OLEH:
(K1A1 12 106)
(K1A1 13 068)
PEMBIMBING:
KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
1
HALAMAN PENGESAHAN
Mers-CoV
Nama :
Fakultas : Kedokteran
Menyetujui,
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas limpahan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulisan Referat yang
CoV” ini dapat dirampungkan dengan baik dan lancar. Penulisan referat ini
disusun sebagai salah satu tugas dalam rangka mengikuti kepaniteraan klinik di
Halu Oleo.
Penulis menyadari bahwa pada proses pembuatan referat ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, segala bentuk kritik dan saran dari semua pihak yang
sifatnya membangun demi penyempurnaan penulisan berikutnya sangat penulis
harapkan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Raja Al Fath Widya
Iswara, MH, Sp.FM atas bimbingan dan arahannya sehingga berbagai masalah
dan kendala dalam proses penyusunan referat ini dapat teratasi dan terselesaikan
dengan baik.
Penulis
3
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C. Tujuan .............................................................................................. 2
D. Manfaat………………………………………………………….. 3
BAB IV PENUTUP………………………………………………………….34
A. Simpulan………………………………………………………….42
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
5
Patogen yang dapat menular melalui darah, terutama virus, sebagian besar
berasal dari inokulasi melalui kulit. Beberapa virus, seperti Human
Immunodeficiency Virus (HIV), Hepatitis B, dan Hepatitis C, bertahan dalam
jangka waktu yang lama dalam tubuh jenazah setelah kematian pasien. Human
Immunodeficiency Virus (HIV) misalnya, telah dilaporkan dapat bertahan hidup
hingga enam belas hari setelah kematian, dan dalam empat belas hari masih
berada dalam limpa bila berada dalam suhu kamar. Virus tersebut masih dapat
ditemukan dan diisolasi dari tulang kranial, otak, cairan serebrospinal, kelenjar
getah bening, limpa, dan darah dalam waktu lima hari setelah kematian meskipun
jenazah berada dalam suhu 6⁰C.3
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
6
D. Manfaat
1. Manfaat Praktis
Memberi gambaran mengenai Pemulasaran Jenazah pada Pasien HIV,
Hepatitis, SARS dan Mers-Cov di rumah sakit.
2. Manfaat Teknis
Referat ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan khususnya mengenai
Pemulasaran Jenazah pada Pasien HIV, Hepatitis, SARS, Mers-Cov di rumah
sakit dan menjadi bahan rujukan bagi penulis selanjutnya.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemulasaran Jenazah
1) Kamar Mayat
Dasar Hukum 3
a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
b) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.
c) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah.
d) Undang – undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
e) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah Pusat dan Propinsi.
f) Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1277/Menkes/SK/XI/ 2001
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.
g) Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 106/Menkes/SK/1/2004
tentang Sistim Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) dan
Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) General
Emergency Life Support (GELS) Tingkat Pusat.
h) SKB Kapolri dan Menkes No 1078 / MENKES / SKB/VII/2003 No
Polisi / 3889 /VII/2003 tentang Identifikasi Korban Mati Pada Bencana
Massal.
9
NO. NAMA RUANGAN PERSYARATAN RUANGAN KETERANGAN
5. Ruangan Dekontaminasi • Pintu masuk menggunakan
dan Pemulasaraan jenis pintu swing membuka ke
Jenazah arah dalam dan dilengkapi
dengan alat penutup pintu
otomatis.
• Bahan penutup pintu harus
dapat mengantisipasi benturan-
benturan brankar.
• Bahan penutup lantai tidak
licin dan tahan terhadap air.
• Konstruksi dinding tahan
terhadap air sampai dengan
ketinggian 120 cm dari
permukaan lantai.
• Ruangan dilengkapi dengan
sink dan pancuran air (shower).
10
NO. NAMA RUANGAN PERSYARATAN KETERANGAN
RUANGAN
kontak khusus alat
laboratorium disediakan
tersendiri dan harus
kompatibel dengan rencana
alat yang akan dipakai.
• Ruangan harus dijamin
terjadinya pertukaran udara
baik alami maupun mekanik
dengan total pertukaran udara
minimal 6 kali per jam,
dengan arah udara laminar ke
bawah dan dibuang langsung
keluar bangunan gedung.
•Ruangan harus
mengoptimalkan pencahayaan
alami. Untuk pencahayaan
buatan dengan intensitas
cahaya 100 lux.
11
7. Ruangan Pendingin Jenazah •Luas ruangan menyesuaikan RS Kelas D, ruangan
kebutuhan kapasitas ini tidak
pelayanan. dipersyaratkan ada.
• Ruangan harus terhindar
dari banjir
• Setiap ruangan disediakan
minimal 2 (dua) kotak kontak
dan belum termasuk kotak
kontak untuk peralatan yang
memerlukan daya listrik
besar, serta tidak boleh
menggunakan percabangan/
sambungan langsung tanpa
pengaman arus.
• Ruangan harus dijamin
terjadinya pertukaran udara
baik alami maupun mekanik
dengan total pertukaran udara
minimal 10 kali per jam.
boleh menggunakan
percabangan/ sambungan
langsung tanpa pengaman
arus.
12
8. Ruangan Ganti Pakaian APD • Persyaratan umum RS Kelas D,
(dilengkapi dengan toilet) ruangan lihat ruangan ini tidak
persyaratan ruangan dipersyaratkan ada.
ganti sebelumnya.
• Ruangan harus
dilengkapi
antiseptic footbath
dan wastafel.
• Persyaratan toilet
umum lihat poin di
atas.
13
3) Kategorisasi Jenazah
14
Label 1. label biru, standart precaution direkomendasikan kepada semua jenazah
selain dari jenazah yang memiliki penyakit menular seperti kategori 2 dan 3
16
6) Proses Pemulasaran Jenazah
a. Ketentuan umum penanganan jenazah :
1. Semua petugas/keluarga/masyarakat yang menangani jenazah
sebaiknya telah mendapatkan vaksinasi Hepatitis-B sebelum
melaksanakan pemulasaraan jenazah (catatan: efektivitas vaksinasi
Hepatitis-B selama 5 tahun).
