Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN TUTORIAL

BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS


MODUL 3
”PENYAKIT AKIBAT KERJA”

Tutor : dr. Hamliati Musta

KELOMPOK 13

1. Nurul Amalia Pratiwi (K1A1 17 081)


2. Nurul Arifa (K1A1 17 082)
3. R.Akhmad Difa Azizi M (K1A1 17 083)
4. R.Ajeng Lisya Anggraeni S (K1A1 17 084)
5. Rahmawati (K1A1 17 085)
6. Ririn Afrianto (K1A1 17 086)
7. Rizki Aji Nugroho (K1A1 17 087)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
LAPORAN TUTORIAL 2020
UNIVERSITAS HALU OLEO

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Laporan : PENYAKIT AKIBAT KERJA

Nama Anggota Kelompok :

1. Nurul Amalia Pratiwi (K1A1 17 081)


2. Nurul Arifa (K1A1 17 082)
3. R.Akhmad Difa Azizi M (K1A1 17 083)
4. R.Ajeng Lisya Anggraeni S (K1A1 17 084)
5. Rahmawati (K1A1 17 085)
6. Ririn Afrianto (K1A1 17 086)
7. Rizki Aji Nugroho (K1A1 17 087)

Laporan ini telah disetujui dan disahkan oleh:

Kendari, 10 April 2020

Dosen Pembimbing

dr. Hamliati Musta


I. SKENARIO KASUS

Kasus 4. Early Chronic Encephalopathy

Seorang laki-laki pekerja usia 55 tahun dikirim ke poliklinik beberapa kali


pada beberapa bulan terakhir. Dengan keluhan perasaan pusing/ mabuk/
gamang. Ia memberi riwayat penyakitnya merasa sehat sebelum bekerja
ditempat tersebut dan hanya terasa pusing/ mabuk ketika ia mulai bekerja.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh dokter pada setiap kali ia datang
menunjukkan keadaan normal. Tetapi ia menuntut untuk mendapatkan
sertifikat medis bahwa ia tidak bisa bekerja. Ia didiagnose sebagai ”berpura-
pura sakit” oleh dokter poliklinik. Penderita dirujuk ke poliklinik kedokteran
kerja untuk penatalaksanaan ”sakit pura-pura”. Pada saat mendapatkan
riwayat pekerjaan dari penderita, ditemukan bahwa bekerja sebagai tukang
pasang alat di sebuah perusahaan perkapalan selama 15 tahun. Setiap hari, ia
menggunakan dalam jumlah banyak pelarut organis untuk membersihkan
mesin kapal. Pada beberapa bulan yang lalu, ia mengeluh pusing/mabuk
sesudah melakukan pekerjaan menghilangkan gemuk/lemak, dimana hal ini
menyebabkan ia tidak mau masuk bekerja.

II. KATA/KALIMAT SULIT


-

III. KATA / KALIMAT KUNCI


1. Pria 55 tahun
2. Mengeluh pusing/mabuk/gamang
3. Riwayat sehat sebelum bekerja,pusing,mabuk ketika ia mulai bekerja
4. Pemeriksaan fisik normal
5. Didiagnose sebagai ”berpura-pura sakit”
6. Bekerja 15 tahun sebagai tukang pasang alat disebuat perusahaan
perkapalan
7. Ia menggunakan dalam jumlah banyak pelarut organis untuk
membersihkan mesin kapal

IV. IDENTIFIKASI MASALAH


1. Landasan hukum pada penanganan PAK!
2. Apa saja factor-faktor yang menyebabkan keluhan pada scenario!
3. Bagaimana cara membedakan dan tentukan kasusnya termasuk kategori
PAK/PAHK!
4. Bagaimana hubungan keluhan pasien tersebut dengan pekerjaan!
5. Bagaimana cara pengendalian akibat kerja dengan surveilans medis dan
Health Risk Assesment!
6. Bagaimana cara penerapan konsep dasar pencegahan diagnosis dan
pengendalian!
7. Pemeriksaan penunjang apakah yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa
penyebab pusing!

V. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa diharapkan untuk mengetahui Landasan Hukum penanganan
PAK.
2. Mahasiswa diharapkan untuk mengetahui factor-faktor penyebab Early
Chronic Encephalopathy.
3. Mahasiswa diharapkan untuk mengetahui perbedaan dari PAK/PAHK.
4. Mahasiswa diharapkan untuk mengetahui hubungan keluhan pasien
dengan pekerjaannya.
5. Mahasiswa diharapkan untuk mengetahui cara pengendalian akibat kerja
dengan surveilans medis dan Health Risk Assesment.
6. Mahasiswa diharapkan untuk mengetahui penerapan konsep dasar
pencegahan diagnosis dan pengendalian.
7. Mahasiswa diharapkan untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan untuk mendiagnosa penyebab pusing.

VI. ANALISIS MASALAH

1. Landasan hukum pada penanganan PAK!


Peraturan pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 154, Tambahan lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 57 14);

MEMUTUSKAN:

MENETAPKAN: PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENYAKIT


AKIBAT KERJA.

Pasal 1

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:

1) Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan


dan/atau lingkungan kerja.
2) Jaminan Kecelakaan Kerja, yang selanjutnya disingkat JKK adalah manfaat
berupa uang tunai dan/atau pelayanan kesehatan yang diberikan
Pada saat peserta mengalami kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan
oleh lingkungan kerja.

Pasal 2
1) Pekerja yang didiagnosis menderita Penyakit Akibat Kerja berdasarkan surat
keterangan dokter berhak atas manfaat JKK meskipun hubungan kerja telah
berakhir.
2) Hak atas manfaat JKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan apabila
Penyakit Akibat Kerja timbul dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun
terhitung sejak hubungan kerja berakhir.
3) Penyakit Akibat Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi jenis
penyakit :
a. Yang disebabkan pajanan faktor yang timbul dari aktivitas pekerjaan;
b. Berdasarkan sistem target organ;
c. Kanker akibat kerja; dan
d. Spesifik lainnya.

Pasal 5

1) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
pemberi keda, fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayan
kesehatan Penyakit Akibat Kerja, instansi daerah yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan, dan instansi pusat dan
instansi daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.

2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan keluhan pada scenario !


Pelarut (solvent) adalah senyawa kelas luas yang umum memajan kita
ketika di stasiun pengisian bahan bakar,mengganti oli mobil,mengecat
rumah,merekat sesuatu menggunakan lem,meminum alcohol,atau
menggunakan anestesi saat dilakukan pembedahan. Produk rumahan yang
mungkin mengandung pelarut seperti cat,paint remover,pernis
(vamish),perekat,gemuk dan agen pembersih,pewarna,tinta spidol,tinta mesin
cetak,lantai dan pemoles sepatu,wax pestisida,obat-obatan,kosmetik dan
bahan bakar.
Pelarut organic (organic solvent) terdiri dari berbagai jenis zat organic
seperti hidrokarbon aromatic (misalnya benzene,toluene,xylene), hidrokarbon
alifatik,alcohol,atau glikol dan eternya. Zat-zat kimia ini digunakan secara
luas dalam cat,tinta,tiner,bahan perekat,farmasi,kosmetik dan lain-lain.
Pajanan berulang pada pelarut berkonsentrasi tinggi dapat berefek kerusakan
permanen pada system saraf. Perubahan ini biasa berbentuk gangguan belajar
dan ingatan (memori),menurunkan rentang perhatian,dan efek psikologis lain.
Ada pula data lain yang dipertimbangkan mengindikasi pajanan kronik
terhadap pelarut dengan tingkat rendah dapat mengakibatkan kumpulan gejala
yang disebut painter’s syndrome, organic solvent syndrome atau
encephalopathy akibat pelarut kronik. The painter’s syndrome pertama kali
ditemukan di Skandinavia di akhir 1970-an dan diketahui sebagai penyakit
akibat kerja (Occupational disease) di Negara tersebut. Kumpulan gejala
tersebut termasuk sakit kepala,fatigue,gangguan tidur,perubahan
kepribadian,dan ketidakstabilan emosional yang berkembang menjadi
gangguan fungsi intelektual dan berakhir dementia.
3. Bagaimana cara membedakan dan tentukan kasusnya termasuk kategori
PAK/PAHK!
a. Tabel Perbedaan PAK/PAHK/Penyakit Biasa

PAK PAHK Penyakit Biasa


Spesifik atau Faktror Tidak
asosiasi kuat pekerjaan dan berhubungan
dengan pekerjaan factor risiko lain dengan pekerjaan
Satu agen Beberapa agen Bisa satu atau
penyebab penyebab beberapa agen
penyebab
Diperberat oleh - -
pekerjaan

Penyakit pada scenario mengarah ke Penyaki Akibat Kerja (PAK)


karena sesuai dengan tabel di atas dan berdasarkan definisi dari International
Labor Organization (ILO) & World Health Organization (WHO) seta
American College of Occupational and Environtmental Medicine
(ACCOEM)bahwa Penyakit Akibat Kerja (Occupational Disease) adalah
penyakit yang mempunyai penyebab spesifik atau asosiasi kuat dengan
pekerjaan yang sebab utama terdiri dari satu agen penyebab yang sudah
diakui.

4. Bagaimana hubungan keluhan pasien tersebut dengan pekerjaan!


Pekerjaan pasien adalah tukang pasang di perusahaan perkapalan yang
dimana pasien setiap hari menggunakan peralut organic ( Xylene ) dalam
jumlah banyak untuk membersihkan mesin kapal selama 15 tahun, yang
dimana jika sering terpapar oleh peralut organic ( xylene ) akan membuat
pusing, mual/muntah. Pelarut organic ini bersifat karsinogenik yang dimana
jika melebihi ambang batas paparan dalam tubuh ( 0,2-2 ppm) akan
mengakibatkan pusing, mual/muntah, dan bahkan dapat menganggu system
saraf pusat.

5. Bagaimana cara pengendalian akibat kerja dengan surveilans medis dan


Health Risk Assesment!

A. Health Risk Assesment


 Identifikasi Bahaya
Langkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah
identifikasi atau pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan
identifikasi faktor risiko kesehatan yang dapat tergolong fisik, kimia,
biologi, ergonomik, dan psikologi yang terpajan pada pekerja. Diperlukan
pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan produksi, bahan baku
yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan termasuk hasil
samping proses produksi, Untuk dapat menemukan faktor risiko ini
diperlukan pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan produksi,
bahan baku yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan termasuk
hasil samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses
produksi. Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka diperlukan:
pemilikan material safety data sheets (MSDS) untuk setiap bahan
kimia yang digunakan, pengelompokan bahan kimia bahan menurut
jenis aktif yang terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang
digunakan, dan bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya.
Ketika ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat
mungkin berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga
menjadi kurang berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising
dan secara bersamaan terdapat pajanan toluen, maka ketulian akibat
bising akan lebih mudah terjadi.

 Penilaian Pajanan
Proses penilaian pajanan merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan
kuantitatif terhadap pola pajanan kelompok pekerja yang bekerja di
tempat dan pekerjaan tertentu dengan jenis pajanan risiko kesehatan yang
Kelompok itu dikenal juga dengan similar exposure group (kelompok
pekerja dengan pajanan yang sama). Penilaian pajanan harus memenuhi
tingkat akurasi yang adekuat dengan tidak hanya mengukur konsentrasi
atau intensitas pajanan, tetapi juga faktor lain. pemantauan konsentrasi
dan intensitas secara kuantitatif saja tidak cukup, karena pengaruhnya
terhadap kesehatan dipengaruhi oleh faktor lain itu. Faktor tersebut perlu
dipertimbangkan untuk menilai potensial faktor risiko (bahaya'hazards)
yang dapat menjadi nyata dalam situasi tertentu.3 Risiko adalah
probabilitas suatu bahaya menjadi nyata, yang ditentukan oleh frekuensi
dan durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang telah dilakukan
untuk pencegahan dan pengendalian tingkat pajanan. Temasuk yang perlu
diperhatikan juga adalah perilaku bekerja, hygiene perorangan, serta
kebiasaan selama bekerja yang dapat meningkatkan risiko gangguan
kesehatan.

 Karakterisasi Risiko
Karakterisasi adalah Tujuan mengevaluasi besaran (magnitude) risiko
kesehatan pada pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan keparahan
gangguan kesehatan yang mungkin timbul termasuk daya langkah
toksisitas bila ada efek toksik, dengan kemungkinan gangguan kesehatan
atau efek toksik dapat terjadi sebagai konsekuensi pajanan bahaya
potensial. Karakterisasi risiko dimulai dengan mengintegrasikan
informasi tentang bahaya yang teridentifikasi (efek gangguan'toksisitas
spesifik) dengan perkiraan atau pengukuran intensitas/konsentrasi pajanan
bahaya dan status kesehatan pekerja.

B. Surveillans Medis
 Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
1) menetapkan kemampuan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan
penempatan pekerja
2) mengidentifikasi kondisi kesehatan yang mungkin diperburuk
kerentananan calon pekerja terhadap bahaya kesehatan tertentu yang
memerlukan eksklusi pada individu dengan pajanan tertentu. Oleh
pajanan bahaya kesehatan,
3) menetapkan data dasar (baseline data) evaluasi sebelum pekerja
ditempatkan atau melaksanakan pekerjaannya. Data dasar ini berguna
sebagai pertimbangan kelak adanya gangguan kesehatan dan adanya
kaitan denganpajanan bahaya kesehatan di tempat kerja.

 Pemeriksaan Kesehatan Berkala


1) mendeteksi sedini mungkin setiap gangguan kesehatan yang mungkin
terjadi dan disebabkan oleh pajanan bahaya kesehatan di tempat kerja,
dan kondisi kerja.
2) mendeteksi perubahan status kesehatan (penyakit yang tidak
berhubungan dengan pekerjaan) yang bermakna dapat menyebabkan
gangguan kesehatan apabila melanjutkan pekerjaan, atau
menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap pajanan bahaya
kesehatan di tempat kerja atau kondisi kerja. Riwayat kesehatan dan
riwayat pekerjaan secara lengkap diperlukan untuk dapat dilakukan
pemeriksaan kesehatan yang sesuai terutama bila diketahui adanya
pajanan berbahaya.

6. Bagaimana cara penerapan konsep dasar pencegahan diagnosis dan


pengendalian!

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah kegiatan yang


menjamin terciptanya kondisi kerja yang aman, terhindar dari gangguan fisik
dan mental melalui pembinaan dan pelatihan, pengarahan, dan control
terhadap pelaksanaan tugas dari para karyawan dan pemberiaan bantuan
sesuai dengan aturan yang berlaku, baik dari lembaga pemerintah maupun
perusahaan dimana mereka bekerja 
Perhatian terhadap kesehatan pekerjaan pada mulanya lebih
menekankan pada masalah keselamatan kerja yaitu perlindungan pekerjaan
dari kerugian atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan berkaitan dengan
kerja. Kemudian seiring dengan perkembangan industri, perusahaan mulai
memperhatikan kesehatan pekerja dalam arti luas yaitu terbebasnya pekerjaan
dari kesakitan fisik maupun psikis. 
Dalam kesehatan dan keselamatan kerja, perilaku lebih difokuskan
pada perilaku tidak aman (unsafe act). Hal ini dikarenakan penyebab dasar
bagi terjadinya kecelakaan kerja adalah perilaku tidak aman yang berupa
kesalahan kesalahan yang dibuat oleh manusia. 
Perilaku keselamatan kerja merupakan hasil dari persepsi pekerja
terhadap K3. Perilaku yang tergolong baik tersebut dapat terlihat ketika
pekerja sedang bekerja, pekerja menggunakan alat pelindung diri sesuai
dengan ketentuan dan mengikuti prosedur kerja untuk pekerjaan yang
berbahaya misalnya ketika bekerja pada ketinggian. Persepsi yang baik
terhadap keselamatan kerja dapat dijadikan landasan untuk membentuk
perilaku keselamatan yang baik dengan didukung oleh komitmen manajemen
yang aktif. Dampak positif jika terbentuk perilaku keselamatan yang baik
yaitu dapat mengurangi terjadi kecelakaan kerja yang disebabkan oleh
tindakan tidak aman (unsafe action). 

Sebagai dokter di perusahaan tentunya harus mengetahui fungsi dan


tugas yang sesuai dengan permen No.03/MEN/1982: 

 Pemeriksaan kesehatan
 Pembinaan dan pengawasan, penyesuaian pekerja terhadap tenaga kerja
 Pembinaan dan pengawasan lingkungan kerja, sanitasi, perlengkapan
kesehatan tenaga kerja
 Pengobatan penyakit umum maupun PAK РЗК 
 Pendidikan kesehatan untuk tenaga kerja, promosi kesehatan
 Rehabilitasi kecelakaan kerja
 Pelaporan secara berkala 

A. Diagnosis 
Diagnosis Penyakit Akibat Kerja Untuk dapat mendiagnosis Penyakit
Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis
untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya
secara tepat.Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang
dapat digunakan sebagai pedoman: 
 Menentukan diagnosis klinis 

Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahuludengan


memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya
dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik
ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut
berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.

 Menentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja 

Selama ini Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh


seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan
suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan
anamnesis mengenairiwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti,
yang mencakup:
1) Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh
penderita secara kronologis
2) Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
3) Bahan yang diproduksi
4) Materi (bahan baku) yang digunakan
5) Jumlah pajanannya
6) Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
7) Pola waktu terjadinya gejala
8) Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang
mengalami gejala
serupa)
9) Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang
digunakan (MSDS, label, dan sebagainya) 

 Menentukan apakah pajananan memang dapat menyebabkan penyakit


tersebut 

Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang


mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan
penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan
adanyadasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak
dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam
kepustakaan ada yang mendukung, 

 Menentukanapakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk


dapat mengakibatkan penyakit tersebut. 
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan
pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja
menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya
dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis
penyakit akibat kerja. 
 Menentukanapakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat
mempengaruhi 

Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat


pekerjaanyang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya
penggunaan APD?
Riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya
meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat
keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif
terhadap pajanan yang dialami. 

Mencari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan


penyebab penyakit 

a. Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab


penyakit?
b. Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui
dapat merupakan penyebab penyakit?

Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat


digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.

 Membuat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh


pekerjaannya 

Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat


suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang
memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak
selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit,
kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang
telah ada sebelumnya. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai
penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau
tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit
tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat
suatu keadaan apabila penyakit telah ada pada waktu yang sama
tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya
memperberat/mempercepat timbulnya penyakit. Dari uraian di atas
dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit
Akibat Kerja diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya
berbagai informasi yang didapatbaik dari pemeriksaan klinis pasien,
pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan), dan
data epidemiologis. 

B. Pencegahan 
 Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

Berikut ini beberapa tips dalam mencegah penyakit kerja, diantaranya:

a. Memakai alat pelindung diri secara benar dan teratur


b. Mengenali resiko pekerjaan dan cegah supaya tidak terjadi lebih
lanjut
c. Segara akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang
berkelanjutanSelain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang
dapat ditempuh seperti berikut ini:
 Pencegahan Pimer -Healt Promotio 
• Perilaku kesehatan 
• Faktor bahaya di tempat kerja 
• Perilaku kerja yang baik 
• Olahraga 
• Gizi
 Pencegahan Sekunder-Specifict Protectio 
• Pengendalian melalui perundang-undangan 
• Pengendalian administratif/ organisasi: rotasi/
pembatasjam kerja 
• Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, alat pelindung
diri (APD) 
• Pengendalian jalur kesehatan imunisasi 
 Pencegahan Tersier 
• Pemeriksaan kesehatan pra-kerja 
• Pemeriksaan kesehatan berkala 
• Pemeriksaan lingkungan secara berkala 
• Surveilans 
• Pengobatan segera bila ditemukan gangguan 
pada pekerja 
• Pengendalian segera ditempat kerja 

Dalam pengendalian penyakit akibat kerja, salah satu


upaya yang wajib dilakukan adalah deteksi dini, sehingga
pengobatan bisa dilakukan secepat mungkin. 

Dengan demikian, penyakit bisa pulih tanpa menimbulkan


kecacatan. Sekurang-kurangnya, tidak menimbulkan kecacatan
lebih lanjut.Pada banyak kasus, penyakit akibat kerja bersifat
berat dan mengakibatkan cacat.

 Ada dua faktor yang membuat penyakit mudah dicegah. 


a. Bahan penyebab penyakit mudah diidentifikasi, di ukur dan
dikontrol.
b. Populasi yang berisiko biasanya mudah didatangi dan dapat
diawasi secara teratur serta dilakukan pengobatan. 

Disamping itu perubahan awal seringkali bisa pulih dengan


penanganan yang tepat. Karena itulah deteksi dini penyakit akibat
kerja sangat penting. 

Sekurang-kurangnya ada tiga hal menurut WHO yang dapat


dijadikan sebagai pedoman dalam deteksi dini yaitu:

a. Perubahan biokimiawi dan morfologis yang dapat di ukur melalui


analisis laboraturium. Misalnya hambatan aktifitas kolinesterase
pada paparan terhadap pestisida organofosfat, penurunan
kadarhemoglobin (HB), sitologi sputum yang abnormal,dan
sebagainya.

b. Perubahan kondisi fisik dan sistem tubuh yang dapat dinilai


melalui pemeriksaan fisik laboraturium. Misalnya
elektrokardiogram, uji kapasitas kerja fisik, uji saraf,dan
sebagainya.

c. Perubahan kesehatan umum yang dapat dinilai dari riwayat medis.


Misalnyarasa kantuk dan iritasi mukosa setelah paparan terhadap
pelarut-pelarut organik. 

Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat


ditempuh yaitu pemeriksaan kesehatan.Pemeriksaan kesehatan ini
meliputi: 

a. Pemeriksaan sebelum penempatan. Pemeriksaan ini dilakukan


sebelum seorang dipekerjakan atau ditempatkan pada pos
pekerjaan tertentu dengan ancaman terhadap kesehatan yang
mungkin terjadi. Pemeriksaan fisik yang ditunjang dengan
pemeriksaan lain seperti darah, urine, radiologis, serta organ
tertentu, seperti mata dan telinga, merupakan data dasar yang
sangat berguna apabila terjadi gangguan kesehatan tenaga kerja
setelah sekian lama bekerja.
b. Pemeriksaan kesehatan berkala. Pemeriksaan kesehatan berkala
sebenarnya dilaksanakan dengan selang waktu teratur setelah
pemeriksaan awal sebelum penempatan. Pada medical check-
uprutin tidak selalu diperlukan pemeriksaan medis lengkap,
terutama bila tidak ada indikasi yang jelas. Pemeriksaan ini juga
harus difokuskan pada organ dan sistem tubuh yang r
memungkinkan terpengaruh bahan-bahan berbahaya di tempat
kerja, sebagai contoh,audiometriadalah uji yang sangat penting
bagi tenaga kerja yang bekerja pada lingkungan kerja yang bising.
Sedang pemerikaanradiologis dada (foto thorax) penting
untukmendeteksi tenaga kerja yang berisiko menderita
pneumokonosis, karena lingkungan kerja tercemar debu. 

7. Pemeriksaan penunjang apa yang bisa dilakukan untuk mendiagnosa


penyebab pusing?
Pada skenario yang diberikan pasien mengalami gejala pusing/ mabuk/
gamang pada saat ia melakukan pekerjaannya sebagai seorang tukang pasang
alat si sebuah perusahaan kapal selama lima belas tahun dan setiap hari ia
menggunakan pelarut organik dalam jumlah yang banyak untuk
membersihkan gemuk/lemak sisa-sisa pelumas di dalam mesin kapal. Uap
yang bersumber dari pelarut organik yang bersifat toksik dan memiliki efek
berbahaya bagi tubuh seperti depresi pada system saraf pusat dengan gejala
seperti sakit kepala, pusing, mual dan munta terhirup oleh pasien sehingga
pasienterkena Early chronic encelophaty.
Early chronic encelophaty adalah penyakit dimana terjadi depresi pada
sistem syaraf pusat yang diakibatkan oleh uap gas dari senyawa atau partikel
yang mengandung toksik denga manifestasi klinis pusing, mual bahkan
sampai muntah terlebih saat menghirup sesuatu yang merupakan pemicu dari
terjadinya penyait tersebut. Untuk memastikan bahwa pasien betul-betul
terkena early chronic encelophaty tidak cukup dengan anamnesis pemeriksan
penunjang yang mampu membantu untuk mengagkan diagnoisnya yaitu CT
Scar atau MRI sehingga kita bias langsung melihat sejauh mana tingkat
keparahan dari penyakit tersebut. Berikut adalah gambar CT Scan dari Early
chronic enchepalophaty. 
DAFTAR PUSTAKA

Handoyo,E. & Wispriyobo, B. (2016). Risiko Kesehatan Pajanan Benzena,Toluena


dan Xylena petugas pintu tol.Jurnal Kesehatan Masyarakat, 1858-1996.

Kandyala, R., Raghavendra, Sumanth P. C., Rajasekharan, Saraswathi T. 2010.


"Xylene: An overview of its health hazards and preventive measures". Journal of Oral
and Maxillofacial Pathology (dalam bahasa Inggris). 14 (1): 1–5
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 18 

Muchtaruddin M. 2007. "Manajemen Risiko Kesehatan di Tempat Kerja".Majalah


Kedokteran Indonesia. 57 (9): 285

Soemarko, Dewi Sumaryani. 2012. Penyakit Akibat Kerja "Identifikasi dan


Rehabilitasi Kerja". Universitas Indonesia

LAMPIRAN SUMBER

Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5

Anda mungkin juga menyukai