Anda di halaman 1dari 19

PENYAKIT AKIBAT KERJA

Penyakit Akibat kerja (PAK) menurut adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan atau
lingkungan kerja (Kepres RI No. 22 tahun 1993 dan Perpres No. 7 tahun 2019)

Konsep Dasar

Terdapat tiga istilah yang digunakan untuk mendefinisikan penyakit akibat kerja, yakni :

1. Penyakit yang timbul karena hubungan kerja,

2. Penyakit yang disebabkan karena pekerjaan atau lingkungan kerja, dan

3. Penyakit akibat kerja.

Ketiga istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama dan masing-masing memiliki dasar
hukum dan perundang-undangan yang menjadi landasannya.

Hasil laporan pelaksanaan kesehatan kerja 26 Provinsi di Indonesia (Kemenkes, 2013) :

• Penyakit umum pada pekerja 2.998.766 kasus

• Penyakit berkaitan pekerjaan 428.844 kasus

Penegakan diagnosis PAK di Indonesia masih sangat jarang. Adapun kemungkinannya


dikarenakan :

 Kurangnya pengetahuan para dokter yang berada di lini depan untuk mendiagnosis PAK

 Stereotype buruk untuk perusahaan

Padahal melaporkan PAK merupakan suatu kewajiban (Permenaker No.01/MEN/1981).

Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan yang


diselenggarakan oleh ILO (International Labour Organization) di Linz, Austria, October
1992 dihasilkan definisi menyangkut PAK, sebagai berikut:

a. Penyakit Akibat Kerja – Occupational Disease adalah penyakit yang mempunyai


penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya
terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.

b. Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan – Work Related


Disease adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor
pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam
berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi kompleks.

c. Penyakit yang Mengenai Populasi Kerja – Disease of Affecting Working


Populations adalah penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen
penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk
bagi kesehatan
Faktor-faktor yang menjadi penyebab penyakit akibat kerja (dapat bekerja sendiri maupun
secara sinergistis), dibagi dalam 5 golongan (Suma’mur, 1985), yakni :

a. Golongan fisik

 Suara yang biasanya menyebabkan pekak atau tuli.

 Radiasi sinar-sinar radiologi atau radioaktif yang menyebabkan antara lain penyakit
susunan darah dan kelainan-kelainan kulit. Radiasi sinar inframerah bisa mengakibatkan
kekeruhn lensa mata, sedangkan sinar ultraviolet menjadi sebab conjungtivitis photo-
electrica.

 Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke, heat cramps atau hyperpyrexia,
sedangkan suhu yang rendah antara lain menimbulkan frostbite.

 Tekanan yang tinggi menyebabkan caisson disease.

 Penerangan lampu yang kurang baik dapat menyebabkan kelainan indera penglihatan,
sedangkan kesilauan memudahkan terjadinya kecelakaan.

b. Golongan kimiawi :

 Debu, dapat menyebabkan pnemokoniosis, misalkan : silikosis, asbestosis.

 Uap yang di antaranya menyebabkan mental fume fever, dermatitis, ataupun


keracunan.

 Gas, misalnya keracunan CO, H2S, dan lain-lain.

 Larutan yang menyebabkan dermatitis.

 Awan atau kabut, misalnya racun serangga (insektisida), racun jamur, dapat
menimbulkan keracunan.

c. Golongan Infeksi, misalnya oleh bibit penyakit anthrax atau brucella pada pekerja-pekerja
penyamak kulit.

d. Golongan fisiologis, yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan konstruksi mesin, sikap


badan kurang baik, salah cara melakukan pekerjaan dan lain-lain, yang semuanya
menimbulkan kelelahan fisik, bahkan lambat laun perubahan fisik tubuh pekerja.

e. Golongan mental psikologis, hal ini terlihat semisal pada hubungan kerja yang tidak baik,
atau misalnya keadaan membosankan (monoton).

https://www.safetysign.co.id/news/417/5-Hal-Penting-Tentang-Penyakit-Akibat-Kerja-yang-
Wajib-Pekerja-Ketahui
Langkah Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
 
Proses terjadinya PAK berjalan secara perlahan dan jangka panjang (kronis) seiring dengan
pajanan (exposure) di antara faktor bahaya sebagaimana tersebut di atas (yang masuk ke
dalam tubuh sedikit demi sedikit). Dalam jangka panjang bahan pajanan terakumulasi dan
merusak organ atau jaringan tubuh, serta menimbulkan kerusakan/gangguan pada target organ
yang berbeda-beda, tergantung jenis faktor bahaya yang masuk ke dalam tubuh.
 
Karena kasus PAK terjadi secara bertahap dan bersifat jangka panjang (kronis), maka
dampaknya sering tidak disadari dan tidak langsung terlihat, seperti halnya kasus Kecelakaan
Kerja, walaupun dampak kerugian akibat PAK juga cukup besar. Kondisi ini menjadi salah satu
penyebab perlindungan PAK sering kurang mendapat perhatian dibanding dengan perlindungan
dari kecelakaan kerja (KK).
 
