Anda di halaman 1dari 21

UNTAD

PEMERIKSAAN LABORATORIUM FORENSIK


REFERAT

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyarat


dalam menyelesaikan Kepanitraan Klinik
Bagian Kedokteran Forensi dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako – RSD Anuntaloko

Oleh :
SEPTIANIKA
N 111 22 095

Pembimbing Klinik :
dr. Nur Rafni Rafid, Sp. FM

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN


MEDIKOLEGAL (IKF-ML) RSD ANUNTALAKO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
2023

i
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa

Nama : Septianika

Stambuk : N 111 22 095

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Profesi Dokter

Universitas : Tadulako

Judul referat : Pemeriksaan Laboratorium Forensik

Bagian : Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal

RSD Anuntaloko

Program Studi Profesi Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

Palu, Maret 2023


Pembimbing Klinik

dr. Nur Rafni Rafid, Sp. FM

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata
tertib, keamanan dan ketentraman di dalam masyarakat, khususnya
penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum. Pembuktian merupakan hal
yang utama dalam pemeriksaan dan penindakan setelah terjadinya perkara
pidana. Hal ini karena melalui tahapan pembuktian terjadi suatu proses, cara,
perbuatan membuktikan untuk menunjukkan benar atau salahnya si terdakwa
terhadap suatu perkara pidana khususnya di dalam sidang pengadilan
(Abdussalam,2006).
Penjelasan mengenai laboratorium forensik Polri diatur pada Pasal 1 angka
2 Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2009 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara dan
Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti Kepada Laboratorium Forensik
Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang berbunyi:
“Laboratorium Forensik Polri adalah satuan kerja Polri meliputi Pusat
Laboratorium Forensik dan Laboratorium Forensik Cabang yang bertugas
membina dan menyelenggarakan fungsi laboratorium Forensik/Kriminalistik
dalam rangka mendukung penyidikan yang dilakukan oleh Satuan
Kewilayahan, dengan pembagian wilayah pelayanan (area service)
sebagaimana ditentukan dengan Keputusan Kapolri.”
Laboratorium Forensik POLRI merupakan salah satu sarana untuk
membantu penyelidikan dan penyidikan yang kewenangannya diatur dalam
UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Peranan laboratorium forensik sangat
penting dalam mengungkap kasus kejahatan melalui proses pemeriksaan
barang bukti. Untuk dapat mengetahui dan dapat membantu proses
penyidikan, maka dalam perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan
dan nyawa manusia diperlukan pengetahuan khusus, yaitu ilmu kedokteran

1
kehakiman (istilah lain sering dipakai: ilmu kedokteran forensik, forensic
medicine, legal medicine dan medical jurisprudence) (Rachmad, 2019).
Kasus tindak pidana pada dasarnya memiliki 3 bukti segitiga (triangle
evidence) yang merupakan sumber pembuktian untuk mengungkap tindak
pidana, yaitu:
a. Tempat Kejadian Perkara (TKP), yaitu tempat kejadian perkara yang
berupa tempat terjadinya kejahatan, pelanggaran, maupun kecelakaan
lalu lintas dan merupakan bahan penting sebagai sumber penyidikan
perkara pidana.
b. Korban adalah korban kejahatan merupakan orang yang dirugikan baik
secara fisik maupun materi oleh pelaku kejahatan seperti korban
manusia yang masih hidup atau meninggal dunia.
c. Barang bukti adalah bekas-bekas darah, alat yang dipakai pelaku /
tersangka seperti kelongsong peluru, pisau atau sidik jari dan
sebagainya (H.S Brahmana, 2014).
Oleh karena itu, tidak semua kejahatan dapat diketahui dan diungkap
melalui keterangan saksi dan tersangka atau terdakwa saja, tetapi barang bukti
juga dapat memberi petunjuk atau keterangan atas suatu tindak kejahatan
yang telah terjadi. Hal ini karena hasil pemeriksaan barang bukti dari
laboratorium forensik menghasilkan tiga alat bukti dari lima alat bukti yang
sah berdasarkan Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu
keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan petunjuk serta keterangan
terdakwa.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk membahas dan
“Pemeriksaan Laboratorium Forensik”.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Laboratorium forensik berkaitan dengan pemeriksaan barang-
barangberupa bukti fisik berhubungan dengan tempat kejadian perkara,
korban dantersangka. Nantinya penemuan yang didapat dari laboratorium
ini digunakanuntuk menunjang proses hukum (Kiely, 2022).
Suatu pemeriksaan yang dikerjakan di laboratorium ilmu forensik
dengan teknik yang mudah dilakukan, menggunakan alat dan reagen yang
murah dan mudah didapat namun memberi nilai manfaat yang
besar dan cepat mendapatkan hasil. Pemeriksaan ini disebut pula
sebagai “bedside test laboratorium” karena dilakukan selama kegiatan
otopsi berlangsung secara simultan hasil yang didapatkan sebagai
pemandu arah otopsi menuju ke suatu sebab kematian (Abrahan, 2012).

