Anda di halaman 1dari 6

TUGAS MATA KULIAH ETIKA PROFESI DAN HUKUM KESEHATAN

TM 7 : ASPEK PIDANA PELAYANAN KESEHATAN

DISUSUN OLEH:
NAMA : DIVA FARYANTINA R.
NIM : P07134221032
PRODI : ST TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
2021/2022
Aspek Pidana Pelayanan Kesehatan

I. Perspektif hukum pidana dalam pelayanan kesehatan


Pengertian Hukum Pidana Menurut Para Ahli
1. Prof. Dr. W.L.G. Lemaire, yang dikutip oleh Drs. P.A.F. Lamintang, S.H.
dalam bukunya Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia (hal. 2), memberikan
definisi hukum pidana sebagai berikut:
“Hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan
dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan
dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat
khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan, bahwa hukum pidana itu
merupakan suatu sistem normanorma yang menentukan terhadap tindakan-
tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu di
mana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-
keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan, serta hukuman yang
bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut.”
2. Moeljatno, yang dikutip oleh Eddy O.S. Hiariej dalam bukunya Prinsip-prinsip
Hukum Pidana, memberikan definisi hukum pidana sebagai berikut:
“Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu
negara yang mengadakan dasar-dasar dan mengatur ketentuan tentang
perbuatan yang tidak boleh dilakukan, dilarang yang disertai ancaman pidana
bagi barang siapa yang melakukan. Kapan dan dalam hal apa kepada mereka
yang telah melanggar larangan itu dapat dikenakan sanksi pidana dan dengan
cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan.”
3. C.S.T. Kansil dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia (hal. 257) juga memberikan definisi hukum pidana, yaitu:
“Hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-
kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan
hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.”

Kesimpulan : bahwa hukum pidana merupakan ketentuan yang mengatur tindakan apa
yang tidak boleh dilakukan, dimana saat tindakan tersebut dilakukan terdapat sanksi
bagi orang yang melakukannya. Hukum pidana juga ditujukan untuk kepentingan
umum.
II. Rekam medis dan hukum pembuktian
Dasar hukum rekam medis :
 UU RI Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan
 UU RI Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan
 UU RI Nomor : 44 Tahun 2009, Tentang Rumah Sakit
 UU RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
 UU RI Nomor : 11 Tahun 2008, Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
 UU RI Nomor : 29 Tahun 2004, Tentang Praktik Kedokteran
 PerMenKes RI Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis

Jenis – jenis rekam medis :

 Rekam medis kertas


 Rekam medis elektronik

Fungsi rekam medis :

 Administratif
 Legal (hukum)
 Finansial
 Riset
 Edukasi
 Dokumentasi

Kegunaan rekam medis :

 Alat komunikasi antara dokter dengan tenaga kesehatan lain.


