Anda di halaman 1dari 69

LAPORAN TUTORIAL

SISTEM KEDOKTERAN KOMUNITAS


PENYAKIT AKIBAT KERJA

TUTOR : dr. Yusnam Syarif, Sp. PAK


KELOMPOK 4 :
Afifah Qonita
Anggun Fatmasari Yekti
Deni Nelissa
Dias Rahmawati Wijaya
Dwi Suci Hariyati
Dyoza Ashara Cinnamon
Fania Liahsani
Mochamad Arief Munggaran
Putri Desti Juita Sari
Rezka Fadillah Yefri
Syifa Ramadhani

2011730123
2011730124
2011730133
2011730134
2011730138
2011730139
2011730142
2011730153
2011730164
2011730170
2011730182

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya
kami dapat menyusun dan menyelesaikan laporan tutorial ini.
Tujuan pembuatan laporan tutorial ini adalah sebagai syarat kelengkapan nilai
SISTEM KEDOKTERAN KOMUNITAS pada semester ini. Selain itu, agar dapat
memahami secara mendalam mengenai materi yang telah didiskusikan selama diskusi
mandiri.
Dalam laporan ini telah dijelaskan tentang Penyakit Akibat Kerja pada Sistem
Kedokteran Komunitas, karena itu laporan ini sangat berguna untuk pengetahuan kami
dan pembaca. Mungkin laporan ini belum sempurna sebagaimana mestinya, tetapi
kami sudah berusaha dalam menyelesaikan laporan ini dengan sebaik-baiknya. Kami
berharap laporan ini dapat berguna bagi kami dan pembaca.
Terima kasih kepada tutor kami yang telah banyak membantu dalam
menyelesaikan laporan ini serta kekompakan anggota kelompok. Dalam membuat
laporan ini, kami mengambil sumber-sumber dari buku, slide dan internet sehingga
penulis bisa menjawab dan mendapatkan informasi-informasi yang kami butuhkan
dalam laporan ini. Kami menyadari bahwa laporan ini belum sempurna, untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Jakarta, April 2016

Penyusun
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Instruksional Umum (TIU)

Setelah selesai mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan mampu menegakkan


Diagnosis Penyakit Akibat Kerja (PAK), menangani kasus Penyakit Akibat Kerja
(PAK), mampu mengembangkan program pencegahanan Penyakit Akibat Kerja (PAK)
serta mengembangkan program pengendalian faktor risiko di tempat kerja.
Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah selesai mempelajari modul dan membaca skenario ini mahasiswa diharapkan
mampu menetapkan/melakukan :
1. Biodata pasien.
2. Melakukan Anamnesa pada pasien, menyangkut :
Riwayat penyakit (sekarang, terdahulu, dalam keluarga) serta riwayat
pekerjaan.
Perjalanan penyakit
Uraian tugas, pelaksanaan pekerjaan, alat pelindung diri yang
dikenakan.
Faktor risiko atau potensi bahaya, serta menyangkut gangguan
kesehatan yang mungkin timbul.
3. Pemeriksaan :
Pemeriksaan fisik terkait gangguan kesehatan.
Pemeriksaan Lab rutin yang diperlukan
Pemeriksaan Lab khusus yang diperlukan
Pemeriksaan penunjang Non-Lab.
4. Menegakkan Diagnosis Penyakit Akibat Kerja :
Berdasarkan 7 langkah penetapan.
Diagnosa berdasarkan ICD-10.
Menetapkan Prognosis penyakit.
5. Rencana penatalaksanaan berikutnya :
Kelayakan bekerja (fitnes status)
Alat pelindung diri yang diperlukan.
Pemeriksaan Kesehatan yang diperlukan sesuai dengan faktor risiko
yang dihadapi dan kemungkinan gangguan kesehatan yang mungkin
timbul, termasuk kemungkinan di perlukannya pemeriksan Bio
Monitoring bagi kemungkinan pajanan bahan kimia.
Promosi kesehatan (edukasi) terhadap pasien maupun terhadap
manajemen.
Penatalaksanaan lingkungan (ruang) tempat kerja.

7(tujuh) langkah prinsip penegakan Diagnosa Penyakit Akibat Kerja.

Langkah-1 : Tetapkan diagnosa klinis.

Langkah-2 : Identifikasi paparan potensi risiko bahaya.

Langkah-3 : Cari hubungan antara langkah-2 dgn ggn kesehatan yg timbul.

Langkah-4 : Evaluasi dosis pajanan (mis : NAB)

Langkah-5 : Cari pernanan faktor individu/kerja dalam timbulnya PAK.

Langkah-6 : Cari peranan faktor diluar kerja (non-occupational factors).

Langkah-7 : Tetapkan diagnosis PAK.

Skenario
IDENTITAS PASIEN
Tn. Saptoni, 42 tahun, Kedudukan dalam keluarga : keponakan KK, Islam, SLTP,
Penjual sayur di pasar, Menikah dengan 2 anak perempuan berusia 10 dan 4 tahun
KU : nyeri, kaku dan pegal pada pinggang dan kadang juga, pada daerah lengan bila
lelah sehabis bekerja sejak sekitar 2 tahun lalu, selain itu juga mengeluhkan nyeri ulu
hati berulang, dan memberat sejak 4 hari lalu. RPS : Nyeri ulu hati berulang sejak
sekitar 3 4 tahun lalu jika makan tidak teratur. Nyeri ini memberat sejak 2 hari lalu,
setelah os mengkonsumsi puyer obat sakit kepala karena sakit kepala berdenyut. Nyeri
tidak menjalar, terasa perih, sendawa terasa asam. Biasanya os berobat ke dokter atau
puskesmas, dan diberikan obat maag, sehingga keadaannya membaik, namun akan
kembali kambuh bila terlambat makan. Selain itu sejak 2 hari lalu os juga mulai batukbatuk kering. Sebelumnya tidak ada riwayat batuk lama berulang, keringat malam --,
BB tidak menurun, nyeri menelan --- Os juga mengeluh nyeri, kaku dan pegal pada
pinggang dan kadang juga pada daerah lengan bila lelah sehabis bekerja sejak sekitar 2
tahun lalu. Biasanya mengkonsumsi obat warung seperti neorheumacyl atau jamu
pegal linu akan hilang. Nyeri pinggang tidak menjalar, hanya di daerah sekitar
pinggang, terasa kaku, dan pegal saja, serta tidak ada gangguan dalam melakukan suatu
gerakan. Riwayat trauma disangkal. Riwayat penyakit dahulu (-) Riwayat penyakit

dalam keluarga

: 1 tahun lalu anak I dirawat di RS selama 1 minggu karena

DHF, dan pada saat itu diketahui menderita vlek pada paru, kemudian diterapi selama 1
tahun dan dinyatakan sudah sembuh. Tidak ada riwayat hipertensi dalam keluarga.
Riwayat Kebiasaan: Rokok (-), alkohol (-).
ANAMNESIS OKUPASI
1. Jenis pekerjaan

Jenis Pekerjaan

Bahan / material yang

Tempat Kerja

digunakan
1.Kenek tukang

Batu bata, semen, batu, pasir

batu

Masa
Kerja

Tergantung lokasi, 5 tahun


biasanya di
sekitar
kampungnya

2.Tukang sayur di
pasar

-Karung besar berisi sayuran


-Tali pengikat sayur

Pasar berjarak 10

15 tahun

menit berjalan
kaki dari rumah

Uraian tugas/pekerjaan sekarang:


Os mulai berjalan kaki ke pasar jam 5 pagi, diperlukan waktu sekitar 10 menit untuk
sampai ke pasar menurunkan karung-karung berisi sayuran dari atas truk. Berat
karung tersebut sekitar 30 40 kg, dan biasanya terdapat sekitar 4 5 karung
kemudian karung sayuran tersebut di bawa ke tempat berjualan yang berjarak sekitar
150 meter dari tempat truk berhenti selanjutnya sayuran tersebut dibagi-bagi dan
diikat satu persatu kemudian sayuran dijual kepada para pembeli kegiatan
berjualan dilakukan sampai sekitar jam 11 siang. Selama melayani pembeli, os dalam
posisi berdiri.
Setelah sampai di rumah, os istirahat tidur atau mengobrol. Tidak mengerjakan
pekerjaan apapun

lagi. Pekerjaan ini dilakukan setiap hari tanpa ada libur. Os

mengatakan penghasilan sebagai penjual sayur hanya sekitar Rp 15 20.000,- per hari

dan tidak mencukupi kebutuhan keluarga, sehingga istri sering bertengkar dengan os,
dan menyebabkan os merasa stres dan tertekan, sehingga berusaha mencari pekerjaan
ke Jakarta.
PEMERIKSAAN FISIK :
KU : Sakit ringan, CM, TD : 160/100 mmHg, Nadi : 88 x / menit, Nafas : 20 x / menit,
Suhu : afebris. BB : 65 kg, TB : 167,5 cm, BMI : 23,21. Punggung bawah : Inspeksi :
tulang belakang tidak tampak deformitas, pergerakan dbn, Palpasi : nyeri tekan (-), otot
teraba agak tegang di area L1 5, Perkusi : nyeri ()-), Tes Laseque (-), Tes Patrick (-),
Tes kontra Patrick (-), Refleks fisiologis dbn, Refleks patologis (-), Lain-lain :
Normal.
Resume kelainan yang didapat :
Tuan S, 42 tahun, datang dengan keluhan nyeri ulu hati berulang sejak 3 4 tahun lalu
terutama jika makan tidak teratur. Nyeri ulu hati ini memberat sejak 4 hari lalu, dan
sejak 2 hari lalu juga disertai batuk kering. Selain itu os juga mengeluhkan nyeri
pinggang bawah sejak sekitar 2 tahun lalu yang timbul sehabis berjualan sayur di pasar.
Biasanya dengan istrihat nyeri akan berkurang atau hilang, dan bila tidak biasanya os
mengkonsumsi neorheumacyl atau jamu pegal linu. Pada palpasi teraba otot paraspinal
agak tegang. Dari pemeriksaan didapatkan tekanan darah 160/100 mmHg, pembesaran
kelenjar supraclavicular sinistra berdiameter 2 cm, agak keras, dapat digerakkan, tapi
tidak ada riwayat demam dan penurunan berat badan. Os juga mengeluh sering stres
dengan masalah ekonomi dan keluarga karena penghasilan yang kurang (SCL 90 =
179).

STATUS KESEHATAN PENDERITA


(DIAGNOSIS PENYAKIT AKIBAT KERJA)
No. Status :
I.

Kode :

Identitas Penderita.
Nama
: Tn. Saptoni
Umur

: 42 tahun

Kedudukan dalam
Keluarga

: 1. KK.
4. Orang tua.

2. Isteri.

3. Anak.

5. Keponakan.

6. Lain-lain.

Jenis Kelamin

: 1. Laki-laki.

2. Perempuan.

Agama

: 1. Islam.

2. Protestan.

4. Budha.

3. Katolik.

5. Hindu.

Pendidikan
Tinggi

: 1. SD 2. SLTP 3. SLTA 4. Akademi 5. Perguruan

Pekerjaan

: Kenek batu dan tukang sayur

Perusahaan

Status perkawinan : 1. Menikah

2. Janda/Duda

3. Belum menikah.

Tanggal kunjungan :

II.

Riwayat Penyakit .
Tanggal :
1. Keluhan Utama : nyeri, kaku dan pegal pada pinggang dan kadang juga
pada daerah lengan bila lelah sekitar sejak 2 tahun yang lalu
2. Riwayat perjalanan penyakit sekarang : Nyeri ulu hati berulang sejak sekitar
3 4 tahun lalu jika makan tidak teratur. Nyeri ini memberat sejak 2 hari
lalu. 2 hari yang lalu batuk kering , keringat malam, nyeri menelan

3. Riwayat penyakit terdahulu

:-

4. Riwayat penyakit dalam keluarga : 1 tahun lalu anak I dirawat di RS selama


1 minggu karena DHF, dan pada saat itu diketahui menderita vlek pada paru,
kemudian diterapi selama 1 tahun dan dinyatakan sudah sembuh. Tidak ada
riwayat hipertensi dalam keluarga.

III.

Riwayat Pekerjaan.
1. Jenis Pekerjaan :
Jenis
Bahan / material yang
Pekerjaan
1.Kenek

Tempat Kerja

digunakan
Batu bata, semen, batu, pasir

tukang batu

Masa
Kerja

Tergantung lokasi, 5 tahun


biasanya di
sekitar
kampungnya

2.Tukang
sayur di pasar

-Karung besar berisi sayuran


-Tali pengikat sayur

Pasar berjarak 10

15 tahun

menit berjalan
kaki dari rumah

2. Uraian tugas / pekerjaan :


(Os mulai berjalan kaki ke pasar jam 5 pagi, diperlukan waktu sekitar 10 menit
untuk sampai ke pasar menurunkan karung-karung berisi sayuran dari atas
truk. Berat karung tersebut sekitar 30 40 kg, dan biasanya terdapat sekitar 4
5 karung kemudian karung sayuran tersebut di bawa ke tempat berjualan
yang berjarak sekitar 150 meter dari tempat truk berhenti selanjutnya
sayuran tersebut dibagi-bagi dan diikat satu persatu kemudian sayuran dijual
kepada para pembeli kegiatan berjualan dilakukan sampai sekitar jam 11
siang. Selama melayani pembeli, os dalam posisi berdiri.
3. Bahaya potensial:
1. Urutan Kegiatan: jam 5 kepasar, menurunkan karung isi sayuran
dibawa ke tempat jualan, mengikat dan membagi sayuran, menjual
sayuran. Semua kegiatan dilakukan sambil berdiri
2. Alat Pelindung Diri : -

IV.

Pemeriksaan :
a. Pemeriksaan Fisik (secara umum).
1. Keadaan umum : Composmentis
2. Tanda vital
: - Tekanan darah
- Frekuensi nadi

: 160/100 mmHg
: 88x/menit

- Frekuensi nafas : 20x/menit


- Suhu
3. Keadaan Gizi

:afebris

: - Berat badan
- Tinggi badan
- BMI

: 65 kg
: 167,5cm
: 23,21

: Kurang

- Kesan

Cukup

Lebih

b. Pemeriksaan Klinis.
4. Kelenjar limph
: - Leher
- Axilla

:
:

normal / membesar.
normal / membesar.

- Groin

normal / membesar.

- Inguinal

normal / membesar.

5. Mata
- Pupil

:
:-

- Reflex cahaya : - Sklera

:-

- Conjunctiva

:-

- Bola mata

:-

- Visus

:-

- Persepsi warna

:-

- Binocular vision

:-

6. Hidung

:-

7. Gigi / Gusi

: 87654321

87654321

87654321

87654321

8. Tenggorokan

:-

9. Leher
10. Thorak

::-

11. Abdomen

:-

12. Genito urinary

:-

13. Anorectal

:-

14. Ekstremitas & Muscular System :


Tangan
Kanan
Kiri
Otot
Kekuatan
Tulang
Sensoris
Dll
15. Reflex Fisiologis
:16. Reflex Pathologis
:17. Kulit
:18. Status Lokalis
:19. Resume Kelainan yang didapat :

V.

Pemeriksaan Laboratorium.
Laboratorium rutin
Laboratorium Khusus
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan Non-Lab

:: : :-

Kaki
Kanan
-

Kiri
-

VI.

VII.

VIII.

IX.

Analisis hubungan pekerjaan dengan penyakit yang diderita


1. Pemeriksaan Ruang / Tempat Kerja
:
2. Pembuktian hubungan penyakit dengan bekerja :
3. Pembuktian tidak adanya hubungan penyakit dengan penyebab di luar
pekerjaan :
Menegakkan diagnosa Penyakit Akibat Kerja.
1. Diagnosis Kerja : low back pain
2. Diagnosis Diferensial :
3. Diagnosis Okupasi : ICD-10 M.54-5: Low back pain
Kategori Kesehatan.
1. Kesehatan baik.
2. Kesehatan cukup baik dengan kelainan yang dapat dipulihkan.
3. Kemampuan fisik terbatas untuk pekerjaan tertentu.
4. Tidak Fit dan tidak aman untuk semua pekerjaan.
Prognosa.
1. ad Vitam
ad Sanasionam
ad Fungsionam
2. Okupasi ( diisi bila ada diagnosa Okupasi).

X.

Permasalahan pasien & Rencana Penatalaksanaannya.


Rencana Tindakan
Target Waktu &
No.
Jenis Permasalahan
Evaluasi
(Materi & Cara)

Pertanyaan
1.
2.
3.

Jelaskan Hukum (UU) yang melindungi keselamatan kerja !


Jelaskan alur diagnosis pada skenario!
Jelaskan bahaya potensial yang dpat terjadi pada pasien!

Keterangan

4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Jelaskan hubungan antara bahaya potensial dengan penyakit pasien!


Tentukan ambang batas pajanan pada skenario!
Bagaimana peranan faktor individu/kerja dalam timbulnya PAK
serta bagaimana pengendaliannya?
Bagaimana peranan faktor diluar kerja pada pasien serta
pengendaliannya!
Bagaimana diagnosis penyakitnya sesuai dengan ICD-10?
Bagaimana penatalaksanaan pasien pada skenario?
Bagaimana prognosis pada skenario?
Jelaskan program pencegahan dan promosi kesehatan pada skenario!

Pembahasan
1. Jelaskan Hukum (UU) yang melindungi keselamatan kerja !
KESELAMATAN KERJA
Undang-undang Nomor I Tahun 1970

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


Menimbang :
a. bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya
dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan
produksi serta produktivitas Nasional
b. bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja terjamin pula
keselamatannya
c. bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan
efisien
d. bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya upaya untuk membina
norma-norma perlindungan kerja;
e. bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang
memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan
perkembangan masyarakat. Industrialisasi. teknik dan teknologi
Mengingat :
1. Pasal-pasal 5.20 dan 27 Undang-undang Dasar 1945;
2. Pasal-pasal 9 dan 10 Undang-undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuanketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 1969 Nomor 35, Tambahan Lembaran negara Nomor 2912).
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong;
MEMUTUSKAN:
1. Mencabut:
Veiligheidsreglement tahun 1910 (Stbl. No.406).
2. Menetapkan
:
Undang-undang Tentang Keselamatan Kerja
BAB I
Tentang Istilah-istilah
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :
(1) Tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka,
bergerak atau tetap di mana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki
tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau
sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2.
(2) Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya
yang merupakan bagian-bagian yang dengan tempat kerja tersebut.
(3) Pengurus ialah orang yang mempunyai tugas pemimpin langsung sesuatu
tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.
(4) Pengusaha ialah :
a. orang atau badan hukum yang menjalankan seseuatu usaha milik sendiri
dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
b. orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan

tempat kerja;
c. orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum
termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili berkedudukan di luar
Indonesia.
(5) Direktur ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk
melaksanakan Undang-undang ini.
(6) Pegawai Pengawas ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen
Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
(7) Ahli Keselamatan Kerja ialah tenaga tehnis yang berkeahlian khusus dari
luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk
mengawasi ditaatinya Undang-undang ini.
BAB II
Ruang Lingkup
Pasal 2
(1) Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala
tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air
maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia.
(2) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :
a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat perkakas,
peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan,
kebakaran atau peledakan;
b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau
disimpan bahan atau barang yang : dapat meledak, mudah terbakar,
menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
c. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan
perairan, saluran, atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau di mana
dilakukan pekerjaan persiapan;?
d. dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan,
pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan
kesehatan;???
e. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan emas, perak, logam atau bijih
logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di
permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;
f. dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan,
melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara;
g. dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga,
dok, stasiun atau gudang;
h. dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
i. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;
j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
k. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah,
kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut
atau terpelanting;
l. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;

m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, gas,
hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau timah;
o. dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi, atau
telepon;
p. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset
(penelitian) yang menggunakan alat tehnis;
q. dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau
disalurkan listrik, gas, minyak atau air;
r. diputar pilem, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi
lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
(3) Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja ruanganruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan
atau kesehatan yang bekerja dan atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan
dapat dirubah perincian tersebut dalam ayat (2).
BAB III
Syarat-syarat
Keselamatan Kerja
Pasal 3
(1) Dengan peraturan perundangan-undangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan
kerja untuk:
a. mencegah dan mengurangi kecela- kaan;
b. mencegah, mengurangi dan memadam kan kebakaran;
c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e. memberi pertolongan pada kecelakaan;
f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,
sinar atau radiasi, suara dan getaran;
h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik
maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan;
i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara
dan proses kerjanya;
n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau
barang;
o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan
dan penyimpanan barang;
q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. menyeseuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan

yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.


(2) Dengan peraturan perundangan dapat dirobah perincian seperti tersebut dalam ayat
(1) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta
pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.
Pasal 4
(1) Dengan peraturan perundang-undangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan
kerja dalam perecanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan,
pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan,
barang, produk teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan.
(2) Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu
kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup
bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat
perlindungan, pengujian, dan pengesahan, pengepakan atau pembungkusan,
pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, produksi teknis dan aparat
produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan
tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.
(3) Dengan peraturan perundangan dapat dirobah perincian seperti tersebut dalam
ayat (1) dan (2); dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang
berkewajiban memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan tersebut.
BAB IV
Pengawasan
Pasal 5
(1) Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini,
sedangkan para pegawai pengawas kerja ditugaskan menjalankan pengawasan
langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan membantu
pelaksanaannya.
(2) Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan
kerja dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan
perundangan.

Pasal 6
(1) Barangsiapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat mengajukan permohonan
banding kepada Panitia Banding.
(2) Tata-cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia Banding dan lainlainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
(3) Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.
Pasal 7
Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha harus membayar retribusi
menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal 8
(1) Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik
dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat
pekerjaan yang diberikan padanya.
(2) Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya,
secara berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur.
(3) Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan perundangan.
BAB V
Pembinaan
Pasal 9
(1) Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta apa yang dapat timbul dalam tempat kerjanya;
b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam semua tempat
kerjanya;
c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
(2) Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin
bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.
(1) Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada
di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran
serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan
pertama dalam kecelakaan.
(2) Pengurusa diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuanketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya.
BAB VI
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pasal 10
(1) Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja
guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari
pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja,
dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
(2) Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya

ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.


BAB VII
Kecelakaan
Pasal 11
(1) Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang
dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
(2) Tata-cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam ayat (1)
diatur dengan peraturan perundangan.
BAB VIII
Kewajiban dan Hak Kerja
Pasal 12
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk:
a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau ahli
keselamatan kerja;
b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan yang diwajibkan;
d. Meminta pada Pengurus agas dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan yang
diwajibkan;
e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan kesehatan kerja
serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal
khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat
dipertanggung-jawabkan.
BAB IX
Kewajiban Bila Memasuki Tempat Kerja
Pasal 13
Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk
keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
BAB X
Kewajiban Pengurus
Pasal 14
Pengurus diwajibkan :
a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat
keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan
pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat
yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli kesehatan
kerja;
b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang
diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat
dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;
c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga
kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang

memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut
petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
BAB XI
Ketentuan-kententuan Penutup
Pasal 15
(1) Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut dengan
peraturan perundangan.
(2) Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas
pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (Seratus ribu rupiah).
(3) Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.
Pasal 16
Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu Undangundang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di dalam satu tahun sesudah Undang-undang ini
mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-undang
ini.
Pasal 17
Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-undang ini belum
dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu Undangundang ini mulai berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang
ini.
Pasal 18
Undang-undang ini disebut Undang-undang Keselamatan Kerja dan mulai berlaku pada hari
diundangkannya.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
2. Jelaskan alur diagnosis pada skenario!
1. ANAMNESIS
Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan dalam menganamnesa pasien dengan kemungkinan
diagnosa Low Back Pain.
1. Apakah terasa nyeri ?
2. Dimana terasa nyeri ?
3. Sudah berapa lama merasakan nyeri ?
4. Bagaimana kuantitas nyerinya? (berat atau ringan)

5. Apa yang membuat nyeri terasa lebih berat atau terasa lebih ringan?
6. Adakah keluhan lain?
7. apakah dulu anda ada menderita penyakit tertentu?
8. bagaimana keadaan kehidupan pribadi anda?
9. bagaimana keadaan kehidupan sosial anda?

2. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik secara komprehensif pada pasien dengan nyeri pinggang meliputi evaluasi
sistem neurologi dan muskuloskeltal. Pemeriksaan neurologi meliputi evaluasi sensasi tubuh
bawah, kekuatan dan refleks-refleks
1. Motorik.
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :
a. Berjalan dengan menggunakan tumit.
b. Berjalan dengan menggunakan jari atau berjinjit.
c. Jongkok dan gerakan bertahan ( seperti mendorong tembok )
2. Sensorik.
a. Nyeri dalam otot.
b. Rasa gerak.
3.Refleks.
Refleks yang harus di periksa adalah refleks di daerah Achilles dan Patella, respon dari
pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui lokasi terjadinya lesi pada saraf spinal.
4. Test-Test
a. Test Lassegue
Pada tes ini, pertama telapak kaki pasien ( dalam posisi 0 ) didorong ke arah
kemudian setelah itu tungkai pasien diangkat sejauh 40 dan sejauh 90.

muka

b. Test Patrick
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan di pinggang dan pada sendi sakro iliaka.
Tindakan yang dilakukan adalah fleksi, abduksi, eksorotasi dan ekstensi.

c. Test Kebalikan Patrick


Dilakukan gerakan gabungan dinamakan fleksi, abduksi, endorotasi, dan ekstensi
meregangkan sendi sakroiliaka. Test Kebalikan Patrick positif menunjukkan kepada
sumber nyeri di sakroiliaka.
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
FOTO
1.Plain
X-ray adalah gambaran radiologi yang mengevaluasi tulang,sendi, dan luka degeneratif pada
spinal.Gambaran X-ray sekarang sudah jarang dilakukan, sebab sudah banyak peralatan lain
yang dapat meminimalisir waktu penyinaran sehingga efek radiasi dapat dikurangi.X-ray
merupakan tes yang sederhana, dan sangat membantu untuk menunjukan keabnormalan pada
tulang. Seringkali X-ray merupakan penunjang diagnosis pertama untuk mengevaluasi nyeri

punggung, dan biasanya dilakukan sebelum melakukan tes penunjang lain seperti MRI atau
CT scan. Foto X-ray dilakukan pada posisi anteroposterior (AP ), lateral, dan bila perlu
oblique kanan dan kiri.

2. Myelografi
Myelografi adalah pemeriksan X-ray pada spinal cord dan canalis spinal. Myelografi
merupakan tindakan infasif, yaitu cairan yang berwarna medium disuntikan ke kanalis
spinalis, sehingga struktur bagian dalamnya dapat terlihat pada layar fluoroskopi dan gambar
X-ray. Myelogram digunakan untuk diagnosa pada penyakit yang berhubungan dengan
diskus intervertebralis, tumor spinalis, atau untuk abses spinal.

3. Computed Tornografi Scan ( CT- scan ) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI )
CT-scan merupakan tes yang tidak berbahaya dan dapat digunakan untuk pemeriksaan pada
otak, bahu, abdomen, pelvis, spinal, dan ekstemitas. Gambar CT-scan seperti gambaran X-ray
3 dimensi.

MRI dapat menunjukkan gambaran tulang


belakang yang lebih jelas daripada CT-scan.
Selain itu MRI menjadi pilihan karena tidak
mempunyai efek radiasi. MRI dapat
menunjukkan gambaran tulang secara
sebagian sesuai dengan yang dikehendaki.
MRI
dapat
memperlihatkan
diskus
intervertebralis, nerves, dan jaringan lainnya
pada punggung.

