Anda di halaman 1dari 113

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KINERJA DOKTER INTERNSIP


(STUDI PADA DOKTER INTERNSIP LULUSAN UNIVERSITAS
JEMBER DAN DOKTER PENDAMPING DI PUSKESMAS)



SKRIPSI




Oleh
Kartika Tya Rachmani
NIM 102010101059









FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013







FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KINERJA DOKTER INTERNSIP
(STUDI PADA DOKTER INTERNSIP LULUSAN
UNIVERSITAS JEMBER DAN DOKTER PENDAMPING DI
PUSKESMAS)




SKRIPSI

diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran (S1)
dan mencapai gelar Sarjana Kedokteran




Oleh
Kartika Tya Rachmani
NIM 102010101059







FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013
SKRIPSI




FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KINERJA DOKTER INTERNSIP
STUDI PADA DOKTER INTERNSIP LULUSAN UNIVERSITAS JEMBER
DAN DOKTER PENDAMPING DI PUSKESMAS)









Oleh

Kartika Tya Rachmani
NIM 102010101059













Pembimbing :

Dosen Pembimbing Utama : dr. Cholis Abrori, M. Kes, M. Pd. Ked.
Dosen Pembimbing Anggota : dr. Irawan Fajar Kusuma, M. Sc.

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Allah SWT, atas ridho dan amanah-Nya sehingga dapat mendapat
kesempatan untuk belajar semua ilmu yang luar biasa ini. Semoga barokah
atas semua yang saya kerjakan selama ini.
2. Rasulullah Muhammad SAW, yang telah membawa pencerahan sehingga
dapat sampai pada saya saat ini.
3. Kepada orang tuaku tercinta, Ayahanda Erie Trijono dan Ibunda
Noenoeng Isnantijowati atas semua doa yang selalu menyertai di setiap
waktunya, serta telah mendidik saya menjadi manusia yang lebih
bermanfaat.
4. Kepada kakakku tersayang, Pradipto Natrio Nugroho atas semua
dukungan yang tiada henti.
5. Guru-guruku tercinta, yang telah susah menempa dan mendidik saya untuk
menjadi manusia yang berilmu dan bertakwa.
6. Lambda 2010, atas kebersamaan yang telah kita lalui selama ini.
7. Almamater Fakultas Kedokteran Universitas Jember atas seluruh
kesempatan menimba ilmu yang berharga ini.



MOTTO



Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat
sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan
kami
janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami
memikulnya.
Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatillah kami. Engkaulah pelindung
kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir
(terjemahan QS: Al-Baqarah ayat: 286)


Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang
berputus asa dari rahmat Allah hanyalah orang-orang kafir
(terjemahan QS: Yusuf ayat 87)





PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Kartika Tya Rachmani
NIM : 102010101059
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah saya yang berjudul
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dokter Internsip (Studi pada Dokter
Internsip Lulusan Universitas Jember dan Dokter Pendamping di Puskesmas)
adalah benar-benar hasil karya sendiri, Dengan ini saya menyatakan dengan
sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian
tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentu
rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau
pemikiran dari penulis lain, yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya
sendiri, dan/atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin
itu, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain, kecuali kutipan yang sudah saya
sebutkan sumbernya, belum pernah diajukan pada institusi mana pun, dan bukan
karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya
sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan
dan paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika
ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jember, 18 Oktober 2013
Yang menyatakan,


Kartika Tya Rachmani
NIM 102010101059
PENGESAHAN

Skripsi berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dokter Internsip
(Studi pada Dokter Internsip Lulusan Universitas Jember dan Dokter Pendamping
di Puskesmas) telah diuji dan disahkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas
Jember pada :
Hari, tanggal : Jumat, 18 Oktober 2013
tempat : Fakultas Kedokteran Universitas Jember

Penguji I, Penguji II,


dr. Alif Mardijana, Sp. KJ dr. Enny Suswati, M. Kes
NIP 195811051987022001 NIP 197002141999032001

Penguji III, Penguji IV,


dr. Cholis Abrori, M.Kes, M.Pd., Ked. dr. Irawan Fajar Kusuma, M.
Sc.
NIP 196904122001121007 NIP 198103032006041003

Mengesahkan,
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Jember



dr. Enny Suswati, M.Kes
NIP 197002141999032001

RINGKASAN

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dokter Internsip (Studi pada
Dokter Internsip Lulusan Universitas Jember dan Dokter Pendamping di
Puskesmas); Kartika Tya Rachmani; 102010101059; 2013; 95 halaman; Fakultas
Kedokteran Universitas Jember.

Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) adalah program magang bagi
dokter baru dengan tujuan menyelaraskan kompetensi yang diperoleh selama
pendidikan dengan praktik di lapangan (Sedyaningsih, 2009). Program ini muncul
dari hasil studi orientasi proyek Health Worksforce and Service (HWS) yang
dijalankan oleh Dikti pada Inggris, Belanda, Australia, dan Singapura yang
mewajibkan internsip bagi lulusan dokter yang semasa pendidikannya
menggunakan strategi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Program ini
dipelopori oleh dokter lulusan Universitas Andalas sejak tahun 2010 dan saat ini
sudah diikuti oleh hampir seluruh Fakultas Kedokteran di Indonesia (Depkes,
2009). Fakultas Kedokteran Universitas Jember mengawali keikutsertaannya pada
tahun 2012.
Mengacu pada hasil survey pelaksanaan internsip yang dilakukan oleh
Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) pada berbagai Fakultas
Kedokteran di Indonesia pada tahun 2013, 43% responden mendukung, 14%
responden tidak mendukung, dan 43% responden mendukung dengan perbaikan
program. Beberapa responden tidak mendukung program ini karena distribusi
dokter internsip tidak merata, anggapan bahwa dokter internsip masih co-ass,
supervisi dokter pendamping yang kurang tepat, dan tunjangan hidup yang
minimal. Hal ini dapat menyebabkan kinerja dokter internsip kurang optimal
dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Hal ini didukung dari
hasil survey yang dilakukan peneliti pada salah satu dokter pendamping di
Puskesmas Srengat, Kabupaten Kediri, pada bulan Juni 2013, bahwa proporsi
kinerja dokter internsip cukup bervariasi, yaitu sangat baik, baik dan buruk.
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kinerja dokter internsip lulusan
Universitas Jember, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya dan
mengetahui faktor apa yang paling berpengaruh. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan kuesioner HPEQ Project yang telah dimodifikasi oleh Rachmani
(2013) pada 52 dokter internsip dan 6 dokter pendamping di Puskesmas di
kabupaten Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Probolinggo, Pamekasan, dan
Kediri. Jenis penelitian ini adalah penelitian cross sectional dan menggunakan
tehnik pengambilan sampel berupa consecutive sampling. Data yang terkumpul
dianalisis menggunakan uji Chi-Square dengan derajat kepercayaan 95%.
Selanjutnya, faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhi kinerja dokter internsip
dianalisis dengan analisis multivariat regresi logistik.
Hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan bahwa waktu kelulusan,
persepsi tunjangan hidup, penerimaan internsip, adaptasi, jumlah dan jenis kasus,
upaya kesehatan masyarakat, peran dokter pendamping, kedisiplinan, komunikasi,
dan pilihan tindakan berpengaruh terhadap kinerja dokter internsip lulusan
Universitas Jember. Hasil tersebut dapat diketahui dari nilai p < 0,05. Setelah
dilakukan analisis multivariat, variabel yang bermakna terhadap kinerja dokter
internsip hanya peran dokter pendamping dan waktu kelulusan. Selain itu, hasil
analisis multivariat menunjukkan bahwa nilai koefisien dan Rasio Odds peran
dokter pendamping mempunyai angka yang paling besar, yaitu 2,524 dan 12,843.
Artinya, faktor yang paling mempengaruhi kinerja dokter internsip yaitu peran
dokter pendamping.

PRAKATA

Puji Syukur diucapkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sampai dengan
selesai. Skripsi ini berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dokter
Internsip (Studi pada Dokter Internsip Lulusan Universitas Jember dan Dokter
Pendamping di Puskesmas). Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan
dalam menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) Fakultas Kedokteran Universitas
Jember.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena
itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr. Enny Suswati, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Jember dan dosen penguji atas segala fasilitas dan kesempatan yang diberikan
selama menempuh pendidikan kedokteran di Universitas Jember dan kritik
serta saran dalam penulisan skripsi ini;
2. dr. Cholis Abrori, M.Kes., M.Pd., Ked. selaku Dosen Pembimbing Utama dan
dr. Irawan Fajar Kusuma, M. Sc. selaku Dosen Pembimbing Anggota yang
telah meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan perhatiannya dalam penulisan
tugas akhir ini;
3. dr. Alif Mardijana, Sp. KJ sebagai dosen penguji yang banyak memberikan
kritik, saran, dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini;
4. dr. Moch. Hasan, Sp. OT selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membimbing penulis selama menjadi mahasiswa;
5. Ayahanda Erie Trijono dan Ibunda Noenoeng Isnantijowati tercinta atas
dukungan moril, materi, doa, dan semua curahan kasih sayang yang tak akan
pernah putus;
6. Kakakku, Pradipto Natryo Nugroho yang selalu bijaksana dan memberiku
banyak motivasi untuk menyelesaikan tugas akhir ini;
7. Rekan kerjaku, Satrio Tri Hadmoko, Berliana Kurniawati Nur Huda, dan
Teddy Arga Saputra, yang selalu bersama-sama menghadapi kesusahan dan
kesenangan di balada skripsi ini;
8. Novita Fauziyah Rahmawati, dan Ika Niswatul Chamidah, yang telah
membantu dan selalu memberikan dorongan semangat;
9. Teman kontrakan, Dita Suci Permata Sari dan Aisyah Adawiyyah
Mufidzotuldini yang rempong tapi selalu memberikan motivasinya dan
menemaniku jalan-jalan di saat suntuk dalam mengerjakan skripsi ini;
10. Arik, Kiki, Vania, terima kasih atas bantuannya selama ini;
11. Melia, Resi, Tia, Ajeng, Cica, Silvia, Meta, Fajar, Toro, terima kasih karena
telah setia mendengarkan curhatan skripsiku;
12. Lambda 2010 yang telah berjuang bersama-sama demi sebuah gelar Sarjana
Kedokteran;
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat.



Jember, Oktober 2013 Penulis



DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
HALAMAN PEMBIMBINGAN ............................................................................. ii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. iii
HALAMAN MOTO ................................................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN .................................................................................. v
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. vi
RINGKASAN ......................................................................................................... vii
PRAKATA ............................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvii
BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 3
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 5
2.1 Program Internsip Dokter ........................................................................ 5
2.1.1 Definisi Program Internsip Dokter ........................................................ 5
2.1.2 Pelaksanaan Program Internsip Dokter ................................................. 6
2.1.3 Tujuan Internsip .................................................................................... 7
2.1.4 Sasaran Akhir Program Internsip Dokter .............................................. 8
2.1.5 Waktu Pelaksanaan Program Internsip Dokter ................................... 10
2.1.6 Wahana Program Internsip Dokter...................................................... 11
2.1.7 Pendamping Program Internsip Dokter ............................................... 13
2.1.8 Kriteria Pencapaian Sasaran Program Internsip Dokter Indonesia ..... 15
2.1.9 Monitoring dan Evaluasi ..................................................................... 15
2.1.10 Sanksi ................................................................................................ 18
2.2 Dokter Internsip ...................................................................................... 19
2.2.1 Tugas ................................................................................................... 19
2.2.2 Penetapan ............................................................................................ 20
2.2.3 Pembekalan ......................................................................................... 21
2.2.4 Kegiatan di Wahana ............................................................................ 22
2.2.5 Kewajiban dan Hak ............................................................................. 24
2.3 Teori dan Konsep Kinerja ..................................................................... 24
2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ........................................ 25
2.3.2 Aspek-askpek Kinerja ......................................................................... 26
2.4 Kerangka Konsep .................................................................................... 27
BAB 3. METODE PENELITIAN ......................................................................... 28
3.1 Jenis Penelitian ....................................................................................... 28
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 28
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................ 28
3.3.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................................... 29
3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel ............................................................... 29
3.4 Variabel Penelitian ................................................................................. 30
3.5 Definisi Operasional ............................................................................... 30
3.6 Teknik dan Alat Perolehan Data ........................................................... 31
3.7 Teknik Penyajian dan Analisis Data ..................................................... 31
3.8 Alur Penelitian ........................................................................................ 33
3.9 Kelayakan Etik ....................................................................................... 33
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 35
4.1 Data Hasil Penelitian .............................................................................. 35
4.2 Analisis Hasil ........................................................................................... 38
4.2.1 Uji Chi-Square .................................................................................... 38
4.2.1 Uji Regresi Logistik ............................................................................ 47
4.3 Pembahasan ............................................................................................ 48
4.4 Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 59
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 60
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 60
5.2 Saran ........................................................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 62
LAMPIRAN ............................................................................................................ 65
DAFTAR GAMBAR

Halaman
2.1 Kerangka konsep ..................................................................................... 27
3.1 Alur penelitian. .......................................................................................... 33
4.1 Diagram skor kinerja dokter internsip ....................................................... 35





DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Tabel penilaian kinerja dokter internsip .................................................... 17

Tabel 2.2 Tabel kegiatan peserta internsip di wahana ............................................... 22

Tabel 4.1 Sebaran karakteristik menurut kinerja dokter internsip ............................. 36

Tabel 4.2 Hubungan antara prestasi belajar dan kinerja dokter internsip .................. 39

Tabel 4.3 Hubungan antara jenis kelamin dan kinerja dokter internsip .................... 39

Tabel 4.4 Hubungan antara taraf kecerdasan dan kinerja dokter internsip ................ 39

Tabel 4.5 Hubungan antara waktu kelulusan dan kinerja dokter internsip ................ 40

Tabel 4.6 Hubungan antara penempatan internsip dan kinerja dokter internsip ....... 40

Tabel 4.7 Hubungan antara durasi internsip dan kinerja dokter internsip ................. 40

Tabel 4.8 Hubungan antara persepsi tunjangan hidup dan kinerja dokter internsip .. 41

Tabel 4.9 Hubungan antara sistem birokrasi internsip dan kinerja dokter internsip . 41

Tabel 4.10 Hubungan antara pembekalan internsip dan kinerja dokter internsip ...... 41

Tabel 4.11 Hubungan antara penerimaan internsip dan kinerja dokter internsip ...... 42

Tabel 4.12 Hubungan antara penerimaan oleh masyarakat dan jajaran di wahana
dan kinerja dokter internsip ....................................................................... 42

Tabel 4.13 Hubungan antara fasilitas Puskesmas dan kinerja dokter internsip ......... 42

Tabel 4.14 Hubungan antara adaptasi dan kinerja dokter internsip ........................... 43

Tabel 4.15 Hubungan antara beban kerja dan kinerja dokter internsip...................... 43

Tabel 4.16 Hubungan antara jumlah serta jenis kasus dan kinerja dokter internsip .. 43

Tabel 4.17 Hubungan antara hak cuti dan kinerja dokter internsip ........................... 44

Tabel 4.18 Hubungan antara kurikulum FK UJ dan kinerja dokter internsip ............ 44

Tabel 4.19 Hubungan antara persepsi pengetahuan medis dan kinerja dokter
internsip ..................................................................................................... 44

Tabel 4.20 Hubungan antara upaya kesehatan masyarakat dan kinerja dokter
internsip ..................................................................................................... 45

Tabel 4.21 Hubungan antara peran dokter pendamping dan kinerja dokter
internsip ..................................................................................................... 45

Tabel 4.22 Hubungan antara minat menjadi dokter Puskesmas dan kinerja dokter
internsip ..................................................................................................... 45

Tabel 4.23 Hubungan antara kedisiplinan dan kinerja dokter internsip..................... 46

Tabel 4.24 Hubungan antara kemampuan komunikasi dan kinerja dokter internsip . 46

Tabel 4.25 Hubungan antara pilihan tindakan dan kinerja dokter internsip .............. 46

Tabel 4.26 Hasil analisis multivariat regresi logistik ................................................. 47


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
A. Formulir Persetujuan ...............................................................................65
B. Kuesioner Penelitian Dokter Internsip. ...................................................66
C. Kuesioner Penelitian Dokter Pendamping ..............................................69
D. Sebaran Karakteristik menurut Kinerja Dokter Internsip .......................71
E. Hasil Analisis Bivariat ............................................................................77
F. Hasil Analisis Multivariat .......................................................................91
G. Definisi Operasional................................................................................93






BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) adalah program magang bagi
dokter baru dengan tujuan menyelaraskan kompetensi yang diperoleh selama
pendidikan dengan praktik di lapangan serta menggunakan pendekatan kedokteran
keluarga (Sedyaningsih, 2009). Program ini muncul dari hasil studi orientasi
proyek Health Worksforce and Service (HWS) yang dijalankan oleh Dikti pada
Inggris, Belanda, Australia, dan Singapura yang mewajibkan lulusan dokter yang
semasa pendidikannya menggunakan strategi Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK). Hal ini mengacu pada SK Mendiknas RI No. 045/SK/2002 serta SK
Dirjen Dikti Depdiknas RI No. 1386/D/T/2004.
Sebelumnya, kurikulum yang dipakai oleh Fakultas Kedokteran yaitu
Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Indonesia (KIPDI) yang masa studinya
ditempuh selama enam tahun. Sedangkan, kurikulum saat ini, yaitu KBK, hanya
mewajibkan dokter menempuh masa studi selama 5,5 tahun. Setelah lulus, mereka
mendapatkan Surat Tanda Registrasi Internsip dan Surat Izin Praktek Internsip
(SIPI) untuk melaksanakan program internsip di wahana internsip yang telah
ditentukan. Selama menempuh internsip, peserta dibimbing oleh dokter
pendamping yang berperan dalam menjembatani proses pemahiran peserta dan
supervisi kinerja peserta (Depkes, 2009). Setelah satu tahun menempuh internsip,
mereka mendapatkan Surat Izin Praktek (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR).
Program ini dipelopori oleh lulusan dokter dari Universitas Andalas sejak
tahun 2010 dan saat ini sudah diikuti oleh hampir seluruh Fakultas Kedokteran di
Indonesia (Depkes, 2009). Sedangkan, Fakultas Kedokteran Universitas Jember
mengawali keikutsertaannya pada tahun 2012.
Program internsip dinilai sangat bermanfaat sebab dapat mendistribusikan
dokter di sarana pelayanan kesehatan yang tidak memiliki sumber daya manusia.
Salah satunya yaitu di Puskesmas yang merupakan ujung tombak pelayanan
kesehatan primer di Indonesia sebelum pasien dirujuk ke Rumah Sakit (Rasmin,
2010).
Mengacu pada hasil survey pelaksanaan internsip yang dilakukan oleh
Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) pada berbagai Fakultas
Kedokteran di Indonesia pada tahun 2013, 43% responden mendukung secara
umum, 14% responden tidak mendukung, dan 43% responden mendukung dengan
perbaikan program internsip. Beberapa responden tidak mendukung program ini
karena anggapan bahwa dokter internsip masih co-ass, supervisi dokter
pendamping yang kurang tepat, dan tunjangan hidup yang minimal. Hal ini dapat
menyebabkan kinerja dokter internsip kurang optimal dalam memberikan
pelayanan kesehatan pada masyarakat.
Pendapat tersebut didukung oleh hasil survey yang dilakukan peneliti pada
beberapa dokter internsip pada bulan Februari tahun 2013, didapatkan bahwa
supervisi yang dilakukan oleh dokter pendamping di Puskesmas kurang mencapai
sasaran, bahkan sebanyak 5% mengatakan bahwa supervisi yang dilakukan sangat
tidak baik. Jika supervisi yang dilakukan tidak benar, hal ini akan memberi
dampak negatif terhadap kinerja dokter internsip.
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada salah satu dokter
internsip pada bulan Mei tahun 2013 bahwa terdapat pendiskriminasian terhadap
dokter internsip sehingga mereka mendapatkan kewenangan medis yang minimal.
Hal demikian tidak jauh berbeda dengan masa studi selama menjadi co-ass dan
tidak bekorelasi dengan konsep pematangan kompetensi dokter. Hal ini dapat
mempengaruhi kinerja dokter internsip sehingga pernah dijumpai dokter internsip
hanya sebagai asisten dokter umum PNS, sekedar menyalin resep, dan sekedar
membantu pemeriksaan fisik di Puskesmas.
Selain itu, dokter internsip hanya diberikan tunjangan hidup yang minimal,
yakni sebesar 1,2 juta per bulan yang dibayarkan tiap tiga bulan, tidak mendapat
jasa pelayanan medis, tidak mendapat insentif daerah dan tidak mendapat asuransi
kesehatan. Ini berlaku untuk semua peserta internsip, bahkan bagi dokter internsip
yang ditempatkan di luar Pulau Jawa yang biaya kebutuhan hidupnya relatif lebih
mahal. Hal ini semakin menyebabkan ketidakoptimalan kinerja dokter internsip.
Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada salah satu dokter
pendamping di Puskesmas Srengat, Kabupaten Kediri, pada bulan Juni 2013,
dokter pendamping menilai bahwa proporsi kinerja dokter internsip cukup
bervariasi, yaitu sangat baik, baik dan buruk. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pengukuran terhadap kinerja dokter internsip dan analisis faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional pada
dokter internsip dan dokter pendamping di Puskesmas. Dengan mengetahui
faktor-faktor tersebut, diharapkan pelaksanaan program internsip dapat dilakukan
perbaikan demi peningkatan mutu dokter dan pelayanan kesehatan yang terbaik
untuk masyarakat di Indonesia.


1.2. Rumusan Masalah
Sebagian dokter internsip di Puskesmas mempunyai kinerja yang masih
belum optimal. Namun, sejauh ini belum diketahui hal-hal yang menyebabkan
keoptimalan kinerja dokter internsip. Dari permasalahan tersebut, maka peneliti
mengambil rumusan masalah, antara lain:
1. Bagaimanakah kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember?
2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kinerja dokter internsip lulusan
Universitas Jember?
3. Faktor apakah yang paling mempengaruhi kinerja dokter internsip lulusan
Universitas Jember?