2.2. Peran Dokter Ahli Laboratorium Forensik


Dokter dalam hal ini adalah dokter ahli Laboratorium Forensik dapat
memberikan bantuannya dalam hubungannya dengan proses peradilan
dalam hal:
a. Pemeriksaan di tempat kejadian perkara. Pada umumnya diminta oleh
penyidik atau pengadilan dalam hal mengungkap sebab‐sebab
terjadinya tindak pidana. Pemeriksaan oleh ahli forensik sangat
penting dalam hal menentukan sebab‐sebab terjadinya tindak pidana,
dalam kaitan ini dokter akan membuat laporan berita acara pemeriksan
laboratoris kriminalistik.
b. Pemeriksaan barang bukti
c. Memberikan kesaksian dalam sidang pengadilan, dalam hal ini apa
yang diucapkan olehnya (ahli forensik) akan dikategorikan sebagai
keterangan ahli) (Rachmad, 2019).

3
2.3. Kewenangan Formal Laboratorium Forensik
Dalam pelaksaan tugas pokok, fungsi dan peran laboratorium forensik
Polri selama ini antara lain didasarkan kepada :
a. UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
b. UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI
c. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1173 / Menkes / SK / X /
1998tentang Penunjukan Laboratorium pemeriksa Narkoba dan
Psikotropika.
d. Surat Edaran Jaksa Agung RI No. 5 / KRI / 2589 perihal penunjukan
Labkrim Polri untuk pemeriksa tulisan.
e. Surat Ketua Mahkamah Agung RI No. 808 / XII / 1983 perihal
penunjukan Labkrim Polri sebagai pemeriksa barang bukti kasus kasus
pidana umum.
f. Surat edaran Jaksa Agung RI No. SE / 003/SA/2/1984 tentang
keterangan ahli mengenai tanda tangan dan tulisan sebagai alat bukti.
g. Peraturan KaPolri nomor 21 tahun 2010 tentang susunan organisasi
dan tata kerja sat ker Mabes Polri.
h. Peraturan KaPolri nomor 10 tahun 2009 tentang tata cara permintaan
bantuan kepada Labfor PolrI (Rachmad,2019).

2.4. Pemeriksaan Laboratorium Forensik Sederhana


a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan bercak darah merupakan salah satu pemeriksaan yang
paling sering dilakukan pada laboratorium forensik. Karena darah
mudah sekali tercecer pada hampir semua bentuk tindakan kekerasan,
penyelidikan terhadap bercak darah ini sangat berguna untuk
mengungkapkan suatu tindakan kriminil. Pemeriksaan darah pada
forensik sebenarnya bertujuan untuk membantu identifikasi pemilik
darah tersebut (Savino, 2005).

4
Sebelum dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap, terlebih
dahulu kita harus dapat memastikan apakah bercak berwarna merah
itudarah. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan guna menentukan:
- Bercak tersebut benar darah
- Darah dari manusia atau hewan
- Golongan darahnya, bila darah tersebut benar dari manusia
(Savino, 2005).
1. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologik sel-sel darah
merah. Cara ini tidak dapat dilakukan bila telah terjadi kerusakan pada
sel-sel darah tersebut. Darah yang masih basah atau baru mengering
ditaruh pada kaca obyek dan ditambahkan 1 tetes larutan garam faal,
kemudian ditutup dengan kaca penutup. Cara lain adalah dengan
membuat sediaan apus dengan pewarnaan Wright atau Giemsa. Dari
kedua sediaan tersebut dapat dilihat bentuk dan inti sel darah merah.
Pemeriksaan mikroskopik terhadap kedua sediaan tersebut hanya dapat
menentukan kelas dan bukan spesies darah tersebut. Kelas mamalia
mempunyai sel darah berbentuk cakram dan tidak berinti, sedangkan
kelas-kelas lainnya berbentuk oval/elips dan berinti. Dari
kelas mamalia, genus Cannelidae (golongan unta) merupakan
perkeculian dengan sel darah merah berbentuk oval/elips tidak berinti
(Budiyanto, 1997).
2. Pemeriksaan kimiawi
Cara ini digunakan bila ternyata sel darah merah sudah dalam keadaan
rusak sehingga pemeriksaan mikroskopik tidak bermanfaat lagi.
1) Pemeriksaan penyaring darah
Prinsip pemeriksaan penyaring adalah :

5
• Reaksi Benzidine
Dulu Benzidine test pada forensik banyak dilakukan oleh
Adlers (1904). Tes Benzidine atau Test Adler lebih sering
digunakan dibandingkan dengan tes tunggal pada identifikasi
darah lainnya. Karena merupakan pemeriksaan yang paling
baik yang telah lama dilakukan. Pemeriksaan ini sederhana,
sangat sensitif dan cukup bermakna. Jika ternyata hasilnya
negatif maka dianggap tidak perlu untuk melakukan
pemeriksaan lainnya (Budiyanto, 1997).
Cara pemeriksaan reaksi Benzidin adalah sepotong kertas
saring digosokkan pada bercak yang dicurigai kemudian
diteteskan 1 tetes H202 20% dan 1 tetes reagen Benzidin. Hasil
positif pada reaksi benzidine adalah bila timbul warna biru
gelap pada kertas saring (Budiyanto, 1997).
• Reaksi Fenoftalin
Untuk tes yang menggunakan fenoftalein, diperlukan pula
etanol dan hydrogen peroksida setelah pengambilan sampel,
kertas saring ditetesi fenoftalein sejumlah satu tetes. Kemudian
secara berurutan diteteskan setetes etanol dan setetes
hydrogenperoksida. Hasil positif akan muncul berupa merah
muda keunguan (Budiyanto, 1997).
2) Pemeriksaan penentu darah
Pemeriksaan penentu darah berdasarkan terdapatnya pigmen /
Kristal hematin (hemin) dan hemokhromogen. Pemeriksaan
yang biasa digunakan adalah reaksi Teichman dan reaksi
Wagenaar (Budiyanto, 1997).
• Reaksi Teichman
Pertama kali dilakukan oleh Teicmann (1853). Test
diawali dengan memanaskan darah yang kering dengan
asam asetatglacial dan chloride untuk membentuk
derivate hematin. Kristal yang terbentuk kemudian

