Anda di halaman 1dari 16

Penyakit Asma yang Diperberat oleh Pekerjaan

LEWITA YULITA
10-2010-222
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara no.6 Jakarta Barat 11470
Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email:lewitayulita@yahoo.com

Pendahuluan
Tingkat partisipasi perempuan dalam dunia kerja, semakin meningkat. Dari data dan
informasi ketenagaan kerja yang diterbitkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
RI bahwa tahun 2005, terlihat dari 94.948.118 penduduk yang bekerja, 34.209.531 orang
(36,03% dari total penduduk bekerja) adalah perempuan. Dari jumlah tersebut, 15.391.373
orang (44,99% dari perempuan yang bekerja) sektor pertanian, disusul 8.219.881 orang
(24,03%) bekerja di sektor penjualan, dan 5.132.599 oarng (15,0%) bekerja di sektor
industri. Sebagian besar mereka melakukan pekerjaan bertujuan untuk menambah pendapatan
keluarga. Seperti yang diungkapkan oleh Setia (2003) bahwa keterlibatan perempuan
Indonesia dalam bekerja adalah bagian dari usaha untuk mengatasi masalah keuangan
keluarga. Dahulu, definisi sedikit sempit yaitu asma yang dipicu oleh sensitasi terhadap agen
yang terhirup waktu bekerja. Definisi yang lebih baru adalah suatu penyakit dengan ciri
keterbatasan aliran udara yang bervariasi dan atau saluran udara yang hiperesponsif akibat
penyebab dan keadaan yang dapat dihubungkan dengan lingkungan pekerjaan tertentu dan
tidak dengan rangsangan yang berasal dari luar tempat kerja.

I.

DIAGNOSIS KLINIS
A. Anamnesis
Identitas
Nama

: Ny. A

Alamat

: Cipinang

Usia

: 25 tahun

Status

: Menikah

Agama

: Islam

Pendidikan
Pekerjaan

: SD
: Pedagang sayuran keliling

Keluhan Utama
Sesak napas memberat 3 hari lalu sebelum masuk Rumah Sakit
Keluhan Tambahan
batuk dan rasa tidak nyaman di dada
Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. A sesak napas sejak 7 hari lalu, disertai mengi pada pagi hari dan berkurang
saat istirahat, batuk berdahak berwarna putih, batuk pada malam hari (-).
Bertambah berat sejak 3 hari lalu, memiliki riwayat asma yang sering kambuh 2x
dalam sebulan. Berjaualan sayur keliling dari subuh hingga siang hari selama 4
tahun, menggunakan gerobak dorong. Mengkonsumsi OAT (-), kebiasaan
merokok (-)
Riwayat Penyakit Dahulu
Memiliki riwayat sesak napas sejak 8 tahun
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-), DM (-)

B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: Kompos mentis, tampak sakit berat
Tanda-tanda vital
TD

: 120/70 mmHg

Nadi

: 90 x/menit, irama teratur

Pernapasan: 20 x/menit
Suhu

: 36,50 C

Status Gizi
TB

: 165 cm

BB

: 50 kg

IMT

: 18,3 kg/m

Lpe

: 52 cm

Pemeriksaan fisik thorax


Inspeksi

: dinding thorax kanan-kiri simetris, mamae simetris, semua dalam


batas normal

Palpasi

: tidak ditemukan kelainan

Perkusi

: sonor

Auskultasi : Vesikuler, ronki basah halus (-), Wheezing (+)

C. Pemeriksaan Penunjang

Uji fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter. Diagnosis asma dapat
ditegakkan bila didapatkan: Variasi pada PFR (peak flow meter=arus puncak
ekspirasi) atau FEV1 (forced expiratory volume 1 second= volume ekspirasi paksa
pada detik pertama) 15%, Kenaikan 15% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian
inhalasi bronkodilator, Penurunan 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi
bronkus.