1.3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk, antara lain:
1. Mengetahui kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dokter internsip
lulusan Universitas Jember.
3. Mengetahui faktor yang paling mempengaruhi kinerja dokter internsip lulusan
Universitas Jember.


1.4. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Dapat digunakan sebagai data ilmiah baru atau sebagai data tambahan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
b. Memberikan masukan pada institusi kesehatan untuk pengembangan kinerja
dokter internsip di Puskesmas.
c. Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk peneltian sejenis yang
lebih khusus.



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Program Internsip Dokter
Dalam rangka pengaplikasian ilmu kedokteran yang telah didapatkan oleh
lulusan mahasiswa kedokteran selama pendidikan dokter dengan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) maka diperlukan suatu program yang dapat
mewadahi tujuan tersebut. Hal tersebut diwujudkan dalam program internsip yang
telah dilaksanakan di berbagai negara di dunia. Program internsip adalah satu fase
pelatihan praktik kedokteran dimana lulusan dokter dapat memahirkan
kompetensi yang telah dicapai dengan terjun langsung ke masyakat untuk
menerapkan ilmu kedokteran mereka dengan supervisi. Setelah menyelesaikan
program internsip selama kurang lebih antara 1-3 tahun, dokter internsip akan
memperoleh SIP dan STR yang dapat digunakan untuk menjalankan praktik
kedokteran secara penuh.


2.1.1 Definisi Program Internsip Dokter
Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) merupakan tahap pelatihan
keprofesian praregistrasi berbasis kompetensi pelayanan primer guna memahirkan
kompetensi yang telah dicapai setelah memperoleh kualifikasi sebagai dokter
melalui pendidikan kedokteran dasar. Di Indonesia PIDI dilaksanakan oleh
Komite Internsip Dokter Indonesia (KIDI) yang berada di tingkat pusat dan
provinsi. Waktu pelaksanaan PIDI adalah satu tahun yang terbagi di wahana
rumah sakit dan puskemas. Pembiayaan difasilitasi oleh pemerintah atau swasta
(Kemenkes RI, 2013). Sedangkan di Australia program internsip dokter adalah
suatu fase pelatihan klinis bagi lulusan dokter yang disupervisi dan dilaksanakan
dalam jangka waktu satu tahun di sebuah rumah sakit terakreditasi. Dokter
internsip akan diberikan registrasi sementara oleh Dewan Medis Australia dan
akan mendapatkan registrasi penuh di tahun penyelesaian program internsip
mereka. Umumnya, doktern internsip diwajibkan untuk memenuhi 47 minggu
pelatihan klinis yang tidak termasuk waktu yang dibutuhkan untuk cuti sakit atau
tahunan (AMSA, 2012). Di Malaysia periode pelatihan yang disupervisi dikenal
sebagai program internsip, di mana dokter internsip menjalani pelatihan
terstruktur yang memungkinkan mereka mengkonsolidasikan dan memperluas
pengetahuan dan keterampilan teknis, klinis, dan teoritis,. Di negara-negara
tertentu, sarjana pendidikan kedokteran diakhiri dengan program internsip.
Namun, di Malaysia, sesuai dengan UU Kedokteran 1971, program internsip
hanya dikenakan pada lulusan dokter (Malaysian Medical Council, 2008).


2.1.2 Pelaksanaan Program Internsip Dokter
Pelaksanaan PIDI mengacu pada prinsip-prinsip praktik kedokteran yang
baik di Indonesia (good medical practice) dalam bentuk kegiatan kegiatan:
1. Mempraktikkan standar pelayanan kedokteran Upaya Kesehatan
Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang baik,
dengan menyadari keterbatasan kemampuannya dengan mengutamakan
keselamatan pasien, keluarga atau masyarakat.
2. Mengikuti perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kedokteran
dan Kesehatan (IPTEKDOKKES) serta selalu meningkatkan
keterampilannya dalam UKP dan UKM.
3. Membangun dan meningkatkan komunikasi serta memelihara hubungan
baik dengan pasien, kolega, ataupun petugas kesehatan yang lain.
4. Bekerjasama secara efektif dengan sejawat dokter dan tenaga kesehatan
profesi dan tenaga kesehatan non profesi serta tenaga pendukung atau
penunjang kesehatan.
5. Mengembangkan kompetensi sebagai pendidik bagi sejawat, pasien dan
keluarga maupun masyarakat.
6. Mengembangkan sikap jujur, berperilaku dan bertindak sesuai sumpah
dokter Indonesia, kaidah ilmiah, etika dan humanistik.
7. Memelihara kesehatan pribadinya sehingga tidak membahayakan pasien,
sejawat dan orang lain (Kemenkes RI, 2013).


2.1.3 Tujuan Internsip
Memberikan kesempatan kepada dokter lulusan program studi pendidikan
dokter berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) untuk menerapkan
serta mempraktikkan kompetensi yang telah diperoleh selama pedidikan dalam
rangka penyelarasan antara hasil pendidikan dan praktik di lapangan antara lain
dengan membina kolegalitas antara sesama dokter dan membangun kerjasama
dengan petugas pelayanan kesehatan yang lain serta mengintegrasikan
pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku yang diperoleh selama proses
pendidikan dan mengaplikasikannya dalam pelayanan kesehatan primer. Selain
itu, juga untuk mengembangkan keterampilan teknis, klinis, kepribadian dan
sikap profesional yang menjadi dasar praktik kedokteran primer dengan tanggung
jawab penuh atas pelayanan kepada pasien, keluarga, dan masyarakat sesuai
dengan kewenangan yang diberikan. Dokter internsip dapat membuat keputusan
profesional dalam pelayanan pasien, keluarga, dan masyarakat secara memadai
dengan memanfaatkan layanan diganostik dan konsultasi dan tetap bekerja dalam
batas kewenangan hukum dan etika. Berperan serta aktif dalam tim pelayanan
kesehatan holistik, terpadu dan paripurna, menggali harapan dan mengenali
jenjang karir lanjutan, dan memperoleh pengalaman dan mengembangkan strategi
dalam menghadapi tuntutan profesi (Kemenkes RI, 2013).
Tujuan utama dari program internsip adalah untuk mengintegrasikan
pengetahuan medis yang diterima oleh lulusan mahasiswa kedokteran selama
studi perguruan tinggi mereka dengan pekerjaan klinis di rumah sakit atau klinik
dengan cara mengkonsolidasikan apa yang telah mereka pelajari dan membantu
mereka dalam mengembangkan dan meningkatkan keterampilan klinis yang
mereka perlukan untuk praktik kedokteran, dan melayani pasien dengan cara yang
aman dan memuaskan. (Department of Continuous Medical Education of Ministry
of Health Dubai, 2011).
Internsip menawarkan kesempatan untuk mengkonsolidasikan dan
membangun pengetahuan teoritis yang telah diperoleh sebagai sarjana kedokteran
dan belajar untuk menerapkannya saat merawat pasien, selain itu juga membantu
mengembangkan keterampilan klinis, pribadi, dan professional teknis yang
membentuk dasar dari praktik medis. Pengalaman dan pemahaman klinis pun
semakin bertambah dengan meningkatnya tanggung jawab dalam merawat pasien
yang sejalan dengan berkembangnya penilaian profesional dalam perawatan yang
tepat dari pasien dan penggunaan layanan diagnostik serta konsultan. Hal yang tak
kalah pentingnya adalah dokter internsip dapat bekerja dalam kerangka etika dan
hukum kedokteran, berkontribusi pada tim kesehatan multi disipliner,
mengeksplorasi tujuan karir pribadi serta menemukan dan mengembangkan
strategi untuk berurusan dengan profesional dan pribadi yang berhubungan
dengan menjadi seorang praktisi medis. (Postgraduate Medical Council of
Victoria, 2009).


2.1.4 Sasaran Akhir Program Internsip Dokter
Sasaran akhir program internsip disusun berdasarkan prinsip praktik
kedokteran dan berlandaskan pada Standar Kompetensi Dokter (KSDKI 2006).
Sasaran akhir program internsip adalah menerapkan serta memahirkan kompetensi
yang telah diperoleh selama pendidikan dalam rangka penyelarasan antara hasil
pendidikan dan praktik di lapangan. Area kompetensi dan komponen kompetensi
meliputi:
1. Area Komunikasi Efektif
a. Berkomunikasi dengan pasien serta anggota keluarga.
b. Berkomunikasi dengan sejawat.
c. Berkomunikasi dengan masyarakat.
d. Berkomunikasi dengan profesi lain.
2. Area Keterampilan Klinis
a. Memperoleh dan mencatat informasi yang akurat serta penting tentang
pasien dan keluarganya.
b. Melakukan prosedur klinik dan laboratorium dasar.
c. Melakukan prosedur kedaruratan klinis.
3. Area Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran
a. menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu biomedik, klinik,
perilaku, dan ilmu kesehatan masyarakat sesuai dengan pelayanan
kesehtan tingkat primer.
b. Merangkum dari interpretasi anamnesis, pemeriksaan fisik, uji
laboratorium dan prosedur yang sesuai.
c. Menentukan efektifitas suatu tindakan.
4. Area Pengelolaan Masalah Kesehatan
a. Mengelola penyakit, keadaan sakit dan masalah pasien sebagai
individu yang utuh, bagian dari keluaga dan masyarakat.
b. Melakukan pencegahan penyakit dan keadaan sakit.
c. Melaksanakan pendidikan kesehatan dalam rangka promosi kesehatan
dan pencegahan penyakit.
d. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan
derajat kesehatan.
e. Mengelola sumber daya manusia serta sarana dan prasarana secara
efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan primer dengan
pendekatan kedokteran keluarga.
5. Area Pengelolaan informasi
a. Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu
penegakan diagnosis, pemberian terapi, tindakan pencegahan dan
promosi kesehatan, serta penjagaan, dan pemantauan status kesehatan
pasien, kealuarga, dan masyarakat.
b. Memahami manfaat dan keterbatasan teknologi informasi.
c. Memanfaatkan informasi kesehatan.
6. Area Mawas Diri dan Pengembangan Diri
a. Menerapkan mawas diri.
b. Mempraktikkan belajar sepanjang hayat.
c. Mengembangkan pengetahuan baru.
7. Area Etika, Moral, Medikolegal dan Profesionalisme serta Keselamatan
Pasien, Keluarga dan Masyarakat
a. Memiliki sikap profesional.
b. Berperilaku profesional dan mampu bekerjasama.
c. Bersikap sebagai anggota tim pelayanan kesehatan yang profesional
d. Melakukan praktik kedokteran yang baik dalam masyarakat
multikultural di Indonesia.
e. Memenuhi aspek medikolegal dalam praktik kedokteran.
f. Menerapkan keselamatan pasien, keluarga dan masyarakat dalam
praktik kedokteran (Kemenkes RI, 2013).


2.1.5 Waktu Pelaksanaan Program Internsip Dokter
Waktu pelaksanaan PIDI adalah satu tahun dengan rincian delapan bulan
di rumah sakit dan empat bulan di puskesmas. Penerimaan peserta dilaksanakan
empat kali dalam setahun, mengikuti periode pelaksanaan Uji Kompetensi Dokter
Indonesia (UKDI). Masa internsip yang dilaksankan dalam satu tahun dapat
ditambah apabila evaluasi kinerja akhir belum tercapai. Program internsip wajib
dilaksanakan oleh dokter yang akan melakukan praktik dokter mandiri.
Penundaan pelaksanaan internsip dimungkinkan dalam waktu paling lama dua
tahun setelah lulus namun apabila penundaan lebih dari dua tahun harus
memperoleh persetujuan KIDI Pusat (Kemenkes RI, 2013).
Sedangkan pelaksanaan program internsip di India adalah 12 bulan dan
selama periode ini dokter internsip menjalani rotasi di berbagai bagian medis dan
bedah spesialisasi, termasuk tiga bulan di sebuah pusat kesehatan primer di
pedesaan (Jayawickramarajah, 2001). Menurut AMSA (2012) program internsip
dokter di Australia dijalankan selama 47 minggu dimana sebagian besar rumah
sakit beroperasi dengan lima rotasi blok sepanjang tahun untuk internsip dengan
durasi antara 10 dan 12 minggu di setiap blok. Dokter internsip di Australia
diminta untuk melengkapi lima hal sepanjang tahun, yang terdiri atas setidaknya
satu kedokteran bedah, medis dan darurat medis. Setiap rumah sakit menawarkan
pilihan yang berbeda untuk program internsip mereka. Berbeda dengan di
Malaysia, program internsip dijalankan selama dua tahun dengan menggabungkan
peran layanan dan pelatihan. Hal ini dirumuskan sedemikian rupa untuk
memastikan praktisi medis khususnya dokter internsip mendapatkan pengetahuan
yang tepat, keterampilan dan pengalaman serta sikap yang benar bukan hanya
pekerjaan dan penyediaan layanan (Malaysian Medical Council, 2008). Di Oman
program pelatihan internsip dibagi menjadi tiga periode yang sama dari empat
bulan di masing-masing disiplin ilmu meliputi kedokteran umum, bedah umum,
pesidiatri dan obsgyn di lembaga-lembaga atau program disetujui untuk tujuan
tersebut (Sultan Qaboos University, 2012).


2.1.6 Wahana Program Internsip Dokter
Pada dasarnya program internsip dilaksanakan di wahana pelayanan
kedokteran atau kesehatan primer baik milik ataupun swasta yang telah memenuhi
syarat sebagai wahana program internsip sesuai pedoman wahana internsip.
Adapun yang dapat menjadi wahana internsip adalah Rumah Sakit tipe C dan D
atau yang setara, namu pada keadaan tertentu Rumah Sakit tipe B dapat dijadikan
wahana apabila memenuhi prinsip kriteria wahana internsip. Selanjutnya,
Puskesmas atau yang setara, dengan atau tanpa rawat inap dan yang terakhir
adalah klinik layanan primer lainnya baik milik pemerintah atau swasta
(Kemenkes RI, 2013).
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengolola wahana adalah
menunjukkan komitmen dalam melaksanakan program internsip. Wahana yang
digunakan harus memenuhi syarat agar peserta program dapat mencapai tujuan
dan sasaran yang diinginkan. Syarat tersebut adalah memiliki layanan kedokteran
dan kesehatan kepada masyarakat yang dilakukan setiap hari kerja, layanan
kedokteran kedaruratan medik, layanan kesehatan masyarakat, layanan dengan
jumlah pasien paling sedikit 20 orang atau kasus dalam sehari, dengan jenis yang
bervariasi, serta ada pada sebaran umur dan sebaran jenis kelamin yang cukup
merata, kemudian sarana laboratorium klinik sederhana dan farmasi harus
memadai serta dokter yang bersedia menjadi pendamping (Kemenkes RI, 2013).
Sedangkan di Dubai program internsip dokter dijalankan di rumah sakit
atau fasilitas kesehatan yang telah ditunjuk, dengan rincian rotasi klinik meliputi
ilmu penyakit dalam, bedah, pediatri, obsgyn, laboratoris, radiologi dan elektif
yang ditentukan sendiri oleh peserta program internsip. Namun untuk rotasi klinik
obsgyn untuk peserta program internsip pria diganti dengan kedaruratan medis
atau kedokteran keluarga (Department of Continuous Medical Education of
Ministry of Health Dubai, 2011). Menurut Bhutan Medical and Health Council,
program internsip hanya dilaksanakan di rumah sakit, lembaga atau pusat
kesehatan lainnya yang diberikan izin oleh konsil sebagai lembaga pengajaran
dengan rincian rotasi klinik mencakup kedokteran umum, pediatri, kulit, psikiatri,
bedah umum, mata, tht, ortopedi, anestesi, obsgyn, kegawatdaruratan, forensik,
radiologi, transfusi atau laboratoris dan kedokteran komunitas. Di Australia,
rumah sakit yang digunakan sebagai wahana harus memiliki syarat antara lain
adalah rumah sakit yang memberikan keamanan, kebersihan dan kemudahan
akses bagi dokter internsip untuk akomodasi semalam, selain itu juga
menyediakan tempat rekreasional di tempat yang sesuai dan didukung dengan
akses ke sistem informasi online untuk dokter intern, menyediakan tempat yang
aman untuk penyimpanan barang-barang pribadi untuk doktern internsip selama
jam kerja dan menyediakan dokter internsip akses ke fasilitas dan sumber daya
pendidikan, termasuk fasilitas keterampilan mengajar klinis, sesuai dengan
kebutuhan pendidikan mereka dan kebutuhan klinis rumah sakit (Postgraduate
Medical Council of Victoria, 2009).
Setelah ditunjuk sebagai wahana, KIDI Provinsi akan melakukan sosialisasi
PIDI di wahana tersebut kepada direktur atau kepala rumah sakit, komite medik,
kepala dinas kesehatan kabupaten atau kota, kepala puskesmas, tenaga kesehatan
dan petugas lainnya di rumah sakit atau puskesmas sebelum kegiatan.
Selanjutnya wahana melaksanakan hal-hal sebagai berikut, yang pertama
adalah menyatakan kesediaan menjadi wahana internsip, selanjutnya melakukan
sosialisasi kepada semua stakeholder di wahana, menyiapkan SDM, sarana
prasarana, mekanisme pelaksanaan internsip, dan daya pendukung lainnya. Selain
itu menyiapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di wahana tersebut dan
menerbitkan Surat Laporan Pelaksanaan Internsip (SLPI) bagi peserta internsip
yang telah memenuhi kriteria kinerja akhir yang ditandatangani oleh direktur
rumah sakit sebagai koordinator wahana (Kemenkes RI, 2013).


2.1.7 Pendamping Program Internsip Dokter
Setiap peserta internsip didampingi oleh seorang dokter pendamping yang
bertugas untuk melakukan supervisi layanan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)
khususnya Pelayanan Kesehatan perorangan primer (PKPP) dan Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM) khusunya Pelayanan Keseatan Masyarakat Primer (PKMP)
guna meningkatkan pengalaman dan pemahiran peserta dengan tugas antara lain,
mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan peserta, membantu pengembangan
profesionalisme peserta, memberi umpan balik positif dan konstruktif kepada
peserta untuk memastikan pencapaian dan tujuan internsip, dan memberikan
masukan kepada KIDI provinsi.
Seorang pendamping dapat mendampingi maksimum lima peserta
internsip pada waktu bersamaan. Pendamping akan memperoleh sertifikat
pelatihan pendamping dari pusat pendidikan dan pelatihan aparatur kementrian
kesehatan sebesar 40 jam pelajaran yang setara satu sks. Selama pendampingan,
peserta internsip bertanggung jawab penuh atas rindakan keprofesian yang
dilakukannya (Kemenkes RI, 2013).
Sedangkan Menurut Department of Continuous Medical Education of
Ministry of Health Dubai (2011), dokter pendamping memiliki tugas antara lain,
mengadakan pertemuan pendahuluan dengan semua magang di awal program
internsip di mana dijelaskan mengenai peraturan serta pertanyaan tentang
pelatihan ditujukan, mengalokasikan dokter internsip dengan tempat spesifik,
memastikan bahwa dokter internsip disediakan dengan dukungan pendidikan yang
diperlukan selama seluruh periode pelatihan mereka di departemen, membantu
doktern internsip untuk mendapatkan akses ke sumber belajar di rumah sakit
seperti catatan medis atau ruang perpustakaan, berkolaborasi dengan direktur
rumah sakit dan komite medis secara berkala untuk memastikan kemajuan yang
memuaskan dari dokter intern, mengembangkan program pembelajaran yang
sesuai dengan pemenuhan tujuan pembelajaran untuk program internsip,
memandu dokter internsip dalam realisasi tujuan pembelajaran mereka dimana
dokter pendamping harus memberikan perhatian pada setiap dokter intern,
memastikan bahwa dokter internsip memenuhi persyaratan pelatihan dalam hal
kehadiran dan akuisisi kompetensi dimana supervisor harus memantau kemajuan
internsip secara berkala dan harus mengalokasikan waktu tersebut untuk
membicarakan hal ini dengan dokter intern, mengidentifikasi daerah-daerah di
mana dokter internsip belum memperoleh kompetensi yang diperlukan dan
menyarankan langkah-langkah perbaikan. Informasi tersebut harus
dikomunikasikan kepada intern, kepala departemen dan komite medis sesegera
mungkin, memastikan cukup waktu untuk langkah-langkah perbaikan yang harus
dimulai, memastikan bahwa keselamatan pasien adalah yang terpenting selama
prosedur seperti peresepan obat dan intervensi bedah ketika dilakukan oleh dokter
internsip yang harus selalu di bawah pengawasan, memastikan bahwa tindakan
pencegahan umum diamati di rumah sakit yang dipelajari dan diikuti dengan
magang untuk memastikan keselamatan diri, pasien dan staf hadir dan membantu
mereka dalam melakukannya, memvalidasi buku catatan dokter internsip secara
berkala dan memastikan dokumentasi kompetensi yang lengkap, memastikan
bahwa dokter internsip memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mengakses
layanan rumah sakit seperti rekam medis, perpustakaan rumah sakit dan
departemen teknologi informasi dalam menyelesaikan persyaratan belajar mereka,
melakukan investigasi sebagai otoritas baris kedua dengan komite medis jika
kepala departemen gagal mencapai keputusan untuk atau terhadap dokter internsip
jika ada keluhan kesalahan profesional, dan memfasilitasi proses yang diperlukan.


2.1.8 Kriteria pencapaian sasaran Program Internsip Dokter
Selama mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia, peserta harus
mencapai sasaran dan program, yang meliputi pengelolaan kasus Upaya
Kesehatan perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM).
Pengelolaan kasus UKP ditargetkan harus memenuhi jumlah dan jenis yang cukup
meliputi kasus medik, bedah, kegawatdaruratan, jiwa dan medikolegal. Selama
satu tahun, setiap peserta internsip secara keseluruhan telah menangani sekurang-
kurangnya 400 kasus yang terbagi menurut jenis kelamin, usia, kelompok dan
telah menjalani proses internsip selama paling kurang satu tahun. Pengelolaan
kasus UKM dilaksanakan di Puskesmas (Kesehatan Masyarakat) ditargetkan
harus memenuhi jumlah dan jenis yang cukup meliputi Pelayanan kesehatan
Masyarakat Primer (PKMP) antara lain Upaya Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat, Upaya Kesehatan Lingkungan, Upaya Kesehatan Ibu
dan Anak serta Keluarga Berencana (KB), Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat,
Upaya Surveillance, Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Tidak
Menular, Upaya Pengobatan Dasar, Mini project dengan pendekatan lingkaran
pemecahan masalah dengan masing-masing kegiatan sekurang-kurangnya satu
kasus. Selanjutnya adalah Pelayanan Kesehatan Perorangan Primer (PKPP) dan
penelitian sederhana mengenai status kesehatan masyarakat. Semua data tersebut
dilaporkan kepada dan ditanda-tangani oleh Dokter Pendamping secara berkala
dan berkesinambungan. Tugas peserta selama mengikuti program internsip adalah
setiap peserta membuat dan menyajikan sekurang-kurangnya dua laporan kasus
dalam pertemuan klinik dengan aspek evaluasi laporan kasus meliputi kognitif,
sikap, dan perilaku peserta. Selanjutnya pelaporan kasus menggunakan format
portofolio dan melaksanakan kelima prinsip program kedokteran pencegahan
dalam mengelola masalah kesehatan pada individu, keluarga, ataupun masyarkat
secara komprehensif, holistik, berkesinambungang, koordinatif, dan kolaboratif
dalam konteks pelayanan kesehatan tingkat primer setidaknya satu kasus per
minggu (Kemenkes RI, 2013).


2.1.9 Monitoring dan Evaluasi
Selama pelaksanaan PIDI dilakukan monitoring dan evaluasi secara
berkala oleh tim yang dibentuk KIDI Pusat dan Provinsi. Monitoring dan evaluasi
ditujukan antara lain untuk peserta yang dilakukan oleh pendamping dan tim
monev meliputi kinerja profesional peserta sesuai pedoman yang telah ditetapkan
sedangkan untuk pendamping monitoring dan evaluasi dilakukan oleh tim monev
meliputi kinerja pendamping. Untuk wahana dilakukan oleh tim monev meliputi
pelaksanaan kegiatan internsip dan masalah atau hambatan-hambatan yang
ditemukan (Kemenkes RI, 2013)
Pada akhir pelaksanaan PIDI, pendamping dan pimpinan wahana
melakukan evaluasi sesuai dengan standar kinerja peserta internsip. Penilaian
kinerja didapat dari observasi terhadap sikap, perilaku, kompetensi medik,
komunikasi, kepribadian dan profesionalisme. Selain itu penilaian juga diperoleh
dari buku log, portofolio, laporan kasus dan mini project. Pndamping secara
informal dapat memperoleh masukan dari pemangku kepentingan terkait, antara
lain sejawat lain, tenaga kesehatan lain, masyarakat dan pasien. Evaluasi kinerja
peserta dilakukan dengan target yang telah ditentukan sesuai kriteria pencapaian
sasaran Program Internsip Dokter Indonesia. berikut adalah tabel evaluasi
penilaian kinerja dokter internsip yang harus diisi oleh dokter pendamping.

Tabel 2.1 Tabel Penilaian Kinerja Dokter Internsip



Bagi peserta program internsip Indonesia yang tidak memenuhi kriteria
kinerja akhir, harus memperpanjang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Peserta internsip yang telah menyelesaikan seluruh program internsip akan
dibuatkan surat rekomendasi untuk penerbitan Surat Laporan Pelaksanaan
Internsip (SLPI) oleh KIDI Provinsi. SLPI digunakan sebagai dasar untuk
menerbitkan Surat Tanda Selesai Internsip (STSI) yang dikeluarkan oleh Komite
Internsip Dokter Indonesia (KIDI) Pusat yang selanjutnya diteruskan ke Konsil
Kedokteran Indonesia (KKI) untuk memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR)
definitif (Kemenkes RI, 2013).
.

2.1.10 Sanksi Program Internsip Dokter
Apabila terjadi pelanggaran etik dan disiplin selama mengikuti program
internsip, peserta akan diberi sanksi sesuai dengan norma etik profesi dan disiplin.
Sanksi etik dan disiplin dapat berupa sanksi adminisitratif yang diberikan oleh
koordinator wahana kepada peserta yang melakukan pelanggaran ketentuan atau
peraturan wahana, sedangkan untuk sanksi etik sebagai dokter mengacu kepada
Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). Sanksi disiplin sebagai dokter
mengacu pada Buku Penerapan Disiplin dari MKDKI, sanksi disiplin sebagai
peserta internsip mengacu pada Buku Pedoman Peserta Program Internsip Dokter
Indonesia Bab III Tata Tertib Peserta Sub Bagian Klasifikasi pelanggaran tata
tertib, Pembinaan dan Pemberian sanksi dan sanksi pelanggaran hukum mengacu
pada prosedur dan keputusan hukum. Selama proses penyidikan, maka peserta
internsip ditunda pelaksanaannya sampai mempunyai kekuatan hukum yang tetap
(Kemenkes RI, 2013).


2.2 Dokter Internsip
Dokter yang baru menyelesaikan pendidikan kedokteran berbasis
kompetensi yang akan menjalankan praktik kedokteran dan atau akan menjalani
program dokter spesialis sebagai peserta program internsip dokter. Lulusan dokter
tersebut mengikuti program pelatihan praregistrasi yang disebut dengan program
internsip dokter yang merupakan fase pemahiran dan penyelarasan dari apa yang
telah didapat pada saat pendidikan dokter dengan praktik di lapangan (Menkes,
2010).

2.2.1 Tugas
Kegiatan Peserta Program Internsip Dokter Indonesia antara lain
melakukan layanan kesehatan primer dengan dengan pendekatan kedokteran
keluarga pada pasien secara profesional yang meliputi kasus medik, kasus bedah,
kedaruratan, kejiwaan baik pada anak, dewasa dan usia lanjut, pada keluarga
maupun pada masyarakat secara holistik, terpadu dan paripurna. Selain itu,
melakukan konsultasi dan rujukan, kegiatan ilmiah medis dan non medis serta
melakukan program-program kesehatan sebagai upaya meningkatkan kesehatan
masyarakat (Kemenkes RI, 2013).
Menurut Department of Continuous Medical Education of Ministry of
Health Dubai (2011), tugas peserta internsip meliputi, semua dokter internsip
diharapkan untuk mengikuti semua aturan dan ketentuan Depkes selama mereka
adalah bagian dari program internsip dan mengambil bagian dalam morning
reports dari departemen mereka ditugaskan, mengambil bagian dalam putaran
pagi hari dan diskusi mengenai kasus-kasus medis di departemen itu. Selain itu
dokter internsip wajib untuk mengisikan seluruh logbook dengan dokumentasi
harian sesuai persyaratan dan setiap dokter internsip harus berada di bawah
pengawasan langsung dari dokter staf senior yang bekerja dalam setiap tindakan
ke pasien sehingga apabila terdapat suatu kesulitan dapat segera berkonsultasi.
Dokter internsip diharapkan untuk menghindari hal-hal atau tindakan yang
dilakukan kepada pasien tanpa sepengetahuan dan pesertujuan dokter pendamping
atau dokter senior yang meliputi pertemuan, pengobatan, pemulangan dan
tindakan invasif. Setelah selesai program internsip, dokter internsip harus
memberikan permintaan untuk sertifikat internsip kepada supervisor internsip.
Apabila ditemukan suatu bentuk pelanggaran terhadap poin di atas, maka akan
menjadi dasar penghentian program internsip ini.

2.2.2 Penetapan
Proses penempatan peserta di wahana melalui serangkaian proses yang cukup
kompleks dengan urutan sebagai berikut: (1) KIDI Pusat menerima nomor STR
untuk kewenangan internsip dari KKI; (2) KIDI Pusat mengirimkan daftar nama
calon peserta internsip ke KIDI Provinsi; (3) KIDI Provinsi melakukan pemetaan
(mapping) kapasitas dan kondisi rumah sakit dan Puskesmas yang telah ditetapkan
sebagai wahana internsip di seluruh kabupaten/kota (RS dan PKM) di provinsi
tersebut; (4) KIDI Provinsi mengirimkan daftar lokasi/wahana yang
memungkinkan untuk penempatan peserta internsip di satu provinsi ke KIDI
pusat; (5) KIDI Pusat menetapkan peserta, wahan, dan pendamping internsip; (6)
KIDI Pusat membuat surat pengantar kepada Menteri Kesehatan RI Kepala Badan
PPSDMK untuk dapat membuat SK penempatan peserta, SK pendamping, SK
penempatan wahana dan SK peserta; (7) Kepala Badan PPSDMK atas nam
menteri Kesehatan RI menerbitkan SK penempatan peserta, SK pendamping, SK
penetapan wahan dan SK peserta; (8) KIDI Pusat menerima SK penempatan
peserta peserta, SK pendamping, SK penetapa wahana dan SK peserta dari Badan
PPSDMK, selanjutnya mengirim seluruh dokumen tersebut dengan surat pengatar
ke KIDI Provinsi untuk ditindaklanjuti dengan persiapan pemebekalan peserta; (9)
KIDI Provinsi melaksanakan pembekalan untuk peserta internsip; (10) KIDI
Provinsi menyerahkan dokter peserta internsip kepada wahana sesuai dengan yang
tercantum dalam SK wahana, SK peserta dan SK penempatan; (11) wahana
menerima peserta dan mngadakan pecan orientasi peserta di wahana dan (12)
setiap peserta mendapat 2 wahana (Rumah Sakit dan Puskesmas atau tempat lain).
Setiap peserta internsip wajib mengurus dan memiliki Surat Izin Praktik
dokter untuk setiap wahana yang ditempati peserta. Proses penerbitan SIP
Internsip melalui tahapan sebagai berikut: (1) peserta mengurus pendaftaran
keanggotaan IDI ke IDI wilayah dengan melengkapi seluruh persyaratan
administrasi pendaftaran anggota IDI, dtambah dengan SK penempatan peserta
internsip di wahana yang berada di wilayah kerja IDI tersebut. Keanggotaan
penting untuk pengurusan Surat Izin Praktik Dokter; (2) IDI wilayah menerbitkan
Kartu Tanda Anggota (KTA) dan surat rekomendasi bagi dokter peserta internsip
ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk menerbitkan SIP internsip sesuai
wahana internsip bagi peserta tersebut; (3) SIP internsip diproses oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dan setelah selesai akan diserahkan melalui
KIDI Provinsi; (4) SIP peserta internsip diserahkan kepada coordinator wahana
internsip sesuai penempatan peserta dan (5) wahana mengeluarkan SK mengenai
status ketenagaan peserta PIDI di wahana tersebut.


2.2.3 Pembekalan
Pembekalan peserta merupakan hal yang sangat penting untuk memberikan
pengetahuan dan informasi tentang seluk-beluk kegiatan internsip kepada peserta
sebelum kegiatan internsip dimulai. Pembekalan Peserta dilaksanakan dengan
tahapan sebagai berikut: (1) Pembekalan oleh KIDI Provinsi, dilakukan sebelum
peserta ditempatkan di wahana. Lama pembekalan 1 hari dan isi pembekalan
tentang pelaksanaan PIDI, program kesehatan Dinas Kesehata Provinsi setempat,
pengenalan profesi IDI dan tata cara pengurusan KTA oleh IDI wilayah. Selama
pembekalan juga dilakukan penjelasan dan penandatanganan kontrak internsip
dan (2) Pembekalan di wahana, dilakukan pada minggu pertama pelaksanaan PIDI
di wahana. Sifat pembekalan adalah orientasi yang dapat dilaksanakan selama 1
minggu untuk memberikan kesempatan kepada peserta mengenal lingkungan
wahana yang akan ditempatinya. Materi pecan orientasi antara lain: orientasi
profil RS, tata tertib disiplin yang berlaku, standar pelayanan setempat, hambatan
atau kendala pelayanan kesehatan di wahanan, kultur atau budaya setempat dan
teknik tata cara pengurusan oleh IDI Cab.


2.2.4 Kegiatan di Wahana
Durasi pelaksanaan internsip adalah 12 bulan yang terbagi atas 2 wahana yatiu
8 bulan di RS dan 4 bulan di Puskemas. Cakupan kegiatan selama 8 bulan
meliputi 4 bulan dijalankan di instalasi rawat jalan, rawat inap medic, rawat inap
bedah dan kejiwaaan. Sedangkan 4 bulan lainnya dijalankan di instalasi rawat
emergensi atau UGD.
Seluruh kegiatan harus tersusun dalam jadwal yang tertata agar setiap peserta
dapat dibagi merata keseluruh instalasi sehingga magang berjalan dengan baik.
Untuk itu perlu dibuat jadwal kegiatan sebagai acuan bagi peserta, pendamping
dan wahana serta KIDI Provinsi yang akan memudahkan pemantauan kegiatan.

Tabel 2.2 Contoh kegiatan peserta di wahana


Lingkup kegiatan peserta internsip di wahana tidak semata melakukan
pengobatan, melainkan seluruh kegiatan professional yang terdiri atas: (1)
melakukan layanan primer dengan pendekatan kedokteran keluarga pada pasien
secara professional yang meliputi kasus medik dan bedah, kedaruratan dan
kejiawaan baik pada anak, dewasa dan usia lanjut; (2) melakukan konsultasi dan
rujukan untuk kasus-kasus yang ditemukan di wahana; (3) melakukan kegiatan
ilmiah medic berupa diskusi kasus, presentasi kasus dan diskusi portofolio tentang
masalah atau kasus yang ditemukan selama menjalankan kegiatan internsip; dan
(4) melakukan kegiatan kesehatan masyarakat baik didalam maupun diluar
gedung. Kegiatan ini terutama dilakukan di Puskesmas.
Bentuk kegiatan yang dilakukan oleh peserta internsip di wahana sangat
beragam sebagaimana sebuah aktivitas dokter yang bertugas disebuah fasilitas
pelayanan kesehatan. Kegiatan-kegiatan tersebut berupa praktik kedokteran di
bagian/instansi di wahana yang sedang ditempati, pengisian buku log kegiatan
sebagai bukti kegiatan yang telah dilaksanakan, pengisian boring portofolio untuk
melaporkan kasus menarik atau penting yang ditemukan peserta ketika menjalani
praktik kedokteran di wahana dan presentasi laporan kasus.
Setiap peserta akan dievaluasi oleh pendamping, koordinator wahana dan
KIDI Provinsi. Evaluasi meliputi sikap dan perilaku professional peserta yang
dilakukan melalui observasi oleh pendamping dan pemangku kepentingan yang
terkait serta kinerja peserta yang dilakukan melalui evaluasi buku log, portofolio
kasus, presentasi kasus, laporan mini project. Evaluasi kinerja dilakukan oleh
pendamping di setiap wahana. Bukti kehadiran peserta pada kegiatan di wahana
adalah daftar hadir peserta dan pendamping yang ditandatangani oleh Koordinator
Wahana. Laporan kegiatan peserta dibagi menjadi dua, yaitu buku log yang berisi
catatan kegiatan yang dilaksanakan setiap hari dengan mengisi sesuai kolom yang
telah tersedia di format buku log tersebut dan laporan kasus dalam bentuk
portofolio adalah laporan kasus menarik atau penting yang ditemukan olrh peserta
selama mengikuti kegiatan. Setiap peserta mendapatkan 21 buku log untuk catatan
kegiatan di rumah sakit dan puskesmas.


2.2.5 Kewajiban dan Hak
Setiap dokter, peserta internsip mempunyai kewajiban yaitu bekerja sesuai
dengan standar kompetensi, standar pelayanan dan standar profesi medik,
mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh selama
pendidikan dan mengaplikasikannya dalam pelayanan kesehatan,
mengembangkan keterampilan praktik kedokteran pelayanan kesehatan primer,
bekerja dalam batas kewenangan hokum dan etika, berperan aktif dalam tim
pelayanan kesehatan holistic, terpadu, paripurna, dan mematuhi ketentuan
perarturan perudang-undangan.
Di samping kewajiban, peserta juga mempunyai hak sebagai berikut mendapat
bantuan biaya hidup dan penggantian transportasi bagi dokter yang mengikuti
program internsip ikatan dinas, memilih fasilitas pelayanan kesehatan yan telah
ditetapkan oleh Menteri bagi dokter yang mengikuti program internsip mandiri,
mendapat perlindungan hukum dari Pemerintah selama menjalankan program
internsip sesuai dengan standar profesi, mendapatkan cuti selama sepuluh (10)
hari kerja yang tidak dilaksanakan secara berturut-turut untuk menjalankan
upacara pernikahan, menghadiri upacara kematian orang tua/saudara
kandung/kakek/nenek/suami/istri/anak, menjalankan tugas negara, menjalankan
tugas negara, menjalani rawat inap karena sakit yang dialami, mendapat izin
untuk tidak melaksanakan program internsip, diluar hak cuti sebagaimana
dimaksud pada butir 4 dan wajib mengganti sebanyak hari yang ditinggalkan dan
mendapat hak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


2.3 Teori dan Konsep Kinerja
Menurut Bernandin dan Russell (2003), kinerja adalah suatu hasil kerja
yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan, serta
waktu. Stewart (1993) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
seseorang yaitu kecerdasan, stabilitas emosional, motivasi kerja, situasi keluarga,
pengalaman kerja, kelompok kerja serta pengaruh eksternal.
Menurut Hayadi dan Kristiani (2007) kinerja merupakan gambaran tingkat
suatu pelaksanaan kegiatan atau program dalam usaha mencapai tujuan, misi, dan
visi organisasi. Istilah kinerja sering dipakai untuk menyebut prestasi atau tingkat
keberhasilan individu atau kelompok individu. Pengukuran kinerja merupakan
suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang mempuyai tujuan
strategis organisasi. Hasil pengukuran terhadap capaian kinerja sebagai dasar bagi
pengelola organisasi untuk perbaikan kinerja periode berikutnya.

2.2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Darma (2005), faktor-faktor tingkat kinerja meliputi mutu
pekerjaan, jumlah pekerjaan, efektifitas biaya dan inisiatif. Sementara
karakteristik individu yang mempengaruhi kinerja meliputi: umur, jenis kelamin,
pendidikan, lama kerja, penempatan kerja dan lingkungan kerja.
Terdapat tiga kelompok variabel yang mempengaruhi kinerja, yaitu: (1)
variabel individu, yang meliputi kemampuan dan ketrampilan, fisik maupun
mental, latar belakang, pengalaman dan demografi, umur dan jenis kelamin, asal
usul dan sebagainya. Kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi kinerja individu, sedangkan demografi mempunyai hubungan
tidak langsung pada perilaku dan kinerja, (2) variabel organisasi, yakni sumber
daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan, (3) variabel
psikologis, yakni persepsi, sikap, kepribadian, belajar, kepuasan kerja dan
motivasi. Persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang kompleks
dan sulit diukur serta kesempatan tentang pengertiannya sukar dicapai, karena
seseorang individu masuk dan bergabung ke dalam suatu organisasi kerja pada
usia, etnis, latar belakang, budaya dan ketrampilan yang berbeda satu sama
lainnya. Uraian dari variabel kinerja dapat dilihat sebagai berikut: (1)
tanggungjawab, yaitu kesanggupan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan
yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta
berani memikul risiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang
dilakukannya (Murlis, 2006); (2) inisiatif, yaitu prakarsa atau kemampuan seorang
bidan untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan suatu
tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu
perintah dari atasan, (Steers, 2005); dan (3) jumlah pekerjaan, variabel ini
berkembang berdasarkan kenyataan bahwa pekerjaan itu berbeda-beda satu sama
lain dimana beberapa diantaranya lebih menarik dan menantang dibanding
lainnya.
Menurut Muchlas (2006) terdapat 3 macam teori yang mendukung teori
karakteristik pekerjaan ini antara lain: (1) persyaratan tugas, yaitu model
karakteristik pekerjaan dan ciri persyaratan tugas dalam organisasi itu; (2) jumlah
produk yang dihasilkan dalam waktu tertentu dibandingkan dengan hasil yang
seharusnya dicapai sesuai standar atau dibandingkan dengan hasil pekerjaan orang
lain; (3) penilaian jumlah pekerjaan yang dilakukan menggunakan indikator-
indikator berupa umpan balik dari rekan, atasan, bawahan, orientasi waktu dan
menghargai produk dengan insentip yang sewajarnya (Jain, 2006) dan (4)
pemenuhan standar kerja, merupakan proses menghasilkan suatu kegiatan yang
berjalan sempurna, seluruh pekerjaan dilaksanakan secara rapi, sempurna, dapat
diterapkan dan akurat (Brocklesby, Cummings, 2006). Indikator yang dapat
dipakai untuk menilai pemenuhan standar kerja dapat dinilai dari mutu pekerjaan
dengan selalu menganalisis data, mempersiapkan diri dalam bekerja, memotivasi
pengembangan diri, mematuhi standar kerja yang ditetapkan, rapi, tertib, tidak
menghindari umpan balik, puas dengan perencanaan yang dapat dikerjakan dan
berusaha menjadi yang terbaik.


2.2.2 Aspek-aspek Kinerja
Malayu S. P. Kasibuan (2006: 25) mengemukakan bahwa aspek-aspek
yang dinilai kinerja mencakup sebagai berikut: (1) prestasi kerja. Penilai menilai
hasil kerja baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan dari uraian
jabatannya; (2) kejujuran. Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas-
tugasnya memenuhi perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang
lain; (3) kedisiplinan. Penilai menilai disiplin kayawan dalam melaksanakan
tugas-tugasnya dan menaati peraturan yang ada; (4) kreativitas; (5)
kepemimpinan; (6) kerjasama; (7) kepribadian; (8) prakarsa; (9) tanggung jawab;
(10) kecakapan.


