Anda di halaman 1dari 43

1

LAPORAN PROBLEM BASE LEARNING


SISTEM KEDOKTERAN KOMUNITAS
MODUL PENYAKIT AKIBAT KERJA

Tutor : dr. Farsida
Disusun oleh :
Kelompok II:
Fitriya sujatmaka (2011730134)
Gita listawaty (2011730137)
Jovan octara (2011730143)
Patimah tul munawaroh (2011730158)
RR. Yunisa Putri Ryanti (2011730161)
Setiani Imaningtias (2011730162)
Tohari (2011730165)
Vidia Amrina Rasyada (2011730167)
Yudha daud (2011730168)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
UNUVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2014




2

KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan laporan PBL penyakit akibat kerja ini dengan tepat waktu.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada tutor kami dr. Farsida yang
telah membantu dan membimbing kami, dan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.Kami menyadari dalam pembuatan laporan PBL
penyakit akibat kerja ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kami meminta kritik dan
saran yang membangun dari pembaca sekalian untuk perbaikan kami dalam pembuatan laporan
selanjutnya. Akhir kata semoga laporan PBL penyakit akibat kerja ini bermanfaat bagi pembaca
semuanya.












Jakarta, 2 Mei 2014



Kelompok II


3

DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................ 1
KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang .................................................................................... 4
1.2 Tujuan pembelajaran........................................................................... 4

BAB II PERMASALAHAN
2.1 Scenario ............................................................................................. 6
2.2 Kata Kunci ......................................................................................... 6
2.3 Pertanyaan ........................................................................................ 8

BAB III PEMBAHASAN ........ 9

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan . 42
4.2 Saran ....42
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................43











4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Penyakit akibat kerja (PAK) menurut Kepres RI no. 22 tahun 1993 adalah penyakit yang
ditimbulkan sebagai akibat dari kecelakaan maupun pajanan ditempat kerja. Modul ini
disiapkan untuk mahasiswa Fakultas Kedokteran yang mengambil mata kuliah system
kedokteran komunitas dan kedokteran kerja. TIU dan TIK dalam modul ini dipersiapkan
sesuai dengan konsep penanganan penyakit akibat kerja secara menyeluruh, baik dari aspek
pencegahan, diagnosis dan penanganan kasus, kompensasi bagi kecelakaan serta
pengendalian factor resiko yang ada ditempat kerja yang perlu diketahui oleh para calon
dokter yang menangani kesehatan kerja.
Modul ini diharapkan dapat membantu para mahasiswa dalam menyelesaikan permasalahn
penyakit akibat kerja dikalangan pekerja dengan dibantu oleh para tutor dan para pakar,
sebagai bagian dari system kedokteran komunitas.

1.2 Tujuan pembelajaran
Tujuan intruksional umum (TIU)
Setelah selesai pempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu menegakan diagnosis
penyakit akibat kerja (PAK), menagani kasus penyakit akibat kerja (PAK), serta mampu
mengembangkan program pencegahan penyakit akibat kerja (PAK) serta mengembangkan
program pengendalian factor resiko di tempat kerja.

Tujuan instruksional khusus (TIK)
Setelah selesai mempelajari modul dan membaca scenario ini mahasiswa diharapkan mampu
menetapkan dan melakukan :
1. Biodata pasien
1. Melakukan anamesa pada pasien menyangkut :
Riwayatpenyakit (sekarang, terdahulu, dalamkeluarga) sertariwayatpekerjaan.
Perjalananpenyakit.
Uraiantugas, pelaksanaanpekerjaan, alatpelindungdiri yang dikenakan.
Faktorresikoataupotensibahaya, sertamenyangkutgangguankesehatan yang
mungkintimbul.
2. Pemeriksaan :
Pemeriksaanfisikterkaitgangguankesehatan.
Pemeriksaan lab rutin yang diperlukan.
Pemeriksaan lab khusus yang diperlukan.
Pemeriksaanpenunjang Non-lab.
3. Menegakkan Diagnosis PenyakitAkibatKerja :
Berdasarkan 7 langkahpenetapan.
Diagnosaberdasarkan ICD-10.
Menetapkan Prognosis penyakit.
4. Rencanapenatalaksanaanberikutnya:
Kelayakanbekerja (fitness status).
5

Alatpelindungdiri yang diperlukan.
Pemeriksaankesehatan yang diperlukansesuaidenganfaktorrisiko yang
dihadapidankemungkinandiperlukannyapemeriksaan Bio Monitoring
bagikemungkinanpajananbahankimia.
Promosikesehatan (edukasi) terhadappasienmaupunterhadapmanajemen.
Penatalaksanaanlingkungan (ruang) tempatkerja.

7 (tujuh) langkahprinsippenegakkanDiagnosaPenyakitAkibatKerja.
Langkah- 1 : Tetapkan diagnosis klinis.
Langkah-2 : Identifikasipaparanpotensirisikobahaya.
Langkah-3 : Carihubunganantara langkah-2 dengangangguankesehatan yang timbul.
Langkah-4 : Evaluasidosispajanan (mis : NAB).
Langkah-5 : Cariperananfaktorindividu/kerjadalamtimbulnya PAK.
Langkah-6 : Cariperananfaktordiluarkerja (non-occupational factors).
Langkah-7 : Tetapkan diagnose PAK.






























6


BAB II
PERMASALAHAN

2.1 Skenario Kasus I : Demam uap logam (Metal Fume Fever)
Seorang pekerja (laki-laki 25 tahun) mengeluhkan nafas pendek rasa terbakar didaerah dada, rasa
kedinginan, tenggorakan kering serta batuk-batuk. Keluhan ini terasa sekali dan selalu berulang
ketika melakukan tugasnya yaitu pengelasan dan berkurang bila pengelasan dihentikan. Keluhan
ini menjadiseriussejaksetahun yang lalu. Pekerja ini bekerja sebagai tukang las pada perakitan
truk pemadam kebakaran yang diselesaikan dalam waktu 2-3 bulan. Tidak ada penyakit yang
diderita sebelumnya, dan tidak penyakit serius dalam keluarga. Tugasnya adalah mengelas untuk
merakit tanki air kapasitas 18000 Itr dan dilakukan dalam tanki yang sedang dirakitnya (ruang
terbatas / confined space). Karena itu sering kurang minum akibat sulit keluar-masuk tanki.
Pekerjaan dilakukan dengan 3 shift, masing-masing 8 jam kerja. Selain melakukan pengelasan, ia
juga menggerinda serta melakukan pengecatan. Dalam melakukan pekerjaannya ia menggunakan
pelindung pernafasan (masker) namun tidak adekuat, yaitu hanya kain biasa yang dilapis. Tidak
ada ventilasi pada saat melakukan pengelasan didalam tangki. Ia melaksanakan pekerjaan
tersebut selama 5 tahun. Diluar pekerjaan ini ia tidak punya pekerjaan sambilan lain. Sekalisekali
ia merokok, dimulai sejak 3-4 tahun lalu dengan jumlah pak sehari. Menurut yang
bersangkutan, faktor risiko potensial yang dihadapinya adalah kebisingan, getaran, suhu panas,
radiasi sinar, uap pengelasan, cat, posisi yang tidak ergonomi serta kebosanan. Alat pelindung
diri yang diberikan oleh perusahaan tidak mencukupi, yaitu hanya masker kain biasa (seharusnya
respirator), kaca mata las dan ear-plug (dibandingkan dengan kebisingan yang dihadapi,
harusnya ear-muff).
Pada saat pemeriksaan kesehatan yang dilakukan, ditemukan hal berikut: Tekanan darah 110/80
mmHg, BMI dalam batasan normal, Hb 12 gr%. Pemeriksaan lain dalam batas normal.
Diagnosa Kerja : Acute Respiratory Inflammation.
Diagnosis Okupasi:
ICD-10 : J68 - Respiratory condition due to inhalation of chemicals, gases,fumes and
vapours
dalam hal ini adalah : Upper respiratory irritation due to welding fumes (metal fume fever)

1.2 Kata/Kalimat kunci
1. Identitas :
Nama : Tn. X
Umur : 25 tahun
Keluarga : KK ( kepala keluarga)
Agama : Islam
Pekerjaan : Tukang las pada perakitan truk pemadam kebakaran
Tanggal kunjungan : 23 april 2014

2. Riwayat Penyakit
Tanggal : 23 april 2014

Riwayat penyakit sekarang :
7

Nafas pendek, rasa terbakar didada, rasa kedinginan, tenggorokan kering serta batuk-
batuk. Keluhan terasa sekali dan berulang ketika melakukan pengelasan, berkurang jika
pengelasan dihentikan, memberat selama 1 (satu) tahun terakhir.