Gas darah arteri diindikasikan pada serangan berat dan bila saturasi oskigen turun
sampai <91%

Tes kulit hipersensitivitas bermanfaat dalam mengidentifikasi individu yang atopik

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Foto rontgen dada,
hanya diindikasikan bila ada kecurigaan pneumothoraks, pneumonia atau komplikasi
lain

Sputum: dapat menemukan eosinofilia serta dapat mengkaji adanya bukti infeksi
bakteri

Monitoring puncak kecepatan aliran ekspirasi (PEFR)


Monitoring PEFR telah menjadi suatu perangkat yang digunakan dalam
penelitian asma akibat kerja. Pasien diajarkan secara benar penggunaan PEF meter
portebel dan diminta mencatat hasilnya setiap PEFRnya setiap dua hingga tiga jam
sekali pada siang hari. Hal ini sebaiknya mencakup periode bekerja dan tidak bekerja,
jangka waktu tidak bekerja harus kira-kira 7-10 hari lamanya berturt-turt. Setiap kali
diambil 3 hasil yang terbaik. Setiap hari nilai hasil yang maksimum, minimum dan
rata-rata dimasukkan ke dalam grafik.Variasi diurnal sebesar 20% atau lebih adalah
bukti adanya asma. Variasi diurnal dihitung sebagai perbedaan antara PEFR
maksimum dan minimum yang dinyatakan dalam presentase PEFR maksimum setiap
hari. Bukti adanya perbaikan waktu di rumah dan diperburuk ditempat kerja perlu
dicari. PEFR memastika adanya obtruksi jalan udara yang berhubungan dengan
pekerjaan, tapi tidak memberi tahu kita penyebab asma spesifik.

Untuk mengetahui penyebab yang spesifik, kita harus mengetahui pajanan


yang dialami oleh pekerja iti dilingkungan kerjanya, kunjungan ketempat kerja dan
penelitian literatur akan memberi tahi kita bahan pajanan yang diketahui bisa
menyebabkab asma PEFR seri menunjukan adanya pola hubungan dengan pekerjaan,
orang akan memperkirakan asma yang diederitanya disebabkan oleh bahan yang
diketahui tersebut.1

Tes provokasi spesifik bagi bronkus (BPT)


Tes ini dilakukan pada pasien yang dirawat inap dirumah sakit sehingga reaksi
asma apapun terutama reaksi yang tertunda dapat didokumentasi dan dapat diobati
dengan baik. Idealnya serangan asma yang dialami oleh pasien telah distabilkan
terlebih dahulu dan pasien sedang tidak berada dalam pengobatan. Pada hari pertama,
PEFR dimonitor setiap tiga jam selama 24jam. Pada hari kedua, pasien diberikan
pajanan berupa zat kontrol, misalkan debu, laktosa. Bila tidak ada reaksi makan pada
hari ketiga pajanan berupa bahan yang diduga sebagai agen penyebab. Penurunan
PEFR sebesar 20% dari nilai dasar denga kontrol yang negatif dapat dianggap suatu
BPT positif. Tingkat dan lamanya pajanan tergantung agens penyebab dan pasien itu
sendiri.1
D. Diagnosis Klinis
WD: Asma Eksaserbasi Akut
DD: Pneumonitis Hipersensitivitas
Penyakit ini merupakan peradangan diparu yang diakibatkan karena terpapar
debu bahan organik yang berperan sebagai antigen bagi penghirupnya. Partikel debu
ini biasanya jamur, hasil produksi tanaman, atau kotoran binatang. Penyakit ini adalah
penyakit paru akut tetapi dapat menjadi penyakit paru kronik. Kejadian akut jika
terjadi 4-6 jam setelah terpapar bahan allergen, sedangkan kronik jika paparan
berlangsung berulang-ulang dan lama sehingga menyebabkan fibrosis paru. Penyakit
ini timbul biasanya setelah terpapar bahan alergen beberapa minggu atau beberapa
bulan. Gejala yang timbul dapat berupa demam, batuk, sesak yang dapat diikuti oleh
anoreksia, nausea, muntah. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan ronki kering
ataupun basah. Gejala ini dapat cepat hilang setelah bebas dari alergen tetapi juga
dapat lambat dan memerlukan beberapa minggu.2

II.