2.4 Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka konsep

Faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja dokter internsip:
penempatan internsip
persepsi tunjangan hidup
durasi internsip
pembekalan internsip
sistem birokrasi internsip
persepsi kurikulum Fakultas
Kedokteran Universitas Jember
penerimaan internsip
kemampuan adaptasi
fasilitas
jumlah dan jenis penyakit
beban kerja
penerimaan masyarakat dan jajaran di
wahana
hak cuti
persepsi pengetahuan medis
upaya kesehatan masyarakat
peran dokter pendamping
minat menjadi dokter di Puskesmas
kemampuan komunikasi
kedisiplinan
pilihan tindakan
jenis kelamin
prestasi belajar
taraf kecerdasan
waktu kelulusan
Kinerja dokter
internsip di
Puskesmas


BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian observasional atau non eksperimental karena
tidak memerlukan intervensi dalam pengambilan data. Penelitian menggunakan
kuesioner untuk mengetahui kinerja dokter internsip kemudian menganalisis
faktor-faktor yang berperan menggunakan studi cross sectional. Penelitian cross
sectional adalah suatu penelitian yang mempelajari hubungan antara faktor resiko
dengan efek dengan melakukan pengukuran sesaat. Tidak semua subyek
penelitian diperiksa pada hari atau saat yang sama, akan tetapi baik faktor resiko
maupun efek dinilai hanya satu kali. Faktor resiko serta efek tersebut diukur
menurut keadaan saat dilakukan observasi. Peneliti memakai studi ini karena
mudah untuk dilakukan, murah, tidak memerlukan follow-up, cepat memperoleh
hasil, variabel bebas yang dipakai cukup banyak, dan dapat dipakai sebagai dasar
untuk penelitian perikutnya yang lebih konklusif.


3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan kepada beberapa dokter pendamping dan dokter
internsip di Puskesmas di kabupaten Jember, Banyuwangi, Bondowoso,
Probolinggo, Pamekasan, dan Kediri pada bulan Juli-September 2013. Fakultas
Kedokteran Universitas Jember dipilih sebagai tempat penelitian karena Fakultas
Kedokteran Universitas Jember telah menerapkan program internsip dengan
strategi pembelajaran KBK sejak tahun 2012.


3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah dokter pendamping dan dokter internsip.
Sampel dokter internsip yang dipilih adalah dokter internsip alumni Universitas
Jember yang sudah atau sedang melaksanakan program internsip di Puskesmas
karena mereka telah mengetahui mekanisme pelaksanaannya sehingga diharapkan
mereka akan memberikan persepsi yang sesuai dan akurat dengan keadaan yang
ada, khususnya di Puskesmas. Sedangkan sampel dokter pendamping yang dipilih
adalah supervisor dari setiap dokter internsip karena mereka lebih mengetahui
kinerja dari masing-masing dokter internsip secara akurat.


3.3.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi sampel penelitian yaitu sebagai berikut:
a. Dokter internsip alumni Fakultas Kedokteran Universitas Jember yang sedang
melaksanakan program internsip di Puskesmas.
b. Dokter internsip alumni Fakultas Kedokteran Universitas Jember yang telah
melaksanakan program internsip di Puskesmas.
c. Dokter pendamping dari tiap dokter internsip di Puskesmas.
d. Bersedia mengisi kuisioner yang telah disediakan sebagai tanda persetujuan
menjadi sampel penelitian.
Sedangkan, kriteria eksklusi sampel penelitian yaitu sebagai berikut:
a. Dokter internsip alumni Fakultas Kedokteran Universitas Jember yang
melaksanakan program internsip di Puskesmas kurang dari satu bulan.
b. Dokter pendamping dari tiap dokter internsip di Rumah Sakit.
c. Tidak mengisi kuesioner yang telah disediakan secara lengkap.
d. Mengisi kuesioner yang telah disediakan dengan jawaban lebih dari satu.


3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel
Pada penelitian ini, sampel dipilih dengan cara non probability sampling.
Prinsip non probability sampling adalah setiap subyek dari populasi tidak
mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai
sampel. Non probability sampling biasanya lebih praktis dan mudah dilakukan
daripada probability sampling. Selanjutnya, penelitian ini memakai tehnik
pengambilan sampel consecutive sampling, yaitu jenis non probability sampling
yang terbaik dan seringkali merupakan cara yang paling mudah di mana sampel
yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun
waktu tertentu, sehingga jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.


3.4 Variabel Penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja dokter internsip, antara lain penempatan internsip, persepsi
tunjangan hidup, durasi internsip, pembekalan internsip, sistem birokrasi
internsip, persepsi kurikulum Fakultas Kedokteran Universitas Jember,
penerimaan internsip, kemampuan adaptasi, fasilitas, jumlah dan jenis penyakit,
beban kerja, penerimaan masyarakat dan jajaran di wahana, hak cuti, persepsi
pengetahuan medis, upaya kesehatan masyarakat, peran dokter pendamping,
minat menjadi dokter di Puskesmas, kemampuan komunikasi, kedisiplinan,
pilihan tindakan, jenis kelamin, prestasi belajar, taraf kecerdasan, dan waktu
kelulusan. Sedangkan variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kinerja
dokter internsip.


3.5 Definisi Operasional
1. Kinerja dokter internsip
Kinerja adalah hasil yang dicapai oleh dokter internsip dalam melaksanakan
beban kerja dalam memberikan pelayanan kesehatan yang dapat dinilai oleh
dokter pendamping dengan alat ukur Instrumen Lembar Evaluasi Kinerja
Dokter Internsip UKM. Interpretasinya yaitu:
Baik, apabila > 50
Buruk, apabila 50
2. Dokter internsip
Dokter internsip adalah dokter yang baru menyelesaikan pendidikan
kedokteran berbasis kompetensi yang akan menjalankan praktik kedokteran
dan atau akan menjalani program dokter spesialis sebagai peserta program
internsip dokter.
3. Puskesmas
Menurut Departemen Kesehatan, Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi
fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang
juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan
kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah
kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
Sedangkan, definisi operasional variabel bebas dapat dilihat pada lampiran G.


3.6 Teknik dan Alat Perolehan Data
Penelitian dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang telah
dimodifikasi dan diisi oleh sampel dengan dipandu oleh peneliti. Kuesioner
adalah teknik pengumpulan data melalui formulir-formulir yang berisi
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada seseorang atau
sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan dan informasi
yang diperlukan oleh peneliti (Mardalis, 2008: 66).
Alat yang digunakan untuk memperoleh data pada penelitian ini adalah
kuisioner Health Profession Education Quality Project (HPEQ-Project) dan alat
tulis. Kuesioner ini merupakan kuesioner standar yang dibuat oleh Rachmani
(2013) dan telah dilakukan uji coba pada sampel terbatas.


3.7 Teknik Penyajian dan Analisis Data
Data dari analisis kuantitatif disajikan dalam bentuk grafik batang (bar
graph). Grafik ini mempresentasikan proporsi kinerja dokter internsip di
Puskesmas yang sangat baik, baik, buruk, dan sangat buruk. Tehnik penyajian
data dilakukan dengan pengeditan (editing), pengkodean (coding), processing,
dan pembersihan (cleaning). Untuk pemrosesan data, peneliti menggunakan
program SPSS for Window 16.0.
Data yang telah terkumpul dari kuisioner dianalisis menggunakan analisis
bivariat. Analisis bivariat adalah analisa yang dilakukan untuk menjelaskan
hipotesis hubungan variabel bebas dengan variabel terikat (Notoadmodjo, 2005).
Analisis bivariat penelitian ini menggunakan uji statistik Chi-Square.
Syarat uji Chi-Square :
1. Sudah dikategorikan
2. Skala ukur ordinal atau nominal bentuk data kategorik
3. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan / nilai ekspektasi (nilai E
kurang dari 1)
4. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan / nilai ekspektasi kurang
dari 5, lebih 20% dari keseluruhan sel
5. Jika syarat uji Chi-Square tidak terpenuhi, maka :
a. Alternatif uji Chi-Square untuk tabel 2x2 adalah uji Fisher Exact
b. Alternatif untuk tabel selain 2x2 adalah dengan penggabungan sel.
Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha
diterima bila didapatkan nilai p < 0,05 dan Ho diterima dan Ha ditolak bila
didapatkan nilai p 0,05.
Setelah dilakukan uji Chi-Square, data yang memenuhi syarat selanjutnya
dilakukan analisis menggunakan analisis multivariat. Data dianggap memenuhi
syarat apabila analisis bivariatnya memenuhi nilai p 0,25. Analisis ini bertujuan
untuk melihat beberapa variabel (lebih dari satu) independen dengan satu atau
beberapa variabel dependen (umumnya satu variabel dependen). Dalam analisa
multivariat, akan diketahui variabel independen mana yang paling besar
pengaruhnya terhadap variabel dependen (Hastono: 2007).
Pada penelitian ini analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik.
Regresi logistik adalah salah satu pendekatan model matematis yang digunakan
untuk menganalisis hubungan satu atau beberapa variabel independen dengan
sebuah variabel dependen kategori yang bersifat dikotom. Variabel kategori yang
dikotom adalah variabel yang mempunyai dua nilai variasi. Pada regresi logistik,
variabel dependen dihitung menggunakan proporsi.
Menurut Hastono (2007), untuk penelitian yang bersifat cross sectional,
interpretasi yang dapat dilakukan hanya menjelaskan nilai Rasio Odds pada
masing-masing variabel. Oleh karena analisisnya multivariat, maka nilai Rasio
Odds-nya sudah terkontrol oleh variabel lain yang ada pada model. Untuk melihat
variabel mana yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel dependen, dilihat
dari nilai Rasio Odds untuk variabel yang signifikan. Artinya, semakin besar nilai
Rasio Odds, maka semakin besar pengaruhnya terhadap variabel dependen yang
dianalisis.


3.8 Alur Penelitian













Gambar 3.1 Alur penelitian


3.9 Kelayakan Etik
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologis yang menggunakan
subyek penelitian manusia. Walaupun mungkin penelitian ini tidak akan
merugikan atau membahayakan bagi subjek penelitian, namun dalam
melaksanakan sebuah penelitian harus memegang prinsip dasar penelitian yang
meliputi, a) menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human
diginity), b) menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for
privacy and confidentially), c) keadilan dan inklusivitas atau keterbukaan (respect
for justice an inclusiveness), d) memperhitungkan manfaat dan kerugian yang
ditimbulkan (balancing harms and benefits) (Notoatmodjo, 2012). Untuk
Dokter Internsip Dokter pendamping
Penyebaran kuesioner tentang
Penilaian Kinerja Dokter Internsip
Penyebaran kuesioner tentang
persepsi Program Internsip
Pengolahan data
Analisis data
Survey Persepsi Program Internsip dan Kinerja Dokter
Internsip
Dokter Internsip dan Dokter
Pendamping
Kesimpulan dan saran
mendapatkan surat keterangan kelayakan etik, penelitian ini akan diajukan kepada
Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Jember.




BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Pada penelitian yang dilakukan dengan penyebaran kuesioner pada dokter
internsip lulusan Universitas Jember angkatan 2006 dan angkatan 2007 yang
sedang atau telah melewati fase internsip di Puskesmas, didapatkan bahwa jumlah
populasi awal penelitian ini adalah 66 dokter internsip. Dari jumlah tersebut,
dokter internsip yang mengisi kuesioner dengan lengkap berjumlah 54 orang.
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan dengan penyebaran kuesioner pada 6
dokter pendamping di tiap Puskesmas untuk mengetahui seberapa baiknya kinerja
dokter internsip dan didapatkan 53 penilaian terhadap dokter internsip. Setelah
dilakukan penyaringan, dokter internsip yang sudah mengisi kuesioner yang
kinerjanya sudah dinilai oleh dokter pendamping, didapatkan sampel akhir
berjumlah 52 orang. Hasil ini selanjutnya digunakan untuk mencari faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja dokter internsip. Diagram 4.1 di bawah ini
menunjukkan skor kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember.


Gambar 4.1 Diagram skor kinerja dokter internsip

Diagram 4.1 menunjukkan bahwa dokter internsip lulusan Universitas
Jember yang mempunyai kinerja baik 59,6%. Sedangkan, dokter internsip lulusan
59,60%
40,40%
Persentase
Kinerja baik
Kinerja kurang baik
Universitas Jember yang mempunyai kinerja kurang baik berjumlah 40,4%.
Sedangkan, tabel 4.1 di bawah ini menunjukkan sebaran karakteristik menurut
kinerja dokter internsip.

Tabel 4.1 Sebaran karakteristik menurut kinerja dokter internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Jumlah
Kurang baik Baik
n % n % n %
Prestasi belajar
Kurang baik
Baik

6

40,0

9

60,0

15

100,0
7 31,7 19 68,3 26 100,0
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan

7

35,0

13

65,0

19

100,0
14 43,8 18 56,3 32 100,0
Taraf kecerdasan
Rata-rata
Superior

9

27,3

24

72,7

33

100,0
4 50,0 4 50,0 8 100,0
Waktu kelulusan
Terlambat
Tepat waktu

19

76,0

6

24,0

25

100,0
2 7,4 25 92,6 27 100,0
Penempatan internsip
Kurang adil
Adil

7

53,8

6

46,2

13

100,0
14 36,8 24 63,2 38 100,0
Durasi internsip
Kurang cukup
Cukup

1

20,0

4

80,0

5

100,0
20 42,6 27 57,4 47 100,0
Persepsi tunjangan hidup
Kurang cukup
Cukup

20

47,6

22

52,4

42

100,0
1 10,0 9 90,0 10 100,0
Sistem birokrasi internsip
Kurang mudah
Mudah

12

50,0

12

50,0

24

100,0
9 32,1 19 67,9 28 100,0
Pembekalan internsip
Kurang jelas
Jelas

5

35,7

9

64,3

14

100,0
16 42,1 22 57,9 38 100,0
Penerimaan internsip
Kurang menerima
Menerima

15

62,5

9

37,5

24

100,0
6 21,4 22 76,6 28 100,0
Penerimaan oleh masyarakat dan
jajaran di wahana
Kurang menerima
Menerima

2

66,7

1

33,3

3

100,0
19 38,8 31 61,2 50 100,0
Fasilitas Puskesmas
Kurang mendukung
Mendukung

8

36,4

14

63,6

22

100,0
13 43,3 17 56,7 30 100,0
Adaptasi
Kurang mudah
Mudah

11

84,6

2

15,4

13

100,0
10 25,6 29 74,4 39 100,0
Beban kerja
Kurang cukup
Cukup

5

50,0

5

50,0

10

100,0
16 38,1 26 61,9 42 100,0
Jumlah dan jenis kasus
Kurang cukup
Cukup

13

59,1

9

40,9

22

100,0
8 26,7 22 73,3 30 100,0
Hak cuti
Kurang adil
Adil

4

26,7

11

73,3

15

100,0
17 45,9 20 54,1 37 100,0
Kurikulum FK UJ
Kurang memadai
Memadai

2

26,6

5

71,4

7

100,0
19 42,2 26 57,8 45 100,0
Persepsi pengetahuan medis
Kurang cukup
Cukup

1

50,0

1

50,0

2

100,0
20 40,0 30 60,0 50 100,0
Upaya kesehatan masyarakat
Kurang sesuai
Sesuai

11

61,1

7

38,9

18

100,0
10 29,4 24 70,6 34 100,0
Peran dokter pendamping
Kurang sesuai
Sesuai

15

65,2

8

34,8

23

100,0
6 20,7 23 79,3 29 100,0
Minat menjadi dokter Puskesmas
Kurang sesuai
Sesuai

14
7

46,7
31,8

16
15

53,3
68,2

30
22

100,0
100,0
Kedisiplinan
Kurang baik
Baik

13
8
59,1
26,7
9
22
40,9
73,3
22
30
100,0
100,0
Komunikasi
Kurang efektif
Efektif

10
11
62,5
30,6
6
25
37,5
69,4
16
36
100,0
100,0
Plihan tindakan
Kurang tepat
Tepat

9
12

75
30

3
28

25
70

12
52

100,0
100,0

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa subjek penelitian terdistribusi merata
berdasarkan prestasi belajar, jenis kelamin, taraf kecerdasan, waktu kelulusan,
penempatan internsip, durasi internsip, persepsi tunjangan hidup, sistem birokrasi
internsip, pembekalan intensip, penerimaan internsip, penerimaan oleh jarjaran di
wahana dan masyarakat, fasilitas Puskesmas, proses adaptasi, beban kerja, jumlah
dan jenis kasus, hak cuti, kurikulum FK UJ, persepsi pengetahuan medis, upaya
kesehatan masyarakat, peran dokter pendamping, minat menjadi dokter
Puskesmas, kedisiplinan, komunikasi, dan pilihan tindakan.


4.2.Analisis Hasil
Pada penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara masing-
masing faktor dengan kinerja dokter internsip dilakukan dengan uji Chi-Square.
Setelah dilakukan uji Chi-Square, data selanjutnya yang berpotensi dilakukan
analisis menggunakan analisis multivariat dengan uji statistik regresi logistik.
Analisis ini bertujuan untuk melihat faktor apa yang paling besar pengaruhnya
terhadap kinerja dokter internsip.


4.2.1 Uji Chi-Square
Berdasarkan uji Chi-Square, semua variabel independen dianalisis dan
dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima bila didapatkan nilai p <
0,05 dan Ho diterima dan Ha ditolak bila didapatkan nilai p 0,05. Data
dilakukan uji Chi-Square dengan derajat kepercayaan 95% dan diperoleh hasil
seperti pada tabel-tabel di bawah ini.

Tabel 4.2 Hubungan antara prestasi belajar dan kinerja dokter internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio
Odds
Derajat
kepercayaan
95%
Nilai p
Kurang baik Baik
n % n %
Prestasi belajar
Kurang baik
Baik

6
7

40,0
31,7

9
19

60,0
68,3


1,810


0,470-6,969


0,492

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa prestasi belajar tidak mempengaruhi kinerja
dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.

Tabel 4.3 Hubungan antara jenis kelamin dan kinerja dokter internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio
Odds
Derajat
kepercayaan
95%
Nilai p
Kurang baik Baik
n % n %
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan

7
14

35,0
43,8

13
18

65,0
56,3


0,593


0,180-1,957


0,389

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi kinerja
dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.

Tabel 4.4 Hubungan antara taraf kecerdasan dan kinerja dokter internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio
Odds
Derajat
kepercayaan
95%
Nilai p
Kurang baik Baik
n % n %
Taraf kecerdasan
Rata-rata
Superior

9
4

27,3
50,0

24
4

72,7
50,0


0,375


0,077-1,827


0,215

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa taraf kecerdasan tidak mempengaruhi
kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.

Tabel 4.5 Hubungan antara waktu kelulusan dengan kinerja dokter internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio
Odds
Derajat
kepercayaan 95%
Nilai p
Kurang baik Baik
n % n %
Waktu kelulusan
Terlambat
Tepat waktu

19
2

76,0
7,4

6
25

24,0
92,6


39,583


7,175-218,389


0,000

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa waktu kelulusan mempengaruhi kinerja
dokter internsip karena didapatkan nilai p < 0,05.

Tabel 4.6 Hubungan antara penempatan internsip dengan kinerja dokter internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio
Odds
Derajat
kepercayaan
95%
Nilai p
Kurang baik Baik
n % n %
Penempatan internsip
Kurang adil
Adil

7

53,8

6

46,2

14 36,8 24 63,2 2,000 0,559-7,151 0,282

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa penempatan internsip tidak mempengaruhi
kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.

Tabel 4.7 Hubungan antara durasi internsip dengan kinerja dokter internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio
Odds
Derajat
kepercayaan
95%
Nilai p
Kurang baik Baik
n % n %
Durasi internsip
Kurang cukup
Cukup

1

20,0

4

80,0

20 42,6 27 57,4 0,338 0,035-3,255 0,637

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa durasi internsip tidak mempengaruhi
kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.

Tabel 4.8 Hubungan antara persepsi tunjangan hidup dengan kinerja dokter
internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio
Odds
Derajat
kepercayaan
95%
Nilai p
Kurang baik Baik
n % n %
Persepsi tunjangan hidup
Kurang cukup
Cukup

20

47,6

22

52,4

1 10,0 9 90,0 8,182 0,950-70,444 0,036

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa persepsi tunjangan hidup mempengaruhi
kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p < 0,05.

Tabel 4.9 Hubungan antara sistem birokrasi dengan kinerja dokter internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio
Odds
Derajat
kepercayaan
95%
Nilai p
Kurang baik Baik
n % n %
Sistem birokrasi internsip
Kurang mudah
Mudah

12

50,0

12

50,0

9 32,1 19 67,9 2,111 0,684-6,513 0,191

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa sistem birokrasi internsip yang berlaku saat
ini tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.

Tabel 4.10 Hubungan antara pembekalan internsip dengan kinerja dokter internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio
Odds
Derajat
kepercayaan
95%
Nilai p
Kurang baik Baik
n % n %
Pembekalan internsip
Kurang jelas
Jelas

5

35,7

9

64,3

16 42,1 22 57,9 0,764 0,215-2,717 0,677

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa pembekalan internsip tidak
mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.

Tabel 4.11 Hubungan antara penerimaan internsip dengan kinerja dokter internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio
Odds
Derajat
kepercayaan
95%
Nilai p
Kurang baik Baik
n % n %
Penerimaan internsip
Kurang menerima
Menerima

15

62,5

9

37,5

6 21,4 22 76,6 6,111 1,797-20,779 0,003

Tabel 4.11 menunjukkan bahwa penerimaan internsip mempengaruhi
kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p < 0,05.

Tabel 4.12 Hubungan penerimaan oleh masyarakat dan jajaran di wahana dalam
mempengaruhi kinerja dokter internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio
Odds
Derajat
kepercayaan
95%
Nilai p
Kurang baik Baik
n % n %
Penerimaan oleh masyarakat
dan jajaran di wahana
Kurang menerima
Menerima

2

66,7

1

33,3

19 38,8 31 61,2 3,158 0,268-37,270 0,558

Tabel 4.12 menunjukkan bahwa penerimaan oleh masyarakat dan jajaran
di wahana internsip tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena
didapatkan nilai p > 0,05.

Tabel 4.13 Hubungan antara fasilitas Puskesmas dengan kinerja dokter internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio
Odds
Derajat
kepercayaan
95%
Nilai p
Kurang baik Baik
n % n %
Fasilitas Puskesmas
Kurang mendukung

8

36,4

14

63,6

Mendukung 13 43,3 17 56,7 0,747 0,241-2,312 0,613

Tabel 4.13 menunjukkan bahwa fasilitas Puskesmas tidak mempengaruhi
kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.

