Anda di halaman 1dari 23

FAKULTAS KEDOKTERAN  

Makassar, 30 Juni 2021


BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN PBL

MODUL PENYAKIT AKIBAT KERJA

Kelompok : 1 A
Tutor: dr. Rahmawati, Sp.Rad
Disusun Oleh :

Resti 11020180006
Fitriah 11020180015
Nia Anggreni 11020180031
Ulfa Namirah 11020180040
Rahmatul Atika Jamal 11020180047
Dhea Dwi Angraini 11020180057
Nur Afifah Usri 11020180072
Radiana Syamsu 11020180075
Tasya Fitri Ramadanti 11020180089
A.Auliyah AR 11020180092

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2021
Kasus 1 Asma

Perempuan usia 39 tahun masuk rumah sakit dengan serangan asma akut. Ini
adalah masuk rumah sakit pertama dengan asma. Dia mulai mengalami gejala
batuk, sesak napas dan wheezing kira-kira 6 bulan lalu. Dia mempunyai riwayat
penyakit rinitis allergi selama beberapa tahun tetapi tanpa asma. Dia mendapat
serangan pada malam hari. Dia merasa ada perbaiakan pada hari-hari ia tidak
masuk bekerja. Ketika dia dalam keadaan cuti melahirkan selama 2 bulan, dia
tidak pernah mengalami serangan asma. Satu minggu setelah kembali bekerja,
penyakit asmanya kambuh. Pada saat diperiksa di klinik rawat jalan, dengan
auskultasi tidak ditemukan kelainan paru-paru. Pekerjaannya adalah mengawasi
proses finishing pada pabrik pintu yang terbuat dari kayu. Ia sendiri sering
mengisi retak / celah pada pintu dengan bahan yang mengandung cyanoacrylate.
Setelah itu dia menghaluskan permukaan pintu dengan portable sanding machine.

Kata Sulit :

1. Cyanoacrylate : Nama generik untuk golongan adesif yang cepat waktu


kerjanya dalam merekatkan. Biasa digunakan dalam keperluan industri,
medis, dan rumah tangga. Cyanoacrylate adhesive terkadang dikenal sebagai
lem instan.

2. Portable sanding machine : alat untuk menghaluskan kayu, biasa dipakai


pada proses finishing.

3. Wheezing : suara pernapasan frekuensi tinggi nyaring yang terdengar di


akhir ekspirasi karena penyempitan saluran respiratorik distal.

4. Asma : paru-paru/sal.napas mengalami peradangan dan menghasilkan


lendir berlebih sehingga menyulitkan proses pernafasan

5. Rhinitis alergi : Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan


oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi
dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika
terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik terseb
Kalimat Kunci :

1. Perempuan 39 tahun
2. Serangan asma akut pada malam hari
3. Masuk RS pertama kali dengan keluhan asma
4. Mengalami gejala batuk, sesak napas dan wheezing kira-kira 6 bulan lalu
5. Riwayat rhinitis alergi tanpa asma beberapa tahun lalu
6. Merasa membaik pada hari-hari pasien tidak bekerja dan pada cuti
melahirkan juga tidak mengalami asma dan kambuh ketika masuk kerja
kembali
7. Pemfis tidak ditemukan kelainan paru-paru
8. Pekerjaan pasien mengawasi proses finishing pabrik pintu yang terbuat
dari kayu juga sering mengisi retak/celah dengan cyanoacrylate dan
menghaluskan permukaan pintu dengan portable sanding machine

Pertanyaan :

1. Bagaimana langkah-langkah dalam menegakkan diagnosis penyakit akibat


kerja (PAK) pada seknario?
2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terkait penyakit akibat kerja
(PAK) pada seknario?
3. Bagaimana bentuk dan gambaran dari cyanoacrylate dan efek samping
yang ditimbulkan?
4. Bagaimana nilai ambang batas pada bahan kimia yang terpapar dengan
penderita pada scenario?
5. Bagaimana pencegahan dan pengendalian penyakit akibat kerja (PAK)
pada scenario?
6. Bagaimana peraturan dan perundang-undangan terkait pencegahan dan
pengendalian penyakit akibat kerja (PAK) pada scenario?
7. Bagaimana aspek rehabilitasi penyakit akibat kerja (PAK) pada scenario?
8. Bagaimana komponen riwayat pekerjaan masa kini pasien?
9. Bagaimana perspektif Islam sesuai scenario?
Jawaban :

