Anda di halaman 1dari 31

BAGIAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL REFERAT

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER APRIL 2023


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LABORATORIUM FORENSIK

Disusun Oleh:
Julian Prayogi
11120202146

Dokter Pendidik Klinik


dr. Denny Mathius, M.Kes, Sp.F

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Julian Prayogi

NIM : 111 2020 2146

Judul : Laboratorium Forensik

Telah menyelesaikan tugas Referat dan telah disetujui serta telah

dibacakan dihadapan Dokter Pendidik Klinik dalam rangka kepaniteraan

klinik pada bagian Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran

Universitas Muslim Indonesia.

Menyetujui, Makassar, April 2023

Dokter Pendidik Klinik, Penulis,

dr. Denny Mathius, M.Kes, Sp.F Julian Prayogi

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala


atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat ini dengan judul “Laboratorium Forensik”
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan kepaniteraan klinik di
Bagian Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Muslim Indonesia.
Keberhasilan penyusunan referat ini adalah berkat bimbingan,
arahan, serta bantuan dari berbagai pihak yang telah diterima penulis
sehingga segala tantangan dan rintangan yang dihadapi selama
penyusunan ini dapat terselesaikan dengan baik. Serta tak lupa penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian tulisan ini, khususnya kepada dr. Denny Mathius,
M.Kes, Sp.F sebagai Dokter Pendidik Klinik saya. Semoga amal budi
baik dari semua pihak mendapatkan pahala dan rahmat yang melimpah
dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Sebagai manusia biasa penulis menyadari sepenuhnya bahwa
penulisan referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk saran dan kritik
yang sifatnya membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan demi
penyempurnan referat ini. Akhirnya penulis berharap sehingga dapat
memberikan manfaat bagi pembaca.
Aamiin ya robbal alamin.
Makassar, April 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

SAMPUL ...................................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................ii

KATA PENGANTAR.................................................................................iii

DAFTAR ISI...............................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Pendahuluan.................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi.........................................................................................4

2.2. Kewenangan Formal Laboratorium Forensik...............................4

2.3 Bidang Dalam Laboratorium Forensik..........................................5

2.4 Pemeriksaan Laboratorium Forensik Terhadap Berbagai Macam

barang Bukti..................................................................................7

1. Pemeriksaan Darah..................................................................7

2. Pemeriksaan Cairan Mani........................................................14

3. Pemeriksaan Rambut...............................................................20

4. Pemeriksaan Air Liur................................................................23

BAB III KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan...................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................26

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Dalam menghadapi kasus tindak pidana yang tidak didukung

dengan minimal dua alat bukti sah, aparat penegak hukum sulit

membuktikan bersalah atau tidaknya tersangka/terdakwa. Pada

zaman dahulu, apabila aparat penegak hukum menemukan kasus

tindak pidana yang tidak didukung dengan alat bukti sah namun warga

mencurigai atau menuduh seseorang sebagai pelaku tindak pidana

tersebut, maka aparat penegak hukum akan mengutamakan pengakuan

tersangka/terdakwa. Dalam mendapatkan alat bukti tersebut, aparat

penegak hukum mengambil jalan pintas dengan melakukan penganiayaan

dan penyiksaan kepada tersangka/terdakwa dengan memaksa untuk

mengaku telah melakukan perbuatan pidana.

Proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana pada masa

sekarang telah banyak mengalami kemajuan dengan adanya

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang modern. Salah

satu dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap

penyelidika dan penyidikan tindak pidana adalah dengan dibangunnya

laboratorium forensik.

Penjelasan mengenai laboratorium forensik Polri diatur pada

Pasal 1 angka 2 Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2009 tentang Tata

Cara dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik

Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik Barang

1
Bukti Kepada Laboratorium Forensik Kepolisian Negara Republik

Indonesia, yang berbunyi:

“Laboratorium Forensik Polri adalah satuan kerja Polri meliputi

Pusat Laboratorium Forensik dan Laboratorium Forensik Cabang

yang bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi laboratorium

Forensik/Kriminalistik dalam rangka mendukung penyidikan yang

dilakukan oleh Satuan Kewilayahan, dengan pembagian wilayah

pelayanan (area service) sebagaimana ditentukan dengan Keputusan

Kapolri.”

Laboratorium Forensik POLRI merupakan salah satu sarana

untuk membantu penyelidikan dan penyidikan yang kewenangannya

diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Peranan

laboratorium forensik sangat penting dalam mengungkap kasus kejahatan

melalui proses pemeriksaan barang bukti. Untuk dapat mengetahui

dan dapat membantu proses penyidikan, maka dalam perkara pidana

yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia diperlukan

pengetahuan khusus, yaitu ilmu kedokteran kehakiman (istilah lain

sering dipakai: ilmu kedokteran forensik, forensic medicine, legal medicine

dan medical jurisprudence).

Kasus tindak pidana pada dasarnya memiliki 3 bukti segitiga

(triangle evidence) yang merupakan sumber pembuktian untuk

mengungkap tindak pidana, yaitu:

2
a. Tempat Kejadian Perkara (TKP), yaitu tempat kejadian perkara

yang berupa tempat terjadinya kejahatan, pelanggaran, maupun

kecelakaan lalu lintas dan merupakan bahan penting sebagai

sumber penyidikan perkara pidana.

b. Korban adalah korban kejahatan merupakan orang yang

dirugikan baik secara fisik maupun materi oleh pelaku kejahatan

seperti korban manusia yang masih hidup atau meninggal dunia.

c. Barang bukti adalah bekas-bekas darah, alat yang dipakai

pelaku / tersangka seperti kelongsong peluru, pisau atau sidik jari

dan sebagainya.

Oleh karena itu, tidak semua kejahatan dapat diketahui dan

diungkap melalui keterangan saksi dan tersangka atau terdakwa saja,

tetapi barang bukti juga dapat memberi petunjuk atau keterangan atas

suatu tindak kejahatan yang telah terjadi. Hal ini karena hasil pemeriksaan

barang bukti dari laboratorium forensik menghasilkan tiga alat bukti dari

lima alat bukti yang sah berdasarkan Pasal 184 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat,

dan petunjuk serta keterangan terdakwa.1

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pemeriksaan laboratorium forensik merupakan pemeriksaan

laboratorium yang mengaplikasikan ilmu pengetahuan untuk menemukan

kebenaran materiil. Laboratorium Forensik yaitu sebagai saksi ahli,

diperlukan dalam setiap tahap pemeriksaan perkara yang erat tujuannya

dengan upaya pembuktian perkara yang bersangkutan, dan pada akhirnya

pembuktian tersebut harus dilakukan di depan persidangan. Dalam

kaitannya dengan pembuktian perkara pidana, maka secara umum

peranan keterangan ahli dapat diberikan dua bentuk, yang pertama

adalah keterangan tertulis yang lazim disebut Visum et Repertum dan

keterangan ahli (hasil penelitian laboratorium). 1

2.2 Kewenangan Formal Laboratorium Forensik

a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana

Laboratorium Forensik dibentuk untuk membantu mencari dan

mengumpulkan bukti dalam proses penyidikan ayat seperti yang

tercantum dalam pasal 7 (1) huruf h Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Menyebutkan bahwa

Mendatangkan Orang ahli yang diperlukan dalam terlibat dengan

perkara hukum.1

4
b. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Kepolisian Negara

RI

Peran dan fungsi Laboratorium Forensik berdasarkan undang-

undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia yaitu Pasal 14 ayat 1 huruf H “Menyelenggarakan

identifikasi kepolisian, Kedokteran Kepolisian, Laboratorium Forensik

dan Psikologi Kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian..”

Rumusan tugas pada Pasal di atas merupakan dasar bagi

penyelenggaraan fungsi teknis kriminalistik/forensik pemeriksaan

laboratorium yang meliputi kimia, narkotika, tosikologi, biologi, fisika,

balistik, metalurgi, dan dokumen serta uang palsu forensik. 1

2.3 Bidang Dalam Laboratorium Forensik

a. Bidang Dokumen dan Uang Palsu Forensik (Biddokupalfor) yang

bertugas menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan teknis

kriminalistik TKP dan pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang

bukti dokumen (tulisan tangan, tulisan ketik, dan tanda tangan),

uang palsu (uang kertas RI, uang kertas asing, dan uang logam)

dan produk cetak (produk cetak konvensional, produk cetak digital,

dan cakram optik) serta memberikan pelayanan umum forensik

kriminalistik.

b. Bidang Balistik dan Metalurgi Forensik (Bidbalmetfor) yang

bertugas menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan teknis

kriminalistik TKP dan pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang

5
bukti senjata api (senjata api, peluru dan selongsong peluru),

bahan peledak (bahan peledak, komponen-komponen bom, dan

bom pasca ledakan (post blast) dan metalurgi (bukti nomor seri,

kerusakan logam), dan kecelakaan konstruksi serta memberikan

pelayanan umum forensik kriminalistik.

