LAPORAN PBL
Kelompok : 1 A
Tutor: dr. Rahmawati, Sp.Rad
Disusun Oleh :
Resti 11020180006
Fitriah 11020180015
Nia Anggreni 11020180031
Ulfa Namirah 11020180040
Rahmatul Atika Jamal 11020180047
Dhea Dwi Angraini 11020180057
Nur Afifah Usri 11020180072
Radiana Syamsu 11020180075
Tasya Fitri Ramadanti 11020180089
A.Auliyah AR 11020180092
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2021
Kasus 1 Asma
Perempuan usia 39 tahun masuk rumah sakit dengan serangan asma akut. Ini
adalah masuk rumah sakit pertama dengan asma. Dia mulai mengalami gejala
batuk, sesak napas dan wheezing kira-kira 6 bulan lalu. Dia mempunyai riwayat
penyakit rinitis allergi selama beberapa tahun tetapi tanpa asma. Dia mendapat
serangan pada malam hari. Dia merasa ada perbaiakan pada hari-hari ia tidak
masuk bekerja. Ketika dia dalam keadaan cuti melahirkan selama 2 bulan, dia
tidak pernah mengalami serangan asma. Satu minggu setelah kembali bekerja,
penyakit asmanya kambuh. Pada saat diperiksa di klinik rawat jalan, dengan
auskultasi tidak ditemukan kelainan paru-paru. Pekerjaannya adalah mengawasi
proses finishing pada pabrik pintu yang terbuat dari kayu. Ia sendiri sering
mengisi retak / celah pada pintu dengan bahan yang mengandung cyanoacrylate.
Setelah itu dia menghaluskan permukaan pintu dengan portable sanding machine.
Kata Sulit :
1. Perempuan 39 tahun
2. Serangan asma akut pada malam hari
3. Masuk RS pertama kali dengan keluhan asma
4. Mengalami gejala batuk, sesak napas dan wheezing kira-kira 6 bulan lalu
5. Riwayat rhinitis alergi tanpa asma beberapa tahun lalu
6. Merasa membaik pada hari-hari pasien tidak bekerja dan pada cuti
melahirkan juga tidak mengalami asma dan kambuh ketika masuk kerja
kembali
7. Pemfis tidak ditemukan kelainan paru-paru
8. Pekerjaan pasien mengawasi proses finishing pabrik pintu yang terbuat
dari kayu juga sering mengisi retak/celah dengan cyanoacrylate dan
menghaluskan permukaan pintu dengan portable sanding machine
Pertanyaan :
Referensi :
https://prodiaohi.co.id/diagnosis-penyakit-akibat-kerja
https://www.scribd.com/presentation/380557401/7-Langkah-Diagnosis-
Pak
a. Faktor Fisik
1) Suara tinggi atau bising dapat menyebabkan ketulian
2) Temperature atau suhu tinggi dapat menyebabkan Hyperpireksi,
3) Miliaria, Heat Cramp, Heat Exhaustion, dan Heat Stroke
4) Radiasi sinar elektromagnetik infra merah dapat menyebabkan
5) katarak
6) Ultraviolet dapat menyebabkan konjungtivitis
7) Radio aktif/alfa/beta/gama/X dapat menyebabkan gangguan terhadap sel
tubuh manusia
8) Tekanan udara tinggi menyebabkan Coison Disease
9) Getaran menyebabkan Reynaud’s Desiase, ganguan metabolisme,
Polineurutis
b. Faktor Kimia
Asal: bahan baku, bahan tambahan, hasil sementara, hasilsamping(produk), sisa
produksi atau bahan buangan.
Bentuk: zat padat, cair, gas, uap maupun partikel
Cara masuk tubuh dapat melalui saluran pernafasan, PAK pada saluran pernafasan
dapat bersifat akut maupun kronis. Akutmisalnya asma akibat kerja. Sering
didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut atau karena virus kronis, misal:
asbestosis. Seperti gejala Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau
edema paru akut. Penyakit ini disebabkan oleh bahan kimia seperti nitrogen
oksida, saluran pencerrnaan kulit dan mukosa. Masuknya dapat secara akut dan
secara kronis.Efek terhadap tubuh: iritasi, alergi, korosif, asphyxia, keracunan
sistematik, kanker, kerusakan kelainan janin.
Terjadi pada petugas/ pekerja yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan
obat-obatan seperti antibiotika. Demikian pula dengan solvent yang banyak
digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang
paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak
negatif terhadap kesehatan. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah
dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi
(amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan
toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap
melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian.
Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang
irreversible pada daerah yang terpapar.
1) Debu yang menyebabkan pnemokoniosis, di antaranya : silikosis,
asbestosis.
2) Uap yang di antaranya menyebabkan mental fume fever dermatitis, atau
keracunan.
3) Gas misalnya keracunan oleh CO, dan H2S.
4) Larutan yang menyebabkan dermatitis.