6
diamati di bawah mikroskop, biasanya Kristal muncul
dalam bentuk belah-belah ketupat danberwarna coklat
(Budiyanto, 1997).
Cara pemeriksaan adalah seujung jarum bercak
kering diletakkan pada kaca obyek tambahkan 1 butir
kristal NaCLdan 1 tetes asam asetat glacial, tutup
dengan kaca penutup dan di panaskan . Hasil positif
dinyatakan dengan tampaknya Kristal hemin HCL yang
berbentuk batang berwarna coklat yang terlihat dengan
mikroskopik (Budiyanto, 1997).
• Reaksi Wagenaar
Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca
obyek, letakkan juga sebutir pasir, lalu tutup dengan
kaca penutup sehingga antara kaca obyek dan kaca
penutup terdapat celah untuk penguapan zat. Pada satu
sisi diteteskan aceton dan padasisi berlawanan
diteteskan HCl encer, kemudian dipanaskan. Hasil
positif bila terlihat Kristal aceton-hemin berbentuk
batang berwarna coklat. Hasil positif pada
pemeriksaan penentuan darah memastikan bahwa
bercak adalah darah. Hasil yang negative selain
menyatakan bahwa bercak tersebut bukan bercak darah,
juga dapat dijumpai pada pemeriksaan terhadap bercak
darah yang struktur kimiawinya telah rusak misalnya
bercak darah yang sudah lama sekali, terbakar dan
sebagainya (Spalding, 2000).
3. Pemeriksaan Serologi
1) Pemeriksaan spesiman
• Test Prespitin Cincin
Test Presipitin Cincin menggunakan metode pemusingan
sederhana antara dua cairan didalam tube. Dua cairan tersebut

7
adalah antiserum dan ekstrak dari bercak darah yang diminta
untuk diperiksa. Cara pemeriksaannya adalah anti serum
ditempatkan pada tabung kecil dan sebagian kecil ekstrak
bercak darah ditempatkan secara hati-hati pada bagian tepi anti
serum. Biarkan pada temperatur ruang kurang lebih 1,5 jam.
Pemisahan antara antigen dan antibody akan mulai berdifusi ke
lapisan lainpada perbatasan kedua cairan. Hasilnya adalah akan
terdapat lapisan tipis endapan atau precipitate pada bagian
antara dua larutan. Pada kasus bercak darah yang bukan dari
manusia maka tidak akan muncul reaksi apapun (Budiyanto,
1997).
• Reaksi prespitisin dalam agar
Cara pemeriksaannya adalah gelas obyek dibersihkan dengan
spiritus sampai bebas lemak, dilapisi dengan selapis tipis agar
buffer. Setelah agak mengeras, dibuat lubang pada agar dengan
diameter kurang lebih 2 mm, yang dikelilingi oleh lubang-
lubang sejenis. Masukkan serum anti-globulin manusia
kelubang di tengah dan ekstrak darah dengan berbagai derajat
pengenceran di lubang-lubang sekitarnya. Letakkan gelas
obyek ini dalam ruang lembab (moist chamber) pada
temperature ruang selama satu malam. Hasilnya adalah
hasil positif memberikan presipitum jernih pada perbatasan
lubang tengah dan lubang tepi. Pembuatan agar buffer: 1 gram
agar; 50 ml larutan buffer Veronal pH 8.6; 50 ml aqua dest;
100 mg. Sodium Azide. Kesemuanya dimasukkan ke dalam
labu Erlenmeyer, tempatkan dalam penangas air mendidih
sampai terbentuk agarcair. Larutan ini disimpan dalam lemari
es, yang bila akan digunakan dapat dicairkan kembali dengan
menempatkan labudi dalam air mendidih. Untuk melapisi gelas
obyek, diperlukan kurang lebih 3 ml agar cair yang dituangkan
ke atasnya dengan menggunakan pipet (Budiyanto, 1997).

