LAPORAN PBL
MODUL 3
“JATUH”
Tutor :
dr. Andi Sitti Fahirah Arsal
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 04
HAERUL IKHSAN HAERMIANSYAH 11020150047
M. FARIZAN ATJO 11020160032
MOUDYANA LUKMAN 11020160077
MUHAMMAD AL-QIDHAM ALQIFARI M. 11020160087
JUMARTI IKA WULANDARI MZ 11020160093
A. ZIHNI AMALIA 11020160139
MASITHA 11020170002
RAHMI UTAMI 11020170024
WIDYA ISLAMIYAH TAHIR 11020170036
YEYEN ANUGRAH HARMIN 11020170037
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2020
SKENARIO 2
Anamnesis : Seorang laki-laki umur 80 tahun dibawa ke RS dengan keluhan jatuh
terduduk akibat tidak sengaja berjalan di lantai basah yang baru saja habis di pel
di rumahnya. Keadaan ini baru saja terjadi sekitar 3 jam yang lalu. Setelah jatuh,
penderita langsung tidak dapat berdiri lagi karena ke 2 tungkainya lumpuh tetapi
kalau dicubit masih terasa sakit. 5 hari terakhir sebelum jatuh, penderita terdengar
batuk-batuk disertai lendir agak kental, kadang sesak napas, tetapi tidak demam
dan sulit sekali mengeluarkan lendir. Nafsu makan juga sangat menurun sejak 2
minggu terakhir. Buang air besar setelah jatuh belum pernah dan buang air kecil
tidak lancar. Riwayat penyakit kencing manis sejak 12 tahun dengan minum obat
Glimepirid 2 mg secara teratur, dan tekanan darah tinggi dengan obat Captopril 25
mg secara teratur disertai penyakit rematik. Penderita juga pernah mengalami
stroke 4 tahun lalu sehingga badan sebelah kanan agak lemah dibanding sebelah
kiri.
Pemeriksaan fisik : TD : 160/80 mmHg (HT GRADE 2), N: 88 x/menit, P: 30
x/menit, S: 36,7o C. Konjungtiva tampak anemis, sklera tidak ikterus. Pemeriksaan
Auskultasi Paru : terdengar bunyi ronkhi basah kasar di seluruh lapangan ke dua
paru. Jantung dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen hepar & limpa tak
teraba, teraba massa pada daerah supra pubik, konsistensi kenyal, tidak nyeri
tekan. Kedua tungkai tidak dapat digerakkan, tampak tofus pada persendian MTP
1 kanan dan kiri. BB 40 kg & TB 169 cm.
Pemeriksaan penunjang : Pem. Lab didapatkan kadar Hb 10,1 gr%, Leukosit
13.700/mm3 GD puasa 128 mg/dl, GD2jamPP 269 mg/dl, ureum 60 mg/dL,
kreatinin 1,5 mg/dL, protein total 5,6 gr/dL, albumin 2,6 gr/dL, asam urat 9,5
mg/dL. Elektrolit natrium 129 mmoL/L, kalium 3,5 mmoL/L, klorida 91
mmoL/L. Pemeriksaan toraks foto : tampak perselubungan homogen pada medial
kedua lapangan paru.