Riwayat penyakit dahulu :
Tidak ada

Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga yang mempunyai penyakit yang sama

3. Riwayat pekerjaan
a. Jenis pekerjaan
Jenis pekerjaan Alat dan bahan yang
digunakan
Tempat kerja Lama kerja
Tukang las Logam berat / metal,
mesin welding, gerinda
dan cat

Didalam tangki 8 jam perhari selama
2-3 bulan selama 5
tahun

b. Uraian pekerjaan :
Menegelas, mengerinda dan mengecat untuk merakit tangki air dengan kapasitas
1800 liter dilakukan dalam ruangan terbatas, sulit keluar masuk tangki, shiff 3 kali (1
shiff 8 jam ).

c. Bahaya potensi :
1. Uraian kegiatan :
Menegelas, mengerinda dan mengecat untuk merakit tangki air dengan kapasitas
1800 liter dilakukan dalam ruangan terbatas, sulit keluar masuk tangki, shiff 3 kali
(1 shiff 8 jam ).
2. Alat pelindung diri :
Masker kain biasa, kaca mat alas dan ear-plug
3. Bahaya potensial :
Fisik : bising, suhu, fibrasi
Kimia : cat, logam, uap
Biologi : -
Ergonomi : posisi kerja tidak nyaman, pencahayaan
Psikososial : perokok, kebosanan
4. Gangguan kesehatan yang mungkin timbul :
Dehidrasi, infeksi saluran nafas, kidney hazard, vertiligo, tuli
5. Resiko kecelakaan kerja :
Kebakaran, terhirup zat kimia yang berbahaya, kurangnya oksigen

4. Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik :
8

a. Keadaan umum : Compos Mentis
b. Tanda vital : tekanan darah : normal (110/80 mmHg)
c. Keadaan gizi : BMI : normal
Kesan : cukup

5. Pemeriksaan klinis
Semua dalam batas normal

6. Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin : 12 gr%


1.3 Pertanyaan

1. Sebutkan dan jelaskan pemeriksaan kesehatan yang diusulkan pada kasus scenario?
2. sebutkan dan jelaskan alat pelindung diri yang diperlukan dan sesuai dengan standar
pada pekerjaan di skenario (APD) ?
3. sebutkan dan jelaskan bahaya potensial yg dapat terjadi pada scenario dan bagaimana
dampak pada tubuh ?
4. sebutkan dan jelaskan strategi objektif sistem managemen kesehatan dan risk
assessment pada profesi dalam skenario ?
5. bagaimana penatalaksanaan yang sesuai pada kasus skenario (untuk pekerja,
perusahaan dan prosedur pekerjaan) ?
6. sebutkan hukum (UU) yang melindungi keselamatan pekerja ?
7. klasifikasi kelayakan bekerja ?
8. bagaimana penegakan diagnosis PAK pada skenario ? (1-4)
9. bagaimana penegakan diagnosis PAK pada skenario (5-7) dan penentuan prognosis
pada skenario ?














9

BAB III
PEMBAHASAN

Bahaya potensial yang dapat terjadi pada skenario

1. Bahaya Fisik :
Noise ( Bising ) :
Ini dapat terjadi diakibatkan ruang yang sempit yang di dapat pekerja saat
melakukan pekerjaan serta pekerja hanya dilengkapi ear plug
Temperatur Extreme :
Dikarenakan tidak adanya ventilasi di dalam tanki dan pekerja melakukan
pekerjaan 8 jam sehari dengan mesin las yang menyebabkan suhu PANAS.
Selain itu ada juga spark atau spatter yaitu titik kecil material cair yang
memercik dari daerah pengelasan dan menyebar cukup jauh. Spatter ini akan
menimbulkan bahaya terbakar bila terkena kulit yang tak terlindungi atau
menimbulkan bahaya api bila kontak dengan material yang mudah terbakar.
Vibration :
Akibat getaran yang ditimbulkan karena pekerjaan si tukanglas dan
getaran tersebut merambat di sekeliling dalam tanki dan bisa juga akibat getaran
yang di timbulkan dari mesin las yang dipakai
Radiasi:
Radiasi pada pengelasan dapat dikategorikan radiasi non ionizing. Radiasi
yang ditimbulkan oleh busur las ini mem[unyai sifat dapat dilihat, ultra violet dan
infra merah.
Bahaya radiasi non ionizing pada proses pengelasan dapat menimbulkan
luka terbakar, kerusakan kulit dan mata. Kerusakan mata karena radiasi sinar ultra
violet ini disebut arc-eye,welders eye atau arc flash. Efek tidak dapat hilang
dalam beberapa jam setelah terekspose, oleh sebab itu mata harus dilindungi
dengan kaca gelap yang sesuai.
Pengelasan juga merupakan sumber bahaya bagi pekerja lain yang berada
di dekat pekerjaan las sebagaimana juru las itu sendiri. Pekerja tersebut dapat juga
terpapar sinar yang dipantulkan dari dinding atau permukaan lain.
Pantulan atau radiasi sinar ultra violet yang besar ini biasanya dari
pengelasan dengan prosesgas tungsten atau gas metal arc welding yang
dipergunakan untuk pengelasan aluminium atau baja stainless. Agar tidak
membahayakan lingkungan setiap aktivitas pengelasan yang berada di dekat
lokasi kerja yang lain agar mempergunakan partisi yang dibuat dari bahan tahan
api dan harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi pantulan atau
refleksi ataupun melindungi spatter keluar dari ruangan.
Listrik :
Listrik yang mengalir dalam suatu sirkuit disebut arus listrik (I) dan diukur
dengan satuanampere (A). Sedangkan tegangan yang menyebabkan adanya aliran
dalam suatu sirkuit diukur dengan volt (V). tubuh manusia dapat dikatakan
10

sebagai bahan yang konduktif. Sehingga apabila tegangan listrik terkena bagian
badan, arus dapat mengalir dan dapat menimbulkan kejut, terbakar, kelumpuhan
atau kematian. Tegangan listrik yang tidak terlalu tinggi pun dapat menyebabkan
kasus tersebut di atas, namun akibat dari padanya tergantung pada banyak faktor
seperti halnya ; dibagian mana arus listrik mengenai bagian tubuh ataupun
seberapa efektif kontak dengan tegangan listrik tersebut
Debu / Fume :
Fume biasanya terlihat pada setiap operasi pengelasan. Fume ini terdiri
dari komponen yang dihasilkan dari elektroda, loga, dasar dan flux pada saat
operasi. Elektroda merupakan penghasil fume yang paling utama. Diameter
debu dalam asap las (fume) berkisar antara 0,2 mikrometer s/d 3 mikrometer.
Butiran debu dengan ukuran > 0,5 mikrometer bila terhisap akan tertahan oleh
bulu hidung dan bulu pada pipa pernapasan, sedangkan yang lebih halus akan
terbawa masuk ke dalam paru-paru. Sebagian akan dihembuskan kembali,
sedangkan sebagian lain akan tertinggal dan melekat pada kantong udara dalam
paru-paru (alveoli) sehingga bila sudah terakumulasi akan dapat menimbulkan
berbagai penyakit pernapasan. Komposisi kimia fume tergantung dari proses
pengelasan dan elektrodanya. Misalnya pada pengelasan dengan menggunakan
elektroda jenis law hydrogen maka di dalam asap las akan terdapat fluor (F) dan
oksida kalium dan sebagainya.
Gas :
Terdapat 2 (dua) tipe gas yang perlu mendapat perhatian, yaitu :
1. Gas yang dipergunakan untuk keperluan pengelasan, pemotongan, antara lain
oksigen, karbon monoksida, acetylene, gas alam, hydrogen, propan, butan
dan gas untuk pelindung seperti argon, helium, carbon dioksida dan nitrogen.
2. Gas yang ditimbulkan selama proses pengelasan, antara lain ozon, nitrogen
dioksida, carbon monoksida, karbon dioksida, hydrogen chloride dan
phosgene.

Pengaruh gas-gas tersebut diatas terhadap tubuh manusia adalah sebagai
berikut :
1. Gas karbon monoksida. Gas karbon dioksida diubah menjadi karbon
monoksida dengan konsentrasi yang menurun pada jarak semakin jauh dari
tempat pengelasan. Gas karbon monoksida mempunyai sifat afinitas yang
tinggi terhadap hemoglobin yang dengan sendirinya akan mengurangi daya
penyerapan oksigen.
2. Gas karbon dioksida. Di dalam udara sudah terdapat gas ini dengan
konsentrasi sebesar 300 ppm. Gas karbon dioksida ini sebenarnya tidak
berbahaya bagi tubuh manusia bila konsentrasinya tidak terlalu tinggi.
3. Gas ozon. Gas ozon ini terjadi karena reaksi foto kimia dari sinar ultra violet.
Bila seseorang bernafas dalam udara yang mengandung 0,5 ppm ozon selama
3 jam akan merasa sesak nafas. Pada konsentrasi 1 2 ppm dalam waktu 2
11

jam orang akan merasakan pusing, sakit dada dan kekeringan pada saluran
nafas.
4. Gas nitrogen monoksida. Gas ini bila masuk ke dalam saluran pernapasan
tidak merangsang tetapi akan bereaksi dengan haemoglobin seperti halnya
gas carbon monoksida. Tetapi ikatan gas nitrogen monoksida dengan Hb jauh
lebih kuat dan tidak mudah terlepas bahkan akan mengikat oksigen yang
dibawa oleh Hb. Hal ini akan dapat menyebabkan kekurangan oksigen dalam
darah yang membahayakan system syaraf.
5. Gas nitrogen dioksida. Gas ini dapat memberikan rangsangan yang kuat
terhadap mata dan pernapasan


2. Bahaya Kimia :
Menurut The National Fire Protection Association (NFPA 30) ada 9 Jenis bahan
berbahaya :
a. Bahan Mudah Meledak
b. Bahan Gas / Mudah terbakar dan tidak mudah terbakar
c. Cairan mudah terbakar
d. Benda padat mudah terbakar
e. Racun
f. Radiasi
g. Korosif / asam
h. Oksidasi dan Peroksida organic
i. Macam Macam

2. Bahaya Biologi :
Dari scenario bisa di ketahui dilingkungan pekerjaan maupun lingkungan
keluarga jadi bahaya potensial dari biologi mungkin berkurang namun bahaya lain
dari biologi mungkin juga ada dan didapat oleh pekerja tersebut seperti :
a. Bio Aerosols (TBC)
b. HIV / AIDS
c. Gigitan Binatang Di tempat kerja
d. Keracunan tumbuh tumbuhan
e. Keracunan Makanan

3. Bahaya Ergonomi :
Repetitif (berulang) :
Pola kerja yang sama yang selalu berulang selama 5 tahun membuat pekerja pada
scenario mengalami kebosanan
Posisi kerja :
Ruangan yang sempit dan berbentuk seperti tabung memungkinkan pekerja las
tidak mendapatkan posisi kerja yang nyaman.