8
2) Penentu golongan darah
Setelah dipastikan bahwa bercak darah tersebut adalah milik
manusia, maka langkah selanjutnya adalah menentukan
golongan darah bercak tersebut. Pemeriksaan golongan darah
pada bercak darah yang sudah kering dilakukan dengan metode
Absorpsi-elusi. Antiserum diteteskan pada bercak darah,
biarkan beberapa saat agar antibody bereaksi mengikat antigen.
Kemudian serum yang tidak bereaksi dicuci supaya antibodi
dapat dihilangkan. Panaskan dalam temperatur 550 agar ikatan
antibodi dengan antigen terlepas (elusi). Terakhir, antibody
yang terlepas ditambahkan dengan sel darah merah yang telah
diketahui golongan darahnya.Tes ini sulit, tes ini dimungkinkan
oleh karena antigen yang terdapat pada permukaan sel tetap
utuh walaupun sel-selnya telah hancur. Dengan demikian
penentuan golongan darah dalam tubuh ini dilakukan secara
tidak langsung (Budiyanto, 1997).
b. Pemeriksaan cairan mani (semen)
Cairan mani merupakan cairan agak putih kekuningan, keruh dan
berbau khas. Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat
enzim proteolitik menjadi cair dalam waktu yang singkat (10 – 20
menit). Dalam keadaan normal, volume cairan mani 3 – 5 ml pada 1
kali ejakulasi dengan pH 7,2 – 7,6 (Bevel, 2002).
Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel epitel dan sel-sel
lain yang tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang
mengandung spermion dan beberapa enzim sepertri fosfatase asam.
Spermatozoa mempunyai bentuk yang khas untuk spesies tertentu
dengan jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60 sampai 120 juta per
ml (Bevel, 2002).
Sperma itu sendiri didalam liang vagina masih dapat bergerak
dalam waktu 4 – 5 jam post-coitus; sperma masih dapat ditemukan
tidak bergerak sampai sekitar 24-36 jam post coital dan bila wanitanya

9
mati masih akan dapat ditemukan 7-8 hari. Pemeriksaan cairan mani
dapat digunakan untuk membuktikan :
- Adanya persetubuhan melalui penentuan adanya cairan mani
dalam labia minor atau vagina yang diambil dari forniks
posterior
- Adanya ejakulasi pada persetubuhan atau perbuatan cabul
melalui penentuan adanya cairan mani pada pakaian, seprai,
kertas tissue, dsb
Teknik Pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk
pemeriksaan cairan mani dan sel mani dalam lendir vagina, yaitu
dengan mengambil lendir vagina menggunakan pipet pasteur atau
diambil dengan ose batang gelas, atau swab. Bahan diambil dari
forniks posterior, bila mungkin dengan spekulum. Pada anak-anak
atau bila selaput darah masihutuh, pengambilan bahan sebaiknya
dibatasi dari vestibulum saja (Bevel, 2002).
1. Pemeriksaan untuk menentukan adanya sperma
Metode tanpa pewarnaan
Untuk melihat motilitas spermatozoa. Pemeriksaan ini
paling bermakna untuk memperkirakan saat terjadinya
persetubuhan. Cara pemeriksaan :
Letakkan satu tetes cairan vagina pada kaca objek
kemudian ditutup. Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran
500 kali (Bevel, 2002).
Perhatikan pergerakkan spermatozoa.
Hasil :
Umumnya disepakati dalam 2 – 3 jam setelah persetubuhan
masih dapat ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina.
Haid akan memperpanjang waktu ini sampai 3 – 4 jam.
Berdasarkan beberapa penelitian, dapat disimpulkan bahwa
spermatozoa masih dapat ditemukan 3 hari, kadang – kadang
sampai 6 hari pasca persetubuhan. Pada orang mati, spermatozoa

10
masih dapat ditemukan hingga 2 minggu pasca persetubuhan,
bahkan mungkin lebih lama lagi (Bevel, 2002).
Metode dengan pewarnaan
Cara pemeriksaan :
Buat sediaan apus dan fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan
apus tersebut pada nyala api. Pulas dengan HE, biru metilen atau
hijau malakit. Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk
kepentingan forensik adalah pulasan dengan hijau malakit
dengan prosedur sebagian berikut :
- Buat sediaan apus dari cairan vaginal pada gelas objek,
keringkan diudara.
- Fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut
padanyala api-Warnai dengan Malachite-green 1% dalam
air, tunggu 10-15menit
- Cuci dengan air, warnai dengan larutan Eosin Yellowish
1% dalam air, tunggu selama 1 menit
- Cuci lagi dengan air, keringkan dan periksa dibawah
mikroskop
Hasil :
Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit
tidak terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan
leukosit tidak terwarnai. Kepala spermatozoa tampak merah dan
lehernya merah muda, ekornya berwarna hijau. Bila persetubuhan
tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada ejakulat
karena kemungkinan azoosperma atau pasca vasektomi. Bila hal ini
terjadi, maka perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam cairan
vagina (Bevel, 2002).
2. Penentuan cairan mani (kimiawi)
Untuk membuktikan adanya cairan mani dalam sekret vagina, perlu
dideteksi adanya zat-zat yang banyak terdapat dalam cairan mani
dengan pemeriksaan laboratorium berikut (Budiyanto, 1997).