PAJANAN YANG DIALAMI


5

Bahaya potensial penyebab gangguan kesehatan di tempat kerja maupun di


lingkungan rumah dapat digolongkan dalam beberapa faktor yaitu faktor kimia, faktor
fisik, faktor biologis, ergonomic, psikologi. Gangguan kesehatan dapat terjadi ketika
terjadi interkasi antara bahaya potensial sebagai penyebab, dengan faktor lingkungan
yang tidak menguntungkan di pihak lain. Ketika daya tahan tubuh suatu individu tidak
kuat untuk bertahan, maka terjadilah sakit.
Pajanan Kimia
Meningkatnya penggunaan bahan kimia dalam kehidupan kita sehari-hari,
baik di tempat kerja maupun di rumah tangga telah menyebabkan pula semakin
seringnya kita kontak dengan bahan-bahan tersebut. Bahan-bahan kimia ini sebagian
dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan yang terjadinya segera ataupun
dikemudian hari. Tidak jarang pula gangguan kesehatan terjadi setelah tidak
menggunakannya atau sudah tidak menyentuhnya lagi, tetapi gangguan terus
berkembang. Gangguan kesehatan yang terjadi dikemudian hari sering tidak disadari,
karena perkembangannya perlahan-lahan dan diketahui justru setelah menjadi parah.
Dampak kesehatan bahan-bahan kimia terhadap manusia dapat berakibat
sementara waktu saja, dan selanjutnya kesehatan pulih kembali, tetapi juga ada yang
berakibat menetap atau seumur hidup.
Untuk mengetahui gangguan yang mungkin terjadi karena bahan bahan kimia
tersebut dapat mengenali gejala dan tanda yang timbul seperti berikut, seperti
gangguan pada saluran napas, paru-paru, asma, sesak napas, batuk kering, dan sering
cepat lelah. Hidung dan tenggorokan bengkak, lecet, serasa terbakar; bersin-bersin,
dan batuk. Gangguan ini banyak dialami akibat terkena debu atau bahan kimia yang
terhisap melalui saluran napas, seperti yang dialami oleh pembuat keramik/tembikar,
dan pengolah kapas atau wol.3
Pada kasus Ny. A kemungkinan terdapat pajanan kimia yaitu debu saat pasien
berdagang keliling yang memacu timbulnya riwayat asma yang pasien miliki.

Pajanan Fisik

Kondisi suhu panas dapt berakibatnya mulai dari yang ringan seperti
ketidaknyamanan dalam bekerja, sampai dengan kemungkinan gangguan kesadaran
berupa heat stroke. Gangguan yang paling sering adalah berupa gangguan kulit. Dapat
berupa miliaria yaitu kelainan kulit dengan gejala berbintik dan kemerahan di daerah
muka terutama kening, yang dikenal juga sebagai biang keringet. Gangguan lain
dapat berupa gejala kelelahan, kejang otot, dan juga kolik perut. Minum yang banyak
dan disertai tambahan garam sebagai pengganti cairan dan garam tubuh yang keluar
melalui keringat merupakan salah satu cara untuk mencegah gangguan kesehatan
yang timbul akibat panas.3
Pada kasus Ny. A pajanan fisik yang terjadi dapat merupakan kondisi panas
saat pasien berdagang. Suhu yang panas dapat mempengaruhi timbulnya sesak nafas
yang diakibatkan karna kelelahan.
Pajanan Ergonomi
Pekerjaan mengangkat dan membawa beban berat tidak hanya di kerjakan oleh
pekerja laki-laki, tetapi kegiatan ini juga umum dilakukan oleh perempuan dalam
kesehariannya. Gangguan kesehatan yang umum dijumpai pada perempuan akibat
faktor ergonomi ini adalah nyeri punggung dan nyeri pinggang. Masalah kesehatan
ini dapat terasa segera dan sembuh segera. Tetapi tidak jarang berlangsung sampai
berbulan-bulan atau menahun. Gangguan nyeri punggung dan pinggang yang berat
dapat menyebabkan nyeri hebat akibat penjepitan pada syaraf yang ada di tulang
belakangnya. Bahkan keadaan ini dapat menyebabkan kelumpuhan.
Beban berat juga dapat menyebabkan terjadinya keguguran pada perempuan
usia muda. Keluhan turun rahim (prolapsus uteri) dapat terjadi akibat mengangkat
beban berat. Sering terjadi pada perempuan setengah baya atau sudah sering
melahirkan. Gangguan kesehatan tersebut dapat dicegah dengan cara mengangakat
dan membawa beban secara benar. 3
Pada kasus Ny. A pajanan ergonomi dapat terjadi karena pekerjaannya ialah
mendorong gerobak sayurnya, posisi yang tidak tepat saat melakukan aktivitas dapat
menimbulkan keluhan kesehatan pada pasien.
Faktor Biologis

