Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS ETIK MEDIKOLEGAL

Pelanggaran SOP pada Tindakan Bedah Caesar

Oleh:
dr. Wijayadi Prawiro Suyono

Pembimbing:
dr. Muhammad Kartikanuddin
dr. Wiji Kusbiyah

PROGRAM INTERSHIP DOKTER INDONESIA


ANGKATAN II PERIODE JUNI TAHUN 2017 – 2018
WAHANA RSUD dr. SOEDOMO TRENGGALEK
Agustus 2017
LEMBAR PERSETUJUAN PORTOFOLIO
ETIK MEDIKOLEGAL

Pelanggaran SOP pada Tindakan Bedah Caesar

Oleh :
dr. Wijayadi Prawiro Suyono

Laporan Kasus telah disetujui dan dikoreksi oleh pembimbing

Tanggal: ..................

Pembimbing I Pembimbing II

dr. M. Kartikanuddin dr. Wiji Kusbiyah


Portofolio asus
No. ID dan Nama Peserta : dr. Wijayadi Prawiro Suyono
No. ID dan Nama Wahana:RSUD dr Soedomo Trenggalek
Topik : Pelanggaran SOP pada tindakan bedah Caesar
Tanggal (kasus): 01 Juni 2012
Nama Pasien: Ny. WE No RM:-
Tanggal Presentasi: Pendamping: dr Kartikanuddin, dr Wiji
Kusbiyah

Obyektif Presentasi:
Keilmuan √ Keterampilan Penyegaran √ Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah √ Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa √ Lansia Bumil
Deskripsi:
Tindakan miris yang terjadi ditengah kemajuan pesat teknologi dunia ilmu kedokteran saat
ini, dokter kandungan satu-satunya di kabupaten M tersebut, mengambil langkah yang
tidak awam bagi masyarakat umum. Alasannya, kondisi emergency pasien yang
membutuhkan penangangan medis secepatnya.

"Kedengarannya memang miris, namun dalam keadaan emergency yang membutuhkan


tindakan cepat, hal itu masih bisa diterima,"ungkap dokter T, Senin(4/6).

Mantan Direktur RSUD R ini menuturkan,operasi "bukan caesar biasa"pasien WE, Jumat
(1/6) pukul 10.00 Wita tersebut, dilandaskan pertimbangan waktu kelahiran bayi yang bisa
saja berakhir dengan kematian, jika terlambat dioperasi.

Saat itu, katanya, pasien telah berada dalam keadaan siap operasi, tindakan medis awal
seperti pembiusan, sudah dilakukan, namun saat ingin memulai proses operasi, kata dr.T,
Bisturi atau mata pisau bedah, tidak berada dalam paket perlengkapan kamar operasi.
Upaya pencarian bisturi di RSUD tidak membuahkan hasil. Akhirnya, pengunaan pisau silet
menjadi solusinya.

"Silet yang dipakai silet yang telah disterilkan, Alhamdulillah operasi berjalan lancar, semua
selamat, walaupun si bayi harus dipompa baru bisa hidup, "ungkapnya.

Kejadian kemarin sambung dr.T, merupakan kejadian pertama yang terjadi selama ini
dirinya bertugas di RSUD. Dirinya menduga kejadian kemarin, akibat miskomunikasi yang
terjadi antara petugas kamar operasi, dengan petugas apotik RSUD. Buktinya, saat
dikonfirmasi langsung ke bagian apotik RSUD, bisturi tersedia.

"Tidak benar kalau dikatakan bisturi kosong pasalnya saat membedah pasien caesar
berikutnya, kami memakai bisturi, "katanya.
Sementara itu, Direktur RSUD R, W.O.A mengatakan, pihaknya senantiasa menyiapkan
kebutuhan rumah sakit yang dibutuhkan pasien.

"Kebutuhan rumah sakit selalu kami sediakan berdasarkan kebutuhan dan anggaran yang
tersedia, "pungkasnya.
Tujuan:Mengetahui bagaimana aspek etik dan medikolegal dalam pengambilan keputusan pada keadaan
emergency dan menghormati hak pasien.
Bahan bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus √ Audit
Cara membahas Diskusi √ Presentasi dan diskusi E-mail Pos
Data pasien Nama: Ny. WE No RM:
Nama R.Sakit: RSUD R Telp: (-) Terdaftar sejak
Data utama untuk bahan diskusi

1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Ny. WE datang ke RSUD R karena waktu persalinan sudah dekat. Lalu pihak RS dan
dokter sesegera mungkin menyiapkan ruang dan tindakan operasi Caesar dengan
dilandaskan pertimbangan waktu kelahiran bayi yang bisa saja berakhir dengan
kematian jika terlambat dioperasi. Saat itu pasien telah berada dalam keadaan siap
operasi, tindakan medis awal seperti pembiusan, sudah dilakukan, namun saat
ingin memulai proses operasi, Bisturi atau mata pisau bedah, tidak berada dalam
paket perlengkapan kamar operasi. Upaya pencarian bisturi di RSUD tidak
membuahkan hasil. Pada akhirnya, pengunaan pisau silet menjadi solusinya .
Kejadian ini diduga akibat miskomunikasi yang terjadi antara petugas kamar
operasi, dengan petugas apotik RSUD. Buktinya, saat dikonfirmasi langsung ke
bagian apotik RSUD, bisturi masih tersedia.
2. Riwayat Pengobatan : -
3. Riwayat Kesehatan : -
4. Riwayat Keluarga : -
5. Riwayat Pekerjaan : -
6. Perjalanan Penyakit : -

Daftar Pustaka
http://dunia.inilah.com/read/detail/1868493/dokter-benarkan-operasi-pasien-pakai-silet
http://ombudsman-sultra.blogspot.co.id/2013/03/tidak-ada-pisau-bedah-dokter-operasi.html

Hasil Pembelajaran:

1. Kajian kasus menurut kaidah dasar bioetik


2. Kajian kasus menurut kode etik kedokteran Indonesia
3. Kajian kasus menurut undang-undang
4. Kajian Kasus menurut Sumpah Dokter

Kajian Kasus Menurut Kaidah Dasar Bioetik

Kitchener (1984) telah mengidentifikasi dasar-dasar bioetika yang terdiri dari :


• Autonomy : prinsip tentang kemandirian, kebebasan, dan bebas menentukan pilihan dan tindakan yang di
inginkan.
• Nonmaleficence : konsep untuk tidak menyakiti. Prinsip ini oleh beberapa ahli disebut prinsip paling
penting dalam bioetika yaitu “diatas segalanya, jangan menyakiti”.
• Beneficence : tanggung jawab untuk memberikan pelayanan demi kebaikan pasien, melakukan hal baik,
menjadi proaktif dan mencegah kerusakan.
• Justice : keadilan, memperlakukan pasien secara setara.
Pada kasus ini prinsip bioetik yang berkaitan:
 Autonomy: Tindakan operasi yang dilakukan merupakan suatu prosedur emergency, dan bertujuan untuk
live saving, tetapi pemberian informasi kepada keluarga mengenai prosedur operasi, kelengkapan sarana
& prasarana operasi, prognosis pasca operasi tidak disampaikan secara terperinci kepada pasien/keluarga.
 Non maleficence: Dokter sudah mengusahakan live saving dengan melakukan operasi Cito pukul 10.00
 Beneficence: Tindakan kedokteran yang dilakukan bertujuan untuk kebaikan dan keselamatan pasien
 Justice: Dokter sudah melakukan tindakan secara adil tanpa pengaruh status sosial ekonomi ataupun
SARA.

Kajian Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia

KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA

Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standard profesi yang
tertinggi.

Keterangan: informed consent merupakan salah satu prosedur yang wajib dilakukan bila berkaitan dengan
tindakan invasif.
Pasal 7c

Seorang dokter harus menghormati hak hak pasien, hak hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan
harus menjaga kepercayaan pasien.
Keterangan: Dokter sudah memberikan informasi kepada pasien/keluarganya bahwa bisturi untuk operasi tidak
tersedia dan menggantinya dengan silet yang telah disterilkan dan pasien menyatakan setuju. Namun dokter
telah mengabaikan kepercayaan pasien mengenai ketersediaan sarana & prasarana operasi yang akan dilakukan
terhadap pasien.
Pasal13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin
ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
Keterangan: Sudah dilakukan oleh Dokter, dengan melakukan operasi Cito

Kajian Menurut Undang-Undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004


TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN

Pasal 45

(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap
pasien harus mendapat persetujuan.

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara
lengkap.

(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :


a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.

(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.

(6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana
dimaksud padaayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NO 290 TAHUN 2008


TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2009
TENTANG RUMAH SAKIT

Pasal 3
Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:
a) mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
b) memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan
sumber daya manusia di rumah sakit;
c) meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan
d) memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan
Rumah Sakit.

Pasal 5
Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Rumah Sakit mempunyai fungsi:
a) penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan
rumah sakit;
b) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna
tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c) penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan
kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
d) penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam
rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan.
Pasal 16
1) Persyaratan peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) meliputi peralatan medis dan
nonmedis harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan laik
pakai.
2) Peralatan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diuji dan dikalibrasi secara berkala
oleh Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang
berwenang.
3) Peralatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi ketentuan dan harus diawasi oleh
lembaga yang berwenang.
4) Penggunaan peralatan medis dan nonmedis di Rumah Sakit harus dilakukan sesuai dengan indikasi
medis pasien.
5) Pengoperasian dan pemeliharaan peralatan Rumah Sakit harus dilakukan oleh petugas yang
mempunyai kompetensi di bidangnya.
6) Pemeliharaan peralatan harus didokumentasi dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan.
7) Ketentuan mengenai pengujian dan/atau kalibrasi peralatan medis, standar yang berkaitan dengan
keamanan, mutu, dan manfaat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 32
Setiap pasien mempunyai hak:
a) memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
b) memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
c) memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
d) memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional;
e) memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan
materi;
f) mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
g) memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di
Rumah Sakit;
h) meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat
Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;
i) mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya;
j) mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis,
alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
k) memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan
terhadap penyakit yang dideritanya;
l) didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
m) menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak
mengganggu pasien lainnya;
n) memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit;
o) mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;
p) menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang
dianutnya;
q) menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan
yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan
r) mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media
cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Keterangan:
Dalam hal ini dokter telah melanggar UU Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik
kedokteran pasal 45 ayat 3c, 3d karena memberikan informasi yang sangat minim mengenai alternatif tindakan
lain serta risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada saat atau setelah tindakan dilakukan.
Di sisi lain pihak Rumah sakit telah melanggar UU Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
sakit, pasal 3b, 3c dan 3d karena tidak memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien dan sumber
daya manusia di rumah sakit, tidak mempertahankan standar pelayanan rumah sakit dengan baik; serta tidak
memberikan kepastian hukum kepada pasien.
pasal 16 ayat 1 karena peralatan medis yang tidak memenuhi standar pelayanan, keamanan, keselamatan dan
laik pakai;
pasal 16 ayat 4 karena Penggunaan peralatan medis di Rumah Sakit yang dilakukan tidaklah sesuai dengan
indikasi medis pasien;
Pasal 32d karena tidak memperoleh layanan kesehatan yang sesuai dengan standar prosedur operasional.

Kajian Kasus Menurut SOP Tindakan Operasi

Prosedur:
1. Petugas operasi mempersiapkan peralatan, bahan, dan obat-obatan yang diperlukan untuk operasi sesuai
SOP terkait.
2. Petugas anastesi mempersiapkan peralatan dan obat-obatan anastesi serta melakukan tindakan anstesi
yang diperlukan sesuai SOP terkait.
3. Perawat sirkulasi menerima rekam medis dan data administrasi lisan dan tulisan dari petugas pengantar
pasien OK dan memasang foto rontgen pada lampu baca di masing-masing ruang operasi.
4. Petugas kamar operasi melakukan tindakan hand scrubbing, gowning, dan handgloving sesuai SOP yang
terkait.
5. Petugas operasi melakukan chrosscheck dengan petugas OK yang bertugas mengantar pasien ke dalam
ruang operasi dan dokter operator mengenai identitas pasien, bagian yang akan dioperasi, dan jenis
operasi sebelum melakukan tidakan antisepsis dan mempersempit medan operasi dengan doek steril.
6. Dokter operator dan petugas operasi melakukan tindakan operasi sesuai indikasi dan SOP terkait.
7. Bila diambil jaringan atau cairan tubuh pasien untuk pemeriksaan laboratorium/ PA, wadah diberi
identitas pasien meliputi nama, umur, no. RM, tanggal pengambilan dan disertai berita acara serah terima
spesimen.
8. Setelah operasi selesai petugas operasi membuat laporan operasi, petugas anastesi membuat laporan
anastesi, dan perawat sirkulasi mendata alkes dan obat-obatan habis pakai serta mengumpulkan ketiga
dokumen tersebut dalam rekam medis pasien.
9. Pasien dipersiapkan untuk menjalani observasi dan perawatan di ruang pemulihan.
10. Setelah kondisi pasien dinyatakan oleh dokter operator dan dokter anastesi memungkinkan untuk
dipindahkan ke bangsal, petugas pengantar pasien OK menghubungi bangsal terkait untuk menjemput
pasien.
11. Dilakukan serah terima pasien dari petugas OK ke petugas ruang atau bangsal sesuai SOP di atas.

Kajian Kasus Menurut Sumpah Dokter

Sumpah Dokter

Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan;


Saya akan memberikan kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya;
Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang berhormat dan bermoral tinggi, sesuai dengan martabat
pekerjaan saya;
Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan;
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya
sebagai dokter;
Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran;
Saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagai mana saya sendiri ingin diperlakukan;
Dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita, saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya
tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian, atau kedudukan
sosial;
Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan;
Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kedokteran saya untuk sesuatu yang
bertentangan dengan hukum perikemanusiaan;
Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya.

Keterangan: Tindakan kedokteran yang sudah dilakukan tidak bertentangan dengan Sumpah Dokter.

KESIMPULAN

Dalam kasus ini dokter telah melakukan kelalaian terhadap:

Kode Etik Kedokteran Pasal 7c;

Undang- Undang No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 45 ayat 3c dan 3d;

Permenkes no 290 tahun 2008 pasal 7 ayat 3c dan 3d;

UU Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 3b, 3c dan 3d; pasal 16 ayat 1dan
ayat 4; pasal 32d.

SOP Tindakan Operasi nomor 6 terkait penggunaan sarana tindakan yang tidak berjalan sesuai dengan SOP.

Petugas medis/operasi telah melakukan kelalaian terhadap SOP Tindakan Operasi nomor 1 dalam hal
mempersiapkan peralatan yang diperlukan untuk operasi.

Namun berdasarkan keadaan klinis yang menyangkut suatu keadaan gawat darurat, yakni waktu persalinan
yang mendesak dan darurat, tindakan kedokteran yang dilakukan juga dilindungi oleh pasal 4, pasal 7 ayat 1
dan 2 Permenkes no 290 tahun 2008.

Untuk kasus ini dokter dan Rumah sakit selaku penyedia layanan kesehatan sebenarnya telah menyalahi
standar operasional prosedur operasi, karena menggunakan alat yang tidak biasa digunakan pada saat operasi
umumnya, walaupun sebenarnya bahan dari alat yang di pakai tersebut sama dengan pisau bedah yang biasa di
gunakan,namun peruntukannya memiliki beberapa perbedaan dimana silet tersebut seharusnya di gunakan
untuk mencukur bulu pasien pada saat operasi sementara pisau bedah di gunakan untuk melakukan
pembedahan.

Pelaksanaan standar operasional prosedur seringkali kurang dipatuhi secara tertib oleh tenaga kesehatan. Jadi,
dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa selain dokter operator, yang memiliki peranan lebih besar
akan pertanggung jawaban sarana dan prasarana tindakan adalah pihak rumah sakit karena tidak menyediakan
fasilitas peralatan yang memadai pada saat operasi akan di laksanakan, dimana pada bagian penyiapan alat-alat
rumah sakit yang bertanggung jawab adalah bagian pengadaan alat-alat rumah sakit, sebab seperti yang kita
ketahui bahwa dalam setiap rumah sakit sudah tersedia alokasi dana di tiap-tiap substansinya.

SARAN

 Pada kasus di atas, pihak rumah sakit seharusnya mempertahankan mutu pelayanan kepada masyarakat
termasuk dalam ketersediaan sarana dan prasarana rumah sakit yang memadai dan laik pakai serta sesuai dengan
indikasi medis pasien.

 Petugas alat di ruang operasi seharusnya berbenah diri jika akan melaksanakan tindakan operasi, alangkah lebih
baik jika asisten operasi juga ikut melakukan pengecekan alat-alat sebelum operasi dilaksanakan agar tidak
terjadi lagi hal-hal yang beresiko pada pasien dan semua berjalan dengan standar operasional prosedur medik
meskipun pada kasus ini, tindakan yang dilakukan oleh dokter telah memiliki persetujuan medis dimana
pembedahan ini diketahui oleh pasien beserta keluarganya dan pada akhirnya menyetujui untuk melakukan
pembedahan dengan menggunakan silet (Informed Consent) mengingat kondisi saat itu adalah tindakan
kegawatdaruratan.

 Petugas apotek dapat lebih memperhatikan dan mengevaluasi ketersediaan dan masa kadaluarsa mengenai alat-
alat dan obat-obatan yang digunakan untuk persiapan operasi serta menjaga komunikasi yang baik dengan
petugas alat di ruang operasi agar proses operasi dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Anda mungkin juga menyukai