11
1) Pemeriksaan untuk menentukan adanya asam folate
Merupakan tes penyaring adanya cairan mani, menentukan
apakah bercak tersebut adalah bercak mani atau bukan, sehingga
harus selalu dilakukan pada setiap sampel yang diduga cairan
mani sebelum dilakukan pemeriksaan lain. Reaksi fosfatase
asam dilakukan bila pada pemeriksaan tidak ditemukan sel
spermatozoa Tes ini tidak spesifik, hasil positif semu dapat
terjadi pada feses, airteh, kontrasepsi, sari buah dan tumbuh-
tumbuhan (Budiyanto, 1997).
Adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang
dihasilkan oleh kelenjar prostat. Enzim fosfatase asam
menghidrolisis natrium alfa naftil fosfat. Alfa naftol yang telah
dibebaskan akan bereaksi dengan brentamin menghasilkan zat
warna azo yang berwarna biru ungu. Bahan pemeriksaan yang
digunakan adalah cairan vagina (Budiyanto, 1997).
Larutan A
1) Brentamin Fast Blue B 1 g
2) Natrium asetat trihidrat 20 g
3) Asam asetat glasial 10 ml
4) Askuades 100 ml
Reagen (2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan
larutan penyangga dengan pH 5, kemudian (1) dilarutkan dalam
larutan peyangga tersebut (Budiyanto, 1997).
Larutan B
Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + aquades 10 ml.
Sebanyak 89 ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu
saringcepat ke dalam botol yang berwarna gelap. Jika disimpan
dilemaries, reagen ini dapat bertahan berminggu-minggu dan
adanyaendapan tidak akan mengganggu reaksi (Budiyanto,
1997).

12
Cara pemeriksaan :
Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang
terlebih dahulu dibasahi dengan aquades selama beberapa menit.
Kemudian kertas saring diangkat dan disemprotkan / diteteskan
dengan reagen. Ditentukan waktu reaksi dari saat penyemprotan
sampai timbul warna ungu, karena intensitas warna maksimal
tercapai secara berangsur-angsur (Budiyanto, 1997).
Hasil :
Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberikan
warna serentak dengan intensitas tetap, sedangkan bercak yang
mengandung enzim tersebut memberikan intensitas warna
secara berangsur-angsur. Waktu reaksi 30 detik merupakan
indikasi kuatadanya cairan mani. Bila 30 – 65 detik, masih perlu
dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforesis. Waktu reaksi > 65
detik, belum dapat menyatakan sepenuhnya tidak terdapat cairan
mani karena pernah ditemukan waktu reaksi > 65 detik tetapi
spermatozoa positif (Budiyanto, 1997).
Enzim fosfatase asam yang terdapat di dalam vagina
memberikan waktu reaksi rata-rata 90 – 100 detik. Kehamilan,
adanya bakteri-bakteri dan jamur, dapat mempercepat waktu
reaksi (Budiyanto, 1997).
2) Pemeriksaan untuk menentukan adanya Kristal kholin
Bahan pemeriksaan : cairan vaginal
Metode :
• Florence
• Cairan vaginal ditetesi larutan yodium
• Kristal yang berbentuk terlihat di bawah mikroskop
Bila pada cairan vagina terdapat kristal-kristal kholin
yang periodida tampak berbentuk jarum-jarum yang berwarna
coklat (Budiyanto, 1997).

