(STUDI PADA DOKTER INTERNSIP LULUSAN UNIVERSITAS JEMBER DAN DOKTER PENDAMPING DI PUSKESMAS)
SKRIPSI
Oleh Kartika Tya Rachmani NIM 102010101059
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2013
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA DOKTER INTERNSIP (STUDI PADA DOKTER INTERNSIP LULUSAN UNIVERSITAS JEMBER DAN DOKTER PENDAMPING DI PUSKESMAS)
SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran (S1) dan mencapai gelar Sarjana Kedokteran
Oleh Kartika Tya Rachmani NIM 102010101059
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2013 SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA DOKTER INTERNSIP STUDI PADA DOKTER INTERNSIP LULUSAN UNIVERSITAS JEMBER DAN DOKTER PENDAMPING DI PUSKESMAS)
Oleh
Kartika Tya Rachmani NIM 102010101059
Pembimbing :
Dosen Pembimbing Utama : dr. Cholis Abrori, M. Kes, M. Pd. Ked. Dosen Pembimbing Anggota : dr. Irawan Fajar Kusuma, M. Sc.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk: 1. Allah SWT, atas ridho dan amanah-Nya sehingga dapat mendapat kesempatan untuk belajar semua ilmu yang luar biasa ini. Semoga barokah atas semua yang saya kerjakan selama ini. 2. Rasulullah Muhammad SAW, yang telah membawa pencerahan sehingga dapat sampai pada saya saat ini. 3. Kepada orang tuaku tercinta, Ayahanda Erie Trijono dan Ibunda Noenoeng Isnantijowati atas semua doa yang selalu menyertai di setiap waktunya, serta telah mendidik saya menjadi manusia yang lebih bermanfaat. 4. Kepada kakakku tersayang, Pradipto Natrio Nugroho atas semua dukungan yang tiada henti. 5. Guru-guruku tercinta, yang telah susah menempa dan mendidik saya untuk menjadi manusia yang berilmu dan bertakwa. 6. Lambda 2010, atas kebersamaan yang telah kita lalui selama ini. 7. Almamater Fakultas Kedokteran Universitas Jember atas seluruh kesempatan menimba ilmu yang berharga ini.
MOTTO
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatillah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir (terjemahan QS: Al-Baqarah ayat: 286)
Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah hanyalah orang-orang kafir (terjemahan QS: Yusuf ayat 87)
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Kartika Tya Rachmani NIM : 102010101059 menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah saya yang berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dokter Internsip (Studi pada Dokter Internsip Lulusan Universitas Jember dan Dokter Pendamping di Puskesmas) adalah benar-benar hasil karya sendiri, Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentu rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri, dan/atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin itu, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain, kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah diajukan pada institusi mana pun, dan bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan dan paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jember, 18 Oktober 2013 Yang menyatakan,
Kartika Tya Rachmani NIM 102010101059 PENGESAHAN
Skripsi berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dokter Internsip (Studi pada Dokter Internsip Lulusan Universitas Jember dan Dokter Pendamping di Puskesmas) telah diuji dan disahkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Jember pada : Hari, tanggal : Jumat, 18 Oktober 2013 tempat : Fakultas Kedokteran Universitas Jember
Penguji I, Penguji II,
dr. Alif Mardijana, Sp. KJ dr. Enny Suswati, M. Kes NIP 195811051987022001 NIP 197002141999032001
Penguji III, Penguji IV,
dr. Cholis Abrori, M.Kes, M.Pd., Ked. dr. Irawan Fajar Kusuma, M. Sc. NIP 196904122001121007 NIP 198103032006041003
Mengesahkan, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Jember
dr. Enny Suswati, M.Kes NIP 197002141999032001
RINGKASAN
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dokter Internsip (Studi pada Dokter Internsip Lulusan Universitas Jember dan Dokter Pendamping di Puskesmas); Kartika Tya Rachmani; 102010101059; 2013; 95 halaman; Fakultas Kedokteran Universitas Jember.
Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) adalah program magang bagi dokter baru dengan tujuan menyelaraskan kompetensi yang diperoleh selama pendidikan dengan praktik di lapangan (Sedyaningsih, 2009). Program ini muncul dari hasil studi orientasi proyek Health Worksforce and Service (HWS) yang dijalankan oleh Dikti pada Inggris, Belanda, Australia, dan Singapura yang mewajibkan internsip bagi lulusan dokter yang semasa pendidikannya menggunakan strategi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Program ini dipelopori oleh dokter lulusan Universitas Andalas sejak tahun 2010 dan saat ini sudah diikuti oleh hampir seluruh Fakultas Kedokteran di Indonesia (Depkes, 2009). Fakultas Kedokteran Universitas Jember mengawali keikutsertaannya pada tahun 2012. Mengacu pada hasil survey pelaksanaan internsip yang dilakukan oleh Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) pada berbagai Fakultas Kedokteran di Indonesia pada tahun 2013, 43% responden mendukung, 14% responden tidak mendukung, dan 43% responden mendukung dengan perbaikan program. Beberapa responden tidak mendukung program ini karena distribusi dokter internsip tidak merata, anggapan bahwa dokter internsip masih co-ass, supervisi dokter pendamping yang kurang tepat, dan tunjangan hidup yang minimal. Hal ini dapat menyebabkan kinerja dokter internsip kurang optimal dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Hal ini didukung dari hasil survey yang dilakukan peneliti pada salah satu dokter pendamping di Puskesmas Srengat, Kabupaten Kediri, pada bulan Juni 2013, bahwa proporsi kinerja dokter internsip cukup bervariasi, yaitu sangat baik, baik dan buruk. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya dan mengetahui faktor apa yang paling berpengaruh. Penelitian dilakukan dengan menggunakan kuesioner HPEQ Project yang telah dimodifikasi oleh Rachmani (2013) pada 52 dokter internsip dan 6 dokter pendamping di Puskesmas di kabupaten Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Probolinggo, Pamekasan, dan Kediri. Jenis penelitian ini adalah penelitian cross sectional dan menggunakan tehnik pengambilan sampel berupa consecutive sampling. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji Chi-Square dengan derajat kepercayaan 95%. Selanjutnya, faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhi kinerja dokter internsip dianalisis dengan analisis multivariat regresi logistik. Hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan bahwa waktu kelulusan, persepsi tunjangan hidup, penerimaan internsip, adaptasi, jumlah dan jenis kasus, upaya kesehatan masyarakat, peran dokter pendamping, kedisiplinan, komunikasi, dan pilihan tindakan berpengaruh terhadap kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember. Hasil tersebut dapat diketahui dari nilai p < 0,05. Setelah dilakukan analisis multivariat, variabel yang bermakna terhadap kinerja dokter internsip hanya peran dokter pendamping dan waktu kelulusan. Selain itu, hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa nilai koefisien dan Rasio Odds peran dokter pendamping mempunyai angka yang paling besar, yaitu 2,524 dan 12,843. Artinya, faktor yang paling mempengaruhi kinerja dokter internsip yaitu peran dokter pendamping.
PRAKATA
Puji Syukur diucapkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sampai dengan selesai. Skripsi ini berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dokter Internsip (Studi pada Dokter Internsip Lulusan Universitas Jember dan Dokter Pendamping di Puskesmas). Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) Fakultas Kedokteran Universitas Jember. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. dr. Enny Suswati, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Jember dan dosen penguji atas segala fasilitas dan kesempatan yang diberikan selama menempuh pendidikan kedokteran di Universitas Jember dan kritik serta saran dalam penulisan skripsi ini; 2. dr. Cholis Abrori, M.Kes., M.Pd., Ked. selaku Dosen Pembimbing Utama dan dr. Irawan Fajar Kusuma, M. Sc. selaku Dosen Pembimbing Anggota yang telah meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan perhatiannya dalam penulisan tugas akhir ini; 3. dr. Alif Mardijana, Sp. KJ sebagai dosen penguji yang banyak memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini; 4. dr. Moch. Hasan, Sp. OT selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama menjadi mahasiswa; 5. Ayahanda Erie Trijono dan Ibunda Noenoeng Isnantijowati tercinta atas dukungan moril, materi, doa, dan semua curahan kasih sayang yang tak akan pernah putus; 6. Kakakku, Pradipto Natryo Nugroho yang selalu bijaksana dan memberiku banyak motivasi untuk menyelesaikan tugas akhir ini; 7. Rekan kerjaku, Satrio Tri Hadmoko, Berliana Kurniawati Nur Huda, dan Teddy Arga Saputra, yang selalu bersama-sama menghadapi kesusahan dan kesenangan di balada skripsi ini; 8. Novita Fauziyah Rahmawati, dan Ika Niswatul Chamidah, yang telah membantu dan selalu memberikan dorongan semangat; 9. Teman kontrakan, Dita Suci Permata Sari dan Aisyah Adawiyyah Mufidzotuldini yang rempong tapi selalu memberikan motivasinya dan menemaniku jalan-jalan di saat suntuk dalam mengerjakan skripsi ini; 10. Arik, Kiki, Vania, terima kasih atas bantuannya selama ini; 11. Melia, Resi, Tia, Ajeng, Cica, Silvia, Meta, Fajar, Toro, terima kasih karena telah setia mendengarkan curhatan skripsiku; 12. Lambda 2010 yang telah berjuang bersama-sama demi sebuah gelar Sarjana Kedokteran; 13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis juga menerima segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Jember, Oktober 2013 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i HALAMAN PEMBIMBINGAN ............................................................................. ii HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. iii HALAMAN MOTO ................................................................................................ iv HALAMAN PERNYATAAN .................................................................................. v HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. vi RINGKASAN ......................................................................................................... vii PRAKATA ............................................................................................................... ix DAFTAR ISI ............................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xv DAFTAR TABEL ................................................................................................. xvi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvii BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3 1.3 Tujuan ....................................................................................................... 3 1.4 Manfaat ..................................................................................................... 4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 5 2.1 Program Internsip Dokter ........................................................................ 5 2.1.1 Definisi Program Internsip Dokter ........................................................ 5 2.1.2 Pelaksanaan Program Internsip Dokter ................................................. 6 2.1.3 Tujuan Internsip .................................................................................... 7 2.1.4 Sasaran Akhir Program Internsip Dokter .............................................. 8 2.1.5 Waktu Pelaksanaan Program Internsip Dokter ................................... 10 2.1.6 Wahana Program Internsip Dokter...................................................... 11 2.1.7 Pendamping Program Internsip Dokter ............................................... 13 2.1.8 Kriteria Pencapaian Sasaran Program Internsip Dokter Indonesia ..... 15 2.1.9 Monitoring dan Evaluasi ..................................................................... 15 2.1.10 Sanksi ................................................................................................ 18 2.2 Dokter Internsip ...................................................................................... 19 2.2.1 Tugas ................................................................................................... 19 2.2.2 Penetapan ............................................................................................ 20 2.2.3 Pembekalan ......................................................................................... 21 2.2.4 Kegiatan di Wahana ............................................................................ 22 2.2.5 Kewajiban dan Hak ............................................................................. 24 2.3 Teori dan Konsep Kinerja ..................................................................... 24 2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ........................................ 25 2.3.2 Aspek-askpek Kinerja ......................................................................... 26 2.4 Kerangka Konsep .................................................................................... 27 BAB 3. METODE PENELITIAN ......................................................................... 28 3.1 Jenis Penelitian ....................................................................................... 28 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 28 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................ 28 3.3.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................................... 29 3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel ............................................................... 29 3.4 Variabel Penelitian ................................................................................. 30 3.5 Definisi Operasional ............................................................................... 30 3.6 Teknik dan Alat Perolehan Data ........................................................... 31 3.7 Teknik Penyajian dan Analisis Data ..................................................... 31 3.8 Alur Penelitian ........................................................................................ 33 3.9 Kelayakan Etik ....................................................................................... 33 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 35 4.1 Data Hasil Penelitian .............................................................................. 35 4.2 Analisis Hasil ........................................................................................... 38 4.2.1 Uji Chi-Square .................................................................................... 38 4.2.1 Uji Regresi Logistik ............................................................................ 47 4.3 Pembahasan ............................................................................................ 48 4.4 Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 59 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 60 5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 60 5.2 Saran ........................................................................................................ 60 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 62 LAMPIRAN ............................................................................................................ 65 DAFTAR GAMBAR
Tabel 2.2 Tabel kegiatan peserta internsip di wahana ............................................... 22
Tabel 4.1 Sebaran karakteristik menurut kinerja dokter internsip ............................. 36
Tabel 4.2 Hubungan antara prestasi belajar dan kinerja dokter internsip .................. 39
Tabel 4.3 Hubungan antara jenis kelamin dan kinerja dokter internsip .................... 39
Tabel 4.4 Hubungan antara taraf kecerdasan dan kinerja dokter internsip ................ 39
Tabel 4.5 Hubungan antara waktu kelulusan dan kinerja dokter internsip ................ 40
Tabel 4.6 Hubungan antara penempatan internsip dan kinerja dokter internsip ....... 40
Tabel 4.7 Hubungan antara durasi internsip dan kinerja dokter internsip ................. 40
Tabel 4.8 Hubungan antara persepsi tunjangan hidup dan kinerja dokter internsip .. 41
Tabel 4.9 Hubungan antara sistem birokrasi internsip dan kinerja dokter internsip . 41
Tabel 4.10 Hubungan antara pembekalan internsip dan kinerja dokter internsip ...... 41
Tabel 4.11 Hubungan antara penerimaan internsip dan kinerja dokter internsip ...... 42
Tabel 4.12 Hubungan antara penerimaan oleh masyarakat dan jajaran di wahana dan kinerja dokter internsip ....................................................................... 42
Tabel 4.13 Hubungan antara fasilitas Puskesmas dan kinerja dokter internsip ......... 42
Tabel 4.14 Hubungan antara adaptasi dan kinerja dokter internsip ........................... 43
Tabel 4.15 Hubungan antara beban kerja dan kinerja dokter internsip...................... 43
Tabel 4.16 Hubungan antara jumlah serta jenis kasus dan kinerja dokter internsip .. 43
Tabel 4.17 Hubungan antara hak cuti dan kinerja dokter internsip ........................... 44
Tabel 4.18 Hubungan antara kurikulum FK UJ dan kinerja dokter internsip ............ 44
Tabel 4.19 Hubungan antara persepsi pengetahuan medis dan kinerja dokter internsip ..................................................................................................... 44
Tabel 4.20 Hubungan antara upaya kesehatan masyarakat dan kinerja dokter internsip ..................................................................................................... 45
Tabel 4.21 Hubungan antara peran dokter pendamping dan kinerja dokter internsip ..................................................................................................... 45
Tabel 4.22 Hubungan antara minat menjadi dokter Puskesmas dan kinerja dokter internsip ..................................................................................................... 45
Tabel 4.23 Hubungan antara kedisiplinan dan kinerja dokter internsip..................... 46
Tabel 4.24 Hubungan antara kemampuan komunikasi dan kinerja dokter internsip . 46
Tabel 4.25 Hubungan antara pilihan tindakan dan kinerja dokter internsip .............. 46
Tabel 4.26 Hasil analisis multivariat regresi logistik ................................................. 47
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman A. Formulir Persetujuan ...............................................................................65 B. Kuesioner Penelitian Dokter Internsip. ...................................................66 C. Kuesioner Penelitian Dokter Pendamping ..............................................69 D. Sebaran Karakteristik menurut Kinerja Dokter Internsip .......................71 E. Hasil Analisis Bivariat ............................................................................77 F. Hasil Analisis Multivariat .......................................................................91 G. Definisi Operasional................................................................................93
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) adalah program magang bagi dokter baru dengan tujuan menyelaraskan kompetensi yang diperoleh selama pendidikan dengan praktik di lapangan serta menggunakan pendekatan kedokteran keluarga (Sedyaningsih, 2009). Program ini muncul dari hasil studi orientasi proyek Health Worksforce and Service (HWS) yang dijalankan oleh Dikti pada Inggris, Belanda, Australia, dan Singapura yang mewajibkan lulusan dokter yang semasa pendidikannya menggunakan strategi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Hal ini mengacu pada SK Mendiknas RI No. 045/SK/2002 serta SK Dirjen Dikti Depdiknas RI No. 1386/D/T/2004. Sebelumnya, kurikulum yang dipakai oleh Fakultas Kedokteran yaitu Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Indonesia (KIPDI) yang masa studinya ditempuh selama enam tahun. Sedangkan, kurikulum saat ini, yaitu KBK, hanya mewajibkan dokter menempuh masa studi selama 5,5 tahun. Setelah lulus, mereka mendapatkan Surat Tanda Registrasi Internsip dan Surat Izin Praktek Internsip (SIPI) untuk melaksanakan program internsip di wahana internsip yang telah ditentukan. Selama menempuh internsip, peserta dibimbing oleh dokter pendamping yang berperan dalam menjembatani proses pemahiran peserta dan supervisi kinerja peserta (Depkes, 2009). Setelah satu tahun menempuh internsip, mereka mendapatkan Surat Izin Praktek (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR). Program ini dipelopori oleh lulusan dokter dari Universitas Andalas sejak tahun 2010 dan saat ini sudah diikuti oleh hampir seluruh Fakultas Kedokteran di Indonesia (Depkes, 2009). Sedangkan, Fakultas Kedokteran Universitas Jember mengawali keikutsertaannya pada tahun 2012. Program internsip dinilai sangat bermanfaat sebab dapat mendistribusikan dokter di sarana pelayanan kesehatan yang tidak memiliki sumber daya manusia. Salah satunya yaitu di Puskesmas yang merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan primer di Indonesia sebelum pasien dirujuk ke Rumah Sakit (Rasmin, 2010). Mengacu pada hasil survey pelaksanaan internsip yang dilakukan oleh Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) pada berbagai Fakultas Kedokteran di Indonesia pada tahun 2013, 43% responden mendukung secara umum, 14% responden tidak mendukung, dan 43% responden mendukung dengan perbaikan program internsip. Beberapa responden tidak mendukung program ini karena anggapan bahwa dokter internsip masih co-ass, supervisi dokter pendamping yang kurang tepat, dan tunjangan hidup yang minimal. Hal ini dapat menyebabkan kinerja dokter internsip kurang optimal dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Pendapat tersebut didukung oleh hasil survey yang dilakukan peneliti pada beberapa dokter internsip pada bulan Februari tahun 2013, didapatkan bahwa supervisi yang dilakukan oleh dokter pendamping di Puskesmas kurang mencapai sasaran, bahkan sebanyak 5% mengatakan bahwa supervisi yang dilakukan sangat tidak baik. Jika supervisi yang dilakukan tidak benar, hal ini akan memberi dampak negatif terhadap kinerja dokter internsip. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada salah satu dokter internsip pada bulan Mei tahun 2013 bahwa terdapat pendiskriminasian terhadap dokter internsip sehingga mereka mendapatkan kewenangan medis yang minimal. Hal demikian tidak jauh berbeda dengan masa studi selama menjadi co-ass dan tidak bekorelasi dengan konsep pematangan kompetensi dokter. Hal ini dapat mempengaruhi kinerja dokter internsip sehingga pernah dijumpai dokter internsip hanya sebagai asisten dokter umum PNS, sekedar menyalin resep, dan sekedar membantu pemeriksaan fisik di Puskesmas. Selain itu, dokter internsip hanya diberikan tunjangan hidup yang minimal, yakni sebesar 1,2 juta per bulan yang dibayarkan tiap tiga bulan, tidak mendapat jasa pelayanan medis, tidak mendapat insentif daerah dan tidak mendapat asuransi kesehatan. Ini berlaku untuk semua peserta internsip, bahkan bagi dokter internsip yang ditempatkan di luar Pulau Jawa yang biaya kebutuhan hidupnya relatif lebih mahal. Hal ini semakin menyebabkan ketidakoptimalan kinerja dokter internsip. Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada salah satu dokter pendamping di Puskesmas Srengat, Kabupaten Kediri, pada bulan Juni 2013, dokter pendamping menilai bahwa proporsi kinerja dokter internsip cukup bervariasi, yaitu sangat baik, baik dan buruk. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran terhadap kinerja dokter internsip dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional pada dokter internsip dan dokter pendamping di Puskesmas. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut, diharapkan pelaksanaan program internsip dapat dilakukan perbaikan demi peningkatan mutu dokter dan pelayanan kesehatan yang terbaik untuk masyarakat di Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah Sebagian dokter internsip di Puskesmas mempunyai kinerja yang masih belum optimal. Namun, sejauh ini belum diketahui hal-hal yang menyebabkan keoptimalan kinerja dokter internsip. Dari permasalahan tersebut, maka peneliti mengambil rumusan masalah, antara lain: 1. Bagaimanakah kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember? 2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember? 3. Faktor apakah yang paling mempengaruhi kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember?