2. Hindari kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh lainnya.
3. Luka dan bekas suntikan pada jenazah diberikan desinfektan.
4. Semua lubang-lubang tubuh, ditutup dengan kasa absorben dan
diplester kedap air.
5. Badan jenazah harus bersih dan kering.
6. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh di buka lagi.
7. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik untuk pengawetan atau
autopsi, kecuali oleh petugas khusus.
8. Dalam hal tertentu autopsi hanya dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari pimpinan Rumah Sakit.
b. Persiapan sebelum memandikan jenazah
Persiapan tempat
Fasilitas kesehatan: Tempat atau lokasi pemandian jenazah
diusahakan harus:
o Berdekatan dengan saluran pembuangan air/parit dan air harus
mengalir ke instalasi pembuangan air limbah (IPAL) rumah
sakit/fasilitas kesehatan.
o Tersedia bak pemandian jenazah.
Rumah: Tempat atau lokasi pemandian jenazah diusahakan harus:
o Berdekatan dengan saluran pembuangan air/parit (permukaan
tanah).
o Jika tak ada parit, galilah lubang serapan untuk pembuangan air.
o Tersedia meja pemandian jenazah.
17
c. Perawatan Jenazah (Memandikan Jenazah)
Persiapan :
1. Alat pelindung petugas: sarung tangan karet sampai siku, sepatu boot
dari karet, gaun, celemek plastik dan masker.
2. Tempat memandikan jenazah.
3. Washlap, handuk, waskom berisi air, desinfektan (larutan klorin
0,5%) dan sabun.
4. Plester kedap air, kapas pembalut, sisir, pewangi.
5. Kantong jenazah/plastik.
6. Brankart jenazah.
7. Kacamata pelindung.
Prosedur :
1. Siapkan larutan Klorin 0,5%.
2. Kenakan pakaian yang memenuhi standar kewaspadaan universal.
3. Pindahkan jenazah ke meja tempat memandikan jenazah, tidak
diperbolehkan memandikan jenazah dengan dipangku.
4. Lepaskan semua baju yang dikenakan jenazah.
5. Siram seluruh tubuh jenazah dengan larutan klorin 0,5% secara merata
keseluruh tubuh mulai dari sela-sela rambut, lubang telinga, lubang
hidung, mulut, tubuh dan kaki; kemudian tunggu hingga 10 menit.
6. Mandikan jenazah dengan sabun dan air mengalir.
7. Bilas jenazah dengan air mengalir.
8. Keringkan jenazah dengan handuk.
9. Sumbat semua lubang tubuh jenazah yang mengeluarkan cairan
dengan kapas.
10. Bungkus jenazah dengan kain kafan atau pembungkus lain sesuai
dengan agama/kepercayaannya.
11. Selesai ritual keagamaan, jenazah dimasukkan ke dalam kantong
plastik dengan ketebalan tertentu.
18
12. Pindahkan jenazah langsung ke peti jenazah disaksikan pihak
keluarga, kemudian peti ditutup kembali (peti jenazah disesuaikan
dengan kemampuan dan adat istiadat masyarakat atau agama yang
dianut).
13. Jenazah diangkut ke dalam mobil jenazah untuk diantarkan ke rumah
duka.
14. Siram meja tempat memandikan jenazah dengan larutan klorin 0,5%
dan bilas dengan air mengalir.
15. Lepaskan perlengkapan kewaspadaan universal (sesuai protap
pemakaian kewaspadaan universal).
B. HIV-AIDS
1) Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV
menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas
menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk sel T-4 atau sel T-
Helper atau disebut juga sel CD-4. HIV tergolong dalam kelompok
retrovirus yaitu kelompok virus yang mempunyai kemampuan untuk
mengkopi cetak materi genetik di dalam materi genetik sel-sel yang
ditumpanginya. Melalui proses ini, HIV dapat mematikan sel-sel CD-4.
Sedangkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah
kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh
oleh.6
HIV & AIDS merupakan virus yang dapat ditularkan, berikut
beberapa kondisi yang dapat mempermudah penularan dan penyebaran
HIV dan AIDS antara lain :6
1. Peningkatan industri seksual komersial.
2. Prevalensi penyakit kelamin tinggi.
19
3. Pemakaian kondom rendah.
4. Proses urbanisasi yang cepat.
5. Terjadinya hubungan seksual secara berganti-ganti pasangan.
2) Masa Penularan Post Mortem
Media penularan HIV pada pasien hidup hampir sama dengan pada
pasien yang telah meninggal. Dalam hal ini yang memiliki resiko besar
untuk mendapat paparan HIV adalah ahli patologi, dokter yang melakukan
otopsi dan asisten otopsi. Beberapa cara tentang penularan HIV yaitu:6
a) Penularan melalui hubungan seksual dengan seorang pengidap HIV
tanpa perlindungan atau menggunakan kontrasepsi (kondom).
b) HIV dapat menular melalui transfusi dengan darah yang sudah
tercemar HIV.
c) Seorang ibu yang mengidap HIV bisa pula menularkannya kepada
bayi yang dikandung, itu tidak berarti HIV /AIDS merupakan
penyakit turunan, karena penyakit turunan berada di gen-gen
manusia sedangkan HIV menular saat darah atau cairan vagina ibu
membuat kontak dengan cairan atau darah anaknya.
d) Penularan melalui pemakaian jarum suntik, jarum tindik dan
peralatan lainnya yang sudah dipakai oleh pengidap HIV.
22
3. Stadium ketiga: Pembesaran Kelenjar Limfa
Ditandai dengan pembesaran kelenjar limfa secara menetap dan merata
(Persistent Generalized Lymphadenopathy) yang tidak hanya muncul
pada satu tempat dan berlangsung lebih dari satu bulan.
4. Stadium keempat: AIDS
Keadaan ini disertai berbagai macam penyakit.
Gejala klinis pada stadium AIDS :
4. HIV dengan defisiensi imun berat (CD-4 < 200/ μL) disebut dengan
AIDS.
Infeksi Oportunistik (IO) adalah infeksi yang menyerang orang yang
kekebalan tubuhnya rendah. Pada saat jumlah CD-4 dibawah 500/ μL.