1. Bagaimana langkah-langkah dalam menegakkan diagnosis penyakit


akibat kerja (PAK) pada seknario?
Jawab :
Tujuh Langkah diagnosis penyakit akibat kerja :
a. Tentukan Diagnosis klinisnya.
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan
memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya
dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik
ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut
berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.
b. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini.
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja
adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan
pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat
pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:
o Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan
oleh penderita secara khronologis
o Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
o Bahan yang diproduksi
o Materi (bahan baku) yang digunakan
o Jumlah pajanannya
o Pemakaian alat perlindungan diri (misal: masker)
o Pola waktu terjadinya gejala
o Informasi mengenai tenaga kerja lain(apakah ada yang
mengalami gejala serupa)
o Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang
digunakan (MSDS, label, dansebagainya).
c. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan
penyakit tersebut.
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung
pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang
diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah
yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan
diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang
mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan
sehingga dapat menyebabkan penyakit yangdiderita (konsentrasi, jumlah,
lama, dan sebagainya).

d. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk


dapat mengakibatkan penyakit tersebut.
Jika penyakit yangdiderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan
tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi
penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan
kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat
kerja.

e. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat


mempengaruhi.
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat
pekerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya
penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga
risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan
(riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebihsensitif
terhadap pajanan yang dialami.

f. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab


penyakit.
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit?
Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat
merupakan penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain
tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat
kerja.

g. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh


pekerjaannya.
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan
berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan
penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya
memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu
dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis.

Analisis Kasus Sesuai dengan 7 langkah diagnosis PAK


a. Diagnosis klinis dari skenario adalah Asma Akut
b. Dari skenario terdapat 2 pajanan yang dialami oleh pasien yaitu
cyanoacrilate dan limbah atau hasil akhir dari penggunaan portable
sanding machine
c. Cyanoacrylate dapat menyebabkan degradasi dalam siklus biologis
serta dapat menyebabkan iritasi local. Limbah dari portable sanding
machine (debu kayu) dapat menyebabkan iritasi dan alergi antara lain :
gatal-gatal, ruam atau iritasi kulit. Kerusakan yang lebih parah dapat
terjadi apabila serbuk tersebut masuk kedalam mulut, hidung, mata atau
telinga yang merupakan organ yang lebih sensitive dibandingkan kulit.
Penyakit yang dapat diakibatkan serbuk kayu antara lain: batuk, pilek
atau gangguan pernafasan.
d. belum diketahui berapa ambang batas dari cyanoacrilate yang akan
mempengaruhi tubuh penderita akan tetapi ambang batas dari debu
hasil limbah dari penggunaan portable sanding machine adalah 2-10
mikrometer. Debu kayu ini akan mengapung di udara bahkan pada saat
keadaan pabrik tenang dan mesin-mesin berhenti beroperasi.
e. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi penyakit pada scenario
adalah riwayat penyakit pasien yaitu rhinitis alergi.
f. Dalam skenario disampaikan bahwa penderita sebelumnya telah
menderita rhinitis alergi.
g. Dari analisis skenario dapat kami simpulkan bahwa penyakit ini
merupakan penyakit akibat kerja sesuai dengan keluhan pasien yang
mengatakan asma pasien tidak kambuh ketika tidak masuk kerja dan
sebaliknya.

Referensi :
https://prodiaohi.co.id/diagnosis-penyakit-akibat-kerja
https://www.scribd.com/presentation/380557401/7-Langkah-Diagnosis-
Pak

2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terkait penyakit akibat


kerja (PAK) pada seknario?
Jawab :

a. Faktor Fisik
1) Suara tinggi atau bising dapat menyebabkan ketulian
2) Temperature atau suhu tinggi dapat menyebabkan Hyperpireksi,
3) Miliaria, Heat Cramp, Heat Exhaustion, dan Heat Stroke
4) Radiasi sinar elektromagnetik infra merah dapat menyebabkan
5) katarak
6) Ultraviolet dapat menyebabkan konjungtivitis
7) Radio aktif/alfa/beta/gama/X dapat menyebabkan gangguan terhadap sel
tubuh manusia
8) Tekanan udara tinggi menyebabkan Coison Disease
9) Getaran menyebabkan Reynaud’s Desiase, ganguan metabolisme,
Polineurutis

b. Faktor Kimia
Asal: bahan baku, bahan tambahan, hasil sementara, hasilsamping(produk), sisa
produksi atau bahan buangan.
Bentuk: zat padat, cair, gas, uap maupun partikel
Cara masuk tubuh dapat melalui saluran pernafasan, PAK pada saluran pernafasan
dapat bersifat akut maupun kronis. Akutmisalnya asma akibat kerja. Sering
didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut atau karena virus kronis, misal:
asbestosis. Seperti gejala Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau
edema paru akut. Penyakit ini disebabkan oleh bahan kimia seperti nitrogen
oksida, saluran pencerrnaan kulit dan mukosa. Masuknya dapat secara akut dan
secara kronis.Efek terhadap tubuh: iritasi, alergi, korosif, asphyxia, keracunan
sistematik, kanker, kerusakan kelainan janin.
Terjadi pada petugas/ pekerja yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan
obat-obatan seperti antibiotika. Demikian pula dengan solvent yang banyak
digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang
paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak
negatif terhadap kesehatan. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah
dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi
(amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan
toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap
melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian.
Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang
irreversible pada daerah yang terpapar.
1) Debu yang menyebabkan pnemokoniosis, di antaranya : silikosis,
asbestosis.
2) Uap yang di antaranya menyebabkan mental fume fever dermatitis, atau
keracunan.
3) Gas misalnya keracunan oleh CO, dan H2S.
4) Larutan yang menyebabkan dermatitis.
5) Awan atau kabut, misalnya racun serangga (insecticides), racunjamur dan
yang menimbulkan keracunan.

c. Faktor Biologi
- Viral Desiases: rabies, hepatitis
- Fungal Desiases: Anthrax, Leptospirosis, Brucellosis, TBC, Tetanus
- Parasitic Desiases: Ancylostomiasis, Schistosomiasis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagiberkembang biaknya
strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan
staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi, dan
udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya
HIV dan Hepatitis B) dapat menginfeksi pekerja sebagai akibat kecelakaan kecil
dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi
virus.
Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi.
Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai
contoh dokter di Rumah Sakit mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali
lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas
Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan
yang tercemar kuman patogen maupun debu beracun mempunyai peluang terkena
infeksi

d. Faktor Ergonomi/Fisiologi
Faktor ini sebagai akibat dari cara kerja, posisi kerja, alat kerja,lingkungan kerja
yang salah, dan kontruksi yang salah. Efek terhadap tubuh: kelelahan fisik, nyeri
otot, deformirtas tulang, perubahan bentuk, dislokasi, dan kecelakaan.
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi, dan seni berupaya menyerasikan alat, cara,
proses, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan, dan batasan
manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman,
nyaman, dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi
bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal
sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job
Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah,
bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan,
hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang
disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah
dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang
efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan
psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja
(low back pain)

e. Faktor Psikologi
Faktor ini sebagai akibat organisasi kerja (tipe kepemimpinan,hubungan kerja
komunikasi, keamanan), tipe kerja (monoton, berulang- ulang, kerja berlebihan,
kerja kurang, kerja shift, dan terpencil). Manifestasinya berupa stress. Beberapa
contoh faktor psikososial yang dapat menyebabkan stress antara lain:
1) Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup
mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut
untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan
kewibawaan dan keramahan-tamahan
2) Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
3) Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan
4) atau sesama teman kerja.
5) Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal
ataupun informal
hal ini terlihat semisal pada hubungan kerja yang tidak baik, atau misalnya
keadaan membosankan monoton. Faktor penyebab penyakit akibat kerja ini dapat
bekerja sendiri maupun secara sinergistis.

Referensi :
Bruri Triyono dkk, Buku Ajar KeselamatandanKesehatanKerja (K3)
(Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta : 2017 ) hal. 29-32

3. Bagaimana bentuk dan gambaran dari cyanoacrylate dan efek


samping yang ditimbulkan?
Jawab :
Cyanoacrylates adalah perekat cair kuat yang digunakan untuk keperluan
industri, medis, dan rumah tangga. cyanoacrylate berasal dari etil
cyanoacrylate dan ester terkait . Gugus cyanoacrylate dalam monomer
dengan cepat berpolimerisasi dengan adanya air untuk membentuk rantai
yang panjang dan kuat. Cyanoacrylate memiliki beberapa toksisitas kecil.

