Anda di halaman 1dari 55

KEPANITRAAN KLINIK KEDOKTERAN REFERAT

FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL NOVEMBER 2019


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

PEMULASARAN JENAZAH PADA PASIEN

HIV, HEPATITIS, SARS, MERS-CoV

OLEH:

Yacoba Patandianan, S.Ked

(K1A1 12 106)

Wukhirfah Dewi Hanapi, S.Ked

(K1A1 13 068)

PEMBIMBING:

dr. Raja Al Fath Widya Iswara, MH, Sp.FM

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

1
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Pemulasaran Jenazah Pada Pasien HIV, Hepatitis, Sars,

Mers-CoV

Nama :

1. Yacoba Patandianan, S.Ked (K1A1 12 106)


2. Wukhrifah Dewi Hanapi (K1A1 13 068)
Program Studi : Pendidikan Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Telah menyelesaikan pembacaan Referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada

Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas

Halu Oleo pada tanggal 3 November 2019

Menyetujui,
Pembimbing

dr. Raja Al Fath Widya Iswara, MH., Sp.FM

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas limpahan

rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulisan Referat yang

berjudul “Pemulasaran Jenazah Pada Pasien HIV, Hepatitis, Sars, Mers-

CoV” ini dapat dirampungkan dengan baik dan lancar. Penulisan referat ini

disusun sebagai salah satu tugas dalam rangka mengikuti kepaniteraan klinik di

bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas

Halu Oleo.

Penulis menyadari bahwa pada proses pembuatan referat ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, segala bentuk kritik dan saran dari semua pihak yang
sifatnya membangun demi penyempurnaan penulisan berikutnya sangat penulis
harapkan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Raja Al Fath Widya
Iswara, MH, Sp.FM atas bimbingan dan arahannya sehingga berbagai masalah
dan kendala dalam proses penyusunan referat ini dapat teratasi dan terselesaikan
dengan baik.

Penulis berharap semoga Referat mengenai Pemulasaran Jenazah Pada


Pasien HIV, Hepatitis, Sars, Mers-CoV ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan para pembaca pada umunya serta dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya. Atas segala bantuan dan perhatian baik berupa tenaga, pikiran dan
materi pada semua pihak yang terlibat dalam menyelesaikan referat ini penulis
ucapkan terima kasih.

Kendari, November 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. i

KATA PENGANTAR …………………………………………………………...


ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………… 1

A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C. Tujuan .............................................................................................. 2
D. Manfaat………………………………………………………….. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 4

A. Pemulasaran Jenazah ....................................................................... 4


B. HIV- AIDS…..……………………………………………………5
C. Hepatitis…………………………………………………………..21
D. SARS…………………………………………...…………………2
8
E. MERS-CoV……………………….………………………………32

BAB III ILUSTRASI KASUS…………………………………………………36

BAB IV PENUTUP………………………………………………………….34

A. Simpulan………………………………………………………….42

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kamar jenazah adalah layanan rumah sakit yang digunakan untuk


mengamankan dan menyelamatkan mayat manusia yang menunggu
identifikasi atau pemindahan untuk otopsi, pemakaman atau ritual pasca
kematian lainnya. Kamar mayat telah lama digunakan sebagai tempat untuk
mengawetkan dan mencegah kerusakan mayat manusia. Kamar jenazah juga
berfungsi untuk melacak catatan dan informasi tentang orang mati dan untuk
penelitian.1

Kamar jenazah merupakan sumber infeksi yang potensial, tidak hanya


untuk ahli patologi anatomi otopsi, tetapi juga untuk pengunjung dan petugas
pemulasaran jenazah. Beberapa studi telah melaporkan bahwa dengan
berakhirnya kehidupan seseorang, mikro-organisme patogenik tertentu masih
dapat dilepaskan dari tubuh jenazah, yang jika tidak diwaspadai dapat
ditularkan kepada orang–orang yang menangani jenazah tersebut. Penularan
mikro-organisme patogenik tersebut dapat melalui inhalasi aerosol, tertelan,
inokulasi direk / tusukan benda tajam, luka pada kulit, dan membrana mukosa
mata, hidung, dan mulut. Terlebih lagi, setelah meninggal akan didapatkan
sawar darah-otak dan sistem retikulo-endotelial yang sudah tidak berfungsi
lagi, sehingga patogen dapat menyebar dengan lebih mudah dalam tubuh
jenazah.2

Personel yang bertugas menangani jenazah baik secara langsung


maupun tidak langsung beresiko terjangkit infeksi blood-borne virus seperti
Human Immunodeficiency Virus (HIV), Hepatitis B, Hepatitis C, dan
Tuberkulosis serta infeksi dari patogen–patogen lainnya. 2

5
Patogen yang dapat menular melalui darah, terutama virus, sebagian besar
berasal dari inokulasi melalui kulit. Beberapa virus, seperti Human
Immunodeficiency Virus (HIV), Hepatitis B, dan Hepatitis C, bertahan dalam
jangka waktu yang lama dalam tubuh jenazah setelah kematian pasien. Human
Immunodeficiency Virus (HIV) misalnya, telah dilaporkan dapat bertahan hidup
hingga enam belas hari setelah kematian, dan dalam empat belas hari masih
berada dalam limpa bila berada dalam suhu kamar. Virus tersebut masih dapat
ditemukan dan diisolasi dari tulang kranial, otak, cairan serebrospinal, kelenjar
getah bening, limpa, dan darah dalam waktu lima hari setelah kematian meskipun
jenazah berada dalam suhu 6⁰C.3

Petugas pemulasaran jenazah merupakan salah satu anggota dari kamar


jenazah yang memiliki resiko tinggi untuk tertular infeksi dapatan dari kamar
jenazah, karena merekalah yang bertugas untuk merawat mayat sebelum
dimakamkan. Salah satu faktor yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi
dapatan dari kamar jenazah adalah ketidaktahuan mengenai potensi bahaya
dan resiko yang dapat terjadi. 3

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pemulasaran Jenazah pada Pasien HIV, Hepatitis, SARS dan


Mers-Cov di rumah sakit?

2. Bagaimana cara mencegah terjadinya infeksi dapatan dari kamar jenazah?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui Pemulasaran Jenazah pada Pasien HIV, Hepatitis,


SARS dan Mers-Cov di rumah sakit
2. Untuk mengetahui cara pencegahan infeksi dapatan dari kamar jenazah

6
D. Manfaat
1. Manfaat Praktis
Memberi gambaran mengenai Pemulasaran Jenazah pada Pasien HIV,
Hepatitis, SARS dan Mers-Cov di rumah sakit.

2. Manfaat Teknis
Referat ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan khususnya mengenai
Pemulasaran Jenazah pada Pasien HIV, Hepatitis, SARS, Mers-Cov di rumah
sakit dan menjadi bahan rujukan bagi penulis selanjutnya.

3. Manfaat bagi Penulis


Menerapkan dan memperkaya ilmu pengetahuan yang diperoleh dari
perkuliahan, terutama yang berhubungan dengan Pemulasaran Jenazah pada
Pasien HIV, Hepatitis, SARS dan Mers-Cov di rumah sakit.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemulasaran Jenazah

1) Kamar Mayat

Dasar Hukum 3
a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
b) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.
c) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah.
d) Undang – undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
e) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah Pusat dan Propinsi.
f) Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1277/Menkes/SK/XI/ 2001
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.
g) Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 106/Menkes/SK/1/2004
tentang Sistim Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) dan
Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) General
Emergency Life Support (GELS) Tingkat Pusat.
h) SKB Kapolri dan Menkes No 1078 / MENKES / SKB/VII/2003 No
Polisi / 3889 /VII/2003 tentang Identifikasi Korban Mati Pada Bencana
Massal.

2) Standar Kamar Mayat 3


a) Letak kamar jenazah harus memiliki akses langsung dengan ruang
gawat darurat, ruang kebidanan, ruang rawat inap, ruang operasi, dan
ruang perawatan intensif.
b) Akses menuju kamar jenazah bukan merupakan akses umum dan
diproteksi terhadap pandangan pasien dan pengunjung untuk alasan
psikologis.
8
c) Bangunan Rumah Sakit harus memiliki akses dan lahan parkir khusus
untuk kereta jenazah.

d) Lahan parkir khusus untuk kereta jenazah harus berdekatan dengan


kamar jenazah.
NO NAMA RUANGAN PERSYARATAN RUANGAN KETERANGAN
1. Ruangan Administrasi Umum RS Kelas D, ruangan ini
tidak dipersyaratkan ada.

2. Ruangan Tunggu Umum RS Kelas C dan D,


Keluarga Jenazah ruangan ini tidak
dipersyaratkan ada.
3. Ruangan Duka • Luas ruangan tergantung dari RS Kelas C dan D,
(dilengkapi KM/WC) pelayanan yang diperlukan ruangan ini tidak
• Ruangan harus dijamin terjadinya dipersyaratkan ada.
pertukaran udara baik alami maupun
mekanik dengan total pertukaran
udara minimal 10 kali per jam.
• Persyaratan KM/WC umum lihat
poin di atas.

4. Gudangan perlengkapan Umum


Ruang Duka

9
NO. NAMA RUANGAN PERSYARATAN RUANGAN KETERANGAN
5. Ruangan Dekontaminasi • Pintu masuk menggunakan
dan Pemulasaraan jenis pintu swing membuka ke
Jenazah arah dalam dan dilengkapi
dengan alat penutup pintu
otomatis.
• Bahan penutup pintu harus
dapat mengantisipasi benturan-
benturan brankar.
• Bahan penutup lantai tidak
licin dan tahan terhadap air.
• Konstruksi dinding tahan
terhadap air sampai dengan
ketinggian 120 cm dari
permukaan lantai.
• Ruangan dilengkapi dengan
sink dan pancuran air (shower).