23
5) Pemeriksaan Diagnostik
Tes HIV adalah suatu tes terhadap darah, cairan tubuh atau organ
tubuh yang dipakai untuk memastikan apakah seseorang telah terinfeksi
HIV atau tidak. Tes skrining yang digunakan untuk mendiagnosis HIV
adalah ELISA. Tes lain yang biasa digunakan untuk mengkonfirmasi hasil
ELISA adalah Western Blot, Indirect Immunofluoresence Assay (IFA) atau
Radio Immuno Precipitation Assay. Tes HIV digunakan terutama untuk 3
hal, yaitu : 6
1. Memastikan persediaan darah di bank darah tidak terinfeksi HIV.
24
yang dapat dilakukan seseorang dalam mencegah tertularnya HIV, antara
lain sebagai berikut :6
Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual : 6
a. Abstinence (tidak berhubungan seks sebelum menikah).
b. Be faithful (tidak berganti-ganti pasangan dan saling setia kepada
pasangannya).
c. Condom (melakukan hubungan seksual secara aman termasuk
menggunakan kondom; pada setiap hubungan seks berisiko).
d. Don’t Drugs (tidak menggunakan narkoba, terutama narkoba suntik).
e. Education (pengetahuan dan pendidikan yang benar tentang HIV &
AIDS).
Pencegahan penularan melalui alat-alat yang terinfeksi HIV : 6
1. Semua alat yang menembus kulit dan darah (jarum suntik, jarum tattoo,
pisau cukur) harus disterilkan dengan cara yang benar.
2. Jangan memakai jarum suntik atau alat yang menembus kulit secara
bergantian dengan orang lain.
26
7. Pengelolaan linen.6
c. Penanganan alat-alat yang sudah terkontaminasi dengan cairan
tubuh ODHA :
Dekontaminasi alat-alat
Dekontaminasi adalah suatu tindakan yang dilakukan agar alat-alat
kesehatan dapat ditangani secara aman oleh petugas pembersih alat
medis. Alat kesehatan yang dimaksud adalah meja pemeriksaan, meja
operasi, alat-alat bedah, sarung tangan dan peralatan kesehatan lain yang
terkontaminasi oleh cairan tubuh ODHA setelah pelaksanaan suatu
prosedur atau tindakan medis. Alat kesehatan yang digunakan direndam
dalam larutan desinfektan yaitu chlorine 0.5% selama 10 – 30 menit.
Dekontaminasi peralatan yang tidak bisa direndam misalnya permukaan
meja, dapat dilakukan dengan menggunakan lap yang dibasahi
desinfektan.6
Pencucian dan pembilasan
Pencucian alat-alat kesehatan adalah proses secara fisik untuk
menghilangkan darah, cairan tubuh atau benda-benda asing (debu atau
kotoran). Setelah dicuci dengan deterjen, alat kesehatan dibilas dengan
air bersih.6
Sterilisasi
Macam-macam sterilisasi yang biasa dilakukan :
1. Sterilisasi fisik
- Pemanasan basah, untuk koagulasi dan denaturasi protein.
Dilakukan pada suhu 121 derajat Celcius selama 20 – 30 menit.
- Pemanasan kering, yaitu melalui oven, pembakar, sinar infra
merah. Digunakan untuk membunuh spora. Pemanasan dilakukan
pada suhu 150 – 170 derajat Celcius selama 30 menit.
- Radiasi sinar gamma. Biaya sangat mahal dan hanya digunakan
pada industri besar misalnya jarum suntik, spuit disposable dan alat
infuse.
27
2. Sterilisasi kimiawi
- Glutaraldehyde 2% untuk merendam alat kesehatan 8 – 10 jam dan
formaldehyde 8%. Kedua zat ini tidak dianjurkan karena dapat
mengiritasi kulit, mata dan saluran nafas.
- Gas etiline oxide, merupakan gas beracun. Digunakan untuk alat
yang tidak tahan panas (contoh : karet, plastik, kabel, dll).6
Desinfeksi tingkat tinggi (DTT)
Desinfeksi tingkat tinggi adalah suatu proses yang menghilangkan
sebagian besar mikro organisme namun tidak dapat membunuh
endospora dengan sempurna seperti tetanus dan gas gangren.
Cara melakukan DTT:
- Merebus dalam air mendidih selama 20 menit.
- Rendam dalam desinfektan kimiawi
d. Tujuan kewaspadaan universal pemulasaraan jenazah ODHA :
1. Agar prosedur pemulasaraan jenazah dengan HIV & AIDS berjalan
dengan baik dan teratur.
28
5. Kenakan masker pelindung mulut dan hidung.
14. Celupkan bagian luar sepatu pada lautan klorin 0,5%, bilas dengan
air bersih lalu lepaskan sepatu dan letakkan di tempat semula.
29
Persiapan :
2. Gaun pelindung
30
Gambar 3. Petugas Yang Sudah Menggunakan Gaun Pelindung
Prosedur :
Petugas/orang yang menangani jenazah harus :
1. Cuci tangan.
7. Tutup kelopak mata dengan kapas lembab, tutup telinga dan mulut
dengan kapas/kasa.
8. Bersihkan jenazah.
31
11. Beritahu petugas kamar mayat, bahwa pasien meninggal adalah
penderita penyakit menular.
14. Cuci tangan dan lepas gaun untuk direndam pada tempatnya,
buang bahan yang sekali pakai pada tempat khusus.
g.2 Persiapan pemakaman/ke rumah duka.
h. Pemulasaraan Jenazah di Luar Sarana Kesehatan6
Tata cara perawatan jenazah dengan HIV & AIDS di luar sarana
kesehatan sebaiknya tetap dilakukan oleh petugas kesehatan ataupun
kelompok masyarakat yang sudah terlatih dengan tetap memperhatikan
faktor-faktor penularan penyakit yang mungkin ditularkan oleh jenazah.