1.3. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk, antara lain: 1. Mengetahui kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember. 3. Mengetahui faktor yang paling mempengaruhi kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember.
1.4. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Dapat digunakan sebagai data ilmiah baru atau sebagai data tambahan bagi perkembangan ilmu pengetahuan. b. Memberikan masukan pada institusi kesehatan untuk pengembangan kinerja dokter internsip di Puskesmas. c. Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk peneltian sejenis yang lebih khusus.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Program Internsip Dokter Dalam rangka pengaplikasian ilmu kedokteran yang telah didapatkan oleh lulusan mahasiswa kedokteran selama pendidikan dokter dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) maka diperlukan suatu program yang dapat mewadahi tujuan tersebut. Hal tersebut diwujudkan dalam program internsip yang telah dilaksanakan di berbagai negara di dunia. Program internsip adalah satu fase pelatihan praktik kedokteran dimana lulusan dokter dapat memahirkan kompetensi yang telah dicapai dengan terjun langsung ke masyakat untuk menerapkan ilmu kedokteran mereka dengan supervisi. Setelah menyelesaikan program internsip selama kurang lebih antara 1-3 tahun, dokter internsip akan memperoleh SIP dan STR yang dapat digunakan untuk menjalankan praktik kedokteran secara penuh.
2.1.1 Definisi Program Internsip Dokter Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) merupakan tahap pelatihan keprofesian praregistrasi berbasis kompetensi pelayanan primer guna memahirkan kompetensi yang telah dicapai setelah memperoleh kualifikasi sebagai dokter melalui pendidikan kedokteran dasar. Di Indonesia PIDI dilaksanakan oleh Komite Internsip Dokter Indonesia (KIDI) yang berada di tingkat pusat dan provinsi. Waktu pelaksanaan PIDI adalah satu tahun yang terbagi di wahana rumah sakit dan puskemas. Pembiayaan difasilitasi oleh pemerintah atau swasta (Kemenkes RI, 2013). Sedangkan di Australia program internsip dokter adalah suatu fase pelatihan klinis bagi lulusan dokter yang disupervisi dan dilaksanakan dalam jangka waktu satu tahun di sebuah rumah sakit terakreditasi. Dokter internsip akan diberikan registrasi sementara oleh Dewan Medis Australia dan akan mendapatkan registrasi penuh di tahun penyelesaian program internsip mereka. Umumnya, doktern internsip diwajibkan untuk memenuhi 47 minggu pelatihan klinis yang tidak termasuk waktu yang dibutuhkan untuk cuti sakit atau tahunan (AMSA, 2012). Di Malaysia periode pelatihan yang disupervisi dikenal sebagai program internsip, di mana dokter internsip menjalani pelatihan terstruktur yang memungkinkan mereka mengkonsolidasikan dan memperluas pengetahuan dan keterampilan teknis, klinis, dan teoritis,. Di negara-negara tertentu, sarjana pendidikan kedokteran diakhiri dengan program internsip. Namun, di Malaysia, sesuai dengan UU Kedokteran 1971, program internsip hanya dikenakan pada lulusan dokter (Malaysian Medical Council, 2008).
2.1.2 Pelaksanaan Program Internsip Dokter Pelaksanaan PIDI mengacu pada prinsip-prinsip praktik kedokteran yang baik di Indonesia (good medical practice) dalam bentuk kegiatan kegiatan: 1. Mempraktikkan standar pelayanan kedokteran Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang baik, dengan menyadari keterbatasan kemampuannya dengan mengutamakan keselamatan pasien, keluarga atau masyarakat. 2. Mengikuti perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kedokteran dan Kesehatan (IPTEKDOKKES) serta selalu meningkatkan keterampilannya dalam UKP dan UKM. 3. Membangun dan meningkatkan komunikasi serta memelihara hubungan baik dengan pasien, kolega, ataupun petugas kesehatan yang lain. 4. Bekerjasama secara efektif dengan sejawat dokter dan tenaga kesehatan profesi dan tenaga kesehatan non profesi serta tenaga pendukung atau penunjang kesehatan. 5. Mengembangkan kompetensi sebagai pendidik bagi sejawat, pasien dan keluarga maupun masyarakat. 6. Mengembangkan sikap jujur, berperilaku dan bertindak sesuai sumpah dokter Indonesia, kaidah ilmiah, etika dan humanistik. 7. Memelihara kesehatan pribadinya sehingga tidak membahayakan pasien, sejawat dan orang lain (Kemenkes RI, 2013).
2.1.3 Tujuan Internsip Memberikan kesempatan kepada dokter lulusan program studi pendidikan dokter berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) untuk menerapkan serta mempraktikkan kompetensi yang telah diperoleh selama pedidikan dalam rangka penyelarasan antara hasil pendidikan dan praktik di lapangan antara lain dengan membina kolegalitas antara sesama dokter dan membangun kerjasama dengan petugas pelayanan kesehatan yang lain serta mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku yang diperoleh selama proses pendidikan dan mengaplikasikannya dalam pelayanan kesehatan primer. Selain itu, juga untuk mengembangkan keterampilan teknis, klinis, kepribadian dan sikap profesional yang menjadi dasar praktik kedokteran primer dengan tanggung jawab penuh atas pelayanan kepada pasien, keluarga, dan masyarakat sesuai dengan kewenangan yang diberikan. Dokter internsip dapat membuat keputusan profesional dalam pelayanan pasien, keluarga, dan masyarakat secara memadai dengan memanfaatkan layanan diganostik dan konsultasi dan tetap bekerja dalam batas kewenangan hukum dan etika. Berperan serta aktif dalam tim pelayanan kesehatan holistik, terpadu dan paripurna, menggali harapan dan mengenali jenjang karir lanjutan, dan memperoleh pengalaman dan mengembangkan strategi dalam menghadapi tuntutan profesi (Kemenkes RI, 2013). Tujuan utama dari program internsip adalah untuk mengintegrasikan pengetahuan medis yang diterima oleh lulusan mahasiswa kedokteran selama studi perguruan tinggi mereka dengan pekerjaan klinis di rumah sakit atau klinik dengan cara mengkonsolidasikan apa yang telah mereka pelajari dan membantu mereka dalam mengembangkan dan meningkatkan keterampilan klinis yang mereka perlukan untuk praktik kedokteran, dan melayani pasien dengan cara yang aman dan memuaskan. (Department of Continuous Medical Education of Ministry of Health Dubai, 2011). Internsip menawarkan kesempatan untuk mengkonsolidasikan dan membangun pengetahuan teoritis yang telah diperoleh sebagai sarjana kedokteran dan belajar untuk menerapkannya saat merawat pasien, selain itu juga membantu mengembangkan keterampilan klinis, pribadi, dan professional teknis yang membentuk dasar dari praktik medis. Pengalaman dan pemahaman klinis pun semakin bertambah dengan meningkatnya tanggung jawab dalam merawat pasien yang sejalan dengan berkembangnya penilaian profesional dalam perawatan yang tepat dari pasien dan penggunaan layanan diagnostik serta konsultan. Hal yang tak kalah pentingnya adalah dokter internsip dapat bekerja dalam kerangka etika dan hukum kedokteran, berkontribusi pada tim kesehatan multi disipliner, mengeksplorasi tujuan karir pribadi serta menemukan dan mengembangkan strategi untuk berurusan dengan profesional dan pribadi yang berhubungan dengan menjadi seorang praktisi medis. (Postgraduate Medical Council of Victoria, 2009).
2.1.4 Sasaran Akhir Program Internsip Dokter Sasaran akhir program internsip disusun berdasarkan prinsip praktik kedokteran dan berlandaskan pada Standar Kompetensi Dokter (KSDKI 2006). Sasaran akhir program internsip adalah menerapkan serta memahirkan kompetensi yang telah diperoleh selama pendidikan dalam rangka penyelarasan antara hasil pendidikan dan praktik di lapangan. Area kompetensi dan komponen kompetensi meliputi: 1. Area Komunikasi Efektif a. Berkomunikasi dengan pasien serta anggota keluarga. b. Berkomunikasi dengan sejawat. c. Berkomunikasi dengan masyarakat. d. Berkomunikasi dengan profesi lain. 2. Area Keterampilan Klinis a. Memperoleh dan mencatat informasi yang akurat serta penting tentang pasien dan keluarganya. b. Melakukan prosedur klinik dan laboratorium dasar. c. Melakukan prosedur kedaruratan klinis. 3. Area Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran a. menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu biomedik, klinik, perilaku, dan ilmu kesehatan masyarakat sesuai dengan pelayanan kesehtan tingkat primer. b. Merangkum dari interpretasi anamnesis, pemeriksaan fisik, uji laboratorium dan prosedur yang sesuai. c. Menentukan efektifitas suatu tindakan. 4. Area Pengelolaan Masalah Kesehatan a. Mengelola penyakit, keadaan sakit dan masalah pasien sebagai individu yang utuh, bagian dari keluaga dan masyarakat. b. Melakukan pencegahan penyakit dan keadaan sakit. c. Melaksanakan pendidikan kesehatan dalam rangka promosi kesehatan dan pencegahan penyakit. d. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan. e. Mengelola sumber daya manusia serta sarana dan prasarana secara efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan primer dengan pendekatan kedokteran keluarga. 5. Area Pengelolaan informasi a. Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu penegakan diagnosis, pemberian terapi, tindakan pencegahan dan promosi kesehatan, serta penjagaan, dan pemantauan status kesehatan pasien, kealuarga, dan masyarakat. b. Memahami manfaat dan keterbatasan teknologi informasi. c. Memanfaatkan informasi kesehatan. 6. Area Mawas Diri dan Pengembangan Diri a. Menerapkan mawas diri. b. Mempraktikkan belajar sepanjang hayat. c. Mengembangkan pengetahuan baru. 7. Area Etika, Moral, Medikolegal dan Profesionalisme serta Keselamatan Pasien, Keluarga dan Masyarakat a. Memiliki sikap profesional. b. Berperilaku profesional dan mampu bekerjasama. c. Bersikap sebagai anggota tim pelayanan kesehatan yang profesional d. Melakukan praktik kedokteran yang baik dalam masyarakat multikultural di Indonesia. e. Memenuhi aspek medikolegal dalam praktik kedokteran. f. Menerapkan keselamatan pasien, keluarga dan masyarakat dalam praktik kedokteran (Kemenkes RI, 2013).
2.1.5 Waktu Pelaksanaan Program Internsip Dokter Waktu pelaksanaan PIDI adalah satu tahun dengan rincian delapan bulan di rumah sakit dan empat bulan di puskesmas. Penerimaan peserta dilaksanakan empat kali dalam setahun, mengikuti periode pelaksanaan Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI). Masa internsip yang dilaksankan dalam satu tahun dapat ditambah apabila evaluasi kinerja akhir belum tercapai. Program internsip wajib dilaksanakan oleh dokter yang akan melakukan praktik dokter mandiri. Penundaan pelaksanaan internsip dimungkinkan dalam waktu paling lama dua tahun setelah lulus namun apabila penundaan lebih dari dua tahun harus memperoleh persetujuan KIDI Pusat (Kemenkes RI, 2013). Sedangkan pelaksanaan program internsip di India adalah 12 bulan dan selama periode ini dokter internsip menjalani rotasi di berbagai bagian medis dan bedah spesialisasi, termasuk tiga bulan di sebuah pusat kesehatan primer di pedesaan (Jayawickramarajah, 2001). Menurut AMSA (2012) program internsip dokter di Australia dijalankan selama 47 minggu dimana sebagian besar rumah sakit beroperasi dengan lima rotasi blok sepanjang tahun untuk internsip dengan durasi antara 10 dan 12 minggu di setiap blok. Dokter internsip di Australia diminta untuk melengkapi lima hal sepanjang tahun, yang terdiri atas setidaknya satu kedokteran bedah, medis dan darurat medis. Setiap rumah sakit menawarkan pilihan yang berbeda untuk program internsip mereka. Berbeda dengan di Malaysia, program internsip dijalankan selama dua tahun dengan menggabungkan peran layanan dan pelatihan. Hal ini dirumuskan sedemikian rupa untuk memastikan praktisi medis khususnya dokter internsip mendapatkan pengetahuan yang tepat, keterampilan dan pengalaman serta sikap yang benar bukan hanya pekerjaan dan penyediaan layanan (Malaysian Medical Council, 2008). Di Oman program pelatihan internsip dibagi menjadi tiga periode yang sama dari empat bulan di masing-masing disiplin ilmu meliputi kedokteran umum, bedah umum, pesidiatri dan obsgyn di lembaga-lembaga atau program disetujui untuk tujuan tersebut (Sultan Qaboos University, 2012).
2.1.6 Wahana Program Internsip Dokter Pada dasarnya program internsip dilaksanakan di wahana pelayanan kedokteran atau kesehatan primer baik milik ataupun swasta yang telah memenuhi syarat sebagai wahana program internsip sesuai pedoman wahana internsip. Adapun yang dapat menjadi wahana internsip adalah Rumah Sakit tipe C dan D atau yang setara, namu pada keadaan tertentu Rumah Sakit tipe B dapat dijadikan wahana apabila memenuhi prinsip kriteria wahana internsip. Selanjutnya, Puskesmas atau yang setara, dengan atau tanpa rawat inap dan yang terakhir adalah klinik layanan primer lainnya baik milik pemerintah atau swasta (Kemenkes RI, 2013). Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengolola wahana adalah menunjukkan komitmen dalam melaksanakan program internsip. Wahana yang digunakan harus memenuhi syarat agar peserta program dapat mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan. Syarat tersebut adalah memiliki layanan kedokteran dan kesehatan kepada masyarakat yang dilakukan setiap hari kerja, layanan kedokteran kedaruratan medik, layanan kesehatan masyarakat, layanan dengan jumlah pasien paling sedikit 20 orang atau kasus dalam sehari, dengan jenis yang bervariasi, serta ada pada sebaran umur dan sebaran jenis kelamin yang cukup merata, kemudian sarana laboratorium klinik sederhana dan farmasi harus memadai serta dokter yang bersedia menjadi pendamping (Kemenkes RI, 2013). Sedangkan di Dubai program internsip dokter dijalankan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang telah ditunjuk, dengan rincian rotasi klinik meliputi ilmu penyakit dalam, bedah, pediatri, obsgyn, laboratoris, radiologi dan elektif yang ditentukan sendiri oleh peserta program internsip. Namun untuk rotasi klinik obsgyn untuk peserta program internsip pria diganti dengan kedaruratan medis atau kedokteran keluarga (Department of Continuous Medical Education of Ministry of Health Dubai, 2011). Menurut Bhutan Medical and Health Council, program internsip hanya dilaksanakan di rumah sakit, lembaga atau pusat kesehatan lainnya yang diberikan izin oleh konsil sebagai lembaga pengajaran dengan rincian rotasi klinik mencakup kedokteran umum, pediatri, kulit, psikiatri, bedah umum, mata, tht, ortopedi, anestesi, obsgyn, kegawatdaruratan, forensik, radiologi, transfusi atau laboratoris dan kedokteran komunitas. Di Australia, rumah sakit yang digunakan sebagai wahana harus memiliki syarat antara lain adalah rumah sakit yang memberikan keamanan, kebersihan dan kemudahan akses bagi dokter internsip untuk akomodasi semalam, selain itu juga menyediakan tempat rekreasional di tempat yang sesuai dan didukung dengan akses ke sistem informasi online untuk dokter intern, menyediakan tempat yang aman untuk penyimpanan barang-barang pribadi untuk doktern internsip selama jam kerja dan menyediakan dokter internsip akses ke fasilitas dan sumber daya pendidikan, termasuk fasilitas keterampilan mengajar klinis, sesuai dengan kebutuhan pendidikan mereka dan kebutuhan klinis rumah sakit (Postgraduate Medical Council of Victoria, 2009). Setelah ditunjuk sebagai wahana, KIDI Provinsi akan melakukan sosialisasi PIDI di wahana tersebut kepada direktur atau kepala rumah sakit, komite medik, kepala dinas kesehatan kabupaten atau kota, kepala puskesmas, tenaga kesehatan dan petugas lainnya di rumah sakit atau puskesmas sebelum kegiatan. Selanjutnya wahana melaksanakan hal-hal sebagai berikut, yang pertama adalah menyatakan kesediaan menjadi wahana internsip, selanjutnya melakukan sosialisasi kepada semua stakeholder di wahana, menyiapkan SDM, sarana prasarana, mekanisme pelaksanaan internsip, dan daya pendukung lainnya. Selain itu menyiapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di wahana tersebut dan menerbitkan Surat Laporan Pelaksanaan Internsip (SLPI) bagi peserta internsip yang telah memenuhi kriteria kinerja akhir yang ditandatangani oleh direktur rumah sakit sebagai koordinator wahana (Kemenkes RI, 2013).
2.1.7 Pendamping Program Internsip Dokter Setiap peserta internsip didampingi oleh seorang dokter pendamping yang bertugas untuk melakukan supervisi layanan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) khususnya Pelayanan Kesehatan perorangan primer (PKPP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) khusunya Pelayanan Keseatan Masyarakat Primer (PKMP) guna meningkatkan pengalaman dan pemahiran peserta dengan tugas antara lain, mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan peserta, membantu pengembangan profesionalisme peserta, memberi umpan balik positif dan konstruktif kepada peserta untuk memastikan pencapaian dan tujuan internsip, dan memberikan masukan kepada KIDI provinsi. Seorang pendamping dapat mendampingi maksimum lima peserta internsip pada waktu bersamaan. Pendamping akan memperoleh sertifikat pelatihan pendamping dari pusat pendidikan dan pelatihan aparatur kementrian kesehatan sebesar 40 jam pelajaran yang setara satu sks. Selama pendampingan, peserta internsip bertanggung jawab penuh atas rindakan keprofesian yang dilakukannya (Kemenkes RI, 2013). Sedangkan Menurut Department of Continuous Medical Education of Ministry of Health Dubai (2011), dokter pendamping memiliki tugas antara lain, mengadakan pertemuan pendahuluan dengan semua magang di awal program internsip di mana dijelaskan mengenai peraturan serta pertanyaan tentang pelatihan ditujukan, mengalokasikan dokter internsip dengan tempat spesifik, memastikan bahwa dokter internsip disediakan dengan dukungan pendidikan yang diperlukan selama seluruh periode pelatihan mereka di departemen, membantu doktern internsip untuk mendapatkan akses ke sumber belajar di rumah sakit seperti catatan medis atau ruang perpustakaan, berkolaborasi dengan direktur rumah sakit dan komite medis secara berkala untuk memastikan kemajuan yang memuaskan dari dokter intern, mengembangkan program pembelajaran yang sesuai dengan pemenuhan tujuan pembelajaran untuk program internsip, memandu dokter internsip dalam realisasi tujuan pembelajaran mereka dimana dokter pendamping harus memberikan perhatian pada setiap dokter intern, memastikan bahwa dokter internsip memenuhi persyaratan pelatihan dalam hal kehadiran dan akuisisi kompetensi dimana supervisor harus memantau kemajuan internsip secara berkala dan harus mengalokasikan waktu tersebut untuk membicarakan hal ini dengan dokter intern, mengidentifikasi daerah-daerah di mana dokter internsip belum memperoleh kompetensi yang diperlukan dan menyarankan langkah-langkah perbaikan. Informasi tersebut harus dikomunikasikan kepada intern, kepala departemen dan komite medis sesegera mungkin, memastikan cukup waktu untuk langkah-langkah perbaikan yang harus dimulai, memastikan bahwa keselamatan pasien adalah yang terpenting selama prosedur seperti peresepan obat dan intervensi bedah ketika dilakukan oleh dokter internsip yang harus selalu di bawah pengawasan, memastikan bahwa tindakan pencegahan umum diamati di rumah sakit yang dipelajari dan diikuti dengan magang untuk memastikan keselamatan diri, pasien dan staf hadir dan membantu mereka dalam melakukannya, memvalidasi buku catatan dokter internsip secara berkala dan memastikan dokumentasi kompetensi yang lengkap, memastikan bahwa dokter internsip memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mengakses layanan rumah sakit seperti rekam medis, perpustakaan rumah sakit dan departemen teknologi informasi dalam menyelesaikan persyaratan belajar mereka, melakukan investigasi sebagai otoritas baris kedua dengan komite medis jika kepala departemen gagal mencapai keputusan untuk atau terhadap dokter internsip jika ada keluhan kesalahan profesional, dan memfasilitasi proses yang diperlukan.
