Anda di halaman 1dari 28

CASE REPORT DAN REFERAT

“DRE EYE”

Oleh:
Dinda Asari Zulkarnain
(70700121008)
Supervisor:
dr. Diah Tantri, Sp. M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA


TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul


“DRY EYE ”
Telah memenuhi persyaratan dan telah disetujui
Pada tanggal Agustus 2022

Oleh :
Supervisor

dr. Diah Tantri, Sp. M

Mengetahui,
Ketua Program Pendidikan Profesi Dokter
UIN Alauddin Makassar

dr. Azizah Nurdin, Sp.OG, M. Kes


NIP. 198409052009012011

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang sebesar-besarnya kami panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua bahwa
dengan segala keterbatasan penulis dapat menyelesaikan penulisan referat dengan
judul “DRY EYE” dalam rangka tugas kepaniteraan klinik Departemen Ilmu
Kesehatan Mata Program Pendidikan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Shalawat serta salam kami junjungkan kepada Rasulullah Muhammad
SAW yang telah memberikan pencerahan bagi umatnya.
Keberhasilan penyusunan referat ini adalah berkat bimbingan, kerja sama,
serta bantuan dari berbagai pihak yang telah diterima dari penulis sehingga segala
rintangan yang dihadapi selama penulisan dan penyusunan referat ini dapat
terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih setinggi- tingginya secara tulus dan ikhlas kepada yang terhormat :
1. dr. Diah Tantri, Sp.M selaku supervisor pembimbing
2. Serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan oleh
penulis
Tidak ada manusia yang sempurna maka penulis menyadari sepenuhnya
bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, sehingga dengan segala kerendahan
hati penulis siap menerima kritik dan saran serta koreksi yang membangun dari
semua pihak.

Makassar, Agustus 2022

Dinda Asari Zulkarnain


(70700121008)

3
DAFTAR ISI

4
DAFTAR GAMBAR

5
BAB I

PENDAHULUAN

Dry Eye Disease (DED) adalah salah satu morbiditas mata yang paling sering
ditemui. Dua puluh lima persen pasien yang mengunjungi klinik mata melaporkan
gejala mata kering, menjadikannya masalah kesehatan masyarakat yang terus
berkembang. Mata kering adalah penyakit multifaktorial dari air mata dan
permukaan mata yang menghasilkan gejala ketidaknyamanan, gangguan
penglihatan, dan ketidakstabilan lapisan air mata dengan potensi kerusakan pada
permukaan mata. Hal ini disertai dengan peningkatan osmolaritas dari lapisan air
mata dan peradangan pada permukaan mata1.
Berdasarkan hasil penelitian, prevalensi mata kering di Asia Tenggara
menunjukan hasil yang tertinggi yaitu sebesar 20-52,4% sementara prevalensi di
amerika serikat sebesar 18,4%. Faktor resiko dry eye disease meliputi usia lanjut,
penggunaan lensa kontak, terpapar laser, terapi radiasi, polutan, lingkungan
dengan kelembaban rendah, kekurangan vitamin A, infeksi hepatitis C, penyakit
autoimun, HIV, Diabetes mellitus, diet asam lemak omega 3 dan omega 6, obat-
obatan seperti antihistamin, antidepresan trisiklik, penghambat serotonin secara
selektif, diuretik, β-bloker, antikolinergik. Faktor resiko lainnya adalah
Reumatoid Artritis, penyakit Grave’s dan ketidaknormalan kelopak mata atau
permukaan mata2–4.
Gangguan air mata di kelompokan menjadi defisiensi komponen aqueous/lipid
dan evaporasi. Pada realitanya sebagian besar pasien mengalami gangguan air
mata dengan multi faktor resiko dan disfungsi pada lebih dari satu sel penghasil
air mata yang menyebabkan instabilitas air mata. Instabilitas air mata disertai
dengan peningktan osmolaritas air mata mengaktifkan jalur sinyal stres di epitel
permukaan mata dan memicu produksi mediator proinflamasi sehingga dapat
menyebabkan penuruan fungsi air mata dan perburukan gejala5.

6
7
BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas pasien
 Nama : Tn. Nur Salam
 Usia : 62 Tahun
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Pekerjaan : Tidak Bekerja
 Alamat : BTN Minasa Upa Blok B13 No.23
 Tanggal periksa : 19 Agustus 2022
B. Subjektif
 Keluhan utama : kedua mata berair dan terasa gatal
 Anamnesis Terpimpin : Pasien datang dengan keluhan kedua mata berair
dan terasa gatal. Pengelihatan terasa kabur seperti ada bayangan hitam.
Riwayat sakit mata 2 minggu yang lalu. Riwayat menggunakan kacamata
baca. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya (-). Riwayat penggunaan
obat sebelumnya (-). Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-).