KATA SULIT : -
KATA KUNCI :
- Laki laki 80 thn
- Jatuh terduduk
- Baru saja jatuh 3 jam yang lalu
- Penderita tidak dapat berdiri karena kedua tungkai lumpuh
- Ketika dicubit masih sakit
- 5 hari terakhir sebelum jatuh penderita batuk-batuk dengan lendir agak
kental
- Kadang sesak nafas tetapi tidak demam dan sulit mengeluarkan lendir
- Nafsu makan pasien menurun sejak 2 minggu terakhir
- Belum pernah BAB setelah jatuh dan BAK tidak lancar
- Riw. Penyakit kencing manis sejak 12 tahun dengan minum obat
Glimepirid 2mg secara teratur
- TD tinggi dengan obat captopril 25mg secara teratur
- Penyakit rematik
- Stroke 4 tahun lalu, badan sebelah kanan agak lemah dibanding kiri
-
Pemeriksaan laboratorium :
- Hb : 10,1 g% menurun (Normal : 12-14 g% )
- WBC : 13.700/mm3 meningkat (Normal : 4.500-10.000)
- GDP : 128 mg/dl meningkat (DM jika > 126 mg/dl)
- GD2PP : 269 mg/dl meningkat (DM jika > 200 mg/dl)
- Protein total : 5,6 gr/dL menurun (Normal : 6-8 gr/dl)
- Albumin : 2,6 gr/dL menurun (Normal : 3,5-5 gr/dl)
- Asam urat : 9,5 mg/dL meningkat (Normal : 3-7 mg/dl)
- Ureum : 60 mg/dL meningkat (Normal : 10-50 mg/dl)
- Kreatinin : 1,5 mg/dL meningkat (Normal : 0,6-0,9 mg/dl)
DAFTAR MASALAH
1. Fraktur
2. Peneumonia
3. Benign Prostat Hiperplasi (BPH)
4. Diabetes Melitus tipe II
5. Hipertensi Grade II
6. Stroke
7. Gout
8. Malnutrisi
9. Anemia
10. Imbalance Elektrolit
PERTANYAAN :
1. Jelaskan faktor resiko yang dapat menyebabkan jatuh pada skenario !
2. Apakah hubungan riwayat penyakit dengan jatuh pada skenario ?
3. Mengapa kedua tungkai tidak dapat digerakkan namun masih terasa sakit
ketika dicubit ?
4. Apa komplikasi yang dapat terjadi pada skenario ?
5. Bagaimana skala prioritas berdasarkan skenario, tata laksanan, serta
pencegahan?
6. Bagaimana perspektif islam berdasarkan scenario?
JAWABAN PERTANYAAN :
1. Jelaskan faktor resiko yang dapat menyebabkan jatuh pada skenario
Untuk dapat memahami faktor resiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa
stabilitas badan ditentukan atau dibentuk oleh :
A. SISTEM SENSORIK
Yang berperan di dalamnya adalah : visus ( penglihatan ), pendengaran,
fungsi vestibuler, dan proprioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada
mata akan menimbulkan gangguan penglihatan. Semua penyakit telinga
akan menimbulkan gangguan pendengaran. Vertigo tipe perifer sering
terjadi pada lansia yang diduga karena adanya perubahan fungsi vertibuler
akibat proses menua. Neuropati perifer dan penyakit degenaritf leher akan
mengganggu fungsi proprioseptif. Gangguan sensorik tersebut
menyebabkan hampir sepertiga penderita lansia mengalami sensasi
abnormal pada saat dilakukan uji klinik.
1) SISTEM SARAF PUSAT ( SSP )
SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input
sensorik. Penyakit SSP seperti stroke, Parkinson, hidrosefalus tekanan
normal sering diderita oleh lansia dan menyebabkan gangguan gungsi SSP
sehingga berespon tidak baik terhadap input sensorik.
2) KOGNITIF
Pada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan meningkatnya
resiko jatuh.
3) MUSCULOSKELETAL
Faktor ini disebutkan oleh beberapa oleh beberapa peneliti merupakan
faktor yang benar – benar murni milik lansia yang berperan besar terhadap
terjadinya jatuh. Gangguan musculoskeletal menyebabkan gangguan gaya
berjalan ( gait ) dan ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis.