Pada prinsipnya sama dengan prosedur pemulasaraan jenazah di
sarana kesehatan.6
C. HEPATITIS
C.1 Hepatitis B
1) Definisi dan Etiologi
Hepatitis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B,
suatu anggota famili Hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan
hati akut atau kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker
hati.7
2) Manifestasi klinis dan Masa inkubasi
Manifestasi klinis infeksi HBV pada pasien hepatitis akut cenderung
ringan. Kondisi asimtomatis ini terbukti dari tingginya angka pengidap
tanpa adanya riwayat hepatitis akut. Apabila menimbulkan gejala hepatitis,
gejalanya menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi dengan intensitas
yang lebih berat. Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu:
32
a) Fase Inkubasi
Waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus.
Fase inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan rata-
rata 60-90 hari.
b) Fase prodromal (pra ikterik)
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya
gejala ikterus. Awitannya singkat atau insidous ditandai dengan
malaise umum, mialgia, artalgia, mudah lelah, gejala saluran napas
atas dan anoreksia. Diare atau konstipasi dapat terjadi. Nyeri
abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau
epigastrum, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang
menimbulkan kolestitis.
c) Fase ikterus
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul
bersamaan dengan munculnya gejala. Banyak kasus pada fase
ikterus tidak terdeteksi. Setelah timbul ikterus jarang terjadi
perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan
klinis yang nyata.
d) Fase konvalesen (penyembuhan)
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi
hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul
perasaan sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Sekitar 5-
10% kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani,
hanya <1% yang menjadi fulminan.7
Perjalanan hepatitis B kronik dibagi menjadi tiga fase penting yaitu :
a) Fase Imunotoleransi
Sistem imun tubuh toleren terhadap HBV sehingga konsentrasi
virus tinggi dalam darah, tetapi tidak terjadi peradangan hati yang
berarti. Virus Hepatitis B berada dalam fase replikatif dengan titer
HBsAg yang sangat tinggi.
33
b) Fase Imunoaktif (Clearance)
Sekitar 30% individu persisten dengan HBV akibat terjadinya
replikasi virus yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi
yang tampak dari kenaikan konsentrasi ALT. Fase clearance
menandakan pasien sudah mulai kehilangan toleransi imun terhadap
HBV.
c) Fase Residual
Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya
sel-sel hati yang terinfeksi HBV. Sekitar 70% dari individu tersebut
akhirnya dapat menghilangkan sebagian besar partikel virus tanpa
ada kerusakan sel hati yang berarti. Fase residual ditandai dengan
titer HBsAg rendah, HBeAg yang menjadi negatif dan anti-HBe
yang menjadi positif, serta konsentrasi ALT normal.7
3) Masa Penularan Post Mortem
Hepatitis B mempunyai angka transmisi paling tinggi diantara
virus parenteral dengan rata-rata sekitar 100 kali lebih besar dari pada
HIV. Hepatitis B dapat menjadi infeksi laten dengan peningkatan resiko
penyakit kronik dan karsinoma hepatobilier atau infeksi akut dengan
angka kesembuhan yang tinggi.
Risiko kontaminasi sangat tinggi untuk petugas kesehatan dari
pada populasi umum. Risiko paling tinggi terdapat pada orang yang
berkontak dengan darah atau orang yang melakukan tindakan invasif.
CDC menemukan resiko infeksi umum per orangan pada autopsi sekitar
5% sedangkan jika darahnya terkontaminasi dengan antigen HbeAg terjadi
peningkatan menjadi 30%. HBV terdapat dalam semua cairan tubuh
termasuk saliva, darah, cairan semen dan cerebrospinal.7
Infeksi biasanya terjadi secara parenteral (lewat jarum suntik)
tetapi dapat juga terjadi lewat paparan jaringan mukosa dengan cairan
terinfeksi (partikel dari cairan tindakan selama pembukaan rongga kepala
yang dapat dengan mudah mencapai konjunctiva atau rongga mulut).
34
Tidak seperti HIV, HBV dapat hidup diluar tubuh selama 7 hari pada
darah kering atau pada cairan tubuh yang telah mengering. Penelitian yang
dilakukan oleh Cussenot bahwa pada HBV, 9 korban meninggal
dimasukkan dalam sampel terdapat 5 sampel terbukti positif untuk
HBsAg, dan terus menunjukkan hasil positif sampai 48 jam, dan 8 dari
sampel didapatkan hasil reaktif untuk anti-HBc sampai 48 jam dan 1
sampel bertahan sampai 36 jam post-mortem (sampel dengan 48 jam tidak
tersedia).7
C.2 Hepatitis C
1) Definisi dan Etiologi
Hepatitis C adalah infeksi virus pada organ hati dan ditemukan dalam
darah penderita. Penyebab utama penyakit hati kronis, termasuk sirosis
dan kanker hati adalah virus hepatitis C. HCV merupakan virus RNA
yang digolongkan dalam Flavivirus bersama sama dengan virus
hepatitis G, yellow fever, dan dengue. Virus ini umumnya masuk
kedalam darah melalui transfusi atau kegiatan-kegiatan yang
memungkinkan virus ini langsung terpapar dengan sirkulasi darah.7
2) Masa Inkubasi dan Manifestasi Klinis
Masa inkubasi infeksi HCV adalah 2 minggu sampai 2 bulan dan tidak
semua penderita menunjukkan gejala klinis. Sekitar 80% penderita
tidak menunjukkan gejala atau tanda klinis. Gejala klinis yang sering
adalah lemah, letih, lesu, kehilangan nafsu makan, nyeri perut, nyeri
otot dan sendi, mual dan muntah. Ada 2 bentuk infeksi HCV yaitu:
a) Infeksi Akut
Sekitar 20% penderita dapat mengadakan perlawanan terhadap
infeksi HCV dalam 6 bulan setelah terpapar tapi tidak menghasilkan
imunitas untuk infeksi berikutnya.7
b) Infeksi Kronis
Sekitar 80% penderita berkembang menjadi kronis dimana virus
dapat tidur (dormant) selama bertahun-tahun. Sirosis terjadi karena
35
hati berusaha terus mengadakan perlawanan terhadap HCV sehingga
menimbulkan sikatrik (scar) pada hepar, sehingga terjadi gangguan
fungsi hepar dan dapat berkembang menjadi kanker hati
(hepatocellulare carcinoma).7
Penyakit hepar kronis terjadi pada 70% penderita yang terkena
infeksi kronis. Sirosis hepatis tejadi pada 20% penderita yang
mengalami infeksi kronis. Kematian akibat penyakit hepar kronis
terjadi <3% dari yang terinfeksi kronis.7
3) Masa penularan Postmortem
Penelitian yang dilakukan oleh Cussenot bahwa pada HCV dari total 20
orang meninggal (14 laki-laki, 6 perempuan) berusia 32-81 tahun, yang
dilakukan penelitian. Tiga kasus harus dikeluarkan dari studi karena
keluarga tidak memberikan persetujuan. 17 subjek sisanya terbukti anti-
HCV positif pada saat pemeriksaan pertama kali (sesaat datang, 12 atau
24 jam post-mortem, dan 1 kasus 36 jam post-mortem). Ke-16 subjek
ini tetap menunjukkan hasil positif sampai 48 jam post-mortem. 1
subjek hanya dapat diukur hingga 36 jam post-mortem karena
ketidaktersediaannya sampel untuk pengecekkan 48 jam. Hasil pada 36
jam post-mortem pun memberikan hasil positif.7
C.3 Pemulasaran Jenazah Hepatitis
1.Petugas Pemulasaran jenazah menyiapkan alat dan bahan yang
diperlukan.