Efek samping cyanoacrylate:


a. Jika digunakan terlalu banyak/berlebihan/terlalu tebal dapat terjadi
kerusakan jaringan akibat termal pada proses polimerisasi.
b. Reaksi alergi tidak di amati sejauh ini.
c. Pemberian yang terlalu banyak dapat mencegah penyembuhan jaringan
ikat.
d. Degradasi dalam sistem biologis dan terjadi iritasi lokal.

Referensi :

Ohara, Takashi; Sato, Takahisa; Shimizu, Noboru; Prescher, Gunter; Schwind, Helmut;
Weiberg, Otto; Marten, Klaus; Greim, Helmut; Shafer (2020). "Asam Akrilat dan
Turunannya". Ensiklopedia Kimia Industri Ullmann.

4. Bagaimana nilai ambang batas pada bahan kimia yang terpapar


dengan penderita pada scenario?
Jawab :
a. Belum diketahui berapa ambang batas dari cyanoacrilate yang
akan mempengaruhi tubuh penderita akan tetapi ambang batas dari
debu hasil limbah dari penggunaan portable sanding machine
adalah 2-10 mikrometer. Debu kayu ini akan mengapung di udara
bahkan pada saat keadaan pabrik tenang dan mesin-mesin berhenti
beroperasi.
b. Dari skenario terdapat 2 pajanan yang dialami oleh pasien yaitu
cyanoacrilate dan limbah atau hasil akhir dari penggunaan
portable sanding machine.

Nilai ambang batas adalah standar faktor bahaya di tempat


kerja sebagai kadar/intensitas rerata tertimbang waktu (time weighted
average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan
penyakit atau gangguan kesehatan pada pekerja dalam melakukan
pekerjaannya setiap hari dalam waktu tidak lebih dari 8 jam/hari atau
40jam/minggu. Selain bertujuan untuk melindungi pekerja, penetapan
nilai ambang batas dapat digunakan sebagai pedoman dalam
perencanaan proses produksi dan teknologi pengendalian bahaya yang
terdapat di lingkungan kerja serta membantu menegakkan diagnosis
penyakit akibat kerja (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan
Faktor Kimia di Tempat Kerja).Pekerja yang terpajan debu memiliki risiko
untuk mengalami keluhan kesehatan dan penyakit, baik penyakit infeksi
maupun non infeksi (kanker). Keluhan pernapasan merupakan masalah
kesehatan yang paling banyak dijumpai dalam industri kayu. Selain
keluhan pernapasan, dampak pajanan debu terhadap kesehatan yang
sering dilaporkan adalah dermatitis,gangguan fungsi paru, dan beberapa
jenis kanker pada saluran pernapasan.Mikroorganisme yang terdapat
pada kayu juga dapat menyebabkan terjadinya keluhan dan gangguan
kesehatan (Irjayanti, dkk., 2012).Keluhan pernapasan yang terjadi di
pengaruhi oleh ukuran debu. Debu yang berukuran 5-10 mikron akan
masuk kedalam saluran napas atas, 3-5 mikron masuk ke dalam
saluran napas tengah, 1-3 mikron dapat mencapai pembuluh dialveoli,
0,5-1 mikron akan menempel dialveoli, dan debu yang berukuran 0,1-
0,5akan melayang di atas alveoli (Depkes,2014). Berbagai keluhan
seperti hidung tersumbat, batuk, rinitis, dan asma juga dapat dialami
oleh pekerja di industri kayu. Debu kayu termasuk dalam kategori human
carcinogen group 1, sebab debu ini dapat menyebabkan kanker bila masuk
kedalam saluran pernapasan. Di dalam Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, debu kayu
digolongkan sebagai bahan yang diperkirakan/terbukti karsinogen bagi
manusia.