Tabel 4.14 Hubungan antara adaptasi dengan kinerja dokter internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio
Odds
Derajat
kepercayaan
95%
Nilai p
Kurang baik Baik
n % n %
Adaptasi
Kurang mudah
Mudah

11

84,6

2

15,4

10 25,6 29 74,4 15,950 3,005-84,670 0,000

Tabel 4.14 menunjukkan bahwa proses adaptasi mempengaruhi kinerja
dokter internsip karena didapatkan nilai p < 0,05.

Tabel 4.15 Hubungan beban kerja dalam mempengaruhi kinerja dokter internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio
Odds
Derajat
kepercayaan
95%
Nilai p
Kurang baik Baik
n % n %
Beban kerja
Kurang cukup
Cukup

5

50,0

5

50,0

16 38,1 26 61,9 1,625 0,406-6,506 0,490

Tabel 4.15 menunjukkan bahwa beban kerja tidak mempengaruhi kinerja
dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.

Tabel 4.16 Hubungan antara jumlah dan jenis kasus dengan kinerja dokter
internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio
Odds
Derajat
kepercayaan
95%
Nilai p
Kurang baik Baik
n % n %
Jumlah dan jenis kasus
Kurang cukup
Cukup

13
8

59,1
26,7

9
22

40,9
73,3


3,972


1,229-12,843


0,019

Tabel 4.16 menunjukkan bahwa jumlah dan jenis kasus mempengaruhi
kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p < 0,05.

Tabel 4.17 Hubungan antara hak cuti dengan kinerja dokter internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio
Odds
Derajat
kepercayaan
95%
Nilai p
Kurang baik Baik
n % n %
Hak cuti
Kurang adil
Adil

4
17

26,7
45,9

11
20

73,3
54,1


0,426


0,115-1,593


0,199

Tabel 4.17 menunjukkan bahwa hak cuti tidak mempengaruhi kinerja
dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.

Tabel 4.18 Hubungan antara kurikulum FK UJ dengan kinerja dokter internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio
Odds
Derajat
kepercayaan
95%
Nilai p
Kurang baik Baik
n % n %
Kurikulum FK UJ
Kurang memadai
Memadai

2
19

26,6
42,6

5
26

71,4
57,8


0,547


0,096-3,129


0,494

Tabel 4.18 menunjukkan bahwa kurikulum FK UJ tidak mempengaruhi
kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai nilai p > 0,05.

Tabel 4.19 Hubungan antara persepsi pengetahuan medis dengan kinerja dokter
internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio
Odds
Derajat
kepercayaan
95%
Nilai p
Kurang baik Baik
n % n %
Persepsi pengetahuan medis
Kurang cukup
Cukup

1
20

50,0
40,0

1
30

50,0
60,0


1,500


0,089-25,392


1,000

Tabel 4.19 menunjukkan bahwa persepsi pengetahuan medis tidak
mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.

Tabel 4.20 Hubungan antara upaya kesehatan masyarakat dengan kinerja dokter
internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio
Odds
Derajat
kepercayaan
95%
Nilai p
Kurang baik Baik
n % n %
Upaya kesehatan masyarakat
Kurang sesuai
Sesuai

11
10

61,1
29,4

7
24

38,9
70,6


3,711


1,135-12,533


0,027

Tabel 4.20 menunjukkan bahwa upaya kesehatan masyarakat
mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p < 0,05.

Tabel 4.21 Hubungan antara peran dokter pendamping dengan kinerja dokter
internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio
Odds
Derajat
kepercayaan
95%
Nilai p
Kurang baik Baik
n % n %
Peran dokter pendamping
Kurang sesuai
Sesuai

9
12

75
30

3
28

25
70


7,000


1,607-30,483


0,008

Tabel 4.21 menunjukkan bahwa peran dokter pendamping mempengaruhi
kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p < 0,05.

Tabel 4.22 Hubungan antara minat menjadi dokter Puskesmas dengan kinerja
dokter internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Derajat Nilai p
Kurang baik Baik Odds kepercayaan
95% n % n %
Minat menjadi dokter
Puskesmas
Kurang sesuai
Sesuai


14
7


46,7
31,8


16
15


53,3
68,2



1,875



0,595-5,914



0,281

Tabel 4.22 menunjukkan bahwa minat menjadi dokter Puskesmas tidak
mempengaruhi kinerja dokter internsip karena didapatkan nilai p > 0,05.

Tabel 4.23 Hubungan antara kedisiplinan dengan kinerja dokter internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio
Odds
Derajat
kepercayaan
95%
Nilai p
Kurang baik Baik
n % n %
Kedisiplinan
Kurang baik
Baik

13
8
59,1
26,7
9
22
40,9
73,3

3,972

1,229-12,843

0,019

Tabel 4.23 menunjukkan bahwa kedisiplinan mempengaruhi kinerja dokter
internsip karena didapatkan nilai p < 0,05.

Tabel 4.24 Hubungan antara komunikasi dengan kinerja dokter internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio
Odds
Derajat
kepercayaan
95%
Nilai p
Kurang baik Baik
n % n %
Komunikasi
Kurang efektif
Efektif

10
11
62,5
30,6
6
25
37,5
69,4

3,788

1,101-13,035

0,030

Tabel 4.24 menunjukkan bahwa komunikasi mempengaruhi kinerja
dokter internsip karena didapatkan nilai p < 0,05.

Tabel 4.25 Hubungan antara pilihan tindakan dengan kinerja dokter internsip
Variabel Kinerja dokter internsip Rasio Derajat Nilai p
Kurang baik Baik Odds kepercayaan
95% n % n %
Plihan tindakan
Kurang tepat
Tepat

15
6

65,2
20,7

8
23

34,8
79,3


7,188


2,075-24,897


0,001

Tabel 4.25 menunjukkan bahwa pilihan tindakan mempengaruhi kinerja
dokter internsip karena didapatkan nilai p < 0,05.



4.2.2 Uji Regresi Logistik
Setelah dilakukan uji Chi-Square, variabel yang berpotensi mempengaruhi
kinerja dokter internsip diuji menggunakan regresi logistik. Variabel dinyatakan
berpotensi apabila analisis bivariatnya memenuhi nilai p < 0,25. Namun, ketika
variabel yang mempunyai nilai p < 0,25 dianalisis, terdapat ketidakvalidan hasil
data karena jumlah variabel yang diuji terlalu banyak. Oleh karena itu, peneliti
memasukkan variabel dengan nilai p < 0,05 saja. Uji regresi logistik menunjukkan
hasil seperti pada tabel 4.26 berikut.

Tabel 4.26 Hasil analisis multivariat regresi logistik
Variabel Koefisien Nilai p Rasio Odds Derajat kepercayaan 95%
Upaya kesehatan masyarakat 0,490 0,691 1,632 0,145-18,332
Penerimaan internsip 0,667 0,674 1,948 0,087-43,499
Persepsi tunjangan hidup 1,078 0,549 2,937 0,087-99,497
Hak cuti -1,113 0,391 0,329 0,026-4,173
Kedisiplinan 0,987 0,398 2,684 0,272-26,522
Pilihan tindakan 1,029 0,439 2,798 0,207-37,891
Komunikasi 1,332 0,217 3,788 0,458-31,327
Adaptasi 2,409 0,079 11,128 0,756-163,734
Peran dokter pendamping 2,524 0,031 12,483 1,260-123,633
Waktu kelulusan 2,391 0,022 10,929 1,410-84,692

Dari analisis multivariat pada tabel 4.26 menunjukkan bahwa variabel yang
bermakna terhadap kinerja dokter internsip adalah peran dokter pendamping dan
waktu kelulusan, yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi yang kurang dari
0,05, yaitu nilai signifikansi peran dokter pendamping sebesar 0,031 dan nilai
signifikansi waktu kelulusan sebesar 0,022. Sedangkan, faktor-faktor lain berupa
upaya kesehatan masyarakat, penerimaan internsip, persepsi tunjangan hidup, hak
cuti, kedisiplinan, pilihan tindakan, komunikasi, dan adaptasi terbukti tidak
bermakna terhadap kinerja dokter internsip karena nilai signifikansinya lebih
besar dari 0,05.
Dalam data ini, nilai koefisien dan Rasio Odds peran dokter pendamping
menunjukkan nilai yang paling besar, yaitu 2,524 dan 12,843. Artinya, dokter
internsip yang didampingi oleh dokter senior yang dapat berperan sesuai tugasnya
memiliki kinerja 13 kali lebih baik dibanding yang didampingi oleh dokter senior
yang kurang dapat berperan sesuai tugasnya. Sedangkan, waktu kelulusan
menunjukkan nilai koefisien dan Rasio Odds sebesar 2,391 dan 10,929. Artinya,
dokter internsip yang lulus tepat waktu memiliki kinerja 11 kali lebih baik
dibanding dokter internsip yang lulus terlambat. Dilihat dari besar nilai koefiien
dan Rasio Odds, peran dokter pendamping adalah faktor yang paling
mempengaruhi kinerja dokter internsip.


