Anda di halaman 1dari 122

KUMPULAN PEMBAHASAN TRYOUT UKMPPD FK UPR

“SISTEM INDERA”

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
FEBRUARI-MARET
2018
1. Seorang pasein laki-laki berumur 50 tahun datang dengan
kesulitan saat membaca dekta. Dari pemeriksaan didapatkan
visus mata kanan 6/30, dengan koreksi S-1 50D C-0.50D ax
172° menjadi 6/6, visus mata kiri 6/12, dengan koreksi S-1.00
C-0.50D ax 180º menjadi 6/6. Pada pemeriksaan segmen
abterior dan posterior dalam batas normal.
• Berapa kekuatan lensa addisi sesuai umur yang sebaiknya
diberikan?
a. S+1.00 D
b. S+1.50 D
c. S+2.00 D
d. S+2.50 D
e. S+3.00 D

SKDI 3. Indera
Penyakit: Akomodasi dan Refraksi
No. 44 Presbiopia
Tingkat Kemampuan 4A
† Presbiopia  Kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan
fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang
dekat. Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin
berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin
meningkatnya umur. Presbiopia merupakan bagian alami dari penuaan
mata.
† Patofisiologi  Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi
peningkatan daya refraksi mata karenaadanya perubahan keseimbangan
antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi
cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras
(sklerosis)dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung. Dengan
demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.
Presbiopia
† Gejala  Keluhan saat membaca berupa mata
lelah, berair, sering terasa pedih, biasanya
pasien membaca dengan menjauhkan kertas
yang dibaca.
† Koreksi  Untuk membantu kekurangan daya
akomodasi pada presbiopia maka dapat
digunakan lensa positif untuk menambah
kekuatan lensa yang berkurang sesuai usia
...Presbiopia
• Berikut adalah koreksi ukuran lensa seusai dengan usia :

Usia (tahun) Kekuatan Lensa Positif yang Dibutuhkan

40 +1.00 D

45 +1.50 D

50 +2.00 D

55 +2.50 D

60 +3.00 D

Gerhard, K. L. Oscar, Gabriele. Doris, Peter. Opthalmology a short textbook. 2 nd Ed. New York. Thieme Stuttgart. 2007.
James, Brus. Dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005.
Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Cetakan V. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2008.
2. Seorang perempuan usia 30 tahun datang ke puskesmas dengan
keluhan hidung sering tersumbat. Keluhan disertai sering pilek,
kadang bersin sejak 1-2 tahun terakhir. Keluhan muncul tidak
tergantung waktu, tempat atau kontak dengan iritan tertentu. Riwayat
penyakit lain, penggunaan obat-obatan disangkal. Hasil pemeriksaan
rhinoskopi anterior terdapat konka inferior, secret seros septum nasi
lurus dibagian tengah, tidak terdapat massa. Pemeriksaan lab
gambaran darah tepi normal, Ro sinus paranasal terdapat
hipertropikonka inferior bilateral. Apakah diagnosis yang paling tepat ?
a.Rhinitis alergi
b.Rhinosinusitis kronis
c.Rhinitis vasomotor
d.Rhinitis atrofi
e.Rhinitis medikamentosa

SKDI 3. Sistem Indera


Penyakit: Hidung dan Sinus Hidung
No. 91 Rhinitis Kronis
No. 96 Sinusitis Kronis
Tingkat Kemampuan 3A
Rhinosinusitis kronis
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus
paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga
sering disebut rinosinusitis.

Sebagian besar sinusitis akut, terjadi sekunder karena:


•1.common cold;
•2.influenza;
•3.measles, whooping cough, etc.

Pada 10% kasus infeksi berasal dari gigi:


•1.Abses apikal,
•2.Cabut gigi
• Rinosinusitis kronis adalah inflamasi mukosa
hidung dan sinus paranasal.
• Gejala klinik rinosinusitis kronis menurut
American Academy of Otolaryngic Allergy
(AAOA), dan American Rhinologic Society
(ARS) adalah rinosinusitis yang berlangsung
lebih dari 12 minggu dengan 2 gejala mayor
atau lebih atau 1 gejala mayor disertai 2
gejala minor atau lebih.
• Keluhan
• 1. Gejala yang dialami, sesuai dengan kriteria pada tabel
• 2. Onset timbulnya gejala, dibagi menjadi:
a. Akut : < 12 minggu
b. Kronis : ≥ 12 minggu
• Khusus untuk sinusitis dentogenik:
a. Salah satu rongga hidung berbau busuk
b. Dari hidung dapat keluar ingus kental atau tidak
beringus
c. Terdapat gigi di rahang atas yang berlubang / rusak
Pemeriksaan penunjang rhinosinusitis
• Foto polos: posisi waters, PA, lateral. Tapi hanya
menilai sinus-sinus besar (maksila & frontal).
Kelainan yang tampak: perselubungan, air fluid
level, penebalan mukosa.
• CT scan: mampu menilai anatomi hidung & sinus,
adanya penyakit dalam hidung & sinus, serta
perluasannya  gold standard. Karena mahal,
hanya dikerjakan untuk penunjang sinusitis kronik
yang tidak membaik atau pra-operasi untuk
panduan operator.
Algoritma Tatalaksana RSK

Strategi tatalaksana RSK:


identifikasi
tatalaksana faktor risiko
pemberian KS intranasal
(budesonide, Fluticasone
propionate, Mometasone
furoate) atau oral dengan
/ tanpa antibiotik
Diagnosis Banding
Lucente F, El HG. Ilmu THT Esensial. 5th ed. Jakarta : EGC. 2011.
3. Seorang laki-laki 65 tahun datang ke dokter dengan
keluhan mata kanan merah dan kabur. Pada pemeriksaan
didapatkan visus mata kanan 6/60, konjungtiva
hiperemis, kornea edem, pupil middilatasi. Pemeriksaan
funduskopi tidak nampak jelas. Apakah usulan
pemeriksaan penunjang yang paling tepat ?
a. Perimetri
b. Refraktometri
c. Keratometri
d. Tonometri
e. Retinometri

SKDI 3. Sistem Indera


Penyakit: Glaukoma
No. 63 Glaukoma Akut
Tingkat Kemampuan 3B
Mata merah Mata Tenang
Tanpa Dengan Penurunan Penurunan
penurunan penurunan visus visus perlahan visus mendadak
visus
1. Konjungtiviti 1. Glaukoma 1. Glaukoma 1. Uveitis
s akut 2. Katarak posterior
2. Perdarahan 2. Keratitis 3. Kelainan 2. Perdarahan
subkonjungti 3. Ulkus kornea refraksi viterus
va 4. Uveitis 4. Retinopati 3. Ablasio
3. Pterigium anterior 5. Retinitis retina
4. Pinguekula 5. Endoftalmitis pigmentosa 4. Oklusi vena
5. Episkleritis- 6. Panoftalmitis dan arteri
skleritis 7. Trauma okuli retina
6. Defisiensi Vit 5. Neuritis
A optik
7. Mata kering
• Glaukoma adalah kelompok penyakit mata
yang umumnya ditandai kerusakan saraf optik
dan kehilangan lapang pandang yang bersifat
progresif serta berhubungan dengan
berbagai faktor risiko terutama tekanan
intraokular (TIO) yang tinggi
Pemeriksaan Glaukoma :
•Funduskopi : Papil saraf optik menunjukkan penggaungan dan atrofi
•Tonometri : TIO lebih tinggi daripada stadium nonkongestif
•Tonografi : Menunjukkan outflow yang baik. Tetapi bila sudah ada
perlengketan antara iris dan trabekula ( goniosinekhia, sinekhia
anterior posterior ), maka aliran menjadi terganggu.
•Gonioskopi : Pada saat TIO tinggi, sudut bilik mata depan tertutup,
sedang pada saat TIO normal, sudutnya sempit.
•Tes Provokasi : Dilakukan pada keadaan yang meragukan.
•Tes yang dilakukan : Tes kamar gelap, tes midriasis, tes membaca, tes
bersujud ( prone test )
• Biometri  pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur panjang
sumbu bola mata, kelengkungan kornea dan kedalaman bilik mata depan,
sehingga didapatkan ukuran lensa intra okular yang akan ditanam dalam
bola mata
• Refraktometri  suatu analisis yang berdasarkan pada penentuan indeks
bias suatu zat. Prinsip kerja dari refraktometer yaitu jika sampel
merupakan larutan dengan konsentrasi rendah, maka sudut refraksi akan
lebar dikarenakan perbedaan refraksi dari prisma dan sampel besar.
• Keratometri  pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur
radius kelengkungan kornea.
•Retinometri  untuk mengetahui fungsi retina yang semua ditujukan
untuk memberikan hasil yang terbaik dari suatu tindakan bedah katarak
refraktif.
•Tonometri  tehnik untuk mengukur tekanan intra okuler tekanan intra
okuler.
•Tes perimetri atau tes lapang pandang  Pemeriksaan ini bertujuan untuk
memeriksa semua area lapan pandang pasien, termasuk lapang pandang
perifer (samping).