Lifting / Mengangkat :
12

Kebiasaan mengangkat benda benda berat seperti mengangkat seperangkat alat las
kedalam tanki
Eye strain / ketegangan mata :
Mata pekerja lelah dikarenakan dalam 8 jam mengelas tanki dan tanpa adanya
cahaya yang memadahi
Lingkungan pekerjaan yang buruk :
Tempat kerja di dalam tanki yang sempit dengan ventilasi yang kurang untuk
bernafas lalu kurangnya pencahayaan untuk melihat serta sulitnya keluar masuk
tanki untuk minum yang menyebabkan pekerja las dehidrasi.


4. Bahaya Psikososial :
Kerja melewati batas waktu
8 jam sehari dengan 3 shift memungkinkan pekerja las untuk bekerja melewati
batas dimana ia akan mendapat shift malam yang mana sebaiknya digunakan
tubuh untuk beristirahat.
Organisasi
Hal ini juga berpengaruh jika pekerja las tersebut mengalami masalah dengan
teman sepekerjaan atau dengan atasan ini bisa membuat pekerja tersebut stress
Keluarga
Masalah dalam keluarga juga dapat menciptakan stress yang berhubungan dengak
kinerja di tempat kerja
.
5. Bahaya lifestyle :
Merokok
Diketahui pekerja sudah merokok mulai 3-4 tahun yang lalu pak sehari
Memakai Narkoba dan Meminum Alkohol
Diet yang tidak seimbang
Kurangnya berolahraga


Hukum (UU) yang melindungi keselamatan pekerja
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1970
TENTANG
KESELAMATAN KERJA
BAB I
TENTANG ISTILAH-ISTILAH
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
13

1. "tempat kerja" ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap
dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki tempat kerja untuk keperluan suatu
usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci
dalam pasal 2; termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan
sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau berhubung dengan tempat kerja
tersebut;
2. "pengurus" ialah orang yang mempunyai tugas langsung sesuatu tempat kerja atau
bagiannya yang berdiri sendiri;
3. "pengusaha" ialah :
a. orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk
keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
b. orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha
bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
c. orang atau badan hukum, yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum
termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang mewakili berkedudukan di luar
Indonesia.
4. "direktur" ialah pejabat yang ditunjuk oleh Mneteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan
Undang-undang ini.
5. "pegawai pengawas" ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga
Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
6. "ahli keselamatan kerja" ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen
Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya
Undang-undang ini.

BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
1. Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja,
baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang
berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
2. Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :
a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas,
peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan atau
peledakan;
b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau disimpan
atau bahan yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun,
menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
c. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran
rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan perairan, saluran atau
terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan
persiapan.
14

d. dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan,
pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan
kesehatan;
e. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau bijih
logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau minieral lainnya, baik di permukaan
atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;
f. dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di darat, melalui
terowongan, dipermukaan air, dalam air maupun di udara;
g. dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun
atau gudang;
h. dilakukan penyelamatan, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
i. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian diatas permukaan tanah atau perairan;
j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
k. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan,
terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
l. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, suhu, kotoran, api, asap, uap, gas,
hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
o. dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaan radio, radar, televisi, atau
telepon;
p. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian)
yang menggunakan alat teknis;
q. dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan
listrik, gas, minyak atau air;
r. diputar film, pertunjukan sandiwara atau diselenggarakan reaksi lainnya yang
memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
3. Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja, ruangan-ruangan
atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan
yang bekerja atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah perincian
tersebut dalam ayat (2).
BAB III
SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA
Pasal 3
1. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
a. mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e. memberi pertolongan pada kecelakaan;
f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
15

g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan
getaran;
h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik
maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan.
i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya;
n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau
barang;
o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang;
q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
2. Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1)
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta pendapatan-
pendapatan baru di kemudian hari.
Pasal 4
1. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam
perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknis
dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
2. Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu kumpulan
ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup bidang
konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan,
pengujian dan pengesyahan, pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda-tanda
pengenal atas bahan, barang, produk teknis dan aparat produk guna menjamin
keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan
keselamatan umum.
3. Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1)
dan (2); dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi
dan mentaati syarat-syarat keselamatan tersebut.
BAB IV
PENGAWASAN
Pasal 5
16

1. Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini sedangkan para
pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan
langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya.
2. Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja dalam
melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal 6
1. Barang siapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat mengajukan permohonan
banding kepada Panitia Banding.
2. Tata cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia Banding dan lain-
lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
3. Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.
Pasal 7
Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha harus membayar retribusi
menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal 8
1. Pengurus di wajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan
fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan
sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.
2. Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah
pimpinannya, secara berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan dibenarkan
oleh Direktur.
3. Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan perundangan.
BAB V
PEMBINAAN
Pasal 9
1. Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerja;
b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat
kerja;
c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
2. Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin
bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.
3. Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada
di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran
serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan
pertama pada kecelakaan.
17

4. Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-
ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankan.
BAB VI
PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Pasal 10
1. Menteri Tenaga Kerja berwenang membertuk Panitia Pembina Keselamatan Kerja guna
memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha
atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan
kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka
melancarkan usaha berproduksi.
2. Susunan Panitia Pembina dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya
ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
BAB VII
KECELAKAAN
Pasal 11
1. Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang
dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
2. Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam ayat (1)
diatur dengan peraturan perundangan.
BAB VIII
KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA
Pasal 12
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk: a.
Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau keselamatan
kerja; b. Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan; c. Memenuhi dan mentaati semua
syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan; d.Meminta pada Pengurus agar
dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan; e. Menyatakan
keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat kesehatan dan keselamatan kerja serta alat-alat
perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khususditentukan
lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung jawabkan.
BAB IX
KEWAJIBAN BILA MEMASUKI TEMPAT KERJA
Pasal 13
18

Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk
keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
BAB X
KEWAJIBAN PENGURUS
Pasal 14
Pengurus diwajibkan :
a. secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat
keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan
pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat
yang mudah dilihat dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;
b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang
diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat
dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada
tenaga kerja berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang
memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan
menurut petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau
ahli keselamatan kerja.
BAB XI
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
1. Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut dengan
peraturan perundangan.
2. Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas
pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
3. Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.
Pasal 16
Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu Undang-
undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di dalam satu tahun sesudah Undang-undang ini
mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-undang
ini.


19


Pasal 17
Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-undang ini belum
dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu Undang-
undang ini mulai berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang
ini.
Pasal 18
Undang-undang ini disebut "UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA" dan mulai
berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang
ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 12 Januari 1970
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Januari 1970
Sekretaris Negara Republik Indonesia,
ttd
ALAMSYAH


Klasifikasi kelayakan bekerja (Fit to Work)

Fit to Work
Menetapkan kelayakan seorang pekerja dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dari
aspek medis, dengan memperhitungkan aspek job-related dan fit the job to the men

Tujuan Utama Fitting the Job to the Men
Memastikan bahwa seorang individu dapat melakukan tugas dalam pekerjaannya secara efektif
tanpa menimbulkan risiko bagi dirinya sendiri maupun pekerja lainnya.
20


Mengapa Diperlukan Assesment Medis untuk FTW?
1. Kondisi pasien membatasi dirinya melakukan tugas secara efektif
2. Kondisi pasien mungkin dapat memburuk akibat pekerjaannya
3. Kondisi pasien dapat membahayakan keselamatan dirinya dan/atau orang lain
4. Kondisi pasien dapat merupakan risiko bagi masyarakat

Fit to Work Harus Menjawab Pertanyaan Berikut :
1. Apakah pekerja yang bersangkutan mampu melaksanakan pekerjaan tersebut dan tidak
membuat si pekerja menjadi berisiko terganggu kesehatannya?
2. Apakah membiarkan pekerja tersebut melaksanakan pekerjaannya akan menimbulkan
risiko bagi pekerja lain atau masyarakat di sekitarnya?