C. Objektif
OD Pemeriksaan OS

Edema (-), Hiperemis (-) Palpebra Edema (-), Hiperemis (-)

Dalam Batas Normal Silia Dalam Batas Normal

Hiperlakrimasi (+) Apparatus Lakrimalis Hiperlakrimasi (+)

8
Hiperemis (+) Konjungtiva Hiperemis (+)

Dalam Batas Normal Kornea (tes sensivitas Dalam Batas Normal


dan
fluoresens jika ada)
Dalam Batas Normal BMD Dalam Batas Normal

Coklat, kripta (+) Iris Coklat, kripta (+)

Bulat, sentral Pupil Bulat, sentral

+ Refleks cahaya +
langsung dan
tidak langsung
Negatif Relative Afferent Negatif
Pupillary
Defect (RAPD)
Keruh Lensa Keruh

D. Assessment
Diagnosis: ODS Dry Eye Syndrome+ Katarak Senile

9
E. Planning
 Cendo Lyters Eye drops 4x15/ ODS

10
BAB III

PEMBAHASAN

A. Anatomi dan Fisiologi Mata


a. Glandula Lakrimalis6
Apparatus lacrimalis terlibat dalam produksi, perpindahan, dan
drainase cairan dari permukaan bulbus oculi. Yang termasuk di
dalamnya adalah glandula lacrimalis dan ductusnya, canaliculus
lacrimalis, saccus lacrimalis, dan ductus nasolacrimalis. Glandula
lacrimalis terletak di anterior pada daerah superolateral orbita dan
dibagi menjadi dua bagian oleh levator palpebrae superior:
1. Bagian yang lebih besar, pars orbitalis berada dalam suatu
cekungan, fossa sacci lacrimalis, dalam tulang frontale.
2. Bagian yang lebih kecil, pars palpebralis berada di inferior dari
levator palpebrae superioris di bagian superolateral palpebrae.

Gambar 1. Glandula lacrimalis tampak anterior

Beberapa ductulus excretorii mengalirkan sekresi glandulanya ke


bagian lateral fornix conjunctivae superior. Secara berkelanjutan cairan
disekresi oleh glandula lacrimalis dan bergerak menyeberangi
permukaan bulbus oculi dari lateral ke medial saat palpebrae berkedip.

11
Cairan terkumpul di sisi medial dalam laccus lacrimalis dan mengalir
dari laccus tersebut melalui canaliculus lacrimalis.

b. Ductus Lakrimalis7
Air mata mengalir membasahi cornea dan berkumpul di dalam
laccus lacrimalis. Dari sini, air mata masuk ke canaliculi lacrimalis
melalui puncta lacrimalia. Canaliculi lacimalis berjalan ke medial dan
bermuara ke dalam saccus lacrimalis yang terletak di dalam alur
lacrimalis di belakang ligamentum palpebrae medial dan merupakan
ujung atas yang buntu dari ductus nasolacrimalis.
Ductus nasolacrimalis panjangnya lebih kurang 0,5 inci (1,3 cm)
dan keluar dari ujung bawah saccus lacrimalis. Ductus berjalan ke
bawah belakang dan lateral di dalam canalis osseosa dan bermuara ke
dalam meatus nasi inferior. Muara ini dilindungi oleh lipatan
membrana mucosa yang dikenal sebagai plica lacrimalis. Lipatan ini
mencegah udara masuk melalui ductus ke dalam saccus lacrimalis
pada waktu membuang sekret.

Gambar 2. Anatomi apparatus lacrimalis

12
c. Persarafan Apparatus Lakrimalis7
Nervus lacrimalis berasal dari divisi ophthalmica nervus
trigeminus. Nervus ini masuk orbita melalui bagian atas fissura
orbitalis superior dan berjalan ke depan di sepanjang pinggir atas
musculus rectus lateralis. Nervus ini bergabung dengan cabang nervus
zygomaticotemporalis, yang kemudlan keluat dan masuk ke dalam
glandula lacrimalis (serabut sekretomotorik parasimpatik). Nervus
lacrimalis berakhir dengan menyarafi kulit bagian lateral palpebra
superior.
Persarafan sekretomotorik parasimpatik berasal dari nucleus
lacrimalis nervus facialis. Serabut-serabut preganglionik mencapai
ganglion pterygopalatinum (sphenopalatinum) melalui nervus
intermedius dan ramus petrosus major serta melalui nervus canalis
pterygoidei. Serabut-serabut posganglionik meninggalkan ganglion
dan bergabung dengan nervus maxillaris. Kemudian serabut ini
berjalan di dalam ramus zygomaticus dan nervus
zygomaticotemporalis, dan mencapai glandula lacrimalis melalui
nervus lacrimalis.
Persarafan posganglionik simpatik berasal dari plexus caroticus
internus dan berjalan melalui nervus petrosus profundus, nervus
canalis pterygoidei, nervus maxillaris, nervus zygomaticus, nervus
zygomaticotemporalis, dan akhirnya nervus lacrimalis.

d. Fisiologi Air Mata8


Lapisan air mata terdiri dari komponen aqueous, lipid, dan musin.
Kelenjar lakrimal menghasilkan bagian berair, yang diperkaya dengan
campuran kompleks elektrolit, enzim, antibodi, vitamin, protein
antimikroba, dan zat lainnya. Lipid diproduksi oleh kelenjar meibom,
yang merupakan kelenjar sebasea yang dimodifikasi di sepanjang tepi
kelopak mata. Lapisan lipid hidrofobik ini menghambat penguapan
lapisan air mata dan membantu mencegah air mata tumpah ke pipi.

13
Musin (gelatinous glikoprotein) diproduksi oleh sel goblet
konjungtiva. Pada mata yang sehat, komponen mukosa ini memberikan
lapisan air mata yang licin dan rata, meminimalkan gesekan dan
melindungi kornea saat berkedip. Sebuah loop umpan balik saraf
mempertahankan pelumasan permukaan okular, dengan sensasi okular
melalui persarafan kornea yang mendorong produksi air mata basal
oleh kelenjar lakrimal.

e. Sklera 6,9
Sklera merupakan lapisan keruh dari jaringan ikat padat yang dapat
dilihat di anterior melalui tunica conjunctiva yang menutupinya
sebagai "bagian putih mata". Sclera ditembus beberapa pembuluh
darah dan nervus, termasuk nervus opticus di posterior dan
menyediakan perIekatan berbagai musculus yang terlibat dalam gerak
bulbus oculi. Selubung fascia bulbus oculi menutupi permukaan
eksternal sclera dari tempat masuk nervus opticus sampai pertemuan
corneoscleralis, sedangkan permukaan internal sklera melekat secara
longgar pada choroidea tunica vasculosa. Sklera anterior ditutupi oleh
3 lapis jaringan ikat vaskuler. Tiga susunan sklera dari luar kedalam
yaitu episklera, stroma, dan lamina fuska.
Sklera mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi
pengukuran tekanan bola mata. Pada orang dewasa lapisan ini
membentuk segmen bola yang berdiameter sekitar 22 mm. Sklera
memiliki ketebalan rerata 0,5 mm, relatif avaskular, terdiri atas
jaringan ikat padat kuat, yang terdiri atas berkas kolagen tipe I pipih
yang berselang-seling dalam berbagai arah tetapi tetap sejajar dengan
permukaan organ, substansi dasar dalam jumlah cukup, dan sebaran
fibroblas. Tendon ekstraokular yang menggerakkan insersi mata ke
dalam area anterior sklera. Di posterior sklera menebal kira-kira
sebesar 1 mm dan bergabung dengan epineurium yang melapisi nervus
opticus. Sebuah regio internal tipis di sklera yang berdekatan dengan

14
choroid, kurang padat dengan serabut kolagen yang lebih tipis, lebih
banyak fibroblas. serat elastin, dan melanosit.

Gambar 3. Anatomi internal mata

B. Definisi
Dry eye disease (DED) adalah penyakit multifaktorial dari air mata dan
permukaan mata yang menghasilkan gejala ketidaknyamanan, gangguan
penglihatan, dan ketidakstabilan lapisan air mata dengan potensi kerusakan pada
permukaan mata. Hal ini disertai dengan peningkatan osmolaritas dari lapisan air
mata dan peradangan pada permukaan mata1.

C. Epidemiologi
Prevalensi dry eye disease Dry di Asia Tenggara menunjukan hasil yang
tertinggi yaitu sebesar 20-52,4% sementara prevalensi di Amerika Serikat sebesar
18,4%. Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa di bandingkan dengan ras
Kaukasia, ras Asia memiliki prevalensi instabilitas air mata yang lebih tinggi.
Prevalensi dry eye pada perempuan lebih tingggi di bandingkan dengan laki,
terutama pada perempuan postmenopause akibat dari pengaruh hormonal3.