Riordan,PE.,Whitcher,JP. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. 17th ed.Jakarta: EGC. 2009.
4. Seorang perempuan usia 56 tahun datang ke dokter dengan
keluhan mata kanan dan kiri terasa panas, terbakar, berpasir,
tidak nyaman dan sering merah. Pada pemeriksaan schirmer
test hasil <10 mm. Dokter memberikan obat tetes mata pada
pasien tersebut. Kemungkinan obat tetes mata apa yang
diberikan dokter pada kasus tersebut ?
a. Antibiotik
b. Anti radang
c. Artifical tear
d. Analgetik
e. Anti jamur

SKDI 3. Sistem Indera


Penyakit: Konjungtiva
No. 5 Mata Kering
Tingkat Kemampuan 4A
Mata merah Mata Tenang
Tanpa Dengan Penurunan Penurunan
penurunan penurunan visus perlahan visus mendadak
visus visus
1. Konjungtiviti 1. Glaukoma 1. Glaukoma 1. Uveitis
s akut 2. Katarak posterior
2. Perdarahan 2. Keratitis 3. Kelainan 2. Perdarahan
subkonjungti 3. Ulkus kornea refraksi viterus
va 4. Uveitis 4. Retinopati 3. Ablasio
3. Pterigium anterior 5. Retinitis retina
4. Pinguekula 5. Endoftalmitis pigmentosa 4. Oklusi vena
5. Episkleritis- 6. Panoftalmitis dan arteri
skleritis 7. Trauma okuli retina
6. Defisiensi Vit 5. Neuritis
A optik
7. Mata kering
• Penyakit mata kering adalah • Nama lain dari penyakit mata kering
kondisi mata yang mengalami adalah keratoconjunctivitis sicca atau
kekurangan cairan akibat air sindrom mata kering. Seseorang yang
mata yang mudah menguap mengalami penyakit ini akan
atau produksi air mata yang mendapatkan gejala-gejala, berupa:
terlalu sedikit. • Mata merah
• Mata bengkak
• Mata terasa panas
• Mata terasa sakit
• Mata terasa berpasir dan kering
• Mata terasa gatal
• Penglihatan menjadi sensitif terhadap
sinar matahari
• Penglihatan buram sementara yang
membaik ketika berkedip
• Adanya selaput lendir tipis di sekitar
mata
• Kelopak mata atas dan bawah saling
menempel ketika bangun tidur.
• Penyebab Mata Kering
• Turunnya atau terganggunya produksi air mata, serta menguapnya air mata
yang terlalu cepat pada kasus penyakit mata kering bisa dipicu oleh beberapa
faktor, di antaranya: Usia (sebagian besar kasus penyakit mata kering terjadi
pada lansia).
• Perubahan hormon, misalnya ketika hamil, ketika menggunakan pil
kontrasepsi, dan ketika menjelang masa menopause.
• Aktivitas dan kebiasaan yang menyebabkan frekuensi mata berkedip
berkurang misalnya membaca, bekerja di depan komputer, dan menulis.
• Penyakit tertentu, misalnya blefaritis, disfungsi kelenjar meibomian, dermatitis
kontak, rheumatoid arthritis, konjungtivitis alergi, sindrom Sjogren, HIV,
skleroderma, bell’s palsy, dan lupus
• Cedera pada mata
• Paparan radiasi
• Efek samping pemakaian kontak lensa
• Efek samping operasi laser pada mata (Lasik)
• Efek samping obat-obatan (misalnya antidepresan, diuretik, beta-blockers, dan
antihistamin)
• Lingkungan (misalnya tinggal di wilayah tinggi, atau beriklim kering, panas, dan
berangin)
• Diagnosis Mata Kering
• Pemeriksaan penyakit mata kering bisa dilakukan oleh dokter spesialis
mata dengan melihat tanda-tanda yang terlihat pada mata, serta gejala
yang dirasakan oleh penderita. Selain dengan pemeriksaan biasa, kadang-
kadang dokter juga membutuhkan teknik pemeriksaan khusus untuk
memperkuat analisis.
• Salah satu jenis tes untuk menentukan pasien terkena penyakit mata
kering atau tidak adalah Schirmer’s test. Melalui tes ini dokter akan
mengukur tingkat kekeringan pada mata dengan cara menempelkan
potongan kertas khusus yang dapat menyerap cairan di kelopak mata
bagian bawah selama 5 menit. Jika dalam waktu tersebut panjang area
yang basah pada kertas hanya kurang dari 10 milimeter, berarti pasien
mengalami penyakit mata kering.
• Untuk mengetahui seberapa cepat air mata mengering, dokter bisa
melakukan tes yang disebut Fluorescein dye test. Tes yang di dalamnya
dibantu dengan cairan pewarna khusus berwarna kuning dan jingga ini
juga bisa digunakkan untuk mendeteksi adanya kerusakan pada
permukaan mata.
• Selain dengan Fluorescein dye test, kerusakan pada permukaan mata juga
bisa dideteksi dengan Lissamine green test.
• Obat tetes mata yang cocok untuk kondisi ini adalah tetes
mata pelumas, atau dikenal juga dengan istilah air mata
buatan (artificial tears). Obat tetes mata ini bekerja dengan
menambahkan elemen air mata untuk membasahi mata yang
kering sehingga membuat mata berfungsi lebih baik.
Hindarilah penggunaan obat tetes mata yang mengandung
dekongestan atau yang biasa diiklankan untuk mengobati
mata merah dan iritasi. Karena meskipun efeknya dapat
meredakan mata mata merah, tapi obat tetes mata ini justru
membuat mata kering menjadi lebih buruk, karena cara kerja
obat ini mengecilkan pembuluh darah. Jadi gunakanlah obat
tetes air mata buatan contohnya antara lain Cendolyteers,
Barito tears, Insto moist, Visine tears, dan sebagainya.
• Pencegahan Mata Kering
• Penyakit mata kering bisa dicegah dengan cara: Menjaga
kebersihan mata dan area di sekitarnya.
• Melindungi mata Anda dari paparan debu jika tinggal di
wilayah kering dan berangin.
• Menggunakan produk pelembap udara yang dijual bebas di
pasaran.
• Menghindari pemakaian make-up mata seperti eyeliner dan
mascara.
• Mengonsumsi makanan yang kaya akan zat omega-3 dan
omega-7.
• Melindungi mata dari paparan asap apabila sedang berada
di jalan raya.
• Mengistirahatkan mata Anda jika sudah terasa lelah atau
tegang setelah bekerja seharian di depan layar komputer.
Tes air mata Schirmer adalah pengukuran volume air (kuantitas)
air mata. Pengetesan ini merupakan indikator tidak langsung dari
produksi air mata.
Riordan,PE.,Whitcher,JP. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. 17th ed.Jakarta: EGC. 2009.
5. Seorang perempuan berumur 24 tahun datang untuk
medical chek up. Pada pemeriksaan didapatkan visus
kedua mata 5/5, segment anteriornya normal, pada
fundus didapatkan CD ratio 0.6 pada papil dan tekanan
intraokuler 12 mmHg pada kedua mata.
• Apakah diagnosis yang paling mungkin ?
a. Hipertensi okuli
b. Glaukoma sudut tertutup
c. Normo tensi glaukoma
d. Glaukoma sudut terbuka
e. Neuropathy optik

