisasi. Komunikasi organisasi
sering dijadikan sebagai objek studi sendiri karena luasnya ruang lingkup
komunikasi tersebut. Pada umumnya komunikasi organisasi membahas
tentang struktur dan fungsi organisasi, hubungan antar-manusia,
komunikasi dan proses pengorganisasian, serta budaya organisasi.
5. Komunikasi Massa.
Komunikasi massa merupakan bentuk komunikasi yang
menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan
komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang
jauh, sangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu. Jadi, komunikasi
massa sebagai pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada
sejumlah besar orang. Ciri-ciri komunikasi massa adalah sebagai berikut:
a. Komunikator biasanya suatu lembaga media massa.
b. Hubungan antara komunikator dan pemirsa bukan bersifat pribadi.
c. Menggunakan media massa.
d. Mediumnya dapat digunakan oleh orang banyak.
e. Komunikan adalah massa, yang bersifat heterogen.
f. Penyebaran pesan serentak pada saat yang bersamaan.
g. Umpan balik bersifat tidak langsung.
h. Pesan yang disebarkan cenderung tidak langsung berpengaruh
terhadap massa.
48
2.1. Definisi Konseling
Konseling adalah pertemuan tatap muka antara dua pihak, dimana satu
pihak membantu pihak lain untuk mengambil keputusan yang tepat bagi
dirinya sendiri dan kemudian bertindak sesuai keputusannya (Dyah Noviawati
Setya Arum, Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini, 2009).
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008) konseling berarti pemberian
bimbingan oleh orang yang ahli kepada seseorang dengan menggunakan
metode psikologis. Sedangkan dalam situs Wikipedia Bahasa Indonesia,
konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli
(konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah (konsele) yang
bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.
Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi
yang bersifat pribadi antar konselor dan konseli agar konseli mampu
memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan
menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli
merasa bahagia dan efektif perilakunya (Achmad, 2006).
Dalam konteks pelayanan keluarga berencana, konseling adalah sebuah
proses, yang membantu klien untuk memutuskan apakah dia ingin ber-KB.
Jika klien ingin ber-KB, konseling membantunya memilih metode kontrasepsi
yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi medisnya dan yang klien inginkan,
konseling membantu klien untuk mengerti bagaimana cara penggunaannya,
dan dapat menggunakannya dengan benar untuk perlindungan kontrasepsi
yang aman dan efektif.
49
4. Menjamin Kelangsungan yang Lebih Lama.
Kelangsungan pemakaian cara KB akan lebih baik bila klien ikut
memilih cara tersebut, mengetahui bagaimana cara kerjanya dan
bagaimana mengatasi efek sampingnya. Kelangsungan pemakaian juga
lebih baik bila ia mengetahui bahwa ia dapat berkunjung kembali
seandainya ada masalah. Kadang-kadang klien hanya ingin tahu kapan ia
harus kembali untuk memperoleh pelayanan.
50
2.5. Jenis-Jenis Konseling
1. Konseling Umum
a. Biasanya berlangsung pada kunjungan pertama.
b. Kebutuhan klien didiskusikan.
c. Kekhawatiran klien dibahas.
d. Informasi umum tentang metode/opsi yang diberikan.
e. Pertanyaan dijawab.
f. Kesalahpahaman/mitos dibahas.
g. Pengambilan keputusan dan pilihan metode dimulai.
a. Informed Choice.
- Merupakan bagian integral dari proses konseling dan berarti
bahwa seorang klien memiliki hak untuk memilih metode
keluarga berencana apa pun yang dia inginkan, berdasarkan
pemahaman yang jelas tentang manfaat dan risiko dari semua
metode yang ada, termasuk pilihan untuk tidak memilih atau
mengadopsi metode apapun.
- Untuk membuat pilihan yang benar-benar diinformasikan, klien
perlu mengetahui:
Kisaran semua metode yang tersedia (ini mengasumsikan
bahwa berbagai metode sebenarnya tersedia, atau upaya
dilakukan untuk mendapatkan metode tersebut atau merujuk).
Keuntungan/kerugian masing-masing metode.
Kemungkinan efek samping/komplikasi.
51
Tindakan pencegahan berdasarkan riwayat kesehatan
masing-masing.
Informasi tentang risiko bila tidak menggunakan metode
kontrasepsi, seperti risiko yang terkait dengan
kehamilan/persalinan versus risiko yang terkait dengan
penggunaan kontrasepsi.
Cara menggunakan metode yang dipilih dengan aman dan
efektif.
b. Informed Consent.
- Menerapkan bahwa klien telah diberi konseling secara
menyeluruh mengenai semua komponen yang dijelaskan di
bagian informed consent, dan berdasarkan informasi ini, dia
secara bebas dan sukarela setuju untuk menggunakan metode
yang telah dia pilih.
- Informed Consent merupakan hal yang sangat penting saat klien
memilih kontrasepsi bedah secara sukarela atau metode apa pun
yang mungkin memiliki komplikasi serius untuk klien tertentu
(misalnya, wanita berusia di atas 35 yang merokok dan ingin
menggunakan KOK).
52
- Keputusan untuk mengadopsi metode tertentu harus menjadi
keputusan yang sukarela dan diinformasikan oleh klien.
- Merupakan tanggung jawab tenaga kesehatan untuk
memastikan bahwa klien diberi informasi lengkap dan bebas
memilih dan menyetujui.
- Klien yang telah diberi informasi metode-metode pilihan adalah
klien yang puas dengan konseling yang diberikan dan
cenderung melanjutkan metode ini.
- Sifat insitif dari kesehatan reproduksi/keluarga berencana
mengharuskan hak klien terhadap privasi, kerahasiaan, rasa
hormat, dan martabat yang harus selalu terjamin.
2. Confidentiality.
Konselor harus menjaga kerahasiaan klien. Ada beberapa hal yang
perlu penjelasan dalam etika ini, yaitu yang dinamakan previleged
communication. Artinya konselor secara hukum tidak dapat dipaksa untuk
membuka percakapannya dengan klien, namun untuk kasus-kasus yang
dibawa ke pengadilan, hal seperti ini bisa bertentangan aturan dari etika
itu sendiri. Dengan demikian tidak ada kerahasiaan yang absolute.
53
3. Conveying Relevant Information to The Person in Counseling. Maksudnya
klien berhak mendapatkan informasi mengenai konseling yang akan
mereka jalani. Dalam hal ini informasi tersebut adalah:
a. Counselor Qualifications: Konselor harus memberikan informasi
tentang kualifikasi atau keahlian yang ia miliki.
b. Counseling Consequences: Konselor harus memberikan informasi
tentang hasil yang dicapai dalam konseling dan efek samping dari
konseling.
c. Time Involved in Counseling: Konselor harus memberikan informasi
kepada klien berapa lama proses konseling yang akan dijalani oleh
klien. Konselor harus bisa memprediksikan setiap kasus
membutuhkan berapa kali pertemuan. Misalnya: Konselor dan klien
bertemu seminggu sekali selama 15 kali, kemudian sebulan sekali,
dan setahun sekali.
d. Alternative to Counseling: Konselor harus memberikan informasi
kepada klien bahwa konseling bukanlah satu-satunya jalan untuk
menyelesaikan masalah yang sedang mereka alami, ketakutan-
ketakutan, sikap dan nilai seksualitas, KB, kontrasepsi atau tugas
sebagai orang tua, ada faktor lain yang berperan dalam hal tersebut,
misalnya motivasi konseli, dan lain-lain.
54
Hubungan konselor dan konseli adalah hubungan yang menyembuhkan.
Sekalipun profesional, kita tidak boleh menghilangkan relasi personal,
misalnya berelasi sebagai teman. Kita harus mengetahui batasnya. Jika relasi
kita sebatas personal, kita hanya menjadi pendengar curahan hati. Relasi
antara konselor dan konseli tidak boleh terlalu personal yang menjadikan
konseli “over dependent”, atau terjadi relasi yang saling memanfaatkan. Jika
demikian, mengingat konselor adalah penanggungjawabnya, ia harus
menghentikan proses konseling itu.
Konselor sebaiknya berhati-hati juga ketika menyikapi hubungan pribadi
dengan konseli. Kedekatan yang berlebihan dengan konseli sering
menjadikan dia sangat bergantung kepada kita. Oleh sebab itu, kita harus bisa
menjaga jarak. Kita harus mengetahui tanda-tanda konseli mulai bergantung
kepada kita. Jika itu sudah terjadi, kita bisa tidak objektif lagi. Kita akan
kesulitan dalam melihat masalah konseli dan merefleksikan perasaannya
ketika relasi tersebut sudah menjadi terlalu personal. Jadi, relasi yang
dibangun di antara konselor dan konseli haruslah bersifat terapeutik.
Karakteristik konselor yang efektif, diantaranya:
1. Beritikad baik, prihatin terhadap keadaan orang lain dan bersedia
membantunya (termasuk menghadapkan dia dengan hal-hal yang belum
disadarinya).
2. Bersedia dan dapat hadir bersama konseli dalam pengalaman hidupnya,
entah suka maupun duka.
3. Menyadari dan menerima kelebihannya bukan dengan maksud untuk
menguasai atau mendominasi orang lain atau mengecilkan orang lain.
4. Menggunakan metode dan gaya berkonseling yang sesuai dengan
kepribadiannya sendiri.
5. Bersedia menanggung risiko, rela menjadi contoh, dalam hal ini bagi
konselinya. Bersedia disentuh secara emosional dan menyampaikannya
kepada konseli pada saat itu diperlukan.
6. Menghargai diri sendiri sehingga mampu berhubungan dengan orang lain.
Menggunakan kelebihannya dalam hal berhubungan dengan orang lain.
7. Bersedia menjadi contoh bagi konseli dan tidak menuntut konseli
melakukan sesuatu yang ia sendiri tidak mampu lakukan. Dituntut
kejujuran, keterbukaan, dan kesediaan mengoreksi diri sendiri.
8. Berani mengambil risiko untuk membuat kekeliruan dan berani
mengakuinya pula. Bersedia belajar dari kekeliruan itu tanpa mencela diri
sendiri.
9. Berorientasi pada pertumbuhan, tidak menganggap diri telah berjasa.
55
5. Seorang konselor yang efektif memiliki dan mampu menerapkan
keterampilan komunikasi interpersonal yang baik, dan teknik konseling.
6. Mampu membangun hubungan/berempati.
7. Mendengarkan secara aktif.
8. Mengajukan pertanyaan dengan jelas, menggunakan pertanyaan terbuka
dan tertutup.
9. Menjawab pertanyaan dengan jelas dan obyektif.
10. Mengenali dan menafsirkan isyarat non-verbal dan bahasa tubuh dengan
benar.
11. Menafsirkan, parafrase, dan merangkum komentar dan kekhawatiran klien
12. Menawarkan pujian dan dorongan.
13. Menjelaskan informasi dalam bahasa yang dipahami klien dengan cara
yang sesuai dengan budaya yang ada.
56
3.1. ABPK
Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK) saat ini sudah tersedia dan
merupakan lembar balik yang dikembangkan WHO, serta telah diadaptasikan
untuk konseling di Indonesia. ABPK membantu petugas melakukan konseling
sesuai dengan adanya tanda pengingat mengenai keterampilan konseling
yang perlu dilakukan dan informasi apa yang perlu diberikan yang disesuaikan
dengan kebutuhan klien.
ABPK sekaligus mengajak klien bersikap lebih partisipatif dan membantu
klien untuk mengambil keputusan (Saifuddin, 2006). Prinsip konseling yang
dipakai dalam ABPK adalah:
1. Klien yang membuat keputusan.
2. Provider membantu klien menimbang dan membuat keputusan yang
paling tepat bagi klien.
3. Sejauh memungkinkan keinginan klien dihargai/dihormati.
4. Provider menanggapi pernyataan ataupun kebutuhan klien.
5. Provider harus mendengar apa yang dikatakan klien untuk mengetahui
apa yang harus dilakukan klien.
3.2. SKB KB
Pada sepuluh bulan pertama sejak Oktober 2015 hingga Juli 2016
intervensi pelayanan KBPP di 44 fasilitas program PilihanKu belum
menggunakan konseling dengan pendekatan Strategi Konseling Berimbang
(SKB). Strategi Konseling Berimbang mulai digunakan pada Agustus 2016
hingga sekarang, pada data digambarkan hingga Juli 2017. Konseling dengan
pendekatan SKB dapat meningkatkan persentase ibu yang menerima
konseling sebanyak 30%. Sebelum menggunakan Strategi Konseling
Berimbang hanya 40% ibu yang menerima konseling dan sesudah
menggunakan Strategi Konseling Berimbang meningkat menjadi 70%.
Peningkatan konseling ini juga berdampak pada adopsi metode KB yang pilih,
dimana ada peningkatan dua kali lipat pada adopsi KBPP yang sebelumnya
rata-rata 20%, meningkat menjadi rata-rata 40% setelah pengunaan Strategi
Konseling Berimbang.
57
Peningkatan adopsi KB ini terjadi hampir di semua metode, baik
penggunaan AKDR, implan maupun MOW untuk golongan MKJP, serta
penggunaan MAL sebagai metode lain yang juga dapat digunakan sebagai
pilihan pada KBPP.
Hal tersebut disebabkan karena konseling dengan menggunakan SKB
dilaksanakan lebih interaktif, fokus, berorientasi pada klien, menghemat waktu
dan informasi metode kontrasepsi di-update berdasarkan WHO Medical
Eligibility Criteria 2015. Serta didukung dengan penggunaan Aplikasi (Apps)
SKB yang akan lebih memudahkan konselor dalam melaksanakan konseling.
Penggunaan implan pasca persalinan meningkat lebih dari dua kali
setelah Strategi Konseling Berimbang dilakukan, demikian juga peningkatan
penggunaan AKDR. Adopsi Metode Kontrasepsi Jangka Panjang meningkat
dari sekitar 17 % menjadi 27 %. Demikian juga peningkatan penggunaan MAL
dari 4% menjadi 12%. Hal ini dipengaruhi dengan membaiknya interaksi
antara klien dan provider serta meningkatnya pengetahuan klien tentang jenis
metode kontrasepsi, efek samping serta kesesuaian kondisi kelayakan medis
menurut WHO Medical Eligibility Criteria (MEC) 2015.
Strategi Konseling Berimbang ini meningkatkan ketepatan interaksi
antara konselor kesehatan dengan klien pada pelayanan KB (KBPP/KBPK),
metode ini mudah untuk dilakukan, interaktif dan berorientasi kepada klien.
Perlu diperhatikan dalam melakukan konseling KB menggunakan SKB:
1. Keputusan siapakah yang lebih dominan dalam sebuah konseling?
2. Berapa lama sebuah konseling berlangsung?
3. Bagaimana pemahaman klien terhadap metode yang dipilihnya?
58
Langkah-langkah dalam konseling adalah:
1. Pendahuluan.
Langkah pendahuluan atau langkah pembuka merupakan kegiatan untuk
mencipatakan kontak, melengkapi data klien untuk merumuskan penyebab
masalah, dan menentukan jalan keluar.
2. Bagian Inti/Pokok.
Bagian inti/pokok dalam konseling mencakup kegiatan mencari jalan
keluar, memilih salah satu jalan keluar yang tepat bagi klien, dan melaksanakan
jalan keluar tersebut.
3. Bagian Akhir.
Bagian akhir kegiatan konseling merupakan kegiatan penyimpulan dari
seluruh aspek kegiatan dan pengambilan jalan keluar. Langkah tersebut
merupakan langkah penutupan dari pertemuan dan juga penetapan untuk
pertemuan berikutnya (Uripni, 2002).
4.1. GATHER
Gallen dan Leitenmaier memberikan satu akronim yang dapat dijadikan
panduan bagi petugas klinik KB untuk melakukan konseling. Akronim tersebut
adalah GATHER yang merupakan singkatan dari:
59
G Greet: Berikan salam, mengenalkan diri dan membuka komunikasi.
A Ask atau Assess: Menanyakan keluhan atau kebutuhan pasien dan
menilai apakah keluhan/keinginan yang disampaikan memang sesuai
dengan kondisi yang dihadapi.