Kategori Fitness to Work
1. Fit to Work : Fit untuk semua jenis pekerjaan
2. Fit with Restriction : Fit dengan keterbatasan pada kondisi tertentu
3. Temporarily Unfit to Work : Unfit untuk sementara biasanya diikuti dengan
evaluasi ulang
4. Unfit for Specific Occupation : Unfit untuk jabatan tertentu
5. Unfit to Work : Tidak mampu bekerja

pemeriksaan kesehatan yang diusulkan pada kasus skenario
Jawaban :
Karena pasien dalam scenario mempunyai pekerjaan sebagai tukang las pada perakitan truk
pemadam kebakaran maka pemeriksaan yang perlu dilakukan :
Pemeriksaan Fisik

Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran dan
penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali bertemu pasien. Suatu gambaran atau
kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang di bentuk. Pemeriksaan kemudian maju ke suatu
inspeksi local yang berfokus pada suatu system tunggal atau bagian dan biasanya mengguankan
alat khusus seperto optalomoskop, otoskop, speculum dan lain-lain. (Laura A.Talbot dan Mary
Meyers, 1997) Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh
yang diperiksa melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar). (Dewi Sartika, 2010)
21

Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi,
kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan.setelah inspeksi perlu dibandingkan hasil
normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya.

Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan meletakkan tangan pada
bagian tubuh yang dapat di jangkau tangan. Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba ; tangan dan jari-jari, untuk
mendeterminasi ciri2 jaringan atau organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran,
kelembaban dan penonjolan.(Dewi Sartika,2010)
Hal yang di deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa,
edema, krepitasi dan sensasi.

Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh unutk menghasilkan
bunyi yang akan membantu dalam membantu penentuan densitas, lokasi, dan posisi struktur di
bawahnya.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk
membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan suara, yang
bertujuan untuk mengidentifikasi batas/ lokasi dan konsistensi jaringan. Dewi Sartika, 2010)

Auskultasi
Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh bermacam-macam organ
dan jaringan tubuh.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang
dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang
didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.(Dewi Sartika, 2010)
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di perhatikan, yaitu sebagai
berikut:
a. Kontrol infeksi
Meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril, memasang masker, dan membantu
klien mengenakan baju periksa jika ada.
b. Kontrol lingkungan
Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan untuk
melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa itu sendiri. Misalnya
menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
1. Komunikasi (penjelasan prosedur)
2. Privacy dan kenyamanan klien
3. Sistematis dan konsisten ( head to toe, dr eksternal ke internal, dr normal ke abN)
4. Berada di sisi kanan klien
5. Efisiensi
6. Dokumentasi

Pemeriksaan rontgen thorax

22

Pemeriksaan radiologik toraks merupakan pemeriksaan yang sangat penting. Kemajuan yang
sangat pesat selama dasawarsa terakhir dalam teknik pemeriksaan radiologik toraks dan
pengetahuan untuk menilai suatu roentgenogram toraks menyebabkan pemeriksaan toraks
dengan sinar roentgen ini suatu keharusan rutin.
Pemeriksaan paru tanpa pemeriksaan roentgen saat ini dapat dianggap tidak lengkap. Suatu
penyakit paru belum dapat disingkirkan dengan pasti sebelum dilakukan pemeriksaan radiologik.
Selain itu,berbagai kelainan dini dalam paru juga sudah dapat dilihat dengan jelas pada foto
roentgen sebelum timbul gejala-gejala klinis. Foto roentgen yang dibuat pada suatu saat tertentu
dapat merupakan dokumen yang abadi dari penyakit seorang penderita, dan setiap waktu dapat
dipergunakan dan diperbandingkan dengan foto yang dibuat pada saat- saat lain.

Photo Toraxs

Macam Macam Cara Pemeriksaan
FLUOROSCOPY THORAX
Adalah cara pemeriksaan yang mempergunakan sifat tembus sinar roentgen dan suatu tabir yang
bersifat fluoresensi bila terkena sinar tersebut. Umumnya cara ini tidak dipakai lagi,hanya pada
keadaan tertentu,yaitu bila kita ingin menyelidiki pergerakan suatu organ/sistem tubuh seperti
dinamika alat-alat peredaran darah, misalnya jantung dan pembuluh darah besar; serta
pernapasan berupa pergerakan diafragma dan aerasi paru- paru.

ROENTGENOGRAPHY
Adalah pembuatan foto roentgen toraks. Agar distorsi dan magnifikasi yng diperoleh menjadi
sekecil mungkin, maka jarak antara tabung dan film harus 1,80 meter dan foto dibuat sewaktu
penderita sedang bernapas dalam (inspirasi).

TOMOGRAPHY
Istilah lainnya : Planigrafi , Laminagrafi , atau Stratigrafi.
Pemeriksaan lapis demi lapis dari rongga dada, biasanya untuk evaluasi adanya tumor atau
atelektase yang bersifat padat.

COMPUTERIZED TOMOGRAPHY (CT SCAN)
23

Yaitu Tomography transversal, dengan X-ray dan komputer. Pemeriksaan ini terutama untuk
daerah mediastinum.

BRONCHOGRAPHY
Ialah pemeriksaan percabangan bronkus, dengan cara mengisi saluran bronkial dengan suatu
bahan kontras yang bersifat opaque (menghasilkan bayangan putih pada foto). Bahan kontras
tersebut biasanya mengandung jodium (lipiodol, dionosil, dsb).
Indikasi pemeriksaan ini misalnya pada Bronkiektasis untuk meneliti letak, luas, dan sifat
bagian-bagian bronkus yang melebar; dan pada tumor-tumor yang terletak dalam lumen bronkus
(space occupying lesions), yang mungkin mempersempit bahkan menyumbat sama sekali
bronkus bersangkutan.

ARTERIOGRAPHY
Mengisi kontras pada pembuluh darah pulmonale, sehingga dapat diketahui vaskularisasi pada
mediastinum atau pada paru.

ANGIOCARDIOGRAPHY
Adalah pemeriksaan untuk melihat ruang-ruang jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar
dengan sinar roentgen (fluoroskopi atau roentgenografi), dengan menggunakan suatu bahan
kontras radioopaque, misalnya Hypaque 50%, dimasukkan kedalam salah satu ruang jantung
melalui kateter secara intravena.

SYARAT FOTO THORAX PA
Syarat- syarat foto thorax PA bila memungkinkan :
1. Posisi penderita simetris. Hal ini dapat dievaluasi dengan melihat apakah proyeksi tulang corpus
vertebra thoracal terletak di tengah sendi sternoclavikuler kanan dan kiri.
2. Kondisi sinar X sesuai. mAs (jumlah sinar) cukup dan
kV (kualitas sinar) cukup.
3. Film meliputi seluruh cavum thorax. Mulai dari puncak cavum thorax sampai sinus-sinus
phrenicocostalis kanan kiri dapat terlihat pada film tersebut.

Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu suatu jenis
pemeriksaaan penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau untuk
melihat bagaimana respon tubuh terhadap suatu penyakit. Disamping itu juga
pemeriksaan ini sering dilakukan untuk melihat kemajuan atau respon terapi pada pasien
yang menderita suatu penyakit infeksi.

Pemeriksaan Darah Lengkap terdiri dari beberapa jenis parameter pemeriksaan, yaitu
1. Hemoglobin
2. Hematokrit
3. Leukosit (White Blood Cell / WBC)
4. Trombosit (platelet)
5. Eritrosit (Red Blood Cell / RBC)
6. Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC)
24

7. Laju Endap Darah atau Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR)
8. Hitung Jenis Leukosit (Diff Count)
9. Platelet Disribution Width (PDW)
10. Red Cell Distribution Width (RDW)
Pemeriksaan Darah Lengkap biasanya disarankan kepada setiap pasien yang datang ke suatu
Rumah Sakit yang disertai dengan suatu gejala klinis, dan jika didapatkan hasil yang diluar nilai
normal biasanya dilakukan pemeriksaan lanjutan yang lebih spesifik terhadap gangguan tersebut,
sehingga diagnosa dan terapi yang tepat bisa segera dilakukan. Lamanya waktu yang dibutuhkan
suatu laboratorium untuk melakukan pemeriksaan ini berkisar maksimal 2 jam.

b. Pemeriksaan fungsi hati :
Jenis Uji Fungsi Hati dan manfaat diagnostiknya. (Sherlock S, 2002)(Dufour DR,2006)


c. Pemeriksaan Fungsi Ginjal
Ada serangkaian tes pada air seni untuk menilai fungsi ginjal. Sebuah tes sederhana, yang
disebut urinanalisis, sering dilakukan pada awal. Contoh air seni diperiksa secara fisik untuk ciri
termasuk warna, bau, penampilan, dan kepadatan; diperiksa secara kimia untuk unsur
termasuk protein, glukosa, dan pH; dan di bawah mikroskop untuk keberadaan unsur sel (sel
darah merah dan putih, dll.), bakteri, kristal, dsb. Kalau hasil tes ini menunjukkan kemungkinan
ada penyakit atau penurunan pada fungsi ginjal, tes yang berikut mungkin dapat dilakukan:


Jenis UFH Penggunaan



Bilirubin(total, direk, Diagnosis ikterus, menilaiberatnya penyakit, penyakit Gilbert, hemolisis,

indirek) diagnosis kolektasis.