SKDI 3. Sistem Indera


Penyakit: Glaukoma
No. 64. Glaukoma Lainnya
Tingkat Kemampuan 3A
Glaukoma neuropati optikus kronik dengan
karakteristik berupa penggaungan pada diskus optikus,
disertai dengan defek lapangan pandang, dengan
peningkatan tekanan intra okular (TIO) sebagai faktor
resiko utama.
Glaukoma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologinya
menjadi :
Glaukoma primer
•Glaukoma sudut terbuka
– Glaukoma sudut terbuka primer ( glaukoma sudut terbuka
kronik, glaukoma simpel kronik ).
– Glaukoma tekanan normal ( glaukoma tekanan rendah ).
•Glaukoma sudut tertutup
• Normal tension glaucoma (NTG)glaukomatosus neuropati optikus
dan defek lapangan pandang yang terjadi pada tekanan intra okular
yang normal
• salah satu varian dari glaukoma primer sudut terbuka
• Normal tension glaucoma (NTG) juga dikenal sebagai glaukoma
tekanan rendah, pseudoglaukoma, glaukoma posterior dan
paraglaukoma.
• Kamal dan Hitchings mendefinisikan NTG dengan kriteria sebagai
berikut :
1. tekanan intraokular rata – rata kurang dari 21 mmHg pada
pemeriksaan diurnal, dengan tekanan tertinggi tidak melebihi 24
mmHg.
2. Penggaungan glaukomatosus pada diskus nervus optikus dengan
defek lapangan pandang.
3. Hasil genioskopi menunjukkan sudut terbuka.
4. Tidak adanya penyakit okular atau sistemik yang mungkin
berkontribusi.
5. Kerusakan glaukomatosus yang progresif
Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Cetakan V.Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2008.
James, Brus.dkk. Lecture Notes Oftalmologi.Jakarta:Erlangga. 2005.
6. Seorang anak laki-laki usia 15 tahun datang ke
puskesmas dengan keluhan hidung sebelah kiri keluar
darah. Keluhan dirasakan hilang timbul dan dapat
berhenti sendiri sejak 2 tahun yang lalu. Pemeriksaan
mata konjungtiva anemis +/+, rhinoskopi terdapat massa
merah kebiruan setinggi konka media kiri yang mudah
berdarah. Apakah pemeriksaan lanjutan yang dilakukan ?
a. Rontgen waters
b. Rontgen waters
c. Rontgen soft tissue leher
d. Angiografi
e. Biopsi

SKDI 3. Sistem Indera


• Diagnosis: Angiofibroma juvenile.
• Karena tumor sangat mudah berdarah, sebagai pemeriksaan
penunjang diagnosis dilakukan pemeriksaan radiologik
konvensional CT Scan serta pemeriksaan arteriografi. Pada
pemeriksaan radiologik konvensional (foto kepala potongan
antero-posterior, lateral dan posisi Waters) akan terlihat gambaran
klasik yang disebut sebagai tanda “Holman Miller” yaitu
pendorongan prosessus pterigoideus ke belakang sehingga fisura
pterigo-palatina melebar. Akan terlihat juga adanya massa jaringan
lunak di daerah nasofaring yang dapat mengerosi dinding orbita,
arkus zigoma dan tulang disekitar nasofaring. Pada pemeriksaan
CT scan dengan zat kontras akan tampak secara tepat perluasan
massa tumor serta destruksi tulang ke jaringan sekitarnya.
• Pemeriksaan patologi anatomi tidak dapat dilakukan, karena biopsi
merupakan kontraindikasi, sebab akan mengakibatkan perdarahan
yang masif.
Lucente F, El HG. Ilmu THT Esensial. Edisi 5. Jakarta : EGC. 2011
7. Seorang laki-laki usia 65 tahun datang ke puskesmas
dengan keluhan pendengaran berkurang pada kedua
telinga sejak 6 bulan lalu. Hasil pemeriksaan otoskopi
pada kedua telinga didapatkan CAE tenang, serumen (-),
timpani intake. Apakah emriksaan lanjutan yang paling
tepat dilakukan ?
a. Timpanometri
b. Tes garputala
c. Timpanoplasti
d. Tes reflek
e. Otoacoustic emussion

SKDI 3. Sistem Indera


Penyakit: Telinga, Pendengaran, Keseimbangan
No. 65 Tuli
Tingkat Kemampuan 2
• Tes garpu tala adalah tes sederhana untuk
mendeteksi gangguan pendengaran, serta
untuk mengetahui jenis kurang pendengaran
tipe konduktif atau sensorineural.
Tes Rhinne
• Untuk membandingkan hantaran melalui
udara (AC) dan hantaran melalui tulang (BC).

Interpretasi :
Normal : AC = BC
Rhinne (+) : Intensitas AC > BC =
normal / tuli saraf (SNHL)
Rhinne (-) : Intensitas AC < BC =
tuli konduktif
Tes Weber
• Untuk membandingkan hantaran tulang (BC)
telinga kiri dengan telinga kanan.

Interpretasi :
Tidak ada laserasi : Normal
Laserasi ke telinga yang sakit : Tuli Konduktif
(CHF)
Laserasi ke telinga yang sehat : Tuli Saraf
(SNHL)
Tes Scwabach
• Untuk membandingkan hantaran tulang (BC)
orang yang akan diperiksa dengan pemeriksa
yang pendengarannya normal.

Interpretasi :
Normal : BC op = BC
pemeriksa
Bila BC op < BC pemeriksa : Schwabach
memendek = tuli saraf
Bila BC op > BC pemeriksa : Schwabach
memanjang = tuli konduktif
• Timpanometri : pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui kondisi telinga bagian tengah meliputi
kelenturan gendang telinga serta fleksibilitas tulang
pendengaran dengan diberikannya variasi tekanan
udara melalui lubang telinga. Misalnya, apakah ada
cairan, gangguan rangkaian tulang pendengaran
(ossicular chain), kekakuan gendang telinga atau
bahkan gendang telinga terlalu lentur.
• Timpanoplasti : Prosedur pembedahan yang
dirancang untuk dapat menutup robeknya membran
timpani.
• Otoacoustic Emussion : Pemeriksaan OAE dilakukan
untuk menilai apakah koklea berfungsi normal. Alat
deteksi awal gangguan pendengaran yang sederhana,
yang bisa digunakan untuk bayi.