c. Bidang Fisika dan Komputer Forensik (Bidfiskomfor) yang bertugas

menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan teknis kriminalistik TKP

dan pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang bukti uji

kebohongan (lie detector), jejak, radioaktif, konstruksi bangunan,

peralatan teknik, kebakaran/pembakaran, dan komputer (suara dan

gambar (audio/video), komputer dan telepon genggam (computer

and mobile phones), dan kejahatan jaringan internet/intranet (cyber

network) serta memberikan pelayanan umum forensik kriminalistik.

d. Bidang Kimia, Toksikologi, dan Biologi Forensik (Bidkimbiofor) yang

bertugas menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan teknis

kriminalistik TKP dan laboratoris kriminalistik barang bukti kimia

(bahan kimia yang belum diketahui (unknown material), dan bahan

kimia produk industri), biologi/serologi (serologi, biologi molecular,

dan bahan-bahan hayati) dan toksikologi atau lingkungan hidup

(toksikologi, mikroorganisme, dan pencemaran lingkungan hidup),

serta memberikan pelayanan umum forensik kriminalistik.

e. Bidang Narkotika, Psikotropika dan obat berbahaya forensik

(Bidnarkobafor) yang bertugas menyelenggarakan pelayanan

6
pemeriksaan teknis kriminalistik TKP dan pemeriksaan laboratoris

kriminalistik barang bukti narkotika (narkotika bahan alam, bahan

sintesa dan semi sintesa, dan cairan tubuh), psikotropika (bahan

dan sediaan psikotropika, laboratorium illegal (clandestine labs)

bahan psikotropika) dan obat (bahan kimia obat berbahaya, bahan

kimia adiktif dan prekursor), serta memberikan pelayanan umum

forensik kriminalistik.

2.4 Pemeriksaan Laboratorium Forensik Terhadap Berbagai Macam

Barang Bukti

1) Pemeriksaan darah

Darah adalah salah satu bukti fisik yang paling sering

ditemukan di tempat kejadian perkara. Tak jarang pula darah

tersebut melekat pada pakaian pelaku. Dalam melakukan tindak

kejahatan, pelaku pembunuhan biasanya akan membuang barang

bukti, seperti dibuang ke suatu tempat yang terpencil,

menguburnya dalam tanah, atau membuangnya ke sungai.

Tindakan ini dapat menkontaminasi bukti darah yang ada di

pakaian pelaku shingga terjadi perubahan warna. Pemeriksaan

bercak darah merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium

forensik. Karena darah sangat mudah menetes dan hampir semua

tindakan kriminal, penyelidikan terhadap bercak darah ini sangat

berguna untuk mengungkapkan suatu tindakan criminal. Untuk

7
dapat memperjelas bercak darah tersebut dibutuhkan pemeriksaan

yang bertahap.2

Pemeriksaan ini terdiri dari tes pendahuluan (presumptive

test), tes konfirmasi (confirmation test), dan pemeriksaan lanjutan.

Kedua tes ini hanya dibedakan oleh spesifitasnya dalam

mengidentifikasi cairan tubuh. Tes presumtif merupakan tes yang

bertujuan untuk mendeteksi bercak darah di tempat kejadian

perkara dengan melihat perubahan warna hasil reaksi hemoglobin

dengan reagen seperti luminol. Namun karena spesifitas yang

rendah, maka tes konfirmasi perlu dilakukan untuk memastikan

bercak tersebut merupakan bercak darah. 3

a) Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologik sel-sel

darah merah. Cara ini tidak dapat dilakukan bila telah terjadi

kerusakan pada sel-sel darah tersebut. Darah yang masih basah

atau baru mengering ditaruh pada kaca obyek dan ditambahkan 1

tetes larutan garam faal, kemudian ditutup dengan kaca penutup.

Cara lain adalah dengan membuat sediaan apus dengan

pewarnaan Wright atau Giemsa. Dari kedua sediaan tersebut dapat

dilihat bentuk dan inti sel darah merah. Pemeriksaan mikroskopik

terhadap kedua sediaan tersebut hanya dapat menentukan kelas

dan bukan spesies darah tersebut. Kelas mamalia mempunyai sel

darah berbentuk cakram dan tidak berinti, sedangkan kelas-kelas

8
lainnya berbentuk oval/elips dan berinti. Dari kelas mamalia, genus

Cannelidae (golongan unta) merupakan perkeculian dengan sel

darah merah berbentuk oval/elips tidak berinti. 4

b) Pemeriksaan kimiawi

Cara ini digunakan bila ternyata sel darah merah sudah dalam

keadaan rusak sehingga pemeriksaan mikroskopik tidak

bermanfaat lagi.4

1) Pemeriksaan penyaring darah

Prinsip pemeriksaan penyaring adalah

darah
H2O2 H2O + On

Reagen perubahan warna (teroksidasi)

 Reaksi Benzidine

Dulu Benzidine test pada forensik banyak dilakukan

oleh Adlers (1904). Tes Benzidine atau Test Adler lebih

sering digunakan dibandingkan dengan tes tunggal pada

identifikasi darah lainnya. Karena merupakan

pemeriksaan yang paling baik yang telah lama dilakukan.