2.1.8 Kriteria pencapaian sasaran Program Internsip Dokter Selama mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia, peserta harus mencapai sasaran dan program, yang meliputi pengelolaan kasus Upaya Kesehatan perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). Pengelolaan kasus UKP ditargetkan harus memenuhi jumlah dan jenis yang cukup meliputi kasus medik, bedah, kegawatdaruratan, jiwa dan medikolegal. Selama satu tahun, setiap peserta internsip secara keseluruhan telah menangani sekurang- kurangnya 400 kasus yang terbagi menurut jenis kelamin, usia, kelompok dan telah menjalani proses internsip selama paling kurang satu tahun. Pengelolaan kasus UKM dilaksanakan di Puskesmas (Kesehatan Masyarakat) ditargetkan harus memenuhi jumlah dan jenis yang cukup meliputi Pelayanan kesehatan Masyarakat Primer (PKMP) antara lain Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Upaya Kesehatan Lingkungan, Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana (KB), Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat, Upaya Surveillance, Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Tidak Menular, Upaya Pengobatan Dasar, Mini project dengan pendekatan lingkaran pemecahan masalah dengan masing-masing kegiatan sekurang-kurangnya satu kasus. Selanjutnya adalah Pelayanan Kesehatan Perorangan Primer (PKPP) dan penelitian sederhana mengenai status kesehatan masyarakat. Semua data tersebut dilaporkan kepada dan ditanda-tangani oleh Dokter Pendamping secara berkala dan berkesinambungan. Tugas peserta selama mengikuti program internsip adalah setiap peserta membuat dan menyajikan sekurang-kurangnya dua laporan kasus dalam pertemuan klinik dengan aspek evaluasi laporan kasus meliputi kognitif, sikap, dan perilaku peserta. Selanjutnya pelaporan kasus menggunakan format portofolio dan melaksanakan kelima prinsip program kedokteran pencegahan dalam mengelola masalah kesehatan pada individu, keluarga, ataupun masyarkat secara komprehensif, holistik, berkesinambungang, koordinatif, dan kolaboratif dalam konteks pelayanan kesehatan tingkat primer setidaknya satu kasus per minggu (Kemenkes RI, 2013).
2.1.9 Monitoring dan Evaluasi Selama pelaksanaan PIDI dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala oleh tim yang dibentuk KIDI Pusat dan Provinsi. Monitoring dan evaluasi ditujukan antara lain untuk peserta yang dilakukan oleh pendamping dan tim monev meliputi kinerja profesional peserta sesuai pedoman yang telah ditetapkan sedangkan untuk pendamping monitoring dan evaluasi dilakukan oleh tim monev meliputi kinerja pendamping. Untuk wahana dilakukan oleh tim monev meliputi pelaksanaan kegiatan internsip dan masalah atau hambatan-hambatan yang ditemukan (Kemenkes RI, 2013) Pada akhir pelaksanaan PIDI, pendamping dan pimpinan wahana melakukan evaluasi sesuai dengan standar kinerja peserta internsip. Penilaian kinerja didapat dari observasi terhadap sikap, perilaku, kompetensi medik, komunikasi, kepribadian dan profesionalisme. Selain itu penilaian juga diperoleh dari buku log, portofolio, laporan kasus dan mini project. Pndamping secara informal dapat memperoleh masukan dari pemangku kepentingan terkait, antara lain sejawat lain, tenaga kesehatan lain, masyarakat dan pasien. Evaluasi kinerja peserta dilakukan dengan target yang telah ditentukan sesuai kriteria pencapaian sasaran Program Internsip Dokter Indonesia. berikut adalah tabel evaluasi penilaian kinerja dokter internsip yang harus diisi oleh dokter pendamping.
Bagi peserta program internsip Indonesia yang tidak memenuhi kriteria kinerja akhir, harus memperpanjang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Peserta internsip yang telah menyelesaikan seluruh program internsip akan dibuatkan surat rekomendasi untuk penerbitan Surat Laporan Pelaksanaan Internsip (SLPI) oleh KIDI Provinsi. SLPI digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Tanda Selesai Internsip (STSI) yang dikeluarkan oleh Komite Internsip Dokter Indonesia (KIDI) Pusat yang selanjutnya diteruskan ke Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR) definitif (Kemenkes RI, 2013). .
2.1.10 Sanksi Program Internsip Dokter Apabila terjadi pelanggaran etik dan disiplin selama mengikuti program internsip, peserta akan diberi sanksi sesuai dengan norma etik profesi dan disiplin. Sanksi etik dan disiplin dapat berupa sanksi adminisitratif yang diberikan oleh koordinator wahana kepada peserta yang melakukan pelanggaran ketentuan atau peraturan wahana, sedangkan untuk sanksi etik sebagai dokter mengacu kepada Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). Sanksi disiplin sebagai dokter mengacu pada Buku Penerapan Disiplin dari MKDKI, sanksi disiplin sebagai peserta internsip mengacu pada Buku Pedoman Peserta Program Internsip Dokter Indonesia Bab III Tata Tertib Peserta Sub Bagian Klasifikasi pelanggaran tata tertib, Pembinaan dan Pemberian sanksi dan sanksi pelanggaran hukum mengacu pada prosedur dan keputusan hukum. Selama proses penyidikan, maka peserta internsip ditunda pelaksanaannya sampai mempunyai kekuatan hukum yang tetap (Kemenkes RI, 2013).
2.2 Dokter Internsip Dokter yang baru menyelesaikan pendidikan kedokteran berbasis kompetensi yang akan menjalankan praktik kedokteran dan atau akan menjalani program dokter spesialis sebagai peserta program internsip dokter. Lulusan dokter tersebut mengikuti program pelatihan praregistrasi yang disebut dengan program internsip dokter yang merupakan fase pemahiran dan penyelarasan dari apa yang telah didapat pada saat pendidikan dokter dengan praktik di lapangan (Menkes, 2010).
2.2.1 Tugas Kegiatan Peserta Program Internsip Dokter Indonesia antara lain melakukan layanan kesehatan primer dengan dengan pendekatan kedokteran keluarga pada pasien secara profesional yang meliputi kasus medik, kasus bedah, kedaruratan, kejiwaan baik pada anak, dewasa dan usia lanjut, pada keluarga maupun pada masyarakat secara holistik, terpadu dan paripurna. Selain itu, melakukan konsultasi dan rujukan, kegiatan ilmiah medis dan non medis serta melakukan program-program kesehatan sebagai upaya meningkatkan kesehatan masyarakat (Kemenkes RI, 2013). Menurut Department of Continuous Medical Education of Ministry of Health Dubai (2011), tugas peserta internsip meliputi, semua dokter internsip diharapkan untuk mengikuti semua aturan dan ketentuan Depkes selama mereka adalah bagian dari program internsip dan mengambil bagian dalam morning reports dari departemen mereka ditugaskan, mengambil bagian dalam putaran pagi hari dan diskusi mengenai kasus-kasus medis di departemen itu. Selain itu dokter internsip wajib untuk mengisikan seluruh logbook dengan dokumentasi harian sesuai persyaratan dan setiap dokter internsip harus berada di bawah pengawasan langsung dari dokter staf senior yang bekerja dalam setiap tindakan ke pasien sehingga apabila terdapat suatu kesulitan dapat segera berkonsultasi. Dokter internsip diharapkan untuk menghindari hal-hal atau tindakan yang dilakukan kepada pasien tanpa sepengetahuan dan pesertujuan dokter pendamping atau dokter senior yang meliputi pertemuan, pengobatan, pemulangan dan tindakan invasif. Setelah selesai program internsip, dokter internsip harus memberikan permintaan untuk sertifikat internsip kepada supervisor internsip. Apabila ditemukan suatu bentuk pelanggaran terhadap poin di atas, maka akan menjadi dasar penghentian program internsip ini.
2.2.2 Penetapan Proses penempatan peserta di wahana melalui serangkaian proses yang cukup kompleks dengan urutan sebagai berikut: (1) KIDI Pusat menerima nomor STR untuk kewenangan internsip dari KKI; (2) KIDI Pusat mengirimkan daftar nama calon peserta internsip ke KIDI Provinsi; (3) KIDI Provinsi melakukan pemetaan (mapping) kapasitas dan kondisi rumah sakit dan Puskesmas yang telah ditetapkan sebagai wahana internsip di seluruh kabupaten/kota (RS dan PKM) di provinsi tersebut; (4) KIDI Provinsi mengirimkan daftar lokasi/wahana yang memungkinkan untuk penempatan peserta internsip di satu provinsi ke KIDI pusat; (5) KIDI Pusat menetapkan peserta, wahan, dan pendamping internsip; (6) KIDI Pusat membuat surat pengantar kepada Menteri Kesehatan RI Kepala Badan PPSDMK untuk dapat membuat SK penempatan peserta, SK pendamping, SK penempatan wahana dan SK peserta; (7) Kepala Badan PPSDMK atas nam menteri Kesehatan RI menerbitkan SK penempatan peserta, SK pendamping, SK penetapan wahan dan SK peserta; (8) KIDI Pusat menerima SK penempatan peserta peserta, SK pendamping, SK penetapa wahana dan SK peserta dari Badan PPSDMK, selanjutnya mengirim seluruh dokumen tersebut dengan surat pengatar ke KIDI Provinsi untuk ditindaklanjuti dengan persiapan pemebekalan peserta; (9) KIDI Provinsi melaksanakan pembekalan untuk peserta internsip; (10) KIDI Provinsi menyerahkan dokter peserta internsip kepada wahana sesuai dengan yang tercantum dalam SK wahana, SK peserta dan SK penempatan; (11) wahana menerima peserta dan mngadakan pecan orientasi peserta di wahana dan (12) setiap peserta mendapat 2 wahana (Rumah Sakit dan Puskesmas atau tempat lain). Setiap peserta internsip wajib mengurus dan memiliki Surat Izin Praktik dokter untuk setiap wahana yang ditempati peserta. Proses penerbitan SIP Internsip melalui tahapan sebagai berikut: (1) peserta mengurus pendaftaran keanggotaan IDI ke IDI wilayah dengan melengkapi seluruh persyaratan administrasi pendaftaran anggota IDI, dtambah dengan SK penempatan peserta internsip di wahana yang berada di wilayah kerja IDI tersebut. Keanggotaan penting untuk pengurusan Surat Izin Praktik Dokter; (2) IDI wilayah menerbitkan Kartu Tanda Anggota (KTA) dan surat rekomendasi bagi dokter peserta internsip ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk menerbitkan SIP internsip sesuai wahana internsip bagi peserta tersebut; (3) SIP internsip diproses oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dan setelah selesai akan diserahkan melalui KIDI Provinsi; (4) SIP peserta internsip diserahkan kepada coordinator wahana internsip sesuai penempatan peserta dan (5) wahana mengeluarkan SK mengenai status ketenagaan peserta PIDI di wahana tersebut.
2.2.3 Pembekalan Pembekalan peserta merupakan hal yang sangat penting untuk memberikan pengetahuan dan informasi tentang seluk-beluk kegiatan internsip kepada peserta sebelum kegiatan internsip dimulai. Pembekalan Peserta dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut: (1) Pembekalan oleh KIDI Provinsi, dilakukan sebelum peserta ditempatkan di wahana. Lama pembekalan 1 hari dan isi pembekalan tentang pelaksanaan PIDI, program kesehatan Dinas Kesehata Provinsi setempat, pengenalan profesi IDI dan tata cara pengurusan KTA oleh IDI wilayah. Selama pembekalan juga dilakukan penjelasan dan penandatanganan kontrak internsip dan (2) Pembekalan di wahana, dilakukan pada minggu pertama pelaksanaan PIDI di wahana. Sifat pembekalan adalah orientasi yang dapat dilaksanakan selama 1 minggu untuk memberikan kesempatan kepada peserta mengenal lingkungan wahana yang akan ditempatinya. Materi pecan orientasi antara lain: orientasi profil RS, tata tertib disiplin yang berlaku, standar pelayanan setempat, hambatan atau kendala pelayanan kesehatan di wahanan, kultur atau budaya setempat dan teknik tata cara pengurusan oleh IDI Cab.
2.2.4 Kegiatan di Wahana Durasi pelaksanaan internsip adalah 12 bulan yang terbagi atas 2 wahana yatiu 8 bulan di RS dan 4 bulan di Puskemas. Cakupan kegiatan selama 8 bulan meliputi 4 bulan dijalankan di instalasi rawat jalan, rawat inap medic, rawat inap bedah dan kejiwaaan. Sedangkan 4 bulan lainnya dijalankan di instalasi rawat emergensi atau UGD. Seluruh kegiatan harus tersusun dalam jadwal yang tertata agar setiap peserta dapat dibagi merata keseluruh instalasi sehingga magang berjalan dengan baik. Untuk itu perlu dibuat jadwal kegiatan sebagai acuan bagi peserta, pendamping dan wahana serta KIDI Provinsi yang akan memudahkan pemantauan kegiatan.
Tabel 2.2 Contoh kegiatan peserta di wahana
Lingkup kegiatan peserta internsip di wahana tidak semata melakukan pengobatan, melainkan seluruh kegiatan professional yang terdiri atas: (1) melakukan layanan primer dengan pendekatan kedokteran keluarga pada pasien secara professional yang meliputi kasus medik dan bedah, kedaruratan dan kejiawaan baik pada anak, dewasa dan usia lanjut; (2) melakukan konsultasi dan rujukan untuk kasus-kasus yang ditemukan di wahana; (3) melakukan kegiatan ilmiah medic berupa diskusi kasus, presentasi kasus dan diskusi portofolio tentang masalah atau kasus yang ditemukan selama menjalankan kegiatan internsip; dan (4) melakukan kegiatan kesehatan masyarakat baik didalam maupun diluar gedung. Kegiatan ini terutama dilakukan di Puskesmas. Bentuk kegiatan yang dilakukan oleh peserta internsip di wahana sangat beragam sebagaimana sebuah aktivitas dokter yang bertugas disebuah fasilitas pelayanan kesehatan. Kegiatan-kegiatan tersebut berupa praktik kedokteran di bagian/instansi di wahana yang sedang ditempati, pengisian buku log kegiatan sebagai bukti kegiatan yang telah dilaksanakan, pengisian boring portofolio untuk melaporkan kasus menarik atau penting yang ditemukan peserta ketika menjalani praktik kedokteran di wahana dan presentasi laporan kasus. Setiap peserta akan dievaluasi oleh pendamping, koordinator wahana dan KIDI Provinsi. Evaluasi meliputi sikap dan perilaku professional peserta yang dilakukan melalui observasi oleh pendamping dan pemangku kepentingan yang terkait serta kinerja peserta yang dilakukan melalui evaluasi buku log, portofolio kasus, presentasi kasus, laporan mini project. Evaluasi kinerja dilakukan oleh pendamping di setiap wahana. Bukti kehadiran peserta pada kegiatan di wahana adalah daftar hadir peserta dan pendamping yang ditandatangani oleh Koordinator Wahana. Laporan kegiatan peserta dibagi menjadi dua, yaitu buku log yang berisi catatan kegiatan yang dilaksanakan setiap hari dengan mengisi sesuai kolom yang telah tersedia di format buku log tersebut dan laporan kasus dalam bentuk portofolio adalah laporan kasus menarik atau penting yang ditemukan olrh peserta selama mengikuti kegiatan. Setiap peserta mendapatkan 21 buku log untuk catatan kegiatan di rumah sakit dan puskesmas.
2.2.5 Kewajiban dan Hak Setiap dokter, peserta internsip mempunyai kewajiban yaitu bekerja sesuai dengan standar kompetensi, standar pelayanan dan standar profesi medik, mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh selama pendidikan dan mengaplikasikannya dalam pelayanan kesehatan, mengembangkan keterampilan praktik kedokteran pelayanan kesehatan primer, bekerja dalam batas kewenangan hokum dan etika, berperan aktif dalam tim pelayanan kesehatan holistic, terpadu, paripurna, dan mematuhi ketentuan perarturan perudang-undangan. Di samping kewajiban, peserta juga mempunyai hak sebagai berikut mendapat bantuan biaya hidup dan penggantian transportasi bagi dokter yang mengikuti program internsip ikatan dinas, memilih fasilitas pelayanan kesehatan yan telah ditetapkan oleh Menteri bagi dokter yang mengikuti program internsip mandiri, mendapat perlindungan hukum dari Pemerintah selama menjalankan program internsip sesuai dengan standar profesi, mendapatkan cuti selama sepuluh (10) hari kerja yang tidak dilaksanakan secara berturut-turut untuk menjalankan upacara pernikahan, menghadiri upacara kematian orang tua/saudara kandung/kakek/nenek/suami/istri/anak, menjalankan tugas negara, menjalankan tugas negara, menjalani rawat inap karena sakit yang dialami, mendapat izin untuk tidak melaksanakan program internsip, diluar hak cuti sebagaimana dimaksud pada butir 4 dan wajib mengganti sebanyak hari yang ditinggalkan dan mendapat hak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.3 Teori dan Konsep Kinerja Menurut Bernandin dan Russell (2003), kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan, serta waktu. Stewart (1993) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yaitu kecerdasan, stabilitas emosional, motivasi kerja, situasi keluarga, pengalaman kerja, kelompok kerja serta pengaruh eksternal. Menurut Hayadi dan Kristiani (2007) kinerja merupakan gambaran tingkat suatu pelaksanaan kegiatan atau program dalam usaha mencapai tujuan, misi, dan visi organisasi. Istilah kinerja sering dipakai untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu atau kelompok individu. Pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang mempuyai tujuan strategis organisasi. Hasil pengukuran terhadap capaian kinerja sebagai dasar bagi pengelola organisasi untuk perbaikan kinerja periode berikutnya.
2.2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Darma (2005), faktor-faktor tingkat kinerja meliputi mutu pekerjaan, jumlah pekerjaan, efektifitas biaya dan inisiatif. Sementara karakteristik individu yang mempengaruhi kinerja meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja, penempatan kerja dan lingkungan kerja. Terdapat tiga kelompok variabel yang mempengaruhi kinerja, yaitu: (1) variabel individu, yang meliputi kemampuan dan ketrampilan, fisik maupun mental, latar belakang, pengalaman dan demografi, umur dan jenis kelamin, asal usul dan sebagainya. Kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu, sedangkan demografi mempunyai hubungan tidak langsung pada perilaku dan kinerja, (2) variabel organisasi, yakni sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan, (3) variabel psikologis, yakni persepsi, sikap, kepribadian, belajar, kepuasan kerja dan motivasi. Persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang kompleks dan sulit diukur serta kesempatan tentang pengertiannya sukar dicapai, karena seseorang individu masuk dan bergabung ke dalam suatu organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang, budaya dan ketrampilan yang berbeda satu sama lainnya. Uraian dari variabel kinerja dapat dilihat sebagai berikut: (1) tanggungjawab, yaitu kesanggupan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul risiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya (Murlis, 2006); (2) inisiatif, yaitu prakarsa atau kemampuan seorang bidan untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan suatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari atasan, (Steers, 2005); dan (3) jumlah pekerjaan, variabel ini berkembang berdasarkan kenyataan bahwa pekerjaan itu berbeda-beda satu sama lain dimana beberapa diantaranya lebih menarik dan menantang dibanding lainnya. Menurut Muchlas (2006) terdapat 3 macam teori yang mendukung teori karakteristik pekerjaan ini antara lain: (1) persyaratan tugas, yaitu model karakteristik pekerjaan dan ciri persyaratan tugas dalam organisasi itu; (2) jumlah produk yang dihasilkan dalam waktu tertentu dibandingkan dengan hasil yang seharusnya dicapai sesuai standar atau dibandingkan dengan hasil pekerjaan orang lain; (3) penilaian jumlah pekerjaan yang dilakukan menggunakan indikator- indikator berupa umpan balik dari rekan, atasan, bawahan, orientasi waktu dan menghargai produk dengan insentip yang sewajarnya (Jain, 2006) dan (4) pemenuhan standar kerja, merupakan proses menghasilkan suatu kegiatan yang berjalan sempurna, seluruh pekerjaan dilaksanakan secara rapi, sempurna, dapat diterapkan dan akurat (Brocklesby, Cummings, 2006). Indikator yang dapat dipakai untuk menilai pemenuhan standar kerja dapat dinilai dari mutu pekerjaan dengan selalu menganalisis data, mempersiapkan diri dalam bekerja, memotivasi pengembangan diri, mematuhi standar kerja yang ditetapkan, rapi, tertib, tidak menghindari umpan balik, puas dengan perencanaan yang dapat dikerjakan dan berusaha menjadi yang terbaik.