T Tell: Beritahukan bahwa persoalan pokok yang dihadapi oleh pasien
adalah seperti yang tercermin dari hasil tukar informasi dan harus
dicarikan upaya penyelesaian masalah tersebut.
H Help: Bantu pasien untuk memahami masalah utamanya dan
masalah itu yang harus diselesaikan. Jelaskan beberapa cara yang
dapat menyelesaikan masalah tersebut, termasuk keuntungan dan
keterbatasan dari masing-masing cara tersebut. Minta pasien untuk
memutuskan cara terbaik bagi dirinya.
E Explain: Jelaskan bahwa cara terpilih telah diberikan atau dianjurkan
dan hasil yang diharapkan mungkin dapat segera terlihat atau
diobservasi beberapa saat hingga menampakkan hasil seperti yang
diharapkan. Jelaskan pula siapa dan dimana pertolongan lanjutan
atau darurat dapat diperoleh.
R Refer dan Return Visit: Rujuk apabila fasilitas ini tidak dapat
memberikan pelayanan yang sesuai atau buat jadwal kunjungan ulang
apabila pelayanan terpilih telah diberikan.
Sa Sapa klien dengan cara yang ramah, membantu, dan penuh hormat.
T Tanyakan klien tentang kebutuhan keluarga berencana,
kekhawatiran, dan alat kontrasepsi yang digunakan sebelumnya.
U Uraikan kepada klien tentang pilihan dan metode kontrasepsi yang
berbeda.
Tu Bantu klien untuk membuat keputusan tentang pilihan metode yang
dia inginkan.
J Jelaskan kepada klien bagaimana cara menggunakan metode ini.
U Jadwalkan dan lakukan kunjungan ulang dan tindak lanjut klien.
60
Contoh Tugas yang Dilakukan Pada Setiap Langkah
61
62
STRATEGI KONSELING BERIMBANG
KELUARGA BERENCANA (SKB KB)
A. DESKRIPSI SINGKAT
Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan
Keluarga Berencana. Dengan melakukan konseling, maka konselor membantu
klien dalam memilih kontrasepsi yang akan digunakan. Penyampaian informasi
yang jelas dan benar mengenai metode KB dapat membantu klien mengenal
kebutuhannya, untuk memilih solusi terbaik dan membuat keputusan yang
paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi. Konseling yang baik akan
membantu klien menggunakan kontrasepsi lebih lama dan meningkatkan
keberhasilan KB.
Metode konseling yang diperkenalkan dalam pelatihan ini adalah Strategi
Konseling Berimbang yang lebih berfokus pada klien dengan waktu yang lebih
singkat dan lebih efektif sehingga memungkinkan tenaga kesehatan mampu
memberikan konseling yang lebih berkualitas.
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu
melakukan konseling menggunakan Strategi Konseling Berimbang
Keluarga Berencana (SKB KB).
2. Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mengikuti materi ini, peserta
mampu:
a. Menjelaskan gambaran umum Strategi Konseling Berimbang Keluarga
Berencana.
b. Melakukan penapisan kelayakan medis dengan Diagram Lingkaran
Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi (Medical
Eligibility Criteria for Contraceptive Use) menurut WHO MEC Edisi 2,
2017.
c. Mempraktikkan Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana.
C. POKOK BAHASAN
1. Gambaran Umum Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana.
1.1. Dasar Pengembangan Strategi Konseling Berimbang Untuk
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Konseling Keluarga Berencana.
a. Tujuan.
b. Manfaat .
1.2. Waktu dan Jarak Kehamilan yang Sehat.
2. Penapisan Kelayakan Medis dengan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan
Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi Menurut WHO MEC Edisi 2, 2017.
2.1. Pengertian.
2.2. Tujuan.
2.3. Ruang Lingkup.
2.4. Langkah-Langkah.
2.5. Aplikasi MEC-WHEEL.
3. Praktik SKB KB.
3.1. Diagram Bantu Konseling SKB KB.
3.2. Kartu Konseling SKB KB.
3.3. Brosur Metode KB.
63
D. BAHAN BELAJAR
1. Modul.
2. Bahan Tayang.
3. Komputer/Laptop.
4. LCD.
5. Flipchart.
6. White Board.
7. ATK.
8. Diagram Bantu Konseling SKB KB.
9. Kartu Konseling SKB KB.
10. Brosur Metode KB.
11. Panduan Role Play.
12. Panduan PKL.
13. Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan
Kontrasepsi Menurut WHO MEC Edisi 2, 2017.
64
2. Kegiatan Peserta.
a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator.
b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi tersebut.
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum
dipahami.
65
2. Kegiatan Peserta.
a. Melakukan role play dalam kelompok kecil.
b. Peserta melakukan role play SKB KB untuk dilakukan pengambilan
penilaian individu menggunakan daftar tilik.
F. URAIAN MATERI
(Diuraikan secara detail pada Pokok Bahasan 1 sampai dengan 3 di halaman
berikutnya).
66
1.1. Dasar Pengembangan Strategi Konseling Berimbang (SKB) Untuk
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Konseling Keluarga Berencana.
Berdasarkan data SDKI, Angka Fertilitas Total (TFR) berada pada 2,6
pada periode (2002-2012). Sedangkan angka kesertaan KB aktif (semua
metode) dalam priode 5 tahun (2007-2012) hanya meningkat 0,5% dari 61,4%
menjadi 61,9%. Untuk mengkoreksi angka-angka tersebut dibutuhkan suatu
usaha agar menumbuhkan kesadaran ber-KB. Salah satu upaya
menumbuhkan kesadaran ber-KB dapat dilakukan melalui pemberian layanan
Konseling KB yang berkualitas dan berorientasi pada kebutuhan klien dalam
memilih salah satu metode kontrasepsi.
Data SDKI 2012 tentang konseling KB menunjukkan bahwa konselor
kesehatan yang menjelaskan tentang efek samping hanya sebesar 36,5%,
konselor kesehatan yang menjelaskan tentang bagaimana mengatasi efek
samping hanya sebesar 29,4%, dan konselor kesehatan yang menjelaskan
tentang metode alternatif bila mengalami efek samping juga hanya sebesar
51,3%. Sedangkan Survei Midline yang dilakukan Program PilihanKu juga
menunjukkan hal yang tidak jauh berbeda, konselor kesehatan yang
menjelaskan tentang efek samping hanya sebesar 27,8%, konselor kesehatan
yang menjelaskan tentang bagaimana mengatasi efek samping hanya
sebesar 23,1%, dan konselor kesehatan yang menjelaskan tentang metode
alternatif bila mengalami efek samping juga hanya sebesar 23,9%. Data-data
di atas ini menunjukkan bahwa kualitas konseling KB yang dilakukan tenaga
kesehatan masih perlu ditingkatkan.
Pada akhir tahun 1990, Population Council’s bekerjasama dengan
beberapa kementerian kesehatan negara-negara di Amerika Latin (Peru dan
Guatemala) mengembangkan dan menguji sebuah praktek konseling yang
ramah terhadap klien, interaktif dan berfokus pada kebutuhan klien dalam
melakukan pelayanan keluarga berencana yang kemudian dikenal sebagai
Konseling Strategi Berimbang/Balance Counseling Strategy (BCS) (León et al.
2004).
Latar belakang dikembangkannya Strategi Konseling Berimbang
berawal dari negara Peru pada tahun 2000, dimana tenaga kesehatan di Peru
dulunya masih memiliki strategi konseling yang belum berpusat pada
kebutuhan klien, sehingga saat pemerintah ingin meningkatkan kualitas
keluarga berencana, mereka menambahkan Strategi Konseling Berimbang
sebagai salah satu strategi konseling:
1. Memulai dengan salam yang hangat.
2. Mendiagnosis kebutuhan klien.
3. Membantu memilihkan metode KB yang tepat.
4. Verifikasi pilihan klien.
5. Memberikan sambutan hangat terhadap pilihan ibu.
67
Pada studi yang dilakukan di Peru, disebutkan bahwa penjelasan semua
metode KB saat dilakukan konseling, seringkali membuat klien menjadi
bingung dan hal ini juga membuat informasi penting seperti kondisi medis,
bagaimana memilih metode dan efek samping seringkali terabaikan.
Strategi yang dievaluasi di beberapa negara ini mendorong partisipasi
aktif klien. Konselor kesehatan menanyakan pertanyaan-pertanyaan kunci
kepada klien. Jawaban klien terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut
memandu jalannya konseling sehingga akan bersifat spesifik untuk situasi
kehidupan dan keinginan klien. Pengembangan ini didasari dari sebuah
penelitian di tahun 1999 dimana pada konseling KB sering ditemukan kondisi
konselor gagal untuk mendiskusikan keinginan klien, konselor sering
memberikan informasi yang berlebihan, informasi yang diberikan terhadap
metode yang dipilih klien jarang diberikan.(Leon, 1999). Balance Counseling
Strategi di kembangkan untuk meningkatkan layanan konseling dan terjadinya
interaksi antara konselor dan klien Client Provider interaction (CPI) dalam
melakukan layanan konseling keluarga berencana.
Pada awal tahun 2016, penggunaan BCS atau di Indonesia disebut
Strategi Konseling Berimbang (SKB) mulai dikembangkan dan diadaptasi
penggunaannya untuk memperkuat layanan Konseling KB Pasca Persalinan
(KBPP) pada Program PilihanKu. Adaptasi BCS+KB Pasca Persalinan
(KBPP) ini dilakukan juga berdasarkan temuan lapangan pada 44 fasilitas
program PilihanKu dimana konseling yang umumnya dilakukan sering tidak
mencapai kualitas yang diharapkan seperti kurang interaktif, tidak berfokus
pada kebutuhan klien, memberikan informasi yang tidak efektif dan jelas
seperti efek samping dan kriteria medis yang tidak sesuai dengan WHO
Medical Eligibility Criteria tahun 2015. Hal hal tersebut mempengaruhi kualitas
konseling dan adopsi KBPP oleh klien. Disamping hal tersebut kendala lainnya
seperti melakukan konseling tanpa menggunakan alat bantu pengambil
keputusan (ABPK), konseling yang tidak terstruktur, dominasi konselor dan
waktu yang dibutuhkan dalam sebuah konseling cukup panjang sehingga
sering menjadi penyebab rendahnya kualitas konseling KBPP yang diberikan.
Data berikut ini akan menunjukan hubungan antara penggunaan konseling
strategi berimbang dengan peningkatan persentase konseling yang dilakukan
dan peningkatan adopsi metode KBPP dibandingkan dengan sebelum strategi
konseling berimbang dilakukan pada 44 fasilitas program KBPP PilihanKu.
68
Pada sepuluh bulan pertama sejak Oktober 2015 hingga Juli 2016
intervensi pelayanan KBPP di 44 fasilitas program PilihanKu belum
menggunakan konseling dengan pendekatan Strategi Konseling Berimbang
(SKB). Strategi Konseling Berimbang mulai digunakan pada Agustus 2016
hingga sekarang, pada data di atas di gambarkan hingga Juli 2017. Bila
dibandingkan persentase rata-rata ibu yang menerima konseling antara
sebelum dan sesudah penggunaan Strategi Konseling Berimbang maka
didapati perbedaan sekitar 30% peningkatan persentase ibu yang menerima
konseling, sebelum menggunakan Strategi Konseling Berimbang (SKB) rata-
rata konseling 40% dan sesudah pengunaan SKB meningkat menjadi 70%.
Peningkatan konseling ini juga berdampak pada adopsi metode KB yang pilih,
dimana ada peningkatan dua kali lipat pada adopsi KBPP yang sebelumnya
rata rata 20% meningkat menjadi rata-rata 40% setelah pengunaan Strategi
Konseling Berimbang.
Peningkatan adopsi KB ini terjadi hampir di semua metode, baik
penggunaan AKDR, implan maupun MOW untuk golongan MKJP serta
penggunaan MAL sebagai metode lain yang juga dapat digunakan sebagai
pilihan pada KBPP sebagimana tergambar pada grafik data di bawah ini.
69
Strategi Konseling Berimbang ini meningkatkan ketepatan interaksi
antara konselor kesehatan dengan klien pada pelayanan KB (KBPP/KBPK),
metode ini mudah untuk dilakukan, interaktif dan berorientasi kepada klien.
Perlu diperhatikan dalam melakukan konseling KB menggunakan SKB:
1. Keputusan siapakah yang lebih dominan dalam sebuah konseling?
2. Berapa lama sebuah konseling berlangsung?
3. Bagaimana pemahaman klien terhadap metode yang dipilihnya?
70
Dalam penggunaan Diagram Bantu Konseling SKB KB, konselor juga
akan menggunakan alat bantu lainnya yaitu Kartu Konseling SKB KB. Kartu
Konseling adalah alat yang digunakan untuk memberikan informasi singkat
kepada klien, dimana kartu konseling ini berisi gambaran umum informasi
mengenai setiap metode kontrasepsi mengenai seberapa efektif metode
tersebut dan gambar atau foto sederhana sehingga klien bisa melihat bentuk
dari metode tersebut. Kartu konseling tidak akan membuat klien kewalahan
oleh informasi yang terlalu banyak.
Kartu konseling SKB KB dan brosur metode KB ini telah di edit untuk
memasukkan norma dan pedoman keluarga berencana internasional terbaru
seperti yang direkomendasikan oleh WHO, termasuk Family Planning: A
Global Handbook for Provider (WHO/RHR dan JHU/CCP, info project 2007)
dan Medical Eligibility Criteria (Kriteria Kelayakan Medik) WHO MEC Edisi 2,
2017.
Strategi konseling berimbang ini digunakan oleh tenaga kesehatan yang
tertarik untuk menerapkan konseling KB dengan menyederhanakan alat
pengambilan keputusan dan respon klien yang sesuai dengan kebutuhan
reproduksi klien. Terdapat 10 metode KB yang terdapat dalam brosur dan
terwakili oleh kartu-kartu konseling. Kartu konseling ini membantu klien dan
tenaga kesehatan untuk memfokuskan pada metode yang sesuai dengan
kebutuhan klien. Setelah klien menentukan metode yang dipilihnya maka
tenaga kesehatan akan memberikan brosur metode pilihannya untuk dibawa
pulang.
Jika jawaban menunjukkan bahwa suatu metode tidak sesuai untuk
klien, konselor segera menyingkirkan kartu konseling untuk pilihan metode KB
tersebut sambil menjelaskan mengapa pilihan tersebut disingkirkan. Misalnya,
jika ibu mengatakan bahwa ia masih ingin menambah anak, konselor
menyingkirkan kartu metode kontrasepsi mantap dan menjelaskan bahwa
metode tersebut akan membuat ibu tidak dapat menambah anak lagi.
Klien diminta untuk memilih di antara kartu yang kelihatannya sesuai
dengan kebutuhannya berdasarkan jawaban-jawaban yang ia berikan.
Setelah ia memilih, konselor mengambil brosur metode dan mengkajinya
bersama klien. Brosur metode berisi informasi yang lebih rinci seperti efek
samping, cara menggunakan metode dan kondisi medis yang jika dialami oleh
ibu akan membuat ia tidak sesuai untuk metode ini. Klien dapat menerima atau
menolak metode ini setelah ia mempelajari informasi mengenai metode
tersebut. Proses ini berlanjut sampai klien memilih metode yang sesuai untuk
dirinya dan ia menerima informasi rinci mengenai metode tersebut.
Tujuan
Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan KB
dan kesehatan reproduksi. Konseling bertujuan membantu klien dalam
memilih dan memutuskan jenis metode kontrasepsi yang akan digunakan
sesuai dengan pilihannya. Konseling yang baik akan membantu klien dalam
menggunakan kontrasepsi lebih lama dan meningkatkan keberhasilan KB.
71
Manfaat
Manfaat melakukan konseling dengan menggunakan Strategi Konseling
Berimbang adalah:
1. Meningkatkan kepuasan klien terhadap metode yang dipilih, penggunaan
kontrasepsi yang lebih baik dan berkelanjutan dengan tepat.
