Anda di halaman 1dari 10

Penyakit Paru pada Pekerja Tambang

Abitita Hartien Tahun


Mahasiswi Fakultas Kedokteran Ukrida
102014184
Jalan Arjuna Utara Nomor 6, Jakarta Barat 11510
abitita_tahun@yahoo.co.id

Pendahuluan
Setiap manusia membutuhkan pekerjaan untuk mendapatkan pendapatan, yang nantinya
digunakan dalam pemenuhan kebutuhan mereka.Pekerjaan yang dilakukan dengan cara yang
kurang benar dan di lingkungan yang tidak terkendali akan menyebabkan banyaknya pajanan
yang diterima oleh seorang pekerja. Pajanan, atau yang juga dikenal dengan hazards, dengan
masa pajanan yang panjang akan menimbulkan jumlah total pajanan yang diterima pekerja
menjadi besar, dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat
kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja ( faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis,
faktor fisiologis atau ergonomi, faktor psikologis ), oleh karena itu penyakit akibat kerja
merupakan penyakit artefisial atau sering disebut manmade diseases. Upaya dalam mencegah
timbul PAK yang disebabkan oleh pekerjaan maka perlu adanya penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja atau biasa disebut K3 agar para pekerja merasa nyaman saat sedang bekerja
dan dapat terhindar dari PAK.
Penyakita paru yang disebabkan oleh pajanan hazard di tempat kerja telah membawa
dampak yang besar terhadap kesehatan pekerja. Sistem pernapasan merupakan jalur masuk
toksikan yang utama, karena permukaannya yang tinggi dan epitel alveol yang sangat tipis.
Pekerja terpajan melalui inhalasi udara di tempat kerja, maka bila faktor risiko ini tidak
dikendalikan, PAK Paru dapat timbul dengan gejala yang bervariasi yaitu ringan hanya dari
batuk-batuk sampai sesak tidak dapat bernafas dengan segala konsekuensinya; pekerja
mungkin jatuh sakit, cacat, bahkan sampai meninggal dunia dan mengakibatkan perusahaan
merugi akibat produktivitas pekerja menurun bahkan kehilangan pekerja yang handal.
Diagnosa Okupasi
Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu
pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan
menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang
dapat digunakan sebagai pedoman:
1. Tentukan diagnosis klinisnya
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu dengan memanfaatkan fasilitas-
fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit.
Setelah diagnosis klinik ditegakkan kemudian dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit
tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.
2. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk
dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan
anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:
a. Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara
kronologis

b. Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan

c. Bahan yang diproduksi

d. Materi (bahan baku) yang digunakan

e. Jumlah pajanannya

f. Pemakaian alat perlindungan diri (masker)

g. Pola waktu terjadinya gejala

h. Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)

i. Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan
sebagainya)

3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut


Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa
pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak
ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat
ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung,
perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan
penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).
4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat
mengakibatkan penyakit tersebut
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan
yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan
membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis
penyakit akibat kerja.
5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat
mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa
sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan
(riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan
yang dialami.
6. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita
mengalami pajanan lain yang diketahui dapat menjadi penyebab penyakit. Meskipun
demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab
di tempat kerja.
7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan
informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-
kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu
dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai
penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan
tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan
dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu
yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya
memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.
Pneumokoniosis
Pneumokoniosis merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh debu yang masuk ke
dalam saluran pernafasan (inhalasi). Pneumokoniosis membutuhkan waktu bertahun-tahun
untuk timbul setelah paparan terjadi. Hal tersebut menyebabkan banyak orang mengabaikan
akan kemungkinan terjadinya penyakit pneumokoniosis, meskipun gejala pneumokoniosis
dapat muncul lebih cepat.
International Labor Organization (ILO) melaporkan pada tahun 1991 terdapat sekitar
10-20% penyakit paru dari keseluruhan penyakit akibat kerja, diperkirakan setiap tahunnya
terjadi peningkatan kasus baru pneumokoniosis sekitar 40.000 kasus (Syukri Sahap dalam
Purba, 2013). Selain itu, ILO menyatakan prevalensi kematian yang berhubungan dengan
pekerjaan paling banyak disebabkan penyakit kanker (34%), kemudian kecelakaan (25%),
penyakit saluran pernafasan (21%), penyakit kardiovaskuler (15%), dan faktor lain (5%).
Hasil penelitian The Surveillance of Work Related and Occupational Respiratory Disease
(SWORD) menemukan 3.300 kasus baru penyakit paru di Inggris berhubungan dengan
pekerjaan.
Health and Safety Executive(HSE), pada tahun 2014 terdapat 215 kasus baru
pneumokoniosis pada pekerja batu bara di Inggris ditambah dengan kasus sebelumnya pada
tahun 2013 sebanyak 275 kasus. Pada tahun 2013, terjadi 147 kematian disebabkan
pneumokoniosis yang meningkat sekitar 130 kejadian per tahun selama 5 tahun terakhir.
Sedangkan untuk kejadian silikosis pada tahun 2014, didapatkan 55 kasus baru setelah
sebelumnya pada tahun 2013 diperoleh data 45 kasus silikosis dengan 18 kasus kematian.