4.3.Pembahasan
Menurut Bernandin dan Russell (2003), kinerja adalah suatu hasil kerja
yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan, serta
waktu. Istilah kinerja sering dipakai untuk menyebut prestasi atau tingkat
keberhasilan individu atau kelompok individu. Penilaian kerja dijelaskan oleh
Schuler dan Jackson sebagai suatu sistem formal yang terstruktur dalam
mengukur berbagai sifat yang berkaitan erat dengan pekerjaan, perilaku,
kehadiran serta hasil dan suatu pencapaian target-target tertentu yang mempuyai.
Fokus dari penilaian kinerja tersebut adalah untuk mengetahui seberapa besar
produktifitas seorang dan apakah seseorang tersebut bisa berkinerja baik atau
lebih efektif pada masa-masa yang akan datang dan dijadikan sebagai dasar bagi
pengelola organisasi untuk perbaikan kinerja periode berikutnya.
Pada penelitian ini, kinerja seorang dokter internsip diukur dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya dianalisis. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi
kinerja dokter internsip yaitu prestasi belajar, jenis kelamin, taraf kecerdasan,
waktu kelulusan, penempatan internsip, durasi internsip, persepsi tunjangan hidup
internsip, sistem birokrasi internsip, pembekalan internsip, penerimaan internsip,
penerimaan oleh masyarakat dan jajaaran di wahana, fasilitas, adaptasi, beban
kerja, jumlah dan jenis kasus, hak cuti, kurikulum FK UJ, persepsi pengetahuan
medis, upaya kesehatan masyarakat, peran dokter pendamping, minat menjadi
dokter di Puskesmas, kedisiplinan, komunikasi, dan pilihan tindakan.
Analisis pertama yang dilakukan adalah uji Chi-Square untuk mengetahui
hubungan antara masing-masing faktor dengan kinerja dokter internsip dengan
interval kepercayaan 95%. Berdasarkan uji Chi-Square, semua variabel
independen dianalisis dan dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima
bila didapatkan nilai p < 0,05. Sedangkan, Ho diterima dan Ha ditolak bila
didapatkan nilai p 0,05
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar tidak berpengaruh
terhadap kinerja dokter internsip dengan nilai signifikansi sebesar 0,492 (p >
0,05). Tidak ada perbedaan kinerja dokter internsip lulusan Universitas Jember
pada tiap-tiap kelompok prestasi belajar. Hal ini disebabkan oleh data prestasi
belajar yang digunakan yaitu merupakan Indeks Prestasi saat awal semester pre-
klinik. Sedangkan, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Jember lulus dan
menjalani program internsip beberapa tahun setelahnya. Sedangkan, kinerja
seseorang akan terus berkembang seiring berjalannya waktu. Padahal, prestasi
belajar diduga mempengaruhi waktu kelulusan sehingga secara tidak langsung
dapat mempengaruhi kinerja dokter internsip. Oleh karena itu, diharapkan
dilakukan penelitian lanjutan untuk meneliti prestasi belajar yang menggunakan
data Indeks Prestasi Kumulatif akhir.
Menurut hasil yang diperoleh dengan analisis menggunakan uji Chi-Square,
didapatkan bahwa jenis kelamin juga tidak berpengaruh terhadap kinerja dokter
internsip dengan nilai signifikansi sebesar 0,532 (p > 0,05). Artinya, jenis kelamin
apapun mempunyai kemungkinan dan variasi kinerja yang sama. Hasil penelitian
ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh tim dari University of
California dan beberapa universitas di Madrid yang menyatakan bahwa
perempuan bisa melakukan berbagai tugas lebih cepat dan lebih baik karena
sekitar delapan persen otak perempuan lebih kecil dibandingkan dengan laki-laki.
Mereka menilai bahwa semakin kecil ukuran otak, maka semakin
kecil hippocampus, yaitu bagian otak yang bertanggung jawab atas memori,
kecerdasan, dan perilaku, sehingga neuron yang menyusun otak perempuan dapat
lebih mudah berkomunikasi antara satu dengan lainnya daripada neuron yang
ditemukan di dalam otak laki-laki sehingga perempuan memiliki kemampuan
menyelesaikan pekerjaan yang diberikan akan semakin baik.
Sedangkan, taraf kecerdasan tidak berpengaruh terhadap kinerja dokter
internsip dengan nilai signifikansi sebesar 0,215 (p < 0,05). Hal ini berbeda
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Daniel Goleman bahwa faktor
penentu kesuksesan sesorang 20 % ditentukan oleh IQ (Intelligence Quotient) atau
taraf kecerdasan. Dia menyebutkan bahwa orang dengan kecerdasan intelektual
tinggi akan memiliki ingatan yang baik, kemampuan numerik, kemampuan
mengolah informasi, kemampuan menggunakan logika dan menganalisa serta
menyelesaikan sebuah masalah sehingga pekerjaan yang dihasilkan lebih teratur
dan akurat. Menurut hasil wawancara yang dilakukan pada penelitian terdahulu,
hasil penelitian yang berbeda ini dapat dikarenakan orang yang mempunyai
intelegensi tinggi belum tentu menyukai pelajaran di bidang kedokteran, namun
lebih menyukai pelajaran matematika, fisika, dan bukan pelajaran yang
mengharuskan untuk menghafal banyak materi seperti pelajaran di bidang
kedokteran. Hal ini menyebabkan lebih banyak faktor lain yang lebih
mempengaruhi kinerja ketika menjadi dokter internsip, seperti motivasi kerja
ataupun kerajinan dari masing-masing individu tersebut.
Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa waktu kelulusan sangat
mempengaruhi kinerja dokter internsip dengan nilai signifikansi sebesar 0,00 (p <
0,05). Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja yang dihasilkan oleh
seorang dokter internsip yang lulus tepat waktu dibandingkan dokter internsip
yang lulus terlambat. Dokter internsip yang lulus tepat waktu memiliki kinerja 40
kali lebih baik daripada dokter internsip yang lulus terlambat. Waktu kelulusan
dinilai sesuai dengan kualitas pendidikan dan kemampuan kerja yang dimiliki.
Artinya, seseorang yang lulus tepat waktu menandakan kemampuan kerja yang
dimiliki lebih baik daripada seseorang yang lulus terlambat karena ia telah
melewati nilai batas standar kompetensi pada target waktu yang telah ditentukan.
Selain itu, penempatan internsip tidak berpengaruh terhadap kinerja dokter
internsip karena nilai signifikansinya menunjukkan angka 0,282 (p > 0,05). Tidak
ada perbedaan kinerja dokter internsip yang bermakna pada dokter internsip. Hal
ini dapat dikarenakan oleh penempatan internsip dinilai sudah berkeadilan.
Durasi program internsip yang harus ditempuh oleh dokter baru yaitu
selama satu tahun, yang dibagi menjadi delapan bulan di Rumah Sakit dan empat
bulan di Puskesmas. Pada penelitian ini didapatkan bahwa durasi program
internsip tidak berpengaruh terhadap kinerja dokter internsip dengan nilai
signifikansi 0,637 (p > 0,05). Hal ini dapat dikarenakan durasi internsip dianggap
sudah memenuhi tujuan dan sasaran akhir program internsip.
Persepsi tunjangan hidup berupa gaji dan jaminan sosial yang diberikan
pada dokter internsip selama ini dinilai kurang mencukupi kebutuhan, yaitu
sebesar satu juta dua ratus ribu rupiah per bulan dan diberikan setiap tiga bulan.
Hal ini mempengaruhi kinerja dokter internsip dengan nilai signifikansi sebesar
0,036 (p < 0,05). Dokter internsip yang memiliki persepsi tunjangan hidup lebih
baik akan memiliki kinerja 8 kali lebih baik pula. Menurut Yudi (2012), dalam
pemberian gaji harus jelas dan sesuai dengan lima kriteria yaitu kredibilitas,
transparansi, akuntabilitas, tanggungjawab, dan keadilan. Gaji merupakan upah
yang di terima oleh seorang atas pekerjaan yang dilakukan. Tunjangan hidup yang
diberikan secara tidak langsung memberi dorongan moral bagi seseorang dalam
melakukan pekerjaannya dan merangsang seseorang untuk berprestasi. Oleh
karena itu, jika tunjangan hidup yang diterima kurang memenuhi kebutuan hidup,
maka akan menyebabkan ketidaksinambungan kerja, apalagi jika jika gaji yang
diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan hidup sesuai daerah yang ditempati,
terutama dokter internsip yang bertempat di luar Jawa atau sudah menikah. Gaji
harus sesuai dengan apa yang mereka kerjakan agar tercipta kondisi dimana
kesejahteraan seseorang terjamin, dan kesewenang-wenangan dalam memberikan
tunjangan berakibat pada kinerja yang tidak berjalan dengan baik. Hal ini serupa
dengan penelitian Robinson dan Larsen (2000) terhadap para pegawai penyuluh
kesehatan pedesaan di Columbia yang menunjukkan bahwa pemberian imbalan
mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja pegawai dibanding pada
kelompok pegawai yang tidak diberi.
Sistem birokrasi yaitu suatu sistem yang terstruktur dengan tugas-tugas rutin
dengan berbagai aturan dengan berbagai spesialisasi (Anto, 2007). Pada penelitian
yang dilakukan tidak terdapat pengaruh antara sistem birokrasi internsip yang
berlaku saat ini dengan kinerja dokter internsip karena nilai signifikansi
menunjukkan 0,191 (p > 0,05). Hal ini disebabkan oleh sistem birokrasi hanya
sebagai suatu struktur pengikat antara atasan dan bawahan.
Sosialisasi adalah adalah proses belajar yang kompleks. Dengan sosialisasi,
manusia sebagai makhluk biologis menjadi manusia yang berbudaya, yang cakap
menjalankan fungsinya dengan tepat sebagai individu dan sebagai anggota
kelompok. Sosialisasi merupakan proses penanaman kecakapan dan sikap yang
diperlukan untuk dapat memainkan peran sosial di masyarakat. Di sisi lain,
lingkungan tempat ia berada dan berinteraksi memiliki nilai dan norma yang
mengarahkan perilaku. Dalam proses sosialisasi, seorang individu berusaha
menyesuaikan impuls-impuls dalam dirinya dengan tekanan nilai dan norma yang
mengikatnya (Suhardi dan Sunarti, 2009). Sosialisasi internsip diberikan oleh
KIDI provinsi selama satu hari sebelum kegiatan internsip dimulai dan diberikan
di wahana selama minggu pertama pelaksanaan PIDI untuk memberikan
kesempatan peserta untuk mengenal birokrasi internsip dan wahana yang akan
ditempatinya. Sosialisasi internsip dinilai dapat mempengaruhi penerimaan
internsip sehingga secara tidak langsung berpengaruh pula terhadap kinerja dokter
internsip. Namun, dari hasil uji Chi-Square, sosialisasi tidak mempengaruhi
kinerja dokter internsip karena nilai signifikansi menunjukkan 0,677 (p > 0,05).
Hal ini dapat disebabkan oleh pembekalan yang diberikan kurang memberikan
kejelasan tugas dan wewenang dan kurang menarik sehingga tidak memacu
semangat kerja dokter internsip.
Menurut hasil yang diperoleh dengan analisis menggunakan uji Chi-Square,
didapatkan bahwa penerimaan internsip terbukti mempengaruhi kinerja dokter
internsip karena nilai signifikansi penerimaan internsip menunjukkan 0,003
(p<0,05). Dokter internsip yang menerima program internsip memiliki kinerja 6
kali lebih baik daripada dokter internsip yang kurang menerima program
internsip. Hal ini disebabkan oleh pemikiran positif terhadap penerimaan internsip
tersebut mendukung semangat kerja dan keterbukaan dokter internsip terhadap
dokter dan jajaran lain sehingga mereka dengan mudah berbagi pengalaman kerja.
Hal ini menyebabkan berbagai masalah dan pekerjaan saat menjalani internsip
dapat diselesaikan dengan mudah.
Sedangkan, penerimaan oleh masyarakat dan jajaran di wahana tidak
mempengaruhi kinerja dokter internsip karena nilai signifikansi menunjukkan
0,558 (p > 0,05). Tidak terbukti terdapat pengaruh antara penerimaan oleh
masyarakat dan jajaran di wahana terhadap kinerja dokter internsip. Hal ini dapat
dikarenakan sebagian besar dokter internsip telah disambut dan diperlakukan
dengan baik oleh masyarakat sekitar maupun jajaran di wahana internsip.
Selain itu, fasilitas tidak terbukti mempengaruhi kinerja dokter internsip
karena nilai signifikansi menunjukkan 0,613 (p > 0,05). Artinya, di tempat
terpencil apapun dengan fasilitas yang terbatas, dokter internsip tetap dapat
bekerja secara maksimal karena tanggung jawab mereka sebagai dokter harus
tetap diemban. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizqi pada
tahun 2010 tentang pengaruh Fasilitas Kerja terhadap Prestasi Kerja Karyawan
pada PT Pos Indonesia Semarang yang menunjukkan bahwa variabel fasilitas
kerja memiliki pengaruh secara parsial terhadap prestasi kerja sebesar 0,388 atau
38,8%. Fasilitas kerja merupakan suatu bentuk pelayanan perusahaan terhadap
karyawan agar menunjang kinerja dalam memenuhi kebutuhan karyawan,
sehingga dapat meningkatkan produktifitas kerja karyawan. Adanya fasilitas kerja
yang disediakan oleh perusahaan sangat mendukung karyawan dalam bekerja.
Fasilitas kerja tersebut sebagai alat atau sarana dan prasarana untuk membantu
karyawan agar lebih mudah menyelesaikan pekerjaannya dan karyawan akan
bekerja lebih produktif. Dengan adanya fasilitas kerja karyawan akan merasa
nyaman dalam bekerja dan menimbulkan semangat kerja untuk mendapatkan hasil
yang diharapkan oleh perusahaan (Husnan, 2002). Namun, hasil penelitian ini
menunjukkan hal yang berbeda dengan penelitian oleh Rizqi tersebut.
Adaptasi sangat mempengaruhi kinerja dokter internsip karena nilai
signifikansi menunjukkan 0,00 (p< 0,05). Dokter internsip yang dapat beradaptasi
dengan mudah dan cepat akan memiliki kinerja 16 kali lebih baik daripada dokter
internsip yang kurang dapat beradaptasi. Menurut Boediarto (2005), adaptasi
diperlukan agar seseorang cepat memahami masyarakat dan lingkungan sekitar
sehingga pekerjaan mereka menjadi lebih mudah. Adaptasi merupakan proses
penyesuaian dari individu, kelompok, maupun unit sosial terhadap norma-norma,
proses perubahan, ataupun suatu kondisi yang diciptakan. Lebih lanjut tentang
proses penyesuaian tersebut, Aminuddin (2000) menyebutkan bahwa penyesuaian
dilakukan dengan tujuan-tujuan tertentu, di antaranya mengatasi halangan-
halangan dari lingkungan, menyalurkan ketegangan sosial, mempertahankan
kelanggengan kelompok atau unit sosial dan bertahan hidup.
Beban kerja tidak mempengaruhi kinerja dokter internsip karena nilai
signifikansi menunjukkan 0,50 (p > 0,05). Karena beban kerja merupakan
tanggung jawab dokter internsip dan mereka harus melaksanakannya. Namun,
dalam hal ini, yang dimaksudkan adalah beban kerja standar yang sesuai dengan
kemampuan dokter internsip dan tidak melebihi target sebagaimana yang
dimaksudkan dalam sasaran akhir program internsip.
Jumlah dan jenis kasus mempengaruhi kinerja dokter internsip karena nilai
signifikansi menunjukkan 0,019 (p < 0,05). Dokter internsip yang menjumpai
lebih banyak jumlah dan jenis kasus memiliki kinerja 4 kali lebih baik daripada
dokter internsip yang menjumpai jumlah dan jenis kasus yang tidak bervariasi.
Hal ini disebabkan oleh jumlah dan jenis kasus yang makin bervariasi
menyebabkan pengalaman seorang dokter internsip makin beragam sehingga
memberikan banyak keahlian dan keterampilan kerja. Melalui pengalaman
kerja tersebut seseorang secara sadar atau tidak sadar belajar, sehingga
akhirnya dia akan memiliki kecakapan teknis, serta keterampilan dalam
menghadapi pekerjaan. Selain itu dengan pengalaman dan latihan kerja yang
dilakukan oleh karyawan, maka karyawan akan lebih mudah dalam
menyelesaikan setiap pekerjaan yang dibebankan (Nitisemito, 2000).
Setiap pegawai berhak atas cuti, yaitu keadaan tidak masuk kerja yang
diizinkan dalam jangka waktu tertentu dalam rangka usaha menjamin kesegaran
jasmani dan rohani serta untuk kepentingan pegawai. Menurut hasil yang
diperoleh dengan analisis menggunakan uji Chi-Square, hak cuti tidak
mempengaruhi kinerja dokter internsip karena nilai signifikansi menunjukkan
0,199 (p > 0,05). Hal ini disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang lebih
mempengaruhi kinerja dokter internsip daripada hak cuti tersebut, seperti peran
dokter pendamping.
Dari analisis Chi-Square, didapatkan hasil bahwa kurikulum FK UJ tidak
mempengaruhi kinerja dokter internsip karena nilai signifikansi menunjukkan
0,687 (p 0,05). Hal ini disebabkan oleh kurikulum FK dianggap sudah memadai
untuk digunakan sebagai bekal program internsip.
Selain itu, persepsi pengetahuan medis sangat tidak mempengaruhi kinerja
dokter internsip karena nilai signifikansinya menunjukkan 1,00 (p > 0,05). Hal ini
disebabkan oleh persepsi pengetahuan medis dokter internsip tidak sesuai dengan
pengetahuan yang dimiliki sehingga tidak mencerminkan kemampuan kerja yang
sesungguhnya.
Upaya Kesehatan Masyarakat adalah setiap kegiatan yang dilakukan di
Puskesmas untuk memelihara dan meningkatkan keshatan serta mencegah dan
menanggulangi timbulnya masalah kesehatan masyarakat. Upaya Kesehatan
Masyarakat meliputi upayaupaya promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan,
pemberantasan penyakit menular, pengendalian penyakit tidak menular,
penyehatan lingkungan dan penyediaan sanitasi dasar, perbaikan gizi
masyarakat, kesehatan jiwa, pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan,
pengamanan zat adiktif dan bahan berbahaya, serta penanggulangan bencana dan
bantuan kemanusiaan. Upaya kesehatan masyarakat yang dilakukan merupakan
bentuk pelayanan atau pengabdian kepada masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sehingga memotivasi semangat kerja dokter internsip
untuk menjalankan tugasnya dengan lebih baik. Hal ini terbukti pada hasil uji Chi-
Square yang menunjukkan bahwa upaya kesehatan masyarakat mempengaruhi
kinerja dokter internsip dengan nilai signifikansi sebesar 0,027 (p<0,05). Dokter
internsip yang berupaya kesehatan masyarakat lebih sesuai dengan apa yang
diharapkan masyarakat akan memiliki kinerja 4 kali lebih baik daripada dokter
internsip yang berupaya kesehatan masyarakat kurang sesuai dengan apa yang
diharapkan masyarakat.
Peran dokter pendamping berupa penilai dan pengawas kinerja dokter
internsip dinilai sangat berpengaruh terhadap kinerja dokter internsip dengan nilai
signifikansi sebesar 0,008 (p < 0,05). Dokter internsip yang memiliki dokter
senior yang berperan sesuai tugasnya akan memiliki kinerja 7 kali lebih baik
daripada dokter internsip yang memiliki dokter senior yang berperan kurang
sesuai tugasnya. Menurut hasil wawancara yang dilakukan pada beberapa dokter
internsip pada bulan Juni 2013, peran dokter pendamping ini perlu mendapat
perhatian. Hal ini dikarenakan terkadang di beberapa wahana, dokter internsip
diberikan beban kerja yang berlebihan oleh sebagian dokter senior sehingga
dokter internsip yang bekerja di bawah naungan dokter senior akhirnya bekerja
sendiri sehingga supervisi yang berjalan tidak sesuai dengan yang semestinya.
Bahkan, terdapat dokter internsip yang disuruh berjaga ketika hari libur atau hari
besar. Ini merupakan salah satu sikap bullying terhadap dokter internsip. Padahal,
supervisi dan pembimbingan merupakan hak dokter internsip sebagaimana dokter
internsip telah setuju melakukan internsip dengan ketentuan adanya supervisi
maupun pembimbingan dari dokter pendamping. Jika supervisi maupun tugas
pembimbingan yang dilakukan oleh dokter pendamping terhadap dokter internsip
tidak benar, maka kinerja dokter internsip akan memburuk karena terlalu capek
sehingga menyebabkan mereka bekerja tak sesuai dengan tanggungjawabnya. Hal
ini menyebabkan tujuan mulia internsip tidak tecapai dan berdampak negatif pada
kinerja dokter internsip yang dapat menyebabkan berbagai masalah, berupa
memburuknya pelayanan dokter internsip kepada masyarakat, menurunkan
kepuasan masyarakat, menurunkan hubungan baik dengan jajaran-jajaran di
wahana internsip, menurunkan penyelesaian masalah pelayanan kesehatan atau
manajemen di wahana internsip, menurunkan kualitas upaya kesehatan
masyarakat, dan turut menurunkan kualitas atau citra seorang dokter setelah
program internsip selesai.
Kinerja dokter internsip yang memburuk ini juga dapat disebabkan oleh
sistem penempatan dokter internsip yang terpencar di salah satu kabupaten di
Jawa Timur sehingga satu dokter internsip ditempatkan di satu Puskesmas.
Padahal, dokter pendamping mereka hanya ditempatkan di salah satu Puskesmas
sehingga dokter pendamping tersebut harus mengawasi masing-masing satu
dokter internsip di wahana masing-masing lain yang terpisah jauh dengan wahana
yang ditempati dokter pendamping tersebutnya. Hal ini dapat menyebabkan beban
kerja dokter internsip meningkat dan supervisi dari dokter pendamping pun
menjadi kurang maksimal karena distribusi dokter internsip yang kurang merata
sehingga tidak bisa diawasi secara langsung oleh dokter pendamping.
Selain itu, menurut hasil wawancara yang dilakukan pada beberapa dokter
internsip di salah satu Puskesmas pada bulan Juli 2013, mereka menyarankan agar
sebaiknya KIDI memilih dokter pendamping yang tidak terlalu sibuk dan tidak
menjabat penting di suatu organisasi. Hal ini dikarenakan di salah satu
Puskesmas, sebagian dokter internsip merasa kurang dibimbing dan diperhatikan
karena dokter pendamping jarang berada di Puskesmas tersebut.
Minat menjadi dokter Puskesmas tidak mempengaruhi kinerja dokter
internsip karena nilai signifikansi menunjukkan 0,281 (p > 0,05). Hal ini
dikarenakan dokter internsip lebih banyak yang berminat menjadi klinisi di
Rumah Sakit. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah karena saat ini,
kebutuhan dokter di Puskesmas kurang memenuhi target yang ditentukan.
Pasalnya, banyak Puskesmas di desa terpencil yang masih membutuhkan tenaga
dokter.
Pada penelitian ini, kedisiplinan terbukti berpengaruh terhadap kinerja
dokter internsip dengan nilai signifikansi sebesar 0,019 (p < 0,05). Dokter
internsip yang memiliki kedisiplinan kerja yang lebih baik akan bekerja 4 kali
lebih baik pula. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Rofi pada
2012 mengenai pengaruh disiplin kerja terhadap prestasi kerja yang menunjukkan
bahwa disiplin kerja akan memperbaiki prestasi kerja. Hal ini disebabkan oleh
fungsi disiplin yang merupakan alat penggerak seseorang dan memungkinkan
seseorang untuk mengembangkan keterampilan secara optimal dan
menyebabkan setiap pekerjaan dapat berjalan dengan lancar.
Dalam sebuah instansi, agar suatu tujuan pekerjaan dapat terlaksana dengan
lancar, harmonis dan menghasilkan kinerja yang memuaskan, maka diperlukan
kerjasama (Toro, 2009). Kerjasama tersebut dapat tercipta lewat kemampuan
komunikasi yang baik dan efektif. Oleh karena itu, dokter internsip yang dapat
berkomunikasi secara efektif akan mempengaruhi kinerja mereka. Hal ini
dibuktikan dengan nilai signifikansi kemampuan komunikasi terhadap kinerja
dokter internsip menunjukkan angka 0,03 (p < 0,05). Dokter internsip yang
memiliki kemampuan komunikasi efektif yang baik akan memiliki kinerja kali
lebih baik daripada dokter internsip yang memiliki kemampuan komunikasi yang
kurang efektif.
Pilihan tindakan dinilai berpengaruh terhadap kinerja dokter internsip
dengan nilai signifikansinya sebesar 0,001 (p < 0,05). Terdapat perbedaan nyata
antara dokter internsip yang memilih tindakan medis tepat terhadap kinerjanya.
Dokter internsip yang memilih tindakan medis tepat mempunyai kinerja 8 kali
lebih baik daripada dokter internsip yang memilih tindakan medis kurang tepat.
Hasil analisis tunggal menggunakan uji Chi-Square dengan interval
kepercayaan 95% menunjukkan bahwa waktu kelulusan, persepsi tunjangan
hidup, penerimaan internsip, adaptasi, jumlah dan jenis kasus, upaya kesehatan
masyarakat, peran dokter pendamping, kedisiplinan, komunikasi, dan pilihan
tindakan berpengaruh terhadap kinerja dokter internsip lulusan Universitas
Jember. Hasil tersebut dapat diketahui dari nilai p < 0,05 sehingga Ho ditolak dan
Ha diterima. Sedangkan, variabel lain seperti prestasi belajar, jenis kelamin, taraf
kecerdasan, penempatan internsip, durasi internsip, sistem birokrasi internsip,
pembekalan internsip, penerimaan oleh masyarakat dan jajaran di Puskesmas,
fasilitas Puskesmas, beban kerja internsip, hak cuti, kurikulum FK UJ, persepsi
pengetahuan medis, dan minat menjadi dokter di Puskesmas tidak bermakna
terhadap kinerja dokter internsip.
Selanjutnya, data yang berpotensi dilakukan analisis multivariat regresi
logistik dengan interval kepercayaan 95%. Menurut Hastono (2007), untuk
penelitian yang bersifat cross sectional, interpretasi yang dapat dilakukan pada
regresi logistik ganda yaitu dengan menjelaskan nilai Rasio Odds pada masing-
masing variabel. Oleh karena analisisnya multivariat, maka nilai Rasio Odds-nya
sudah terkontrol oleh variabel lain yang ada pada model. Dari analisis multivariat
pada tabel 4.26, ternyata variabel yang berhubungan bermakna dengan kinerja
dokter nternsip hanya waktu kelulusan dan peran dokter pendamping. Waktu
kelulusan menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,022 (p < 0,05). Sedangkan,
peran dokter pendamping menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,031 (p < 0,05).
Sedangkan, upaya kesehatan masyarakat, penerimaan internsip, persepsi
tunjangan hidup, hak cuti, kedisiplinan, pilihan tindakan, komunikasi, dan
adaptasi tidak bermakna terhadap kinerja dokter internsip dengan nilai p > 0,05.
Untuk melihat variabel mana yang paling besar pengaruhnya terhadap
variabel dependen, dilihat dari nilai Rasio Odds untuk variabel yang signifikan.
Artinya, semakin besar nilai Rasio Odds, maka semakin besar pengaruhnya
terhadap variabel dependen yang dianalisis. Dalam data ini, nilai koefisien dan
Rasio Odds peran dokter pendamping menunjukkan nilai yang paling besar, yaitu
2,524 dan 12,843. Artinya, dokter internsip yang didampingi oleh dokter senior
yang dapat berperan sesuai tugasnya memiliki kinerja 13 kali lebih baik dibanding
yang didampingi oleh dokter senior yang kurang dapat berperan sesuai tugasnya.
Sedangkan, waktu kelulusan menunjukkan nilai koefisien dan Rasio Odds sebesar
2,391 dan 10,929. Artinya, dokter internsip yang lulus tepat waktu memiliki
kinerja 11 kali lebih baik dibanding dokter internsip yang lulus terlambat. Selain
itu, jika dilihat dari besar nilai koefisien dan Rasio Odds, peran dokter
pendamping adalah faktor yang paling mempengaruhi kinerja dokter internsip.


4.4. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain:
1. Hanya beberapa dokter internsip dan dokter pendamping yang bersedia
mengisi kuesioner karena kesibukan masing-masing sehingga jumlah sampel
penelitian sedikit dan terbatas.
2. Tempat yang digunakan untuk penelitian terlalu jauh.
3. Penelitian ini menggunakan tehnik consecutive sampling yang mempunyai
hubungan yang paling lemah terhadap faktor resiko dan dampaknya bila
dibandingkan dengan rancangan penelitian analitik yang lainnya. Sebenarnya,
akan lebih baik jika peneliti menggunakan tehnik random sampling dengan
prinsip probability sampling, tetapi dalam pengambilan data nantinya akan
mengalami kesulitan karena populasi yang diambil terlalu sedikit.
4. Variabel independen yang diteliti terlalu banyak. Sebenarnya, akan lebih baik
jika peneliti melakukan factor analysis terlebih dahulu untuk menghasilkan
pembagian faktor yang tepat untuk variabel-variabel yang terlalu banyak.




BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis tentang Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kinerja Dokter Internsip Lulusan Universitas Jember, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Dokter internsip lulusan Universitas Jember yang mempunyai kinerja baik
sebesar 59,6%, sedangkan yang mempunyai kinerja kurang baik sebesar
40,4%.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dokter internsip lulusan Universitas
Jember adalah waktu kelulusan, persepsi tunjangan hidup, penerimaan
internsip, adaptasi, jumlah dan jenis kasus, upaya kesehatan masyarakat, peran
dokter pendamping, kedisiplinan, komunikasi, dan pilihan tindakan.
3. Faktor yang paling mempengaruhi kinerja dokter internsip lulusan Universitas
Jember adalah peran dokter pendamping.


5.2 Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, penulis memiliki
saran kepada pihak-pihak yang terkait dengan kebijakan Program Internsip Dokter
Indonesia seperti KIDI dan wahana yang terkait (Puskesmas dan Rumah Sakit)
untuk melakukan evaluasi secara berkala mengenai peran dokter pendamping
internsip dengan observasi secara langsung pada wahana internsip agar dokter
pendamping dapat berperan sesuai dengan tugasnya dan berpengaruh positif
terhadap kinerja dokter internsip.
Sedangkan, saran penulis kepada Fakultas Kedokteran Universitas Jember
yaitu agar lebih antusias dalam membimbing mahasiswanya agar dapat lulus tepat
waktu dengan standar kompetensi yang cukup sebagai seorang dokter. Hal ini
diharapkan dapat memaksimalkan kinerja dokter internsip demi pelayanan
kesehatan yang terbaik untuk masyarakat Indonesia.
Selain itu, perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor
lain seperti stabilitas emosional, motivasi kerja, situasi keluarga, dan kelompok
kerja serta menggunakan data terbaru mengenai Indeks Prestasi terakhir dan
sampel yang lebih sesuai dengan tujuan penelitian untuk menghindari bias
penelitian.



DAFTAR PUSTAKA

Australian Medical Students Association. 2012. Interns and Residents Guide
2012. http://media.amsa.org.au/publications/intern resident guide 2012.pdf.
[13 Febuari 2013]

BEM FK UNUD. 2010. Kajian Strategis Program Internship Kedokteran
Indonesia.http://kastratfkudayana2010.wordpress.com/2010/11/04/program-
internship-kedokteran-indonesia/. [ 15 Febuari 2013].

Bhutan Medical and Health Council Ministry of Health. (Tanpa Tahun).
Guidelines for Undergraduate Medical Internship Program in Bhutan.
http://www.bmhc.gov.bt/downloads/internship_guidelines.pdf. [8 Juli
2013].

Boelen C, Hag C, Hunt V, Rivo M, Shadady E. 2002. Eds Education And
Professional Development dalam Improving Health System: The
Contribution Of Family Medcine. Singapore: Best Printing Company

Dahlan, sopiyudin. 2008. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian
Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Sagung Seto.

Departemen Kesehatan RI. 2004. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29
tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Pedoman Pelaksanaan
Internship Dokter Indonesia Buku 1. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2002. Kurikulum
Pendidikan Tinggi, SK no. 045/U/2002. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional Republik Indonesia.

Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

Dubai Ministry of Health. 2011. Medical Internsip Program in Ministry of Health
Facilities.http://www.moh.gov.ae/.../Guideline%20for%20Medical%20Int
ernship%20Program.pdf. [13 Febuari 2013].

Faculty of Medical Sciences University of New Delhi. (Tanpa Tahun). Guidelines
for Internship Training Program. http://www.fmsc.ac.in/notices/guidelines-
for-internship.pdf. [13 Febuari 2013].

Gan L, Azwar A, Wonodirekso S. 2004. A Premier On Family Medicine Practice.
Jakarta: Singapore International Foundation.

Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia. 2013. Hasil Kuesioner Survey
Pelaksanaan Internship MEP-HPS ISMKI. Surabaya: Ikatan Senat
Mahasiswa Kedokteran Indonesia.

Kastrat LGM FK UNISMA. 2010. Kajian Internsip.
http://kastratlgmfkunisma.wordpress.com/2010/11/15/kajian-internsip/. [16
Febuari 2013]

Konsil Kedokteran Indonesia. 2010. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia
Nomor: 1/KKI/PER/I/2010 tentang Ketentuan Umum. Jakarta: Konsil
Kedokteran Indonesia.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Pelaksanaan Program Internsip
Dokter Indonesia Buku 2. Edisi 2. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Peserta Internsip Dokter Indonesia
Buku 2. Edisi 2. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia
Nomor 1 tahun 2005 tentang Registrasi Dokter dan Dokter Gigi. Jakarta:
Konsil Kedokteran Indonesia.

Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Pendidikan Profesi Dokter, Surat
Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia no. 20/KKI/KEP/IX/2006. Jakarta:
Konsil Kedokteran Indonesia,

Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Kompetensi Dokter, Surat
Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia no. 21A/KKI/KEP/IX/2006.
Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia

Malaysian Medical Council. 2008. A Guidebook For House Officers. http://
www.mma.org.my/Portals/0/A%20Guidebook%20-%2015072009[1].pdf.
[8 Juli 2013].

Menteri Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor: 299/MENKES/PER/II/2010 tentang Penyelenggaraan Program
Internsip dan Penempatan Dokter Pasca Internsip. Jakarta: Menteri
kesehatan RI.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.

Onion Design Pte Ltd. 2004. Teaching Family Medicine dalam A Premier On
Family Medicine Practine Ed. 1. Singapore: Onion Design Pte Ltd.

Putra, Sukman T. 2011. Internship Dokter & Peran Organisasi Profesi
Kedokteran. Jakarta.: Ikatan Dokter Indonesia

Postgraduate Medical Council of Victoria. 2009. A Guide For Interns in Victoria.
http:// www.pmcv.com.au/component/docman/.../74-a-guide-for-interns-in-
victoria victoria. [8 Juli 2013].

Sastroasmoro, sudigdo. 2005. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:
Binarupa Aksara.

Sultan Qaboos University. 2012. Oman Medical Internship Program a Handbook
for Graduating
Student .http://www.squ.edu.om/.../37/.../handbook%20of%20Interns__ne
w%20layout.pdf. [14 Febuari 2013].