Tergolong pada faktor resiko biologis adalah bahaya potensial kesehatan yang
berasal dari bakteri, virus, jamur, dan parasit termasuk cacing. Pada perempuan yang
berkerja di perkebunan dan pertanian, terkena faktor resiko biologis ini lebih besar.
Jenis virus aflatoksin yang terdapat pada biji-bijian dan kacang-kacangan merupakan
penyebab gangguan hati yang dapat terlanjut menjadi kanker hati.
Bekerja tanpa alat pelindung seperti sepatu dan sarung tangan di bidang
pertanian dan perkebunan, memperbesar resiko terkena parasit cacing. Kontak dapat
terjadi melalui kulit maupun penyebaran telurnya yang tertelan. Jamur banyak
menyebabkan gangguan kulit. Iklim panas dan lembab di Indonesia, sangat
menunjang penyebaran penyakit jamur kulit. Terlebih lagi pada mereka dengan
kebersihan diri yang tidak terjaga dengan baik. 3
Pada kasus Ny. A pajanan biologis yang mungkin bisa terjadi ialah penyakit
jamur dikulit akibat lembabnya kulit yang terpajanan dengan suhu panas dan disertai
kurangnya tingkat kebersihan pasien.
Pajanan Psikologis.
Faktor resiko psikologis di tempat kerja terkait dengan beban kerja baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Selain itu sumber stress dapat juga terkait dengan tidak
jelasnya peran dan tanggung jawab, serta pengembangan karir. Berdasarkan hubungan
dengan orang disekitar kerja, sumber stress dapat juga terkait dengan hubungan atasan
dengan bawahan, ataupun sesama teman sekerja. Stress yang berkepanjangan dan
tidak dapat di atasi akan berkembang menjadi distress dan menimbulkan gangguan
kesehatan mental. Gejala gangguan mental inki dapat di awali dengan adanya
perubahan perilaku, seperti merokok, dan minum alkoholyang semula tidak
dilakukan. Dapat juga terlihat seperti mudah tersinggung, sedih, dan mungkin agresif
seperti pemarah. Terjadinya gangguan kesehatan ini sangat tergantung dengan ketidak
mampuan koping dan penyesuaian terhadap masalah yang dihadapi. Inipun
dipengaruhi oleh faktor individual lainnya seperti faktor genetik, usia, pendidikan,
agama, dan tipe kepribadian. 3
Pada kasus Ny. A pajanan psikologis yang mungkin bisa terjadi ialah stress
akibat tingginya tingkat kebutuhan yang harus tercukupi, sehingga pasien turut
bekerja untuk membantu mencukupi kebutuhan tersebut.
8

III.

HUBUNGAN PAJANAN DENGAN PENYAKIT


Triger (pemicu) yang berbeda-beda dapat menyebabkan eksaserbasi asma oleh
karena inflamasi saluran napas atau bronkospasme akut atau keduanya. Sesuatu
yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu individu
dengan individu yang lain dan dari satu waktu ke waktu yang lain. Beberapa hal di
antaranya adalah alergen, polusi udara, infeksi saluran napas, kecapaian,
perubahan cuaca, makanan, obat, atau ekspresi emosi yang berlebihan. 5
Mengendalikan asma pada pasien yang terpicu setiap kali ia terpajan oleh alergen
tertentu dilingkungan kerjanya. Selain itu, saat ini telah diketahui bahwa jika
gejala tidak disadari dalam waktu yang lebih lama dan pekerja terus terpajan oleh
alergen, maka lebih besar resiko asma yang diderita. 4

IV.