Gangguan gait yang terjadi akibat proses menua tersebut antara lain
disebabkan oleh :
Kekakuan jarungan penghubung
Berkurangnya masa otot
Perlambatan massa otot
Perlambatan konduksi saraf
Penurunan visus / lapangan pandang
Kerusakan proprioseptif
Status gizi yang kurang dapat ditandai dengan penurunan massa otot yang
merupakan penyebab langsung menurunnya kekuatan otot. Perubahan massa otot
terjadi karena gangguan pada sintesis dan degradasi protein, yang pada usia lanjut
proses ini diperngaruhi oleh wasting yaitu proses pemecahan protein sel
(hiperkatabolisme) untuk memenuhi kebutuhan asam amino bagi sintesis protein
dan metabolisme energi pada kondisi asupan kalori yang tidak adekuat dan
kondisi sakit, serta sarkopenia yakni penurunan massa otot dan kekuatan otot yang
berjalan paralel pada usia lanjut yang sehat. Defisiensi vitamin D merupakan salah
satu kekurangan gizi mikro. Hal tersebut dikarenakan vitamin D berperan dalam
pembentukkan massa dan kekuatan otot, dengan cara mempengaruhi metabolisme
sel otot melalui mediasi transkripsi gen, melalui jalur cepat yang tidak melibatkan
sintesis DNA, dan melalui varian alel reseptor vitamin D. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa vitamin D berperan dalam meningkatkan kekuatan otot,
fungsi otot, koordinasi neuromuskular, dan vitalitas secara umum sehingga
kecenderungan untuk jatuh karna ketidakseimbangan postural menurun.
Komponen muskuloskeletal yang berperan dalam keseimbangan postural
juga dipengaruhi oleh massa tulang. Massa tulang yang rendah dapat terjadi
karena kegagalan tulang untuk mencapai massa yang normal selama
perkembangannnya atau karna kehilangan massa tulang yang berlebihan. Faktor
faktor seperti kurangnya latihan fisik, asupan vitamin D dan kalsium yang buruk,
kebiasaan konsumsi alkohol dan rokok yang berlebihan, memberikan pengaruh
yang merugikan bagi massa mineral tulang. Lingkup gerak dan sendi menurun
dengan bertambahnya usia. Penurunan lingkup gerak dan sendi tersebut akan
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melaksanakan aktivitas.
Melemahkan kekuatan otot akibat inaktivitas, tidak digunakannya otot, dan
deconditioning dapat berperan pada terjadinya gangguan cara berjalan serta
kemampuan memperbaiki posisi setelah kehilangan keseimbangan.
Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes melitus menyebabkan komplikasi semakin lama durasi seseorang
mengidap DM maka meningkatkan terjadinya berbagai macam komplikasi baik
mikrovaskuler maupun makrovaskuler sehingga dapat menyebabkan terjadinya
penurunan pada sistem keseimbangan tubuh. Menurut Montana Chronic Disease
Prevention & Health Promotion Bureau fluktuasi atau penurunan glukosa darah
menempatkan seseorang dengan diabetes pada risiko untuk jatuh. Komplikasi
diabetes seperti neuropati ekstremitas bawah, penglihatan yang buruk, maupun
postural hipotensi juga meningkatkan risiko untuk jatuh. Demikian juga faktor-
faktor lain, termasuk obat-obatan diabetes, kekuatan dan keseimbangan tubuh,
bertambahnya usia, dan lingkungan tempat tinggal berperan terjadinya jatuh.
Penderita diabetes mengalami defisiensi insulin yang menghambat transfer
glukosa ke sel dalam jaringan tubuh yang menyebabkan sel kelaparan dan terjadi
peningkatan glukosa dalam darah. Hal ini menimbulkan hambatan dalam perfusi
ke jaringan otot yang akan mengakibatkan jaringan otot kurang mendapatkan
suplai oksigen dan nutrisi yang menyebabkan sel kekurangan bahan untuk
metabolisme, sehingga energi yang dihasilkan berkurang yang berdampak pada
timbulnya kelemahan dan lebih lanjut dapat mengakibatkan atrofi otot.
Kelemahan otot menimbulkan gangguan pada keseimbangan tubuh statis maupun
dinamis. Gangguan tersebut akan menyebabkan tubuh goyah dan labil sehingga
meningkatkan risiko jatuh dan fraktur.
Perubahan paling awal pada sistem visual yang terdeteksi akibat
diabetes terjadi di retina yaitu menyebabkan retinopati diabetes yang merupakan
hasil dari kerusakan pada pembuluh darah kecil dan neuron retina. Ini
menyebabkan saluran darah yang baru tumbuh diatas permukaan retina yang
disebut “neovascularization”. Saluran darah ini mudah pecah dan berdarah.Ini
menyebabkan pendarahan bagian belakang mata dan penglihatan yang kabur dan
gangguan refraksi cahaya sehingga informasi yang dikirim ke otak terganggu,
mengakibatkan gangguan untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.
Hiperlikemia pada penderita diabetes juga mengakibatkan gangguan pada
sistem vestibular. Pada telinga bagian dalam terdapat organ labirin berfungsi
untuk menjaga keseimbangan, mendeteksi perubahan posisi, dan gerakan kepala.
Di dalam aparatus vestibularis mengandung endolimfa dan perilimfa juga
mengandung sel rambut yang dapat mengalami depolarisasi dan hiperpolarisasi
tergantung arah gerakan cairan.
Aparatus vestibularis berfungsi sebagai sistem keseimbangan yang terdiri
dari tiga buah canalis semisirkularis, dan organ otolit yaitu sacculus dan
utriculus. Pada pasien diabetes mengalami produksi berlebihan extracellular
matrix (ECM) pada jaringan penghubung antara utriculus dan sacculus.dan terjadi
metabolic stress. Akumulasi ECM yang berlebihan menyebabkan gangguan difusi
oksigen, nutrisi, dan sisa metabolisme. Sistem vestibular bersama-sama dengan
mata dan propioseptif membantu dalam mempertahankan keseimbangan fisik
tubuh atau ekuilibrium. Gangguan pada sistem vestibular dapat mengarah pada
pusing dan vertigo yang dapat mengganggu keseimbangan.
Neuropati diabetes memberi dampak pada sistem saraf menyebabkan
perlambatan hantaran saraf dan berkurangnya sensitivitas. Ini mengakibatkan
terjadinya mati rasa, kesemutan dan nyeri pada kaki, dan meningkatkan risiko
kerusakan pada kulit akibat hilangnya sensasi dan mengarah pada gangguan
sensorik termasuk kinestetik dan proprioseptif. Neuropati diabetes salah satu yang
menyebabkan kehilangan sensasi kinestetik dan proprioseptif yang memiliki
peranan penting dalam persepsi dan stabilitas. Akibatnya menyebabkan terjadinya
gangguan persepsi dan stabilitas tubuh mempertahankan posisi.
Diabetes merupakan faktor risiko utama untuk jatuh dipengaruhi oleh
penggunaan obat-obatan dalam jangka panjang, pola jalan yang buruk, dan
penurunan fungsi kognitif berhubungan antara diabetes dan jatuh.
Stroke
Stroke adalah cedera vaskular akut pada otak dimana serangan terjadi secara
mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak yang mengakibatkan
kematian jaringan otak secara permanen. Stroke menimbulkan berbagai macam
problematika, diantaranya: (1) gangguan sensomotorik, (2) gangguan
kognitif/memori, (3) gangguan psikiatrik atau emosional. Salah satu problematik
yang paling mendasar pada pasien pasca stroke adalah adanya gangguan
sensomotorik. Gangguan sensomotorik pasca stroke mengakibatkan gangguan
keseimbangan termasuk kelemahan otot, penurunan fleksibilitas jaringan lunak,
serta gangguan kontrol motorik dan sensorik. Fungsi yang hilang akibat gangguan
kontrol motorik pada pasien pasca stroke mengakibatkan hilangnya koordinasi,
hilangnya kemampuan merasakan keseimbangan tubuh dan postur (kemampuan
untuk mempertahankan posisi tertentu).