Pemeriksaan ini sederhana, sangat sensitif dan cukup

bermakna. Jika ternyata hasilnya negatif maka dianggap

tidak perlu untuk melakukan pemeriksaan lainnya. 4,5

9
Cara pemeriksaan reaksi Benzidin adalah sepotong

kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai

kemudian diteteskan 1 tetes H202 20% dan 1 tetes

reagen Benzidin. Hasil positif pada reaksi benzidine

adalah bila timbul warna biru gelap pada kertas saring. 4,5

 Reaksi Fenoftalin

Untuk tes yang menggunakan fenoftalein, diperlukan

pula etanol dan hydrogen peroksida setelah

pengambilan sampel, kertas saring ditetesi fenoftalein

sejumlah satu tetes. Kemudian secara berurutan

diteteskan setetes etanol dan setetes hydrogen

peroksida. Hasil positif akan muncul berupa merah muda

keunguan.4

2) Pemeriksaan Penentuan darah

Pemeriksaan penentuan darah berdasarkan terdapatnya

pigmen/Kristal hematin (hemin) dan hemokhromogen.

Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah reaksi Teichman

dan reaksi Wagenaar.4

o Tes Teichmann merupakan salah satu tes konfirmasi bercak

darah pada pemeriksaan laboratorium forensik. Prinsip tes

ini ialah memanaskan bercak darah pada suhu 65oC yang

direaksikan dengan asam asetat glasial dan chloride untuk

membentuk derivat hematin yang disebut kristal hemin. Cara

10
pemeriksaan adalah seujung jarum bercak kering diletakkan

pada kaca obyek tambahkan 1 butir kristal NaCL dan 1 tetes

asam asetat glacial, tutup dengan kaca penutup dan

dipanaskan. Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya

Kristal hemin HCL yang berbentuk batang berwarna coklat

yang terlihat dengan mikroskopik.3,6

o Reaksi Wagenaar dilakukan dengan seujung jarum bercak

kering diletakkan pada kaca obyek, letakkan juga sebutir

pasir, lalu tutup dengan kaca penutup sehingga antara kaca

obyek dan kaca penutup terdapat celah untuk penguapan

zat. Pada satu sisi diteteskan aceton dan pada sisi

berlawanan diteteskan HCl encer, kemudian dipanaskan.

Hasil positif bila terlihat Kristal aceton-hemin berbentuk

batang berwarna coklat. Hasil positif pada pemeriksaan

penentuan darah memastikan bahwa bercak adalah darah.

Hasil yang negative selain menyatakan bahwa bercak

tersebut bukan bercak darah, juga dapat dijumpai pada

pemeriksaan terhadap bercak darah yang struktur

kimiawinya telah rusak misalnya bercak darah yang sudah

lama sekali, terbakar dan sebagainya. 4

c) Pemeriksaan serologik

1) Penentuan golongan darah

11
Setelah dipastikan bahwa bercak darah tersebut

adalah milik manusia, maka langkah selanjutnya adalah

menentukan golongan darah bercak tersebut. Pemeriksaan

golongan darah pada bercak darah yang sudah kering

dilakukan dengan metode Absorpsi-elusi. Antiserum

diteteskan pada bercak darah, biarkan beberapa saat agar

antibody bereaksi mengikat antigen. Kemudian serum yang

tidak bereaksi dicuci supaya antibodi dapat dihilangkan.

Panaskan dalam temperatur 550 agar ikatan antibodi

dengan antigen terlepas (elusi). Terakhir, antibody yang

terlepas ditambahkan dengan sel darah merah yang telah

diketahui golongan darahnya. Tes ini sulit, tes ini

dimungkinkan oleh karena antigen yang terdapat pada

permukaan sel tetap utuh walaupun sel-selnya telah hancur.

Dengan demikian penentuan golongan darah dalam tubuh

ini dilakukan secara tidak langsung.4

2) Penentuan spesies

 Test Presipitin Cincin

Test Presipitin Cincin menggunakan metode

pemusingan sederhana antara dua cairan didalam tube.

Dua cairan tersebut adalah antiserum dan ekstrak dari

bercak darah yang diminta untuk diperiksa. Cara

pemeriksaannya adalah antiserum ditempatkan pada

12
tabung kecil dan sebagian kecil ekstrak bercak darah

ditempatkan secara hati-hati pada bagian tepi antiserum.