a. Alat APD:
- Penutup kepala
- Sarung tangan panjang
- Sarung tangan pendek
- Kacamata pelindung
- Pelindung wajah
- Masker N95
- Celemek/skort/apron
36
- Sepatu Boot
b. Bahan (sesuai tim kerohanian, misal kain kafan, sabun, dsb)
2. Mencuci tangan terlebih dahulu sesuai prinsip hand hygiene;
3. Memakai APD dengan urutan:
a. Memakai skort/apron/celemek
b. Memakai sepatu boot/pelindung kaki
c. Kenakan masker N95
d. Kenakan masker bedah di bagian luar dari N95
e. Kenakan pelindung mata/googles
f. Kenakan pelindung wajah
g. Kenakan penutup kepala
h. Kenakan sarung tangan pendek di dalam dilanjutkan sarung
tangan panjang di bagian luar
4. Lepaskan semua alat kesehatan dan letakkan alat bekas tersebut
dalam wadah yang aman sesuai dengan kaidah kewaspadaan
universal;
5. Langkah selanjutnya adalah sesuai dengan teknik pemulasaran
termasuk langkah memandikan jenazah oleh tim kerohanian
6. Setelah Jenazah selesai dikafani dan dipindahkan ke peti
mati/keranda, Siram meja tempat memandikan jenazah dengan
larutan klorin 0,5% dan bilas dengan air mengalir;
7. Buang sampah dan bahan dan benda yang terkontaminasi selama
proses memandikan jenazah ke tempat sampah infeksius.
8. Lepaskan APD di ruang pelepasan APD dengan urutan:
a. Lepaskan sarung tangan panjang/sarung tangan bagian luar, taruh
di tempat sampah infeksius.
Lepaskan sarung tangan luar tangan kiri tanpa menyentuh bagian
dalam dari sarung tangan bagian luar.
Lepaskan sarung tangan luar tangan kanan tanpa menyentuh
bagian luar dari sarung tangan bagian luar.
37
b. Disinfeksi sarung tangan bagian dalam dengan larutan hand rub.
c. Lepaskan celemek.
Ingat bahwa bagian depan celemek sudah terkontaminasi, jangan
dipegang. Lepaskan celemek dengan memegang tali yang
mengikat di belakang badan saja.
Untuk celemek yang tidak sekali pakai, taruh di bak APD kotor
(linen infeksius) untuk kemudian dilakukan dekontaminasi,
disinfeksi, di unit laundry, dan sterilisasi di CSSD. Untuk
celemek sekali pakai, buang di kotak sampah infeksius.
d. Lepaskan penutup wajah.
Ingat bahwa bagian depan penutup wajah sudah terkontaminasi,
jangan dipegang. Hanya pegang karet pengikat penutup
wajahnya saja dalam melepaskan.
Taruh di bak APD kotor untuk kemudian dilakukan
dekontaminasi, disinfeksi, dan sterilisasi. Dekontaminasi awal
dilakukan oleh petugas kamar jenazah dengan cara merendam
dengan larutan klorin 0,5%, untuk kemudian proses selanjutnya
dilakukan di ruang CSSD.
e. Lepaskan masker bedah, taruh di tempat sampah infeksius.
Ingat, bagian depan masker telah terkontaminasi, usahakan
jangan menyentuh.
f. Lepaskan kaca mata.
Ingat bahwa bagian depan kaca mata sudah terkontaminasi,
jangan dipegang. Lepaskan dengan memegang tangkai
kacamatanya saja.
Taruh di bak APD kotor untuk kemudian dilakukan
dekontaminasi, disinfeksi, dan sterilisasi. Dekontaminasi awal
dilakukan oleh petugas kamar jenazah dengan cara merendam
dengan larutan klorin 0,5%, untuk kemudian proses selanjutnya
dilakukan di ruang CSSD.
38
g. Disinfeksi sepatu boot dengan merendam di bak klorin 0,5% dan
disikat.
h. Lepaskan sepatu boot, ganti dengan alas kaki yang bersih.
i. Lepaskan penutup kepala dengan cara menarik bagian atas
penutup kepala. Tangan tidak boleh menyentuh kulit selama
proses melepas.
j. Lepaskan masker N95 dengan cara menarik karet pengikatnya.
Tangan tidak boleh menyentuh kulit. Buang masker N95 di
tempat sampah infeksius.
k. Lepaskan sarung tangan, buang di tempat sampah infeksius.
l. Cuci tangan dengan sabun sesuai prinsip hand hygiene, ditambah
sampai siku.
m. Bila perlu, ulangi proses menggunakan cairan hand rub.
9. Laporkan kepada petugas perawat bahwa proses pemulasaraan
jenazah telah selesai.