6. Laboratorium Otopsi •Luas ruangan laboratorium RS Kelas C dan D, ruangan


otopsi minimal 12m2 per meja ini tidak dipersyaratkan ada.
otopsi dengan memperhatikan RS Kelas B ketersediaan
ruang gerak petugas, pasien dan ruangan ini opsional sesuai
peralatan. kajian kebutuhan pelayanan.
• Disediakan wastafel dan
fasilitas desinfeksi tangan.
• Setiap ruangan disediakan
minimal 2 (dua) kotak kontak
atau tidak boleh menggunakan
percabangan. Untuk stop

10
NO. NAMA RUANGAN PERSYARATAN KETERANGAN
RUANGAN
kontak khusus alat
laboratorium disediakan
tersendiri dan harus
kompatibel dengan rencana
alat yang akan dipakai.
• Ruangan harus dijamin
terjadinya pertukaran udara
baik alami maupun mekanik
dengan total pertukaran udara
minimal 6 kali per jam,
dengan arah udara laminar ke
bawah dan dibuang langsung
keluar bangunan gedung.
•Ruangan harus
mengoptimalkan pencahayaan
alami. Untuk pencahayaan
buatan dengan intensitas
cahaya 100 lux.

11
7. Ruangan Pendingin Jenazah •Luas ruangan menyesuaikan RS Kelas D, ruangan
kebutuhan kapasitas ini tidak
pelayanan. dipersyaratkan ada.
• Ruangan harus terhindar
dari banjir
• Setiap ruangan disediakan
minimal 2 (dua) kotak kontak
dan belum termasuk kotak
kontak untuk peralatan yang
memerlukan daya listrik
besar, serta tidak boleh
menggunakan percabangan/
sambungan langsung tanpa
pengaman arus.
• Ruangan harus dijamin
terjadinya pertukaran udara
baik alami maupun mekanik
dengan total pertukaran udara
minimal 10 kali per jam.
boleh menggunakan
percabangan/ sambungan
langsung tanpa pengaman
arus.

12
8. Ruangan Ganti Pakaian APD • Persyaratan umum RS Kelas D,
(dilengkapi dengan toilet) ruangan lihat ruangan ini tidak
persyaratan ruangan dipersyaratkan ada.
ganti sebelumnya.
• Ruangan harus
dilengkapi
antiseptic footbath
dan wastafel.
• Persyaratan toilet
umum lihat poin di
atas.

9. Ruangan Kepala Instalasi Umum RS Kelas D,


Pemulasaraan Jenazah ruangan ini tidak
dipersyaratkan ada.
10. Ruangan Jemur Alat Persyaratan umum RS Kelas D,
dengan dilengkapi ruangan ini tidak
wastafel. dipersyaratkan ada.
11. Gudang instalasi pemulasaraan Umum RS Kelas D,
jenazah ruangan ini tidak
dipersyaratkan ada.
12. KM/WC petugas/ pengunjung Persyaratan RS kelas C dan D,
KM/WC umum lihat ruangan ini dapat
poin di atas. bergabung dengan
ruang lain

Keterangan : Kebutuhan ruangan di kamar jenazah disesuaikan dengan jenis dan


kebutuhan pelayanan serta ketersediaan SDM di Rumah Sakit.

13
3) Kategorisasi Jenazah

Berdasarkan cara transmisi dan resiko infeksi terhadap penyakit yang


berbeda, pencegahan dalam menangani jenazah dibagi dalam 3 kategori:

Kategori 1 Ditandai dengan label biru, standart precaution direkomendasikan


kepada semua jenazah selain dari jenazah yang memiliki penyakit
menular seperti kategori 2 dan 3
Kategori 2 Ditandai dengan label kuning, sebagai tambahan pada standart
precaution, additional precaution direkomendasikan kepada jenazah
dengan:
- Infeksi HIV ( human immunodeficiency virus)
- Hepatitis C
- Creutzfeldt-Jacob disease (CJD), tanpa otopsi
- SARS ( severe acute respiratory syndrom)
- Avian Influenza
- Middle East respiratory syndrom ( MERS)
- Penyakit menular lain
Kategori 3 Ditandai dengan label merah sebagai tambahan pada standart
precaution, stringen precaution direkomendasikan kepada jenazah
dengan:
- Anthrax
- Plaque
- Rabies
- Viral haemorrhagic fever
- Creutzfeldt-Jacob disease (CJD), dengan otopsi
- Penyakit menular lain

14
Label 1. label biru, standart precaution direkomendasikan kepada semua jenazah
selain dari jenazah yang memiliki penyakit menular seperti kategori 2 dan 3

Label 2. label kuning, sebagai tambahan pada standart precaution, additional


precaution

Label 3. label merah sebagai tambahan pada standart precaution, stringen


precaution

4) Definisi Pemulasaran Jenazah

Pemulasaran jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal,


yang meliputi persiapan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga,
transportasi ke kamar jenazah dan melakukan disposisi (penyerahan)
barang-barang milik pasien. jika pasien meninggal karena kekerasan atau
15
dicurigai akibat kriminalitas, perawatan jenazah setelah pemeriksaan medis
lengkap melalui otopsi.4

Perawatan setelah kematian termasuk:4

a. Menghormati agama atau budaya dari orang yang meninggal dan


keluarga/pengasuh mereka sambil memastikan kewajiban hukum
terpenuhi
b. Mempersiapkan jenazah untuk dipindahkan kekamar mayat
c. Menawarkan dan memberikan kesempatan bagi keluarga dan pengasuh
untuk berpartisipasi dalam proses perawatan dan mendukung mereka
untuk melakukannya
d. Memastikan bahwa privasi dan martabat orang yang meninggal
dipertahankan
e. Memastikan kesehatan dan keselamatan semua orang yang bersentuhan
dengan tubuh dilindungi
5) Prinsip pemulasaran jenazah

Jenazah secara etis diperlakukan penghormatan sebagaimana manusia,


karena jenazah adalah manusia. Martabat kemanusiaan ini secara khusus
adalah perawatan keberhasilan sebagaimana kepercayaan/adatnya,
perlakuan sopan dan tidak merusak badannya tanpa indikasi atau
kepentingan kemanusian, termasuk penghormatan atas kerahasiaannya.
Oleh karenanya kamar jenazah harus bersih dan bebas dari kontaminasi
khususnya hal yang membahayakan petugas atau penyulit analisa
kemurnian identifikasi (termasuk kontaminasi DNA dalam kasus forensik
mati). Demikian pula aman bagi petugas yang bekerja, termasuk terhadap
resiko penularan jenazah terinfeksi karena penyakit mematikan.5

16
6) Proses Pemulasaran Jenazah
a. Ketentuan umum penanganan jenazah :
1. Semua petugas/keluarga/masyarakat yang menangani jenazah
sebaiknya telah mendapatkan vaksinasi Hepatitis-B sebelum
melaksanakan pemulasaraan jenazah (catatan: efektivitas vaksinasi
Hepatitis-B selama 5 tahun).
2. Hindari kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh lainnya.
3. Luka dan bekas suntikan pada jenazah diberikan desinfektan.
4. Semua lubang-lubang tubuh, ditutup dengan kasa absorben dan
diplester kedap air.
5. Badan jenazah harus bersih dan kering.
6. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh di buka lagi.
7. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik untuk pengawetan atau
autopsi, kecuali oleh petugas khusus.
8. Dalam hal tertentu autopsi hanya dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari pimpinan Rumah Sakit.
b. Persiapan sebelum memandikan jenazah
Persiapan tempat
 Fasilitas kesehatan: Tempat atau lokasi pemandian jenazah
diusahakan harus:
o Berdekatan dengan saluran pembuangan air/parit dan air harus
mengalir ke instalasi pembuangan air limbah (IPAL) rumah
sakit/fasilitas kesehatan.
o Tersedia bak pemandian jenazah.
 Rumah: Tempat atau lokasi pemandian jenazah diusahakan harus:
o Berdekatan dengan saluran pembuangan air/parit (permukaan
tanah).
o Jika tak ada parit, galilah lubang serapan untuk pembuangan air.
o Tersedia meja pemandian jenazah.

17
c. Perawatan Jenazah (Memandikan Jenazah)
Persiapan :
1. Alat pelindung petugas: sarung tangan karet sampai siku, sepatu boot
dari karet, gaun, celemek plastik dan masker.
2. Tempat memandikan jenazah.
3. Washlap, handuk, waskom berisi air, desinfektan (larutan klorin
0,5%) dan sabun.
4. Plester kedap air, kapas pembalut, sisir, pewangi.
5. Kantong jenazah/plastik.
6. Brankart jenazah.
7. Kacamata pelindung.
Prosedur :
1. Siapkan larutan Klorin 0,5%.
2. Kenakan pakaian yang memenuhi standar kewaspadaan universal.
3. Pindahkan jenazah ke meja tempat memandikan jenazah, tidak
diperbolehkan memandikan jenazah dengan dipangku.
4. Lepaskan semua baju yang dikenakan jenazah.
5. Siram seluruh tubuh jenazah dengan larutan klorin 0,5% secara merata
keseluruh tubuh mulai dari sela-sela rambut, lubang telinga, lubang
hidung, mulut, tubuh dan kaki; kemudian tunggu hingga 10 menit.
6. Mandikan jenazah dengan sabun dan air mengalir.
7. Bilas jenazah dengan air mengalir.
8. Keringkan jenazah dengan handuk.
9. Sumbat semua lubang tubuh jenazah yang mengeluarkan cairan
dengan kapas.
10. Bungkus jenazah dengan kain kafan atau pembungkus lain sesuai
dengan agama/kepercayaannya.
11. Selesai ritual keagamaan, jenazah dimasukkan ke dalam kantong
plastik dengan ketebalan tertentu.

18
12. Pindahkan jenazah langsung ke peti jenazah disaksikan pihak
keluarga, kemudian peti ditutup kembali (peti jenazah disesuaikan
dengan kemampuan dan adat istiadat masyarakat atau agama yang
dianut).
13. Jenazah diangkut ke dalam mobil jenazah untuk diantarkan ke rumah
duka.
14. Siram meja tempat memandikan jenazah dengan larutan klorin 0,5%
dan bilas dengan air mengalir.
15. Lepaskan perlengkapan kewaspadaan universal (sesuai protap
pemakaian kewaspadaan universal).