ALT
Diagnosis dinipenyakit hepatoselular (lebihspesifik dibandingkandengan

AST), pemantauan



AST
Diagnosis dinipenyakit hepatoselular, pemantauan, pada alkoholisme

AST>ALT





ALP Diagnosis kolestasis, infiltrasihepatik, diagnosis kelainanmetabolisme



GGT Penanda kolestasis biliar, alkoholisme



Albumin Menilaiberatnya penyakit dankronis



Masa protrombin Menilaiberatnya penyakit danberatnya Kolestasis



y-globulin Diagnosis hepatitis kronis dansirosis hati, pemantauan


25

Keluaran kreatinin (creatinine clearance). Tes ini menilai kemampuan ginjal untuk
menghilangkan senyawa yang disebut kreatinin dari darah. Kreatinin adalah bahan ampas dari
metabolisme tenaga otot, yang seharusnya disaring oleh ginjal dan dimasukkan pada air seni. Tes
ini mengukur jumlah kreatinin yang dikeluarkan ke air seni selama beberapa jam. Untuk
menghitung keluaran, tingkat kreatinin dalam darah juga harus diukur.
Keluaran urea. Urea adalah bahan ampas dari metabolisme protein, dan dikeluarkan dalam air
seni. Seperti keluaran kreatinin, tes ini mengukur jumlah urea yang dikeluarkan ke air seni
selama beberapa jam, dan juga membutuhkan pengukuran tingkat urea dalam darah.
Osmologi air seni. Tes ini mengukur jumlah partikel (bibit) yang dilarutkan dalam air seni,
untuk menilai kemampuan ginjal untuk mengatur kepekatan air seni sebagaimana konsumsi air
meningkat atau menurun.
Keberadaan protein. Ginjal yang sehat menyaring semua protein dari darah dan menyerapnya
kembali, sehingga tingkat protein dalam air seni tetap rendah. Tetap ditemukan protein dalam air
seni adalah tanda penyakit ginjal.

Audiometri
Audiometri adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat/ambang batas
pendengaran seseorang dan jenis gangguannya bila ada. Pemeriksaan dilakukan dengan memakai
alat audiogram nada murni di dalam ruang kedap suara.
Prinsip pemeriksaannya adalah bermacam-macam frekuensi dan intensitas suara (dB) ditransfer
melalui headset atau bone conducter ke telinga atau mastoid dan batasan intensitas suara (dB)
pasien yang tidak dapat didengar lagi dicatat, melalui program computer atau diplot secara
manual pada kertas grafik.
Kegunaan audiometri :
- untuk mengetahui derajat ketulian ringan, sedang atau berat
- untuk mengetahui jenis tuli konduktif, tuli syaraf (sensorineural) atau tuli campuran
Indikasi pemeriksaan :
1. Adanya penurunan pendengaran
2. Telinga berbunyi dengung (tinitus)
3. Rasa penuh di telinga
4. Riwayat keluar cairan
5. Riwayat terpajan bising
6. Riwayat trauma
7. Riwayat pemakaian obat ototoksik
8. Riwayat gangguan pendengaran pada keluarga
9. Gangguan keseimbangan
Derajat parameter ketulian :
- Tuli ringan : 26-40 dB
- Tuli sedang : 41-60 dB
- Tuli berat : 61 90 dB
- Tuli sangat berat : > 90 dB
Pelaporan hasil berupa ambang dengar normal, ambang dengar dengan tuli konduktif, ambang
dengar dengan tuli sensorineural, ambang dengar tuli campuran

Spirometri
26

Spirometri adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur secara obyektif kapasitas/fungsi
paru (ventilasi) pada pasien dengan indikasi medis. Alat yang digunakan disebut spirometer.

Tujuan :
- mengukur volume paru secara statis dan dinamik
- menilai perubahan atau gangguan pada faal paru

Prinsip spirometri adalah mengukur kecepatan perubahan volume udara di paru-paru selama
pernafasan yang dipaksakan atau disebut forced volume capacity (FVC). Prosedur yang paling
umum digunakan adalah subyek menarik nafas secara maksimal dan menghembuskannya
secepat dan selengkap mungkin Nilai FVC dibandingkan terhadap nilai normal dan nilai
prediksi berdasarkan usia, tinggi badan dan jenis kelamin.

Sebelum dilakukan spirometri, terhadap pasien dilakukan anamnesa, pengukuran tinggi badan
dan berat badan. Pada spirometer terdapat nilai prediksi untuk orang Asia berdasarkan umur dan
tinggi badan. Bila nilai prediksi tidak sesuai dengan standar Indonesia, maka dilakukan
penyesuaian nilai prediksi menggunakan standar Indonesia. Volume udara yang dihasilkan akan
dibuat prosentase pencapaian terhadap angka prediksi.

Spirometri dapat dilakukan dalam bentuk social vital capacity (SVC) atau forced vital capacity
(FVC). Pada SCV, pasien diminta bernafas secara normal 3 kali (mouthpiece sudah terpasang di
mulut) sebelum menarik nafas dalam-dalam dan dihembuskan secara maksimal. Pada FVC,
pasien diminta menarik nafas dalam-dalam sebelum mouth piece dimasukkan ke mulut dan
dihembuskan secara maksimal.

Pengukuran fungsi paru yang dilaporkan :
1. Forced vital capacity (FVC) adalah jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara paksa setelah
inspirasi secara maksimal, diukur dalam liter.
2. Forced Expiratory volume in one second (FEV1) adalah jumlah udara yang dapat dikeluarkan
dalam waktu 1 detik, diukur dalam liter. Bersama dengan FVC merupakan indikator utama
fungsi paru-paru.
3. FEV1/FVC merupakan rasio FEV1/FVC. Pada orang dewasa sehat nilainya sekitar 75% - 80%
4. FEF 25-75% (forced expiratory flow), optional
5. Peak Expiratory Flow (PEF), merupakan kecepatan pergerakan udara keluar dari paru-paru pada
awal ekspirasi, diukur dalam liter/detik.
6. FEF 50% dan FEF 75%, optional, merupakan rata-rata aliran (kecepatan) udara keluar dari paru-
paru selama pertengahan pernafasan (sering disebut juga sebagai MMEF(maximal mid-
expiratory flow)







27

Alat pelindung diri yang diperlukan dan sesuai dengan standar pada pekerjaan di skenario
(APD)

ALAT PELINDUNG DIRI
(PERSONAL PROTECTIVE EQUIPMENT)

Hazard lingkungan kerja baik fisik maupun kimiawi perlu untuk dikendalikan sedemikian rupa
sehingga tercipta suatu lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman.
Terdapat berbagai cara untuk menanggulangi bahaya-bahaya yang terdapat di lingkungan kerja
dan cara-cara tersebut misalnya Pengendalian secara teknik (Mechanical/Engineering Control).
Pengendalian secara administratif (Administrative Control) dan Penggunaan Alat Pelindung Diri
(personal protective equipment). Pengendalian secara teknik adalah cara pengendalian yang
paling efektif dan merupakan alternatif pertama yang dianjurkan, sedangkan Penggunaan Alat
Pelindung Diri merupakan suatu cara yang terakhir ( The last line of defense) yang ditempuh
dalam rangka Pengendalian Lingkungan kerja.
Filosofi Alat Pelindung Diri (APD)mengatakan bahwa Alat Pelindung Diri dapat menyebabkan
rasa ketidaknyamanan, membatasi gerakan dan persepsi sensories lainnya.
Hal demikian telah lama dikenal oleh manusia. Oleh karena itu Pengendalian Lingkungan kerja
diupayakan melalui kontrol Teknologi, misalnya Pemasangan Local Exhauster (Penangkap debu
lokal) dan Pagar Pengaman pada mesin-mesin berputar.
Alat Pelindung Diri (APD) perlu diadakan karena keterbatasan terapan teknologi Pengendalian.

Pentingnya Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
1. Hak pekerja untuk sehat dan selamat sehingga menjadi suatu kewajiban perusahaan untuk
menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) bagi pekerjanya.
2. Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu Hirarki Pengendalian Bahaya
yang diterapkan apabila sudah ada Upaya Pengendalian dan Pengurangan Bahaya.

Tujuan Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD)
1. Melindungi pekerja dari bahaya akibat pekerjaannya.
2. Menurunkan tingkat resiko pemajanan terhadap pekerja.

Perencanaan dan Pelaksananaan Program Alat Pelindung Diri (APD)
1. Perusahaan harus melakukan identifikasi bahaya di tempat kerja termasuk pada
pekerjaannya sendiri.
2. Penentuan Jenis PPE yang sesuai potensi bahaya yang ada.
3. Sosialisasi penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD)
Perencanaan penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) terhadap pekerja sebaiknya pemilihan Alat
Pelindung Diri (APD) dapat memenuhi ketentuan umum sebagai berikut :
1. Dapat melindungi setiap pekerja dan bahaya-bahaya yang terjadi.
2. Di disign dan dibuat aman
3. Bersih dan higienis serta dapat dipertanggungjawabkan
4. Cocok untuk dipakai setiap pekerja.
5. Melengkapi lebih dari sekedar Alat Pelindung Diri
28

6. Memenuhi standard tertentu

SOSIALISASI PENGGUNAAN Alat Pelindung Diri (APD)
1. Melalui Pelatihan cara penggunaan, pemeliharaan, penyimpanan, dll
2. Memotivasi pekerja melalui media komunikasi : safety talk, gambar, poster, dll
3. Disediakannya buku pedoman pemakaian, pemeliharaan yang diberikan ke seluruh pekerja.
4. Diterapkan sistem pengawasan/supervisi yang tepat.

Identifikasi Bahaya
1. Bahaya-bahaya zat kimia
2. Bahaya kejatuhan suatu barang
3. Bahaya partikulat-partikulat
4. Bahaya panas dan temperatur tinggi
5. Bahaya radiasi cahaya
6. Pemindahan alat-alat atau bagian-bagian
7. Pendorong yang memakai roda
8. Barang-barang yang tajam
9. Keadaan/kondisi tempat kerja.