Lucente F, El HG. Ilmu THT Esensial. Edisi 5. Jakarta : EGC. 2011


8. Seorang laki-laki usia 25 tahun datang ke praktek
dokter keluarga mengeluh nyeri telinga hebat.
Pasien tidak mengeluhkan gangguan pendengaran.
Hasil pemeriksaan otoskopi terdapat furunkel di
canalis acusticus eksternus, tidak didapatkan
perforasi. Apakah diagnosis yang paling mungkin ?
a. OE sirkumskripta
b. OE difusa
c. Perikondritis
d. OMSA
e. OE seboroik
SKDI 3. Indera
Penyakit: Telinga, Pendengaran, Keseimbangan
No. 70 Otitis Eksterna
Tingkat Kemampuan 4A
Otitis eksterna adalah radang pada liang telinga luar.
Klasifikasi otitis eksterna (OE):
OE akut :
a. OE akut difus: liang telinga luar sempit, kulit liang telinga luar hiperemis
dan
edem dengan batas yang tidak jelas, dan dapat ditemukan sekret
minimal.
b. OE akut sirkumskripta: infeksi folikel rambut yang menimbulkan
furunkel di liang telinga luar.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
1. Nyeri tekan pada tragus
2. Nyeri tarik daun telinga
3. Otoskopi
4. Tes garputala: Normal atau tuli konduktif
Otitis eksterna adalah radang pada liang telinga luar.
Klasifikasi otitis eksterna (OE):
1. OE akut
a.OE akut difus, yaitu infeksi pada 2/3 dalam liang telinga
akibat infeksi bakteri. Tidak terdapat furunkel.
b.OE akut sirkumskripta, yaitu infeksi folikel rambut yang
menimbulkan furunkel diliang telinga di 1/3 luar.
2. OE kronik
3. OE ekzematoid, yang merupakan manifestasi dari kelainan
dermatologis, seperti dermatitis atopik, psoriasis,atau SLE.
4. OE nekrotikans
Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel = bisul)
adalah infeksi pada 1/3 luar liang telinga, khususnya
adneksa kulit, yakni pilosebaseus (folikel rambut &
kelenjar sebaseus) dan kelenjar serumen akibat infeksi
bakteri Staphylococcus aureus & Staphylococcus albus.

Gejala otitis eksterna sirkumskripta (furunkel = bisul),


yaitu :
Nyeri hebat. Nyeri ini tidak sesuai dengan besarnya
furunkel (bisul). Nyeri timbul saat kita menekan
perikondrium karena jaringan ikat longgar tidak
terkandung dibawah kulit. Gerakan membuka mulut juga
menjadi pemicu nyeri karena adanya sendi
temporomandibula.
Gangguan pendengaran. Akibat furunkel (bisul) yang
sudah besar dan menyumbat liang telinga.
Terapi otitis eksterna sirkumskripta (furunkel = bisul) yang
sudah membentuk abses, yaitu :
•Aspirasi. Lakukan aspirasi steril untuk mengeluarkan
nanah.
•Antibiotik topikal. Berikan salep antibiotik misalnya
polymixin B dan bacitracin.
•Antiseptik. Berikan asam asetat 2-5% dalam alkohol 2%.
•Insisi. Lakukan pada furunkel (bisul) yang berdinding
tebal. Pasang salir (drain) untuk mengalirkan nanah.
•Antibiotik sistemik. Biasanya kita tidak perlukan.
Obat simptomatik. Berikan analgetik dan penenang.

Lucente F, El HG. Ilmu THT Esensial. Edisi 5. Jakarta : EGC. 2011


Irawati,N. Kasakeyan,E. Rusmono, N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed.ke-6. Jakarta: FKUI. 2007.
9. Seorang laki-laki berusia 50 tahun datang ke rumah
sakit dengan keluhan sakit dimata kanannya sejak
semalam. Pandangan dirasakan kabur mendadak, disertai
mual dan muntah. Pada pemeriksaan mata kanan
didapatkan visus 1/300, hiperemis, edema kornea,
tekanan bola mata N++. Apakah diagnosis yang paling
mungkin ?
a. Glaukoma kronis sudut tertutup
b. Glaukoma kronis sudut terbuka
c. Glaukoma akut sudut tertutup
d. Glaukoma akut sudut terbuka
e. Glaukoma sekunder

SKDI 3. Indera
Penyakit: Glaukoma
No. 63 Glaukoma Akut
Tingkat Kemampuan 3B
• Glaukoma adalah kelompok penyakit mata yang
umumnya ditandai kerusakan saraf optik dan
kehilangan lapang pandang yang bersifat progresif
serta berhubungan dengan berbagai faktor risiko
terutama tekanan intraokular (TIO) yang tinggi
• Glaukoma sudut tertutup akut terjadi bila terbentuk iris
bombe yang menyebabkan oklusi sudut bilik mata
depan olh iris perifer. Hal ini menghambat aliran keluar
aqueous dan TIO meningkat dengan cepat
menimbulkan nyeri hebat, kemerahan dan penglihatan
kabur. Temuan klinis : mata kabur mendadak, nyeri
hebat, mual dan muntah, bilik mata depan dangkal,
kornea berkabut, pupil berdilatasi sedang yang
terfiksasi, dan injeksi siliar
• Peningkatan tekanan intraocular terjadi
karena sumbatan aliran keluar aqueous akibat
adanya oklusi anyaman trabekular iris perifer.
Keadaan ini dapat bermanifestasi sebagai
suatu kedaruratan oftalmologik atau dapat
tetap asimptomatik sampai timbul penurunan
penglihatan
Gejala objektif :
•Palpebra : Bengkak
•Konjungtiva bulbi : Hiperemia kongestif, kemosis dengan
injeksi silier, injeksi konjungtiva, injeksi episklera
•Kornea : keruh, insensitif karena tekanan pada saraf kornea
•Bilik mata depan : Dangkal
•Iris : gambaran coklat bergaris tak nyata karena edema,
berwarna kelabu.
•Pupil : Melebar, lonjong, miring agak vertikal, kadang-kadang
didapatkan midriasis yang total, warnanya kehijauan, refleks
cahaya lamban atau tidak ada samasekali¹
Gejala Subjektif :
•Nyeri hebat
•Kemerahan ( injeksi siliaris )
•Pengelihatan kabur
•Melihat halo
•Mual – muntah
Pemeriksaan Glaukoma :
•Funduskopi : Papil saraf optik menunjukkan penggaungan
dan atrofi
•Tonometri : TIO lebih tinggi daripada stadium nonkongestif
•Tonografi : Menunjukkan outflow yang baik. Tetapi bila sudah
ada perlengketan antara iris dan trabekula ( goniosinekhia,
sinekhia anterior posterior ), maka aliran menjadi terganggu.
•Gonioskopi : Pada saat TIO tinggi, sudut bilik mata depan
tertutup, sedang pada saat TIO normal, sudutnya sempit.
•Tes Provokasi : Dilakukan pada keadaan yang meragukan.
•Tes yang dilakukan : Tes kamar gelap, tes midriasis, tes
membaca, tes bersujud ( prone test )
…Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus glaukoma pada layanan primer bertujuan
mengendalikan tekanan intraokuler dan merujuk kedokter spesialis
mata di rumah sakit.
A. Medikamentosa
Pengobatan umumnya medikamentosa dengan obat-obat
glaukoma, contohnya Timolol 0.5%,2 x1tetes/hari. Jenis obat lain
dapat diberikan bila dengan 1 macam obat TIO belum terkontrol.
B. Konseling dan Edukasi
1. Memberitahu keluarga bahwa kepatuhan pengobatan sangat
penting untuk keberhasilan pengobatan glaukoma.
2. Memberitahu pasien dan keluarga agar pasien dengan riwayat
glaukoma pada keluarga untuk memeriksakan matanya secara
teratur.
Diagnosis banding
Mata merah Mata Tenang
Tanpa penurunan Dengan penurunan Penurunan visus Penurunan visus
visus visus perlahan mendadak
1. Konjungtivitis 1. Glaukoma akut 1. Glaukoma 1. Uveitis
2. Perdarahan 2. Keratitis 2. Katarak posterior
subkonjungtiva 3. Ulkus kornea 3. Kelainan 2. Perdarahan
3. Pterigium 4. Uveitis anterior refraksi viterus
4. Pinguekula 5. Endoftalmitis 4. Retinopati 3. Ablasio retina
5. Episkleritis- 6. Panoftalmitis 5. Retinitis 4. Oklusi vena dan
skleritis 7. Trauma okuli pigmentosa arteri retina
6. Defisiensi Vit A 5. Neuritis optik
7. Mata kering

Gerhard,K.L.Oscar,Gabriele.Doris,Peter. Ophtalmologyashort textbook. 2ndEd. New York: Thieme Stuttgart. 2007.