2.2.2 Aspek-aspek Kinerja Malayu S. P. Kasibuan (2006: 25) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang dinilai kinerja mencakup sebagai berikut: (1) prestasi kerja. Penilai menilai hasil kerja baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan dari uraian jabatannya; (2) kejujuran. Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas- tugasnya memenuhi perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain; (3) kedisiplinan. Penilai menilai disiplin kayawan dalam melaksanakan tugas-tugasnya dan menaati peraturan yang ada; (4) kreativitas; (5) kepemimpinan; (6) kerjasama; (7) kepribadian; (8) prakarsa; (9) tanggung jawab; (10) kecakapan.
2.4 Kerangka Konsep
Gambar 2.1 Kerangka konsep
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dokter internsip: penempatan internsip persepsi tunjangan hidup durasi internsip pembekalan internsip sistem birokrasi internsip persepsi kurikulum Fakultas Kedokteran Universitas Jember penerimaan internsip kemampuan adaptasi fasilitas jumlah dan jenis penyakit beban kerja penerimaan masyarakat dan jajaran di wahana hak cuti persepsi pengetahuan medis upaya kesehatan masyarakat peran dokter pendamping minat menjadi dokter di Puskesmas kemampuan komunikasi kedisiplinan pilihan tindakan jenis kelamin prestasi belajar taraf kecerdasan waktu kelulusan Kinerja dokter internsip di Puskesmas
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian observasional atau non eksperimental karena tidak memerlukan intervensi dalam pengambilan data. Penelitian menggunakan kuesioner untuk mengetahui kinerja dokter internsip kemudian menganalisis faktor-faktor yang berperan menggunakan studi cross sectional. Penelitian cross sectional adalah suatu penelitian yang mempelajari hubungan antara faktor resiko dengan efek dengan melakukan pengukuran sesaat. Tidak semua subyek penelitian diperiksa pada hari atau saat yang sama, akan tetapi baik faktor resiko maupun efek dinilai hanya satu kali. Faktor resiko serta efek tersebut diukur menurut keadaan saat dilakukan observasi. Peneliti memakai studi ini karena mudah untuk dilakukan, murah, tidak memerlukan follow-up, cepat memperoleh hasil, variabel bebas yang dipakai cukup banyak, dan dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian perikutnya yang lebih konklusif.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan kepada beberapa dokter pendamping dan dokter internsip di Puskesmas di kabupaten Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Probolinggo, Pamekasan, dan Kediri pada bulan Juli-September 2013. Fakultas Kedokteran Universitas Jember dipilih sebagai tempat penelitian karena Fakultas Kedokteran Universitas Jember telah menerapkan program internsip dengan strategi pembelajaran KBK sejak tahun 2012.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah dokter pendamping dan dokter internsip. Sampel dokter internsip yang dipilih adalah dokter internsip alumni Universitas Jember yang sudah atau sedang melaksanakan program internsip di Puskesmas karena mereka telah mengetahui mekanisme pelaksanaannya sehingga diharapkan mereka akan memberikan persepsi yang sesuai dan akurat dengan keadaan yang ada, khususnya di Puskesmas. Sedangkan sampel dokter pendamping yang dipilih adalah supervisor dari setiap dokter internsip karena mereka lebih mengetahui kinerja dari masing-masing dokter internsip secara akurat.
3.3.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi sampel penelitian yaitu sebagai berikut: a. Dokter internsip alumni Fakultas Kedokteran Universitas Jember yang sedang melaksanakan program internsip di Puskesmas. b. Dokter internsip alumni Fakultas Kedokteran Universitas Jember yang telah melaksanakan program internsip di Puskesmas. c. Dokter pendamping dari tiap dokter internsip di Puskesmas. d. Bersedia mengisi kuisioner yang telah disediakan sebagai tanda persetujuan menjadi sampel penelitian. Sedangkan, kriteria eksklusi sampel penelitian yaitu sebagai berikut: a. Dokter internsip alumni Fakultas Kedokteran Universitas Jember yang melaksanakan program internsip di Puskesmas kurang dari satu bulan. b. Dokter pendamping dari tiap dokter internsip di Rumah Sakit. c. Tidak mengisi kuesioner yang telah disediakan secara lengkap. d. Mengisi kuesioner yang telah disediakan dengan jawaban lebih dari satu.
3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel Pada penelitian ini, sampel dipilih dengan cara non probability sampling. Prinsip non probability sampling adalah setiap subyek dari populasi tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai sampel. Non probability sampling biasanya lebih praktis dan mudah dilakukan daripada probability sampling. Selanjutnya, penelitian ini memakai tehnik pengambilan sampel consecutive sampling, yaitu jenis non probability sampling yang terbaik dan seringkali merupakan cara yang paling mudah di mana sampel yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.
3.4 Variabel Penelitian Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dokter internsip, antara lain penempatan internsip, persepsi tunjangan hidup, durasi internsip, pembekalan internsip, sistem birokrasi internsip, persepsi kurikulum Fakultas Kedokteran Universitas Jember, penerimaan internsip, kemampuan adaptasi, fasilitas, jumlah dan jenis penyakit, beban kerja, penerimaan masyarakat dan jajaran di wahana, hak cuti, persepsi pengetahuan medis, upaya kesehatan masyarakat, peran dokter pendamping, minat menjadi dokter di Puskesmas, kemampuan komunikasi, kedisiplinan, pilihan tindakan, jenis kelamin, prestasi belajar, taraf kecerdasan, dan waktu kelulusan. Sedangkan variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kinerja dokter internsip.
3.5 Definisi Operasional 1. Kinerja dokter internsip Kinerja adalah hasil yang dicapai oleh dokter internsip dalam melaksanakan beban kerja dalam memberikan pelayanan kesehatan yang dapat dinilai oleh dokter pendamping dengan alat ukur Instrumen Lembar Evaluasi Kinerja Dokter Internsip UKM. Interpretasinya yaitu: Baik, apabila > 50 Buruk, apabila 50 2. Dokter internsip Dokter internsip adalah dokter yang baru menyelesaikan pendidikan kedokteran berbasis kompetensi yang akan menjalankan praktik kedokteran dan atau akan menjalani program dokter spesialis sebagai peserta program internsip dokter. 3. Puskesmas Menurut Departemen Kesehatan, Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Sedangkan, definisi operasional variabel bebas dapat dilihat pada lampiran G.
3.6 Teknik dan Alat Perolehan Data Penelitian dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang telah dimodifikasi dan diisi oleh sampel dengan dipandu oleh peneliti. Kuesioner adalah teknik pengumpulan data melalui formulir-formulir yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada seseorang atau sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan dan informasi yang diperlukan oleh peneliti (Mardalis, 2008: 66). Alat yang digunakan untuk memperoleh data pada penelitian ini adalah kuisioner Health Profession Education Quality Project (HPEQ-Project) dan alat tulis. Kuesioner ini merupakan kuesioner standar yang dibuat oleh Rachmani (2013) dan telah dilakukan uji coba pada sampel terbatas.
3.7 Teknik Penyajian dan Analisis Data Data dari analisis kuantitatif disajikan dalam bentuk grafik batang (bar graph). Grafik ini mempresentasikan proporsi kinerja dokter internsip di Puskesmas yang sangat baik, baik, buruk, dan sangat buruk. Tehnik penyajian data dilakukan dengan pengeditan (editing), pengkodean (coding), processing, dan pembersihan (cleaning). Untuk pemrosesan data, peneliti menggunakan program SPSS for Window 16.0. Data yang telah terkumpul dari kuisioner dianalisis menggunakan analisis bivariat. Analisis bivariat adalah analisa yang dilakukan untuk menjelaskan hipotesis hubungan variabel bebas dengan variabel terikat (Notoadmodjo, 2005). Analisis bivariat penelitian ini menggunakan uji statistik Chi-Square. Syarat uji Chi-Square : 1. Sudah dikategorikan 2. Skala ukur ordinal atau nominal bentuk data kategorik 3. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan / nilai ekspektasi (nilai E kurang dari 1) 4. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan / nilai ekspektasi kurang dari 5, lebih 20% dari keseluruhan sel 5. Jika syarat uji Chi-Square tidak terpenuhi, maka : a. Alternatif uji Chi-Square untuk tabel 2x2 adalah uji Fisher Exact b. Alternatif untuk tabel selain 2x2 adalah dengan penggabungan sel. Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima bila didapatkan nilai p < 0,05 dan Ho diterima dan Ha ditolak bila didapatkan nilai p 0,05. Setelah dilakukan uji Chi-Square, data yang memenuhi syarat selanjutnya dilakukan analisis menggunakan analisis multivariat. Data dianggap memenuhi syarat apabila analisis bivariatnya memenuhi nilai p 0,25. Analisis ini bertujuan untuk melihat beberapa variabel (lebih dari satu) independen dengan satu atau beberapa variabel dependen (umumnya satu variabel dependen). Dalam analisa multivariat, akan diketahui variabel independen mana yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel dependen (Hastono: 2007). Pada penelitian ini analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik. Regresi logistik adalah salah satu pendekatan model matematis yang digunakan untuk menganalisis hubungan satu atau beberapa variabel independen dengan sebuah variabel dependen kategori yang bersifat dikotom. Variabel kategori yang dikotom adalah variabel yang mempunyai dua nilai variasi. Pada regresi logistik, variabel dependen dihitung menggunakan proporsi. Menurut Hastono (2007), untuk penelitian yang bersifat cross sectional, interpretasi yang dapat dilakukan hanya menjelaskan nilai Rasio Odds pada masing-masing variabel. Oleh karena analisisnya multivariat, maka nilai Rasio Odds-nya sudah terkontrol oleh variabel lain yang ada pada model. Untuk melihat variabel mana yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel dependen, dilihat dari nilai Rasio Odds untuk variabel yang signifikan. Artinya, semakin besar nilai Rasio Odds, maka semakin besar pengaruhnya terhadap variabel dependen yang dianalisis.
3.8 Alur Penelitian
Gambar 3.1 Alur penelitian
3.9 Kelayakan Etik Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologis yang menggunakan subyek penelitian manusia. Walaupun mungkin penelitian ini tidak akan merugikan atau membahayakan bagi subjek penelitian, namun dalam melaksanakan sebuah penelitian harus memegang prinsip dasar penelitian yang meliputi, a) menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human diginity), b) menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy and confidentially), c) keadilan dan inklusivitas atau keterbukaan (respect for justice an inclusiveness), d) memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms and benefits) (Notoatmodjo, 2012). Untuk Dokter Internsip Dokter pendamping Penyebaran kuesioner tentang Penilaian Kinerja Dokter Internsip Penyebaran kuesioner tentang persepsi Program Internsip Pengolahan data Analisis data Survey Persepsi Program Internsip dan Kinerja Dokter Internsip Dokter Internsip dan Dokter Pendamping Kesimpulan dan saran mendapatkan surat keterangan kelayakan etik, penelitian ini akan diajukan kepada Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Jember.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pada penelitian yang dilakukan dengan penyebaran kuesioner pada dokter internsip lulusan Universitas Jember angkatan 2006 dan angkatan 2007 yang sedang atau telah melewati fase internsip di Puskesmas, didapatkan bahwa jumlah populasi awal penelitian ini adalah 66 dokter internsip. Dari jumlah tersebut, dokter internsip yang mengisi kuesioner dengan lengkap berjumlah 54 orang. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan dengan penyebaran kuesioner pada 6 dokter pendamping di tiap Puskesmas untuk mengetahui seberapa baiknya kinerja dokter internsip dan didapatkan 53 penilaian terhadap dokter internsip. Setelah dilakukan penyaringan, dokter internsip yang sudah mengisi kuesioner yang kinerjanya sudah dinilai oleh dokter pendamping, didapatkan sampel akhir berjumlah 52 orang. Hasil ini selanjutnya digunakan untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dokter internsip. Diagram 4.1 di bawah ini menunjukkan skor kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember.
Gambar 4.1 Diagram skor kinerja dokter internsip
Diagram 4.1 menunjukkan bahwa dokter internsip lulusan Universitas Jember yang mempunyai kinerja baik 59,6%. Sedangkan, dokter internsip lulusan 59,60% 40,40% Persentase Kinerja baik Kinerja kurang baik Universitas Jember yang mempunyai kinerja kurang baik berjumlah 40,4%. Sedangkan, tabel 4.1 di bawah ini menunjukkan sebaran karakteristik menurut kinerja dokter internsip.
Tabel 4.1 Sebaran karakteristik menurut kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Jumlah Kurang baik Baik n % n % n % Prestasi belajar Kurang baik Baik
6
40,0
9
60,0
15
100,0 7 31,7 19 68,3 26 100,0 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
7
35,0
13
65,0
19
100,0 14 43,8 18 56,3 32 100,0 Taraf kecerdasan Rata-rata Superior
9
27,3
24
72,7
33
100,0 4 50,0 4 50,0 8 100,0 Waktu kelulusan Terlambat Tepat waktu
19
76,0
6
24,0
25
100,0 2 7,4 25 92,6 27 100,0 Penempatan internsip Kurang adil Adil
7
53,8
6
46,2
13
100,0 14 36,8 24 63,2 38 100,0 Durasi internsip Kurang cukup Cukup
1
20,0
4
80,0
5
100,0 20 42,6 27 57,4 47 100,0 Persepsi tunjangan hidup Kurang cukup Cukup
20
47,6
22
52,4
42
100,0 1 10,0 9 90,0 10 100,0 Sistem birokrasi internsip Kurang mudah Mudah
100,0 16 42,1 22 57,9 38 100,0 Penerimaan internsip Kurang menerima Menerima
15
62,5
9
37,5
24
100,0 6 21,4 22 76,6 28 100,0 Penerimaan oleh masyarakat dan jajaran di wahana Kurang menerima Menerima
2
66,7
1
33,3
3
100,0 19 38,8 31 61,2 50 100,0 Fasilitas Puskesmas Kurang mendukung Mendukung
8
36,4
14
63,6
22
100,0 13 43,3 17 56,7 30 100,0 Adaptasi Kurang mudah Mudah
11
84,6
2
15,4
13
100,0 10 25,6 29 74,4 39 100,0 Beban kerja Kurang cukup Cukup
5
50,0
5
50,0
10
100,0 16 38,1 26 61,9 42 100,0 Jumlah dan jenis kasus Kurang cukup Cukup
13
59,1
9
40,9
22
100,0 8 26,7 22 73,3 30 100,0 Hak cuti Kurang adil Adil
4
26,7
11
73,3
15
100,0 17 45,9 20 54,1 37 100,0 Kurikulum FK UJ Kurang memadai Memadai
2
26,6
5
71,4
7
100,0 19 42,2 26 57,8 45 100,0 Persepsi pengetahuan medis Kurang cukup Cukup
1
50,0
1
50,0
2
100,0 20 40,0 30 60,0 50 100,0 Upaya kesehatan masyarakat Kurang sesuai Sesuai
11
61,1
7
38,9
18
100,0 10 29,4 24 70,6 34 100,0 Peran dokter pendamping Kurang sesuai Sesuai
15
65,2
8
34,8
23
100,0 6 20,7 23 79,3 29 100,0 Minat menjadi dokter Puskesmas Kurang sesuai Sesuai
14 7
46,7 31,8
16 15
53,3 68,2
30 22
100,0 100,0 Kedisiplinan Kurang baik Baik
13 8 59,1 26,7 9 22 40,9 73,3 22 30 100,0 100,0 Komunikasi Kurang efektif Efektif
10 11 62,5 30,6 6 25 37,5 69,4 16 36 100,0 100,0 Plihan tindakan Kurang tepat Tepat
9 12
75 30
3 28
25 70
12 52
100,0 100,0
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa subjek penelitian terdistribusi merata berdasarkan prestasi belajar, jenis kelamin, taraf kecerdasan, waktu kelulusan, penempatan internsip, durasi internsip, persepsi tunjangan hidup, sistem birokrasi internsip, pembekalan intensip, penerimaan internsip, penerimaan oleh jarjaran di wahana dan masyarakat, fasilitas Puskesmas, proses adaptasi, beban kerja, jumlah dan jenis kasus, hak cuti, kurikulum FK UJ, persepsi pengetahuan medis, upaya kesehatan masyarakat, peran dokter pendamping, minat menjadi dokter Puskesmas, kedisiplinan, komunikasi, dan pilihan tindakan.
4.2.Analisis Hasil Pada penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara masing- masing faktor dengan kinerja dokter internsip dilakukan dengan uji Chi-Square. Setelah dilakukan uji Chi-Square, data selanjutnya yang berpotensi dilakukan analisis menggunakan analisis multivariat dengan uji statistik regresi logistik. Analisis ini bertujuan untuk melihat faktor apa yang paling besar pengaruhnya terhadap kinerja dokter internsip.
4.2.1 Uji Chi-Square Berdasarkan uji Chi-Square, semua variabel independen dianalisis dan dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima bila didapatkan nilai p < 0,05 dan Ho diterima dan Ha ditolak bila didapatkan nilai p 0,05. Data dilakukan uji Chi-Square dengan derajat kepercayaan 95% dan diperoleh hasil seperti pada tabel-tabel di bawah ini.
Tabel 4.2 Hubungan antara prestasi belajar dan kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Odds Derajat kepercayaan 95% Nilai p Kurang baik Baik n % n % Prestasi belajar Kurang baik Baik
6 7
40,0 31,7
9 19
60,0 68,3
1,810
0,470-6,969
0,492
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa prestasi belajar tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.
Tabel 4.3 Hubungan antara jenis kelamin dan kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Odds Derajat kepercayaan 95% Nilai p Kurang baik Baik n % n % Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
7 14
35,0 43,8
13 18
65,0 56,3
0,593
0,180-1,957
0,389
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.
Tabel 4.4 Hubungan antara taraf kecerdasan dan kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Odds Derajat kepercayaan 95% Nilai p Kurang baik Baik n % n % Taraf kecerdasan Rata-rata Superior
9 4
27,3 50,0
24 4
72,7 50,0
0,375
0,077-1,827
0,215
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa taraf kecerdasan tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.
Tabel 4.5 Hubungan antara waktu kelulusan dengan kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Odds Derajat kepercayaan 95% Nilai p Kurang baik Baik n % n % Waktu kelulusan Terlambat Tepat waktu
19 2
76,0 7,4
6 25
24,0 92,6
39,583
7,175-218,389
0,000
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa waktu kelulusan mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p < 0,05.
Tabel 4.6 Hubungan antara penempatan internsip dengan kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Odds Derajat kepercayaan 95% Nilai p Kurang baik Baik n % n % Penempatan internsip Kurang adil Adil
7
53,8
6
46,2
14 36,8 24 63,2 2,000 0,559-7,151 0,282
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa penempatan internsip tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.
Tabel 4.7 Hubungan antara durasi internsip dengan kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Odds Derajat kepercayaan 95% Nilai p Kurang baik Baik n % n % Durasi internsip Kurang cukup Cukup
1
20,0
4
80,0
20 42,6 27 57,4 0,338 0,035-3,255 0,637
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa durasi internsip tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.