Untuk menetapkan Diagnosis PAK terdapat tatacara khusus dan tidak mudah untuk ditetapkan.
Sebagai gambaran pola berpikir dokter untuk menentukan PAK dirangkum dalam 7 langkah
konsensus sebagai berikut :
 
1. Penentuan diagnosis klinis
Langkah ini dilakukan oleh dokter dan/atau dokter spesialis klinis terkait penyakitnya terlebih
dahulu dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan bila diperlukan dilakukan
pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan khusus. Setelah diagnosis klinis tegak kemudian
dilakukan langkah selanjutnya (ke-2).
2. Penentuan pajanan yang dialami pekerja di tempat kerja
Diagnosis klinis dapat diakibatkan oleh satu atau beberapa pajanan yang dialami oleh
seorang pekerja, sehingga perlu dicari semua pajanannya. Penentuan pajanan yang dialami
pekerja di tempat kerja dilakukan dengan anamnesis yang lengkap mengenai pekerjaan
pasien, mencakup:
 Deskripsi semua pekerjaan secara kronologis dan pajanan yang dialami (pekerjaan
terdahulu sampai saat ini).
 Periode waktu melakukan masing-masing pekerjaan.
 Produk yang dihasilkan.
 Bahan yang digunakan.
 Cara bekerja.
 Proses kerja.
 Riwayat kecelakaan kerja.
 Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan atau upaya perlindungan lain yang telah
dilakukan.

Anamnesis tersebut dapat ditunjang dengan data yang objektif seperti informasi bahan dan
alat yang digunakan saat bekerja, catatan perusahaan mengenai informasi pajanan, atau
kunjungan ke tempat kerja.
3. Penentuan apakah ada hubungan antara pajanan yang dialami dengan diagnosis klinis.
Identifikasi hubungan penyakit yang dialami (diagnosis klinis) dengan pajanan yang ada
didasarkan pada evidence based, yang mana dapat mengacu pada List ILO Occupational
Diseases dan ICD Occupational Health (OH) atau data evidence based lainnya. Hubungan
pajanan dengan diagnosis klinis dipengaruhi oleh waktu timbulnya gejala setelah terpajan
oleh bahan tertentu. Umumnya penyakit lebih sering timbul apabila berada di tempat kerja
dan berkurang saat libur atau cuti. Biasanya terdapat pekerja dengan pajanan yang sama
menderita penyakit yang serupa. Hasil pemeriksaan kesehatan pra-kerja, berkala, dan purna
kerja dapat digunakan sebagai salah satu data untuk menentukan penyakit berhubungan
dengan pekerjaannya.
4. Penentuan besarnya pajanan, apakah cukup untuk menimbulkan penyakit tersebut.
Penentuan besarnya pajanan dilakukan melalui anamnesis tentang pekerjaan yang lengkap,
mencakup:
 Jumlah jam terpajan per hari.
 Masa kerja.
 Pemakaian APD.
 Besarnya pajanan secara kualitatif dan/atau kuantitatif.
 Ada kecukupan besar pajanan yang menyebabkan adanya diagnosa klinis (kecukupan
dosis).
Anamnesis tersebut dapat ditunjang dengan data yang objektif,seperti catatan perusahaan
mengenai informasi tersebut di atas dan hasil biomonitoring. Penentuan besarnya pajanan
juga dapat dilakukan dengan melihat referensi karakteristik besar pajanan pada industri
atau pekerjaan tertentu, dosis minimal dan masa kerja minimal. Apabila penyakit yang
dialami pekerja disebabkan oleh beberapa pajanansekaligus, maka besarnya pajanan tidak
bisa dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas (NAB) saja, tetapi perlu juga melihat efek
saling menguatkan beberapa pajanan dalam menimbulkan penyakit.

5. Penentuan Faktor Individu yang berperan atau yang dapat menjadi perancu.
Faktor individu yang berperan terhadap timbulnya penyakit antara lain: jenis kelamin, usia,
kebiasaan, riwayat penyakit keluarga (genetik), riwayat atopi, penyakit penyerta. Adanya
faktor individu dapat menjadi perancu diagnosis Penyakit Akibat Kerja, namun belum tentu
meniadakan adanya Penyakit Akibat Kerja, sehingga interpretasi langkah ini harus
dilakukan secara hati-hati oleh dokter yang memiliki kompetensi dalam diagnosis Penyakit
Akibat Kerja.

6. Penentuan Faktor Lain di Luar Tempat Kerja.


Faktor lain di luar tempat kerja yang dapat menjadi perancu, diantaranya seperti hobi dan
kegiatan lain yang dilakukan di luar pekerjaan. Adanya faktor lain di luar tempat kerja dapat
menjadi perancu diagnosis Penyakit Akibat Kerja, namun belum tentu meniadakan adanya
Penyakit Akibat Kerja, sehingga interpretasi langkah ini harus dilakukan secara hati-hati oleh
dokter yang memiliki kompetensi dalam diagnosis Penyakit Akibat Kerja.
 
7. Penentuan Diagnosis Okupasi/Penyakit Akibat Kerja
Setelah melakukan analisis 6 langkah di atas, maka dapat disimpulkan penyakit yang
diderita oleh pekerja adalah Penyakit Akibat Kerja atau bukan Penyakit Akibat Kerja.
 