JUMLAH PAJANAN YANG DIALAMI


Macam-macam debu
Dari macamnya debu juga dapat dikelompokan kedalam Debu Organik
(debu kapas, debu daun-daunan, tembakau dan sebagainya), Debu Mineral
(merupakan senyawa komplek: SiO2, SiO3, arang batu dll) dan Debu Metal
(Debu yang mengandung unsur logam: Pb, Hg, Cd, Arsen, dll).
Dari segi karakter zatnya debu terdiri atas:
- Debu fisik (debu tanah, batu, mineral, fiber)
- Kimia (Mineral organik dan inorganik)
-Biologis (Virus, bakteri, jamur) dan debu radio aktif.
Ditempat kerja jenis jenis debu ini dapat ditemui di kegiatan pertanian,
pengusaha keramik, batu kapur, batubatapengusaha

kasur, pasar

tradisional,

pedagang pinggir jalanan dan lain lain.

Ambang batas debu


Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran
pernafasan.Dari hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai berikut:
5-10 mikron = akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian atas

3-5 Mikron akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian tengah


1-3 mikron sampai dipermukaan alveoli
0,5-0,1

mikron

hinggap

dipermukaan

alveoli/selaput

lendir

sehingga

menyebabkanvibrosis paru
0,1-0,5 mikron melayang dipermukaan alveoli. Menurut WHO 1996 ukuran debu
partikel yang membahayakan adalah berukuran 0,1 5 atau 10 mikron. Depkes
mengisaratkan bahwa ukuran debu yang membahayakan berkisar 0,1 sampai 10
mikron.
Posisi ergonomis untuk mengangkat beban
Jenis kelamin seseorang juga dapat mempengaruhi kegiatan mengangkat dan
mengangkut. Cara mengangkat dan mengangkut yang baik harus memenuhi 2 prinsip
kinetis, yaitu :
Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak mungkin otot
tulang yang lemah dibebaskan dari pembebanan.
Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
Untuk menerapkan kedua prinsip kinetis itu setiap kegiatan mengangkat dan mengangkut
harus dilakukan sebagai berikut :
1. Pegangan harus tepat. Memegang diusahakan dengan tangan penuh dan memegang
dengan hanya beberapa jari yang dapat menyebabkan ketegangan statis lokal pada jari
tersebut harus dihindarkan.
2.Lengan harus sedekat-dekatnya pada badan dan dalam posisi lurus. Fleksi pada
lengan untuk mengangkut dan mengangkat menyebabkan ketegangan otot statis
yang melelahkan.
3.Punggung harus diluruskan.
4.Dagu ditarik segera setelah kepala bisa ditegakkan lagi seperti pada permulaan
gerakan.
5.Dengan posisi kepala dan dagu yang tepat, seluruh tulang belakang diluruskan.
6. Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga mampu untuk mengimbangi
momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat. Satu kaki ditempatkan ke arah
jurusan gerakan yang dituju, kaki kedua ditempatkan sedemikian rupa sehingga
membantu mendorong tubuh pada gerakan pertama.
10

7. Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya untuk gerakan
dan perimbangan.
8. Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang melalui
pusat gravitasi tubuh.
Suhu
Manusia selalu berusaha mempertahankan keadaan normal tubuh dengan
sistem tubuh yang sangat sempurna sehingga dapat menyesuaikan dengan perubahan
yang

terjadi

diluar

tubuhnya.

Tubuh

manusia

menyesuaikan

diri

karena

kemampuannya untuk melakukan proses konveksi, radiasi,dan penguapan jika terjadi


kekurangan atau kelebihan yang membebaninya. Tetapi, kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan temperatur luar jika perubahannya tidak melebihi
20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin terhadap temperatur normal
24 C.
Temperatur udara lebih rendah dari 37 C berati temparatur udara ini dibawah
kemampuan tubuh untuk menyesuaikasn diri (35% dibawah normal), maka tubuh
manuasia akan mengalami kedinginan, karena hilangnya panas tubuh yang sebagian
besar diakibatkan oleh konveksi dan radiasi, juga sebagian kecil akibat penguapan.
Sebaliknya jika temperatur udara terlalu panas dibanding temperatur tubuh, maka
tubuh akan menerima panas akibat konveksi dan radiasi yang jauh lebih besar dari
kemampuan tubuh untuk mendinginkan tubuhnya malalui sistem penguapan. Hal ini
menyebabkan temperatur tubuh menjadi ikut naik dengan tingginya temperatur udara.
Temparatur yang terlalu dingin akan mengakibatkan gairah kerja menurun. Sedangkan
temperatur udara yang terlampau panas, akan mengakibatkan cepat timbulnya
kelelahan tubuh dan cenderung melakukan kesalahan dalam bekerja.