15
D. Etiopatomekanisme8,10
Peradangan permukaan mata adalah komponen kunci dari mata kering.
Penyakit mata, infeksi, atau kondisi yang dimediasi kekebalan dapat
menyebabkan peradangan kronis, dan paparan lingkungan (misalnya, angin dan
partikulat udara). Banyak komponen seluler dan molekuler Obat berkontribusi
pada patogenesis mata kering, termasuk sitokin inflamasi, metaloproteinase, dan
kemokin dan reseptornya, yang menyebabkan aktivasi sel imun dan inflamasi
terkait.
Pengurangan sekresi air mata yang merupakan karakteristik mata kering yang
kekurangan air menghasilkan hiperosmolaritas lapisan air mata yang terkait
dengan kaskade inflamasi yang melibatkan mitogenactivated protein (MAP)
kinase dan jalur pensinyalan faktor nuklir B yang menghasilkan berbagai sitokin
proinflamasi (misalnya, interleukin-1α, interleukin-1β, faktor nekrosis tumor
[TNF-α]) dan matriks metaloproteinase 9 (MMP9). Penelitian juga menunjukkan
bahwa kelimpahan DNA ekstraseluler dan perangkap ekstraseluler neutrofil dalam
cairan air mata orang dengan mata kering disebabkan oleh defisiensi nuklease dan
menyebabkan inflamasi permukaan okular.
 Penyakit Sistem Kekebalan Tubuh
Penyakit autoimun, termasuk rheumatoid arthritis dan lupus
eritematosus sistemik, dapat menyebabkan mata kering. Selain itu,
pengobatan untuk penyakit ini, termasuk metotreksat dan siklofosfamid,
juga dapat menyebabkan atau memperburuk mata kering. Sindrom Sjogren
primer dikaitkan dengan mata kering yang kekurangan air, meskipun juga
dapat dimanifestasikan oleh tanda-tanda mata kering lainnya, seperti
perubahan kelenjar meibom. Pada sindrom Sjogren, eksokrinopati yang
dimediasi autoimun menyebabkan infiltrasi sel T pada kelenjar lakrimal,
mengurangi produksi air mata. Dalam hubungannya dengan aksi antibodi
yang bersirkulasi terhadap reseptor kelenjar, pelepasan lokal sitokin
proinflamasi menyebabkan blok neurosecretory. Pasien dengan sindrom
Sjogren yang memiliki tingkat pewarnaan kornea yang tinggi mungkin
secara paradoks melaporkan gejala yang lebih sedikit daripada pasien

16
tanpa sindrom Sjogren yang memiliki tingkat pewarnaan kornea yang
lebih rendah, karena berkurangnya sensitivitas kornea dengan peradangan
dan penyakit permukaan mata yang parah. Mata kering juga dapat
menyertai penyakit inflamasi sistemik seperti sarkoidosis.

 Hormon
Reseptor androgen, estrogen, dan progesteron diekspresikan di
mata, termasuk di kelenjar meibom, kornea, penghubung, dan epitel
pigmen retina. Hormon seks mempengaruhi permukaan mata dengan
mengubah kepadatan sel goblet dan produksi serta kualitas air mata. Selain
itu, mata kering lebih sering terjadi pada wanita pascamenopause
dibandingkan wanita pramenopause, dan wanita dengan onset menopause
dini lebih cenderung memiliki tanda-tanda kerusakan permukaan mata
dibandingkan wanita pramenopause. Studi Kesehatan Wanita
menunjukkan hubungan antara terapi hormon menopause dan peningkatan
prevalensi mata kering. Penelitian lain menunjukkan bahwa terapi hormon
menopause, terutama terapi estrogen saja, dikaitkan dengan penurunan
produksi air mata dan penurunan tekanan intraokular. Penyakit mata
kering lebih terkait erat dengan kadar androgen yang rendah dibandingkan
dengan kadar estrogen yang tinggi atau rendah. Androgen memiliki efek
yang kuat pada lipid dalam sekresi kelenjar meibom melalui protein
reseptor androgen, yang diekspresikan ke seluruh mata (misalnya, di
kelenjar lakrimal, kelenjar meibom, kornea, dan konjungtiva bulbar dan
forniks). Defisiensi androgen, yang terjadi sebagai bagian dari sindrom
insensitivitas androgen kongenital dan dengan terapi antiandrogen,
dikaitkan dengan mata kering. Selain itu, defisiensi androgen merupakan
ciri dari sindrom Sjogren dan dapat menyebabkan mata kering yang
menguap.
 Gangguan anatomi

17
Kelainan anatomi kelopak mata dapat mengganggu fungsi dan
dinamika air mata. Gangguan seperti chalasis konjungtiva dan kelemahan
kelopak mata (yaitu, sindrom kelopak mata floppy), dapat menyebabkan
gejala mata kering. Kondisi yang mempengaruhi kontrol otot wajah,
seperti stroke, cedera, atau Bell's palsy, dapat mengganggu penutupan
kelopak mata, mengakibatkan lagophthalmos dan mengarah ke bentuk
ekstrim dari mata kering evaporatif yang disebut keratitis eksposur.
Demikian pula, setiap kondisi (misalnya, penyakit Parkinson) atau situasi
(misalnya, terlalu lama melihat layar di komputer, ponsel, atau televisi)
yang mengurangi tingkat kedipan dapat meningkatkan risiko mata kering
dengan meningkatkan penguapan air mata.
 Gangguan Neurologi
Nyeri neuropatik dapat mendorong beberapa gejala, terutama pada
subtipe mata kering yang ditandai dengan disfungsi somatosensori. Gejala
dan tanda mata kering mungkin imbul pada pasien yang memiliki fungsi
saraf abnormal sebagai akibat dari koreksi penglihatan laser di mana saraf
kornea ditranseksi atau pada pasien dengan gangguan sensorik yang
menyertai seperti fibromyalgia atau migrain. Disfungsi saraf mata
mungkin memainkan peran dalam ketidaknyamanan yang terkait dengan
mata kering.
 Disfungsi kelenjar meibom
Disfungsi kelenjar meibom dimanifestasikan sebagai lubang
kelenjar yang tersumbat, sekret yang kental, lapisan lipid yang terganggu
pada film air mata, dan peradangan pada tepi kelopak mata. Disfungsi
kelenjar meibom obstruktif mengubah konstitusi lipid air mata dan
merupakan penyebab paling umum dari mata kering evaporatif. Tanpa
komponen lipid yang cukup, komponen air mata akan menguap dengan
cepat.
 Diabetes
Gejala mata kering sering dilaporkan oleh pasien dengan diabetes
tipe 1 atau tipe 2 namun, pasien tersebut mungkin juga memiliki kelainan

18
air mata tanpa gejala sebagai akibat dari penurunan sensitivitas kornea.
Kerusakan terkait diabetes pada mikrovaskuler kelenjar lakrimal, otonom
neuropati, dan neuropati sensorik diabetik pada kornea mempengaruhi
kualitas dan kuantitas air mata. Kontrol glikemik yang buruk dikaitkan
dengan peningkatan penggunaan larutan air mata buatan.
 Obat-obatan
Banyak obat sistemik telah dilaporkan memicu mata kering,
termasuk agen diuretik (misalnya, furosemide), beta-blocker (misalnya,
propranolol), agen antihipertensi lain (misalnya, candesartan), antihistamin
(misalnya, cetirizine), dekongestan (misalnya, pseudoefedrin), obat untuk
penyakit Parkinson (misalnya, trihexyphenidyl), agen antidepresan
(misalnya, amitriptyline), agen ansiolitik (misalnya, lorazepam), agen
antikonvulsan (misalnya, asam valproat), agen antipsikotik (misalnya,
thioridazine), agen antispasmodik, asam lambung. agen perlindungan
(misalnya, ranitidine), kontrasepsi oral, dan beberapa suplemen herbal
(misalnya, echinacea). Isotretinoin merusak fungsi kelenjar meibom,
meningkatkan penguapan air mata. Obat antikolinergik yang menyebabkan
mulut kering akibat parasimpatis blokade memiliki efek okular yang
serupa. fek toksik pengawet dalam obat mata topikal (termasuk
benzalkonium klorida) dapat menyebabkan peradangan konjungtiva dan
ketidakstabilan lapisan air mata, sehingga menyebabkan atau
memperburuk gejala dan tanda mata kering.

E. Gejala klinis
Gejala utama mata kering adalah kering dan rasa berpasir pada mata. Gejala
tambahan seperti rasa panas atau gatal, sensasi benda asing, air mata berlebihan,
nyeri dan mata kemerahan, dan fotofobia. Dapat diikuti dengan gangguan
penglihatan dan memburuk saat kelembapan rendah dan suhu tinggi3.
Kemerahan konjungtiva yang kurang lebih menonjol dan kerusakan pada
permukaan mata dengan erosi epitel (keratitis superfisial) adalah tipikal pada dry
eye. Meniskus air mata bagian bawah berkurang. Selain itu, sering ada tanda-

19
tanda disfungsi kelenjar meibom dengan tepi kelopak mata yang menebal dan
telangiektasia. Lubang kelenjar meibom terhalang oleh sekret yang keruh,
berbutir, atau padat yang hanya bisa diungkapkan dengan mengerahkan cukup
banyak tekanan pada kelopak mata bawah. Disfungsi kelenjar meibom dapat
dikaitkan dengan peradangan, blepharitis (radang margin kelopak mata) atau
meibomitis (peradangan kelenjar meibom)11.
Pada stadium lanjut atau dalam bentuk penyakit yang parah, jaringan parut
konjungtiva atau komplikasi kornea dapat terjadi. Selain keratitis filamen,
kerusakan epitel persisten, ulserasi, dan bahkan perforasi kornea dapat terjadi.
Klasifikasi dry eye berdasarkan tingkat keparahannya, gejala dan tanda klinis
telah ditetapkan pada tabel di bawah ini11:

Tabel 1. Klasifikasi tingkat keparahan dry eye

F. Penegakan Diagnosis
Dry eye disease didiagnosis dengan gejala klinis, anamnesis yang lengkap.
Dalam anamnesis dilakukan pencarian faktor resiko seperti riwayat penggunaan
obat, penyakit sistemik dan lokasi lingkungan pekerjaan. Diperlukannya
pemeriksaan untuk membedakan dry eye, infeksi dan alergi yang dapat
memberikan gejala klinis yang hampir sama namun membutuhkan tata laksana
yang berbeda. Jika salah dalam menentukan diagnosa dan obat anti alergi atau

20
epiteliotoksis antibiotik telah diresepkan maka akan memperburuk mata kering.
Pemeriksaan khusus yang penting dilakukan untuk menilai fungsi air mata secara
kualitas maupun kuantitas seperti3:
1. Schimer’s Test3
Uji Schirmer adalaj uji penyaring untuk menilai produksi air mata. Uji
ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan memasukan strip
Schirmer (kertas saring Whatman No. 41) ke dalam cul-de-sac
konjungtiva inferior di perbatasan antara bagian sepertiga tengah dan
temporal palpebral inferior. Uji Schirmer 1 tanpa anestesi berfungsi
untuk mengukur fungsi kelenjar lakrimal utama, yang aktivitas
sekresinya dirangsang oleh iritasi kertas saring. Jika panjang basah
kurang dari 10 mm tanpa anestesi dianggap abnormal. Uji Schirmer 2
Uji schirmer yang dilakukan setelah anestesi topical (tetracaine 0,5%)
mengukur fungsi kelenjar lakrimal aksesorius (pansekresi dasar).
Kurang dari 5 mm dalam waktu 5 menit adalah abnormal.

Tes Schirmer

2. Tear film break-up time dengan fluorescein3,11,12


Tear film breakup time (TBUT) merupakan waktu yang
dibutuhkan oleh tear film untuk pecah mengikuti kedipan mata.
Pemeriksaan kuantitatif ini berguna untuk menilai kestabilan tear film,
dan waktu normal TBUT adalah 15-20 detik, sedangkan pada mata
kering nilai TBUT adalah 5-10 detik. Pemeriksaan TBUT
menggambarkan kestabilan lapisan air mata, dilakukan dengan

21
menggunakan zat pewarna fluoresein 1%. Jumlah zat fluoresein yang
ditetes sekitar 1-2 L, pemberian dapat menggunakan pipet atau kertas
strip fluoresein. Setelah itu, pasien diminta untuk mengedipkan mata
sebanyak tiga kali untuk memastikan zat warna bercampur dengan air
mata secara adekuat. Waktu interval yang dibutuhkan antara kedipan
terakhir sampai munculnya bercak gelap pada kornea diukur
menggunakan stopwatch. Waktu kurang dari 10 detik menunjukkan
bahwa pasien memiliki mata kering.
Selain itu tear film breakup dapat timbul akibat peningkatan
evaporasi, penurunan volume aqueous air mata, dan penurunan
keterbasahan permukaan kornea. Jika DED disebabkan oleh defisiensi
aqueous, maka pola yang dominan muncul adalah line atau area break.
Jika DED disebabkan peningkatan evaporasi, pola yang muncul adalah
random break. Sementara itu, DED akibat penurunan keterbasahan
akan memberikan gambaran pola berupa spot atau dimple break.

G. Penatalaksanaan3,13–15
Langkah pertama dalam mengelola penyakit ini adalah mengidentifikasi
etiologi yang mendasari dan mengobatinya. Edukasi terhadap pasien juga
merupakan hal yang penting. Edukasi mencakup fakta bahwa mata kering adalah

22
keadaan kronis yang membutuhkan terapi yang panjang yang mungkin
membutuhkan waktu yang lambat untuk memberikan efek dan pemulihan total
sukar terjadi. Tata laksana untuk dry eye disease melibatkan pendekatan
berjenjang yang sesuai dengan keparahan penyakit dan harus mempertimbangkan
disfungsi kelenjar Meibomian terkait, peradangan pada permukaan okular, dan /
atau penyakit sistemik yang berhubungan. Menghindari faktor-faktor yang
memberatkan seperti rokok, udara panas kering, AC, dan yang lainnya adalah
bagian mendasar dari tata laksana.
1. Pengobatan Topikal
Penggunaan obat-obatan topikal dapat berupa air mata buatan baik
dalam bentuk gel maupun salep, obat anti inflamasi (siklosporin dan
kortikosteroid topikal), agen mukolitik, dan serum air mata autologous.
Pemakaian tetes air mata buatan (artificial tears) sampai saat ini
merupakan terapi yang paling penting. Air mata buatan merupakan
pengobatan yang paling banyak diberikan pada penderita dry eye apapun
etiologinya, meskipun hanya memberikan kenyamanan bersifat sementara.
Air mata buatan bertujuan untuk menurunkan osmolaritas air mata,
mencuci mata dari produk proinflamatori, dan melindungi permukaan
mata. Dosis serta frekuensi pemakaian air mata buatan sangat tergantung
pada derajat dry eye penderita, meskipun pemakaian yang terus menerus
dan dalam jangka waktu lama dapat mengganggu produksi air mata dan
memperburuk keadaan.
Topikal siklosprin A adalah imunosupresan yang menghambat
jalur calcineurin-fosfatase oleh kompleks pembentukan cyclophilin dan
dengan demikian mengurangi trankripsi pengaktivan sel T sitokin seperti
interleukin-2 (IL2). Siklosporin dapat meningkatkan produksi air mata dan
berdasarkan penelitian terapi dengan 0,05% tetes mata 2 kali per hari dapat
meningkatkan hasil tes schirmer, mengurangi gejala (pandangan buram,
kekeringan pada mata, sensasi benda asing, dan epifora) dan mengurangi
penggunaan tetes air mata buatan. Perbaikan klinis tersebut berhubungan

23
dengan penuruan marker inflamasi pada permukaan mata dan
meningkatkan jumlah sel goblet pada konjungtiva.
Topikal kortikosteroid dipakai sebagai terapi tambahan pada
topikal siklosporin A pada pasien yang menunjukkan perbaikan gejala
tetapi tetap terdapat gejala dan tanda kerusakan permukaan mata.
Kortikosteroid adalah immunosupressor poten, yang dapat menghambat
banyak jalur inflamasi. Kortikosteroid menghambat produksi sitokin dan
kemokin inflamatori, mengurangi sintesis matrix metalloproteinase dan
mediator inflamasi lipid (prostaglandin), mengurangi ekspresi molekul
adesi sel (ICAM-1) dan menstimulasi apoptosis limfosit. Penggunaan
kortikosteroid hanya disarankan untuk terapi jangka pendek.

2. Pembedahan
Tindakan bedah pada mata kering berupa pemasangan sumbatan di
punctum yang terbuat dari silicon atau kolagen yang di pakai secara
temporer. Kolagen dapat larut selama seminggu sedangkan silicon dapat
diangkat oleh dokter. Tujuannya adalah untuk mengurangi pengeluaran air
mata sehingga memperbaiki lubrikasi permukaan mata dengan air mata
yang ada. Risiko yang paling umum terjadi adalah plug yang jatuh dengan
sendirinya, hal tersebut terjadi secara tiba-tiba dan dapat dilakukan
penggantian plug jika diperlukan. Jatuhnya plug atau migrasi plug ke area
yang tidak di harapkan dimana dapat terbawa jatuh lebih jauh ke dalam
saluran drainase mata, dapat menyebabkan sumbatan, pembengkakan dan
nyeri. Jika hal tersebut terjadi maka segera ditangani agar tidak terjadi
komplikasi seperti infeksi. Pada beberapa kasus dapat dilakukan bedah
sederhana yang disebut punctal cautery, yaitu lubang ditutup permanen
dengan metode kauterisasi. Metode ini direkomendasikan pada penutupan
permanen. Namun, dapat terjadi pembukaan punctum.

24
H. Prognosis
Prognosis penyakit dry eye bervariasi tergantung pada derajat keparahan
kondisi dan ada tidaknya komplikasi. Sebagian besar pasien memiliki kasus
ringan hingga sedang yang dapat diobati secara simtomatis dengan pelumas
memberikan hasil yang baik. Secara umum, prognosis ketajaman visual pada
pasien dengan dry eye adalah baik. Kebanyakan orang dengan sindrom dry eye
dengan pengobatan sesuai resep dokter dapat mengendalikan gejalanya,
memungkinkan terbebas dari gejala16.

BAB III

PENUTUP

Dry eye disease atau keratokonjungtivitis sika merupakan penyakit yang


sering terjadi pada masyarakat yang insidensinya meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. Dry eye disease adalah penyakit multifaktorial dari air mata
dan permukaan mata yang menghasilkan gejala ketidaknyamanan, gangguan

25
penglihatan, dan ketidakstabilan lapisan air mata dengan potensi kerusakan pada
permukaan mata. Hal ini disertai dengan peningkatan osmolaritas dari lapisan air
mata dan peradangan pada permukaan mata. Untuk melakukan diagnosis
membutuhkan anamnesis riwayat yang cermat, pemeriksaan terperinci,
serangkaian tes diagnostik. Hasil penelitian menunjukan bahwa defisiensi air mata
saja jarang dibandingkan dengan hiper evaporasi. Pemakaian air mata buatan,
kebersihan kelopak mata yang teratur, dan obat antiinflamasi adalah pendekatan
pengobatan yang baik.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Pinho Tavares F De, Fernandes RS, Bernardes TF, Bonfioli AA, Carneiro
Soares EJ. Dry eye disease. Semin Ophthalmol. 2010;25(3):84-93.
doi:10.3109/08820538.2010.488568
2. Stapleton F, Alves M, Bunya VY, et al. TFOS DEWS II Epidemiology
Report. Ocul Surf. 2017;15(3):334-365. doi:10.1016/j.jtos.2017.05.003
3. Messmer EM. The Pathophysiology, Diagnosis, and Treatment of Dry Eye
Disease. Dtsch Arztebl Int. Published online 2015:71-82.
doi:10.3238/arztebl.2015.0071
4. Eva R, J W, Vaughan, Abury. Oftalmologi Umum. Edisi 17. EGC; 2013.
5. Pflugfelder SC, de Paiva CS. The Pathophysiology of Dry Eye Disease.
Ophthalmology. 2017;124(11):S4-S13. doi:10.1016/j.ophtha.2017.07.010
6. RL D, W V. Gray’s Anatomy: Anatomy of the Human Body. Elsevier Inc.;
2014.
7. F P, J W. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 1Kepala, Leher,
Ekstremitas Atas. EGC; 2013.
8. Dua J, Clayton R. First case report of Nocardia veterana causing nodular
lymphangitis in an immunocompromised host. Australas J Dermatol.
2014;55(3):2012-2014. doi:10.1111/ajd.12043
9. L M. Junqueira Histologi Dasar. EGC; 2012.
10. Rouen PA, White ML. Dry eye disease: Prevalence, assessment, and
management. Home Healthc Now. 2018;36(2):74-83.
doi:10.1097/NHH.0000000000000652
11. Elvira, Wijaya VN. Penyakit Mata Kering. CDK Ed Suplemen. Published
online 2018:192-196.
12. Casey A, Marina S. Klasifikasi, diagnosis, dan pengobatan saat ini untuk
penyakit mata kering: tinjauan pustaka. Intisari Sains Medis.
2021;12(2):640. doi:10.15562/ism.v12i2.998
13. Javadi MA, Feizi S. Dry eye syndrome. J Ophthalmic Vis Res.
2011;6(3):192-198. doi:10.29309/tpmj/2009.16.01.3004

27
14. Singh AD. Dry Eye A Practical Approach Essentials in Ophthalmology.;
2015.
15. Pflugfelder SC, Nettune GR. Treatment of Dry Eye Disease. Elsevier Inc.;
2013. doi:10.1016/B978-1-4557-2876-3.00012-2
16. Doll T. Dry eye disease. Clin Cases Eye Care. Published online 2018:217-
223. doi:10.5005/jp/books/18039_18

28

Anda mungkin juga menyukai