Kategori Penetapan Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Berdasarkan jenis pekerjaan dan tingkat kesulitan dalam mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja
serta ketersediaan fasilitas dan sumber daya di layanan kesehatan, maka proses diagnosis
Penyakit Akibat Kerja dibagi menjadi 3 (tiga) kategori :
1. Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan Tertentu
2. Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan Tertentu yang dapat ditegakkan
pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti Klinik perusahaan, Puskesmas dan
layanan primer lainnya dengan kriteria:
 Diagnosis klinis dapat ditegakkan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
 Penyakit yang memiliki penyebab yang jelas dan spesifik.
 Memiliki hubungan waktu antara pajanan dan timbulnya penyakit yang jelas.
 Besar pajanan dapat diakui/diterima secara umum.
 Pengaruh faktor individu dan faktor lain di luar tempat kerja dapat disingkirkan dengan
sederhana.
 Untuk penentuan diagnosa Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan
Tertentu yang dapat ditegakkan di FKTP dilakukan oleh dokter yang memiliki kompetensi
diagnosis Penyakit Akibat Kerja di FKTP.
 Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan tertentu yang dapat ditegakkan di
FKTP dan kriterianya tercantum daftar Penyakit Akibat Kerja.
 Penyakit Akibat Kerja di luar yang tercantum dalam Daftar Penyakit Akibat Kerja yang
Spesifik pada Jenis Pekerjaan tertentu masuk dalam kategori Dugaan Penyakit Akibat Kerja.
 Dalam hal dokter yang memiliki kompetensi dalam diagnosis Penyakit Akibat Kerja atas dasar
pertimbangan medis yang kuat berdasarkan pendekatan 7 (tujuh) langkah diagnosis dan
disertai data dukung yang lengkap, seperti hasil pemeriksaan kesehatan pra kerja, data
lingkungan kerja, data riwayat penyakit, dan lain-lain, maka dokter tersebut dapat
menetapkan Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan Tertentu yang dapat
ditegakkan di FKTP.
3. Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan tertentu yang dapat ditegakkan di
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL), kriteria :
 Diagnosis klinis membutuhkan fasilitas pemeriksaan penunjang atau dokter spesialis terkait
di FKRTL.
 Penyakit yang memiliki penyebab yang jelas dan spesifik.
 Memiliki hubungan waktu antara pajanan dan timbulnyapenyakit yang jelas.
 Besaran pajanan dapat diakui/diterima secara umum.
 Pengaruh faktor individu dan faktor lain di luar tempat kerjadapat disingkirkan dengan
sederhana.
 Untuk penentuan diagnosis Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan
Tertentu yang dapat ditegakkan di FKRTL dilakukan oleh dokter spesialis yang memiliki
kompetensi diagnosis Penyakit Akibat Kerja di FKRTL.
 Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan tertentu yang dapat ditegakkan di
FKRTL (A2) dan kriterianya, tercantum dalam Daftar Penyakit Akibat Kerja.
 Penyakit Akibat Kerja di luar yang tercantum dalam lampiran Penyakit Akibat Kerja yang
Spesifik pada Jenis Pekerjaan Tertentu yang dapat ditegakkan di FKRTL dan kriterianya,
masuk dalam kategori Dugaan Penyakit Akibat Kerja.
 
Dugaan Penyakit Akibat Kerja
Semua penyakit di luar kriteria A1 dan A2, masuk dalam Dugaan Penyakit Akibat Kerja, dimana
memiliki kriteria sebagai berikut :
 Diagnosis klinis membutuhkan pemeriksaan spesialistik di FKRTL atau bekerjasama antar
dokter spesialis.
 Penyakit memiliki satu atau lebih agen penyebab.
 Membutuhkan keahlian khusus untuk menginterpretasikan hubungan waktu dan besarnya
pajanan yang dapat menimbulkan Penyakit Akibat Kerja.
 Membutuhkan keahlian khusus untuk menginterpretasikan pengaruh faktor individu dan
faktor lain di luar tempat kerja yang dapat menjadi perancu.
 Penentuan diagnosis Penyakit Akibat Kerja dilakukan oleh Dokter Spesialis Kedokteran
Okupasi, dan dapat oleh Dokter Spesialis Kedokteran Kelautan, Dokter Spesialis Kedokteran
Penerbangan sesuai dengan kompetensi masing-masing.
 
Penyakit Akibat Kerja yang Kompleks
Kriteria:
 Memiliki beberapa kemungkinan pajanan yang kompleks sebagai penyebab penyakit.
 Penyakit baru yang diduga Penyakit Akibat Kerja (penyakit baru dan/atau disebabkan pajanan
baru).
 Membutuhkan peran lintas profesi dalam menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja.
 Adanya keraguan dan atau ketidakpuasan pihak tertentu tentang diagnosis Penyakit Akibat
Kerja.
 Penentuan akhir diagnosa Penyakit Akibat Kerja ditetapkan oleh Dokter Spesialis Kedokteran
Okupasi, dan dapat oleh Dokter Spesialis Kedokteran Kelautan, Dokter Spesialis Kedokteran
Penerbangan sesuai dengan kompetensi masing-masing.
JENIS PENYAKIT AKIBAT KERJA

I. Penyakit Yang Disebabkan Pajanan Faktor Yang Timbul Dari Aktivitas Pekerjaan

a. Penyakit yang disebabkan oleh faktor kimia, meliputi:


1. penyakit yang disebabkan oleh berillium dan persenyawaannya;
2. penyakit yang disebabkan oleh cadmium atau persenyawaannya;
3. penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya;
4. penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya;
5. penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya;
6. penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya;
7. penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaannya;
8. penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya;
9. penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya;
10. penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida;
11. penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon
alifatik atau aromatic;
12. penyakit yang disebabkan oleh benzene atau homolognya;
13. penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzene atau
homolognya;
14. penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya;
15. penyakit yang disebabkan oleh alcohol, glikol, atau keton;
16. penyakit yang disebabkan oleh gas penyebab asfiksia seperti karbon monoksida,
hydrogen sulfida, hidrogen sianida atau derivatnya;
17. penyakit yang disebabkan oleh acrylonitrile;
18. penyakit yang disebabkan oleh nitrogen oksida;
19. penyakit yang disebabkan oleh vanadium atau persenyawaannya;
20. penyakit yang disebabkan oleh antimon atau persenyawaannya;
21. penyakit yang disebabkan oleh hexane;
22. penyakit yang disebabkan oleh asam mineral;
23. penyakit yang disebabkan oleh bahan obat;
24. penyakit yang disebabkan oleh nikel atau persenyawaannya;
25. penyakit yang disebabkan oleh thalium atau persenyawaannya;
26. penyakit yang disebabkan oleh osmium atau persenyawaannya;
27. penyakit yang disebabkan oleh selenium atau persenyawaannya;
28. penyakit yang disebabkan oleh tembaga atau persenyawaannya;
29. penyakit yang disebabkan oleh platinum atau persenyawaannya;
30. penyakit yang disebabkan oleh timah atau persenyawaannya;
31. penyakit yang disebabkan oleh zinc atau persenyawaannya;
32. penyakit yang disebabkan oleh phosgene;
33. penyakit yang disebabkan oleh zat iritan kornea seperti benzoquinone;
34. penyakit yang disebabkan oleh isosianat;
35. penyakit yang disebabkan oleh pestisida;
36. penyakit yang disebabkan oleh sulfur oksida;
37. penyakit yang disebabkan oleh pelarut organik;
38. penyakit yang disebabkan oleh lateks atau produk yang mengandung lateks; dan
39. penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lain di tempat kerja yang tidak
disebutkan di atas, di mana ada hubungan langsung antara paparan bahan kimia
dan penyakit yang dialami oleh pekerja yang dibuktikan secara ilmiah dengan
menggunakan metode yang tepat;
b. Penyakit yang disebabkan oleh faktor fisika, meliputi:

1. Kerusakan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan;

2. Penyakit yang disebabkan oleh getaran atau kelainan pada otot, tendon, tulang,
sendi, pembuluh darah tepi atau saraf tepi;

3. Penyakit yang disebabkan oleh udara bertekanan atau udara yang didekompresi;

4. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi ion;

5. Penyakit yang disebabkan oleh radiasioptik, meliputi : ultraviolet, radiasi


elektromagnetik (uisible lightl, infra merah, termasuk laser;

6. Penyakit yang disebabkan oleh pajanan temperatur ekstrim; dan

7. Penyakit yang disebabkan oleh faktor fisika lain yang tidak disebutkan di atas, di
mana ada hubungan langsung antara paparan faktor fisika yang muncul akibat aktivitas
pekerjaan dengan penyakit yang dialami oleh pekerja yang dibuktikan secara ilmiah
dengan menggunakan metode yang tepat;

c. Penyakit yang disebabkan oleh faktor biologi dan penyakit infeksi atau parasit, meliputi:
1. Brucellosis;

2. Virus hepatitis;
3. Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia (human immunodeficienci virus ;
4. Tetanus;

5. Tuberkulosis;

6. Sindrom toksik atau inflamasi yang berkaitan dengan kontaminasi bakteri atau jamur;

7. Anthrax;

8. Leptospira; dan

9. Penyakit yang disebabkan oleh faktor biologi lain di tempat kerja yang tidak disebutkan di
atas, di mana ada hubungan langsung antara paparan faktor biologi yang muncul akibat
aktivitas pekerjaan dengan penyakit yang dialami oleh pekerja yang dibuktikan secara
ilmiah dengan menggunakan metode yang tepat.

II. Penyakit Berdasarkan Sistem Target Organ Penyakit Akibat Kerja

a. Penyakit saluran pernafasan, meliputi:

1. Pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentuk jaringan parut, meliputi
silikosis, antrakosilikosis, dan asbestos;

2. Siliko tuberkulosis;

3. Pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu mineral nonfibrogenic;

4. Sclerosis;

5. Penyakit bronkhopulmoner yang disebabkan oleh debu logam keras;

6. Penyakit bronkhopulmoner yang disebabkan oleh debu kapas, meliputi bissinosis, vlas,
henep, sisal, dan ampas tebu atau bagassosis;

7. Asma yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi atau zat iritan yang dikenal yang ada
dalam proses pekerjaan;

8. Alveolitis alergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu
organik atau aerosol yang terkontaminasi dengan mikroba, yang timbul dari aktivitas
pekerjaan;

9. Penyakit paru obstruktif kronik yang disebabkan akibat menghirup debu batu bara, debu
dari tambang batu, debu ka5ru, debu dari gandum dan pekerjaan perkebunan, debu dari
kandang hewan, debu tekstil, dan debu kertas yang muncul akibat aktivitas pekerjaan;

10. Penyakit paru yang disebabkan oleh aluminium;

11. Kelainan saluran pernafasan atas yang disebabkan oleh sensitisasi atau iritasi zat yang
ada dalam proses pekerjaan; dan