4. Electro Miography ( EMG ) / Nreve Conduction Study ( NCS )


EMG / NCS merupakan tes yang aman dan non invasif yang digunakan untuk
pemeriksaansaraf pada lengan dan kaki.
EMG / NCS dapat memberikan informasi tentang :
1. Adanya kerusakan pada saraf
2. Lama terjadinya kerusakan saraf ( akut atau kronik )
3. Lokasi terjadinya kerusakan saraf ( bagian proksimalis atau distal )
4. Tingkat keparahan dari kerusakan saraf
5. Memantau proses penyembyhan dari kerusakan saraf
Hasil dari EMG dan MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi fisik pasien dimana
mungkin perlu dilakukan tindakan selanjutnya yaitu pambedahan

3. Jelaskan bahaya potensial yang dpat terjadi pada pasien!


1. Faktor Fisik

Potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga


kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas
& dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran, radiasi.
Pekerjaan kenek batu :
- Suhu udara panas
- Debu
Pekerjaan tukang sayur :
- Suhu udara panas
- Debu
- Benda tajam
2. Faktor Biologis
Potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kuman-kuman penyakit yang terdapat
di udara yang berasal dari atau bersumber pada tenaga kerja yang menderita penyakitpenyakit tertentu maupun yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses
produksi.
Pekerjaan Kenek Batu :
- Bakteri
- Virus
- Jamur
- Gigitan binatang di tempat kerja
Pekerjaan tukang sayur :
- Bakteri
- Virus
- Jamur
- Gigitan binatang di tempat kerja
3. Faktor Kimia
Potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses
produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh tenga kerja
melalui :inhalation (melalui pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran
pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap
tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk
potensi bahaya (debu, gas, uap. Asap), daya acun bahan (toksisitas), cara masuk ke dalam
tubuh.
Pekerjaan tukang sayur :

Bahaya keracunan : pestisida dan sejenisnya, elemen toksik pertanian (pupuk)


Aflatoksin (jamur yang tumbuh pada jagung dapat membuat aflatoksin)
Allergen

4. Faktor Ergonomi
Ergonomi adalah studi tentang hubungan antara pekerjaan dan tubuh manusia. Ini berarti
mengatur pekerjaan dan area kerja untuk disesuaikan dengan kebutuhan pekerja, bukan
mengharapkan pekerja untuk menyesuaikan diri
Pekerjaan kenek batu :
- Repetitif (berulang)
- Posisi kerja
- Lifting / Mengangkat
- Lingkungan pekerjaan yang buruk
Pekerjaan tukang sayur :
- Repetitif (berulang)
- Posisi kerja : Berdiri terlalu lama pada saat menjual sayuran
- Lifting/Mengangkat
- Lingkungan pekerjaan yang buruk
5. Faktor Psikososial
Potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis
ketenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian.
Pekerjaan kenek batu :
- Lokasi kerja yang tidak pasti
- Tuntutan untuk menyelesaikan pekerjaan tepat waktu
Pekerjaan tukang sayur :
- Tuntutan untuk menjual sayuran sebanyak-banyaknya
- Masalah dalam keluarga juga dapat menciptakan stress yang berhubungan dengak
kinerja di tempat kerja
6. Faktor Lifestyle
-

Diet yang tidak seimbang


Kurangnya berolahraga

4. Jelaskan hubungan antara bahaya potensial dengan penyakit pasien!


1. Faktor Ergonomi
Pekerjaan kenek batu :
- Repetitif (berulang)
- Posisi kerja
- Lifting / Mengangkat
- Lingkungan pekerjaan yang buruk
Pekerjaan tukang sayur :
- Repetitif (berulang)
- Posisi kerja : Berdiri terlalu lama pada saat menjual sayuran
- Lifting/Mengangkat
- Lingkungan pekerjaan yang buruk
Ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada skenario yaitu nyeri, kaku dan pegal pada
pinggang
2. Faktor Psikososial
Pekerjaan kenek batu :
- Lokasi kerja yang tidak pasti
- Tuntutan untuk menyelesaikan pekerjaan tepat waktu
Pekerjaan tukang sayur :
- Tuntutan untuk menjual sayuran sebanyak-banyaknya
- Masalah dalam keluarga juga dapat menciptakan stress yang berhubungan dengak
kinerja di tempat kerja
Ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada skenario yaitu stress, tertekan dan
hipertensi.
3. Faktor Lifestyle
- Diet yang tidak seimbang

- Kurangnya berolahraga
Ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada skenario yaitu Hipertensi dan Dispepsia

5. Tentukan ambang batas pajanan pada skenario!


Batasan legal adalah batasan berat beban yang ditetapkan secara sah oleh suatu lembaga atau
negara. Hal ini dilakukan dalam rangka menciptakan suasana kerja yang aman dan sehat.
Batasan angkat ini juga mengurangi ketidaknyamanan kerja pada tulang belakang. Batasan
angkat di indonessia ditetapkan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan
Koperasi No. PER 01/Men/1978 tentang kesehatan dan keselamatan kerja dalam bidang
penebangan dan pengangkutan kayu.
Tabel 1
Beban angkat menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No
01/Men/1978
Aktivitas
Mengangka
t Beban
Kerja
Sekali

Dewasa

Tenaga Kerja Muda

Laki Laki

Wanita

Laki Laki

Wanita

(Kg)

(Kg)

(Kg)

(Kg)

40

10

15

10 - 12

15 - 18

10

10 - 15

6-9

kali
Terus
menerus

Menurut kepustakaan berat beban yang diangkat pasien yaitu 30 40 kg melebihi beban
angkat yang digunakan untuk pekerjaan angkat beban berulang atau terus menerus, dan
pekerjaan itu telah dilakukan selama 15 tahun tanpa adanya hari libur.

6. Bagaimana peranan faktor individu/kerja dalam timbulnya PAK serta bagaimana


pengendaliannya?
Faktor yang mempengaruhi terjadinya low back pain secara umum ada 2 yaitu faktor individu
dan faktor pekerjaan (Delitto, et al., 2012). Faktor individu antara lain usia, jenis kelamin, indeks
massa tubuh, pengetahuan, postur tubuh, psikososial (depresi dan stress). Faktor pekerjaan yaitu
pekerjaan yang memerlukan tenaga besar, masa kerja dan postur tubuh pada pekerja.
1. Faktor Individu
Usia
Usia merupakan salah satu faktor utama yang mendukung terjadinya low back
pain. Low back pain biasanya di derita oleh orang berusia lanjut karena
penurunan fungsi-fungsi tubuhnya terutama tulang sehingga tidak lagi elastis
seperti diwaktu muda. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa LBP terjadi
terbanyak pada usia dekade ketiga dan semakin meningkat pada usia lebh dari 60
atau 65 tahun (Hoy, et al.,2010).
Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya low back pain lebih banyak pada wanita dibandingkan
dengan laki-laki, beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita lebih sering izin
untuk tidak bekerja karena low back pain (Hoy, et al., 2010). Puncak kejadian
Low Back Pain (LBP) adalah pada usia sekitar 50 tahun. Pada usia tersebut,
wanita mulai memasuki masa menopause. Ketika wanita mengalami menopause,
kepadatan tulang berkurang karena penurunan hormon esterogen. Penurunan
kepadatan tulang akan meningkatkan risiko Low Back Pain (LBP).
Indeks Massa Tubuh
Hasil penelitian Purnamasari (2010) menyatakan bahwa seseorang yang
overweight lebih berisiko 5 kali menderita LBP dibandingkan dengan orang yang
memiliki berat badan ideal. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian
yang dilakukan Richard et al (2001), yakni faktor risiko LBP meningkat pada
seseorang yang overweight. Ketika seseorang kelebihan berat biasanya kelebihan
berat badan akan disalurkan pada daerah perut yang berarti menambah kerja
tulang lumbal (Silveri, 2009). Ketika berat badan bertambah, tulang belakang
akan tertekan untuk menerima beban yang membebani tersebut sehingga
mengakibatkan mudahnya terjadi kerusakan dan bahaya pada stuktur tulang
belakang. Salah satu daerah pada tulang belakang yang paling berisiko akibat efek
dari obesitas adalah verterba lumbal.

Pengetahuan
Pengetahuan tentang ergonomi memiliki peranan penting dalam terjadinya kasus
Low Back Pain (LBP). Orang yang memiliki pengetahuan yang minim mengenai
ergonomi akan lebih rentan terkena Low Back Pain (LBP). Karena rendahnya
pengetahuan ini, maka orang akan melakukan aktivitas-aktivitas yang tanpa
sepengetahuannya akan menjadi faktor risiko Low Back Pain (LBP).
Postur Tubuh
Postur tubuh menjadi faktor pendukung Low Back Pain (LBP). Kesalahan postur
tubuh dapat menyebabkan kelainan, seperti skoliosis, kifosis, dan lordosis dapat
menyebabkan tegang otot. Otot yang tegang dan kaku akan meningkatkan
terjadinya kasus Low Back Pain (LBP).
Psikososial (Depresi dan Stress)
Stress yang terjadi baik akibat beban pikiran, pekerjaan yang terlalu berat dapat
memicu stress. Stress akan menimbulkan rasa tegang pada kepala, leher, serta
pinggang. Ketegangan yang terjadi pada otot maupun saraf di bagian tulang
belakang bawah akan meningkatkan terjadinya nyeri pinggang. Depresi dapat
diakibatkan antara lain oleh stress yang terlalu berat. Ketika seseorang mengalami
depresi, maka tubuhnya akan lemah dan mengalami gangguan-gangguan pada
organ, antara lain kelemahan tulang, nyeri di bagian-bagian tubuh, termasuk nyeri
pinggang.

2. Faktor Kerja
Heavy Physical Work
Tenaga merupakan jumlah usaha fisik yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
tugas atau gerakan. Pekerjaan atau gerakan yang menggunakan tenaga besar akan
memberikan beban mekanik yang besar terhadap otot, tendon, ligament, dan
sendi. Beban yang berat akan menyebabkan iritasi, inflamasi, kelelahan otot,
kerusakan otot, tendon, dan jaringan lainya.
Masa Kerja
Masa kerja adalah faktor yang berkaitan dengan lamanya seseorang bekerja
disuatu tempat. Terkait dengan hal tersebut, LBP merupakan penyakit kronis yang
membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan bermanifestasi. Jadi semakin
lama waktu bekerja atau semakin lama seseorang terpajan faktor risiko MSDs ini
maka semakin besar pula risiko untuk mengalami LBP. Hal ini merupakan faktor
risiko dari suatu pekerja yang terkait dengan lama bekerja. Dapat berupa masa
kerja dalam suatu perusahaan dan masa kerja dalam suatu profesi tertentu. Masa
kerja merupakan faktor risiko yang sangat mempengaruhi seorang pekerja untuk
meningkatkan risiko terjadinya musculoskeletal disorders, terutama untuk jenis
pekerjaan yang menggunakan kekuatan kerja yang tinggi.
Postur Tubuh pada Pekerja

Postur dinilai ketika didapatkan adanya faktor risiko pada pekerja menimbulkan
cedera musculoskeletal yang secara visual ataupun keluhan yang dialami pekerja
tersebut. Dengan adanya penilaian terhadap postur tubuh dapat mengurangi
adanya risiko terhadap keluhan muskuloskeletal pada pekerja. Untuk melakukan
peneliaian postur tubuh dapat menggunakan beberapa metode yaitu antara lain :
OWAS (Ovako Working Posture Analysis System), RULA (Rapid Upper Limb
Assesment), REBA (Rapid Entei Body Assesment), dan QEC (Quick Exposure
Check) (Dina, 2009).
Pengendalian Low Back Pain (MSDs)
Controlling atau pengendalian terhadap MSDs dapat dilakukan dengan melakukan
evaluasi terhadap faktor-faktor yang telah ditemukan. Selain itu juga dapat dilakukan perubahan
metode kerja, menata ulang peralatan dan area kerja untuk mengurangi resiko MSDs, libatkan
karyawan untuk memberikan ide-ide agar sistem kerja menjadi lebih baik sehingga produktivitas
kerja dapat meningkat.
Pengendalian pada umumnya terbagi menjadi tiga (Cohen et al,1997):
A. Mengurangi

atau

mengeliminasi

kondisi

yang

berpotensi

bahaya

menggunakan

pengendalian teknik.
B. Mengubah dalam praktek kerja dan kebijakan manajemen yang sering disebut pengendalian
administratif.
C. Menggunakan alat pelindung diri agar tidak mengalami risiko MSDs pada saat melakukan
pekerjaan, maka ada beberapa hal yang harus dihindari. Hal tersebut adalah:
o Jangan memutar atau membungkukkan badan ke samping;
o Jangan menggerakkan, mendorong atau menarik secara sembarangan,karena
dapat meningkatkan risiko cidera;
o Jangan ragu meminta tolong pada orang;
o Apabila jangkauan tidak cukup, jangan memindahkan barang.

