Dalam melakukan pekerjaan apa pun, sebenarnya para pekerja memiliki risiko terhadap masalah kesehatan yang
diakibatkan oleh proses kerja, lingkungan kerja, dan perilaku kesehatan pekerja. Pekerja tidak hanya berisiko
menderita penyakit menular atau tidak menular, tetapi juga dapat menderita penyakit akibat kerja.
Penyakit akibat kerja (PAK) adalah penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja termasuk
penyakit akibat hubungan kerja. Di Indonesia, gambaran PAK saat ini seperti fenomena gunung es, PAK yang diketahui
dan dilaporkan masih sangat terbatas dan parsial sehingga belum menggambarkan besarnya masalah keselamatan
dan kesehatan kerja di Indonesia.
Belum semua pekerja sadar tentang PAK. Sebagian pekerja menyadari bahwa penyakit yang diderita besar
kemungkinan karena pekerjaannya, tetapi banyak yang tidak menyadari bahwa pekerjaan yang dilakukannya sehari-
hari sebagai penyebab penyakit tertentu
Dalam banyak kasus PAK, ada satu hal yang sering dipertentangkan, apakah penyakit yang diderita pekerja diperoleh
akibat pekerjaan atau di luar lingkungan kerja. Kontroversi ini sering kali merugikan pekerja, yang pada akhirnya bisa
menurunkan produktivitas kerja dan berdampak pula pada perusahaan.
Untuk itu, baik perusahaan maupun pekerja wajib memahami berbagai PAK atau yang diperoleh di lingkungan kerja,
penyebab, deteksi dini, diagnosis PAK, upaya-upaya pengendaliannya, dan kewajiban melaporkan PAK.
Dilansir republika.co.id, Ketua Umum Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia (Perdoki), Nusye E
Zamsiar, menyatakan, saat ini terdapat tiga jenis PAK terbanyak di Indonesia. Tiga PAK itu antara lain tuli menduduki
peringkat pertama, kemudian nyeri punggung, dan kulit.
Menurut Perdoki, penyakit tuli akibat kerja biasanya dialami oleh pekerja yang bekerja di perusahaan atau pabrik
yang terpapar suara bising dan yang bekerja di pertambangan. Sementara nyeri punggung belakang bisa dialami oleh
pekerja dihampir semua pekerjaan seperti pekerja kantoran dan pekerja gudang.
Perdoki menambahkan, penyakit nyeri punggung belakang ini jangan dianggap sepele. Sering kali pekerja yang
mengalami nyeri punggung belakang ini menganggapnya sebagai penyakit ginjal. Padahal hanya kesalahan duduk
atau kursi tidak ergonomis. Bila hal tersebut dibiarkan dapat mengganggu pekerjaan sehari-hari.
PAK terbanyak ketiga adalah penyakit kulit. Penyakit ini sekarang semakin banyak dialami oleh pekerja yang sehari-
harinya menangani bahan kimia di tempat kerja. Perdoki menyatakan, PAK sama rentannya dengan penyakit tidak
menular, seperti stroke, diabetes, dan asam urat.
Maka, Perdoki menyarankan agar perusahaan memberikan pengenalan kepada pekerja tentang PAK dan melakukan
upaya pencegahan agar PAK tidak menimbulkan gangguan kesehatan yang lebih serius.
Penyakit akibat kerja sering kali diakibatkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses, maupun lingkungan kerja.
Dengan demikian, PAK disebut sebagai penyakit artifisial karena timbulnya diakibatkan oleh adanya pekerjaan atau
penyakit buatan manusia (man made disease).
Terkait PAK ini, ada banyak hal yang penting dipahami pekerja. Tujuannya agar pekerja dapat memperoleh informasi dan
pengetahuan tentang PAK dan mengurangi risiko PAK.
Apa saja faktor penyebab yang dapat memicu atau memperparah penyakit akibat kerja?
Terdapat beberapa penyebab PAK yang umum terjadi di tempat kerja. Penyebab PAK dibagi menjadi lima golongan, di
antaranya:
1. Golongan fisika
Suhu ekstrem, bising, pencahayaan, getaran (vibrasi) radiasi pengion dan non pengion, dan tekanan udara.
2. Golongan kimia
Semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, uap logam, gas, larutan, kabut, partikel nano dan lain-lain.
3. Golongan biologi
4. Golongan ergonomi
Desain tempat kerja, beban kerja, angkat angkut berat, posisi kerja janggal, posisi kerja statis, gerak repetitif,
penerangan, Visual Display Terminal (VDT) dan lain-lain.
5.Golongan psikososial
Beban kerja kualitatif dan kuantitatif, organisasi kerja, kerja monoton, hubungan interpersonal, kerja shift, lokasi kerja dan
lain-lain.
Banyaknya masalah PAK yang tidak terdeteksi dan terdiagnosis itu terkait dengan penentuan diagnosis PAK oleh dokter yang
belum dihubungkan dengan pekerjaan atau dengan lingkungan pekerjaan, sehingga diagnosis PAK dirasakan sangat minim.