12. Penyakit saluran pernafasan lain yang tidak disebutkan di atas, di mana ada hubungan
langsung antara paparan faktor risiko yang muncul akibat aktivitas pekerjaan dengan
penyakit yang dialami oleh pekerja yang dibuktikan secara ilmiah dengan menggunakan
metode yang tepat;

b. Penyakit kulit, meliputi:

1. Dermatosis kontak alergika dan urtikaria yang disebabkan oleh faktor penyebab alergi
lain yang timbul dari aktivitas pekerjaan yang tidak termasuk dalam penyebab lain;

2. Dermatosis kontak iritan yang disebabkan oleh zat iritan yang timbul dari aktivitas
pekerjaan, tidak termasuk dalam penyebab lain; dan

3. Vitiligo yang disebabkan oleh zat penyebab yang diketahui timbul dari aktivitas
pekerjaan, tidak temasuk dalam penyebab lain;

c. Gangguan otot dan kerangka, meliputi:

1. Radial styloid tenosynovitis karena gerak repetitif, penggunaan tenaga yang kuat dan
posisi ekstrim pada pergelangan tangan;

2. Tenosynovitis kronis pada tangan dan pergelangan tangan karena gerak repetitif,
penggunaan tenaga yang kuat dan posisi ekstrim pada pergelangan tangan;

3. Olecranon bursitis karena tekanan yang berkepanjangan pada daerah siku;

4. Prepatellar bursitis karena posisi berlutut yang berkepanjangan;

5. Epicondilitis karena pekerjaan repetitif yang mengerahkan tenaga;

6. Meniscus lesions karena periode kerja yang panjang dalam posisi berlutut atau jongkok;
7. Carpal tunnel syndrome karena periode berkepanjangan dengan gerak repetitif yang
mengerahkan tenaga, pekerjaan yang melibatkan getaran, posisi ekstrim pada pergelangan
tangan, atau 3 (tiga) kombinasi diatas; dan

8. Penyakit otot dan kerangka lain yang tidak disebutkan di atas, dimana ada hubungan
langsung antara paparan faktor yang muncul akibat aktivitas pekerjaan dan penyakit otot
dan kerangka yang dialami oleh pekerja yang dibuktikan secara ilmiah dengan
menggunakan metode yang tepat;

d. Gangguan mental dan perilaku, meliputi:

1. Gangguan stres pasca trauma; dan

2. Gangguan mental dan perilaku lain yang tidak disebutkan di atas, dimana ada hubungan
langsung antara paparan terhadap faktor risiko yang muncul akibat aktivitas pekerjaan
dengan gangguan mental dan perilaku yang dialami oleh pekerja yang dibuktikan secara
ilmiah dengan menggunakan metode yang tepat.

III. Penyakit Kanker Akibat Kerja Penyakit Akibat Kerja

Pada klasifikasi jenis III ini, yaitu kanker yang disebabkan oleh zat berikut:

1. Asbestos;
2. Beruidine dan garamnya;

3. Bis-chloromethyletlrcn;

4. Persenyawaan chromium VI;

5. Coal tars, coal tar pitches or soots;

6. Beta-naphthylamine;

7. Uingl chloride; 8. Benzene

IV. Penyakit Spesifik Lainnya Penyakit spesifik lainnya

Merupakan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau proses kerja, dimana penyakit
tersebut ada hubungan langsung antara paparan dengan penyakit yang dialami oleh pekerja
yang dibuktikan secara ilmiah dengan menggunakan metode yang tepat, missalnya :
nystagmus pada penambang.

Penyakit Hubungan Kerja menurut Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993


menyebutkan 31 jenis penyakit akibat hubungan kerja, sebagai berikut :

1. Pneumokoniosis yang disebabkan debu mineral pembentuk jaringan parut (silicosis,


antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkolosis yang silikosisnya merupakan faktor utama
penyebab cacat atau kematian.

2. Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu
logam keras.

3. Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu
kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis).

4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang yang
dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.

5. Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu
organik.

6. Penyakit yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaannya yang beracun.

7. Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang beracun.

8. Penyakit yang disebabkan fosfor atau persenyawaannya yang beracun.

9. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun.

10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaan-nya yang beracun.

11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaan-nya yang beracun.

12. Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaan-nya yang beracun.

13. Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaan-nya yang beracun.
14. Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaan-nya yang beracun.

15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida. beracun.

16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon alifatik atau
aromatik yang beracun.

17. Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun.

18. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau homolognya yang
beracun.

19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.

20. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton.

21. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan seperti
karbon monoksida, hidrogensianida, hidrogen sulfida, atau derivatnya yang beracun, amoniak
seng, braso dan nikel.

22. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.

23. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, urat, tulang
persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi.

24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang berkenaan lebih.

25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektro magnetik dan radiasi yang mengion.

26. Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi atau biologik.

27. Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak mineral,
antrasena atau persenyawaan, produk atau residu dari zat tersebut.

28. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.

29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat dalam suatu
pekerjaan yang memiliki risiko kontaminasi khusus.

30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau radiasi atau kelembaban udara
tinggi.