B. HIV-AIDS
1) Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV
menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas
menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk sel T-4 atau sel T-
Helper atau disebut juga sel CD-4. HIV tergolong dalam kelompok
retrovirus yaitu kelompok virus yang mempunyai kemampuan untuk
mengkopi cetak materi genetik di dalam materi genetik sel-sel yang
ditumpanginya. Melalui proses ini, HIV dapat mematikan sel-sel CD-4.
Sedangkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah
kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh
oleh.6
HIV & AIDS merupakan virus yang dapat ditularkan, berikut
beberapa kondisi yang dapat mempermudah penularan dan penyebaran
HIV dan AIDS antara lain :6
1. Peningkatan industri seksual komersial.
2. Prevalensi penyakit kelamin tinggi.

19
3. Pemakaian kondom rendah.
4. Proses urbanisasi yang cepat.
5. Terjadinya hubungan seksual secara berganti-ganti pasangan.
2) Masa Penularan Post Mortem
Media penularan HIV pada pasien hidup hampir sama dengan pada
pasien yang telah meninggal. Dalam hal ini yang memiliki resiko besar
untuk mendapat paparan HIV adalah ahli patologi, dokter yang melakukan
otopsi dan asisten otopsi. Beberapa cara tentang penularan HIV yaitu:6
a) Penularan melalui hubungan seksual dengan seorang pengidap HIV
tanpa perlindungan atau menggunakan kontrasepsi (kondom).
b) HIV dapat menular melalui transfusi dengan darah yang sudah
tercemar HIV.
c) Seorang ibu yang mengidap HIV bisa pula menularkannya kepada
bayi yang dikandung, itu tidak berarti HIV /AIDS merupakan
penyakit turunan, karena penyakit turunan berada di gen-gen
manusia sedangkan HIV menular saat darah atau cairan vagina ibu
membuat kontak dengan cairan atau darah anaknya.
d) Penularan melalui pemakaian jarum suntik, jarum tindik dan
peralatan lainnya yang sudah dipakai oleh pengidap HIV.

Gambar 1. Diagram Cara Penularan Infeksi HIV


20
Otopsi terbuka lengkap memiliki risiko lebih besar terkena HIV dan
juga aerosolisasi dan penyebaran patogen oportunistik, sebuah otopsi
lengkap tidak wajib dipertimbangkan ketika diagnosis ante-mortem AIDS
ditegakkan. Namun, jika prasarana yang memadai dan fasilitas yang ada
pemeriksaan dapat dipertimbangkan untuk tujuan akademis. 6
HIV dapat masuk ke tubuh melalui cedera perkutan (misalnya, tertusuk
jarum atau terpotong dengan benda tajam) dan kontak mukosa atau kulit
yang tidak utuh. Studi telah memperkirakan rata-rata risiko penularan HIV
setelah pajanan percutaneous sebesar 0,3%. Rata-rata 99,7% dari petugas
kesehatan, yang terpapar HIV, tidak akan terinfeksi. Untuk paparan
mukosa risiko adalah 0,09% dan untuk kulit yang tidak utuh bahkan
kurang.Ini meningkat ketika kulit yang terkena pecah-pecah, terkelupas,
atau menderita dermatitis. Dalam konteks otopsi, beberapa cairan tubuh
lainnya (kecuali darah) yang berpotensi menular:
a) Air mani
b) Ekskresi vagina
c) Cairan serebrospinal
d) Cairan synovial
e) Cairan pleural
f) Cairan peritoneal
g) Cairan pericardial
h) Cairan ketuban.
Weston dan Locker menunjukkan prevalensi 8% dari tusukan sarung
tangan di petugas kesehatan di kamar mayat, dan peningkatan
risiko tusukan 3 - 4 kali lipat jika seorang teknisi bukan ahli patologi
melakukan pembedahan tubuh. Namun, 31,8% dari tusukan sarung tangan
tidak diketahui, dan kulit terpapar dengan bahan yang berpotensi terinfeksi
secara berkepanjangan. Tercatat juga bahwa sekitar 67% dari luka pisau
bedah didapatkan di daerah tersebut terdiri dari jari kelingking, ibu jari dan
jari tengah distal dari tangan tidak dominan.6
21
Penelitian menyarankan bahwa beberapa faktor dapat mempengaruhi
risiko HIV transmisi setelah pemaparan dalam pekerjaan berikut:
a) Prosedur yang melibatkan jarum ditempatkan langsung di vena
atau arteri,
b) Alat-alat terlihat terkontaminasi dengan darah pasien,
c) Pasien cedera,
d) Pasien dengan penyakit terminal.
Virus HIV masih tetap aktif selama kurang lebih empat jam
didalam tubuh penderita yang telah meninggal sehingga tetap berpotensi
menular pada orang disekelilingnya. Ada beberapa penelitian yang telah
melihat seberapa lama HIV bertahan dalam tubuh yang sudah meninggal.
Dalam tubuh yang tidak didinginkan, HIV umumnya bertahan hingga 24-
36 jam setelah kematian. Namun dalam sebuah penelitian pada badan
berpendingin, tubuh yang disimpan pada suhu 6 derajat celcius, HIV masih
dapat bertahan hingga 6 hari. Dalam studi lain, badan yang didinginkan
pada 2 derajat Celcius ditemukan memiliki HIV hingga 16,5 hari. 6
3) Perjalanan HIV & AIDS

Perjalanan HIV & AIDS dapat dibagi menjadi 4 (empat) stadium : 6


1. Stadium pertama: HIV
Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan
serologic ketika antibodi terhadap virus tersebut dari negatif berubah
menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai
tes antibodi terhadap HIV menjadi positif disebut window period (masa
jendela). Lama window period antara 1 – 3 bulan.
2. Stadium kedua: Asimtomatik
Di dalam tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala-
gejala. Keadaan ini berlangsung rata-rata 5 – 10 tahun. Cairan tubuh
ODHA ini dapat menularkan HIV kepada orang lain.

22
3. Stadium ketiga: Pembesaran Kelenjar Limfa
Ditandai dengan pembesaran kelenjar limfa secara menetap dan merata
(Persistent Generalized Lymphadenopathy) yang tidak hanya muncul
pada satu tempat dan berlangsung lebih dari satu bulan.
4. Stadium keempat: AIDS
Keadaan ini disertai berbagai macam penyakit.
Gejala klinis pada stadium AIDS :

a. Gejala mayor (2 dari 3 gejala utama):

- Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan.

- Diare kronis lebih dari 1 bulan berulang ataupun terus menerus.

- Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 bulan.


b. Gejala minor (1 dari 3 gejala minor):
- Batuk kronis selama lebih dari 1 bulan.

- Munculnya herpes zoster berulang.

- Bercak-bercak gatal di seluruh tubuh.

4) Tahapan/Fase/Derajat Infeksi HIV


Tahapan/fase/derajat infeksi HIV, dikelompokkan atas 4 (empat) yaitu:6
1. Infeksi HIV primer.

2. HIV dengan defisiensi imun dini (CD-4 > 500/μL).

3. HIV dengan defisiensi imun sedang (CD-4 200 - 500/μL).

4. HIV dengan defisiensi imun berat (CD-4 < 200/ μL) disebut dengan
AIDS.
Infeksi Oportunistik (IO) adalah infeksi yang menyerang orang yang
kekebalan tubuhnya rendah. Pada saat jumlah CD-4 dibawah 500/ μL.

23
5) Pemeriksaan Diagnostik
Tes HIV adalah suatu tes terhadap darah, cairan tubuh atau organ
tubuh yang dipakai untuk memastikan apakah seseorang telah terinfeksi
HIV atau tidak. Tes skrining yang digunakan untuk mendiagnosis HIV
adalah ELISA. Tes lain yang biasa digunakan untuk mengkonfirmasi hasil
ELISA adalah Western Blot, Indirect Immunofluoresence Assay (IFA) atau
Radio Immuno Precipitation Assay. Tes HIV digunakan terutama untuk 3
hal, yaitu : 6
1. Memastikan persediaan darah di bank darah tidak terinfeksi HIV.

2. Untuk menggambarkan besarnya masalah epidemik HIV & AIDS


di masyarakat.

3. Untuk mengetahui secara dini status HIV seseorang.


Prosedur tes HIV :
1. Menilai risiko diri seseorang terhadap HIV & AIDS.

2. Mempertimbangkan untuk melakukan tes HIV.

3. Konseling pre-test dengan konselor.

4. Dengan sukarela bersedia dites darah dengan membuat pernyataan


tertulis (informed concern).

5. Pelaksanaan tes darah.

6. Status HIV disampaikan secara langsung dan pribadi dalam


konseling pasca tes oleh konselor yang sama.
6) Pencegahan Diri Terhadap HIV & AIDS
Mengingat belum adanya obat dan vaksin HIV, maka satu-satunya
cara penanggulangan HIV dan AIDS dilakukan dengan cara mencegah
terjadinya perilaku yang beresiko terhadap penularannya. Pencegahan virus
HIV harus dikaitkan dengan cara-cara penularannya. Ada beberapa upaya

24
yang dapat dilakukan seseorang dalam mencegah tertularnya HIV, antara
lain sebagai berikut :6
Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual : 6
a. Abstinence (tidak berhubungan seks sebelum menikah).
b. Be faithful (tidak berganti-ganti pasangan dan saling setia kepada
pasangannya).
c. Condom (melakukan hubungan seksual secara aman termasuk
menggunakan kondom; pada setiap hubungan seks berisiko).
d. Don’t Drugs (tidak menggunakan narkoba, terutama narkoba suntik).
e. Education (pengetahuan dan pendidikan yang benar tentang HIV &
AIDS).
Pencegahan penularan melalui alat-alat yang terinfeksi HIV : 6
1. Semua alat yang menembus kulit dan darah (jarum suntik, jarum tattoo,
pisau cukur) harus disterilkan dengan cara yang benar.

2. Jangan memakai jarum suntik atau alat yang menembus kulit secara
bergantian dengan orang lain.

Pencegahan penularan dari Ibu ke Anak: 6


Seorang ibu yang terinfeksi HIV, risiko penularan terhadap janin
yang dikandungnya atau bayinya kemungkinan sebesar 30-40%. Resiko itu
akan semakin besar bila ibu telah terkena atau menunjukkan gejala AIDS.
Oleh karena itu, bagi ibu yang sudah terinfeksi HIV dianjurkan untuk
periksa dan konsultasi guna perencanaan kehamilan. Risiko proses
menyusui pada Ibu hamil yang terinfeksi HIV terhadap bayinya cukup
besar, sehingga dianjurkan setiap ibu hamil untuk mengikuti program
Prevention from Mother To Child Transmission (PMTCT) atau Program
Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak.
7) Pemulasaran Jenazah ODHA
Seseorang yang meninggal disebabkan oleh penyakit menular
seperti HIV & AIDS adalah suatu kematian yang wajar, karena kematian
merupakan bagian dari siklus kehidupan; yaitu lahir, hidup dan mati.
25
Masyarakat dan keluarga terdekat tidak perlu khawatir dan takut akan
terjangkit penyakit menular, termasuk HIV & AIDS. Namun kita tetap
mempertimbangkan saran dari kalangan medis yaitu kewaspadaan
universal.6
a. Prinsip dalam pemulasaraan jenazah ODHA :
1. Selalu menerapkan Kewaspadaan Universal (memperlakukan setiap
cairan tubuh, darah dan jaringan tubuh manusia sebagai bahan yang
infeksius).

2. Pastikan jenazah sudah didiamkan selama kurang lebih 4 (empat) jam


sebelum dilakukan perawatan jenazah. Ini perlu dilakukan untuk
memastikan kematian seluler (matinya seluruh sel dalam tubuh).

3. Tidak mengabaikan budaya dan agama yang dianut keluarga.

4. Tindakan petugas mampu mencegah penularan.6


b. Kewaspadaan Universal Petugas/Keluarga/Masyarakat
Kewaspadaan Universal (Universal Precaution adalah tindakan
pengendalian infeksi sederhana yang digunakan oleh seluruh petugas
kesehatan/keluarga/masyarakat dalam rangka mengurangi resiko
penyebaran infeksi.
Secara umum, Kewaspadaan Universal meliputi :
1. Pengelolaan alat kesehatan habis pakai.

2. Cuci tangan dengan sabun guna mencegah infeksi silang.

3. Pemakaian alat pelindung diri, misalnya pemakaian sarung tangan


untuk mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain.

4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan.

5. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.

6. Desinfeksi dan sterilisasi untuk alat yang digunakan ulang.

26
7. Pengelolaan linen.6
c. Penanganan alat-alat yang sudah terkontaminasi dengan cairan
tubuh ODHA :
Dekontaminasi alat-alat
Dekontaminasi adalah suatu tindakan yang dilakukan agar alat-alat
kesehatan dapat ditangani secara aman oleh petugas pembersih alat
medis. Alat kesehatan yang dimaksud adalah meja pemeriksaan, meja
operasi, alat-alat bedah, sarung tangan dan peralatan kesehatan lain yang
terkontaminasi oleh cairan tubuh ODHA setelah pelaksanaan suatu
prosedur atau tindakan medis. Alat kesehatan yang digunakan direndam
dalam larutan desinfektan yaitu chlorine 0.5% selama 10 – 30 menit.
Dekontaminasi peralatan yang tidak bisa direndam misalnya permukaan
meja, dapat dilakukan dengan menggunakan lap yang dibasahi
desinfektan.6
Pencucian dan pembilasan
Pencucian alat-alat kesehatan adalah proses secara fisik untuk
menghilangkan darah, cairan tubuh atau benda-benda asing (debu atau
kotoran). Setelah dicuci dengan deterjen, alat kesehatan dibilas dengan
air bersih.6
Sterilisasi
Macam-macam sterilisasi yang biasa dilakukan :
1. Sterilisasi fisik
- Pemanasan basah, untuk koagulasi dan denaturasi protein.
Dilakukan pada suhu 121 derajat Celcius selama 20 – 30 menit.
- Pemanasan kering, yaitu melalui oven, pembakar, sinar infra
merah. Digunakan untuk membunuh spora. Pemanasan dilakukan
pada suhu 150 – 170 derajat Celcius selama 30 menit.
- Radiasi sinar gamma. Biaya sangat mahal dan hanya digunakan
pada industri besar misalnya jarum suntik, spuit disposable dan alat
infuse.
27
2. Sterilisasi kimiawi
- Glutaraldehyde 2% untuk merendam alat kesehatan 8 – 10 jam dan
formaldehyde 8%. Kedua zat ini tidak dianjurkan karena dapat
mengiritasi kulit, mata dan saluran nafas.
- Gas etiline oxide, merupakan gas beracun. Digunakan untuk alat
yang tidak tahan panas (contoh : karet, plastik, kabel, dll).6
Desinfeksi tingkat tinggi (DTT)
Desinfeksi tingkat tinggi adalah suatu proses yang menghilangkan
sebagian besar mikro organisme namun tidak dapat membunuh
endospora dengan sempurna seperti tetanus dan gas gangren.
Cara melakukan DTT:
- Merebus dalam air mendidih selama 20 menit.
- Rendam dalam desinfektan kimiawi
d. Tujuan kewaspadaan universal pemulasaraan jenazah ODHA :
1. Agar prosedur pemulasaraan jenazah dengan HIV & AIDS berjalan
dengan baik dan teratur.

2. Meminimalkan risiko penularan virus HIV dan penyakit menular


lainnya dari jenazah ke petugas/keluarga/ masyarakat yang menangani.

3. Memberikan rasa aman pada petugas/keluarga/ masyarakat.

4. Memberikan rasa aman pada lingkungan tempat dirawatnya jenazah.6


f. Prosedur Kewaspadaan Universal Pemulasaraan Jenazah :
1. Periksa ada atau tidaknya luka terbuka pada tangan atau kaki petugas
yang akan memandikan jenazah. Jika didapatkan luka terbuka atau borok
pada tangan atau kaki, petugas tidak boleh memandikan jenazah.

2. Kenakan gaun pelindung.

3. Kenakan sepatu boot dari karet.

4. Kenakan celemek plastik.

28
5. Kenakan masker pelindung mulut dan hidung.

6. Kenakan kacamata pelindung.

7. Kenakan sarung tangan karet.

8. Setelah jenazah selesai dimandikan, siram meja tempat memandikan


jenazah dengan larutan klorin 0,5%, lalu bilas dengan air mengalir.

9. Rendam tangan yang masih mengenakan sarung tangan karet dalam


larutan klorin 0,5%, lalu bilas dengan sabun dan air mengalir.

10. Lepaskan kacamata pelindung, lalu rendam dalam larutan klorin


0,5%.

11. Lepaskan masker pelindung, buang ke tempat sampah medis.

12. Lepaskan celemek plastik, buang ke tempat sampah medis.

13. Lepaskan gaun pelindung, rendam pada larutan klorin 0,5%.

14. Celupkan bagian luar sepatu pada lautan klorin 0,5%, bilas dengan
air bersih lalu lepaskan sepatu dan letakkan di tempat semula.

15. Terakhir lepaskan sarung tangan plastik, buang ke tempat sampah


medis.6
g. Perawatan Jenazah di Sarana Kesehatan
Perawatan jenazah di sarana kesehatan meliputi :
g.1 Perawatan jenazah di ruang perawatan dan pemindahan
jenazah ke kamar jenazah.

29
Persiapan :

Gambar 2. Perlengkapan Pemulasaran Jenazah

1. Sarung tangan latex

2. Gaun pelindung

3. Kain bersih penutup jenazah

4. Klem dan gunting

5. Plester kedap air

6. Kapas, kasa absorben dan pembalut

7. Kantong jenazah kedap air

8. Wadah bahan infeksius

9. Wadah barang berharga

10. Brankart jenazah

30
Gambar 3. Petugas Yang Sudah Menggunakan Gaun Pelindung

Prosedur :
Petugas/orang yang menangani jenazah harus :
1. Cuci tangan.

2. Memakai sarung tangan, gaun, masker.

3. Lepas selang infus dll, buang pada wadah infeksius.

4. Bekas luka diplester kedap air.

5. Lepaskan pakaian dan tampung pada wadah khusus lekatkan kasa


pembalut pada perineum (bagian antara lubang dubur dan alat
kelamin) dengan plester kedap air Letakkan jenazah pada posisi
terlentang.
6. Letakkan handuk kecil di belakang kepala.

7. Tutup kelopak mata dengan kapas lembab, tutup telinga dan mulut
dengan kapas/kasa.

8. Bersihkan jenazah.

9. Tutup jenazah dengan kain bersih disaksikan keluarga.

10. Pasang label sesuai kategori di pergelangan kaki/ibu jari kaki.

31
11. Beritahu petugas kamar mayat, bahwa pasien meninggal adalah
penderita penyakit menular.

12. Masukkan jenazah ke dalam kantong jenazah.

13. Tempatkan jenazah ke dalam brankart tertutup dan dibawa ke


kamar mayat.