Tabel 4.8 Hubungan antara persepsi tunjangan hidup dengan kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Odds Derajat kepercayaan 95% Nilai p Kurang baik Baik n % n % Persepsi tunjangan hidup Kurang cukup Cukup
20
47,6
22
52,4
1 10,0 9 90,0 8,182 0,950-70,444 0,036
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa persepsi tunjangan hidup mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p < 0,05.
Tabel 4.9 Hubungan antara sistem birokrasi dengan kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Odds Derajat kepercayaan 95% Nilai p Kurang baik Baik n % n % Sistem birokrasi internsip Kurang mudah Mudah
12
50,0
12
50,0
9 32,1 19 67,9 2,111 0,684-6,513 0,191
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa sistem birokrasi internsip yang berlaku saat ini tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.
Tabel 4.10 Hubungan antara pembekalan internsip dengan kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Odds Derajat kepercayaan 95% Nilai p Kurang baik Baik n % n % Pembekalan internsip Kurang jelas Jelas
5
35,7
9
64,3
16 42,1 22 57,9 0,764 0,215-2,717 0,677
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa pembekalan internsip tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.
Tabel 4.11 Hubungan antara penerimaan internsip dengan kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Odds Derajat kepercayaan 95% Nilai p Kurang baik Baik n % n % Penerimaan internsip Kurang menerima Menerima
15
62,5
9
37,5
6 21,4 22 76,6 6,111 1,797-20,779 0,003
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa penerimaan internsip mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p < 0,05.
Tabel 4.12 Hubungan penerimaan oleh masyarakat dan jajaran di wahana dalam mempengaruhi kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Odds Derajat kepercayaan 95% Nilai p Kurang baik Baik n % n % Penerimaan oleh masyarakat dan jajaran di wahana Kurang menerima Menerima
2
66,7
1
33,3
19 38,8 31 61,2 3,158 0,268-37,270 0,558
Tabel 4.12 menunjukkan bahwa penerimaan oleh masyarakat dan jajaran di wahana internsip tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.
Tabel 4.13 Hubungan antara fasilitas Puskesmas dengan kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Odds Derajat kepercayaan 95% Nilai p Kurang baik Baik n % n % Fasilitas Puskesmas Kurang mendukung
8
36,4
14
63,6
Mendukung 13 43,3 17 56,7 0,747 0,241-2,312 0,613
Tabel 4.13 menunjukkan bahwa fasilitas Puskesmas tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.
Tabel 4.14 Hubungan antara adaptasi dengan kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Odds Derajat kepercayaan 95% Nilai p Kurang baik Baik n % n % Adaptasi Kurang mudah Mudah
11
84,6
2
15,4
10 25,6 29 74,4 15,950 3,005-84,670 0,000
Tabel 4.14 menunjukkan bahwa proses adaptasi mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p < 0,05.
Tabel 4.15 Hubungan beban kerja dalam mempengaruhi kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Odds Derajat kepercayaan 95% Nilai p Kurang baik Baik n % n % Beban kerja Kurang cukup Cukup
5
50,0
5
50,0
16 38,1 26 61,9 1,625 0,406-6,506 0,490
Tabel 4.15 menunjukkan bahwa beban kerja tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.
Tabel 4.16 Hubungan antara jumlah dan jenis kasus dengan kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Odds Derajat kepercayaan 95% Nilai p Kurang baik Baik n % n % Jumlah dan jenis kasus Kurang cukup Cukup
13 8
59,1 26,7
9 22
40,9 73,3
3,972
1,229-12,843
0,019
Tabel 4.16 menunjukkan bahwa jumlah dan jenis kasus mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p < 0,05.
Tabel 4.17 Hubungan antara hak cuti dengan kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Odds Derajat kepercayaan 95% Nilai p Kurang baik Baik n % n % Hak cuti Kurang adil Adil
4 17
26,7 45,9
11 20
73,3 54,1
0,426
0,115-1,593
0,199
Tabel 4.17 menunjukkan bahwa hak cuti tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.
Tabel 4.18 Hubungan antara kurikulum FK UJ dengan kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Odds Derajat kepercayaan 95% Nilai p Kurang baik Baik n % n % Kurikulum FK UJ Kurang memadai Memadai
2 19
26,6 42,6
5 26
71,4 57,8
0,547
0,096-3,129
0,494
Tabel 4.18 menunjukkan bahwa kurikulum FK UJ tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai nilai p > 0,05.
Tabel 4.19 Hubungan antara persepsi pengetahuan medis dengan kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Odds Derajat kepercayaan 95% Nilai p Kurang baik Baik n % n % Persepsi pengetahuan medis Kurang cukup Cukup
1 20
50,0 40,0
1 30
50,0 60,0
1,500
0,089-25,392
1,000
Tabel 4.19 menunjukkan bahwa persepsi pengetahuan medis tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.
Tabel 4.20 Hubungan antara upaya kesehatan masyarakat dengan kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Odds Derajat kepercayaan 95% Nilai p Kurang baik Baik n % n % Upaya kesehatan masyarakat Kurang sesuai Sesuai
11 10
61,1 29,4
7 24
38,9 70,6
3,711
1,135-12,533
0,027
Tabel 4.20 menunjukkan bahwa upaya kesehatan masyarakat mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p < 0,05.
Tabel 4.21 Hubungan antara peran dokter pendamping dengan kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Odds Derajat kepercayaan 95% Nilai p Kurang baik Baik n % n % Peran dokter pendamping Kurang sesuai Sesuai
9 12
75 30
3 28
25 70
7,000
1,607-30,483
0,008
Tabel 4.21 menunjukkan bahwa peran dokter pendamping mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p < 0,05.
Tabel 4.22 Hubungan antara minat menjadi dokter Puskesmas dengan kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Derajat Nilai p Kurang baik Baik Odds kepercayaan 95% n % n % Minat menjadi dokter Puskesmas Kurang sesuai Sesuai
14 7
46,7 31,8
16 15
53,3 68,2
1,875
0,595-5,914
0,281
Tabel 4.22 menunjukkan bahwa minat menjadi dokter Puskesmas tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.
Tabel 4.23 Hubungan antara kedisiplinan dengan kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Odds Derajat kepercayaan 95% Nilai p Kurang baik Baik n % n % Kedisiplinan Kurang baik Baik
13 8 59,1 26,7 9 22 40,9 73,3
3,972
1,229-12,843
0,019
Tabel 4.23 menunjukkan bahwa kedisiplinan mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p < 0,05.
Tabel 4.24 Hubungan antara komunikasi dengan kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Odds Derajat kepercayaan 95% Nilai p Kurang baik Baik n % n % Komunikasi Kurang efektif Efektif
10 11 62,5 30,6 6 25 37,5 69,4
3,788
1,101-13,035
0,030
Tabel 4.24 menunjukkan bahwa komunikasi mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p < 0,05.
Tabel 4.25 Hubungan antara pilihan tindakan dengan kinerja dokter internsip Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Derajat Nilai p Kurang baik Baik Odds kepercayaan 95% n % n % Plihan tindakan Kurang tepat Tepat
15 6
65,2 20,7
8 23
34,8 79,3
7,188
2,075-24,897
0,001
Tabel 4.25 menunjukkan bahwa pilihan tindakan mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p < 0,05.
4.2.2 Uji Regresi Logistik Setelah dilakukan uji Chi-Square, variabel yang berpotensi mempengaruhi kinerja dokter internsip diuji menggunakan regresi logistik. Variabel dinyatakan berpotensi apabila analisis bivariatnya memenuhi nilai p < 0,25. Namun, ketika variabel yang mempunyai nilai p < 0,25 dianalisis, terdapat ketidakvalidan hasil data karena jumlah variabel yang diuji terlalu banyak. Oleh karena itu, peneliti memasukkan variabel dengan nilai p < 0,05 saja. Uji regresi logistik menunjukkan hasil seperti pada tabel 4.26 berikut.
Tabel 4.26 Hasil analisis multivariat regresi logistik Variabel Koefisien Nilai p Rasio Odds Derajat kepercayaan 95% Upaya kesehatan masyarakat 0,490 0,691 1,632 0,145-18,332 Penerimaan internsip 0,667 0,674 1,948 0,087-43,499 Persepsi tunjangan hidup 1,078 0,549 2,937 0,087-99,497 Hak cuti -1,113 0,391 0,329 0,026-4,173 Kedisiplinan 0,987 0,398 2,684 0,272-26,522 Pilihan tindakan 1,029 0,439 2,798 0,207-37,891 Komunikasi 1,332 0,217 3,788 0,458-31,327 Adaptasi 2,409 0,079 11,128 0,756-163,734 Peran dokter pendamping 2,524 0,031 12,483 1,260-123,633 Waktu kelulusan 2,391 0,022 10,929 1,410-84,692
Dari analisis multivariat pada tabel 4.26 menunjukkan bahwa variabel yang bermakna terhadap kinerja dokter internsip adalah peran dokter pendamping dan waktu kelulusan, yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi yang kurang dari 0,05, yaitu nilai signifikansi peran dokter pendamping sebesar 0,031 dan nilai signifikansi waktu kelulusan sebesar 0,022. Sedangkan, faktor-faktor lain berupa upaya kesehatan masyarakat, penerimaan internsip, persepsi tunjangan hidup, hak cuti, kedisiplinan, pilihan tindakan, komunikasi, dan adaptasi terbukti tidak bermakna terhadap kinerja dokter internsip karena nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05. Dalam data ini, nilai koefisien dan Rasio Odds peran dokter pendamping menunjukkan nilai yang paling besar, yaitu 2,524 dan 12,843. Artinya, dokter internsip yang didampingi oleh dokter senior yang dapat berperan sesuai tugasnya memiliki kinerja 13 kali lebih baik dibanding yang didampingi oleh dokter senior yang kurang dapat berperan sesuai tugasnya. Sedangkan, waktu kelulusan menunjukkan nilai koefisien dan Rasio Odds sebesar 2,391 dan 10,929. Artinya, dokter internsip yang lulus tepat waktu memiliki kinerja 11 kali lebih baik dibanding dokter internsip yang lulus terlambat. Dilihat dari besar nilai koefiien dan Rasio Odds, peran dokter pendamping adalah faktor yang paling mempengaruhi kinerja dokter internsip.
4.3.Pembahasan Menurut Bernandin dan Russell (2003), kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan, serta waktu. Istilah kinerja sering dipakai untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu atau kelompok individu. Penilaian kerja dijelaskan oleh Schuler dan Jackson sebagai suatu sistem formal yang terstruktur dalam mengukur berbagai sifat yang berkaitan erat dengan pekerjaan, perilaku, kehadiran serta hasil dan suatu pencapaian target-target tertentu yang mempuyai. Fokus dari penilaian kinerja tersebut adalah untuk mengetahui seberapa besar produktifitas seorang dan apakah seseorang tersebut bisa berkinerja baik atau lebih efektif pada masa-masa yang akan datang dan dijadikan sebagai dasar bagi pengelola organisasi untuk perbaikan kinerja periode berikutnya. Pada penelitian ini, kinerja seorang dokter internsip diukur dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dianalisis. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kinerja dokter internsip yaitu prestasi belajar, jenis kelamin, taraf kecerdasan, waktu kelulusan, penempatan internsip, durasi internsip, persepsi tunjangan hidup internsip, sistem birokrasi internsip, pembekalan internsip, penerimaan internsip, penerimaan oleh masyarakat dan jajaaran di wahana, fasilitas, adaptasi, beban kerja, jumlah dan jenis kasus, hak cuti, kurikulum FK UJ, persepsi pengetahuan medis, upaya kesehatan masyarakat, peran dokter pendamping, minat menjadi dokter di Puskesmas, kedisiplinan, komunikasi, dan pilihan tindakan. Analisis pertama yang dilakukan adalah uji Chi-Square untuk mengetahui hubungan antara masing-masing faktor dengan kinerja dokter internsip dengan interval kepercayaan 95%. Berdasarkan uji Chi-Square, semua variabel independen dianalisis dan dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima bila didapatkan nilai p < 0,05. Sedangkan, Ho diterima dan Ha ditolak bila didapatkan nilai p 0,05 Hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar tidak berpengaruh terhadap kinerja dokter internsip dengan nilai signifikansi sebesar 0,492 (p > 0,05). Tidak ada perbedaan kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember pada tiap-tiap kelompok prestasi belajar. Hal ini disebabkan oleh data prestasi belajar yang digunakan yaitu merupakan Indeks Prestasi saat awal semester pre- klinik. Sedangkan, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Jember lulus dan menjalani program internsip beberapa tahun setelahnya. Sedangkan, kinerja seseorang akan terus berkembang seiring berjalannya waktu. Padahal, prestasi belajar diduga mempengaruhi waktu kelulusan sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi kinerja dokter internsip. Oleh karena itu, diharapkan dilakukan penelitian lanjutan untuk meneliti prestasi belajar yang menggunakan data Indeks Prestasi Kumulatif akhir. Menurut hasil yang diperoleh dengan analisis menggunakan uji Chi-Square, didapatkan bahwa jenis kelamin juga tidak berpengaruh terhadap kinerja dokter internsip dengan nilai signifikansi sebesar 0,532 (p > 0,05). Artinya, jenis kelamin apapun mempunyai kemungkinan dan variasi kinerja yang sama. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh tim dari University of California dan beberapa universitas di Madrid yang menyatakan bahwa perempuan bisa melakukan berbagai tugas lebih cepat dan lebih baik karena sekitar delapan persen otak perempuan lebih kecil dibandingkan dengan laki-laki. Mereka menilai bahwa semakin kecil ukuran otak, maka semakin kecil hippocampus, yaitu bagian otak yang bertanggung jawab atas memori, kecerdasan, dan perilaku, sehingga neuron yang menyusun otak perempuan dapat lebih mudah berkomunikasi antara satu dengan lainnya daripada neuron yang ditemukan di dalam otak laki-laki sehingga perempuan memiliki kemampuan menyelesaikan pekerjaan yang diberikan akan semakin baik. Sedangkan, taraf kecerdasan tidak berpengaruh terhadap kinerja dokter internsip dengan nilai signifikansi sebesar 0,215 (p < 0,05). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Daniel Goleman bahwa faktor penentu kesuksesan sesorang 20 % ditentukan oleh IQ (Intelligence Quotient) atau taraf kecerdasan. Dia menyebutkan bahwa orang dengan kecerdasan intelektual tinggi akan memiliki ingatan yang baik, kemampuan numerik, kemampuan mengolah informasi, kemampuan menggunakan logika dan menganalisa serta menyelesaikan sebuah masalah sehingga pekerjaan yang dihasilkan lebih teratur dan akurat. Menurut hasil wawancara yang dilakukan pada penelitian terdahulu, hasil penelitian yang berbeda ini dapat dikarenakan orang yang mempunyai intelegensi tinggi belum tentu menyukai pelajaran di bidang kedokteran, namun lebih menyukai pelajaran matematika, fisika, dan bukan pelajaran yang mengharuskan untuk menghafal banyak materi seperti pelajaran di bidang kedokteran. Hal ini menyebabkan lebih banyak faktor lain yang lebih mempengaruhi kinerja ketika menjadi dokter internsip, seperti motivasi kerja ataupun kerajinan dari masing-masing individu tersebut. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa waktu kelulusan sangat mempengaruhi kinerja dokter internsip dengan nilai signifikansi sebesar 0,00 (p < 0,05). Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja yang dihasilkan oleh seorang dokter internsip yang lulus tepat waktu dibandingkan dokter internsip yang lulus terlambat. Dokter internsip yang lulus tepat waktu memiliki kinerja 40 kali lebih baik daripada dokter internsip yang lulus terlambat. Waktu kelulusan dinilai sesuai dengan kualitas pendidikan dan kemampuan kerja yang dimiliki. Artinya, seseorang yang lulus tepat waktu menandakan kemampuan kerja yang dimiliki lebih baik daripada seseorang yang lulus terlambat karena ia telah melewati nilai batas standar kompetensi pada target waktu yang telah ditentukan. Selain itu, penempatan internsip tidak berpengaruh terhadap kinerja dokter internsip karena nilai signifikansinya menunjukkan angka 0,282 (p > 0,05). Tidak ada perbedaan kinerja dokter internsip yang bermakna pada dokter internsip. Hal ini dapat dikarenakan oleh penempatan internsip dinilai sudah berkeadilan. Durasi program internsip yang harus ditempuh oleh dokter baru yaitu selama satu tahun, yang dibagi menjadi delapan bulan di Rumah Sakit dan empat bulan di Puskesmas. Pada penelitian ini didapatkan bahwa durasi program internsip tidak berpengaruh terhadap kinerja dokter internsip dengan nilai signifikansi 0,637 (p > 0,05). Hal ini dapat dikarenakan durasi internsip dianggap sudah memenuhi tujuan dan sasaran akhir program internsip. Persepsi tunjangan hidup berupa gaji dan jaminan sosial yang diberikan pada dokter internsip selama ini dinilai kurang mencukupi kebutuhan, yaitu sebesar satu juta dua ratus ribu rupiah per bulan dan diberikan setiap tiga bulan. Hal ini mempengaruhi kinerja dokter internsip dengan nilai signifikansi sebesar 0,036 (p < 0,05). Dokter internsip yang memiliki persepsi tunjangan hidup lebih baik akan memiliki kinerja 8 kali lebih baik pula. Menurut Yudi (2012), dalam pemberian gaji harus jelas dan sesuai dengan lima kriteria yaitu kredibilitas, transparansi, akuntabilitas, tanggungjawab, dan keadilan. Gaji merupakan upah yang di terima oleh seorang atas pekerjaan yang dilakukan. Tunjangan hidup yang diberikan secara tidak langsung memberi dorongan moral bagi seseorang dalam melakukan pekerjaannya dan merangsang seseorang untuk berprestasi. Oleh karena itu, jika tunjangan hidup yang diterima kurang memenuhi kebutuan hidup, maka akan menyebabkan ketidaksinambungan kerja, apalagi jika jika gaji yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan hidup sesuai daerah yang ditempati, terutama dokter internsip yang bertempat di luar Jawa atau sudah menikah. Gaji harus sesuai dengan apa yang mereka kerjakan agar tercipta kondisi dimana kesejahteraan seseorang terjamin, dan kesewenang-wenangan dalam memberikan tunjangan berakibat pada kinerja yang tidak berjalan dengan baik. Hal ini serupa dengan penelitian Robinson dan Larsen (2000) terhadap para pegawai penyuluh kesehatan pedesaan di Columbia yang menunjukkan bahwa pemberian imbalan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja pegawai dibanding pada kelompok pegawai yang tidak diberi. Sistem birokrasi yaitu suatu sistem yang terstruktur dengan tugas-tugas rutin dengan berbagai aturan dengan berbagai spesialisasi (Anto, 2007). Pada penelitian yang dilakukan tidak terdapat pengaruh antara sistem birokrasi internsip yang berlaku saat ini dengan kinerja dokter internsip karena nilai signifikansi menunjukkan 0,191 (p > 0,05). Hal ini disebabkan oleh sistem birokrasi hanya sebagai suatu struktur pengikat antara atasan dan bawahan. Sosialisasi adalah adalah proses belajar yang kompleks. Dengan sosialisasi, manusia sebagai makhluk biologis menjadi manusia yang berbudaya, yang cakap menjalankan fungsinya dengan tepat sebagai individu dan sebagai anggota kelompok. Sosialisasi merupakan proses penanaman kecakapan dan sikap yang diperlukan untuk dapat memainkan peran sosial di masyarakat. Di sisi lain, lingkungan tempat ia berada dan berinteraksi memiliki nilai dan norma yang mengarahkan perilaku. Dalam proses sosialisasi, seorang individu berusaha menyesuaikan impuls-impuls dalam dirinya dengan tekanan nilai dan norma yang mengikatnya (Suhardi dan Sunarti, 2009). Sosialisasi internsip diberikan oleh KIDI provinsi selama satu hari sebelum kegiatan internsip dimulai dan diberikan di wahana selama minggu pertama pelaksanaan PIDI untuk memberikan kesempatan peserta untuk mengenal birokrasi internsip dan wahana yang akan ditempatinya. Sosialisasi internsip dinilai dapat mempengaruhi penerimaan internsip sehingga secara tidak langsung berpengaruh pula terhadap kinerja dokter internsip. Namun, dari hasil uji Chi-Square, sosialisasi tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena nilai signifikansi menunjukkan 0,677 (p > 0,05). Hal ini dapat disebabkan oleh pembekalan yang diberikan kurang memberikan kejelasan tugas dan wewenang dan kurang menarik sehingga tidak memacu semangat kerja dokter internsip. Menurut hasil yang diperoleh dengan analisis menggunakan uji Chi-Square, didapatkan bahwa penerimaan internsip terbukti mempengaruhi kinerja dokter internsip karena nilai signifikansi penerimaan internsip menunjukkan 0,003 (p<0,05). Dokter internsip yang menerima program internsip memiliki kinerja 6 kali lebih baik daripada dokter internsip yang kurang menerima program internsip. Hal ini disebabkan oleh pemikiran positif terhadap penerimaan internsip tersebut mendukung semangat kerja dan keterbukaan dokter internsip terhadap dokter dan jajaran lain sehingga mereka dengan mudah berbagi pengalaman kerja. Hal ini menyebabkan berbagai masalah dan pekerjaan saat menjalani internsip dapat diselesaikan dengan mudah. Sedangkan, penerimaan oleh masyarakat dan jajaran di wahana tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena nilai signifikansi menunjukkan 0,558 (p > 0,05). Tidak terbukti terdapat pengaruh antara penerimaan oleh masyarakat dan jajaran di wahana terhadap kinerja dokter internsip. Hal ini dapat dikarenakan sebagian besar dokter internsip telah disambut dan diperlakukan dengan baik oleh masyarakat sekitar maupun jajaran di wahana internsip. Selain itu, fasilitas tidak terbukti mempengaruhi kinerja dokter internsip karena nilai signifikansi menunjukkan 0,613 (p > 0,05). Artinya, di tempat terpencil apapun dengan fasilitas yang terbatas, dokter internsip tetap dapat bekerja secara maksimal karena tanggung jawab mereka sebagai dokter harus tetap diemban. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizqi pada tahun 2010 tentang pengaruh Fasilitas Kerja terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada PT Pos Indonesia Semarang yang menunjukkan bahwa variabel fasilitas kerja memiliki pengaruh secara parsial terhadap prestasi kerja sebesar 0,388 atau 38,8%. Fasilitas kerja merupakan suatu bentuk pelayanan perusahaan terhadap karyawan agar menunjang kinerja dalam memenuhi kebutuhan karyawan, sehingga dapat meningkatkan produktifitas kerja karyawan. Adanya fasilitas kerja yang disediakan oleh perusahaan sangat mendukung karyawan dalam bekerja. Fasilitas kerja tersebut sebagai alat atau sarana dan prasarana untuk membantu karyawan agar lebih mudah menyelesaikan pekerjaannya dan karyawan akan bekerja lebih produktif. Dengan adanya fasilitas kerja karyawan akan merasa nyaman dalam bekerja dan menimbulkan semangat kerja untuk mendapatkan hasil yang diharapkan oleh perusahaan (Husnan, 2002). Namun, hasil penelitian ini menunjukkan hal yang berbeda dengan penelitian oleh Rizqi tersebut. Adaptasi sangat mempengaruhi kinerja dokter internsip karena nilai signifikansi menunjukkan 0,00 (p< 0,05). Dokter internsip yang dapat beradaptasi dengan mudah dan cepat akan memiliki kinerja 16 kali lebih baik daripada dokter internsip yang kurang dapat beradaptasi. Menurut Boediarto (2005), adaptasi diperlukan agar seseorang cepat memahami masyarakat dan lingkungan sekitar sehingga pekerjaan mereka menjadi lebih mudah. Adaptasi merupakan proses penyesuaian dari individu, kelompok, maupun unit sosial terhadap norma-norma, proses perubahan, ataupun suatu kondisi yang diciptakan. Lebih lanjut tentang proses penyesuaian tersebut, Aminuddin (2000) menyebutkan bahwa penyesuaian dilakukan dengan tujuan-tujuan tertentu, di antaranya mengatasi halangan- halangan dari lingkungan, menyalurkan ketegangan sosial, mempertahankan kelanggengan kelompok atau unit sosial dan bertahan hidup. Beban kerja tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena nilai signifikansi menunjukkan 0,50 (p > 0,05). Karena beban kerja merupakan tanggung jawab dokter internsip dan mereka harus melaksanakannya. Namun, dalam hal ini, yang dimaksudkan adalah beban kerja standar yang sesuai dengan kemampuan dokter internsip dan tidak melebihi target sebagaimana yang dimaksudkan dalam sasaran akhir program internsip. Jumlah dan jenis kasus mempengaruhi kinerja dokter internsip karena nilai signifikansi menunjukkan 0,019 (p < 0,05). Dokter internsip yang menjumpai lebih banyak jumlah dan jenis kasus memiliki kinerja 4 kali lebih baik daripada dokter internsip yang menjumpai jumlah dan jenis kasus yang tidak bervariasi. Hal ini disebabkan oleh jumlah dan jenis kasus yang makin bervariasi menyebabkan pengalaman seorang dokter internsip makin beragam sehingga memberikan banyak keahlian dan keterampilan kerja. Melalui pengalaman kerja tersebut seseorang secara sadar atau tidak sadar belajar, sehingga akhirnya dia akan memiliki kecakapan teknis, serta keterampilan dalam menghadapi pekerjaan. Selain itu dengan pengalaman dan latihan kerja yang dilakukan oleh karyawan, maka karyawan akan lebih mudah dalam menyelesaikan setiap pekerjaan yang dibebankan (Nitisemito, 2000). Setiap pegawai berhak atas cuti, yaitu keadaan tidak masuk kerja yang diizinkan dalam jangka waktu tertentu dalam rangka usaha menjamin kesegaran jasmani dan rohani serta untuk kepentingan pegawai. Menurut hasil yang diperoleh dengan analisis menggunakan uji Chi-Square, hak cuti tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena nilai signifikansi menunjukkan 0,199 (p > 0,05). Hal ini disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang lebih mempengaruhi kinerja dokter internsip daripada hak cuti tersebut, seperti peran dokter pendamping. Dari analisis Chi-Square, didapatkan hasil bahwa kurikulum FK UJ tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena nilai signifikansi menunjukkan 0,687 (p 0,05). Hal ini disebabkan oleh kurikulum FK dianggap sudah memadai untuk digunakan sebagai bekal program internsip. Selain itu, persepsi pengetahuan medis sangat tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena nilai signifikansinya menunjukkan 1,00 (p > 0,05). Hal ini disebabkan oleh persepsi pengetahuan medis dokter internsip tidak sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki sehingga tidak mencerminkan kemampuan kerja yang sesungguhnya. Upaya Kesehatan Masyarakat adalah setiap kegiatan yang dilakukan di Puskesmas untuk memelihara dan meningkatkan keshatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan masyarakat. Upaya Kesehatan Masyarakat meliputi upayaupaya promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pemberantasan penyakit menular, pengendalian penyakit tidak menular, penyehatan lingkungan dan penyediaan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, kesehatan jiwa, pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan, pengamanan zat adiktif dan bahan berbahaya, serta penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan. Upaya kesehatan masyarakat yang dilakukan merupakan bentuk pelayanan atau pengabdian kepada masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga memotivasi semangat kerja dokter internsip untuk menjalankan tugasnya dengan lebih baik. Hal ini terbukti pada hasil uji Chi- Square yang menunjukkan bahwa upaya kesehatan masyarakat mempengaruhi kinerja dokter internsip dengan nilai signifikansi sebesar 0,027 (p<0,05). Dokter internsip yang berupaya kesehatan masyarakat lebih sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat akan memiliki kinerja 4 kali lebih baik daripada dokter internsip yang berupaya kesehatan masyarakat kurang sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat. Peran dokter pendamping berupa penilai dan pengawas kinerja dokter internsip dinilai sangat berpengaruh terhadap kinerja dokter internsip dengan nilai signifikansi sebesar 0,008 (p < 0,05). Dokter internsip yang memiliki dokter senior yang berperan sesuai tugasnya akan memiliki kinerja 7 kali lebih baik daripada dokter internsip yang memiliki dokter senior yang berperan kurang sesuai tugasnya. Menurut hasil wawancara yang dilakukan pada beberapa dokter internsip pada bulan Juni 2013, peran dokter pendamping ini perlu mendapat perhatian. Hal ini dikarenakan terkadang di beberapa wahana, dokter internsip diberikan beban kerja yang berlebihan oleh sebagian dokter senior sehingga dokter internsip yang bekerja di bawah naungan dokter senior akhirnya bekerja sendiri sehingga supervisi yang berjalan tidak sesuai dengan yang semestinya. Bahkan, terdapat dokter internsip yang disuruh berjaga ketika hari libur atau hari besar. Ini merupakan salah satu sikap bullying terhadap dokter internsip. Padahal, supervisi dan pembimbingan merupakan hak dokter internsip sebagaimana dokter internsip telah setuju melakukan internsip dengan ketentuan adanya supervisi maupun pembimbingan dari dokter pendamping. Jika supervisi maupun tugas pembimbingan yang dilakukan oleh dokter pendamping terhadap dokter internsip tidak benar, maka kinerja dokter internsip akan memburuk karena terlalu capek sehingga menyebabkan mereka bekerja tak sesuai dengan tanggungjawabnya. Hal ini menyebabkan tujuan mulia internsip tidak tecapai dan berdampak negatif pada kinerja dokter internsip yang dapat menyebabkan berbagai masalah, berupa memburuknya pelayanan dokter internsip kepada masyarakat, menurunkan kepuasan masyarakat, menurunkan hubungan baik dengan jajaran-jajaran di wahana internsip, menurunkan penyelesaian masalah pelayanan kesehatan atau manajemen di wahana internsip, menurunkan kualitas upaya kesehatan masyarakat, dan turut menurunkan kualitas atau citra seorang dokter setelah program internsip selesai. Kinerja dokter internsip yang memburuk ini juga dapat disebabkan oleh sistem penempatan dokter internsip yang terpencar di salah satu kabupaten di Jawa Timur sehingga satu dokter internsip ditempatkan di satu Puskesmas. Padahal, dokter pendamping mereka hanya ditempatkan di salah satu Puskesmas sehingga dokter pendamping tersebut harus mengawasi masing-masing satu dokter internsip di wahana masing-masing lain yang terpisah jauh dengan wahana yang ditempati dokter pendamping tersebutnya. Hal ini dapat menyebabkan beban kerja dokter internsip meningkat dan supervisi dari dokter pendamping pun menjadi kurang maksimal karena distribusi dokter internsip yang kurang merata sehingga tidak bisa diawasi secara langsung oleh dokter pendamping. Selain itu, menurut hasil wawancara yang dilakukan pada beberapa dokter internsip di salah satu Puskesmas pada bulan Juli 2013, mereka menyarankan agar sebaiknya KIDI memilih dokter pendamping yang tidak terlalu sibuk dan tidak menjabat penting di suatu organisasi. Hal ini dikarenakan di salah satu Puskesmas, sebagian dokter internsip merasa kurang dibimbing dan diperhatikan karena dokter pendamping jarang berada di Puskesmas tersebut. Minat menjadi dokter Puskesmas tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena nilai signifikansi menunjukkan 0,281 (p > 0,05). Hal ini dikarenakan dokter internsip lebih banyak yang berminat menjadi klinisi di Rumah Sakit. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah karena saat ini, kebutuhan dokter di Puskesmas kurang memenuhi target yang ditentukan. Pasalnya, banyak Puskesmas di desa terpencil yang masih membutuhkan tenaga dokter. Pada penelitian ini, kedisiplinan terbukti berpengaruh terhadap kinerja dokter internsip dengan nilai signifikansi sebesar 0,019 (p < 0,05). Dokter internsip yang memiliki kedisiplinan kerja yang lebih baik akan bekerja 4 kali lebih baik pula. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Rofi pada 2012 mengenai pengaruh disiplin kerja terhadap prestasi kerja yang menunjukkan bahwa disiplin kerja akan memperbaiki prestasi kerja. Hal ini disebabkan oleh fungsi disiplin yang merupakan alat penggerak seseorang dan memungkinkan seseorang untuk mengembangkan keterampilan secara optimal dan menyebabkan setiap pekerjaan dapat berjalan dengan lancar. Dalam sebuah instansi, agar suatu tujuan pekerjaan dapat terlaksana dengan lancar, harmonis dan menghasilkan kinerja yang memuaskan, maka diperlukan kerjasama (Toro, 2009). Kerjasama tersebut dapat tercipta lewat kemampuan komunikasi yang baik dan efektif. Oleh karena itu, dokter internsip yang dapat berkomunikasi secara efektif akan mempengaruhi kinerja mereka. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi kemampuan komunikasi terhadap kinerja dokter internsip menunjukkan angka 0,03 (p < 0,05). Dokter internsip yang memiliki kemampuan komunikasi efektif yang baik akan memiliki kinerja kali lebih baik daripada dokter internsip yang memiliki kemampuan komunikasi yang kurang efektif. Pilihan tindakan dinilai berpengaruh terhadap kinerja dokter internsip dengan nilai signifikansinya sebesar 0,001 (p < 0,05). Terdapat perbedaan nyata antara dokter internsip yang memilih tindakan medis tepat terhadap kinerjanya. Dokter internsip yang memilih tindakan medis tepat mempunyai kinerja 8 kali lebih baik daripada dokter internsip yang memilih tindakan medis kurang tepat. Hasil analisis tunggal menggunakan uji Chi-Square dengan interval kepercayaan 95% menunjukkan bahwa waktu kelulusan, persepsi tunjangan hidup, penerimaan internsip, adaptasi, jumlah dan jenis kasus, upaya kesehatan masyarakat, peran dokter pendamping, kedisiplinan, komunikasi, dan pilihan tindakan berpengaruh terhadap kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember. Hasil tersebut dapat diketahui dari nilai p < 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Sedangkan, variabel lain seperti prestasi belajar, jenis kelamin, taraf kecerdasan, penempatan internsip, durasi internsip, sistem birokrasi internsip, pembekalan internsip, penerimaan oleh masyarakat dan jajaran di Puskesmas, fasilitas Puskesmas, beban kerja internsip, hak cuti, kurikulum FK UJ, persepsi pengetahuan medis, dan minat menjadi dokter di Puskesmas tidak bermakna terhadap kinerja dokter internsip. Selanjutnya, data yang berpotensi dilakukan analisis multivariat regresi logistik dengan interval kepercayaan 95%. Menurut Hastono (2007), untuk penelitian yang bersifat cross sectional, interpretasi yang dapat dilakukan pada regresi logistik ganda yaitu dengan menjelaskan nilai Rasio Odds pada masing- masing variabel. Oleh karena analisisnya multivariat, maka nilai Rasio Odds-nya sudah terkontrol oleh variabel lain yang ada pada model. Dari analisis multivariat pada tabel 4.26, ternyata variabel yang berhubungan bermakna dengan kinerja dokter nternsip hanya waktu kelulusan dan peran dokter pendamping. Waktu kelulusan menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,022 (p < 0,05). Sedangkan, peran dokter pendamping menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,031 (p < 0,05). Sedangkan, upaya kesehatan masyarakat, penerimaan internsip, persepsi tunjangan hidup, hak cuti, kedisiplinan, pilihan tindakan, komunikasi, dan adaptasi tidak bermakna terhadap kinerja dokter internsip dengan nilai p > 0,05. Untuk melihat variabel mana yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel dependen, dilihat dari nilai Rasio Odds untuk variabel yang signifikan. Artinya, semakin besar nilai Rasio Odds, maka semakin besar pengaruhnya terhadap variabel dependen yang dianalisis. Dalam data ini, nilai koefisien dan Rasio Odds peran dokter pendamping menunjukkan nilai yang paling besar, yaitu 2,524 dan 12,843. Artinya, dokter internsip yang didampingi oleh dokter senior yang dapat berperan sesuai tugasnya memiliki kinerja 13 kali lebih baik dibanding yang didampingi oleh dokter senior yang kurang dapat berperan sesuai tugasnya. Sedangkan, waktu kelulusan menunjukkan nilai koefisien dan Rasio Odds sebesar 2,391 dan 10,929. Artinya, dokter internsip yang lulus tepat waktu memiliki kinerja 11 kali lebih baik dibanding dokter internsip yang lulus terlambat. Selain itu, jika dilihat dari besar nilai koefisien dan Rasio Odds, peran dokter pendamping adalah faktor yang paling mempengaruhi kinerja dokter internsip.
4.4. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain: 1. Hanya beberapa dokter internsip dan dokter pendamping yang bersedia mengisi kuesioner karena kesibukan masing-masing sehingga jumlah sampel penelitian sedikit dan terbatas. 2. Tempat yang digunakan untuk penelitian terlalu jauh. 3. Penelitian ini menggunakan tehnik consecutive sampling yang mempunyai hubungan yang paling lemah terhadap faktor resiko dan dampaknya bila dibandingkan dengan rancangan penelitian analitik yang lainnya. Sebenarnya, akan lebih baik jika peneliti menggunakan tehnik random sampling dengan prinsip probability sampling, tetapi dalam pengambilan data nantinya akan mengalami kesulitan karena populasi yang diambil terlalu sedikit. 4. Variabel independen yang diteliti terlalu banyak. Sebenarnya, akan lebih baik jika peneliti melakukan factor analysis terlebih dahulu untuk menghasilkan pembagian faktor yang tepat untuk variabel-variabel yang terlalu banyak.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dokter Internsip Lulusan Universitas Jember, dapat disimpulkan bahwa: 1. Dokter internsip lulusan Universitas Jember yang mempunyai kinerja baik sebesar 59,6%, sedangkan yang mempunyai kinerja kurang baik sebesar 40,4%. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember adalah waktu kelulusan, persepsi tunjangan hidup, penerimaan internsip, adaptasi, jumlah dan jenis kasus, upaya kesehatan masyarakat, peran dokter pendamping, kedisiplinan, komunikasi, dan pilihan tindakan. 3. Faktor yang paling mempengaruhi kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember adalah peran dokter pendamping.
5.2 Saran Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, penulis memiliki saran kepada pihak-pihak yang terkait dengan kebijakan Program Internsip Dokter Indonesia seperti KIDI dan wahana yang terkait (Puskesmas dan Rumah Sakit) untuk melakukan evaluasi secara berkala mengenai peran dokter pendamping internsip dengan observasi secara langsung pada wahana internsip agar dokter pendamping dapat berperan sesuai dengan tugasnya dan berpengaruh positif terhadap kinerja dokter internsip. Sedangkan, saran penulis kepada Fakultas Kedokteran Universitas Jember yaitu agar lebih antusias dalam membimbing mahasiswanya agar dapat lulus tepat waktu dengan standar kompetensi yang cukup sebagai seorang dokter. Hal ini diharapkan dapat memaksimalkan kinerja dokter internsip demi pelayanan kesehatan yang terbaik untuk masyarakat Indonesia. Selain itu, perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain seperti stabilitas emosional, motivasi kerja, situasi keluarga, dan kelompok kerja serta menggunakan data terbaru mengenai Indeks Prestasi terakhir dan sampel yang lebih sesuai dengan tujuan penelitian untuk menghindari bias penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Australian Medical Students Association. 2012. Interns and Residents Guide 2012. http://media.amsa.org.au/publications/intern resident guide 2012.pdf. [13 Febuari 2013]
BEM FK UNUD. 2010. Kajian Strategis Program Internship Kedokteran Indonesia.http://kastratfkudayana2010.wordpress.com/2010/11/04/program- internship-kedokteran-indonesia/. [ 15 Febuari 2013].
Bhutan Medical and Health Council Ministry of Health. (Tanpa Tahun). Guidelines for Undergraduate Medical Internship Program in Bhutan. http://www.bmhc.gov.bt/downloads/internship_guidelines.pdf. [8 Juli 2013].
Boelen C, Hag C, Hunt V, Rivo M, Shadady E. 2002. Eds Education And Professional Development dalam Improving Health System: The Contribution Of Family Medcine. Singapore: Best Printing Company
Dahlan, sopiyudin. 2008. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Sagung Seto.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Pedoman Pelaksanaan Internship Dokter Indonesia Buku 1. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2002. Kurikulum Pendidikan Tinggi, SK no. 045/U/2002. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Dubai Ministry of Health. 2011. Medical Internsip Program in Ministry of Health Facilities.http://www.moh.gov.ae/.../Guideline%20for%20Medical%20Int ernship%20Program.pdf. [13 Febuari 2013].