Gangguan keseimbangan berdiri pada pasien pasca stroke berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mengatur perpindahan berat badan dan
kemampuan gerak otot yang menurun sehingga keseimbangan tubuh menurun.
Dengan adanya problematik tersebut menyebabkan pasien pasca stroke
mengalami gangguan dalam melakukan aktifitas fungsional. Pada pasien pasca
stroke adanya gangguan keseimbangan akan mengakibatkan mereka sulit dalam
melakukan aktivitas fisik.
Gout
Gout atritis merupakan produk akhir dari metabolisme purin. Asam urat yang
beredar di dalam tubuh manusia akan diproduksi sendiri oleh tubuh. Gout adalah
bentuk umum dari atritis yang ditandai oleh deposisi monosodium urat MSU.
Monosodium urat MSU merupakan penumpukan kristal kedalam cairan sinovial.
Kekakuan dan sakit terus-menerus menyerang bagian sendi, kebanyakan pasien
dapat diobati dengan rutin menggunakan obat oral, namun serangan akut berulang
dapat terjadi karena kristal MSU telah berada di dalam sendi dan bisa
mengakibatkan kerusakan artikular.
Gout (pirai) merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat
deposisi kristal monosodium urat pada jaringan, akibat gangguan metabolism
berupa hiperurisemia. Manifestasi klinik deposisi urat meliputi artritis gout,
akumulasi kristal di jaringan yang merusak tulang (tofus), batu urat, dan nefropati
gout.
keluar dari medula spinalis, sedangkan radix posterior bersifat sensoris terhadap
struktur superfisial dan profunda tubuh. Efek trauma yang tidak dapat langsung
bersangkutan dengan fraktur dan dislokasi, tetapi dapat menimbulkan lesi pada
medulla spinalis dikenal sebagai trauma tak langsung. Tergolong dalam trauma
tak langsung ini ialah whiplash (lecutan), jatuh terduduk atau dengan badan
berdiri, atau terlempar oleh gaya eksplosi bom.
Jadi berdasarkan skenario gejala klinis yang ditemukan Setelah jatuh,
penderita langsung tidak dapat berdiri lagi karena ke 2 tungkainya lumpuh tetapi
kalau dicubit masih terasa sakit.kemungkinan terjadinya lesi di medula spinalis
pars lumbar incomplete atau terjadinya lesi di radix ventralis.
5. SKALA PRIORITAS
1. Fraktur
Fraktuk Kompresi Vertebrae
- Diagnosis
Pemeriksaan radiologi (X-Ray) AP atau PA dan lateral
CT-scan dilakukan apababila pemeriksaan radiografi tidak
mencapai kebutuhan diagnosis
Pemeriksaan Laboratorium : Alkalin fosfat, Kalsium serum dan
fosfor serum.
Pemeriksaan Lainnya :
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan tes sensitivitas:
dilakukan pada kondisi fraktur dengan komplikasi, pada kondisi
infeksi, maka biasanya didapatkan mikrooganisme penyebab
infeksi
2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan di atas, tetapi lebih diindikasikan bila terjadi
infeksi
3. Elektromiografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur
4. Artroskopi: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek
karena trauma yang berlebihan
5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya
infeksi pada tulang
6. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
- Terapi
Terapi operatif hampir selalu dilakukan pada penderita fraktur baik
orang dewasa muda maupun pada orangtua karena
1) Perlu reduksi yang akurat dan stabil
2) Diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah
komplikasi
3) Tindakan operatif dilakukan pemasangan prosthesis moore
3. Hipertensi Grade II
- Diagnosis : Keadaan umum, tanda vital, EKG, USG, funduskopi
- Terapi
Step 1: Obat pilihan pertama : diuretika, beta
blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
Step 2: Alternatif yang bisa diberikan :Dosis obat
pertama dinaikkan. Diganti jenis lain dari obat
pilihan pertama.Ditambah obat ke –2 jenis lain,
dapat berupa diuretika , betablocker,Ca-
antagonis,Alpa-blocker, clonidin, reserphin,
vasodilator
Step 3 : Alternatif yang bisa ditempuh obat ke-2
diganti dengan obat ke-3 jenis lain
Step 4 : Alternatif pemberian obat ditambah obat
ke-3 dan ke-4. Re-evaluasi dan konsultasi follow up
untuk mempertahankan terapi jangka panjang
memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik
antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat,
dokter ) dengan cara pemberian pendidikan
kesehatan.
Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan
untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan
suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi
tanpa obat ini meliputi :
- Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi
adalah
Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr
menjadi 5 gr/hr
Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak
jenuh
- Penurunan berat badan
- Penurunan asupan etanol
- Menghentikan merokok
- Latihan Fisik
4. Pneumonia
- Assesment : Etiologi : kuman banal, kuman TB, jamur
- Diagnosis : cek sputum, BTA 3X, kultur sputum
- Terapi :
perbaiki keadaan umum dan tanda vital
injeksi ceftriaxone 2gr/24 jam intra vena
pemberian antibiotic
- Edukasi dan Pencegahan
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai keadaan
pasien tentang pembatasan aktivitas kegiatan sehari-harinya supaya
keluarga membantu bila pasien tidak dapat melakukan aktivitasnya
secara mandiri
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien agar pasien tidak
terlalu banyak melakukan aktivitas yang dapat meningkatkan beban
kerja jantung
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien untuk merubah
posisi tidur miring ke kanan dan kiri setiap 2 jam sekali untuk
mengurangi risiko terjadinya luka di punggung
5. Stroke
- Diagnosis
Untuk membedakan jenis stroke iskemik dengan stroke perdarahan
dilakukan pemeriksaan radiologi CT-Scan kepala. Pada stroke hemoragik
akan terlihat adanya gambaran hiperdens, sedangkan pada stroke iskemik
akan terlihat adanya gambaran hipoden.
- Terapi
Stabilitas pasien dengan tindakan ABC (Airway, breathing, Circulation) -
Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal napas
19 - Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9 %
dengan kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti
dekstrosa 5 % dalam air dan salin 0, 45 %, karena dapat memperhebat
edema otak - Berikan oksigen 2-4 liter/menit melalui kanul hidung -
Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut - Buat rekaman
elektrokardiogram (EKG) dan lakukan foto rontgen toraks - Ambil sampel
untuk pemeriksaan darah: pemeriksaan darah perifer lengkap dan
trombosit, kimia darah (glukosa, elektrolit, ureum, dan kreatinin), masa
protrombin, dan masa tromboplastin parsial - Jika ada indikasi, lakukan
tes-tes berikut: kadar alkohol, fungsi hati, gas darah arteri, dan skrining
toksikologi - Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik - CT Scan atau resonansi magnetik bila alat tersedia
- Edukasi dan Pencegahan
Untuk itu perlu dilakukan upaya mengurangi terjadinya stroke
dengan mengkonsumsi gizi yang seimbang seperti: perbanyak
makan sayur, buah-buahan segar, protein rendah lemak dan kaya
serat yang sangat bermanfaat untuk pembuluh darah
lakukan olahraga teratur, dengan berolahraga teratur dapat
mengontrol berat badan serta mengurangi resiko terjadinya
stroke
- Terapi
Penatalaksanaan Terapi spesifik berupa observasi pada penderita gejala
ringan hingga operasi pada penderita dengan gejala berat.
Watchful waiting Penderita dengan BPH yang simptomatis tidak
selalu mengalami progresi keluhan, beberapa mengalami
perbaikan spontan. Watchful waiting merupakan
penatalaksanaan terbaik untuk penderita BPH dengan nilai IPSS
0-7.