7. Bagaimana peranan faktor diluar kerja pada pasien serta pengendaliannya!


FAKTOR RESIKO LOW BACK PAIN
Berdasarkan studi yang dilakukan secara klinik, biomekanika, fisiologi dan epidemiologi
didapatkan kesimpulan bahwa terdapat dua faktor yang menyebabkan terjadinya cedera otot
akibat bekerja, yaitu:
1. Faktor Pekerjaan (Work factors)

Berdasarkan karakteristik pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksinya


dengan sistem kerja. Berdasarkan penelitian telah terbukti bahwa tinjauan secara biomekanik
serta data statistik menunjukkan bahwa faktor pekerjaan berkontribusi pada terjadinya cedera
otot akibat bekerja. Berikut ini faktor-faktor pekerjaan yang bisa menyebabkan terjadinya
cedera pada otot atau jaringan tubuh :
a. Postur tubuh
Postur tubuh pada saat melakukan pekerjaan yang menyimpang dari posisi normal
ditambah dengan gerakan berulang akan meningkatkan risiko terjadinya LBP. Keyserling
(1986) mengembangkan criteria sikap tubuh membungkuk, berputar dan menekuk yang
dilakukan pada waktu bekerja berdasarkan pengukuran sikap tubuh tersebut.
Kriteria penilaian sikap tubuh :
Sikap tubuh normal : tegak / sediit membungkuk 00 200 dari garis vertikal
Sikap tubuh fleksi sedang : membungkuk 200 450 dari garis vertikal
Sikap tubuh fleksi berlebih : membungkuk > 450 dari garis vertikal
Sikap tubuh fleksi ke samping atau berputar : menekuk ke samping kanan atau kiri
atau berputar > 150 dari garis vertikal
Keyserling dkk (1986) menggunakan system ini pada penelitian kasus kontrol pada
pekerja, kasus berjumlah 95 orang dengan keluhan pada pinggang, 79 orang dengan
keluhan pada bahu dan 124 kontrol. Hasil penelitian yaitu LBP pada pekerja dengan sikap
tubuh fleksi sedang pada kasus lima kali lebih banyak dari kontrol dan pada pekerja
dengan sikap tubuh fleksi berlebih, fleksi ke samping dan berputar enam kali lebih
banyak dari kontrol.
b. Repetisi
Pengulangan gerakan kerja dengan pola yang sama, hal ini bisa terlihat pada dimana
frekuensi pekerjaan yang harus dikerjakan tinggi, sehingga pekerja harus terus menerus
bekerja agar dapat menyesuaikan diri dengan sistem. Kekuatan beban dapat
menyebabkan peregangan otot dan ligamen serta tekanan pada tulang dan sendi sendi
sehingga terjadi kerusakan mekanik badan vertebrata, diskus invertebrate, ligamen, dan
bagian belakang vertebrata. Kerusakan karena beban berat secara tiba tiba atau
kelelahan akibat mengangkat beban berat yang dilakakn secara berulang ulang.
Mikrotrauma yang berulang dapat menyebabkan degenerasi tulang punggung daerah
lumbal.
c. Pekerjaan statis (static exertions)
Pekerjaan yang menuntut seseorang tetap pada posisinya, perubahan posisi dalam
bekerja akan menyebabkan pekerjaan terhenti. Pekerjaan dengan postur yang dinamis,
memiliki risiko musculoskeletal disolder (MSDs) lebih rendah dibandingkan dengan
pekerjaan yang mengharuskan postur statis. Hal ini disebabkan karena postur tubuh yang
statis dapat meningkatkan risiko yang berhubungan dengan menurunnya sirkulasi darah
dan nutrisi pada jaringan otot. Begerak sangat diperlukan untuk pemberian nutrisi kepada
diskus, sehingga pekerjaan statis dapat mengurangi nutrisi tersebut. Selain itu pekerjaan

statis menyebabkan peregangan otot dan ligament daerah punggung, hal ini merupakan
faktor resiko timbulnya LBP.
d. Pekerjaan yangmembutuhkantenaga (forceful exertions) atau beban
Force atau tenaga merupakan jumlah usaha fisik yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan tugas atau gerakan. Pekerjaan atau gerakan yang menggunakan tenaga
besar akan memberikan beban mekanik yang besar terhadap otot, tendon, ligament, dan
sendi. Beban yang berat akan menyebabkan iritasi, inflamasi, kelelahan otot, kerusakan
otot, tendon, dan jaringan lainnya.
2. Faktor Individu (Personal Factors)
Kondisi dari seseorang yang dapat menyebabkan terjadi musculoskeletal disorder. Berikut
adalah beberapa faktor risiko pribadi yang berpengaruh terhadap kejadian MSDs:
a. Masa Kerja
Masa kerja adalah faktor yang berkaitan dengan lamanya seseorang bekerja
disuatu perusahaan. Terkait dengan hal tersebut, MSDs merupakan penyakit kronis yang
membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan bermanifestasi. Jadi semakin lana
waktu bekerja atau semakin lama seseorang terpajan faktor risiko MSDs ini maka
semakin besar pula risiko untuk mengalami.
Masa kerja merupakan faktor risiko dari suatu pekerja yang terkait dengan lama
bekerja. Dapat berupa masa kerja dalam suatu perusahaan dan masa kerja dalam suatu
profesi tertentu. Masa kerja merupakan faktor risiko yang sangat mempengaruhi seorang
pekerja untuk meningkatkan risiko terjadinya musculoskeletal disorders, terutama untuk
jenis pekerjaan yang menggunakan
b. Usia
Sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan
keadaan ini mulai terjadi disaat seseorang berusia 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi
degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut,
pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi
berkurang. Pendek kata, semakin tua seseorang, semakin tinggi risiko orang tersebut
tersebut mengalami penurunan elastisitas pada tulang, yang menjadi pemicu timbulnya
gejala MSDs. Chaffin (1979) dan Gue et al (1995) menyatakan bahwa pada umumnya
keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu 25-65 tahun. Pada usia 35,
kebanyakan orang memiliki episode pertama mereka kembali sakit [Guo et al. 1995;
Chaffin 1979]. Menurut Riihimaki et al (1989) menjelaskan umur mempunyai hubungan
yang sangat kuat dengan keluhan otot, terutama untuk otot leher dan bahu, bahkan
beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa umur merupakan penyebab utama terjadinya
keluhan otot. Grandjean (1993), menyebutkan bahwa umur 50-60 tahun kekuatan otot
menurun sebesar 25%, kemampuan sensoris motoris menurun sebanyak 60%.
Selanjutnya kemampuan kerja fisik seseorang yang berumur > 60 tahun tinggal mencapai
50% dari umur orang yang berumur 25 tahun.
Menurut Corg, insiden tertinggi LBP terjadi pada usia antara 15 55 tahun, tetapi
serangan ulang dan kecacatan akan meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Horzjl
dan Rowe menemukan bahwa serangan ulang terjadi pada usia 20 40 tahun. Bigos dkk

mendapatkan bahwa usia 31 40 tahun adalah usia yang sangat rentan untuk teradinya
LBP.
Selain itu, beberapa penelitian lain yang menyatakan bahwa usia tidak
berhubungan dengan keluhan MSDs (Herberts et al., 1981; Punnet at al., 1985 dalam
Soleha 2009). Karena umur merupakan faktor konfounding dalam masa kerja maka
faktor ini harus disesuaikan untuk menentukan hubungan dengan pekerjaan tersebut.
c. Jenis Kelamin
Jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot rangka. Hal ini
terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria.
Berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan prevalensi beberapa kasus
musculoskeletal disorders lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria. (NIOSH,
1997). Hasil penelitian Bettie et al. (1989) menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan otot
wanita kurang lebih hanya 60% dari kekuatan otot pria, khususnya untuk otot lengan,
punggung dan kaki. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Chiang et al. (1993), Bernard
et al. (1994), hales et al. (1994), dan Johansonb(1994) yang menyatakan bahwa
perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3.
d. Kebiasaan Merokok
Beberapa penelitian telah menyajikan bukti bahwa riwayat merokok positif
dikaitkan dengan MSDs seperti nyeri pinggang, linu panggul, atau intervertebral disc
hernia [Finkelstein 1995; Owen dan Damron 1984; Frymoyer et al.1983; Svensson dan
Anderson 1983; Kelsey et al.1984]. Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya
dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi
merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. Meningkatnya
keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok.
Risiko meningkat 20% untuk tiap 10 batang rokok per hari. Mereka yang telah berhenti
merokok selama setahun memiliki risiko LBP sama dengan mereka yang tidak merokok.
Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya
untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk
melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena
kandungan oksigen dalam darah rendah. Boshuizen et al (1993) menemukan hubungan
yang signifikan antar kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya
untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot, karena nikotin pada rokok dapat
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Selain itu, merokok dapat pula
menyebabkan berkurangnya kandungan mineral pada tulang sehingga menyebabkan
nyeri akibat terjadinya keretakan atau kerusakan pada tulang (Bernard et al, 1997; De
Beeck &Herman, 2000) Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus,
pak per hari.
Jenis perokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu :
a. Perokok Ringan : Disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang per
hari.
b. Perokok Sedang : Disebut perokok sedang jika menghisap 10 20 batang per hari.
c. Perokok Berat : Disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang perhari.

Dalam sebuah penelitian Finlandia usia 30-64, [Makela et al. 1991], nyeri leher
ditemukan secara signifikan berhubungan dengan merokok saat ini (OR 1.3, CI 95% 11,61) ketika model logistik telah disesuaikan untuk usia dan jenis kelamin. Beberapa
penjelasan untuk hubungan yang telah dirumuskan.Satu hipotesis adalah bahwa nyeri
punggung disebabkan oleh batuk dari merokok. Batuk meningkatkan tekanan perut dan
tekanan intradiscal dan meletakkan beban pada tulang belakang. Beberapa studi telah
mengamati hubungan tersebut [Deyo dan Bass 1989; Frymoyer et al. 1980; Troup et al.
1987]. Mekanisme lainnya yang diusulkan meliputi nikotin yang masuk melalui aliran
darah ke jaringan danberkurangkekuatannya [Frymoyer et al.1983] dan merokok
menyebabkan kandungan mineral tulang berkurang sehingga menyebabkan
microfracture.
e. Kebiasaan Olahraga
Aerobic fitness meningkatkan kemampuan kontraksi otot. Delapan puluh persen
(80 %) kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena buruknya tingkat kelenturan
(tonus) otot atau kurang berolah raga. Otot yang lemah terutama pada daerah perut tidak
mampu menyokong punggung secara maksimal. Tingkat keluhan otot juga dipengaruhi
oleh tingkat kesegaran jasmani. Berdasarkan laporan dari NIOSH yang dikutip dari hasil
penelitian Cady et al (1979) menyatakan bahwa untuk tingkat kesegaran tubuh yang
rendah, maka risiko terjadinya keluhan adalah 7,1 % tingkat kesegaran jasmani yang
sedang risiko terjadinya gangguan otot rangka adalah 3,2 % dan tingkat kesegaran
jasmani yang tinggi maka risiko untuk terjadinya keluhan otot rangka 0,8%. Penelitian
yang dilakukan Rahmat (2007) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara kejadian low back pain dengan kebiasaan olahraga dengan p value 0,029.
f. Tinggi badan
Walaupun pengaruhnya relatif kecil, tinggi badan merupakan faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal. Penelitian Heliovaara (1987), yang dikutip
NIOSH (1997) menyebutkan bahwa tinggi seseorang berpengaruh terhadap timbulnya
herniated lumbar disc pada jenis kelamin wanita dan pria. Schierhout (1995), menemukan
bahwa pendeknya seseorang berasosiasi dengan keluhan pada leher dan bahu. Pada tubuh
yang tinggi umumnya sering mengalami keluhan sakit punggung, tetapi tubuh tinggi tak
mempunyai pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu, dan pergelangan tangan.
Apabila diperhatikan, keluhan otot skeletal yang terkait dengan ukuran tubuh lebih
disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka dalam menerima beban, baik
beban berat tubuh maupun beban tambahan lainnya (Tarwaka et al, 2004).
g. Obesitas
Obesitas atau kegemukan menurut dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan
yang menunjukkan terjadinya penimbunan lemak berlebihan di jaringan lemak tubuh.
Kondisi ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dengan
kebutuhan energi, dimana konsumsi terlalu berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan.
Kelebihan tersebut disimpan dalam jaringan lemak. Seseorang dikatakan obesitas apabila
mempunyai berat badan lebih dari 20% berat badan ideal. Berat badan yang berlebihan
(overweight / obesitas) menyebabkan tonus otot abdomen lemah, sehingga pusat gravitasi
seseorang akan terdorong ke depan dan menyebabkan lordosis lumbalis, akan bertambah

yang kemudian menimbulkan kelelahan pada otot paravertebrata, hal ini merupakan
resiko terjadinya LBP.
3. FAKTOR LINGKUNGAN
a. Getaran (vibrasi)
Getaran dapat didefinisikan sebagai serangkaian arus bolak balik, arus mekanis
bolak balik, dan pergerakan partikel mengitari suatu keseimbangan, merupakan sebagian
kecil yang dikemukakan. Karakteristik getaran ditinjau darifrekuensi dan intensitas.
Frekuensi getaran mengacu pada frekuensi bolak balik per detik dan diukur dalam satuan
hertz (Hz). Intensitas diukur dengan berbagai cara, seperti puncak amplitude, kecepatan
tertinggi, dan pecepatan. Reaksi fisiologis tubuh terhadap getaran tergantung pada
frekuensi dan intensitas. Getaran juga dibedakan menjadi getaran seluruh tubuh dan
getaran yang terlokalisir. Getaran seluruh tubuh ditransmisikan ke tubuh terutama melalui
bokong, misalnya saat seorang operator menduduki tempat duduk yang bergetar. Tetapi
getaran seluruh tubuh juga dapa terjadi saat getaran memasuki tubuh melalui lengan dan
tungkai. Getaran seluruh tubuh beraibat pada seluruh tubuh dapat bersumber dari
berbagai jenis kendaraan atau peralatan berat termasuk mobil, truk, bis, kereta api,
pesawat terbang, dan mesin mesin untuk konstruksi bangunan. Pajanan getaran
setempat terutama berasal dari peralatan mesin genggam yang bergetar.
b. Temperatur ekstrim
Temperatur yang dingin menyebabkan berkurangnya daya kerja sensor tubuh,
aliran darah, kekuatan otot dan keseimbangan. Sedangkan temperatur bekerja yang tinggi
dapat menyebabkan pekerja cepat merasa lelah.
PENGENDALIAN PAK
1. Pengendalian melalui perundang-undangan (Legislative Control), beberapa undang-undang
tersebut antara lain :
a. UU No. 13 tahun 203 tentang ketenagakerjaan
b. Petugas Kesehatan non Kesehatan, UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
c. UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan
d. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 140/05 tahun 2002 tentang persyaratan kesehatan
lingkungan kerja
2. Pengendalian melalui administrasi/organisasi (administrative control)
a. Persyaratan penerimaan tenaga kerja/karyawan yang meliputi batas umur, jenis kelain
dan syarat kesehatan.
b. Pengaturan jam kerja
c. Penyusunan SOP (standar Operating Procedures)
d. Pelaksanaan prosedur keselamatan kerja
e. Pemeriksaan secara berkala terhadap penyebab kecelakaan kerja dan upaya prventif
3. Pengendalian secara teknis (Engineering Control)
a. Subtitusi bahan, alat dan proses kerja yang berbahaya menjadi yang lebih aman
b. Penggunaan alat pelindung diri

c. Perbaikan sistem ventilasi

4. Pengendalian melalui jalur kesehatan (medical Control)


Pengendalian kecelakaan kerja melalui kesehatan merupakan suatu upaya menemukan
gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Dengan deteksi dini, maka upaya pengendalian atau bahkan mengurangi pendertiaan dapat
dilakukan serta mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat ekerja.
Adapun pemeriksaan kesehatan kecelakaan kerja meliputi :
a. Pemeriksaan awal adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum
seseorang/calon pekerja mulai melaksanaan pekerjaannya pemeriksaan ini bertujuan
untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui
apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan
yang akan ditugaskan padanya.
Pemeriksaan awal ini meliputi :
1) Pemeriksaan pekerja
2) Penyakit yang pernah diderita
3) Alergi
4) Imunisasi yang pernah didapat
5) Pemeriksaan badan
6) Pemeriksaan laboratorium rutin
b. Pemeriksaan berkala adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksakan secara berkala
dengan jangka waktu berkala yang disesuaikan dengan resiko kesehatan yang dihadapi
c. Pemeriksaan khusus merupakan pemeriksaan yang dilakukan secara khusus diluar waktu
pemeriksaan berkala.
8. Bagaimana diagnosis penyakitnya sesuai dengan ICD-10?