 Dasar merencanakan pengobatan/perawatan
 Bukti tertulis tindakan pelayanan, perkembangan penyakit dan pengobatan
 Bahan analisa, penelitian dan evaluasi kualitas pelayanan
 Melindungi kepentingan hukum
 Menyediakan data penelitian dan pendidikan
 Dasar perhitungan biaya pelayanan
 Sumber ingatan sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan
III. Kasus malpraktik tenaga kesehatan
Nyonya A pergi memeriksakan diri pada dokter ahli kandungan bernama
dokter B karena menderita sakit pada perutnya. Setelah memeriksa, dokter B
menyatakan bahwa Ny. A menderita miyoma uteri dan harus dilakukan operasi untuk
menolongnya. Atas permintaan pasien, operasi dilakukan di sebuah rumah sakir Yaitu
RS. Harapan Sehat, dimana dokter B merupakan dokter tamu. Untuk melaksanakan
tindakan yang beresiko tinggi itu RS meminta persetujuan/informed consent dari
suami Ny A. Setelah semuanya siap barulah dokter B beserta tim dokter melakukan
pembedahan.
Dalam pelaksanaan operasi itu ternyata bahwa disamping menderita miyoma
uteri, Ny. A juga menderita usus buntu, bahkan usus buntunya sudah sangat parah dan
menyebabkan terjadinya infeksi ke rongga perutnya (peritoritis). Karena Ny. A dalam
keadaan tidak sadar, dokter B berusaha mencari keluarga pasien untuk menerangkan
hal tersebut dan meminta persetujuan/informed consent untuk pengambilan usus
buntu itu. Ternyata tidak ada satu keluarga pasien pun disitu dan tidak ada yang bisa
di hubungi. Dokter B kembali ke kamar operasi dan segera memotong usus buntu Ny
A serta membersihkan infeksi pada ronga perutnya. Selesai opersi Ny A dimasukan
ke ICU dibawah perawatan dokter C tetap pada RS. Harapan Sehat tersebut. Setelah
dirawat dengan cermat, pada hari ketiga pasca operasi Ny. A meninggal dunia tanpa
pernah sadar kembali. Keluarganya tidak menerima keadaan itu.
IV. Analisis kasus
 Dalam kasus ini pihak dokter tidak teliti pada saat melakukan diagnosa
sehingga tidak teridentifikasi gejala yang lain yang di derita oleh nyonya A.
Harusnya sebelum melakukan operasi diperlukan suatu penegakan diagnosis
yang tepat meliputi Anamnesis, pemfis, pemeriksaan lab, dan pemeriksaan
penunjang lainya.
 Dalam hal ini di sebabkan karena kurangnya ketelitian dokter B dalam
melakukan diagnosis, pada saat operasi berlangsung ternyata bukan hanya
penyakit miyoma uteri yang di derita oleh pasien faktanya ada penyakit lain
yang di derita yaitu usus buntu yang sudah sangat parah dan menyebabkan
terjadinya infeksi ke rongga perut (peritoritis). peritoritis termasuk kategori
penyakit gawat darurat yang harus segera di tanggani, untuk melakukan
tindakan terhadap penyakit ini maka di perlukan persetujuan (informed
consent) dari pihak keluarga.
 Pentingnya suatu pertimbangan oleh dokter sebelum melakukan tindakan
operasi lanjutan, dalam mengambil keputusan tindakan harus meminta
persetujuan atau informed consent terlebih dahulu dari pihak keluarga pasien,
dan yang tidak diketahui di sini apakah ada dokter lain yang berkompentisi
untuk melakukan tindakan pemotongan usus buntu mengigat dokter B
merupakan dokter specialis kandungan.
 Dalam kasus ini belum di ketahui apakah Rumah Sakit harapan sehat
memiliki standar operasional prosedur yang mengizinkan dokter B selaku
dokter tamu untuk melakukan tindakan operasi lanjutan.
 Pada kasus Ny. A dokter B merupakan dokter tamu di Rumah Sakit Harapan
Sehat dan yang bertanggung jawab setelah pasca operasi adalah dokter C.
Dalam kasus ini belum jelas penyebab meninggalnya NY. A, ada
kemungkinan faktor lain yang menyebabkan meninggalnya pasien bukan
karena kesalahan selama operasi tapi bisa jadi penyebab kematian pasien saat
perawatan yang dilakukan di ruang ICU selama 3 hari.
 Dilihat dari kecamata hukum ada indikasi bahwa dokter melakukan perbuatan
melawan hukum (pasal 1365 KUHPerdata) dikarenakan dokter melakukan
tindakan pemotongan tanpa meminta persetujuan atau informed consent dari
suami atau keluarga pasien, dan juga terjadi kelalaian pada proses diagnosis
yang dilakukan oleh dokter B dan tim medis dengan tidak lengkapnya
diagnosis yang dilakukan terhadap pasien sehingga menyebabkan operasi
lanjutan kepada pasien.
 Dalam kasus di atas dokter tidak dapat dikenakan perbuatan melawan
hukum(pasal 1365 KUHPerdata) dikarenakan penyakit usus buntu sudah
sangat parah dan menyebabkan terjadinya infeksi kerongga perut (peritoritis).
Peritoritis merupakan penyakit kategori gawat darurat dan memerlukan
tindakan segera sementara pasien dalam keadaan tidak dapat memberikan
persetujuannya dan keluarganya pun tidak di tempat. Maka dokter dapat
melakukan tindakan medik tertentu yang terbaik menurut dokter (Permenkes
RI No.290/MENKES/PER/III/2008, Pasal 4) dan pada saat diagnosis dokter B
dan kurang teliti sehingga menyebabkan pasien di lakukan tindakan operasi
lanjutan. Dalam kasus ini juga ada indikasi bahwa dokter B telah melakukan
kelalaian yaitu pada saat diagnosa sebelum dilakukan tindakan operasi dilihat
dari adanya tindakan operasi lanjutan yang di lakukan oleh dokter B di RS.
Harapan Sehat.

Anda mungkin juga menyukai