Referensi:
Anindya Mar’atus Sholikhah ,Sudarmaji.2015. Hubungan Karakteristik
Pekerja Dan Kadar Debu Total Dengan Keluhan Pernapasan Pada Pekerja
Industri Kayu.Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga:Surabaya,Jawa
Timur.
5. Bagaimana pencegahan dan pengendalian penyakit akibat kerja
(PAK) pada scenario?
Jawab :
Berikut ini adalah penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit
(five level of prevention disease) pada penyakit akibat kerja, yakni:

A. Pencegahan primer (Health Promotion)


Pencegahan primer merupakan tahap pertama terhadap bahan / zat
paparan yang ada dilingkungan kerja seperti debu atau bahan kimia agar
tidak mengenai pekerja, sehingga pekerja tetap sehat selama dan
setelah bekerja. Kegiatan yang dilakukan adalah Health Promotion
(Promosi Kesehatan ) yaitu :

1. Penyuluhan tentang prilaku kesehatan dilingkungan kerja.


2. Menurunkan pajanan, dapat berupa subsitusi bahan, memperbaiki
ventilasi, modifikasi proses untuk menurunkan sensitisasi, mengurangi
debu rumah dan tempat kerja.
3. Pemeriksaan kesehatan sebelum mulai bekerja untuk mengetahui
riwayat kesehatan dan menentukan individu dengan resiko tinggi .
4. Kontrol administrasi untuk mengurangi pekerja yang terpajan
ditempat kerja dengan rotasi pekerjaan dan cuti.
5. Menggunakan alat proteksi pernapasan. Dengan menggunakan alat
proteksi pernapasan dapat menurunkan kejadian asma akibat kerja 10-
20 %. Suatu penelitian dipabrik yang menggunakan acid anhydride
dengan konsentrasi tinggi, dari 66 pekerja yang menggunakan alat
proteksi pernapasan, hanya 3 pekerja yang menderita asma akibat kerja.
6. Perusahaan yang sehat dan memadai.
7. Meningkatkan gizi yang baik.

B. Pencegahan sekunder (Specific Protection)


Pencegahan sekunder adalah mencegah terjadinya asma akibat kerja
pada pekerja yang sudah terpajan dengan bahan dilingkungan
pekerjaannya. Usaha yang dilakukan adalah :
1. Pengendalian jalur kesehatan seperti pemeriksaan berkala.
Pemeriksaan berkala bertujuan mendeteksi dini penyakit asma akibat
kerja. Usaha yang dilakukan adalah pemeriksaan berkala pada pekerja
yang terpajan bahan yang berisiko tinggi menyebabkan asma akibat kerja.
Pemeriksaan berkala ditekankan pada 2 tahun pertama dan bila
memungkinkan sampai 5 tahun. Bila terdeteksi seorang pekerja dengan
asma akibat kerja, kondisi tempat kerja harus dievalusi apakah
memungkinkan bagi pekerja untuk tetap bekerja di tempat tersebut atau
pindah ketempat lain.
2. Hygiene perorangan.
3. Sanitasi lingkungan
4. Menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti masker untuk proteksi
terhadap bahaya dan kecelakaan kerja.

C. Diagnosis (deteksi) dini dan pengobatan segera serta pembatasan


titik-titik lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi.

D. Pencegahan tersier (Disability Limitation)


Dilakukan pada pekerja yang sudah terpapar bahan / zat ditempat kerja
dan diagnosis kearah asma akibat kerja sudah ditegakkan. Tindakan
penting yang dilakukan adalah menghindarkan penderita dari pajanan
lebih lanjut, untuk mencegah penyakit menjadi buruk atau menetap.
Bagi mereka yang belum pindah kerja harus diberitahu bahwa,
apabila terjadi perburukan gejala atau memerlukan tambahan
pemakaian obat-obatan atau penurunan fungsi paru atau peningkatan
derajat hiperaktiviti bronkus, maka penderita seharusnya pindah kerja
sesegera mungkin. Pada pekerja yang telah pindah kerja ketempat yang
bebas pajanan harus dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6 bulan
selama 2 tahun untuk menilai kemungkinan penyakit menetap atau
tidak.

E. Pemulihan kesehatan (Rehabilitation)


Misalnya, rehabilitasi dan mempekerjakan kemali para pekerja yang
menderita cacat. Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan
keryawan-karyawan cacat di jabatan yang sesuai.

Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mencegah PAK


adalah sebagai berikut:
1. Menyingkirkan atau mengurangi risiko pada sumbernya, misalnya
menggantikan bahan kimia yangberbahaya dengan bahan yang tidak
berbahaya.
2. Mengurangi risiko dengan pengaturan mesin atau menggunakan APD.
3. Menetapkan prosedur kerja secara aman untuk mengurangi risiko lebih
lanjut.
4. Menyediakan, memakai dan merawat APD.

Referensi :
1. Salawati, L. (2015). Penyakit akibat kerja dan pencegahan. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala, 15(2), 91-95
2. Alimudiarnis. Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma Kerja. Sub Bagian
Pulmonologi, Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran. Universitas
Andalas; 2008.

6. Bagaimana peraturan dan perundang-undangan terkait pencegahan


dan pengendalian penyakit akibat kerja (PAK) pada scenario?
Jawab :
1. PeraturanPresiden RI no.7 tahun 2019 tentangPenyakitAkibatKerja
Pasal 1
1. Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan
dan/atau lingkungan kerja.

2. Undang-undang no.1 tahun 1970 tentangKeselamatanKerja


a. bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya
dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan
produksi serta produktivitas Nasional;

Pasal 3

a. mencegah dan mengurangi kecelakaan;

f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;

g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban,


debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan
getaran;

h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik


maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan;

i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;

j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;

k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;

l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;

Pasal 14

c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan


pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi
setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-
petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli
keselamatan kerja.
3. Peraturanmenteritenagakerja dan transmigrasi
No.PER.13/MEN/X/2011Tentangnilai ambang batasfaktorfisika dan
faktorkimia di tempatkerja
Pasal 1

8. Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat NAB adalah standar faktor
bahaya di tempat kerja sebagai kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu
(timeweightedaverage) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan
penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak
melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.

4. Keputusan menteritenagakerja RI no.KEP 187/MEN/1999


Tentangpengendalianbahankimiaberbahaya di tempat
Pasal 1

a. Bahan Kimia Berbahaya adalah bahan kimia dalam bentuk tunggal atau
campuran yang berdasarkan sifat kimia atau fisika dan atau toksikologi berbahaya
terhadap tenaga kerja, instalasi dan lingkungan.

b. Nilai Ambang Kuantitas yang selanjutnya disebut NAK adalah standar


kuantitas bahan kimia berbahaya untuk menetapkan potensi bahaya bahan kimia
di tempat kerja.

c. Pengendalian bahan kimia berbahaya adalah upaya yang dilakukan untuk


mencegah dan atau mengurangi risiko akibat penggunaan bahan kimia berbahaya
di tempat kerja terhadap tenaga kerja, alat-alat kerja dan lingkungan.

7. Bagaimana aspek rehabilitasi penyakit akibat kerja (PAK) pada


scenario?
Jawab :
Setalah diagnosis okupasi ditegakkan, maka dilakukan pengobatan yang
sesuai dengan berdasarkan kaidah kedokteran okupasi. Setelah itu perlu
dipikirkan tentang apa yang dapat dilakukan selama pekerja melakukan
pekerjanaannya. Kondisi kesehatan pekerja harus disesuaikan dengan pekerjaan
yang harus dilakukan. Penentuan hal tersebut dilakukan oleh dokter yang
kompeten berdasarkan proses Return to work dalam Konsensus Laik Kerja dan
Laik kerja kembali –PERDOKI 2010. Bila dokter ragu-ragu, maka konsul ke
Spesialis Kedokteran Okupasi (SpOk).