The International Classification of Diseases merupakan alat iagnosis standar


untuk epidemiologi, pengaturan kesehatan, dan tujuan klinis. Hal ini termasuk analisis
dari keadaan kesehatan kelompok populasi. ICD digunakan untuk pengawasan insidensi
dan preavlensi dari penyakit dan masalah kesehatan lain (WHO, 2012).
ICD digunakan untuk menggolongkan penyakit dan masalah kesehatan lain yang dicatat
pada rekam kesehatan dan catatan penting lainnya termasuk sertifikat kematian dan
rekam medis. Sebagai tambahan dari pengadaan penyimpanan dan pengambilan
informasi diagnosis untuk tujuan klinis, epidemiologis, dan kualitas, catatan-catatan

tersebut juga memberikan dasar untuk kompilasi bagi mortalitas nasional dan morbiditas
nasional oleh negara-negara anggota WHO (WHO, 2012). Klasifikasi
dapat

di

definisikan

sebagai

dari

penyakit

system kategori dimana jenis morbiditas ditunukkan

bergantung pada kriteria yang telahditentukan.ICD sendiri mempunyai tujuan untuk


membenarkan analisis perekaman sistematik, interpretasi, dan perbandingan dari data
morbiditas dan mortalitas yang dikumpulkan pada negara atau daerah yang berbeda pada
waktu yang berbeda. ICD digunakan untuk menterjemahkan diagnosis dari penyakitpenyakit dan masalah kesehatan lainnya dari kata-kata kepada kode alfanumerik yang
memudahkan penyimpanan, pengambilan, dan analisis data (WHO, 2012).

ICD-10
Konferensi international untuk revisi ke-10 ICD diselenggarakan di Jeneva dari 26 Sepetember
hingga 2 Oktober 1989 merekomendasikan bahwa WHO harus menyokong konsep proses
pembaharuan pada revisi dan memberikan cara bagaimana mekanisme pembaharuan dapat
dilaksanakan (WHO, 2012).
Tiga volume dari ICD-10 diterbitkan antara 1992 dan 1994 dan digunakan anggota WHO sejak
1995 (WHO, 2012). Walaupun pembaharuan pertama dari klasifikasi telah disetujui
pada pertemuan tahunan WHO Collaborating Centres for the Family of International
Classification tahun

1996,

namun

mekanisme

formal

pembaharuan tidak dilaksanakan pada saat itu (WHO, 2012).


didirikan untuk mengatur proses pembaharuan:

terkini

untuk

proses

Dua kepanitiaan terpisah

Mortality Reference Group (MRG) dan

Updating and Revision Committee (URC) (WHO, 2012). Konsep MRG dikembangkan pada
tahun 1997

dan

mulai

membuat keputusan berhubungan dengan aplikasi dan

interpretasi ICD untuk mortalitas pada tahun 1998. MRG juga membuat rekomendasi
untuk pembaharuan ICD kepada URC (WHO, 2012). URC didirikan pada tahun 2000 dan
menerima proposal dari MRG dan anggota-anggota WHO melalui WHO Collaborating
Centres for the Family of International Classification. URC menilai proposal dan
memberikan rekomendasi kepada ketua dari pusat kolaborasi yang lalu memberikan
rekomendasi ke WHO (WHO, 2012).
Tujuan dan Dampak ICD-10
Tujuan

ICD

adalah

untuk

mempromosikan

perbandingan

internasional

dalam

pengumpulan, klasifikasi, pengolahan, dan presentasi dari statistik mortalitas. Revisi


terbaru

dari

ICD

diimplementasikan

secara

berkala

agar klasifikasi menunjukan

kemajuan diilmu kedokteran (CDC, 2011). ICD-10 mempengaruhi klasifikasi, pengolahan,


dan presentasi dari statistik mortalitas. Beberapa judul telah diubah; jumlah total
kategori dilipatgandakan sebagai hasil dari penambahan atau pengurangan istilah yang
digunakan untuk menjelaskan penyakit atau kondisi tertentu; pemindahan penyakit
tertentu dari satu bab ke bab yang lain menunjukan temuan terbaru dan perkembangan
dalam pengetahuan dari penyebab penyakit tersebut dan penambahan dari kategori
berbeda mengindentifikasikan penyakit spesifik atau komplikasi tertentu dari penyakitpenyakit yang baru berkembang (CDC, 2011).
Kode ICD-10
ICD-10 terdiri daripada 22 bab. Kode-kode ICD-10 adalah seperti
berikut:
1. A00-B99: Infectious and Parasitic Diseases
A00-A09 : Intestinal infectious diseases
A15-A19 : Tuberculosis
A20-A28 : Zoonotic bacterial diseases
A30-A49 : Other bacterial diseases
A50-A64 : Infections with a predominantly sexual
mode of transmission
A65-A69 : Other spirochaetal disease diseases
A70-A74 : Other disease caused by chlamydiae
A75-A79 : Rickettsioses

A80-A89 : Viral infections of the central nervous

system
A90-A99 :Arthropod-borne

iral

fevers

and

viral

haemorrhagic fevers
B00-B09 : Viral infections characterized by skin and
mucous membrane lessions
B15-B19 : Viral hepatitis

B20-B24 : Human immunodeficiency virus [HIV]

disease B25-B34 : Other viral disease


B35-B49 : Mycoses

B50-B64 : Protozoal diseases


B65-B83: Helminthiases
B85-B89: Pediculosis, acariasis and other infestations
B90-B94: Sequale of infections and parasitic disease
B95-B98: acterial, viral and other infectious agents
B99-B99: Other infectious diseases
2. C00-D48 : Neoplasm

C00-C97: Malignant Neoplasm

C00-C75: Malignant

neoplasms,

stated

or

presumed

to

be

primary, of specified sites, except of lymphoid, haematopoietic and


relatied tissue

C00-C14: Malignant neoplasms of lip, oral cabity and pharynx

C15-C26: Malignant neoplasms of digestive organs

C30-C39: Malignant neoplasms of respiratory and intrathoracic organs

C40-C41: Malignant neoplasms of bone and Articular cartilage

C43-C44: Melanoma and other malignant neoplasms of skin

C45-C49: Malignant neoplasms of mesothelial and soft tissue

C50-C50: Malignant neoplasm of breast

C5`-C58: Malignant neoplasms of female genital organs

C60-C63: Malignant neoplasms of male genital organs

C64-C68: Malignant neoplasms of urinary tract

C69-C72: Malignant neoplasms of eye, brain and other parts of central


nerous system

C73-C75: Malignant neoplasms of thyroid and other endocrine glands

C76-C80:

Malignant

neoplasms

of

ill

-defined,

seconda

and

unspecified sites

C81-C96: Malignant neoplasms, stated or presumed to be primary, of


lymphoid, haematopoietic and related tissue

C97-C97: Malignant neoplasms of independent (primary) multiple


sites

D00-D09: In situ neoplasms

D10-D36: Benign neoplasms

D37-D48: Neoplasms of uncertain or unknown behavior

3. D50-D89: Diseases of the blood and blood-forming organs and certain


disorders involving the immune mechanism

D50-D53: Nutritional anaemias

D55-D59: Haemolytic anaemias

D60-D64: Aplastic and other anaemias

D65-D69: Coagulation defects, purpura and other haemorrhagic


conditions

D70-D77: Other diseases of blood and blood-forming organs

D80-D89: Certain disorders invloving the immune mechanism

4. E00-E90: Endocrine, nutritional, and metabolic diseases

E00-E07 : Disorders of thyroid gland

E10-E14 : Diabetes mellitus

E15-E16 : Other disorders of glucose regulation and pancreatic


internal secretion

E20-E35 : Disorders of other endocrine glands

E40-E46 : Malnutrition

E50-E64 : Other nutritional deficiences

E65-E68 : Obesity and other hyperalimentation

E70-E90 : Metabolic disorders

5. F00-F99: Mental and behavioural disorders


F00-F09: Organic, including symptomatic, mental disorders
F10-F19: Mental and behavioural disorders due to psychoactive
substance use
F20-F29: Schizophrenia, schizotypal and delusional disorders
F30-F39: Mood [affective] disorders
F40-F48: Neurotic, stress-related and somatoform disorders
F50-F59:Behaioural
syndromes
associated
with
physiological
disturbances and physical factors
F60-F69: Disorders of adult personality and behaiour
F70-F79: Mental retardation
F80-F89: Disorders of psychological development
F90-F98: Behavioural and emotional disorders with onset usually
occuring in childhood and adolscence
F99-F99: Unspecified mental disorder
6. G00-G99 : Diseases of the nervous system

G00-G09 : Inflammatory diseases of the central nervous system


G10-G14 :Systemic atrophies primarily affecting the central nervous
system
G20-G26: Extrapyramidal and movement disorders
G30-G32: Other degenerative diseases of the nervous system
G35-G37: Demyelinating diseases of the central nervous system
G40-G47: Episodic and paroxysmal disorders
G50-G59: Nerve, nerve root and plexus disorders

G60-G64: Polyneuropathies and other disorders of the peripheral

nervous system
G70-G73: Diseases of myoneural junction and muscle

G80-G83: Cerebral palsy and other paralytic syndromes

G90-G99: Other disorders of the nervous


system

H00-H59 : Diseases of the eye and adnexa

H00-H06 : Disorders

of

eyelid,

lacrimal

system and orbit

H10-H13: Disordersof conjunctiva

H15-H22: Disorders of sclera, cornea, iris and cilliary body

H25-H28: Disorders of lens

H30-H36: Disorders of choroid and retina

H40-H42: Glaucoma
H43-H45: Disorders of vitreous body and globe
H46-H48: Disorders of optic nerve and isual pathways
H49-H52: Disorders of ocular muscles, binocular
accomodation and refraction

H53-H54: Visual disturbances and blindness

H55-H59: Other disorders of eye and adnexa

7. H60-H95: Diseases of the ear and mastoid process

H60-H62 : Diseases of external ear

H65-H75: Diseases of middle ear and mastoid

H80-H83: Diseases of inner ear


H90-H95: Other disorders of ear

8. I00-I99 : Diseases of the circulatory system


I00-I02 : Acute rheumatic fever
I05-I09 : Chronic rheumatic heart diseases
I10-I15 : Hypertensive diseases
I20-I25 : Ischaemic heart diseases

movement,

I26-I28 : Pulmonary heart diseases and diseases of pulmonary


circulation

I30-I52 : Other forms of heart disease

I60-I69 : Cerebrovascular disesases


I70-I79: Diseases of arteries, arterioles and capillaries

I80-I89: Diseases of veins, lymphatic vessels and lymph nodes, not

elsewhere classified
I95-I99: Other and unspecified disorders of the circulatory system

9. J00-J99 : Diseases of the respiratory system


J00-J06 : Acute upper respiratory infections

10.

11.

J09-J18 : Influenza and pneumonia


J20-J22 : Other acute lower respiratory diseases
J30-J39 : Other diseases of upper respiratory tract
J40-J47 : Chronic lower respiratory diseases
J60-J70 : Lung diseases due to external agents
J80-J84: Other respiratory diseases principally affecting the
interstitium
J85-J86: Suppurative and necrotic conditions of lower respiratory tract
J90-J94: Other diseases of pleura
J95-J99: Other diseases of the respiratory system

K00-K93 : Diseases of the digestive system


K00-K14 : Diseases of oral cavity, salivary glands and jaws

K20-K31 : Diseases of oesophagus, stomach and duodenum

K35-K38 : Diseases of appendix


K40-K46 : Hernia

K50-K52 : Noninfective enteritis and colitis

K55-K63 : Other diseases of intestines

K65-K67 : Diseases of peritoneum

K70-K77:Diseases of liver

K80-K87: Disorders of gallbladder, billiary tract and pancreas

K90-K93: Other diseases of the digestive system

L00-L99 : Diseases of the skin and subcutaneous


tissue
L00-L08 : Infections of the skin and subcutaneous tissue

L10-L14 : Bullous disorders


L20-L30: Dermatitis and eczema

L40-L45: Papulosquamous disorders

12.

L50-L45: Urticaria and erythema

L55-L59: Radiation-related disorders of the skin and subcutaneous

tissue
L60-L75: Disorders of skin appendages
L80-L99: Other disorders of the skin and subcutaneous tissue
M00-M99 : Diseases of the musculoskeletal system

and connective tissue


M00-M25 : Arthropathies
M00-M03: Infectious arthropathies

Inflammatory

M05-M14:
polyarthropathies

M15-M19: Arthrosis
M20-M25: Other joint disorders

M30-M36 : Systemic connectie tissue disorders

M40-M54 : Dorsopathies

M40-M43:Deformingdorsopathies

M45-M49:Spondylopathies

M50-M54:Otherdorsopathies

M60-M79 : Soft tissue disorders

M60-M63: Disorders of muscles


M65-M68: Disoreders of synoium and tendon
M70-M79: Other soft tissue disorders
M80-M94: Osteopathies and chondropathies

M80-M85: Disorders of bone density and


structure

M86-M90: Other osteopathies


M91-M94: Chondropathies

M95-M99: Other disorders of the musculoskeletal system and


connective tissue

13.

N00-N99

Diseases of the genitourinary system

N00-N 08 : Glomerular diseases

N10-N16 : Renal tubulo-interstitial diseases

N17-N19 : Renal failure


N20-N23 : Uriolithiasis

N25-N29 : Other disorders of kidney and ureter

N30-N39 : Other diseases of urinary system

N40-N51 : Diseases of male genital organs

N60-N64 : Disordersof breast


N70-N77 : Inflammatory diseases of female pelvic organs

N80-N98 : Noninflammatory disorders of female genital tract

N99-N99 : Other disorders of the genitourinary system

14.