31. Penyakit yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.

Contoh Kasus :

Kasus 1 Asma

Perempuan usia 39 tahun masuk rumah sakit dengan serangan asma akut. Ini adalah masuk
rumah sakit pertama dengan asma. Dia mulai mengalami gejala batuk, sesak napas dan
wheezing kira-kira 6 bulan lalu. Dia mempunyai riwayat penyakit rinitis allergi selama beberapa
tahun tetapi tanpa asma. Dia mendapat serangan pada malam hari. Dia merasa ada perbaiakan
pada hari-hari ia tidak masuk bekerja. Ketika dia dalam keadaan cuti melahirkan selama 2
bulan, dia tidak pernah mengalami serangan asma. Satu minggu setelah kembali bekerja,
penyakit asmanya kambuh. Pada saat diperiksa di klinik rawat jalan, dengan auskultasi tidak
ditemukan kelainan paru-paru. Pekerjaannya adalah mengawasi proses finishing pada pabrik
pintu yang terbuat dari kayu. Ia sendiri sering mengisi retak / celah pada pintu dengan bahan
yang mengandung cyanoacrylate. Setelah itu dia menghaluskan permukaan pintu dengan
portable sanding machine.

Kasus 2. Noise Induced hearing loss

Seorang laki-laki usia 45 tahun telah bekerja sebagai operator shovel pada pertambangan
granite selama paling kurang 19 tahun. Ia bekerja 6 hari seminggu selama 8 sampai 10 jam
sehari. Ia diperiksa sehubungan dengan program testing audiometry ditempat kerja baru-baru
ini. Ia tidak mempunyai riwayat keluarnya cairan dari telinga, cedera kepala, dan ia pernah
bekerja dengan menggunakan senjata api. Pada pemeriksaan telinga, tidak terdapat serumen,
otitis eksterna didapatkan membrana timpani yang masih utuh. Rinne test positif dan tidak ada
lateralisasi pada Weber test. Pada pemeriksaan pure tone audiometry ditemukan adanya
penurunan (menukik) pada frekuensi 4 kHz tanpa adanya kelainan penghataran udara tulang
pada kedua telinga.

Kasus dari dr. Vero :

Langkah 1 : menegakkan diagnosis klinis

S: PASIEN DTANG DENGAN KELUHAN GATAL DI TANGAN KANAN DAN KIRI


SEJAK 6 BULAN YANG LALU MEMBERAT JIKA MENGGUNAKAN TERUTAMA
HAND RUB YANG PINK ( DARI RS ) JUGA MEBERAT DENGAN SABUN DAN GLOVES
SUDAH BEROBAT SENDIRI MENGGUNAKAN CETIRIZINE DAN MEDIXON OBAT
OLES ELOC DAN GENTAMICIN KONSUL SP DV O: GCS 14 KESADARAN
Composmentis GCS-E 3 - Membuka mata dengan rangsang suara GCS-M 6 - Mengikuti apa
yang diperintah GCS-V 5 - Bicara dengan biasa General Appearance: Normal Consciousness
(GCS): Normal Head: Normal Neck: Normal Eye: Normal Ear: Normal Nose: Normal Throat:
Normal Thorax: Normal Heart: Normal Lung: Normal Abdomen: Normal Extremities: Normal
Other: Abnormal : DEMATITIS NUMULER+ Neurologis: Normal

A: - Allergic contact dermatitis due to adhesives (L23.1) (L23.1)

P: KONSUL DR SP DV
Diagnosis Dermatitis Kontak Alergika (DKA) :

 Merupakan suatu penyakit keradangan kulit yang ada dalam keadaan akut atau subakut,
ditandai dengan rasa gatal, eritema, disertai timbulnya papula, edema dan vesikula di
tempat yang terkena.
 Pajanan yang berulang atau berlanjut akan menjadai keadaan kronis, menyebabkan plak
eritema terlikenifikasidenganhiperkeratosis, skuama, dan fissura.

 Merupakan penyakit multifaktoral, disebabkan banyak faktor, diklasifikasikan sebagai


reaksi hipersensitifitas tipe IV dan merupakan respon hipersensitifitas tipe lambat dan
timbul akibat pajanan suatu alergen, yang sebelumnya sudah terpajan oleh alergen
yang sama.

 Faktor-faktor yang ikut berperan dalam terjadi DKA antara lain genetik, alergen, obat-
obatan, pekerjaan.

 Keluhan utama pada penderita DKA biasanya datang dengan gatal dan eritema berbatas
tegas. Tangan dan wajah adalah daerah yang paling umum. Jika proses akut, akan
timbul vesikel dan bula. Jika proses kronik, makan akan timbul skuama dan penebalan
kulit(likenifikasi).

 Diagnosis DKA berdasarkan keluhan dan gambaran klinis dapat ditegakkan dengan
menggunakan Tes Patch. Test ini merupakan metode untukmemastikan penyebab
dermatitis dan merekomendasikan bahan yang harus dihindari serta memberikan
alternatif produk lain pada pasien tertentu.

 Penyebab dermatitis kontak alergik (DKA) adalah alergen, paling sering berupa bahan
kimia sederhana dengan berat molekul (BM) kurang dari 500-1000 Da, yang juga
disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dan dapat menembus stratum korneum.
Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan,
dan luasnya penetrasi di kulit, lama pajanan, suhu dan kelembaban lingkungan,
vehikulum, dan pH. Faktor individu juga ikut berperan, misalnya keadaan kulit pada
lokasi kontak (utuh, terluka, kering, tebal epidermis bergantung pada lokasinya) dan
status imunologik (sedang sakit, atau terpajan matahari).