BPJS Ketenagakerjaan melaporkan, setiap tahun terjadi 90 ribu sampai 130 ribu kecelakaan kerja, tetapi hampir tidak ada laporan
mengenai penyakit akibat kerja. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan dokter dan pekerja, dan/atau kepedulian pengurus
untuk menegakkan diagnosis PAK.
Berdasarkan PMK Nomor 56 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Penyakit Akibat Kerja, terdapat tujuh langkah
diagnosis PAK, di antaranya:
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Bila diperlukan dilakukan pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan khusus.
Beberapa pajanan bisa mengakibatkan satu penyakit, sehingga dokter di perusahaan harus mendapatkan informasi semua pajanan
yang dialami dan pernah dialami pekerja.
Untuk memperoleh informasi terkait pajanan, dilakukan anamnesis pekerjaan yang lengkap, mencakup:
Deskripsi semua pekerjaan secara kronologis dan pajanan yang dialami (pekerjaan terdahulu sampai saat ini)
Informasi tersebut dapat ditunjang dengan data objektif, seperti Material Safety Data Sheet (MSDS) dari bahan yang digunakan
dan catatan perusahaan mengenai informasi-informasi di atas.
Catatan:
Anamnesis adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan antara dokter dan pasien untuk mendapatkan informasi tentang penyakit
yang diderita dan informasi lainnya yang mengarahkan diagnosis penyakit pasien.
Pajanan yang teridentifikasi dihubungkan dengan penyakit yang dialami. Waktu timbulnya gejala setelah terpajan oleh bahan
tertentu memengaruhi hubungan antara pajanan dengan diagnosis klinis.
Penyakit lebih sering timbul apabila berada di tempat kerja dan berkurang saat libur atau cuti. Hasil pemeriksaan prakerja dan
berkala dapat digunakan sebagai salah satu data untuk menentukan PAK.
Penilaian untuk menentukan kecukupan pajanan tersebut untuk menimbulkan gejala penyakit dapat dilakukan secara:
1. Kualitatif:
Pengamatan cara, proses dan lingkungan kerja dengan memperhitungkan lama kerja dan masa kerja
Pemakaian alat pelindung secara benar dan konsisten untuk mengurangi besar pajanan.
1. Kuantitatif:
Jenis kelamin
Usia
Kebiasaan
Riwayat penyakit keluarga (genetik)
Riwayat atopi (suatu kecenderungan genetik untuk mengembangkan penyakit alergi, misalnya dermatitis, rhinitis atau
asma)
Penyakit penyerta.
Penyakit yang timbul mungkin diakibatkan oleh pajanan yang sama di luar tempat kerja sehingga perlu informasi tentang kegiatan
yang dilakukan di luar tempat kerja seperti hobi, pekerjaan rumah, dan pekerjaan sampingan.
Berdasarkan enam langkah di atas, dibuat kesimpulan penyakit yang diderita oleh pekerja adalah PAK atau bukan PAK.
Dalam mendiagnosis PAK terdapat tiga prinsip yang harus diperhatikan, antara lain:
Berdasarkan Permenakertrans Nomor 333 Tahun 1989 Tentang Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja, Pasal 4,
menyatakan, PAK yang ditemukan atau didiagnosis sewaktu dilaksanakan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja harus dilaporkan
oleh pengurus tempat kerja yang bersangkutan bekerja selambat-lambatnya 2x24 jam kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen
Tenaga Kerja melalui Kantor Departemen Tenaga Kerja Setempat.
Dalam pemeriksaan kesehatan tenaga kerja harus ditentukan apakah penyakit yang diderita tenaga kerja merupakan PAK atau
bukan. Maka, diagnosis PAK dilakukan melalui serangkaian pemeriksaan klinis dan pemeriksaan kondisi pekerja serta
lingkungannya untuk membuktikan adanya hubungan sebab akibat antara penyakit dan pekerjaannya.
Bila dokter pemeriksa mendapatkan keragu-raguan dalam menegakkan diagnosis PAK, hal itu dapat dikonsultasikan kepada
Dokter Penasihat Tenaga Kerja dan bila diperlukan dapat juga dikonsultasikan kepada dokter ahli yang bersangkutan. Setelah
ditegakkan diagnosis PAK oleh dokter pemeriksa, maka dokter wajib membuat laporan medik.
Selain melakukan pencegahan, pengurus perusahaan juga wajib melakukan penemuan dini PAK yang dilakukan dengan:
Tidak seperti kecelakaan akibat kerja (KAK) yang dapat terlihat dengan jelas bukti terjadinya kecelakaan tersebut, penyakit akibat
kerja (PAK) tidaklah terlihat jelas. Pekerja yang mengalami PAK akan merasakan masalah kesehatan akibat pekerjaan dan
lingkungan kerja setelah jangka waktu panjang atau terkadang pekerja sering mengabaikannya.
Maka dari itu, baik pengurus, dokter perusahaan, maupun pekerja harus benar-benar memahami segala hal dan regulasi tentang
PAK. Penegakan diagnosis spesifik dan sistem pelaporan PAK penting dilakukan agar dapat mengurangi dan/atau bebas dari PAK
yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Salam safety!