O00-O99

Pregnancy, childbirth and the puerperium

O00-O08 : Pregnancy with abortive


outcome

O10-O16 : Oedema, proteinuria and hypertensive disorders in


pregnancy, childbirth and the puerperium

O20-O29: Other maternal disorders predominantly related to


pregnancy

O30-O48: Maternal care related to the fetus and amniotic cavity


and possible delivery problems

O60-O75: Complications of labour and delivery

O80-O84: Delivery

O85-O92: Complications predominantly related to the puerperium

O94-O99: Other obstetric conditions, not elsewhere classified

15.
P00-P96 : Certain conditions originating in the
perinatal period
P00-P04 : Fetus and newborn affected by maternal factors and by
complications of pregnancy, labour and delivery

P05-P08 : Disorders related to length of gestation


and fetal growth

P10-P15 : Birth trauma

P20-P29: Respiratory and cardiovascular disorders specific to the

perinatal period
P35-P39: Infections specific to the perinatal period

P50-P61: Haemorrhagic and haematological disorders of fetus and


newborn

P70-P74: Transitory endocrine and metabolic disorders specific to

fetus and newborn


P75-P78: Digestive system disorders of fetus and newborn

P80-P83: Conditions involing the integument and temperature

regulation of fetus and newborn


P90-P96: Other disorders originating in the perinatal period

16.
Q00-Q99 : Congenital malformations, deformations
and chromosomal Abnormalities
Q00-Q07 : Congenital malformations of the nervous system

Q10-Q18 : Congenital malformations of eye, ear, face and neck

Q20-Q28 : Congenital malformations of the circulatory system

Q30-Q34 : Congenital malformations of the respiratory system

Q35-Q37 : Cleft lip and cleft palate

Q38-Q45 : Other congenital malformations of the digestive system

Q50-Q56 : Congenital malformations of genital organs

Q60-Q64 : Congenital malformations of the urinary system

Q65-Q79

musculoskeletal system
Q80-Q89 : Other congenital malformations
Q90-Q99 : Chromosomal abnormalities, not elsewhere classified

Congenital

malformation

and

deformations

of

the

17.
R00-R99 : Symptoms, signs and abnormal clinical
and laboratory findings, not elsewhere classified
R00-R09: Symptoms and signs involving the circulatory and
respiratory systems

R10-R19: Symptoms and signs involving the digestive system


andabdomen
R20-R23: Symptoms and signs involving the skin and subcutaneous
tissue
R25-R29: Symptoms and signs involving the nervous and
musculoskeletal system
R30-R39: Symptoms and signs involving the urinary system
R40-R46:
Symptoms
and
signs
involving
cognition,
perception,emotional state and behaviour
R47-R49: Symptoms and signs involing speech and voice
R50-R69: General symptoms and signs
R70-R79: Abnormal findings on examination of blood, without
diagnosis
R80-R82: Abnormal findings on examination of urine, withoutdiagnosis

R83-R89: Abnormal findings on examination of other body


fluids,substances and tissues, without diagnosis
R90-R94: Abnormal findings on diagnostic imaging in function studies,
withour diagnosis
R95-R99: Ill-defined and unknown causes of mortality
S00-T98 :
Injury, poisoning and certain other consequences of
external causes
S00-S09: Injuries to the head
S10-S19: Injuries to the neck
S20-S29: Injuries to the thorax
S30-S39: Injuries to the abdomen, lower back, lumbar spine and pelvis
S40-S49: Injuries to the shoulder and upper arm
S50-S59: Injuries to the elbow and forearm
S60-S69: Injuries to the wrist and hand
S70-S79: Injuries to the hip and thigh
S80-S89: Injuries to the knee and lower leg
S90-S99: Injuries to the ankle and foot
T00-T07: Injuries involving multiple body regions
T08-T14: Injuries to unspecified part of trunk, limb or body region
T15-T19: Effects of foreign body entering through natural orifice
T20-T32: Burns and corrosions

T20-T25: Burns and corrosions of external body surface, specified by

site

1
2
3

T26-T28: Burns and corrosions confined to eye and internal organs


T29-T32:Burns and corrosions of multiple and unspecified body
regions effects of
External cause
DIAGNOSIS KERJA
Dispepsia
Hipertensi grade II
Nyeri punggung bawah karena strain lumbal
ICD 10 :
K30. Dyspepsia
I10. Hypertensi Essential Grade II.
M54.5. Low Back Pain

9. Bagaimana penatalaksanaan pasien pada skenario?

Penatalaksanaan pada keluhan pasien :


1. Low Back Pain
Tujuan utama dari penatalaksanaan kasus NPB adalah untuk menghilangkan nyeri
mempertahankan dan meningkatkan mobilitas, menghambat progresifitas penyakit,
danmengurangi kecacatan.
Penatalaksanaan untuk NPB dapat merupakan terapi medikamentosa, dan juga dapat
berupa terapi non medikamentosa. Berbagai jenis penatalaksanaan untuk NPB telah
ditelaah dalam berbagai penelitian. Rangkuman dari hasil telaah tersebut menurut New
Zealand Guidelines Group, terbagi menjadi 4 yaitu:
Penatalaksanaan yang terbukti benar - memberikan perbaikan klini:

Nasihat untuk tetap aktif dalam bekerja dan beraktivitas, kecuali dalam hal
aktivitas fisik berat seperti mengangkat benda berat dan lainnya.
Pemberian analgetik seperti Paracetamol dan NSAID.
Dilakukan manipulasi hanya dalam episode 4-6 minggu pertama.
Diperlukan multidisiplin ilmu untuk penatalaksanaan NPB.

Penatalaksanaan yang terbukti benar - tidak memberikan perbaikan klinis

TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)


Traksi
Specific Back exercise
Akupuntur
Pembedahan (kecuali bila ada indikasi dekompresi discus, atau gangguan
lainnya pada struktur tulang belakang)
Massage (pemijatan)

Penatalaksanaan yang terbukti benar - menimbulkan perburukan (harmful) terutama


karena efek samping yang ditimbulkan.
Penggunaan obat golongan narkotik atau diazepam
Tirah baring lebih dari 2 hari, dengan atau tanpa traksi
Manipulasi tulang belakang dengan anestesi umum
Plaster Jacket
Penatalaksanaan yang belum benar terbukti memberikan hasil karena kurangnya
evidence.

Exercise untuk otot punggung


Aerobic conditioning

Injeksi steroid secara epidural


Korset
Agen fisik dan modalitas lainnya seperti es, panas, diatermi gelombang pendek,
dan ultrasound
Pendapat yang sedikit berbeda diungkapkan oleh Chou et al.(2007), yang menjelaskan
melalui sistematic review adanya evidence yang baik dalam pemberian NSAID maupun
muscle relaxant pada kasus NPB akut. Demikian juga halnya dengan Ehrlich (2003)
dalam
Bulletin of WHO, dikatakan bahwa pemberian NSAID merupakan penatalaksanaan awal,
dan dapat diteruskan dengan golongan opioid lemah bila nyeri tidak membaik, dan tahap
selanjutnya adalah dapat diberikan opioid yang lebih kuat bila dibutuhkan, sebagai terapi
tambahan.
Pengobatan NPB
Pada dasarnya dikenal dua tahapan terapi NPB: konservatif dan operatif.
a. Terapi konservatif meliputi rehat baring (bed rest), mobilisasi, medikamentosa,
fisioterapi, dan traksi pelvis.
1) Pada rehat baring, penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama
beberapa hari dengan sikap tertentu. Tidur di atas tempat tidur dengan alas keras
dan atau bisa juga dengan posisi semi Flowler. Posisi ini berguna untuk
mengelimir gravitasi, mempertahankan kurvatura anatomi vertebra, relaksasi otot,
mengurangi hiperlordosis lumbal, dan mengurangi tekanan intradiskal.
2) Mobilisasi, pada fase permulaan, mobilisasi dilakukan dengan bantuan korset.
Manfaat pemakaian korset adalah untuk membatasi gerak, mengurangi aktivitas
otot (relaksasi otot), membantu mengurangi beban terhadap vertebra dan otot
paraspinal, dan mendukung vertebra dengan peninggian tekanan intra abdominal.
Mobilisasi sebaiknya dimulai dengan gerakan-gerakan ringan untuk jangka
pendek. Kemudian diperberat dan
diperlama.
3) Pada medikamentosa, ada dua jenis obat dalam tatalaksana NPB ini, ialah
obat yang bersifat simtomatik dan yang bersifat kausal.
4) Pada fisioterapi, biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan
jangkauan permukaan yang lebih dalam). Terapi panas bertujuan untuk
memperbaiki sirkulasi lokal, merelaksasi otot, memperbaiki extensibilitas jaringan
ikat.

5) Traksi pelvis, bermanfaat untuk relaksasi otot, memperbaiki lordosis serta


memaksa penderita melakukan tirah baring total. Bukti-bukti menunjukkan bahwa
traksi tidak bermanfaat untuk meregangkan discus yang menyempit. Traksi pelvis
dilarang dilakukan jika ada infeksi tulang, keganasan tulang, adanya kompresi
mielum. Beban yang umum digunakan berkisar antara 10-25 kg.
b. Terapi operatif dikerjakan apabila dengan tindakan konservatif selama 2-3
minggu tidak memberikan hasil yang nyata, atau terhadap kasus fraktur yang
langsung mengakibatkan defisit neurologik.
2. Dispepsia
- Non Medikamentosa
Beberapa studi mengenai penanganan dispepsia fungsional diantaranya
dengan cognitive-behavioural therapy, pengaturan diet, dan terapi
farmakologi. Gejala dapat dikurangi dengan menghindari makanan yang
mengganggu, diet tinggi lemak, kopi, alkohol, dan merokok. Selain itu,
makanan kecil rendah lemak dapat membantu mengurangi intensitas ge
jala. Direkomendasikan juga untuk menghindari makan yang terlalu banyak
terutama di malam hari dan membagi asupan makanan seharihari menjadi
beberapa makanan kecil. Alternatif pengobatan yang lain termasuk
hipnoterapi, terapi relaksasi dan terapi perilaku
-Medikamentosa
Pengobatan dispepsia fungsional mengenal beberapa obat, yaitu :
a. Antasida
b. Antikolinergik
c. Antagonis reseptor H2
d. PPI
e. Sitoprotektif
f. Golongan prokinetik
g. Psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti depresi dan cemas)
3. Hipertensi Grade II
-

Non Medikamentosa

Modifikasi gaya hidup yang sehat oleh semua pasien hipertensi


merupakan suatu cara pencegahan tekanan darah tinggi dan merupakan
bagian yang tidak terabaikan dalam penanganan pasien tersebut.
Modifikasi gaya hidup memperlihatkan dapat menurunkan tekanan darah
yang meliputi penurunan berat badan pada pasien dengan overweight atau
obesitas. Berdasarkan pada DASH (Dietary Approaches to Stop
Hypertension), perencanaan diet yang dilakukan berupa makanan yang
tinggi kalium dan kalsium, rendah natrium, olahraga, dan mengurangi
konsumsi alkohol. Modifikasi gaya hidup dapat menurunkan tekanan
darah, mempertinggi khasiat obat antihipertensi, dan menurunkan resiko
penyakit kardiovaskuler. Contohnya, konsumsi1600 mg natrium memiliki
efek yang sama dengan pengobatan tunggal. Kombinasi dua atau lebih
modifikasi gaya hidup dapat memberikan hasil yang lebih baik. Berikut
adalah uraian modifikasi gaya hidup dalam rangka penanganan hipertensi.
Tabel 2. Modifikasi Gaya Hidup Dalam Penanganan Hipertensi*

2.

Terapi Farmakologi

Manajemen pengobatan hipertensi berdasarkan klasifikasi hipertensi. Individu


dengan tekanan darah normal cukup dianjurkan melakukan perubahan gaya hidup,
sedangkan pada penderita hipertensi grade I obat antihipertensi diberikan bila dalam
pemantauan selama 3 bulan, tekanan darah tetap tinggi setelah melakukan modifikasi
gaya hidup. Pada hipertensi grade I dapat diberikan monoterapi (1 macam obat) dulu
golongan diuretik, penyekat ACEIs (Angiotensin Converting Enzymes), penyekat beta
(beta blockers), penyekat reseptor Angiotensin dan penyekat Calsium Channel Bloker
atau dimungkinkan kombinasi obat. Penderita hipertensi grade II, sangat dianjurkan
untuk memberikan terapi kombinasi karena berdasarkan suatu penelitian hampir jarang
mencapai tekanan darah diinginkan dengan menggunakan monoterapi. Sebagian besar

tekanan darah baru mencapai level yang diinginkan dengan kombinasi 2 - 4 macam
kombinasi obat.

Fit to Work
Menetapkan kelayakan seorang pekerja dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya dari aspek medis, dengan memperhitungkan aspek job-related dan fit the job
to the men
Tujuan Utama Fitting the Job to the Men
Memastikan bahwa seorang individu dapat melakukan tugas dalam pekerjaannya secara
efektif tanpa menimbulkan risiko bagi dirinya sendiri maupun pekerja lainnya.
Mengapa Diperlukan Assesment Medis untuk FTW?
1.
2.
3.
4.

Kondisi
Kondisi
Kondisi
Kondisi

pasien
pasien
pasien
pasien

membatasi dirinya melakukan tugas secara efektif


mungkin dapat memburuk akibat pekerjaannya
dapat membahayakan keselamatan dirinya dan/atau orang lain
dapat merupakan risiko bagi masyarakat

Fit to Work Harus Menjawab Pertanyaan Berikut :


1. Apakah pekerja yang bersangkutan mampu melaksanakan pekerjaan tersebut dan
tidak membuat si pekerja menjadi berisiko terganggu kesehatannya?
2. Apakah membiarkan pekerja tersebut melaksanakan pekerjaannya

akan

menimbulkan risiko bagi pekerja lain atau masyarakat di sekitarnya?


Kategori Fitness to Work
1. Fit to Work
2. Fit with Restriction
3. Temporarily Unfit to Work

: Fit untuk semua jenis pekerjaan


: Fit dengan keterbatasan pada kondisi tertentu
: Unfit untuk sementara biasanya diikuti dengan

evaluasi ulang
4. Unfit for Specific Occupation
5. Unfit to Work

: Unfit untuk jabatan tertentu


: Tidak mampu bekerja

Pada kasus di skenario pasien masuk ke kategori Fit with Restriction karena pasien
mampu bekerja jika rasa nyeri punggung bawah nya berkurang yaitu diobati dengan
rheumacyl, namun untuk keluhan dyspepsia dan hipertensi belum bisa diatasi. Pada
pekerjaan pasien ini dapat menimbulkan risiko nyeri punggung bawah bertambah parah
atau dapat menimbulkan penyakit lain, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan
parameter untuk follow up kesehatan pasien.
Surveilanskesehatankerja :
Environtment monitoring : survey lingkungan kerja
Health monitoring terkai tracun yang terdapatpadapekerjanya
melakukanpemeriksaan FTW ( fit to work ) atau RTW
A. Lingkungan pekerjaan
Health promotion
Edukasi untuk menggunakan alat keamananpekerjaan yang adekuat untukbekerja
penyuluhan agar pekerja hidup sesehat mungkin seperti menggunakan alat
pelindung diri atau kurangi beban yang dipanggul dan di
pembuatansanitasilingkungankerja yang sehat
penerapan ergonomic yang tepat
Edukasi pasien untuk tidak terlambat makan , tidak merokok , minum
alkohol,dsb.

10. Bagaimana prognosis pada skenario?


Prognosis Low Back Pain
Biasanya pasien sembuh rata-rata dalam 7 minggu. Tetapi sering dijumpai episode nyeri
berulang. Dan sebanyak 80% pasien mengalami keterbatasan dalam derajat tertentu selama
12 bulan, mungkin hanya 10-15% yang mengalami disabilitas berat. Status pasien setelah 2
bulan terapi merupakan indikator untuk meramalkan status pasien pada bulan ke-12.3
Penentuan faktor risiko dapat juga memperkirakan perkembangan perjalanan penyakit low
back pain ke arah kronisitas.

Prognosis Hipertensi
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat. Terapi dengan kombinasi
perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi biasanya dapat menjaga tekanan darah pada tingkat
yang tidak akan menyebabkan kerusakan pada jantung atau organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi
serius dari hipertensi adalah untuk mendeteksi dan mengobati sebelum kerusakan terjadi.
Dispepsia fungsional
Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat mempunyai
prognosis yang baik. Penderita dengan dispepsia fungsional biasanya sensitif terhadap produksi
asam lambung. Kelainan psikis, stres dan faktor lingkungan juga dapat menimbulkan
dispepsia fungsional semakin memberat.

11. Jelaskan program pencegahan dan promosi kesehatan pada skenario!


Promosi Kesehatan

Definisi Promosi kesehatan


Promosi kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat untuk mengontrol dan
mengembangkan kesehatan mereka dalam rangka men&apai status kesehatan yang meliputi fisik
dan mental kesejahteraan sosial. Individu atau kelompok mampu untuk mengidentifikasi aspirasi,
pemuasan kebutuhan, dan merubah lingkunganya. Promosi kesehatan adalah proses advokasi
kesehatan yang dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan baik di tingkat personal, swasta,
maupun pemerintah.
Strategi Promosi Kesehatan
Strategi promosi kesehatan menurut WHO
Advokasi. Pendekatan teren&ana yang ditujukan kepada para penentu kebijakan dalam
rangka mendukung suatu isu kebijakan yang spesifik. Advokasi yang berhasil akan menentukan
keberhasilan kegiatan promosi kesehatan pada langkah selanjutnya sehingga keberlangsungan
program dapat lebih tejamin.
Mediasi. kegiatan promosi kesehatan tidak dapat dilakukan sendiri, tetapi harus
melibatkan lintas sektor dan lintas program. Mediasi berarti menjembatani pertemuan diantara
beberapa sektor yang terkait. Karenanya masalah kesehatan tidak hanya dapat diatasi oleh
sektor kesehatan sendiri, melainkan semua pihak juga perlu peduli terhadap masalah kesehatan
tersebut. Sebagai contoh, kegiatan promosi kesehatan terkait kebersihan lingkungan
haruscmelibatkan unsur kimpraswil dan pihak lain yang terkait sampah.
Memampukan masyarakat (enable) adalah kegiatan pemberian pengetahuan
dan keterampilan kepada masyarakat agar mereka mampu menjaga dan memelihara serta
meningkatkan kesehatannya secara mandiri. Kemandirian masyarakat dalam menjaga dan
meningkatkan kesehatanya merupakan tujuan dari kegiatan promosi kesehatan.

Strategi promosi kesehatan menurut Departemen Kesehatan RI


Advokasi. Pendekatan teren&ana yang ditujukan kepada para penentu kebijakan dalam
rangka mendukung suatu isu kebijakan yang spesifik. Advokasi yang berhasil akan menentukan
keberhasilan kegiatan promosi kesehatan pada langkah selanjutnya sehingga keberlangsungan
program dapat lebih terjamin.
Bina Suasana adalah kegiatan men&ari dukungan social (social support) dalam rangka membuat
suasana yang cukup kondusif untuk diselenggarakan suatu program peningkatan kesehatan pada
masyarakat.
Gerakan. Kegiatan dilakukan secara bersama sama untuk meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat.
Pencegahan
Kita tidak bisa menghindari proses degenerasi normal dan keausan pada tulang punggung kita
yang sejalan dengan penuaan. Tapi ada hal yang dapat kita lakukan untuk mengurangi dampak
dari masalah pinggang. Memiliki gaya hidup sehat adalah awal yang baik.

Kombinasikan latihan aerobic, seperti berjalan atau berenang, dengan latihan khusus
untuk menjaga otot-otot di punggung dan perut yang kuat dan fleksibel.
Pastikan untuk mengangkat barang-barang berat dengan kaki Anda, bukan punggung.
Jangan membungkuk untuk mengambil sesuatu. Jaga punggung lurus dan menekuk lutut
Anda
Menjaga berat badan yang sehat. Kelebihan berat badan memberi tekanan tambahan pada
tulang belakang.
Hindari merokok. Asap dan nikotin menyebabkan tulang belakang Anda mengalami
degenerasi dengan &epat.
Postur yang baik sangat penting untuk menghindari masalah di masa depan. Seorang
terapis dapat mengajarkan cara aman untuk berdiri, duduk, dan mengangkat.
Jangan memakai sepatu hak tinggi
Jangan berdiri terlalu lama, selingi dengan jongkok
Berdiri dengan satu kaki diletakan lebih tinggi untuk mengurangi hiperlordosis lumbal
Pilih tempat duduk dengan busa yang tidak terlalu lunak, punggung berbentuk huruf S.
Bila duduk seluruh punggung harus sebanyak mungkin kontak dengan kursi. Bila
duduk dalam waktu lama, letakan satu kaki lebih tinggi dari yang satunya.
Punggung dalam keadaan mendatar sewaktu tidur, dan tidak memakai alas dari per.
Hindari olahraga beregu, karna akan mengakibatkan peningkatan stress pada punggung.
Dianjurkan olahraga perorangan seperti renang dan jogging.

ALAT PELINDUNG DIRI


(PERSONAL PROTECTIVE EQUIPMENT)
Hazard lingkungan kerja baik fisik maupun kimiawi perlu untuk dikendalikan sedemikian rupa
sehingga tercipta suatu lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman.
Terdapat berbagai cara untuk menanggulangi bahaya-bahaya yang terdapat di lingkungan kerja
dan cara-cara tersebut misalnya Pengendalian secara teknik (Mechanical/Engineering Control).
Pengendalian secara administratif (Administrative Control) dan Penggunaan Alat Pelindung Diri
(personal protective equipment). Pengendalian secara teknik adalah cara pengendalian yang
paling efektif dan merupakan alternatif pertama yang dianjurkan, sedangkan Penggunaan Alat

Pelindung Diri merupakan suatu cara yang terakhir ( The last line of defense) yang ditempuh
dalam rangka Pengendalian Lingkungan kerja.
Filosofi Alat Pelindung Diri (APD)mengatakan bahwa Alat Pelindung Diri dapat menyebabkan
rasa ketidaknyamanan, membatasi gerakan dan persepsi sensories lainnya.
Hal demikian telah lama dikenal oleh manusia. Oleh karena itu Pengendalian Lingkungan kerja
diupayakan melalui kontrol Teknologi, misalnya Pemasangan Local Exhauster (Penangkap debu
lokal) dan Pagar Pengaman pada mesin-mesin berputar.
Alat Pelindung Diri (APD) perlu diadakan karena keterbatasan terapan teknologi Pengendalian.
Pentingnya Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
1. Hak pekerja untuk sehat dan selamat sehingga menjadi suatu kewajiban perusahaan untuk
menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) bagi pekerjanya.
2. Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu Hirarki Pengendalian Bahaya
yang diterapkan apabila sudah ada Upaya Pengendalian dan Pengurangan Bahaya.
Tujuan Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD)
1.

Melindungi pekerja dari bahaya akibat pekerjaannya.

2.

Menurunkan tingkat resiko pemajanan terhadap pekerja.

Perencanaan dan Pelaksananaan Program Alat Pelindung Diri (APD)


1. Perusahaan harus melakukan identifikasi bahaya di tempat kerja termasuk pada pekerjaannya
sendiri.
2.

Penentuan Jenis PPE yang sesuai potensi bahaya yang ada.

3.

Sosialisasi penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD)


Perencanaan penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) terhadap pekerja sebaiknya pemilihan Alat
Pelindung Diri (APD) dapat memenuhi ketentuan umum sebagai berikut :
1.

Dapat melindungi setiap pekerja dan bahaya-bahaya yang terjadi.

2.

Di disign dan dibuat aman

3.

Bersih dan higienis serta dapat dipertanggungjawabkan

4.

Cocok untuk dipakai setiap pekerja.

5.

Melengkapi lebih dari sekedar Alat Pelindung Diri

6.

Memenuhi standard tertentu

SOSIALISASI PENGGUNAAN Alat Pelindung Diri (APD)


1.

Melalui Pelatihan cara penggunaan, pemeliharaan, penyimpanan, dll

2.

Memotivasi pekerja melalui media komunikasi : safety talk, gambar, poster, dll

3.

Disediakannya buku pedoman pemakaian, pemeliharaan yang diberikan ke seluruh pekerja.

4.

Diterapkan sistem pengawasan/supervisi yang tepat.

Identifikasi Bahaya
1.

Bahaya-bahaya zat kimia

2.

Bahaya kejatuhan suatu barang

3.

Bahaya partikulat-partikulat

4.

Bahaya panas dan temperatur tinggi

5.

Bahaya radiasi cahaya

6.

Pemindahan alat-alat atau bagian-bagian

7.

Pendorong yang memakai roda

8.

Barang-barang yang tajam

9.

Keadaan/kondisi tempat kerja.

JENIS-JENIS Alat Pelindung Diri (APD)


1.

Pelindung Seluruh Tubuh

2.

Pelindung Tubuh

3.

Pelindung Kepala

4.

Pelindung Mata dan Muka

5.

Pelindung Telinga

6.

Pelindung Pernafasan

7.

Pelindung Tangan

8.

Pelindung Kaki

9.

Pelindung Kulit

1.

PELINDUNG KEPALA

Tujuan Pemakaian Alat Pelindung Kepala


Untuk melindungi Kepala dari bahaya terbentur dengan benda tajam atau benda keras, baik yang
sifatnya jatuh, melayang dan meluncur termasuk melindungi diri dari panas radiasi bahan-bahan
kimia korosif dan mencegah rambut yang rontok dengan mesin-mesin yang berputar.
Jenis pekerjaan yang memerlukan Pelindung Kepala
a.

Pekerjaan di bawah pekerja-pekerja lainnya

b.

Pekerjaan di sekitar atau di bawah Belt Conveyor.

c.

Pekerjaan di bawah mesin-mesin atau proses

d.

Pekerjaan di sekitar konduktor energi yang terbuka.

Tingkatan-tingkatan Pelindung Kepala :


a. Helm Kelas A (Menahan Pengaruh penetrasi dan melindungi diri dari pengaruh-pengaruh
listrik yang bertekanan rendah)
b. Helm Kelas B (Menahan Pengaruh penetrasi dan melindungi diri dari pengaruh-pengaruh
listrik yang bertekanan tinggi)
c.
Helm Kelas C (Menahan Pengaruh penetrasi) tidak boleh digunakan di area kerja yang
menggunakan alat-alat listrik.
Contoh-contoh
1. Topi Logam
2. Topi Plastik
3. Topi Plastik berlapis asbes
4. Topi Aluminium
5. Topi/Kap khusus
6. Topi Karet

7. Topi/ peci khusus


2.

PELINDUNG MATA DAN MUKA

Masalah pencegahan kecelakaan yang paling sulit dalam kecelakaan pada mata. Karena itu
biasanya tenaga kerja menolak untuk memakai kacamata pengaman yang dirasakan mengganggu
kenyamanan dan tidak enak untuk dipakai.
Secara alamiah mata manusia dilengkapi dengan Pelindung yaitu :
a. Tulang : berfungsi melindungi mata terhadap benturan benda tajam.
b.

Otot di sekita mata : sebagai absorbsi terhadap pukulan.

c. Alis mata : melindungi mata dari mengalirnya keringat secara langsung.


d.

Bulu-bulu mata : bekerja sebagai tirai pengaman debu yang besarnya > 10 (mikron)

Kacamata pengaman diberikan untuk melindungi mata dari kemungkinan kontak dengan bahayabahaya kemasukan debu-debu, gas-gas, uap, cairan korosif, partikel-partikel melayang atau
terkena gelombang elektro magnetik.
Jenis pekerjaan yang memerlukan jenis pelindung ini apabila di tempat kerja terdapat beberapa
potensi bahaya di bawah ini.
a. Terdapat pecahan/partikel yang berterbangan
b.

Kilatan api listrik

c.

Gas-gas dan Uap kimia

d.

Cairan : kimia, asam, lelehan besi panas

e.

Debu

f. Ayunan/putaran benda-benda seperti rantai terali.


Ada 3 macam Alat Pelindung Mata :
a.

Kaca Mata Biasa.

b. Kaca Mata Goggles : Kaca Mata tertutup semua, tetapi ada lubang-lubang kecil dan ventilasi.
c. Tameng Muka.
Contoh-contoh
1.

Kaca mata Biasa

2.

Kaca Mata dengan filter khusus/lensa polaroid

3.

Goggles

4.

Goggles dengan lensa tahan sinar Infra Red.

5. Tameng Plastik
6. Tameng Logam
7.

Penutup muka khusus

8.

Penutup muka dengan kacamata filter khusus.

3.

PELINDUNG TELINGA

Pelindung telinga diperlukan apabila tingkat kebisingan di tempat kerja sudah mencapai 85 dB
diatas 8 jam/hari. Sebelum penyediaan APD telinga diberlakukan ,aka perusahaan seharusnya
mengadakan survei tingkat pendengaran para pekerja.

Jenis Pelindung Telinga antara lain :


a.

Kapas

b.

Ear Plugs (Sumbat Telinga)

c.

Ear Muffs (Tutup Telinga)

d.

Canal Caps

Ukuran, bentuk dan saluran telinga untuk setiap individu akan berbeda. Lekukan kedua telinga
untuk tiap individu kemungkinan juga berbeda. Diameter telinga pada umumnya 3 14 mm.
Umumnya berbentuk saluran lonjong dan ada beberapa yang berbentuk bulat dan tidak lurus.
Sumbat telinga dapat dibuat dari kapas, plastik, karet alam dan karet sintetis.
Dalam pamakaiannya kita namakan :
Dispossible ear plug (satu kali pakai dan selesai langsung dibuang)
Non Dispossible ear plug (bisa beberapa kali pakai) Biasanya terbuat dari karet yang dipakai
untuk waktu yang lama.
Ear Plugs (Sumbat Telinga)

Keuntungan Ear Plugs (Sumbat Telinga)


1.

Mudah dibawa karena ukurannya kecil.

2.

Relatif lebih nyaman dipakai di tempat yang panas.

3. Tidak membatasi gerakan kepala.


4.
Harganya relatif murah, dapat dipakai dengan efektif oleh si pemakai kacamata, tutup
kepala, anting-anting dan rambut.
Kerugian Ear Plugs (Sumbat Telinga)
1.

Pemasangannya yang tepat memerlukan waktu yang lebih lama dari tutup telinga.

2. Tingkat proteksinya lebih kecil dari Ear Muffs (Tutup Telinga)


3.

Bagi Supervisor sulit memonitor tenaga kerja apakah memakai atau tidak.

4.

Hanya dapat dipakai oleh saluran telinga yang sehat.

5.
Bila tangan yang digunakan untuk memasang Ear Plugs (Sumbat Telinga) kotor, maka
memudahklan saluran telinga mendapat infeksi.
Ear Muffs (Tutup Telinga)
Tutup telinga terdiri dari dua buah tudung yang berfungsi untuk menyerap suara berfrekuensi
tinggi pada pemakaian lama.
Keuntungan Ear Muffs (Tutup Telinga)
1.

Redusir suara oleh tutup telinga lebih besar dari sumbat telinga.

2. Satu ukuran tutup telinga dapat dipakai oleh beberapa orang dengan ukuran telinga yang
berbeda.
3.

Mudah dimonitor pemakaiannya oleh pengawas.

4.

Dapat dipakai pada telinga yang terkena infeksi.

5. Tidak mudah hilang.


Kerugian Ear Muffs (Tutup Telinga)
1. Tidak nyaman dipakai di tempat yang panas.
2. Efektifitas dan kenyamanan pemakainya dipengaruhi oleh pemakaian kacamata, tutup kepala,
anting-anting, rambut yang menutupi telinga.

3. Penggunaannya yang terlalu sering mengakibatkan pita penghubung yang berpegas karena
sering ditekuk, maka daya reduksinya akan berkurang.
Pengaruh Alat Pelindung Telinga terhadap komunikasi
Seseorang dengan pendengaran yang normal apabila bekerja di tempat yang bising (intensitasnya
85 105 dBA). Pada kebisingan kontonue mudah baginya mengerti pembicaraan orang lain, bila
ia memakai alat pelindung telinga daripada tidak memakainya. Tetapi bilamana orang yang
pendengarannya telah hilang pada frekuensi tinggi dengan tingkat kebisingan di tempat kerja
kurang dari 80 dBA, maka pemakaian alat pelindung telinga dapat menyebabkan gangguan
komunikasi.
Pemakaian Alat Pelindung Telinga di tempat kerja jenis terputus-putus pada intensitas 85 105
dBA, komunikasi akan lebih mudah apabila suaranya mengeras/saat mengeras. Kebalikannya
Komunikasi akan terganggu disaat suara melemah.
Beberapa pertimbangan praktis bagi Pemakaian Alat Pelindung Telinga
Biasanya Alat Pelindung Telinga yang dibutuhkan ditentukan oleh intensitas kebisingan dan
waktu pemaparan yang diperkenankan.Pemilihan Alat Pelindung Telinga biasanya tergantung
dari kesenangan pemakainya.Alat Pelindung Telinga yang memberikan perlindungan yang akurat
dan nyaman akan dapat diterima dengan baik oleh pemakainya. Latihan tentang pemakaian Alat
Pelindung Telinga terhadap tenaga kerja akan tampak bermanfaat ketimbang memberlakukan
sangsi.
Faktor-faktor yang mengurangi efektifitas Alat Pelindung Telinga
1.

Kebocoran udara.

2.

Perambatan gelombang suara akan menghambat efektifitas.

3. Vibrasi/getaran alat itu sendiri.


4.

Konduksi suara melalui tulang dan jaringan.

4.

PELINDUNG PERNAFASAN

Secara umum ada Dua type dasar Alat Pelindung Pernafasan


a.

Respirator/Purifying Respirator

b. Air Supply Respirator


1. Respirator/Purifying Respirator

Membersihkan udara untuk dihirup pemakainya. Digunakan untuk melindungi tenaga kerja
dari bahaya pernafasan dari debu, kabut, asap, gas dan uap.
Menurut Cara Kerjanya dapat diklasifikasikan 3 kelas, yaitu :
1.

Chemical Respirator
Digunakan untuk kontaminan yang berbentuk gas dan uap.

2.

Mechanical Respirator
Digunakan untuk menyaring partikel zat padat.

Contoh :
1.

Debu-debu, uap logam dan asap

2.

Debu semen = 50 mesh, maka respirator yang dipakai kurang dari 50 mesh.

3.

Untuk Campuran Gas, Uap dan zat padat digunakan golongan 1 & 2.

1.

Respirator yang dilengkapi dengan filter digunakan untuk debu-debu dan kabut yang kadar
kontaminannya tidak terlalu tinggi dan ukuran partikelnya lebih besar dari 1 : (mikron).

2.

Respirator untuk uap logam filternya mempunyai pori-porinya 1 : (mikron).

3.

Respirator untuk partikel yang sangat toksik diameter porinya 0,3 : (mikron).

4. Khusus untuk gas CO, suatu campuran Mangan Oksida dan Oksida dari Tembaga secara
katalis dapat merubah gas CO menjadi gas CO2.

2. Air Supply Respirator


Respirator ini tidak dapat dilengkapi dengan filter melainkan alat ini mensupply pemakaian
dengan udara konveksi kelas atau udara tabung.
Yang harus diketahui adalah :
a.

Harus minimum Prosentase O2 = 19,5 % - 23,5 %

b.

Harus minimum Hidro Carbon = 5 mg/l

c.

Harus minimum CO = 20 ppm

d.

CO2 = 100 ppm

Beberapa masalah yang mempengaruhi effisiensi respirator.


1.
Ukuran antropometri muka pemakai yang berbeda-beda sehingga yang cocok untuk
seseorang tenaga
kerja belum tentu cocok untuk orang lain.
2.

Cara pemasangan filter yang salah.

3.

Pemeliharaan respirator yang kurang.

5. PELINDUNG TUBUH
Jenis pelindung tubuh harus sesuai dengan jenis bahaya & Pekerjaan, yaitu :
a.

Flame Resistent Cotton atau Duck untuk bahaya panas atau percikan api yang sedang.

b.

Special Flame Retardant & Heat Resistant Synthetic Fabric untuk memadamkan api atau
pekerjaan di sekeliling api terbuka.

c. Rubber, Neoprene, Vynyl : untuk pekerjaan basah, menggunakan zat kimia, pekerjaan potensi
korosi
d. Leather : untuk melindungi pengaruh-pengaruh cahaya/sinar.
APRON : pakaian pelindung tubuh untuk melindungi tubuh dari percikan bahan radio aktif.
Dibuat dari kain, kulit/asbes atau kain dilapisi Aluminium. Tidak boleh dipakai pada tempat kerja
yang memakai mesin berputar. Pakaian kerja disesuaikan dengan jenis pekerjaannya.
Contoh-contah :
1.

Jaket Asbes atau Jas kulit

2.

Jaket Karet

3.

Jaket Plastik karet

4.

Jaket Karet/kulit dilapisi timah hitam.

5.

Pakaian Khusus.

6.

PELINDUNG TANGAN

Pelindung tangan paling banyak dipakai, hal ini tidak mengherankan karena kecelakaan yang
paling banyak terdapat pada tangan dari seluruh kecelakaan yang ada.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan alat pelindung tangan


1.

Bahaya yang harus dilindungi.


Benda korosif, bahaya panas, dingin dan benda kasar.

2.

Daya terhadap kontak dan baha-bahan.


Misalnya : Bensin, karet dan pelumas.

3.

Kepekaan yang diperlukan dalam melakukan pekerjaan.

4.

Daerah yang harus dilindungi.


Misalnya : apakah jari-jari saja, atau seluruh tangan, pergelangan tangan atau lengan.

Jenis Pelindung ini seharusnya dapat melindungi diri dari bahaya-bahaya :


a. Terpotong
b. Terbakar
c. Tertusuk
d.

Kontak kulit dengan zat kimia tyang berbahaya

e.

Sengatan arus listrik

Jenis Pelindung Tangan


a.

Metal Mesh (Butir logam) mencegah bahaya terrpotong, benda tajam

b. Leather (kulit) melindungi dari benda-benda yang kasar, potongan-potongan & percikan
api atau benda panas.
c. Cotton Fabric (Bahan Katun) : melindungi dari kotoran, potongan kecil dari kayu, bendabenda licin atau abrasi. Jangan dipakai pada pekerjaan dengan bahan-bahan yang kasar, tajam
dan berat.
d.

Rubber, Neoprene, Vynyl : melindungi dari zat kimia.

Menurut bentuknya sarung tangan dapat dibedakan menjadi :


a.

Sarung tangan biasa (Gloves)

b.

Sarung tangan yang dilapisi dengan plat logam Granntlet) yang digunakan untuk lengan.

c.

Mitth : sarung tangan untuk 4 jari terbungkus.

Beberapa Contoh sarung tangan menurut jenis bahaya yang harus dicegah
a.

Bahaya Listrik : sarung tangan karet

b.

Bahaya Radiasi : sarung tangan karet atau kulit yang dilapisi Pb.

c.

Benda-benda kasar dan keras : sarung tangan kulit yang dilapisi Cr.

d. Asam dan Basa korosif : sarung tangan karet alami.


e.

Benda-benda panas : sarung tangan kulit terutama terbuat dari Asbes.

Contoh-Contoh
1.

Sarung Tangan kulit

2.

Sarung Tangan kulit dilapisi Logam

3.

Sarung Tangan Kulit berlengan panjang

4.

Sarung Tangan Karet

5.

Sarung Tangan Karet berlengan panjang

6.

Sarung Tangan Asbes

7.

Sarung Tangan Plastik

8.

Sarung Tangan Tahan api

9.

Pakaian berlengan panjang.

7.

PELINDUNG KAKI

Sepatu keselamatan kerja dipakai untuk melindungi kaki dari kejatuhan benda berat, percikan
asam dan basa yang korosif, cairan panas dan terinjak benda tajam. Pelindung kaki seharusnya
dapat melindungi jenis bahaya :
a.

Penekanan

b. Tertusuk
c.

Panas

d.

Basah atau permukaan licin.

Alat pelindung kaki menurut jenis pekerjaannya


1. Pekerjaan pengecoran baja : Dibuat dari Chrom dilapisi Asbes yang tingginya kurang lebih
35 Cm pakai pengikat.
2.
Tempat kerja yang mengandung bahaya peledakan. Sepatu kerja tidak boleh pakai paku,
karena dapat menimbulkan peledakan kalau terinjak.
3. Pekerjaan yang berhubungan dengan bahaya listrik hubungan pendek harus tahan terhadap
10.000 volt untuk tidak lebih 3 menit dengan menggunakan karet anti elektronik.
4.
Pekerja bangunan yang mempunyai resiko tinggi terinjak benda tajam, kejatuhan benda
berat, terbentur benda keras, terbuat dari kulit yang dilindungi baja di ujung sepatu jari-jari.
Contoh-contoh
1.

Sepatu Steelbox toe

2.

Sepatu Kulit

3.

Sepatu Karet

4.

Sepatu Bot Karet

5.

Sepatu Anti Slip

6.

Sepatu Dilapisi Baja

7.

Sepatu Plastik

8.

Sepatu dengan sol kayu/gabus

9.

Sepatu yang konduktif

10.
8.

Pelindung betis, tungkai dan mata kaki.


PELINDUNG KULIT (PROTECTING SKIN)

a. Metal Mask : digunakan di kaki, diberi karpet yang tahan api selain Safety shoes. Material
yang ada berbeda-beda jenisnya. Sol terbuat dari bahan yang tahan bahan chemical, tahan licin
oleh minyak dan paku, ada bahan metalnya.
b.

Sutrile Resist : untuk hewan, kimia, proses makanan

c.

Neoprene : Terbuat dari karet, minyak panas.

d.

Metatarsal : Kejatuhan barang dari box.

Pada Pekerja Tukang Las perakitan tanki air pemadam kebakaran menggunakan : Goggles dan
helm (face Shields), Apron, Sarung tangan, Ear Muffs, Air Supply Respirator, sepatu (booth)

Anda mungkin juga menyukai