Penyebab Pneumokoniosis adalah inhalasi debu mineral. Pneumokoniosis digunakan untuk


menyatakan berbagai keadaan berikut :
a. Kelainan yang terjadi akibat pajanan debu anorganik seperti silicosis, asbestosis, stannosis,
beritosis, siderosis, beriliosis
b. Kelainan yang terjadi akibat pekerjaan seperti pneumokoniosis batubara.
c. Kelainan yang ditimbulkan oleh debu organik seperti kapas (bisinosis).

Patogenesis
Faktor utama yang berperan pada patogenesis pneumokoniosis adalah partikel debu
dan respons tubuh khususnya saluran napas terhadap partikel debu tersebut. Komposisi
kimia, sifat fisis, dosis dan lama pajanan menentukan dapat atau mudah tidaknya terjadi
pneumokoniosis. Patogenesis pneumokoniosis dimulai dari respons makrofag alveolar
terhadap debu yang masuk ke unit respirasi paru. Terjadi fagositosis debu oleh makrofag dan
proses selanjutnya sangat tergantung pada sifat toksisitas partikel debu.
Reaksi jaringan terhadap debu bervariasi menurut aktivitas biologi debu. Jika pajanan
terhadap debu anorganik cukup lama maka timbul reaksi inflamasi awal. Gambaran utama
inflamasi ini adalah pengumpulan sel di saluran napas bawah. Alveolitis dapat melibatkan
bronkiolus bahkan saluran napas besar karena dapat menimbulkan luka dan fibrosis pada unit
alveolar yang secara klinis tidak diketahui. Sebagian debu seperti debu batubara tampak
relatif inert dan menumpuk dalam jumlah relatif banyak di paru dengan reaksi jaringan yang
minimal. Debu inert akan tetap berada di makrofag sampai terjadi kematian oleh makrofag
karena umurnya, selanjutnya debu akan keluar dan difagositosis lagi oleh makrofag lainnya,
makrofag dengan debu di dalamnya dapat bermigrasi ke jaringan limfoid atau ke bronkiolus
dan dikeluarkan melalui saluran napas. Pada debu yang bersifat sitoktoksik, partikel debu
yang difagositosis makrofag akan menyebabkan kehancuran makrofag tersebut yang diikuti
dengan fibrositosis.
Partikel debu akan merangsang makrofag alveolar untuk mengeluarkan produk yang
merupakan mediator suatu respons peradangan dan memulai proses proliferasi fibroblast dan
deposisi kolagen. Mediator yang paling banyak berperan pada patogenesis pneumokoniosis
adalah Tumor Necrosis Factor (TNF)-α, Interleukin (IL)-6, IL-8, platelet derived growth
factor dan transforming growth factor (TGF)-β. Sebagian besar mediator tersebut sangat
penting untuk proses fibrogenesis. Mediator makrofag penting yang bertanggung jawab
terhadap kerusakan jaringan.
Sitokin yang dihasilkan oleh makrofag alveolar dalam merespon partikel debu yang
masuk ke paru yang selanjutnya menyebabkan fibrosis pada jaringan interstitial paru. Sitokin
ini terdiri atas faktor fibrogenesis seperti TNF-α, PDGF, IGF-1 dan fibronektin serta faktor
proinflamasi seperti LBT4, IL-8, IL-6, MIP1a. Disamping proses fagositosis debu oleh
makrofag alveolar, yang lebih penting adalah interstisialisasi partikel debu tersebut. Bila
partikel debu telah difagositosis oleh makrofag dan ditransfer ke sistem mukosilier maka
proses pembersihan debu yang masuk dalam saluran napas dikategorikan berhasil. Hilangnya
integritas epitel akibat mediator inflamasi yang dilepaskan makrofag alveolar merupakan
kejadian awal proses fibrogenesis di interstitial paru. Bila partikel debu telah masuk dalam
interstitial maka nasibnya ditentukan oleh makrofag interstitial, difagositosis untuk kemudian
di transfer ke kelenjar getah bening mediastinum atau terjadi sekresi me diator inflamasi
kronik pada interstitial. Sitokin yang dilepaskan di interstitial seperti PDGF, TGF, TNF, IL-1
menyebabkan proliferasi fibroblas dan terjadilah pneumokoniosis.