14. Cuci tangan dan lepas gaun untuk direndam pada tempatnya,
buang bahan yang sekali pakai pada tempat khusus.
g.2 Persiapan pemakaman/ke rumah duka.
h. Pemulasaraan Jenazah di Luar Sarana Kesehatan6
Tata cara perawatan jenazah dengan HIV & AIDS di luar sarana
kesehatan sebaiknya tetap dilakukan oleh petugas kesehatan ataupun
kelompok masyarakat yang sudah terlatih dengan tetap memperhatikan
faktor-faktor penularan penyakit yang mungkin ditularkan oleh jenazah.
Pada prinsipnya sama dengan prosedur pemulasaraan jenazah di
sarana kesehatan.6
C. HEPATITIS
C.1 Hepatitis B
1) Definisi dan Etiologi
Hepatitis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B,
suatu anggota famili Hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan
hati akut atau kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker
hati.7
2) Manifestasi klinis dan Masa inkubasi
Manifestasi klinis infeksi HBV pada pasien hepatitis akut cenderung
ringan. Kondisi asimtomatis ini terbukti dari tingginya angka pengidap
tanpa adanya riwayat hepatitis akut. Apabila menimbulkan gejala hepatitis,
gejalanya menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi dengan intensitas
yang lebih berat. Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu:

32
a) Fase Inkubasi
Waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus.
Fase inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan rata-
rata 60-90 hari.
b) Fase prodromal (pra ikterik)
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya
gejala ikterus. Awitannya singkat atau insidous ditandai dengan
malaise umum, mialgia, artalgia, mudah lelah, gejala saluran napas
atas dan anoreksia. Diare atau konstipasi dapat terjadi. Nyeri
abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau
epigastrum, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang
menimbulkan kolestitis.
c) Fase ikterus
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul
bersamaan dengan munculnya gejala. Banyak kasus pada fase
ikterus tidak terdeteksi. Setelah timbul ikterus jarang terjadi
perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan
klinis yang nyata.
d) Fase konvalesen (penyembuhan)
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi
hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul
perasaan sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Sekitar 5-
10% kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani,
hanya <1% yang menjadi fulminan.7
Perjalanan hepatitis B kronik dibagi menjadi tiga fase penting yaitu :
a) Fase Imunotoleransi
Sistem imun tubuh toleren terhadap HBV sehingga konsentrasi
virus tinggi dalam darah, tetapi tidak terjadi peradangan hati yang
berarti. Virus Hepatitis B berada dalam fase replikatif dengan titer
HBsAg yang sangat tinggi.
33
b) Fase Imunoaktif (Clearance)
Sekitar 30% individu persisten dengan HBV akibat terjadinya
replikasi virus yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi
yang tampak dari kenaikan konsentrasi ALT. Fase clearance
menandakan pasien sudah mulai kehilangan toleransi imun terhadap
HBV.
c) Fase Residual
Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya
sel-sel hati yang terinfeksi HBV. Sekitar 70% dari individu tersebut
akhirnya dapat menghilangkan sebagian besar partikel virus tanpa
ada kerusakan sel hati yang berarti. Fase residual ditandai dengan
titer HBsAg rendah, HBeAg yang menjadi negatif dan anti-HBe
yang menjadi positif, serta konsentrasi ALT normal.7
3) Masa Penularan Post Mortem
Hepatitis B mempunyai angka transmisi paling tinggi diantara
virus parenteral dengan rata-rata sekitar 100 kali lebih besar dari pada
HIV. Hepatitis B dapat menjadi infeksi laten dengan peningkatan resiko
penyakit kronik dan karsinoma hepatobilier atau infeksi akut dengan
angka kesembuhan yang tinggi.
Risiko kontaminasi sangat tinggi untuk petugas kesehatan dari
pada populasi umum. Risiko paling tinggi terdapat pada orang yang
berkontak dengan darah atau orang yang melakukan tindakan invasif.
CDC menemukan resiko infeksi umum per orangan pada autopsi sekitar
5% sedangkan jika darahnya terkontaminasi dengan antigen HbeAg terjadi
peningkatan menjadi 30%. HBV terdapat dalam semua cairan tubuh
termasuk saliva, darah, cairan semen dan cerebrospinal.7
Infeksi biasanya terjadi secara parenteral (lewat jarum suntik)
tetapi dapat juga terjadi lewat paparan jaringan mukosa dengan cairan
terinfeksi (partikel dari cairan tindakan selama pembukaan rongga kepala
yang dapat dengan mudah mencapai konjunctiva atau rongga mulut).
34
Tidak seperti HIV, HBV dapat hidup diluar tubuh selama 7 hari pada
darah kering atau pada cairan tubuh yang telah mengering. Penelitian yang
dilakukan oleh Cussenot bahwa pada HBV, 9 korban meninggal
dimasukkan dalam sampel terdapat 5 sampel terbukti positif untuk
HBsAg, dan terus menunjukkan hasil positif sampai 48 jam, dan 8 dari
sampel didapatkan hasil reaktif untuk anti-HBc sampai 48 jam dan 1
sampel bertahan sampai 36 jam post-mortem (sampel dengan 48 jam tidak
tersedia).7
C.2 Hepatitis C
1) Definisi dan Etiologi
Hepatitis C adalah infeksi virus pada organ hati dan ditemukan dalam
darah penderita. Penyebab utama penyakit hati kronis, termasuk sirosis
dan kanker hati adalah virus hepatitis C. HCV merupakan virus RNA
yang digolongkan dalam Flavivirus bersama sama dengan virus
hepatitis G, yellow fever, dan dengue. Virus ini umumnya masuk
kedalam darah melalui transfusi atau kegiatan-kegiatan yang
memungkinkan virus ini langsung terpapar dengan sirkulasi darah.7
2) Masa Inkubasi dan Manifestasi Klinis
Masa inkubasi infeksi HCV adalah 2 minggu sampai 2 bulan dan tidak
semua penderita menunjukkan gejala klinis. Sekitar 80% penderita
tidak menunjukkan gejala atau tanda klinis. Gejala klinis yang sering
adalah lemah, letih, lesu, kehilangan nafsu makan, nyeri perut, nyeri
otot dan sendi, mual dan muntah. Ada 2 bentuk infeksi HCV yaitu:
a) Infeksi Akut
Sekitar 20% penderita dapat mengadakan perlawanan terhadap
infeksi HCV dalam 6 bulan setelah terpapar tapi tidak menghasilkan
imunitas untuk infeksi berikutnya.7
b) Infeksi Kronis
Sekitar 80% penderita berkembang menjadi kronis dimana virus
dapat tidur (dormant) selama bertahun-tahun. Sirosis terjadi karena
35
hati berusaha terus mengadakan perlawanan terhadap HCV sehingga
menimbulkan sikatrik (scar) pada hepar, sehingga terjadi gangguan
fungsi hepar dan dapat berkembang menjadi kanker hati
(hepatocellulare carcinoma).7
Penyakit hepar kronis terjadi pada 70% penderita yang terkena
infeksi kronis. Sirosis hepatis tejadi pada 20% penderita yang
mengalami infeksi kronis. Kematian akibat penyakit hepar kronis
terjadi <3% dari yang terinfeksi kronis.7
3) Masa penularan Postmortem
Penelitian yang dilakukan oleh Cussenot bahwa pada HCV dari total 20
orang meninggal (14 laki-laki, 6 perempuan) berusia 32-81 tahun, yang
dilakukan penelitian. Tiga kasus harus dikeluarkan dari studi karena
keluarga tidak memberikan persetujuan. 17 subjek sisanya terbukti anti-
HCV positif pada saat pemeriksaan pertama kali (sesaat datang, 12 atau
24 jam post-mortem, dan 1 kasus 36 jam post-mortem). Ke-16 subjek
ini tetap menunjukkan hasil positif sampai 48 jam post-mortem. 1
subjek hanya dapat diukur hingga 36 jam post-mortem karena
ketidaktersediaannya sampel untuk pengecekkan 48 jam. Hasil pada 36
jam post-mortem pun memberikan hasil positif.7
C.3 Pemulasaran Jenazah Hepatitis
1.Petugas Pemulasaran jenazah menyiapkan alat dan bahan yang
diperlukan.
a. Alat APD:
- Penutup kepala
- Sarung tangan panjang
- Sarung tangan pendek
- Kacamata pelindung
- Pelindung wajah
- Masker N95
- Celemek/skort/apron
36
- Sepatu Boot
b. Bahan (sesuai tim kerohanian, misal kain kafan, sabun, dsb)
2. Mencuci tangan terlebih dahulu sesuai prinsip hand hygiene;
3. Memakai APD dengan urutan:
a. Memakai skort/apron/celemek
b. Memakai sepatu boot/pelindung kaki
c. Kenakan masker N95
d. Kenakan masker bedah di bagian luar dari N95
e. Kenakan pelindung mata/googles
f. Kenakan pelindung wajah
g. Kenakan penutup kepala
h. Kenakan sarung tangan pendek di dalam dilanjutkan sarung
tangan panjang di bagian luar
4. Lepaskan semua alat kesehatan dan letakkan alat bekas tersebut
dalam wadah yang aman sesuai dengan kaidah kewaspadaan
universal;
5. Langkah selanjutnya adalah sesuai dengan teknik pemulasaran
termasuk langkah memandikan jenazah oleh tim kerohanian
6. Setelah Jenazah selesai dikafani dan dipindahkan ke peti
mati/keranda, Siram meja tempat memandikan jenazah dengan
larutan klorin 0,5% dan bilas dengan air mengalir;
7. Buang sampah dan bahan dan benda yang terkontaminasi selama
proses memandikan jenazah ke tempat sampah infeksius.
8. Lepaskan APD di ruang pelepasan APD dengan urutan:
a. Lepaskan sarung tangan panjang/sarung tangan bagian luar, taruh
di tempat sampah infeksius.
Lepaskan sarung tangan luar tangan kiri tanpa menyentuh bagian
dalam dari sarung tangan bagian luar.
Lepaskan sarung tangan luar tangan kanan tanpa menyentuh
bagian luar dari sarung tangan bagian luar.
37
b. Disinfeksi sarung tangan bagian dalam dengan larutan hand rub.
c. Lepaskan celemek.
Ingat bahwa bagian depan celemek sudah terkontaminasi, jangan
dipegang. Lepaskan celemek dengan memegang tali yang
mengikat di belakang badan saja.
Untuk celemek yang tidak sekali pakai, taruh di bak APD kotor
(linen infeksius) untuk kemudian dilakukan dekontaminasi,
disinfeksi, di unit laundry, dan sterilisasi di CSSD. Untuk
celemek sekali pakai, buang di kotak sampah infeksius.
d. Lepaskan penutup wajah.
Ingat bahwa bagian depan penutup wajah sudah terkontaminasi,
jangan dipegang. Hanya pegang karet pengikat penutup
wajahnya saja dalam melepaskan.
Taruh di bak APD kotor untuk kemudian dilakukan
dekontaminasi, disinfeksi, dan sterilisasi. Dekontaminasi awal
dilakukan oleh petugas kamar jenazah dengan cara merendam
dengan larutan klorin 0,5%, untuk kemudian proses selanjutnya
dilakukan di ruang CSSD.
e. Lepaskan masker bedah, taruh di tempat sampah infeksius.
Ingat, bagian depan masker telah terkontaminasi, usahakan
jangan menyentuh.
f. Lepaskan kaca mata.
Ingat bahwa bagian depan kaca mata sudah terkontaminasi,
jangan dipegang. Lepaskan dengan memegang tangkai
kacamatanya saja.
Taruh di bak APD kotor untuk kemudian dilakukan
dekontaminasi, disinfeksi, dan sterilisasi. Dekontaminasi awal
dilakukan oleh petugas kamar jenazah dengan cara merendam
dengan larutan klorin 0,5%, untuk kemudian proses selanjutnya
dilakukan di ruang CSSD.
38
g. Disinfeksi sepatu boot dengan merendam di bak klorin 0,5% dan
disikat.
h. Lepaskan sepatu boot, ganti dengan alas kaki yang bersih.
i. Lepaskan penutup kepala dengan cara menarik bagian atas
penutup kepala. Tangan tidak boleh menyentuh kulit selama
proses melepas.
j. Lepaskan masker N95 dengan cara menarik karet pengikatnya.
Tangan tidak boleh menyentuh kulit. Buang masker N95 di
tempat sampah infeksius.
k. Lepaskan sarung tangan, buang di tempat sampah infeksius.
l. Cuci tangan dengan sabun sesuai prinsip hand hygiene, ditambah
sampai siku.
m. Bila perlu, ulangi proses menggunakan cairan hand rub.
9. Laporkan kepada petugas perawat bahwa proses pemulasaraan
jenazah telah selesai.

D. SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome)


1) Definisi
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) adalah sekumpulan gejala
klinis yang berat oleh karena infeksi saluran nafas yang disebabkan oleh
virus Corona. SARS berpotensi untuk menyebar dengan sangat cepat
sehingga menimbulkan implikasi yang besar bagi para tenaga kesehatan.
Selanjutnya, dengan meningkatnya jumlah penerbangan international
selama beberapa dekade terakhir, memungkinkan terjadinya penyebaran
infeksi SARS yang luas hingga lintas benua dan menjadi suatu ancaman
international.8
2) Etiologi
Coronavirus adalah anggota dari famili Coronaviridae, suatu virus yang
besar, dan mempunyai selubung (envelope). Selubung virus ini dipenuhi
dengan tonjolan-tonjolan yang panjang berbentuk daun bunga (petal).

39
Genom RNA coronavirus ini mempunyai ukuran 27-32 kb dan merupakan
genom yang terbesar di antara semua virus yang ada. Genom virus ini
beruntai tunggal (single-stranded) dan membentuk suatu nukleokapsid
helikal yang fleksibel dan panjang. Nukleokapsid ini terletak di dalam
suatu selubung lipoprotein yang terbentuk dari penggembungan membran
intraseluler.8
3) Cara Penularan
Cara penularan SARS-CoV yang utama adalah melalui kontak dekat
misalnya pada waktu merawat penderita, tinggal satu rumah dengan
penderita atau kontak langsung dengan sekret/cairan tubuh (mata, hidung,
mulut) dari penderita suspect atau probable. Penyebaran utamanya diduga
melalui percikan (droplets) dan kemungkinan juga melalui pakaian dan
alat alat yang terkontaminasi atau secara faecal – oral. Selain itu, berbagai
prosedur aerosolisasi di rumah sakit (nebulisasi, intubasi, suction, dan
ventilasi) dapat meningkatkan resiko penularan SARS oleh karena kontak
secara tidak langsung melalui kontaminasi alat yang digunakan, baik
droplet maupun materi infeksius lain seperti partikel feses dan urin.8
Pada penelitiannya, menemukan bahwa penyebaran virus SARS ternyata
bisa diperantarai oleh udara (airbone transmission), hal inilah yang
menyebabkan community outbreak pada SARS di Hongkong dan Toronto
(Kanada). Meskipun demikian, butuh kontak intens agar virus itu bisa
menyebar. Misalnya saja berada dalam satu ruangan tertutup dalam waktu
lama. Seorang ibu (penderita SARS. Periode aman dari sekelompok
masyarakat yang terjangkit SARS adalah 14 hari setelah kasus terakhir
dinyatakan sembuh.8
4) Gejala Klinis
a. Gejala Prodromal
Masa inkubasi SARS secara tipikal adalah 2-7 hari, meskipun
demikian, beberapa laporan menunjukkan bahwa masa inkubasi ini bisa

40
lebih panjang sampai 10 hari. Gejala prodromal yang timbul dimulai
dengan adanya gejala-gejala sistemik yang non spesifik, seperti:

 Demam > 38ºC


 Myalgia
 Menggigil
 Rasa kaku di tubuh
 Batuk non produktif
 Nyeri kepala dan pusing
 Malaise
Gejala-gejala tersebut merupakan gejala tipikal yang sering timbul
pada penderita SARS, namun tidak semua gejala tersebut timbul
pada setiap pasien. Pada beberapa kasus, demam muncul dan
menghilang dengan sendirinya pada hari ke-4 hingga ke-7, namun
terkadang demam muncul kembali pada minggu ke-2.8
b. Manifestasi Umum
Meskipun SARS merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan
namun beberapa kasus ditemukan penderita dengan gejala multiorgan.
Manifestasi Pernafasan
Penyakit paru adalah gejala klinis utama dari penderita SARS,
gejala-gejala utama yang timbul antara lain:

 Batuk kering
 Sesak nafas
Pada tahap awal infeksi, gejala tersebut seperti pada infeksi saluran
pernafasan pada umumnya. Namun gejala sesak makin lama akan
semakin berat dan mulai membatasi aktifitas fisik pasien. Sebanyak
20-25% pasien mengalami progresi buruk ke arah acute respiratory
distress syndrome (ARDS) akibat kerusakan pada pneumosit tipe 2
yang memproduksi surfaktan.8

41
Gejala lain yang mungkin timbul adalah pneumotoraks dan
pneumomediastinum, yang diakibatkan karena udara yang terjebak
dalam rongga dada, hal ini dilaporkan 12% terjadi secara spontan dan
20% timbul setelah penggunaan ventilator di ICU.8 Penyebab kematian
tersering pada SARS adalah dikarenakan oleh ARDS berat, kegagalan
multiorgan, infeksi sekunder, septicemia, serta komplikasi
tromboembolitik.8
Manifestasi Pencernaan

Gejala yang timbul pada sistem pencernaan diduga disebabkan karena


penularan SARS-CoV melalui oral. Gejala utamanya adalah diare.
Diare yang ditimbulkan biasanya cair dengan volume yang banyak
tanpa disertai darah maupun lendir. Pada kasus berat biasanya dijumpai
ketidakseimbangan.8
5) Pemulasaran Pasien SARS
a. Pemindahan jenazah dari ruang isolasi
- Sesuai dengan Kewaspadaan Standar, penggunaan APD harus
dilakukan untuk menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh.9
- Aspek budaya dan agama harus diperhatikan. Bila keluarga pasien
ingin melihat jenazah setelah dipindahkan dari ruang isolasi, mereka
dapat diizinkan untuk melihatnya, dan Kewaspadaan Standar harus
dilakukan.9
b. Perawatan jenazah
- Staf kamar jenazah dan tim pemakaman harus melakukan
Kewaspadaan Standar, yaitu melakukan kebersihan tangan yang benar
dan menggunakan APD yang sesuai (menggunakan gaun pelindung,
sarung tangan, pelindung wajah, bila ada risiko percikan dari cairan
tubuh/ sekret pasien ke badan dan wajah staf).9

42
- Pemulasaraan jenazah secara higienis (misalnya, membersihkan badan,
merapikan rambut, memotong kuku, dan mencukur) harus dilakukan
dengan menerapkan Kewaspadaan Standar.9

E. MERS-CoV (Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus)


1) Definisi
MERS-CoV adalah singkatan dari Middle East Respiratory
Syndrome Corona Virus. Virus ini merupakan jenis baru dari kelompok
Coronavirus (Novel Corona Virus). Virus ini pertama kali dilaporkan pada
bulan Maret 2012 di Arab Saudi. Virus SARS tahun 2003 juga merupakan
kelompok virus Corona dan dapat menimbulkan pneumonia berat akan
tetapi berbeda dari virus MERS-CoV. MERS-CoV adalah penyakit
sindrom pernapasan yang disebabkan oleh virus Corona yang menyerang
saluran pernapasan mulai dari yg ringan sampai berat.10
Novel Corona Virus yang berjangkit di Saudi Arabia sejak bulan
Maret 2012, sebelumnya tidak pernah ditemukan didunia. Oleh karena itu
berbeda karakteristik dengan virus corona SARS yang menjangkiti 32
negara didunia pada tahun 2003. Komite International Taxonomy virus
lengkapnya The Corona Virus Study Group of The International
Committee on Taxonomy of viruses pada tanggal 28 Mei 2013 sepakat
menyebut Virus corona baru tersebut dengan nama Middle East
Respiratory Syndrome-Corona Virus (MERS-CoV) baik dalam
komunikasi publik maupun komunikasi ilmiah.10
2) Cara Penularan MERS-CoV
Virus ini dapat menular antar manusia secara terbatas, dan tidak
terdapat transmisi penularan antar manusia secara luas dan bekelanjutan.
Mekanisme penularan belum diketahui. Kemungkinan penularannya dapat
melalui langsung yaitu melalui percikan dahak (droplet) pada saat pasien
batuk atau bersin dan tidak Langsung yaitu melalui kontak dengan benda
yang terkontaminasi virus.10
43
3) Kasus MERS-CoV
Merujuk pada definisi kasus WHO, klasifikasi kasus MERS-CoV adalah
sebagai berikut :
a.Kasus dalam penyelidikan (underinvestigated case)
Seseorang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dengan tiga
keadaan di bawah ini:
• Demam (≥38°C) atau ada riwayat demam,
• Batuk,
• Pneumonia berdasarkan gejala klinis atau gambaran radiologis yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Salah satu kriteria berikut :
1. Seseorang yang memiliki riwayat perjalanan ke Timur Tengah (negara
terjangkit) dalam waktu 14 hari sebelum sakit kecuali ditemukan
etiologi/ penyebab penyakit lain.
2. Adanya petugas kesehatan yang sakit dengan gejala sama setelah
merawat pasien ISPA berat (SARI/ Severe Acute Respiratory Infection),
terutama pasien yang memerlukan perawatan intensif, tanpa
memperhatikan tempat tinggal atau riwayat bepergian, kecuali
ditemukan etiologi/penyebab penyakit lain.
3. Adanya klaster pneumonia (gejala penyakit yang sama) dalam periode
14 hari, tanpa memperhatikan tempat tinggal atau riwayat bepergian,
kecuali ditemukan etiologi/penyebab penyakit lain.
4. Adanya perburukan perjalanan klinis yang mendadak meskipun
dengan pengobatan yang tepat, tanpa memperhatikan tempat tinggal atau
riwayat bepergian, kecuali ditemukan etiologi/ penyebab penyakit lain.
b. Seseorang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ringan
sampai berat yang memiliki riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi
atau kasus probable infeksi MERS-CoV dalam waktu 14 hari sebelum
sakit.10

44
F. Pencegahan Infeksi di Ruang Pemulasaran Jenazah
Setiap jenazah harus dianggap berpotensi infeksius dan perlu ditangani sesuai
dengan tindakan pencegahan yang disarankan, teknik prosedural dan
mengetahui prinsip profilaksis sebelum terpapar. Seluruh area otopsi dan isinya
harus ditetapkan sebagai tanda peringatan Biohazard dan tepat ditempatkan di
tempat jenazah. Oleh karena itu kesadaran akan keselamatan di kamar jenazah
adalah langkah pencegahan yang efektif.
Enam kategori risiko potensial ditemukan oleh staf otopsi selama melakukan
otopsi dan ini adalah:11
1. Cedera mekanis seperti mengalami jatuh atau tergelincir di lantai.
2. Cedera akibat pemotongan tajam.
3. Electrocution.
4. Paparan bahan kimia beracun (Formalin, sianida)
5. Infeksi.
6. Paparan radiasi.
Tindakan Pencegahan dari Kontaminan Penyakit Infeksi pada Kamar
jenazah.12
Sumber Infeksi Tindakan Pencegahan
Patogen yang terdapat di darah1. Vaksinasi hepatitis B
2. Pencegahan akses imunosupresi atau
individu dengan defisiensi imun dan
individu yang memiliki luka terbuka, dan
lesi kulit.
3. 10% harus dimasukkan ke paru-paru
setelah spesimen mikrobiologi yang sesuai
telah diambil dan sebelum pemeriksaan
paru.
4. Standar tindakan pencegahan universal
tidak berlaku untuk feses, sekresi hidung,
dahak, keringat, air mata, air kencing
danvomitus kecuali mereka mengandung
darah yang terlihat.
Agen yang disebarkan oleh 1. Ventilasi yang memadai di kamar post-
aerosol misalnya mortem.
Mycobacterium tuberculosis 2. Masuk tanpa izin dan pergerakan bebas

45
dalam kamar jenazah harus dibatasi
3. Permukaan tulang harus dibasahi sebelum
digergaji untuk mengurangi dispersi debu
tulang.
4. Plastik penutup atau pengumpul debu
tulang vakum yang melekat pada vibrating
saw.
5. Imunisasi BCG.
6. Dalam kasus infeksi tuberkulosis, masker
bedah telah terbukti tidak cukup, dalam
kasus seperti itu, pemakaian masker
respirator N-95 harus dibuat wajib
(Efisiensi Tinggi Udara Partikulat
(HEPA).
Exotic agents (Aercsol 1. Menghindari luka dan tusukan
transmitted and blood 2. Perlindungan terhadap tetanus
borne) yang tidak ada 3. Semua orang di ruang otopsi harus
profilaksis atau perawatan mengenakan baju bedah dengan lengan
pasca paparan. panjang, topi bedah, kacamata, sepatu
tertutup sebagai perangkat keselamatan
yang direkomendasikan untuk melindungi
mata, kulit, dan selaput lendir.
4. Semua personil yang terpapar harus
memiliki akses ke fasilitas kesehatan yang
tepat secepatnya. Informasi harus diberikan
kepada para ahli dan meminta saran medis
yang sesuai.
5. Personil otopsi harus memiliki pemeriksaan
darah dasar/status serologi dari HBV dan
HIV dan tuberkulin skin test pada saat
bekerja dan pemeriksaan ulang secara
berkala.
6. Pelatihan dan edukasi staf di lingkungan
kerja yang aman dan sesuai praktik kerja
7. Penggunaan label seperti "Bahaya infeksi"
pada jenazah dianggap tepat
 BLUE label: Tindakan pencegahan standar
direkomendasikan.
 YELLOW label: Tindakan pencegahan
tambahan direkomendasikan
 RED label: Tindakan pencegahan infeksi
yang ketat direkomendasikan

46
BAB III
JURNAL

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN PETUGAS PEMULASARAN


JENAZAH DENGAN PENGETAHUAN INFEKSI DAPATAN DARI
KAMAR JENAZAH
Heryadi Bawono Putro, Sigid Kirana Lintang Bhima, Tuntas Dhanardhono

ABSTRAK13
Latar belakang: Kamar jenazah merupakan bagian dari rumah sakit yang
sering terlupakan, karena banyak orang berpikir bahwa orang yang sudah mati
tidak dapat menularkan penyakit. Petugas kamar jenazah adalah orang yang
paling beresiko terjangkit infeksi dapatan dari kamar jenazah.Salah satu faktor
yang menyebabkan penularan infeksi ini adalah ketidaktahuan mengenai
bahaya dan resiko yang mungkin terjadi.Pendidikan merupakan salah satu hal
yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan.
Tujuan: Mengetahui hubungan tingkat pendidikan petugas pemulasaran
jenazah dengan pengetahuan infeksi dapatan dari kamar jenazah.
Metode: Desain penelitian ini adalah cross sectional, menggunakan petugas
kamar jenazah sebagai responden penelitian. 20 responden diambil dengan
menggunakan metode konsekutif di bagian pemulasaran jenazah Rumah Sakit
di Semarang dan sekitarnya selama bulan November 2013-April 2014.
Responden melakukan pengisian kuesioner dan di uji Chi Square
menggunakan program SPSS for Windows
Hasil: Petugas kamar jenazah berjenis kelamin laki-laki berjumlah 18 orang,
dan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 2 orang. Yang memiliki
tingkat pendidikan rendah=13 orang dan yang memiliki tingkat pendidikan
tinggi=7 orang. Analisis dengan Chi Square p<0,05 didapatkan 2 sel expected
count <50% sehingga dilanjutkan dengan Fisher’s Exact Test dan didapatkan
nilai kemaknaan p=0,017(p<0,05).
47
Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna Antara Tingkat pendidikan
petugas pemulasaran jenazah dengan pengetahuan infeksi dapatan dari kamar
jenazah. Pendidikan merupakan proses belajar, tingkat pendidikan tinggi dapat
dikaitkan dengan kemampuan mengingat dan memahami informasi.
A. Pendahuluan
Rumah sakit selain tempat untuk tindakan kuratif berbagai penyakit, tempat
ini juga merupakan tempat umum dan tempat untuk bekerja.Oleh karena itu
rumah sakit memiliki peran sebagai sumber berbagai agen penyakit yang dapat
menyebabkan infeksi.
Kamar jenazah merupakan sumber infeksi yang potensial, tidak hanya
untuk ahli patologi otopsi, tetapi juga untuk pengunjung dan petugas
pamulasaran jenazah. Beberapa studi telah melaporkan bahwa dengan
berakhirnya kehidupan, mikroorganisme patogenik tertentu akan dilepaskan
dari tubuh, yang jika tidak diwaspadai dapat menular pada seseorang yang
menangani jenazah tersebut.
Infeksi dapatan dari kamar jenazah merupakan hal yang masih asing
terdengar, namun hal ini merupakan bahaya yang sering terlupakan. Penyakit
yang disebabkan oleh mikroba patogen yang berasal dari dalam jenazah yang
dapat tertular ke manusia yang masih hidup melalui darah ataupun droplet.
Personel yang bertugas menangani jenazah baik secara langsung maupun
tidak langsung berisiko terjangkit infeksi blod-borne virus seperti Human
Immunodeficiency virus (HIV), Hepatitis B, Hepatitis C, serta infeksi lain lain
seperti Tuberkulosis.
Petugas pemulasaran jenazah yang melakukan penanganan jenazah, secara
tidak langsung telah mendapatkan pengalaman yang mempengaruhi
pengetahuannya dimana seseorang yang lebih banyak mendapat pengalaman
maka pengetahuannya akan lebih tinggi daripada seseorang yang sedikit
berpengalaman. Namun hal ini juga terkait dengan tingkat pendidikan petugas.
Dimana tingkat pendidikan mempengaruhi kognitif seseorang.8-10.