13
c. Pemeriksaan rambut
Rambut manusia berbeda dengan rambut hewan pada sifat-sifat
lapisan sisik (kutikula), gambaran korteks dan medula rambut.
Kutikula merupakan lapisan paling luar dari rambut, di bawahnya
terletak korteks yang terdiri dari gabungan serabut-serabut dengan
pigmen. Di tempat yang paling dalam/ tengah, terdapat medula yang
mengandung pigmen dalam jumlah terbanyak. Rambut manusia
memiliki diameter sekitar 50-150 mikron dengan bentuk kutikula yang
pipih, sedangkan rambut hewan memiliki diameter kurang dari 25
mikron atau lebih dari 300 mikron dengan kutikula yang kasar atau
menonjol (Budiyanto, 1997).
Pigmen pada rambut manusia sedikit dan terpisah-pisah sedangkan
pada hewan padat dan tidak terpisah. Perbandingan diameter rambut
hewan dengan diameter rambut manusia, indeks medula rambut
manusia adalah 1:3, sedangkan indeks medula rambut hewan adalah
1:2 atau lebihbesar. Pemeriksaan indeks medulla merupakan
pemeriksaan terpenting untuk membedakan rambut manusia dari
rambut hewan (Budiyanto, 1997).
Berdasarkan asal tumbuhnya, rambut manusia dibedakan atas
rambut kepala; alis, bulu mata dan bulu hidung; kumis dan jenggot;
rambut badan; rambut ketiak dan rambut kemaluan. Umumnya tidak
terdapat perbedaan yang jelas antara jenis-jenis rambut tersebut di atas
(Budiyanto, 1997).
Rambut kepala umumnya kasar, lemas, lurus/ ikal/ keriting dan
panjang dengan penampang melintang yang berbentuk bulat (pada
rambut yang lurus), oval atau elips (pada rambut ikal/ keriting). Alis,
bulu mata dan bulu hidung umumnya relatif kasar, kadang-kadang
kaku dan pendek. Rambut kemaluan dan rambut ketiak lebih kasar
sedangkan rambut badanhalus dan pendek (Budiyanto, 1997).

14
Pemeriksaan mikroskopik rambut utuh akan memperlihatkan akar,
bagian tengah dan ujung yang lengkap. Pada rambut yang tercabut,
rambut akan terlihat utuh disertai dengan jaringan kulit. Sebaliknya
rambut yang lepas sendiri mempunyai akar yang mengerut tanpa
jaringan kulit. Rambut yang terpotong benda tajam, dengan mikroskop
terlihat terpotong rata, sedangkan akibat benda tumpul akan terlihat
terputus tidak rata (Budiyanto, 1997).
Panjang rambut kepala kadang-kadang dapat memberi petunjuk
jenis kelamin. Tetapi untuk menentukan jenis kelamin yang pasti,
harus dilakukan pemeriksaan terhadap sel-sel sarung akar rambut
dengan larutan orcein. Pada rambut wanita dapat ditemukan adanya
kromatin seks pada inti sel-sel tersebut. Perkiraan umur berdasarkan
pemeriksaan keadaan pigmen pada rambut sukar sekali dilakukan.
Umumnya dapat dikatakan, bahwa bila usia bertambah maka rambut
akan rontok. Rontoknya rambut pada pria umumnya terjadi pada
dekade kedua atau ketiga, sedangkan pada wanita sering terjadi
rontoknya rambut ketiak dan pertumbuhan rambut pada wajah pada
saat menopouse. Rambut ketiak dan rambut kemaluan akan tumbuh
pada usia pubertas (Budiyanto, 1997).
Rambut, baik rambut kepala ataupun kelamin, merupakan bagian
tubuh manusia yang dapat memberikan banyak informasi bagi
kepentingan peradilan, antara lain tentang :
- saat korban meninggal dunia
- sebab kematian-jenis kejahatan
- identitas korban
- identitas pelaku-benda/ senjata yang digunakan (Budiyanto,
1997).

15
d. Pemeriksaan air liur
Air liur merupakan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar liur. Air
liur(saliva) terdiri dari air, enzim alfa amilase (ptialin), protein, lipid,
ion-ionanorganik seperti tiosianat, klorida dan lain – lain (Spalding,
2000).