Faculty of Medical Sciences University of New Delhi. (Tanpa Tahun). Guidelines for Internship Training Program. http://www.fmsc.ac.in/notices/guidelines- for-internship.pdf. [13 Febuari 2013].
Gan L, Azwar A, Wonodirekso S. 2004. A Premier On Family Medicine Practice. Jakarta: Singapore International Foundation.
Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia. 2013. Hasil Kuesioner Survey Pelaksanaan Internship MEP-HPS ISMKI. Surabaya: Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia.
Konsil Kedokteran Indonesia. 2010. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor: 1/KKI/PER/I/2010 tentang Ketentuan Umum. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Pelaksanaan Program Internsip Dokter Indonesia Buku 2. Edisi 2. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Peserta Internsip Dokter Indonesia Buku 2. Edisi 2. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 1 tahun 2005 tentang Registrasi Dokter dan Dokter Gigi. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.
Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Pendidikan Profesi Dokter, Surat Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia no. 20/KKI/KEP/IX/2006. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia,
Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Kompetensi Dokter, Surat Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia no. 21A/KKI/KEP/IX/2006. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia
Malaysian Medical Council. 2008. A Guidebook For House Officers. http:// www.mma.org.my/Portals/0/A%20Guidebook%20-%2015072009[1].pdf. [8 Juli 2013].
Menteri Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 299/MENKES/PER/II/2010 tentang Penyelenggaraan Program Internsip dan Penempatan Dokter Pasca Internsip. Jakarta: Menteri kesehatan RI.
Onion Design Pte Ltd. 2004. Teaching Family Medicine dalam A Premier On Family Medicine Practine Ed. 1. Singapore: Onion Design Pte Ltd.
Putra, Sukman T. 2011. Internship Dokter & Peran Organisasi Profesi Kedokteran. Jakarta.: Ikatan Dokter Indonesia
Postgraduate Medical Council of Victoria. 2009. A Guide For Interns in Victoria. http:// www.pmcv.com.au/component/docman/.../74-a-guide-for-interns-in- victoria victoria. [8 Juli 2013].
Sultan Qaboos University. 2012. Oman Medical Internship Program a Handbook for Graduating Student .http://www.squ.edu.om/.../37/.../handbook%20of%20Interns__ne w%20layout.pdf. [14 Febuari 2013].
LAMPIRAN A. Formulir Persetujuan
FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : .. Nim : .. Angkatan : .. No. telp/HP : .. bersedia dan tidak berkeberatan menjadi responden di dalam penelitian yang dilakukan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Jember, atas nama Kartika Tya Rachmani (102010101059) dengan judul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dokter Internsip (Studi pada Dokter Internsip Lulusan Universitas Jember dan Dokter Pendamping di Puskesmas). Demikian surat persetujuan ini saya buat dengan sejujur-jujurnya tanpa paksaan dan tekanan dari pihak manapun.
Jember, .. Responden
( ) LAMPIRAN B. Kuesioner Penelitian Dokter Internsip
HEALTH PROFESSION EDUCATION QUALITY PROJECT (HPEQ- Project) KUESIONER
Nama : ............................. Tanggal mulai internship : ................ Lokasi internship: Kab./Kota .......... Tanggal pengisian data :.................
Saudara diminta mengisi pernyataan berikut ini dengan memberi skor antara 1-4. Angka 1 menunjukkan keadaan yang menurut anda tidak sesuai saat ini Angka 4 menunjukkan keadaan yang menurut anda paling sesuai saat ini A. Pelaksanaan Internship Secara Umum 1. Program internship penting untuk meningkatkan kualitas dokter di Indonesia 1 2 3 4 2. Sistem penempatan lokasi internship dilaksanakan secara berkeadilan 1 2 3 4 3. Waktu pelaksanaan program internship (1 tahun) mencukupi untuk mencapai tujuan 1 2 3 4 4. Gaji yang diperoleh sesuai untuk biaya hidup selama internship 1 2 3 4 5. Gaji diterimakan lancar setiap bulannya 1 2 3 4 6. Gaji untuk dokter internsip sesuai dengan kebutuhan hidup menurut daerah penempatan 1 2 3 4 7. Jaminan sosial (misalnya, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan, perlindungan hukum) yang diberikan oleh pemerintah mencukupi kebutuhan saya selama internsip 1 2 3 4 8. Program internship membentuk saya sebagai dokter yang mandiri dan profesional 1 2 3 4 9. Sistem birokrasi dalam pelaksanaan Program Internsip mudah dan lancar 1 2 3 4 10. Pembekalan program internsip oleh KIDI provinsi memberikan kejelasan tugas dan wewenang dokter internsip 1 2 3 4 11. Saya setuju dengan program internship ini dan perlu dilanjutkan 1 2 3 4 B. Pelaksanaan Internship di Puskesmas 1. Seluruh jajaran di puskesmas menerima dan memperlakukan saya dengan baik 1 2 3 4 2. Masyarakat/pasien di puskesmas menerima keberadaan saya dengan baik 1 2 3 4 3. Fasilitas di Puskesmas mendukung program internsip 1 2 3 4 4. Saya mampu berkomunikasi dengan masyarakat dan seluruh jajaran di Puskesmas secara efektif 1 2 3 4 5. Saya mempunyai hubungan kerjasama yang baik dengan seluruh jajaran di Puskesmas 1 2 3 4 6. Kinerja seluruh jajaran Puskesmas meningkatkan minat saya untuk bekerja di Puskesmas 1 2 3 4 7. Fasilitas di Puskesmas mendukung program internship. 1 2 3 4 8. Suasana di Puskesmas kondusif untuk pelaksanaan program internsip 1 2 3 4 9. Proses adaptasi pekerjaan di puskesmas saya lalui dengan mudah dan cepat 1 2 3 4 10. Beban jam kerja di Puskesmas yang diberikan sesuai dengan kemampuan dokter internsip 1 2 3 4 11. Beban tugas dan laporan di Puskesmas yang diberikan sesuai dengan kemampuan dokter internsip 1 2 3 4 12. Jumlah dan jenis kasus/penyakit mencukupi untuk target yang ditetapkan 1 2 3 4 13. Pengurusan izin untuk tidak melaksanakan atau hak cuti Program Internsip Dokter Internsip dapat didapatkan dengan mudah 1 2 3 4 14. Kurikulum di FK UJ memadai sebagai bekal menjalani intensip di Puskesmas 1 2 3 4 15. Durasi pelaksanaan program internsip di Puskesmas mencukupi untuk mencapai tujuan 1 2 3 4 16. Pembekalan program internsip di Puskesmas memberikan kejelasan tugas dan wewenang dokter internsip dan seluruh jajaran di Puskesmas 1 2 3 4 17. Program internsip bermanfaat dalam mengatasi berbagai masalah pelayanan kesehatan yang terdapat di Puskesmas 1 2 3 4 18. Program internsip bermanfaat dalam mengembangkan manajemen di Puskesmas 1 2 3 4 19. Program internsip bermanfaat dalam meningkatkan kepuasan masyarakat 1 2 3 4 20. Saya memahami isi buku Pedoman Peserta Internsip Dokter Indonesia sehingga saya memahami peran, hak dan kewajiban dokter internsip 1 2 3 4 21. Saya memahami tata tertib yang berlaku di Puskesmas sehingga saya dapat bertugas sebagai dokter internsip dengan baik 1 2 3 4 22. Saya memahami standar pelayanan di Puskesmas sehingga saya memahami tugas dan wewenang dokter internsip dan seluruh jajaran di Puskesmas 1 2 3 4 23. Saya mendapatkan informasi yang cukup tentang perkembangan program internsip 1 2 3 4 24. Saya percaya diri dan mampu menjalankan tugas sebagai 1 2 3 4 dokter internsip di Puskesmas dengan baik 25. Saya mempunyai pengetahuan medis yang cukup untuk menjalankan tugas sebagai dokter internsip di Puskesmas dengan baik 1 2 3 4 26. Faktor sosial budaya di Puskesmas mendukung proses pembelajaran dokter internsip 1 2 3 4 27. Kemampuan berbahasa (inggris, daerah, dll) membantu dokter internsip dalam bekerja 1 2 3 4 28. Upaya kesehatan masyarakat meningkatkan minat saya untuk bekerja di Puskesmas 1 2 3 4 29. Prestasi belajar yang saya peroleh sebelumnya memotivasi saya untuk bekerja di Puskesmas 1 2 3 4 30. Dokter pendamping melakukan pengawasan layanan medik saya di Puskesmas dengan baik untuk meningkatkan pengalaman dan memfasilitasi proses pemahiran saya 1 2 3 4 31. Dokter pendamping memberikan saya umpan balik/saran dan kritik yang membangun terhadap kinerja saya di Puskesmas 1 2 3 4 32. Dokter pendamping dapat mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan saya dan dapat memberikan penilaian secara obyektif terhadap kinerja saya di Puskesmas 1 2 3 4 33. Dokter-dokter lain di puskesmas memberikan keteladanan yang baik 1 2 3 4 34. Setelah menjalani internship ini saya menjadi tertarik untuk menjadi dokter di puskesmas 1 2 3 4
Terima kasih atas kesediaan mengisi lembar monitoring dan evaluasi ini. Together We Can ........! HPEQ-Project Jember Universitay Team
LAMPIRAN C. Kuesioner Penelitian Dokter Pendamping
HEALTH PROFESSION EDUCATION QUALITY PROJECT (HPEQ- Project) KUESIONER
Nama dokter pendamping: dr. .................... Tanggal pengisian data:............... Lokasi : Kab./Kota ............ Penilaian untuk dokter :..............
Saudara diminta mengisi pernyataan berikut ini dengan memberi skor antara 1-4. Angka 1 menunjukkan keadaan yang menurut anda tidak sesuai saat ini Angka 4 menunjukkan keadaan yang menurut anda paling sesuai saat ini A. Perilaku 1. Dokter internsip menunjukkan kedisiplinan dalam menjalankan tugas (misalnya, hadir tepat waktu menurut tata tertib di Puskesmas) 1 2 3 4 2. Dokter internsip turut berpartisipasi dalam melakukan assesment dan intervensi dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer 1 2 3 4 3. Dokter internsip menunjukkan rasionalitas saat berargumentasi terhadap kasus 1 2 3 4 4. Dokter internsip menjalankan tugas secara bertanggungjawab (misalnya, menulis laporan kasus, laporan kunjungan rumah, penyuluhan) 1 2 3 4 5. Dokter internsip menunjukkan tenggang rasa, tolong menolong, dan tanggap dalam menjalankan tugas 1 2 3 4 B. Manajerial (dinilai berdasarkan laporan dan atau presentasi kasus) 1. Dokter internsip mampu menjelaskan latar belakang laporan dan atau presentasi kasus dengan tepat 1 2 3 4 2. Dokter internsip mampu menjelaskan permasalahan di keluarga dan masyarakat laporan dan atau presentasi kasus dengan tepat 1 2 3 4 3. Dokter internsip mampu merencanakan dan memilih intervensi laporan dan atau presentasi kasus dengan tepat (misalnya: metode penyuluhan, menetapkan prioritas masalah dan intervensi) 1 2 3 4 4. Dokter internsip mampu melaksanaan proses intervensi laporan dan atau presentasi kasus dengan tepat 1 2 3 4 5. Dokter internsip mampu memonitoring dan mengevaluasi (termasuk mengambil kesimpulan) laporan dan atau presentasi kasus dengan tepat 1 2 3 4 C. Komunikasi 1. Dokter internsip mampu berkomunikasi secara efektif dengan keluarga dan masyarakat 1 2 3 4 2. Dokter internsip mampu bekerjasama dalam tim dan masyarakat 1 2 3 4 D. Kepribadian dan Profesionalisme 1. Dokter internsip mampu bekerja dengan jujur dan dapat diandalkan dalam menyelesaikan kasus 1 2 3 4 2. Dokter internsip menyadari keterbasan diri dengan merujuk dan mengonsultasikan kasus ke dokter pembimbing pada saat yang tepat 1 2 3 4 3. Dokter internsip menjelaskan pilihan tindakan yang dapat dilakukan di Puskesmas dan menghargai pendapat pihak lain 1 2 3 4 4. Dokter internsip turut berpartisipasi dalam pembelajaran dengan aktif mengutarakan pendapat secara rasional terhadap tindakan yang akan dijalankan oleh Unit Kesehatan Masyarakat 1 2 3 4 5. Dokter internsip mampu membagi waktu dengan profesional 1 2 3 4
Saran dan usulan: ............................................................................................................................... ............................................................................................................................... ............................................................................................................................... ............................................................................................................................... ............................................................................................................................... ............................................................................................................................... ...............................................................................................................................
Terima kasih atas kesediaan mengisi lembar monitoring dan evaluasi ini. Together We Can ........! HPEQ-Project Jember Universitay Team LAMPIRAN D. Sebaran karakteristik menurut kinerja dokter internsip
pnemptn * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik pnemptn tidak sesuai Count 7 6 13 % within pnemptn 53,8% 46,2% 100,0% sesuai Count 14 24 38 % within pnemptn 36,8% 63,2% 100,0% Total Count 21 30 51 % within pnemptn 41,2% 58,8% 100,0%
durasi * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik durasi tidak sesuai Count 1 4 5 % within durasi 20,0% 80,0% 100,0% sesuai Count 20 27 47 % within durasi 42,6% 57,4% 100,0% Total Count 21 31 52 % within durasi 40,4% 59,6% 100,0%
gaji * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik gaji tidak sesuai Count 20 22 42 % within gaji 47,6% 52,4% 100,0% sesuai Count 1 9 10 % within gaji 10,0% 90,0% 100,0% Total Count 21 31 52 % within gaji 40,4% 59,6% 100,0%
jamsos * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik jamsos tidak sesuai Count 20 26 46 % within jamsos 43,5% 56,5% 100,0% sesuai Count 1 5 6 % within jamsos 16,7% 83,3% 100,0% Total Count 21 31 52 % within jamsos 40,4% 59,6% 100,0%
birokrasi * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik birokrasi tidak sesuai Count 12 12 24 % within birokrasi 50,0% 50,0% 100,0% sesuai Count 9 19 28 % within birokrasi 32,1% 67,9% 100,0% Total Count 21 31 52 % within birokrasi 40,4% 59,6% 100,0%
pmbkln * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik pmbkln tidak sesuai Count 5 9 14 % within pmbkln 35,7% 64,3% 100,0% sesuai Count 16 22 38 % within pmbkln 42,1% 57,9% 100,0% Total Count 21 31 52 % within pmbkln 40,4% 59,6% 100,0%
pnerimaannintern * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik pnerimaannintern tidak sesuai Count 15 9 24 % within pnerimaannintern 62,5% 37,5% 100,0% sesuai Count 6 22 28 % within pnerimaannintern 21,4% 78,6% 100,0% Total Count 21 31 52 % within pnerimaannintern 40,4% 59,6% 100,0%
kinerjadoksip Total buruk baik pnerimaanmasydanjajaran tidak sesuai Count 2 1 3 % within pnerimaanmasydanjajaran 66,7% 33,3% 100,0% sesuai Count 19 30 49 % within pnerimaanmasydanjajaran 38,8% 61,2% 100,0% Total Count 21 31 52 % within pnerimaanmasydanjajaran 40,4% 59,6% 100,0%
kmunikasi * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik kmunikasi tidak sesuai Count 3 4 7 % within kmunikasi 42,9% 57,1% 100,0% sesuai Count 18 27 45 % within kmunikasi 40,0% 60,0% 100,0% Total Count 21 31 52 % within kmunikasi 40,4% 59,6% 100,0%
fasilitas * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik fasilitas tidak sesuai Count 8 14 22 % within fasilitas 36,4% 63,6% 100,0% sesuai Count 13 17 30 % within fasilitas 43,3% 56,7% 100,0% Total Count 21 31 52 % within fasilitas 40,4% 59,6% 100,0%
adptasi * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik adptasi tidak sesuai Count 11 2 13 % within adptasi 84,6% 15,4% 100,0% sesuai Count 10 29 39 % within adptasi 25,6% 74,4% 100,0% Total Count 21 31 52 % within adptasi 40,4% 59,6% 100,0%
bebankerja * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik bebankerja tidak sesuai Count 5 5 10 % within bebankerja 50,0% 50,0% 100,0% sesuai Count 16 26 42 % within bebankerja 38,1% 61,9% 100,0% Total Count 21 31 52 % within bebankerja 40,4% 59,6% 100,0%
jmlhjeniskasus * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik jmlhjeniskasus tidak sesuai Count 13 9 22 % within jmlhjeniskasus 59,1% 40,9% 100,0% sesuai Count 8 22 30 % within jmlhjeniskasus 26,7% 73,3% 100,0% Total Count 21 31 52 % within jmlhjeniskasus 40,4% 59,6% 100,0%
hakcuti * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik hakcuti tidak sesuai Count 4 11 15 % within hakcuti 26,7% 73,3% 100,0% sesuai Count 17 20 37 % within hakcuti 45,9% 54,1% 100,0% Total Count 21 31 52 % within hakcuti 40,4% 59,6% 100,0%
kurikulumFKUJ * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik kurikulumFKUJ tidak sesuai Count 2 5 7 % within kurikulumFKUJ 28,6% 71,4% 100,0% sesuai Count 19 26 45 % within kurikulumFKUJ 42,2% 57,8% 100,0% Total Count 21 31 52 % within kurikulumFKUJ 40,4% 59,6% 100,0%
komunikasi * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik komunikasi tidak sesuai Count 10 6 16 % within komunikasi 62,5% 37,5% 100,0% sesuai Count 11 25 36 % within komunikasi 30,6% 69,4% 100,0% Total Count 21 31 52 % within komunikasi 40,4% 59,6% 100,0%
plihantindkan * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik plihantindkan tidak sesuai Count 15 8 23 % within plihantindkan 65,2% 34,8% 100,0% sesuai Count 6 23 29 % within plihantindkan 20,7% 79,3% 100,0% Total Count 21 31 52 % within plihantindkan 40,4% 59,6% 100,0%
kedisiplinan * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik kedisiplinan tidak sesuai Count 13 9 22 % within kedisiplinan 59,1% 40,9% 100,0% sesuai Count 8 22 30 % within kedisiplinan 26,7% 73,3% 100,0% Total Count 21 31 52 % within kedisiplinan 40,4% 59,6% 100,0%
pgthuanmedis * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik pgthuanmedis tidak sesuai Count 1 1 2 % within pgthuanmedis 50,0% 50,0% 100,0% sesuai Count 20 30 50 % within pgthuanmedis 40,0% 60,0% 100,0% Total Count 21 31 52 % within pgthuanmedis 40,4% 59,6% 100,0%
upayakesmas * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik upayakesmas tidak sesuai Count 11 7 18 % within upayakesmas 61,1% 38,9% 100,0% sesuai Count 10 24 34 % within upayakesmas 29,4% 70,6% 100,0% Total Count 21 31 52 % within upayakesmas 40,4% 59,6% 100,0%
perantgsdokpem * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik perantgsdokpem tidak sesuai Count 9 3 12 % within perantgsdokpem 75,0% 25,0% 100,0% sesuai Count 12 28 40 % within perantgsdokpem 30,0% 70,0% 100,0% Total Count 21 31 52 % within perantgsdokpem 40,4% 59,6% 100,0%
minatdkterpkm * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik minatdkterpkm tidak sesuai Count 14 16 30 % within minatdkterpkm 46,7% 53,3% 100,0% sesuai Count 7 15 22 % within minatdkterpkm 31,8% 68,2% 100,0% Total Count 21 31 52 % within minatdkterpkm 40,4% 59,6% 100,0%
jenis kelamin * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik jenis kelamin laki-laki Count 7 13 20 % within jenis kelamin 35,0% 65,0% 100,0% perempuan Count 14 18 32 % within jenis kelamin 43,8% 56,3% 100,0% Total Count 21 31 52 % within jenis kelamin 40,4% 59,6% 100,0%
taraf kecerdasan * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik taraf kecerdasan rata2, 80-119 Count 9 24 33 % within taraf kecerdasan 27,3% 72,7% 100,0% superior, 120-128 Count 4 4 8 % within taraf kecerdasan 50,0% 50,0% 100,0% Total Count 13 28 41 % within taraf kecerdasan 31,7% 68,3% 100,0%
prestasi belajar * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik prestasi belajar buruk, IP <3,00 Count 6 9 15 % within prestasi belajar 40,0% 60,0% 100,0% baik, IP>=3,00 Count 7 19 26 % within prestasi belajar 26,9% 73,1% 100,0% Total Count 13 28 41 % within prestasi belajar 31,7% 68,3% 100,0%
waktu kelulusan * kinerjadoksip Crosstabulation