JENIS-JENIS Alat Pelindung Diri (APD)
1. Pelindung Seluruh Tubuh
2. Pelindung Tubuh
3. Pelindung Kepala
4. Pelindung Mata dan Muka
5. Pelindung Telinga
6. Pelindung Pernafasan
7. Pelindung Tangan
8. Pelindung Kaki
9. Pelindung Kulit

1. PELINDUNG KEPALA
Tujuan Pemakaian Alat Pelindung Kepala
Untuk melindungi Kepala dari bahaya terbentur dengan benda tajam atau benda keras, baik yang
sifatnya jatuh, melayang dan meluncur termasuk melindungi diri dari panas radiasi bahan-bahan
kimia korosif dan mencegah rambut yang rontok dengan mesin-mesin yang berputar.

Jenis pekerjaan yang memerlukan Pelindung Kepala
a. Pekerjaan di bawah pekerja-pekerja lainnya
b. Pekerjaan di sekitar atau di bawah Belt Conveyor.
c. Pekerjaan di bawah mesin-mesin atau proses
d. Pekerjaan di sekitar konduktor energi yang terbuka.

Tingkatan-tingkatan Pelindung Kepala :
a. Helm Kelas A (Menahan Pengaruh penetrasi dan melindungi diri dari pengaruh-pengaruh
listrik yang bertekanan rendah)
29

b. Helm Kelas B (Menahan Pengaruh penetrasi dan melindungi diri dari pengaruh-pengaruh
listrik yang bertekanan tinggi)
c. Helm Kelas C (Menahan Pengaruh penetrasi) tidak boleh digunakan di area kerja yang
menggunakan alat-alat listrik.

Contoh-contoh
1. Topi Logam
2. Topi Plastik
3. Topi Plastik berlapis asbes
4. Topi Aluminium
5. Topi/Kap khusus
6. Topi Karet
7. Topi/ peci khusus

2. PELINDUNG MATA DAN MUKA
Masalah pencegahan kecelakaan yang paling sulit dalam kecelakaan pada mata. Karena itu
biasanya tenaga kerja menolak untuk memakai kacamata pengaman yang dirasakan mengganggu
kenyamanan dan tidak enak untuk dipakai.
Secara alamiah mata manusia dilengkapi dengan Pelindung yaitu :
a. Tulang : berfungsi melindungi mata terhadap benturan benda tajam.
b. Otot di sekita mata : sebagai absorbsi terhadap pukulan.
c. Alis mata : melindungi mata dari mengalirnya keringat secara langsung.
d. Bulu-bulu mata :

Kacamata pengaman diberikan untuk melindungi mata dari kemungkinan kontak dengan bahaya-
bahaya kemasukan debu-debu, gas-gas, uap, cairan korosif, partikel-partikel melayang atau
terkena gelombang elektro magnetik.
Jenis pekerjaan yang memerlukan jenis pelindung ini apabila di tempat kerja terdapat beberapa
potensi bahaya di bawah ini.
a. Terdapat pecahan/partikel yang berterbangan
b. Kilatan api listrik
c. Gas-gas dan Uap kimia
d. Cairan : kimia, asam, lelehan besi panas
e. Debu
f. Ayunan/putaran benda-benda seperti rantai terali.

Ada 3 macam Alat Pelindung Mata :
a. Kaca Mata Biasa.
b. Kaca Mata Goggles : Kaca Mata tertutup semua, tetapi ada lubang-lubang kecil dan
ventilasi.
c. Tameng Muka.

Contoh-contoh
1. Kaca mata Biasa
2. Kaca Mata dengan filter khusus/lensa polaroid
3. Goggles
30

4. Goggles dengan lensa tahan sinar Infra Red.
5. Tameng Plastik
6. Tameng Logam
7. Penutup muka khusus
8. Penutup muka dengan kacamata filter khusus.

3. PELINDUNG TELINGA
Pelindung telinga diperlukan apabila tingkat kebisingan di tempat kerja sudah mencapai 85 dB
diatas 8 jam/hari. Sebelum penyediaan APD telinga diberlakukan ,aka perusahaan seharusnya
mengadakan survei tingkat pendengaran para pekerja.

Jenis Pelindung Telinga antara lain :
a. Kapas
b. Ear Plugs (Sumbat Telinga)
c. Ear Muffs (Tutup Telinga)
d. Canal Caps

Ukuran, bentuk dan saluran telinga untuk setiap individu akan berbeda. Lekukan kedua telinga
untuk tiap individu kemungkinan juga berbeda. Diameter telinga pada umumnya 3 14 mm.
Umumnya berbentuk saluran lonjong dan ada beberapa yang berbentuk bulat dan tidak lurus.
Sumbat telinga dapat dibuat dari kapas, plastik, karet alam dan karet sintetis.

Dalam pamakaiannya kita namakan :
Dispossible ear plug (satu kali pakai dan selesai langsung dibuang)
Non Dispossible ear plug (bisa beberapa kali pakai) Biasanya terbuat dari karet yang dipakai
untuk waktu yang lama.

Ear Plugs (Sumbat Telinga)
Keuntungan Ear Plugs (Sumbat Telinga)
1. Mudah dibawa karena ukurannya kecil.
2. Relatif lebih nyaman dipakai di tempat yang panas.
3. Tidak membatasi gerakan kepala.
4. Harganya relatif murah, dapat dipakai dengan efektif oleh si pemakai kacamata, tutup
kepala, anting-anting dan rambut.

Kerugian Ear Plugs (Sumbat Telinga)
1. Pemasangannya yang tepat memerlukan waktu yang lebih lama dari tutup telinga.
2. Tingkat proteksinya lebih kecil dari Ear Muffs (Tutup Telinga)
3. Bagi Supervisor sulit memonitor tenaga kerja apakah memakai atau tidak.
4. Hanya dapat dipakai oleh saluran telinga yang sehat.
5. Bila tangan yang digunakan untuk memasang Ear Plugs (Sumbat Telinga) kotor, maka
memudahklan saluran telinga mendapat infeksi.
Ear Muffs (Tutup Telinga)
Tutup telinga terdiri dari dua buah tudung yang berfungsi untuk menyerap suara berfrekuensi
tinggi pada pemakaian lama.

31

Keuntungan Ear Muffs (Tutup Telinga)
1. Redusir suara oleh tutup telinga lebih besar dari sumbat telinga.
2. Satu ukuran tutup telinga dapat dipakai oleh beberapa orang dengan ukuran telinga yang
berbeda.
3. Mudah dimonitor pemakaiannya oleh pengawas.
4. Dapat dipakai pada telinga yang terkena infeksi.
5. Tidak mudah hilang.

Kerugian Ear Muffs (Tutup Telinga)
1. Tidak nyaman dipakai di tempat yang panas.
2. Efektifitas dan kenyamanan pemakainya dipengaruhi oleh pemakaian kacamata, tutup
kepala, anting-anting, rambut yang menutupi telinga.
3. Penggunaannya yang terlalu sering mengakibatkan pita penghubung yang berpegas karena
sering ditekuk, maka daya reduksinya akan berkurang.

Pengaruh Alat Pelindung Telinga terhadap komunikasi
Seseorang dengan pendengaran yang normal apabila bekerja di tempat yang bising (intensitasnya
85 105 dBA). Pada kebisingan kontonue mudah baginya mengerti pembicaraan orang lain, bila
ia memakai alat pelindung telinga daripada tidak memakainya.
Tetapi bilamana orang yang pendengarannya telah hilang pada frekuensi tinggi dengan tingkat
kebisingan di tempat kerja kurang dari 80 dBA, maka pemakaian alat pelindung telinga dapat
menyebabkan gangguan komunikasi.
Pemakaian Alat Pelindung Telinga di tempat kerja jenis terputus-putus pada intensitas 85 105
dBA, komunikasi akan lebih mudah apabila suaranya mengeras/saat mengeras.
Kebalikannya Komunikasi akan terganggu disaat suara melemah.

Beberapa pertimbangan praktis bagi Pemakaian Alat Pelindung Telinga
Biasanya Alat Pelindung Telinga yang dibutuhkan ditentukan oleh intensitas kebisingan dan
waktu pemaparan yang diperkenankan.Pemilihan Alat Pelindung Telinga biasanya tergantung
dari kesenangan pemakainya.Alat Pelindung Telinga yang memberikan perlindungan yang
akurat dan nyaman akan dapat diterima dengan baik oleh pemakainya.
Latihan tentang pemakaian Alat Pelindung Telinga terhadap tenaga kerja akan tampak
bermanfaat ketimbang memberlakukan sangsi.

Faktor-faktor yang mengurangi efektifitas Alat Pelindung Telinga
1. Kebocoran udara.
2. Perambatan gelombang suara akan menghambat efektifitas.
3. Vibrasi/getaran alat itu sendiri.
4. Konduksi suara melalui tulang dan jaringan.

4. PELINDUNG PERNAFASAN
Secara umum ada Dua type dasar Alat Pelindung Pernafasan
a. Respirator/Purifying Respirator
b. Air Supply Respirator

1. Respirator/Purifying Respirator
32

Membersihkan udara untuk dihirup pemakainya. Digunakan untuk melindungi tenaga kerja
dari bahaya pernafasan dari debu, kabut, asap, gas dan uap.

