Anda di halaman 1dari 16

MASALAH HUKUM DALAM KEPERAWATAN :

MALPRAKTIK ETIS, INFORMED CONSENT,


KERAHASIAAN, HAK PASIEN, ADVOKASI

Sri Nala

Dyana Amrullah

Noni Arisma

Fadiah Izzati Salim Diana Rerung


MALPRAKTIK
• Malpraktik dalam Bahasa Inggris dikenal dengan “malpractice” yang berarti
“wrongdoing” (tindakan yang salah) atau “neglect of duty” (pengabaian tugas).

• Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), malapraktik merujuk kepada


praktik medis yang tidak benar, tidak sesuai dan melanggar hukum atau kode etik.

• Menurut Coughlin's Law Dictionary, malpraktik merujuk pada perilaku profesional


yang tidak benar dari individu yang menjalankan profesi tertentu, seperti dokter,
perawat, ahli hukum, akuntan, dokter gigi, dokter hewan dan lain sebagainya.
UNSUR – UNSUR MALPRAKTIK
• Menurut Vestal, ada empat unsur yang harus dipenuhi untuk
membuktiksn terjadinya malpraktik, termasuk sebagai contoh
(Gunawan, 2022) :
1. Duty ( Kewajiban )
2. Breach of the duty (Tidak melaksanakan kewajiban)
3. Injury (Cedera)
4. Proximate caused (Sebab-akibat)
Kelalaian (Neglience)

• Kelalaian dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan akibat


kurangnya kehati – hatian, atau tidak focus dalam memberikan pelayanan
kesehatan, akan tetapi kelalaian memiliki dampat negative yang lebih ringan
dibandingkan dengan malpraktik.
Unsur Kelalaian
• Duty (Kewajiban): tenaga kesehatan memeiliki kewajiban untuk melakukan tindakan sesuai
dengan situasi dan kondisi tertentu.

• Dereliction of the duty (Penyimpangan kewajiban): terdapat bukti penyimpangan dari


kewajiban tersebut.

• Damage (kerugian): tindakan yang dilakukan terhadap pasien dianggap sebagai kerugian
dalam pelayanan kesehatan yang diberikan oleh penyedia layanan.

• Direct cause relationship (Hubungan sebab akibat yang nyata): hubungan yang nyata antara
keluhan pasien, kesalahan pemberian obat, kesalahan identifikasi masalah pasien, kelalaian
diruang operasi, kelalaian terkait keamanan dan keselamatan pasien (seperti contoh pasien
jatuh), atau timbul decubitus selama masa perawatan.
INFORMED CONSENT

• Informed Consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien


atau keluarga/wali terdekat pasien kepada dokter untuk menjalani
suatu tindakan medis tertentu pasien setelah menerima informasi
yang menyeluruh dan mudah dipahami mengenai prosedur medis
yang akan dilakukan (Octaria & Trisna, 2016).
Fungsi dan Tujuan Informed Consent
• Fungsi Informed Consent meliputi;

• Mmefasilitasi hak otonomi individu;

• Melindungi kepentingan pasien dan subjek terlibat;

• Mencegah terjadinya penipuan atau tekanan;

• Mendorong refleksi internal dalam profesi medis;

• Mendorong pengambilan keputusan yang rasional;

• Melibatkan masyarakat dalam mempromosikan prinsip otonomi sebagai nilai


social dan dalam mengawasi penelitian biomedis.
Kerahasiaan
• Dalam konteks layanan kesehatan, informasi pasien disimpan dalam
bentuk rekam medis dan informasi ini bersifat rahasia. Regulasi terkait
rekam medis diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
269/MENKES/PER/III/2008. Rekam medis adalah dokumen yang berisi
catatan mengenai identitas pasien dan detail prosedur pengobatan
lainnya. Isi dari rekam medis merupakan hak milik pasien dan harus
dijaga sebagai rahasia (Susilowati et al., 2018)
Hak Pasien
• Hak-hak pasien yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, Pasal 32. meliputi:

1. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien

2. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi.

3. Memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi


dan standar prosedur operasional.

4. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari
kerugian fisik dan materi.

5. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan.


Hak Pasien
6. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan
yang berlaku di Rumah Sakit.

7. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang
mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit.

8. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data


medisnya.

9. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan
tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.
Hak Pasien
Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan
terhadap penyakit yang dideritanya.

11. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.

12. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak
mengganggu pasien lainnya.

13. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit.

14. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya.

15. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang
dianutnya.

16. Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan
yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana.

17. Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui
media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Advokat
• Peran perawat sebagai advokat klien adalah berfungsi sebagai
penghubung antara klien dengan tim kesehatan lainnya dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan klien, membantu klien memahami segala
informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan, baik
melaui pendekatan tradisional maupun profesional. Selain itu perawat
harus berperan sebagai narasumber dan fasilitator dalam proses
pengambilan keputusan yang melibatkan klien. Dalam menjalankan
perannya ini, perawat harus dapat melindungi dan memfasilitasi keluarga
serta masayarakat yang terlibat dalam pelayanan keperawatan.
Malpraktik Etis
Contoh kasus : Ny. W, seorang pasien berusia 30 tahun yang mengeluhkan buruknya pelayanan di
rumah sakit tempatnya menjalani operasi Caesar. Ny. W menjalani rawat inap selama 3 hari dan selama
itu, tidak ada pemeriksaan atau penggantian perban pada luka bekas operasinya. Ny. W diperbolehkan
pulang pada tanggal 1 Februari dan dijadwalkan untuk kontrol kembali pada tanggal 8 Februari. Namun,
selama periode tersebut, Ny. W tidak pernah memeriksa atau mengganti perban tersebut. Sebelum
tanggal 8 Februari, Ny. W mulai merasa sakit di bagian perutnya dan akhirnya kembali ke rumah sakit.
Setelah diperiksa, ternyata perutnya mengalami gangguan serius dan mengeluarkan bau busuk.

Analisa kasus : Ny. W mengalami infeksi setelah menjalani operasi Caesar. Malpraktek yang terjadi
adalah karena kelalaian tenaga kesehatan, terutama Ny. A, yang tidak melakukan pembersihan dan
penggantian balutan luka standar pascaoperasi. Kelalaian dalam tindakan ini dapat dikategorikan sebagai
pelanggaran terhadap Pasal 1366 dan Pasal 1367 ayat (3) KUH Perdata. Kasus ini juga menunjukkan
bahwa perawat telah lalai dalam menjalankan tugasnya, khususnya dalam hal mengganti balutan luka
pasien, yang seharusnya dapat teridentifikasi saat melakukan kontrol di ruangan pasca operasi.
Informed Consent
Contoh kasus: Dr. A dan dr. H, yang bertindak sebagai dokter di rumah sakit,
menjalankan operasi darurat dengan metode Caesar (SC) pada Ny. S. Sebelum
operasi dilakukan, dokter-dokter tersebut tidak memberi tahu keluarga korban tentang
kemungkinan-kemungkinan buruk yang dapat terjadi selama operasi, termasuk risiko
kematian. Selain itu, pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan jantung dan foto
rontgen dada dilakukan setelah operasi dilakukan. Idealnya, prosedur-prosedur ini
seharusnya dilakukan sebelum operasi dimulai.

Analisa kasus : Dokter kurang memberikan penjelasan yang memadai saat


memberikan informed consent kepada pasien mengenai kemungkinan-kemungkinan
terburuk, bahkan hingga risiko kematian.
Kerahasiaan
Contoh kasus : Seorang mahasiswi keperawatan membuat video konten ketika
sedang melakukan prosedur pemasangan kateter urine pada seorang pasien pria.

Analisis kasus :Tindakan yang dilakukan oleh mahasiswi keperawatan ini dapat
dianggap sebagai pelanggaran privasi, kerahasiaan, dan etika. Pasien memiliki hak
untuk menjaga privasinya, kerahasiaannya, terutama dalam situasi medis yang sensitif
seperti pemasangan kateter urine. Membuat video saat melakukan prosedur medis
pada pasien tanpa izin melanggar privasi pasien dan dapat merusak kepercayaan
pasien terhadap tim medis. Selain itu, ini juga bisa melanggar kode etik profesi
keperawatan, yang menekankan perlunya menjaga privasi dan kepercayaan pasien.
Advokasi
Contoh kasus : Selama merawat seorang pasien berusia 7 tahun yang telah menjalani operasi pada usus

buntu, seorang perawat di unit perawatan anak-anak di rumah sakit mendeteksi tanda-tanda infeksi yang

muncul pada pasien, seperti peningkatan suhu tubuh dan ketidakstabilan tanda-tanda vital. Namun, perawat

tersebut memilih untuk menunda pelaporan kekhawatiran ini kepada dokter atau atasan, seperti ketua tim

perawat primer. Seiring berjalannya waktu, kondisi pasien semakin memburuk, dan pada akhirnya, pasien

mengalami syok septik, suatu kondisi yang sangat serius dan berpotensi mengancam nyawa.

Analisa kasus : Pelanggaran terhadap prinsip advokasi pasien karena perawat tidak melaporkan kondisi pasien

kepada perawat primer/ketua tim atau dokter yang bertanggung jawab atas perawatan pasien tersebut. Padahal

advokasi pasien memiliki peran yang sangat penting. Perawat memiliki kewajiban untuk melindungi kepentingan

terbaik pasien dan melaporkan masalah yang dapat membahayakan keselamatan pasien kepada tim perawatan

yang lebih tinggi atau pihak berwenang yang sesuai. Kelalaian dalam hal ini dapat berdampak serius pada

kesejahteraan pasien dan merupakan pelanggaran terhadap etika keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai