Anda di halaman 1dari 34

PEMERIKSAAN

DOKTER
DI TKP
(TEMPAT KEJADIAN
PERKARA)

Prof.dr. H. Sudjari
Solichin, SpF(K)
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN
FORENSIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
Peranan Dokter
Dalam Pemeriksaan Di TKP
Penyidik mempunyai wewenang untuk :
 Mendatangkan orang ahli yang
diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara (KUHAP pasal 7
ayat 1 sub h)
 Pasal ini perlu dikaitkan dengan
KUHAP pasal 120 ayat 1 : dalam hal
penyidik manganggap perlu, ia dapat
minta pendapat orang ahli atau orang
yang memiliki keahlian khusus
 Pasal 189 ayat (1).f UU No 36 Tahun
2009 tentang Keehatan: penyidik
berwenang meminta bantuan ahli
dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang
kesehatan.
► Pada pasal tsb tdk disebutkan TKP, kantor
atau dimana?
► Bantuan yang diminta
dapat berupa pemeriksaan
di TKP atau di Rumah Sakit.
► Pemeriksaan berdasarkan
pengetahuan yang sebaik-
baiknya
► Hasil pemeriksaan di TKP
disebut dengan visum et
repertum TKP.
Manfaat
Pemeriksaan TKP

1. Menentukan saat
kematian.
2. Menentukan pada saat itu
sebab akibat tentang luka
3. Mengumpulkan barang
bukti
4. Menentukan cara
kematian
Prosedur permintaan
pemeriksaan TKP

► Utk menyingkat waktu, secara


lisan atau telpon.
► Disusul dengan tertulis.
► Dokter dijemput dan diantar
kembali oleh penyidik.
► Untuk pemeriksaan ini,
terutama di kota besar sedapat-
dapatnya dokter didampingi
oleh penyidik serendah-
rendahnya berpangkat “Letnan
Dua” (Inspektur Dua).
Pemeriksaan di TKP
CONTOH TKP
CONTOH TKP

KORBAN DISEMBUNYIKAN
DI ANTARA KASUR DAN
TEMPAT TIDUR
Dokter bila menerima permintaan
harus mencatat :
1. Tanggal dan jam dokter
menerima permintaan bantuan
2. Cara permintaan bantuan
tersebut ( telpon atau lisan)
3. Nama penyidik yang minta
bantuan
4. Jam saat dokter tiba di TKP
5. Alamat TKP dan macam
tempatnya (misal : sawah,
gudang, rumah dsb.)
6. Hasil pemeriksaan
Yang dikerjakan dokter
di TKP
1. Pemeriksaan dokter harus berkoordinasi
dengan penyidik.
2. Menentukan korban masih hidup atau
sudah mati.
3. Bila hidup, diselamatkan dulu.
4. Bila meninggal dibiarkan asal tdk
mengganggu lalulintas.
5. Jangan memindahkan jenasah sebelum
seluruh pemeriksaan TKP selesai.
6. TKP diamankan oleh penyidik agar dokter
dapat memeriksa dengan tenang.
7. Yang tdk berkepentingan dikeluarkan dari
TKP.
8. Dicatat identitas orang tersebut.
9. Dokter memeriksa mayat dan sekitarnya
dan mencatat :
- Lebam mayat
- Kaku mayat .
- Suhu tubuh korban.
- Luka-luka
- membuat Sketsa atau foto
Mencari dan
Mengumpulkan
Barang Bukti (Trace
Evident)
► Dokter tetap berkoordinasi dengan
penyidik, terutama bila ada team
Labfor.
► Dokter membantu mencari barang
bukti, misal racun, anak peluru dll.
► Segala yang ditemukan diserahkan
pada penyidik.
► Dokter dapat meminjam barang
bukti tersebut.
► Selesai pemeriksaan, TKP ditutup
misal selama 3 X 24 jam.
► Korban dibawa ke RS dengan disertai
permohonan visum et repertum.
Kesimpulan
Pemeriksaan TKP harus diakhiri dengan kesimpulan
yang berisi :
 Perkiraan saat kematian :
- Tergantung pengalaman dokter.
- Diperlukan data al :
Lebam mayat (livor mortis)
Kaku mayat ( rigor mortis)
Penurunan suhu tubuh (algor mortis).
Pembusukan
Umur larva Ialat pada jenasah
 Sebab akibat luka
Dari pemeriksan luka dapat diketahui benda
apa yang menyebabkannya, misal benda
tajam, tumpul atau senjata api dll.
 Cara kematian (Manner of death)
- Penyidik minta bantuan dokter untuk
menentukan mati wajar atau tidak wajar.
- Sehingga penyidik dapat melakukan
tindakan selanjutnya.
- Penyidik dapat menghemat tenaga dan
waktu.
Kesimpulan tentang cara
kematian ada kemungkinan
berbunyi sebagai berikut :

• Pada pemeriksaan sepintas lalu


dari luar saja pada korban tidak
ditemukan tanda-tanda
kekerasan.
• Keadaan TKPnya rapi; dalam
almari ditemukan obat-obatan
dan rongent foto yang
menandakan korban sakit paru-
paru.
• Cara kematian korban diduga
adalah wajar.
Bunuh Diri

1. Jika dokter kebetulan melihat


sendiriperistiwanya, maka dokter dalam hal
ini bertindak sebagai saksi, bukan sebagai
ahli. Dokter dapat berkesimpulan “Jelas
suatu kejadian bunuh diri”

2. Jika dokter menemukan keadaan TKP rapi


dan luka-luka pada tubuh korban adalah
luka-luka klasik bunuh diri, ia dapat
berkesimpulan “Peristiwa tersebut biasanya
merupakan peristiwa bunuh diri”

3. Jika menemukan keadaan TKP rapi


dan luka-luka pada korban adalah
luka-luka tidak klasik bunuh diri, ia
dapat berkesimpulan “Peristiwa ini
lebih mendekati bunuh diri dari
pembunuhan”
• Pembunuhan
Jika dokter menemukan keadaan TKP
porak-poranda dan luka-luka pada
korban tidak sesuai dengan luka-luka
klasik bunuh diri, ia dapat berkesimpulan
“Peristiwa tersebut merupakan
pembunuhan”

• Kecelakaan
Jika dokter menemukan keadaan TKP
rapi dan di atas meja terdapat alat
seterika yang dibongkar, sedangkan
dalam tangan korban terdapat kawat
listrik yang bocor yang berhubungan
dengan arus listrik, ia dapat
berkesimpulan “Peristiwa tersebut
menurut dugaan adalah suatu
kecelakaan”
• Cara Kematian tidak jelas
Dari pemeriksaan TKP dan
pemeriksaan luar pada korban belum
dapat diambil kesimpulan tentang
cara kematian.
LAIN-LAIN :
• Untuk menentukan sebab pasti
kematian, maka mutlak harus
dilakukan otopsi.
• Jangan sekali-kali menganggap remeh
pemeriksan TKP.
• Pemeriksaan TKP harus dilakukan
sendiri oleh dokter, tdk boleh
diwakilkan.
• Dokter yang melakukan pemeriksaan
TKP yang harus menandatangani
Visum et Repertum TKP.
Identifikasi Korban
Bencana
Bencana alam adalah suatu peristiwa
yang disebabkan
oleh alam atau manusia yang
mengakibatkan korban
dan penderitaan manusia, kerugian harta
benda,
kerusakan lingkungan, kerusakan sarana
dan
prasarana umum serta menimbulkan
gangguan
terhadap tata kehidupan dan
penghidupan masyarakat
dan pembangunan nasional yang
memerlukan
Identifikasi Korban
Bencana
Bencana massal adalah kejadian
mendadak dan
tidak terduga serta menimbulkan
kerugian harta
benda dan nyawa manusia yang
melebihi
kemampuan fasilitas dan sumber daya
manusia
diwilayah kejadian.
Korban Bencana dikelompokkan:
Bencana Tk I : Korban diatas 300
orang
Bencana Tk II : Korban 100 – 299
orang
Bencana Tk III : Korban 50 – 99
orang
Bencana Tk IV : Korban 30 – 49
orang
DVI atau Disaster Victim
Identification adalah
suatu prosedur untuk
mengindetifikasikan
korban mati akibat bencana masal
secara ilmiah
yang dapat dipertanggungjawabkan
dan mengacu
pada standar baku interpol.
Tata Laksana Disaster Victim
Identification
Struktur Operasional DVI

Coroner (Ketua)

Investigasi

Komandan DVI

Staff Administrasi

Kanit DVI Kanit DVI Kanit DVI Kanit DVI


TKP Post Mortem Ante Mortem Rekonsiliasi
Proses DVI meliputi 5 fase:
1. The Scene
2. The Mortuary
3. Ante Mortem Information
Retrieval
4. Reconciliation
5. Debriefing
Penanganan di TKP (fase 1)
Kegiatan:
1. Memberi tanda dan label di TKP
- membuat sektor-sektor / zona pada
TKP dengan ukuran 5x5 m yang sesuai
dengan situasi dan kondisi geografis.
- memberikan tanda pada setiap sektor
- memberikan label orange pada jenazah,
label diikat pada tubuh / ibu jari kanan
jenazah.
- menentukan label putih pada barang-
barang pemilik yang tercecer.
- membuat sketsa dan foto tiap sektor.
2. Evakuasi dan transportasi jenazah dan
barang
- memasukkan jenazah dan potongan
jenazah dalam
kantong jenazah dan diberi label
jenazah.
- memasukkan barang-barang yang
terlepas dari
tubuh korban dan diberi label sesuai
nama
jenazah.
- diangkut ke tempat pemeriksaan dan
penyimpanan
jenazah dan dibuat berita acara
penyerahan
kolektif.
Penanganan di unit post
mortem (fase 2)

Fungsi:
- menampung dan menyimpan sisa
tubuh
- mencatat dan menyimpan properti
- tempat melaksanakan pengujian
terhadap sisa tubuh
- tempat koordinasi untuk pemisahan
sisa tubuh
Kegiatan
- menerima jenazah / potongan jenazah dan
barang bukti dari unit TKP
- registrasi ulang dan mengelompokkan
kiriman tersebut berdasarkan jenazah utuh,
tidak utuh, potongan jenazah dan barang-
barang.
- membuat foto jenazah
- mencatat ciri-ciri korban sesuai formulir yang
tersedia
- mengambil sidik jari korban dan golongan
darah.
- mencatat gigi-gigi korban.
- membuat rontgen jika perlu
- melakukan otopsi
- mengambil data-data ke unit pembanding
data.
- mengambil organ-organ untuk pemeriksaan
DNA
Penanganan Unit Ante Mortem
(fase 3)

Fungsi:
- mendapatkan, menganalisa serta
mencocokkan data orang.
- mengetahui data orang hilang
- mendapatkan informasi DNA
- mendapatkan informasi properti
Kegiatan:
- mengumpulkan data-data korban
semasa hidup seperti foto dan lain-
lainnya, dikumpulkan dari instansi
tempat korban bekerja, keluarga /
kenalan, dokter gigi, polisi (sidik jari)
- memasukkan data-data yang ada
dalam formulir yang tersedia.
- mengelompokkan data-data ante
mortem berdasarkan jenis kelamin
dan umur
- mengirimkan data-data yang telah
diperoleh ke unit pembanding data.
Data-data ante mortem:
- umum : nama, jenis kelamin, umur,
berat badan, tinggi badan, pakaian,
perhiasan serta kepemilikan lainnya.
- medis : warna kulit, warna jenis
rambut, mata, cacat, tatto, tanda
khusus lainnya, golongan darah serta
catatan medis lainnya.
Penanganan Unit Pembanding
Data (Reconciliation) (Fase 4)
Fungsi:
- membandingkan data ante mortem dan data
post mortem
- penetapan dari suatu identifikasi
Kegiatan:
- mengkoordinasikan rapat-rapat penentuan
identitas korban antara unit TKP, unit data
ante mortem dan unit post mortem
- mengumpulkan data-data korban yang
dikenal untuk dikirim ke tim identifikasi.
- mengumpulkan data-data tambahan dari
unit TKP, post mortem dan ante mortem
untuk korban yang belum dikenal
Debriefing (fase 5)

- meninjau kembali pelaksanaan DVI


- mengenali dampak positif dan
negatif operasi DVI
- menentukan keefektifan persiapan
tim DVI secara psikologi.
- melaporkan temuan serta
memberikan masukan untuk
meningkatkan operasi berikutnya.
Pada DVI telah ditentukan metode
identifikasi yang dipakai yaitu:
1. Primary / utama
a. Catatan gigi
b. Sidik jari
c. DNA
2. Secondary / pendukung
a. Visual
b. Property
c. Medis
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai