Penyakit Akibat kerja (PAK) menurut adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan atau
lingkungan kerja (Kepres RI No. 22 tahun 1993 dan Perpres No. 7 tahun 2019)
Konsep Dasar
Terdapat tiga istilah yang digunakan untuk mendefinisikan penyakit akibat kerja, yakni :
Ketiga istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama dan masing-masing memiliki dasar
hukum dan perundang-undangan yang menjadi landasannya.
Kurangnya pengetahuan para dokter yang berada di lini depan untuk mendiagnosis PAK
a. Golongan fisik
Radiasi sinar-sinar radiologi atau radioaktif yang menyebabkan antara lain penyakit
susunan darah dan kelainan-kelainan kulit. Radiasi sinar inframerah bisa mengakibatkan
kekeruhn lensa mata, sedangkan sinar ultraviolet menjadi sebab conjungtivitis photo-
electrica.
Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke, heat cramps atau hyperpyrexia,
sedangkan suhu yang rendah antara lain menimbulkan frostbite.
Penerangan lampu yang kurang baik dapat menyebabkan kelainan indera penglihatan,
sedangkan kesilauan memudahkan terjadinya kecelakaan.
b. Golongan kimiawi :
Awan atau kabut, misalnya racun serangga (insektisida), racun jamur, dapat
menimbulkan keracunan.
c. Golongan Infeksi, misalnya oleh bibit penyakit anthrax atau brucella pada pekerja-pekerja
penyamak kulit.
e. Golongan mental psikologis, hal ini terlihat semisal pada hubungan kerja yang tidak baik,
atau misalnya keadaan membosankan (monoton).
https://www.safetysign.co.id/news/417/5-Hal-Penting-Tentang-Penyakit-Akibat-Kerja-yang-
Wajib-Pekerja-Ketahui
Langkah Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Proses terjadinya PAK berjalan secara perlahan dan jangka panjang (kronis) seiring dengan
pajanan (exposure) di antara faktor bahaya sebagaimana tersebut di atas (yang masuk ke
dalam tubuh sedikit demi sedikit). Dalam jangka panjang bahan pajanan terakumulasi dan
merusak organ atau jaringan tubuh, serta menimbulkan kerusakan/gangguan pada target organ
yang berbeda-beda, tergantung jenis faktor bahaya yang masuk ke dalam tubuh.
Karena kasus PAK terjadi secara bertahap dan bersifat jangka panjang (kronis), maka
dampaknya sering tidak disadari dan tidak langsung terlihat, seperti halnya kasus Kecelakaan
Kerja, walaupun dampak kerugian akibat PAK juga cukup besar. Kondisi ini menjadi salah satu
penyebab perlindungan PAK sering kurang mendapat perhatian dibanding dengan perlindungan
dari kecelakaan kerja (KK).
Untuk menetapkan Diagnosis PAK terdapat tatacara khusus dan tidak mudah untuk ditetapkan.
Sebagai gambaran pola berpikir dokter untuk menentukan PAK dirangkum dalam 7 langkah
konsensus sebagai berikut :
1. Penentuan diagnosis klinis
Langkah ini dilakukan oleh dokter dan/atau dokter spesialis klinis terkait penyakitnya terlebih
dahulu dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan bila diperlukan dilakukan
pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan khusus. Setelah diagnosis klinis tegak kemudian
dilakukan langkah selanjutnya (ke-2).
2. Penentuan pajanan yang dialami pekerja di tempat kerja
Diagnosis klinis dapat diakibatkan oleh satu atau beberapa pajanan yang dialami oleh
seorang pekerja, sehingga perlu dicari semua pajanannya. Penentuan pajanan yang dialami
pekerja di tempat kerja dilakukan dengan anamnesis yang lengkap mengenai pekerjaan
pasien, mencakup:
Deskripsi semua pekerjaan secara kronologis dan pajanan yang dialami (pekerjaan
terdahulu sampai saat ini).
Periode waktu melakukan masing-masing pekerjaan.
Produk yang dihasilkan.
Bahan yang digunakan.
Cara bekerja.
Proses kerja.
Riwayat kecelakaan kerja.
Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan atau upaya perlindungan lain yang telah
dilakukan.
Anamnesis tersebut dapat ditunjang dengan data yang objektif seperti informasi bahan dan
alat yang digunakan saat bekerja, catatan perusahaan mengenai informasi pajanan, atau
kunjungan ke tempat kerja.
3. Penentuan apakah ada hubungan antara pajanan yang dialami dengan diagnosis klinis.
Identifikasi hubungan penyakit yang dialami (diagnosis klinis) dengan pajanan yang ada
didasarkan pada evidence based, yang mana dapat mengacu pada List ILO Occupational
Diseases dan ICD Occupational Health (OH) atau data evidence based lainnya. Hubungan
pajanan dengan diagnosis klinis dipengaruhi oleh waktu timbulnya gejala setelah terpajan
oleh bahan tertentu. Umumnya penyakit lebih sering timbul apabila berada di tempat kerja
dan berkurang saat libur atau cuti. Biasanya terdapat pekerja dengan pajanan yang sama
menderita penyakit yang serupa. Hasil pemeriksaan kesehatan pra-kerja, berkala, dan purna
kerja dapat digunakan sebagai salah satu data untuk menentukan penyakit berhubungan
dengan pekerjaannya.
4. Penentuan besarnya pajanan, apakah cukup untuk menimbulkan penyakit tersebut.
Penentuan besarnya pajanan dilakukan melalui anamnesis tentang pekerjaan yang lengkap,
mencakup:
Jumlah jam terpajan per hari.
Masa kerja.
Pemakaian APD.
Besarnya pajanan secara kualitatif dan/atau kuantitatif.
Ada kecukupan besar pajanan yang menyebabkan adanya diagnosa klinis (kecukupan
dosis).
Anamnesis tersebut dapat ditunjang dengan data yang objektif,seperti catatan perusahaan
mengenai informasi tersebut di atas dan hasil biomonitoring. Penentuan besarnya pajanan
juga dapat dilakukan dengan melihat referensi karakteristik besar pajanan pada industri
atau pekerjaan tertentu, dosis minimal dan masa kerja minimal. Apabila penyakit yang
dialami pekerja disebabkan oleh beberapa pajanansekaligus, maka besarnya pajanan tidak
bisa dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas (NAB) saja, tetapi perlu juga melihat efek
saling menguatkan beberapa pajanan dalam menimbulkan penyakit.
5. Penentuan Faktor Individu yang berperan atau yang dapat menjadi perancu.
Faktor individu yang berperan terhadap timbulnya penyakit antara lain: jenis kelamin, usia,
kebiasaan, riwayat penyakit keluarga (genetik), riwayat atopi, penyakit penyerta. Adanya
faktor individu dapat menjadi perancu diagnosis Penyakit Akibat Kerja, namun belum tentu
meniadakan adanya Penyakit Akibat Kerja, sehingga interpretasi langkah ini harus
dilakukan secara hati-hati oleh dokter yang memiliki kompetensi dalam diagnosis Penyakit
Akibat Kerja.
I. Penyakit Yang Disebabkan Pajanan Faktor Yang Timbul Dari Aktivitas Pekerjaan
2. Penyakit yang disebabkan oleh getaran atau kelainan pada otot, tendon, tulang,
sendi, pembuluh darah tepi atau saraf tepi;
3. Penyakit yang disebabkan oleh udara bertekanan atau udara yang didekompresi;
7. Penyakit yang disebabkan oleh faktor fisika lain yang tidak disebutkan di atas, di
mana ada hubungan langsung antara paparan faktor fisika yang muncul akibat aktivitas
pekerjaan dengan penyakit yang dialami oleh pekerja yang dibuktikan secara ilmiah
dengan menggunakan metode yang tepat;
c. Penyakit yang disebabkan oleh faktor biologi dan penyakit infeksi atau parasit, meliputi:
1. Brucellosis;
2. Virus hepatitis;
3. Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia (human immunodeficienci virus ;
4. Tetanus;
5. Tuberkulosis;
6. Sindrom toksik atau inflamasi yang berkaitan dengan kontaminasi bakteri atau jamur;
7. Anthrax;
8. Leptospira; dan
9. Penyakit yang disebabkan oleh faktor biologi lain di tempat kerja yang tidak disebutkan di
atas, di mana ada hubungan langsung antara paparan faktor biologi yang muncul akibat
aktivitas pekerjaan dengan penyakit yang dialami oleh pekerja yang dibuktikan secara
ilmiah dengan menggunakan metode yang tepat.
1. Pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentuk jaringan parut, meliputi
silikosis, antrakosilikosis, dan asbestos;
2. Siliko tuberkulosis;
4. Sclerosis;
6. Penyakit bronkhopulmoner yang disebabkan oleh debu kapas, meliputi bissinosis, vlas,
henep, sisal, dan ampas tebu atau bagassosis;
7. Asma yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi atau zat iritan yang dikenal yang ada
dalam proses pekerjaan;
8. Alveolitis alergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu
organik atau aerosol yang terkontaminasi dengan mikroba, yang timbul dari aktivitas
pekerjaan;
9. Penyakit paru obstruktif kronik yang disebabkan akibat menghirup debu batu bara, debu
dari tambang batu, debu ka5ru, debu dari gandum dan pekerjaan perkebunan, debu dari
kandang hewan, debu tekstil, dan debu kertas yang muncul akibat aktivitas pekerjaan;
11. Kelainan saluran pernafasan atas yang disebabkan oleh sensitisasi atau iritasi zat yang
ada dalam proses pekerjaan; dan
12. Penyakit saluran pernafasan lain yang tidak disebutkan di atas, di mana ada hubungan
langsung antara paparan faktor risiko yang muncul akibat aktivitas pekerjaan dengan
penyakit yang dialami oleh pekerja yang dibuktikan secara ilmiah dengan menggunakan
metode yang tepat;
1. Dermatosis kontak alergika dan urtikaria yang disebabkan oleh faktor penyebab alergi
lain yang timbul dari aktivitas pekerjaan yang tidak termasuk dalam penyebab lain;
2. Dermatosis kontak iritan yang disebabkan oleh zat iritan yang timbul dari aktivitas
pekerjaan, tidak termasuk dalam penyebab lain; dan
3. Vitiligo yang disebabkan oleh zat penyebab yang diketahui timbul dari aktivitas
pekerjaan, tidak temasuk dalam penyebab lain;
1. Radial styloid tenosynovitis karena gerak repetitif, penggunaan tenaga yang kuat dan
posisi ekstrim pada pergelangan tangan;
2. Tenosynovitis kronis pada tangan dan pergelangan tangan karena gerak repetitif,
penggunaan tenaga yang kuat dan posisi ekstrim pada pergelangan tangan;
6. Meniscus lesions karena periode kerja yang panjang dalam posisi berlutut atau jongkok;
7. Carpal tunnel syndrome karena periode berkepanjangan dengan gerak repetitif yang
mengerahkan tenaga, pekerjaan yang melibatkan getaran, posisi ekstrim pada pergelangan
tangan, atau 3 (tiga) kombinasi diatas; dan
8. Penyakit otot dan kerangka lain yang tidak disebutkan di atas, dimana ada hubungan
langsung antara paparan faktor yang muncul akibat aktivitas pekerjaan dan penyakit otot
dan kerangka yang dialami oleh pekerja yang dibuktikan secara ilmiah dengan
menggunakan metode yang tepat;
2. Gangguan mental dan perilaku lain yang tidak disebutkan di atas, dimana ada hubungan
langsung antara paparan terhadap faktor risiko yang muncul akibat aktivitas pekerjaan
dengan gangguan mental dan perilaku yang dialami oleh pekerja yang dibuktikan secara
ilmiah dengan menggunakan metode yang tepat.
Pada klasifikasi jenis III ini, yaitu kanker yang disebabkan oleh zat berikut:
1. Asbestos;
2. Beruidine dan garamnya;
3. Bis-chloromethyletlrcn;
6. Beta-naphthylamine;
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau proses kerja, dimana penyakit
tersebut ada hubungan langsung antara paparan dengan penyakit yang dialami oleh pekerja
yang dibuktikan secara ilmiah dengan menggunakan metode yang tepat, missalnya :
nystagmus pada penambang.
2. Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu
logam keras.
3. Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu
kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis).
4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang yang
dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.
5. Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu
organik.
10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaan-nya yang beracun.
11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaan-nya yang beracun.
12. Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaan-nya yang beracun.
13. Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaan-nya yang beracun.
14. Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaan-nya yang beracun.
16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon alifatik atau
aromatik yang beracun.
17. Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun.
18. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau homolognya yang
beracun.
19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
21. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan seperti
karbon monoksida, hidrogensianida, hidrogen sulfida, atau derivatnya yang beracun, amoniak
seng, braso dan nikel.
23. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, urat, tulang
persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi.
24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang berkenaan lebih.
25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektro magnetik dan radiasi yang mengion.
26. Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi atau biologik.
27. Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak mineral,
antrasena atau persenyawaan, produk atau residu dari zat tersebut.
29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat dalam suatu
pekerjaan yang memiliki risiko kontaminasi khusus.
30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau radiasi atau kelembaban udara
tinggi.
31. Penyakit yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.
Contoh Kasus :
Kasus 1 Asma
Perempuan usia 39 tahun masuk rumah sakit dengan serangan asma akut. Ini adalah masuk
rumah sakit pertama dengan asma. Dia mulai mengalami gejala batuk, sesak napas dan
wheezing kira-kira 6 bulan lalu. Dia mempunyai riwayat penyakit rinitis allergi selama beberapa
tahun tetapi tanpa asma. Dia mendapat serangan pada malam hari. Dia merasa ada perbaiakan
pada hari-hari ia tidak masuk bekerja. Ketika dia dalam keadaan cuti melahirkan selama 2
bulan, dia tidak pernah mengalami serangan asma. Satu minggu setelah kembali bekerja,
penyakit asmanya kambuh. Pada saat diperiksa di klinik rawat jalan, dengan auskultasi tidak
ditemukan kelainan paru-paru. Pekerjaannya adalah mengawasi proses finishing pada pabrik
pintu yang terbuat dari kayu. Ia sendiri sering mengisi retak / celah pada pintu dengan bahan
yang mengandung cyanoacrylate. Setelah itu dia menghaluskan permukaan pintu dengan
portable sanding machine.
Seorang laki-laki usia 45 tahun telah bekerja sebagai operator shovel pada pertambangan
granite selama paling kurang 19 tahun. Ia bekerja 6 hari seminggu selama 8 sampai 10 jam
sehari. Ia diperiksa sehubungan dengan program testing audiometry ditempat kerja baru-baru
ini. Ia tidak mempunyai riwayat keluarnya cairan dari telinga, cedera kepala, dan ia pernah
bekerja dengan menggunakan senjata api. Pada pemeriksaan telinga, tidak terdapat serumen,
otitis eksterna didapatkan membrana timpani yang masih utuh. Rinne test positif dan tidak ada
lateralisasi pada Weber test. Pada pemeriksaan pure tone audiometry ditemukan adanya
penurunan (menukik) pada frekuensi 4 kHz tanpa adanya kelainan penghataran udara tulang
pada kedua telinga.
P: KONSUL DR SP DV
Diagnosis Dermatitis Kontak Alergika (DKA) :
Merupakan suatu penyakit keradangan kulit yang ada dalam keadaan akut atau subakut,
ditandai dengan rasa gatal, eritema, disertai timbulnya papula, edema dan vesikula di
tempat yang terkena.
Pajanan yang berulang atau berlanjut akan menjadai keadaan kronis, menyebabkan plak
eritema terlikenifikasidenganhiperkeratosis, skuama, dan fissura.
Faktor-faktor yang ikut berperan dalam terjadi DKA antara lain genetik, alergen, obat-
obatan, pekerjaan.
Keluhan utama pada penderita DKA biasanya datang dengan gatal dan eritema berbatas
tegas. Tangan dan wajah adalah daerah yang paling umum. Jika proses akut, akan
timbul vesikel dan bula. Jika proses kronik, makan akan timbul skuama dan penebalan
kulit(likenifikasi).
Diagnosis DKA berdasarkan keluhan dan gambaran klinis dapat ditegakkan dengan
menggunakan Tes Patch. Test ini merupakan metode untukmemastikan penyebab
dermatitis dan merekomendasikan bahan yang harus dihindari serta memberikan
alternatif produk lain pada pasien tertentu.
Penyebab dermatitis kontak alergik (DKA) adalah alergen, paling sering berupa bahan
kimia sederhana dengan berat molekul (BM) kurang dari 500-1000 Da, yang juga
disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dan dapat menembus stratum korneum.
Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan,
dan luasnya penetrasi di kulit, lama pajanan, suhu dan kelembaban lingkungan,
vehikulum, dan pH. Faktor individu juga ikut berperan, misalnya keadaan kulit pada
lokasi kontak (utuh, terluka, kering, tebal epidermis bergantung pada lokasinya) dan
status imunologik (sedang sakit, atau terpajan matahari).
Lesi Akut
Eritema → Vesikel → Erosi → Eritema → Papula → Vesikel → Erosi → Krusta →
Krusta → Skuama Skuama
Papula, plak, fisura, skuama,
Kronis krusta Papula, plak, skuama, krusta
Waktu Paparan terus menerus Berbulan-bulan atau lebih lama; eksaserbasi setiap
Timbul Kronis berbulan-bulan atau menahun terpapar
Pasien adalah seorang perawat, yang sering melakukan cuci tangan baik hand wash maupun
hand rub, dan sering menggunakan sarung tangan dalam pekerjaannya.
Kemungkinan pajanan :
Sarung tangan :
Walaupun data di Indonesia sangat minim, Amerika Serikat memiliki daftar penyebab DKA
tersering, sebagai berikut:
Nikel sulfat (logam, logam pada pakaian, perhiasan)
Obat topikal seperti neomisin (krim, salep), dan bacitracin (bubuk, salep), serta sodium
tiosulfat
Balsam Peru (obat oles)
Campuran wewangian (kosmetik, parfum)
Timerosal (antiseptik)
Formaldehida (disinfektan, plastik, pengawet)
Quaternium-15 (disinfektan)
Kobalt klorida (semen, minyak industri, pendingin)
Selain DKA, terdapat pula daftar iritan tersering di Amerika Serikat yang dapat menyebabkan
DKI, yaitu sebagai berikut:
Sabun, detergen, pembersih tangan tanpa air
Asam dan basa: asam hidrofluorik, semen, asam kromik, fosfor, etilen oksida, garam
logam
Pelarut industri: pelarut pelangking, minyak tanah, hidkrokarbon terklorinasi, pelarut
alkohol, etil eter, aseton, karbondiakosida, DMSO, dioksan
Tumbuhan: euphorbiaceae (puring, spurge, poinsettia), racunculaceae (buttercup),
urticaceae (jelatang), solanaceae (lada, cabe), opuntia
Bahan iritan yang paling mungkin sabun pencuci tangan itu, bersifat alkaline kuat yang
mengikis lipid permukaan, menyebabkan denaturasi protein. Pada DKI lebih dominan lesinya
berupa makula eritema, hiperkeratosis, dan tampak seperti mengelupas dibandingkan vesikel
yg lebih banyak dijumpai pada dermatitis kontak alergi. Dan biasanya gejala membaik setelah
bahan yang dicurigai dihentikan paparan nya (namun tidak mungkin ya di jaman pandemi
berhenti cuci tangan pakai sabun).
Kuantitatif :
Kuantitatif :
Data hand-rub Viorex di ruang perawatan Lt.3 U : terdapat ….hand-rub Viorex, 1-2 semprot
kurang lebih : 2-4 ml
Riwayat atopi :
Hobi, pekerjaan rumah, pekerjaan sampingan yang berhubungan dengan handrub Viorex :
tidak ada
Atau Dermatitis Kontak (alergika atau iritan?) sesuai Lampiran Perpres no.7 tahun 2019 tentang
Penyakit Akibat Kerja
Untuk membedakan dengan Dermatitis Kontak akibat reaksi alergi atau iritans, saran :
Test patch
ICD-10