39
Genom RNA coronavirus ini mempunyai ukuran 27-32 kb dan merupakan
genom yang terbesar di antara semua virus yang ada. Genom virus ini
beruntai tunggal (single-stranded) dan membentuk suatu nukleokapsid
helikal yang fleksibel dan panjang. Nukleokapsid ini terletak di dalam
suatu selubung lipoprotein yang terbentuk dari penggembungan membran
intraseluler.8
3) Cara Penularan
Cara penularan SARS-CoV yang utama adalah melalui kontak dekat
misalnya pada waktu merawat penderita, tinggal satu rumah dengan
penderita atau kontak langsung dengan sekret/cairan tubuh (mata, hidung,
mulut) dari penderita suspect atau probable. Penyebaran utamanya diduga
melalui percikan (droplets) dan kemungkinan juga melalui pakaian dan
alat alat yang terkontaminasi atau secara faecal – oral. Selain itu, berbagai
prosedur aerosolisasi di rumah sakit (nebulisasi, intubasi, suction, dan
ventilasi) dapat meningkatkan resiko penularan SARS oleh karena kontak
secara tidak langsung melalui kontaminasi alat yang digunakan, baik
droplet maupun materi infeksius lain seperti partikel feses dan urin.8
Pada penelitiannya, menemukan bahwa penyebaran virus SARS ternyata
bisa diperantarai oleh udara (airbone transmission), hal inilah yang
menyebabkan community outbreak pada SARS di Hongkong dan Toronto
(Kanada). Meskipun demikian, butuh kontak intens agar virus itu bisa
menyebar. Misalnya saja berada dalam satu ruangan tertutup dalam waktu
lama. Seorang ibu (penderita SARS. Periode aman dari sekelompok
masyarakat yang terjangkit SARS adalah 14 hari setelah kasus terakhir
dinyatakan sembuh.8
4) Gejala Klinis
a. Gejala Prodromal
Masa inkubasi SARS secara tipikal adalah 2-7 hari, meskipun
demikian, beberapa laporan menunjukkan bahwa masa inkubasi ini bisa
40
lebih panjang sampai 10 hari. Gejala prodromal yang timbul dimulai
dengan adanya gejala-gejala sistemik yang non spesifik, seperti:
Batuk kering
Sesak nafas
Pada tahap awal infeksi, gejala tersebut seperti pada infeksi saluran
pernafasan pada umumnya. Namun gejala sesak makin lama akan
semakin berat dan mulai membatasi aktifitas fisik pasien. Sebanyak
20-25% pasien mengalami progresi buruk ke arah acute respiratory
distress syndrome (ARDS) akibat kerusakan pada pneumosit tipe 2
yang memproduksi surfaktan.8
41
Gejala lain yang mungkin timbul adalah pneumotoraks dan
pneumomediastinum, yang diakibatkan karena udara yang terjebak
dalam rongga dada, hal ini dilaporkan 12% terjadi secara spontan dan
20% timbul setelah penggunaan ventilator di ICU.8 Penyebab kematian
tersering pada SARS adalah dikarenakan oleh ARDS berat, kegagalan
multiorgan, infeksi sekunder, septicemia, serta komplikasi
tromboembolitik.8
Manifestasi Pencernaan
42
- Pemulasaraan jenazah secara higienis (misalnya, membersihkan badan,
merapikan rambut, memotong kuku, dan mencukur) harus dilakukan
dengan menerapkan Kewaspadaan Standar.9
44
F. Pencegahan Infeksi di Ruang Pemulasaran Jenazah
Setiap jenazah harus dianggap berpotensi infeksius dan perlu ditangani sesuai
dengan tindakan pencegahan yang disarankan, teknik prosedural dan
mengetahui prinsip profilaksis sebelum terpapar. Seluruh area otopsi dan isinya
harus ditetapkan sebagai tanda peringatan Biohazard dan tepat ditempatkan di
tempat jenazah. Oleh karena itu kesadaran akan keselamatan di kamar jenazah
adalah langkah pencegahan yang efektif.
Enam kategori risiko potensial ditemukan oleh staf otopsi selama melakukan
otopsi dan ini adalah:11
1. Cedera mekanis seperti mengalami jatuh atau tergelincir di lantai.
2. Cedera akibat pemotongan tajam.
3. Electrocution.
4. Paparan bahan kimia beracun (Formalin, sianida)
5. Infeksi.
6. Paparan radiasi.
Tindakan Pencegahan dari Kontaminan Penyakit Infeksi pada Kamar
jenazah.12
Sumber Infeksi Tindakan Pencegahan
Patogen yang terdapat di darah1. Vaksinasi hepatitis B
2. Pencegahan akses imunosupresi atau
individu dengan defisiensi imun dan
individu yang memiliki luka terbuka, dan
lesi kulit.
3. 10% harus dimasukkan ke paru-paru
setelah spesimen mikrobiologi yang sesuai
telah diambil dan sebelum pemeriksaan
paru.
4. Standar tindakan pencegahan universal
tidak berlaku untuk feses, sekresi hidung,
dahak, keringat, air mata, air kencing
danvomitus kecuali mereka mengandung
darah yang terlihat.
Agen yang disebarkan oleh 1. Ventilasi yang memadai di kamar post-
aerosol misalnya mortem.
Mycobacterium tuberculosis 2. Masuk tanpa izin dan pergerakan bebas
45
dalam kamar jenazah harus dibatasi
3. Permukaan tulang harus dibasahi sebelum
digergaji untuk mengurangi dispersi debu
tulang.
4. Plastik penutup atau pengumpul debu
tulang vakum yang melekat pada vibrating
saw.
5. Imunisasi BCG.
6. Dalam kasus infeksi tuberkulosis, masker
bedah telah terbukti tidak cukup, dalam
kasus seperti itu, pemakaian masker
respirator N-95 harus dibuat wajib
(Efisiensi Tinggi Udara Partikulat
(HEPA).
Exotic agents (Aercsol 1. Menghindari luka dan tusukan
transmitted and blood 2. Perlindungan terhadap tetanus
borne) yang tidak ada 3. Semua orang di ruang otopsi harus
profilaksis atau perawatan mengenakan baju bedah dengan lengan
pasca paparan. panjang, topi bedah, kacamata, sepatu
tertutup sebagai perangkat keselamatan
yang direkomendasikan untuk melindungi
mata, kulit, dan selaput lendir.
4. Semua personil yang terpapar harus
memiliki akses ke fasilitas kesehatan yang
tepat secepatnya. Informasi harus diberikan
kepada para ahli dan meminta saran medis
yang sesuai.