V.

VI.

VII.

PERAN FAKTOR INDIVIDU


Pasien memiliki riwayat sesak napas sejak 8 tahun lalu, tidak memiliki kebiasaan
untuk berolahraga.
FAKTOR LAIN DI LUAR PEKERJAAN
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok maupun minum alkohol, pekerjaan
sambilan diluar berjualan sayur keliling tidak diketahui.
DIAGNOSIS OKUPASI
11

Keluhan yang terjadi pada pasien termasuk dalam penyakit asma yang diperberat
pajanan ditempat kerja.
PENATALAKSANAAN
Terapi Medika Mentosa
Target pengobatan asma meliputi beberapa hal, di antaranya adalah menjaga saturasi oksigen
arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi saluran pernapasan dengan
pemberian bronkodilatator inhlasi kerja cepat (2-agonis dan anti kolinergik) dan mengurangi
inflamasi saluran pernapasan serta mencegah kekambuhan dengan pemberian kortikosteroid
sistemik yang lebih awal.

Oksigen

Karena kondisi hipoksemia dihasilkan oleh ketidakseimbangan V/Q, hal ini biasanya dapat
terkoreksi dengan pemberian oksigen 1-3 L/menit dengan kanul nasal atau masker. Meskipun
demikian,

penggunaan

oksigen

dengan

aliran

cepat

tidak

membahayakan

dan

direkomendasikan pada semua pasien dengan asma akut. Target pemberian oksigen ini adalah
dapat mempertahankan SpO2 pada kisaran lebih dari 92%.

2 agonis

Inhalasi 2 agonis kerja pendek merupakan obat pilihan untuk pengobatan asma akut. Onset
aksi obat tadi cepat dan efek sampingnya bisa ditoleransi. Salbutamol merupakan obat yang
banyak dipakai di instalasi gawat darurat (IGD). Onset aksi obat ini sekitar 5 menit dengan
lama aksi sekitar 6 jam. Obat lain yang juga sering digunakan adalah metaproterenol,
terbutalin dan fenoterol. Obat dengan aksi kerja panjang tidak direkomendasikan, untuk
pengobatan kegawatdaruratan. Levalbuterol mempunyai efiksasi yang lebih baik dan lebih
toksik yang minimal dibandingkan dengan albuterol racemik.
Pemberian ephineprin sub kutan jarang dilakukan oleh karena memicu timbulnya efek
samping pada jantung. Obat ini hanya berfungsi sebagai cadangan saat pasien tidak
mendapatkan keuntungan dengan pemakaian obat secara inhalasi.

Antikolinergik

Penggunaan antikolinergik berdasarkan asumsi terdapatnya peningkatan tonus vagal saluran


pernapasan pada pasien asma akut, tetapi efeknya tidak sebaik 2 agonis. Penggunaan
ipratropium bromida (IB) secara inhlasi digunakan sebagai bronkho dilator awal pada pasien
12

asma akut. Kombinasi pemberian IB dan 2 agonis diindikasikan sebagai terapi pertama
pada pasien dewasa dengan eksaserbasi asma berat. Dosis 4x semprot (80mg) tiap 10 menit
dengan MDI atau 500 mg setiap 20 menit dengan nebulizer akan lebih efektif.

Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid secara sistemik harus diberikan pada penatalaksanaan kecuali kalau
derajat eksaserbasinya ringan. Agen ini tidak bersifat bronkodilatator tetapi secara ekstrem
sangat efektif menurunkan inflamasi pada saluran napas. Pemberian hidrokortison 800mg
atau 160 mg metilprednisolon dalam 4 dosis terbagi setiap harinya, umumnya sudah
memberikan efek yang adekuat pada kebanyakan pasien.