LAMPIRAN A. Formulir Persetujuan

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : ..
Nim : ..
Angkatan : ..
No. telp/HP : ..
bersedia dan tidak berkeberatan menjadi responden di dalam penelitian yang
dilakukan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Jember, atas nama
Kartika Tya Rachmani (102010101059) dengan judul Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kinerja Dokter Internsip (Studi pada Dokter Internsip
Lulusan Universitas Jember dan Dokter Pendamping di Puskesmas).
Demikian surat persetujuan ini saya buat dengan sejujur-jujurnya tanpa
paksaan dan tekanan dari pihak manapun.

Jember, ..
Responden


( )
LAMPIRAN B. Kuesioner Penelitian Dokter Internsip

HEALTH PROFESSION EDUCATION QUALITY PROJECT (HPEQ-
Project)
KUESIONER

Nama : ............................. Tanggal mulai internship : ................
Lokasi internship: Kab./Kota .......... Tanggal pengisian data :.................

Saudara diminta mengisi pernyataan berikut ini dengan memberi skor antara 1-4.
Angka 1 menunjukkan keadaan yang menurut anda tidak sesuai saat
ini
Angka 4 menunjukkan keadaan yang menurut anda paling sesuai saat
ini
A. Pelaksanaan Internship Secara Umum
1. Program internship penting untuk meningkatkan kualitas
dokter di Indonesia
1 2 3 4
2. Sistem penempatan lokasi internship dilaksanakan secara
berkeadilan
1 2 3 4
3. Waktu pelaksanaan program internship (1 tahun)
mencukupi untuk mencapai tujuan
1 2 3 4
4. Gaji yang diperoleh sesuai untuk biaya hidup selama
internship
1 2 3 4
5. Gaji diterimakan lancar setiap bulannya 1 2 3 4
6. Gaji untuk dokter internsip sesuai dengan kebutuhan hidup
menurut daerah penempatan
1 2 3 4
7. Jaminan sosial (misalnya, jaminan kesehatan, jaminan
kecelakaan, perlindungan hukum) yang diberikan oleh
pemerintah mencukupi kebutuhan saya selama internsip
1 2 3 4
8. Program internship membentuk saya sebagai dokter yang
mandiri dan profesional
1 2 3 4
9. Sistem birokrasi dalam pelaksanaan Program Internsip
mudah dan lancar
1 2 3 4
10. Pembekalan program internsip oleh KIDI provinsi
memberikan kejelasan tugas dan wewenang dokter
internsip
1 2 3 4
11. Saya setuju dengan program internship ini dan perlu
dilanjutkan
1 2 3 4
B. Pelaksanaan Internship di Puskesmas
1. Seluruh jajaran di puskesmas menerima dan
memperlakukan saya dengan baik
1 2 3 4
2. Masyarakat/pasien di puskesmas menerima keberadaan
saya dengan baik
1 2 3 4
3. Fasilitas di Puskesmas mendukung program internsip 1 2 3 4
4. Saya mampu berkomunikasi dengan masyarakat dan
seluruh jajaran di Puskesmas secara efektif
1 2 3 4
5. Saya mempunyai hubungan kerjasama yang baik dengan
seluruh jajaran di Puskesmas
1 2 3 4
6. Kinerja seluruh jajaran Puskesmas meningkatkan minat
saya untuk bekerja di Puskesmas
1 2 3 4
7. Fasilitas di Puskesmas mendukung program internship. 1 2 3 4
8. Suasana di Puskesmas kondusif untuk pelaksanaan
program internsip
1 2 3 4
9. Proses adaptasi pekerjaan di puskesmas saya lalui dengan
mudah dan cepat
1 2 3 4
10. Beban jam kerja di Puskesmas yang diberikan sesuai
dengan kemampuan dokter internsip
1 2 3 4
11. Beban tugas dan laporan di Puskesmas yang diberikan
sesuai dengan kemampuan dokter internsip
1 2 3 4
12. Jumlah dan jenis kasus/penyakit mencukupi untuk target
yang ditetapkan
1 2 3 4
13. Pengurusan izin untuk tidak melaksanakan atau hak cuti
Program Internsip Dokter Internsip dapat didapatkan
dengan mudah
1 2 3 4
14. Kurikulum di FK UJ memadai sebagai bekal menjalani
intensip di Puskesmas
1 2 3 4
15. Durasi pelaksanaan program internsip di Puskesmas
mencukupi untuk mencapai tujuan
1 2 3 4
16. Pembekalan program internsip di Puskesmas memberikan
kejelasan tugas dan wewenang dokter internsip dan seluruh
jajaran di Puskesmas
1 2 3 4
17. Program internsip bermanfaat dalam mengatasi berbagai
masalah pelayanan kesehatan yang terdapat di Puskesmas
1 2 3 4
18. Program internsip bermanfaat dalam mengembangkan
manajemen di Puskesmas
1 2 3 4
19. Program internsip bermanfaat dalam meningkatkan
kepuasan masyarakat
1 2 3 4
20. Saya memahami isi buku Pedoman Peserta Internsip
Dokter Indonesia sehingga saya memahami peran, hak dan
kewajiban dokter internsip
1 2 3 4
21. Saya memahami tata tertib yang berlaku di Puskesmas
sehingga saya dapat bertugas sebagai dokter internsip
dengan baik
1 2 3 4
22. Saya memahami standar pelayanan di Puskesmas sehingga
saya memahami tugas dan wewenang dokter internsip dan
seluruh jajaran di Puskesmas
1 2 3 4
23. Saya mendapatkan informasi yang cukup tentang
perkembangan program internsip
1 2 3 4
24. Saya percaya diri dan mampu menjalankan tugas sebagai 1 2 3 4
dokter internsip di Puskesmas dengan baik
25. Saya mempunyai pengetahuan medis yang cukup untuk
menjalankan tugas sebagai dokter internsip di Puskesmas
dengan baik
1 2 3 4
26. Faktor sosial budaya di Puskesmas mendukung proses
pembelajaran dokter internsip
1 2 3 4
27. Kemampuan berbahasa (inggris, daerah, dll) membantu
dokter internsip dalam bekerja
1 2 3 4
28. Upaya kesehatan masyarakat meningkatkan minat saya
untuk bekerja di Puskesmas
1 2 3 4
29. Prestasi belajar yang saya peroleh sebelumnya memotivasi
saya untuk bekerja di Puskesmas
1 2 3 4
30. Dokter pendamping melakukan pengawasan layanan medik
saya di Puskesmas dengan baik untuk meningkatkan
pengalaman dan memfasilitasi proses pemahiran saya
1 2 3 4
31. Dokter pendamping memberikan saya umpan balik/saran
dan kritik yang membangun terhadap kinerja saya di
Puskesmas
1 2 3 4
32. Dokter pendamping dapat mengidentifikasi kelebihan dan
kelemahan saya dan dapat memberikan penilaian secara
obyektif terhadap kinerja saya di Puskesmas
1 2 3 4
33. Dokter-dokter lain di puskesmas memberikan keteladanan
yang baik
1 2 3 4
34. Setelah menjalani internship ini saya menjadi tertarik untuk
menjadi dokter di puskesmas
1 2 3 4

Kritik dan saran:
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................



Terima kasih atas kesediaan mengisi lembar monitoring dan evaluasi ini.
Together We Can ........!
HPEQ-Project Jember Universitay Team

LAMPIRAN C. Kuesioner Penelitian Dokter Pendamping

HEALTH PROFESSION EDUCATION QUALITY PROJECT (HPEQ-
Project)
KUESIONER

Nama dokter pendamping: dr. .................... Tanggal pengisian data:...............
Lokasi : Kab./Kota ............ Penilaian untuk dokter :..............

Saudara diminta mengisi pernyataan berikut ini dengan memberi skor
antara 1-4.
Angka 1 menunjukkan keadaan yang menurut anda tidak sesuai
saat ini
Angka 4 menunjukkan keadaan yang menurut anda paling sesuai
saat ini
A. Perilaku
1. Dokter internsip menunjukkan kedisiplinan dalam
menjalankan tugas (misalnya, hadir tepat waktu menurut
tata tertib di Puskesmas)
1 2 3 4
2. Dokter internsip turut berpartisipasi dalam melakukan
assesment dan intervensi dalam Pelayanan Kesehatan
Masyarakat Primer
1 2 3 4
3. Dokter internsip menunjukkan rasionalitas saat
berargumentasi terhadap kasus
1 2 3 4
4. Dokter internsip menjalankan tugas secara
bertanggungjawab (misalnya, menulis laporan kasus,
laporan kunjungan rumah, penyuluhan)
1 2 3 4
5. Dokter internsip menunjukkan tenggang rasa, tolong
menolong, dan tanggap dalam menjalankan tugas
1 2 3 4
B. Manajerial (dinilai berdasarkan laporan dan atau presentasi kasus)
1. Dokter internsip mampu menjelaskan latar belakang
laporan dan atau presentasi kasus dengan tepat
1 2 3 4
2. Dokter internsip mampu menjelaskan permasalahan di
keluarga dan masyarakat laporan dan atau presentasi kasus
dengan tepat
1 2 3 4
3. Dokter internsip mampu merencanakan dan memilih
intervensi laporan dan atau presentasi kasus dengan tepat
(misalnya: metode penyuluhan, menetapkan prioritas
masalah dan intervensi)
1 2 3 4
4. Dokter internsip mampu melaksanaan proses intervensi
laporan dan atau presentasi kasus dengan tepat
1 2 3 4
5. Dokter internsip mampu memonitoring dan mengevaluasi
(termasuk mengambil kesimpulan) laporan dan atau
presentasi kasus dengan tepat
1 2 3 4
C. Komunikasi
1. Dokter internsip mampu berkomunikasi secara efektif
dengan keluarga dan masyarakat
1 2 3 4
2. Dokter internsip mampu bekerjasama dalam tim dan
masyarakat
1 2 3 4
D. Kepribadian dan Profesionalisme
1. Dokter internsip mampu bekerja dengan jujur dan dapat
diandalkan dalam menyelesaikan kasus
1 2 3 4
2. Dokter internsip menyadari keterbasan diri dengan
merujuk dan mengonsultasikan kasus ke dokter
pembimbing pada saat yang tepat
1 2 3 4
3. Dokter internsip menjelaskan pilihan tindakan yang dapat
dilakukan di Puskesmas dan menghargai pendapat pihak
lain
1 2 3 4
4. Dokter internsip turut berpartisipasi dalam pembelajaran
dengan aktif mengutarakan pendapat secara rasional
terhadap tindakan yang akan dijalankan oleh Unit
Kesehatan Masyarakat
1 2 3 4
5. Dokter internsip mampu membagi waktu dengan
profesional
1 2 3 4

Saran dan usulan:
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................
...............................................................................................................................



Terima kasih atas kesediaan mengisi lembar monitoring dan evaluasi ini.
Together We Can ........!
HPEQ-Project Jember Universitay Team
LAMPIRAN D. Sebaran karakteristik menurut kinerja dokter internsip


pnemptn * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
pnemptn
tidak sesuai
Count 7 6 13
% within pnemptn 53,8% 46,2% 100,0%
sesuai
Count 14 24 38
% within pnemptn 36,8% 63,2% 100,0%
Total
Count 21 30 51
% within pnemptn 41,2% 58,8% 100,0%


durasi * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
durasi
tidak sesuai
Count 1 4 5
% within durasi 20,0% 80,0% 100,0%
sesuai
Count 20 27 47
% within durasi 42,6% 57,4% 100,0%
Total
Count 21 31 52
% within durasi 40,4% 59,6% 100,0%


gaji * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
gaji
tidak sesuai
Count 20 22 42
% within gaji 47,6% 52,4% 100,0%
sesuai
Count 1 9 10
% within gaji 10,0% 90,0% 100,0%
Total
Count 21 31 52
% within gaji 40,4% 59,6% 100,0%


jamsos * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
jamsos
tidak sesuai
Count 20 26 46
% within jamsos 43,5% 56,5% 100,0%
sesuai
Count 1 5 6
% within jamsos 16,7% 83,3% 100,0%
Total
Count 21 31 52
% within jamsos 40,4% 59,6% 100,0%


birokrasi * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
birokrasi tidak sesuai Count 12 12 24
% within birokrasi 50,0% 50,0% 100,0%
sesuai
Count 9 19 28
% within birokrasi 32,1% 67,9% 100,0%
Total
Count 21 31 52
% within birokrasi 40,4% 59,6% 100,0%


pmbkln * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
pmbkln
tidak sesuai
Count 5 9 14
% within pmbkln 35,7% 64,3% 100,0%
sesuai
Count 16 22 38
% within pmbkln 42,1% 57,9% 100,0%
Total
Count 21 31 52
% within pmbkln 40,4% 59,6% 100,0%


pnerimaannintern * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
pnerimaannintern
tidak sesuai
Count 15 9 24
% within pnerimaannintern 62,5% 37,5% 100,0%
sesuai
Count 6 22 28
% within pnerimaannintern 21,4% 78,6% 100,0%
Total
Count 21 31 52
% within pnerimaannintern 40,4% 59,6% 100,0%


pnerimaanmasydanjajaran * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
pnerimaanmasydanjajaran
tidak sesuai
Count 2 1 3
% within
pnerimaanmasydanjajaran
66,7% 33,3% 100,0%
sesuai
Count 19 30 49
% within
pnerimaanmasydanjajaran
38,8% 61,2% 100,0%
Total
Count 21 31 52
% within
pnerimaanmasydanjajaran
40,4% 59,6% 100,0%


kmunikasi * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
kmunikasi
tidak sesuai
Count 3 4 7
% within kmunikasi 42,9% 57,1% 100,0%
sesuai
Count 18 27 45
% within kmunikasi 40,0% 60,0% 100,0%
Total
Count 21 31 52
% within kmunikasi 40,4% 59,6% 100,0%


fasilitas * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
fasilitas
tidak sesuai
Count 8 14 22
% within fasilitas 36,4% 63,6% 100,0%
sesuai
Count 13 17 30
% within fasilitas 43,3% 56,7% 100,0%
Total
Count 21 31 52
% within fasilitas 40,4% 59,6% 100,0%


adptasi * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
adptasi
tidak sesuai
Count 11 2 13
% within adptasi 84,6% 15,4% 100,0%
sesuai
Count 10 29 39
% within adptasi 25,6% 74,4% 100,0%
Total
Count 21 31 52
% within adptasi 40,4% 59,6% 100,0%


bebankerja * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
bebankerja
tidak sesuai
Count 5 5 10
% within bebankerja 50,0% 50,0% 100,0%
sesuai
Count 16 26 42
% within bebankerja 38,1% 61,9% 100,0%
Total
Count 21 31 52
% within bebankerja 40,4% 59,6% 100,0%


jmlhjeniskasus * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
jmlhjeniskasus
tidak sesuai
Count 13 9 22
% within jmlhjeniskasus 59,1% 40,9% 100,0%
sesuai
Count 8 22 30
% within jmlhjeniskasus 26,7% 73,3% 100,0%
Total
Count 21 31 52
% within jmlhjeniskasus 40,4% 59,6% 100,0%


hakcuti * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
hakcuti tidak sesuai
Count 4 11 15
% within hakcuti 26,7% 73,3% 100,0%
sesuai
Count 17 20 37
% within hakcuti 45,9% 54,1% 100,0%
Total
Count 21 31 52
% within hakcuti 40,4% 59,6% 100,0%


kurikulumFKUJ * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
kurikulumFKUJ
tidak sesuai
Count 2 5 7
% within kurikulumFKUJ 28,6% 71,4% 100,0%
sesuai
Count 19 26 45
% within kurikulumFKUJ 42,2% 57,8% 100,0%
Total
Count 21 31 52
% within kurikulumFKUJ 40,4% 59,6% 100,0%


komunikasi * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
komunikasi
tidak sesuai
Count 10 6 16
% within komunikasi 62,5% 37,5% 100,0%
sesuai
Count 11 25 36
% within komunikasi 30,6% 69,4% 100,0%
Total
Count 21 31 52
% within komunikasi 40,4% 59,6% 100,0%


plihantindkan * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
plihantindkan
tidak sesuai
Count 15 8 23
% within plihantindkan 65,2% 34,8% 100,0%
sesuai
Count 6 23 29
% within plihantindkan 20,7% 79,3% 100,0%
Total
Count 21 31 52
% within plihantindkan 40,4% 59,6% 100,0%


kedisiplinan * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
kedisiplinan
tidak sesuai
Count 13 9 22
% within kedisiplinan 59,1% 40,9% 100,0%
sesuai
Count 8 22 30
% within kedisiplinan 26,7% 73,3% 100,0%
Total
Count 21 31 52
% within kedisiplinan 40,4% 59,6% 100,0%


pgthuanmedis * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
pgthuanmedis
tidak sesuai
Count 1 1 2
% within pgthuanmedis 50,0% 50,0% 100,0%
sesuai
Count 20 30 50
% within pgthuanmedis 40,0% 60,0% 100,0%
Total
Count 21 31 52
% within pgthuanmedis 40,4% 59,6% 100,0%


upayakesmas * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
upayakesmas
tidak sesuai
Count 11 7 18
% within upayakesmas 61,1% 38,9% 100,0%
sesuai
Count 10 24 34
% within upayakesmas 29,4% 70,6% 100,0%
Total
Count 21 31 52
% within upayakesmas 40,4% 59,6% 100,0%


perantgsdokpem * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
perantgsdokpem
tidak sesuai
Count 9 3 12
% within perantgsdokpem 75,0% 25,0% 100,0%
sesuai
Count 12 28 40
% within perantgsdokpem 30,0% 70,0% 100,0%
Total
Count 21 31 52
% within perantgsdokpem 40,4% 59,6% 100,0%


minatdkterpkm * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
minatdkterpkm
tidak sesuai
Count 14 16 30
% within minatdkterpkm 46,7% 53,3% 100,0%
sesuai
Count 7 15 22
% within minatdkterpkm 31,8% 68,2% 100,0%
Total
Count 21 31 52
% within minatdkterpkm 40,4% 59,6% 100,0%


jenis kelamin * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
jenis kelamin
laki-laki
Count 7 13 20
% within jenis kelamin 35,0% 65,0% 100,0%
perempuan
Count 14 18 32
% within jenis kelamin 43,8% 56,3% 100,0%
Total Count 21 31 52
% within jenis kelamin 40,4% 59,6% 100,0%


taraf kecerdasan * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
taraf kecerdasan
rata2, 80-119
Count 9 24 33
% within taraf kecerdasan 27,3% 72,7% 100,0%
superior, 120-128
Count 4 4 8
% within taraf kecerdasan 50,0% 50,0% 100,0%
Total
Count 13 28 41
% within taraf kecerdasan 31,7% 68,3% 100,0%


prestasi belajar * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
prestasi belajar
buruk, IP <3,00
Count 6 9 15
% within prestasi belajar 40,0% 60,0% 100,0%
baik, IP>=3,00
Count 7 19 26
% within prestasi belajar 26,9% 73,1% 100,0%
Total
Count 13 28 41
% within prestasi belajar 31,7% 68,3% 100,0%


waktu kelulusan * kinerjadoksip Crosstabulation

kinerjadoksip Total
buruk baik
waktu kelulusan
terlambat
Count 19 6 25
% within waktu kelulusan 76,0% 24,0% 100,0%
tepat waktu
Count 2 25 27
% within waktu kelulusan 7,4% 92,6% 100,0%
Total
Count 21 31 52
% within waktu kelulusan 40,4% 59,6% 100,0%

LAMPIRAN E. Hasil Analisis Bivariat


Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
1,156
a
1 ,282

Continuity Correction
b

,561 1 ,454

Likelihood Ratio
1,143 1 ,285

Fisher's Exact Test
,338 ,226
Linear-by-Linear
Association
1,134 1 ,287

N of Valid Cases
51

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,35.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for pnemptn
(tidak sesuai / sesuai)
2,000 ,559 7,151
For cohort kinerjadoksip =
buruk
1,462 ,761 2,808
For cohort kinerjadoksip =
baik
,731 ,387 1,380
N of Valid Cases
51



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
,955
a
1 ,329

Continuity Correction
b

,248 1 ,619

Likelihood Ratio
1,039 1 ,308

Fisher's Exact Test
,637 ,320
Linear-by-Linear
Association
,936 1 ,333

N of Valid Cases
52

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,02.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for durasi (tidak
sesuai / sesuai)
,338 ,035 3,255
For cohort kinerjadoksip =
buruk
,470 ,079 2,799
For cohort kinerjadoksip =
baik
1,393 ,842 2,302
N of Valid Cases
52



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
4,748
a
1 ,029

Continuity Correction
b

3,314 1 ,069

Likelihood Ratio
5,521 1 ,019

Fisher's Exact Test
,036 ,030
Linear-by-Linear
Association
4,656 1 ,031

N of Valid Cases
52

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,04.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for gaji (tidak
sesuai / sesuai)
8,182 ,950 70,444
For cohort kinerjadoksip =
buruk
4,762 ,722 31,403
For cohort kinerjadoksip =
baik
,582 ,408 ,830
N of Valid Cases
52



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
1,585
a
1 ,208

Continuity Correction
b

,667 1 ,414

Likelihood Ratio
1,761 1 ,185

Fisher's Exact Test
,382 ,211
Linear-by-Linear
Association
1,554 1 ,212

N of Valid Cases
52

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,42.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for jamsos
(tidak sesuai / sesuai)
3,846 ,416 35,582
For cohort kinerjadoksip =
buruk
2,609 ,423 16,089
For cohort kinerjadoksip =
baik
,678 ,437 1,052
N of Valid Cases
52



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
1,712
a
1 ,191

Continuity Correction
b

1,050 1 ,305

Likelihood Ratio
1,716 1 ,190

Fisher's Exact Test
,259 ,153
Linear-by-Linear
Association
1,679 1 ,195

N of Valid Cases
52

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,69.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for birokrasi
(tidak sesuai / sesuai)
2,111 ,684 6,513
For cohort kinerjadoksip =
buruk
1,556 ,796 3,042
For cohort kinerjadoksip =
baik
,737 ,459 1,184
N of Valid Cases
52