Biarkan pada temperatur ruang kurang lebih 1,5 jam.

Pemisahan antara antigen dan antibody akan mulai

berdifusi ke lapisan lain pada perbatasan kedua cairan.

Hasilnya adalah akan terdapat lapisan tipis endapan atau

precipitate pada bagian antara dua larutan. Pada kasus

bercak darah yang bukan dari manusia maka tidak akan

muncul reaksi apapun.4

 Reaksi presipitasi dalam agar

Cara pemeriksaannya adalah gelas obyek

dibersihkan dengan spiritus sampai bebas lemak, dilapisi

dengan selapis tipis agar buffer. Setelah agak mengeras,

dibuat lubang pada agar dengan diameter kurang lebih 2

mm, yang dikelilingi oleh lubang-lubang sejenis.

Masukkan serum anti-globulin manusia ke lubang di

tengah dan ekstrak darah dengan berbagai derajat

pengenceran di lubang-lubang sekitarnya. Letakkan gelas

obyek ini dalam ruang lembab (moist chamber) pada

temperature ruang selama satu malam. Hasilnya adalah

hasil positif memberikan presipitum jernih pada

perbatasan lubang tengah dan lubang tepi. Pembuatan

agar buffer: 1 gram agar; 50 ml larutan buffer Veronal pH

13
8.6; 50 ml aqua dest; 100 mg. Sodium Azide.

Kesemuanya dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer,

tempatkan dalam penangas air mendidih sampai

terbentuk agar cair. Larutan ini disimpan dalam lemari es,

yang bila akan digunakan dapat dicairkan kembali dengan

menempatkan labu di dalam air mendidih. Untuk melapisi

gelas obyek, diperlukan kurang lebih 3 ml agar cair yang

dituangkan ke atasnya dengan menggunakan pipet. 4

2. Pemeriksaan cairan mani (semen)

Cairan mani merupakan cairan agak putih kekuningan, keruh

dan berbau khas. Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian

akibat enzim proteolitik menjadi cair dalam waktu yang singkat (10

– 20 menit). Dalam keadaan normal, volume cairan mani 3 – 5 ml

pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7,2 – 7,6.4,7

Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel epitel dan sel-

sel lain yang tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma

seminal yang mengandung spermion dan beberapa enzim sepertri

fosfatase asam. Spermatozoa mempunyai bentuk yang khas untuk

spesies tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60

sampai 120 juta per ml.

Sperma itu sendiri didalam liang vagina masih dapat bergerak

dalam waktu 4– 5 jam post-coitus; sperma masih dapat ditemukan

14
tidak bergerak sampai sekitar 24-36 jam post coital dan bila

wanitanya mati masih akan dapat ditemukan 7-8 hari. Pemeriksaan


4,7
cairan mani dapat digunakan untuk membuktikan :

o Adanya persetubuhan melalui penentuan adanya cairan

mani dalam labia minor atau vagina yang diambil dari forniks

posterior

o Adanya ejakulasi pada persetubuhan atau perbuatan cabul

melalui penentuan adanya cairan mani pada pakaian, seprai,

kertas tissue, dsb.

Teknik Pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium

untuk pemeriksaan cairan mani dan sel mani dalam lendir vagina,

yaitu dengan mengambil lendir vagina menggunakan pipet pasteur

atau diambil dengan ose batang gelas, atau swab. Bahan diambil

dari forniks posterior, bila mungkin dengan spekulum. Pada anak-

anak atau bila selaput darah masih utuh, pengambilan bahan

sebaiknya dibatasi dari vestibulum saja.4,7

a) Pemeriksaan untuk menentukan adanya sperma(7)(8)

Metode tanpa pewarnaan

Untuk melihat motilitas spermatozoa. Pemeriksaan ini paling

bermakna untuk memperkirakan saat terjadinya persetubuhan.

Cara pemeriksaan :

15
Letakkan satu tetes cairan vagina pada kaca objek kemudian

ditutup. Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 500

kali. Perhatikan pergerakkan spermatozoa.

Hasil :

Umumnya disepakati dalam 2 – 3 jam setelah persetubuhan

masih dapat ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam

vagina. Haid akan memperpanjang waktu ini sampai 3 – 4 jam.