Menurut Cara Kerjanya dapat diklasifikasikan 3 kelas, yaitu :
1. Chemical Respirator
Digunakan untuk kontaminan yang berbentuk gas dan uap.

2. Mechanical Respirator
Digunakan untuk menyaring partikel zat padat.
Contoh :
1. Debu-debu, uap logam dan asap
2. Debu semen = 50 mesh, maka respirator yang dipakai kurang dari 50 mesh.
3. Untuk Campuran Gas, Uap dan zat padat digunakan golongan 1 & 2.
1. Respirator yang dilengkapi dengan filter digunakan untuk debu-debu dan kabut yang kadar
kontaminannya tidak terlalu tinggi dan ukuran partikelnya lebih besar dari 1 : (mikron).
2. Respirator untuk uap logam filternya mempunyai pori-porinya 1 : (mikron).
3. Respirator untuk partikel yang sangat toksik diameter porinya 0,3 : (mikron).
4. Khusus untuk gas CO, suatu campuran Mangan Oksida dan Oksida dari Tembaga secara
katalis dapat merubah gas CO menjadi gas CO2.

2. Air Supply Respirator
Respirator ini tidak dapat dilengkapi dengan filter melainkan alat ini mensupply pemakaian
dengan udara konveksi kelas atau udara tabung.
Yang harus diketahui adalah :
a. Harus minimum Prosentase O2 = 19,5 % - 23,5 %
b. Harus minimum Hidro Carbon = 5 mg/l
c. Harus minimum CO = 20 ppm
d. CO2 = 100 ppm

Beberapa masalah yang mempengaruhi effisiensi respirator.
1. Ukuran antropometri muka pemakai yang berbeda-beda sehingga yang cocok untuk
seseorang tenaga
kerja belum tentu cocok untuk orang lain.
2. Cara pemasangan filter yang salah.
3. Pemeliharaan respirator yang kurang.

5. PELINDUNG TUBUH
Jenis pelindung tubuh harus sesuai dengan jenis bahaya & Pekerjaan, yaitu :
a. Flame Resistent Cotton atau Duck untuk bahaya panas atau percikan api yang sedang.
b. Special Flame Retardant & Heat Resistant Synthetic Fabric untuk memadamkan api atau
pekerjaan di sekeliling api terbuka.
c. Rubber, Neoprene, Vynyl : untuk pekerjaan basah, menggunakan zat kimia, pekerjaan
potensi korosi
d. Leather : untuk melindungi pengaruh-pengaruh cahaya/sinar.

33

APRON : pakaian pelindung tubuh untuk melindungi tubuh dari percikan bahan radio aktif.
Dibuat dari kain, kulit/asbes atau kain dilapisi Aluminium. Tidak boleh dipakai pada tempat
kerja yang memakai mesin berputar.
Pakaian kerja disesuaikan dengan jenis pekerjaannya.
Contoh-contah :
1. Jaket Asbes atau Jas kulit
2. Jaket Karet
3. Jaket Plastik karet
4. Jaket Karet/kulit dilapisi timah hitam.
5. Pakaian Khusus.

6. PELINDUNG TANGAN
Pelindung tangan paling banyak dipakai, hal ini tidak mengherankan karena kecelakaan yang
paling banyak terdapat pada tangan dari seluruh kecelakaan yang ada.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan alat pelindung tangan
1. Bahaya yang harus dilindungi.
Benda korosif, bahaya panas, dingin dan benda kasar.
2. Daya terhadap kontak dan baha-bahan.
Misalnya : Bensin, karet dan pelumas.
3. Kepekaan yang diperlukan dalam melakukan pekerjaan.
4. Daerah yang harus dilindungi.
Misalnya : apakah jari-jari saja, atau seluruh tangan, pergelangan tangan atau lengan.

Jenis Pelindung ini seharusnya dapat melindungi diri dari bahaya-bahaya :
a. Terpotong
b. Terbakar
c. Tertusuk
d. Kontak kulit dengan zat kimia tyang berbahaya
e. Sengatan arus listrik

Jenis Pelindung Tangan

-benda yang kasar, potongan-potongan & percikan
api atau
benda panas.
c. Cotton Fabric (Bahan Katun) : melindungi dari kotoran, potongan kecil dari kayu, benda-
benda licin
atau abrasi. Jangan dipakai pada pekerjaan dengan bahan-bahan yang kasar, tajam dan berat.
d. Rubber, Neoprene, Vynyl : melindungi dari zat kimia.

Menurut bentuknya sarung tangan dapat dibedakan menjadi :
a. Sarung tangan biasa (Gloves)
b. Sarung tangan yang dilapisi dengan plat logam Granntlet) yang digunakan untuk lengan.
c. Mitth : sarung tangan untuk 4 jari terbungkus.

34

Beberapa Contoh sarung tangan menurut jenis bahaya yang harus dicegah
a. Bahaya Listrik : sarung tangan karet
b. Bahaya Radiasi : sarung tangan karet atau kulit yang dilapisi Pb.
c. Benda-benda kasar dan keras : sarung tangan kulit yang dilapisi Cr.
d. Asam dan Basa korosif : sarung tangan karet alami.
e. Benda-benda panas : sarung tangan kulit terutama terbuat dari Asbes.

Contoh-Contoh
1. Sarung Tangan kulit
2. Sarung Tangan kulit dilapisi Logam
3. Sarung Tangan Kulit berlengan panjang
4. Sarung Tangan Karet
5. Sarung Tangan Karet berlengan panjang
6. Sarung Tangan Asbes
7. Sarung Tangan Plastik
8. Sarung Tangan Tahan api
9. Pakaian berlengan panjang.

7. PELINDUNG KAKI
Sepatu keselamatan kerja dipakai untuk melindungi kaki dari kejatuhan benda berat, percikan
asam dan basa yang korosif, cairan panas dan terinjak benda tajam.

Pelindung kaki seharusnya dapat melindungi jenis bahaya :
a. Penekanan
b. Tertusuk
c. Panas
d. Basah atau permukaan licin.

Alat pelindung kaki menurut jenis pekerjaannya
1. Pekerjaan pengecoran baja
Dibuat dari Chrom dilapisi Asbes yang tingginya kurang lebih 35 Cm pakai pengikat.
2. Tempat kerja yang mengandung bahaya peledakan. Sepatu kerja tidak boleh pakai paku,
karena dapat menimbulkan peledakan kalau terinjak.
3. Pekerjaan yang berhubungan dengan bahaya listrik hubungan pendek harus tahan terhadap
10.000 volt untuk tidak lebih 3 menit dengan menggunakan karet anti elektronik.
4. Pekerja bangunan yang mempunyai resiko tinggi terinjak benda tajam, kejatuhan benda
berat, terbentur benda keras, terbuat dari kulit yang dilindungi baja di ujung sepatu jari-jari.

Contoh-contoh
1. Sepatu Steelbox toe
2. Sepatu Kulit
3. Sepatu Karet
4. Sepatu Bot Karet
5. Sepatu Anti Slip
6. Sepatu Dilapisi Baja
7. Sepatu Plastik
35

8. Sepatu dengan sol kayu/gabus
9. Sepatu yang konduktif
10. Pelindung betis, tungkai dan mata kaki.


8. PELINDUNG KULIT (PROTECTING SKIN)
a. Metal Mask : digunakan di kaki, diberi karpet yang tahan api selain Safety shoes. Material
yang ada berbeda-beda jenisnya. Sol terbuat dari bahan yang tahan bahan chemical, tahan licin
oleh minyak dan paku, ada bahan metalnya.
b. Sutrile Resist : untuk hewan, kimia, proses makanan
c. Neoprene : Terbuat dari karet, minyak panas.
d. Metatarsal : Kejatuhan barang dari box.

Pada Pekerja Tukang Las perakitan tanki air pemadam kebakaran menggunakan : Goggles dan
helm (face Shields), Apron, Sarung tangan, Ear Muffs, Air Supply Respirator, sepatu (booth)


Strategi objektif sistem managemen kesehatan dan risk assessment pada profesi dalam
skenario




O
H
M
S

Heath Risk
Assessment
Health
Surveillance
MERP
Work-Related
Diseases
Food Safety & Env.
Sanitation
Ergonomics
Health Promotion
Training, Review
Program and Audit
36

Penatalaksanaanpadapasien, perusahaandanlingkungankerjapada scenario
A. Pasien
Pemeriksaanfisikuntukmelihatkelainanakibatbahayapotensialdanakibat ergonomic yang
tidaksesuaiketikabekerjaseperti:

Pemeriksaantenggorokan
Ekstremitasdan system muscular
Reflekfisiologisdanreflekpatologis yang ditemukan
Pemeriksaankulit
Pemeriksaanlaboratorium :
Lab rutin ( darah, urine, feces rutin): yang
bertujuanmemeriksaapakahadazatkimiabawaanbekerjatertelan,
terdapatdalamdarahmaupun urine
Lab khusus ( kimiadarah) :
melihatdidalamdarahterdapatpajananbahankimiaberbahayaketikabekerja
Rontgen thoraxdan ILO standarduntukmelihatadanyalesi yang ditimbulkanketikabekerja,
dangangguan yang terdapat di dalamparudanrongga dada pasien
Pemeriksaanaudiometridanspirometri yang bertujuanmengetahuiseberapajauhgangguan
yang dialamipasienakibatbahayapotensialkebisingan, uappengelasan, dll.
Analisishubungantempatbekerjadengankeluhanpasien
mengistirahatkanpasien
menyarankanbanyakminum air putih
pemberianoksigenasi yang cukup
medikamentosa:
o kortikosteroidsepertimetilprednisolon
o analgesic untukmengobatinyeridadanya

B. Perusahaan
Pengendalianrisiko :
Eliminasiuntukmenghilangkanbahayapadatempatkerjapasien
Substitusisepertiteknikpengecatantidakmenggunakancara spray agar
kemungkinanpartikelpada cat tidakbanyakterhirup
Rekayasaadministratifdengancarapemindahanlokasipengelasan, gerinda, danpengecatan
Pelatihankaryawandanpembenahan SOP, policy pekerjaan
Mempersiapkan emergency response plan (ERP)
Pemasanganventilasiataualatpenghisapasapseperti exhaust ventilation di
titikbekerjapasien
Pemasanganalat sensor otomatispadatangki
Pergantian shift kerja yang lebihteratur
37

Melengkapialat alatkeselamatankerja

Surveilanskesehatankerja :
Environtment monitoring : survey lingkungankerja
Bio monitoring : dosispaparan yang diterimapekerja, danefek yang diterimapekerja
Health monitoring terkaitracun yang terdapatpadapekerjanya
melakukanpemeriksaan FTW ( fit to work ) atau RTW
C. Lingkunganpekerjaan
Health promotion
edukasiuntukmenggunakaalatkeamananpekerjaan yang adekuatuntukbekerja
pertemuanberkaladankonsellingterhadappekerjauntukmenghindari stress
penyuluhan agar pekerjahidupsesehatmungkinsepertirajinminumseseringmungkin,
hidarimerokokdisela sela jam kerja
pengawasan yang bagus (good supervisory) terhadapkesehatanpekerja
pembuatansanitasilingkungankerja yang sehat
penerapanergonomiyangtepat
pembuatankantinhigienisbagipekerja

Diagnosis Penyakit Akibat Kerja

Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu
pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan danmenginterpretasinya
secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi tujuh langkah yang dapat digunakan
sebagai pedoman, yaitu:

1. Tentukan Diagnosis Klinisnya

Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan
fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis
suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut
apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.

Pada skenario pasien adalah tukang las tangki pemadam. Dilihat dari faktor resikonya
pemeriksaan yang harus dilakukan itu pemeriksaan fisik, rontgen thorax, urinalisis, fungsi hati,
fungsi ginjal, audiometri, spirometri, bio monitoring.

2. Tentukan Pajanan yang Dialami oleh Tenaga Kerja Selama Ini

Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk
dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan
anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang
mencakup:

38

A. Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara
khronologis.
Berdasarkan skenario pasien mengelas untuk merakit tangki air kapasitas 18.000 ltr.
Dilakukan dalam ruang terbatas. Kurang minum. Pekerjaan ada 3 shift masing masingnya 8 jam.
Mengelas, mengecat, dan menggerinda.

B. Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
Pada skenario pekerja melakukan pekerjaan 3 shift masing masing 8 jam kerja. Lama
pekerja sudah 5 tahun.

C. Bahan yang diproduksi
Pada skenario pasien membuat tangki air.

D. Materi (bahan baku) yang digunakan
Pada skenario bahan yang dipakai metal, mesin welding dan cat.

E. Jumlah pajanannya

F. Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
Pada skenario pasien memakai masker kain biasa bukan respirator, kacamata las, dan ear
plug harusya ear muff.
G. Pola waktu terjadinya gejala
Pasien mengeluh nafas pendek, rasa terbakar di daerah dada, rasa kedinginan, tenggorokan
kering serta batuk-batuk.

H. Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)

I. Informasi tertulis yanada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label,
dan sebagainya)


3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut

Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat
bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak
ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat
ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung. Perlu
dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit
yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya)

4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan
penyakit tersebut. Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan
tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti
lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan
diagnosis penyakit akibat kerja.

39

Demam Uap Logam

Penyakit yang istimewa yang terjadi oleh karena menghirup partikel - partikel yang sangat halus
dari logam. Sedemikian halusnya partikel - partikel ini sehingga bersifat menyerupai gas dan
bekerja pada permukaan alveoli, dan mempengaruhi jaringan paru-paru. Penyakit jenis akut,
suatu jenis alergi yang disebabkan oleh inhalasi uap oksida konsentrasi tinggi.

Banyak oksida sebagai penyebabnya, antara lain :
1. Uap seng
2. Magnesium
3. Cadmium
4. Antimon
5. Dsb

Penyakit ini bukan penyakit yang kronis, tetapi lebih bersifat serangan yang terjadi secara
berulang- ulang sehingga terlihat unik.


Gejala Penyakit

1. Gejala pertama 4-8 jam setelah pemaparan, biasanya diahuluioleh rasa busuk didalam
mulut.
2. Selanjutnya perangsangan saluran pernapasan bagian atas disertai batuk dan rasa kering
pada selaput lendir. Nyeri otot, menggigil mendadak.
3. Lemah , capai, dan lesu.
4. Gejala lainnya perut mual, kadang muntah, sakit kepala ringan sampai hebat.
5. Kadang - kadang aktifitas mual berlebihan. Setelah 10-20 jam penderita menggigil dan
demam, kadang- kadang denga hebatnya sampai 1-3 jam dan dapat diikuti tidur yang sangat
dalam.
6. Penderita dapat berkeringat dengan banyak, kencing atau bahkan muntah berak mencret
sehingga sering diobati sebagai penyakit malaria atau muntaber biasa.

Pada pemeriksaan laboratorium darah dapat dilihat adanya peningkatan jumlah sel darah
putih. Dalam keadaaan tertentu diikuti dengan komplikasi Bronchitis.


5. Tentukan apakah ada faktor-faktor dari individu yang mungkin dapat mempengaruhi

- Usia usia muda dan tua rentan terkena PAK
- Riwayat alergi
- Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat penyakit keluarga
- Kebersihan seseorang
- Kedisiplinan dalam menggunakan APD
40


Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat
mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa
sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan
(riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan
yang dialami.

6. Cari adanya kemungkinan faktor diluar kerja yang dapat merupakan penyebab penyakit

Pajanan lain yang dapat menyebabkan penyakit Bukan faktor pekerjaan
- Rokok, pajanan di rumah, hobi apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab
penyakit?
Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit.
Meskipun demikian, a
danya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat
kerja.

7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan
informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya,
tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan
hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada
waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu
penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak
akan menderita penyakit tersebut pada saat ini.
Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau
timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya
memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.

Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja
diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya berbagai informasi yang didapat baik dari
pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan) dan
data epidemiologis.

Berdasarkan gejala pada skenario , diagnosis kerja nya adalah Acute Respiratory Inflammation
Dengan diagnosis okupasi nya berdasarkan ICD 10 , pada skenario didapatkan diagnosis
okupasinya berdasarkan ICD 10 dengan kode penyakit J68 , tetapi tidak diberi informasi secara
lengkapnya.

Contohnya :
41


Bronkitis (ICD.10, J68.0), emfisema (ICD.10, J68.4)
Pneumonitis kimia pulminan (ICD.10, J68.3) dengan gejala
demam, batuk, sesak nafas. rasa penuh di dada, gagal nafas
sampai kematian

Prognosis kasus pada skenario

Prognosis ad vitamm : menunjuk pada pengaruh penyakit pada proses kehidupan, apakah
penyakit cenderung menuju kepada proses kematian atau kembali sehat seperti semula.
Prognosis ad fungsionan : menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap fungsi organ dan fungsi
manusia dalam melaksanakan tugasnya.
Prognosis ad sanationam : menunjuk pada penyakit yang dapat hilang 100% sehingga pasien
kembali ke keadaan semula (sehat) atau penyakit akan menetap atau menimbulkan kecacatan.

Kualitas prognosis :
Ad bonam : baik dengan suatu atau beberapa persyaratan yang harus dipenuhi.
Ad dubiosan : meragukan
Ad malam : buruk atau jelek
Biasanya pada pekerja las sering terpajan dengan logam berat jenis cadmium.
Pada skenario Pognosis tergantung berat ringannya gejala yang timbul dan kecepatan dalam
menanganinya. Jika gejala ringan prognosisnya ad sanationam bonam
























42

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan diskusi yang telah kelompok jalani seperti yang terpapar diatas maka kelompok
kami menyimpulkan bahwa pasien ini menderita respiratory irritation (demam uap logam)
karena pekerjaannya dan harus ditatalaksana tidak hanya dari segi medis tetapi juga sesuai
peraturan dan undang- undang yang berlaku

4.2 Saran
melakukan pengendalian dengan mengutamakan management APD yang baik, sehingga dapat
meminimalisir bahaya yang akan terjadi.


































43

DAFTAR PUSTAKA

Cermin Dunia Kedokteran No. 141, 2003
A Factory Workers Guide to Organizing for Safe Jobs and Healthy Communities,
Hesperian Foundation, 2006
Sugeng, Budiono, dkk., Bunga rampai Hiperkes & KK, Badan Penerbit Undip ,
Semarang, 2003

Anda mungkin juga menyukai