2. Tercapainya tujuan kesehatan reproduksi, seperti berhasil menjarangkan
atau membatasi kehamilan (Huntington, Lettenmaier, and Obeng-Quaidoo
1990; Barge, Patel, and Khan 1995; Costello et al 2001; Sathar et al 2005.
3. Waktu dilakukannya konseling menjadi lebih efektif dan efisien.
Studi kualitatif yang dilakukan oleh USAID di Pakistan, India, Bolivia, dan
Peru menunjukkan bahwa wanita dan pasangannya tertarik untuk mengetahui
kapan waktu yang paling sehat untuk hamil dan kapan waktu yang sehat untuk
melahirkan. Oleh karena itu, waktu dan jarak kehamilan yang sehat berbeda
dari pendekatan jarak kelahiran sebelumnya yang merujuk pada interval
setelah kelahiran hidup dan kapan melahirkan. Waktu dan jarak kehamilan
yang sehat juga memberikan panduan tentang usia paling sehat untuk
kehamilan pertama. Dengan demikian, waktu dan jarak kehamilan yang sehat
mencakup konsep siklus reproduksi yang lebih luas mulai dari usia paling
sehat untuk kehamilan pertama pada remaja, untuk jarak kehamilan
berikutnya setelah kelahiran hidup, stillbirth, keguguran–mampu mencakup
semua interval terkait kehamilan dalam kehidupan reproduksi wanita.
72
Tabel 1. Risiko Kesehatan pada Jarak Kehamilan yang Sangat Pendek,
Dibandingkan dengan Jarak Kehamilan pada Kelompok
Referensi atau Kelompok Kontrol yang Digunakan dalam
Penelitian.
PENINGKATAN RISIKO PADA JARAK KEHAMILAN ENAM BULAN SETELAH PERSALINAN
TERAKHIR
Komplikasi Kesehatan Peningkatan Risiko
Induced Abortion 650 %
Keguguran 230 %
Kematian Bayi Baru Lahir (< 9 Bulan) 170 %
Kematian Maternal 150 %
Prematuritas 70 %
Stillborn 60 %
BBLR 60 %
PENINGKATAN RISIKO PADA JARAK KEHAMILAN KURANG DARI ENAM BULAN SETELAH
KEGUGURAN
Peningkatan Risiko Pada jarak kehamilan Peningkatan Risiko pada jarak
1-2 bulan kehamilan 3-5 bulan
BBLR 170 % 140 %
Anemia Kehamilan 160 % 120%
Prematuritas 80 % 40 %
Sumber: Conde-Agudelo, et al, 2000, 2005, 2006; Da Vanzo, et al, 2004, Razzaque, et al, 2005;
Rutstein, 2005
73
Dalam menentukan metode kontrasepsi yang akan digunakan oleh klien, perlu
dilakukan penapisan klien. Penapisan klien bertujuan untuk menentukan apakah
terdapat keadaan yang membutuhkan perhatian khusus atau
kondisi/masalah/penyakit lain yang membutuhkan pengamatan dan pengelolaan
lebih lanjut, misal post-partum, kebiasaan merokok, diabetes melitus, hipertensi,
HIV, dll.
2.1. Pengertian
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan
Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah
Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan
Kesehatan Seksual mengamanatkan bahwa penyelenggaraan pelayanan
kontrasepsi dilakukan dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan dari
segi agama, norma budaya, etika, dan kesehatan. Dalam kaitan ini, pilihan
metode kontrasepsi yang dilakukan oleh pasangan suami istri harus
mempertimbangkan usia, paritas, jumlah anak, kondisi kesehatan, dan norma
agama.
Oleh karena itu konselor kesehatan perlu mengetahui kondisi medis dan
karakteristik khusus sebelum klien menggunakan kontrasepsi. Hal ini
dikarenakan pada klien dengan kondisi medis atau karakteristik khusus,
terdapat metode kontrasepsi yang mungkin dapat memperburuk kondisi medis
atau membuat risiko kesehatan tambahan. Di sisi lain terdapat juga kondisi
medis atau karakteristik klien yang dapat mempengaruhi efektifitas metode
kontrasepsi. Dalam melakukan penapisan kelayakan medis sebelum
penggunaan kontrasepsi, konselor kesehatan dapat menggunakan alat bantu
berupa Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan
Kontrasepsi Menurut WHO MEC Edisi 2, 2017
Kriteria Kelayakan Medis Penggunaan Kontrasepsi (Medical Eligibility
Criteria for Contraceptive Use) pertama kali diterbitkan oleh WHO pada tahun
1996 (edisi kelima diterbitkan pada tahun 2015). Kriteria ini berisi kumpulan
hasil review oleh tim mitra beserta WHO terhadap kajian-kajian klinis dan
epidemiologis terkini terkait pelayanan kontrasepsi. Hasil review tersebut
kemudian menjadi panduan dan rekomendasi terhadap tingkat keamanan
metode kontrasepsi dalam konteks pelayanan kepada klien dengan kondisi
medis dan karakteristik khusus. Ringkasan rekomendasi-rekomendasi
tersebut dituangkan dalam suatu alat bantu Medical Eligibility Criteria for
Contraceptive Use (MEC) Wheel yang telah diadaptasi di Indonesia dalam
bentuk Diagram Lingkaran dan Aplikasi Kriteria Kelayakan Medis Dalam
Penggunaan Kontrasepsi WHO MEC edisi 2, 2017.
74
2.2. Tujuan
Tujuan penapisan kelayakan medis dalam penggunaan kontrasepsi
dengan menggunakan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam
Penggunaan Kontrasepsi Menurut WHO MEC Edisi 2, 2017 adalah:
1. Meningkatkan pemahaman konselor kesehatan pemberi pelayanan
kontrasepsi akan kondisi medis dan karakteristik khusus yang perlu
diperhatikan sebelum memberikan pelayanan kontrasepsi.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan kontrasepsi yang dapat memenuhi
kebutuhan klien sesuai kondisi medis dan karakteristik khusus yang
dimiliki.
3. Meningkatkan angka dan tingkat keberlangsungan penggunaan
kontrasepsi.
4. Memberikan kontribusi dalam penurunan risiko kematian ibu dan anak.
2.4. Langkah-Langkah
Setelah mendapatkan informasi tentang kondisi dan masalah kesehatan
klien pada saat tahap pra-pemilihan Diagram Bantu Konseling SKB KB, maka
dilakukan penapisan kelayakan medis dalam penggunaan kontrasepsi dengan
menggunakan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam
Penggunaan Kontrasepsi Menurut WHO MEC Edisi 2, 2017 adalah sebagai
berikut:
75
1. Tanyakan kondisi dan masalah kesehatan klien dengan menggali riwayat
penyakit sekarang dan riwayat penyakit dahulu.
2. Cocokkanlah kondisi-kondisi medis atau karakteristik khusus yang dimiliki
klien (ditunjukkan pada diagram lingkaran sisi luar) dengan metode-
metode kontrasepsi (ditunjukkan pada diagram lingkaran sisi dalam).
Metode-metode
kontrasepsi (diagram
lingkaran sisi dalam).
76
3. Lihatlah rekomendasi penggunaan metode-metode kontrasepsi yang
ditunjukkan dengan nomor atau huruf. Nomor atau huruf ini merupakan
kategori yang menunjukkan apakah klien dapat mulai menggunakan suatu
metode kontrasepsi.
4. Selain terdapat pada diagram lingkaran sisi luar, beberapa kondisi medis
atau karakteristik khusus tertentu juga dapat dilihat pada diagram
lingkaran sisi belakang.
77
5. Lihatlah deskripsi nomor dan huruf untuk rekomendasi penggunaan
kontrasepsi. Kategori ini dibedakan untuk metode kontrasepsi non-
sterilisasi (No. 1-9) dan metode kontrasepsi sterilisasi (No. 10-11).
Ketika
Kategori Deskripsi Ketika Penilaian Klinis Tersedia Penilaian
Klinis Terbatas
1 Dapat digunakan. Gunakan metode ini dalam kondisi apapun.
Gunakan
Keuntungan melebihi
2 Secara umum gunakan metode ini. metode ini.
risiko.
Penggunaan metode ini biasanya tidak
Risiko secara umum
3 direkomendasikan, kecuali metode lain tidak Jangan
melebihi keuntungan.
tersedia/ tidak dapat diterima. gunakan
Risiko kesehatan tidak metode ini.
4 Metode tidak boleh digunakan.
dapat diterima.
78
b. Metode Kontrasepsi Sterilisasi
Kategori Deskripsi
A Accept (Dapat Diterima). Tidak ada alasan medis untuk menolak sterilisasi pada kondisi ini.
Prosedur biasanya dapat dilakukan pada keadaan normal namun perlu
C Caution (Hati-Hati).
persiapan ekstra dan hati-hati.
Prosedur ditunda sampai kondisi dievaluasi dan/atau dikoreksi. Metode
D Delay (Tunda).
kontrasepsi alternatif sementara harus disediakan.
Prosedur harus dilakukan oleh operator dan staf yang berpengalaman
dan peralatan harus tersedia untuk anestesi umum, dan dukungan medis
S Special (Khusus). lainnya. Pada kondisi ini harus dipikirkan prosedur dan regimen anestesi
yang tepat. Metode kontrasepsi alternatif sementara harus disediakan
jika rujukan dibutuhkan atau jika terdapat penundaan.
6. Jika nomor atau huruf diikuti kode tertentu (misal 3A, Cb), lihatlah
keterangan kode tersebut pada diagram lingkaran sisi belakang.
79
Sebagai contoh, pada klien dengan HIV stadium 3 atau 4, AKDR-Cu
memiliki kategori 3A. Pada diagram lingkaran sisi belakang, keterangan
kode “A” bermakna “Jika kondisi timbul saat menggunakan metode
kontrasepsi ini, kontrasepsi tersebut dapat dilanjutkan selama
pengobatan”. Hal ini berarti:
- Klien dengan HIV stadium 3 atau 4 tidak direkomendasikan untuk
memulai penggunaan AKDR-Cu.
- Namun jika HIV stadium 3 atau 4 baru timbul pada saat klien sedang
menggunakan AKDR-Cu, maka AKDR-Cu tetap dapat dilanjutkan
sesuai jangka waktu pemakaian, dengan syarat klien mendapat
pengobatan HIV sesuai standar.
80
Berikanlah informasi bahwa metode yang tidak
direkomendasikan ini mungkin dapat memperburuk kondisi medis
atau membuat risiko kesehatan tambahan pada klien. Selain itu,
kondisi medis atau karakteristik khusus yang dimiliki klien juga dapat
mempengaruhi efektifitas metode kontrasepsi yang tidak
direkomendasikan tersebut.
81
Pada layar akan muncul beberapa pilihan aplikasi. Pilihlah Indonesian
WHO MEC-WHEEL, kemudian pilih install atau unduh.
82
b. Sentuh layar perangkat untuk masuk ke Menu Utama seperti berikut:
83
- Macam-Macam Metode Kontrasepsi, halaman ini berisi tentang
berbagai pilihan metode kontrasepsi. Apabila calon akseptor KB
ingin mengetahui informasi setiap metode KB, dapat langsung
menge-”klik” metode yang diinginkan, dan selanjutnya akan
muncul penjelasan mengenai metode kontrasepsi tersebut.
84
- Tingkat Efektifitas Metode Kontrasepsi, halaman ini berisi
tentang tingkat efektifitas tiap metode kontrasepsi jika dipakai
secara tepat dan konsisten serta dipakai secara biasa. Daftar
efektifitas ini dapat digunakan untuk memudahkan pemilihan
metode kontrasepsi bagi calon akseptor KB.
85
- Penapisan Klien Berdasarkan Kriteria Kelayakan Medis berisi
tentang 21 kondisi-kondisi medis klien dalam bentuk pertanyaan,
untuk memudahkan dalam anamnesis kondisi medis klien.
86
Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medik
87
Tiga alat bantu kerja utama untuk melakukan konseling dengan menggunakan
strategi konseling berimbang, adalah:
88
2. Tahap Pemilihan.
Selama tahap ini, konselor menawarkan informasi yang lebih luas
tentang metode yang belum disingkirkan, termasuk keefektifannya. Ini
membantu klien memilih metode yang sesuai dengan kebutuhan
reproduksinya. Mengikuti langkah-langkah pada diagram bantu konseling
SKB KB, konselor terus mempersempit jumlah kartu konseling sampai
suatu metode dipilih.
Jika klien memiliki ketentuan dimana metode tidak disarankan
(menggunakan brosur), konselor membantu klien untuk memilih metode
lain.
a. Konselor menjajarkan kartu berdasarkan urutan efektivitasnya. Ia
membacakan informasi dari setiap kartu yang masih tertinggal:
implan, AKDR, MAL dan pil progestin saja jika ibu masih ingin punya
anak lagi. Masukkan sterilisasi (MOW/MOP) jika ibu menyatakan
bahwa ia dan suaminya merasa jumlah anggota keluarga mereka
sudah lengkap. Jika ibu tidak tertarik dengan metode pasca persalinan
segera sebelum ia pulang, konselor membahas metode-metode
tambahan yang dapat digunakan pada 6 minggu setelah melahirkan
seperti suntik progestin saja. Konselor meminta klien untuk memilih
salah satu kartu metode KB yang diinginkan.
b. Memeriksa pilihan klien dengan mengunakan brosur, dengan
menanyakan “metode ini tidak disaran kan jika…” bila tidak sesuai
minta klien memilih metode lain.
c. Pada tahap ini warna kotak di dalam diagram bantu adalah Hijau.
89
Berikut adalah Diagram Bantu Konseling KB Strategi Konseling
Berimbang yang digunakan:
90
3.2. Kartu Konseling SKB KB
Kartu Konseling SKB KB adalah alat yang digunakan untuk memberikan
informasi singkat kepada klien, dimana kartu konseling ini berisi gambaran
umum informasi utama mengenai setiap metode kontrasepsi. Informasi
terdapat pada kedua sisi dari kartu konseling:
1. Pada sisi informasi yang ditujukan bagi klien berisi gambar yang
diharapkan mampu memberikan stimulasi ide tentang hal-hal yang sedang
dikonselingkan.
2. Pada sisi informasi yang ditujukan bagi konselor, terdapat poin-poin
informasi utama yang harus disampaikan pada klien.
3. Informasi pada kartu konseling ini sebaiknya jangan ditambahkan atau
dikurangi saat konseling dilakukan.
4. Informasi utama yang singkat ini nantinya akan diperkuat dengan
informasi yang lebih detail pada brosur KB.
91
3.3. Brosur Metode KB
Brosur metode KB ini berisi informasi rinci mengenai setiap metode,
termasuk kriteria medis agar dapat menggunakan metode tersebut (eligiblility),
bagaimana metode bekerja, efek samping yang biasa dirasakan, dan cara
penggunaan metode.
Brosur metode ini telah dimutakhirkan untuk mencerminkan Kriteria
Persyaratan Medis dari WHO (World Health Organization Medical Eligiblility
Criteria, WHO MEC Edisi 2, 2017) yang dirilis pada bulan Juli 2015. WHO telah
memodifikasi kriteria ini untuk ibu yang memerlukan informasi mengenai
keluarga berencana. Brosur ini dapat digunakan untuk semua ibu dengan tidak
memandang pengalaman persalinan mereka sebelumnya. Brosur ini berperan
sebagai alat bantu kerja untuk konselor kesehatan dalam memberikan
informasi singkat yang menyeluruh dan tanpa bias. Klien dapat membaca
sendiri informasi ini, tetapi kami menyarankan konselor kesehatan
membacakannya terlebih dahulu untuk klien lalu mengkonfirmasi pemahaman
klien dengan menanyakan pertanyaan terbuka. Contoh dari pertanyaan
terbuka adalah “mohon paparkan beberapa efek samping dari metode ini”.
1. Persiapan Konseling.
a. Memastikan klien tepat untuk menerima konseling.
b. Mempersiapkan alat bantu konseling:
- Mempersiapkan tempat konseling yang nyaman bagi klien.
- Mempersiapkan kartu konseling.
- Mempersiapkan brosur konseling.
- Mempersiapkan kartu WHO MAC WHEEL.
2. Tahap Sebelum Pemilihan.
a. Memastikan klien siap dan bersedia untuk konseling:
- Menyapa klien dan memperkenalkan diri.
- Menjaga privasi klien.
- Menanyakan jumlah dan usia anak klien.
b. Menanyakan tentang penggunaan salah satu metode kontrasepsi:
- Menanyakan metode kontrasepsi yang digunakan (apabila klien
menggunakan metode kontrasepsi, tanyakan apakah klien puas
dengan metode yang sedang digunakan, atau berniat mengganti
metode lain. Simpan kartu yang tidak disukai, minta klien
untuk menjelaskan metode yang digunakan, dan tanyakan
apakah klien bersedia menerima informasi tentang metode
kontrasepsi yang lain.
- Menentukan penggunaan kartu mendapat dukungan ber-KB dari
suami yang didalamnya terdapat manfaat ber-KB (apabila klien
tidak menggunakan metode kontrasepsi).
c. Menanyakan kepada klien, apakah saat ini sedang hamil:
- Melanjutkan untuk prosedur pemeriksaan ANC dan tanyakan
apakah klien ingin melanjutkan konseling (apabila klien sedang
hamil).
- Menentukan penggunaan kartu daftar tilik untuk merasa cukup
yakin ibu sedang tidak hamil (apabila klien sedang tidak hamil).
d. Menanyakan kepada klien, apakah masih ingin memiliki anak lagi di
masa yang akan datang:
92
- Menentukan penggunaan kartu MOW MOP dan kartu lain yang
belum disingkirkan (apabila klien tidak ingin memiliki anak lagi dan
jelaskan mengapa).
- Menentukan penggunaan kartu MOW MOP (apabila klien ingin
memiliki anak lagi dan jelaskan mengapa).
e. Menjelaskan mengenai waktu dan jarak yang sehat seorang wanita
untuk hamil:
- Menjelaskan kartu waktu dan jarak kehamilan yang sehat.
f. Menanyakan kepada klien, apakah sedang menyusui bayi yang
kurang dari 6 bulan secara eksklusif:
- Menentukan penggunaan kartu Pil Kombinasi, suntik 1 bulan dan
suntik 3 bulan.
- Menentukan penggunaan kartu MAL.
g. Menanyakan kepada klien, apakah memiliki masalah kesehatan:
- Menentukan penggunaan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan
Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi (WHO MEC WHEEL
2017) untuk menapis metode yang tidak sesuai dengan kondisi
dan masalah klien.
h. Menanyakan kepada klien, apakah klien bersedia melanjutkan
konseling dan memilih salah satu metode:
- Memastikan klien bersedia untuk melanjutkan konseling.
3. Tahap Pemilihan.
a. Menyampaikan kepada klien mengenai kartu metode KB yang tersisa:
- Menyusun kartu konseling berdasarkan yang paling efektif.
- Menjelaskan satu per satu keterangan yang tertulis di belakang
kartu pada klien.
- Meminta klien (dan pasangan) untuk memilih salah satu kartu
metode KB yang diminati.
- Periksa pilihan klien dengan mengunakan brosur, dengan
menanyakan “metode ini tidak disaran kan jika…” bila tidak sesuai
minta klien memilih metode lain.
4. Tahap Setelah Pemilihan.
a. Menjelaskan informasi tentang metode KB yang mejadi pilihan klien:
- Menggunakan brosur untuk memberikan informasi yang lebih
lengkap.
- Menjelaskan efektivitas, cara penggunaan dan efek samping dari
metode yang dipilih.
b. Memastikan klien telah mantap dengan pilihannya dan memahami
metode yang dipilihnya:
- Meminta klien untuk mengulangi pehamanan tentang cara
penggunaan dan efek samping.
- Meminta klien untuk membaca semua isi brosur.
c. Menanyakan klien untuk kesediaannya diberikan pelayanan
konterasepsi sesuai dengan pilihannya:
- Memberikan pelayanan dan catat hasil pelayanan dalam buku
KIA/register/pencatatan dan pelaporan serta jadwalkan kunjungan
ulang.
- Apabila klien tidak bersedia, maka catat hasil konseling dalam
buku KIA/register pelayanan dan jadwalkan kunjungan ulang.
93
94
PENGGUNAAN ALAT BANTU DAN APLIKASI DIGITAL
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Materi Inti 3 “Penggunaan Alat Bantu dan Aplikasi Digital akan membahas
mengenai penggunaan beberapa alat bantu konseling yang dimiliki oleh tenaga
kesehatan yang berbentuk digital. Dalam materi inti ini juga akan diberikan
materi terkait pemeliharaan alat bantu digital agar dapat berfungsi dengan baik
dan optimal.
Aplikasi SKB adalah aplikasi offline yang digunakan oleh tenaga
kesehatan dengan menggunakan gadget atau perangkat Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK) yang dimilikinya. Aplikasi ini akan membantu tenaga
kesehatan untuk melakukan konseling kepada klien, menyampaikan manfaat
Keluarga Berencana dan berbagai macam informasi terkait metode kontrasepsi
dalam berbagai kesempatan konseling di klinik. Melalui aplikasi yang
dimasukkan (install) ke dalam alat bantu digital, tenaga kesehatan dapat
memainkan video penunjang, mengakses informasi akurat tentang cara kerja
sebuah metode kontrasepsi, serta meningkatkan kapasitas diri melalui akses
terhadap berbagai macam publikasi.
Aplikasi SKATA adalah sebuah aplikasi publik yang dapat diakses secara
gratis melalui App Store, Play Store, maupun website, dan juga sosial media,
seperti Facebook, Twitter, Instagram dan YouTube. Aplikasi ini berisikan
seluruh informasi terkini terkait perencanaan keluarga, kontrasepsi, dan
kesehatan reproduksi. Aplikasi ini menyediakan informasi yang akurat dan
praktis sekaligus menghubungkan PUS dengan layanan kesehatan yang ada di
sekitarnya melalui sebuah fitur yang diberi nama Cari Bidan. Aplikasi ini bersifat
online dan di-update/diperharui secara reguler setiap harinya sebagai alat bantu
KIE digital. Bagian akhir dari Materi Inti 3 juga memberikan pembekalan
mengenai tata cara pemeliharaan alat bantu digital termasuk pemeliharaan
keamanannya.
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu
menggunakan alat bantu dan aplikasi digital untuk konseling KB
menggunakan Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB
KB).
2. Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mengikuti materi ini, peserta
mampu:
a. Menjelaskan pemeliharaan standar untuk perangkat alat bantu digital
yang dimiliki.
b. Menggunakan aplikasi Strategi Konseling Berimbang untuk konseling
KB.
c. Melakukan pemasangan (installing) aplikasi secara mandiri.
C. POKOK BAHASAN
1. Pemeliharaan Standar untuk Alat Bantu Digital yang Dimiliki.
1.1 Panduan Keamanan.
1.2 Panduan Pemeliharaan Baterai.
1.3 Tips Perawatan Alat Bantu Digital.
1.4 Hal yang Sering Ditanyakan (Frequently Asked Questions).
95
2. Aplikasi Strategi Konseling Berimbang untuk Konseling KB.
2.1 Manfaat Aplikasi.
2.2 Tata Cara Install Aplikasi.
2.3 Tata Cara Penggunaan Aplikasi dan Penjelasan Menu Di Dalam
Aplikasi.
3. Aplikasi SKATA Sebagai Rujukan Informasi Perencanaan Keluarga.
3.1 Manfaat Aplikasi SKATA.
3.2 Tata Cara Install Aplikasi SKATA.
D. BAHAN BELAJAR
1. Modul.
2. Bahan Tayang.
3. Komputer/Laptop.
4. LCD.
5. Flipchart.
6. White Board.
7. Sticky Notes.
8. ATK.
9. Tablet.
10. Aplikasi Digital.
11. Skenario Bermain Peran (Role Play Scenario).
12. Panduan Praktik.
E. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran ini menguraikan tentang
kegiatan fasilitator dan peserta dalam proses pembelajaran selama sesi ini
berlangsung Teori (2 JPL x 45 menit = 90 menit), praktik di kelas (4 JPL x 45
menit = 180 menit), adalah sebagai berikut:
96
b. Penyampaian dan pembahasan Pokok Bahasan 1 yaitu Pemeliharaan
Standar Untuk Perangkat Alat Bantu Digital yang dimiliki:
- Sub-Pokok Bahasan 1.1. Panduan Keamanan.
- Sub-Pokok Bahasan 1.2. Panduan Pemeliharaan Baterai.
- Sub-Pokok Bahasan 1.3. Tips Perawatan Alat Bantu Digital.
- Sub-Pokok Bahasan 1.4. Hal yang Sering Ditanyakan (Frequently
Asked Questions).
2. Kegiatan Peserta.
a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator.
b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi.
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum
dipahami.
97
Langkah 5. Praktik Kelas Pokok Bahasan 2 dan 3 (60 menit).
1. Kegiatan Fasililitator
a. Memberikan contoh tata cara download dan install Aplikasi SKB KB
menggunakan smartphone, komputer ataupun tablet.
b. Memberikan contoh tata cara penggunaan aplikasi dan penjelasan
menu di dalam aplikasi, penggunaan tiap fitur di dalam aplikasi dengan
menggunakan smartphone, komputer atau tablet masing-masing
peserta latih.
c. Mendampingi peserta latih saat mengikuti instruksi pelatih.
d. Melakukan penilaian individu.
2. Kegiatan Peserta.
a. Mengikuti instruksi pelatih.
b. Melakukan pembahasan mengenai tata cara download dan install
aplikasi SKB KB.
F. URAIAN MATERI
(Diuraikan secara detail pada Pokok Bahasan 1 sampai dengan 3 di halaman
berikutnya).
98
1.1. Panduan Keamanan
Hati-hati dalam menggunakan smartphone atau alat bantu digital.
1. Tempatkan perangkat ini di permukaan yang rata dan aman.
2. Hindari alat bantu digital dan perangkat lainnya seperti alat pengisi baterai.
dari air, benda tajam, dan benda yang berat.
3. Jauhkan alat bantu digital dan perangkat lainnya dari jangkauan anak
kecil.
4. Jangan mencoba untuk membongkar pasang alat bantu digital.
5. Gunakan SIM card dengan ukuran yang tepat.
Ada berbagai macam ukuran SIM card yang beredar di pasaran. Cari
tahu ukuran yang tepat untuk alat bantu digital yang dimiliki peserta.
99
Menjaga baterai lebih awet:
1. Matikan wifi, tethering, dan Bluetooth jika tidak digunakan.
2. Kurangi tingkat keterangan layar.
3. Atur posisi layar padam.
4. Kurangi aplikasi.
5. Kurangin bermain games online atau media sosial.
100
3. Tidak bisa baca SIM card?
Pastikan ukuran dan posisi SIM Card sesuai dan tidak terbalik
posisinya. Pastikan tidak dalalm posisi air plane mode on (ada gambar
pesawat di area baterai/sinyal), jika ada, off –kan airplane mode. Pastikan
dalam memasang atau mengganti SIM card dalam kondisi tablet harus
mati.
Coba tes menggunakan SIM card lain. Lihat di menu SIM
management, Swicth SIM information harus posisi hidup. Jika masih
bermasalah, segera hubungi service center.
4. Tidak bisa baca SD card?
Pastikan posisi SD card tidak terbalik. Coba tes menggunakan SD
card lain. Jika masih bermasalah, segera hubungi service center.
5. Layar tidak bisa rotasi?
Menu setting, accessibiity beri tanda check list auto rotate pada kotak
yang kosong. Jika masih bermasalah, segera hubungi service center.
6. Tidak ada suara?
Masuk menu setting, audio profile, pastikan pada posisi umum.
Pastikan setting volume sudah benar (seting tidak pada posisi
silent/meeting). Jika masih bermasalah, segera hubungi service center
7. Tidak bisa charging?
Coba tes dulu charging +/- 30 menit. Coba tes menggunakan
charging lain yang ukuran volt dan amere-nya sesuai. Hubungkan charger
ke device lalu tekat tombol reset. Jika masih bermasalah, segera hubungi
service center.
8. Tidak ada sinyal?
Tes dengan SIM card lain. Pastikan ukuran dan posisi SIM Card
sesuai dan tidak terbalik posisinya. Pastikan perangkat tidak dalam posisi
air plane mode on (ada gambar pesawat di area baterai/sinyal), jika ada,
off –kan airplane mode. Pastikan dalam memasang atau mengganti SIM
acard dalam kondisi tablet harus mati.
Coba tes menggunakan SIM card lain. Masuk menu Setting SIM
management, pastikan setting pada SIM information pada posisi ON. Lihat
di menu SIM management, Swicth SIM information harus posisi hidup.
Jika masih bermasalah, segera hubungi service center.
9. Tidak bisa download aplikasi?
Pastikan memori internal masih cukup ruang untuk download, jika
ruang kurang maka tidak akan bisa download aplikasi. Jika memori
internal tidak cukup, hapus aplikasi yang jarang digunakan atau tidak
digunakan lagi. Intinya untuk download harus cukup ruang pada memori
internal. Pastikan kuota internet juga cukup dan kartu masih dalam masa
aktif. Pastikan gmail customer sudah sinkron dengan tabletnya dan jika
masih bermasalah, segera hubungi service center.
101
2.1. Manfaat Aplikasi Strategi Konseling Berimbang
Materi ajar ini akan dibuka dengan pemahaman umum terhadap
perkembangan teknologi seluler di Indonesia. Kemudian dilanjutkan dengan
secara spesifik menghubungkan antara perkembangan umum teknologi
seluler dan manfaat smartphone bagi peserta (tenaga kesehatan) termasuk
manfaat aplikasi yang ada di dalamnya untuk menunjang kinerja tenaga
kesehatan di fasilitas kesehatan.
Sesi ini menggunakan pendekatan Technology Acceptance Model yang
berusaha menitikberatkan pada manfaat yang akan diperoleh pengguna dari
teknologi baru yang dimilikinya dan kemudahan dalam menguasainya. Kedua
hal ini dipercaya akan meningkatkan kemungkinan seseorang mengadopsi
intervensi teknologi baru. Pada bagian manfaat Aplikasi Strategi Konseling
Berimbang untuk konseling KB akan disampaikan beberapa manfaatnya bagi
peserta (tenaga kesehatan), yaitu:
1. Menggunakan Aplikasi Strategi Konseling Berimbang untuk konseling KB
berarti bidan memiliki akses terhadap alat-alat penyuluhan audio dan
video untuk melakukan tugasnya. Ini berarti bidan tidak hanya terbatas
pada teks saja. Gambar dan video dipercaya memiliki tingkat pengaruh
yang jauh lebih tinggi daripada penggunaan teks dalam konteks
memberikan keyakinan dan pemahaman baru. Kekuatan video adalah
pada emosi yang ditimbulkannya (rasa riang, hormat, sedih/haru, dll)
2. Dengan menggunakan Aplikasi ini, seluruh dokumen dapat disimpan,
diakses, dan kemudian digunakan untuk diperlihatkan secara mudah
hanya dengan beberapa langkah sederhana.
3. Peserta (tenaga kesehatan) juga tidak harus membawa-bawa semua alat
bantu yang dimilikinya dan bahkan dapat memperlihatkan testimoni
seseorang dan menggunakan pendapat ahli tanpa harus menghadirkan
ahli tersebut secara langsung.
Pelatih dapat memulai sesi ini dengan sebuah diskusi ringan untuk
menggali persepsi peserta (tenaga kesehatan). Pelatih dapat mengundang
peserta untuk memberikan ide-ide lain dan kemudian merangkumkan seluruh
ide yang ada.
Beberapa hal yang perlu diantisipasi dalam sesi ini adalah jika ada
partisipan yang merasa tidak nyaman dengan alat bantu kerja smartphone ini.
Technology Acceptance Model menjelaskan bahwa semakin tinggi keyakinan
seorang pengguna terhadap kemampuannya dalam menggunakan sebuah
teknologi, semakin besar upayanya untuk mengadopsi teknnologi tersebut.