Berdasarkan beberapa penelitian, dapat disimpulkan bahwa

spermatozoa masih dapat ditemukan 3 hari, kadang – kadang

sampai 6 hari pasca persetubuhan. Pada orang mati,

spermatozoa masih dapat ditemukan hingga 2 minggu pasca

persetubuhan, bahkan mungkin lebih lama lagi. 4,7

Metode dengan pewarnaan

Cara pemeriksaan :

Buat sediaan apus dan fiksasi dengan melewatkan gelas

sediaan apus tersebut pada nyala api. Pulas dengan HE, biru

metilen atau hijau malakit. Cara pewarnaan yang mudah dan

baik untuk kepentingan forensik adalah pulasan dengan hijau

malakit dengan prosedur sebagian berikut :

- Buat sediaan apus dari cairan vaginal pada gelas objek,

keringkan diudara

16
- Fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut

pada nyala api

- Warnai dengan Malachite-green 1% dalam air, tunggu 10-

15 menit

- Cuci dengan air, warnai dengan larutan Eosin Yellowish 1

%dalam air, tunggu selama 1 menit

- Cuci lagi dengan air, keringkan dan periksa dibawah

mikroskop.

Hasil :

Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan

leukosit tidak terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda

merata dan leukosit tidak terwarnai. Kepala spermatozoa

tampak merah dan lehernya merah muda, ekornya berwarna

hijau. Bila persetubuhan tidak ditemukan, belum tentu dalam

vagina tidak ada ejakulat karena kemungkinan azoosperma

atau pascavasektomi. Bila hal ini terjadi, maka perlu dilakukan

penentuan cairan mani dalam cairan vagina.

b) Penentuan cairan mani (kimiawi)

Untuk membuktikan adanya cairan mani dalam sekret

vagina, perlu dideteksi adanya zat-zat yang banyak terdapat

dalam cairan mani dengan pemeriksaan laboratorium berikut. 4

1) Pemeriksaan untuk menentukan adanya asam fosfatase.4,7

17
Merupakan tes penyaring adanya cairan mani,

menentukan apakah bercaktersebut adalah bercak mani

atau bukan, sehingga harus selalu dilakukan pada setiap

sampel yang diduga cairan mani sebelum dilakukan

pemeriksaan lain. Reaksi fosfatase asam dilakukan bila pada

pemeriksaan tidak ditemukan sel spermatozoa. Tes ini tidak

spesifik, hasil positif semu dapat terjadi pada feses, air teh,

kontrasepsi, sari buah dan tumbuh-tumbuhan.

Dasar reaksi (prinsip) :

Adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang

dihasilkan oleh kelenjar prostat. Enzim fosfatase asam

menghidrolisis natrium alfa naftil fosfat. Alfa naftol yang telah

dibebaskan akan bereaksi dengan brentamin menghasilkan

zat warna azo yang berwarna biru ungu. Bahan pemeriksaan

yang digunakan adalah cairan vaginal.

Reagen :

Larutan A

(1) Brentamin Fast Blue B 1 g

(2) Natrium asetat trihidrat 20 g

(3) Asam asetat glasial 10 ml

(4) Askuades 100 ml

18
Reagen (2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan

larutan penyangga dengan pH 5, kemudian (1) dilarutkan

dalam larutan peyangga tersebut.

Larutan B

Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + aquades 10 ml.

Sebanyak 89 ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu

saring cepat ke dalam botol yang berwarna gelap. Jika

disimpan dilemari es, reagen ini dapat bertahan berminggu-

minggu dan adanya endapan tidak akan mengganggu reaksi.

Cara pemeriksaan :

Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring

yang terlebih dahulu dibasahi dengan aquades selama

beberapa menit. Kemudian kertas saring diangkat dan

disemprotkan / diteteskan dengan reagen. Ditentukan waktu

reaksi dari saat penyemprotan sampai timbul warna ungu,

karena intensitas warna maksimal tercapai secara

berangsur-angsur.

Hasil :

Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase

memberikan warna serentak dengan intensitas tetap,

sedangkan bercak yang mengandung enzim tersebut

memberikan intensitas warna secara berangsur-angsur.

Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat adanya

19
cairan mani. Bila 30 – 65 detik, masih perlu dikuatkan

dengan pemeriksaan elektroforesis. Waktu reaksi > 65 detik,

belum dapat menyatakan sepenuhnya tidak terdapat cairan

mani karena pernah ditemukan waktu reaksi > 65 detik tetapi

spermatozoa positif.

Enzim fosfatase asam yang terdapat di dalam vagina

memberikan waktu reaksi rata-rata 90 – 100 detik. Kehamilan,

adanya bakteri-bakteri dan jamur, dapat mempercepat waktu

reaksi.

2) Pemeriksaan untuk menentukan adanya kristal kholin

Bahan pemeriksaan : cairan vaginal

Metode :

• Florence

• Cairan vaginal ditetesi larutan yodium

• Kristal yang berbentuk terlihat di bawah mikroskop

Bila pada cairan vagina terdapat kristal-kristal kholin yang

periodida tampak berbentuk jarum-jarum yang berwarna

coklat.