5) Awan atau kabut, misalnya racun serangga (insecticides), racunjamur dan
yang menimbulkan keracunan.
c. Faktor Biologi
- Viral Desiases: rabies, hepatitis
- Fungal Desiases: Anthrax, Leptospirosis, Brucellosis, TBC, Tetanus
- Parasitic Desiases: Ancylostomiasis, Schistosomiasis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagiberkembang biaknya
strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan
staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi, dan
udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya
HIV dan Hepatitis B) dapat menginfeksi pekerja sebagai akibat kecelakaan kecil
dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi
virus.
Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi.
Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai
contoh dokter di Rumah Sakit mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali
lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas
Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan
yang tercemar kuman patogen maupun debu beracun mempunyai peluang terkena
infeksi
d. Faktor Ergonomi/Fisiologi
Faktor ini sebagai akibat dari cara kerja, posisi kerja, alat kerja,lingkungan kerja
yang salah, dan kontruksi yang salah. Efek terhadap tubuh: kelelahan fisik, nyeri
otot, deformirtas tulang, perubahan bentuk, dislokasi, dan kecelakaan.
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi, dan seni berupaya menyerasikan alat, cara,
proses, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan, dan batasan
manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman,
nyaman, dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi
bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal
sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job
Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah,
bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan,
hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang
disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah
dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang
efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan
psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja
(low back pain)
e. Faktor Psikologi
Faktor ini sebagai akibat organisasi kerja (tipe kepemimpinan,hubungan kerja
komunikasi, keamanan), tipe kerja (monoton, berulang- ulang, kerja berlebihan,
kerja kurang, kerja shift, dan terpencil). Manifestasinya berupa stress. Beberapa
contoh faktor psikososial yang dapat menyebabkan stress antara lain:
1) Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup
mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut
untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan
kewibawaan dan keramahan-tamahan
2) Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
3) Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan
4) atau sesama teman kerja.
5) Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal
ataupun informal
hal ini terlihat semisal pada hubungan kerja yang tidak baik, atau misalnya
keadaan membosankan monoton. Faktor penyebab penyakit akibat kerja ini dapat
bekerja sendiri maupun secara sinergistis.
Referensi :
Bruri Triyono dkk, Buku Ajar KeselamatandanKesehatanKerja (K3)
(Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta : 2017 ) hal. 29-32
Referensi :
Ohara, Takashi; Sato, Takahisa; Shimizu, Noboru; Prescher, Gunter; Schwind, Helmut;
Weiberg, Otto; Marten, Klaus; Greim, Helmut; Shafer (2020). "Asam Akrilat dan
Turunannya". Ensiklopedia Kimia Industri Ullmann.
Referensi:
Anindya Mar’atus Sholikhah ,Sudarmaji.2015. Hubungan Karakteristik
Pekerja Dan Kadar Debu Total Dengan Keluhan Pernapasan Pada Pekerja
Industri Kayu.Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga:Surabaya,Jawa
Timur.
5. Bagaimana pencegahan dan pengendalian penyakit akibat kerja
(PAK) pada scenario?
Jawab :
Berikut ini adalah penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit
(five level of prevention disease) pada penyakit akibat kerja, yakni:
Referensi :
1. Salawati, L. (2015). Penyakit akibat kerja dan pencegahan. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala, 15(2), 91-95
2. Alimudiarnis. Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma Kerja. Sub Bagian
Pulmonologi, Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran. Universitas
Andalas; 2008.
Pasal 3
Pasal 14
8. Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat NAB adalah standar faktor
bahaya di tempat kerja sebagai kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu
(timeweightedaverage) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan
penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak
melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.
a. Bahan Kimia Berbahaya adalah bahan kimia dalam bentuk tunggal atau
campuran yang berdasarkan sifat kimia atau fisika dan atau toksikologi berbahaya
terhadap tenaga kerja, instalasi dan lingkungan.
Upaya yang perlu dilakukan dalam rehabilitasi kerja meliputi beberapa program :
a. Evaluasi.
Setelah dinyatakan pulih kesehatannya dan telah dilakukan perawatan untuk
mengurangi kelainan (impairment), ketidak mampuan (disability), dan
kecacatan (handicap), maka perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui sisa
dari kemampuan, kecakapan, keterampilan, potensi, dan motivasi dari
tenaga kerja yang bersangkutan. Sehingga akan memberikan kemudahan
dalam menempatkan pada pekerjaan yang sesuai.
a. Bimbingan/counseling.
Bimbingan ini bertujuan untuk memberikan arahan mengenai pekerjaan
yang mungkin dilakukan dan sesuai dengan kondisi tenaga kerja yang
bersangkutan serta kemungkinan kesempatan/peluang kerja yang tersedia.
b. Pelatihan.
Pada tenaga kerja yang mengalami cacat/ketidak mampuan sebagai akibat
kecelakaan atau penyakit, perlu diberikan pelatihan untuk mempersiapkan
tenaga kerja tersebut beradaptasi pada pekerjaan semula atau jenis pekerjaan
lain yang memerlukan keterampilan khusus.
c. Penempatan.