Upaya yang perlu dilakukan dalam rehabilitasi kerja meliputi beberapa program :
a. Evaluasi.
Setelah dinyatakan pulih kesehatannya dan telah dilakukan perawatan untuk
mengurangi kelainan (impairment), ketidak mampuan (disability), dan
kecacatan (handicap), maka perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui sisa
dari kemampuan, kecakapan, keterampilan, potensi, dan motivasi dari
tenaga kerja yang bersangkutan. Sehingga akan memberikan kemudahan
dalam menempatkan pada pekerjaan yang sesuai.
a. Bimbingan/counseling.
Bimbingan ini bertujuan untuk memberikan arahan mengenai pekerjaan
yang mungkin dilakukan dan sesuai dengan kondisi tenaga kerja yang
bersangkutan serta kemungkinan kesempatan/peluang kerja yang tersedia.
b. Pelatihan.
Pada tenaga kerja yang mengalami cacat/ketidak mampuan sebagai akibat
kecelakaan atau penyakit, perlu diberikan pelatihan untuk mempersiapkan
tenaga kerja tersebut beradaptasi pada pekerjaan semula atau jenis pekerjaan
lain yang memerlukan keterampilan khusus.
c. Penempatan.
Penempatan tenaga kerja pada pekerjaan yang sesuai dengan kondisinya
merupakan hal penting dalam proses rehabilitasi, karena hal tersebut juga
mempengaruhi keberhasilan tenaga kerja dalam melaksanakan tugasnya.
Penempatan tenaga kerja setelah rehabilitasi ditentukan antara lain oleh
kemampuan tenaga kerja, jenis dan sifat pekerjaan, kesesuaian antara
keterampilan dan pekerjaan. Jika sudah tidak memungkinkan bagi tenaga
kerja untuk bekerja di tempat semula, maka perlu dilakukan
mutasi sehingga dihindari terjadinya PHK, yaitu memindahkan tenaga kerja
pada tempat kerja/pekerjaan yang sesuai.

Referensi :
Soemarko, Dewi Sumaryani. "PENYAKIT AKIBAT KERJA “Identifikasi
dan rehabilitasi kerja”." Jakarta: K3 Expo Seminar SMESCO
Kemenakertrans RI, DK3N, APINDO. 2012.

8. Bagaimana komponen riwayat pekerjaan masa kini pasien?


Jawab :
Komponen riwayat pekerjaan terdiri dari :

 Job deskription / sifat pekerjaan  pekerja industri kayu


 Jumlah jam kerja / shift work
 Jenis dari hazard
 Pekerjaan sebelumnya
 Pekerjaan lainnya
 Pajanan domestik
 Hobby
 Apakah ada pegawai lain yang menderita penyakit yang sama ?

Dalam mengambil riwayat pekerjaan, sedetail (rinci) mungkin harus diperoleh


tentang pekerjaannya. Hal ini penting untuk mengetahui kemungkinan hazard yang
terpajan pada pekerja, sifat pekerjaan, jumlah jam kerja, dll. Untuk mencapai hal ini,
dokter memerlukan untuk mengetahui secara rinci jenis pekerjaan saat ini. Sama
pentingnya riwayat jenis pekerjaan masa lalu, karena masalah kesehatan sekarang
mungkin diakibatkan oleh pekerjaan masa lalu, terutama bila penyakit tersebut
mempunyai masa laten yang panjang antara pemajanan dan onset penyakit, misalnya
asbestosis, silocosis, toxik neuropathis, cancer akibat pekerjaan, dll.

Informasi Tambahan dalam Riwayat Pekerjaan :

 Kebiasaan merokok
 Keluhan yang sama pada pekerja lainnya
 Hubungan waktu antara pekerjaan dan gejala-gejala
 Tingkat pajanan
 Penggunaan APD
 Cara-cara menangani bahan/zat

Pertanyaan lain yang mempunyai relevansi adalah hubungan waktu antara onset
gejala-gejala dan pemajanan. Hal ini adalah unsur penting dengan PAK dari suatu
onset yang akut, misalnya keracunan pestisida, asthma karena pekerjaan. Pertanyaan
tentang apakah pekerja lain menderita masalah yang sama adalah betulbetul
penting.Hal ini biasanya merupakan suatu petunjuk apakah penyakit saat ini
disebabkan oleh faktor pekerjaan atau sebaliknya. Tingkat intensitas pajanan
(misalnya bila tempat kerja sangat berdebu atau sangat panas) dapat memberikan
petunjuk kemungkinan penyakit berhubungan dengan pekerjaan. Pertanyaan yang
sama kepada pengguna APD mungkin mempunyai beberapa relevansi. Sering pekerja
mungkin menggunakan APD yang tidak sesuai atau tidak benar.

Penyakit paru yang berhubungan dengan tempat kerja sebagian besar disebabkan oleh
pengendapan debu dalam paru dan dipengaruhi pula oleh jenis debu, lamanya
pajanan debu, konsentrasi dan banyaknya debu pada udara saluran napas. Asma
adalah inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya
sehingga menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan napas yang menimbulkan
gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk
terutama malam atau dini hari. Berkembangnya asma merupakan interaksi faktor
pejamu dan lingkungan. Faktor pejamu meliputi predisposisi genetik yaitu genetik
asma, alergi (atopi), hiperreaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor
lingkungan meliputi alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara,
infeksi pernapasan, diit, status sosioekonomi dan besarnya keluarga.