5. Personil otopsi harus memiliki pemeriksaan
darah dasar/status serologi dari HBV dan
HIV dan tuberkulin skin test pada saat
bekerja dan pemeriksaan ulang secara
berkala.
6. Pelatihan dan edukasi staf di lingkungan
kerja yang aman dan sesuai praktik kerja
7. Penggunaan label seperti "Bahaya infeksi"
pada jenazah dianggap tepat
BLUE label: Tindakan pencegahan standar
direkomendasikan.
YELLOW label: Tindakan pencegahan
tambahan direkomendasikan
RED label: Tindakan pencegahan infeksi
yang ketat direkomendasikan
46
BAB III
JURNAL
ABSTRAK13
Latar belakang: Kamar jenazah merupakan bagian dari rumah sakit yang
sering terlupakan, karena banyak orang berpikir bahwa orang yang sudah mati
tidak dapat menularkan penyakit. Petugas kamar jenazah adalah orang yang
paling beresiko terjangkit infeksi dapatan dari kamar jenazah.Salah satu faktor
yang menyebabkan penularan infeksi ini adalah ketidaktahuan mengenai
bahaya dan resiko yang mungkin terjadi.Pendidikan merupakan salah satu hal
yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan.
Tujuan: Mengetahui hubungan tingkat pendidikan petugas pemulasaran
jenazah dengan pengetahuan infeksi dapatan dari kamar jenazah.
Metode: Desain penelitian ini adalah cross sectional, menggunakan petugas
kamar jenazah sebagai responden penelitian. 20 responden diambil dengan
menggunakan metode konsekutif di bagian pemulasaran jenazah Rumah Sakit
di Semarang dan sekitarnya selama bulan November 2013-April 2014.
Responden melakukan pengisian kuesioner dan di uji Chi Square
menggunakan program SPSS for Windows
Hasil: Petugas kamar jenazah berjenis kelamin laki-laki berjumlah 18 orang,
dan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 2 orang. Yang memiliki
tingkat pendidikan rendah=13 orang dan yang memiliki tingkat pendidikan
tinggi=7 orang. Analisis dengan Chi Square p<0,05 didapatkan 2 sel expected
count <50% sehingga dilanjutkan dengan Fisher’s Exact Test dan didapatkan
nilai kemaknaan p=0,017(p<0,05).
47
Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna Antara Tingkat pendidikan
petugas pemulasaran jenazah dengan pengetahuan infeksi dapatan dari kamar
jenazah. Pendidikan merupakan proses belajar, tingkat pendidikan tinggi dapat
dikaitkan dengan kemampuan mengingat dan memahami informasi.
A. Pendahuluan
Rumah sakit selain tempat untuk tindakan kuratif berbagai penyakit, tempat
ini juga merupakan tempat umum dan tempat untuk bekerja.Oleh karena itu
rumah sakit memiliki peran sebagai sumber berbagai agen penyakit yang dapat
menyebabkan infeksi.
Kamar jenazah merupakan sumber infeksi yang potensial, tidak hanya
untuk ahli patologi otopsi, tetapi juga untuk pengunjung dan petugas
pamulasaran jenazah. Beberapa studi telah melaporkan bahwa dengan
berakhirnya kehidupan, mikroorganisme patogenik tertentu akan dilepaskan
dari tubuh, yang jika tidak diwaspadai dapat menular pada seseorang yang
menangani jenazah tersebut.
Infeksi dapatan dari kamar jenazah merupakan hal yang masih asing
terdengar, namun hal ini merupakan bahaya yang sering terlupakan. Penyakit
yang disebabkan oleh mikroba patogen yang berasal dari dalam jenazah yang
dapat tertular ke manusia yang masih hidup melalui darah ataupun droplet.
Personel yang bertugas menangani jenazah baik secara langsung maupun
tidak langsung berisiko terjangkit infeksi blod-borne virus seperti Human
Immunodeficiency virus (HIV), Hepatitis B, Hepatitis C, serta infeksi lain lain
seperti Tuberkulosis.
Petugas pemulasaran jenazah yang melakukan penanganan jenazah, secara
tidak langsung telah mendapatkan pengalaman yang mempengaruhi
pengetahuannya dimana seseorang yang lebih banyak mendapat pengalaman
maka pengetahuannya akan lebih tinggi daripada seseorang yang sedikit
berpengalaman. Namun hal ini juga terkait dengan tingkat pendidikan petugas.
Dimana tingkat pendidikan mempengaruhi kognitif seseorang.8-10.
48
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat
pendidikan petugas pemulasaran jenazah dengan pengetahuan infeksi dapatan
dari kamar jenazah.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan
belah lintang dengan sampelpetugas pemulasaran jenazah rumah sakit di
Semarang dan sekitarnya.Sampel dalam penelitian ini adalah petugas
pemulasaran jenazah rumah sakit di Semarang dan sekitarnya yang
memenuhikriteria bersedia dilibatkan dalam penelitian.Subjek yang tidak sehat
dan menolak untuk dijadikan sampel tidak diikutsertakan dalam penelitian.
Besar sampel ditentukan dengan menggunakan whole population, diambil
dari kurun waktu bulan November 2013-April 2014.Pada periode penelitian
dijumpai 20 petugas pemulasaran jenazah yang memenuhi kriteria
penelitian.Seluruh subjek tersebut digunakan dalam subjek penelitian.
Variabel bebas penelitian adalah tingkat pendidikan petugas pemulasaran
jenazah.Tingkat pendidikan diambil dari tingkat pendidikan formal terakhir
yang diselesaikan sampai penelitian dilakukan.Hasilnya dinyatakan tingkat
pendidikan rendah bila lulusan SD dan SMP, dan tingkat pendidikan tinggi bila
lulusan SMA, diploma, sarjana, akademi, magister, spesialis, doktor.Variabel
terikat penelitian adalah Pengetahuan infeksi dapatan dari kamar jenazah.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner, apabila menjawab
benar ≥ 80 dinyatakan berpengetahuan tinggi dan apabila menjawab benar < 80
dinyatakan berpengetahuan rendah.