48
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat
pendidikan petugas pemulasaran jenazah dengan pengetahuan infeksi dapatan
dari kamar jenazah.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan
belah lintang dengan sampelpetugas pemulasaran jenazah rumah sakit di
Semarang dan sekitarnya.Sampel dalam penelitian ini adalah petugas
pemulasaran jenazah rumah sakit di Semarang dan sekitarnya yang
memenuhikriteria bersedia dilibatkan dalam penelitian.Subjek yang tidak sehat
dan menolak untuk dijadikan sampel tidak diikutsertakan dalam penelitian.
Besar sampel ditentukan dengan menggunakan whole population, diambil
dari kurun waktu bulan November 2013-April 2014.Pada periode penelitian
dijumpai 20 petugas pemulasaran jenazah yang memenuhi kriteria
penelitian.Seluruh subjek tersebut digunakan dalam subjek penelitian.
Variabel bebas penelitian adalah tingkat pendidikan petugas pemulasaran
jenazah.Tingkat pendidikan diambil dari tingkat pendidikan formal terakhir
yang diselesaikan sampai penelitian dilakukan.Hasilnya dinyatakan tingkat
pendidikan rendah bila lulusan SD dan SMP, dan tingkat pendidikan tinggi bila
lulusan SMA, diploma, sarjana, akademi, magister, spesialis, doktor.Variabel
terikat penelitian adalah Pengetahuan infeksi dapatan dari kamar jenazah.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner, apabila menjawab
benar ≥ 80 dinyatakan berpengetahuan tinggi dan apabila menjawab benar < 80
dinyatakan berpengetahuan rendah.
Uji hipotesis hubungan antara tingkat pendidikan petugas pemulasaran
jenazah dengan pengetahuan infeksi dapatan dari kamar jenazahdianalisis
dengan uji hubungan Chi square.Nilai p dianggap bermakna apabila p<0,05.
Analisis statistic dilakukan dengan menggunakan program komputer.
C. Hasil
Penelitian ini telah dilakukan pada petugas pemulasaran jenazah rumah
sakit di Semarang dan sekitarnya.Cara pemilihan sampel adalah consecutive.
49
Penelitian ini menggunakan 20 orang petugas pemulasaran jenazah rumah sakit
di Semarang dan sekitarnya yang memenuhi kriteria penelitian.Seluruh sampel
dimintai kesediaannya dengan mengisi informed consent dan dilakukan
pengambilan data menggunakan kuesioner.
1) Karakteristik subjek penelitian
Karakteristik subjek penelitian berupa usia, jenis kelamin, masa kerja, dan
pendidikan terakhir.
2) Pengetahuan Tentang Bahaya dan Resiko
Tampak secara keseluruhan sebagian besar responden tingkat
pengetahuannya tentang bahaya dan resiko termasuk dalam kategori cukup
(35%).
3) Pengetahuan Tentang Jenazah
tampak secara keseluruhan sebagian besar responden tingkat
pengetahuannya tentang Jenazah termasuk dalam kategori cukup (35%).
4) Pengetahuan Tentang Vaksin dan Imunisasi
Tampak secara keseluruhan sebagian besar responden tingkat
pengetahuannya tentang Vaksin dan Imunisasi termasuk dalam kategori
baik (35%).
5) Pengetahuan Tentang Penyebaran Penyakit
Tampak secara keseluruhan sebagian besar responden tingkat
pengetahuannya tentang Vaksin dan Imunisasi termasuk dalam kategori
Cukup (30%).
6) Pengetahuan Tentang Lingkungan Bekerja
Tampak secara keseluruhan sebagian besar responden tingkat
pengetahuannya tentang Vaksin dan Imunisasi termasuk dalam kategori
Baik (45%).

D. Pembahasan
Pengetahuan merupakan kumpulan informasi yang dipahami,
diperoleh dari proses belajar selama hidup dan dapat digunakan sewaktu-
50
waktu sebagai alat penyesuaian diri baik terhadap diri sendiri maupun
terhadap lingkungannya. Pengetahuan dapat diartikan juga sebagai
kemampuan untuk menerangkan kembali apa yang telah dialami,
dipelajari, dipahami oleh panca indera yang berasal dari berbagai macam
sumber untuk kemudian diterapkan pada suatu keadaan atau kegiatan
tertentu.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa petugas dengan tingkat
pendidikan tinggi, maka tingkat pengetahuannya terhadap infeksi dapatan
dari kamar jenazah lebih tinggi dibandingkan petugas dengan tingkat
pendidikan rendah. Hal ini dikarenakan semakin tingginya tingkat
pendidikan maka semakin besar rasa ingin tahu seseorang dan hal ini dapat
membuat kesadaran kepada petugas kamar jenazah untuk ikut dalam
seminar dan membaca Standar Operasional Prosedur Rumah Sakit dalam
melakukan penanganan jenazah.Petugas dengan tingkat pendidikan tinggi
juga mampu memahami dan mengingat benar informasi yang sudah
didapatkan. Petugas dengan tingkat pendidikan rendah cenderung kurang
memahami bahaya infeksi dapatan dari kamar jenazah.Sehingga dalam
melakukan penanganan kepada jenazah petugas sering melupakan
penggunaan pelindung diri.Dan hal ini dikarenakan karena tingkat
pengetahuan yang rendah. Namun ada pula petugas yang tingkat
pendidikannya rendah dengan nilai pengetahuan yang tinggi begitu juga
sebaliknya. Hal ini dikarenakan pengetahuan semata-mata tidak hanya
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, ada hal lain yang juga ikut
mempengaruhi seperti persepsi, motivasi, dan pengalaman bekerja.
Dari hasil penelitian dapat kita simpulkan bahwa petugas dengan
tingkat pendidikan tinggi memiliki tingkat pengetahuan yang lebih tinggi
sebesar 66,7% dibandingkan dengan petugas dengan tingkat pendidikan
rendah yang memilikipengetahuan tinggi yang hanya sebesar 33,3% dan
petugas dengan tingkat pendidikan rendah memiki tingkat pengetahuan
yang lebih rendah sebesar 90,9% dibandingkan dengan petugas yang
51
memiliki tingkat pendidikan tinggi dengan pengetahuan rendah yang
hanya sebesar 9,1%. Hal ini dikarenakan pendidikan mempengaruhi proses
belajar, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka ada kemungkinan
semakin tinggi pula pengetahuan yang dimilikinya. Peningkatan
pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga
dapat diperoleh pada pendidikan non formal, seperti workshop atau
seminar.
Dari hasil perhitungan statistik, 3 orang responden berpendidikan
tinggi memiliki tingkat pengetahuan yang rendah, Hal ini bisa disebabkan
karena faktor lain selain pendidikan seperti usia dan masa kerja. Hal ini
digambarkan dari salah satu responden yang memiliki tingkat pendidikan
tinggi yaitu lulusan S1 namun sudah berusia 69 tahun. Ada kemungkinan
usia ini yang mempengaruhi penurunan pengetahuan. Namun perlu
ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti
mutlak berpengetahuan rendah pula, karena dari data yang didapat ada 1
orang responden berpendidikan rendah yang memiliki tingkat pengetahuan
tinggi.Kemungkinan hal ini dikarenakan pengetahuan tidak hanya
dipengaruhi oleh satu faktor saja, yaitu faktor pendidikan.Melainkan bisa
dikarenakan oleh gabungan beberapa faktor yang perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut lagi.

E. Kesimpulan
Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan tterdapat hubungan
Antara tingkat pendidikan petugas pemulasaran jenazah dengan
pengetahuan infeksi dapatan dari kamar jenazah Rumah Sakit di Semarang
dan sekitarnya periode November 2013-April 2014.

52
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan

1. Pemulasaran jenazah atau perawatan bagi orang yang meninggal


merupakan salah satu bagian dari keseluruhan rangkaian perawatan yang
diberikan kepada pasien di akhir kehidupan dan mereka yang dekat dengan
pasien. Prinsip dalam pemulasaraan jenazah infeksius seperti HIV,
Hepatitis, SARS, dan MERS-CoV Selalu menerapkan Kewaspadaan
Universal (memperlakukan setiap cairan tubuh, darah dan jaringan tubuh
manusia sebagai bahan yang infeksius). Dalam pemulasaran jenazah
diterapkan kewaspaadaan umum dan kewaspadaan terhadap risiko infeksi
dan penularan berbagai penyakit.

2. Setiap jenazah harus dianggap berpotensi infeksius dan perlu ditangani


sesuai dengan tindakan pencegahan yang disarankan, teknik prosedural
dan mengetahui prinsip profilaksis sebelum terpapar. Seluruh area otopsi
dan isinya harus ditetapkan sebagai tanda peringatan Biohazard dan tepat
ditempatkan di tempat jenazah. Oleh karena itu kesadaran akan
keselamatan di kamar jenazah adalah langkah pencegahan yang efektif.

53
DAFTAR PUSTAKA

1. Kazungu, J., Nanyingi, M., Katongole, S,P., Robert, A., Wampande,


L.N. The State of Mortuary and Mortuary Services inPublic Health
Facilities of South Western Uganda. International Journal of Public
Health Research 2015; 3(6): 360-369

2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penyelenggaraan


Jenazah pada ODHA. Kementrian Kesehatan RI. 2017.

3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Standar Kamar Jenazah.


Jakarta: Departemen Kesehatan. 2004. Hal 204-207
4. Olausson J dan Ferrell BR. Care of the Body After Death: Nurses’
Perspectives of the Meaning of Post-Death Patient Care. Clinical
Journal of Oncology Nursing, 2013: Hal. 647-5
5. Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Jawa Tengah. Tata Cara
Pemulasaran Jenazah Orang Dengan HIV dan AIDS. 2012.
6. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi VI.
Jakarta: Interna Publishing. 2016. Hal 1221-1228
7. World Health Organization (WHO). Cumulative Number of Reported
Probable Cases of SARS. 2003.
8. World Health Organization (WHO). Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang Cenderung Menjadi
Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 2003.
9. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Umum
Kesiapsiagaan Menghadapi Middle East Respiratory Syndrome Corona-
virus (MERS-CoV). 2013.
10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi dan analisis HIV
AIDS. 2014
11. Kusa KS. Awareness of Risks, Hazards and Preventions in autopsy
practice. A review. JEMDS. 2013.
54
12. Putro, BH. Hubungan Tingkat Pendidikan Petugas Pemulasaran
Jenazah dengan Pengetahuan Infeksi Dapatan dari Kamar Jenazah.
Semarang, Indonesia. 2014.

55

Anda mungkin juga menyukai