3. Pemeriksaan rambut

Rambut manusia berbeda dengan rambut hewan pada sifat-

sifat lapisan sisik (kutikula), gambaran korteks dan medula rambut.

Kutikula merupakan lapisan paling luar dari rambut, di bawahnya

terletak korteks yang terdiri dari gabungan serabut-serabut dengan

20
pigmen. Di tempat yang paling dalam/ tengah, terdapat medula

yang mengandung pigmen dalam jumlah terbanyak. Rambut

manusia memiliki diameter sekitar 50-150 mikron dengan bentuk

kutikula yang pipih, sedangkan rambut hewan memiliki diameter

kurang dari 25 mikron atau lebih dari 300 mikron dengan kutikula

yang kasar atau menonjol.4

Pigmen pada rambut manusia sedikit dan terpisah-pisah

sedangkan pada hewan padat dan tidak terpisah. Perbandingan

diameter rambut hewan dengan diameter rambut manusia, indeks

medula rambut manusia adalah 1:3, sedangkan indeks medula

rambut hewan adalah 1:2 atau lebih besar. Pemeriksaan indeks

medulla merupakan pemeriksaan terpenting untuk membedakan

rambut manusia dari rambut hewan. 4

Berdasarkan asal tumbuhnya, rambut manusia dibedakan atas

rambut kepala; alis, bulu mata dan bulu hidung; kumis dan jenggot;

rambut badan; rambut ketiak dan rambut kemaluan. Umumnya

tidak terdapat perbedaan yang jelas antara jenis-jenis rambut

tersebut di atas.4

Rambut kepala umumnya kasar, lemas, lurus/ ikal/ keriting dan

panjang dengan penampang melintang yang berbentuk bulat (pada

rambut yang lurus), oval atau elips (pada rambut ikal/ keriting). Alis,

bulu mata dan bulu hidung umumnya relatif kasar, kadang-kadang

21
kaku dan pendek. Rambut kemaluan dan rambut ketiak lebih kasar

sedangkan rambut badan halus dan pendek.

Pemeriksaan mikroskopik rambut utuh akan memperlihatkan

akar, bagian tengah dan ujung yang lengkap. Pada rambut yang

tercabut, rambut akan terlihat utuh disertai dengan jaringan kulit.

Sebaliknya rambut yang lepas sendiri mempunyai akar yang

mengerut tanpa jaringan kulit. Rambut yang terpotong benda tajam,

dengan mikroskop terlihat terpotong rata, sedangkan akibat benda

tumpul akan terlihat terputus tidak rata.4

Panjang rambut kepala kadang-kadang dapat memberi

petunjuk jenis kelamin. Tetapi untuk menentukan jenis kelamin

yang pasti, harus dilakukan pemeriksaan terhadap sel-sel sarung

akar rambut dengan larutan orcein. Pada rambut wanita dapat

ditemukan adanya kromatin seks pada inti sel-sel tersebut. 4

Perkiraan umur berdasarkan pemeriksaan keadaan pigmen

pada rambut sukar sekali dilakukan. Umumnya dapat dikatakan,

bahwa bila usia bertambah maka rambut akan rontok. Rontoknya

rambut pada pria umumnya terjadi pada dekade kedua atau ketiga,

sedangkan pada wanita sering terjadi rontoknya rambut ketiak dan

pertumbuhan rambut pada wajah pada saat menopouse. Rambut

ketiak dan rambut kemaluan akan tumbuh pada usia pubertas. 7

22
Rambut, baik rambut kepala ataupun kelamin, merupakan

bagian tubuh manusia yang dapat memberikan banyak informasi

bagi kepentingan peradilan, antara lain tentang :

- saat korban meninggal dunia

- sebab kematian

- jenis kejahatan

- identitas korban

- identitas pelaku

- benda/ senjata yang digunakan

4. Pemeriksaan air liur

Air liur merupakan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar liur.

Air liur (saliva) terdiri dari air, enzim alfa amilase (ptialin), protein,

lipid, ion-ion anorganik seperti tiosianat, klorida dan lain – lain. 9


9
Dalam bidang kedokteran forensik, pemeriksaan air liur

penting untuk kasus-kasus dengan jejas gigitan untuk menentukan

golongan darah pengigitnya. Golongan darah penggigit yang

termasuk dalam golongan sekretor dapat ditentukan dengan cara

absorpsi inhibisi.9

Reagen yang digunakan yaitu anti A dan anti B dapat

diperoleh dari laboratorium transfusi darah PMI, demikian pula

dengan anti H. Anti H dapat dibuat dari biji-biji Ulex europaeus yang

digerus dalam mortir. Tiap 1 g biji-bijian ditambahkan 10 ml salin.