Gondhowiardjo,T.D.Simanjuntak,G. Panduan Manajemen Klinis Perdami, 1th Ed.Jakarta: CV Ondo. 2006.
James, Brus. Dkk. LectureNotes Oftalmologi. Jakarta: Erlangga. 2005.
Riordan,P.E,Whitcher,J.P.Vaughan&AsburyOftalmologiUmum. Ed17.Jakarta: EGC. 2009.
10. Seorang laki-laki berusia 30 tahun mengeluh nyeri telingan
sebelah kanan sejak satu hari yang lalu. Keluhan pernah
dialami sebanyak 4 kali dan terjadi setelah mengorek
telinganya dengan jepitan besi. Hasil pemeriksaan fisik
didapatkan nyeri tekan traguus, bengkak (+). Selain itu
ditemukan bengkak, eritema, dan nyeri tekan retroaurikular.
Hasil otoskopi, tampak liang telinga kanan bengkak, membran
timpani tidak tampak. Apakah diagnosis yang paling mungkin?
a.Mastoiditis akut
b.Otitis eksterna difusa
c.Fistel retroaurikuler
d.Miringitis bullosa
e.Perikondritis aurikuler
SKDI 3. Indera
Penyakit: Telinga, Pendengaran, Keseimbangan
No. 70 Otitis Eksterna Difusa
Tingkat Kemampuan 4A
Otitis eksterna adalah radang pada liang telinga
luar. Klasifikasi otitis eksterna (OE):
1.OE akut
2.OE akut difus
3.OE akut sirkumskripta, yaitu infeksi folikel
rambut yang menimbulkan furunkel di liang
telinga luar.
Anamnesis
1. Rasa sakit pada telinga (otalgia), yang bervariasi dari ringan
hingga hebat, terutama saat daun telinga disentuh dan
mengunyah
2. Rasa penuh pada telinga
3. Pendengaran dapat berkurang
4. Terdengar suara mendengung (tinnitus)
5. Keluhan biasanya dialami pada satu telinga dan sangat jarang
mengenai kedua telinga dalam waktu bersamaan
6. Keluhan penyerta lain yang dapat timbul: demam atau
meriang, telinga terasa basah
...Anamnesis
• Faktor Risiko
1. Riwayat sering beraktifitas di air, misalnya: berenang,
berselancar, mendayung.
2. Riwayat trauma yang mendahului keluhan, misalnya:
membersihkan liang telinga dengan alat tertentu,
memasukkan cotton bud, memasukkan air ke dalam telinga.
3. Riwayat penyakit sistemik, seperti: diabetes mellitus,
psoriasis, dermatitis atopik, SLE, HIV.
Pemeriksaan Fisik
1. Nyeri tekan pada tragus
2. Nyeri tarik daun telinga
3. Otoskopi:
a. OE akut difus: liang telinga luar sempit, kulit liang telinga
luar hiperemis dan edem dengan batas yang tidak jelas, dan
dapat ditemukan sekret minimal.
b. OE akut sirkumskripta: furunkel pada liang telinga luar
4. Tes garputala: Normal atau tuli konduktif
Penatalaksanaan

• Non-medikamentosa:
1.Membersihkan liang telinga secara hati-
hati dengan pengisap atau kapas yang
dibasahi dengan H2O2 3%.
2.Bila terdapat abses, dilakukan insisi dan
drainase.
Penatalaksanaan
Medikamentosa:
1. Topikal
•• Larutan antiseptik povidon iodine
•• OE akut sirkumskripta pada stadium infiltrat:
Salep ikhtiol, atau
 Salep antibiotik: Polymixin-B, Basitrasin.
•OE akut difus: Tampon yang telah diberi campuran Polimyxin-B, Neomycin,
Hidrocortisone, dan anestesi topical
2. Sistemik
•• Antibiotik sistemik diberikan bila infeksi cukup berat.
•• Analgetik, seperti Paracetamol atau Ibuprofen dapat diberikan.
Mastoiditis akut

• Mastoiditis adalah infeksi bakteri pada tulang


mastoid. Tanpa pengobatan yang adekuat, dapat
menyebabkan meningitis dan abses otak.
Biasanya didahului oleh OMA yang tidak
mendapatkan pengobatan adekuat.
Diagnosis
Mastoiditis akut ditegakkan melalui adanya:
1. Demam tinggi
2. Pembengkakan di mastoid.
Fistel retroaurikuler

Fistel retroaurikuler adalah suatu perjalanan


penyakit dari mastoiditis, dimana terjadi
penumpukan eksudat berupa pus dalam mastoid,
sebagai bagian proses peradangan dari mukosa sel-
sel mastoid.
Miringitis bullosa
Miringitis bullosa adalah merupakan suatu miringitis akut yang ditandai oleh
adanya pembentukkan bulla pada membran timpani.
Perikondritis aurikuler
Efusi serum atau pus di antara lapisan perikondrium dan kartilago telinga luar.
Etiologi  staphylococcus, streptococcus, pseudomonas

Hafil, F., Sosialisman, Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar, Hidung, tenggorokan, Kepala dan Leher. Ed Ke-6. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007
Adam, G. L. Boies, L.R. Higler, Boies. Buku Ajar Penyakit THT. Ed ke-6. Jakarta: EGC. 1997
Sander, R. Otitis Externa: A Practical Guide to Treatment and Prevention. Am Fam Physician. 2001. Mar 1; 63 (5):927-936
11. Pria 35 tahun pilek, bersin-bersin, hidung buntu diikuti sakit kepala.
Pilek mula-mula encer tetapi setelah beberapa hari kental. Pada
pemeriksaan fisik hidung terdapat cairan kental, konka hiperemis dan
udem. Apakah diagnosis pada pasien tersebut?
a.Rhinitis vasomotor
b.Rhinitis alergi
c.Rhinitis akut
d.Sinusitis maxilaris
e.Sinusitis frontalis

SKDI 3. Indera
Penyakit: Hidung dan Sinus Hidung
No. 2 Sinusitis Frontalis Akut
Tingkat Kemampuan 2
Sebagian besar sinusitis akut, terjadi sekunder karena:
• 1.common cold;
• 2.influenza;
• 3.measles, whooping cough, etc.

Pada 10% kasus infeksi berasal dari gigi:


• 1.Abses apikal,
• 2.Cabut gigi
...Sinusitis frontalis
...Sinusitis frontalis

• Foto polos: posisi waters, PA, lateral. Tapi hanya


menilai sinus-sinus besar (maksila & frontal).
Kelainan yang tampak: perselubungan, air fluid level,
penebalan mukosa.
• CT scan: mampu menilai anatomi hidung & sinus,
adanya penyakit dalam hidung & sinus, serta
perluasannya  gold standard. Karena mahal, hanya
dikerjakan untuk penunjang sinusitis kronik yang
tidak membaik atau pra-operasi untuk panduan
operator.
...Rhinitis alergi
•Rhinitis akut: umumnya disebabkan oleh rhinovirus, sekret serosa (kental), demam,
sakit kepala, mukosa bengkak dan merah.
•Rhinitis vasomotor: Suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi,
alergi, eosinofilia, perubahan hormonal, dan pajanan obat. Pencetus: asap rokok, bau
menyengat, parfum. Hidung tersumbat bergantian kiri dan kanan.
•Rhinitis medikamentosa: kelainan hidung yang disebabkan oleh penggunaan
vasokonstriktor topikal dalam waktu lama dan berlebihan (drug abuse)
•Rhinitis atrofi: infeksi hidung kronik yang ditandai adanya atrofi progresif mukosa
dan tulang konka.
•Rhinitis alergi: penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien
atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan berulang.
1. WHO ARIA (Allergic Rhinitis and it’s Impact on Asthma), 2001
2. Hafil, F., Sosialisman, Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar, Hidung, tenggorokan, Kepala dan Leher.
Ed Ke-6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007
3. Adam, G. L. Boies, L.R. Higler, Boies. Buku Ajar Penyakit THT. Ed ke-6. Jakarta: EGC. 1997
4. Sander, R. Otitis Externa: A Practical Guide to Treatment and Prevention. Am Fam Physician. 2001. Mar 1; 63
(5):927-936
12. Seorang anak laki-laki usia 4 tahun dibawa ke
Puskesmas karena mengalami mimisan sejak 5 menit
yang lalu. Sebelumnya anak sedang menggorek
hidungnya. Darah keluar sedikit-sedikit dan berhenti
dengan sendirinya. Dimanakah perdarahn yang sering
menyebabkan keluhan pada pasien?
a.Pleksus kisselbach dan A. Etmoidalis posterior
b.Pleksus kisselbach dan A. Etmoidalis anterior
c.Pleksus kisselbach dan A. Sfenopalatina
d.A. Sfenopalatina dan A. Etmoidalis anterior
e.A. Sfenopalatina dan A. Etmoidalis posterior
SKDI 3. Indera
Penyakit: Hidung dan Sinus Hidung
No. 98. Epistaksis
Tingkat Kemampuan 4A
 Epistaksis anterior, perdarahan berasal dari
pleksus Kiesselbach (yang paling banyak
terjadi dan sering menjadi sebab mimisan
pada anak-anak), atau dari arteri ethmoidalis
anterior. Biasanya perdarahan tidak begitu
hebat dan bila pasien duduk, darah akan
keluar melalui lubang hidung. Seringkali
dapat berhenti spontan dan mudah diatasi.
 Etiologinya antara lain mengorek-ngorek
hidung, terlalu lama menghirup udara kering,
misalnya pada ketinggian atau ruangan
berAC, terlalu lama terpapar sinar matahari,
pilek atau sinusitis, dan trauma kecelakaan.
Anamnesis
• 1. Keluar darah dari hidung atau riwayat keluar
darah dari hidung.
• 2. Harus ditanyakan secara spesifik mengenai :
 Lokasi keluarnya darah (depan rongga hidung
atau ke tenggorok)
 Banyaknya perdarahan
 Frekuensi
 Lamanya perdarahan
...Anamnesis

• Faktor Risiko
Trauma
Adanya penyakit di hidung yang mendasari, misalnya: rinosinusitis, rinitis
alergi.
Penyakit sistemik, seperti kelainan pembuluh darah, nefritis kronik, demam
berdarah dengue.
Riwayat penggunaan obat-obatan seperti NSAID, aspirin, warfarin, heparin,
tiklodipin, semprot hidung kortikosteroid.
Tumor, baik jinak maupun ganas yang terjadi di hidung, sinus paranasal,
atau nasofaring.
Kelainan kongenital, misalnya: hereditary hemorrhagic telangiectasia /
Osler's disease.
Adanya deviasi septum.
Pengaruh lingkungan, misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi,
tekanan udara rendah, atau lingkungan dengan udara yang sangat kering.
Kebiasaan
Pemeriksaan Fisik

Pengukuran tekanan
Rinoskopi anterior Rinoskopi posterior
darah
• Pemeriksaan harus • Pemeriksaan • Tekanan darah perlu
dilakukan secara nasofaring dengan diukur untuk
berurutan dari anterior rinoskopi posterior menyingkirkan
ke posterior. penting pada pasien diagnosis hipertensi,
Vestibulum, mukosa dengan epistaksis karena hipertensi dapat
hidung dan septum berulang untuk menyebabkan
nasi, dinding lateral menyingkirkan epistaksis posterior
hidung dan konka neoplasma. yang hebat dan sering
inferior harus diperiksa berulang.
dengan cermat untuk
mengetahui sumber
perdarahan.
Diagnosis Banding
♠ Epistaksis Posterior: perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan
arteri ethmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien
usia lanjut yang menderita hipertensi, arteriosklerosis, atau penyakit
kardiovaskular. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
Beberapa penyebab epistaksis posterior antara lain: hipertensi, demam
berdarah, tumor ganas hidung atau nasofaring, dan penyakit darah seperti
leukemia, hemofilia, thalasemia dll
♠ Angiofibroma : suatu tumor jinak nasofaring yang secara histologik jinak
dan secara klinis bersifat ganas, karena mempunyai kemampuan
mendestruksi tulang dan meluas ke jaringan sekitarnya, seperti ke sinus
paranasal, pipi, mata dan tengkorak, serta sangat mudah berdarah yang sulit
dihentikan. Gejala klinis yang sering ditemukan adalah sumbatan hidung
yang progressif dan penderita akhirnya bernafas melalui mulut dan
epistaksis berulang massif.
...Diagnosis Banding
♠ Papiloma : Papilloma sinonasal secara klasik dikategorikan
berdasarkan gambaran histologinya. Tiga subtipe telah
ditetapkan oleh World Health Organization terhadap lesi ini
yaitu inverted papilloma, cylindrical cell papilloma dan
fungiform papilloma. Papiloma merupakan tumor jinak
yang berasal dari pseudostratified ciliated columnar
epithelium regio sinonasal, umumnya dinding lateral rongga
hidung kebanyakan pada meatus media, jarang dari septum
nasi ataupun sinus paranasal. Gejala utama yang paling
banyak dikeluhkan oleh penderita IP ini adalah sumbatan
hidung yang bersifat unilateral, diikuti oleh gejala rinorhea
dan perdarahan hidung. Kemudian gejala proptosis dan
epipora, pada kondisi yang lebih lanjut melibatkan orbita
dan duktus lakrimalis.
Tatalaksana
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis,
yaitu :
•1. Menghentikan perdarahan
•2. Mencegah komplikasi
•3. Mencegah berulangnya epistaksis

1. Adam, G.L, L. R. Higler. Boies. Buku Ajar Penyakit THT. Ed. Ke 6. Jakarta: EGC. 1997
2. Iskandar, M. Teknik Penatalaksanaan Epistaksis. In : Cermin Dunia Kedokteran. No. 132. 2001. P 43-4
3. Mangunkusumo, E. Wardani, R.S. Epistaksis dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala & Leher. Ed. Ke 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007
13. Seorang anggota kepolisian berusia 26 tahun datang ke
Puskesmas karena mengeluh telinga kanannya tiba-tiba
berdengung dan tidak dapat mendengar. Keluhan tersebut
terjadi setelah dia berlatih menembak, saat latihan dia enggan
menggunakan penutup telinga. Pada pemeriksaan fisik tidak
dijumpai kelainan pada kedua membran timpani.
• Apakah pemeriksaan penunjang yang paling tepat?
a. Hasil anamnesis
b. Otoskopi
c. BERA
d. Audigram nada murni
e. Garpu Tala (Rine, Weber)

SKDI 3. Indera
Penyakit: Telinga, Pendengaran, Keseimbangan
No. 65 Tuli
Tingkat Kemampuan 2
• Tes garpu tala adalah tes sederhana untuk
mendeteksi gangguan pendengaran, serta
untuk mengetahui jenis kurang pendengaran
tipe konduktif atau sensorineural.
Tes Rhinne
• Untuk membandingkan hantaran melalui udara
(AC) dan hantaran melalui tulang (BC).
Interpretasi :
Normal : AC = BC
Rhinne (+) : Intensitas AC > BC = normal /
tuli saraf (SNHL)
Rhinne (-) : Intensitas AC < BC = tuli
konduktif
Tes Weber
• Untuk membandingkan hantaran tulang (BC)
telinga kiri dengan telinga kanan.