kinerjadoksip Total buruk baik waktu kelulusan terlambat Count 19 6 25 % within waktu kelulusan 76,0% 24,0% 100,0% tepat waktu Count 2 25 27 % within waktu kelulusan 7,4% 92,6% 100,0% Total Count 21 31 52 % within waktu kelulusan 40,4% 59,6% 100,0%
LAMPIRAN E. Hasil Analisis Bivariat
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 1,156 a 1 ,282
Continuity Correction b
,561 1 ,454
Likelihood Ratio 1,143 1 ,285
Fisher's Exact Test ,338 ,226 Linear-by-Linear Association 1,134 1 ,287
N of Valid Cases 51
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,35. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for pnemptn (tidak sesuai / sesuai) 2,000 ,559 7,151 For cohort kinerjadoksip = buruk 1,462 ,761 2,808 For cohort kinerjadoksip = baik ,731 ,387 1,380 N of Valid Cases 51
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square ,955 a 1 ,329
Continuity Correction b
,248 1 ,619
Likelihood Ratio 1,039 1 ,308
Fisher's Exact Test ,637 ,320 Linear-by-Linear Association ,936 1 ,333
N of Valid Cases 52
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,02. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for durasi (tidak sesuai / sesuai) ,338 ,035 3,255 For cohort kinerjadoksip = buruk ,470 ,079 2,799 For cohort kinerjadoksip = baik 1,393 ,842 2,302 N of Valid Cases 52
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 4,748 a 1 ,029
Continuity Correction b
3,314 1 ,069
Likelihood Ratio 5,521 1 ,019
Fisher's Exact Test ,036 ,030 Linear-by-Linear Association 4,656 1 ,031
N of Valid Cases 52
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,04. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for gaji (tidak sesuai / sesuai) 8,182 ,950 70,444 For cohort kinerjadoksip = buruk 4,762 ,722 31,403 For cohort kinerjadoksip = baik ,582 ,408 ,830 N of Valid Cases 52
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 1,585 a 1 ,208
Continuity Correction b
,667 1 ,414
Likelihood Ratio 1,761 1 ,185
Fisher's Exact Test ,382 ,211 Linear-by-Linear Association 1,554 1 ,212
N of Valid Cases 52
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,42. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for jamsos (tidak sesuai / sesuai) 3,846 ,416 35,582 For cohort kinerjadoksip = buruk 2,609 ,423 16,089 For cohort kinerjadoksip = baik ,678 ,437 1,052 N of Valid Cases 52
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 1,712 a 1 ,191
Continuity Correction b
1,050 1 ,305
Likelihood Ratio 1,716 1 ,190
Fisher's Exact Test ,259 ,153 Linear-by-Linear Association 1,679 1 ,195
N of Valid Cases 52
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,69. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for birokrasi (tidak sesuai / sesuai) 2,111 ,684 6,513 For cohort kinerjadoksip = buruk 1,556 ,796 3,042 For cohort kinerjadoksip = baik ,737 ,459 1,184 N of Valid Cases 52
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square ,174 a 1 ,677
Continuity Correction b
,010 1 ,922
Likelihood Ratio ,175 1 ,676
Fisher's Exact Test ,758 ,465 Linear-by-Linear Association ,170 1 ,680
N of Valid Cases 52
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,65. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for pmbkln (tidak sesuai / sesuai) ,764 ,215 2,717 For cohort kinerjadoksip = buruk ,848 ,383 1,879 For cohort kinerjadoksip = baik 1,110 ,690 1,786 N of Valid Cases 52
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 9,055 a 1 ,003
Continuity Correction b
7,429 1 ,006
Likelihood Ratio 9,301 1 ,002
Fisher's Exact Test ,004 ,003 Linear-by-Linear Association 8,881 1 ,003
N of Valid Cases 52
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,69. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for pnerimaannintern (tidak sesuai / sesuai) 6,111 1,797 20,779 For cohort kinerjadoksip = buruk 2,917 1,345 6,325 For cohort kinerjadoksip = baik ,477 ,275 ,829 N of Valid Cases 52
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square ,913 a 1 ,339
Continuity Correction b
,122 1 ,727
Likelihood Ratio ,895 1 ,344
Fisher's Exact Test ,558 ,355 Linear-by-Linear Association ,896 1 ,344
N of Valid Cases 52
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,21. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for pnerimaanmasydanjajaran (tidak sesuai / sesuai) 3,158 ,268 37,270 For cohort kinerjadoksip = buruk 1,719 ,717 4,121 For cohort kinerjadoksip = baik ,544 ,108 2,739 N of Valid Cases 52
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square ,021 a 1 ,886
Continuity Correction b
,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,020 1 ,886
Fisher's Exact Test 1,000 ,598 Linear-by-Linear Association ,020 1 ,887
N of Valid Cases 52
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,83. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for kmunikasi (tidak sesuai / sesuai) 1,125 ,225 5,636 For cohort kinerjadoksip = buruk 1,071 ,424 2,708 For cohort kinerjadoksip = baik ,952 ,480 1,888 N of Valid Cases 52
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square ,256 a 1 ,613
Continuity Correction b
,048 1 ,826
Likelihood Ratio ,257 1 ,612
Fisher's Exact Test ,776 ,414 Linear-by-Linear Association ,251 1 ,616
N of Valid Cases 52
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,88. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for fasilitas (tidak sesuai / sesuai) ,747 ,241 2,312 For cohort kinerjadoksip = buruk ,839 ,422 1,669 For cohort kinerjadoksip = baik 1,123 ,720 1,752 N of Valid Cases 52
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square ,033 a 1 ,857
Continuity Correction b
,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,033 1 ,856
Fisher's Exact Test 1,000 ,590 Linear-by-Linear Association ,032 1 ,858
N of Valid Cases 52
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,23. b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 14,085 a 1 ,000
Continuity Correction b
11,742 1 ,001
Likelihood Ratio 14,587 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000 Linear-by-Linear Association 13,814 1 ,000
N of Valid Cases 52
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,25. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for adptasi (tidak sesuai / sesuai) 15,950 3,005 84,670 For cohort kinerjadoksip = buruk 3,300 1,843 5,909 For cohort kinerjadoksip = baik ,207 ,057 ,750 N of Valid Cases 52
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square ,475 a 1 ,490
Continuity Correction b
,110 1 ,741
Likelihood Ratio ,469 1 ,494
Fisher's Exact Test ,500 ,366 Linear-by-Linear Association ,466 1 ,495
N of Valid Cases 52
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,04. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for bebankerja (tidak sesuai / sesuai) 1,625 ,406 6,506 For cohort kinerjadoksip = buruk 1,313 ,633 2,723 For cohort kinerjadoksip = baik ,808 ,416 1,568 N of Valid Cases 52
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 5,543 a 1 ,019
Continuity Correction b
4,278 1 ,039
Likelihood Ratio 5,590 1 ,018
Fisher's Exact Test ,024 ,019 Linear-by-Linear Association 5,436 1 ,020
N of Valid Cases 52
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,88. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for jmlhjeniskasus (tidak sesuai / sesuai) 3,972 1,229 12,843 For cohort kinerjadoksip = buruk 2,216 1,114 4,408 For cohort kinerjadoksip = baik ,558 ,323 ,964 N of Valid Cases 52
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 1,648 a 1 ,199
Continuity Correction b
,944 1 ,331
Likelihood Ratio 1,705 1 ,192
Fisher's Exact Test ,230 ,166 Linear-by-Linear Association 1,616 1 ,204
N of Valid Cases 52
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,06. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for hakcuti (tidak sesuai / sesuai) ,428 ,115 1,593 For cohort kinerjadoksip = buruk ,580 ,234 1,441 For cohort kinerjadoksip = baik 1,357 ,886 2,077 N of Valid Cases 52
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square ,469 a 1 ,494
Continuity Correction b
,073 1 ,787
Likelihood Ratio ,487 1 ,485
Fisher's Exact Test ,687 ,402 Linear-by-Linear Association ,460 1 ,498
N of Valid Cases 52
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,83. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for kurikulumFKUJ (tidak sesuai / sesuai) ,547 ,096 3,129 For cohort kinerjadoksip = buruk ,677 ,200 2,292 For cohort kinerjadoksip = baik 1,236 ,727 2,102 N of Valid Cases 52
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 4,695 a 1 ,030
Continuity Correction b
3,462 1 ,063
Likelihood Ratio 4,666 1 ,031
Fisher's Exact Test ,038 ,032 Linear-by-Linear Association 4,605 1 ,032
N of Valid Cases 52
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,46. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for komunikasi (tidak sesuai / sesuai) 3,788 1,101 13,035 For cohort kinerjadoksip = buruk 2,045 1,098 3,809 For cohort kinerjadoksip = baik ,540 ,277 1,054 N of Valid Cases 52
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 10,564 a 1 ,001
Continuity Correction b
8,795 1 ,003
Likelihood Ratio 10,863 1 ,001
Fisher's Exact Test ,002 ,001 Linear-by-Linear Association 10,360 1 ,001
N of Valid Cases 52
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,29. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for plihantindkan (tidak sesuai / sesuai) 7,188 2,075 24,897 For cohort kinerjadoksip = buruk 3,152 1,456 6,825 For cohort kinerjadoksip = baik ,439 ,243 ,791 N of Valid Cases 52
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 5,543 a 1 ,019
Continuity Correction b
4,278 1 ,039
Likelihood Ratio 5,590 1 ,018
Fisher's Exact Test ,024 ,019 Linear-by-Linear Association 5,436 1 ,020
N of Valid Cases 52
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,88. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for kedisiplinan (tidak sesuai / sesuai) 3,972 1,229 12,843 For cohort kinerjadoksip = buruk 2,216 1,114 4,408 For cohort kinerjadoksip = baik ,558 ,323 ,964 N of Valid Cases 52
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square ,913 a 1 ,339
Continuity Correction b
,122 1 ,727
Likelihood Ratio ,895 1 ,344
Fisher's Exact Test ,558 ,355 Linear-by-Linear Association ,896 1 ,344
N of Valid Cases 52
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,21. b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square ,080 a 1 ,777
Continuity Correction b
,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,078 1 ,779
Fisher's Exact Test 1,000 ,649 Linear-by-Linear Association ,078 1 ,780
N of Valid Cases 52
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,81. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for pgthuanmedis (tidak sesuai / sesuai) 1,500 ,089 25,392 For cohort kinerjadoksip = buruk 1,250 ,300 5,207 For cohort kinerjadoksip = baik ,833 ,205 3,394 N of Valid Cases 52
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 4,912 a 1 ,027
Continuity Correction b
3,684 1 ,055
Likelihood Ratio 4,901 1 ,027
Fisher's Exact Test ,039 ,028 Linear-by-Linear Association 4,818 1 ,028
N of Valid Cases 52
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,27. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for upayakesmas (tidak sesuai / sesuai) 3,771 1,135 12,533 For cohort kinerjadoksip = buruk 2,078 1,098 3,932 For cohort kinerjadoksip = baik ,551 ,297 1,023 N of Valid Cases 52
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 7,764 a 1 ,005
Continuity Correction b
6,007 1 ,014
Likelihood Ratio 7,787 1 ,005
Fisher's Exact Test ,008 ,007 Linear-by-Linear Association 7,615 1 ,006
N of Valid Cases 52
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,85. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for perantgsdokpem (tidak sesuai / sesuai) 7,000 1,607 30,483 For cohort kinerjadoksip = buruk 2,500 1,407 4,443 For cohort kinerjadoksip = baik ,357 ,131 ,972 N of Valid Cases 52
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 1,162 a 1 ,281
Continuity Correction b
,627 1 ,428
Likelihood Ratio 1,175 1 ,278
Fisher's Exact Test ,392 ,215 Linear-by-Linear Association 1,140 1 ,286
N of Valid Cases 52
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,88. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for minatdkterpkm (tidak sesuai / sesuai) 1,875 ,595 5,914 For cohort kinerjadoksip = buruk 1,467 ,713 3,018 For cohort kinerjadoksip = baik ,782 ,504 1,214 N of Valid Cases 52
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square ,391 a 1 ,532
Continuity Correction b
,112 1 ,738
Likelihood Ratio ,394 1 ,530
Fisher's Exact Test ,575 ,371 Linear-by-Linear Association ,384 1 ,536
N of Valid Cases 52
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,08. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for jenis kelamin (laki-laki / perempuan) ,692 ,218 2,196 For cohort kinerjadoksip = buruk ,800 ,391 1,635 For cohort kinerjadoksip = baik 1,156 ,742 1,801 N of Valid Cases 52
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 1,536 a 1 ,215
Continuity Correction b
,666 1 ,415
Likelihood Ratio 1,458 1 ,227
Fisher's Exact Test ,237 ,205 Linear-by-Linear Association 1,499 1 ,221
N of Valid Cases 41
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,54. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for taraf kecerdasan (rata2, 80-119 / superior, 120-128) ,375 ,077 1,827 For cohort kinerjadoksip = buruk ,545 ,224 1,327 For cohort kinerjadoksip = baik 1,455 ,705 3,000 N of Valid Cases 41
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square ,751 a 1 ,386
Continuity Correction b
,269 1 ,604
Likelihood Ratio ,741 1 ,389
Fisher's Exact Test ,492 ,300 Linear-by-Linear Association ,733 1 ,392
N of Valid Cases 41
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,76. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for prestasi belajar (buruk, IP <3,00 / baik, IP>=3,00) 1,810 ,470 6,969 For cohort kinerjadoksip = buruk 1,486 ,612 3,604 For cohort kinerjadoksip = baik ,821 ,511 1,320 N of Valid Cases 41
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square 25,368 a 1 ,000
Continuity Correction b
22,599 1 ,000
Likelihood Ratio 28,339 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000 Linear-by-Linear Association 24,880 1 ,000
N of Valid Cases 52
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,10. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for waktu kelulusan (terlambat / tepat waktu) 39,583 7,175 218,389 For cohort kinerjadoksip = buruk 10,260 2,655 39,643 For cohort kinerjadoksip = baik ,259 ,128 ,525 N of Valid Cases 52
LAMPIRAN F. Hasil Analisis Multivariat
B Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B) Lower Upper Step 1 a
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Interpretasi 1. Penempatan internsip Lokasi peserta internsip. Kuesioner
Baik, apabila > 2 Buruk, apabila 2 2. Persepsi tunjangan hidup Interpretasi atas kecukupan dan kelancaran gaji sesuai daerah penempatan dan jaminan sosial berupa jaminan kesehatan, kecelakaan, dan perlindungan hukum. Kuesioner
Baik, apabila > 8 Buruk, apabila 8 3. Durasi internsip Jangka waktu internsip di dua wahana intensip (Rumah Sakit dan Puskesmas) yang wajib ditempuh, yaitu selama 1 (satu) tahun. Kuesioner
Baik, apabila > 4 Buruk, apabila 4 4. Pembekalan internsip Orientasi oleh KIDI provinsi selama satu hari sebelum kegiatan internsip dimulai dan wahana selama minggu pertama pelaksanaan PIDI untuk memberikan kesempatan peserta untuk mengenal birokrasi internsip dan wahana yang akan ditempatinya. Kuesioner
Baik, apabila > 4 Buruk, apabila 4 5. Sistem birokrasi Sebuah struktur dengan tugas-tugas rutin dengan berbagai aturan dengan berbagai spesialisasi. Kuesioner
Baik, apabila > 2 Buruk, apabila 2 6. Persepsi kurikulum Fakultas Kedokteran Universitas Jember Interpretasi mengenai program belajar dan pengajaran pada Fakultas Kedokteran Universitas Jember yang diformulasikan melalui kegiatan yang tersusun secara sistematis yang diberikan kepada mahasiswa. Kuesioner
Baik, apabila > 2 Buruk, apabila 2 7. Penerimaan internsip Interpretasi bahwa program internsip penting dan perlu dilanjutkan untuk meningkatkan kualitas dokter Indonesia. Kuesioner
Baik, apabila > 2 Buruk, apabila 2 8. Kemampuan adaptasi Kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru. Kuesioner
Baik, apabila > 2 Buruk, apabila 2 9. Fasilitas Segala sesuatu yang dapat memudahkan dan melancarkan pelaksanaan kerja. Kuesioner
Baik, apabila > 2 Buruk, apabila 2 10. Jumlah dan jenis penyakit Total kasus penyakit dengan berbagai jenis kode kegiatan, antara lain kasus medik, kasus bedah, kasus kegawat daruratan, kasus jiwa,. Buku log, laporan kasus, dan Baik, apabila > 2 Buruk, apabila 2 dan medikolegal kuesioner 11. Beban kerja Ketentuan jam kerja yang harus ditempuh oleh dokter internsip. Buku log, laporan pelayanan, penyuluhan Baik, apabila > 4 Buruk, apabila 4 dan kuesioner 12. Penerimaan masyarakat dan jajaran di wahana Sikap untuk memperlakukan dan menerima keberadaan dokter internsip oleh masyarakat dan jajaran di wahana. Kuesioner
Baik, apabila > 4 Buruk, apabila 4 13. Hak cuti Hak untuk tidak melakukan kegiatan internsip yang diijinkan dalam jangka waktu tertentu Kuesioner
Baik, apabila > 2 Buruk, apabila 2 14. Pengetahuan medis Segala sesuatu yang diketahui dan berkenaan dengan bidang kedokteran. Kuesioner
Baik, apabila > 2 Buruk, apabila 2 15. Upaya kesehatan masyarakat Puskesmas Upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas. Kuesioner
Baik, apabila > 2 Buruk, apabila 2 16. Peran dokter pendamping Tugas dokter layanan primer yang bersedia menjadi pendamping dokter internsip, berupa supervisi kinerja dan layanan medik, pemberian umpan balik, dan pengidentifikasian kelebihan serta kelemahan dokter internsip secara obyektif. Kuesioner
Baik, apabila > 7 Buruk, apabila 7 17. Minat menjadi dokter di Puskesmas Kecenderungan dalam diri dokter internsip untuk tertarik atau menyenangi dan ingin menjadi dokter yang melakukan pelayanan primer di Puskesmas. Kuesioner
Baik, apabila > 2 Buruk, apabila 2 18. Kemampuan komunikasi Keterampilan dokter internsip untuk menciptakan dan menggunakan informasi dan bertukar pikiran dengan orang lain secara efektif Kuesioner
Baik, apabila > 2 Buruk, apabila 2 19. Kedisiplinan Kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan, ketentuan, etika, norma dan kaidah yang berlaku. Kuesioner
Baik, apabila > 2 Buruk, apabila 2 20. Pilihan tindakan Keputusan atas tindakan yang telah ditetapkan dan merupakan sesuatu yang. Kuesioner Baik, apabila > 2 Buruk, harus dipertanggung jawabkan apabila 2 21. Jenis kelamin Dismorfisme seksual yang dapat dibedakan menjadi perempuan dan laki-laki. Data HPEQ, Wanita Pria 22. Prestasi belajar Hasil atau tingkat keberhasilan yang telah dicapai seseorang setelah melalui proses belajar-mengajar dan menempuh jenjang pendidikan formal. Indeks Prestasi (IP) Pre-Klinik dan Klinik Baik, apabila > 2,99 Buruk, apabila 2 23. Taraf kecerdasan Tingkat kecerdasan yang dimiliki seseorang yang diukur dengan tes IQ. Skor Intelegent Quotient (IQ) Superior Rata-rata 24. Waktu kelulusan Waktu ketika peserta didik telah melewati nilai batas yang merupakan standar kompetensi minimum. Data HPEQ Tepat waktu Terlambat