 DD : Dermatitis Kontak Iritans (DKI)

Dermatitis Kontak Iritan


Perbedaan (DKI) Dermatitis Kontak Alergi (DKA)

Perih dan menyengat dan


Akut menjadi gatal Gatal dan menjadi sakit

Gejala Kronis Sakit/Gatal Sakit/Gatal

Lesi Akut
Eritema → Vesikel → Erosi →  Eritema → Papula → Vesikel → Erosi → Krusta → 
Krusta → Skuama Skuama
Papula, plak, fisura, skuama,
Kronis krusta Papula, plak, skuama, krusta

Batas tegas, tajam, tetapi dapat menyebar ke


Akut Batas tegas, tajam perifer

Batas Kronis Batas tidak tegas Batas tidak tegas

Cepat (beberapa jam setelah


Akut paparan) Tidak terlalu cepat (12-72 jam setelah paparan)

Waktu Paparan terus menerus Berbulan-bulan atau lebih lama; eksaserbasi setiap
Timbul Kronis berbulan-bulan atau menahun terpapar

Tergantung konsentrasi iritan Tergantung jumlah paparan, biasanya sedikit saja


Etiologi dan kondisi kulit sudah menyebabkan sensitisasi

Dapat terjadi pada semua


Insidensi orang Terjadi hanya saat tersensitisasi

Langkah 2 : Menentukan Pajanan di Tempat Kerja

Pasien adalah seorang perawat, yang sering melakukan cuci tangan baik hand wash maupun
hand rub, dan sering menggunakan sarung tangan dalam pekerjaannya.

Kemungkinan pajanan :

 Handrub pink dari RS :


 Sabun cuci tangan :

 Sarung tangan :

Langkah 3 : Menentukan hubungan pajanan dengan diagnosis klinis (EBM)

Walaupun data di Indonesia sangat minim, Amerika Serikat memiliki daftar penyebab DKA
tersering, sebagai berikut:
 Nikel sulfat (logam, logam pada pakaian, perhiasan)
 Obat topikal seperti neomisin (krim, salep), dan bacitracin (bubuk, salep), serta sodium
tiosulfat
 Balsam Peru (obat oles)
 Campuran wewangian (kosmetik, parfum)
 Timerosal (antiseptik)
 Formaldehida (disinfektan, plastik, pengawet)
 Quaternium-15 (disinfektan)
 Kobalt klorida (semen, minyak industri, pendingin)

Selain DKA, terdapat pula daftar iritan tersering di Amerika Serikat yang dapat menyebabkan
DKI, yaitu sebagai berikut:
 Sabun, detergen, pembersih tangan tanpa air
 Asam dan basa: asam hidrofluorik, semen, asam kromik, fosfor, etilen oksida, garam
logam
 Pelarut industri: pelarut pelangking, minyak tanah, hidkrokarbon terklorinasi, pelarut
alkohol, etil eter, aseton, karbondiakosida, DMSO, dioksan
 Tumbuhan: euphorbiaceae (puring, spurge, poinsettia), racunculaceae (buttercup),
urticaceae (jelatang), solanaceae (lada, cabe), opuntia

Pada penelitian Dermatitis Kontak Akibat Kerja: Penelitian Retrospektif ( Occupational


Contact Dermatitis: Retrospective Study ), Dinar Witasari, Hari Sukanto Departemen/Staf Medik
Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah
Sakit Umum Daerah Dr.Soetomo Surabaya dari tahun 2010-2012 berdasarkan anamnesis
didapatkan bahwa bahan yang paling sering dicurigai sebagai penyebab timbulnya DKAK adalah
bahan kimia (11%) diikuti pembersih (18%). Menurut literatur, bahan kimia dan
pembersih merupakan salah satu penyebab DKAK, disamping detergen, kobalt,
nikel, bahan karet, dan 7 larutan seperti epoxy resin dan formaldehid.

Bahan iritan yang paling mungkin sabun pencuci tangan itu, bersifat alkaline kuat yang
mengikis lipid permukaan, menyebabkan denaturasi protein. Pada DKI lebih dominan lesinya
berupa makula eritema, hiperkeratosis, dan tampak seperti mengelupas dibandingkan vesikel
yg lebih banyak dijumpai pada dermatitis kontak alergi. Dan biasanya gejala membaik setelah
bahan yang dicurigai dihentikan paparan nya (namun tidak mungkin ya di jaman pandemi
berhenti cuci tangan pakai sabun).

Setelah dilakukan penelusuran ulang terhadap pasien, keluhan/gejala dermatisnya


sudah hilang (sembuh) dan kemungkinan penyebabnya dari bahan kimia hand-rub dari RS,
bukan dari sabun (hand-wash) ataupun sarung tangan yang dari RS, sehingga pasien untuk
selanjutnya hanya menggunakan cairan hand-rub yang dibawa sendiri, bukan yang berasal dari
RS (Viorex = Chlorhexidin gluconate). Chlorhexidine dapat menyebabkan dermatitis iritan,
bukan reaksi alergi yang sesungguhnya karena tidak melibatkan respon imun spesifik. Lebih
sering merupakan reaksi iritasi langsung terhadap kulit, sehingga kulit menjadi kasar, kering,
dan mengelupas, dan terkadang nyeri hilang timbul. Chlorhexidine dapat juga menyebabkan
DKA, namun reaksi alergi terhadap chlorhexidine sangatlah jarang, meskipun ada peningkatan
kejadian tergantung keseringan dalam penggunaannya. Meskipun DKA hampir sama
penampakan kulitnya dengan DKI, namun Dermattis kontak ini melibatkan respon alergi non-
immediate (nonIgE mediated), yang timbul 12-48 jam setelah kontak dengan chlorhexidine.
Reaksi alergi segera (tipe 1 atau IgE mediated reaction) merupakan reaksi yang serius terhadap
chlorhexidine, menimbulkan aktivasi sel-sel imun dan melepaskan histamine ke dalam jaringan,
menyebabkan terjadinya berbagai keluhan/gejala, seperti : gatal, urtikaria, dan angioedema
(pembengkakan) (ASCIA PCC Chlorhexidine Allergy, 2019)