Uji hipotesis hubungan antara tingkat pendidikan petugas pemulasaran
jenazah dengan pengetahuan infeksi dapatan dari kamar jenazahdianalisis
dengan uji hubungan Chi square.Nilai p dianggap bermakna apabila p<0,05.
Analisis statistic dilakukan dengan menggunakan program komputer.
C. Hasil
Penelitian ini telah dilakukan pada petugas pemulasaran jenazah rumah
sakit di Semarang dan sekitarnya.Cara pemilihan sampel adalah consecutive.
49
Penelitian ini menggunakan 20 orang petugas pemulasaran jenazah rumah sakit
di Semarang dan sekitarnya yang memenuhi kriteria penelitian.Seluruh sampel
dimintai kesediaannya dengan mengisi informed consent dan dilakukan
pengambilan data menggunakan kuesioner.
1) Karakteristik subjek penelitian
Karakteristik subjek penelitian berupa usia, jenis kelamin, masa kerja, dan
pendidikan terakhir.
2) Pengetahuan Tentang Bahaya dan Resiko
Tampak secara keseluruhan sebagian besar responden tingkat
pengetahuannya tentang bahaya dan resiko termasuk dalam kategori cukup
(35%).
3) Pengetahuan Tentang Jenazah
tampak secara keseluruhan sebagian besar responden tingkat
pengetahuannya tentang Jenazah termasuk dalam kategori cukup (35%).
4) Pengetahuan Tentang Vaksin dan Imunisasi
Tampak secara keseluruhan sebagian besar responden tingkat
pengetahuannya tentang Vaksin dan Imunisasi termasuk dalam kategori
baik (35%).
5) Pengetahuan Tentang Penyebaran Penyakit
Tampak secara keseluruhan sebagian besar responden tingkat
pengetahuannya tentang Vaksin dan Imunisasi termasuk dalam kategori
Cukup (30%).
6) Pengetahuan Tentang Lingkungan Bekerja
Tampak secara keseluruhan sebagian besar responden tingkat
pengetahuannya tentang Vaksin dan Imunisasi termasuk dalam kategori
Baik (45%).
D. Pembahasan
Pengetahuan merupakan kumpulan informasi yang dipahami,
diperoleh dari proses belajar selama hidup dan dapat digunakan sewaktu-
50
waktu sebagai alat penyesuaian diri baik terhadap diri sendiri maupun
terhadap lingkungannya. Pengetahuan dapat diartikan juga sebagai
kemampuan untuk menerangkan kembali apa yang telah dialami,
dipelajari, dipahami oleh panca indera yang berasal dari berbagai macam
sumber untuk kemudian diterapkan pada suatu keadaan atau kegiatan
tertentu.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa petugas dengan tingkat
pendidikan tinggi, maka tingkat pengetahuannya terhadap infeksi dapatan
dari kamar jenazah lebih tinggi dibandingkan petugas dengan tingkat
pendidikan rendah. Hal ini dikarenakan semakin tingginya tingkat
pendidikan maka semakin besar rasa ingin tahu seseorang dan hal ini dapat
membuat kesadaran kepada petugas kamar jenazah untuk ikut dalam
seminar dan membaca Standar Operasional Prosedur Rumah Sakit dalam
melakukan penanganan jenazah.Petugas dengan tingkat pendidikan tinggi
juga mampu memahami dan mengingat benar informasi yang sudah
didapatkan. Petugas dengan tingkat pendidikan rendah cenderung kurang
memahami bahaya infeksi dapatan dari kamar jenazah.Sehingga dalam
melakukan penanganan kepada jenazah petugas sering melupakan
penggunaan pelindung diri.Dan hal ini dikarenakan karena tingkat
pengetahuan yang rendah. Namun ada pula petugas yang tingkat
pendidikannya rendah dengan nilai pengetahuan yang tinggi begitu juga
sebaliknya. Hal ini dikarenakan pengetahuan semata-mata tidak hanya
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, ada hal lain yang juga ikut
mempengaruhi seperti persepsi, motivasi, dan pengalaman bekerja.
Dari hasil penelitian dapat kita simpulkan bahwa petugas dengan
tingkat pendidikan tinggi memiliki tingkat pengetahuan yang lebih tinggi
sebesar 66,7% dibandingkan dengan petugas dengan tingkat pendidikan
rendah yang memilikipengetahuan tinggi yang hanya sebesar 33,3% dan
petugas dengan tingkat pendidikan rendah memiki tingkat pengetahuan
yang lebih rendah sebesar 90,9% dibandingkan dengan petugas yang
51
memiliki tingkat pendidikan tinggi dengan pengetahuan rendah yang
hanya sebesar 9,1%. Hal ini dikarenakan pendidikan mempengaruhi proses
belajar, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka ada kemungkinan
semakin tinggi pula pengetahuan yang dimilikinya. Peningkatan
pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga
dapat diperoleh pada pendidikan non formal, seperti workshop atau
seminar.
Dari hasil perhitungan statistik, 3 orang responden berpendidikan
tinggi memiliki tingkat pengetahuan yang rendah, Hal ini bisa disebabkan
karena faktor lain selain pendidikan seperti usia dan masa kerja. Hal ini
digambarkan dari salah satu responden yang memiliki tingkat pendidikan
tinggi yaitu lulusan S1 namun sudah berusia 69 tahun. Ada kemungkinan
usia ini yang mempengaruhi penurunan pengetahuan. Namun perlu
ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti
mutlak berpengetahuan rendah pula, karena dari data yang didapat ada 1
orang responden berpendidikan rendah yang memiliki tingkat pengetahuan
tinggi.Kemungkinan hal ini dikarenakan pengetahuan tidak hanya
dipengaruhi oleh satu faktor saja, yaitu faktor pendidikan.Melainkan bisa
dikarenakan oleh gabungan beberapa faktor yang perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut lagi.
E. Kesimpulan
Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan tterdapat hubungan
Antara tingkat pendidikan petugas pemulasaran jenazah dengan
pengetahuan infeksi dapatan dari kamar jenazah Rumah Sakit di Semarang
dan sekitarnya periode November 2013-April 2014.
52
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
53
DAFTAR PUSTAKA
55