Teofilin

Penggunaan teofilin sebagai obat monoterapi, efektivitasnya tidak sebaik obat golongan 2
agonis. Pemberian aminophilin dikombinasi dengan 2 agonis per inhalasi, tidak
memberikan manfaat yang bermakna. Pemberian obat ini malah akan meningkatkan efek
samping seperti tremor, mual, cemas dan taki aritmia. Berdasarkan beberapa hasil penelitian
akhirnya dibuat kesepakatan dan keputusan untuk tidak merekomendasikan pemberian
teofilin secara rutin untuk pengobatan asma akut. Obat ini boleh digunakan hanya jika pasien
tidak respon dengan terapi standar. Pada kasus ini pemberian loading doses 6mg/ kg dan
diberikan dalam waktu >30 menit dilanjutkan secara per infus dengan dosis 0,5 mg/kg BB/
jam. Kadar teofilin dalam darah yang direkomendasikan berkisar antara 8-12 mg/ml.

Magnesium sulfat

Penggunaan obat ini untuk asma akut pertama kali dilaporkan oleh dokter negara Uruguay
pada tahun 1936. Mekanisme obat ini kemungkinan melalui hambatan kontraksi otot polos
akibat kanal kalsium terblokir oleh magnesium. Obat ini murah dan aman. Dosis yang biasa
diberikan 1,2 2g intravena, diberikan dalam waktu > 20menit. Dari hasil penelitian secara
meta analisis, pemberian obat ini pada pasien asma akut tidak dianjurkan untuk diberikan
secara rutin. Pemberian obat ini secara per inhalasi tidak memberikan efek yang bermakna.
Penelitian akhir melaporkan bahwa pemberian magnesium sulfat secara intravena hanya akan
memperbaiki fungsi paru jika diberikan sebagai obat tambahan pada obat yang telah
ditentukan sebagai standar terapi (nebulizer 2 agonis dan kortikosteroid intravena) pada
pasien dengan FEV < 20% prediksi.

Antagonis Leukotrin

Ada beberapa penelitian yang dilakukan untuk menguji efektivitas penggunaan obat ini. Pada
suatu penelitian, pemberian dua macam obat zafirlukast secara oral (20 mg dan 160 mg) pada
13

pasien asma akut yang datang ke IGD, memperlihatkan adanya perbaikan fungsi paru dan
skor sesak napasnya menjadi berkurang. Pada pasien asma akut refrakter yang sudah
mendapatkan terapi 2 agonis, pemberian montelukast intra vena akan meningkatkan FEV
secara cepat meskipun perubahannya hanya sedikit bila dibandingkan dengan placebo.4
Terapi Non Medika Mentosa
Apabila pekerja bekerja di suhu yang panas maka perlu dilakukan pengaturan dan
pengawasan suhu udara di lingkungan kerja serta aklimatisasi sebelum bekerja. Lalu perlu
juga dilakukan penyuluhan sebelum bekerja serta beban kerja yang seimbang. Alat pelindung
diri juga dapat digunakan serta kebersihan lingkungan harus dijaga. Pekerja perlu juga
menghindari faktor pencetus dan diusahakan untuk tidak merokok. 5
Terapi okupasi
Saat diagnosis kasus telah ditegakkan, pasien harus dipindahkan secara permanen dari
tempat pajanan terhadap bahan penyebab spesifik tersebut. Ia harus diberitahu penyebab
asma yang dideritanya dan hal yang harus dihindari selanjutnya, termasuk tempat pekerjaan
lain yang dapat memberikan pajanan terhadap bahan yang sama. Asma yang dideritanya
harus diobati secara medis sesuai dengan protokol yang ada dan ia harus diberitahu bahwa
gejala asma tersebut bisa bertahan untuk sementara waktu walaupun sesudah ia dipindahkan.
Kira-kira 50% kasus gejala masih terus bertahan walaupun sudah berhenti terpajan.
Penegakkan diagnosis secara dini dan pemindahan pasien dari pajanan lebih lanjut penting
untuk dilakukan.