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
,174
a
1 ,677

Continuity Correction
b

,010 1 ,922

Likelihood Ratio
,175 1 ,676

Fisher's Exact Test
,758 ,465
Linear-by-Linear
Association
,170 1 ,680

N of Valid Cases
52

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,65.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for pmbkln
(tidak sesuai / sesuai)
,764 ,215 2,717
For cohort kinerjadoksip =
buruk
,848 ,383 1,879
For cohort kinerjadoksip =
baik
1,110 ,690 1,786
N of Valid Cases
52



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
9,055
a
1 ,003

Continuity Correction
b

7,429 1 ,006

Likelihood Ratio
9,301 1 ,002

Fisher's Exact Test
,004 ,003
Linear-by-Linear
Association
8,881 1 ,003

N of Valid Cases
52

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,69.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
pnerimaannintern (tidak
sesuai / sesuai)
6,111 1,797 20,779
For cohort kinerjadoksip =
buruk
2,917 1,345 6,325
For cohort kinerjadoksip =
baik
,477 ,275 ,829
N of Valid Cases
52



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
,913
a
1 ,339

Continuity Correction
b

,122 1 ,727

Likelihood Ratio
,895 1 ,344

Fisher's Exact Test
,558 ,355
Linear-by-Linear
Association
,896 1 ,344

N of Valid Cases
52

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,21.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
pnerimaanmasydanjajaran
(tidak sesuai / sesuai)
3,158 ,268 37,270
For cohort kinerjadoksip =
buruk
1,719 ,717 4,121
For cohort kinerjadoksip =
baik
,544 ,108 2,739
N of Valid Cases
52



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
,021
a
1 ,886

Continuity Correction
b

,000 1 1,000

Likelihood Ratio
,020 1 ,886

Fisher's Exact Test
1,000 ,598
Linear-by-Linear
Association
,020 1 ,887

N of Valid Cases
52

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,83.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for kmunikasi
(tidak sesuai / sesuai)
1,125 ,225 5,636
For cohort kinerjadoksip =
buruk
1,071 ,424 2,708
For cohort kinerjadoksip =
baik
,952 ,480 1,888
N of Valid Cases
52



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
,256
a
1 ,613

Continuity Correction
b

,048 1 ,826

Likelihood Ratio
,257 1 ,612

Fisher's Exact Test
,776 ,414
Linear-by-Linear
Association
,251 1 ,616

N of Valid Cases
52

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,88.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for fasilitas
(tidak sesuai / sesuai)
,747 ,241 2,312
For cohort kinerjadoksip =
buruk
,839 ,422 1,669
For cohort kinerjadoksip =
baik
1,123 ,720 1,752
N of Valid Cases
52



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
,033
a
1 ,857

Continuity Correction
b

,000 1 1,000

Likelihood Ratio
,033 1 ,856

Fisher's Exact Test
1,000 ,590
Linear-by-Linear
Association
,032 1 ,858

N of Valid Cases
52

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,23.
b. Computed only for a 2x2 table


Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
14,085
a
1 ,000

Continuity Correction
b

11,742 1 ,001

Likelihood Ratio
14,587 1 ,000

Fisher's Exact Test
,000 ,000
Linear-by-Linear
Association
13,814 1 ,000

N of Valid Cases
52

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,25.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for adptasi
(tidak sesuai / sesuai)
15,950 3,005 84,670
For cohort kinerjadoksip =
buruk
3,300 1,843 5,909
For cohort kinerjadoksip =
baik
,207 ,057 ,750
N of Valid Cases
52



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
,475
a
1 ,490

Continuity Correction
b

,110 1 ,741

Likelihood Ratio
,469 1 ,494

Fisher's Exact Test
,500 ,366
Linear-by-Linear
Association
,466 1 ,495

N of Valid Cases
52

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,04.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for bebankerja
(tidak sesuai / sesuai)
1,625 ,406 6,506
For cohort kinerjadoksip =
buruk
1,313 ,633 2,723
For cohort kinerjadoksip =
baik
,808 ,416 1,568
N of Valid Cases
52



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
5,543
a
1 ,019

Continuity Correction
b

4,278 1 ,039

Likelihood Ratio
5,590 1 ,018

Fisher's Exact Test
,024 ,019
Linear-by-Linear
Association
5,436 1 ,020

N of Valid Cases
52

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,88.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
jmlhjeniskasus (tidak sesuai
/ sesuai)
3,972 1,229 12,843
For cohort kinerjadoksip =
buruk
2,216 1,114 4,408
For cohort kinerjadoksip =
baik
,558 ,323 ,964
N of Valid Cases
52



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
1,648
a
1 ,199

Continuity Correction
b

,944 1 ,331

Likelihood Ratio
1,705 1 ,192

Fisher's Exact Test
,230 ,166
Linear-by-Linear
Association
1,616 1 ,204

N of Valid Cases
52

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,06.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for hakcuti
(tidak sesuai / sesuai)
,428 ,115 1,593
For cohort kinerjadoksip =
buruk
,580 ,234 1,441
For cohort kinerjadoksip =
baik
1,357 ,886 2,077
N of Valid Cases
52



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
,469
a
1 ,494

Continuity Correction
b

,073 1 ,787

Likelihood Ratio
,487 1 ,485

Fisher's Exact Test
,687 ,402
Linear-by-Linear
Association
,460 1 ,498

N of Valid Cases
52

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,83.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
kurikulumFKUJ (tidak
sesuai / sesuai)
,547 ,096 3,129
For cohort kinerjadoksip =
buruk
,677 ,200 2,292
For cohort kinerjadoksip =
baik
1,236 ,727 2,102
N of Valid Cases
52



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
4,695
a
1 ,030

Continuity Correction
b

3,462 1 ,063

Likelihood Ratio
4,666 1 ,031

Fisher's Exact Test
,038 ,032
Linear-by-Linear
Association
4,605 1 ,032

N of Valid Cases
52

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,46.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for komunikasi
(tidak sesuai / sesuai)
3,788 1,101 13,035
For cohort kinerjadoksip =
buruk
2,045 1,098 3,809
For cohort kinerjadoksip =
baik
,540 ,277 1,054
N of Valid Cases
52



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
10,564
a
1 ,001

Continuity Correction
b

8,795 1 ,003

Likelihood Ratio
10,863 1 ,001

Fisher's Exact Test
,002 ,001
Linear-by-Linear
Association
10,360 1 ,001

N of Valid Cases
52

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,29.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
plihantindkan (tidak sesuai /
sesuai)
7,188 2,075 24,897
For cohort kinerjadoksip =
buruk
3,152 1,456 6,825
For cohort kinerjadoksip =
baik
,439 ,243 ,791
N of Valid Cases
52



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
5,543
a
1 ,019

Continuity Correction
b

4,278 1 ,039

Likelihood Ratio
5,590 1 ,018

Fisher's Exact Test
,024 ,019
Linear-by-Linear
Association
5,436 1 ,020

N of Valid Cases
52

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,88.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for kedisiplinan
(tidak sesuai / sesuai)
3,972 1,229 12,843
For cohort kinerjadoksip =
buruk
2,216 1,114 4,408
For cohort kinerjadoksip =
baik
,558 ,323 ,964
N of Valid Cases
52



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
,913
a
1 ,339

Continuity Correction
b

,122 1 ,727

Likelihood Ratio
,895 1 ,344

Fisher's Exact Test
,558 ,355
Linear-by-Linear
Association
,896 1 ,344

N of Valid Cases
52

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,21.
b. Computed only for a 2x2 table


Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
,080
a
1 ,777

Continuity Correction
b

,000 1 1,000

Likelihood Ratio
,078 1 ,779

Fisher's Exact Test
1,000 ,649
Linear-by-Linear
Association
,078 1 ,780

N of Valid Cases
52

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,81.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
pgthuanmedis (tidak sesuai
/ sesuai)
1,500 ,089 25,392
For cohort kinerjadoksip =
buruk
1,250 ,300 5,207
For cohort kinerjadoksip =
baik
,833 ,205 3,394
N of Valid Cases
52



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
4,912
a
1 ,027

Continuity Correction
b

3,684 1 ,055

Likelihood Ratio
4,901 1 ,027

Fisher's Exact Test
,039 ,028
Linear-by-Linear
Association
4,818 1 ,028

N of Valid Cases
52

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,27.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
upayakesmas (tidak sesuai
/ sesuai)
3,771 1,135 12,533
For cohort kinerjadoksip =
buruk
2,078 1,098 3,932
For cohort kinerjadoksip =
baik
,551 ,297 1,023
N of Valid Cases
52



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
7,764
a
1 ,005

Continuity Correction
b

6,007 1 ,014

Likelihood Ratio
7,787 1 ,005

Fisher's Exact Test
,008 ,007
Linear-by-Linear
Association
7,615 1 ,006

N of Valid Cases
52

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,85.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
perantgsdokpem (tidak
sesuai / sesuai)
7,000 1,607 30,483
For cohort kinerjadoksip =
buruk
2,500 1,407 4,443
For cohort kinerjadoksip =
baik
,357 ,131 ,972
N of Valid Cases
52



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
1,162
a
1 ,281

Continuity Correction
b

,627 1 ,428

Likelihood Ratio
1,175 1 ,278

Fisher's Exact Test
,392 ,215
Linear-by-Linear
Association
1,140 1 ,286

N of Valid Cases
52

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,88.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
minatdkterpkm (tidak sesuai
/ sesuai)
1,875 ,595 5,914
For cohort kinerjadoksip =
buruk
1,467 ,713 3,018
For cohort kinerjadoksip =
baik
,782 ,504 1,214
N of Valid Cases
52



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
,391
a
1 ,532

Continuity Correction
b

,112 1 ,738

Likelihood Ratio
,394 1 ,530

Fisher's Exact Test
,575 ,371
Linear-by-Linear
Association
,384 1 ,536

N of Valid Cases
52

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,08.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for jenis kelamin
(laki-laki / perempuan)
,692 ,218 2,196
For cohort kinerjadoksip =
buruk
,800 ,391 1,635
For cohort kinerjadoksip =
baik
1,156 ,742 1,801
N of Valid Cases
52



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
1,536
a
1 ,215

Continuity Correction
b

,666 1 ,415

Likelihood Ratio
1,458 1 ,227

Fisher's Exact Test
,237 ,205
Linear-by-Linear
Association
1,499 1 ,221

N of Valid Cases
41

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,54.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for taraf
kecerdasan (rata2, 80-119 /
superior, 120-128)
,375 ,077 1,827
For cohort kinerjadoksip =
buruk
,545 ,224 1,327
For cohort kinerjadoksip =
baik
1,455 ,705 3,000
N of Valid Cases
41



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
,751
a
1 ,386

Continuity Correction
b

,269 1 ,604

Likelihood Ratio
,741 1 ,389

Fisher's Exact Test
,492 ,300
Linear-by-Linear
Association
,733 1 ,392

N of Valid Cases
41

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,76.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for prestasi
belajar (buruk, IP <3,00 /
baik, IP>=3,00)
1,810 ,470 6,969
For cohort kinerjadoksip =
buruk
1,486 ,612 3,604
For cohort kinerjadoksip =
baik
,821 ,511 1,320
N of Valid Cases
41



Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square
25,368
a
1 ,000

Continuity Correction
b

22,599 1 ,000

Likelihood Ratio
28,339 1 ,000

Fisher's Exact Test
,000 ,000
Linear-by-Linear
Association
24,880 1 ,000

N of Valid Cases
52

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,10.
b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for waktu
kelulusan (terlambat / tepat
waktu)
39,583 7,175 218,389
For cohort kinerjadoksip =
buruk
10,260 2,655 39,643
For cohort kinerjadoksip =
baik
,259 ,128 ,525
N of Valid Cases
52


LAMPIRAN F. Hasil Analisis Multivariat



B Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1
a

kwlitas -,143 ,939 ,866 ,022 34,312
gaji ,986 ,585 2,681 ,078 92,113
klnjutanintern ,658 ,681 1,931 ,084 44,574
adptasi 1,207 ,515 3,344 ,089 126,142
hakcuti -1,201 ,415 ,301 ,017 5,405
komunikasi 1,386 ,340 4,000 ,232 68,836
pilihantindakan 1,712 ,268 5,540 ,268 114,326
kedisiplinan 1,257 ,383 3,513 ,209 59,051
upayakesmas ,489 ,692 1,631 ,145 18,338
perandokpem 1,333 ,423 3,791 ,145 99,000
waktululus 2,320 ,066 10,179 ,859 120,622
Constant
-14,836 ,066 ,000

Step 2
a

gaji ,978 ,587 2,658 ,078 90,453
klnjutanintern ,674 ,671 1,963 ,087 44,224
adptasi 1,260 ,464 3,526 ,121 102,542
hakcuti -1,185 ,416 ,306 ,018 5,306
komunikasi 1,385 ,339 3,994 ,233 68,380
pilihantindakan 1,705 ,267 5,504 ,271 111,643
kedisiplinan 1,251 ,384 3,495 ,209 58,486
upayakesmas ,490 ,691 1,632 ,145 18,332
perandokpem 1,352 ,413 3,864 ,152 98,236
waktululus 2,303 ,063 10,007 ,882 113,535
Constant
-15,225 ,016 ,000

Step 3
a

gaji ,990 ,588 2,690 ,075 96,781
klnjutanintern ,667 ,674 1,948 ,087 43,499
adptasi 1,497 ,349 4,468 ,194 102,648
hakcuti -,975 ,464 ,377 ,028 5,130
komunikasi 1,543 ,263 4,679 ,314 69,620
pilihantindakan 1,650 ,271 5,205 ,276 98,183
kedisiplinan 1,149 ,423 3,155 ,190 52,410
perandokpem 1,414 ,384 4,113 ,170 99,515
waktululus 2,322 ,058 10,198 ,927 112,192
Constant
-15,312 ,015 ,000

Step 4
a

gaji 1,078 ,549 2,937 ,087 99,497
adptasi 1,425 ,372 4,158 ,183 94,704
hakcuti -,935 ,485 ,393 ,029 5,404
komunikasi 1,682 ,217 5,374 ,372 77,546
pilihantindakan 1,613 ,279 5,017 ,271 92,876
kedisiplinan 1,377 ,305 3,964 ,285 55,062
perandokpem 1,762 ,227 5,822 ,333 101,707
waktululus 2,358 ,054 10,571 ,962 116,123
Constant
-15,490 ,015 ,000

Step 5
a

adptasi 1,503 ,344 4,494 ,200 100,741
hakcuti -1,113 ,391 ,329 ,026 4,173
komunikasi 1,483 ,239 4,406 ,373 52,067
pilihantindakan 1,527 ,306 4,602 ,248 85,538
kedisiplinan 1,350 ,307 3,856 ,290 51,292
perandokpem 1,761 ,232 5,817 ,323 104,642
waktululus 2,385 ,050 10,861 ,996 118,489
Constant
-13,621 ,006 ,000

Step 6
a
adptasi 1,749 ,245 5,748 ,302 109,560
komunikasi 1,379 ,243 3,969 ,392 40,196
pilihantindakan 1,200 ,374 3,320 ,235 46,912
kedisiplinan ,987 ,398 2,684 ,272 26,522
perandokpem 1,682 ,234 5,376 ,336 85,927
waktululus 2,608 ,028 13,570 1,330 138,484
Constant
-14,814 ,002 ,000

Step 7
a

adptasi 2,149 ,141 8,580 ,490 150,151
komunikasi 1,103 ,346 3,012 ,304 29,899
pilihantindakan 1,029 ,439 2,798 ,207 37,891
perandokpem 2,315 ,057 10,126 ,936 109,526
waktululus 2,407 ,031 11,104 1,253 98,368
Constant
-13,972 ,002 ,000

Step 8
a

adptasi 2,169 ,130 8,749 ,528 144,871
komunikasi 1,332 ,217 3,788 ,458 31,327
perandokpem 2,511 ,035 12,312 1,186 127,815
waktululus 2,465 ,025 11,765 1,366 101,345
Constant
-12,868 ,002 ,000

Step 9
a

adptasi 2,409 ,079 11,128 ,756 163,734
perandokpem 2,524 ,031 12,483 1,260 123,633
waktululus 2,391 ,022 10,929 1,410 84,692
Constant
-10,885 ,002 ,000


LAMPIRAN G. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Interpretasi
1. Penempatan
internsip
Lokasi peserta internsip. Kuesioner

Baik,
apabila > 2
Buruk,
apabila 2
2. Persepsi
tunjangan
hidup
Interpretasi atas kecukupan dan kelancaran
gaji sesuai daerah penempatan dan jaminan
sosial berupa jaminan kesehatan, kecelakaan,
dan perlindungan hukum.
Kuesioner

Baik,
apabila > 8
Buruk,
apabila 8
3. Durasi
internsip
Jangka waktu internsip di dua wahana
intensip (Rumah Sakit dan Puskesmas) yang
wajib ditempuh, yaitu selama 1 (satu) tahun.
Kuesioner

Baik,
apabila > 4
Buruk,
apabila 4
4. Pembekalan
internsip
Orientasi oleh KIDI provinsi selama satu hari
sebelum kegiatan internsip dimulai dan
wahana selama minggu pertama pelaksanaan
PIDI untuk memberikan kesempatan peserta
untuk mengenal birokrasi internsip dan
wahana yang akan ditempatinya.
Kuesioner

Baik,
apabila > 4
Buruk,
apabila 4
5. Sistem
birokrasi
Sebuah struktur dengan tugas-tugas rutin
dengan berbagai aturan dengan berbagai
spesialisasi.
Kuesioner

Baik,
apabila > 2
Buruk,
apabila 2
6. Persepsi
kurikulum
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Jember
Interpretasi mengenai program belajar dan
pengajaran pada Fakultas Kedokteran
Universitas Jember yang diformulasikan
melalui kegiatan yang tersusun secara
sistematis yang diberikan kepada mahasiswa.
Kuesioner

Baik,
apabila > 2
Buruk,
apabila 2
7. Penerimaan
internsip
Interpretasi bahwa program internsip penting
dan perlu dilanjutkan untuk meningkatkan
kualitas dokter Indonesia.
Kuesioner

Baik,
apabila > 2
Buruk,
apabila 2
8. Kemampuan
adaptasi
Kemampuan dalam menyesuaikan diri
terhadap lingkungan baru.
Kuesioner

Baik,
apabila > 2
Buruk,
apabila 2
9. Fasilitas Segala sesuatu yang dapat memudahkan dan
melancarkan pelaksanaan kerja.
Kuesioner

Baik,
apabila > 2
Buruk,
apabila 2
10. Jumlah dan
jenis penyakit
Total kasus penyakit dengan berbagai jenis
kode kegiatan, antara lain kasus medik, kasus
bedah, kasus kegawat daruratan, kasus jiwa,.
Buku log,
laporan
kasus, dan
Baik,
apabila > 2
Buruk,
apabila 2
dan medikolegal kuesioner
11. Beban kerja Ketentuan jam kerja yang harus ditempuh
oleh dokter internsip.
Buku log,
laporan
pelayanan,
penyuluhan
Baik,
apabila > 4
Buruk,
apabila 4
dan
kuesioner
12. Penerimaan
masyarakat
dan jajaran di
wahana
Sikap untuk memperlakukan dan menerima
keberadaan dokter internsip oleh masyarakat
dan jajaran di wahana.
Kuesioner

Baik,
apabila > 4
Buruk,
apabila 4
13. Hak cuti Hak untuk tidak melakukan kegiatan
internsip yang diijinkan dalam jangka waktu
tertentu
Kuesioner

Baik,
apabila > 2
Buruk,
apabila 2
14. Pengetahuan
medis
Segala sesuatu yang diketahui dan berkenaan
dengan bidang kedokteran.
Kuesioner

Baik,
apabila > 2
Buruk,
apabila 2
15. Upaya
kesehatan
masyarakat
Puskesmas
Upaya yang ditetapkan berdasarkan
permasalahan kesehatan yang ditemukan di
masyarakat serta yang disesuaikan dengan
kemampuan Puskesmas.
Kuesioner

Baik,
apabila > 2
Buruk,
apabila 2
16. Peran dokter
pendamping
Tugas dokter layanan primer yang bersedia
menjadi pendamping dokter internsip, berupa
supervisi kinerja dan layanan medik,
pemberian umpan balik, dan
pengidentifikasian kelebihan serta kelemahan
dokter internsip secara obyektif.
Kuesioner

Baik,
apabila > 7
Buruk,
apabila 7
17. Minat
menjadi
dokter di
Puskesmas
Kecenderungan dalam diri dokter internsip
untuk tertarik atau menyenangi dan ingin
menjadi dokter yang melakukan pelayanan
primer di Puskesmas.
Kuesioner

Baik,
apabila > 2
Buruk,
apabila 2
18. Kemampuan
komunikasi
Keterampilan dokter internsip untuk
menciptakan dan
menggunakan informasi dan bertukar pikiran
dengan orang lain secara efektif
Kuesioner

Baik,
apabila > 2
Buruk,
apabila 2
19. Kedisiplinan Kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan,
ketentuan, etika, norma dan kaidah yang
berlaku.
Kuesioner

Baik,
apabila > 2
Buruk,
apabila 2
20. Pilihan
tindakan
Keputusan atas tindakan yang telah
ditetapkan dan merupakan sesuatu yang.
Kuesioner Baik,
apabila > 2
Buruk,
harus dipertanggung jawabkan apabila 2
21. Jenis kelamin Dismorfisme seksual yang dapat dibedakan
menjadi perempuan dan laki-laki.
Data HPEQ, Wanita
Pria
22. Prestasi
belajar
Hasil atau tingkat keberhasilan yang telah
dicapai seseorang setelah melalui proses
belajar-mengajar dan menempuh jenjang
pendidikan formal.
Indeks
Prestasi (IP)
Pre-Klinik
dan Klinik
Baik,
apabila >
2,99
Buruk,
apabila 2
23. Taraf
kecerdasan
Tingkat kecerdasan yang dimiliki seseorang
yang diukur dengan tes IQ.
Skor
Intelegent
Quotient
(IQ)
Superior
Rata-rata
24. Waktu
kelulusan
Waktu ketika peserta didik telah melewati
nilai batas yang merupakan standar
kompetensi minimum.
Data HPEQ Tepat waktu
Terlambat

Anda mungkin juga menyukai