Pelatih dapat merespon kekhawatiran ini dengan kembali mengajak peserta
berdiskusi dan menggali apa saja kemungkinan terburuk yang mereka pikir
akan terjadi dan menggali hal-hal yang dapat mereka lakukan untuk
mengantisipasinya. Di akhir pembelajaran modul ini, Pelatih juga dapat
kembali lagi pada daftar kekhawatiran ini dan melihat sejauh mana
kekhwatiran yang masih ada dan yang sudah terjawab.
102
2.2. Tata Cara Download Aplikasi
Sebelum memulai instalasi Aplikasi, peserta harus memiliki:
1. File aplikasi.
2. Folder dokumen bernama folder SKBKB, yang berisi data video, data
kontrasepsi, data buku, dan data-data konten aplikasi lainnya.
3. Perangkat telepon genggam atau tablet android yang minimal masih
memiliki ruang penyimpanan minimal sebesar 250 MB.
4. Kabel data atau kabel OTG. Jika file di atas Anda terima dalam bentuk CD
atau sudah dipindahkan ke dalam komputer, maka Anda akan
membutuhkan kabel data untuk menghubungkan komputer Anda dengan
telepon genggam. Namun jika file di atas ada di dalam USB, Anda akan
membutuhkan kabel OTG untuk menghubungkan antara USB dan
perangkat teleport.
Tahap Persiapan
1. Pastikan fitur unknown source atau sumber yang tidak dikenal dicentang
atau dihidupkan untuk memberikan ijin kepada aplikasi yang akan
dimasukkan ke dalam perangkat telepon genggam / TIK peserta.
2. Peserta bisa menemukan fitur ini di bawah fitur Keamanan. Fitur
Keamanan atau Security sendiri dapat ditemukan di dalam Setting atau
Setelan atau Pengaturan.
3. Pastikan telepon genggam / alat bantu digital peserta diijinkan untuk
membaca kabel OTG dengan cara menghidupkan fitur OTG (menggeser
menjadi on/hidup). Peserta bisa menemukan fitur OTG di bawah fitur
Setting atau Setelan atau Pengaturan. Fitur ini hanya berlaku di beberapa
merk telepon genggam.
103
Proses Instalasi
1. Setelah peserta memastikan ini semua, peserta siap untuk memulai
instalasi. Instalasi dari sumber komputer atau USB pada prinsipnya adalah
sama. Peserta perlu menemukan dimana file .apk dari Aplikasi Strategi
Konseling Berimbang untuk Konseling KB dan Folder SKBKB tersimpan
untuk kemudian melakukan copy paste / pindahkan ke telepon genggam
peserta masing-masing.
104
b. Buka file di dalam USB dan copy folder SKBKB dari USB dan
pindahkan ke Internal Storage di telepon genggam / TIK yang
digunakan.
105
c. Setelah menyalin folder data SKBKB, lakukan hal yang sama dengan
file .apk. Pindahkan file .apk ke folder Downloads.
106
e. Tunggu dan lanjutkan hingga proses instalasi selesai.
107
3. Jika melakukan pemindahan file dari computer:
a. Hubungkan antara komputer dan telepon genggam dengan kabel
data.
b. Buka file di dalam komputer dan copy folder SKBKB dan pindahkan.
ke Internal Storage atau memori internal di telepon genggam
c. Setelah menyalin folder data SKBKB, lakukan hal yang sama dengan file
.apk. Pindahkan file .apk ke folder Downloads.
108
d. Setelah selesai klik file .apk untuk meng-install aplikasi.
e. Tunggu dan lanjutkan hingga proses instalasi selesai.
109
g. Selamat, aplikasi sudah bisa digunakan.
110
2.3. Tata Penggunaan Aplikasi dan penjelasan menu di dalam aplikasi
1. Sentuh ikon aplikasi SKB-KB pada perangkat anda untuk
menjalankannya, beranda aplikasi SKB-KB terlihat seperti gambar
dibawah. Sentuh tombol “Mulai Konseling” untuk memulai sesi konseling.
111
3. Pertanyaan dilanjutkan dengan menampilkan seluruh metode kontrasepsi
untuk menanyakan kontrasepsi yang sedang digunakan oleh klien pada
sesi konseling ini. Kemudian sentuh tanda panah ke kanan untuk
melanjutkan.
4. Pada langkah ini klien akan ditanyakan apakah saat ini bersama suami
dan akan diarahkan untuk mendapatkan konseling mengenai
mendapatkan dukungan dari suami dalam ber-KB.
112
5. Pada langkah ini klien akan dijelaskan menenai dukungan pasangan
dalam menentukan metode yang sesuai untuknya.
113
6. Pada tahap ini, merupakan langkah lanjutan dari jawaban “Ya” yang dari
langkah nomer 3. Klien akan ditanyakan pengalaman akan tingkat
kepuasan terhadap metode kontrasepsi yang sedang dia gunakan
atau/dan berniat untuk mengganti dengan metode lain. Jawab “Ya” atau
“Tidak” dan sentuh tanda panah ke kanan untuk melanjutkan.
114
7. Pada langkah ini klien ditanyakan apakah sedang hamil atau tidak. Jika
jawaban klien “Ya” bahwa dia lagi hamil maka klien akan lanjut ke prosedur
pemeriksaan ANC dan proses dari konseling akan dihentikan.
115
8. Pada tahap ini ketika klien menjawab “tidak” dari langkah sebelumnya,
maka klien akan dievaluasi dengan kartu tilik untuk meyakinkan bahwa
klien memang sedang dalam keadaan tidak hamil.
116
9. Pada langkah ini klien di tanyakan apakah ingin memiliki anak lagi.
10. Apabila dari langkah nomer 9 diatas klien menjawab “Ya” maka kartu
MOW dan MOP akan disingkirkan dan jelaskan mengapa kartu tersebut
disingkirkan. Sentuh tanda panah kekanan untuk melanjutkan.
117
11. Apabila dari langkah nomer 9 diatas klien menjawab “Tidak ” maka kartu
MOW dan MOP akan disimpan dan jelaskan mengapa kartu tersebut
disimpan. Sentuh tanda panah kekanan untuk melanjutkan.
12. Pada langkah ini klien akan menjelaskan mengenai waktu dan jarak
kehamilan yang sehat. Dan kartu Waktu dan Jarak Kehamilan yang Sehat
akan diperlihatkan.
118
13. Setelah kartu Waktu dan Jarak Kehamilan Yang Sehat diperlihatkan maka
sentuh tanda panah kekanan untuk melanjutkan.
119
14. Pada langkah ini tanyakan kepada klien apakah sedang menyusui bayi
yang berusia kurang dari 6 bulan secara ekslusif.
Jika jawaban yang diberikan adalah “Ya” maka ditanyakan apakah waktu
menyusui kurang dari 6 minggu.
120
Jika memang menyusui kurang dari 6 minggu maka kartu Pil
Kombinasi, Suntik 1 Bulan dan Suntik 3 Bulan disingkirkan dan jelaskan
kenapa disingkirkan.
Jika bayi sudah menyusui lebih dari 6 minggu maka kartu Suntik 1 Bulan
dan Pil Kombinasi disingkirkan dan jelaskan kenapa disingkirkan.
121
15. Apabila jawaban dari langkah 14 klien menjawab “Tidak” bahwa klien
tidak sedang menyusui bayi yang berusia kurang dari 6 bulan maka
singkirkan kartu MAL dan jelaskan kenapa disishkan.
122
16. Langkah ini akan menanyakan apakah klien memiliki masalah pada
kesehatannya.
17. Jika memang klien memiliki masalah kesehatan, tanyakan pada klien
penyakit apakah yang pernah atau sedang klien derita. Sentuhlah pada
layar ketika klien menyebutkan penyakit-penyakit yang tertera pada
aplikasi. Setelah semua penyakit yang diderita atau setidaknya yang
diketahui oleh klien seluruhnya disebutkan maka sentuh tombol lanjut.
123
18. Pada langkah ini klien ditanyakan akan kesediannya untuk melanjutkan
konseling dan memilih salah satu metode KB.
Jika klien tidak ingin berkonsultasi dengan keluarga maka konseling akan
diakhiri. Dan apabila klien bersedia atau jawaban dari pertanyaan diatas
dijawab “Ya” maka sesi konseling akan terus dilanjutkan.
124
19. Jika klien menjawab “Ya” dari langkah nomer 18 maka seluruh kartu hasil
dari penapisan pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan akan
ditampilkan. Jelaskan satu persatu metode KB dari kartu yang tersisa.
125
20. Setelah seluruh kartu yang tersisa dijelaskan maka mintalah klien untuk
memilih salah satu kartu yng diminati, periksalah pilihan klien tersebut
dengan menggunakan brosur, dengan menanyakan dan menjelaskan
bahwa “metode ini tidak disarankan jika…”, dan bila tidak sesuai mintalah
klien untuk memilih metode lainnya.
22. Catat hasil konseling pada buku KIA dan buku regiater pelayan, dan
proses konseling telah selesai. Akhiri dengan menyentuh tombol “Selesai”.
126
Aplikasi Strategi Konseling Berimbang untuk konseling KB dapat diakses
di seluruh perangkat teknologi yang peserta miliki. Aplikasi ini telah dibuat
responsif atau menyesuiakan secara otomatis terhadap semua ukuran layar,
yaitu ukuran layar telepon genggam normal (4 – 6.5 inchi) dan ukuran tablet
(di atas 7 inchi), serta ukuran desktop/laptop.
Begitu terunduh di dalam alat bantu digital peserta, akan muncul simbol
aplikasi sebagai berikut:
127
SKATA adalah sumber informasi akurat untuk PUS yang dapat disampaikan
oleh Bidan. Dengan jumlah petugas lapangan yang secara proporsional tidak lagi
seimbang dengan wilayah yang harus dijangkaunya, SKATA adalah salah satu alat
yang dapat menjangkau mereka secara langsung dan membantu pekerjaan Bidan.
Jika sebelumnya Bidan meninggalkan selembar flyer terkait informasi bermanfaat
setelah selesai melakukan penyuluhan, kini Bidan dapat menganjurkan alamat
website dan ajakan untuk mengunduh aplikasinya jika PUS ingin mencari informasi
lebih mendalam atau memiliki pertanyaan lanjutan yang tidak dapat didiskusikan
pada saat itu juga.
Saat ini sumber informasi tentang KB didapat masyarakat dari tenaga
kesehatan, TV, dan Teman/tetangga/keluarga. Namun sumber-sumber informasi di
atas memiliki beberapa kelemahan, di antaranya adalah:
1. Tenaga kesehatan tidak selalu bertemu dengan PUS. PUS harus menyediakan
waktu untuk menemui mereka, sehingga pertukaran informasi tidak selalu
terjadi antara tenaga kesehatan dan PUS.
2. TV hanya menyampaikan iklan sehingga informasi yang akurat tidak
tersampaikan dengan mendalam.
3. Teman/tetangga/keluarga dapat dengan mudah diakses namun belum tentu
informasi yang diperoleh dari mereka adalah akurat.
128
Peserta (tenaga kesehatan) tidak perlu tergantung pada ketersediaan
brosur dan flyer, melainkan memanfaatkan telepon genggam dan jaringan
media sosial dari klien itu sendiri untuk bisa menghubungkan klien ke konten
yang akurat dan praktis. Dengan menganjurkan ini, peserta juga secara tidak
langsung akan memperluas jaringan pengguna SKATA ke pasangan dan
keluarga serta teman dari klien. Sehingga harapannya akan lebih banyak klien
yang datang ke tenaga kesehatan sudah dengan memiliki perencanaan
keluarga bersama pasangan.
129
3.2 Tata cara install aplikasi SKATA
SKATA dapat ditemukan di App Store untuk pengguna iOS dan di Play
Store untuk pengguna Android. SKATA juga dapat dilihat melalui website,
melalui www.skata.info. SKATA juga ada di media sosial, seperti Facebook
(SKATAID), Twitter (@skata_id), di Instagram (@skata_id), dan Youtube
(SKATA perencanaan keluarga).
Cara mengunduh aplikasi SKATA di Googla play store:
1. Masuk ke Google Play Store dengan mengklik icon Google Play Store.
130
3. Pilihlah SKATA seperti pada gambar berikut.
131
5. 5.Pilih accept / terima ketika muncul layar berikut.
6. Proses instalasi akan dimulai dan tunggu hingga proses selesai dengan
sempurna.
132
7. Ketika proses instalasi selesai, pilihlah OPEN / Buka untuk membuka
aplikasi SKATA untuk pertama kali.
133
134
BUILDING LEARNING COMMITMENT
(MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR)
A. DESKRIPSI SINGKAT
Building Learning Commitment (BLC) adalah suatu proses pembelajaran
yang bertujuan untuk mempersiapkan atau mengkondisikan peserta latih untuk
mengikuti proses pembelajaran selanjutnya.
Kegiatan ini dilakukan di awal pelatihan agar peserta latih secara
individual, kelompok maupun menyeluruh dapat mengenal diri sendiri dan
mengenal orang lain yang akhirnya dapat beradaptasi dengan mengubah diri
ke arah yang positif.
Proses pembelajaran BLC yang baik dapat membangun motivasi belajar
baik fisik, intelektual maupun emosional, baik secara individual, kelompok
maupun menyeluruh sehingga dapat meningkatkan produktivitas peserta latih.
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta diharapkan mampu memahami
konsep “membangun komitmen belajar” dan mampu mengaplikasikan serta
menimbulkan motivasi belajar selama proses belajar berlangsung.
135
D. PERUBAHAN YANG DIHARAPKAN
Peserta menyadari kebutuhan perubahan:
Mastery
(Unconcious Competence)
E. BAHAN BELAJAR
Instrumen-instrumen games.
136
e. Kelas bersama-sama memilih norma mana yang akan dipakai selama
pembelajaran berlangsung.
G. URAIAN MATERI
137
Pada awal memasuki suatu pelatihan, sering para peserta menunjukkan
suasana kebekuan (freezing), karena belum tentu pelatihan yang diikuti merupakan
pilihan prioritas dalam kehidupannya. Mungkin saja kehadirannya di pelatihan
karena terpaksa, tidak ada pilihan lain, harus menuruti ketentuan/persyaratan.
Mungkin juga terjadi, pada saat pertama hadir sudah memiliki anggapan merasa
sudah tahu semua yang akan dipelajari atau membayangkan kejenuhan yang akan
dihadapi. Untuk mengantisipasi semua itu, perlu dilakukan suatu proses
pencairan(unfreezing).
Proses BLC adalah proses melalui tahapan dari mulai saling mengenal antar
pribadi, mengidentifikasi dan merumuskan harapan dari pelatihan ini, sampai
terbentuknya norma kelas yang disepakati bersama serta kontrol kolektifnya. Pada
proses BLC setiap peserta harus berpartisipasi aktif dan dinamis. Keberhasilan atau
ketidak berhasilan proses BLC akan berpengaruh pada proses pembelajaran
selanjutnya. Perkenalan Pada tahap perkenalan fasilitator memperkenalkan diri dan
asal usul institusinya dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran.
Kemudian mengajak peserta untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran. Dalam memandu peserta untuk proses perkenalan dengan
menggunakan metode yaitu: dalam 5 menit pertama setiap peserta diminta
berkenalan dengan peserta lain sebanyak-banyaknya. Meminta peserta yang
berkenalan dengan jumlah peserta terbanyak, dan dengan jumlah peserta paling
sedikit untuk memperkenalkan teman-temannya. Meminta peserta yang belum
disebut namanya untuk memperkenalkan diri, sehingga seluruh peserta saling
berkenalan, diikuti juga oleh panitia untuk memperkenalkan dirinya.
Pencairan
Fasilitator menyiapkan kursi sejumlah peserta dan disusun melingkar:
1. Fasilitator meminta semua peserta duduk di kursi dan satu diantaranya duduk
di tengah lingkaran.
2. Peserta yang duduk di tengah lingkaran diminta memberi aba-aba, agarpeserta
yang disebut identitasnya pindah duduk, misalnya dengan menyeru: ”Semua
peserta berbaju merah pindah” Pada keadaan tersebut akan terjadi pertukaran
tempat duduk dan saling berebut antar peserta. Hal tersebut menggambarkan
suasana “storming”, atau seperti “badai” yang merupakan tahap awal dari suatu
pembentukan kelompok.
3. Ulangi lagi, setiap peserta yang duduk di tengah lingkaran untuk menyerukan
identitas yang berbeda, misalnya peserta yang berkaca mata atau yang berbaju
batik dan lain-lain.
4. Lakukan permainan tersebut selama 10 – 15 menit, tergantung situasi dan
kondisi.
5. Fasilitator memandu peserta untuk merefleksikan perasaannya dalam
permainan tersebut serta pengalaman belajar apa yang diperolehnya.
6. Fasilitator membuat rangkuman bersama-sama peserta, agar terjadi proses
yang dinamis.
138
Merumuskan harapan pelatihan dan norma yang akan disepakati:
1. Fasilitator membagi peserta dalam kelompok kecil @ 5 – 6 orang,
2. Kemudian menjelaskan tugas kelompok tersebut.
3. Masing-masing kelompok akan menentukan harapan terhadap pelatihan ini
serta kekhawatiran dalam mencapai harapan tersebut.
4. Juga didiskusikan bagaimana solusi (pemecahan masalah) untuk mencapai
harapan tersebut serta menghilangkan kekhawatiran yang akan terjadi selama
pelatihan. Mula-mula secara individu, kemudian hasil setiap individu dibahas
dan dilakukan kesepakatan sehingga menjadi harapan kelompok.
5. Setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Peserta
dari kelompok lainnya diminta untuk memberikan tanggapan dan masukan bila
ada.
6. Fasilitator memandu peserta untuk membahas harapan dan kekhawatiran dari
setiap kelompok tersebut sehingga menjadi harapan kelas yang disepakati
bersama. Berdasarkan hasil pemaparan diskusi seluruh kelompok maka
disepakati bersama fasilitator untuk menentukan ketua kelas dan sekretaris
yang akan memandu peserta secara bersama-sama untuk merumuskan
norma-norma kelas yang akan disepakati bersama.
7. Peserta difasilitasi sedemikian rupa agar semua berperan aktif dan memberikan
komitmennya untuk metaati norma kelas tersebut.
139
Dalam sesi BLC, lebih banyak menggunakan metode games/ permainan,
penugasan individu dan diskusi kelompok, yang pada intinya adalah untuk
mendapatkan komitmen belajar, harapan, norma kelas dan kontrol kolektif. Proses
BLC sendiri adalah proses melalui tahapan dari mulai saling mengenal antar pribadi,
mengidentifikasi dan merumuskan harapan dari pelatihan ini, sampai terbentuknya
norma kelas yang disepakati bersama serta kontrol kolektifnya. Pada proses BLC
setiap peserta harus berpartisipasi aktif dan dinamis. Keberhasilan atau ketidak
berhasilan proses BLC akan berpengaruh pada proses pembelajaran selanjutnya.
Pada kesempatan ini juga fasilitator akan merumuskan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai dalam kegiatan membangun komitmen belajar, sehingga dengan
demikian para peserta dengan sendirinya sadar akan peran dan tanggung jawabnya
dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran yang dilaksanakan pada
pelatihan tersebut.
Norma Merupakan nilai yang diyakini oleh suatu kelompok atau masyarakat,
kemudian menjadi kebiasaan serta dipatuhi sebagai patokan dalam perilaku
kehidupan sehari hari kelompok/ masyarakat tersebut. Norma adalah gagasan,
kepercayaan tentang kegiatan, instruksi, perilaku yang seharusnya dipatuhi oleh
suatu kelompok. Norma dalam suatu pelatihan adalah gagasan, kepercayaan
tentang kegiatan, instruksi, perilaku yang diterima oleh kelompok pelatihan, untuk
dipatuhi oleh semua anggota kelompok (peserta, pelatih/ fasilitator dan panitia).
Kontrol Kolektif Merupakan kesepakatan bersama tentang memelihara agar
kesepakatan terhadap norma kelas ditaati. Biasanya ditentukan dalam bentuk
sanksi apa yang harus diberlakukan apabila norma tidak ditaati atau dilanggar.
140
Komitmen Komitmen merupakan keterikatan, keterpanggilan seseorang
terhadap apa yang dijanjikan atau yang menjadi tujuan dirinya atau kelompoknya
yang telah disepakati dan terdorong berupaya sekuat tenaga untuk
mengaktualisasinya dengan berbagai macam cara yang baik, efektif dan efisien.
Komitmen belajar/pembelajaran, adalah keterpanggilan seseorang/ kelompok/
kelas (peserta pelatihan) untuk berupaya dengan penuh kesungguhan
mengaktualisasikan apa yang menjadi tujuan pelatihan/ pembelajaran. Keadaan ini
sangat menguntungkan dalam mencapai keberhasilan individu/ kelompok/ kelas,
karena dalam diri setiap orang yang memiliki komitmen tersebut akan terjadi niat
baik dan tulus untuk memberikan yang terbaik kepada individu lain, kelompok dan
kelas secara keseluruhan.
Dengan terbangunnya BLC, juga akan mendukung terwujudnya saling
percaya, saling kerja sama, saling membantu, saling memberi dan menerima,
sehingga tercipta suasana/ lingkungan pembelajaran yang kondusif. Harapan
Dengan membangun komitmen belajar makan para peserta akan berupaya untuk
mencapai harapan yang diinginkannya dala setiap proses pembelajaran. Dalam hal
ini harapan peserta adalah kehendak/ keinginan untuk memperoleh atau mencapai
sesuatu. Dalam pelatihan berarti keinginan untuk memperoleh atau mencapai
tujuan yang diinginkan sebagai hasil proses pembelajaran. Dalam menetukan
harapan harus realistis dan rasional sehingga kemungkinan untuk mencapainya
menjadi besar. Harapan jangan terlalu tinggi dan jangan terlalu rendah. Harapan
juga harus menimbulkan tantangan atau dorongan untuk mencapainya, dan bukan
sesuatu yang diucapkan secara asal asalan. Dengan demikian dinamika
pembelajaran akan terus terpelihara sampai proses pembelajaran berakhir.
141
142
KETERSEDIAAN ALAT DAN OBAT KONTRASEPSI
DI PUSKESMAS
A. DESKRIPSI SINGKAT
Penyediaan alat dan obat kontrasepsi (alokon) dan sarana penunjang
akan menjamin kelangsungan pembinaan peserta KB dan kelangsungan
Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga
(KKBPK) terutama yang menyangkut penyelenggaraan urusan wajib yang
terkait dengan pelayanan dasar program Keluarga Berencana dan Keluarga
Sejahtera. Dengan demikian diharapkan melalui tata kelola yang baik ini dapat
memastikan ketersediaan alokon dan sarana penunjang yang
berkesinambungan di semua tingkatan dan terjaga kualitasnya.
Mengingat alokon memiliki nilai yang sangat strategis baik dalam
menunjang operasional Program KKBPK maupun membantu peserta KB,
termasuk anggaran yang dibutuhkan untuk penyediaan/pembeliannya sangat
besar, maka alokon dan sarana penunjang tersebut harus dikelola dengan
prinsip 6 tepat, yaitu tepat jumlah, tepat produk, tepat tempat, tepat waktu, tepat
kondisi serta tepat biaya.
Alokon melalui berbagai proses pada rantai pasok mulai dari proses
perencanaan, penyediaan, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian
hingga tersedia di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) yang berupa Faskes KB beserta
Jaringan dan/ atau Jejaring.
Penerapan manajemen rantai pasok yang baik membutuhkan visibilitas
data yang dapat diandalkan, yaitu berdasarkan pencatatan yang terbaru, rutin
dan akurat serta pelaporan yang tepat waktu. Sehingga pengelola dan pembuat
keputusan di masing-masing tingkatan dapat melakukan keputusan yang tepat
berdasarkan informasi dari data tersebut. Penggunaan data dalam membuat
keputusan logistik (misalnya menghitung pasokan ke tingkat bawahnya,
ataupun keputusan realokasi) dan untuk monitoring kinerja rantai pasok sangat
penting untuk menjaga pengelolaan rantai pasok yang efektif dan efisien.
Faskes KB diharapkan mampu melakukan pengelolaan alokon yang
selain menjamin ketersediaan di fasilitasnya, juga mencakup ketersediaan di
Jejaring/ Jaringannya.
Pada umumnya, sesuai peraturan pengelolaan obat di fasilitas kesehatan
berada dibawah tupoksi farmasi. Meski demikian alokon seringkali juga dikelola
di tempat pelayanan KB oleh Bidan. Untuk itu Bidan juga perlu dibekali
pengetahuan mengenai pengelolaan alokon.
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu
memahami mengenai ketersediaan alat dan obat kontrasepsi
2. Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu
a. Memahami tata kelola alokon program KB
b. Memahami tingkat ketersediaan alokon di puskesmas dan
jejaring/jaringan
c. Memahami pencatatan dan pelaporan logistik alokon
143
C. POKOK BAHASAN
1. Tata kelola alokon program KB
1.1 Alur penyediaan alokon
1.2 Jenis alokon yang disediakan oleh BKKBN
1.3 Penyimpanan alokon yang baik
D. BAHAN BELAJAR
1. Modul
2. Bahan Tayang
3. Komputer/Laptop
4. LCD
5. Flipchart
6. White Board
7. ATK
E. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran ini menguraikan tentang
kegiatan fasilitator dan peserta dalam proses pembelajaran selama sesi ini
berlangsung Teori (2 jpl x 45 menit = 90 menit) adalah sebagai berikut:
144
2. Kegiatan Peserta
a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator
b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi tersebut
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum
dipahami
F. URAIAN MATERI
145
1.1 Alur Penyediaan Alokon
Pada bagian ini peserta pelatihan akan mendapatkan pengetahuan
terkait kebijakan BKKBN dalam penyediaan alokon. Penyediaan dilakukan
secara sentralisasi oleh BKKBN Pusat sampai tahun 2017 untuk kemudian
didistribusikan secara berjenjang. Mulai tahun 2018, pemesanan untuk
kebutuhan rutin dilakukan secara desentralisasi oleh Kantor Perwakilan
BKKBN provinsi dan didistribusikan ke Kabupaten/Kota untuk selanjutnya ke
Faskes KB.
Sesuai dengan program Jaminan Kesehatan Nasional, distribusi alokon
dari OPD KB Kabupaten/Kota ditujukan ke Faskes KB, yang berupa FKTP dan
FKRTL. Faskes KB melakukan pelayanan KB ke akseptor, dan juga
melakukan fungsinya sebagai pengampu Jejaring/ Jaringannya. Sesuai
dengan diagram berikut ini:
146
1.2 Jenis Alokon yang Disediakan Oleh BKKBN
Alokon yang disediakan oleh program antara lain:
1. Metode kontrasepsi jangka Panjang (MKJP) yaitu IUD dan implant.
2. Non MKJP yaitu Pil KB Kombinasi, Suntik KB I 3 bulanan dan kondom.
147
2.1 Tingkat Ketersediaan Stok: Stok Maksimal, Memadai, Titik Stok
Realokasi, dan Titik Pemesanan Darurat
Materi ajar ini diberikan agar bidan dibuka dengan pemahaman
mengenai tingkat persediaan. Tingkat persedian perlu diketahui agar petugas
pengelola alokon dapat melakukan perencanaan kebutuhan dengan benar
sehingga alokon tersedia setiap saat.
Untuk dapat melakukan perhitungan kebutuhan alokon data yang
dibutuhkan adalah konsumsi rata-rata pemakaian perbulan yang diperoleh
dari laporan F/II KB selama 3 bulan terakhir pada bagian 3 laporan persediaan
alokon, sisa stok yang ada di puskesmas dan berapa stok maksimum yang
seharusnya ada di faskes. Untuk perhitungan kebutuhan ini akan dilakukan
oleh OPD KB dan untuk kebutuhan jaringan/jejaring akan dihitung oleh
petugas pengelola alokon. Bidan dapat berkoordinasi dengan petugas
pengelola alokon terkait dengan ketersediaan alokon di Puskesmas.
Tabel berikut akan menunjukkan tingkat persediaan yang berbeda-beda
sesuai dengan tindakan apa yang perlu dilakukan pada masing-masing tingkat
wilayah:
Tingkat Tingkat Stok Tingkat Stok Jadwal Titik Pemesanan Titik Stok
Wilayah Maksimum Minimum Pasokan Darurat (EOP) Realokasi
Ulang Rutin
Pusat 3 bulan (Sebagai Setahun sekali
stok penyangga)
148
Contoh:
Puskesmas “Mattirobaji” di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan memiliki rata-
rata konsumsi untuk suntik KB 153 vial/bulan pada bulan Januari 2017 dan stok
akhir menunjukkan sisa 82 vial. Berarti tingkat persediaannya adalah 0,4 bulan.
Karena titik permintaan darurat Puskesmas adalah 0,5 bulan, maka Puskesmas ini
mengajukan Surat Permintaan Darurat agar menghindari kekosongan stok.
Untuk menindaklanjuti surat tersebut, Kabupaten Gowa akan melakukan
pengiriman suntikan sesegera mungkin dengan jumlah yang memungkinkan
Faskes KB ini bertahan hingga jadwal pengiriman rutinnya.
Titik stok realokasi ditetapkan untuk menghindari stok berlebih atau over
stock agar tidak terjadi kadaluarsa sebelum digunakan dan memaksimalkan
penyerapan agar sesuai kebutuhan. Jika suatu fasilitas memiliki tingkat
persediaan yang menyentuh titik ini, maka faslitas di atasnya dapat melakukan
realokasi ke fasilitas lain sesuai mekanisme distribusi dinamis. Jumlah yang
direalokasi, hendaknya dihitung agar fasilitas tersebut kembali menyentuh titik
stok maksimumnya.
Contoh:
Puskesmas “Bontobahari” di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan memiliki rata-rata
konsumsi untuk IUD “0” buah/bulan pada bulan Februari 2017 dengan stok akhir pada
laporan F/II/KB menunjukkan sisa 28 buah. Bila suatu Puskesmas memiliki rata-rata
konsumsi nol, maka dianggap satu buah/bulan. Berarti tingkatan stoknya adalah 28 bulan.
Berdasarkan tabel tingkatan stok di atas, stok realokasi Puskesmas adalah 5 bulan. Setelah
mengkaji tingkat ketersediaan IUD di Puskesmas ini berada di 28 bulan, maka OPD KB
Bulukumba akan menginstruksikan koordinasi realokasi agar IUD tidak menumpuk dan
bisa digunakan di Puskesmas lain yang membutuhkan.
Konsumsi “nol” disetarakan dengan “satu” dengan tujuan agar dalam perhitungan
kebutuhan, Puskesmas masih tersedia alokon untuk pelayanan metode tersebut, walaupun
selama tiga bulan terakhir tidak ada pemakaian. Dengan demikian juga akan menghindari
kejadian kekosongan stok.
Sehingga dengan menganggap rata-rata konsumsinya sama dengan “satu” maka stok
maksimalnya adalah 4 buah IUD/bulan. Dan diputuskan realokasi IUD sebanyak 24 buah
dari Puskesmas ini.
149
Materi ajar ini akan dibuka dengan pemahaman mengenai pencatatan.
Kemudian dilanjutkan dengan secara spesifik membahas mengenai berbagai
formulir pencatatan. Selanjutnya peserta akan berlatih mengisi dan melengkapi
pencatatan untuk kemudian diterjemahkan ke dalam pelaporan.
Setiap alokon yang dikelola harus dilengkapi dengan pencatatan yang lengkap
dimulai dari penerimaan sampai dengan dikeluarkan. Pencatatan informasi logistik
yang akurat dan tepat waktu memungkinkan manajemen stok yang baik dan akurasi
dalam pelaporan. Pengelola logistik harus memiliki data kapanpun dan dimanapun
diperlukan untuk membuat keputusan secara cepat. Faskes KB juga perlu melapor
tepat waktu dan dengan data yang akurat.
150
Tujuan dari kartu stok adalah untuk menyediakan pencatatan yang
terbaru dari seluruh transaksi dan jumlah stok yang ada saat ini. Transaksi di
kartu stok yaitu:
1. Penerimaan, baik dari tingkatan atas maupun jika menerima distribusi
dinamis atau stok realokasi dari fasilitas lain.
2. Pengeluaran, untuk tingkat gudang yaitu semua transaksi keluar baik ke
fasilitas tingkat bawahnya maupun realokasi. Sedangkan untuk tingkat
Faskes KB yaitu semua transaksi keluar baik yang dikeluarkan untuk
melayani akseptor atau disalurkan ke jejaring. Di Faskes KB, jumlah
pengeluaran untuk pelayanan kepada akseptor harus diperbaharui setiap
hari dengan mengacu pada Register KB (R/II).
3. Pencatatan hasil perhitungan fisik.
4. Sisa stok akhir, merupakan stok yang tersedia yang dihitung dari stok
sebelumnya ditambah stok diterima, dikurangi stok keluar yaitu untuk
digunakan dalam pelayanan, stok rusak/ kadaluarsa/ lainnya.
151
152
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)
A. DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini berisi tentang pengertian, manfaat dan langkah-langkah dalam
pembuatan RTL.
C. URAIAN MATERI
153
RTL adalah setiap upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh peserta pelatihan
setelah kegiatan pelatihan selesai. Rencana Tindak Lanjut hendaknya dibuat
secara spesifik dan realistis sesuai dengan tanggungjawabnya.
154
Dalam menyusun RTL yang baik:
1. Memiliki tujuan yang jelas, obyektif, rasional.
2. Cukup menantang untuk diperjuangkan.
3. Mudah dipahami dan tidak multi tafsir.
4. Dapat dipakai sebagai pedoman untuk bertindak ekonomis rasional.
5. Menjadi dasar dan alat untuk pengendalian.
6. Dapat dikerjakan oleh sekelompok orang.
7. Berkesinambungan, urutan, waktu.
8. Meliputi semua yang akan dilakukan.
9. Saling mendukung dan tdk boleh bertentangan.
10. Fleksibel tetapi tidak mengubah tujuan.
11. Sensitif terhadap situasi, sehingga terbuka kemungkinan untuk mengubah
tehnik pelaksanaannya.
12. Serimbang antara pemberian tugas dan penyediaan fasilitas.
13. Berdasar analisis terhadap data, informasi dan fakta.
Oleh karena itu dalam menyusun RTL harus mencakup unsur-unsur berikut:
1. Kegiatan; yaitu uraian kegiatan yang akan dilakukan, didapat melalui identifikasi
kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar
hal ini terealisasi maka di identifikasi kegiatan kegiatan apa yang diperlukan.
2. Tujuan; adalah membuat ketetapan ketetapan yang ingin dicapai dari setiap
kegiatan yang direncanakan pada unsur nomor 1. Penetapan tujuan yang baik
adalah di rumuskan secara konkrit dan terukur.
3. Sasaran; yaitu seseorang atau kelompok tertentu yang menjadi target kegiatan
yang direncanakan.
155
4. Cara/Metode; yaitu cara yang akan dilakukan dalam melakukan kegiatan agar
tujuan yang telah ditentukan dapat tercapai.
5. Waktu dan Tempat; dalam penentuan waktu sebaiknya menunjukkan kapan
suatu kegiatan dimulai sampai kapan berakhir. Apabila dimungkinkan sudah
dilengkapi dengan tanggal pelaksanaan. Hal ini untuk mempermudah dalam
persiapan kegiatan yang akan dilaksanakan, serta dalam melakukan evaluasi.
Sedangkan dalam menetapkan tempat, seyogyanya menunjukkan lokasi atau
alamat kegiatan akan dilaksanakan.
6. Biaya; Agar RTL dapat dilaksanakan perlu direncanakan anggaran yang
dibutuhkan untuk kegiatan tersebut. Akan tetapi perencanaan anggaran harus
realistis untuk kegiatan yang benar-benar membutuhkan dana, artinya tidak
mengada-ada. Perhatikan/pertimbangkan juga kegiatan yang memerlukan
dana tetapi dapat digabung pelaksanaannya dengan kegiatan lain yang
dananya telah tersedia. Rencana anggaran adalah uraian tentang biaya yang
diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan, mulai dari awal sampai selesai.
7. Pelaksana/penanggung jawab; yaitu personal/tim yang akan melaksanakan
kegiatan yang direncanakan. Hal ini penting karena personal/tim yang terlibat
dalam kegiatan tersebut mengetahui dan melaksanakan kewajiban. Untuk lebih
mudahnya, penyusunan RTL dapat menggunakan .
Format Isian sebagai berikut: Format Isian Rencana Tindak Lanjut Penjelasan:
Kolom 1 : Kolom nomor Pada kolom ini dicantumkan nomor kegiatan mulai dari
1, 2, 3 dst sesuai dengan jumlah kegiatan yang direncanakan.
Kolom 2 : Kolom kegiatan Pada kolom ini dirinci kegiatan-kegiatan yang akan
dilakukan biasanya dimulai dari lapor pada atasan tentang pelatihan
yang telah diikuti sampai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Kolom 3 : Kolom tujuan Pada kolom ini dicantumkan tujuan dari masing-masing
kegiatan, yaitu hasil yang ingin dicapai apabila kegiatan tersebut
dilaksanakan.
Kolom 4 : Kolom sasaran Pada kolom ini dicantumkan siapa atau kelompok apa
sasaran yang telah ditetapkan pada setiap kegiatan.
Kolom 5 : Kolom cara/metode Pada kolom ini dicantumkan cara-cara dalam
melakukan kegiatan.
Kolom 6 : Kolom waktu dan tempat Pada kolom ini dicantumkan kapan dan
dimana kegiatan akan dilaksanakan.
Kolom 7 : Kolom biaya Pada kolom ini diisi pembiayaan yang meliputi: besar
biaya yang dibutuhkan dan sumber biaya yang dimungkinkan, atau
tidak perlu biaya atau biaya sudah tercakup dalam kegiatan yang
dipadukan.
Kolom 8 : Kolom pelaksana/penanggung jawab. Pada kolom ini dicantumkan
nama dari pelaksana/penanggung jawab dari masing-masing
kegiatan.
156
ANTI-KORUPSI
A. DESKRIPSI SINGKAT
Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan
berdampak buruk luar biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi
telah menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik,
sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di
negeri ini.
Upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum
menunjukkan hasil yang optimal. Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap saja
banyak terjadi seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang
bahkan sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Jika kondisi ini tetap kita
biarkan berlangsung maka cepat atau lambat korupsi akan menghancurkan
negeri ini.
Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary
crime) yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk
memberantasnya. Upaya pemberantasan korupsi– yang terdiri dari dua bagian
besar, yaitu (1) penindakan, dan (2) pencegahan–tidak akan pernah berhasil
optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta
masyarakat.
Agar muatan tentang anti korupsi dapat tersampaikan secara standar
pada setiap pelatihan bagi para PNS di lingkungan Kementerian Kesehatan
maka perlu disusun modul anti korupsi sebagai pegangan fasilitator dalam
menyampaikan materi.
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum:
Setelah mempelajari materi ini, peserta mampu memahami budaya
anti korupsi di lingkungan kerjanya
2. Tujuan Pembelajaran Khusus:
Setelah mempelajari materi ini, peserta mampu:
a. Menjelaskan Konsep Korupsi
b. Menjelaskan Anti Korupsi
c. Menjelaskan Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
d. Menjelaskan Tata Cara Pelaporan Dugaan Pelanggaran Tindakan
Pidana Korupsi (TPK)
e. Menjelaskan Gratifikasi
157
D. METODE, MEDIA dan ALAT BANTU
1. Metode:
a. Curah pendapat (Brainstorming)
b. Ceramah dan tanya jawab
c. Film
2. Media dan Alat Bantu:
a. Bahan tayang (slide power point)
b. Laptop
c. LCD
d. Modul
e. White board,Flipchart,Spidol
f. Alat Bantu lain sesuai
F. URAIAN MATERI
158
A. Definisi Korupsi
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” (Fockema Andrea:
1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary: 1960). Selanjutnya
dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin
yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption,
corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/ korruptie” (Belanda).
Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
Ada banyak pengertian tentang korupsi, di antaranya adalah berdasarkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), didefinisikan “penyelewengan atau
penggelapan uang negara atau perusahaan, dan sebagainya untuk keperluan
pribadi”. Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa
(Muhammad Ali : 1998): Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/
sogok, memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya; Korupsi
artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok,
dan sebagainya; dan Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.
B. Ciri-Ciri Korupsi
Ada 6 ciri korupsi adalah sebagai berikut:
1. Dilakukan oleh lebih dari satu orang;
2. Merahasiakan motif; ada keuntungan yang ingin diraih;
3. Berhubungan dengan kekuasaan/ kewenangan tertentu;
4. Berlindung di balik pembenaran hukum;
5. Melanggar kaidah kejujuran dan norma hukum
6. Mengkhianati kepercayaan
C. Jenis/Bentuk Korupsi
Berikut ini adalah berbagai bentuk korupsi yang diambil dari Buku Saku
yang dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK: 2006)
159
No Bentuk Korupsi Perbuatan Korupsi
Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik lang-sung maupun tidak langsung dengan sengaja
turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau perse-waan yang pada saat dilakukan perbuatan,
untuk se-luruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
7 Gratifikasi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau peny-elenggara dianggap pemberian suap, apabila ber-
hubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban tugasnya.
D. Tingkatan Korupsi
Ada 3 (tiga) tingkatan korupsi seperti uraian di bawah ini
1. Materi Benefit
Penyimpangan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan material
baik bagi dirinya sendiri maupun orang kain. Korupsi pada level ini
merupakan tingkat paling membahayakan karena melibatkan kekuasaan
dan keuntungan material. Ini merupakan bentuk korupsi yang paling banyak
terjadi di Indonesia
160
2. Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power)
Abuse of power merupakan korupsi tingkat menengah, merupakan
segala bentuk penyimpangan yang dilakukan melalui struktur kekuasaan,
baik pada tingkat negara maupun lembaga-lembaga struktural lainnya
termasuk lembaga pendidikan tanpa mendapatkan keuntungan materi.
3. Pengkhianatan terhadap kepercayaan (betrayal of trust)
Pengkhianatan merupakan korupsi paling sederhana. Orang yang
berkhianat atau mengkhianati kepercayaan atau amanat yang diterimanya
adalah koruptor. Amanat dapat berupa apapun, baik materi maupun non
materi. Anggota DPR yang tidak menyampaikan aspirasi rakyat atau
memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi merupakan bentuk
korupsi
161
G. Dasar Hukum tentang Korupsi
Beberapa peraturan perundangan yang berkaitan dengan korupsi adalah
sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1);
2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi;
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/
MPR/ 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
4. UU no. 28 Th. 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);
5. UU no. 31 Th. 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3874); sebagaimana telah diubah dengan UU no.
20 Th. 2001;
162
A. Pengertian
Anti korupsi merupakan kebijakan untuk mencegah dan menghilangkan
peluang bagi berkembangnya korupsi.
Anti korupsi adalah pencegahan. Pencegahan yang dimaksud adalah
bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan korupsi
dan bagaimana menyelamatkan uang dan asset.
Peluang bagi berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan
melakukan perbaikan sistem (sistem hukum, sistem kelembagaan) dan
perbaikan manusianya (moral dan kesejahteraan).
B. Nilai-Nilai Anti-Korupsi
Nilai-nilai anti korupsi yang akan dibahas meliputi kejujuran, kepedulian,
kemandirian, kedisiplinan, pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan,
keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai inilah yang akan mendukung prinsip-prinsip
anti korupsi untuk dapat dijalankan dengan baik.
Ada sembilan nilai anti korupsi yang cara gampangnya untuk mengingatnya
dengan jembatan keledai “Jupe mandi tangker sebedil”.
C. Prinsip-Prinsip Anti-Korupsi
Setelah memahami nilai-nilai anti korupsi yang penting untuk mencegah
faktor internal terjadinya korupsi, berikut akan dibahas prinsip-prinsip Anti-
korupsi yang meliputi akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan
kontrol kebijakan, untuk mencegah faktor eksternal penyebab korupsi. Ada 5
(lima) prinsip anti korupsi seperti diilustrasikan pada bagan di bawah ini
163
Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa
berlangsung dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan
sehari-hari. Melihat kondisi seperti itu, maka pencegahan menjadi layak didudukkan
sebagai strategi perdananya.
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan pengertian korupsi, faktor-faktor
penyebab korupsi, nilai-nilai yang perlu dikembangkan untuk mencegah seseorang
melakukan korupsi atau perbuatan-perbuatan koruptif. dan prinsip-prinsip upaya
pemberantasan korupsi.
Ada yang mengatakan bahwa upaya yang paling tepat untuk memberantas
korupsi adalah menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi. Dengan demikian,
bidang hukum khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai jawaban yang
paling tepat untuk memberantas korupsi.
Merupakan sebuah realita bahwa kita sudah memiliki berbagai perangkat
hukum untuk memberantas korupsi yaitu peraturan perundang-undangan. Kita
memiliki lembaga serta aparat hukum yang mengabdi untuk menjalankan peraturan
tersebut baik keKemenkesan, kejaksaan, dan pengadilan. Kita bahkan memiliki
sebuah lembaga independen yang bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
yang kesemuanya dibentuk salah satunya untuk memberantas korupsi.
Namun apa yang terjadi? Korupsi tetap tumbuh subur dan berkembang
dengan pesat. Sedihnya lagi, dalam realita ternyata lembaga dan aparat yang telah
ditunjuk tersebut dalam beberapa kasus justru ikut menumbuhsuburkan korupsi
yang terjadi di Indonesia.
Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa bekal penkerjaan (termasuk
Pekerjaan Agama) memegang peranan yang sangat penting untuk mencegah
korupsi. Benarkah demikian? Yang cukup mengejutkan, negara-negara yang
tingkat korupsinya cenderung tinggi, justru adalah negara-negara yang
masyarakatnya dapat dikatakan cukup taat beragama. Ada yang mengatakan
bahwa untuk memberantas korupsi, sistem dan lembaga pemerintahan serta
lembaga-lembaga negara harus direformasi. apa yang dilakukan pejabat publik
harus ditingkatkan.
164
pemerintah dan masyarakat serta mengembangkan standar perilaku serta
code of conduct bagi lembaga pemerintah maupun lembaga hukum yang
membutuhkan. Salah satu peran dari ombudsman adalah mengembangkan
kepedulian serta pengetahuan masyarakat mengenai hak mereka untuk
mendapat perlakuan yang baik, jujur dan efisien dari pegawai pemerintah
(UNODC: 2004).
B. Pemberantasan Korupsi
Tidak ada jawaban yang tunggal dan sederhana untuk menjawab mengapa
korupsi timbul dan berkembang demikian masif di suatu negara. Ada yang
menyatakan bahwa korupsi ibarat penyakit ‘kanker ganas’ yang sifatnya tidak
hanya kronis tapi juga akut. Ia menggerogoti perekonomian sebuah negara
secara perlahan, namun pasti. Penyakit ini menempel pada semua aspek
bidang kehidupan masyarakat sehingga sangat sulit untuk diberantas. Perlu
dipahami bahwa dimanapun dan sampai pada tingkatan tertentu, korupsi
memang akan selalu ada dalam suatu negara atau masyarakat.
Dalam pemberantasan korupsi sangat penting untuk menghubungkan
strategi atau upaya pemberantasan korupsi dengan melihat karakteristik dari
berbagai pihak yang terlibat serta lingkungan di mana mereka bekerja atau
beroperasi. Tidak ada jawaban, konsep atau program tunggal untuk setiap
negara atau organisasi.
Untuk memberantas korupsi tidak dapat hanya mengandalkan hukum
(pidana) saja dalam memberantas korupsi.
Upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah dengan memberikan
pidana atau menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi. Dengan demikian bidang
hukum khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat
untuk memberantas korupsi. Benarkah demikian?