Penempatan tenaga kerja pada pekerjaan yang sesuai dengan kondisinya
merupakan hal penting dalam proses rehabilitasi, karena hal tersebut juga
mempengaruhi keberhasilan tenaga kerja dalam melaksanakan tugasnya.
Penempatan tenaga kerja setelah rehabilitasi ditentukan antara lain oleh
kemampuan tenaga kerja, jenis dan sifat pekerjaan, kesesuaian antara
keterampilan dan pekerjaan. Jika sudah tidak memungkinkan bagi tenaga
kerja untuk bekerja di tempat semula, maka perlu dilakukan
mutasi sehingga dihindari terjadinya PHK, yaitu memindahkan tenaga kerja
pada tempat kerja/pekerjaan yang sesuai.
Referensi :
Soemarko, Dewi Sumaryani. "PENYAKIT AKIBAT KERJA “Identifikasi
dan rehabilitasi kerja”." Jakarta: K3 Expo Seminar SMESCO
Kemenakertrans RI, DK3N, APINDO. 2012.
Kebiasaan merokok
Keluhan yang sama pada pekerja lainnya
Hubungan waktu antara pekerjaan dan gejala-gejala
Tingkat pajanan
Penggunaan APD
Cara-cara menangani bahan/zat
Pertanyaan lain yang mempunyai relevansi adalah hubungan waktu antara onset
gejala-gejala dan pemajanan. Hal ini adalah unsur penting dengan PAK dari suatu
onset yang akut, misalnya keracunan pestisida, asthma karena pekerjaan. Pertanyaan
tentang apakah pekerja lain menderita masalah yang sama adalah betulbetul
penting.Hal ini biasanya merupakan suatu petunjuk apakah penyakit saat ini
disebabkan oleh faktor pekerjaan atau sebaliknya. Tingkat intensitas pajanan
(misalnya bila tempat kerja sangat berdebu atau sangat panas) dapat memberikan
petunjuk kemungkinan penyakit berhubungan dengan pekerjaan. Pertanyaan yang
sama kepada pengguna APD mungkin mempunyai beberapa relevansi. Sering pekerja
mungkin menggunakan APD yang tidak sesuai atau tidak benar.
Penyakit paru yang berhubungan dengan tempat kerja sebagian besar disebabkan oleh
pengendapan debu dalam paru dan dipengaruhi pula oleh jenis debu, lamanya
pajanan debu, konsentrasi dan banyaknya debu pada udara saluran napas. Asma
adalah inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya
sehingga menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan napas yang menimbulkan
gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk
terutama malam atau dini hari. Berkembangnya asma merupakan interaksi faktor
pejamu dan lingkungan. Faktor pejamu meliputi predisposisi genetik yaitu genetik
asma, alergi (atopi), hiperreaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor
lingkungan meliputi alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara,
infeksi pernapasan, diit, status sosioekonomi dan besarnya keluarga.
Work related asthma (WRA) adalah istilah yang lebih luas mewakili asma yang
mengalami eksaserbasi atau terinduksi oleh inhalasi pajanan di tempat kerja. Lingkungan
tempat kerja dapat memberi pengaruh serius pada manusia.
Pekerja industri perkayuan mempunyai paparan paling tinggi yang dapat menjadi faktor
berbahaya pada lingkungan kerja mereka, misalnya debu, kondisi sirkulasi udara yang
tidak menguntungkan, tingkat kebisingan yang melampaui batas dan kondisi pencahayaan
yang kurang. Debu merupakan penyebab utama dan penyebab tersering terjadinya infeksi
saluran nafas.
Asma kerja akibat debu kayu (wood workers asthma). Debu kayu terbentuk bilamana
mesin digunakan untuk memotong atau membentuk material kayu. Industri yang
mempunyai risiko tinggi terjadinya paparan debu kayu meliputi industri penggergajian,
furnitur (perabotan), cabinetry (pembuatan kabinet) dan industri pertukangan. Kayu
diklasifikasikan menjadi jenis hardwood dan softwood, yang tidak mempunyai kaitan
dengan tingkat kekerasan materi kayu itu sendiri.
Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernapasan.
Dari hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ, sebagai berikut
(Depkes RI, 1996):
Rinitis alergi (RA) secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung setelah
pajanan alergen melalui inflamasi yang diperantarai IgE pada mukosa hidung. Interaksi
antara alergen dan IgE akan menyebabkan pelepasan mediator sehingga terjadi reaksi
inflamasi yang akan menyebabkan gejala klinis yang khas yaitu bersin, hidung beringus,
hidung gatal, dan sumbatan hidung.
Referensi :
Q.S Al-Qashash : 73
َار ِلتَ ْس ُكنُوْ ا فِ ْي ِه َولِتَ ْبتَ ُغوْ ا ِم ْن فَضْ لِ ٖه َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُوْ ن
َ ََو ِم ْن رَّحْ َمتِ ٖه َج َع َل لَ ُك ُم الَّي َْل َوالنَّه
“Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, agar
kamu beristirahat pada malam hari dan agar kamu mencari sebagian dari
karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.”