Dalam bidang kedokteran forensik, pemeriksaan air liur penting


untuk kasus-kasus dengan jejas gigitan untuk menentukan golongan
darah pengigitnya. Golongan darah penggigit yang termasuk dalam
golongan sekretor dapat ditentukan dengan cara absorpsi inhibisi
(Spalding, 2000).
Reagen yang digunakan yaitu anti A dan anti B dapat diperoleh
dari laboratorium transfusi darah PMI, demikian pula dengan anti H.
Anti H dapat dibuat dari biji-biji Ulex europaeus yang digerus dalam
mortir. Tiap 1 g biji-bijian ditambahkan 10 ml salin. Kemudian
campuran tadi dikocok dengan mesin pengocok selam 1 jam dan
dipusing selama 5 menit dengan kecepatan 3000 RPM. Cairan
supernatan disaring dan dapat segera dipergunakan.Untuk pemeriksaan
perlu dilakukan kontrol dengan air liur yang telah diketahui golongan
sekretor atau non secretor (Spalding, 2000).
Cara absorpsi inhibisi :
Basahkan bercak liur dengan 0,5 ml salin, kemudian peras dan
tempatkan air liur atau ekstrak air liur dalam salin tadi ke dalam tabung
reaksi, lalu panaskan dalam air mendidih selama 10 menit. Pusing dan
ambil supernatant, bila mau dimpan maka simpan pada suhu 20 ̊C.
Dalam tabung reaksi 1 vol air liur ditambahkan 1 vol antiserum.
Campuran tersebut didiamkan selama 30 menit pada suhu ruang untuk
proses absopsi (Spalding, 2000).
Selama menunggu, tentukan titer anti A, anti B dan anti H yang
digunakan. Setelah 30 menit berlalu, pada campuran tersebut

16
ditentukan titer anti A, anti B dan anti H dengan cara yang sama
(Spalding, 2000).
SDM yang digunakan adalah suspensi 4 % yang berumur kurang
dari 24 jam. Bandingkan titer antisera yang digunakan dengan titer
campuran antiserum + air liur. Hasil positif bila titer berkurang lebih
dari 2 kali (Spalding, 2000).

17
BAB
III
PENUTUP

Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut.


a. Pemeriksaan Laboratorium Forensik mencakup bidang yang sangat luas
yaitu mencakup pemeriksaan terhadap cairan tubuh berupa darah dan air
mani, rambut dan kuku.
b. Hasil interpretasi dari berbagai macam pemeriksaan laboratorium ataupun
pelaku akan membantu mengungkapkan sebab kematian.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abdussalam. 2006. Buku Pintar Forensik (Pembuktian Ilmiah). Jakarta: Restu


Agung
Abraham, Rahman AS, Bambang, Salim HB, et al. 2012. Ilmu Kedokteran
Forensik, Pemeriksaan Laboratorium Sederhana, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro Semarang, Cetakan II
Bevel, Ross M. 2002. Gardner, Bloodstain Patern Analysis, Second Edition,
United State of America.
Budiyanto A, Widiatmo W, Sudiono S, Winardi T, Mun’im A Sidhi, Hertian S,
et al. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. 1st ed. Jakarta: Bagian Kedokteran
Forensik
H.S. Brahmana. 2014. Kriminalistik dan Hukum Pembuktian. Langsa: LKBH
Fakultas Hukum Universitas Samudra
Kiely, Terrence F. 2022. Forensic Evidence Science and the Criminal Law,
Science,Forensic Science and Evidence, 20022
Rachmad Andi. 2019. Peranan Laboratorium Forensik Dalam Mengungkap
Tindak Pidana Pada Tingkat Penyidikan. Jurnal Hukum. Vol 14 (1).
Viewed on 29 Maret 2022. From : https://ejurnalunsam.id/
Savino, Brent E. Turvey. 2005. Rape Investigation Handbook, USA : Elseviere
academic Press
Spalding, Robert P. 2000. Identifiction and Characterization Blood and
Bloodstain. In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An
Introduction to Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton: CRC
Press LLC

19

Anda mungkin juga menyukai