PENCEGAHAN
Penerapan konsep lima tingkatan pencegahan pernyakit pada penyakit akibat kerja :

Peningkatan

kesehatan

(health

promotion).

Misalnya:

pendidikan

kesehatan,

meningkatkan gizi yang baik, pengembangan kepribadian, perusahaan yang sehat dan
memadai, rekreasi lingkungan kerja yang memadai, penyuluhan perkawinan dan
pendidikan seksual, konsultasi tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan periodik.
14

Perlindungan khusus (specific protection). Misalnya: imunisasi, hygiene perorangan,


sanitasi lingkungan, serta proteksi terhadap bahaya dan kecelakaan kerja.

Diagnosis (deteksi) dini dan pengobatan tepat (early diagnosis and promt treatment).
Misalnya: diagnosis dinisetiap keluhan dan pengobatan segera serta pembatasan titiktitik lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi.

Membatasi kemungkinan cacat (disability limitation). Misalnya: memeriksa dan


mengobati tenaga kerja serta komprehensif, mengobati tenaga kerja secara sempurna,
dan pendidikan kesehatan.

Pemulihan kesehatan (rehabilitation). Misalnya: rehabilitasi dan memperkerjakan


kembali pekerja yang menderita cacat. Sedapat mungkin perusahaan mencoba
menempatkan karyawan cacat di jabatan-jabatan yang sesuai.

Mencegah Sensititasi
Cara-cara mencegah asma berupa pencegahan sensitisasi alergi (terjadinya atopi, diduga
paling relevan pada masa prenatal dan perinatal) atau pencegahan terjadinya asma pada
individu yang disensitisasi. Selain menghindari pajanan dan asap rokok, baik in utero
atau setelah lahir, tidak ada bukti intervensi yang dapat mencegah perkembangan asma.
Hipotesis higiene untuk mengarahkan sistem imun bayi kearah Th1. Respon non alergi
atau modulasi sel T regulator masih merupakan hipotesis.5

Mencegah Eksaserbasi
Eksaserbasi asma dapat ditimbulkan berbagai faktor (trigger) seperti alergen (indoor
seperti tungau debu rumah hewan berbulu, kecoa, dan jamur, alergen outdoor seperti
polen, jamur, infeksi virus, polutan dan obat. Mengurangi pajanan penderita dengan
beberapa faktor seperti menghentikan merokok, menghindari asap rokok, lingkungan
kerja, makanan, aditif, obat yang menimbulkan gejala dapat memperbaiki kontrol asma
serta keperluan obat. Tetapi biasanya penderita bereaksi terhadap banyak faktor
15

lingkungan sehingga usaha menghindari alergen sulit untuk dilakukan. Hal-hal lain
yang harus pula dihindari adalah polutan indoor dan outdoor, makanan dan aditif,
obesitas, emosi-stres dan berbagai faktor lainnya.5
Prognosis
Asma harus di tangani dengan baik karena dengan penanganan yang baik, asma
bronkial ini dapat dikendalikan. Tetapi jika penanganannya buruk, maka akan
menghasilkan prognosis yang buruk.
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan gejala yang dialami oleh Ny.A berupa Sesak napas, Batuk, dan adanya
mengi saat bekerja merupakan penyakit asma yang diperberat akibat kerja.
Daftar Pustaka
1. Jeyaratnam J. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: EGC; 2009. h.77-92
2. Djojodibroto RD. Respiratologi. Jakarta: EGC; 2009.h. 200-1
3. Mansyur M. Risiko kesehatan perempuan di tempat kerja, dalam buku: bunga rampai
masalah kesehatan dari dalam kandungan sampai lanjut usia. Jakarta: balai penerbit
fakultas kedokteran universitas Indonesia. 2007.h. 109-119, 133-135.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Pusat penerbitan
departemen ilmu penyakit dalam. Jilid II. Jakarta: fakultas kedokteran universitas
Indonesia; 2009. h. 2495-506
5. Effendy N. Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat. Edisi 2. Jakarta: EGC;
1998. h.122-132

16

Anda mungkin juga menyukai