Work related asthma (WRA) adalah istilah yang lebih luas mewakili asma yang
mengalami eksaserbasi atau terinduksi oleh inhalasi pajanan di tempat kerja. Lingkungan
tempat kerja dapat memberi pengaruh serius pada manusia.

Pekerja industri perkayuan mempunyai paparan paling tinggi yang dapat menjadi faktor
berbahaya pada lingkungan kerja mereka, misalnya debu, kondisi sirkulasi udara yang
tidak menguntungkan, tingkat kebisingan yang melampaui batas dan kondisi pencahayaan
yang kurang. Debu merupakan penyebab utama dan penyebab tersering terjadinya infeksi
saluran nafas.

Asma kerja akibat debu kayu (wood workers asthma). Debu kayu terbentuk bilamana
mesin digunakan untuk memotong atau membentuk material kayu. Industri yang
mempunyai risiko tinggi terjadinya paparan debu kayu meliputi industri penggergajian,
furnitur (perabotan), cabinetry (pembuatan kabinet) dan industri pertukangan. Kayu
diklasifikasikan menjadi jenis hardwood dan softwood, yang tidak mempunyai kaitan
dengan tingkat kekerasan materi kayu itu sendiri.

Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernapasan.
Dari hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ, sebagai berikut
(Depkes RI, 1996):

 5-10 mikron, akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian atas.


 3-5 mikron, akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian tengah.
 1-3 mikron, sampai di permukaan alveoli.
 0,5-1 mikron, hinggap di permukaan alveoli/selaput lendir sehingga dapat
menyebabkan fibrosis pada paru-paru.
 0,1-0,5 mikron, melayang di permukaan alveoli.

Rinitis alergi (RA) secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung setelah
pajanan alergen melalui inflamasi yang diperantarai IgE pada mukosa hidung. Interaksi
antara alergen dan IgE akan menyebabkan pelepasan mediator sehingga terjadi reaksi
inflamasi yang akan menyebabkan gejala klinis yang khas yaitu bersin, hidung beringus,
hidung gatal, dan sumbatan hidung.

Rinosinusitis kronik sering bersamaan dengan asma, dipercaya merupakan proses


peradangan yang diperani oleh eosinofil dan epitel saluran napas. Eosinofil diperkirakan
merusak epitelium dengan mengeluarkan sitokin dan proinflamasi protein sehingga
terjadi pengrusakan epitel, lepasnya sitokin dan kemokin yang akan menarik eosinofil
untuk memulai terjadinya suatu aksi dan reaksi hebat dan menimbulkan inflamasi.
Hubungan asma dan rinitis alergi telah banyak didiskusikan oleh para peneliti. Data
epidemiologi memperlihatkan bahwa rinitis alergi dan asma sering timbul bersamaan.
Penelitian imunologi menunjukkan bahwa asma dan rinitis sering terdapat bersama-sama.

Referensi :

 Blok Kedokteran Komunitas, Modul Penyakit Akibat Kerja. 2017.


Universitas Hasanuddin Makassar
 Sinaga, JM. 2019. Hubungan antara kadar debu kayu di tempat kerja
dengan faal paru sebelum, saat, dan sesudah bekerja pada pekerja industri
pengolahan kayu perusahaan x, Tanjung Morawa – Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara : Program Pendidikan Magister Kedokteran
Klinik Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi.
 Irsa, Lily. 2005. Penyakit Alergi Saluran Napas yang Menyertai Asma.
Medan: Sari Pediatri.

9. Bagaimana perspektif Islam sesuai scenario?


Jawab :

Q.S Al-Qashash : 73

َ‫ار ِلتَ ْس ُكنُوْ ا فِ ْي ِه َولِتَ ْبتَ ُغوْ ا ِم ْن فَضْ لِ ٖه َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُوْ ن‬
َ َ‫َو ِم ْن رَّحْ َمتِ ٖه َج َع َل لَ ُك ُم الَّي َْل َوالنَّه‬

“Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, agar
kamu beristirahat pada malam hari dan agar kamu mencari sebagian dari
karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.”

Anda mungkin juga menyukai