Kemudian campuran tadi dikocok dengan mesin pengocok selam 1

23
jam dan dipusing selama 5 menit dengan kecepatan 3000 RPM.

Cairan supernatan disaring dan dapat segera dipergunakan. 9

Untuk pemeriksaan perlu dilakukan kontrol dengan air liur

yang telah diketahui golongan sekretor atau non sekretor.

Cara absorpsi inhibisi :

- Basahkan bercak liur dengan 0,5 ml salin, kemudian peras

dan tempatkan air liur atau ekstrak air liur dalam salin tadi ke

dalam tabung reaksi, lalu panaskan dalam air mendidih

selama 10 menit. Pusing dan ambil supernatant, bila mau

dimpan maka simpan pada suhu 20˚C. Dalam tabung reaksi

1 vol air liur ditambahkan 1 vol antiserum. Campuran

tersebut didiamkan selama 30 menit pada suhu ruang untuk

proses absopsi.

- Selama menunggu, tentukan titer anti A, anti B dan anti H

yang digunakan. Setelah 30 menit berlalu, pada campuran

tersebut ditentukan titer anti A, anti B dan anti H dengan

cara yang sama.

- SDM yang digunakan adalah suspensi 4 % yang berumur

kurang dari 24 jam. Bandingkan titer antisera yang

digunakan dengan titer campuran antiserum + air liur. Hasil

positif bila titer berkurang lebih dari 2 kali.

24
BAB III

KESIMPULAN

Setiap kejahatan pasti akan menimbulkan barang bukti yang dapat

menjadi petunjuk adanya tindak pidana. Untuk itulah perlu dilakukan

pemeriksaan barang bukti secara cermat dengan menggunakan tehnik

pemeriksaan menurut standar baku yang telah diakui di bidang forensik.

Sebab kematian tidak selalu dapat mengungkap melalui

pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam. Oleh karena itu dalam hal ini

diperkirakan laboratorium terhadap barang bukti yang terdapat pada tubuh

korban, tempat kejadian perkara maupun pada tersangka pelaku.

Hasil interpretasi dari berbagai macam pemeriksaan laboratorium

ataupun pelaku akan membantu mengungkapkan sebab kematian.

Laboratorium Forensik memiliki peranan yang sangat besar bagi

keberhasilan pengungkapan suatu tindak pidana. Laboratorium forensik

sendiri dapat merupakan lembaga yang termasuk dalam kepolisian namun

dapat pula berdiri sendiri (independen).

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Rachmad , A. Peranan Laboratorium Forensik Dalam Mengungkap

Tindak Pidana Pada Tingkat Penyidikan. Jurnal Hukum Samudra

Keadilan. Vo. 14. No. 1. Januari-Juni 2019

2. Puspitaati, A, Prastowo, W. Napitupulu, OMH. Penggunaan Tes

Teichmann untuk Mengidentifikasi bercak Darah yang Menempel

pada Pakaian dengan Paparan Air Tawar, Tanah, dan Udara

Bebas. Majalah Kesehatan FKUB. Vo. 3, No. 1, Maret 2016

3. Nurfadhila, S. Asni, E, Indrayana, MT. Gambaran Kristal

Hemoglobin Pada bercak Darah Yang Terpapar Beberapa Zat

Pembersih Lantai Domestik Berbahan Karbol. JOM FK Volume 2

No.2 Oktober 2015

4. Budiyanto A, Widiatmo W, Sudiono S, Winardi T, Mun’im A Sidhi,

Hertian S, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. 1st ed. Jakarta: Bagian

Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

1997. p. 47: 68-69: 92-100: 105-06: 111: 113: 125-26: 136-37: 144-

46: 167—96

5. Sheperd R. Simpson’s Forensic Medicine. 12th ed. New York:

Oxford University Press, Inc.; 2003. p. 58

6. Spalding, Robert P. Identification and Characterization Blood and

Bloodstain. In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An

26
Introduction to Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton:

CRC Press LLC; 2000. p. 181-98

7. Bevel, Ross M. Gardner, Bloodstain Patern Analysis, Second

Edition, United State of America. 2002.

8. Eckert, William G. Introduction to Forensic. 2nd edition.New York :

Elseviere : America. 2002.3

9. Spalding, Robert P. Identification and Characterization Blood and

Bloodstain. In: James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An

Introduction to Scientific and Investigative Techniques. Boca Raton:

CRC Press LLC; 2000. p. 181-98

27

Anda mungkin juga menyukai