165
Pengertian Laporan/pengaduan dapat kita temukan didalam Pasal 1
angka 24 dan 25 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP).
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena
hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang
berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa
pidana.(Pasal 1 angka 24 KUHAP)
Sedangkan yang dimaksud Pengaduan adalah pemberitahuan disertai
permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang
untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana
aduan yang merugikannya.(Pasal 1 angka 25 KUHAP)
166
A. Laporan
Dari pengertian di atas, laporan merupakan suatu bentuk pemberitahuan
kepada pejabat yang berwenang bahwa telah ada atau sedang atau diduga
akan terjadinya sebuah peristiwa pidana/ kejahatan. Artinya, peristiwa yang
dilaporkan belum tentu perbuatan pidana, sehingga dibutuhkan sebuah
tindakan penyelidikan oleh pejabat yang berwenang terlebih dahulu untuk
menentukan perbuatan tersebut merupakan tindak pidana atau bukan. Kita
sebagai orang yang melihat suatu tidak kejahatan memiliki kewajiban untuk
melaporkan tindakan tersebut.
Selanjutnya, di mana kita melapor? Dalam hal jika Anda ingin melaporkan
suatu tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan kementerian Kesehatan,
saat ini kementerian Kesehatan melalui Inspektorat jenderal sudah mempunyai
mekanisme pengaduan tindak pidana korupsi.
Mekanisme Pelaporan
1. Tim Dumasdu pada unit Eselon 1 setiap bulan menyampaikan laporan
penanganan pengaduan masyarakat dalam bentuk surat kepada
Sekretariat Tim Dumasdu. Laporan tersebut minimal memuat informasi
tentang nomor dan tanggal pengaduan, isi ringkas pengaduan, posisi
penanganan dan hasilnya penanganan.
2. Sekretariat Tim Dumasdu menyusun laporan triwulanan dan semesteran
untuk disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan pihak-pihak
terkait lainnya.
167
C. Pengaduan
Pengaduan yang dapat bersumber dari berbagai pihak dengan berbagai
jenis pengaduan, perlu diproses ke dalam suatu sistem yang memungkinkan
adanya penanganan dan solusi terbaik dan dapat memuaskan keinginan publik
terhadap akuntabilitas pemerintahan.Ruang lingkup materi dalam pengaduan
adalah adanya kepastian telah terjadi sebuah tindak pidana yang termasuk
dalam delik aduan, dimana tindakan seorang pengadu yang mengadukan
permasalahan pidana delik aduan harus segera ditindak lanjuti dengan sebuah
tindakan hukum berupa serangkaian tindakan penyidikan berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Artinya dalam proses penerimaan pengaduan
dari masyarakat, seorang pejabat yang berwenang dalam hal ini internal di
Kementerian Kesehatan khususnya Inspektorat Jenderal, harus bisa
menentukan apakah sebuah peristiwa yang dilaporkan oleh seorang pengadu
merupakan sebuah tindak pidana delik aduan ataukah bukan.
168
D. Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan
Kemenkes
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/ Per/
VIII/ 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan,
Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di
lingkungan Kementerian Kesehatan, sehingga dalam rangka melaksanakan
fungsi tersebut perlu suatu pedoman
penanganan pengaduan masyarakat yang juga merupakan bentuk
pengawasan. Selain itu untuk penanganan pengaduan masyarakat secara
terkoordinasi di lingkungan Kementerian Kesehatan telah dibentuk Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 134/ Menkes/ SK/ III/ 2012 tentang Tim Penanganan
Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kementerian Kesehatan (Tim
Dumasdu) yang anggotanya para Kepala bagian Hukormas yang ada pada
masing-masing Unit Eselon I di Kementerian Kesehatan.
E. Pencatatan Pengaduan
Pada dasarnya pengaduan disampaikan secara tertulis. Walaupun
peraturan yang ada menyebutkan bahwa pengaduan dapat dilakukan secara
lisan, tetapi untuk lebih meningkatkan efektifitas tindak lanjut atas suatu
perkara, maka pengaduan yang diterima masyarakat hanya berupa pengaduan
tertulis.
Pencatatan pengaduan masyarakat oleh Tim Dumasdu dilakukan sebagai
berikut:
1. Pengaduan masyarakat (dumas) yang diterima oleh Tim Dumasdu pada
Unit Eselon I berasal dari organisasi masyarakat, partai politik, perorangan
atau penerusan pengaduan oleh Kementerian/ Lembaga/ Komisi Negara
dalam bentuk surat, fax, atau email, dicatat dalam agenda surat masuk
secara manual atau menggunakan aplikasi sesuai dengan prosedur
pengadministrasian/ tata persuratan yang berlaku. Pengaduan yang
disampaikan secara lisan agar dituangkan ke dalam formulir yang
disediakan.
2. Pencatatan dumas tersebut sekurang-kurangnya memuat informasi tentang
nomor dan tanggal surat pengaduan, tanggal diterima, identitas pengadu,
identitas terlapor, dan inti pengaduan.
169
A. Pengertian Grafitasi
Bagi sebagian orang mungkin sudah mengetahui apa yang dimaksud
dengan kata Gratifikasi. Tapi Saya lebih senang menafsirkan kata tersebut
dengan kata yang mendefinisikan sesuatu yang berarti “gratis di kasih”.
Gratifikasi menurut kamus hukum berasal dari Bahasa Belanda, “Gratificatie”,
atau Bahasa Inggrisnya “Gratification“ yang diartikan hadiah uang. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,1998) Gratifikasi diartikan pemberian
hadiah uang kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan.
Menurut UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penjelasan Pasal 12 b ayat (1),
Gratifikasi adalah Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang,
barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar
negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa
sarana elektronik. Pemberian gratifikasi tersebut umumnya banyak
memanfaatkan momen-momen ataupun peristawa-peristiwa yang cukup baik,
seperti: Pada hari-hari besar keagamaan (hadiah hari raya tertentu), hadiah
perkawinan, hari ulang tahun, keuntungan bisnis, dan pengaruh jabatan
Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun
2001. Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat
(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan,
perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.Gratifikasi
tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang
dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana
elektronik.
Pengecualian: Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat
(1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
B. Aspek Hukum
Aspek hukum gratifikasi meliputi tiga unsur yaitu: (1) dasar hukum, (2)
subyek hukum, (3) Obyek Hukum. Ada dua Dasar Hukum dalam gratifikasi
yaitu: (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 dan (2) Undang2-undang No
20 Tahun 200.
Menurut undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 16: “ setiap PNS atau
Penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada
KPK”
Undang-undang nomor 20 tahun 2001, menurut UU No 20 tahun 2001
tentang pemberantasan tindak korupsi pasal 12 C Ayat (1) tidak berlaku, jika
penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK. Ayat 2
170
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib dilakukan
oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal
gratifikasi tersebut diterima.
Subyek hukum terdiri dari: (1) penyelenggara negara, dan (2) pegawai
negeri. Penyelenggara negara meliputi: pejabat negara pada lembaga tertinggi
negara, pejabata negara pada lembaga tinggi negara, menteri, gubernur,
hakim, pejabat lain yang memilikifungsi startegis dalam kaitannya dalam
penyelenggaraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang
berlaku. Pegawai Negeri Sipil meliputi pegawai negeri spil sebagaimana yang
dimaksud dalam undang-undang kepegawaian, pegawai negeri spil
sebagaimana yang dimaksud dalam kitab undang-undang hukum pidana, orang
yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah, orang yang
menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari
keuangan negara atau daerah; orang yang menerima gaji atau upah dari
korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas negara atau rakyat.
Obyek Hukum gratifikasi meliputi: (1) uang (2) barang dan (3) fasilitas.
D. Contoh Gratifikasi
Contoh pemberian yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi,antara lain:
1. Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah
dibantu;
2. Hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat pada saat
perkawinan anaknya;
3. Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat/ pegawai negeri atau
keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma;
4. Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat/ pegawai negeri untuk
pembelian barang atau jasa dari rekanan;
5. Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada
pejabat/pegawai negeri;
6. Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari
rekanan;
7. Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat/pegawai negeri pada saat
kunjungan kerja;
8. Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat/pegawai negeri pada saat
hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya.
9. Berdasarkan contoh diatas, maka pemberian yang dapat dikategorikan
sebagai gratifikasi adalah pemberian atau janji yang mempunyai kaitan
171
dengan hubungan kerja atau kedinasan dan/ atau semata-mata karena
keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan pejabat/ pegawai negeri
dengan sipemberi.
E. Sanksi Gratifikasi
Sanksi pidana yang menerima gratifikasi dapat dijatuhkan bagi pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang:
1. Menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan
yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang
yang memberi hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya;
2. Menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan
dengan kewajibannya;
3. Menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya;
4. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran
dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
5. Pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong
pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain
atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya,
padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
6. Pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau
penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
7. Pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di
atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan
perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal
diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundangundangan; atau baik langsung maupun tidak langsung dengan
sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan,
yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
172
DAFTAR PUSTAKA
1. Adaptasi “The Balanced Counseling Strategy: A Toolkit for Family Planning
Service Providers” , Population Council
2. Alat Bantu Pengambilan Keputusan Ber-KB (ABPK)
3. Alat Bantu Pengambilan Keputusan Ber-KB (ABPK)
4. Bobby De Porter & Mike Hernacki, Quantum Learning. (2000). Bandung:
Terjemahan. Kaifa.
5. Buku Konseling Kepulangan Ibu Program Pilihanku
6. Buku register konseling ANC Program Pilihanku
7. Dave Meier. The Accelerated Learning. (2000). Bandung: Terjemahan Kaifa.
8. Departemen Kesehatan RI. (2002). Modul Presentasi Interaktif.
9. Departemen Kesehatan RI. (2006). Modul Pelatihan Tenaga Pelatih Program
Kesehatan (TPPK).
10. Departemen Kesehatan RI. (2007). Modul Manajemen Diklat.
11. Departemen Kesehatan RI. (2007). Modul Metode Pembelajaran.
12. Departemen Kesehatan RI. (2007). Penggunaan Alat Bantu Pembelajaran.
13. Depkes RI, Pusdiklat Kesehatan, 2004, Kumpulan Games dan Energizer,
Jakarta.
14. Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi
menurut WHO Edisi 2, 2017
15. Hanifah, Winkjosastro. 2007, Ilmu Kandungan, Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
16. Inpres No 1 Tahun 2013
17. Kepmenkes No 232/Menkes/SK/VI/2013 tentang Strategi Komunikasi
Pekerjaan dan Budaya Anti Korupsi
18. Keputusan Menkes RI No. HK.02.02/Me nkes/52/2015 tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015- 2019
19. Komunikasi Interpersonal, Suranto AW, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2011
20. Komunikasi Konseling, AS, Enjang, Nuansa Bandung, 2009
21. Konseling Individual Teori dan Praktek, Sofyan S Willis, Alfabeta, Bandung,
2004
22. Lembaga Administrasi Negara RI. (2007). Modul Evaluasi Pendidikan.
23. Lembaga Administrasi Negara RI. (2007). Modul Kemampuan Dasar
Mengajar.
24. Medical Eligibility Criteria for contraceptive use, WHO 2015
25. Modul Pelatihan KB Pasca Persalinan Fokus AKDR Pasca Persalinan
26. Munir, Baderel, 2001, Dinamika Kelompok, Penerapannya Dalam
Laboratorium Ilmu Perilaku, Jakarta
27. Panduan pemeliharaan perangkat yang dipakai
28. Pedoman Teknis Komunikasi Interpersonal / Konseling KB, BKKBN, Jakarta:
2006
29. Pelaksanaan penggunaan alat bantu IT pada program intervensi KBPP di 11
Kab/Kota di bawah Program Pilihanku.
30. Pengantar Konseling dan Psikoterapi, Andi AT Mappiare, Rajagrafindo
Perkasa, Jakarta, 2010
31. Perka BKKBN 286/2011
32. Perka BKKBN 303/2016 tentang pedoman rumusan alat dan obat
kontrasespsi serta saraan penunjang sarana konterasepsi
33. Permenkes 43 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
173
Kesehatan
34. Permenkes 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum
Hamil, Masa Hamil, Persalinan, Dan Masa Sesudah Melahirkan,
Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan
Seksual
35. Permenkes No. 44/2016 tentang Manajemen Puskesmas
36. Permenkes Nomor 39 tahun 2014 tentang Pedoman Penyelanggaraan
Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
37. Permenkes nomor 44 tahun 2016 tetang Pedoman Manajemen Puskesmas
38. Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
39. Standar Penyelenggara an Pelatihan Pusdiklat Aparatur, Jakarta, 2012
40. Technology Acceptance Model
41. Undang- Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembanguna n
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005- 2025
42. UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
174
FORM PENILAIAN KONSELING
Apabila anda melakukan konseling, apakah anda biasa melakukan hal berikut ?
JAWABAN
NO Beri tanda (√) pada kolom "Ya" atau "Tidak"
YA TIDAK
Memperkenalkan diri
TOTAL
Baik : 11-15, anda punya potensi baik untuk konseling dan perlu dipelihara dan ditingkatkan dalam praktek.
Sedang: 6-10, anda punya potensi sedang untuk konseling dan perlu lebih banyak belajar dan praktek.
Kurang: 0-5, anda kurang mengerti tentang konseling dan perlu lebih banyak belajar dan praktek.
Daftar Tilik Penilaian Ketrampilan Strategi Konseling Berimbang KB
Nama Petugas yang ditunjuk:
Nama Fasilitas:
Tanggal:
Apabila Menyusui, Menentukan penggunaan kartu pil kombinasi, suntik 1 bulan dan suntik 3 bln (→ usia kurang/lebih dr 6
minggu) Atau Apabila tidak Menyusui, Menentukan penggunaan kartu MAL
16 Berikan pelayanan dan catat hasil pelayanan dalam buku KIA/register/pencatatan dan pelaporan serta jadwalkan kunjungan
ulang atau Apabila tidak, catat hasil konseling dalam buku KIA/Register Pelayanan dan Jadwalkan kunjungan ulang
Bila ya : (1)
Bila Tidak : (0) NILAI YA (1) YANG DI PEROLEH X 100
BATAS NILAI 80
30
DIAGRAM BANTU KONSELING KB
MENGGUNAKAN STRATEGI KONSELING BERIMBANG
TAHAP SEBELUM PEMILIHAN
1)Sapa Klien dan pasangan atau keluarga yang ikut dengan hangat, perkenalkan diri.
2)Sampaikan pada Klien bahwa kesempatan ini untuk mendiskusikan tentang pemilihan metode kontrasepsi yang aman
dan tepat sesuai dengan kondisi kesehatan klien dan pasangan.
3) Sampaikan pada klien bahwa privasi dan kerahasiaan klien dijamin, sehingga klien diharapkan terbuka dan tidak menutupi
informasi tentang dirinya.
4) Tanyakan berapa jumlah dan usia anak klien. Tidak, tanyakan alasan.
bila klien bersama pasangannya, gunakan kartu
TANYA :
Mendapatkan dukungan ber KB dari Suami (lanjutkan
ke langkah 2 )
1. Apakah saat ini ibu sedang menggunakan Ya, Tanyakan apakah klien puas dengan metode yang sedang di
gunakan atau berniat menggunakan Metode lain?
salah satu metode kontrasepsi? (simpan kartu yang tidak disukai, minta klien untuk
menjelaskan metode yang digunakan, dan tanyakan apakah
klien bersedia menerima informasi tentang metode kontrasepsi
yang lain ( bila ya, lanjutkan ke langkah 3)
3. Apakah ibu masih ingin memiliki anak lagi Ya, Singkirkan Kartu MOW dan MOP, Jelaskan mengapa
di masa yang akan datang? (Lanjutkan ke langkah 4)
9. Mintalah klien (dan pasangan) untuk Periksa Pilihan klien dengan menggunakan brosur, dengan
memilih salah satu kartu metode KB yang menanyakan “ metode ini tidak disaran kan jika…” bila tidak
sesuai minta klien memilih metode lain (lanjutkan ke tahap
diminati setelah pemilihan )