Silikosis
Silikosis adalah penyakit yang paling penting dari golongan penyakit paru akibat
kerja. Penyebabnya adalah silika bebas (SiO2) yang terdapat dalam debu yang dihirup waktu
bernafas dan ditimbun dalam paru paru dengan masa inkubasi 2-4 tahun. Debu silika bebas
ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang
mengerjakan besi (mengikir, menggerinda, dll). Selain dari itu, debu silika juka banyak
terdapat di tempat di tempat penampang bijih besi, timah putih dan tambang batubara.
Pemakaian batubara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkan debu silika bebas SiO2.
Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara bersama –sama dengan
partikel lainnya, seperti debu alumina, oksida besi dan karbon dalam bentuk abu.
Debu silika yang masuk ke dalam paru-paru akan mengalami masa inkubasi sekitar 2
sampai 4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih pendek, atau gejala penyakit silicosis akan
segera tampak, apabila konsentrasi silika di udara cukup tinggi dan terhisap ke paru-paru
dalam jumlah banyak. Penyakit silicosis ditandai dengan sesak nafas yang disertai batuk-
batuk. Batuk ini seringkali tidak disertai dengan dahak. Bila penyakit silicosis sudah berat
maka sesak nafas akan semakin parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jantung
sebelah kanan yang akan mengakibatkan kegagalan kerja jantung. Tempat kerja yang
potensial untuk tercemari oleh debu silika perlu mendapatkan pengawasan keselamatan dan
kesehatan kerja dan lingkungan yang ketat sebab penyakit silicosis ini belum ada obatnya
yang tepat. Tindakan preventif lebih penting dan berarti dibandingkan dengan tindakan
pengobatannya. Penyakit silicosis akan lebih buruk kalau penderita sebelumnya juga sudah
menderita penyakit TBC paru-paru, bronchitis, astma bronchiale dan penyakit saluran
pernapasan lainnya.

Silicotuberculosis merupakan penyakit yang masih merupakan masalah kesehatan


masyarakat utama di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Paparan silika kronis
meningkatkan risiko TB terhadap pekerja dan memperparah paru yang sudah terinfeksi
sebelumnya. Diagnosis banding adalah sebuah tantangan. Meskipun dapat diobati, penderita
tuberkulosis pada pasien silikosis mungkin tidak terdiagnosis karena batuk, mengi, dahak,
sesak dan nyeri dada yang tidak jelas adalah gejala yang umum terjadi pada kedua penyakit
tersebut. Interpretasi film sinar-X dada pasien dengan silikosis sulit dilakukan karena adanya
superimposisi nodul silikosis dan infiltrasi tuberkulosis.

Terdapat 3 jenis silikosis:

1. Silikosis kronis simplek, terjadi akibat pemaparan sejumlah kecil debu silika dalam
jangka panjang (lebih dari 20 tahun).
Nodul-nodul peradangan kronis dan jaringan parut akibat silika terbentuk di paru-paru
dan kelenjar getah bening dada.
2. Silikosis akselerata, terjadi setelah terpapar oleh sejumlah silika yang lebih banyak
selama waktu yang lebih pendek (4-8 tahun).
Peradangan, pembentukan jaringan parut dan gejala-gejalanya terjadi lebih cepat.
3. Silikosis akut, terjadi akibat pemaparan silikosis dalam jumlah yang sangat besar,
dalam waktu yang lebih pendek.
Paru-paru sangat meradang dan terisi oleh cairan, sehingga timbul sesak nafas yang
hebat dan kadar oksigen darah yang rendah.

Komplikasi

 Penyakit silikosis jika tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan komplikasi
yaitu Infeksi mikobakteria = siliko tuberkulosis

 Komplikasi sistem imun

 Komplikasi ginjal

 Pnemotoraks
Pengobatan

Tidak ada pengobatan khusus untuk silikosis. Untuk mencegah semakin memburuknya
penyakit, sangat penting untuk menghilangkan sumber pemaparan. Terapi suportif terdiri dari
obat penekan batuk, bronkodilator dan oksigen. Jika terjadi infeksi, bisa diberikan antibiotik.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah:


- membatasi pemaparan terhadap silika
- berhenti merokok
- menjalani tes kulit untuk TBC secara rutin.