Interpretasi :
Tidak ada laserasi : Normal
Laserasi ke telinga yang sakit : Tuli
Konduktif (CHF)
Laserasi ke telinga yang sehat : Tuli Saraf
(SNHL)
Tes Scwabach
• Untuk membandingkan hantaran tulang (BC)
orang yang akan diperiksa dengan pemeriksa
yang pendengarannya normal.
Interpretasi :
Normal : BC op = BC pemeriksa
Bila BC op < BC pemeriksa : Schwabach
memendek = tuli saraf
Bila BC op > BC pemeriksa : Schwabach
memanjang = tuli konduktif

1. Hafil, F., Sosialisman, Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar, Hidung, tenggorokan, Kepala dan Leher. Ed Ke-6.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007
2. Adam, G. L. Boies, L.R. Higler, Boies. Buku Ajar Penyakit THT. Ed ke-6. Jakarta: EGC. 1997
3. Sander, R. Otitis Externa: A Practical Guide to Treatment and Prevention. Am Fam Physician. 2001. Mar 1; 63 (5):927-936
14. Laki-laki 65 th  mata kabur terutama bagian
samping kanan dan kiri tampak gelap. Pada pemeriksaan
lapang pandang didapatkan hemianopia bitemoral.
Dimanakah kemungkinan letak lesi?

a.Retina
b.Nervus optikus
c.Chiasma
d.Traktus optikus
e.Nervus oculumotorius

SKDI 3 Indera
Penyakit: Akomodasi dan Refraksi
No. 51 Hemianopia, bitemporal, homonymous
Tingkat Kemampuan 2
LOKASI LESI DIJARAS PENGLIHATAN
Defek lapangan pandang diberbagai lokasi dijaras
penglihatan:
1. BUTA SIRKUMFERENSIAL
Keadaan ini dapat disebabkan oleh hysteria atau neuritis
optica. Neuritis optica dapat timbul setelah infeksi pada
sinus sphenoidalis dan sinus ethmoidalis, saraf terinfeksi
ketika berjalan melalui kanalis optikus untuk masuk
kedalam rongga orbita.
2. BUTA TOTAL PADA SATU MATA
Keadaan ini dapat disebabkan oleh putusnya satu nervus
optikus.
3. HEMIANOPIA NASALIS
Keadaan ini dapat terjadi akibat lesi parsial pada sisi
lateral chiasma opticum.
4. HEMIANOPIA BITEMPORALIS
Keadaan ini disebabkan oleh terpotongnya chiasma
opticum secara sagital, kondisi ini paling sering terjadi
sebagai akibat tumor glandula hypophysis yang menekan
chiasma opticum.

5. HEMIANOPIA HOMONYM KONTRALATERAL


Disebabkan karena terputusnya traktus optikus atau
radiation optica atau kerusakan korteks visual satu sisi;
lesi dapat menimbulkan hemianopia yang sama pada
kedua mata : yaitu hemianopia homonym.

Gondhowiardjo,T.D.Simanjuntak,G. Panduan Perdami, 1th Ed. Jakarta: CV Ondo. 2006.


15. Anak perempuan 4 th  nyeri telinga kanan,
keluhan terutama saat malam hari saat tidur dan
tiba-tiba terbangun kesakitan. Riw. Batuk (+) pilek
(+) pemeriksaan : bulging berwarna cairan kuning.
Apa dx yang mungkin?
a. Otitis media perforasi
b. Otitis media stadium pre supurasi
c. Otitis media supurasi
d. Otitis media stadium oklusi
e. Stadium retaksi

SKDI 3 Indera
Penyakit: Telinga, Pendengaran, Keseimbangan
No. 71 Otitis Media Akut
Tingkat Kemampuan 4A
OMA
• Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau
seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum
mastoid, dan sel-sel mastoid yang terjadi dalam waktu
kurang dari 3 minggu.

• Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana


(Objective)
Pemeriksaan Fisik
1. Suhu dapat meningkat
2. Otoskopi
3. Tes penala Dapat ditemukan tuli konduktif, yaitu: tes Rinne
(-) dan tes Schwabach memendek pada telinga yang sakit,
tes Weber terjadi lateralisasi ke telinga yang sakit.
Hafil, F., Sosialisman, Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala &
Leher. Ed. ke-6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007.
16. Perempuan usia 7 tahun datang dengan keluhan demam.
Demam 5 hari yll. Demam terus menerus dan tinggi. Nyeri saat
menelan sulit menelan. Malam hari tidur mengorok dan sering
bangun tengah malam karena susah bernafas. Batuk pilek 6
hari yll. S 39, R 22x/m, thoraks dan abdomen normal. Tonsil
membesar dan meradang. Tonsil juga disertai bercak-bercak
dan diliputi eksudat. Apakah terapi yang tepat untuk mengatasi
infeksi pada psien tersebut?
a. Analgetik
b. Antibiotik
c. Bronkodilator
d. Ekspektorant
e. kostikosteroid
SKDI 4. Indera
Penyakit: Faring dan Laring
No. 7 Tonsilitis
Tingkat Kemampuan 4A
• Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan jaringan limfoid yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil
palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba
Eustachius (lateral band dinding faring/ Gerlach’s tonsil). Penyakit ini banyak
diderita oleh anak-anak berusia 3 sampai 10 tahun.
• Keluhan
1. Rasa kering di tenggorokan sebagai gejala awal.
2. Nyeri pada tenggorok, terutama saat menelan. Rasa nyeri semakin lama
semakin bertambah sehingga anak menjadi tidak mau makan.
3. Nyeri dapat menyebar sebagai referred pain ke telinga.
4. Demam yang dapat sangat tinggi sampai menimbulkan kejang pada bayi dan
anak-anak.
5. Sakit kepala, badan lesu, dan nafsu makan berkurang.
6. Plummy voice / hot potato voice: suara pasien terdengar seperti orang yang
mulutnya penuh terisi makanan panas.
7. Mulut berbau (foetor ex ore) dan ludah menumpuk dalam kavum oris akibat
nyeri telan yang hebat (ptialismus).
8. Pada tonsilitis kronik, pasien mengeluh ada penghalang / mengganjal di
tenggorok, tenggorok terasa kering dan pernafasan berbau (halitosis).
9. Pada Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa) gejala yang timbul
adalah demam tinggi (39˚C), nyeri di mulut, gigi dan kepala, sakit
tenggorokan, badan lemah, gusi mudah berdarah dan hipersalivasi.
• Faktor Risiko
1. Faktor usia, terutama pada anak.
2. Penurunan daya tahan tubuh.
3. Rangsangan menahun (misalnya rokok, makanan tertentu).
4. Higiene rongga mulut yang kurang baik.
5. Riwayat alergi
• Pemeriksaan Fisik
1. Tonsilitis akut:
a. Tonsil hipertrofik dengan ukuran ≥ T2.
b. Hiperemis dan terdapat detritus di dalam kripti yang
memenuhi permukaan tonsil baik berbentuk folikel, lakuna,
atau pseudomembran. Bentuk tonsillitis akut dengan detritus
yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak
detritus ini menjadi satu, membentuk alur alur maka akan
terjadi tonsilitis lakunaris.
c. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk
membran semu (pseudomembran) yang menutupi ruang
antara kedua tonsil sehingga tampak menyempit. Temuan ini
mengarahkan pada diagnosis banding tonsilitis difteri.
d. Palatum mole, arkus anterior dan arkus posterior juga tampak
udem dan hiperemis.
e. Kelenjar limfe leher dapat membesar dan disertai nyeri tekan.
2. Tonsilitis kronik:
a. Tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar
dan berisi detritus.
b. Pembesaran kelenjar limfe submandibula dan tonsil yang mengalami
perlengketan.
3. Tonsilitis difteri:
a. Tampak tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama
makin meluas
b. Tampak pseudomembran yang melekat erat pada dasar tonsil sehingga bila
diangkat akan mudah berdarah.

gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi:


1. T0: tonsil sudah diangkat.
2. T1: <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas
medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior uvula.
3. T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaringatau batas
medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai ½ jarak pilar
anterior-uvula.
4. T3: 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas
medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior-uvula sampai ¾ jarak pilar
anterior-uvula.
5. T4: > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas
medial tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior-uvula sampai uvula atau lebih.
• Penatalaksanaan
1. Istirahat cukup
2. Makan makanan lunak dan menghindari
makan makanan yang mengiritasi
3. Menjaga kebersihan mulut
4. Pemberian obat topikal dapat berupa obat
kumur antiseptik
5. Pemberian obat oral sistemik
a. Tonsilitis viral.
Istirahat, minum cukup, analgetika / antipiretik (misalnya,
Paracetamol), dan antivirus diberikan bila gejala berat. Antivirus
Metisoprinol diberikan pada infeksi virus dengan dosis 60-
100mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari pada orang
dewasa dan pada anak < 5 tahun diberikan 50mg/kgBB dibagi dalam
4-6 kali pemberian/hari.
b. Tonsilitis bakteri
Bila diduga penyebabnya Streptococcus group A, diberikan antibiotik
yaitu Penisilin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau
Amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama 10 hari dan
pada dewasa 3 x 500 mg selama 6-10 hari atau Eritromisin 4 x 500
mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan Kortikosteroid karena steroid
telah terbukti menunjukkan perbaikan klinis yang dapat menekan
reaksi inflamasi. Steroid yang dapat diberikan berupa Deksametason 3
x 0,5 mg pada dewasa selama 3 hari dan pada anak-anak 0,01
mg/kgBB/hari dibagi 3 kali pemberian selama 3 hari. Analgetik /
antipiretik, misalnya Paracetamol dapat diberikan.
c. Tonsilitis difteri
Anti Difteri Serum diberikan segera tanpa menunggu hasil
kultur, dengan dosis 20.000-100.000 unit tergantung umur
dan jenis kelamin. Antibiotik penisilin atau eritromisin 25-50
mg/kgBB/hari. Antipiretik untuk simptomatis dan pasien
harus diisolasi. Perawatan harus istirahat di tempat tidur
selama 2-3 minggu.
d. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa)
Antibiotik spektrum luas diberikan selama 1 minggu, dan
pemberian vitamin C serta vitamin B kompleks.
Lucente F, El HG. Ilmu THT Esensial. Edisi 5. Jakarta : EGC. 2011
17. laki-laki 20 tahun keluhan melihat jauh kabur dan berbayang.
Matanya cepat lelah dan kepala sering pusing. VOD 6/15 dengan
sferis -1,50 silinder -1.00 axis 90 menjadi 6/6 , VOS sferis -3,5
silinder -1.00 axis 90 menjadi 6/6. manakah yang mengalami
kelainan?
a. Retina
b. Posisi lensa mata
c. Kurvatura kornea
d. Axis bola mata retina
e. Indeks bias media refrakter

SKDI 3. Indera
Penyakit: Akomodasi dan Refraksi
No. 43. Astigmatisma Ringan
Tingkat Kemampuan 4A
• Astigmatisme adalah keadaan di mana sinar sejajar tidak
dibiaskan pada satu titik fokus yang sama pada semua
meridian. Hal ini disebabkan oleh kelengkungan kornea atau
lensa yang tidak sama pada berbagai meridian.
• Keluhan
• Pasien biasanya datang dengan keluhan penglihatan kabur dan
sedikit distorsi yang kadang juga menimbulkan sakit kepala.
Pasien memicingkan mata, atau head tilt untuk dapat melihat
lebih jelas.
• Pemeriksaan Fisik
• Keadaan umum biasanya baik.
• Pemeriksaan visus dengan Snellen Chart akan menunjukkan
tajam penglihatan tidak maksimal dan akan bertambah baik
dengan pemberian pinhole.
• Penatalaksanaan
• Penggunaan kacamata lensa silindris dengan koreksi yang
sesuai.
Gerhard, K. L. Oscar, Gabriele. Doris, Peter. Opthalmology a short textbook. 2 nd Ed. New York. Thieme Stuttgart. 2007.
James, Brus. Dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005.
Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Cetakan V. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2008.
18. Perempuan 55 th, ke UGD keluhan lemas dan TD
250/150 mmHg. Keluarga menceritakan psien mengeluh
sakit kepala hebat dan gangguan pengelihatan pagi
harinya. Tidak ada riw asma dan penyakit ginjal. Px
oftalmoskop terlihat perdarahan diretina. Tatalaksana
bagi pasien?
a. Labetalol iv
b. Nitroprusside iv
c. Clonidin oral
d. Nifedipin oral
e. Loop-diuretik iv

SKDI 3. Sistem Indra


Penyakit : Retina
No. 54 Perdarahan Retina, Oklusi Pembuluh Darah Retina
Tingkat kemampuan 2
Krisis hipertensi
• Adalah suatu keadaan peningkatan tekanan
darah mendadak yaitu sistol >180 mmHg dan
atau diastole >120 mmHg dan membutuhkan
penanganan segera.

Devicaesaria A. Hipertensi Krisis. Departemen Neurologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014.
Klasifikasi
1. Hipertensi emergensi (darurat)
• Peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg atau
diastoik > 120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan
organ target. Hipertensi emergensi harus ditanggulangi
sesegera mungkin dalam satu jam dengan memberikan
obat-obatan anti hipertensi intravena.
2. Hipertensi urgensi (mendesak)
• Peningkatan tekanan darah seperti pada hipertensi
emergensi namun tanpa disertai kerusakan organ target.
Pada keadaan ini tekanan darah harus segera diturunkan
dalam 24 jam dengan memberikan obat-obatan anti
hipertensi oral.

Devicaesaria A. Hipertensi Krisis. Departemen Neurologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014.
Devicaesaria A. Hipertensi Krisis. Departemen Neurologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014.
Devicaesaria A. Hipertensi Krisis. Departemen Neurologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014.
Patofisiologi hipertensi emergensi
Diagnosis

Devicaesaria A. Hipertensi Krisis. Departemen Neurologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014.
Devicaesaria A. Hipertensi Krisis. Departemen Neurologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014.
Devicaesaria A. Hipertensi Krisis. Departemen Neurologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014.
Devicaesaria A. Hipertensi Krisis. Departemen Neurologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014.
Devicaesaria A. Hipertensi Krisis. Departemen Neurologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014.
Devicaesaria A. Hipertensi Krisis. Departemen Neurologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014.

Anda mungkin juga menyukai