Langkah 4 : Menentukan besarnya pajanan (pajanan : chlorhexidine


gloconate)

Kuantitatif :

 Pengamatan cara dan proses : cukup tinggi (sering)

 Pengamatan lingkungan kerja : Lt.3 utara menggunakan handrub Viorex

 Lama kerja : 7-8 jam sehari (40-42 jam seminggu)

 Masa kerja:…. tahun (sejak tahun…..)

 APD : tidak menggunakan APD karena proses hand rub

Kuantitatif :

Data pengukuran lingkungan: konsentrasi Viorex : chlorhexidine gluconate 2,5% , alcohol


70%, pH : 6,5-7,5. BM Chlorhexidine gluconate : 897, 7572 gram/mol. BM alcohol : 46,069
gram/mol

Data hand-rub Viorex di ruang perawatan Lt.3 U : terdapat ….hand-rub Viorex, 1-2 semprot
kurang lebih : 2-4 ml

Toksisitas Dermal Akut (LD50) > 5000 mg/kg.

Data iritasi mata dan kulit : tidak ada pada MSDSnya.

Langkah 5 : Menentukan faktor individu yang berperan terhadap timbulnya penyakit

Riwayat atopi :

Riwayat penyakit penyerta :

Riwayat penyakit keluarga (genetic) :

Langkah 6 : menentukan pajanan di luar tempat kerja

Hobi, pekerjaan rumah, pekerjaan sampingan yang berhubungan dengan handrub Viorex :
tidak ada

Langkah 7 : Menentukan Diagnosis Penyakit Akibat Kerja

Dermatitis Kontak Akibat Krja


Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi atau biologic (no. 26
dalam Keppres no.22 tahun 1993).

Atau Dermatitis Kontak (alergika atau iritan?) sesuai Lampiran Perpres no.7 tahun 2019 tentang
Penyakit Akibat Kerja

Untuk membedakan dengan Dermatitis Kontak akibat reaksi alergi atau iritans, saran :

 Ujud Kelainan Kulit pasien yang lebih spesifik

 Test patch

 Hasil konsul ke Sp.DV

ICD-10

L20-L30 : Dermatitis dan Eksim

 L23  Dermatitis kontak alergika


- L23.0 Dermatitis kontak alergika karena logam
- L23.1 Dermatitis kontak alergika karena perekat
- L23.2 Dermatitis kontak alergika karena kosmetik
- L23.3 Dermatitis kontak alergika karena obat yang kontak dengan kulit
- L23.4 Dermatitis kontak alergika karena pewarna
- L23.5 Dermatitis kontak alergika karena produk kimia lainnya
- L23.6 Dermatitis kontak alergika karena makanan yang kontak dengan kulit
- L23.7 Dermatitis kontak alergika karena tanaman, selain makanan
- L23.8 Dermatitis kontak alergika karena penyebab lainnya
L23.81 Dermatitis kontak alergika karena ketombe binatang (kucing) (anjing)
L23.89 Dermatitis kontak alergika karena penyebab lainnya
- L23.9 Dermatitis kontak alergika, penyebabnya non spesifik

 L24  Dermatitis kontak iritan 


- L24.0 Dermatitis kontak iritan karena detergen
- L24.1 Dermatitis kontak iritan karena minyak dan lemak
- L24.2 Dermatitis kontak iritan karena pelarut
- L24.3 Dermatitis kontak iritan karena kosmetik
- L24.4 Dermatitis kontak iritan karena obat yang kontak dengan kulit
- L24.5 Dermatitis kontak iritan karena produk kimia lainnya
- L24.6 Dermatitis kontak iritan karena makanan yang kontak dengan kulit
- L24.7 Dermatitis kontak iritan karena tanaman, selain makanan
- L24.8 Dermatitis kontak iritan karena penyebab lainnya
L24.81 Dermatitis kontak iritan karena logam
L24.89 Dermatitis kontak iritan karena penyebab lainnya
- L24.9 Dermatitis kontak iritan, penyebab non spesifik
 L25 Dermatitis kontak non spesifik

L25.0 Dermatitis kontak non spesifik karena kosmetik


 L25.1 Dermatitis kontak non spesifik karena obat yang kontak dengan kulit
 L25.2 Dermatitis kontak non spesifik karena pewarna
 L25.3 Dermatitis kontak non spesifik karena produk kimia lainnya
 L25.4 Dermatitis kontak non spesifik karena makanan yang kontak dengan kulit
 L25.5 Dermatitis kontak non spesifik karena tanaman, selain makanan
 L25.8 Dermatitis kontak non spesifik karena penyebab lainnya
 L25.9 Dermatitis kontak non spesifik, penyebab non spesifik

Anda mungkin juga menyukai