Penderita silikosis memiliki resiko tinggi menderita Tuberkulosis (TBC), sehingga dianjurkan
untuk menjalani tes kulit secara rutin setiap tahun. Silika diduga mempengaruhi sistem
kekebalan tubuh terhadap bakteri penyebab TBC. Jika hasilnya positif, diberikan obat anti
TBC.

Pencegahan
Pencegahan merupakan tindakan yang paling penting. Regulasi dalam pekerjaan dan kontrol
pajanan debu telah dilakukan sejak lama terutama di negara industri dan terus dilakukan
dengan perbaikan-perbaikan. Pada bentuk pneumokoniosis sub akut dengan manfaat yang
didapat untuk efek jangka panjangnya terutama jika bahan penyebab masih ada di paru.
Pencegahan dapat dilakukan dengan:
 Penggunaan air
 Mengontrol kadar debu (<NAB)
 Ventilasi yang baik
 Penggunaan masker

Tuberculosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium


tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara
pernafasan ke dalam paru. Kemudian kuman tersebut menyebar dari paru ke bagian tubuh
lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui saluran nafas
(bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. TB dapat terjadi pada
semua kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru.
Organisme ini termasuk ordo Actinomycetalis, familia Mycobacteriaceae dan genus
Mycobacterium. Genus Mycobacterium memiliki beberapa spesies diantaranya
Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan infeksi pada manusia. Basil tuberkulosis
berbentuk batangramping lurus, tapi kadang-kadang agak melengkung, dengan ukuran
panjang 2 μm-4 μm dan lebar 0,2 μm–0,5 μm. Organisme ini tidak bergerak, tidak
membentuk spora, dan tidak berkapsul, bila diwarnai akan terlihat berbentuk manik-manik
atau granuler. Sebagian besar basil tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang
organ tubuh lain. Mycobacterium tuberculosis merupakan mikobakteria tahan asam dan
merupakan mikobakteria aerob obligat dan mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa
karbon sederhana.
Gejala utama yang terjadi adalah batuk terus menerus dan berdahak selama tiga minggu
atau lebih. Gejala tambahan yang sering terjadi yaitu batuk darah atau dahak bercampur
darah, sesak nafas, nyeri dada, badan lemas, keletihan, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa aktifitas
fisik, demam meriang lebih dari sebulan.
Diagnosis pasti TBC seperti lazimnya penyakit menular yang lain adalah dengan
menemukan kuman penyebab TBC yaitu kuman Mycobacterium Tuberculosis pada
pemeriksaan sputum, bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi
jaringan. Diagnosis tuberkulosis ditegakkan dengan mengumpulkan riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik, rontgen dada, usap BTA, kultur sputum, dan tes kulit tuberkulin.
Pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan 3 spesimen dahak Sewaktu
Pagi Sewaktu (SPS) yaitu:
a. Sewaktu (S): pengambilan dahak saat penderita pertama kali berkunjung ke tempat
pengobatan dan dicurigai menderita TBC.
b. Pagi (P): pengambilan dahak pada keesokan harinya, yaitu pada pagi hari segera
setelah bangun tidur.
c. Sewaktu (S): pengambilan dahak saat penderita mengantarkan dahak pagi ke tempat
pengobatan.

Hasil pemeriksaan dinyatakan positif bila sekurang-kurang 2 dari 3 spesimen dahak SPS
hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut
yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang. Bila hasil rontgen mendukung
TBC, maka penderita didiagnosis menderita TBC BTA positif, namun bila hasil rontgen tidak
mendukung TBC, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi. Apabila fasilitas memungkinkan,
maka dapat dilakukan pemeriksaan biakan/kultur. Pemeriksaan biakan/kultur memerlukan
waktu yang cukup lama serta tidak semua unit pelaksana memilikinya, sehingga jarang
dilakukan.

Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhadap OAT. Mikobakteri merupakan kuman tahan asam yang sifatnya berbeda
dengan kuman lain karena tumbuhnya sangat lambat dan cepat sekali timbul resistensi bila
terpajan dengan satu obat.
Umumnya antibiotika bekerja lebih aktif terhadap kuman yang cepat membelah
dibandingkan dengan kuman yang lambat membelah. Sifat lambat membelahyang dimiliki
mikobakteri merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perkembangan penemuan obat
antimikobakteri baru jauh lebih sulit dan lambat dibandingkan antibakteri lain.
Pengobatan Tb paru pada orang dewasa di bagi dalam beberapa kategori yaitu:
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol
setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan
rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada:
a. Penderita baru TBC paru BTA positif.
b. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.

Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada :
a. Penderita kambuh.
b. Penderita gagal terapi.
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

3. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung
aktif

4. Kategori 4: RHZES
Diber ikan pada kasus Tb kronik .
Epidemiologi
Indonesia pada tahun 2013 tuberculosis mencapai 272 per 100.000 penduduk dan
angka insiden sebesar 153 per 100.000 penduduk dengan jumlah kematian akibat tuberkulosis
sebesar 25 per 100.000 penduduk.

Jumlah penderita TB Paru Klinis (Suspek ditemukan) di Provinsi DKI Jakarta pada
tahun 2015s ebanyak 26,499 penderita. Dari jumlah tersebut 5.574 diantaranya merupakan
pasien baru TB positif. Jakarta Timur merupakan wilayah dengan jumlah TB Paru BTA+
terbesar di Provinsi DKI Jakarta yaitu sebanyak 2.058 penderita di wilayah Jakarta Barat.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari
bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak
minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak
disebabkan penyakit lainnya. Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa
bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat
fibrosis.
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga
udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik
dibedakan tiga jenis emfisema:
 Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer,
terutama mengenaibagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama.
 Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan
terbanyak pada parubagian bawah.
 Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal,
duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura.
Kebanyakan pasien PPOK adalah laki-laki. Hal ini disebabkan lebih banyak ditemukan
perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita. Hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi
Nasional) tahun 2001 menunjukkan bahwa sebanyak 62,2% penduduk laki-laki merupakan
perokok dan hanya 1,3% perempuan yang merokok. Sebanyak 92,0% dari perokok
menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah, ketika bersama anggota rumah tangga
lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan perokok pasif.

Kanker Paru
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau
epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak
terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus
didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut
metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia.
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah
menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat :
• Lokal (tumor tumbuh setempat) :
• Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
• Hemoptisis
• Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas
• Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
• Ateletaksis
• Invasi lokal : • Nyeri dada
• Dispnea karena efusi pleura
• Invasi ke perikardium  terjadi tamponade atau aritmia
• Sindrom vena cava superior
• Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
• Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
• Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakhialis dan saraf simpatis servikalis

• Gejala Penyakit Metastasis :


• Pada otak, tulang, hati, adrenal
• Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)

• Sindrom Paraneoplastik : terdapat 10% kanker paru dengan gejala :


• Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
• Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
• Hipertrofi osteoartropati
• Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
• Neuromiopati
• Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
• Dermatologik : eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh
• Renal : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone
• Asimtomatik dengan kelainan radiologis
• Sering terdapat pada perokok dengan COPD yang terdeteksi secara radiologis.
• Kelainan berupa nodul soliter

Kesimpulan
Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat
kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja ( faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis,
faktor fisiologis atau ergonomi, faktor psikologis ), oleh karena itu penyakit akibat kerja
merupakan penyakit artefisial atau sering disebut manmade diseases. Pneumokoniosis
merupakan penyakit paru yang disebabkan oleh debu yang masuk ke dalam saluran
pernafasan (inhalasi). Pneumokoniosis membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk timbul
setelah paparan terjadi.
Salah satu jenis pneumokoniosis adalah silikosis. Silikosis adalah penyakit yang
paling penting dari golongan penyakit paru akibat kerja. Penyebabnya adalah silika bebas
(SiO2) yang terdapat dalam debu yang dihirup waktu bernafas dan ditimbun dalam paru paru
dengan masa inkubasi 2-4 tahun. Jika silikosis tidak dapat di tangani dengan baik akan
menimbulkan komplikasi berupa silikotuberkulosis. Silikotuberkulosis akibat dari silikosis
kronis yang mengakibatkan turunnya faktor imun dari orang yang terpajan silika dioksida
secara terus menerus

Daftar Pustaka
1. Referensi di ambil dari http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=16432 pada
tanggal 29 Oktober 2017
2. Referensi di ambil dari https://media.neliti.com/media/publications/71507-ID-
penyakit-sistem-respirasi-akibat-kerja.pdf pada tanggal 29 Oktober 2017
3. Referensi di ambil dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/40165/Chapter%20II.pdf?
sequence=4 p pada tanggal 29 Oktober 2017
4. Referensi diambil dari: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-
nurhayatij-6516-3-babii.pdf 24 Juli 2017 pada tanggal 29 Oktober 2017
5. Referensi di ambil dari http://klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf pada
tanggal 29 Oktober 2017
6. Referensi diambil dari: http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKParu.pdf pada
tanggal 29 Oktober 2017

Anda mungkin juga menyukai