Medikamentosa Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha
untuk mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen
dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan
penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker) dan
mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara
menurunkan kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron
(DHT) melalui penghambat 5αreduktase. Selain kedua cara
diatas, sekarang banyak dipakai terapi menggunakan fitofarmaka
yang mekanisme kerjanya masih belum jelas.
Tindakan operatif dilakukan apabila BPH dengan komplikasi
(retensi urin yang menetap atau berulang, inkontinensia
overflow, ISK berulang, adanya batu buli atau divertikel, dilatasi
saluran kemih bagian atas akibat obstruksi dengan atau tanpa
insufisiensi ginjal), BPH yang gagal dengan terapi
medikamentosa atau BPH dengan skor IPSS berat.
7. Anemia
Pada anemia defisiensi besi, dosis biasa adalah pengganti ferrous
sulfat, 325 mg (65 mg elemental zat besi) per hari, atau ferrous glukonat,
325 mg (38 mg elemental zat besi) per hari. Dosis rendah terapi besi,
dengan 15 mg besi elemental per hari sebagai ferrous glukonate cair, efektif
mengoreksi hemoglobin dan konsentrasi feritin dengan sedikit efek samping
gastrointestinal dibandingkan dosis tinggi besi. Pengobatan biasanya
berlangsung selama enam bulan untuk memenuhi persediaan besi. Bagi
orang-orang yang gagal untuk merespon terapi zat besi oral, pengobatan
parenteral dengan besi dekstran atau sukrosa besi. Dosis tinggi terapi oral
(cyanocobalamin, 1 sampai 2 mg per hari) untuk mengobati kekurangan
vitamin B12 efektif dan ditoleransi dengan baik. Anemia defisiensi folat
harus diterapi dengan asam folat, 1 mg per hari. Pengobatan yang efektif
anemia gizi ditandai oleh retikulositosis dalam waktu satu minggu, diikuti
dengan peningkatan lebih bertahap di tingkat hemoglobin.
Pengobatan anemia penyakit kronis, anemia penyakit ginjal kronis,
dan anemia yang tidak diketahui penyebabnya akan lebih sulit. Pengobatan
awal dan lebih disukai adalah Pengelolaan yang optimal dari penyakit
kronis akan meminimalkan peradangan dan mengurangi penekanan sumsum
tulang. Kebanyakan anemi pada orang tua yang ringan dan tidak
memerlukan intervensi lebih lanjut. Ketika anemia berat (kadar hemoglobin
kurang dari 10 g per dL [100 g per L]), gejala yang mengetahui pengobatan
tambahan sering berkembang. Dua pilihan untuk mengobati anemia berat
adalah transfusi darah dan Erythropoiesis-stimulating agents, yang keduanya
memiliki keterbatasan yang signifikan. Transfusi darah memberikan
bantuan langsung dari gejala umum, termasuk dispnea, kelelahan,
dan pusing. Risiko transfusi meliputi volume overload, kelebihan zat besi,
infeksi, dan reaksi akutuntuk memperbaiki gangguan yang mendasarinya.
8. Imbalance Elektrolit
Terapi Cairan Penatalaksanaan terapi cairan meliputi dua bagian dasar
yaitu ;
Resusitasi cairan
Ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh, sehingga
seringkali dapat menyebabkan syok.
Terapi rumatan
Bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tub uh dan nutrisi
yang diperlukan oleh tubuh
Mengganti kehilangan air dan elektrolit yang normal melaui
urine, IWL, dan feses
Membuat agar hemodinamik agar tetap dalam keadaan stabil
Pada penggantian cairan, maka jenis cairan yang digunakan
didasarkan pada : ~ Cairan pemeliharaan ( jumlah cairan yang
dibutuhkan selama 24 jam )
~ Cairan defisit ( jumlah kekurangan cairan yang terjadi )
Terapi cairan Rumatan Kristaloid Koloid Elektrolit Nutrisi
Resusitas
~ Caitran pengganti ( replacement )
~ Sekuestrasi ( cairan third space )
~ Pengganti darah yang hilang
~ Pengganti cairan yang hilang melalui fistel, maag slang dan
drainase Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang dapat
dilakukan penghitungan untuk menghitung berapa besarnya
cairan yang hilang tersebut : Refraktometer
~Defisit cairan : BD plasma – 1,025 x BB x 4 ml Ket. BD
plasma = 0,001 Dari serum Na+
~air yang hilang : 0,6 Berat Badan x BB (Plasma Natrium – 1 )
Ket. Plasma Na = 140
9. Rheumatoid Arthritis
- Diagnosis
Berikut adalah kriteria ARA (American Rheumatism Association) yang
direvisi tahun 1987 yang masih dapat digunakan dalam mendiagnosis RA:
1. Kaku pagi hari pada sendi dan sekitarnya, sekurang-kurangnya selama 1
jam sebelum perbaikan maksimal.
2. Pembengkakan jaringan lunak atau persendian (arthritis) pada 3 daerah
sendi atau lebih secara bersamaan.
3. Artritis pada persendian tangan sekurang-kurangnya terjadi satu
pembengkakan persendian tangan yaitu PIP (proximal interphalangeal),
MCP (metacarpophalangeal), atau pergelangan tangan.
4. Artritis simetris, keterlibatan sendi yang sama pada kedua belah sisi
misalnya PIP (proximal interphalangeal), MCP (metacarpophalangeal),
atau MTP (metatarsophalangeal).
5. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau
permukaan ekstensor atau daerah juksta artikuler.
6. Rheumatoid Factor serum positif
7. Perubahan gambaran radiologis yang khas pada RA pada sendi tangan
atau pergelangan tangan yaitu erosi atau dekalsifikasi tulang pada sendi
yang terlibat.
- Terapi
1. NSAID (Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug) Diberikan sejak awal
untuk menangani nyeri sendi akibat inflamasi. NSAID yang dapat
diberikan atara lain: aspirin, ibuprofen, naproksen, piroksikam, dikofenak,
dan sebagainya. Namun NSAID tidak melindungi kerusakan tulang rawan
sendi dan tulang dari proses destruksi.
2. DMARD (Disease-Modifying Antirheumatic Drug) Digunakan untuk
melindungi sendi (tulang dan kartilago) dari proses destruksi oleh
Rheumatoid Arthritis. Contoh obat DMARD yaitu: hidroksiklorokuin,
metotreksat, sulfasalazine, garam emas, penisilamin, dan asatioprin.
DMARD dapat diberikan tunggal maupun kombinasi (Putra dkk,2013).
3. Kortikosteroid Diberikan kortikosteroid dosis rendah setara prednison
5-7,5mg/hari sebagai “bridge” terapi untuk mengurangi keluhan pasien
sambil menunggu efek DMARDs yang baru muncul setelah 4-16 minggu.
4. Pembedahan Jika segala pengobatan di atas tidak memberikan hasil
yang diharapkan, maka dapat dipertimbangkan pembedahan yang bersifat
ortopedi, contohnya sinovektomi, arthrodesis, total hip replacement, dan
sebagainya.
10. Malnutrisi
- Diet Garam Rendah:
Membantu menghilangkan retensi garam atau air dalam jaringan tubuh dan
menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi
Bahan Makanan yang dianjurkan adalah sebagai berikut:
a. Sumber Karbohidrat: beras, kentang, singkong, terigu, tapioca, hunkwe,
gula
b. Sumber protein hewani: Daging dan ikan maksimal 100 g sehari
c. Sumber protein nabati: Semua kacang-kacangan dan hasilnya yang
diolah dan dimasak tanpa garam dapur.
d. Sayuran: Semua sayuran segar
e. Buah-buahan: buah-buahan segar
f. Lemak: Minyak goreng, margarin, dan mentega tanpa garam.
g. Minuman: teh, kopi
DAFTAR PUSTAKA